PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU DAN KEAMANAN PRODUK SERBUK MINUMAN BERBAHAN BAKU FRUKTOOLIGOSAKARIDA (FOS) SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA
YUSTIKA SEKAR NEGARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT YUSTIKA SEKAR NEGARI. Storage Effects In Quality and Safety Fructooligosaccaride (FOS) Based Beverage Powder Product and Prediction of It’s Shelf Life. Under Direction of HIDAYAT SYARIEF and BUDI SETIAWAN. The objectives of this research was to study the effect of storage in sensory quality, chemical properties (water, anorganic, acidity, and sugar level), microbial and toxicity levels during storage; and to predict the shelf-life time of fructooligosaccaride (FOS) based beverage powder product. The products were package in metalized plastic with weight per serving size was 11 gram. The methodology of storage effects was using ESS (Extendend Storage Studies) method for 0-8 weeks at room (25-30 0C) and refrigerator (10-13 0C) temperatures. Water content, acidity, and microbial level were increasing during storage, but anorganic and sugar level were decreasing. Temperatures did not significantly affect (p>0,05) in sensory quality, chemical propertiies, and toxicity level, but significantly affected microbial level (p<0,05) of the product. Water content, anorganic content, acidity, and microbial level were significantly affected (p<0,05) during 8 weeks storage. Sugar and toxicity level were not significantly affected (p>0,05) during 8 weeks storage. Shelf-life time was determined by ASLT (Accelerate Shelf Life Test) method with critical water approach, using Labuza formula equation. The shelf life of fructooligosaccaride (FOS) based beverage powder product was 4 years in 93% relative humidity (RH) with metalized plastic packaging. Keywords: beverage powder, fructooligosacarides, storage effects, prediction of shelf life product
RINGKASAN YUSTIKA SEKAR NEGARI. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Keamanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku FOS Serta Pendugaan Umur Simpannya. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan BUDI SETIAWAN Pangan sumber prebiotik telah banyak dikembangkan dalam berbagai bentuk produk makanan ataupun minuman instan yang baik untuk kesehatan, salah satunya adalah Fruktooligosakarida (FOS). Minuman ini merupakan pangan fungsional yang kaya akan karbohidrat kompleks yaitu dalam bentuk serat pangan. FOS merupakan komponen pembentuk inulin yang berperan sebagai prebiotik yang bermanfaat bagi pencernaan manusia. Selain manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk makanan, aspek mutu dan keamanan juga harus diperhatikan. Salah satu jaminan keamanan pangan bagi konsumen adalah informasi mengenai umur simpan atau masa kadaluwarsa produk. Tujuan khusus: (1) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu organoleptik warna, aroma, rasa, dan kekentalan produk (2) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu kimiawi produk meliputi kadar air, abu, derajat keasaman (pH), dan total gula, (3) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu mikrobiologis produk dengan pengujian TPC (Total Plate Count), (4) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat toksisitas produk dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), (5) Menduga umur simpan produk dengan pendekatan air kritis. Formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran antara serbuk Orafti P95 (mengandung 95% FOS), sukralosa, flavor powder, stabilizer, dan garam. Produk serbuk minuman kemudian dikemas menggunakan metalized plastic, dengan berat per kemasan sebesar 11 gram. Penelitian ini meliputi 2 aspek yaitu uji pengaruh penyimpanan dan pendugaan umur simpan. Metode penyimpanan yang digunakan dalam uji penyimpanan adalah metode ESS (Extended Storage Studies). Sampel penelitian diberikan dua perlakuan penyimpanan yaitu waktu dan suhu tempat penyimpanan. Waktu penyimpanan dilakukan selama 8 minggu dengan 5 titik uji. Perlakuan suhu tempat penyimpanan terdiri dari 2 taraf, yaitu suhu kamar (25-30 0C) dan suhu rendah (10-13 0C). Pengujian sampel dilakukan setiap 2 minggu sekali (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8) meliputi parameter sifat organoleptik, kimia, dan mikrobiologis, sedangkan tingkat toksisitas produk diuji setiap 4 minggu sekali (minggu ke-0, 4, dan 8). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x5 dengan 2 kali ulangan. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode penyimpanan ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) melalui pendekatan air kritis, menggunakan rumus Labuza (1982). Penilaian rata-rata panelis terhadap hedonik dan mutu hedonik produk berada pada tingkat yang masih dapat diterima oleh panelis selama penyimpanan. Waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penilaian hedonik rasa dan kekentalan, serta penilaian mutu hedonik warna minuman FOS. Sifat kimia yang diuji antara lain kadar air, kadar abu, total gula, dan derajat keasaman (pH). Kadar air cenderung mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan. Kadar air sebuk minuman berbahan baku FOS selama penyimpanan berkisar antara 2,46% sampai 4,41% bk. Rata-rata derajat keasaman minuman serbuk FOS berkisar antara 6,17% sampai dengan 6,57%. Nilai pH produk mengalami penurunan antar waktu penyimpanan, yang menandakan semakin meningkatnya konsentrasi asam. Kadar abu dan total gula terlarut cenderung mengalami penurunan seiring lamanya waktu penyimpanan.
Kadar abu selama penyimpanan berkisar antara 1,74 % sampai 2,28 %bk, sedangkan total gula terlarut berkisar antara 88,84% hingga 92,32%. Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air, abu, dan derajat keasaman/nilai pH produk, namun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada total gula produk. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap sifat kimia produk (kadar air, abu, total gula, dan nilai pH). Total mikroba minuman serbuk FOS mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan, dengan nilai berkisar antara 0 sampai dengan 65 koloni/g. Namun, nilai tersebut masih jauh dibawah standar SNI 01-3722-1995 untuk minuman serbuk yaitu 3 x 103 koloni/g. Waktu dan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah mikroba produk. Tingkat toksisitas produk juga masih berada pada batas aman, yaitu nilai LC50 lebih dari 1000 µg/ml. Kisaran nilai LC50 berkisar antara 1246,09 sampai dengan 2140,14 µg/ml. Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat toksisitas produk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa serbuk minuman FOS yang disimpan selama 8 minggu pada suhu kamar dan serbuk suhu rendah masih aman untuk dikonsumsi. Serbuk minuman berbahan baku FOS memiliki kadar air kritis sebesar 0,44 g H20/g padatan, kadar air awal sebesar 0,04 g H20/g padatan, dan kadar air pada RH penyimpanan 93% sebesar 0,48 g H20/g padatan. Tekanan uap air jenuh pada suhu penyimpanan 300C sebesar 31,82 mmHg (Labuza 1982). Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Labuza menggunakan data-data tersebut, maka umur simpan minuman serbuk FOS adalah selama 4 tahun apabila disimpan pada RH 93%, kemasan menggunakan metalized plastic dengan luas permukaan 0,012 m2 per kemasan. Menurut Andarwulan&Hariyadi (2004), produk susu bubuk memiliki daya awet selama 1-3 tahun pada suhu ruang. Sifat minuman serbuk FOS yang kering dan tidak mengandung zat gizi yang mudah teroksidasi, menyebabkan produk ini lebih awet dari produk serbuk lainnya.
PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU DAN KEAMANAN PRODUK SERBUK MINUMAN BERBAHAN BAKU FRUKTOOLIGOSAKARIDA (FOS) SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA
YUSTIKA SEKAR NEGARI
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Keamanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku Fruktooligosakarida (FOS) serta Pendugaan Umur Simpannya”. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini. 1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan asuhan, masukan, kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir 2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tugas akhir ini 3. Ayah, Ibu, Adik-adik, serta Keluarga Besar Klaten. Terima kasih banyak untuk semua do’a, dan dukungannya selama ini baik moril mapun materil 4. dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi selaku penyandang dana dan Bapak Masudi atas saran, arahan, bantuan dan dukungannya demi kelancaran penelitian ini 5. Segenap staf, karyawan, serta laboran Departemen Gizi Masyarakat atas bantuan dan kerjasama demi terlaksananya penelitian ini 6. Puspita Dewi yang telah berjuang bersama demi terselesaikannya penelitian ini. Terima kasih atas bantuan, dorongan, semangat, dan kebersamaannya selama ini 7. Teman-teman GM 43 dan GM 44, teman terdekatku (Eva Fitrina, Andri Susanti, dan Deristiyani), serta rekan-rekan Komunitas Penelitian Laboratorium Gizi (Fitri, Dita, A’im, Rakhma, Risti, Irni, Ande, Miftah, Yulaika, dan lain-lain). Terima kasih atas keceriaan, kebersamaan, dan kekompakannya 8. Terima kasih rekan-rekan pembahas (Arina, Nurhidayah, Diniarti, dan Tri Reti) atas saran dan kritik yang diberikan untuk perbaikan tugas akhir ini 9. Teman dan kakak Wisma Arsida 2 dan 3 (Dyah, Intan, Win, Riza, Retno, Nanda, Siska, dan Dini).
10. Pendiri serta segenap pengurus Tanoto Foundation atas bantuan materil maupun moril yang diberikan, serta mbak Fika yang dengan sabar mendengarkan keluhan, saran, dan kritik 11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis ucapkan banyak terima kasih Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua. Terima kasih.
Bogor, Januari 2011
Yustika Sekar Negari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 3 Agustus 1988. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Yusuf dan Ibu Surasti. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Ciputat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasisiswi Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama masa perkuliahan, penulis aktif juga di organisasi. Penulis pernah menjadi anggota Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman 2006-2009 serta anggota Klub Peduli Pangan dan Gizi (KPPG) HIMAGIZI 2007-2008. Penulis juga aktif dalam kepanitian acara seperti FUNNY FAIR 2008 dan The Power of Diet 2009. Selain itu juga, aktif dalam acara kesenian seperti partisipasi dalam 3rd FEUI National Folklore Festival. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan (IBM) untuk tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011. Penulis pernah mendapatkan juara 3 dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) dan Presentasi Ilmiah tingkat TPB IPB tahun 2007. Selain itu, pernah mendapatkan dana hibah DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian tahun 2009. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) tahun 2009 di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Bogor serta Internship di bidang Dietetik di RSUD Cibinong tahun 2010. Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Kemanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku Fruktooligosakarida (FOS) serta Pendugaan Umur Simpannya”.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan ..................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA Fruktooligosakarida (FOS) ................................................................... Bahan Tambahan Pangan ................................................................... Pemanis buatan (sukralosa) ........................................................ Penyedap rasa dan aroma (flavor powder).................................. Stabilizier (Xanthan Gum) ............................................................ Penyimpanan Pangan .......................................................................... Waktu penyimpanan .................................................................... Suhu penyimpanan ...................................................................... Mutu Pangan ........................................................................................ Toksisitas Pangan ................................................................................ Umur Simpan ...................................................................................... Kurva air bahan pangan............................................................... Kurva sorpsi isothermis................................................................ Kadar air kesetimbangan ............................................................. Permeabilitas kemasan................................................................
4 5 5 6 6 6 7 7 8 9 10 11 12 12 12
METODE Waktu dan Tempat ............................................................................... Metode Penelitian ................................................................................ Uji penyimpanan .......................................................................... Pendugaan umur simpan .............................................................
14 14 14 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Sifat Organoleptik .............................................................. Perubahan Sifat Kimia ......................................................................... Perubahan Total Mikroba ..................................................................... Tingkat Toksisitas ................................................................................ Umur Simpan ........................................................................................
24 30 34 37 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... Saran ...................................................................................................
45 46
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
47
LAMPIRAN ...................................................................................................
51
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu .......................................
8
2
Rancangan perlakuan uji penyimpanan ..................................................
18
3
Jenis dan RH garam jenuh yang digunakan............................................
21
4
Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan ..................
24
5
Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan .................
25
6
Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan ....................
27
7
Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan ..........
28
8
Nilai rata-rata hedonik keseluruhan minuman FOS ................................
29
9
Rata-rata kadar air selama penyimpanan ...............................................
30
10 Rata-rata kadar abu selama penyimpanan .............................................
32
11 Rata-rata total gula selama penyimpanan ...............................................
33
12 Rata-rata nilai pH selama penyimpanan .................................................
34
13 Rata-rata Total Plate Count selama penyimpanan..................................
35
14 Jumlah LC50 (µg/ml) selama penyimpanan ..............................................
37
15 Penilaian organoleptik air kritis ................................................................
39
16 Kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH ..............................
39
17 Data kadar air kesetimbangan serbuk minuman FOS.............................
40
18 Persamaan model kurva sorpsi isothermis..............................................
41
19 Kadar air kesetimbangan dari model-model persamaan .........................
41
20 Nilai MRD model persamaan sorpsi isothermis......................................
42
21 Data penentuan umur simpan serbuk minuman FOS ...........................
43
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase .........................
7
2
Diagram Alir Uji Penyimpanan.................................................................
15
3
Produk serbuk minuman berbahan baku FOS ........................................
16
4
Tempat penyimpanan kulkas dan lemari biasa .......................................
16
5
Humidity chamber....................................................................................
20
6
Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna.....................................
25
7
Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma ....................................
26
8
Grafik perubahan nilai rata-rata penilain rasa .........................................
27
9
Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian kekentalan .............................
29
10 Grafik penilaian keseluruhan minuman FOS ...........................................
29
11 Perubahan kadar air serbuk minuman FOS ............................................
31
12 Perubahan kadar abu serbuk minuman FOS ..........................................
32
13 Perubahan total gula serbuk minuman FOS ...........................................
33
14 Perubahan nilai pH serbuk minuman FOS ..............................................
34
15 Perubahan Total Plate Count serbuk minuman FOS ..............................
36
16 Penetasan telur larva udang dan vial pengujian BSLT............................
37
17 Perubahan Kadar LC50 serbuk minuman FOS ........................................
38
18 Kurva sorpsi isothermis serbuk minuman FOS .......................................
40
19 Penentuan nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis ...............................
43
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Lembar uji organoleptik ...........................................................................
51
2
Formula produk serbuk minuman berbahan baku FOS per takaran saji ..............................................................................................
53
3
Prosedur analisis mikrobiologi ................................................................
53
4
Prosedur analisis kimia............................................................................
54
5
Prosedur uji toksisitas dengan BSLT.......................................................
55
6
Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan .............................................................................
56
Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan ..............................................................................
58
8
Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kecerahan minuman.......
58
9
Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan aroma minuman FOS selama penyimpanan ..............................................................................
59
10 Hasil analisis GLM terhadap tingkat aroma minuman FOS selama penyimpanan .............................................................................
59
11 Hasil analisis GLM tingkat kesukaan rasa minuman FOS selama penyimpanan .............................................................................
59
12 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan rasa minuman ..................................................................................................
60
13 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kemanisan minuman FOS selama penyimpanan ..............................................................................
60
14 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman FOS selama penyimpanan ......................................................................
60
15 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman ..............................................................................
61
16 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kekentalan minuman FOS selama penyimpanan ..............................................................................
61
17 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan keseluruhan minuman FOS selama penyimpanan ......................................................................
61
18 Hasil analisis GLM terhadap kadar air serbuk minuman FOS.................
62
7
v Halaman 19 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar air .....................................
62
20 Hasil analisis GLM terhadap kadar abu serbuk minuman FOS...............
62
21 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar abu ....................................
63
22 Hasil analisis GLM terhadap nilai pH serbuk minuman FOS...................
63
23 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap nilai pH ........................................
63
24 Hasil analisis GLM terhadap total gula serbuk minuman FOS ................
64
25 Hasil uji GLM terhadap total mikroba serbuk minuman FOS ..................
64
26 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap total mikroba ...............................
64
27 Hasil analisis GLM terhadap nilai LC50 serbuk minuman FOS...............
65
28 Hasil uji organoleptik kadar air kritis ........................................................
65
29 Hasil uji ANOVA organoleptik untuk penentuan kadar air kritis...............
65
30 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap organoleptik air kritis ...................
65
31 Hasil pengukuran kadar air kritis .............................................................
66
32 Hasil penimbangan air kesetimbangan (minggu ke-11 sd 19) ................
66
33 Hasil penimbangan air kesetimbangan (mingggu ke-11 sd 19) ..............
67
34 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan ............................................
67
35 Contoh perhitungan dalam pembuatan kurva sorpsi ishotermis produk minuman serbuk FOS (model persamaan Hasley) .....................
68
36 Kurva sorpsi isothermis model persamaan .............................................
68
37 Contoh perhitungan nilai MRD ................................................................
69
38 Penentuan Nilai b (slope) ........................................................................
70
39 Perhitungan umur simpan minuman serbuk FOS ...................................
70
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini banyak produk pangan tidak hanya menampilkan sisi kualitas produk dari segi rasa dan aroma saja, tapi juga sisi keamanan dan manfaatnya bagi kesehatan. Pangan sumber prebiotik telah banyak dikembangkan dalam berbagai bentuk produk makanan ataupun minuman instan yang baik untuk kesehatan. Salah satu produk yang dikembangkan adalah produk serbuk minuman berbahan baku Fruktooligosakarida (FOS). Minuman ini merupakan pangan fungsional yang kaya akan karbohidrat kompleks yaitu dalam bentuk serat pangan. Menurut Gropper et al (2009), FOS tergolong dalam fructan (polyfructose) yang secara alami ditemukan pada tumbuhan dan dianggap sebagai serat (dietary fibre). Oleh karena beberapa data menunjukkan dampak fisiologis yang positif, maka fructan yang ditambahkan dalam makanan dapat dianggap sebagai serat fungsional. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa FOS sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia serta dalam pengolahan pangan. FOS merupakan komponen pembentuk inulin yang secara langsung menstimulir pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam usus besar, sehingga menyehatkan penncernaan. Uji klinis yang dilakukan oleh Luo et al (2000) terhadap 10 orang penderita Diabetes Melitus tipe 2 berusia 57 tahun menunjukkan bahwa pemberian 20 gram FOS / hari selama empat minggu tidak mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid, sehingga tidak meningkatkan kadar glukosa darah. Dalam bidang industri pangan pun FOS digunakan sebagai pemanis pengganti gula sukrosa untuk makanan rendah kalori. Selain manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk makanan, aspek mutu dan keamanan juga harus diperhatikan. Pada saat baru diproduksi, mutu dianggap dalam keadaan 100% dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan. Perubahan mutu sangat mungkin terjadi tergantung pada kondisi penyimpanan bahan pangan itu sendiri. Selama penyimpanan produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh, dan kepercayaan (Rahayu et al 2003). Jaminan keamanan pangan juga penting dilakukan agar konsumen terhindar dari keracunan. Di Indonesia, kasus keracunan masih sering terjadi dan umumnya akibat cemaran mikroba pada pangan. Menurut data Badan POM,
2 pada bulan Januari-September 2004, terdapat 3734 kasus keracunan pangan, 30% disebabkan oleh makanan olahan rumah tangga, 28,8% dari katering, 11% dari makanan jajanan, dan 16,4% dari industri (BPOM 2004 dalam Nurjanah 2006). Produk pangan bersifat mudah rusak oleh berbagai faktor baik fisik, kimiawi, biologis, maupun mikrobiologis. Cemaran mikrobiologis pada makanan dapat mempengaruhi mutu dan umur simpan pangan itu sendiri. Aspek keamanan yang perlu diperhatikan adalah tingkat toksisitas pangan bagi makhluk hidup. Pengujian toksisitas pangan sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa pangan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan. Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan produsen pada label kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai dikonsumsi. Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan sebenarnya. Cara ini memberikan hasil yang tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, diperlukan metode pendugaan umur simpan yang cepat, mudah, murah, dan mendekati umur simpan yang sebenarnya. Metode yang digunakan disebut metode percepatan (akselerasi). Produk disimpan pada lingkungan yang menyebabkan cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan antara lain adalah bahan baku pangan, cara pengemasan, dan suhu penyimpanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan produk serta penentuan umur simpan produk serbuk minuman berbahan baku FOS. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan
petunjuk
terjadinya
perubahan
citarasa,
penampakan
dan
kandungan gizi produk. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan produk, serta menentukan umur simpan serbuk minuman berbahan baku fruktooligosakarida (FOS).
3 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu organoleptik (warna, aroma, rasa, dan kekentalan produk) 2. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu kimiawi produk meliputi kadar air, abu, derajat keasaman (pH), dan total gula 3. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap total mikroba produk dengan pengujian TPC (Total Plate Count) 4. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat toksisitas produk dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) 5. Menduga umur simpan produk dengan pendekatan air kritis Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai perubahan mutu serbuk minuman formulasi FOS selama penyimpanan serta umur simpan (masa kadaluwarsa) produk. Selain itu juga diharapkan minuman berbahan baku FOS ini dapat dikonsumsi secara aman oleh masyarakat pada umumnya.
4
TINJAUAN PUSTAKA Fruktooligosakarida (FOS) FOS
merupakan
fructofuranosyl)n-1.
FOS
campuran terdiri
dari dari
oligomer molekul
1F-(1-β-
sukrosa sukrosa
(glucose-
fructosedisaccharides, GF) yang satu, dua, atau tiga unit fruktosa tambahan telah ditambahkan dengan β-2-1 glycosidic yang berikatan dengan unit fruktosa dari sukrosa. Molekul GF2 (α-D-glucopyranoside-(1
2)-β-D-fructofiranosyl-(1Å
2)-β-D-fructofuranosyl atau 1-ketose), GF3 (α-D-glucopyranoside-(1
2)-β-D-
fi-uctofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl atau nystose), dan GF4 (α-D-glucopyranoside-(1
2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-
fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl atau 1F-βfructofuranosyl nystose) merupakan komponen dari FOS (Kamerling et al 1972 dalam FDA 2000). FOS juga merupakan serat terfermentasi yang mempunyai fungsi sebagai prebiotik. Menurut Gropper et al (2009), prebiotik berperan sebagai substrat untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri menguntungkan atau yang bermanfaat bagi kesehatan. Konsumsi 10-15 g FOS per hari selama 14-21 hari dapat meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan (populasi koloni Bifidobacteria) di dalam usus, sehingga dapat mencegah beberapa penyakit seperti diare. Menurut FDA (2000), sekitar 89% FOS yang difermentasi oleh mikroflora usus diubah menjadi gas dan short-chain fatty acids (SCFA). Gropper et al (2009) menambahkan bahwa pembentukan SCFA di dalam kolon menyebabkan terjadinya penurunan pH pada bagian luminal kolon. Kondisi pH yang rendah menyebabkan lebih banyak kalsium yang tersedia (larut) untuk mengikat cairan empedu dan asam-asam lemak, sehingga dapat mencegah kanker kolon. Asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids /SCFA) yang dihasilkan dari fermentasi bakteri usus, seperti b-hidroksibutirat, acetat, dan propionat dapat meningkatkan jumlah precursor GLP-1 (glucagon-like peptide-1). GLP-1 adalah sejenis hormon inkretin yang dapat memperbaiki produksi insulin dan menghambat pembentukan glucagon (Delzenne et al 2007). Menurut Alles (1999), pemberian 15 g FOS selama 20 hari kepada 20 pasien yang menderita DM tipe 2 tidak ada berpengaruh terhadap glukosa darah, lipid serum, dan asetat serum dari pasien tersebut.
5 FOS merupakan produk turunan dari inulin yang dihidrolisis menjadi bentuk oligofruktosa . Inulin dideskripsikan dalam British Pharmacopeia (1980) sebagai bubuk granula putih yang bersifat amorf, tidak berbau, higroskopik, agak larut dalam air panas dan agak larut dalam larutan organik. Secara alami FOS terdapat
dalam berbagai
asparagus,
dan
sayur
dan
buah
misalnya
bawang
merah,
chicory (mengandung inulin), pisang, oligosakarida pada
kedelai, dan artichoke (Tensiska 2008). Oligofruktosa lebih dapat larut dibanding inulin (sekitar 80% dalam air pada suhu ruang). Ketika murni, oligofruktosa memiliki tingkat kemanisan sekitar 35% dibandingkan sukrosa. Kemanisannya mirip dengan gula, rasanya sangat bersih tanpa adanya efek iritasi pada lidah , dan dapat pula menimbulkan aroma buah-buahan. Oligofruktosa menunjukkan stabilitas yang baik selama proses pemasakan, seperti perlakuan panas (Gibson&Fuller 1998). FOS, dikenal di Jepang sebagai sebagai pemanis, peningkat aroma, pengembang, dan humektan. Dalam industri pangan, FOS digunakan dalam pembuatan kue, roti, permen, produk susu, dan beberapa minuman sebagai pengganti sukrosa rendah kalori (Ekandini 2006). Bahan Tambahan Pangan Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan (Cahyadi 2008). Tujuan penambahan
food
menstabilkan
dan
additives
adalah
memperbaiki
untuk
tekstur,
meningkatkan
menahan
rasa,
kelembaban,
warna, sebagai
pengental, pengikat logam, mencegah terjadinya pelengketan, pengkayaan makanan dengan vitamin dan mineral, dan beberapa tujuan spesifik lain (Marliyati et al 1992). Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pembuatan produk minuman berbahan dasar FOS adalah pemanis buatan (sukralosa), penyedap rasa dan aroma (flavor powder), dan stabilizer (xanthan gum). Pemanis buatan (sukralosa) Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro-1,6-dideoxy-β-Dfructofuranosyl-4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside
atau
4,1,6
trichloro-
galactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa berbentuk
6 kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, methanol dan alkohol, sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis (Ambarsari et al 2009). Menurut Drummond (2007), sukralosa merupakan satu-satunya pemanis buatan yang terbuat dari gula meja. FDA pada tahun 1999 mengakui bahwa sukralosa dapat digunakan sebagai pemanis secara umum. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan 600 kali dibandingkan dengan gula dan sesungguhnya mempunyai rasa yang sama dengan gula. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan tidak menambah kalori pada makanan. Sukralosa mempunyai stabilitas yang sangat baik pada hampir seluruh jenis kondisi, termasuk panas. Penyedap rasa dan aroma (flavor powder) Bahan penyedap dalam bahan pangan dapat memperbaiki produk pangan, membuat lebih diterima, dan lebih menarik. Bahan penyedap ada yang berasal dari alami maupun buatan (sintetik). Ada senyawa sintetik yang digunakan untuk menimbulkan aroma, karena senyawa-senyawa ester tertentu (flavormatik) mempunyai aroma yang menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanilin memberikan aroma vanili, amil kaproat menyerupai aroma apel dan nanas (Marliyati et al 1992). Stabilizer (xanthan gum) Menurut Arpah (1997), struktur xanthan gum memungkinkan untuk memberikan gel yang paling stabil terhadap asam. Molekul xanthan gum memiliki suatu back bone yang tersusun dari polimer sellulosa yang memiliki cabangcabang berantai pendek yang berhubungan dengan residu glukosa. Struktur ini menyebabkan molekul larut dalam air. Kelarutan xanthan gum sangat baik dalam air panas dan air dingin, dapat memberikan viskositas yang tinggi pada konsentrasi gum yang sangat rendah, yaitu 0,05 – 0,5%. Polimer ini di dalam industri pangan utamanya digunakan sebagai pengental, pensuspensi, dan stabiliser. Penyimpanan Pangan Kondisi lingkungan penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan susut zat gizi bahan pangan, selain itu juga mempengaruhi spesies mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Besarnya kerusakan yang terjadi tergantung pada lama atau waktu suatu bahan pangan disimpan. Menurut Labuza (1982) faktor kerusakan pangan antara lain suhu, kelembaban (RH), kadar oksigen, dan cahaya tempat penyimpanan.
7 Waktu Penyimpanan Pada kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri dengan pembelahan biner sekali setiap 20 menit.
Menurut Hayes (1998), mikroba
mempunyai tahapan atau fase pertumbuhan selama kurun waktu tertentu yang terdiri dari fase lambat (lag phase), logaritma (log phase), tetap (stationary phase), dan penurunan (decline phase). Stationary phase
Decline phase Log cell Of number
Lag phase Log phase
Time
Gambar 1 Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase Selama fase lag, sel melakukan metabolisme dengan cepat tetapi hanya menyebabkan sedikit kenaikan ukuran sel, bukan peningkatan jumlah sel. Selanjutnya, sel memperbanyak diri secara cepat tergantung pada organisme dan kondisi lingkungannya. Periode terjadinya perbanyakan yang cepat ini disebut fase log, karena nilai logaritmik jumlah organisme berbanding langsung dengan waktu. Koloni tersebut kemudian memasuki fase pertumbuhan stationer, jumlah sel yang hidup seimbang dengan jumlah yang mati. Akhirnya, laju pertumbuhan menurun disebut fase penurunan, biasanya disebabkan karena kekurangan faktor pertumbuhan (Gaman 1992). Suhu Penyimpanan Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif, sedangkan pengemasan secara vakum akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob atau falkutatif anaerob. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam laju pertumbuhan mikroorganisme. Suhu terendah dimana mikroba dapat tumbuh
disebut
suhu
minimum,
sedangkan
suhu
saat
pertumbuhan
mikroorganisme tidak mungkin terjadi disebut suhu maksimum. Antara kedua
8 suhu tersebut, terdapat suhu dimana laju pertumbuhan mikroba sangat cepat yang disebut sebagai suhu optimum (Hayes 1998). Menurut Buckle et al (1985), klasifikasi mikroorganisme berdasarkan reaksi pertumbuhannya terhadap suhu adalah sebagai berikut Tabel 1 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu Kelompok Psikrofil Psikrotrof Mesofil Thermofil Thermotrof
Suhu pertumbuhan minimum (0C) -15 -5 5 smpai 10 40 15
Suhu pertumbuhan optimum (0C) 10 25 30 sampai 37 45 sampai 55 42 sampai 46
Suhu pertumbuhan maksimum (0C) 20 35 45 60 sampai 80 50
Mutu Pangan Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer&Twigg 1983 dalam Afrianto 2008). Menurut BPOM (2008), mutu pangan didefinisikan sebagai kelompok sifat atau faktor pada pangan yang membedakan tingkat pemuas atau aceptability (penerimaan) dari pangan tersebut bagi pembeli atau konsumen. Mutu pangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh bahan pangan tersebut. Kramer dan Twigg (1983) diacu dalam Afriyanto (2008) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik) tekstur, kekentalan dan konsistensi, flavor (sensasi dari kombinasi bau dan cicip), dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungannya (Afrianto 2008). Penetuan mutu pangan dapat dilakukan dengan mengukur/ menilai sifat yang ada dimiliki bahan pangan. Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: (1) sifat fisik, yang memiliki hubungan erat dengan sifat dari bahan pangan yang nampak, seperti tekstur, kekentalan, ataupun warna.
Sifat fisik dari bahan pangan dapat diukur secara sensoris
(organoleptik) ataupun degan menggunakan alat analisis. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode penanganan, (2) sifat kimiawi,
9 yang ditentukan oleh senyawa kimia dalam bahan pangan sejak mulai dari bahan pangan dipanen/ditangkap hingga diolah. Sifat kimia yang biasa diukur dalam bahan pangan adalah air, kandungan gizi, dan derajat keasaman (pH), (3) sifat biologis, yang utama dari bahan pangan adalah kandungan mikrobanya (Afrianto 2008). Perubahan pada mutu pangan akibat pertumbuhan mikroorganisme, dapat membahayakan kesehatan manusia. Apabila makanan tersebut sampai mengakibatkan luka atau kematian, maka dapat dikatakan tidak aman. Penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne disease) adalah gejala penyakit yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang mengandung bahan/ senyawa beracun/ organisme pantogen (WKNPG 1993). Penyakit yang sering timbul dari makanan yang tercemar adalah diare. Menurut Muchtadi (1988), flatulensi merupakan gejala awal timbulnya diare, dan dianggap
masalah
yang
cukup
serius
meskipun
tidak
bersifat
toksik.
Oligosakarida tidak dapat dicerna karena mukosa usus halus mamalia tidak mempunyai enzim pencernaannya, yaitu α-galaktosidase. Bakteri yang ada di usus besar memetabolismenya dan menghasilkan gas-gas seperti CO2, H2, dan sedikit metan. Peningkatan tekanan gas dalam rektum dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda patologis flatulensi, sakit kepala, pusing, penurunan daya konsentrasi, dan oedem kecil. Toksisitas Pangan Menurut Omaye (2004), kemanan pangan berhubungan dengan tingkat toksisitas, dimana batas pangan/bahan makanan berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahaya didefinisikan dapat mengakibatkan luka dan kematian. Zat racun dapat secara alami ada dalam bahan makanan, atau kontaminasi oleh mikroorganisme, yang terjadi saat persiapan dan proses pembuatan makanan. Tingkat toksisitas suatu bahan pangan dapat ditentukan dengan uji toksisitas. Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan atau menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa. Pengukuran toksisitas dapat ditentukan secara kuantitatif yang menyatakan tingkat keamanan dan tingkat berbahaya zat tersebut. Salah satu metode pengujian yang sering dan mudah dilakukan adalah menggunakan larva udang (Artemia Salina Leach), disebut dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
10 Metode BSLT banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassayguided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup reproducible. Tingkat toksisitas dinyatakan dalam LC50, yaitu konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian organisme uji. Bila ekstrak sampel memiliki harga LC50 kurang dari atau sama dengan 1000 µg/ml, maka dikatakan toksik (Meyer et al 2002 dalam Baraja 2008). Umur Simpan Menurut National Food Processor Association (1978), suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya jika kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan. Institute of Food Technologiest (1974) mendefinisikan umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, aroma, tekstur dan nilai gizi (Syarief et al 1989). Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus. Menurut Ellis (1994) diacu dalam Kusumaningrum (2002), penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama selang waktu tertentu. Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut.
11 Menurut Syarief et al (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode akselerasi (ASS atau ASLT). Penentuan umur simpan produk dengan ESS adalah penentuan tanggal kadaluwasa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa (Herawati 2008). Metode ini sering digunakan untuk produk yang memiliki masa simpan kurang dari 3 bulan. Labuza (1982) menyatakan penentuan umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated shelf life test, ASLT) dan selanjutnya dapat diprediksi umur simpan yang sebenarnya. Salah satu pendekatan untuk bahan berbasis kering adalah dengan cara meningkatkan kelembaban udara lingkungan penyimpanan hingga mencapai kadar air kritisnya. Pendekatan tersebut sangat mempengaruhi laju penyerapan air antara bahan dengan lingkungan. Laju penyerapan air oleh produk pangan dipengaruhi oleh tekanan uap air pada suhu uadar tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal, berat kering, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva sorpsi isothermis. Kadar Air Bahan Pangan Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, mikroba, kimiawi, sehingga menimbulkan perubahan sifat organoleptik, serta nilai gizinya. Air dalam bahan pangan dinyatakan dalam persentase kadar air, aw, atau RH. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Aktivitas air atau water activity (aw) adalah jumlah air bebas atau tidak terikat dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Kelembaban relatif (RH) didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap jenuh suhu tertentu (Syarief et al 1993). Dalam keadaan setimbang, Kadar air awal produk diukur dari produk yang baru diproses (freshly processed product). Kadar air kritis adalah kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik (Syarief et al 1989). RH yang berbeda akan menghasilkan kadar air kesetimbangan yang berbeda pula. RH yang dipilih adalah RH pada kondisi penyimpanan produk. Dari kondisi ini
12 ditentukan kadar air kesetimbangan (Mc) dan tekanan uap jenuh (Po) (Kusnandar 2006). Kurva Sorpsi Isothermis Secara alami, bahan pangan memiliki sifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air dari atau ke udara. Secara umum sifat-sifat hidratasi digambarkan dengan kurva isothermis, yaitu kurva yang menunjukan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan (RHs) atau aktivitas air (aw) pada suhu tertentu. Istiah sorpsi berarti penggabungan air ke dalam bahan pangan, apabila proses dengan bahan kering disebut absorpsi, sedangkan bahan basah disebut desorpsi. Bentuk kurva sorpsi isotermik adalah khas pada setiap bahan pangan, namun biasanya berbentuk sigmoid (menyerupai huruf s) (Syarief & Halid 1993). Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air bahan ketika tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami perubahan bobot produk. Bobot bahan dikatakan konstan bila selisih bobot antara 3 kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk kondisi RH >90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk kondisi RH >90% (Lievonen dan Ross 2002 di dalam Adawiyah 2006). Jika kelembaban relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan maka bahan tersebut akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari bahan pangan maka bahan akan menguapkan air yang dikandungnya (desorpsi) (Brooker et al 1992). Permeabilitas Kemasan Permeabilitas kemasan (k/x) adalah laju transmisi uap air dibagi dengan perbedaan tekanan uap air antar permukaan bahan. Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu bahan (pengemas) selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan RH relatif konstan (ASTM 1980 dalam Fransisca 2010). Kemasan yang digunakan untuk produk serbuk minuman FOS adalah metalized plastic, yang merupakan kombinasi antara aluminium foil dan plastik. Metalizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastic film dalam kondisi vakum. Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa lapisan alumunium foil berguna untuk memberikan
13 perlindungan terhadap gas, uap air, bau, dan sinar. Plastik yang melapisi alumunium foil pada kemasan metalized dapat meningkatkan penampilan dan mengurangi laju transmisi, serta melindungi produk dari cahaya (Brown 1992). Kemasan metalized plastic yang diukur dengan alat WVTR (Water Vapor Transmission Rate), memiliki permeabilitas kemasan (k/x) sebesar 0,0180 g/m2/hari/mmHg (Vitria 2010).
14
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2010. Tempat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan dan Laboratorium Analisis Kimia Fisik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Uji Biofarmaka (LUB), Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul ”Pengaruh Pemberian FOS terhadap Kadar Hormon Glukagon-Like Peptide-1 dan Glukosa Postpandrial Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”, yang dilakukan oleh mahasiswi S2 Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Pada penelitian tersebut, dilakukan intervensi produk serbuk minuman FOS selama 4 minggu kepada penyandang diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini meliputi dua aspek yaitu uji pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan, serta pendugaan umur simpan (masa kadaluwarsa) produk. Uji penyimpanan Uji penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu dan kemanan produk selama 8 minggu, karena produk diberikan sebagai pemberian intervensi selama 4 minggu. Metode yang digunakan dalam uji penyimpanan adalah metode konvensional/ ESS (Extended Storage Studies), dimana sampel penelitian disimpan dalam lingkungan sebenarnya (kehidupan sehari-hari) selama selang waktu tertentu. Sampel penelitian diberikan dua perlakuan, yaitu waktu dan suhu penyimpanan. Waktu penyimpanan dilakukan selama 8 minggu dengan 5 titik uji. Perlakuan suhu tempat penyimpanan terdiri dari 2 taraf, yaitu suhu kamar dan suhu rendah. Uji terhadap pengaruh penyimpanan melipiuti mutu (organoleptik dan sifat kimiawi) serta keamanan (mikrobiologis dan tingkat toksisitas) produk. Tahapan penelitian ini disajikan dalam diagram alir pada gambar 2.
15 Sampel
Dikemas dengan metalized plastic
Suhu kamar (Tk) antara 25-30 0C
Suhu rendah (Tr) antara10-13 0C
Penyimpanan selama 8 minggu
1. Analisis setiap 2 minggu sekali (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8), meliputi: a. Uji organoleptik b. Analisis kimia - Kadar air - Kadar abu Diagram alir penelitian - Gambar Derajat2keasaman (nilai pH) - Total gula c. Analisis total mikroba (Total Plate Count) 2. Pengujian toksisitas setiap 4 minggu sekali (minggu ke-0, 4, dan 8) Gambar 2 Diagram alir uji penyimpanan Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada uji penyimpanan produk: 1. Pembuatan produk dan pengemasan Bahan utama yang digunakan adalah produk serbuk minuman berbahan baku fruktooligosakarida (FOS). Formula yang digunakan dalam produk tersebut merupakan formula terpilih pada penelitian Puspita Dewi (2010), yang berjudul formulasi produk serbuk minuman berbahan dasar fruktooligosakarida (FOS) sebagai pangan fungsional rendah kalori. Hasil formula terpilih dapat dilihat pada lampiran 2. Produk serbuk minuman kemudian dikemas menggunakan metalized plastic, dengan berat per kemasan sebesar 11 gram. Kemasan tersebut terdiri dari aluminium foil dengan 3 lapisan plastik, yaitu PET (polietilen) /VMET (vacum metalized) /LLDPE( linier low density polyetylene) dengan luas permukaan 6,2 x 9,5 x 2 cm2 per kemasannya.
16 2. Penyimpanan Setiap produk yang telah dikemas diberi kode sesuai dengan ulangan produk, perlakuan penyimpanan, titik penyimpanan, dan uji yang akan dilakukan.
Gambar 3 Produk serbuk minuman FOS Produk
dikelompokkan
sesuai
dengan
suhu
dan
waktu
penyimpanan, serta uji yang akan dilakukan. Produk kemudian disimpan dalam dua kantung (paper bag), dimana satu kantung ditempatkan dalam lemari penyimpanan biasa (suhu kamar) dengan suhu 25-30 0C, dan satu kantung lagi dalam lemari es (suhu rendah) dengan suhu 10-13 0C. Produk disimpan selama 8 minggu.
Gambar 4 Tempat penyimpanan, kulkas (sebelah kiri) dan lemari biasa (sebelah kanan) 3. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan oleh 15 orang panelis semi terlatih, yang terdiri dari uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Pada uji hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan pribadi tentang kesan terhadap sifat sensoris sampel, meliputi warna, aroma, rasa, kekentalan, dan keseluruhan produk. Penilaian dilakukan menggunakan skala garis, yaitu bentuk garis lurus berarah yang diberi skala numerik dengan jarak yang sama. Skala garis terdiri dari angka 1 sampai dengan 9, dengan ketentuan 1 adalah amat sangat tidak suka, 2 adalah sangat tidak suka, 3 adalah tidak suka, 4 adalah suka, 5 adalah biasa, 6 adalah agak suka, 7 adalah suka, 8 adalah sangat suka, dan 9 adalah amat sangat suka.
17 Pada uji mutu hedonik, panelis diminta memberikan kesan terhadap warna, aroma, rasa, dan kekentalan sesuai dengan karakteristik pada minuman. Parameter warna berkisar antara amat sangat gelap hingga amat sangat cerah, aroma berkisar antara amat sangat tidak beraroma hingga amat sangat beraroma, rasa berkisar antara amat sangat tidak manis hingga amat sangat manis, kekentalan berkisar antara amat sangat encer hingga amat sangat kental. Format lembar pengisian nilai hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat pada lampiran 1. 4. Analisis Kimia Analisis kimia dilakukan setiap 2 minggu sekali, sehingga total analisis adalah 5 kali selama penyimpanan (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8). Analisis kimia meliputi penetapan kadar air dengan metode oven, kadar abu dengan metode tanur, kadar gula total dengan metode refraktometer, pengukuran pH (derajat keasaman) dengan pH meter. Pada pengukuran kadar air, sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium dan dikeringkan dalam oven, kemudian ditimbang berat sampel setelah kering. Analisis kadar abu dimulai dengan tahap pengarangan sampel dalam cawan porselen menggunakan pemanas, kemudian diabukan dalam tanur (suhu 5500C). Setelah pengabuan sempurna, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Nilai pH diukur menggunkaan alat pH meter. Sampel dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam gelas piala, kemudian diaduk dengan stirer. Pengukuran kadar gula dilakukan dengan melarutkan satu kemasan produk yaitu sebanyak 12 gram dalam 100 ml aquades hingga homogen menggunakan stirrer (pengaduk). Setelah itu dibaca menggunakan jenis alat ABBE-3L Refractometer. 5. Uji Mikrobiologis Uji mikrobiologis yang dilakukan adalah pengujian total mikroba yang dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan (Plate Count Agar). Sepuluh gram sampel ditambah dengan 90 ml akuades steril, kemudian dihancurkan dengan menggunakan stomaker selama 1 menit. Setelah itu dibuat pengenceran 10-1 sampai 10-4 dengan penambahan
larutan
pengencer
(BPW/Buffered
Peptone
Water).
Pemupukan dilakukan dari 10-1 sampai 10-5 (tergantung jenis sampel) dengan cara metode tuang dengan menggunakan PCA. Diambil 1 ml dari
18 sampel tersebut dan ditambahkan medium PCA. Agar tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 2 hari, kemudian dilakukan penghitungan jumlah mikroba. 6. Uji Toksikologi Metode uji yang digunakan adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan larva udang (arthemia salina leach) sebagai hewan uji. Prinsip metode ini adalah mengukur tingkat toksisitas sampel dengan menghitung jumlah kematian larva udang yang diintervensi. Langkah uji ini terdiri dari penetasan telur udang dan pengujian ekstrak produk kepada larva udang. Prosedur kerja dan perhitungan uji toksisitas dapat dilihat pada lampiran 5. 7. Rancangan Percobaan Perlakuan yang diberikan adalah suhu tempat penyimpanan dan waktu penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x5 dengan 2 kali ulangan. Faktor perlakuan terdiri dari T1 (suhu kamar) dan T2 (suhu rendah). Faktor waktu meliputi M1 (minggu ke-0), M2 (minggu ke-2), M3 (minggu ke-4), M4 (minggu ke-6), dan M5 (minggu ke-8). Jika dikombinasikan terdapat 10 perlakuan (2 kali ulangan) dengan 20 unit percobaan. Tabel 2 Rancangan perlakuan uji penyimpanan Suhu
Waktu (M)
Kamar (T1)
Rendah (T2)
M1 M2 M3 M4
M1T1 M2T1 M3T1 M4T1
M1T2 M2T2 M3T2 M4T2
M5
M5T1
M5T2
Model matematika: Yij = µ + αi + βj + (αβ) ij + єijn i
= perlakuan suhu tempat penyimpanan (Tk dan Tr)
j
= lama penyimpanan (0,2,4,6,dan 8 minggu)
n
= ulangan
Yij
= nilai pengamatan uji pada faktor T taraf ke-i faktor M taraf ke-j dan ulangan ke-n
µ
=rataan
umum
jenis
kemasan
penyimpanan αi
= pengaruh suhu tempat penyimpanan
terhadap
lama
19 βj
(αβ) ij
=pengaruh lama penyimpanan =pengaruh interaksi suhu penyimpanan dengan lama penyimpanan
єijn
=galat akibat pengaruh suhu penyimpanan dan lama penyimpanan
8. Analisis Data Data hasil analisis diolah secara statistika dengan uji-uji yang relevan menggunakan software. Uji statistik yang digunakan adalah General Linier Model (GLM) untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan,
suhu
penyimpanan
serta
interaksi
antara
suhu
penyimpanan dengan lama penyimpanan terhadap penilaian organoleptik, mutu kimia, total mikoba, dan tingkat toksisitas
produk.
Kemudian,
dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan respon yang berbeda dan sama. Pendugaan Umur Simpan Minuman serbuk FOS ditentukan umur simpannya menggunakan metode percepatan/ ASLT (Accelerate Shelf Life Test) pendekatan kadar air krits. Umur simpan hingga produk mencapai kadar air kritis dapat dihitung menggunakan persamaan Labuza (1982) sebagai berikut:
Ts adalah waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari). Variabel yang digunakan dalam rumus tersebut terdiri dari kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), luas permukaan kemasan (A), berat kering produk dalam kemasan (g), slope kurva sorpsi isothermis (b), dan tekanan uap jenuh (Po). Alat yang digunakan pada penentuan kadar air kritis dan keseimbangan adalah inkubator, humadity chamber dan aluminium foil. Humidity chamber yang digunakan berupa toples yang terbuat dari kaca dengan tutup yang dibuat kedap udara. Dalam toples ditempatkan empat buah penyangga berbentuk kubus setinggi 10 cm, yang diatasnya terdapat alas berbentuk lingkaran berdiameter 7 cm. Alas tersebut digunakan untuk menempatkan cawan terbuat dari kertas
20 aluminium foil. Pada bagian dasar diisi dengan larutan garam jenuh, sehingga dalam chamber tercipta kelembaban (RH) tertentu. Tutup Cawan berisi sampel Gelas /kaca Larutan garam
Gambar 5 Humidity chamber Kadar air awal diukur dengan metode oven biasa, dan dinyatakan dalam berat kering (% bk). Luas permukaan kemasan diukur menggunakan penggaris meliputi lebar dan panjang per kemasan produk. Data Kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, dan slope kurva isothermis diperoleh melalui 6 tahapan analisis, antara lain: 1. Penentuan kadar air kritis Kadar air kritis adalah kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik (Syarief et al 1989). Penentuan kadar air kritis ini dilakukan dengan menyimpan serbuk minuman sebanyak ± 3 gram dalam cawan yang terbuat dari kertas aluminum. Kemudian ditempatkan dalam humidity chamber yang menciptakan kelemababan (RH) sangat besar. Lingkungan didalam toples dikondisikan memiliki RH sebesar 97% menggunakan larutan garam K2SO4. Larutan garam dimasukkkan kedalam toples hingga mengisi dasar toples. Humidity chamber tersebut ditempatkan dalam inkubator dengan suhu 300C. Sampel diuji mutunya secara hedonik setiap 6 jam sekali hingga tidak dapat diterima lagi, menggunakan panelis terbatas sebanyak 8 orang. Uji rating hedonik pada penentuan kadar air kritis ini terdiri dari 5 skala dari sangat tidak suka (1) sampai sangat suka (5). Setelah mencapai titk kritis, sampel diukur kadar airnya dengan metode oven. 2. Penentuan kadar air kesetimbangan Kadar air kesetimbangan ditentukan dengan mengkondisikan sampel pada beberapa larutan garam jenuh mulai dari larutan garam NaOH yang memiliki nilai RH 6,9% hingga K2SO4 dengan RH 97%. Larutan garam dibuat hingga jenuh dengan perbandingan yang berbeda
21 karena masing-masing jenis garam menghasilkan tingkat kejenuhan yang berbeda. Jenis garam yang digunakan dan nilai RH yang dihasilkan, disajikan dalam tabel 3. Tabel 3 Jenis dan RH garam jenuh yang digunakan No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis garam NaOH KI NaCl KCl BaCl2 KNO3 K2SO4
Jumlah (g) 60 180 50 50 60 50 50
Air (ml) 100 100 100 100 100 100 100
%RH 6,9 69 75,5 84 90,3 93 97
Sampel disimpan hingga mencapai berat konstan. Berat dikatakan konstan apabila selama 3 kali penimbangan berturut-turut menghasilkan selisih < 2 mg per gram sampel untuk garam dengan RH < 90% (NaOH, KI, NaCl, KCl) dan <10 mg per gram untuk garam dengan RH > 90% (BaCl2, KNO3, K2SO4). Semakin besar perbedaan nilai aw antara bahan dan lingkungan maka akan semakin lama mencapai berat konstan. Sampel yang telah mencapai berat konstan pada RH tertentu, kemudian diukur kadar air kesetimbangan dengan metode oven biasa. Kadar air dinyatakan dalam basis kering (bk). 3. Penentuan kurva sorpsi isothermis Kurva sorpsi isothermis dibuat seteleh ditentukan kadar air kesetimbangan sampel pada masing-masing RH. Kurva sorpsi dibuat dengan cara memplotkan nilai aw atau kelembaban relatif lingkungan (RH larutan garam jenuh) pada sumbu x dengan kadar air kesetimbangan pada sumbu y. 4. Penentuan model sorpsi isothermis (Chirife&Iglesias 1978) Kurva Sorpsi juga dibuat dalam beberapa persamaan model yaitu model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Oswin dan Caurie. Persamaan yang dipilih dalam
menentukan model sorpsi isothermis adalah
persamaan-persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan, mempunyai parameter kurang atau sama dengan tiga, serta dapat digunakan pada jangkauan relatif yang lebar (0-90%) sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isothermis. Modifikasi modelmodel sorpsi isothermis adalah sebagai berikut: 1) Persamaan Hasley
22
Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b Log [ ln(1/aw)] = log P(1) – log P(2) Dimana: y = Log [ ln(1/aw)]
x = log Me
a = log P(1)
b = -P(2)
2) Persamaan Chen-Clayton Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b Ln [ ln(1/aw) ] =ln P(1) – P(2) Me Dimana: y = ln [ ln(1/aw) ] a = ln P(1)
x = Me b = -P(2)
3) Persamaan Henderson 1 – aw = exp [ - KMen] Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b Log [ ln(1/(1-aw))] = log K + nlog Me Dimana: y = Log [ ln(1/(1-aw))] a = log K
x = log Me b=n
4) Persamaan Caurie Ln Me = ln P(1) – P(2)aw Dimana: y = ln Me a = ln P(1)
x = aw b = P(2)
5) Persamaan Oswin
Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b Ln Me = ln P(1) + P(2) ln [aw/(1-aw)] Dimana: y = ln Me a = ln P(1)
x = ln [aw/(1-aw)] b = P(2)
23 5. Uji Ketepatan Model (Isse et al 1983) Uji ketepatan model dilakukan dengan menghitung nilai Mean Relatif Determination (MRD) pada setiap persamaan. Nilai MRD digunakan untuk mengetahui model persamaan yang paling tepat atau mendekati persamaan sorpsi isothermis. Rumus MRD adalah sebagai berikut:
Dimana: mi
= kadar air hasil percobaan
mpi = kadar air hasil perhitungan n
= jumlah data
Jika nilai MRD kurang dari 5 (MRD<5) , model sorpsi isotermis pada
persamaan
tersebut
dapat
menggambarkan
keadaan
yang
sebenarnya. Jika nilai menunjukkan 5<MRD<10, maka model tersebut agak tepat. Jika nilai MRD>10 maka model tersebut tidak tepat mengggambarkan sorpsi isothermis yang sebenarnya. 6. Penentuan kemiringan kurva (slope) Kemiringan kurva ditentukan dari nilai b pada persamaan regresi linier dalam kurva model sorpsi isothermis yang terpilih berdasarkan nilai MRD. Kurva regresi linier dibuat dari titik kadar air awal sampai titik kadar air kritis.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Sifat Organoleptik Warna Nilai rata-rata penilaian kesukaan (hedonik) terhadap parameter warna minuman berbahan baku FOS berkisar antara 5,4 - 6,0, sedangkan penilaian tingkat kecerahan (mutu hedonik) antara skala 4,5 - 6,0. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk pada skala biasa (suka tidak, tidak suka pun tidak) sampai agak suka dengan mutu warna agak tidak cerah sampai agak cerah. Rata-rata penilaian tingkat kesukaan dan kecerahan minuman antar waktu penyimpanan menunjukkan tren yang sama. Penilaian tingkat kesukaan semakin meningkat, namun sedikit menurun pada penyimpanan minggu terakhir (ke-8). Hal yang sama juga terjadi pada tingkat kecerahan produk. Semakin lama waktu penyimpanan maka penilaian tingkat kecerahannya juga semakin meningkat, kemudian menurunan pada minggu ke-8. Oleh karena itu, penilaian kecerahan berbanding lurus dengan penilaian kesukaan panelis terhadap warna minuman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin cerah warna minuman, panelis juga semakin suka. Tabel 4 Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan Parameter Hedonik Mutu Hedonik
Kamar (Tk)
0 5,3
2 5,8
Minggu ke4 5,9
6 5,9
Rendah (Tr)
5,3
5,9
5,6
6,0
Perlakuan Suhu
Kamar (Tk)
4,5
Rendah (Tr)
4,5
a a
5,7 5,3
bc
5,9
b
5,6
bc bc
6,1 6,0
8 5,5 5,8 c bc
5,7 6,0
bc bc
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kecerahan, namun tidak berpengaruh nyata
(p>0,05)
pada
tingkat
kesukaan
warna.
Semakin
lama
waktu
penyimpanan, penilaian panelis terhadap tingkat kecerahan minuman semakin meningkat. Tingkat kecerahan produk pada minggu ke-0 berbeda nyata dengan minggu ke-2,4,6 dan 8, dan minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-6. Perlakuan suhu kamar (Tk) dan suhu rendah (Tr) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kecerahan maupun kesukaan warna produk.
25
Gambar 6 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna Aroma Peranan aroma dalam bahan makanan sangat penting, karena aroma merupakan indeks mutu yang menentukan penerimaan konsumen (Winarno 1980). Kelelehan daya cium terhadap bau (fatigue of odor) terjadi dengan cepat, sehingga penilaian terhadap aroma sangat sensitif untuk berubah. Penilaian panelis terhadap kesukaan dan tingkat aroma minuman berada pada rentang yang hampir sama. Rata-rata penilaian kesukaan aroma adalah agak suka (5,9 - 6,2), sedangkan penilaian tingkat aroma minuman adalah agak beraroma (5,6 - 6,2). Nilai rataan tingkat kesukaan dan aroma minuman paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, baik pada penyimpanan suhu kamar maupun suhu rendah yaitu 6,2 (agak suka dengan warna yang agak cerah). Namun, penilaian cenderung mengalami penurunan pada minggu selanjutnya. Tabel 5 Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan Parameter Hedonik Mutu Hedonik
Perlakuan Suhu
Minggu ke-
Tk
0 6,1
2 6,2
4 5,6
6 5,9
8 6
Tr
6,1
6,2
6,2
5,9
5,9
Tk
5,7
6,2
5,6
5,5
6,2
Tr
5,7
6,2
6,2
5,7
6,1
Perubahan tingkat aroma minuman selama penyimpanan disebabkan karena senyawa volatile (mudah menguap) yang terdapat pada bahan sintetis yang ditambahkan. Flavor powder yang digunakan adalah bahan sintesis (buatan) dengan bahan dasar amil asetat yang bersifat mudah menguap. Menurut Delarue et al (2006), dalam bentuk larutan, mono atau disakarida berinteraksi dengan molekul air yang dapat mempengaruhi beberapa senyawa yang memberikan aroma (flavor). Gugus hidroksil pada senyawa mono atau disakarida sangat larut dalam air. Semakin banyak gugus hidroksil yang larut
26 dalam air, maka air dalam bahan pangan untuk mengikat senyawa flavor semakin kecil. Oleh karena itu, terjadinya perubahan sifat kimia, seperti kadar air dan total gula terlarut dapat memicu perubahan pada tingkat aroma minuman. Faktor pengemasan sangat mempengaruhi kondisi bahan yang ada didalamnya. Jenis kemasan yang kedap udara dapat mencegah penguapan flavor dalam bahan. Selain itu, saat proses produksi perlu dipastikan pengemasan dilakukan dengan baik agar tidak mengalami kebocoran pada kemasan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan aroma maupun tingkat aroma minuman.
Gambar 7 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma Rasa Rasa merupakan penilaian sensori sebagai respon dari stimulasi lidah yang merasakan. Molekul mono atau disakarida, selain mempengaruhi flavor, juga secara alami memberikan rasa manis pada bahan pangan. Bahan baku FOS memilki tingkat kemanisan hanya 35% dari gula sukrosa. Oleh karena itu, ditambahkan pemanis buatan berupa sukralosa yang memiliki kemanisan tinggi (setara dengan 600 gram sukrosa). Tingkat kemanisan sangat berhubungan dengan sifat kimia produk yaitu total gula terlarut. Semakin turun jumlah gula pada bahan pangan, maka kemungkinan semakin turunnya tingkat kemanisan minuman pun dapat terjadi. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa minuman FOS berkisar antara agak suka sampai suka (5,6 – 6,5), sedangkan tingkat kemanisan minuman adalah manis (6,5 - 6,8). Penilaian kesukaan panelis terhadap rasa minuman meningkat hingga minggu ke-4, kemudian semakin turun pada minggu ke-6 dan 8.
27 Tabel 6 Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan Parameter Hedonik Mutu Hedonik
Perlakuan Suhu
0
ab
Tk
5,7
Tr
5,7 6,6 6,6
Tk Tr
ab
2 5,7
ab
Minggu ke4
abc
6,0 6,5 6,9
6,4
bc c
6,6 6,4 6,6
6 6,3
abc
bc
6,4 6,9 6,7
8 5,8
ab a
5,5 6,7 6,7
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis, Semakin lama waktu penyimpanan, nilai rata-rata tingkat kesukaan rasa minuman cenderung mengalami peningkatan hingga aminggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat kemanisan minuman yang dinilai oleh panelis semakin manis. Semakin manis rasa minuman, panelis pun semakin suka. Penurunan nilai kesukaan dapat terjadi karena adanya after taste yang terasa pada minuman. Bahan Sukralosa yang ditambahkan dapat menimbulkan rasa pahit pada pangkal lidah. Bahan tambahan lain yang juga menghasilkan rasa adalah garam (asin). Menurut Winarno (1980), adanya komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen primer. Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya peningkatan atau penurunan rasa. Hasil uji statistik menunjukkan waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kemanisan minuman FOS. Nilai kesukaan rasa minggu ke-0 dan 8 berbeda nyata dengan minggu ke-4 dan 6, dan pada minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-4. Perlakuan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kesukaan rasa dan kemanisan minuman FOS.
Gambar 8 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian rasa
28 Kekentalan Tekstur kental yang dihasilkan berasal dari bahan pengental pada minuman. Bahan pengental (stabilizer) yang digunakan adalah xanthan gum. Jumlah xanthan gum yang ditambahkan pada formula minuman ini sebesar 0,005% atau 0,01 gram. Penilaian hedonik kekentalan minuman FOS yaitu agak suka (5,7-6,1), sedangkan nillai rata-rata tingkat kekentalan berkisar antara 4,7 sampai 5,2 yaitu biasa (tidak kental tidak dan kental juga tidak). Nilai kesukaan paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, sebesar 6,1 (agak suka) dengan nilai tingkat kekentalan pada skala 5 (biasa). Hal tersebut menunjukkan panelis lebih suka dengan tekstur yang kental tidak, encer pun tidak. Penilaian tingkat kekentalan minuman cenderung mengalami peningkatan hingga minggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya. Tabel 7 Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan Parameter Hedonik Mutu Hedonik
Perlakuan Suhu
0
Tk
5,7
Tr
5,7
abc abc
2 6,1 6,0
c bc
Minggu ke4 5,3 5,2
ab
a
6 5,9 6,0
bc bc
8 5,7 6,2
abc c
Tk
4,7
5,0
5,3
4,8
4,7
Tr
4,7
5,1
5,2
4,8
4,7
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian hedonik kekentalan. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan produk cenderung semakin meningkat. Menurut Winarno (1980), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan berpengaruh terhadap cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Penilaian hedonik terendah terjadi pada minggu ke-4, dimana nilainya berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 6, dan 8. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa akan berkurang. Jika dilihat dari penilaian tingkat kekentalan pada minggu ke-4 (tabel 7) adalah nilai tertinggi selama penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan semakin kental minuman, penilaian hedonik terhadap kekentalan minuman cenderung tidak suka. Waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kekentalan minuman FOS. Hal tersebut dikarenakan xanthan gum membentuk gel yang relatif stabil bahkan jika bereaksi dengan asam. Namun, perubahan kadar air produk juga dapat mempengaruhi kekentalan minuman. Semakin tingginya kadar air produk akan menyebabkan kekentalan minuman semakin
29 turun (semakin encer). Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai hedonik dan mutu hedonik kekentalan minuman FOS.
Gambar 9 Grafik perubahan penilaian kekentalan Keseluruhan Nilai rata-rata penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan minuman FOS berkisar antara 5,8 sampai 6,2 (agak suka). Hal tersebut terlihat pada penilaian hedonik warna, aroma, rasa, dan kekentalan yang juga berkisar antara agak suka hingga suka. Oleh karena itu, mutu organoleptik produk minuman FOS masih dapat diterima selama 8 minggu penyimpanan, karena berada pada skala suka. Tabel 8 Nilai rata-rata penilaian keseluruhan produk selama penyimpanan Perlakuan Suhu
Minggu ke-
Tk
0 6,1
2 6,1
4 5,9
6 6,3
8 6,0
Tr
6,1
6,2
5,7
6,1
5,9
Waktu dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan panelis terhadap keseluruhan produk.
Gambar 10 Grafik penilaian keseluruhan minuman FOS
30 Perubahan Sifat Kimia Kadar Air Menurut Rollet (1996), kadar air adalah pengukuran hasil dan kuantitas dari produk yang berbentuk padatan dan sering digunakan sebagai indeks nilai ekonomi, stabilitas, dan kualitas dari produk makanan. Inulin sebagai bahan dasar pembuatan FOS merupakan bahan yang bersifat higroskopis (dapat menyerap air dari udara sekeliling, dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara), sehingga dalam proses penyimpanannya harus sangat diperhatikan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan, dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Kadar air berat kering adalah air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan. Menurut Troller (1978), Kadar air akan semakin meningkat seiring dengan waktu penyimpanan, yang merupakan salah satu indikator kerusakan pada bahan pangan. Perubahan kadar air yang tinggi berakibat pada stabilitas makanan. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam hal kemasan dan penyimpanan makanan. Kadar air sebuk minuman berbahan baku FOS selama penyimpanan 8 minggu berkisar antara 2,46% sampai 4,41% berat kering (bk). Tabel 9 Rata-rata kadar air selama penyimpanan Penyimpanan minggu ke-
Perlakuan suhu Tk
0
2,46
2
2,66
4
4,35
6
4,23
8
3,81
a a cd cd bc
Tr 2,46 2,48 3,87 4,41 3,54
a a bcd d b
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Kadar air tertinggi terjadi pada penyimpanan minggu ke-6 dengan suhu rendah (4,41%bk), kemudian terjadi penurunan pada minggu ke-8. Kadar air produk yang disimpan pada suhu rendah lebih tinggi dibandingkan yang disimpan pada suhu kamar. Hal tersebut terjadi karena kemasan yang digunakan tidak vakum (masih terdapat udara dalam kemasan). Udara yang jenuh dalam kemasan kemudian mengalami kondensasi (berubah menjadi uap air) dan menempel pada kemasan. Uap air yang jenuh tersebut kemudian jatuh kedalam bahan, dan mengakibatkan perubahan kadar air. Namun, terdapat perbedaan pencapaian kadar air tertinggi antara penyimpanan suhu kamar dan es, dimana produk lebih cepat mengalami kadar air tertinggi pada penyimpanan suhu kamar.
31 Suhu penyimpanan sangat mempengaruhi kelembaban udara yang akan berakibat pada kadar air produk. Suhu kamar yang cenderung lebih tinggi (25-30 0
C) membuat udara disekitar menjadi lebih lembab. Jika kelembaban udara (RH)
lingkungan/udara lebih besar daripada RH produk, maka akan terjadi absorpsi (penyerapan uap air udara ke bahan). Absorpi pada minuman serbuk berbahan baku FOS yang disimpan dalam suhu kamar ternyata lebih cepat dibandingkan dengan suhu rendah.
Gambar 11 Perubahan kadar air serbuk minuman FOS Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada kadar air serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, kadar air produk cendrung semakin meningkat. Peningkatan kadar air seiring waktu penyimpanan dapat terjadi akibat dari aktivitas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karena salah satu hasil metabolisme mikroba adalah H20 (air). Kadar air minggu ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,6, dan 8, sedangkan minggu ke-0 dan 2 berbeda nyata dengan minggu ke-6 dan 8. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air produk. Kadar Abu Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses oksidasi sempurna pada suhu tinggi (biasanya 500-600 0C) melewati proses penguapan dari material organik. Residu organik yang terukur dapat berupa mineral, bahan logam, ataupun bahan pengisi dalam bahan pangan. Total abu merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari produk makanan. Hal ini sangat membantu tidak hanya untuk mengkuantifikasi total abu melainkan juga kadar abu, dan proporsi dari abu tidak larut asam (Rollet 1996).
32 Kadar abu minuman serbuk berbahan baku FOS selama penyimpanan berkisar antara 1,74% sampai 2,28 %bk. Persentase kadar abu tertinggi terjadi pada minggu ke-6 dengan suhu rendah (2,28 %bk). Tabel 10 Rata-rata kadar abu selama penyimpanan Minggu ke0
Perlakuan suhu Tk 2,01
2
2,28
4
2,26
6
1,74
8
1,91
abc
c bc a ab
Tr 2,01 2,22
bc
2,19 2,28 1,90
abc bc
c ab
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) pada kadar abu serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, kadar abu produk cenderung menurun. Kadar abu minggu ke-8 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,4, dan 6. Perlakuan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) pada kadar abu produk.
Gambar 12 Perubahan kadar abu serbuk minuman FOS Total Gula Menurut Apriyanto et al (1989), total gula merupakan jumlah dari keseluruhan gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya. Mengingat karakteristik minuman yang berbahan dasar hampir seluruhnya adalah gula (fruktooligosakarida), sehingga perlu diuji total gula yang terlarut selama penyimpanan 8 minggu. Kadar total gula minuman FOS selama peyimpanan berkisar antara 88,84 % hingga 92,32%. Total gula tertinggi terjadi pada minggu ke-0, yaitu 92,32%, kemudian semakin menurun pada minggu berikutnya.
33
Tabel 11 Rata-rata total gula selama penyimpanan Penyimpanan Minggu ke0 2 4 6 8
Perlakuan suhu Tk 92,32 88,77 89,94 89,00 90,00
Tr 92,32 88,90 90,24 89,63 88,75
Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap total gula serbuk minuman FOS.
Gambar 13 Perubahan total gula serbuk minuman FOS Derajat Keasaman (pH) Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman adalah kadar total asam pada bahan. Hasil penguraian asam-asam organik pada bahan pangan adalah CO2 dan H2O, sehingga konsentrasi H+ (berasal dari asam organik) menjadi berkurang. Berkurangnya konsentrasi ion H+ menyebabkan pH naik. Menurut teori Archenius, semakin banyak ion H+ maka semakin besar konsentrasi H+ [H+] sehingga pH semakin rendah (Anjani 2003). Menurut Hayes dan Forsythe (1998), produk yang berbahan dasar fruktooligosakarida atau jenis karbohidrat lain cenderung memproduksi asam (H+) pada perubahan sifat kimia. Salah satu jenis mikroba seperti lactobacilli memecah karbohidrat dan menghasilkan asam laktat yang berakibat pada turunnya nilai pH. Rata-rata tingkat keasaman minuman serbuk FOS berkisar antara 6,17% sampai dengan 6,57%. Nilai pH tertinggi terjadi pada minggu ke-0 (6,57%), dan semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi asam semakin meningkat, yang menandakan terjadi pemecahan komponen karbohidrat oleh mikroorganisme. Hasil sampingan dari pemecahan tersebut adalah H2O, sehingga kadar air produk pun semakin
34 meningkat seiring dengan penurunan nilai pH. Grafik kadar air dapat dilihat pada gambar 11. Tabel 12 Rata-rata nilai pH selama penyimpanan Perlakuan suhu
Penyimpanan minggu ke0
6,57
2
6,51
4
6,36
6
6,18
8
6,16
Tk
c c b a a
Tr 6,57 6,51 6,23 6,15 6,23
c c a a a
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai pH produk serbuk minuman FOS. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai pH cenderung mengalami penurunan (konsentrasi asam meningkat). Nilai pH minggu ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,6 dan 8. Nilai pH minggu ke-0 dan 2 berbeda nyata dengan minggu ke-6 dan 8. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai pH produk.
Gambar 14 Perubahan nilai pH serbuk minuman FOS Perubahan Total Mikroba Keberadaan atau cemaran mikroba yang mengkontaminasi bahan pangan merupakan parameter utama dalam keamanan pangan. Menurut Hayes (1998), mikroba dapat tumbuh dalam makanan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung antara lain keberadaan zat gizi, kelembaban, ketersediaan oksigen, potensial redoks, pH, dan inhibitor. Pengujian dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa koloni per gram. Rata-rata jumlah mikroba selama 8 minggu penyimpanan sangat sedikit yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 65 koloni/g. Hasil total mikroba serbuk
35 minuman FOS masih jauh dibawah batas aman konsumsi minuman serbuk menurut standar SNI, yaitu sebesar 3 x 103 koloni/g. Hal ini disebabkan oleh karakteristik minuman yang berbasis kering (serbuk) dan kandungan air produk yang relatif rendah, sehingga mikroorganisme sulit tumbuh dengan baik. Pada minggu ke-0 hingga ke-2 tidak ada mikroba yang tumbuh (jumlah mikroba 0 koloni/g), namun mulai minggu ke-4 hingga minggu ke-8 mulai terdapat mikroba. Total mikroba tertinggi terjadi pada minggu ke-8 penyimpanan suhu rendah (Tr), yaitu sebesar 65 koloni/g. Tabel 13 Rata-rata Total Plate Count selama penyimpanan Perlakuan suhu
Penyimpanan minggu ke0
Tk
Tr
0
0
2
0
4
7,50
6
2,50
8
17,50
a a a a ab
0
a
a
7,50
a
32,50 65,00
b c
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Keberadaan mikroorganisme dapat mempengaruhi perubahan sifat kimia pada produk ini seperti kadar air, total gula, dan total asam. Hal tersebut terlihat pada peningkatan total mikroba diiringi dengan peningkatan kadar air dan total asam (turunnya nilai pH) dan penurunan total gula serbuk minuman FOS. Karbohidrat/gula yang menjadi komponen utama produk ini dijadikan sebagai nutrisi bagi mikroorganisme untuk membelah dan melakukan metabolisme. Total mikroba produk selama penyimpanan tergolong masih sangat sedikit. Jika dilihat dari fase pertumbuhan mikroorganisme, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mikroba produk masih berada pada fase lag (persiapan). Grafik fase pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada gambar 1. Jumlah gula yang digunakan sebagai zat gizi tidak terlalu banyak, sehingga penurunan total gula produk pun tidak berbeda nyata antar waktu penyimpanan (tabel 11). Jenis mikroba yang biasa tumbuh pada bahan berbasis karbohidrat adalah bakteri asam laktat, salah satunya adalah lactobaccilus (Hayes&Forsythe 1998). Jenis bakteri tersebut dapat tumbuh dengan baik pada pH netral sampai basa, seperti pH produk yaitu 6,17 – 6,57. Selain dipengaruhi oleh kondisi pH, bakteri ini juga mempengaruhi nilai pH lingkungan (bahan). Selama proses metabolisme, bakteri ini menghasilkan asam laktat, yang cenderung meningkatkan total asam (menurunkan pH) bahan. Hasil sampingan yang lain adalah H20 atau air.
36 Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan mikroorganisme. Perbedaan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi faktor lain seperti kelembaban lingkungan (RH) serta kadar dan aktivitas air. Perbedaan perlakuan suhu penyimpanan mempengaruhi jenis dan laju pertumbuhan mikroba. Hubungan antara laju pertumbuhan dengan suhu inkubasi dapat dilihat pada tabel 1. Jenis mikroba psikotrof memungkinkan dapat tumbuh pada produk yang disimpan dalam suhu kamar (25-300C) adalah psikotrof, dimana bakteri tersebut tumbuh secara optimum pada suhu 25 0C . Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada penyimpanan suhu rendah (10-15 0C) adalah psikrofil atau mesofil. Hal tersebut dikarenakan bakteri psikrofil tumbuh optimum pada suhu 10 0C dan bateri psikotrof minimum dapat tumbuh pada suhu 5-10 0C.
Gambar 15 Perubahan Total Plate Count serbuk minuman FOS Tren grafik pada gambar 15 menunjukkan bahwa total mikroba produk pada penyimpanan suhu rendah lebih tinggi dibandingkan suhu kamar. Hal tersebut dikarenakan produk dikemas tanpa dilakukan vakum (penghilangan oksigen), sehingga masih terdapat oksigen/udara dalam kemasan. Perbedaan kelembaban antara lingkungan kemasan dengan refrigerator (tempat penyimpanan) mengakibatkan uap air udara terjebak dalam kemasan dan saat jenuh terkondensasi. Air yang menempel dalam kemasan kemudian mengenai bahan dan meningkatkan air pada permukaan bahan. Air pada permukaan atau yang disebut sebagai air bebas merupakan media yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbunnya (Syarief&Halid 1993). Lain halnya pada suhu kamar, kelembaban dalam kemasan dan lingkungan luar yang relatif sama, mengakibatkan pertukaran udara berjalan dengan baik sehingga kondisi dalam kemasan lebih kering. Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) pada total mikroba serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, total mikroba produk
37 semakin meningkat. Jumlah mikroba minggu ke-8 berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 4, dan 6. Selain itu, total mikroba minggu ke-6 berbeda nyata dengan minggu ke-0 dan 2. Perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba produk. Interaksi antara waktu dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba produk. Tingkat Toksisitas Beberapa zat dapat menjadi toksik (racun) secara alami terkandung dalam makanan, atau mengkontaminasi melalui mikroorganisme. Kontaminasi atau cemaran dapat terjadi selama persiapan atau proses produksi dari makanan itu sendiri. Keberadaan zat toksik pada produk minuman serbuk FOS ini diduga karena adanya cemaran dan pertumbuhan mikroorganisme. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang (Artemia Salina Leach) sebagai indikator toksik.
Larva udang
beserta sampel produk dimasukkan ke dalam vial dan didiamkan selama 24 jam, dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16 Penetasan telur larva udang dan vial pengujian BSLT Cara perhitungan angka toksisitas dapat dilihat pada lampiran 5. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik apabila LC50 kurang dari 1000 µg/ml (ppm). LC50 adalah konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian larva udang 50%. Jumlah LC50 yang lebih dari 1000 ppm dapat dinyatakan tidak aktif atau tidak toksik. Pada penelitian ini, pengujian dilakukan pada awal, pertengahan, dan akhir titik penyimpanan. Rata-rata nilai LC50 lebih dari 1000 µg/ml, yaitu berkisar antara 1246,09 hingga 2140,14 µg/ml. Sehingga produk tidak toksik selama penyimpanan 8 minggu baik disimpan pada suhu kamar ataupun suhu rendah. Tabel 14 Jumah LC50 (µg/ml) selama penyimpanan Perlakuan suhu
Penyimpanan minggu ke-
Tk
Tr
0
1246,09
1246,09
4
1360,38
1171,96
8
1329,56
2140,14
38 Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat toksisitas serbuk minuman FOS.
Gambar 17 Perubahan Kadar LC50 serbuk minuman FOS Umur Simpan Kadar Air Kritis Bedasarkan persamaan Labuza (1982) tantang umur simpan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan produk. Faktor yang harus diketahui antara lain kadar air awal (Mi), kadar air kritis (Mc), dan kadar air kesetimbangan (Me). Kadar air awal minuman serbuk FOS sebesar 4,5% bk. Kadar air kritis ditentukan dengan uji hedonik terhadap mutu fisik minuman serbuk FOS. Menurut Syarief et al (1989), Kriteria mutu fisik produk bumbubumbuan (produk serbuk) pada kadar air kritis adalah tidak lengket, berbentuk bubuk, dan tidak berjamur. Penggumpalan (caking) pada produk serbuk juga merupakan salah satu tanda terjadinya penurunan mutu pada produk (Bell et al, 2000). Kriteria mutu fisik yang digunakan pada penelitian ini adalah tingkat kelengketan dan penggumpalan serbuk. Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik air kritis ini adalah panelis terbatas, yang sebelumnya telah diberikan penjelasan tentang kriteria mutu fisik serbuk. Apabila serbuk sudah tidak dapat diterima lagi secara hedonik oleh panelis, maka serbuk minuman FOS telah mencapai titik kritisnya. Panelis yang digunakan sebanyak 8 orang mahasiswa. Hasil penilaian rata-rata panelis diuji secara statistik. Sampel dikatakan sudah tidak dapat diterima apabila panelis menyatakan tidak suka (skala 2) dan hasil uji beda menunjukan beda yang nyata (p<0,05).
39
Tabel 15 Penilaian organoleptik air kritis Waktu (jam) 0 6 12 18 24 30
Rata-rata nilai 4,3 3,3 2,8 2,9 2,4 1,9
Lambang *) A B CD DE E F
*) keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata Sampel yang dikondisikan pada RH 97% sudah tidak dapat diterima secara organoleptik apabila disimpan selama 30 jam, dimana hasil penilaian ratarata panelis adalah sebesar 1,9. Hal ini berarti menurut panelis, setelah disimpan selama 30 jam, telah terjadi penggumpalan dan kelengketan yang sudah tidak dapat diterima, Sampel yang telah disimpan selama 30 jam kemudian diukur kadar airnya yang dianggap sebagai kadar air kritis. Kadar air kritis diukur dengan metode oven biasa, dan didapat yaitu sebesar 43,6% bk. Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan produk pangan sangat penting dalam menggambarkan kurva sorpsi isothermis produk tersebut yang tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan. Penentuan air kesetimbangan dilakukan dengan menempatkan bahan dalam RH tertentu dengan suhu konstan (300C). Larutan garam jenuh digunakan untuk menciptakan kelembaban (RH) tertentu, tergantung pada jenis garam. Perbedaan nilai aw antara bahan dan lingkungan akan menyebabkan pertukaran air, yang disebut sorpsi. Kadar air kesetimbangan tercapai jika sampel yang disimpan pada RH tertentu memiliki berat yang konstan. Semakin besar perbedaan nilai aw antara bahan dan lingkungan, maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai air kesetimbangan. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan produk minuman serbuk FOS pada masing-masing RH dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 16 Kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH No
Jenis garam
RH garam (%)
Kadar air kesetimbangan (%bk)
1 2 3 4 5 6 7
NaOH KI NaCl KCl BaCl KNO3 K2SO4
6,9 69 76 84 90 93 97
4,23 15 19 29 43 45 83
40 Pada peneitian ini, sampel serbuk minuman FOS yang paling cepat mencapai kesetimbangan adalah yang disimpan pada larutan garam jenuh NaOH. Hal ini menunjukkan bahwa aw produk mendekati nilai RH ruangan. Aw awal produk terukur sebesar 0,04, sedangkan aw lingkungan pada larutan garam jenuh NaOH sebesar 0,069. Waktu yang paling lama untuk mencapai air kesetimbangan terjadi pada larutan garam jenuh K2SO4 dengan aw sebesar 0,97. Kadar air kesetimbangan tercapai setelah 7-14 hari tergantung pada jenis garam dan tingkat kejenuhannya. Produk yang disimpan mengalami pertambahan berat (adsorpsi) karena RH tempat penyimpanan lebih besar daripada nilai aw produk, sehingga terjadi difusi air dari lingkungan sekitar ke dalam sampel. Namun, beberapa jenis garam pada waktu tertentu mengalami penurunan berat. Hal tersebut dikarenakan sifat bahan minuman serbuk FOS yang higroskopis (sensitif terhadap pertukaran dengan air). Penambahan dan penurunan berat sampel menunjukkan fenomena karakteristik hidratasi (Syarief dan Halid 1993). Kurva Sorpsi Isothermis Nilai air kesetimbangan jika diplotkan dengan nilai aw atau RH tempat penyimpanan dapat membentuk suatu kurva yang disebut sebagai kurva sorpsi isothermis. Tabel 17 Data kadar air kesetimbangan serbuk minuman FOS No
Jenis garam
Aw
Kadar air kesetimbangan
1 2 3 4 5 6 7
NaOH KI NaCl KCl BaCl KNO3 K2SO4
0,07 0,69 0,76 0,84 0,90 0,93 0,97
0,04 0,15 0,19 0,29 0,43 0,45 0,83
Bentuk kurva hasil memplotkan aw bahan (sumbu y) dan aw ruang penyimpanan (sumbu x) adalah sebagai berikut:
Gambar 18 Kurva sorpsi isothermis serbuk minuman FOS
41 Pada umumnya kurva ini berbentuk sigmoid karena bahan mankanan biasanya dibuat dari campuran beberapa komponen (heterogen) (Syarief dan Halid 1993). Bentuk persamaan yang terbentuk dari kurva diatas adalah y = 0,606x – 0,106. Model Sorpsi Isothermis Pada penelitian ini dipilih lima model persamaan matematis, yaitu model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Berdasarkan penelitianpenelitian terdahulu, kelima model persamaan tersebut mampu menggambarkan kurva sorpsi isothermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas. Model-model persamaan matematis yang pada awalnya berbentuk non linier, kemudian diubah menjadi bentuk persamaan linier. Nilai-nilai tetapannya dihitung menggunakan metode persamaan kuadrat terkecil. Persamaan model kurva sorpsi isothermis minuman serbuk FOS adalah sebagai berikut Tabel 18 Persamaan model kurva sorpsi isothermis Model Hasley
Persamaan Bentuk Linier (y= ax+b) log (ln(1/aw))= -1,604-1,471log Me
Chen-Clayton
ln(ln(1/aw))=0,038-4,911Me
Henderson
log(ln(1/(1-aw)))=0,871+1,273log Me
Caurie
ln Me = -3,573+2,947aw
Oswin
ln Me=-2,049+0,488ln(aw/(1-aw))
Persamaan diatas menjadi dasar perhitungan untuk menentukkan kadar air kesetimbangan (Me) masing-masing modal persamaan. Berikut adalah hasil perhitungan nilai Me. Tabel 19 Kadar air kesetimbangan dari model-model persamaan Aw
Kadar Air Kesetimbangan (g H2O/ g solid) ChenHasley Henderson Caurie Clayton 0,04 -0,19 0,03 0,03 0,16 0,21 0,23 0,21 0,19 0,27 0,27 0,26 0,27 0,36 0,33 0,33 0,38 0,47 0,40 0,40 0,48 0,54 0,45 0,44 0,87 0,72 0,55 0,49
Percobaan
0,07 0,69 0,76 0,84 0,90 0,93 0,97
0,04 0,15 0,19 0,29 0,43 0,45 0,83
Kurva
sorpsi
ishotermis
model
persamaan
dibuat
Oswin
dengan
0,04 0,19 0,22 0,29 0,38 0,46 0,70
cara
memplotkan aw, Me percobaaan, dan Me dari hasil perhitungan model persamaan (lampiran 36).
42 Ketepatan Model Untuk menentukan model persamaan yang paling tepat menggambarkan fenomena sorpsi isothermis dilakukan uni ketepatan model. Hasil dari uji ini adalah nilai MRD (Mean Relatif Determination) untuk masing-masing model. Jika nilai MRD kurang dari 5 (MRD<5) maka kurva yang dihasilkan model tersebut dapat menggambarkan fenomena sorpsi isothermis dengan tepat. Hasil perhitungan nilai MRD disajikan dalam tabel berikut Tabel 20 Nilai MRD model persamaan sorpsi isothermis Model Hasley Chen-clayton Henderson Caurie Oswin
Nilai MRD 6,22 101,14 28,13 24,10 28,13
Hasil perhitungan menunjukkan tidak ada model persamaan yang memiliki nilai MRD kurang dari 5, sehingga dipilih model persamaan dengan nilai 5<MRD<10. Model persamaan yang digunakan adalah model Hasley dengan nilai MRD sebesar 6,22. Model tersebut dianggap agak tepat menggambarkan fenomena sorpsi isothermis pada minuman serbuk FOS. Hal tersebut terlihat pada gambar pada kurva model Hasley yang memilki tingkat kelinieran garis yang lebih tinggi dibandingkan dengan model lainnya. Namun,
persamaan
model
Hasley
tidak
secara
langsung
juga
dapat
menggambarkan fenomena sorpsi isothermis pada produk minuman serbuk lainya. Tidak ada satupun persamaan sorpsi isothermis yang dapat digunakan secara umum dan dapat diaplikasikan pada kisaran aw tertentu untuk kategori makanan tertentu. Nilai Kemiringan Kurva (Slope) Nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linier dalam kurva. Menurut Labuza (1982), daerah linier untuk menentukan slope kurva sorpsi isothermis diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis produk (0,04-0,44). Oleh karena itu, nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis dalam penelitian ini ditentukan dengan membuat garis lurus dari aw 0,07-0,93.
43
Gambar 19 Penentuan nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis Hasil regresi linier kurva sorpsi isothermis tersebut menghasilkan persamaan garis y= -0,035+0,421x (R2 = 0,697) , sehingga dapat ditentukan nilai b (slope) kurva sebesar 0,421. Penentuan Umur Simpan Faktor-faktor lain yang diperlukan dalam menentukan umur simpan produk antara lain rasio kemasan dengan produk (A/Ws) dan tekanan uap air jenuh (Po) pada kondisi penyimpanan. Semakin kecil nilai permeabilitasnya maka semakin kedap udara suatu kemasan, sehingga semakin panjang umur simpannya. Kemasan yang digunakan memiliki ukuran (6,5x9,5x2) cm3. Berdasarkan uji ketepatan model (MRD), persamaan yang digunakan untuk menentukan umur simpan adalah model Hasley. RH penyimpanan yang digunakan adalah 93%. Minuman serbuk FOS memiliki kadar air kritis (Mc) sebesar 0,44 g H20/g solid, kadar air awal (Mi) sebesar 0,04 g H20/g solid, dan kadar air pada RH penyimpanan 93% sebesar 0,48 g H20/g solid. Berat kering produk per kemasan adalah 12 gram. Tekanan uap air jenuh (Po) pada suhu penyimpanan 300C sebesar 31,82 mmHg (Labuza 1982). Tabel 21 Data penentuan umur simpan serbuk minuman FOS Parameter Kadar air awal (Mi) Kadar air kritis (Mc) Slope kemiringan kurva (b) Permeabilitas kemasan metalized plastic Kadar air produk pada RH penyimpanan (Me) Berat kering produk (Ws) Tekanan uap air jenuh (Po) Luas kemasan (A) Umur Simpan
Satuan g H20/g solid g H20/g solid g/m2hr.mmHg g H2O/solid G mmHg m2 Hari Bulan Tahun
RH 93% 0,04 0,44 0,421 0,02 0,48 11 31,82 0,01235 1315 44 4
44 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan data-data diatas, maka umur simpan minuman serbuk disimpan
pada
Rh
93%
dengan
FOS adalah selama 4 tahun apabila kemasan
metalized
plastic.
Menurut
Andarwulan&Hariyadi (2004), produk susu bubuk memiliki daya awet selama 1-3 tahun pada suhu ruang. Sifat minuman serbuk FOS yang kering dan tidak mengandung zat gizi yang mudah teroksidasi, menyebabkan produk ini lebih awet dari produk bubuk lainnya. Menurut Kusnandar (2006), semakin besar perbedaan antara kadar air awal dengan kadar air kritis produk akan membuat umur simpan produk semakin lama. Hal ini dapat dilihat, minuman serbuk FOS memiliki rentang yang sangat jauh antara kadar air awal dengan kadar air kritis yaitu antara 0,04-0,44 g H2O/solid.
45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara umum, perlakuan penyimpanan tidak mempengaruhi penilaian hedonik dan mutu hedonik panelis pada produk selama penyimpanan. Waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penilaian hedonik rasa dan kekentalan, serta penilaian mutu hedonik warna. Namun, nilai rata-rata baik hedonik maupun mutu hedonik masih berada pada skala yang masih dapat diterima oleh panelis. Kadar air produk cenderung mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan,
sedangkan
nilai
pH
mengalami
penurunan
yang
berarti
meningkatnya konsentrasi asam. Kadar abu dan total gula terlarut cenderung mengalami penurunan seiring lamanya waktu penyimpanan. Waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu, dan derajat keasaman/nilai pH produk, namun tidak berpengaruh nyata pada total gula produk. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia produk (kadar air, abu, total gula, dan nilai pH). Total mikroba serbuk minuman FOS mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan. Namun, total mikroba selama penyimpanan masih jauh dibawah standar SNI 01-3722-1995 untuk minuman serbuk yaitu 3 x 103 CPU/g. Waktu, suhu, serta interaksi antara waktu dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap jumlah mikroba produk. Tingkat toksisitas produk juga masih berada pada batas aman, yaitu nilai LC50 lebih dari 1000 µg/ml. Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai LC50produk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa minuman serbuk FOS yang disimpan selama 8 minggu pada suhu kamar dan suhu es masih aman untuk dikonsumsi. Kadar air kritis produk serbuk minuman berbahan baku FOS adalah 0,44 g H2O/solid, dengan kadar air awal sebesar 0,04 g H2O/solid. Model yang digunakan pada kurva sorpsi isothermis produk adalah model hasley. Hasil perhitungan dengan rumus Labuza menunjukkan bahwa umur simpan produk minuman berbahan baku FOS, pada kondisi kelembaban 93%, kemasan menggunakan metalized plastic dengan berat dan luas per kemasan adalah 11 gram dan 0,012 m2, adalah 4 tahun.
46 Saran Minuman serbuk berbahan baku fruktoologosakarida (FOS) memiliki karakteristik higroskopis yaitu mudah melakukan pertukaran air di udara, sehingga dalam pengemasan dan penyimpanan perlu penanganan khusus. Penggunaan kemasan dengan nilai permebalitas yang sangat kecil sangat dianjurkan, karena akan lebih kedap terhadap udara dan cahaya. Hal tersebut dilakukan agar minuman serbuk FOS terjaga mutu dan kemanan pangannya selama produksi hingga dikonsumsi. Kondisi tempat penyimpanan dengan kelembaban rendah, atau kering lebih dianjurkan daripada tempat yang memiliki kelambaban tinggi. Hal tersebut juga sebaiknya didukung oleh kondisi kemasan yang kedap udara, yaitu vakum (penghilangan udara dalam kemasan). Apabila diperlukan dapat juga digunakan kemasan sekunder selain kemasan primer, agar produk lebih terjaga.
47
DAFTAR PUSTAKA Afrianto E. 2008. Pengawasan Mutu Departemen Pendidikan Nasional.
Bahan/Produk
Pangan.
Jakarta:
Alles et al. 1999. Consumption of fructooligosaccharides does not favorably affect blood glucose and serum lipid concentrations in patients with type 2 diabetes. Am J Clin Nutr: 69: 64–9 Ambarsari I, Qanytah, Sarjana. 2009. Penetapan standar penggunaan pemanis buatan pada produk pangan. Jawa Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. www.bsn.go.id. [19 Januari 2010] Andarwulan, N, Hariyadi P. 2004. Perubahan mutu (fisik, kimia, mikrobiologi) produk pangan selama pengolahan dan penyimpanan produk pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Shelf Life), Bogor, 1−2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Anjani G. 2003. Perubahan karakteristik fisik dan kimia Gel Aloe Vera Linn selama penyimpanan pasca panen dan pengaruh penambahan asam askorbat dan asam sitrat terhadap aktivitas enzim PPD. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. AOAC.
1995. Official Methods Gaithersburg, Maryland
of
Analysis,
16th.
AOAC
International,
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: PAU Insititut Pertanian Bogor. Arpah. 1997. Edible packaging. Paper Metode Penelitian Ilmu Pangan, Program Ilmu Pangan, Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Vol. 9, No. 2, edisi Maret. Baraja. 2008. Uji toksisitas ekstrak daun Ficus elastica Nois ex Blume terhadap Artemia salina Leach dan profil kromatografi lapis tipis [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bell LN, Labuza TP. 2000. Moisture Sorption (Partical Aspects of Isotherm Measurement and Use). USA: The American Association of Cereal Chemist Brokker dan Donald B. 1992. Drying and Storage of Grains and Oil Seeds. New York: Van Nostrand. Brown. 1992. Plastics In Food Packaging Properties Design and Fabrication.New York. Usa
48 Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, terjemahan dari Food science. Jakarta: Universitas Indonesia Press Cahyadi W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara Chirife J, Iglesias HA. 1978. Equation for fitting water sorpsi isotherm of food part II. J. Food Tech 13: 319-327 Delarue J, Giampaoli P. 2006. Carbohydrate-Flavour Interactions. France: Woodhead Publishing Limited. Delzenne NM, Cani PD, Daubioul C, Neyrinck AM. 2007. Modulation of glucagonlike peptide-1 and energy metabolism by inulin and oligofructose: experimental data. J Nutr; 137:2547S-2551S. http://jn.nutriton .org/download php?file Dewi
P. 2010. Formulasi produk serbuk minuman berbahan baku fruktooligosakarida (FOS) sebagai pangan fungsional rendah kalori [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Drummond KE, Lisa M B. 2007. Nutrition for Foodservice and Culinary Professionals, 6th ed. New Jersey: John Wiley & Sons, inc Ekandini AI. 2006. Produksi Sirup FOS (Fruktooligosakarida) dari tepung inulin secara hidrolisis asam [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama [FDA] Food and Drugs Administration. 2000. Generally Recognized As Safe Notification For Short-Chain Fructooligosaccharide. www.fda.gov. [28 Juli 2010] Fransisca. 2010.Formulasi tepung bumbu dari tepung jagung dan penentuan umur impannya dengan pendekatan air kritis [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Gaman PM. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Gibson GR, Fuller F. 1998. The role of probiotics and prebiotics in the functional food concept. In: Sadler, M.J. dan M. Saltmash. 1998. Functional foods, the consumers, the products and the evidence. British Nutrition Foundation. 3 – 13 Gropper S S, Jack L S, dan James L G. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism 5th Ed. USA: Wadsworth Hayes PR, Forsythe SJ. 1998. Food Hygiene, Microbiology, and HACCP. Maryland: An Aspen Publication
49 Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27 (4) Isse MG, Schuchmann H, Schubert H. 1983. Divided sorpsi isotherm concept an alternative way to describe sorption isotherm data. J. Food Process Eng 16 (2): 145-147 Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas (brine shrimp lethality test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2 pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains Vol. 13, No. 1: 50-54 Kusnandar F. 2006. Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kusumaningrum A. 2002. Mempelajari cara penentuan umur simpan produk biskuit di PT. Sanghiang Perkasa [laporan magang]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Labuza TP. 1982. Shelf life dating of foods. Connecticut: Food and nutrition press. Luo et al. 2000. Chronic consumption of short-chain fructooligosaccharides does not affect basal hepatic glucose production or insulin resistance in type 2 diabetics. J. Nutr. 130: 1572–1577. www.jn.go.id. [27 Juli 2010] Marliyati SA, Achmad S, dan Faisal A. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor Muchtadi D. 1988. Aspek Biokimia Gizi dalam Keamanan Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurjanah S. 2006. Kajian sumber dan analisis bahaya mikrobiologis pangan pada rumah makan di lingkar kampus IPB [laporan akhir penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Omaye ST. 2004. Food Nutritional Toxicology. Florida: CRC Press. Rahayu WP, Nababan H, Budijayanto S, Syah D. 2003. Pengemasan, Penyimpanan dan Pelabelan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Rollet LML. 1996. Physical Characterization and Nutrient Analysis. Belgium: Marcel Dekker Inc. Sulaeman A, Faisal A, Rimbawan, dan Sri AM. 1993. Metode Analisis Komposisi Zat Gizi Makanan. [Diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: IPB Press
50
Syarief R, Santausa S, Isyana S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Tensiska. 2008. Probiotik dan prebiotik sebagai www.pustaka.unpad.ac.id. [20 Januari 2010]
pangan
fungsional.
Troller J dan JHB Christian. 1978. Water Activity and Food. New York: Academic Press. Vitria M. 2010. Pendugaan umur simpan produk biskuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan air kritis [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [WKNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 1993. Riset dan Teknologi Unggulan Mengenai Pangan dan Gizi Ganda Pembangunan Jangka Panjang II. Jakarta: LIPI Winarno. 1980. Kimia Pangan. Bogor: Pusbangtepa-Food Department Center, Institut Pertanian Bogor
Technology
LAMPIRAN
51 Lampiran 1 Lembar uji organoleptik Formulir Uji Organoleptik Produk Minuman Fruktooligoskarida (FOS) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L / P
Tanggal Pengujian : Nama Produk : Minuman FOS
Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Minuman Fruktooligoskarida (FOS). Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Hedonik Warna 1
2
Amat Sangat Tidak Suka
3
4
5
6
7
8
7
8
7
8
7
8
7
8
Biasa
9
Amat Sangat Suka
Aroma 1
2
Amat Sangat Tidak Suka
3
4
5
6
Biasa
9
Amat Sangat Suka
Rasa 1
2
Amat Sangat Tidak Suka
3
4
5
6
Biasa
9
Amat Sangat Suka
Tekstur 1
2
Amat Sangat Tidak Suka
3
4
5
6
Biasa
9
Amat Sangat Suka
Keseluruhan
1
2
Amat Sangat Tidak Suka
3
4
5
6
Biasa
9
Amat Sangat Suka
Komentar .............................................................................................................................................. .............................................................................................................................................. .............................................................................................................................................. .............................................................................. TERIMAKASIH
52 Lampiran 1 (lanjutan) Formulir Uji Organoleptik Produk Minuman Fruktooligoskarida (FOS) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L / P
Tanggal Pengujian : Nama Produk : Minuman FOS
Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Minuman Fruktooligoskarida (FOS). Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Mutu Hedonik Warna 1
2
4
3
Amat Sangat Gelap
6
5
7
8
7
8
9
Amat Sangat Cerah
Biasa
Aroma 1
Rasa
Amat Sangat Tidak Beraroma
1
2
4
3
6
5
9
Amat Sangat Beraroma
Biasa
2
Amat Sangat Pahit
3
4
5
6
7
8
Biasa
9
Amat Sangat Manis
Kekentalan 1
2
Amat Sangat Encer
3
4
5
Biasa
6
7
8
9
Amat Sangat Kental
Komentar .............................................................................................................................................. .............................................................................................................................................. .............................................................................................................................................. .............................................................................. TERIMAKASIH
53 Lampiran 2 Formula produk serbuk minuman berbahan baku FOS per satuan saji (Dewi 2010) Bahan
%
Berat Bahan (g)
FOS
-
10,53
Sukralosa (setara 600g gula)
5
0,02
Xanthan Gum
0,005
0,01
Flavor powder
0,25
0,5
Garam
0,01
0,02
Total
11,07
Catatan : Persen dari 200 ml sampel uji
Lampiran 3 Prosedur analisis mikrobiologi Analisis mikrobiologi (Fardiaz 1992) Sebanyak 5 gram sampel ditimbang secara aseptik, kemudian dimasukkan ke dalam larutan pengencer (0,85% NaCl). Pengenceran dilakukan secara berseri, sehingga diperoleh tiga macam pengenceran, yaitu 1:10, 1:100, dan 1:1000. Setelah itu sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sesuai dan telah didinginkan (47-50oC) sebanyak 15-20 ml. Setelah itu digoyangkan supaya sample menyebar rata. Media agar yang digunakan untuk inokulasi total mikroba adalah PCA (Plate Count Agar). Inokulasi biakan dilakukan pada suhu 25-30oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh sebagai jumlah mikroorganisme per gram sampel. Perhitungan: Koloni per gram sampel = jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran)
54 Lampiran 4 Prosedur analisis kimia a. Kadar air metode oven (AOAC 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang lebih 3 g) dimasukan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dimasukan ke dalam oven bersuhu 100°C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar air (g/100 g) =
x 100%
Keterangan: W1 = bobot botol timbang/cawan aluminium kosong (g) W2 = bobot botol timbang/cawan aluminium + contoh (g) W3 = bobot botol timbang/cawan aluminium + contoh kering (g) b. Kadar abu metode pengabuan kering (AOAC 1995) Cawan
porselin
dikeringkandalam
tanur
bersuhu
400-600°C,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik bersuhu 400-600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel selanjutnya didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dengan menggunakan rumus: Kadar abu (g/100g) =
x 100%
Keterangan: W1 = bobot contoh (g) W2 = Bobot cawan porselen kosong (g) W3 = bobot cawan porselin + abu (g) c. Derajat keasaman / pH (Apriyantono et al. 1989) Mula-mula ukur suhu sampel, set pengatur suhu pH-meter pada suhu terukur, kemudian nyalakan pH-meter dan biarkan selama 15 – 30 menit sampai stabil. Setelah itu, bilas elektroda dengan aliquot sampel atau akuades (jika menggunakan akuades, keringkan elektroda dengan kertas tissue) dan celupkan elektroda pada larutan sampel lalu set pengukuran pH.
55 Lampiran 4 (lanjutan) Biarkan elektroda tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu catat pH sampel. d. Kadar total gula Menurut Sulaeman et al. (1995), pengukuran kadar total gula dapat dilakukan salah satunya dengan metode refraktofotometri. Pengukuran kadar total gula dengan metode refraktofotometri, mula-mula kaca obyek refraktometer dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi alkohol 70% dan didiamkan hingga kering. Setelah itu, satu tetes sampel diletakkan di atas kaca obyek dengan menggunakan pipet lalu kaca obyek tersebut ditutup. Selanjutnya tombol putar refraktometer (pengatur pembacaan kasar dan halus) diputar sedemikian rupa sehingga pada kaca okuler terlihat batas antara gelap dan terang, lalu nilai total gula sampel dibaca dalam bentuk derajat brix (% sukrosa). Nilai total gula dalam satuan persen dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar gula (%) =
% Sukrosa × VolumeAkhir (ml ) × 100 BeratSampel ( g )
Lampiran 5 Prosedur uji toksisitas dengan BSLT (Juniarti et al 2009) a. Penetasan larva udang Disiapkan bejana untuk penetasan telur udang. Di satu ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan, sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut. Kedalam air laut dimasukkan + 50-100 mg telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Diambil larva udang yang akan diuji dengan pipet. b. Persiapan larutan sampel Ekstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm dalam air laut. c. Prosedur uji toksisitas dengan metode BSLT Udang sebanyak 10-12 ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 μL, dengan konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan (triplikat). Larutan diaduk sampai homogen. Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan
56 Lampiran 5 (lanjutan) sampel. Larutan dibiarkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari tiap lubang. Angka mati dihitung dengan menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Angka hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Perhitungan akumulasi mati tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi mati untuk konsentrasi 10 ppm = angka mati pada konsentrasi tersebut, akumulasi mati untuk konsentrasi 100 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100 ppm, akumulasi mati untuk konsentrasi 200 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100 ppm + angka mati pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka mati dihitung sampai konsentrasi 1000 ppm. Perhitungan akumulasi hidup tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 500 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 200 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm + angka hidup pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka hidup dihitung sampai konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya dihitung mortalitas dengan rumus:
Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx.
57 Lampiran 6 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
18.916a 9767.531 0.120 16.006 2.790 404.773 10191.220 423.689
9 1 1 4 4 290 300 299
2.102 9767.531 0.120 4.001 0.698 1.396
1.506 6.998E3 0.086 2.867 0.500
0.145 0.000 0.770 0.024 0.736
0.045 0.960 0.000 0.038 0.007
Lampiran 7 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
93.519a 9121.624 0.700 88.656 4.234 504.175 9715.190 597.694
9 1 1 4 4 289 299 298
10.391 9121.624 0.700 22.164 1.059 1.745
5.956 5.229E3 0.401 12.705 .607
0.000 0.000 0.527 0.000 0.658
0.156 0.948 0.001 0.150 0.008
Lampiran 8 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kecerahan minuman Perlakuan
N
M1T1 M1T2 M2T2 M3T2 M5T1 M2T1 M3T1 M4T2 M5T2 M4T1 Sig.
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4.4933 4.4933 5.2933 5.6333 5.6833 5.7033 5.8667 5.9733 6.0167 1.000
0.067
5.6333 5.6833 5.7033 5.8667 5.9733 6.0167 6.1133 0.233
58 Lampiran 9 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan aroma minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
10.361a 10778.411 0.791 4.845 4.726 490.988 11279.760 501.349
9 1 1 4 4 290 300 299
1.151 10778.411 0.791 1.211 1.181 1.693
0.680 6.366E3 0.467 0.715 0.698
0.727 0.000 0.495 0.582 0.594
0.021 0.956 0.002 0.010 0.010
Lampiran 10 Hasil analisis GLM terhadap tingkat aroma minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
21.925a 10384.083 1.555 16.290 4.080 488.191 10894.200 510.117
9 1 1 4 4 290 300 299
2.436 10384.083 1.555 4.073 1.020 1.683
1.447 6.168E3 0.924 2.419 0.606
0.168 0.000 0.337 0.049 0.659
0.043 0.955 0.003 0.032 0.008
Lampiran 11 Hasil analisis GLM tingkat kesukaan rasa minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
40.085a 10786.804 .396 37.159 2.529 512.461 11339.350 552.546
9 1 1 4 4 290 300 299
4.454 10786.804 0.396 9.290 0.632 1.767
2.520 6.104E3 0.224 5.257 0.358
0.009 0.000 0.636 0.000 0.838
0.073 0.955 0.001 0.068 0.005
59 Lampiran 12 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan rasa minuman Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
M5T2
30
5.5033
M1T1
30
5.6833
5.6833
M1T2
30
5.6833
5.6833
M2T1
30
5.7367
5.7367
M5T1
30
5.7500
5.7500
M2T2 M4T1
30 30
5.9633 6.2500
5.9633 6.2500
5.9633 6.2500
M4T2
30
6.3733
6.3733
M3T1
30
6.3800
6.3800
M3T2
30
1
2
3
6.6400
Sig.
0.060
0.085
0.080
Lampiran 13 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kemanisan minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
6.989a 13317.338 .599 3.529 2.862 497.893 13822.220 504.882
9 1 1 4 4 290 300 299
0.777 13317.338 0.599 0.882 0.715 1.717
0.452 7.757E3 0.349 0.514 0.417
0.905 0.000 0.555 0.726 0.797
0.014 0.964 0.001 0.007 0.006
Lampiran 14 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
30.570a 10044.496 .241 26.424 3.904 424.904 10499.970 455.474
9 1 1 4 4 290 300 299
3.397 10044.496 0.241 6.606 0.976 1.465
2.318 6.855E3 0.164 4.509 0.666
0.016 0.000 0.685 0.002 0.616
0.067 0.959 0.001 0.059 0.009
60 Lampiran 15 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
M3T2
30
5.1967
M3T1
30
5.2833
5.2833
M1T1 M1T2 M5T1 M4T1
30 30 30
5.7067 5.7067 5.7333
5.7067 5.7067 5.7333
5.7067 5.7067 5.7333
30
5.9267
5.9267
M2T2
30
5.9633
5.9633
M4T2
30
5.9900
5.9900
M2T1
30
6.1400
M5T2
30
6.2167
1
Sig.
2
0.129
3
0.050
0.171
Lampiran 16 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kekentalan minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
13.468a 7174.608 .018 12.787 .663 689.734 7877.810 703.202
9 1 1 4 4 290 300 299
1.496 7174.608 0.018 3.197 0.166 2.378
0.629 3.017E3 0.007 1.344 0.070
0.772 0.000 0.931 0.254 0.991
0.019 0.912 0.000 0.018 0.001
Lampiran 17 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan keseluruhan minuman FOS selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
6.579a 10890.188 0.132 5.917 0.529 387.404 11284.170 393.982
9 1 1 4 4 290 300 299
0.731 10890.188 0.132 1.479 0.132 1.336
0.547 8.152E3 0.099 1.107 0.099
0.839 0.000 0.753 0.353 0.983
0.017 0.966 0.000 0.015 0.001
61 Lampiran 18 Hasil analisis GLM terhadap kadar air serbuk minuman FOS Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
24.636a 470.130 0.217 23.922 0.497 3.661 498.427 28.298
9 1 1 4 4 30 40 39
2.737 470.130 0.217 5.981 0.124 0.122
22.431 3.852E3 1.778 49.006 1.019
0.000 0.000 0.192 0.000 0.414
0.871 0.992 0.056 0.867 0.120
Lampiran 19 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar air Subset for alpha = 0.05 2 3
Perlakuan
N
M1T1
4
2.4612
M1T2
4
2.4612
M2T2
4
2.4842
M2T1
4
2.6630
M5T2
4
3.5420
M5T1
4
3.8062
3.8062
M3T2
4
3.8740
3.8740
3.8740
M4T1
4
4.2328
4.2328
M3T1
4
4.3465
4.3465
M4T2
4
Sig.
1
4
4.4118 0.464
0.214
0.053
0.054
Lampiran 20 Hasil analisis GLM terhadap kadar abu serbuk minuman FOS Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
1.296a 172.777 0.064 0.707 0.525 1.426 175.500 2.722
9 1 1 4 4 30 40 39
0.144 172.777 0.064 0.177 0.131 0.048
3.029 3.634E3 1.355 3.717 2.759
0.011 0.000 0.254 0.014 0.046
0.476 0.992 0.043 0.331 0.269
62 Lampiran 21 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar abu Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
M4T1
4
1.7425
M5T2
4
1.9000
1.9000
M5T1
4
1.9050
1.9050
M1T1 M1T2
4 4
2.0122 2.0122
2.0122 2.0122
2.0122 2.0122
M3T2
4
2.1875
2.1875
M2T2
4
2.2150
2.2150
M3T1
4
2.2550
2.2550
M2T1
4
2.2762
M4T2
4
2.2775
1
Sig.
2
0.128
3
0.052
0.145
Lampiran 22 Hasil analisis GLM terhadap nilai pH serbuk minuman FOS Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
1.124a 1612.011 0.003 1.078 0.043 0.217 1613.352 1.341
9 1 1 4 4 30 40 39
0.125 1612.011 0.003 0.269 0.011 0.007
17.305 2.233E5 0.400 37.330 1.506
0.000 0.000 0.532 0.000 0.225
0.838 1.000 0.013 0.833 0.167
Lampiran 23 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap nilai pH Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
M4T2
4
6.1515
M5T1
4
6.1622
M4T1
4
6.1788
M3T2
4
6.2305
M5T2
4
6.2335
M3T1
4
M2T1
4
6.5110
M2T2
4
6.5138
M1T1
4
6.5695
M1T2
4
6.5695
Sig.
1
2
3
6.3622
0.233
1.000
0.383
63 Lampiran 24 Hasil analisis GLM terhadap total gula serbuk minuman FOS Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error
65.003a 323900.828 0.016 60.875 4.113
9 1 1 4 4
7.223 323900.828 0.016 15.219 1.028
0.791 3.546E4 0.002 1.666 0.113
0.627 0.000 0.967 0.184 0.977
0.192 0.999 0.000 0.182 0.015
274.006
30
9.134
Total
324239.837
40
Corrected Total
339.009
39
Source
Lampiran 25 Hasil uji GLM terhadap total mikroba serbuk minuman FOS Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
15802.500a 7022.500 2402.500 9490.000 3910.000 4875.000 27700.000 20677.500
9 1 1 4 4 30 40 39
1755.833 7022.500 2402.500 2372.500 977.500 162.500
10.805 43.215 14.785 14.600 6.015
0.000 0.000 0.001 0.000 0.001
0.764 0.590 0.330 0.661 0.445
Lampiran 26 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap total mikroba Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
M1T1
4
0.0000
M2T1
4
0.0000
M1T2
4
0.0000
M2T2
4
0.0000
M4T1
4
2.5000
M3T1
4
7.5000
M3T2
4
7.5000
M5T1
4
17.5000
M4T2
4
M5T2
4
Sig.
1
2
3
17.5000 32.5000 65.0000
0.104
0.107
1.000
64 Lampiran 27 Hasil analisis GLM terhadap nilai LC50 serbuk minuman FOS Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
Corrected Model Intercept Suhu Waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
1.304E6a 2.405E7 129027.689 611937.374 563504.354 612648.332 2.597E7 1917117.749
5 1 1 2 2 6 12 11
260893.883 2.405E7 129027.689 305968.687 281752.177 102108.055
2.555 235.539 1.264 2.997 2.759
0.142 0.000 0.304 0.125 0.141
0.680 0.975 0.174 0.500 0.479
Lampiran 28 Hasil uji organoleptik sampel air kritis Jam ke-
No responden
0 5 3 5 4 4 4 4 5
1 2 3 4 5 6 7 8
6 4 3 3 3 3 4 3 3
12 4 3 2 2 2 3 3 3
18 4 3 3 2 2 3 3 3
24 2 2 4 2 3 1 2 3
30 2 2 2 2 1 1 3 2
Lampiran 29 Hasil uji ANOVA organoleptik untuk penentuan kadar air kritis Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups Within Groups
26.354
5
5.271
11.000
0.000
20.125
42
0.479
Total
46.479
47
Lampiran 30 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap organoleptik air kritis Jam ke-
N
30 24 12 18 6 0 Sig.
8 8 8 8 8 8
Subset for alpha = 0.05 1 1.8750 2.3750
0.156
2 2.3750 2.7500 2.8750
0.180
3
4
2.7500 2.8750 3.2500 0.180
4.2500 1.000
65 Lampiran 31 Hasil pengukuran kadar air kritis
No
Jenis sampel
Berat aluvo
Berat sampel
Berat aluvo+sampel (30 jam)
Berat aluvo+sampel kering (di oven)
Berat sampel basah (30 jam)
Berat sampel kering
% bk
1 2
FOS1a FOS1b
1,0952 1,0679
3,0279 3,05
5,5287 5,2969
4,1186 4,1295
4,4335 4,229
3,0234 3,0616
46,63954 38,13039
3 4
FOS2a FOS2b
1,088 1,0398
3,1152 3,0899
5,631 5,4866
4,211 4,1227
4,543 4,4468
3,123 3,0829
42,38497 45,4691 44,24081 44,85496 rata-rata
43,61996
Lampiran 32 Hasil penimbangan sampel air kesetimbangan ( minggu ke-1 sd 10)
No
Berat (g)
Jenis garam
%Rh
NaOH
6,9
Aluvo 2,432
1
KI
69
NaCl
75,5
KCl
84
BaCl
90,3
KNO3
93
K2SO4
97
7
8
9
10
7,527
7,512
7,515
7,511
7,508
7,513
7,510
-0,013
0,009
-0,015
0,003
-0,004
-0,004
selisih /gram sampel
-0,007
-0,002
-0,007
-0,002
0,002
-0,003
0,001
-0,001
-0,001
8,001
8,143
8,217
8,277
8,316
8,336
8,363
8,374
8,385
selisih penimbangan
0,3744
0,1422
0,374
0,142
0,075
0,060
0,039
0,020
0,028
selisih /gram sampel
0,073
0,028
0,073
0,028
0,014
0,012
0,008
0,004
0,005
5,189
7,626
8,209
8,419
8,507
8,604
8,641
8,658
8,705
8,708
8,723
selisih penimbangan
0,5596
0,2098
0,560
0,210
0,088
0,097
0,038
0,017
0,048
selisih /gram sampel
0,108
0,040
0,108
0,040
0,017
0,019
0,007
0,003
0,009
5,391
7,649
8,607
8,988
9,138
9,315
9,379
9,425
9,453
9,428
9,463
selisih penimbangan
0,7403
0,381
0,740
0,381
0,149
0,178
0,063
0,046
0,028
selisih /gram sampel
0,137
0,071
0,137
0,071
0,028
0,033
0,012
0,009
0,005
8,667
9,174
9,395
9,663
9,781
9,764
9,930
9,924
9,905
selisih penimbangan
0,9832
0,5074
0,983
0,507
0,221
0,267
0,118
-0,017
0,166
selisih /gram sampel
0,190
0,098
0,190
0,098
0,043
0,052
0,023
-0,003
0,032
5,177
5,066
7,867
7,684
8,816
9,281
9,433
9,560
9,664
9,741
9,929
9,911
9,929
selisih penimbangan
1,235
0,4653
1,235
0,465
0,151
0,127
0,105
0,076
0,188
selisih /gram sampel
0,244
0,092
0,244
0,092
0,030
0,025
0,021
0,015
0,037
8,893
9,640
10,052
10,336
10,516
10,621
10,912
11,047
11,253
selisih penimbangan
1,091
0,7467
1,091
0,747
0,412
0,284
0,180
0,105
0,291
selisih /gram sampel
0,206
0,141
0,206
0,141
0,078
0,054
0,034
0,020
0,055
2,500 7
6
-0,036
2,515 6
5
7,519
2,507 5
4
-0,013
2,476 4
3
7,531
5,149
7,567
2
-0,036
2,46 3
1
selisih penimbangan 2,478
2
Sampel awal 5,136
Hari ke-
5,302
7,581
7,802
66 Lampiran 33 Hasil penimbangan air kesetimbangan (mingggu ke-11 sd 19) Jenis garam
No
1
NaOH
2
KI
3
7
6,9
84
BaCl
6
aluvo
75,5
KCl
5
%Rh
69
NaCl
4
berat (g)
90,3
KNO3
K2SO4
93
97
Sampel awal
hari ke11
12
13
14
15
16
17
18
19
2,432 5,136 selisih penimbangan
7,508
7,510
7,505
7,520
-0,002
-0,002
0,002
-0,005
0,014
selisih /gram sampel
0,000
0,000
0,000
-0,001
0,003
2,478 5,149 selisih penimbangan
8,385
8,386
8,399
8,391
0,000
0,000
0,001
0,013
-0,008
selisih /gram sampel
0,000
0,000
0,000
0,002
-0,001
2,46 5,189 selisih penimbangan
8,730
8,729
8,739
8,715
0,007
0,007
-0,001
0,010
-0,025
selisih /gram sampel
0,001
0,001
0,000
0,002
-0,005
2,476 5,391 selisih penimbangan
9,502
9,526
9,558
9,537
9,530
0,039
0,039
0,024
0,032
-0,022
-0,006
selisih /gram sampel
0,007
0,007
0,004
0,006
-0,004
-0,001
2,507 5,177 selisih penimbangan
9,942
9,924
9,948
9,978
0,036
0,036
-0,018
0,024
0,030
selisih /gram sampel
0,007
0,007
-0,003
0,005
0,006
2,515 5,066 selisih penimbangan
9,957
9,975
9,981
9,977
0,029
0,029
0,018
0,006
selisih /gram sampel
0,006
0,006
0,003
0,001
-0,001
2,500 5,302 selisih penimbangan
11,457
11,602
11,712
11,768
11,867
11,974
12,045
12,087
12,153
0,204
0,204
0,145
0,109
0,057
0,098
0,108
0,071
0,042
selisih /gram sampel
0,039
0,039
0,027
0,021
0,011
0,019
0,020
0,013
0,008
kehila -ngan berat
% bb
%bk
-0,004
Lampiran 34 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan
N o
Jenis garam
%Rh
Aluvo (A)
Sampel awal (So)
A+ So
A+So setelah setimbang
Berat sampel setelah setimbang (S1)
A+S1 setelah oven
berat kering
1
NaOH
6,9
2,43
5,14
7,57
7,52
5,09
7,31
4,88
0,21
4,06
4,23
2
KI
69
2,48
5,15
7,63
8,39
5,91
7,64
5,16
0,75
12,74
14,60
3
NaCl
75,5
2,46
5,19
7,65
8,71
6,25
7,72
5,26
1,00
15,95
18,98
4
KCl
84
2,48
5,39
7,87
9,53
7,05
7,95
5,47
1,58
22,46
28,97
5
BaCl
90,3
2,51
5,18
7,68
9,98
7,47
7,73
5,22
2,25
30,09
43,04
6
KNO3
93
2,52
5,07
7,58
9,98
7,46
7,66
5,15
2,31
30,99
44,91
7
K2SO4
97
2,50
5,30
7,80
12,15
9,65
7,77
5,27
4,39
45,44
83,29
67 Lampiran 35
No 1 2 3 4 5 6 7
Contoh perhitungan dalam pembuatan kurva sorpsi ishotermis produk minuman serbuk FOS (model persamaan Hasley)
Jenis garam NaOH KI NaCl KCl BaCl KNO3 K2SO4
aw
Me percobaan
x=log Me
y=log(ln(1/aw))
0,07 0,69 0,76 0,84 0,90 0,93 0,97
0,04 0,15 0,19 0,29 0,43 0,45 0,83
-1,37 -0,84 -0,72 -0,54 -0,37 -0,35 -0,08
0,43 -0,43 -0,55 -0,76 -0,99 -1,14 -1,52
Model persamaan Hasley : Y = a + bx log (ln(1/aw))= -1,604 - 1,471 log Me maka, a = 1,604 dan b = - 1,471 x = (y + a)/ b Perhitungan air kesetimbangan (Me) menggunakan model persamaan Hasley: log Me = (log (ln(1/aw)) + 1,604)/ (-1,471) log Me = (log (ln(1/0,07)) + 1,604)/ (-1,471) log Me = - 1,38 Me = 0,04 Aw 0,07 0,69 0,76 0,84 0,90 0,93 0,97
Me percobaan 0,04 0,15 0,19 0,29 0,43 0,45 0,83
Me model Hasley 0,04 0,16 0,19 0,27 0,38 0,48 0,87
68 Lampiran 36 Kurva sorpsi isothermis model persamaan
Kurva model Hasley
Kurva model Chen- Clayton
Kurva model Henderson
Kurva model Caurie
Kurva model Oswin
69 Lampiran 37 Contoh perhitungan nilai MRD (model persamaan Hasley) Aw
Mi
mpi
(mi-mpi)/mi
0,07 0,69 0,76 0,84 0,90 0,93 0,97
0,04 0,15 0,19 0,29 0,43 0,45 0,83
0,04 0,16 0,19 0,27 0,38 0,48 0,87
0,02 -0,09 -0,01 0,08 0,11 -0,08 -0,05
0,02 0,09 0,01 0,08 0,11 0,08 0,05
∑
0,44
Nilai MRD
6,22
MRD = 6,22
Lampiran 38 Penentuan Nilai b (slope) Aw (sumbu x)
Mi (sumbu y)
0,07
0,04
0,69
0,15
0,76
0,19
0,84
0,29
0,90
0,43
0,93
0,45
Persamaan yang dihasilkan adalah y = 0,421x – 0,035 dimana y = a + bx, sehingga nilai b didapat sebesar 0,421.
70
Lampiran 39 Perhitungan umur simpan minuman serbuk FOS