APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper)
Oleh : BINDA LINATAS F34050722
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
1
APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper)
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: BINDA LINATAS F34050722
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2
Judul Skripsi
: APLIKASI
METODE
ARRHENIUS
DALAM
PENDUGAAN UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper) Nama
: Binda Linatas
NIM
: F34050722
Menyetujui , Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Krisnani Setyowati)
(Ir. Nanan Nurdjannah)
NIP : 19630407 198703 2 003
NIP : 19470713 198603 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus :
3
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul: “Aplikasi Metode Arrhenius dalam Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering (Dehydrated Green Pepper)” Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 9 Maret 2010 Yang Membuat Pernyataan, Binda Linatas NRP.F34050722
4
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1987 di Pati, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Sumarsono dan Supartiningsih. Penulis menempuh pendidikan dasarnya di SD Negeri Pati Lor 01 Pati dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 3 Pati dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 01 Pati. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, penulis masuk Mayor Departemen Teknologi Industri Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai pengurus Divisi Kesekretariatan (2006-2007) dan Sekretaris Umum (2007-2008). Selain itu, penulis juga terlibat aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (OMDA IKMP) sebagai Sekretaris Umum (2006-2007). Pada tahun 2008, penulis melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT Dua Kelinci, dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Koroku di PT Dua Kelinci”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian berjudul “Aplikasi Metode Arrhenius dalam Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering (Dehydrated Green Pepper)”.
5
Binda Linatas F34050722. Aplikasi Metode Arrhenius dalam Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering (Dehydrated Green Pepper). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Nanan Nurdjannah.
RINGKASAN Tanaman lada (Piper ningrum L.) merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang tergolong ke dalam famili Piperaceae. Lada hijau kering memiliki flavor yang khas dan penampakan warna hijau yang alami. Lada ini juga memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasaran dibanding lada hitam dan putih. Pendugaan umur simpan perlu dilakukan untuk mengetahui umur simpan lada hijau kering pada kondisi tertentu. Penentuan umur simpan dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies) dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat diharapkan mampu menghambat laju kerusakan dan memperpanjang umur simpan lada hijau kering. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan mutu, menduga umur simpan produk, dan menentukan kemasan terbaik untuk memperpanjang umur simpan lada hijau kering. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik LDPE, PP, dan aluminium foil. Penyimpanan dilakukan pada suhu 20, 30, dan 400C selama empat bulan. Analisa yang dilakukan meliputi warna, kadar air, dan kadar minyak atsiri, dan pH. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terjadi perubahan mutu lada hijau kering selama penyimpanan. Penurunan warna hijau terjadi selama penyimpanan yang ditandai dengan peningkatan nilai a* pada suhu 20, 30, dan 400C sebesar 0.0039%, 0.0068%, dan 0.0169% per hari untuk LDPE; 0.0017%, 0.0026%, 0.0162% per hari untuk PP dan 0.001%, 0.002%, dan 0.0196% per hari untuk aluminium foil. Kadar air pada suhu 200C dan 300C mengalami kenaikan sebesar 0.0127% dan 0.0249% per hari untuk LDPE; 0.0115% dan 0.0224% per hari untuk PP; 0.0119%, 0.0126%, dan pada 400C sebesar 0.0071% per hari untuk aluminium foil. Pada suhu 400C kadar air mengalami penurunan sebesar 0.037% per hari untuk LDPE dan PP. Kadar minyak atsiri lada hijau kering selama penyimpanan mengalami penurunan pada suhu 20, 30, dan 400C sebesar 0.0013%, 0.0014%, 0.0019% per hari untuk LDPE; 0.001%, 0.0012%, 0.0017% per hari untuk PP; dan 0.0004%, 0.0008%, 0.0009% per hari untuk aluminium foil. Nilai pH lada hijau kering selama penyimpanan mengalami penurunan yang sangat kecil pada suhu 20, 30, dan 400C sebesar 0.0001%, 0.0005%, 0.0002% per hari untuk LDPE; 0.0002%, 0.0002%, 0.0001% per hari untuk PP; dan 0.00001%, 0.0001%, 0.0004% per hari untuk aluminium foil. Berdasarkan parameter warna nilai a* dengan titik kritis +2.79, umur simpan lada hijau kering adalah 36 bulan 8 hari (200C), 17 bulan 3 hari (300C), 8 bulan 15 hari (400C) untuk kemasan LDPE; 104 bulan 24 hari (200C), 32 bulan 23 hari (300C), 11 bulan 3 hari (400C) untuk kemasan PP; 182 bulan 18 hari (200C), 38 bulan 24 hari (300C), 9 bulan 3 hari (400C) untuk kemasan aluminium foil. Dengan demikian kemasan yang terbaik untuk lada hijau kering adalah aluminium foil.
6
Binda Linatas F34050722. Application of Arrhenius Method in Shelf Life Prediction of Dehydrated Green Pepper. Supervised by Dr. Ir. Krisnani Setyowati and Ir. Nanan Nurdjannah.
SUMMARY Pepper (Piper ningrum L.) is a kind of spices from family Piperaceae. Dehydrated green pepper has spesific flavor and natural green appearance. This kind of pepper also has higher sell value than black pepper and white pepper in international market. Prediction of shelf life aims to know shelf life of dehydrated green pepper in certain condition. Determination shelf life product with ASS (Accelerated Storage Studies) method using environmental condition parameter enables to accelerate degradation process of quality of food product. The right packaging and storage is expected to detain deterioration rate of dehydrated green pepper and increase shelf life. The objectives of the research is to know quality changing, to determine shelf life, and to obtain better packaging to defend quality of dehydrated green pepper. The packaging materials used in this research were plastic LDPE, PP, and aluminium foil. The storage has been done in temperatures 20°C, 30°C, and 40°C during 4 months. The analysis of dehydrated green pepper were colour, water content, volatile oil content, and sensory evaluation analysis. Based on this research, it is showed that dehydrated green pepper quality changed during 4 months of storage. The green colour of dehydrated green pepper decreased with a* value at storage temperature of 20°C, 300C, 400C increased by 0.0039%, 0.0068%, and 0.0169% per day for LDPE; 0.0017%, 0.0026%, 0.0162% per day for PP; and 0.001%, 0.002%, dan 0.0196% per day for aluminium foil. Water content at storage 200C dan 300C increased by 0.0127% dan 0.0249% per day for LDPE; 0.0115% and 0.0224% per day for PP; 0.0119%, 0.0126%, and at storage 400C increased by 0.0071% per day for aluminium foil. Water content at storage 400C decreased by 0.037% per day for LDPE dan PP. Volatil oil content of dehydrated green pepper at storage temperature of 20°C, 300C, 400C decreased by 0.0013%, 0.0014%, 0.0019% per day for LDPE; 0.0010%, 0.0012%, 0.0017% per day for PP; and 0.0004%, 0.0008%, 0.0009% per day respectively for aluminium foil. pH of dehydrated green pepper at storage temperature of 20°C, 300C, 400C decreased by 0.0001%, 0.0005%, 0.0002% per day for LDPE; 0.0002%, 0.0002%, 0.0001% per day for PP; and 0.00001%, 0.0001%, 0.0004% per day for aluminium foil. Based on a* value parameter with its critical point of +2.79, shelf life of dehydrated green pepper is 36 months 8 days (200C), 17 months 3 days (300C), 8 months 15 days (400C) for LDPE; 104 months 24 days (200C), 32 months 23 days (300C), 11 months 3 days (400C) for PP; 182 months 18 days (200C), 38 months 24 days (300C), 9 months 3 days (400C) for aluminium foil Thereby, the best packaging to maintain the quality of dehydrated green pepper is aluminium foil.
7
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikamat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menuliskannya dalam bentuk skripsi. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan kepercayaan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan saran, bimbingan, dan arahan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Ir. Nanan Nurdjannah selaku pembimbing II yang telah memberikan saran, bimbingan, dan arahan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 4. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis. 5. Pak Tatang, Pak Adom, Pak Yudi, Pak Anto, Pak Tri, dan seluruh staff BBPP Pascapanen Pertanian yang telah memberikan bantuan selama penelitian. 6. Suharlistiyono yang selalu memberi dukungan dan kepercayaan kepada penulis. 7. Teman satu bimbingan, Dhinarana Tama dan Rachel Arahma atas kebersamaan dan perjuangan kita. 8. Sahabat-sahabatku Dhina, Ika, Diar, Asih, Agung, Ipul, Desty, Dewi, Neila, Becky, Ismi, Ratih, Endah serta teman-teman TIN 42 atas dukungan, kebersamaan dan persahabatannya. 9. Terakhir kepada semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak mendukung penulis selama ini.
8
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amin.
Bogor,
Maret 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
iii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
v
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
ix
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………….
1
A. Latar Belakang ………………………………………………………
1
B. Tujuan ……………………………………………………………….
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….
3
A. Tanaman Lada …………………………………………………….
3
B. Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Lada …………………………...
5
1. Sifat Fisik Lada ………………………………………………..
5
2. Komposisi Kimia Lada ………………………………………..
5
C. Lada Hijau Kering dan Pengolahannya …………………………… 6 D. Degradasi Warna Hijau ………..…………………………………..
9
E. Pengemasan ………………………………………………………..
12
1. Fungsi dan Peranan Kemasan…………………………………
12
2. Jenis-jenis Kemasan …………………………………………..
12
F. Pendugaan Umur Simpan ……….…………………………………
15
1. Reaksi orde 1 …………………………………………………..
16
2. Reaksi orde 2 ………………………………………………….
17
3. Model Arrhenius ………………………………………………
18
III. METODOLOGI ………………………………………………………..
19
A. Bahan dan Alat ……………………………………………… …….
19
B. Waktu dan Tempat Penelitian …………..………………………….
19
C. Metodologi Penelitian….…………………………………………...
19
1. Persiapan Sampel ………………………………………………
19
2. Analisa Awal Terhadap Produk ………………………………..
19
3. Simulasi Penyimpanan………………………………………….
20
10
4. Penentuan Parameter Kritis …………………………………….
20
5. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius ………….
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………
22
A. Karakteristik Lada Hijau Kering dan Kemasan ……………………
22
1. Karakteristik Lada Hijau Kering ……………………………….
22
2. Karakteristik Kemasan …………………………………………
23
B. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan …………………………….
24
1. Warna …………………………………………………………..
24
2. Kadar Air ……………………………………………………….
28
3. Kadar Minyak Atsiri……………………………………………
31
4. pH ………………………………………………………………
35
5. Evaluasi Sensori ………………………………………………..
37
C. Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering………………………
45
1. Penentuan Orde Reaksi…………………………………………
45
2. Penentuan Parameter Kritis dan Titik Kritis……………………
46
3. Perhitungan Umur Simpan Lada Hijau Kering…………………
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
60
A. Kesimpulan…………………………………………………………
60
B. Saran ………………………………………………………………..
61
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
62
LAMPIRAN…………………………………………………………………
66
11
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat fisik buah lada pada 3 varietas utama ……………………..
5
Tabel 2. Komposisi kimia lada hijau………………………………………
5
Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak atsiri lada ……………………………..
6
Tabel 4. Karakteristik lada hijau kering di pasar ………………………….
9
Tabel 5. Karakteristik awal lada hijau kering …………………………..…
22
Tabel 6. Hasil uji karakteristik kemasan ………………………………….
24
Tabel 7. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap warna ……………
38
Tabel 8. Analisis statistik uji hedonik terhadap warna ……………………
39
Tabel 9. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap rasa………………
40
Tabel 10. Analisis statistik uji hedonik terhadap rasa………………………
41
Tabel 11. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap aroma……………
42
Tabel 12. Analisis statistik uji hedonik terhadap aroma ……………………
43
Tabel 13. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap penerimaan umum.. 44 Tabel 14. Analisis statistik uji hedonik terhadap penerimaan umum……….
44
Tabel 15. Orde Reaksi………………………………………………………
46
Tabel 16. Nilai T, 1/T, k, dan ln k parameter warna dalam kemasan LDPE..
48
Tabel 17. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter warna dalam kemasan LDPE …………………………………………………..
49
Tabel 18. Nilai T, 1/T, k, dan ln k parameter warna dalam kemasan PP…… 50 Tabel 19. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter warna dalam kemasan PP ………………………………………………………
51
Tabel 20. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter warna kemasan Aluminium foil…………………………………………………… 52 Tabel 21. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter warna dalam kemasan Aluminium foil…………………………………………
52
Tabel 22. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE ………………………………………………….. 54 Tabel 23. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE……………………………………… 54 Tabel 24. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan PP………………………………………………………. 55 Tabel 25. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter kadar minyak 12
atsiri pada kemasan PP…………………………………………… 56 Tabel 26. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan Aluminium foil………………………………………… 57 Tabel 27. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan Aluminium foil …………………………… 58 Tabel 28. Rekapitulasi umur simpan lada hijau kering……………………..
59
13
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Tanaman Lada dan bagian-bagiannya ………………………
4
Gambar 2.
Lada hijau kering di pasaran …………………………………
6
Gambar 3.
Diagram alir pembuatan lada hijau kering ……………………
8
Gambar 4.
Reaksi hidroksilasi monofenol ………………………………
10
Gambar 5.
Reaksi oksidasi difenol ……………………………………….
10
Gambar 6.
Mekanisme degradasi klorofil………………………………… 11
Gambar 7.
Diagram alir penelitian ………………………………………..
21
Gambar 8.
Grafik nilai a* dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan…………………………
25
Grafik nilai a* dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan…………………………
25
Gambar 10. Grafik nilai a* dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan …………………..
25
Gambar 11. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan…………
29
Gambar 12. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan…………
29
Gambar 13. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan…..
29
Gambar 14. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE pada berbagai suhu dan lama penyimpanan …………………..
32
Gambar 15. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan PP pada berbagai suhu dan lama penyimpanan …………………..
32
Gambar 9.
Gambar 16. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan Aluminium foil pada berbagai suhu dan lama penyimpanan…. 33 Gambar 17. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan LDPE pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ………………………
35
Gambar 18. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan PP pada berbagai suhu dan lama penyimpanan…………………………………..
36
Gambar 19. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan Aluminium foil pada berbagai suhu dan lama penyimpanan …………………..
36
Gambar 20. Regresi linier perubahan nilai a* lada hijau kering dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu dan lama penyimpanan…
48
Gambar 21. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam 14
kemasan LDPE ……………………………………………….
48
Gambar 22. Regresi linier perubahan nilai a* lada hijau kering dalam kemasan PP pada beberapa suhu dan lama penyimpanan …….
50
Gambar 23. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam kemasan PP ……………………………………………..........
50
Gambar 24. Regresi linier perubahan nilai a* lada hijau kering dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu dan lama penyimpanan ………………………………………………….
51
Gambar 25. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam kemasan aluminium foil ………………………………………
52
Gambar 26. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri lada hijau kering dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu dan lama penyimpanan …………………………………………………. 53 Gambar 27. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE …………………………………..
54
Gambar 28. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri lada hijau kering dalam kemasan PP pada beberapa suhu dan lama penyimpanan …………………………………………………. 55 Gambar 29. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan PP………………………………………
56
Gambar 30. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri lada hijau kering dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu dan lama penyimpanan ………………………………………. 57 Gambar 31. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan aluminium foil…………………
57
15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa ………………………………………………
66
Lampiran 2. Hasil analisis parameter nilai a* produk lada hijau kering
...
69
…………
73
Lampiran 3. Hasil analisis kadar air produk lada hijau kering
Lampiran 4. Hasil analisis parameter kadar minyak atsiri produk lada hijau kering …………………………………………………..
74
Lampiran 5. Hasil analisis pH produk lada hijau kering …………………
75
16
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah yang terpenting dan tertua di dunia (Ketaren, 1985). Indonesia merupakan negara penghasil lada utama dunia yang 90% produksinya ditujukan untuk ekspor. Pada tahun 2000, produksi lada Indonesia mencapai 69.087 ton. Volume ekspor tersebut tercatat paling tinggi di antara negara-negara penghasil lada lainnya. Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya produksi dan ekspor Indonesia terus mengalami penurunan. Pada tahun 2007, produksi lada nasional hanya mencapai 48.000 ton dengan ekspor sebesar 32.500 ton (IPC, 2008). Penurunan ekspor lada Indonesia, selain disebabkan oleh fluktuasi produksi lada nasional, disebabkan pula oleh munculnya negara baru pengekspor lada seperti Vietnam. Sejak tahun 2001, Vietnam telah mengambil alih pangsa pasar lada dunia yang sebelumnya didominasi oleh Indonesia, Brasil, dan India. Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-3 pengekspor lada dunia setelah Vietnam dan India (IPC, 2008). Di pasar internasional selain lada putih dan lada hitam, dikenal produk lada yang lain seperti lada hijau, lada pink, oleoresin lada, dan minyak lada kering (Purseglove et al., 1981). Lada yang dikonsumsi di Indonesia hingga saat ini masih berupa lada hitam dan lada putih dalam bentuk utuh atau bubuk. Salah satu bentuk diversifikasi lada yang potensial untuk dikembangkan adalah lada hijau. Lada hijau ada dua macam yaitu lada hijau kering dan lada hijau dalam larutan garam yang dikemas dalam kaleng maupun botol. Menurut Djubaedah et al. (2004), keunggulan yang dimiliki lada hijau adalah flavornya yang khas serta warna penampakannya yang hijau alami. Hal ini berbeda dengan lada putih dan hitam yang memerlukan perlakuan khusus untuk memperoleh warna tersebut. Selain itu, nilai ekonomi harga lada hijau kering lebih tinggi jika dibandingkan dengan lada hitam dan putih. Pangsa pasar lada hijau baru sekitar 1.16% dari total produksi lada
17
dunia. Harga lada hijau kering jauh lebih tinggi (US$ 7.34/kg) dibanding lada hitam (US$ 3.51/kg) dan lada putih (US$ 6.49/kg) (Nurdjannah, 1996). Penelitian terhadap proses pembuatan lada hijau kering telah banyak dilakukan. Akan tetapi pada kenyataannya warna hijau selalu pudar atau menjadi cokelat dalam proses dan atau waktu penyimpanan (Djubaedah et al., 2004). Reaksi pencokelatan selama proses pengolahan dapat diantisipasi dengan blanching serta perendaman dalam larutan anti browning sedangkan pencokelatan selama penyimpanan dapat dipertahankan melalui pengemasan dan penyimpanan yang tepat. Kemasan yang sering digunakan untuk mengemas produk kering adalah plastik karena harganya terjangkau, praktis, serta mudah dibentuk. Bahan kemasan lain yang sering digunakan untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan terhadap gas dan cahaya adalah aluminium foil. Pengemasan dan penyimpanan merupakan faktor penting yang akan berpengaruh pada umur simpan produk. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat dapat memperpanjang umur simpan produk tersebut. Pendugaan umur simpan lada hijau kering sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu cara pendugaan umur simpan produk kering yang cepat namun cukup akurat adalah melalui akselerasi dengan menggunakan pendekatan metode Arrhenius. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu lada hijau kering selama penyimpanan; melakukan pendugaan umur simpan produk lada hijau kering berdasarkan parameter kritisnya dengan menggunakan metode Arrhenius;
serta
menentukan
jenis
kemasan
yang
terbaik
untuk
memperpanjang umur simpan produk ini.
18
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Lada Tanaman lada (Piper ningrum L.) merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang tergolong ke dalam famili Piperaceae. Hasil utama dari tanaman lada adalah buah yang berbentuk bulat dengan garis tengah 4 – 6 mm. Buah lada melekat pada tandan malai yang panjangnya 5 – 15 cm dan setiap tandan terdiri atas 50 – 60 butir buah. Kulit buah lada yang masih muda berwarna hijau, lalu berubah menjadi kuning kemerah-merahan dan merah jika telah masak serta menjadi hitam jika buahnya kering. Biji tanpa kulit buah mempunyai garis tengah 3 – 4 mm (Purseglove et al., 1981). Bentuk tanaman lada dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Nuryani (1996), klasifikasi lada selengkapnya adalah : Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Species
: Piper ningrum L.
Pemanenan lada dapat didasarkan atas tingkat kematangannya. Tingkat kematangan buah lada ada tiga, yaitu matang susu, matang penuh, dan matang petik. Menurut Laksmanahardja dan Mulyono (1986), buah lada matang susu adalah buah yang berwarna hijau dan bila dipijit akan keluar cairan seperti susu. Buah lada matang penuh adalah buah yang berwarna hijau tua dan tidak pecah, serta disebut juga matang petik untuk lada hitam. Buah lada matang petik adalah buah yang sebagian berwarna kuning atau merah, yang disebut juga sebagai matang petik untuk lada putih. Menurut Syakir (1996), untuk keperluan lada hijau, buah lada dipanen sekitar 4 – 5 bulan sesudah pembungaan, cirinya adalah teksturnya yang masih cukup keras, dan berwarna hijau. Lada hitam dipanen sekitar 7 – 8 bulan setelah pembungaan, cirinya adalah apabila butir-butir buah mencapai ukuran normal, cukup keras sehingga sukar dihancurkan dengan tangan dan 19
berwarna hijau tua sedangkan lada putih dipanen sekitar 8 – 9 bulan setelah pembungaan, saat butir-butir lada berwarna hijau kekuningan hingga kemerahan. Biasanya apabila dalam sebuah tandan terdapat 1-2 butir lada berwarna kuning maka tandan tersebut sudah dapat dipetik.
Keterangan a. b. c. d.
ranting plagiotrop yang berbuah malai bunga sempurna penampang bunga lada yang sempurna e. buah lada muda yang mongering f. bunga lada dengan putiknya
g. kepala putik bunga lada h. dasar bunga lada dengan putiknya i. buah lada yang membesar j. penampang buah lada
Gambar 1. Tanaman lada dan bagian-bagiannya (Purseglove et al., 1981).
20
B. Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Lada 1. Sifat Fisik Sifat fisik lada berbeda untuk tiap varietas tanaman lada. Di Indonesia dikembangkan 3 varietas utama yaitu varietas Jambi atau Lampung, varietas Bulok Belantung, dan varietas Muntok atau Bangka. Ciri-ciri fisik buah lada tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Fisik Buah Lada Pada 3 Varietas Utama Varietas Parameter Jambi / Bulok Bangka Lampung Belantung Bentuk Bulat telur Lonjong besar Telur terbalik Warna Hijau tua Hijau muda Hijau Stadia pembuahan 1-2 stadium 2-3 stadium 2-3 stadium Masa pembuahan Lama Cepat Sedang Kulit buah Tebal Tipis Sangat tipis Biji
Kecil
Besar
Sedang
(Puslitbang Tanaman Industri, 1973)
2. Komposisi Kimia Lada Menurut Purseglove et al. (1981), buah lada memiliki kandungan sebagai berikut : minyak menguap, alkaloid, resin, protein, selulosa, pati, mineral, dan lain-lain. Secara umum komposisi lada hijau kering lebih menyerupai lada hitam. Buah lada hijau segar mempunyai komposisi kimia seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Lada Hijau Segar Karakteristik Presentase (%) Air 61.13 – 83.96 Abu 0.91 – 1.61 Minyak Atsiri 1.2 – 2.4 Piperin dan resin 7.4 – 10.7 Pati 2.56 – 15.30 Serat kasar 4.0 – 4.6 Albumin 2.89 – 4.01 (Pruthi et al., 1976) Menurut Purseglove et al. (1981), baik minyak atsiri dan minyak yang tidak menguap berkontribusi pada organoleptik rempah lada. Bau dan flavor ditentukan dari komposisi minyak atsiri, sedangkan 66
karakteristik pedas dihasilkan dari alkaloid yang tidak menguap, terutama piperine. Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak lada 0.873 – 0.916 Bobot jenis pada 150C 0 1.480 – 1.499 Putaran optic pada 20 C 1.1 Bilangan asam 0.5 – 6.5 Bilangan ester 1.2 – 22.4 Bilangan ester setelah asetilasi - larut pada volume 10 – 15 pada Kelarutan alkohol 90 persen - larut pada 3 – 10 volume pada alkohol 95 persen Positif Uji phellandrene Guenther (1952) dalam Ketaren (1985) Menurut Guenther (1987), piperin merupakan senyawa alkaloid yang mempunyai rumus molekul C17H10NO3. Senyawa ini berbentuk kristal dengan titik cair 1290 – 1300 C dan merupakan amida, sedikit larut dalam air, akan tetapi mudah larut dalam alkohol (6.1 g/100 ml alkohol).
C. Lada Hijau Kering dan Pengolahannya Lada hijau diolah dari buah lada (Piper ningrum L.) yang masih muda. Produk lada hijau sudah lama dikenal di pasaran Eropa seperti Jerman, Belgia, Perancis, Finlandia, Swiss, dan Swedia, sekarang telah dikenal di pasaran Amerika Serikat, Jerman, dan Timur Tengah. Produsen lada hijau di dunia adalah Madagaskar, India, dan Brasil. Lada hijau ini mempunyai flavor yang khas, warna dan penampakannya alami sehingga di dalam hidangan makanan selain berfungsi sebagai saus rempah juga berfungsi sebagai hiasan (garnishing spice) (Risfaheri dan Laksmanahardja, 1992).
Gambar 2. Lada hijau kering di pasaran.
67
Menurut Hidayat dan Risfaheri (1994), buah lada yang telah dipanen harus segera diolah. Buah lada yang langsung diolah dalam waktu tidak lebih dari 3 – 4 jam setelah pemanenan dapat menghasilkan lada hijau dengan mutu baik. Salim et al. (1984), merekomendasikan buah lada yang masih muda lebih cocok untuk pembuatan lada hijau, karena kadar patinya rendah dan tidak terjadi kerusakan kulit buah selama pengolahan. Menurut Nurdjannah (1996), lada hijau kering dibuat dari buah lada yang belum matang (slightly immature). Ciri-ciri buah lada pada tingkat umur ini adalah warna buahnya hijau terang, buah dapat dilumatkan dengan tangan, endocarp tidak sempurna tetapi bila ditekan tidak keluar cairan seperti susu. Biasanya buah lada pada tingkat umur ini tidak terlalu pedas dan buahnya bisa tetap utuh pada waktu diolah. Menurut Pruthi et al. (1980), lada hijau dihasilkan dari buah lada yang matang susu, yaitu buah lada yang masih berwarna hijau. Beberapa kebaikan dari tingkat kematangan seperti ini adalah komponen volatile dan komponen non-volatilenya lebih besar dari pada yang telah masak. Hal lainnya adalah kadar pati yang masih kecil serta belum terbentuknya lapisan mesocarp yang sangat keras. Selain itu dijelaskan pula oleh Pruthi (1992), untuk mendapatkan lada hijau kering yang bermutu baik buah lada harus dalam kondisi segar, agak muda, warna hijau agak gelap, dan cukup keras. Varietas lada berpengaruh terhadap mutu produk akhir. Menurut Purseglove et al. (1981), enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi browning di dalam proses pembuatan lada hijau kering, dinonaktifkan terlebih dahulu melalui proses blanching dan perlakuan dengan sulphur dioksida, kemudian buah lada dikeringkan. Proses pembuatan lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 3.
68
Buah lada dan tangkai
Perontokan
tangkai Buah Lada Sortasi
Blanching dalam air mendidih
Perendaman dalam larutan anti browning
Penirisan
Pengeringan
Pengemasan
Lada hijau kering
Gambar 3. Diagram alir pembuatan lada hijau kering. Mutu lada hijau kering dipengaruhi oleh mutu bahan baku, perlakuan pendahuluan sebelum pengeringan, dan metoda pengeringan (Pruthi, 1992). Lada hijau kering yang bermutu baik ditandai oleh warnanya yang hijau alami, bentuk relatif utuh, aroma dan rasa mendekati aslinya, bebas dari kontaminasi kotoran dan mikroorganisme. Warna merupakan parameter mutu yang penting pada lada hijau kering karena menentukan kesan awal penerimaan produk oleh konsumen. Kadar air dan kadar minyak atsiri lada hijau kering memiliki nilai kritis yang harus dipenuhi. Kadar minyak dan
69
piperin merupakan komponen kimia yang memberikan kontribusi terhadap rasa dan aroma lada hijau (Mathew, 1993). Karakteristik lada hijau kering di pasar meliputi beberapa hal, yaitu warna, kadar air, kadar minyak atsiri, dan bulk density. Karakteristik lada hijau kering di pasar disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik lada hijau kering di pasar Parameter Nilai Warna (+2,79)2 Kadar air Max 12 % 1 Kadar minyak atsiri Min 3 % 1 250 – 400 g/l 1 Bulk density 1 Nature’s PIC, 2 Borneo product’s (www.alibaba.com)
D. Degradasi Warna Hijau Degaradasi warna hijau dapat disebabkan oleh reaksi browning. Menurut Meyer (1982), pencokelatan enzimatis berlangsung pada bagian tanaman yang terluka baik memar, terpotong, beku, atau karena penyakit. Prinsip reaksi ini adalah oksidasi fenol atau polifenol oleh enzim. Enzim yang berbeda dapat mengkatalis oksidasi fenol dan turunannya dengan oksigen dari udara. Enzim ini disebut “fenol oksidase” atau fenolase. Eskin et al. (1971), menyatakan pemetikan saat pemanenan sangat memungkinkan terjadinya luka atau memar. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis yang terlihat sebagai gejala penampakan perubahan warna menjadi gelap. Enzim yang diketahui bertanggung jawab dalam proses pencokelatan enzimatik adalah fenolase (odifenol : oksigen oksireduktase, EC 1.1.3.1). Menurut
Winarno
(1992),
senyawa
fenolik
dengan
jenis
orthodihidroksi dan trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencokelatan. Proses pencokelatan enzimatis memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dapat mengkatalis oksidasioksidasi dalam proses pencokelatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolse, atau polifenolase; masing-masing bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu. 70
Menurut Eskin et al. (1971), kompleks fenolase dapat dibedakan menjadi dua macam reaksi yaitu, fenol hidroksilase atau kreolase dengan substat monofenol dan polifenol oksidase atau katekolase dengan substrat difenol. Masing-masing reaksi akan mengakibatkan pencokelatan pada lada. Kreolase mengkatalis monofenol melalui reaksi hidroksilasi menjadi difenol dengan penambahan gugus hidroksil pada posisi othonya (Gambar 4). Reaksi pada oksidasi monofenol adalah reaksi yang berjalan lambat karena harus mengalami reaksi hidroksilasi sebelum terjadi reaksi oksidasi. Katekolase mengkatalis difenol melalui reaksi oksidasi menjadi bentuk kuinon dengan penghilangan
hidrogen
(Gambar
5).
Kuinon
yang
terbentuk
akan
terpolimerisasi menjadi melanin yang berwarna cokelat. OH
OH +[O]
OH
kreolase monofenol
difenol
Gambar 4. Reaksi hidroksilasi monofenol (Eskin et al., 1971). OH
O OH
O -2H
+ H2O
katekolase kuinol
kuinon
Gambar 5. Reaksi oksidasi difenol (Eskin et al., 1971). Menurut Variar et al. (1988), enzim alami yang diambil dari lada hijau berhasil mengkatalis substrat 4-metil catechol, reaksi oksidasi tersebut aktif pada rentang pH 3 – 8,5 dan optimum pada pH 7. Enzim polifenoloksidase pada lada lebih banyak terdapat pada bagian kulit dibandingkan pada bagian daging buah. Hal tersebut ditujukan dari aktivitas spesifik enzim pada bagian kulit lima kali lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging buah. Menurut Alains et al. (1991), hilangnya warna hijau akibat reaksi pencokelatan enzimatik disebabkan karena rusaknya struktur klorofil.
71
Klorofil juga akan mengalami degradasi akibat perlakuan panas maupun pengasaman. Rusaknya struktur pada klorofil tersebut dikarenakan hilangnya ion Mg sehingga terjadi perubahan senyawa klorofil menjadi senyawa feopitin atau feoporbid (Gambar 6). Winarno (1973) menambahkan, klorofil mempunyai sifat yang sangat labil. Dalam asam lemah, ion Mg dalam klorofil akan disubstitusikan dengan ion H. Hal ini akan menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau menjadi warna cokelat, yaitu warna dari pheophytin. klorofil (hijau)
- fitol
klorofilid (hijau)
klorofilase - Mg
feopitin (hijau kecokelatan)
- Mg
- fitol
feoporbid (cokelat)
Gambar 6. Mekanisme degradasi klorofil (Alanis et al., 1991). Pencegahan reaksi pencokelatan enzimatis dapat dilakukan dengan penambahan sulfit, penghilangan oksigen, metilasi substrat fenolse, dan penambahan asam. Reaksi pencokelatan enzimatis dapat dihambat dengan mengurangi oksigen, salah satu caranya yang efektif adalah dengan perendaman (Eskin et al., 1971). Melalui dehidrasi, enzim yang bekerja normal dalam reaksi pencoklatan (browning) dibuat tidak aktif melalui proses blanching dengan SO2 dan selanjutnya didehidrasi (Purseglove et al., 1981). Blanching adalah pemanasan pendahuluan biasanya pada suhu 820 – 930C selama 3 – 5 menit, yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran terutama untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut (Winarno et al., 1980).
72
E. Pengemasan 1. Fungsi dan Peranan Kemasan Menurut Syarief dan Irawati (1988), kemasan berfungsi sebagai : (1) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi; (2) memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan; (3) untuk menambah daya tarik produk. Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah, atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (pathogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Bugusu, 2007).
2. Jenis-jenis Kemasan Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain di antaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa, dan mengurangi biaya transportasi (Saccharow dan Griffin, 1970). Menurut Syarief dan Halid (1993), penggunaan plastik untuk kemasan
bahan
pangan
sangat
menarik
karena
sifat-sifatnya
menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah dari logam dan mudah dalam penanganannya. a. Polietilen (PE) Polietilen (PE) adalah polimerisasi dari etilen yang berupa padatan yang jernih, dan dalam bentuk film bersifat transparan. Dengan
73
pemanasan, PE akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 1100C. Salah satu sifat yang paling penting adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. PE juga bersifat thermoplastik sehingga mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Saccharow dan Griffin, 1970). Menurut Syarief et al. (1989), berdasarkan densitasnya, PE dibagi atas : a) Polietilen Densitas Rendah (LDPE : Low Density Polyethylene). Dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Paling banyak banyak digunakan untuk kantung, mudah dikelim, dan sangat murah; b) Polietilen Densitas Menengah (MDPE : Medium Density Polyethylene). Lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu lebih tinggi daripada LDPE; c) Polietilen Densitas Tinggi (HDPE : High Density Polyethylene). Dihasilkan pada proses dengan suhu dan tekanan rendah (50 – 700C), 10 atm. Paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (1200C) sehingga dapat digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi. LDPE memiliki kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang baik, tahan panas hingga 600C. Walaupun LDPE memiliki perlindungan yang baik bagi air dan uap air, LDPE tidak baik dalam memberikan perlindungan terhadap gas. LDPE memiliki daya tahan yang baik terhadap bahan kimia seperti asam, alkali, dan larutan anorganik, tetapi LDPE sensitif terhadap hidrokarbon dan halogenasi hidrokarbon, minyak, dan lemak (Robertson, 1993). b. Polipropilen (PP) Polipropilen (PP) sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa. PP lebih kaku dan ringan daripada PE, daya tembus terhadap uap airnya rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi dan cukup mengkilap (Syarief et al., 1989). Beberapa sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et al. (1989) antara lain : 1. Ringan (densitas 0.9 g/cm3) dan mudah dibentuk. 74
2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polietilen dan tidak bisa digunakan untuk kemasan beku karena rapuh pada suhu -300C. 3. Lebih kaku daripada polietilen dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan distribusi. 4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi. 5. Tahan terhadap suhu tinggi (1500C), sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi. 6. Titik lebur tinggi sehingga tidak bisa dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Pada suhu tinggi mengeluarkan benangbenang plastik. 7. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl. 8. Pada suhu tinggi polipropilen dapat bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpektin, dan asam nitrat kuat. c. Aluminium Foil Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifatsifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foilplastik (Syarief et al., 1989). Ketebalan aluminium foil menentukan sifat perlindungannya. Aluminium foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat aluminium foil yang lebih tipis dapat diperbarui dengan memberi lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). Aluminium foil tidak dapat dilalui gas dan uap air dengan ketebalan lebih dari 25.4 µm, tetapi dapat dilalui pada ketebalan yang lebih rendah (Robertson, 1993). 75
F. Pendugaan Umur Simpan Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi, dan abrasi (Arpah, 2001). Tingkat
deteriorasi
dipengaruhi
oleh
lamanya
penyimpanan,
sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor instrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi dalam produk berupa reaksi kimia, rekasi enzimatis, atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas di sekeliling (Arpah, 2001). Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut : 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisasi berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya kimia internal dan fisik. 2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya. 3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode Extended Storage Studies (ESS) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut maka digunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga 76
produk dapat lebih cepat rusak dan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000). Metode akselerasi
pada dasarnya adalah metode kinetik yang
disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitain akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : 1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa dan 2) Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan. 1. Reaksi Orde Nol Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol mencakup reaksi keruzakan enzimatis, pencokelatan enzimatis, dan oksidasi lemak. Menurut Labuza (1982), berbagai literatur tentang pangan mengasumsikan bahwa nilai n=0. Asumsi ini disebut skema reaksi orde nol, yang berimplikasi bahwa kecepatan kerusakan berlangsung pada suhu dan aw yang konstan seperti digambarkan pada persamaan berikut :
=k Persamaan di atas menyebutkan bahwa persen kehilangan umur simpan per hari berlangsung konstan pada beberapa suhu yang konstan. Secara matematika, bila persamaan tersebut diintegralkan menjadi kemudian
A = Ao - k
atau
A e = Ao – k
s
Ao = nilai mutu awal A = jumlah yang tertinggal setelah waktu Ae = nilai dari A pada akhir dari umur simpan (dapat bernilai nol atau nilai lain) s=
umur simpan dalam hari, bulan, tahun, atau lainnya.
77
Maka untuk menghitung umur simpan dengan menggunakan persamaan orde nol dapat dilakukan dengan persamaan :
= 2. Reaksi Orde Satu Menurut Labuza (1982), umur simpan pada beberapa kasus tidak mengikuti degradasi dengan kecepatan konstan yang sederhana. Pada kenyataannya, nilai n dapat berubah untuk beberapa reaksi dari nol sampai ke beberapa nilai fraksional atau lebih dari 2. Banyak dari kerusakan bahan pangan tidak mengikuti reaksi orde nol, tetapi mengikuti pola dimana n=1, yang menunjukkan suatu penurunan eksponensial kecepatan kerusakan sebagai penurunan mutu. Hal ini bukan berarti bahwa umur simpan makanan yang mengikuti skema ini lebih panjang dibanding dengan kecepatan konstan, karena nilai k berbeda. Persamaan matematik untuk reaksi orde satu adalah :
= kA1 =ln
=-k
ln
=-k
s
A = jumlah yang tertinggal pada waktu AE = jumlah yang tertinggal pada akhir umur simpan
s
bukan 0
k = kecepatan konstan dalam unit yang berbanding terbalik dengan waktu Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti orde satu adalah 1. Ketengikan (seperti pada minyak salad atau sayuran kering). 2. Pertumbuhan mikroba (daging segar dan ikan) dan kematian (heat treatment). 3. Produksi off-flavor oleh mikroba, seperti pada daging, ikan, dan unggas. 4. Kerusakan vitamin (makanan kaleng dan kering). 5. Kerusakan mutu protein (makanan kering). 78
3. Model Arrhenius Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan. Asumsi yang digunakan untuk menggunakan model Arrhenius ini adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu. Proses perubahan mutu tidak dianggap sebagai akibat dari proses – proses yang terjadi sebelumnya, suhu selama penyimpanan dianggap tetap atau konstan (Syarief dan Halid, 1993). Pengaruh suhu dalam suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius, seperti di bawah ini : k = ko
⁄
k = konstanta kecepatan reaksi ko = konstanta pre-eksponensial Ea = energi aktivasi (kal/mol) R = konstanta gas 1.986 (kal/mol) T = suhu (
273)
Persamaan di atas diubah menjadi : ln k = ln ko -
x
79
III. METODOLOGI PENELITIAN I.
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah lada yang berasal dari Lampung. Lada yang telah matang susu dan berumur 5 bulan, dirontokkan buahnya kemudian disortir. Lada tersebut selanjutnya diproses dengan blanching dalam air mendidih selama 15 menit, direndam dalam zat anti-browning (asam sitrat 2% selama 30 menit) dan dikeringkan dalam oven. Selain lada hijau kering, pada penelitian ini juga digunakan berbagai jenis kemasan antara lain plastik polietilen (LDPE), polipropilen (PP), dan aluminium foil. Bahan pendukung yang digunakan untuk analisis adalah toluene dan aquades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat untuk penyimpanan dan untuk analisis. Peralatan untuk penyimpanan berupa inkubator dan keranjang plastik sebagai wadah penyimpanan pada rak. Peralatan untuk analisis terdiri dari chromameter merk Minolta CR 300, timbangan analitik, pHmeter, tabung destilasi minyak, tabung destilasi air, sealer, gelas ukur, kondensor, hot plate, pipet ukur, dan blender.
II.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2009 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
III.
Metode Penelitian I.
Persiapan Sampel Persiapan sampel dilakukan melalui sortasi bahan. Lada hijau kering dipilih yang berbentuk bulat utuh, berwarna hijau dengan ukuran yang seragam, dan bebas dari campuran benda asing.
II.
Analisa Awal Terhadap Produk Pada awal penelitian dilakukan analisa terhadap produk yang akan diuji antara lain kadar air, warna, derajat keasaman (pH), dan kadar minyak atsiri. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1.
80
III.
Simulasi Penyimpanan a. Kondisi Penyimpanan Lada hijau kering yang telah ditimbang seberat 300 gram dikemas dalam plastik polietilen (LDPE), polipropilen (PP), dan aluminium foil. Masing – masing perlakuan kemudian disimpan pada suhu 200C (di dalam ruangan ber-AC), 300C (suhu ruang), dan 400C (di dalam inkubator). Penyimpanan dilakukan selama 4 bulan dengan periode analisis tiap 2 minggu. b. Parameter yang diamati Parameter yang diamati dalam pendugaan umur simpan lada hijau kering meliputi warna (nilai a*), kadar air, kadar minyak atsiri, dan pH. Analisis dilakukan dengan 3 kali ulangan. Selain itu, dilakukan pula uji organoleptik dengan metode scoring terhadap warna, rasa, aroma, dan penerimaan umum. Pengolahan data evaluasi sensori dilakukan dengan penilaian terhadap modus dan median serta analisis statistik nonparametrik dari skor yang telah diberikan oleh panelis. Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 7.
IV.
Penentuan Parameter Kritis Penentuan parameter kritis mutu lada hijau kering didasarkan pada perubahan mutu produk selama penyimpanan. Parameter mutu yang digunakan meliputi kadar air, kadar minyak atsiri, warna lada hijau kering, dan pH. Pemilihan parameter kritis didasarkan pada parameter mutu yang menjadi ciri khas lada hijau kering dan yang paling cepat menyebabkan kerusakan produk.
V.
Pendugaan Umur Simpan Dengan Metode Arrhenius Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius hanya menggunakan satu parameter saja dan diasumsikan tidak terjadi perubahan pada parameter-parameter lainnya. Selain itu suhu penyimpanan tetap atau dijaga tetap. Penentuan kemasan terbaik didasarkan pada jenis kemasan yang memberikan umur simpan terpanjang bagi produk lada hijau kering. Tahapan penentuan umur simpan dalam penelitian ini adalah :
81
a. Memplot data hasil analisis dengan waktu penyimpanan pada orde 0 (persamaan linier) dan orde 1 (persamaan eksponensial). b. Memilih orde reaksi yang akan digunakan berdasarkan nilai R2 terbesar dari persamaan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. c. Mentabulasikan nilai parameter persamaan Arrhenius : k, ln k, dan 1/T (K) dan memplotkannya dengan ln k sebagai variabel sumbu y dan 1/T sebagai variabel sumbu x. d. Menentukan nilai ko dan k masing – masing suhu penyimpanan dengan bantuan persamaan Arrhenius. ln k = ln ko -
x
e. Menghitung umur simpan. Bahan baku (lada hijau kering)
Analisis awal produk lada hijau meliputi : - kadar air - kadar minyak atsiri - warna (nilai a*) - pH
Simulasi Pendugaan Umur Simpan Kemasan : LDPE, PP, Aluminium foil Suhu Penyimpanan : 200C, 300C, 400C Ulangan : 3 kali Analisis sampel : per 2 minggu Titik pengujian : 8 titik Parameter yang diamati : 1. warna (nilai a*) - kadar air 2. kadar minyak atsiri - pH 3. evaluasi sensori
Pendugaan Umur Simpan (Metode Arrhenius)
Pemilihan Kemasan Terbaik
Gambar 7. Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan lada hijau kering.
82
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Lada Hijau Kering dan Kemasan 1. Karakteristik Lada Hijau Kering Lada hijau kering memiliki karakteristik yang khas antara lain bentuknya berupa butiran – butiran bulat kecil berwarna hijau alami yang menarik, memiliki aroma khas, serta rasa pedas seperti yang dimiliki oleh jenis lada-lada lain yaitu lada hitam dan lada putih. Aromanya yang tajam dapat menyebabkan bersin bagi sebagian orang. Karakteristik lada hijau kering perlu diuji sebelum dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik awalnya. Karakteristik yang diuji pada lada hijau kering meliputi kadar air, kadar minyak atsiri, warna, dan pH (keasaman lada). Uji awal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan awal produk sebelum disimpan sehingga dapat dilakukan pendugaan umur simpan melalui identifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi selama penyimpanan pada produk tersebut. Hasil karakteristik awal lada hijau kering disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik awal lada hijau kering Karakteristik Warna (a*) Kadar air Kadar minyak atsiri (b/k) pH
Nilai -1.203 7.5 % 3.298 % 4.717
Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa warna lada hijau yang dilihat melalui nilai a sebesar -1.203. Pengukuran warna dilakukan dengan notasi Hunter yaitu nilai a* yang menyatakan perubahan warna lada hijau dari hijau ke merah. Menurut Francis (1998), pada notasi Hunter nilai +a* (positif) berkisar antara 0 – (+100) menyatakan warna merah sedangkan –a* (negatif) berkisar dari 0 – (-80) menyatakan warna hijau. Nilai yang ditunjukkan dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa karakteristik warna lada ini tergolong pada warna hijau. Kadar air lada hijau kering diturunkan melalui proses pengeringan sehingga diperoleh nilai kadar air sebesar 7.5%. Kadar air yang rendah
83
dapat menghambat pertumbuhan dan akvifitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga dapat memperbaiki penampakan, tekstur, dan memperpanjang umur simpan lada tersebut. Minyak atsiri lada hijau kering merupakan minyak yang dihasilkan dari penyulingan produk tersebut. Minyak atsiri mengandung senyawa yang memberi aroma khas lada. Menurut Ketaren (1985), kadar minyak atsiri lada kering umumnya mencapai 3.2%. Jumlah tersebut beragam tergantung dari jenis lada yang diolah. Lada hijau kering yang digunakan dalam penelitian ini mengandung kadar minyak atsiri sebesar 3.298%. Menurut Salim et al. (1984), buah lada termasuk dalam low acid fruit, dengan pH berkisar antara 5 – 6. Nilai pH pada produk lada hijau kering lebih rendah dibanding pada buah segar. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh penggunaan asam organik sebagai zat anti-browning pada proses pengolahannya. Nilai pH awal lada hijau kering yang digunakan pada penelitian ini sebesar 4.717. pH lada berpengaruh pada aktivitas enzim penyebab browning enzimatis.
2. Karakteristik Kemasan Pada penelitian ini digunakan tiga jenis kemasan yaitu dua jenis kemasan plastik dan aluminium foil. Jenis plastik yang digunakan adalah Polyprophylene (PP) dan Low Density Polyethylene (LDPE). Pemilihan penggunaan jenis kemasan tersebut adalah didasarkan pada karakteristik kemasan yang dinilai cukup baik bagi perlindungan produk serta ketersediaan kemasan tersebut di pasaran. Pada awal penelitian dilakukan pengujian terhadap karakteristik kemasan yang digunakan terutama pada sifat fisiknya. Karekteristik yang diuji meliputi ketebalan, densitas, gramature, laju transmisi gas oksigen (O2TR), dan laju transmisi uap air (WVTR). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 6.
84
Tabel 6. Hasil uji karakteristik kemasan Jenis Kemasan LDPE Ketebalan (mm) 0.0782 Gramatur (g/m2) 71.0150 3 Densitas (g/m ) 0.9081 2 O2TR (cc/m /24 jam) 87.6388 2 WVTR (g/m / 24jam) 4.7725
PP 0.0863 79.2000 0.9177 67.9188 3.6305
Aluminium Foil 0.0710 84.617 1.058 0.7767 0.1428
Jenis bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan uap air dan gas oksigen dalam menembus dinding kemasan tersebut. Adanya uap air dan oksigen dapat menyebabkan reaksi oksidasi ataupun hidrolisis yang dapat mempengaruhi kualitas produk terkemas. Menurut Buckle (1987), sifatsifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer (seperti RH, untuk pemindahan uap air), dan faktor lainnya. Pada tabel di atas dapat dilihat kemasan aluminium foil memiliki nilai densitas paling besar dari PP dan LDPE. Menurut Iskandar (1988), semakin besar densitasnya, daya permeabilitas gas dan uapnya semakin kecil. Nilai O2TR dan WVTR kemasan aluminium foil paling rendah jika dibandingkan PP dan LDPE. PP mempunyai sifat menghalangi uap air yang baik, tetapi kurang baik sebagai penghalang gas, dan lebih kuat daripada LDPE. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7, nilai WVTR dan O2TR kemasan PP lebih rendah jika dibanding dengan LDPE. Nilai O2TR kemasan PP dan LDPE cukup tinggi sehingga kurang baik untuk perlindungan produk dari proses oksidasi.
2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan -
Warna Warna hijau pada lada hijau kering berasal dari pigmen alami yaitu klorofil. Pigmen klorofil memberikan warna hijau pada lada sebelum masak dan akan berubah menjadi kemerahan setelah buah lada masak. Menurut Muchtadi (1989), pigmen-pigmen alam biasanya mengalami perubahan kimia, sebagaimana terjadi pada pematangan buah-buahan.
85
Selama penyimpanan lada hijau kering mengalami perubahan warna dari hijau cerah menjadi hijau kecokelatan. Hal tersebut dapat dilihat dari kenaikan nilai a* selama penyimpanan. Perubahan warna lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10. warna hijau lada
1,000 0,500 0,000 ‐0,500
1
14
28
42
56
70
84
98
112
‐1,000 ‐1,500
Lama pengamatan (hari) LDPE 20°C
LDPE 30°C
LDPE 40°C
Gambar 8. Grafik warna hijau nilai a* dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.
Warna hijau
1,000 0,500 0,000 ‐0,500
1
14
28
42
56
70
84
98
112
‐1,000 ‐1,500
Lama penyimpanan (hari) PP 20°C
PP 30°C
PP 40°C
Gambar 9. Grafik warna nilai a* dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.
Warna hijau
2,000 1,000 0,000 ‐1,000
1
14
28
‐2,000
42
56
70
84
98
112
Lama penyimpanan (hari) AL 20°C
AL 30°C
AL 40°C
Gambar 10. Grafik nilai a* dalam kemasan alufo pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. 86
Degradasi warna hijau selama penyimpanan dapat disebabkan oleh reaksi browning enzimatis. Browning enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada buah dan sayur oleh enzim polifenol oksidase, yang menghasilkan warna cokelat (Anonim, 2010). Enzim ini terdapat pada semua tanaman tetapi konsentrasi yang tinggi terdapat pada jamur, kentang, buah persik, apel, pisang, alpukat, daun teh, kopi, dan daun tembakau (Naz, 2002). Browning enzimatis dapat terjadi apabila terdapat enzim polifenol oksidase atau fenolase, substrat fenol, tembaga, dan oksigen. Meskipun telah mengalami proses blanching pada suhu 1000C untuk inaktivasi, tidak semua enzim fenolase tersebut inaktif. Hal ini dapat dikarenakan waktu blanching yang kurang maksimal serta kekuatan enzim tersebut sehingga beberapa enzim tetap aktif dan berpengaruh pada proses browning enzimatis. Enzim fenolase tidak kehilangan aktivitasnya pada suhu tinggi seperti pada enzim lainnya. Menurut Bandyopadhyay (1990), aktivitas enzim polifenolase mencapai optimum pada suhu tinggi (73 – 780C). Substrat fenol yang mendukung terjadinya browning enzimatis pada tiap – tiap buah dan sayur berbeda. Menurut Marshall et al. (2000), catechins, cinnamic acid esters, 3,4-dihydroxy phenylalanine (DOPA), dan tyrosine adalah substrat terpenting bagi polifenol oksidase pada buah dan sayuran. Komposisi polifenol dari buah dipengaruhi oleh spesies, penanaman, tingkat kematangan serta kondisi lingkungan pertumbuhan dan penyimpanan. Senyawa fenol juga berkontribusi pada warna, aroma, kepahitan, dan flavor pada buah. Menurut Pradhan et al. (1999), reaksi pencokelatan enzimatis dapat disebabkan adanya luka pada kulit buah lada akibat perontokan sehingga komponen fenol pada buah lada segar (3, 4 dihydroxy-6-(N-ethylamino) benzamide dan 3,4 dihydroxyphenol ethanol glucoside keluar dari jaringan buah, kontak dengan udara (mengalami autooksidasi) sehingga terjadi reaksi pencokelatan. Proses pemanasan seperti blanching, mengakibatkan rusaknya jaringan kulit buah lada sehingga akan mempercepat reaksi antara enzim fenolase dengan substratnya. Selain itu menurut Mangalakumari et al. 87
(1983), pada proses pengolahan yang melibatkan panas seperti pengeringan akan menyebabkan turbiditas sel hilang dan ekstrak fenol menyebar keluar seiring dengan pergerakan kelembaban dari dalam ke luar. Pada proses browning enzimatis tersebut, dibutuhkan ketersediaan oksigen sebagai akseptor hidrogen selama proses oksidasi. Rendahnya laju transmisi O2 akan menghambat laju browning enzimatis karena terbatasnya oksigen yang diperlukan untuk oksidasi enzim pada substrat fenol. Lada hijau dalam kemasan aluminium foil mampu mempertahankan warna hijaunya paling baik karena laju transmisi O2 kemasan ini paling rendah dibanding kemasan lain. Kemasan PP mampu mempertahankan warna hijau lebih baik dibandingkan dengan LDPE. Hal ini dikarenakan laju transmisi O2 kemasan PP lebih rendah jika dibanding kemasan LDPE sehingga PP memberikan perlindungan yang lebih baik dibanding LDPE. Selain dipengaruhi oleh permeabilitas O2 masing – masing kemasan, sifat PP dan LDPE yang dapat ditembus oleh cahaya juga mendukung
terjadinya
degradasi
warna
hijau.
Matthew
(1993)
menyebutkan bahwa sinar matahari dapat merusak klorofil pada jaringan buah lada, sehingga warna lada tampak lebih pucat. Kemasan aluminium foil mempunyai sifat yang tidak tembus cahaya sehingga radiasi sinar matahari dapat dihindarkan. Selain disebabkan oleh browning enzimatis, degradasi warna hijau juga disebabkan oleh proses pemanasan. Menurut Kim et al. (2003), faktor seperti suhu, oksigen, dan antioksidan dapat berpengaruh pada tingkat degradasi klorofil selama penyimpanan. Proses degradasi warna hijau karena pemasanan dijelaskan dalam Winarno (1973), lokasi klorofil terlindung oleh lipoprotein dan panas dapat menyebabkan denaturasi protein. Oleh pengaruh panas, protein yang terikat dalam lipoprotein akan mengalami denaturasi. Terjadinya denaturasi tersebut akan menyebabkan klorofil terbuka terhadap reaksi kimia dari luar. Pemanasan tersebut akan memudahkan terlepasnya ion Mg pada klorofil dengan disubtitusi oleh ion H, sehingga warna hijau akan berubah menjadi feopitin dan feoforbid yang
88
berwarna kecokelatan. Menurut Kim et al. (2003), penyimpanan pada suhu lebih dari 400C menyebabkan konversi klorofil menjadi feopitin menjadi cepat. Berdasarkan hasil penelitian, lada hijau kering yang dikemas dalam aluminium foil dan disimpan pada suhu rendah (200C) paling baik dalam mempertahankan warna hijaunya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai a* yang tetap bernilai negatif yaitu (-1.191). Nilai a* lada tersebut mengalami kenaikan paling kecil jika dibanding dengan nilai a* awal sebesar (-1.203). Penyimpanan pada suhu rendah memberikan hasil yang lebih baik dalam mempertahankan warna hijau karena laju reaksinya lebih kecil dibanding pada suhu tinggi. Menurut Muchtadi (1989), untuk setiap kenaikan suhu 100C kecepatan reaksi termasuk enzimatik dan nonenzimatik rata-rata akan bertambah dua kali lipat. Penurunan intensitas warna hijau terbesar terjadi pada lada hijau yang dikemas dalam aluminium foil dan disimpan dalam suhu 400C. Hal ini dapat dilihat dari nilai a* yang terbesar yaitu (+0.890). Aluminium foil merupakan bahan kemasan yang terbuat dari logam sehingga memiliki daya hantar panas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan plastik. Lada yang dikemas dalam kemasan tersebut mendapat panas yang lebih tinggi sehingga lebih cepat mengalami kerusakan klorofil. Selain itu, kecepatan reaksi browning enzimatis pada suhu tinggi juga lebih cepat dibanding suhu rendah. -
Kadar Air Kadar air adalah presentase kandungan air dari suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis) (AOAC, 1984). Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk kering adalah kadar air. Kadar air produk kering umumnya rendah. Kadar air menentukan kerenyahan lada serta kerusakan mikrobiologis. Kadar air lada hijau kering dalam kemasan selama penyimpanan mengalami perubahan. Perubahan kadar air lada hijau kering pada
89
berbagai kemasan yang disimpan pada suhu 200C, 300C, dan 400C dapat dilihat pada Lampiran 4. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari)
kadar air (%)
dan kadar air (%) dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13. 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000
LDPE 20°C LDPE 30°C LDPE 40°C 1
14
28
42
56
70
84
98 112
lama penyimpanan (hari)
kadar air (%)
Gambar 11. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000
PP 20°C PP 30°C PP 40°C 1
14
28
42
56
70
84
98
112
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 12.
Grafik perubahan kadar air dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.
Kadar air (%)
10,000 8,000 6,000
AL 20°C
4,000 2,000
AL 30°C
0,000
AL 40°C 1
14
28
42
56
70
84
98
112
lama penyimpanan (hari)
Gambar 13.
Grafik perubahan kadar air dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa kadar air selama penyimpanan mengalami peningkatan pada suhu 200C dan 300C. Pada suhu 400C kadar air mengalami penurunan kecuali pada kemasan 90
aluminium foil yang tetap mengalami kenaikan. Kondisi penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi menyebabkan ruang inkubator semakin kering sehingga kelembaban ruang inkubator kurang terkontrol dan bahan akan mengalami penurunan kadar air untuk mencapai kadar air kesetimbangan. Menurut Syarief dan Halid (1993), jika kelembaban ruangan lebih kecil daripada bahan, makanan akan menguapkan sebagian airnya. Perubahan kadar air pada lada hijau ini disebabkan karena sifatnya higroskopis. Menurut Pruthi (1980), rempah-rempah dan produk rempahrempah bersifat higroskopis, dan sensitif terhadap kadar air yang dapat menyebabkan discoloration, ketengikan,
pertumbuhan
jamur, dan
serangan serangga. Lebih lanjut disebutkan dalam Pruthi (1980), higroskopis merupakan salah satu karakteristik penting dari produk yang didehidrasi atau dikeringkan. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air produk itu sendiri dan kelembaban atmosfer di sekelilingnya. Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar air mengalami peningkatan. Selain itu, perubahan kadar air bahan juga dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan. Kemampuan permeabilitas tiap kemasan yang berbeda-beda akan berpengaruh pada laju transmisi uap air. Semakin kecil laju transmisi uap air suatu kemasan menunjukkan semakin sedikit jumlah uap air yang mampu menembus bahan. Laju transmisi uap air pada kemasan LDPE paling besar dibanding PP dan aluminium foil. Hal ini menyebabkan laju peningkatan kadar air pada kemasan tesebut paling tinggi, diikuti kemasan PP dan aluminium foil. Perubahan kadar air pada aluminium foil paling kecil dibanding dengan kemasan lain karena nilai transmisi uap air pada kemasan ini paling kecil dibanding lainnya.
91
Nilai kadar air lada hijau kering tertinggi selama empat bulan penyimpanan adalah 10.665% sedangkan nilai kadar air terendahnya adalah 3.998%. Standar nilai maksimum kadar air lada hijau kering di pasaran sebesar 12% sedangkan menurut ESA (2007), nilai maksimum kadar airnya sebesar 13%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kadar air lada hijau kering selama penyimpanan masih berada jauh di bawah standar nilai maksimum. Perubahan kadar air seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, 8, dan 9 menunjukkan slope atau arah kemiringan yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan parameter kadar air tidak dapat digunakan sebagai parameter kritis dalam pendugaan umur simpan pada penelitian ini. -
Kadar Minyak Atsiri Minyak atsiri atau eteris adalah istilah yang digunakan untuk minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap (Guenther, 1987). Pada produk lada hijau kering terkandung minyak atsiri yang memberikan bau khas pada produk tersebut dan tidak mengandung persenyawaan yang menimbulkan rasa pedas. Rasa pedas pada lada disebabkan oleh senyawa piperin. Menurut Ketaren (1985), minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan uap biasanya mempunyai warna kehijau-hijaun dengan bau khas lada yang disebabkan oleh persenyawaan phellandrene. Sebelum dilakukan penyulingan, buah lada terlebih dahulu dihancurkan untuk memperkecil ukurannya. Menurut Guenther (1987), cara yang termudah untuk menghancurkan biji-bijian atau buah-buahan adalah dengan memasukkannya ke dalam gilingan halus. Pada penelitian ini digunakan blender sebagai alat penghancurnya. Penghancuran ini tidak boleh terlalu halus karena dikhawatirkan banyak minyak yang lepas sebelum dilakukan penyulingan untuk mengetahui kadar minyak atsirinya. Minyak atsiri dapat diekstrak jika uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya ke permukaan. Air berfungsi sebagai medium pembawa dalam proses ini. Kecepatan minyak terekstrak ditentukan oleh
92
kecepatan difusi. Penghancuran tersebut bertujuan agar sel-selnya hancur dan kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin. Penghancuran dapat mengurangi ketebalan bahan di tempat terjadinya difusi, sehingga laju penguapan minyak atsiri menjadi cepat. Selama penyimpanan, kadar minyak atsiri lada hijau kering mengalami penurunan yang cukup nyata. Penurunan kadar minyak atsiri lada hijau kering pada berbagai kemasan yang disimpan pada suhu 200C, 300C, dan 400C dapat dilihat pada Lampiran 5. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan kadar minyak atsiri (%) dapat dilihat pada
Kadar minyak atsiri (%)
Gambar 14, 15, dan 16. 4 3 2
LDPE 20°C
1
LDPE 30°C
0
LDPE 40°C 1
14
28
42
56
70
84
98
112
Lama penyimpanan (hari)
Kadar Minyak Atsiri (%)
Gambar 14. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE pada berbagai suhu dan lama penyimpanan. 4 3 2
PP 20°C
1
PP 30°C
0 1
14
28
42
56
70
84
98
112
PP 40°C
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 15. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan PP pada berbagai suhu dan lama penyimpanan.
93
Kadar Minyak Atsiri (%)
4 3 2
AL 20°C
1
AL 30°C
0
AL 40°C 1
14
28 42 56 70 84 Lama penyimpanan (hari)
98
112
Gambar 16. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan aluminium foil pada berbagai suhu dan lama penyimpanan. Berdasarkan grafik di atas, semua perlakuan yang diberikan pada lada hijau kering mengalami penurunan kadar minyak atsiri. Penurunan yang terjadi pada kemasan LDPE dan PP cukup besar dibanding kemasan aluminium foil. Hal tersebut dapat dilihat dari terciumnya bau khas lada yang keluar dari kemasan tersebut. Bau yang tercium cukup kuat menunjukkan komponen minyak atsiri yang hilang cukup besar. Pada kemasan aluminium foil, bau lada tidak tercium dari luar kemasan. Hal ini menunjukkan minyak atsiri yang hilang tidak besar. Laju transmisi gas kemasan LDPE tinggi sehingga kurang baik jika digunakan untuk makanan yang beraroma. Kemasan PP lebih tahan terhadap gas daripada LDPE sehingga lebih mampu mempertahankan minyak atsiri. Penurunan kadar minyak atsiri ini selama masa penyimpanan dapat disebabkan oleh hilangnya komponen-komponen volatile melalui proses penguapan. Selain itu menurut Guenther (1987), penguapan secara bertahap selama penyimpanan mengakibatkan kehilangan miyak atsiri, yang sebagian besar disebabkan oleh proses oksidasi dan resinifikasi. Proses penguapan efeknya tidak seberapa dibanding dengan proses oksidasi dan resinifikasi. Penurunan kadar minyak atsiri terbesar terjadi pada kemasan LDPE, diikuti oleh PP dan penurunan terkecil pada aluminium foil. Laju transmisi O2 kemasan LDPE paling besar jika dibanding kemasan lainnya. Hal ini mendukung terjadinya reaksi oksidasi yang besar sehingga dapat menurunkan jumlah senyawa kimia dalam minyak atsiri dan kadar minyak atsirinya akan berkurang. Walaupun laju transmisi O2 pada kemasan PP
94
tidak sebesar kemasan LDPE, proses oksidasi masih terjadi dan menyebabkan penurunan kadar minyak atsiri. Kemasan aluminium foil memiliki laju transmisi O2 yang sangat kecil sehingga dapat menekan proses oksidasi yang dapat mengurangi kadar minyak atsiri. Lada hijau kering yang disimpan pada suhu 400C mengalami penurunan kadar minyak atsiri paling besar dibanding penyimpanan pada suhu lainnya. Pada awal bahan disimpan, lada masih mengandung sejumlah air dalam sel. Proses pemanasan akan membuat uap air keluar dari bahan sedangkan air merupakan media pembawa minyak atsiri selama proses hidrofusi. Proses hidrofusi tersebut membawa minyak ke permukaan dan akhirnya menguap. Selain itu, menurut Mathew (1993), beberapa komponen minyak atsiri lada dapat rusak karena adanya pemanasan. Pada akhir penyimpanan, lada hijau kering yang dikemas pada kemasan aluminium foil dan suhu 200C mengandung kadar minyak atsiri tertinggi yaitu 3.003% sedangkan kadar minyak atsiri terendah yaitu 1.809% pada kemasan LDPE dan suhu penyimpanan 400C. Menurut ESA (2007), nilai minimum kadar minyak atsiri lada hijau kering adalah 1%. Dengan demikian, nilai kadar minyak atsiri selama empat bulan penyimpanan masih berada di atas nilai minimum kadar minyak atsiri menurut European Spice Association (ESA). Hal ini menunjukkan kemasan yang paling baik mempertahankan minyak atsiri lada hijau kering secara berurutan adalah aluminium foil, PP dan LDPE. Kadar minyak atsiri pada lada hijau yang disimpan pada suhu rendah 200C dapat dipertahankan lebih besar jika dibanding suhu lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1987), jika bahan harus disimpan sebelum diproses, maka penyimpanan dilakukan pada udara kering yang bersuhu rendah dan udara tidak disirkulasikan; jika mungkin ruangan dilengkapi dengan air-conditioned.
95
pH Browning enzimatis pada lada hijau kering dapat berlangsung jika tersedia faktor – faktor mendukungnya antara lain oksigen sebagai akseptor hidrogen, substrat fenol, tembaga, serta enzim fenolase. Nilai pH pada lada hijau kering sangat erat kaitannya dengan aktivitas enzim fenolase. Enzim fenolase adalah enzim yang bertanggung jawab terhadap reaksi pencokelatan enzimatis pada lada hijau kering. Aktivitas enzim fenolase aktif pada kisaran pH tertentu. Menurut Variar (1998), enzim fenolase pada lada hijau aktif pada kisaran pH 3.0 – 8.5 dan optimum pada pH 7. Pada pH mendekati 3 aktivitas enzim fenolase semakin kecil bahkan beberapa sudah inaktif. Pada pH mendekati 7, aktivitas enzim fenolase semakin besar. Nilai pH lada hijau kering mengalami perubahan selama penyimpanan. Perubahan nilai pH lada hijau kering selama penyimpanan dalam kemasan LDPE, PP, dan aluminium foil pada suhu 200C, 300C, dan 400C dapat dilihat pada Lampiran 6. Grafik perubahan nilai lada hijau kering selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17, 18, dan 19.
8,000 Nilai pH
-
6,000 4,000
LDPE 20°C
2,000
LDPE 30°C
0,000 1
14
28
42
56
70
84
98 112
LDPE 40°C
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 17. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan LDPE pada berbagai suhu dan lama penyimpanan.
96
Nilai pH
4,800 4,600 4,400 4,200 4,000 3,800
PP 20°C PP 30°C PP 40°C 1
14
28
42
56
70
84
98
112
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 18. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan PP pada berbagai suhu dan lama penyimpanan.
Nilai pH
5,000 4,500 AL 20°C
4,000
AL 30°C
3,500 1
14
28
42
56
70
84
98
112
AL 40°C
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 19. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan Aluminium foil pada berbagai suhu dan lama penyimpanan. Nilai pH lada hijau kering cenderung mengalami fluktuasi dan menunjukkan tren penurunan yang sangat kecil sebesar 0.0001 – 0.0005%. Penurunan pH ini disebabkan oleh meningkatnya asam – asam organik yang terbentuk akibat proses oksidasi terpene pada minyak atsiri. Nilai pH lada hijau kering pada penelitian ini berkisar antara 4.08 – 5.79. Nilai pH tersebut berada pada kisaran pH aktif enzim fenolase. Hal ini mendukung terjadinya reaksi pencokelatan enzimatis dapat berlangsung selama penyimpanan lada hijau kering. Penurunan pH hingga kurang dari 3 dapat menonaktifkan enzim fenolase (Hutchings, 1999). Selain berpengaruh pada aktivitas enzim fenolase, nilai pH juga berpengaruh pada kadar piperin pada lada hijau kering. Menurut Guenther (1952), penurunan piperin dapat terjadi karena terurainya piperin menjadi asam piperat dan piperidin dalam suasana asam. Dengan demikian, jika pH lada hijau kering terlalu rendah (asam) maka akan terjadi degradasi piperin menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga akan
97
menurunkan kandungan piperin lada hijau kering selama penyimpanan. Penurunan piperin dapat mengurangi mutu produk karena piperin merupakan komponen yang memberi rasa pedas pada lada. Berkurangnya kandungan piperin menunjukkan berkurangnya pula rasa pedas lada tersebut. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran terhadap kandungan piperin sehingga tidak dapat dijelaskan hubungan antara nilai pH dan piperin selama penyimpanan lada hijau kering. -
Evaluasi Sensori Secara umum penilaian mutu produk tidak hanya cukup dianalisis berdasarkan sifat-sifat objektifnya melainkan juga sifat-sifat indrawinya. Menurut Soekarto dan Hubeis (1992), penilaian sifat-sifat indrawi dari produk pangan menggunakan manusia sebagai instrument, karenanya sifat indrawi juga disebut sifat subjektif. Subjektivitas sifat indrawi bertingkat – tingkat. Yang paling tinggi tingkat subjektivitasnya ialah sifat hedonik, yaitu sifat yang menyatakan disukai, disenangi, enak, atau lawannya. Evaluasi sensori yang dilakukan pada penelitian ini meliputi warna, rasa, aroma, dan penerimaan umum. Atribut tersebut merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk lada hijau kering. Evaluasi sensori dilakukan melalui uji hedonik. Hasil dari penilaian kesukaan oleh panelis selanjutnya dianalisis secara statistika melalui uji nonparametrik dengan tipe Friedman . a. Warna Warna merupakan salah satu atribut penting dari lada hijau kering karena atribut ini menjadi pembeda di antara lada – lada lain. Selain itu warna merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Gould (1974) menambahkan, warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan. Hal tersebut benar adanya karena konsumen menilai suatu produk pertama kali berdasarkan warnanya.
98
Modus dan median parameter warna lada hijau kering dari awal pengujian hingga hari ke-98 pada semua sampel berada pada nilai 3 – 4. Nilai tersebut menunjukkan bahwa warna hijau sampel masih diterima oleh konsumen. Naik atau turunnya nilai modus dan median selama masa penyimpanan dapat dipengaruhi oleh penilaian subjektif panelis terhadap kesukaannya pada tiap sampel. Rata-rata skor yang diberikan oleh panelis adalah 3 (netral). Hal tersebut ditunjukkan oleh modus hasil uji hedonik yang bernilai 3. Modus dan median sampel AL 20 bernilai 4 hingga hari ke-98. Hal ini menunjukkan bahwa panelis masih suka dengan sampel tersebut. Warna hijau sampel AL 20 dapat dipertahankan relatif baik sehingga panelis masih menyukai sampel tersebut. Setelah hari ke112 panelis kesukaan panelis mulai turun terlihat dari modus dan mediannya yang bernilai 3. Penurunan ini dapat disebabkan oleh mulai memudarnya warna hijau sampel. Tabel 7. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap warna Hari ke14 28 42 56 70 84 98 112
Median
LDPE 20°C 4
LDPE 30°C 3
LDPE 40°C 3
PP 20°C 3
PP 30°C 3
PP 40°C 3
AL 20°C 4
AL 30°C 3
AL 40°C 3
Modus
4
3
3
3
3
3
3
3
3
Median
4
3.5
3
4
3.5
3.5
4
4
4
Modus
4
3
3
4
4;3
4;3
4
3
4
Median
3
3
3
3.5
3.5
3.5
4
4
3.5
Parameter
Modus
3
3
3
4;3
3
3
4
3
4;3
Median
3
3
3
4
3
3
4
3
3
Modus
3
3
3
3
3
3
4
3
3
Median
3
3
3
3.5
3
3
4
3
3
Modus
3
3
3
4;3
3
3
4
3
3
Median
3
3
3
3.5
3
3
4
3
3
Modus
3
3
3
3
3
3
4
3
3
Median
3
3
3
3
3
3
4
3
3
Modus
3
3
3
3
3
3
4
3
3
Median
3
3
2.5
3
3
2.5
3
3
2.5
Modus
3
3
2;3
3
3
2;3
3
3
2;3
Pada penyimpanan hari ke-112, penilaian panelis terhadap sampel yang disimpan pada suhu 400C yaitu LDPE 40, PP 40, dan AL 40 mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini terlihat dari
99
nilai modus dan mediannya yang mengalami penurunan dari nilai hari-hari sebelumnya. Median ketiga sampel tersebut bernilai 2.5 sedangkan modusnya bernilai 2 dan 3. Nilai tersebut menunjukkan kesukaan panelis berada pada rentang tidak suka – netral. Penurunan kesukaan ini dapat disebabkan oleh pencokelatan warna lada hijau akibat proses browning enzimatis dan pengaruh pemanasan. Panelis mulai tidak menyukai warna lada ini karena mulai dianggap tidak hijau lagi. Pengujian atribut warna dengan analisis statistik melalui uji nonparametik dari awal pengujian hingga hari ke-112 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar sampel pada taraf signifikasi α = 0.05. Perbedaan yang signifikan mulai terlihat pada penyimpanan hari ke-84. Pada hari tersebut minimal terdapat satu sampel yang berbeda nyata dari sampel yang lain. Beda nyata pada hari ke-84 dan 98 terlihat dari modus dan median sampel AL 20 yang masih bernilai 4 sedangkan sampel lain bernilai 3. Beda nyata pada hari ke-112 dapat terlihat dari modus dan median sampel LDPE 40, PP 40, dan AL 40 yang berbeda dari sampel lain. Hasil analisis statistik terhadap atribut warna dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis statistik uji hedonik terhadap warna Hari ke14 28 42 56 70 84 98 112
Asymp. Sig .230 .140 .046 .057 .237 .000 .000 .000
Keterangan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
b. Rasa Atribut rasa juga merupakan atribut penting dari lada hijau kering sebagaimana lada lain yang memberikan rasa pedas dan panas. Rasa pedas pada lada dipengaruhi oleh kadar piperine. Median semua sampel dari awal pengujian hingga hari ke-70 berada
100
pada nilai 3 – 4 sedangkan mulai hari ke-84 hingga hari ke-112 bernilai 3. Modus semua sampel hingga hari ke-42 bernilai 3 – 4 sedangkan mulai hari ke-56 hingga ke-112 bernilai 3. Penurunan rasa pedas terjadi seiring dengan lamanya waktu penyimpanan yang ditandai oleh penurunan nilai modus dan median. Akan tetapi penurunan tersebut masih dapat diterima oleh konsumen hingga akhir penyimpanan. Hal tersebut terlihat dari modus dan median hingga akhir penyimpanan yang bernilai 3 (netral). Tabel 9. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap rasa Hari ke14 28 42 56 70 84 98 112
Parameter
LDPE 20°C
LDPE 30°C
LDPE 40°C
PP 20°C
PP 30°C
PP 40°C
AL 20°C
AL 30°C
AL 40°C
median
4
4
3
4
4
3
4
3.5
4
modus
3
4
3
4
4
3
3
3
4
median
3.5
3.5
3
4
3
3
3
3
4
modus
4
3
3
4
3
3
3
3
3
median
3.5
4
3
3
3
3
3
3.5
3.5
modus
4
4
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
3
3
3
3
4
3.5
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
3
3.5
3
3
4
3
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
3
3
3
3
3
3
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
3
3
3
3
3
3
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
3
3
3
3
3
3
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Pengujian atribut rasa dengan analisis statistik melalui uji nonparametik dari awal pengujian hingga hari ke-112 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar sampel pada taraf signifikasi α = 0.05 seperti yang ditunjukkan Tabel 10. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan tidak terdapat satu pun sampel yang berbeda secara signifikan dengan sampel lainnya. Penurunan
kesukaan
rasa
lada
hijau
kering
selama
penyimpanan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan karena panelis masih merasakan pedas pada sampel hingga akhir pengujian. Hal ini yang menyebabkan panelis membeli penelian netral (3) 101
hingga akhir pengujian. Berdasarkan hasil evaluasi sensori terhadap rasa dapat diketahui kandungan piperin pada sampel masih tinggi. Kandungan piperin memberikan kontribusi yang besar pada rasa pedas lada hijau kering. Tabel 10. Analisis statistik uji hedonik terhadap rasa Hari keAsymp. Sig Keterangan 14 .665 tidak signifikan 28 .244 tidak signifikan 42 .348 tidak signifikan 56 .287 tidak signifikan 70 .196 tidak signifikan 84 .441 tidak signifikan 98 .014 tidak signifikan 112 .033 tidak signifikan c. Aroma Atribut lain yang merupakan ciri khas lada hijau kering adalah aroma. Aroma ini berasal dari kandungan minyak atsiri pada lada tersebut. Penilaian terhadap aroma berhubungan erat dengan penerimaan kadar minyak atsiri lada tersebut. Penilaian terhadap aroma mengalami penurunan selama masa penyimpanan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai modus dan mediannya yang semakin menurun. Median dari semua sampel lada hijau kering hingga hari ke-70 bernilai 3 – 4. Median seluruh sampel mulai hari ke-84 menurun menjadi 3 kecuali sampel AL 20 yang mampu bertahan dengan nilai 3.5 hingga hari ke-98 sedangkan sampel LDPE 40 nilai mediannya turun menjadi 2. Modus dari seluruh sampel lada hijau kering hingga hari ke-42 bernilai 3 – 4. Setelah itu mengalami penurunan menjadi 3 hingga akhir penyimpanan kecuali untuk sampel LDPE 40 dan PP 40. Modus bernilai 3 menunjukkan bahwa sebagian besar panelis masih memberi penilaian netral atas kesukaannya terhadap sampel tersebut. Modus sampel LDPE 40 mulai hari ke-84 bernilai 2. Hal ini menunjukkan sebagian besar panelis tidak menyukai aroma sampel tersebut.
102
Pada hari ke-84, modus dan median sampel LDPE 40 bernilai 2. Hal ini menunjukkan bahwa panelis sudah tidak suka dan menolak aroma sampel tersebut. Sampel PP 40 ditolak oleh panelis pada hari ke-112 saat nilai modus dan mediannya juga bernilai 2. Penolakan tersebut berkaitan erat dengan hilangnya kadar minyak atsiri selama penyimpanan. Lepasnya minyak atsiri menyebabkan aroma lada berkurang seiring lamanya waktu penyimpanan. Selain itu suhu yang yang tinggi juga menyebabkan kerusakan minyak atsiri sehingga bau lada menjadi apek dan tidak disukai panelis. Tabel 11. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap aroma Hari ke14 28 42 56 70 84 98 112
LDPE 20°C
LDPE 30°C
median
4
3.5
3
4
4
3
modus
4
3
3
4
4
3
median
4
3.5
3
4
4
3
4
Parameter
LDPE 40°C
PP 20°C
PP 30°C
PP 40°C
AL 20°C
AL 30°C
AL 40°C
4
3
3.5
3
3
3
4
3.5
modus
4
3
3
4
3
3
3
3
3
median
3
3
3
4
3
3
3.5
4
4
modus
3
3
3
3
3
3
3
4
3
median
3
3
3
4
3
3
4
4
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
3
3.5
3
3
3.5
3.5
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
2
3
3
3
3.5
3
3
modus
3
3
2
3
3
3
3
3
3
median
3
3
2
3
3
3
3.5
3
3
modus
3
3
2
3
3
3
3
3
3
median
3
3
2
3
3
2.5
3
3
3
modus
3
3
2
3
3
2
3
3
3
Hasil analisis statistik terhadap aroma lada hijau kering menunjukkan bahwa hingga hari ke-70 tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar sampel pada taraf signifikasi α = 0.05 seperti yang terlihat pada Tabel 12. Beda yang signifikan mulai terlihat pada hari ke-84 hingga akhir pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa minimal ada satu sampel yang berbeda secara signifikan terhadap sampel lainnya. Sampel tersebut adalah LDPE 40 karena pada hari tersebut sebagian besar panelis telah memberikan nilai 2 sedangkan sampel lainnya masih bernilai 3.
103
Tabel 12. Analisis statistik uji hedonik terhadap aroma. Hari keAsymp. Sig Keterangan 14 .173 tidak signifikan 28 .357 tidak signifikan 42 .332 tidak signifikan 56 .252 tidak signifikan 70 .283 tidak signifikan 84 .000 Signifikan 98 .000 Signifikan 112 .000 Signifikan d. Penerimaan Umum Modus dan median pada atribut penilaian umum terhadap semua sampel hingga hari ke-70 bernilai 3 – 4. Nilai tersebut menunjukkan bahwa panelis masih menerima produk tersebut. Pada hari ke-84 penilaian panelis mulai menurun dengan modus dan median sebesar 3 kecuali untuk LDPE 40. Pada hari ke-84, modus pada sampel LDPE 40 bernilai 2 dan 3. Ini menunjukkan separuh panelis mulai menolak produk tersebut. Pengujian pada hari ke-98 memberikan hasil penolakan oleh panalis pada sampel LDPE 40 karena modus dan mediannya bernilai 2 sedangkan sampel lain masih dapat diterima panelis. Hasil analisis statistik nonparametrik terhadap penilaian umum lada hijau kering menunjukkan hingga hari ke-70 tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tiap sampel pada taraf signifikansi α = 0.05 seperti yang ditunjukkan Tabel 14. Perbedaan yang signifikan mulai terlihat pada hari ke-84 hingga akhir pengujian. Hal tersebut menunjukkan bahwa mulai hari ke-84, minimal terdapat satu sampel yang berbeda nyata dibandingkan sampel lain.
104
Tabel 13. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap penerimaan umum Hari ke14 28 42 56 70 84 98 112
LDPE 20°C
LDPE 30°C
LDPE 40°C
PP 20°C
PP 30°C
PP 40°C
AL 20°C
AL 30°C
AL 40°C
median
4
4
3
4
4
3
4
3.5
3.5
Parameter
modus
3
3
3
4
4
3
4
3
3
median
3
3
3
4
3
3
4
3.5
3
modus
3
3
3
4
3
3
4
3
3
median
3
3
3
3.5
3.5
3
4
4
3.5
modus
3
3
3
3
3
3
4
4
3
median
3
3
3
3.5
4
3
4
4
3.5
modus
3
3
3
3
4
3
4
4
3
median
3
3
3
3.5
3
3
4
4
3
modus
3
3
3
3
3
3
3
4
3
median
3
3
2.5
3
3
3
3.5
3
3
modus
3
3
2;3
3
3
3
3
3
3
median
3
3
2
3
3
2.5
3
3
3
modus
3
3
2
3
3
2
3
3
3
median
3
3
2
3
3
2.5
3
3
2.5
modus
3
3
2
3
3
2
3
3
3
Tabel 14. Analisis statistik uji hedonik terhadap penerimaan umum Hari keAsymp. Sig Keterangan 14 .241 tidak signifikan 28 .378 tidak signifikan 42 .169 tidak signifikan 56 .130 tidak signifikan 70 .344 tidak signifikan 84 .000 signifikan 98 .000 signifikan 112 .000 signifikan Penerimaan umum panelis terhadap lada hijau kering mengalami penurunan selama masa penyimpanan. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh atribut lain seperti warna, rasa, dan aroma. Penurunan
kesukaan
terhadap
atribut
tersebut
juga
akan
mempengaruhi penilaian terhadap penerimaan umum. Pada hari ke84 aroma lada hijau kering sudah ditolak oleh panelis sehingga penilaian tersebut turut mempengaruhi penolakan panelis terhadap atribut penerimaan umum terhadap sampel tersebut.
105
Penyimpanan produk lada hijau sangat berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap produk ini. Penyimpanan yang baik akan mencegah terjadinya beberapa reaksi yang dapat menurunkan kualitas produk. Browning enzimatis yang tidak dicegah dapat menyebabkan perubahan warna lada hijau menjadi cokelat sehingga konsumen akan menolak produk tersebut. Selain itu, proses oksidasi juga dapat menyebabkan perubahan aroma dan menurunkan jumlah senyawa kimia minyak atsiri. Proses hidrolisis dalam asam atau basa juga dapat menyebabkan perubahan piperin menjadi senyawa sederhana sehingga menurunkan rasa pedas lada. Penurunan kualitas terhadap warna, rasa, dan aroma menyebabkan penilaian umum konsumen terhadap produk tersebut juga turut menurun hingga terjadi penolakan.
3. Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering 1. Penentuan Orde Reaksi Langkah pertama dalam melakukan pendugaan umur simpan lada hijau kering adalah penentuan orde reaksi. Perubahan mutu produk dapat berlangsung secara konstan atau tidak. Jika berlangsung secara konstan, maka perubahannya mengikuti kurva linier dan menunjukkan orde reaksi 0. Akan tetapi jika perubahan mutu tidak berlangsung secara konstan maka
perubahan
mutunya
mengikuti
kurva
eksponensial
dan
menunjukkan orde 1. Orde reaksi dipilih dari nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar antara kurva linier dan eksponensial. Orde reaksi yang digunakan untuk parameter mutu warna adalah orde 0. Menurut Labuza (1982), tipe-tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol mencakup reaksi kerusakan enzimatis, pencokelatan enzimatis, dan oksidasi lemak. Pada penelitian ini, terjadi pencokelatan enzimatis pada lada hijau sehingga digunakan orde reaksi 0. Orde reaksi yang digunakan pada parameter kadar minyak atsiri dan pH adalah orde 1. Pada parameter kadar kadar air, orde yang digunakan adalah orde 0.
106
Tabel 15. Orde Reaksi Parameter mutu
Kemasan LDPE
Kadar minyak atsiri
PP
AL
LDPE
Kadar Air
PP
AL
LDPE
pH
PP
AL
Suhu (0C) 20 30 40 20 30 40 20 30 40 20 30 40 20 30 40 20 30 40 20 30 40 20 30 40 20 30 40
R2 Orde 0 0.972 0.967 0.895 0.938 0.933 0.921 0.904 0.913 0.946 0.924 0.953 0.932 0.892 0.956 0.928 0.861 0.771 0.661 0.089 0.431 0.239 0.560 0.525 0.285 0.278 0.216 0.688
Orde 1 0.975 0.975 0.926 0.943 0.943 0.945 0.902 0.906 0.944 0.916 0.941 0.934 0.882 0.947 0.927 0.858 0.756 0.655 0.116 0.435 0.215 0.563 0.526 0.289 0.279 0.213 0.682
Orde yang dipilih
1
0
1
2. Penentuan Parameter Kritis dan Titik Kritis Penentuan parameter kritis didasarkan pada penurunan mutu produk selama penyimpanan. Beberapa parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah warna (nilai a*), kadar air, kadar minyak atsiri, dan pH. Parameter mutu yang dijadikan sebagai parameter kritis dalam pendugaan umur simpan lada hijau kering ini adalah parameter warna dan kadar minyak atsiri. Warna merupakan parameter penting karena faktor ini mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Jika warna produk ini tidak hijau, maka produk ini tidak diterima oleh konsumen sebagai lada hijau kering. Menurut De Man 107
(1997), warna memegang peran penting dalam penerimaan makanan untuk dikonsumsi. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia
dalam
makanan,
seperti
pencokelatan
dan
pengkaramelan. Parameter mutu kedua yang dijadikan parameter kritis adalah kadar minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan faktor penting karena komponennya memberikan aroma yang khas pada lada. Parameter mutu lain yaitu kadar air tidak digunakan sebagai parameter kritis sebab nilai slope perubahan mutunya tidak seragam sehingga tidak dapat digunakan dalam perhitungan. Nilai pH juga tidak digunakan sebagai parameter kritis karena nilai R2 yang dihasilkan sangat kecil. Hal ini tidak akan memberikan hasil yang akurat pada perhitungan. Titik kritis untuk parameter warna ditentukan berdasarkan nilai a* lada hijau kering yang dijual di pasaran yaitu sebesar +2.79. Pada nilai tersebut lada hijau kering sudah tidak lagi berwarna hijau tetapi merah kecokelatan. Titik kritis yang digunakan bagi parameter kadar minyak atsiri sebesar 1%. Menurut ESA (2007), nilai minimum kadar minyak atsiri lada hijau kering sebesar 1%.
3. Perhitungan Umur Simpan Lada Hijau Kering a. Parameter Warna -
Kemasan LDPE Selama masa penyimpanan, warna lada hijau mengalami perubahan
seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Langkah selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat analisis regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan. Hasil regresi tersebut disajikan dalam Gambar 20. Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : suhu 200C
y = 0.0039x – 1.31
R2 = 0.8019
suhu 300C
y = 0.0068x – 1.30
R2 = 0.9492
suhu 400C
y = 0.0169x – 1.32
R2 = 0.9333
108
Warna hijau (nilai a*)
1,000 0,500 0,000 ‐0,500 0
20
40
60
80
100
120
‐1,000 ‐1,500
Lama penyimpanan (hari)
LDPE 20°C
LDPE 30°C
LDPE 40°C
Linear (LDPE 20°C)
Linear (LDPE 30°C)
Linear (LDPE 40°C)
Gambar 20. Regresi linier perubahan nilai a* dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu dan lama penyimpanan. Tabel 16. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada kemasan LDPE Suhu (0C) 40 30 20
T (K) 313 303 293
1/T 0.00319 0.00330 0.00341
slope (k) 0.0169 0.0068 0.0039
ln k -4.07890 -4.99723 -5.54260
ln k
0,00000 ‐2,00000
0,00319
0,00330
0,00341
‐4,00000 ‐6,00000
1/T (1/K) ln k
Linear (ln k)
Gambar 21. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam kemasan LDPE. Berdasarkan analisis regresi linier di atas didapatkan persamaan garis : ln k = 17.1 – 6653 (1/T)
R2 = 0.9894
Nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai –E/R dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi sebagai berikut :
- E/R = -6653 R = 1.986 kal/mol K E = 3349.9496 kal/mol
Nilai intersep dari persamaan di atas merupakan nilai ln ko, sehingga : ln ko = 17.1 109
ko = 2.6695x107 Dengan demikian persamaan Arrhenius untuk laju perubahan warna hijau pada lada hijau kering adalah : k = 2.6695x107.e -6653 (1/T) Setelah diperoleh persamaan Arrheniusnya, maka laju perubahan warna hijau pada masing-masing suhu dapat dihitung dengan memasukkan nilai suhu T (K) pada persamaan di atas. Tabel 17. Nilai T dan k persamaan Arrhenius kemasan LDPE T (K) k Suhu (oC) 20 293 0.00367 30 303 0.00777 40 313 0.01568 Setelah didapatkan laju perubahan warna hijau, maka dapat dicari umur
simpan
lada
hijau
kering
pada
masing-masing
suhu
penyimpanan, yaitu : suhu 200C atau 293 K : t=
.
. .
= 1088 hari = 36 bulan 8 hari
suhu 300C atau 303 K t=
.
. .
= 513 hari = 17 bulan 3 hari
suhu 400C atau 313 K t=
-
.
. .
= 255 hari = 8 bulan 15 hari
Kemasan PP Selama masa penyimpanan, warna lada hijau pada kemasan PP
juga mengalami perubahan seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Analisis regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan pada kemasan PP disajikan dalam Gambar 22. Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh
persamaan
garis
lurus
dari
masing-masing
suhu
penyimpanan, yaitu : suhu 200C
y = 0.0017x – 1.33
R2 = 0.9726
suhu 300C
y = 0.0026x – 1.30
R2 = 0.9348
suhu 400C
y = 0.0162x – 1.43
R2 = 0.9116
110
Warna hijau (nilai a*)
1,000 0,500 0,000 ‐0,500 0 ‐1,000 ‐1,500 ‐2,000
20
40
60
80
100
120
Lama Penyimpanan (hari) PP 20°C
PP 30°C
PP 40°C
Linear (PP 20°C)
Linear (PP 30°C)
Linear (PP 40°C)
Gambar 22. Regresi linier perubahan nilai a* dalam kemasan PP pada beberapa suhu dan lama penyimpanan. Tabel 18. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada kemasan PP Suhu (0C) T (K) 1/T slope (k) ln k 40 313 0.00319 0.0162 -4.07890 30 303 0.00330 0.0026 -4.99723 20 293 0.00341 0.0017 -5.54260 0,00000
ln k
0,00319
0,00330
0,00341
‐5,00000
‐10,00000 ln k
Linear (ln k)
1/T (1/K)
Gambar 23. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam kemasan PP. Berdasarkan analisis regresi linier di atas didapatkan persamaan garis : ln k = 28.4 - 10274 (1/T)
R2 = 0.9407
Energi aktivasi : -E/R = -10274 R = 1.986 kal/mol K E = 5173.2125 kal/mol Nilai intersep dari persamaan di atas merupakan nilai ln ko, sehingga : ln ko = 28.4 ko = 2.1576x1012 Dengan demikian persamaan Arrhenius untuk laju perubahan warna hijau pada lada hijau kering adalah : 111
k = 2.1576x1012.e -10274 (1/T) Tabel 19. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada kemasan PP T (K) K Suhu (oC) 20 293 0.00127 30 303 0.00406 40 313 0.01198 Umur simpan lada hijau kering pada kemasan PP: suhu 200C atau 293 K : .
t=
.
= 3144 hari = 104 bulan 24 hari
.
suhu 300C atau 303 K t=
.
.
= 983 hari = 32 bulan 23 hari
.
suhu 400C atau 313 K .
t=
-
.
= 333 hari = 11 bulan 3 hari
.
Kemasan Aluminium Foil Analisis regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan pada
Warna hijau (nilai a*)
kemasan aluminium foil disajikan dalam Gambar 24. 2,000 1,000 0,000 ‐1,000
0
20
‐2,000
40
60
80
100
120
Lama Penyimpanan (hari)
AL 20 oC
AL 30 oC
AL 40 oC
Linear (AL 20 oC)
Linear (AL 30 oC)
Linear (AL 40 oC)
Gambar 24. Regresi linier perubahan nilai a* dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu dan lama penyimpanan. Berdasarkan Gambar 24, diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : suhu 200C
y = 0.0010x – 1.33
R2 = 0.8191
suhu 300C
y = 0.0020x – 1.31
R2 = 0.9094
suhu 400C
y = 0.0196x – 1.45
R2 = 0.8944
112
Tabel 20. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada kemasan Aluminium foil T (K) 1/T slope (k) ln k Suhu (0C) 40 313 0.00319 0.0196 -3.93223 30 303 0.00330 0.0020 -6.22972 20 293 0.00341 0.0010 -6.95695 0,00000 ln k
‐2,00000
0,00319
0,00330
0,00341
‐4,00000 ‐6,00000 ‐8,00000
1/T (1/K) ln k
Linear (ln k)
Gambar 25. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam kemasan aluminium foil. Berdasarkan analisis regresi linier di atas didapatkan persamaan garis : ln k = 39.7 - 13749 (1/T)
R2 = 0.9581
Energi aktivasi : -E/R = -13749 R = 1.986 kal/mol K E = 6922.9607 kal/mol Nilai intersep dari persamaan di atas merupakan nilai ln ko, sehingga : ln ko = 39.7 ko = 1.7438x1017 Dengan demikian persamaan Arrhenius untuk laju perubahan warna hijau pada lada hijau kering adalah : k = 1.7438x1017.e -13749 (1/T) Tabel 21. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada kemasan Aluminium foil Suhu (oC) T (K) k 20 293 0.00073 30 303 0.00343 40 313 0.01460 Umur simpan lada hijau kering pada kemasan aluminium foil, yaitu : suhu 200C atau 293 K :
113
t=
.
.
= 5470 hari = 182 bulan 18 hari
.
suhu 300C atau 303 K t=
.
.
= 1164 hari = 38 bulan 24 hari
.
suhu 400C atau 313 K t=
.
.
= 273 hari = 9 bulan 3 hari
.
B. Parameter Minyak Atsiri -
Kemasan LDPE Selama masa penyimpanan, kadar minyak atsiri pada kemasan LDPE mengalami penurunan seperti yang terlihat pada Lampiran 4. Analisis regresi eksponensial dari masing-masing suhu penyimpanan
Kadar minyak atsiri (%)
pada kemasan LDPE disajikan dalam Gambar 26. 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
Lama Penyimpanan (hari) LDPE 20°C
LDPE 30°C
LDPE 40°C
Expon. (LDPE 20°C)
Expon. (LDPE 30°C)
Expon. (LDPE 40°C)
Gambar 26. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu dan lama penyimpanan. Berdasarkan
gambar
di
atas
diperoleh
persamaan
regresi
eksponensial dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : suhu 200C
y = 0.522 – 0.0013x
R2 = 0.975
suhu 300C
y = 0.503 – 0.0014x
R2 = 0.975
suhu 400C
y = 0.462 – 0.0019x
R2 = 0.927
114
Tabel 22. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada kemasan LDPE Suhu (°C) T 1/T slope (k) ln k 40 313 0.00319 0.0019 -6.25024 30 303 0.00330 0.0014 -6.59294 20 293 0.00341 0.0013 -6.68461 ‐6,00000 0,00319
ln k
‐6,20000
0,00330
0,00341
‐6,40000 ‐6,60000 ‐6,80000 1/T (1/K) ln k
Linear (ln k)
Gambar 27. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE. Berdasarkan analisis regresi linier di atas didapatkan persamaan garis : ln k = 0.025 – 1978.43 (1/T)
R2 = 0.9894
Energi aktivasi : -E/R = -1978.43 R = 1.986 kal/mol K E = 3929.162 kal/mol Nilai intersep dari persamaan di atas merupakan nilai ln ko, sehingga : ln ko = 0.025 ko = 1.025 Dengan demikian persamaan Arrhenius untuk laju penurunan kadar minyak atsiri pada lada hijau kering adalah : k = 1.025.e -1978.43 (1/T) Tabel 23. Nilai T dan k persamaan Arrhenius kemasan LDPE Suhu (oC) T (K) k 20 293 0.00120 30 303 0.00150 40 313 0.00184 Umur simpan lada hijau kering pada kemasan LDPE, yaitu : suhu 200C atau 293 K : t=
. .
= 994 hari = 33 bulan 4 hari
115
suhu 300C atau 303 K .
t=
. .
= 795 hari = 26 bulan 15 hari
suhu 400C atau 313 K .
t=
-
. .
= 648 hari = 21 bulan 18 hari
Kemasan PP Analisis
regresi
eksponensial
dari
masing-masing
suhu
penyimpanan pada kemasan PP dapat dilihat dalam Gambar 28. Berdasarkan gambar di atas, diperoleh persamaan regresi eksponensial dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : y = 0.514 – 0.0010x
R2 = 0.943
suhu 300C
y = 0.498 – 0.0012x
R2 = 0.943
suhu 400C
y = 0.477 – 0.0017x
R2 = 0.945
Kadar Minyak Atsiri (%)
suhu 200C
4 3 2 1 0 0
20
40 60 80 Lama Penyimpanan (hari)
100
AL 20°C
AL 30°C
AL 40°C
Expon. (AL 20°C)
Expon. (AL 30°C)
Expon. (AL 40°C)
120
Gambar 28. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri dalam kemasan PP pada beberapa suhu dan lama penyimpanan. Tabel 24. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada kemasan PP Suhu (°C) T 1/T slope (k) 40 313 0.00319 0.0017 30 303 0.00330 0.0012 20 293 0.00341 0.0010
ln k -6.42533 -6.76799 -6.91781
116
‐6,00000 ln k
0,00319
0,00330
0,00341
‐6,50000
‐7,00000 1/T (1/K) ln k
Linear (ln k)
Gambar 29. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan PP. Berdasarkan analisis regresi linier di atas didapatkan persamaan garis : ln k = 0.72 – 2247.68 (1/T)
R2 = 0.971
Energi aktivasi : -E/R = -2247.68 R = 1.986 kal/mol K E = 4463.8925 kal/mol Nilai intersep dari persamaan di atas merupakan nilai ln ko, sehingga : ln ko = 0.72 ko = 2.054 Dengan demikian persamaan Arrhenius untuk laju penurunan kadar minyak atsiri pada lada hijau kering adalah : k = 2.054.e -2247.68 (1/T) Tabel 25. Nilai T dan k persamaan Arrhenius kemasan PP Suhu (oC) T (K) k 20 293 0.00096 30 303 0.00123 40 313 0.00156 Umur simpan lada hijau kering pada kemasan PP yaitu : suhu 200C atau 293 K : t=
. .
= 1243 hari = 41 bulan 13 hari
suhu 300C atau 303 K t=
. .
= 970 hari = 32 bulan 10 hari
suhu 400C atau 313 K t=
. .
= 765 hari = 25 bulan 15 hari
117
-
Kemasan Aluminium foil Analisis regresi eksponensial pada kemasan aluminium foil dapat
Kadar Minyak Atsiri (%)
dilihat pada Gambar 30. 4 3 2 1 0 0
20
40 60 80 Lama Penyimpanan (hari)
100
120
AL 20°C
AL 30°C
AL 40°C
Expon. (AL 20°C)
Expon. (AL 30°C)
Expon. (AL 40°C)
Gambar 30. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu dan lama penyimpanan. Berdasarkan gambar di atas, diperoleh persamaan regresi eksponensial dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : suhu 200C
y = 0.526 – 0.0004x
R2 = 0.902
suhu 300C
y = 0.529 – 0.0008x
R2 = 0.906
suhu 400C
y = 0.518 – 0.0009x
R2 = 0.944
Tabel 26. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada kemasan PP Suhu (°C) T 1/T slope (k) ln k 40 313 0.00319 0.0009 -6.99114 30 303 0.00330 0.0008 -7.15622 20 293 0.00341 0.0004 -7.79935 ‐6,00000 0,00319
ln k
‐6,50000
0,00330
0,00341
‐7,00000 ‐7,50000 ‐8,00000
1/T (1/K) ln k
Linear (ln k)
Gambar 31. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan aluminium foil.
118
Berdasarkan analisis regresi linier di atas didapatkan persamaan garis : ln k = 5 – 3728.8 (1/T)
R2 = 0.952
Energi aktivasi: -E/R = -3728.8 R = 1.986 kal/mol K E = 7405.397 kal/mol Nilai intersep dari persamaan di atas merupakan nilai ln ko, sehingga : ln ko = 5 ko = 148.36 Dengan demikian persamaan Arrhenius untuk laju penurunan kadar minyak atsiri pada lada hijau kering adalah : k = 148.36 .e -3728.8 (1/T) Tabel 27. Nilai T dan k persamaan Arrhenius kemasan Aluminium foil Suhu (oC) T (K) k 20 293 0.00044 30 303 0.00067 40 313 0.00099 Umur simpan lada hijau kering pada kemasan aluminium foil : suhu 200C atau 293 K : .
t=
.
= 2712 hari = 90 bulan 12 hari
suhu 300C atau 303 K t=
.
= 1781 hari = 59 bulan 11 hari
.
suhu 400C atau 313 K t=
. .
= 1205 hari = 40 bulan 5 hari
119
Tabel 28. Rekapitulasi umur simpan lada hijau kering Parameter Suhu Laju reaksi Kemasan Umur Simpan Kritis (oC) (% per hari) 20 0.0039 36 bulan 8 hari LDPE 30 0.0068 17 bulan 3 hari 40 0.0169 8 bulan 15 hari 20 0.0017 104 bulan 24 hari WARNA PP 30 0.0026 32 bulan 23 hari 40 0.0162 11 bulan 3 hari 20 0.0010 182 bulan 18 hari Aluminium 30 0.0020 38 bulan 24 hari foil 40 0.0196 9 bulan 3 hari 20 0.0013 33 bulan 4 hari LDPE 30 0.0014 26 bulan 15 hari 40 0.0019 21 bulan 18 hari 20 0.0010 41 bulan 13 hari KADAR PP 30 0.0012 32 bulan 10 hari MINYAK ATSIRI 40 0.0017 25 bulan 15 hari 20 0.0004 90 bulan 12 hari Aluminium 30 0.0008 59 bulan 11 hari foil 40 0.0009 40 bulan 5 hari Berdasarkan data di atas, lada hijau kering dengan parameter warna memiliki laju reaksi lebih besar jika dibandingkan dengan laju reaksi pada parameter kadar minyak atsiri. Umur simpan lada hijau kering dengan parameter warna pada suhu 300C dan 400C lebih rendah jika dibanding dengan parameter kadar minyak atsiri. Selain itu, warna merupakan salah satu sifat khas dari lada hijau sehingga warna dipilih sebagai parameter kritis dalam pendugaan umur simpan lada hijau kering. Oleh karena itu, umur simpan produk ini mengikuti umur simpan hasil perhitungan dengan menggunakan parameter warna. Urutan kemasan yang memberikan umur simpan terbaik bagi produk lada hijau kering berdasarkan parameter warna adalah aluminium foil, PP, dan LDPE. Selain itu, penyimpanan pada suhu rendah (200C) juga memberikan umur simpan yang lebih besar dibanding penyimpanan pada suhu ruang (300C) dan suhu tinggi (400C) memberikan hasil umur simpan terkecil.
120
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Lada hijau kering merupakan salah satu produk diversifikasi lada yang memiliki flavor khas dan penampakan warna hijau yang alami. Selama penyimpanan terjadi perubahan mutu pada produk tersebut. Warna hijau pada lada cenderung mengalami degradasi menjadi kecokelatan yang disebabkan oleh proses browning enzimatis, pemanasan, dan radiasi sinar matahari selama penyimpanan. Kadar air pada lada hijau selama penyimpanan mengalami kenaikan karena sifat bahan yang higroskopis sehingga lada akan menyerap air dari lingkungannya. Selama penyimpanan, kadar minyak atsiri juga mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena adanya penguapan komponen volatile dan oksidasi selama penyimpanan. pH lada hijau kering selama penyimpanan mengalami penurunan yang disebabkan oleh oksidasi minyak atsiri yang menyebabkan terbentuknya asam – asam organik. pH lada hijau kering selama penyimpanan berada pada rentang 4.08 – 5.79 sehingga mendukung terjadinya aktivitas enzim fenolase pada browning enzimatis. Perubahan mutu tersebut digunakan sebagai acuan dalam pendugaan umur simpan lada hijau. Parameter kritis yang digunakan pada pendugaan umur simpan lada hijau kering adalah parameter warna dengan nilai awal a* sebesar -1.203 dan titik kritis a* sebesar +2.79. Umur simpan lada hijau kering berdasarkan parameter kritis warna yaitu 36 bulan 8 hari (200C), 17 bulan 3 hari (300C), 8 bulan 15 hari (400C) untuk kemasan LDPE; 104 bulan 24 hari (200C), 32 bulan 23 hari (300C), 11 bulan 3 hari (400C) untuk kemasan PP; 182 bulan 18 hari (200C), 38 bulan 24 hari (300C), 9 bulan 3 hari (400C) untuk kemasan aluminium foil. Kemasan terbaik bagi produk lada hijau kering adalah alumunium foil.
121
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan beberapa saran antara lain : 1. Penggunaan bahan kemasan yang tidak transparan sehingga mampu memberikan perlindungan terhadap proses degradasi warna oleh cahaya. 2. Penelitian
ini
perlu
didukung
dengan
pengaturan
RH
selama
penyimpanan.
122
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Enzymatic Browning [online]. [www.Food-Info.net, 25 Maret 2010]. Alains, C. dan G. Linden. 1991. Food Biochemistry. Ellis Horwood Limited, England. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemists, 14th ed. AOAC, Inc. Arlington, Virginia. Arpah, M. dan R. Syarief. 2000. Evaluasi Model – model Pendugaan Umur Simpan Pangan dari Difusi Hukum Fick Unidereksional. Bul Teknologi dan Industri Pangan 11:1-11. Arpah, M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu Pangan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Bandyopadhyay, C., V.S. Narayan, dan P.S. Variyar. 1990. Phenolic of Green Pepper Berries (Piper Ningrum). J. Agric. Food Chemi. 3 :1696-1699. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. De Man, J. M. 1997. Kimia Makanan. ITB Press, Bandung. Djubaedah, E., Djumarman, E. H. Lubis, dan T. Hendraswaty. 2004. Pengaruh Konsentrasi Garam, Penambahan Jenis Asam Terhadap Mutu Lada Hijau dalam Botol Selama Penyimpanan. J. Teknol dan Industri Pangan 15(3):188-198. Eskin, N. A. M., H. M. Handerson, dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press, New York. European Spice Association. 2007. Quality Minima Document. Business dan Technical Meeting, 2 November 2007. Francis, F. J. 1998. Food Colour. Di dalam : Food Analysis. S. Suzzana. (ed). Aspen publisher Inc., Maryland. Gould, W. A. 1974. Tomato Production, Processing, and Quality Evaluation. The AVI Publ. co. Inc., Wesport, Connecticut. Guenther, E. 1952. Minyak Atsiti Jilid 5. UI-Press, Jakarta. Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1. UI- Press, Jakarta. Hidayat, T. dan Risfaheri. 1994. Pengaruh Kondisi Blanching dan Sulfitasi Terhadap Mutu Lada Hijau Dehidrasi. Bul Penelitian Tanaman Industri 29:3-4 123
Hutchings, J. B. 1999. Food Color and Appearance. Aspen Publisher, Inc., Maryland. International Pepper Community. 1990. Diversification in Pepper Utilization. Internasional Pepper News Bull 14 (4). International Pepper Community. 2008. Contribution share of member coutries to the budget of the IPC for the year 2008. International Pepper Community. Jakarta. Iskandar, B. 1988. Perkembangan Produk Plastik untuk Lahan Pengemasan. Infopack III:13 -16. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Kim, M., J. Lee, dan E. Choe. 2003. Pigment Changes in Fried Dough Containing Spinach Powder During Storage in the Dark. J. of Food Science 68(6):1925 Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition Press, Inc., Westport Connecticut. Laksamanahardja, M. P. dan E. Mulyono. 1986. Perbaikan Mutu dan Kemungkinan Diversifikasi Hasil Lada. Makalah pada Temu Usaha dan Temu Tugas Lada; Bandar Lampung, 4 – 6 Februari 1986. Mangalakumari, C. K., V.P. Sreedharan dan A.G. Mathew. 1983. Studies on Blackening of Pepper (Piper ningrum) during Dehydration. J. of Food Science 48(2):604–606. Marsh, K. dan B. Bugusu. 2007. Food Packaging-Roles, Materials, and Environmental Issues. J. Food Science 72:R39–R57. Marshall, M. R., J. Kim, dan and C. I. Wei. Enzymatic Browning in Fruits, Vegetables and Seafoods [online]. [www.fao.org, 25 Maret 2010]. Methew, A.G. 1993. Pepper oil. Internasional Pepper News Bull 17(1). Meyer, L. H. 1982. Food Chemistry. The AVI Publishing Company, Inc., Westport Connecticut. Muchtadi, T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Nature’s. 2007. Dehydrated Green Pepper [online]. [www.alibaba.com, 15 Maret 2009]. Nurdjannah, N. 1996. Diversifikasi Produk Lada. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
124
Nuryani, Y. 1996. Klasifikasi dan Karakteristik Tanaman Lada. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Cimanggu, Bogor. Pradhan, K. J. 1999. Antimicrobial Activity of Novel Phenolic Compounds from Green Pepper (Piper ningrum L.). J. Technol 32:121–123. Pruthi, J. S. 1984. Preservation of Fresh Green Pepper by Canning, Bottling and Other Methods. Central Food Tech. Research Institute, New Delhi. .1980. Spices and Condiments : chemistry, microbiology technology. Academic Press, New York. .1992. Simple innovation In canning, bothling, bulk preservation and storage of green pepper (piper nigrum L.) in brine. Intenational Pepper News Bull 16(1):17-27. Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green, dan S. R. J. Robins. 1981. Spices Volume 1. Longman, London and New York. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 1973. Pedoman Bercocok Tanam Lada. Departemen Pertanian, Bogor. Risfaheri dan M. P. Laksamahardja. 1992. Studi Pendahuluan Pembuatan Lada Hijau. Buletin Penelitian Tanaman Industri. No. 4 September 1992 : 17 21 Robertson, G.L. 1993. Food Packaging Principles and Practice. Marcel Dekker, Inc., New York. Sacharrow, S. dan R. C. Griffin. 1980. Food Packaging. AVI Publ. Inc. Westport, Connecticut. Salim, P. B., M. M. S. Nordin dan M. Barkritukimon. 1984. Improving The Keeping Quality of Canned Green Pepper. MARDI. Res Bull. 12(2): 211–215 Soekarto, S. T. dan M. Hubeis. 1992. Petunjuk Laboratorium Metode Penelitian Indrawi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Syakir, M. 1996. Budidaya Lada Perdu. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Cimanggu, Bogor. Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Syarief, R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung.
125
Syarief, R., S. Santausa, dan St. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Variar, P. S., B. Pendhakar, A. Banerjee, dan I. Bandyaopadhyay. 1988. Blackening in Green Pepper Berries. Phytochemistry 2 (3):715-717. Winarno, F. G., D. Fardiaz, dan S. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G. dan B. S. L. Jenni, 1973. Pigmen Dalam Pengolahan Pangan. Teknologi Hasil Pertanian. FATETA. IPB, Bogor.
126
LAMPIRAN
127
Lampiran 1. Prosedur Analisa
1. PROSEDUR ANALISA KEMASAN A. Ketebalan (ASTM, 1979) Lemabaran plastik dipotong berukuran 10x10 cm. Lembaran plastik yang akan dianalisa disediakan sebanyak dua lembar dan dua kali ulangan. Bahan yang akan dianalisa tidak boleh rusak dan bebas dari bekas-bekas mesin pembuatannya. Plastik dikondisikan selama semalam di ruang penelitian (laboratorium) pada suhu ruang. Tebal plastik diukur dengan menggunakan micrometer sekrup di lima tempat yang berbeda untuk setiap lembar contoh plastik dan diambil rata-ratanya.
B. Gramatur dan Densitas Plastik (ASTM, 1979) Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot plastik per satuan luas (g/m2), sedangkan densitas atau bobot jenis adalah bobot plastik per satuan volume (g/m3). Untuk menentukan gramatur dan densitas plastik diperlukan contoh berukuran 10x10 cm dari setiap jenis plastik sebanyak dua lembar dan dua kali ulangan. Bahan yang akan dianalisa tidak boleh rusak dan bebas dari bekas-bekas mesin pembuatannya. Plastik dikondisikan selama semalam di ruang penelitian (laboratorium) pada suhu ruang. Lembaran plastik masing-masing ditimbang untuk mengetahui bobotnya (g). Gramatur dan densitas dapat ditentukan dengan persamaan berikut : Gramature (g/m2) =
x
.
Densitas (g/m3) =
128
2. PROSEDUR ANALISA PRODUK A. Uji Warna Chromameter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Selanjutnya sejumlah lada dimasukkan ke dalam cawan petri hingga benar-benar seluruh permukaan cawan petri tertutup lada. Lada yang diukur tingkat warnanya harus dalam kondisi suhu yang stabil (suhu ruang), jika suhu lada masih tinggi maka lada perlu diangin-anginkan terlebih dahulu. Lada pada cawan petri kemudian dipotret dengan menggunakan Chromameter pada tiga tempat yang berbeda. Hasil pembacaan Chromameter menggunakan simbol-simbol berikut : L : menunjukkan nilai hitam-putih; besarnya antara 0-100 a : menunjukkan nilai hijau-merah; besarnya antara (-80) – (+100) b : menunjukkan nilai biru-kuning; besarnya antara (-80) – (+70)
B. Kadar Air Metode Destilasi (SNI-01-3181-1992) Sampel yang dihaluskan ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan toluene sebanyak 100 ml. Erlenmeyer yang berisi sampel dan toluene selanjutnya dipanaskan dengan menggunakan hotplate hingga toluene mendidih. Air yang terdapat dalam bahan akan ikut menguap bersama toluene kemudian diembunkan dengan kondensor dan hasilnya akan ditampung pada tabung penampung (trap). Jika yang menguap tidak bertambah lagi (sekitar 2-3 jam, ditunjukkan dengan tidak bertambahnya jumlah air pada tabung penampung), destilasi dilanjutkan selama 15 menit selanjutnya dihentikan dan alat dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, air dan toluene yang masih bercampur diaduk dengan bulu ayam hingga terpisah secara sempurna. Selanjutnya dihitung volume dan % air dalam bahan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus :
Kadar air (%) =
x 100%
129
C. Kadar Minyak Atsiri Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 50 gram lalu dimasukkan ke dalam labu didih 1 liter dan ditambahkan 500 ml air. Labu didih berisi sampel dan air kemudian dihubungkan dengan alat destilasi minyak atsiri. Alat destilasi minyak atsiri memiliki dua tabung, yaitu tabung penguapan dan tabung penampungan hasil penguapan. Tabung penampungan kemudian diisi dengan air. Selanjutnya dilakukan destilasi selama 4-5 jam. Minyak hasil penguapan akan ditampung pada tabung penampungan dan berada di atas lapisan air. Volume minyak yang dihasilkan kemudian diukur. Kadar minyak atsiri ditentukan dengan rumus
Kadar minyak (%) =
x 100%
D. Derajat Keasaman (SNI : 06-4085-1996) pH meter dikalibrasi setiap akan melakukan pengukuran. Elektroda yang telah dibersihkan, dicelupkan dengan air suling ke dalam contoh yang akan diperiksa pada suhu 250C. Nilai pH pada skala pH meter dibaca dan dicatat.
E. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma, dan penerimaan umum. Pengujian dilakukan dengan mengambil panelis sebanyak 20 orang untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap parameter yang akan dianalisis dengan menggunakan skala hedonic. Penilaian kemudian dikonversi dalam bentuk angka. Selang angka yang digunakan adalah sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = biasa 4 = suka 5 = sangat suka
130
Lampiran 2. Hasil Analisis Parameter nilai a* Produk Lada Hijau Kering Hari ke-
Suhu (0C)
20
14
30
40
20
28
30
40
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
L 30.480 44.885 50.460 41.942 33.050 28.670 26.920 29.547 14.270 31.420 30.770 25.487
LDPE a -1.140 -0.977 -1.480 -1.199 -0.990 -1.279 -1.283 -1.184 -1.046 -1.210 -0.660 -0.972
b 22.670 23.500 23.370 23.180 23.240 18.690 19.665 20.532 24.080 23.210 22.230 23.173
L 33.41 48.5 52.655 44.855 34.475 22.305 24.660 27.147 30.165 26.080 29.505 28.583
PP a -1.420 -1.225 -1.195 -1.280 -1.395 -1.185 -1.160 -1.247 -1.170 -0.960 -0.935 -1.022
b 27.505 27.875 25.36 26.913 22.430 22.950 26.760 24.047 24.720 23.535 24.480 24.245
L 47.235 44.725 52.295 48.510 28.435 28.085 24.425 26.982 25.050 28.210 23.025 25.428
AL a -1.685 -0.865 -1.335 -1.295 -1.410 -1.290 -1.050 -1.250 -1.190 -1.010 -0.780 -0.993
b 28.500 27.005 30.270 28.592 23.350 22.770 23.560 23.227 23.975 24.250 24.505 24.243
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
41.330 37.785 37.960 37.873 42.688 37.993 41.388 41.483 33.965 39.990 38.025 37.327
-1.075 -0.960 -1.541 -1.192 -1.548 -0.965 -0.940 -1.151 -0.660 -1.091 -0.640 -0.797
20.300 21.340 20.910 21.125 21.223 20.110 20.693 25.578 19.895 22.270 21.790 21.318
38.083 38.593 44.510 40.395 42.675 43.215 42.360 42.750 41.130 39.465 42.245 40.947
-2.023 -0.980 -0.828 -1.277 -0.845 -1.300 -1.458 -1.201 -0.940 -0.955 -1.108 -1.001
21.985 23.053 23.903 22.980 22.945 21.980 24.850 23.258 24.185 23.010 23.988 23.728
44.250 40.220 42.893 42.454 41.638 40.340 42.470 41.483 40.920 39.413 38.820 39.718
-1.180 -1.880 -0.819 -1.293 -1.218 -1.112 -1.399 -1.243 -1.158 -1.362 -1.260 -1.260
24.370 23.270 25.098 24.246 24.830 26.183 25.720 25.578 25.403 25.918 26.563 25.961
Ulangan
69
Lampiran 2. Hasil Analisis Parameter nilai a* Produk Lada Hijau Kering ( Lanjutan )
20
56
30
40
20
70
30
40
1 2 3
rata-rata 1 2 3 rata-rata
39.643 37.163 40.803 39.203 34.268 38.453 40.803 37.841 36.943 39.440 38.430 38.271
-0.918 -0.828 -1.818 -1.188 -0.355 -0.950 -1.518 -0.941 -0.390 -0.410 -0.895 -0.565
25.140 21.930 25.085 24.052 20.725 22.390 24.015 22.377 25.140 25.675 24.558 25.124
40.518 39.253 35.898 38.556 38.410 37.878 40.288 38.858 39.223 41.740 34.840 38.601
-1.405 -1.157 -1.173 -1.245 -1.180 -1.136 -1.257 -1.191 -0.860 -0.877 -0.915 -0.884
23.540 24.230 25.670 24.480 26.015 24.338 25.210 25.188 24.363 25.690 24.145 24.733
40.500 40.073 38.825 39.799 37.443 40.298 39.450 39.063 37.615 36.383 36.980 36.993
-1.190 -1.487 -1.184 -1.287 -1.213 -1.088 -1.377 -1.226 -1.105 -0.995 -1.165 -1.088
25.403 26.983 25.445 25.943 24.893 25.313 27.568 25.924 27.313 26.933 25.338 26.528
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
37.020 40.130 38.800 38.650 41.545 38.698 37.880 39.374 35.930 40.290 39.978 38.733
-1.013 -1.078 -1.383 -1.158 -1.308 -1.345 -0.360 -1.004 -0.545 -0.420 -0.940 -0.635
20.023 25.745 24.488 23.418 25.255 22.013 20.205 22.491 25.908 25.835 25.295 25.679
43.968 43.458 40.323 42.583 38.490 38.705 38.788 38.661 37.550 41.385 35.968 38.301
-1.073 -1.120 -1.445 -1.213 -1.280 -1.063 -1.206 -1.183 -0.975 -0.978 -0.402 -0.785
25.050 24.130 25.643 24.941 24.760 25.855 25.108 25.241 24.485 24.120 23.745 24.117
39.623 43.543 40.553 41.239 41.308 41.355 40.573 41.078 37.220 38.308 35.033 36.853
-1.055 -1.393 -1.407 -1.285 -1.105 -1.246 -1.240 -1.197 -0.510 -1.425 -0.505 -0.813
26.780 26.703 25.200 26.228 27.158 25.885 26.295 26.446 26.383 26.583 24.470 25.812
rata-rata 1 2 3
70
Lampiran 2. Hasil Analisis Parameter nilai a* Produk Lada Hijau Kering ( Lanjutan ) 20
84
30
40
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
42.780 39.375 42.950 41.702 37.390 42.265 38.170 39.275 35.760 38.715 36.425 36.967
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
40.915 41.290 37.905 40.037 38.355 39.870 38.585 38.937 34.760 38.280 35.120 36.053
‐0.946 ‐1.085 ‐1.050 ‐1.027 ‐0.465 ‐0.945 ‐0.590 ‐0.667 0.385 0.375 0.335 0.365
21.820 22.220 21.400 21.813 19.885 22.610 18.305 20.267 19.230 20.105 18.260 19.198
41.100 44.170 40.465 41.912 41.650 41.760 37.520 39.640 39.150 37.880 38.320 38.450
‐1.045 ‐1.260 ‐1.275 ‐1.193 ‐1.205 ‐1.215 ‐0.877 ‐1.099 0.350 0.650 ‐0.540 0.153
22.335 26.175 22.050 23.520 22.325 23.325 21.230 22.293 20.810 21.880 21.120 21.270
39.920 42.035 40.320 40.758 38.980 38.050 43.255 40.095 36.365 32.685 33.415 34.155
‐0.865 ‐1.530 ‐0.620 ‐1.005 ‐0.440 ‐0.975 ‐0.220 ‐0.545 0.740 0.660 0.570 0.657
20.955 24.525 19.035 21.505 20.250 22.350 18.620 20.407 20.710 18.540 19.930 19.727
44.520 41.135 44.090 43.248 41.575 41.175 39.585 40.778 38.510 36.530 38.315 37.785
‐1.310 ‐1.117 ‐1.040 ‐1.156 ‐0.965 ‐1.042 ‐1.050 ‐1.019 0.410 0.345 0.725 0.493
23.510 22.125 22.830 22.822 22.415 24.610 23.070 23.365 21.990 21.020 21.525 21.512
40.340 42.240 41.225 41.268 37.890 35.995 40.725 38.203 33.020 32.590 36.060 33.890
20
98
30
40
‐1.380 ‐1.197 ‐1.275 ‐1.284 ‐1.383 ‐1.215 ‐0.957 ‐1.185 0.505 0.680 0.360 0.515
23.875 23.280 23.105 23.420 21.080 23.075 21.115 21.757 23.785 22.740 22.470 22.998
‐1.083 ‐1.505 ‐1.067 ‐1.218 ‐0.974 ‐1.096 ‐1.149 ‐1.073 0.820 0.900 0.950 0.890
23.015 23.090 25.110 23.738 21.920 22.085 23.985 22.663 21.175 20.230 21.640 21.015
71
Lampiran 2. Hasil Analisis Parameter nilai a* Produk Lada Hijau Kering ( Lanjutan ) 20
112
30
40
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
38.210 41.475 41.125 41.300 37.010 41.135 38.950 39.032 39.115 39.910 41.200 40.075
‐0.390 ‐0.355 ‐1.115 ‐0.620 ‐0.175 ‐0.865 ‐0.555 ‐0.532 0.100 0.565 0.875 0.513
18.880 19.725 22.035 20.213 18.405 22.775 20.210 20.463 22.420 20.210 19.845 20.825
42.445 41.020 44.045 42.503 43.085 40.455 36.470 40.003 42.120 40.475 40.010 40.868
‐0.993 ‐1.157 ‐1.210 ‐1.120 ‐1.195 ‐0.923 ‐0.843 ‐0.987 0.415 0.320 0.621 0.452
24.840 21.305 22.765 22.970 23.170 22.115 20.740 22.008 24.585 22.740 22.37 23.232
41.715 39.430 44.765 41.970 40.710 37.705 41.925 40.113 33.500 34.210 35.060 34.257
‐1.360 ‐1.310 ‐0.903 ‐1.191 ‐1.068 ‐0.830 ‐1.297 ‐1.065 1.115 0.475 0.435 0.675
23.650 22.825 25.120 23.865 22.225 23.640 23.350 23.072 22.775 22.935 23.595 23.102
72
Lampiran 3. Hasil Analisis Kadar Air Produk Lada Hijau Kering 20 C 7.999 7.999
LDPE 300C 7.000 7.998
0
20 C 7.998 9.998
PP 300C 7.999 9.998
0
40 C 7.997 7.997
20 C 7.998 7.998
AL 300C 9.999 7.998
40 C 7.996 7.997
7.999 7.999
8.999 7.999
7.997 7.997
6.999 8.332
6.999 8.332
6.997 7.664
7.996 7.997
7.998 8.665
7.999 7.997 8.664
28
1 2 3 rata-rata
8.999 7.999 7.998 8.332
7.999 8.999 9.999 8.999
7.997 8.997 7.998 8.331
7.498 7.998 8.999 8.165
8.499 8.998 8.999 8.832
7.996 8.497 7.997 8.163
7.995 7.998 8.497 8.163
8.997 9.498 7.998 8.831
8.994 7.997 8.497 8.496
42
1 2 3 rata-rata
8.997 8.999 7.998 8.665
8.998 8.499 9.998 9.165
6.997 7.997 7.997 7.664
8.497 8.498 8.998 8.664
8.998 8.999 8.999 8.999
6.994 7.996 7.997 7.662
9.994 7.990 7.998 8.661
8.997 8.997 8.998 8.997
8.496 8.495 8.497 8.496
56
1 2 3 rata-rata
7.998 7.999 9.999 8.665
9.999 9.999 8.998 9.665
6.996 5.998 5.998 6.331
7.998 8.998 8.998 8.665
9.498 8.998 8.998 9.165
4.998 6.996 6.998 6.331
8.996 8.998 8.997 8.997
8.998 8.998 8.998 8.998
8.995 8.997 8.497 8.830
70
1 2 3 rata-rata
7.499 9.000 8.996 8.498
9.999 9.996 8.998 9.664
5.496 6.998
8.992 8.999
9.999 9.499
7.999 5.999
8.998 8.999
9.495 7.999
8.996 8.998
5.000 5.831
8.000 8.664
8.999 9.499
5.000 6.333
8.998 8.998
8.999 8.831
7.999 8.665
84
1 2 3 rata-rata
9.499 8.995 8.498 8.997
9.999 9.992 9.499 9.830
5.999 5.995 4.999 5.664
8.999 8.995 8.992 8.995
9.999 9.990 9.992 9.994
5.000 3.998 4.995 4.664
8.999 8.496 8.497 8.664
8.999 8.998 8.998 8.998
8.998 8.499 8.497 8.665
98
1 2 3 rata-rata
8.999 8.997 8.998 8.998
8.998 10.990 9.998 9.995
4.996 3.997 4.999 4.664
8.995 8.995 8.998 8.996
9.992 8.999 8.998 9.330
3.996 5.998 4.999 4.998
8.991 8.996 8.999 8.995
8.999 8.997 9.499 9.165
8.402 8.498 8.998 8.633
112
1 2 3 rata-rata
9.498 8.885 8.997 9.127
9.999 11.498 10.497 10.665
3.999 4.498 3.998 4.165
8.994 8.998 8.998 8.997
10.990 10.498 9.997 10.495
3.998 3.998 3.998 3.998
8.995 8.998 8.997 8.997
8.997 9.497 9.498 9.331
8.695 8.998 8.999 8.897
Hari ke-
Ulangan
14
1 2 3 rata-rata
0
0
0
73
400C 9.995
Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Minyak Atsiri Produk Lada Hijau Kering Hari ke-
14
28
42
56
70
84
98
112
Ulangan
LDPE
PP
AL
0
30 C 2.796 3.261 2.857 2.971
0
40 C 2.826 2.609 2.391 2.608
0
20 C 3.043 3.111 3.011 3.055
0
30 C 2.826 2.889 2.688 2.801
0
40 C 2.609 2.826 2.580 2.672
0
1 2 3 rata-rata
20 C 3.261 3.261 3.152 3.224
0
20 C 3.261 3.261 3.333 3.285
300C 3.333 3.261 3.261 3.285
400C 2.889 3.261 3.043 3.064
1 2 3 rata-rata
3.297 3.261 3.043 3.200
3.043 3.077 2.667 2.929
2.609 2.417 2.391 2.472
3.243 3.261 3.187 3.230
2.951 2.857 3.077 2.961
2.826 2.623 2.609 2.686
3.261 3.261 3.278 3.267
3.296 3.315 3.043 3.218
3.077 3.152 3.060 3.096
1 2 3 rata-rata
2.857 2.857 3.043 2.919
2.857 2.623 2.667 2.715
2.150 2.174 2.391 2.238
3.060 2.841 3.077 2.993
2.637 2.857 3.077 2.857
2.365 2.608 2.609 2.527
3.333 3.260 3.261 3.285
3.187 3.296 3.187 3.223
3.060 3.060 3.077 3.065
1 2 3 rata-rata
2.826 2.609 2.889 2.774
3.111 2.444 2.637 2.731
2.150 2.021 2.021 2.064
2.826 2.857 2.747 2.810
2.873 2.637 2.857 2.789
2.316 2.365 2.365 2.349
3.296 3.296 3.187 3.260
3.187 3.296 3.077 3.187
3.077 2.857 3.060 2.998
1 2 3 rata-rata
2.594 2.637 2.637 2.623
2.667 2.222 2.417 2.435
2.328 2.365 1.895 2.196
2.747 2.637 2.609 2.664
2.667 2.652 2.417 2.579
2.139 2.340 2.316 2.265
3.296 3.297 3.077 3.223
2.873 3.043 3.077 2.998
2.857 3.077 3.043 2.992
1 2 3 rata-rata
2.541 2.637 2.623 2.600
2.444 2.444 2.431 2.440
2.128 1.915 1.895 1.979
2.637 2.747 2.637 2.674
2.667 2.444 2.444 2.518
2.210 2.083 2.105 2.133
3.077 3.060 3.060 3.066
2.857 2.857 2.417 2.710
2.637 2.623 2.841 2.700
1 2 3 rata-rata
2.637 2.527 2.637 2.601
2.417 2.247 2.444 2.370
2.105 1.875 1.895 1.958
2.747 2.637 2.637 2.674
2.444 2.417 2.444 2.435
2.083 2.127 2.105 2.105
3.076 2.967 2.967 3.003
2.857 2.857 2.873 2.862
2.729 2.514 2.637 2.627
1 2 3 rata-rata
2.541 2.414 2.308 2.421
2.333 2.260 2.234 2.276
1.771 1.885 1.771 1.809
2.637 2.527 2.527 2.564
2.247 2.234 2.555 2.346
2.083 2.083 2.083 2.083
2.967 3.077 2.967 3.003
2.857 2.873 2.652 2.794
2.628 2.527 2.527 2.561
74
Lampiran 5. Hasil Analisis pH Produk Lada Hijau Kering Minggu ke-
Ulangan
LDPE
PP
AL
0
40 C 4.470 4.450 4.460 4.460
0
20 C 4.350 4.600 4.580 4.510
0
30 C 4.420 4.450 4.530 4.467
0
40 C 4.420 4.570 4.570 4.520
0
14
30 C 4.450 5.980 5.990 5.473
0
1 2 3 rata-rata
20 C 5.300 5.300 5.290 5.297
0
20 C 4.500 4.410 4.420 4.443
300C 4.520 4.410 4.420 4.450
400C 4.450 4.460 4.480 4.463
28
1 2 3 rata-rata
4.560 4.520 4.670 4.583
5.590 5.450 5.540 5.527
4.560 4.480 4.450 4.497
4.620 4.540 4.590 4.583
4.590 4.540 4.500 4.543
4.530 4.520 4.470 4.507
4.540 4.490 4.580 4.537
4.510 4.430 4.290 4.410
4.540 4.420 4.490 4.483
42
1 2 3 rata-rata
4.740 4.700 4.730 4.723
5.770 5.720 5.880 5.790
4.740 4.660 4.680 4.693
4.800 4.720 4.760 4.760
4.770 4.720 4.730 4.740
4.710 4.700 4.800 4.737
4.720 4.670 4.680 4.690
4.690 4.610 4.660 4.653
4.720 4.600 4.660 4.660
56
1 2 3 rata-rata
5.660 5.680 4.740 5.360
5.630 5.625 4.660 5.305
4.490 4.610 4.520 4.540
4.730 4.710 4.735 4.725
4.750 4.730 4.720 4.733
4.520 4.680 4.550 4.583
4.525 4.755 4.705 4.662
4.740 4.760 4.645 4.715
4.460 4.580 4.490 4.510
70
1 2 3 rata-rata
5.300 5.340 4.970 5.203
5.570 5.590 5.490 5.550
5.320 5.340 5.370 5.343
4.580 4.600 4.490 4.557
4.530 4.580 4.470 4.527
4.570 4.570 4.650 4.597
4.610 4.580 4.530 4.573
4.580 4.490 4.570 4.547
4.460 4.480 4.530 4.490
84
1 2 3 rata-rata
4.280 4.510 4.260 4.350
5.090 5.160 5.060 5.103
5.790 5.040 5.050 5.293
4.520 4.230 4.780 4.510
4.540 4.430 4.510 4.493
4.490 4.630 4.470 4.530
4.550 4.540 4.300 4.463
4.550 4.260 4.550 4.453
4.370 4.060 4.360 4.263
98
1 2 3 rata-rata
3,97 4.040 4.120 4.080
4.250 4.510 4.010 4.257
3.970 4.210 4.120 4.100
5.010 4.370 4.220 4.533
4.320 4.310 4.110 4.247
4.370 4.260 4.125 4.252
4.410 4.230 4.350 4.330
4.320 4.870 3.990 4.393
3.890 4.030 4.170 4.030
112
1 2 3 rata-rata
5.590 5.620 4.980 5.397
5.450 4.360 4.390 4.733
5.375 4.850 4.630 4.952
4.680 4.280 4.350 4.437
4.520 4.540 4.445 4.502
3.650 3.720 3.750 3.707
3.440 3.310 4.245 3.665
4.660 4.660 4.510 4.610
3.240 3.350 3.680 3.423
75