Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
ANALISIS PENERIMAAN TARIF PAJAK REKLAME TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SURABAYA Sendi Yulita Sari
[email protected]
Farida Idayati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is find out the performance of local revenue offices in improving regional revenue primarily for advertisement tax and its relation to the economic growth in Surabaya city. Qualitative research is type of research which is applied in this research which includes advertisement tax revenue analysis, contribution of revenue per type of advertisement tax object analysis, contribution of advertisement tax revenue to the regional revenue analysis and economic growth analysis. The result of this research indicates that the revenue offices and financial management of Surabaya city during the last 5 years that is from 2008 to 2011 is quite good. But, this improvement is not given by the advertisement tax. The contribution of advertisement tax is very small so it cannot be relied on to increase the regional revenue. The advertisement tax cannot be relied on due to the absence of strict supervision from regional government so there is still an advertisement which its expiration has already expired but the advertisement is still posted. Keywords: advertisement tax, regional revenue, economic growth. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Dinas Pendapatan Daerah di dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah terutama untuk jenis Pajak Reklame, serta kaitannya dengan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang meliputi analisis atas penerimaan Pajak Reklame, analisis kontribusi penerimaan perjenis objek Pajak Reklame, analisis kontribusi penerimaan Pajak Reklame terhadap PAD, serta analisis pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja Dinas Pendapatan serta Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya selama kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun anggaran 2008-2012 sudah cukup baik. Namun adanya peningkatan justru tidak diberikan oleh jenis Pajak Reklame, karena kontribusi yang diberikan dari sektor Pajak Reklame tersebut masih sangat minim sehingga belum dapat diandalkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Hal ini dikarenakan belum adanya pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah daerah, sehingga masih ada saja reklame yang sudah habis masa waktunya tetapi masih saja terpampang. Kata kunci: pajak reklame, pendapatan asli daerah, pertumbuhan ekonomi.
PENDAHULUAN Pemungutan pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah suatu pajak yang dipungut oleh Negara, sedangkan Pajak Daerah merupakan suatu pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan daerah itu sendiri. Munculnya otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada tiap daerah di dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap daerah-daerah tersebut mempunyai hak serta kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan kepemerintahannya sesuai dengan kondisi dan potensi tiap masing-masing wilayahnya, guna untuk meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanannya kepada masyarakat serta
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
2
untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, tiap daerah berhak untuk mengenakan pungutan biaya kepada masyarakatnya yaitu berupa pajak. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang telah menetapkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan “bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang”. Menurut Undang-undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi yang seluas-luasnya bagi pemerintah kabupaten merupakan peluang dan sekaligus tantangan, sedangkan Undang-undang no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berlaku memberikan dampak yang sangat luas bagi perkembangan pemerintahan daerah. Dengan diberikannya otonomi daerah semakin memberikan implikasi timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi tiap daerah di dalam pelaksanaannya untuk kegiatan kepemerintahan yang lebih mandiri. Permasalahan yang sering muncul di dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya proses kemampuan pembiayaan pemerintah daerah di dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan, pemerintah, serta sebagai pelayan masyarakat setempat. Oleh sebab itu penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah terus meningkat, sehingga biaya yang dibutuhkan senantiasa akan bertambah. Setiap daerah otonom harus senantiasa mengupayakan secara periodik terhadap peningkatan penerimaan daerah, yaitu dengan cara penataan administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang telah ditetapkan di dalam berbagai peraturan perundangundangan. Di dalam upaya untuk memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dapat diperoleh dari penerimaan luar daerah atau penerimaan daerah itu sendiri. Cara-cara yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah di dalam upayanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan daerah & pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Usaha di dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah itu sendiri tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintahan daerah yaitu adanya kerjasama antara Kepala Daerah dan dewan Perwakilan Daerah yang melakukan pendekatan terpadu serta tidak menghilangkan identitas, tugas serta fungsi masing-masing. Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan Daerah yang mempunyai peranan penting di dalam pembangunannya adalah pajak. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang penting yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah serta pembangunan daerah. Pajak daerah juga merupakan penerimaan kas negara, oleh sebab itu pemerintah terus untuk meningkatkan serta menggali setiap potensi yang ada di daerah dimana usaha tersebut tidak terlepas dari peran serta dan kontribusi pemerintah daerah yang lebih mengetahui akan kebutuhan serta kondisi yang ada di setiap daerahnya untuk digali serta dioptimalkan. Secara umum pajak adalah pungutan kepada masyarakat dan diberikan oleh Negara (Pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (balas jasa) secara langsung, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah diantaranya adalah pajak reklame. Kehadiran reklame selalu didekati pada 3 bentuk kepentingan antara lain yaitu reklame sebagai penyumbang pendapatan daerah, reklame sebagai elemen estetika perkotaan dan yang terakhir adalah reklame sebagai komoditi bisnis bagi para pengusaha. Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame yang dipengaruhi oleh lokasi penempatan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
3
reklame yang dibedakan berdasarkan tarif kelas jalan, karena semakin strategis titik atau letak pemasangan reklame maka tarif kelas jalannya semakin tinggi dan mahal. Pajak reklame mempunyai tarif sebesar 25% dan kemudian tarif tersebut dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar pada pengenaan pajak atas dasar Reklame adalah nilai sewa reklame dimana nilai sewa tersebut terdiri atas dua komponen utama antara lain nilai jual objek pajak ditambah dengan nilai strategis. Mengingat reklame merupakan salah satu senjata yang paling kuat di dalam mempengaruhi konsumen bagi pola konsumtif mereka, sehingga perkembangan jumlah reklame cukup meningkat. Namun peningkatan yang cukup pesat di dalam jumlah reklame yang ada ini tidak diimbangi dengan adanya pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah daerah, sehingga masih ada saja reklame yang sudah habis masa waktunya tetapi masih saja terpampang. Hal ini bukannya semakin menambah pendapatan daerah tetapi justru akan sangat merugikan pemerintah daerah terutama di dalam pendapatan daerah. Selain itu masih saja ditemukan banyak sekali reklame-reklame liar yang tanpa ijin serta tidak membayar pajak reklame. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil analisa yang dicapai oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset pada Kabupaten Surabaya dengan cara meningkatkan Pajak Reklame di dalam kaitannya dengan Penerimaan Pendapatan Asli daerah (PAD). TINJAUAN TEORETIS Pajak Menurut P. J. A. Andriani (1991:2) dalam buku “Pengantar ilmu hukum pajak”, pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Teori Pemungutan Pajak Dalam kaitannya dengan fungsi budgetair, pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan penerimaan negara yang ditempuh melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak. Ekstensifikasi ditempuh melalui perluasan, baik obyek maupun subyek pajak, sedangkan intensifikasi ditempuh melalui peningkatan kepatuhan subyek pajak yang telah ada. Pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh suatu negara khususnya Indonesia didasarkan atas beberapa teori. Teori-teori tersebut, menurut Prof. Supramono (2010) antara lain : (a) teori asuransi yaitu setiap peserta asuransi wajib untuk membayar premi asuransi dengan tujuan sebagai perlindungan bagi orang yang bersangkutan atas keselamatan dan harta bendanya maka perusahaan asuransi akan membayar klaim asuransi yang sebenarnya berasal dari premi yang dibayarkan oleh anggota lainnya; (b) teori kepentingan yaitu pembebanan pajak kepada masyarakat didasarkan atas besarnya kepentingan masyarakat dalam suatu Negara; (c) teori daya pikul yaitu biaya-biaya atas perlindungan yang diberikan oleh negara kepada warga negara haruslah dipikul oleh segenap orang yang menikmatinya dalam bentuk pajak; (d) teori bakti yaitu masyarakat dianggap memiliki kewajiban mutlak yaitu berbakti kepada Negara dan untuk membuktikan baktinya, masyarakat harus menyadari bahwa pajak adalah suatu kewajiban; (e) teori asas daya beli yaitu pajak digunakan untuk menarik daya beli masyarakat yang artinya adalah pajak yang dipungut oleh negara dapat mengurangi penghasilan yang akan digunakan oleh masyarakat untuk konsumsi sehingga akibat dari pemungutan pajak adalah berkurangnya daya beli masyarakat secara individu.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
4
Syarat Pemungutan Pajak Menurut Prof. Supramono (2010), berdasarkan asas pemungutan pajak dan untuk menghindari perlawanan pajak, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (a) pemungutan pajak harus adil yaitu adalah pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan merata sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diminta Wajib Pajak dari pemerintah; (b) pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang adalah yaitu untuk mewujudkan pemungutan yang adil, pemungutan pajak harus dapat memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya, oleh karena itu pemungutan pajak harus didasarkan atas Undang-Undang yang disahkan oleh lembaga legislatif. Untuk mewujudkannya, pemungutan pajak dilandaskan atas Undang-Undang Pasal 23 Ayat 2 UUD 1945; (c) pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian yaitu adalah negara menghendaki agar perekonomian negara dan masyarakat dapat senantiasa meningkat. Pemungutan pajak yang merupakan penyerapan sebagian sumber daya dari masyarakat tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara. Oleh karena itu, dimungkinkan pemberian fasilitas perpajakan sejauh pemberian fasilitas ini berdampak positif bagi perekonomian negara; (d) pemungutan pajak harus efisien yaitu adalah biaya untuk pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin dan hasil pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai pengeluaran negara seperti yang tercantum dari APBN, oleh karena itu pemungutan pajak harus menggunakan prinsip cost and benefit analysis, dalam arti biaya pemungutan pajak harus lebih kecil daripada pajak yang dipungut; (e) sistem pemungutan pajak harus sederhana sehingga akan memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengelompokan Pajak Di Indonesia, jenis-jenis pajak dapat dikelompokkan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutannya. Menurut Prof. Supramono (2010) dalam buku yang berjudul Perpajakan Indonesia, pengelompokan jenis-jenis pajak di antaranya adalah : 1. Jenis pajak menurut golongannya a. Pajak Langsung Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung karena pengenaan pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain. b. Pajak tak langsung Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tak langsung karena yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seharusnya adalah penjualan. Dalam hal ini, penjualnyalah yang mengakibatkan adanya pertambahan nilai, tetapi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat digeser kepada pembeli (pihak lain). 2. Jenis pajak menurut sifatnya a. Pajak subyektif Pajak yang didasarkan atas keadaan subyeknya, memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya (memperhatikan keadaan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
5
Wajib Pajak). Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak subyektif karena pengenaan PPh memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima penghasilan. b. Pajak Obyektif Pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak, Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PPN merupakan peningkatan nilai dari suatu barang, bukan penjual yang meningkatkan nilai barang. PBB dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari keadaan pemiliknya. 3. Jenis pajak menurut lembaga pemungutannya a. Pajak pusat (negara) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), bea materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). b. Pajak daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP No. 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan PP No. 34 Tahun 2000. c. Pajak provinsi Contohnya, Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. d. Pajak kabupaten/kota Contohnya pajak hotel, pajak restaurant, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan. Selain pengelompokan tersebut, pajak juga dapat dibedakan menjadi dua, antara lain : 1) Pajak final Pajak final berati pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak melalui pemungutan atau pemotongan pihak lain dalam tahun berjalan tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan pada total PPh yang terutang pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan PPh. Contoh dari pajak final adalah sebagai berikut : a) Penghasilan berupa bunga deposit dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, serta bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b) Penghasilan berupa hadiah undian c) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. d) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, serta persewaan tanah dan/ atau bangunan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
6
2) Pajak tidak final Sebagian besar pajak yang berlaku di Indonesia adalah pajak tidak final. Pajak tidak final adalah pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak melalui pemungutan atau pemotongan pihak lain dalam tahun berjalan dan dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan. Misalnya, Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, dan 24 serta PPN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Nurlan Darise pada buku yang berjudul Akuntansi Keuangan daerah menyatakan bahwa Pendapatan Asli daerah yang selanjutnya disingkat menjadi PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Kemudian, sumber-sumber PAD menurut Nurlan Darise (2008) antara lain terdiri dari : (a) pajak daerah; (b) retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (d) lain-lain PAD yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup : (a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah BUMD; (b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah BUMN; (c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan menurut Nurlan Darise (2008) yang mencakup antara lain : (a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; (b) jasa giro; (c) pendapatan bunga; (d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; (e) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah; (f) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; (g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; (h) pendapatan denda pajak; (i) pendapatan denda retribusi; (j) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; (k) pendapatan dari pengembalian; (l) fasilitas sosial dan fasilitas umum; (m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; (n) pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan (Nurlan Darise, 2008). Target Pendapatan Daerah Target Pendapatan Daerah menurut Soelarno (1999) adalah perkiraan hasil perhitungan pendapatan daerah secara minimal dicapai dalam satu tahun anggaran. Agar perkiraan pendapatan daerah dapat dipertanggungjawabkan di dalam penyusunannya, maka memerlukan perhitungan terhadap faktor-faktor sebagai berikut : (a) realisasi penerimaan pendapatan daerah dari tahun anggaran yang lalu dengan memperlihatkan faktor pendukung yang menyebabkan tercapainya realisasi tersebut dan faktor-faktor yang menghambatnya; (b) kemungkinan pencairan jumlah tunggakan tahun-tahun sebelumnya yang diperkirakan dapat ditagih minimal 35% dari tunggakan sampai dengan tahun berlalu; (c) data potensi pajak dan estimasi perkembangan dan perkiraan penerimaan dari penetapan tahun berjalan minimal 80% dari pendapatan; (d) data potensi obyek pajak dan estimasi perkembangan dan perkiraan penerimaan dari penetapan tahun berjalan minimal 80% dari penetapan; (e) keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat selaku wajib pajak; (f) perkembangan tersedianya saran dan prasarana serta biaya pungutan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
7
Pajak Daerah Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai dasar hukum, yaitu Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah diatur oleh Undang-undang No. 28 Tahun 2009. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 mengenai Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang selanjutnya kemudian disebut dengan pajak yaitu bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya menurut Undang-undang no.28 Tahun 2009, Jenis-jenis pajak daerah antara lain : Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Golongan C, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pajak Reklame Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame pada bab 1 pasal 1, reklame adalah sekumpulan alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan/ atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah. Pajak reklame adalah salah satu pajak daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang mempunyai posisi strategis di dalam hal pendanaan pembiayaan di daerah. Objek Pajak Reklame Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan sebagai objek Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame pada bab 1 pasal 1 adalah sebagai berikut : (a) reklame megatron adalah sebuah reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak, berupa gambar dan/ atau tulisan yang dapat berubah-ubah, terprogram dan menggunakan tenaga listrik, termasuk didalamnya videotron dan atau electronic display; (b) reklame papan/ billboard adalah sebuah reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) terbuat dari papan, kayu, seng, tinplate, colibrite, vynil, aluminium, fiber glass, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau ditempel atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang, dan sebagainya baik bersinar, disinari, maupun yang tidak bersinar; (c) reklame berjalan adalah sebuah reklame yang di tempatkan pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara di bawa/ didorong/ ditarik oleh orang, termasuk didalamnya reklame pada gerobak/ rombong, kendaraan baik bermotor ataupun tidak; (d) reklame baliho adalah reklame yang terbuat dari papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan tujuan materinya mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil; (e) reklame kain adalah reklame yang tujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu event atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenis, antara lain adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian bendera), tenda, krey,
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
8
banner, giant banner dan standing banner; (f) reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantung pada suatu benda lain, termasuk didalamnya adalah brosur, leafleat, dan reklame dalam undangan; (g) reklame melekat atau stiker adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantung pada suatu benda; (h) reklame film atau slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise (celluloide) berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan lain yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/ atau dipancarkan; (i) reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan balon, gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenis; (j) reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat; (k) reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara; (l) reklame sign net adalah reklame jenis papan yang diselenggarakan secara berjajar dilokasi bukan persil dengan jumlah lebih dari satu dan memiliki elevasi rendah. Bukan Objek Pajak Reklame Yang bukan termasuk objek Pajak Reklame, menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame pada bab 1 pasal 1 adalah : (a) penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya, label atau merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya; (b) nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggrakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut; (c) reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah; (d) penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Dasar Pengenaan Pajak Reklame Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Reklame pada pasal 49, Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah : a) Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame b) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. c) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame. d) Cara perhitungan nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan dengan peraturan daerah. e) Hasil perhitungan nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat 5 ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Pajak Terutang Reklame Pajak terutang menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Reklame pada pasal 51 adalah : Tarif pajak x dasar pengenaan pajak (DPP). Besaran pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
9
pasal 50 ayat 2 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat 6 Undang-undang No. 28 tahun 2009. Nilai Pajak Reklame Nilai Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame pada bab II pasal (2) dan (3) menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya adalah : (a) besarnya pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak; (b) tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 25% (dua puluh lima persen); (c) dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Nilai Sewa Reklame; (d) penetapan Nilai Pajak Reklame dibulatkan ke atas menjadi kelipatan Rp. 100,00 (seratus rupiah); (e) apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu jenis reklame, maka nilai pajaknya ditetapkan menurut jenis reklame yang tarifnya paling tinggi. Menurut Indra Bastian (2002) pada bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi Sektor Publik : konsep untuk pemerintahan daerah, Pendapatan Asli Daerah adalah semua pendapatan yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD diklasifikasikan menjadi empat jenis pendapatan menurut Indra Bastian (2002) antara lain : (a) Pajak Daerah : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di Atas Air di Bawah Tanah, Pajak Air Permukaan; (b) Retribusi Daerah seperti : Retribusi pelayanan kesehatan, Retribusi pemakaian kekayaan daerah, Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, Retribusi penjualan produksi usaha daerah, Retribusi izin trayek kendaraan penumpang, Retribusi air, Retribusi jembatan timbang, Retribusi kelebihan muatan, Retribusi perizinan pelayanan, dan pengendalian; (c) Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan seperti : bagian laba Bank Pembangunan Daerah (BPD), bagian laba Perusahaan Daerah, dan hasil investasi pada pihak ketiga; (d) Lain-lain PAD yaitu semua PAD yang bukan berasal dari pajak, retribusi dan laba usaha daerah, antara lain : hasil penjualan barang milik daerah, penerimaan jasa giro, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah (TP/TGR), denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, penerimaan bunga deposito. Sedangkan Kelompok Belanja menurut Indra Bastian (2002) diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu : (a) Belanja Administrasi Umum : belanja untuk melaksanakan kegiatan pelayanan aparatur yang tidak mengakibatkan penambahan kekayaan; (b) Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik adalah belanja untuk melaksanakan kegiatan pelayanan publik yang tidak mengakibatkan penambahan kekayaan; (c) Belanja Modal/ Investasi adalah belanja yang mengakibatkan penambahan kekayaan; (d) Belanja transfer adalah belanja untuk kegiatan amal tanpa mengharapkan adanya pengembalian atau imbalan; (d) Belanja Tak Tersangka adalah belanja untuk kegiatan yang tidak dapat direncanakan dan bersifat luar biasa (force major). Pertumbuhan Ekonomi Menurut Boediono (2009) dalam bukunya yang berjudul Teori Pertumbuhan Ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
10
Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan “output perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Teori Pertumbuhan Ekonomi Dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, menurut para ahli ekonomi klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo yang telah diterjemahkan oleh Boediono (2009), ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut : (a) jumlah penduduk; (b) persediaan barang-barang modal; (c) luas tanah dan kekayaan alam; (d) penerapan teknologi. Sedangkan dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi Schumpeter adalah peranan pengusaha atau wirausahawan sangat penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Itulah salah satu hal yang ditekankan oleh Schumpeter dalam teorinya. Pengusaha akan terus-menerus melakukan inovasi untuk mendapatkan hal-hal baru yang berguna bagi usahanya dan dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh. Adapun bentuk inovasiinovasi yang dilakukan oleh pengusaha antara lain mencari lokasi pasar yang baru, meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi, dan mencari sumber bahan mentah. Untuk menjalankan inovasi yang telah ditemukan tentu membutuhkan modal. Pengusahan akan meminjam modal tersebut untuk keperluan investasi usahanya. Akibat dari investasi tersebut adalah kenaikan pendapatan nasional yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Karena konsumsi meningkat dan menimbulkan investasi baru oleh pengusaha. Begitu juga dengan Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik, beberapa teori pertumbuhan ekonomi dari aliran neoklasik menurut Boediono (2009) adalah sebagai berikut : (a) teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar; (b) teori pertumbuhan ekonomi solow. Selanjutnya adalah Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow. Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi terdiri atas beberapa tahap berikut : (a) perekonomian tradisional; (b) perekonomian transisi; (c) perekonomian lepas landas; (d) perekonomian menuju kedewasaan; (d) perekonomian dengan tingkat konsumsi yang tinggi. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran dari Populasi (Objek) Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang digunakan untuk mengamati suatu fenomena, mengumpulkan informasi, menganalisis, membahas, serta menyajikan hasil penelitian secara terperinci mengenai objek study yang sedang diteliti serta untuk mendapatkan hasil atau solusi terhadap penelitian dengan berdasarkan pada data yang telah diperoleh. Menurut Moeleong (2006:6) bahwa : “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks, khususnya yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”. Kemudian yang disebut dengan populasi adalah kesatuan persoalan yang sudah ditentukan batasan-batasannya secara jelas (Soeratno dkk, 2004:71). Sedangkan populasi pada penelitian ini adalah data tentang penerimaan pajak reklame di Surabaya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
11
Teknik Pengumpulan Data Pada skripsi ini untuk data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung tetapi data yang diambil berdasarkan dengan pertimbangan tertentu dan sesuai dengan maksud serta tujuan yang akan diteliti oleh peneliti. Untuk memperoleh data yang diperlukan dan sesuai dengan pokok pembahasan, maka peneliti memperolehnya dengan cara melakukan hal berikut ini, menurut Meleong (2006) adalah : (a) studi lapangan yaitu dengan mengadakan survei terlebih dahulu terhadap objek yang akan diteliti yaitu pada Kantor Dinas Pendapatan Kota Surabaya guna untuk memperoleh data serta informasi mengenai data yang sebenarnya; (b) observasi yaitu mengumpulkan data serta beberapa informasi dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap tempat yang akan diteliti, guna untuk memperoleh gambaran secara nyata yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas; (c) wawancara yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan informan berkaitan dengan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti, dan dalam hal ini, pihak informan adalah pihak-pihak yang berkaitan secara langsung atau yang berwenang menangani permasalahan yang dibutuhkan oleh peneliti untuk memperoleh informasi atau keterangan yang lengkap; (d) dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tersedia dalam bentuk dokumen-dokumen yang terkait dengan yang dibutuhkan oleh peneliti. Satuan Kajian Satuan kajian merupakan satuan terkecil dari objek penelitian yang diinginkan oleh si peneliti sebagai bentuk klasifikasi pengumpulan data. Satuan kajian dalam penelitian ini, adalah : 1. Pajak Reklame yang antara lain meliputi pajak yang dikenakan kepada semua penyelenggara reklame baik orang pribadi maupun badan, dimana hasil penerimaan pajak yang didapat digunakan untuk membangun Daerah dan membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang antara lain meliputi pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber pendapatan yang ada di daerah dimana digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah serta pembangunan daerah. Teknik Analisis Data Analisis data kualitiatif adalah suatu analisis data yang digunakan oleh peneliti di dalam melakukan sebuah penelitian. Di dalam suatu penelitian sangatlah diperlukan adanya suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahanpermasalahan yang sedang diteliti. Teknik analisis data merupakan suatu proses di dalam mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori serta satuan uraian dasar. Tujuan dari analisis data tersebut adalah dengan memberikan batasan serta mempermudah di dalam memecahkan suatu masalah yang sedang diamati. 1. Analisis atas Penerimaan Pajak Reklame Menganalisis data dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan dasar pengenaan pajak atau target penerimaan Pajak Reklame yang telah diterapkan dalam APBD kota Surabaya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, dengan tujuan untuk mengetahui hasil realisasi penerimaan Pajak Reklame yang di dapatkan oleh Dinas Pendapatan Surabaya, dan dirumuskan sebagai berikut :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
12
Pajak Reklame =
Tarif Pajak Reklame x 100 % Target Penerimaan Pajak Reklame
2. Analisis Konstribusi Penerimaan Perjenis Objek Pajak Reklame Terhadap Realisasi Pendapatan Pajak Reklame Menganalisis data dengan cara membandingkan berdasarkan data hasil realisasi penerimaan Pajak Reklame (perjenis objek reklame) dengan Realisasi Pendapatan Pajak Reklame yang telah diperoleh Dinas Pendapatan kota Surabaya dari tahun 2008 sampai dengan 2012 yang dimaksudkan untuk mengetahui jenis objek Pajak Reklame yang memberikan kontribusi penerimaan Pajak Reklame terbesar dan terkecil dalam peningkatan realisasi penerimaan Pajak Reklame, dan dirumuskan sebagai berikut : Kontribusi Penerimaan = Penerimaan Perjenis Objek Reklame x 100% Perjenis Objek Reklame Realisasi Pendapatan Pajak Reklame 3. Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Untuk mengetahui besarnya kontribusi Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surabaya untuk setiap tahunnya yaitu dari tahun 2008 sampai dengan 2012, dapat dirumuskan sebagai berikut : Kontribusi=
x 100% Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi, dapat dirumuskan sebagai berikut : R = Pn-Po x 100% Po Ket : Pn = Data pada tahun ke-n Po = Data pada tahun ke-0 R = Pertumbuhan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis atas Penerimaan Pajak Reklame Tabel 1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Tahun 2008-2012 Tahun Target Realisasi Anggaran Pajak Reklame Pajak Reklame (Rp) (Rp) 2008 57.092.944.334,00 51.867.059.246,00 2009 85.250.000.000,00 75.625.320.129,00 2010 119.000.000.000,00 98.705.063.186,00 2011 126.000.000.000,00 90.232.362.728,00 2012 112.998.024.000,00 117.601.450.951,00 Rata-rata Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Prosentase (%) 90,8467 88,7101 82,9454 71,6130 104,0739 87,6378
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
13
Berdasarkan pada Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa hasil realisasi penerimaan Pajak Reklame yang diperoleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya selama 5 tahun penelitian, yaitu tahun 2008 sampai dengan 2011 mengalami penurunan. Namun pada tahun 2012, realisasi penerimaan Pajak Reklame melebihi target yang telah ditetapkan. Realisasi penerimaan Pajak Reklame pada tahun 2008 mengalami penurunan, yaitu dari Rp 51.867.059.246,00 menjadi sebesar Rp 75.625.320.129,00 di tahun 2009 atau apabila dilihat dari prosentase maka terjadi penurunan dari 90,85% pada tahun 2008 menjadi 88,71% di tahun 2009. Pada tahun 2010 terjadi penurunan realisasi penerimaan Rp 75.625.320.129,00 menjadi sebesar Rp 98.705.063.186,00 atau dilihat dari prosentase sebesar 82,95%, lalu pada tahun 2011 terjadi penurunan realisasi penerimaan lagi dari Rp 98.705.063.186,00 menjadi sebesar Rp 90.232.362.728,00 atau apabila dilihat dari prosentase sebesar 71,61%, namun pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi penerimaan sebesar Rp 117.601.450.951,00 atau jika dilihat dari prosentase terjadi kenaikan sebesar 104,07%. Apabila dilihat dari prosentase realisasi penerimaan Pajak Reklame pada tahun 2008 sampai dengan 2012 telah terjadi penurunan, hal ini disebabkan karena selisih antara target dan realisasi pada tahun 2008 sebesar Rp (5.225.885.088,00), pada tahun 2009 menurun sebesar Rp (9.624.679.871,00), pada tahun 2010 menurun sebesar Rp (20.294.936.814,00), pada tahun 2011 menurun sebesar Rp (35.767.637.272,00), dan pada tahun 2012 meningkat sebesar Rp 4.603.426.951,00. Apabila dilihat dari prosentasenya, penurunan realisasi penerimaan Pajak Reklame bisa saja disebabkan karena kurangnya upaya pihak pemungut Pajak Reklame di dalam kaitannya dalam meningkatkan realisasi. Upaya-upaya yang dilakukan di dalam mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu antara lain dengan cara melakukan penarikan-penarikan dari pajak-pajak terutang yaitu penarikan pajak pada tahun sebelumnya yang belum melakukan pembayaran, mencari potensi dari reklame-reklame liar, atau dengan cara melakukan pemberitahuan terhadap reklame-reklame yang telah habis masa berlakunya. Seharusnya upaya-upaya tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pihak Pemungut Pajak agar lebih bisa maksimal di dalam usahanya untuk menjadikan banyak potensi pajak yang belum tergali secara optimal. Analisis Prosentase Penerimaan Perjenis pada Objek Pajak Reklame Berdasarkan hasil analisa penerimaan perjenis pada objek Pajak Reklame, dapat diketahui besarnya kontribusi penerimaan perjenis pada objek Pajak Reklame selama kurun waktu 2008 sampai dengan kurun waktu 2012, yaitu untuk objek Pajak Reklame jenis Reklame Billboard/Papan Tiang dengan Penerangan berada dalam posisi tertinggi dengan prosentase kontribusi sebesar 45,8378%, sedangkan untuk jenis Reklame Undangan dengan prosentase 0,0001% berada dalam posisi terendah. Untuk selengkapnya, dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
14 Tabel 2 Prosentase Jenis Objek Pajak Reklame-Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Tahun Anggaran 2008-2012 Jenis Objek Pajak Reklame Prosentase Penerimaan Pajak Reklame (%) Selebaran/ Brosur/ Leafleat 0,0594 Baliho 3,9169 2,7358 Umbul-Umbul 2,7584 Spanduk Stiker/ Melekat 0,0374 Udara 0,0868 0,0002 Peragaan Tidak Permanen Undangan 0,0001 Kain 0,8769 Banner 3,9184 0,0145 Film/ Slide tanpa Suara Billboard/Papan Menempel dengan Penerangan 19,6725 Billboard / Papan Tiang Tanpa Penerangan 5,4516 Megatron/Videotron/LED 0,7513 Billboard/ Papan Tiang dengan Penerangan 45,8378 Berjalan / Kendaraan 1,2340 Billboard/Papan Menempel Tanpa Penerangan 8,8213 Billboard / Papan pada JPO / Bando 1,7087 Billboard / Papan Menempel Dinding / Mural 0,4548 Belum Diketahui Objek Pajaknya 1,6632 Rata-rata 100 Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Berdasarkan pada tabel, dapat ditarik kesimpulan bahwa seberapapun besarnya hasil realisasi penerimaan perjenis objek Pajak Reklame, maka tetap saja akan berpengaruh terhadap menunjang peningkatan realisasi penerimaan Pajak Reklame di Kota Surabaya. Dan untuk mengetahui bagaimana kaitannya antara Pajak Reklame dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Surabaya. Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame di dalam Hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tabel 3 Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame dalam Hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Tahun Anggaran 2008-2012 Tahun Realisasi PAD Anggaran Pajak Reklame Kota Surabaya (Rp) (Rp) 2008 51.867.059.246,00 729.213.319.344,00 2009 75.625.320.129,00 809.795.526.042,00 2010 98.705.063.186,00 908.647.775.730,37 2011 90.232.362.728,00 1.886.514.301.580,72 2012 117.601.450.951,00 2.279.613.848.832,61 Rata-rata Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Prosentase (%) 7,1127 9,3388 10,8629 4,7830 5,1588 7,4512
Menurut data tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa kontribusi Pajak Reklame di dalam hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami peningkatan yaitu yang semula hanya 7,1127% menjadi 9,3388% atau bisa dikatakan meningkat sebanyak 2,2261%, kemudian pada tahun 2010 mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar 10,8629% atau bisa dikatakan meningkat sebanyak 1,5241%,
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
15
akan tetapi pada tahun 2011 dan tahun 2012 mengalami penurunan secara drastis yaitu hanya memberikan kontribusi sebesar 4,7830 pada tahun 2011 dan 5,1588 pada tahun 2012. Dan dapat disimpulkan bahwa setiap tahun anggaran yaitu dari tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012, penerimaan Pajak Reklame yang di peroleh oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya selalu mengalami kenaikan serta penurunan. Hal ini disebabkan karena jumlah kenaikan penerimaan PAD yang cukup tinggi tidak di sertai dengan kenaikan realisasi penerimaan Pajak Reklame yang cukup tinggi juga. Menurut data tabel 3 di atas, rata-rata kontribusi penerimaan Pajak Reklame terhadap peningkatan penerimaan Pendapatan asli Daerah (PAD) selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yaitu untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun 2012 adalah 7,45122%. Menurut hasil analisis kontribusi Pajak Reklame terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunjukkan bahwa kontribusi yang di berikan dari sektor Pajak Reklame masih sangat minim sehingga belum dapat diandalkan untuk meningkatkan Pendapatan asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya. Oleh sebab itu diharapkan kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat melaksanakan kewajibannya di dalam membayar pajak, serta melakukan peningkatan sistem penagihan, mempermudah dan mempercepat bagi wajib pajak di dalam melakukan pembayaran pajak yaitu dengan cara memperbanyak tempat pembayaran dan penagihan. Menurut Sub Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan “....................Keberadaan Pajak Reklame juga merupakan persyaratan mutlak dari tumbuhnya perekonomian di Kota Surabaya, meskipun masih minim untuk kontribusi yang diberikan pada sektor Pajak Reklame ini, oleh sebab itu perlunya di adakan upaya-upaya yang lebih baik dari Tim Reklame untuk meningkatkan penerimaan Pajak Reklame yang nantinya juga berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya”. Di dalam hasil yang di capai oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat pula di ketahui tingkat pertumbuhan ekonominya di Kota Surabaya, berikut analisisnya : Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi di dalam Hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun Anggaran 2008-2012 (dalam milyar Rp) Tahun PAD Kota Surabaya PDRB Kota Surabaya Pertumbuhan Ekonomi Anggaran (dalam milyar Rp) (dalam milyar Rp) Kota Surabaya (%) 2008 729.213,32 162.833,38 2009 809.795,53 178.558,97 9,6574 2010 908.647,78 205.161,47 14,8984 2011 1.886.514,30 235.034,30 14,5606 2012 2.279.613,85 264.335,62 12,4668 Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Berdasarkan data tabel 4 di atas menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku (ADHB) dapat diketahui bahwa PDRB di Kota Surabaya tiap tahunnya mengalami peningkatan. Untuk tahun anggaran 2008 saja mencapai 162.833,38 milyar, pada tahun anggaran 2009 terjadi peningkatan yaitu sebesar 178.558,97 milyar atau sebesar 15.725,59 milyar, lalu pada tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu sebesar 205.161,47 milyar atau sebesar 26.602,5 milyar, kemudian pada tahun 2011 dan 2012 mengalami peningkatan kembali yaitu sebesar 235.034,30 untuk tahun 2011 atau sebesar 29.872,83 milyar dan 264.335,62 milyar untuk tahun 2012 atau sebesar 29.301,32 milyar.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
16 Tabel 5 Pertumbuhan Ekonomi di dalam Hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun Anggaran 2008-2012 (dalam milyar Rp) Tahun PAD Kota Surabaya PDRB Kota Surabaya Pertumbuhan Ekonomi Anggaran (dalam milyar Rp) (dalam milyar Rp) Kota Surabaya (%) 2008 729.213,32 77.717,87 2009 809.795,53 82.014,71 5,5287 2010 908.647,78 87.828,84 7.0891 2011 1.886.514,30 94.471,05 7,5626 2.279.613,85 101.671,63 7,6219 2012 Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Sedangkan menurut data pada tabel 5 di atas menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan (ADHK) dapat diketahui bahwa PDRB di Kota Surabaya tiap tahunnya mengalami peningkatan pula. Untuk tahun anggaran 2008 saja mencapai 77.717,87 milyar, pada tahun anggaran 2009 naik menjadi sebesar 82.014,71 milyar atau sebesar 4.296,84 milyar. Lalu pada tahun anggaran 2010 naik menjadi 87.828,84 milyar atau mengalami kenaikan sebesar 5.814,13 milyar, kemudian pada tahun 2011 naik kembali menjadi 94.471,05 milyar atau sebesar 6.642,21 milyar. Dan pada tahun anggaran 2012 menjadi 101.671,63 milyar atau mengalami kenaikan sebesar 7.200,58 milyar. 16 14 12 10
ADHB
8
ADHK
6
4 2
0 2008
Gambar 2009 2010 1 2011 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya Menurut Lapangan Usaha ADHB dan ADHK Tahun Anggaran 2008-2012
2012
Sumber : BPS Kota Surabaya
Apabila dilihat dari adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi, apa yang terjadi di Kota Surabaya masuk di dalam kategori yang cukup baik karena terdapat pertumbuhan yang signifikan yang di dapat juga dari sektor pajak. Secara makro, perkembangan ekonomi Surabaya sangat menggembirakan di tengah ekonomi global yang masih saja mengalami krisis keuangan dunia. Terjadinya peningkatan pada pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya salah satunya adalah pengaruh dari meningkatnya Pendapatan Asli Daerah di Kota Surabaya, karena apabila nilai dari masing-masing variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya meningkat, maka akan terjadi peningkatan pula terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya, begitu pula sebaliknya
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
17
apabila terjadi penurunan dari masing-masing variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan pula. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Realisasi penerimaan Pajak Reklame yang diperoleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya selama 5 (lima) tahun penelitian yaitu dari tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun anggaran 2012 mengalami peningkatan serta penurunan. Dengan mempunyai rata-rata apabila dilihat dari presentase yaitu sebesar 87,6378; (2) Berdasarkan hasil analisis realisasi penerimaan perjenis objek Pajak Reklame pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya dapat diketahui bahwa kontribusi penerimaan Pajak Reklame terkecil di peroleh dari objek Pajak Reklame jenis Undangan, dan apabila dilihat dari prosentase yaitu pada jenis objek Pajak ini hanya memberikan kontribusi sebesar 0,0001%; (3) Berdasarkan hasil analisis realisasi penerimaan perjenis objek Pajak Reklame pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya dapat diketahui bahwa kontribusi penerimaan Pajak Reklame terbesar di peroleh dari objek Pajak Reklame jenis Billboard/ Papan Tiang dengan Penerangan, dan apabila dilihat dari prosentase yaitu pada jenis objek Pajak ini memberikan kontribusi sebesar 45,8378 %; (4) Berdasarkan hasil analisis kontribusi penerimaan Pajak Reklame di dalam hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya selama 5 (lima) tahun penelitian yaitu dari tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun anggaran 2012 mengalami kenaikan serta penurunan, yaitu untuk hasil kontribusi terbesar di dapat pada tahun anggaran 2010 atau apabila dilihat dari prosentase yaitu sebesar 10,8629% dan hasil kontribusi terkecil di dapat pada tahun anggaran 2011 atau apabila dilihat dari prosentase sebesar 4,7830%; (5) Menurut hasil analisis kontribusi Pajak Reklame terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunjukkan bahwa kontribusi yang di berikan dari sektor Pajak Reklame masih minim sehingga belum dapat di andalkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya; (6) Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surabaya di dalam hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun anggaran 2012 justru mengalami peningkatan. Apabila dilihat dari adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi, apa yang terjadi di Kota Surabaya masuk di dalam kategori yang cukup baik karena terdapat pertumbuhan yang signifikan yang di dapat juga dari sektor pajak, karena apabila nilai dari masing-masing variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya meningkat, maka akan terjadi peningkatan pula terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya. Saran Dari uraian kesimpulan di atas, berikut ini beberapa saran yang dapat dijadikan bahan masukan yaitu : (1) Sebaiknya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan yang terkait melakukan usaha serta upaya-upaya yang lebih optimal agar dapat mencapai target yang diharapkan, yaitu dengan cara melakukan penarikan dari pajak-pajak terutang yaitu yang dari tahun sebelumnya yang belum melakukan pembayaran; (2) Untuk lebih mengoptimalkan hasil pendapatan Pajak Reklame, sebaiknya pemungutan pajak yang awalnya hanya berdasarkan dari target saja, sebaiknya dipungut juga berdasarkan potensi yang sesungguhnya sehingga potensi yang belum tergali pada akhirnya mampu meningkatkan pajak reklame beserta kontribusinya yang nantinya juga akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); (3) Realisasi penerimaan Pajak Reklame sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu ditingkatkan lagi, antara lain yaitu dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
18
cara mencari objek-objek reklame yang baru yang dapat dikenakan pajak reklame yang pada waktu lalu tidak/ belum dikenakan pajak, serta memberikan sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang belum/ menunggak pajak. Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah hasil yang di peroleh masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu untuk penelitian tentang pajak reklame yang selanjutnya diharapkan lebih dapat dikembangkan lagi nantinya. Misalnya saja tentang biaya untuk pemasangan Pajak Reklame. Sehingga hasil dari penelitian nantinya mampu untuk dapat dijadikan bahan acuan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. DAFTAR PUSTAKA Andriani, P. J. A. dan R. S. Brotodiharjo. 1991. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. PT. Eresco. Bandung. Bastian, I. dan S. Gatot. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik : Konsep untuk Pemerintah Daerah. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat. . 2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi kedua. Jakarta : Salemba Empat. Boediono. 2009. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Chamamah, S dkk. 2004. History and cultural heritage. Edisi Kedua. Yogyakarta : Kraton Ngayogyakarta Hadinigrat. Darise, N. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah : Akuntansi Sektor Publik. PT.Indeks. Jakarta. Dwi Istianto, D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Semarang Tahun 2000-2009. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang. Irwansyah, L. 2010. Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan Pelaksanaan Hukum. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Lexy J, M. 2006. Metedologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. Nurmayasari, D. 2010. Analisis Penerimaan Pajak Reklame Kota Semarang. Penelitian Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang. Pemerintah Kota Surabaya. 2006. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame. . 2008. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 18 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. . 2009. Peraturan Walikota Surabaya No. 14 Tahun 2009 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Reklame dan Perhitungan Pajak Reklame. . 2010. Peraturan Walikota Surabaya No. 71 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame. . 2011. Peraturan Walikota Surabaya No. 1 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame. . 2011. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. . 2012. Peraturan Walikota Surabaya No. 79 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame. Prasedyawati, L. G. 2013. Analisis Penerimaan Pajak Reklame di Kota Semarang Tahun 1990-2011. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. . 2004. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
19
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. . 2009. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Reklame. Salim, P. dan Y. Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Edisi Lux. Semarang : Widya Karya. Siahaan, M. P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penerbit PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Soelarno, S. 1999. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : STIA LAN Press. Supramono dan D. Theresia Woro. 2010. Perpajakan Indonesia. Edisi Pertama. Yogyakarta : ANDI. Wardani, R. K. 2011. Analisis Penerimaan Pajak Reklame dalam Hubungannya dengan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian Fakultas Ekonomi. STIESIA. Surabaya. ●●●