ANALISIS PENERAPAN HUBUNGAN KERJA OUTSOURCINGDAN KONTRAK DI SEKTOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014
ARI ISMAIL MUTTAQIN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014adalah benar karya saya denganarahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ari Ismail M NIM H14090121
1
ABSTRAK ARI ISMAIL M. Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014)Dibimbing oleh DrMUHAMMAD FINDI ALEXANDI, SE, ME Jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja dapat meningkatkan jumlah pengangguran.Penerapan sistem outsourcing dan kontrak efisien dalam mengurangi jumlah pengangguran.Namun sistem ini merugikan tenaga kerja itu sendiri karena fleksibelitas terjadi pada setiap elemen.Penelitian ini menggunakan data primer melalui penyebaran kuesioner kepada 40 responden serta wawancara kepada narasumber dari pihak perusahaan/industri dan pihak pemerintah. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang digunakan untuk mendapatkan alasan seseorang menjadi tenagakerja outsourcing.Metode analisis kuantitatif dengan metode regresi linier bergandadigunakan untuk menjelaskan secara statistik faktor-faktor yang mempengaruhinya.Kesimpulannya adalah pelanggaran-pelanggaran peraturan ketenagakerjaan yang dilakukan pihak perusahaan kepada tenagakerja kontrak dan outsourcingterjadi pada sistem pengupahan (upah di bawah standard dan penyamarataan upah kepada tenagakerja yang belum berkeluarga dengan yang sudah berkeluarga), masa kontrak, dan penempatan tenagakerja kontrak pada core activity.Berbagai alasan yang dapat diambil adalah upaya pemenuhan kebutuhan hidup, tuntutan hidup, dan tidak mempunyai pilihan lain. Faktor-faktor yang memengaruhinya berdasarkan hasil regresi berganda adalah usia dan jenis kelamin berpengaruh nyata pada pendapatan. Penjelasan jenis usaha pokok dan usaha penunjang belum mempunyai rumusan pasti sehingga pengusaha memanfaatkan celah tersebut untuk terus menggunakan tenagakerja kontrak tidak pada tempatnya. Kata kunci :kontrak,outsourcing, tenagakerja, undang-undang
ABSTRACT ARI ISMAIL M. Analysis Application Outsourcing and Contract Employment in the Textile and Textile Products industry, according to Law Number 13 Year 2003 on Employment (Case Study: 2014) Bogor Regency Supervised by Dr MUHAMMAD FINDI ALEXANDI, SE, ME The number of jobs that are not proportional to the amount of labor force may increase the number of unemployed. Implementation of outsourcing and contract system efficient in reducing the number of unemployed.However, this system is detrimental to workers themselves because of the flexibility occurs in each element.The purposive sampling technique was used in this research with a total of 50 respondents. The analytical method used is descriptive qualitative method used to get someone into a labor reason outsourcing.Method of quantitative analysis by multiple linear regression method used to statistically explain the factors that influence it.The conclusion was that violations of labor
2
regulations made by the company to contract labor and outsourcing occurred in the wage system(wages below the standard and leveling of wages to labor who are not married to the already married), long contracts labor, and placement of contracts labor in the core activity.Various reasons which could be taken is addressing the needs of life, the demands of life, and have no other choice.Factors that influence is based on results of multiple regression are age and gender significant effect on the income.An explanation of the core and supporting business activity does not have any definite formula so that employers exploit these loopholes to continue using contract labor is not in place. Keywords: contracts labor, labor, law,outsourcing
3
ANALISIS PENERAPAN HUBUNGAN KERJA OUTSOURCINGDAN KONTRAK DI SEKTOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014
ARI ISMAIL M
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
5
PRAKATA Puja puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas segala karunia dan bukti kekuatannya sehingga karya ilmiah ini telah selesai.Penelitian ini dilaksanakan sejak 2012 hingga 2015 di Kabupaten Bogor dengan judul Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014-2015. Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Dr Muhammad Findi Alexandi, SE, MEselaku pembimbing, serta Ibu Dr Eka Puspitawati yang telah banyak memberi masukan dan kritik. Selain itu apresiasi tak terhingga kepada para responden atas waktu dan kesediannya menjadi bagian penting penelitian ini, juga kepada Bapak Budi Setiadi dan Bapak Agus Tjahdjoadi sebagai narasumber atas kemudahan birokrasi sehingga proses wawancara berjalan dengan lancar. Penghargaan setinggi-tingginya kepada Farhana Zahratunnisa, kawan-kawan di Lembaga Informasi Perburuhan Sadane (LIPS), Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta Alam (KAREMATA) atas motivasi dan dukungan baik materiil ataupun non-materiil.Terimakasih juga penulis ungkapkan kepada bapak, ibu, dan seluruh keluarga besar atas pengertian, do’a, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Ari Ismail M
6
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
7
Landasan Teori
7
Teori Ketenagakerjaan
7
Teori Outsourcing
10
Teori Pasar Tenagakerja Fleksibel
10
Teori Fordism dan Post-Fordism
12
Penelitian-Penelitian Terdahulu
14
Kerangka Pemikiran
16
Hipotesis Penelitian
17
METODOLOGI PENELITIAN
18
Populasi dan Sampel
18
Populasi
18
Sampel
18
Jenis dan Sumber Data
18
Jenis Data
18
Sumber Data
19
Teknik Pengumpulan Data
19
Metode Analisis
20
Analisis Data
20
Metode Regresi Liniear dan Model Double-Log
20
Lokasi
22
GAMBARAN UMUM Outsourcing di Indonesia dan Pelaksanaannya
23 23
7
Bentuk Hubungan Kerja di Indonesia
23
Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia
24
Profil Narasumber dan Responden
27
Profil Perusahaan
27
Profil Responden
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
31
Pelanggaran-Pelanggaran peraturan Oleh Perusahaan
31
Status Perkawinan dan Nominal Upah
36
Tingkat Pendidikan
37
Solusi-Solusi dari Berbagai Pendekatan Ekonomi Politik
39
Analisis Regresi dengan Model Double-Log
41
Uji F
41
Uji-t
41
Uji Asumsi Klasik
42
Uji Normalitas
42
Uji Multikolinearitas
42
Uji Heteroskedastisitas
42
Uji Autokorelasi
42
Persamaan Regresi dan Interpretasi Koefisiennya
42
Analisis Regulasi
43
SIMPULAN DAN SARAN
44
Simpulan
44
Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
46
LAMPIRAN
48
RIWAYAT HIDUP
56
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik Rezim fordisme dan post-fordisme 2 Jadwal penelitian 3 Pertumbuhan ekonomi menurut sektor 2007-2011 (%) 4 Daftar kelompok industri berdasarkan skala investasi di Bogor tahun 2003 5 Daftar Profil perusahaan industri TPT yang menjadi lokasi penelitian
14 22 27 27 29
8
6
Hasil estimasi
41
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Grafik pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia tahun 2004-2014 (juta orang) Arus perputaran sederhana tentang perputaran Kerangka pemikiran Pohon industri TPT 1 Pohon industri TPT 2 Persentase responden tentang tahu atau tidaknya undang-undang ketenagakerjaan Persentase responden menurut tingkat pendidikan terakhir
1 7 17 33 33 36 37
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Lembar kuesioner Penelitian Tabel Hasil Uji Asumsi Klasik Press Realease ABADI Profil Perusahaan
43 47 48 50
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Data Bank Dunia tahun 2012 menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia telah mencapai 7 milyar orang. Sekitar 4 milyar orang dari jumlah tersebut menempati benua Asia. Sampai dengan tahun 2010 Bank dunia mencatat tingkat partisipiasi tenagakerja di wilayah Asia Timur dan Pasifik 45 persen dari jumlah angkatan kerja. Data partisipasi tenagakerja ini relatif sama dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan atau penurunan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang kian pesat, tingkat partisipasi tenagakerja tetap diprosentase yang sama sehingga dapat dipastikan terdapat 55 persen jumlah tenagakerja yang tidak dapat diserap oleh lapangan kerja. Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia sejalan dengan pernyataan di atas, bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk yang berarti terjadi pula kenaikan jumlah angkatan kerja. Berikut grafik pertumbuhun jumlah angkatan kerja di Indonesia (Gambar 1)
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014. Gambar 1. Grafik pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia 2004 2014 (juta orang) Gambar 1 menjelaskan bahwa padarentan tahun 2004 hingga 2014 terjadi kenaikan jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2014 jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 125.32 juta orang, 118.17 juta orang diantaranya bekerja sedangkan 7.15 juta orang sisanya yakni pengangguran terbuka. Sementara itu, pada tahun yang sama tercatat 55.85 juta orang bukan angkatan kerja yang terdiri dari 15.90 juta orang dalam status sekolah, 32.85 juta jiwa mengurus rumah tangga, dan lain-lainnya sekitar 7.10 juta orang. Data pengangguran terbuka yang mencapai angka 7.15 juta orang dirasa cukup tinggi walaupun fluktuasinya menurun.Hal ini tentu dapat menimbulkan permasalahan jika tidak tersedianya lapangan kerja yang dapat menyerap angka tersebut.
2
Permasalahan tenagakerja yang tidak dapat terserap oleh lapangan kerja dikarenakan tidak seimbangnya jumlah lapangan pekerjaan dan jumlah angkatan kerja. Salahsatu persoalan dalam sistem ketenagakerjaan saat ini sering disebut sistem alihdaya (Outsourcing) dan hubungan kerja kontrak. Sistem ini menitikberatkan pada efisiensi biaya operasional perusahaan dalam mengelola tenagakerja dengan mengalihkannya pada perusahaan lain. Perusahaan seolaholah tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pekerja berupa jaminan sosial, biaya makan, biaya transport, dan tunjangan lainnya seperti halnya yang diperoleh oleh tenagakerja tetap jika menerapkan sistem ini. Mereka juga tidak mendapat kepastian jenjang karir karena status dari tenagakerja outsorce adalah bukan pegawai yang dinaungi oleh perusahaan tetapi pegawai dari perusahaan penyalur tenagakerja outsourcingsehingga bisa saja di-PHK seketika tanpa alasan dan pemberitahuan sebelumnya. Praktik outsourcing di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda dengan ditetapkannya sistem kerja kontrak di perkebunanperkebunan sebagai wujud penjajahan asing atas Indonesia.Sistem tersebut merupakan sebuah sistem kerja kontrak yang diberlakukan oleh pengusaha perkebunan dengan dukungan pemerintah kolonial Belanda melalui Ordonasi Kuli dan Poenale Sanctie. Sebuah sistem yang tidak memperdulikan nasib para tenagakerja kontrak tersebut (kuli). Dalam perkembangannya, meskipun sistem kerja kontrak di zaman kolonial sudah tidak dipraktikkan lagi tetapi saat ini terdapat sistem kerja Outsourcingyang mulai dikenal sejak disahkannyaUndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sejak itulahdikenal istilah fleksibilatas pasar tenagakerja yang kemudian menjadi jalan mulus praktik outsourcing di Indonesia. FSPMI dan Stiftung (2010) menjelaskan bahwa praktik Outsourcingdi Indonesia merupakan wujud dari kebijakan pasar tenagakerjafleksibel yang dimintakan kepada pemerintah Indonesia oleh IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia sebagai syarat pemberian bantuan untuk menangani krisis ekonomi 1997. Persyaratan ini dicantumkan dalam Letter of Intent atau nota kesepakatan ke-21 butir 37 dan 42 antara Indonesia dengan IMF. Kesepakatan tersebut menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan dan peraturan perbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenagakerja. Peraturan dan kebijakan tersebut adalah: 1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 pasal 59 mengenai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) dan pasal 64-66 mengenai Outsourcing. 2) Keputusan Menteri nomor 101 tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan tata cara perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Tenagakerja/Buruh yang kemudian telah diubah menjadi peraturan menteri nomor 19 tahun 2012. 3) Keputusan Menteri nomor 220 tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. 4) Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2009 tentang penyelenggaraan permagangan di dalam negeri. Perundangan dan peraturan diatas menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait pelaksanaannya saat ini, karena banyak terjadi pelanggaran peraturan dan tidak adanya ketegasan pemerintah atas pelanggaran-pelanggaran tersebut. Selayaknya
3
pemerintah sebagai regulator membuat kebijakan yang dapat menciptakan keadilan bagi tiap warga negara, baik perusahaan maupun tenagakerja itu sendiri. Propaganda penerapan sistem alihdaya di Indonesia masih menjadi perdebatan serius antara pihak perusahaan (industri), pemerintah, dan organisasi/serikat buruh yang mewakili aspirasi para buruh/tenagakerja di Indonesia. Masing-masing pihak itu pasti mengalami keuntungan dan kerugian akibat penerapan sistem ini. Secara umum keuntungan outsourcing lebih banyak dinikmati olah perusahaan dan pemerintah, sebaliknya kerugian sistem ini dialami oleh tenagakerja alihdaya dan serikat buruh. Namun demikan, sebuah perusahaan akan mengalami kerugian dalam jangka panjang jika terus menerus menerapkan sistem alihdaya tenagakerjannya. Menurut Benson dan Ieronimo (1996), tujuan utama bagi perusahaan menggunakan sistem outsourcing didasarkan pada pertimbangan faktor ekonomi untuk meningkatkan keuntungan melalui efisiensi biaya produksi termasuk penghematan pengeluaran melalui upah tenagakerja. Pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1990 tujuan penggunaan outsourcing adalah untuk mendapatkan tenagakerja murah melalui upah rendah. Setelah tahun 2000 penggunaan outsourcing bertujuan mendukung transformasi perusahaan. Hal ini berarti perusahaan dapat berkonsentrasi pada bisnis utamanya karena kompetisi persaingan yang semakin ketat untuk menjaga keutuhan perusahaan (Mukherji dan Ramachandran 2007; Ponomariov dan Kingsley 2008). Istilah make more by doing1 less menjadi kata kunci para manager pengguna outsourcing2.Manfaat lain dari outsourcing adalah penciptaan lapangan pekerjaan baru dan agen-agen penyedia tenagakerja. Negara China menjadi negara industri seperti saat ini karena didukung oleh sistem outsourcing yang sangat kuat.Adapun kerugian dari penggunaan outsourcing dapat disebut sebagai hidden costyang timbul akibat outsourcing yang dapat merugikan pengusaha, pekerja, serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB). Bagi pengusaha, jika melihat melalui perspektif teori Human Resource Management, maka dimasa depan perusahaan harus membayar mahal dari praktek penggunaan outsourcing. Beberapa kerugian dari diterapkaanya sistem Outsourcingmenurut Sheenan et al (2002), diantaranya : 1) Outsourcing dapat menurunkan kemampuan manajemen dalam hal manajerial perusahaan.Sementara bagi para pekerja di perusahaan tersebut juga menurunkan tingkat keahlian pekerjanya, karena tingginya tingkat pergantian karyawan atau turnover. 2) Outsourcing dapat menurunkan kualitas suatu hasil produksi karena dikerjakan oleh supplier dan perusahaan kesulitan untuk melakukan kontrol.
1
Make more by doing less berarti menciptakan produk dalam jumlah besar dengan sedikit bekerja. Hal ini sejalan dengan sistem outsourcing, perusahaan tidak perlu repot mengurus tenagakerjanya tetapi mereka tetap mendapatkan keuntungan yang tinggi dengan kuantitas produk yang besar. 2
Gede Arya Wiryana.”Masa Depan Outsourcing di Indonesia”.http://www.Puzzle Minds.com/bahasa indonesia/idea2/ketenagakerjaan/pengelolaan SDM.html, diakses pada 19 Februari 2013.
4
3) Outsourcing dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial pada peru sahaan apabila supplier gagal memenuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Sementara bagi pekerja dan organisasi buruh, kerugian-kerugian dari outsourcing adalah: 1) Tidak ada jaminan dimasa depan, karena praktek hubungan tenagakerja outsourcing yang digunakan dalam strategi pengelolaan karyawan adalah menggunakan tenagakerja dengan sistem berbasis kontrak kerja. 2) Adanya diskriminasi sistem pengupahan dan kesejahteraan antara pekerja outsourcing dan bukan outsourcing. Pekerja outsourcing beresiko tidak mendapatkan struktur dan skala upah yang naik secara berkala dan berjenjang karena kontrak jangka pendek. 3) Menurunkan jumlah keanggotaan serikat pekerja dimasa depan, tahun 1990 saat outsourcing menjadi popular maka pada saat yang sama terjadi penurunan jumlah anggota serikat pekerja pada negara maju yang mengunakan sistem outsourcing. 4) Sistem outsourcing juga menjadi penyebab tingginya tingkat perselisihan hubungan industrial. Menurut Ross & Bamber (2009), perselisihan hubungan industrial dapat timbul karena perbedaan kesejahteraan antara pekerja outsourcing dan bukan outsourcing meskipun dalam satu perusahaan dengan tingkat pekerjaan dan tugas yang sama.
Perumusan Masalah Tahun 2011 di Indonesia tercatat terdapat 6.239 perusahaan penyedia jasa tenagakerja yang menyalurkan tenagakerja outsource ke berbagai sektor pekerjaan. Jumlah tersebut adalah setengah dari jumlah total perusahaan penyedia jasa tenagakerja yang diperkirakan oleh kemenakertrans. Menurut LIPI, peningkatan status kerja kontrak jangka pendek terjadi di industri padat karya yang memproduksi pakaian jadi, sepatu, elektronika, serta makanan dan minuman. Perluasan tersebut dikarenakan terjadi pembiaran pelanggaran aturan dan penindakan terhadap pelanggaran aturan kerja. Rumusan masalah penelitian ini berdasarkan uraian di atas adalah: 1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan tenagakerja menerima menjadi tenagakerja outsourcing ? 2) Bagaimana pelaksanaan penerapanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai sikap tenagakerjaoutsourcingdankontrak bertahan dalam statusnya yang dirugikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta menganalisis pelaksanaan penerapan Undang-UndangNomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di lapangan. Selain itu, mencari solusi dari fakta-fakta yang ada sebagai acuan perbaikan kondisi ketenagakerjaan kabupaten Bogor.
5
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah, pengusaha, serikat buruh, akademisi, dan masyarakat pada umumnya. Manfaat-manfaat tersebut adalah : 1) Pemerintah sebagai regulator dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai pertimbangan dalam memutuskan sebuah regulasi, khususnya di sektor ketenagakerjaan. 2) Pengusaha adalah orang atau badan hukum yang beroerientasi keuntungan dalam kegiatannya. Keuntungan dapat dicapai karena jasa tenagakerjanya, oleh karena itu penelitian ini bermanfaat bagi pengusaha agar ikut menjadi pertimbangan dalam operasional dan menejerial perusahaan. 3) Penelitian ini bermanfaat bagi serikat buruh sebagai kajian yang meperlihatkan kondisi kekinian perburuhan/ketenagakerjaan di Kabupaten Bogor khususnya dan di Indonesia pada umumnya. 4) Kalangan akademisi dapat menambah khazanah keilmuan sosial dibidang ketenagakerjaan dan menjadikan penelitian ini sebagai rujukan penelitianpenelitian selanjutnya. 5) Masyarakat dapat mengetahui dan menyadari permasalahan ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja outsourcingdan kontrak sehingga menjadi dasar pertimbangan kelak ketika mereka akan bekerja. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui alasan seorang tenagakerja menjadi tenaga kerja outsourcing. Data-data yang diperoleh adalah data yang diambil secara langsung (primer) dari responden yang merupakan tenagakerja/buruh outsourcing di perusahaan-perusahaan tekstil yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Perusahaan tekstil adalah perusahaan yang terbanyak menggunakan tenagakerja/buruh outsourcing karena dalam kegiatan produksinya membutuhkan banyak divisi pekerjaan. Selain itu perusahaan ini berorientasi ekspor, sehingga membutuhkan banyak sumber daya manusia/tenagakerja untuk memenuhi kuantitas produknya. Perundang-undangan pemerintah yang mengatur masalah ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja outsourcing, adalah undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 64-66.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Ketenagakerjaan Tenagakerja merupakan faktor produksi selain modal dalam struktur organisasi perusahaan. Menurut Simanjuntak (2001) yang dimaksud tenagakerja adalah penduduk yang sedang atau sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenagakerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja, baik yang sedang bekerja maupun sedang
6
mencari pekerjaan dengan batas usia minimum 10 tahun ke atas tanpa batas umur maksimum. Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenagakerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan serta melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerimapendapatan. Pada kenyataannya batas usia 10 tahun ke atas bukanlah merupakan suatu kriteria tenagakerja yang tetap. Batas usia tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan tenagakerja sebagai penduduk yang berumur dalam usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara yang satu dengan yang lainnya. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan atas angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja. Pengertian angkatan kerja adalah jumlah orang yang sedang bekerja dan orang yang menganggur. Seseorang dianggap bekerja jika ia bekerja dan mendapat upah pada pekan sebelumnya, sebagai lawan dari menjaga rumah, pergi ke sekolah, atau melakukan hal-hal lain. Seseorang dianggap menganggur jika ia tidak bekrja dan sedang menunggu untuk memulai pekerjaan baru, sedang cuti, atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak termasuk ke dalam dua kategori tersebut, seperti pelajar atau pensiunan, tidak berada dalam angkatan kerja (Mankiw G, 2000). Teori ketenagakerjaan juga dapat dipandang melalui dua sudut pandang yakni pandangan neoklasik dan pandangan marxisme. Pandangan neoklasik tentang ketenagakerjaan adalah bahwa tenagakerja sebagai faktor produksi dapat diatur sedemikian rupa dengan maksud mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya untuk menciptakan modal yang baru. Suatu sistem ekonomi kapitalis sederhana dapat diwakili oleh arus perputaran pendapatan yang ditunjukan oleh Gambar 2 Pasar barang Pengeluaran uang Barang-barang dan jasa Rumah tangga
Perusahaan
Faktor produksi Pendapatan nominal Pasar faktor produksi Sumber :Bellante dan Jackson, 1990.
7
Gambar 2. Arus perputaran sederhana tentang pendapatan Konsepsi pada Gambar 2 menerangkan bahwa suatu ekonomi terdiri atas para pelaku ekonomi yang didefinisikan secara berturut-turut sebagai anggotaanggota rumah tangga atau anggota-anggota perusahaan3. Anggota-anggota rumahtangga adalah penghasil jasa pelayanan yang produktif (atau faktor-faktor produksi), seperti jasa pelayanan tenagakerja bagi perusahaan-perusahaan. Sebagai imbalannya bagi jasa pelayanan produktif yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan, anggota-anggota rumah tangga menerima uang sebagai pendapatan mereka. Transaksi-transaksi juga berlangsung di pasar faktor produksi, anggota-anggota rumahtangga merupakan pemberi jasa pelayanan sedangkan perusahaan-perusahaan merupakan pihak peminta jasa pelayanan. Uang pendapatan mereka dapat digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa pelayan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan. Transaksi-transaksi ini berlangsung di pasar produksi, di mana permintaan dan penawaran memainkan peranan berkebalikan, yakni anggota-anggota rumah tangga merupakan pihak peminta barang-barang dan jasa pelayanan, sedangkan perusahaan-perusahaan merupakan pemasoknya. Pandangan kedua tentang teori ketenagakerjaan yaitu pandangan marxisme dimana Karl Marx mengemukakan teori nilai dan pertentangan kelas. Teori nilai merupakan kritik Karl Marx terhadap sistem ekonomi kapitalisme (Deliarnov, 2005). Teori ini terbagi kedalam dua jenis, yakni teori nilai lebih dan teori nilai pekerjaan. Karl Marx menjelaskan melalui teori nilai lebih bahwa dalam kapitalisme yang dihubungkan dengan komoditi, benda yang dihasilkan dalam suatu proses produksi dianggap sebagai sebuah komoditi yang dihargai berdasarkan nilai tukarsaja, sehingga kerja manusia yang khas untuk menciptakannya sama sekali tidak diperhitungkan tapi hanya berdasarkan waktu yang dicurahkan untuk mengerjakan benda tersebut.Teori nilai lebih suatu barang tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi dari pandangan ini adalah : a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut. b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat menjadi hampir sama. c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian haya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut. Teori nilai pekerjaan menjelaskan bahwa selain barang, tenagakerja manusia pun dipandang sebagai barang dagangan; tenaga itu bisa dibeli berdasarkan nilai pasaran. Nilai atau harganya ditentukan oleh nilai semua barang yang perlu supaya ia hidupdan agar jika tua dapat diganti oleh buruh-buruh muda. 3
Anggota-anggota rumah tangga merupakan penyedia faktor produksi dalam pasar faktor produksi dan merupakan peminta barang dalam pasar produk. Perusahaan merupakan peminta faktor produksi dan penyedia barang-barang dalam pasar produk.
8
Nilai pekerjaan adalah nilai (harga) makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan hidup lainnya dari si buruh dan keluarganya, diukur dari tingkat sosial, dan kultur masyarakatnya. Karl Marx mengemukakan teori pertentangan kelas yang menjelaskan bagaimana hubungan antara kegiatan manusia, khususnya kegiatan ekonomi dan kesempatan untuk pemenuhan diri sebagai manusia. Teori ini menjelaskan segala perubahan dan kemajuan, bahwa sejarah kehidupan manusia hanyalah merupakan pertentangan antar kelas atau pertentangan antargolongan, yaitu golongan atau kelas yang terdiri dari orang-orang bebas merdeka dengan budak-budak, juga pertentangan antarkelas penindas dengan yang ditindas. Usaha-usaha pemenuhan untuk mendapatkan sarana-sarana produksi tidak selalu menjadi penyebab pertikaian antarkelas karena sebenarnya tiap golongan masyarakat mempunyai karakteristik yang dapat menimbilkan konflik antar golongan atau kelas . Ada tiga kelas masyarakat yang dibedakan berdasarkan peranannya dalam sistem produksi dengan faktor produksi yang dikuasai, yaitu kelas pemilik tanah (land owner) yang sumber pendapatannya dari pemasukan upah, laba, dan sewa tanah, kelas pemilik modal (alat-alat produksi dan sumber-sumber daya alam), dan pekerja. KarlMarx sangat terkenal dengan dialektika materialistik dan dialektika historisnya. Kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah yaitu cara mansuia berinteraksi dengan manusia lain dalam perjuangan yang abadi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Marx memandang bahwa manusia sesungguhnya merupakan makhluk (binatang) yang tidak akan pernah merasa puas. Keinginan manusia untuk memenuhi sandang, pangan, dan papan yang pada awalnya menjadi paling utama, tidak akan pernah berhenti pada saat kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut telah tercapai, tetapi justru akan menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru (Roen 2011). Teori kelas Marx didasarkan pada pemikiran bahwa sejarah dari segala masyarakat dahulu sampai sekarang adalah sejarah pertikaian antara golongan, mulai dari bentuk masyarakat yang primitif sampai pada periode-periode sejarah manusia selanjutnya. Salah satu contoh dalam dunia Kapitalisme, intinya yaitu pertentangan antargolongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual, antara buruh dan majikan dan bukan merupakan suatu tempat terjadinya kerjasama yang fungsional, sehingga kepentingan golongan dan konfrontasi fisik yang dihasilkannya menjadi faktor utama dari proses sosial dalam sejarah. Teori berikutnya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, masih menurut pandangan marxisme, yakni teori alienasi. Karl Marx mendefenisikan alienasi sebagai keterpisahan melalui pencerahan, yaitu dalam setiap kasus, alienasi terkait dengan penyerahan tertentu, yaitu penyerahan kontrol seseorang terhadap produk dan pekerjaannya. Teori alienasi tersebut dijabarkan sebagai berikut : a. Alienasi dari produknya, pengertian dari produk itu teralienasi dari perbuatannya bukanlah semata-mata karena fakta didalamnya pekerjaan menjadi suatu objek dan memperoleh eksistensi eksternal. Tetapi produk tersebut direlasikan dengan individu sebagai yang terpisah dan asing dan tidak lagi dirasakan sebagai miliknya. b. Alienasi dari pekerjaan, Marx beranggapan bahwa pekerjaan teralienasi ketika seseorang direlasikan dengan aktivitasnya sendiri
9
sebagai sesuatu yang asing dan bukan merupakan miliknya. Pekerjaan tidak menjadi bagian dari kemanusiaannya; tidak berkaitan dengan kepentingan dirinya sendiri dan bukan ekspresi personalitasnya. c. Alienasi dari sesama manusia, konsekuensi langsung dari fakta ekonomi tentang alienasi dari pekerja dengan produksinya adalah manusia (pekerja) yang teralienasi dari sesama manusia. Hal ini tampak ketika orang-orang saling menilai sebagai saingan ketimbang sahabat yang memiliki nilai atau manfaat. d. Alienasi diri, Marx menghubungkan alienasi diri dengan alienasi dari pekerjaan dan produknya. Pekerjaan manusia adalah hidupnya dan produknya adalah hidupnya dalam bentuk yang terobjektifikasi, oleh karena itu ketika kedua hal tersebut diasingkan darinya, maka dirinya sendiri teralienasi darinya. Alienasi ekonomi merupakan sesuatu yang nyata dalam kehidupan yang menyangkut aspek pikiran dan kenyataan seperti dalam alienasi ekonomi di bawah kapitalisme yang telah menjadi aktivitas pikiran belaka. Demikian juga alienasi dalam proses (aktivitas) produksi itu sendiri. Hubungan buruh (pekerja) dengan aktivitasnya berupa hubungan yang saling berlawanan atau asing yang bukan miliknya, aktivitas tersebut hanya menjadi penderitaan,bagi keseluruhan dirinya menyangkut tenaga, semangat jasmani dan mentalnya, dan rutinitas kehidupannya dirasakan sebagai sesuatu yang lepas dari dirinya dan tidak menjadi miliknya. Karl Marx mengemukakan bahwasejarah manusia mempunyai aspek ganda berupa sejarah tentang berkuasanya manusia atas alam dan juga sejarah dari bertambahnya alienasi atas diri manusia. Manusia dikuasai oleh kekuatankekuatan yang tercipta dari kreasinya yang merupakan kekuatan yang melawan manusia itu sendiri. Alienasi dalam bidang kerja memiliki empat aspek, antara lain, 1) manusia mengalami alienasi dari objek yang dihasilkannya, 2) manusia mengalami alienasi dari dirinya sendiri, 3) manusia mengalami alienasi dari proses produksi, dan 4) manusia mengalami alienasi dari pergaulannya dengan teman-teman atau masyarakat. Teori Outsourcing Outsourcingberasal dari bahasa Inggris yang berarti alihdaya. Istilah alihdaya atau pemborongan pekerjaan lebih kita kenal daripada outsourcing. Pemborongan pekerjaan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemborongan tenagakerja dan pemborongan barang. Secara umum pemborongan ini sama-sama mengalihkan pekerjaan kepada sumberdaya di luar perusahaan. Outsourcingdalam perspektif teori hubungan industrial yang berlaku secara umummemiliki tiga sudut pandang perspektif menurut Dunlop yaitu Marxism, Unitarist dan Pluralist (Bray et al. 2012). Outsourcingapabila dilihat menurut aliran marxisme merupakan eksploitasi sistem modal. Berdasarkan pendekatan ini, outsourcingmerupakan turunan dari kapitalisme global. Asumsinya adalah sifat dasar kapitalis, yaitu eksploitatif dan ekspansif. Pendekatan ini dibangun atas adanya praktik perusahaan-perusahaan transnasional dan multinasional yang
10
semakin kuat mencekram negara-negara yang sedang berkembang. Ekspansi dan eksploitasi yang besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal yang diiringi juga dengan model dan format kerja yang telah dipersiapkan (outsourcing) untuk diterapkan di wilayah pengembangan perusahaan. Cara ini merupakan implementasi dari ciri globalisasi di mana perusahaan transnasional melakukan peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi. Karena itu, praktek outsourcing mencerminkan esensi atau ciri dasar dari praktik outsourcingyang lebih merugikan buruh dan menguntungkan perusahaan. Pluralist memandang bahwa negara seharusnya membuat undang-undang perlindungan tentang outsourcing. Peraturan atau undang-undang ini juga harus adil, mengikat baik perusahaan pengguna tenagakerja outsourcing, perusahaan penyedia tenagakerja outsourcing, dan tenagakerja outsourcing itu sendiri. Bagi kedua perusahaan perlindungan yang dimaksud adalah aspek legalitas menjalankan sistem ini. Sementara bagi buruh yang dimaksud perlindungan adalah tidak hilangnya hak-hak mereka sebagai pekerja. Bagi kaum Unitarist, pekerja seharusnya berada di bawah satu manajemen bukan dibawah kekuasaan manajemen lainnya (Ross & Bamber 2009). Namun demikian bagi Unitarist, yang merupakan teori dasar untuk manajemen, outsourcing adalah salah satu cara untuk menurunkan perselisihan hubungan industrial ditingkat internal perusahaan, karena pekerja dibawah otoritas perusahan lain. Teori Pasar Tenagakerja Fleksibel Labor market Flexybility (LMF) atau pasar tenagakerja fleksibel muncul karena penemuan teknologi baru dan atau tatacara pengelolaan sumberdaya manusia. Fleksibilisasi tenagakerja berarti upaya penyesuaian tenagakerja terhadap permintaan dan fluktuasi pasar. Fleksibilisasi di Indonesia diyakini dapat menarik investasi, mengatasi pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi, meratakan upah pekerja informal dan formal. Skema pasar tenagakerja fleksibel berjalan seiring dengan perkembangan teknologi dan pelonggaran regulasi. Akibat dari skema tersebut adalah terjadi penggelembungan keuntungan para kapitalis, dan minus kesejahteraan para buruh. Angka ekspor semakin meningkat dan kawasan-kawasan industri tumbuh diberbagai wilayah. Sektor industri muncul di satu sisi, cerita mengenai PHK terhadap buruh dan aktivitas buruh, upah riil terus menurun, angka kecelakaan kerja bertambah, dan buruh kontrak semakin bertambah di sisi lain. Fleksibilisasi terdiri atas dua ragam yakni fleksibilisasi eksternal dan fleksibilisasi internal. Fleksibilisasi eksternal merupakan skema ketenagakerjaan untuk memodifikasi jumlah dan komposisi tenagakerja sesuai permintaan. Skema ini teran-terangan mengaburkan, bahkan melemahkan hubungan antara majikanpekerja. Tujuan utama skema ini adalah memudahkan pengurangan tenagakerja dan penyerapan kembali (pergantian buruh), dan memelihara kestabilan buruhburuh intinya. Fleksibilisasi eksternal terdiri atas dua rute, yakni, a. Outsourcing atau subkontrak atau penggunaan agen atau beberapa agen (subkontraktor, kontraktor khusus buruh, agen penempatan tenagakerja) antara perusahaan pusat dan tenagakerja. Contoh-contoh dari hal ini
11
adalah sistem kontrak, subkontrak, atau menyewa agensi sebagai ganti dari tenagakerja reguler. b. Tenagakerja cabutan atau penyewaan langsung tenagakerja yang tidak mempunyai jaminan kepastian kerja. Contohnya adalah buruh paruh waktu, kasual, kontraktual, pegawai magang, tenaga training, dan semacamnya. Fleksibilisasi internal berkaitan dengan pengaturan internal struktur pekerjaan dan organisasi kerja bagi para tenagakerja inti (reguler/tetap). Hal-hal yang termasuk ke dalam fleksibilisasi internal adalah : a. Jamkerja fleksibel Contoh dari jam kerja fleksibel adalah jam lembur yang rutin maupun yang dipaksakan, perputaran sift kerja selama 24 jam, shift kerja diakhir pekan, dan sebagainya. Semua rencana kerja tersebut adalah usaha untuk memaksimalkan penggunaan aset (perlengkapan, mesin, bangunan, dan lain sebagainya) dan mempercepat kembalinya modal dengan cara intensifikasi kerja. b. Fungsi fleksibel Fungsi fleksibel berarti tugas ganda, kerja yang bervariasi, pembagian kerja, tingkatan kerja, kerja tim, liangkaran kualitas, dan semua perencanaan pengklasifikasian pekerjaan serta sistem pembagian gaji. Hal ini membuat semua posisi dan jenis pekerjaan bisa “digantikan oleh siapa saja”. Sistem kerja ini memberikan para pemilik modal sebuah “fleksibilitas” untuk menempatkan dan mengatur pekerja-pekerja individual di segala tempat tanpa biaya. Pada umumnya hal ini akan mengakibatkan penumpukan tenagakerja, sehingga akan terjadi pengurangan tenagakerja dan pengurangan gaji. Ilmu manajemen fungsi fleksibel sebagai pekerja multitasking. c. Upah fleksibel Upah fleksibel secara tradisional adalah sebuah ucapan halus untuk menghindari upah “ketat” (upah minimum yang ditetapkan). Istilah tersebut mencakup skema upah yang beraneka dan berusaha mengaitkan upah perseorangan dengan “performa pekerja”. Upah fleksibel tidak menghitung jam kerja, hanya produktivitas buruhlah yang dikategorikan layak mendapatkan upah. Teori Fordism-post Fordism Fordisme adalah sebuah metode manajemen industri yang berasaskan assembly line atau disebut metode “ban berjalan” dalam proses produksi yang bersifat massal. Menurut Thompson (tanpa tahun) dalam jurnalnya Fordism, postfrodism, and the Fleksible System in Production mengemukakan bahwa fordism mengacu pada sistem produksi massal dan konsumsi massal pada era pembangunan ekonomi tahun1940-1960. Era tersebut ditandai dengan bersatunya produksi massal dan konsumsi massal dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan penyebarluasan alat-alat produksi/ teknologi. Konsep ini dikemukakan oleh Henry Ford dalam tanggapannya mengenai proses perpindahan sitem agrikultur ke sistem industrial. Konsep tersebut menggambarkan proses produksi dengan cara membagi proses produksi kedalam
12
ratusan atau bahkan ribuan unit kecil. Hal tersebut diyakini dapat meminimalkan ongkos produksi dan memaksimalkan keuntungan. Ford mengadopsi gagasan FW Taylor (1856-1915) tentang time and motion yang kemudian mengadopsinya pada cara produksi massal dengan pembagian kerja yang kompleks dan gerak kerja yang berulang-ulang. Secara sederhana, fordisme merupakan model produksi yang semata-mata menekankan keterampilan fisik dan mengesampingkan kemampuan intelektual, mengedepankan mekanisasi, rutinisasi, penyederhanaan pekerjaan, fragmentasi produksi, spesialisasi, kecepatan kerja, dan pemaksaan dari persetujuan kerja. Inovasi dan partisipasi buruh dalam kebijakan perusahaan dibuat sekecil mungkin bahkan ditiadakan dalam konsep tersebut. Fordisme bukan hanya sistem produksi masal, tetapi juga sebagai model hubungan sosial dalam sejarah kapitalisme. Fordisme mengalami jaman keemasan sampai akhir 70-an, namun hingga kini pola-pola dasarnya diwariskan dan diterapkan oleh industri-industri di berbagai negara termasuk Indonesia. Pasca depresi besar 1930, muncullah walfarisme yang diinspirasikan oleh ekonom J.M keynes. Keynes memberikan perangkat teoritis kebijakan ekonomi yang intervensionis dengan mengedepankan peran negara yang lebih besar. Banyak negara eropa hancur oleh perang dunia ke-dua. Maka walfarisme (negara kesejahteraan) menganjurkan subsidi, perlindungan dan bantuan negara terhadap warga. Industri model fordisme mulai ditinggalkan dan fordisme mengalami krisis seiring dengan tawaran-tawaran baru yang dihembuskan oleh rejim pasar bebas. Rejim fordisme kemudian digantikan rejim post-fordisme yang tidak lain adalah rejim fleksibilitas hubungan kerja, di mana kelenturan itu juga berarti ketidakpastian. Konsep fleksibilitas/post-fordisme sebagai sebuah rezim baru dalam hubungan industrial diterapkan dalam berbagai variasi. Bentuk-bentuk proses fleksibilitas berbentuk : a. finansialisasi finansialisasi yakni model investasi atau industri yang ditanam dalam bentuk finansial. Industri yang lebih diminati adalah sektor yang mempunyai fleksibilitas tinggi dan seminimal mungkin membutuhkan tenagakerja. Sektor finansial menjadi pilihan bisnis di jaman pasar bebas karena jika dulu uang menjadi alat tukar barang dan jasa kini barang dan jasa itu sendiri yang dipertukarkan. b. informalisasi informalisasi berarti proses produksi yang disubkontrakan kepada industri rumah tangga. Proses ini juga sering disebut “Brasilianisasi” atau “Thirdworldisasi” pola industri.Informalisasi proses produksi melahirkan homeworkers, teleworkers, family/unpaid workers. Pola industri ini menciptakan jarak antara majikan dan buruh serta sedapat mungkin meloloskan diri dari kontrol regulasi negara. c. feminisasi pasar kerja konteks pembagian kerja di sektor industri, angkatan kerja kaum perempuan mengalami perubahan yang cukup drastis. Tingkat partisipasi perempuan meningkat rata-rata di atas 50 persen di negara-negara industri dan lebih dari 30 persen di negara sedang berkembang hingga tahun 2000-an. Tingkatkenaikan partisipasi ini tidak berkaitan dengan
13
keadilan gender, tetapi tenagakerja perempuan berguna untuk sektor industri unskilled dengan motif utama buruh murah. d. deteritorialisasi deteritorialisasi yakni tercabutnya bisnis/industri dari tanggungjawab sosial warga negara di mana sebuah bisnis ituberoperasi. Hal ini berarti bahwa bisnis memiliki mekanisme sendiri tanpa harus tunduk pada regulasi negara. Perbedaan karakteristik rezim fordisme dan rezim post-fordisme tersaji dalam tabel 1. Tabel 1.Karakteristik rezim fordisme dan post-fordisme/fleksibilitas Kategori Fordisme post-fordisme/fleksibilitas Regulasi ekonomi Keynesian Moneterisme Karakter pasar Massal Kecil/berdasarkan tempat Gaya hidup Konformisme Pluralistik Desentralisasi dan Sistem manajemen Sentralistik jaringan Karakter organisasi Birokrasi Nonhierarkis Sumber regulasi Negara/pemerintah Global/Market sektor yang mendominasi Konsumsi Finansial Tuntutan keterampilan Deskilling Multiskilling/multitasking Karakter buruh Massal Kecil Karakter regulasi Kaku/rigid Fleksibel Sistem produksi Assembly line Fleksibel Karakter masyarakat Welafarisme Privatisme Daya penggerak Resources/supply Permintaan/demand Produk standar/maksimal Karakter produksi stok Diferensial/minimal stok Sumber : Sari Aneta, 2009. Tabel 1menjelaskan secara umum perpindahan kekuasaan oleh negara ke penguasaan oleh pasar. Rezim post-fordisme banyak dianut oleh negara-negara saat ini. Kebijakan-kebijakan ekonomi suatu pemerintah dapat secara eksplisit maupun implisit mengarah pada rezim tersebut. Kebijakan ini dipercaya dapat mengurangi kesenjangan perbedaan upah riil antara sektor formal dan sektor informal, mengurangi angka pengangguran, dan dapat mengatasi masalah kemiskinan. Kebijakan fleksibilitas/post-fordisme juga bertujuan memulihkan perekonomian akibat dari kegagalan teori dan strategi ekonomi di masa lalu. Para pendukung ekonomi fleksibel meyakini bahwa pelembagaan dan regulasi hukum yang terlalu kaku membatasi manuver dan perluasan sekup perusahaan. Sehingga perusahaan dapat terus tumbuh dan menyediakan lapangan kerja baru. Penelitian-Penelitian Terdahulu Munch dan Skaksen (2005) meneliti tentang pengaruh outsourcing terhadap upah individu. Data yang digunakan adalah data panel dengan jumlah responden sebanyak 66377 tenagakerja outsourcing di Danish Manucfaturing Industries4.
14
Model dalam penelitian ini disebut model teoritis yakni membandingkan fakta dilapangan dengan teori yang telah berlaku sebelumnya. Teori yang sudah ada (Geishecker & Görg (2004)) menerangkan bahwa outsourcing berpengaruh pada tingkat upah individu berdasarkan perbedaan pendidikan tenagakerja itu sendiri. Semakin tinggi pendidikannya maka akan semakin besar upah yang akan diterima. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem outsourcing mempengaruhi upah individu tenagakerja berdasarkan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan mengelompokkan tenagakerja ke dalam skilled labor dan unskilled labor, sehingga tenagakerja yang termasuk ke dalam kelompok unskilled labor akan menerima tingkat upah yang lebih rendah dari kelompok tenagakerja skilled labor. Mukherjee dan Tsai (2008) melakukan penelitian dengan judul international Outsourcing and Walfare Reduction: an Entry-deterrence Story. Penelitian ini dimuat dalam Research Paper Series The University of Nottingham. Hasilnya menunjukkan bahwa international outsourcing dapat menurunkankesejahteraan domestik dengan memasuki struktur pasar produksi saat ini. Faktanya, jika perusahaan-perusahaan tidak simetris dengan terminologi kehidupan ekonomi dari international outsourcing, outsourcing (dikomparasi dengan non-outsourcing) dapat menurunkan kesejahteraan domestik oleh “penghalang” di dalam negeri. Oleh sebab itu, dampak dari struktur pasar lebih besar pengaruhnya dalam menaksir akibat-akibat dari international outsourcing. Sugiarto (2010) meneliti bagaimana sistem pengupahan outsourcing ditinjau dari perspektif ekonomi Islam. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research) yang dianalisis dengan metode deskriptif evaluatif untuk menggambarkan dan mengevaluasi sistem pengupahan tersebut.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan metode wawancara dengan orang atau pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini PT Permata Indonesia5. Hasil dari penelitian ini adalah sistem pengupahan terhadap tenagakerja outsourcing oleh PT Permata Indonesia telah memenuhi syariah Islam antara lain ditinjau dari perjanjian kerjanya, karena masalah upah diputuskan oleh mereka yang mengadakan perjanjian kerja.PT Permata Indonesia dalampelaksanaannyamemberikan kejelasan kepada tenagakerja outsourcing baik dari aspek bentuk danjenis pekerjaan, masa kerja, maupun besar upah yang diberikan.Adapun pemotongan upah pokok karyawan hal itu digunakan untuk jamsostek sebesar 2 persendan 4.24 persen menjadi beban perusahaan pengguna jasa outsourcing (klien). PT Permata Indonesia tidak mengambil keuntungan dari upah pokok karyawan, namun keuntungannya diperoleh darifee manajemen6.Hakhak tenaga kerja selain upah yang diberikan oleh P.T. Permata Indonesia adalah hak Jamsostek, hak asuransi, dan hak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). Widyastuti (2009) meneliti hubungan tingkat pendidikan dan produktivitas 4
Industri manufaktur pembuatan kue/makanan khas Denmark Salahsatu perusahaan penyedia dan penyalur tenagakerja outsourcing 6 Biaya atau bayaran yang diterima perusahaan penyedia dan penyalur tengakerja outsourcing (vendor) dan tidak ada hubungannya dengan tenagakerja, akan tetapi hubungannya antara vendor dan perusahaan pengguna tenagakerja outsourcing (klien) 5
15
pekerja terhadap kesejahteraan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah dengan menggunakan data sekunder cross section di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Model analisis yang digunakan adalah model analisis regresi berganda semi logdengan metode Ordinary Least Square (OLS). Persamaan regresi pada penelitian ini adalah : FW= -30.225 + 1.587Pt - 6.474Ed + e kesimpulan dari persamaan di atas adalah produktivitas pekerja (Pt) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan keluarga (FW). Peningkatan satu persen produktivitas maka jumlah keluarga sejahtera di Jawa Tengah pada tahun 2009 akan meningkat sebanyak 1.59 persen. Hal ini dikarenakan semakin tinggi produktivitas seseorang maka pendapatan yang dihasilkan orang tersebut akan semakin tinggi pula. Tingkat pendidikan pekerja (Ed) mempunyai pengaruh negatif namun signifikan terhadap kesejahteraan keluarga (FW). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka biaya yang dibutuhkan semakin tinggi. Hal ini tentu dapat mengurangi pendapatan keluarga, namun dalam jangka panjang pendidikan akan mendatangkan manfaat yang lebih besar. Fadliilah dan Atmanti (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah, produktivitas, dan modal kerja terhadap penyerapan tenagakerja pada industri kecil ikan asin di Kota Tegal. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang didapatkan melalui kuesioner dan wawancara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Model persamaan regresi ditransformasikan kedalam bentuk logaritma.Kesimpulanya adalah variabel upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja, variabel produktivitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja, dan variabel modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja pada industri ikan asin di Kota Tegal. Kerangka Pemikiran Sistem outsourcing merupakan aplikasi dari pasar tenagakerja fleksibel. Sistem ini kerap dijadikan strategi perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan keuntungan dengan cara meminimumkan biaya produksi. Minimalisasi biaya produksi melalui penerapan outsourcing diaplikasikan dengan penggunaan teknologi-teknologi canggih. Teknologi canggih yang diterapkan menyebabkan pembagian divisi pekerjaan di perusahaan yang kemudian membuka lapangan kerja dan menyerap banyak tenagakerja.Penyerapan tenagakerja menyebabkan penurunan jumlah pengangguran, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem outsourcing efektif dalam penyerapan tenagakerja dan menurunkan jumlah pengangguran.Sistem outsourcing dalam penerapannya menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.Maka untuk menghindari dampak negatif dari sistem ini, pemerintah membuat peraturan melalui Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 pasal 64-66 tentang ketenagakerjaan.Perarturan ini mengatur praktik hubungan kerja outsourcing terkait proses perekrutan tenagakerja hingga masalah pemenuhan hak-hak tenagakerja. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa undang-undang
16
ini tidak sepenuhnya dituruti karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Pemutusan hubungan kerja tanpa pemberitahuan terlebih dulu, upah di bawah Upah Minimum Regional, dan pelanggaran hak-hak tenaga lainnya seringkali dialami oleh tenagakerja outsourcing. Peningkatan jumlah penduduk
Tenagakerja tetap
Peningkatan angkatan kerja
Tidak cukup tersediannya lapangan pekerjaan
Penyerapan tenagakerja
Perusahaan penyedia lapangan kerja
Tenagakerja kontrak
Tenagakerja outsourcing
Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Gambar 3. kerangka pemikiran penelitian Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah kesimpulan sementara dari sebuah penelitian. Rumusan masalah dan penelitian-penelitian terdahulu menjadi acuan penyusun dalam mengajukan hipotesis dalam penelitian ini. Maka hipotesis dari penelitian ini adalah : 1) Seorang tenagakerja mau menjadi tenagakerja outsourcing karena tidak ada pilihan lain dalam kondisi sempitnya lapangan pekerjaan dan semakin sengitnya persaingan. 2) Undang-undang ketenagakerjaan yang sekarang berlaku yakni undangundang nomor 13 tahun 2003 adalah implikasi dari pasar tenagakerja fleksibel yang terjadi di Indonesia saat ini.
METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi. Lokasi penelitian ini berlangsung di beberapa tempat yang termasuk ke dalam kawasan Kabupaten Bogor yakin Tajur, Citeureup, dan Gunung Puteri. Kuisoner diberikan kepada
17
responden pada saat hari libur atau pada jam kerja, sementara wawancara dilakukan dengan pihak perusahaan dan pemerintah atas perjanjian yang telah disepakati terlebih dulu.Penelitian ini dilaksankan pada tahun 2014. Populasi dan Sampel Populasi Populasi merupakan kumpulan lengkap dari objek pengamatan yang menjadi pusat perhatian penelitian. Menurut Djarwanto (1993), populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan dalam individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh tenagakerja/buruh outsourcing dan kontrak yang bekerja pada perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil di Kabupatan Bogor serta pihak-pihak yang terkait dengan tema penelitian ini. Sampel Sampel menurut Hadi (1997) adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap dapat mewakili populasi.Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling.Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sampel orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu. Ciri spesifik sampel pada penelitian ini adalah tenaga kerja kontrak/outsourcing.Prosesnya dilakukan di tempat penelitian dengan menganulir tenaga kerja tetap.Kuesioner diberikan kepada 40 tenaga kerja kontrak di 4 perusahaan berbeda.Jumlah ini telah memenuhi standard pengolahan data regresi. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya (Marzuki, 2000). Indriartoro dan supomo (2002) menjelaskan bahwa data primer merupakan sumberdata penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber ahli (tanpa perantara). Data primer dapat berbentuk opini subjek atau orang secara individu atau kelompok yang diperoleh dari penelitian dengan teknik pengambilan tertentu. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber lain dengan pendekatan studi kepustakaan. Data sekunder dapat diperoleh melalui literaturliteratur, buku-buku, catatan dan laporan historis yang telah tersusun dalm arsip atau data dokumenter yang dipublikasikan maupun dokumen perusahaan yang berhubungan dengan objek penelitian. Data sekunder penelitian ini berasal dari
18
buku-buku, jurnal-jurnal ekonomi, kementrian tenagakerjaan nasional, internet, dan lembaga informasi perburuhan sedane. Teknik Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan berbagai teknik pengambilan data, yaitu : a. Wawancara Wawancara merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi, data atau keterangan secara langsung melalui suatu percakapan terarah. Wawancara yang akan dilakukan adalah indeep interview yakni wawancara mendalam kepada responden/objek penelitian (tenagakerja/buruh outsourcing, pihak perusahaan pengguna tenagakerja outsourcing, dan pemerintah dalam hal ini kementrian ketenagakerjaan nasional). b. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. c. Dokumentasi Proses pengambilan data informasi melalui buku-buku refersnai/literatur-literaratur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Informasi tentang perusahaan yang menjadi objek penelitian, yaitu melalui company profile serta data-data tenagakerja outsourcing dari perusahaanperusahaan tersebut. Perundang-undangan ketenagakerjaan diperoleh dari internet maupun jurnal yang memuat hal tersebut dikaji denagn teknik ini.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif deskriptif dan analisis data kuatitatif. Data-data yang diperoleh adalah data kualitatif, sehingga dalam menganilisnya dibutuhkan analisis data deskriptif kualitatif untuk menggambarkan alasan seorang tenagakerja menjadi tenagakerja outsourcing.Selain itu juga digunakan analisis data kuantitatif dengan menggunakan pendekatan persamaan regresi linear berganda. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis data primer dan analisis data sekunder secara terpisah. Analisis data primer dilakukan dengan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda dengan teknik model double-log. Data-data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Software Microsoft excel 2010 dan program Eviews 6. Data-data sekunder yang telah terkumpul dari buku-buku atau karya ilmiah lainnya, dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis yang bertujuan memberikan gambaran mengenai deskripsi responden seperti profil perusahaan,
19
ukuran perusahaan, dan lain-lain. Deskriptif-analisis juga berarti bahwa data tersebut akan digambarkan sedemikian rupa hingga kemudian dianalisis dengan mencari keterkaitan data yang tersedia dengan peraturan yang berlaku. Metode Regresi Linear dan Model Double log Model regresi linear berganda menurut Juanda (2008) adalah fungsi linear dari beberapa peubah bebas X1, X2,..., Xk dan komponen sisaan error. Analisis data menurut Kurniawan (2008) mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, dan untuk tujuan prediksi. Data untuk variabel X (independen) pada regresi linear dapat berupa data pengamatan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (experimental of fixed data) maupun data yang belum ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (observational data). Perbedaan pada kedua data ini adalah jika menggunaakan fixed data (data yang telah ditetapkan) maka informasi yang diperoleh lebih kuat dalam menjelaskan hubungan sebab akibat antara variabel X dan variabel Y. Fixed data biasanya diperoleh melalui percobaan laboratorium dimana peneliti telah memilki beberapa nilai variabel X yang ingin diteliti. Penelitian ini menggunakan data berupa observational data, sehingga informasi yang diperoleh belum tentu merupakan hubungan sebab akibat. Pada observational data variabel X yang diamati tergantung keadaan di lapangan dimana biasanya data ini diperoleh dengan menggunakan kuisioner. Variabelvariabel ini akan dibentuk persamaan regresi untuk dapat merepresentasikan hubungan dari data-data yang diperoleh. Persamaan model regresi berganda secara umum adalah sebagai berikut. Yi = β1 + β2X2i + β3X3i + .... + βkXki + εi Model regresi linear kadang mempunyai kelemahan. Pada dasarnya, model fungsional yang akan dipelajari adalah model dengan parameter dan variabel yang tidak linear dan sangat sulit untuk dianalisis. Teknik transformasi logaritma bertujuan untuk mengatasi hal tersebut. Terdapat beberapa bentuk fungsional dalam model regresi salahsatunya adalah model double log.Penelitian ini menggunakan model tersebut untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Dari persamaan regresi di atas maka persamaan pada penelitian ini menjadi: lnY = β0 + β1lnX1 + β2D1 + β3D2 + µ Keterangan: (Rp/bulan) Y: pendapatan tenagakerja outsourcing/kontrak di industri TPT X1 : usia (tahun) D1 : jenis kelamin(perempuan=0, laki-laki=1) D2 : tingkat pendidikan(SMP=0, SMA=1) µ : galat β0 : dugaan parameter koefisien regresi (intersep) β0> 0 β1,β2,β3 : koefisien kemiringan parsial Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Eviews 6 untuk melakukan pengujian statistika dan ekonometrika. Pengujian statistika dilakukan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dalam suatu regresi. Pada uji statistika ini dilihat nilai koefisien determinasi (R-squared), nilai probabilitas F-statisik, serta uji t yang berdasarkan
20
nilai probabilitas masing-masing variabel indenpendenya yang dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen. Selain dilakukan uji statistika juga dilakukan uji ekonometrika pada model regresi. Menurut Gujarati (2006) asumsi dari model regresi linear adalah tidak ada pelanggaran asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Indikasi dari adanya multikolinearitas adalah jika koefisien mempunyai simpangan baku yang tinggi tetapi setelah mengeluarkan satu atau lebih peubah bebas dari model menyebabkan simpangan bakunya rendah. Pelanggaran asumsi klasik yang kedua adalah adanya autokorelasi. Autokorelasi menurut Gujarati (2006) adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) dan ruang (seperti dalam data cross-sectional). Pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Breusch-Goldfrey Serial Correlation LM Test. Apabila nilai probabilitas yang didapatkan lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen maka tidak terdapat pelanggaran autokorelasi atau tidak ada autokorelasi dalam model. Pelanggaran asumsi klasik yang terakhir adalah adanya heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas menurut Gujarati (2006) adalah varians setiap unsur disturbance ui, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan, adalah suatu angka yang tidak konstan atau berbeda. Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji White maupun uji Harvey. Apabila nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen maka tidak ada heteroskedastisitas dalam model. Dari ketiga pengujian asumsi klasik, model akan baik jika tidak terdapat pelanggaran-pelanggaran pada asumsi klasik tersebut. GAMBARAN UMUM Outsourching di Indonesia dan Pelaksanaannya Saat ini outsourcing telah menjadi salah satu strategi bagi para manajer di seluruh dunia untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam perencanaan pengelolaan karyawan, seperti perekrutan, program pelatihan, administrasi kepegawaian, pensiun ataupun program jenjang karir (Karthikeyan et al. 2011).Strategi ini juga diterapkan oleh berbagai perusahaan di Indonesia karena seperti diketahui Indonesia kini sedang bergerak aktif mengejar ketertinggalannya dari Negara-negara maju, khususnya di sektor ekonomi. Praktik outsourcing di Indonesia sudah ada sejak dulu.Semula praktiknya memang dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sebagai kegiatan penunjang bukan kegiatan yang berhubungan langsung dengan pekerjaan utama atau inti (core activity/core business) seperti diperusahaan perkebunan dan pertambangan.Pertambangan minyak dan gas bumi dianggap sebagai cikal bakal outsourcing di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaanya, pekerjaan pertambangan tersebut diatur oleh UU No. 40/Prp tahun 1960 tentang pertambangan MIGAS yang memuat ketentuan :
21
1. Pertambangan dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi (MIGAS) hanya diusahakan oleh Negara dan dalam hal ini oleh perusahaan negara semata-mata; 2. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk perusahaan negara tersebut apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang belum dapat atau tidak dapat dikerjakan sendiri. (Indraajit dan Richardus, 2003) Praktik yang marak sekarang menurut Suwondo (2003) adalah pemborongan pekerjaan bukan hanya untuk pekerjaan yang tidak langsung berhubungan dengan hasil produksi tetapi juga dilakukan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sesungguhnya merupakan kegiatan inti perusahaan pemberi kerja (core activity). Secara teoritis outsourcing dibagi kedalam dua jenis yakni outsourcing pekerjaan yang berkaitan dengan pemborongan pekerjaan pada pihak lain, diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, di mana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi oleh para pihak. Kedua, outsourcingtenagakerja dimana tipe outsourcing ini merupakan praktik yang memberikan efisiensi pada tingkat tertentu dalam operasional bisnis, namun merugikan secara serius kepentingan tenagakerja dipihak lain. Praktik jenis kedua ini yang banyak terjadi di Indonesia dan seringkali ditentang oleh aktivis perburuhan, terutama setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.(ATC, 2003) Bentuk Hubungan Kerja di Indonesia Hubungan kerja menurut undang-undang ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.Ketiga unsur tersebut bersifat mendasar dan mutlak sehingga timbulnya suatu hubungan pekerjaan.Hubungan kerja seseorang dalam artian lain adalah status pekerjaan seseorang.Hubungan kerja di Indonesia yang dikenal saat ini dapat dibedakan atas hubungan kerja permanen/tetap, hubungan kerja menurut jangka waktu tertentu/kontrak dan hubungan kerja alihdaya/outsourcing. Hubungan kerja permanen dalam undang-undang ketenagakerjaan disebut dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah hubungan kerja yang tidak ditetapkan jangka waktunya. Hubungan kerja ini dilakukan apabila pekerjaan yang sifatnya terus-menerus dan tidak terputus-putus, pekerjaan tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pasal 60 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa hubungan kerja yang bersifat tidak tentu (PKWTT) dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama tiga bulan serta dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Hubungan kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja untuk melakukan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu. Hubungan kerja ini pada pelaksanaanya hampir sama dengan praktik outsourcing dimana basis utamanya adalah kontrak. Oleh karena itu, hubungan kerja kontrak dengan outsourcing kadangkala menjadi kabur dan sering menjadi perdebatan. Pada hakekatnya outsourcing adalah sebuah pola
22
kerja dengan cara mendelegasikan opersai dan manajemen harian dari suatu proses bisnis/kerja pada pihak lain di luar perusahaan yang menjadi penyedia jasa outsourcing. Perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang memiliki kantor manajemen dan kantor operasional produksi (pabrik) yang terpisah, tetapi pada pelaksanaanya tidak mengalih-dayakan produksinya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga perlu kiranya ada perbaikan regulasi dan perbaikan sistem sehingga tercipata lingkungan bisnis yang baik. Selain itu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, pengusaha, dan tenagakerja itu sendiri untuk menciptakan hal tersebut. Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia Peradaban modern manusia dimulai sejak ditemukannya mesin uap pertama oleh James Watt pada tahun 1764 di Inggris, kapal uap oleh John Fitch dan Charlotte Dundas tahun 1786 di Amerika, lokomotif pertama oleh George Stephenson tahun 1897 di Jerman.Penemuan-penemuan tersebut mengiringi meletusnya Revolusi Industri di Inggris yang merupakan awal era industralisasi dunia. Revolusi Industri di Inggris mengawali era produksi dengan menggunakan mesin. Para pengusaha mulai menerapkan penemuan ilmu untuk tujuan produksi dan berusaha mendapatkan peningkatan output industri yang sangat besar melalui penggunaan teknologi baru. Peristiwa besar dan bersejarah di Inggris itu tentu saja mengundang para peneliti sosial, ekonomi, dan para teknokrat untuk menyelidiki fenomena perkembangan bisnis dan industri yang melonjak tersebut.Kemudian, hasil penyelidikan mereka diaplikasikan dalam berbagai aspek bisnis dan industri sehingga perkembangannya menjadi lebih pesat, lebih efisien dan efektif, lebih profitabel, serta tidak lupa memperhatikan dampak negatif yang mungkin timbul agar tidak mengganggu stabilitas sosial dan kelestarian lingkungan hidup. Industrialisasi menyebar dengan pesat ke negara-negara lain di belahan dunia.Negara-negara Eropa tentu menjadi yang pertama mengikuti jejak Inggris, kemudian menyebar ke Benua Amerika juga jauh ke timur ke Benua Asia.Jepang merupakan negara industri pertama di Asia, disusul Republik Rakyat Cina, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura. Bagaimana dengan Indonesia?Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan bentuk industri manufaktur modern pertama yang dibangun pada awal proses industrialisasi di Indonesia. Indonesia bisa dikatakan terlambat dalam mengembangkan industri TPT modern.Sejarahnya yakni industri TPT Indonesia merupakan relokasi dari Asia Timur melalui proses perdagangan internasional dan Penanaman Modal Asing (PMA). PMA di sektor TPT di tahun 1960-1990-an paling banyak berasal dari Jepang dan Korea Selatan.Nilai investasi PMA dari kedua negara tersebut jika digabungkan mencapai lebih dari 50% dari total PMA yang bergerak di bidang TPT di Indonesia.Nilai tersebut memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan industri TPT di Indonesia. Industri TPT di Indonesia mengalami beberapa fase pengembangan.Apabila dibagi kedalam beberapa tahap industrialisasi, maka perkembangan industri TPT dapat dibagi ke dalam beberapa fase yakni fase pengenalan, fase subsitusi impor, dan fase ekspor7.
23
Pada fase pengenalan (1968-1974) pemerintah mendukung pengembangan industri TPT dan industri lainnya sebagai bagian dari industrialisasi subsitusi impor dengan diluncurkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing tahun 1967 yang diikuti oleh Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri di tahun 1968. Pemerintah pada saat itu juga membuat kebijakan untuk memproteksi industri ini dari persaingan asing dengan melarang masuknya tekstil kualitas rendah ke pasar domestik.Tujuannya yaitu untuk mendorong munculnya pengusaha lokal di bidang tekstil. Catatan fase pengenalan ini yakni output tekstil mengalami peningkatan di awal Orde Baru karena kebijakan pemerintahnya. Hal tersebut tetap belum mampu memenuhi semua kebutuhan domestik. Fase subsitusi impor (1975-1983) diawali dengan peningkatan produk tekstil di pasar Indonesia pada paruh kedua tahun 1970-an diikuti oleh turunnya harga produk tekstil domestik. Namun demikian tidak semua kebutuhan tekstil domestik dapat dipasok dari produksi domestik. Ketergantungan impor bahanbakutahun 1974 tercatat sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur industri tekstil Indonesia sangat lemah pada awal tahap subsitusi impor.Pemerintah pada saat itu mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan keterkaitan kebelakang di industri tekstil dengan memberikan prioritas investasi pada pabrik yang terintegrasi penuh.Kebijakan tersebut mendapatkan sambutan positif dari produsen dengan ekspansi kapasitas produksi dan restrukturisasi teknologi. Hal ini mengakibatkan total kapasitas produksi menjadi dua kali lipat selama periode tersebut. Peningkatan total kapasitas produksi diikuti dengan modernisasi industri tekstil di Indonesia yang mengakibatkan banyak pabrik dibangun kemudian. Modernisasi tektisl bergerak di sektor hilir sehingga membawa perbaikan dalam struktur industri tekstil Indonesia.Cepatnya pertumbuhan industri tekstil di era subsitusi impor, industri di Indonesia memasuki fase ekspor di tahun 1984. Fase ekspor produk tekstil terjadi di awal 1984.Pada dekade 1980-an, ekspor menjadi sumber utama pertumbuhan di industri tekstil di Indonesia.Pertumbuhan ekspor produknya pun mengalami trend positif selama periode 1982-1992. Pangsa ekspor Indonesia untuk tekstil dan garmen mencapai 2.6 persen dari total ekspor tekstil dan garmen dunia. Ekspor produk industri tekstil Indonesia secara umum mengalami penurunan setelah mengalami puncaknya di tahun 1992 yang berakibat pada penurunan produksi domestik pada tahun 1994-1995. Penurunan ekspor ini tidak terlalu memengaruhi kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan.Ketika merayakan Tahun Emas (50 tahun kemerdekaannya), bangsa Indonesia “memproklamasikan” diri sebagai negara industri baru di kawasan Asia. Bank Dunia (World Bank) memasukkan Indonesia ke dalam New Industrializing Economies (NIEs) dengan gelar Miracle Economies bersama-sama Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan. Industri tekstil Indonesia di periode krisis moneter 1997-1998 kehilangan sumber pembiayaan. Sebagian besar bank dilikuidasi oleh pemerintah pada bulan 7
Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011, ”Perkembangan Industri Garmen di Indonesia”. Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Diakses tanggal 1 Oktober 2014, www.bkpm.go.id
24
November 1997. Sebelumnya produsen tekstil menggunakan jasa perbankan ini untuk transaksi ekspor dan impor.Transaksi internasional terganggu karena letter of commerce dari perbankan Indonesia tidak lagi diterima sebagai akibat menurunnya kepercayaan internasional terhadap stabilitas politik dan ekonomi Indonesia. Krisis moneter menyebabkan ketidakpastian dalam iklim usaha,meningkatkan suku bunga dan nilai tukar sekaligus biaya produksi. Masalah utama yang dihadapi oleh produsen tekstil adalah membengkaknya harga bahan baku, karena masih tingginya ketergantungan terhadap bahan baku impor. Sebagian besar perusahaan tekstil yang tidak dapat menutup semua biaya krisis moneter mengalami kebangkrutan, khususnya produsen yang berorientasi pada pasar domestik.Pasar domestik mengalami kontraksi karena pendapatan riil konsumen domestik mengalami penurunan drastis. Realisasi investasi baik PMA maupun PMDN untuk sektor tekstil dan Produk Tekstil pada tahun 2000-an mengalami penurunan dibandingkan periode 1990-an. Walaupun mengalami penurunan pada tahun 2002, luas kawasan industri di Indonesia tercatat sebanyak 66 771 Ha yang dikelola oleh 203 perusahaan kawasan Industri. Dari data tersebut provinsi Jawa Barat mempunyai kawasan Industri terbesar dengan luas 32 619 Ha.Kawasan industri di Bogor sendiri yakni seluas 520 Ha. Jumlah ini diyakini akan terus bertambah seiring iklim investasi yang terus membaik, apalagi di era pemerintahan saat ini. Tahun 2011 sejumlah Negara seperti Korea Selatan, China, dan Taiwan menjadikan Indonesia sebagai basis industri tekstil yang memproduksi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) untuk kebutuhan pasar domestik di masing-masing negara tersebut. Kondisi ini memicu adanya peningkatan investasi di sektor tersebut. Investasi langsung tersebut akan membuat adanya penyerapan tenagakerja sebanyak 100.000 hingga 200.000 orang di tahun yang sama. Hal ini juga mendongkrak investasi ratusan persen dibanding tahun-tahun sebelumnya.Peningkatan investasi secara tidak langsung menggerakkan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 yakni sebesar 6.5 persen.Hal ini tentu didorong oleh pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Indonesia.Sektor Industri sendiri mengalami trend positif dari tahun 2007 hingga 20011. Tabel 3Pertumbuhan Ekonomi menurut sektor 2007-2011(persen) Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, dan restoran pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa
Sumber : Dirdjojuwono, 2004.
2007 3.5 1.9 4.7 10.3 8.5 8.9 14.0
2008 4.8 0.7 3.7 10.9 7.6 6.9 16.6
8.0 6.4
2009
2010
2011
4 4.5 2.2 14.3 7.1 1.3 15.8
3 3.6 4.7 5.3 7 8.7 13.4
3 1.4 6.2 4.8 6.7 9.2 10.7
8.2
5.2
5.7
6.8
6.2
6.4
6
6.7
25
Sektor Industri Pengolahan di tahun 2011 tumbuh signifikan sebedar 6.2 persen.Sektor tersebut mengalami peningkatan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2010 sebesar 4.7 persen.Lonjakan pertumbuhan sektor itu didorong oleh pertumbuhan pada sektor industri nonmigas yang mencapai 6.8 persen.Pertumbuhan subsektor industri nonmigas ditopang oleh industri logam dasar, besi dan baja, industri makanan, minuman, dan tembakau, serta industri tekstil, barang dan kulit, serta alas kaki.Ketiga subsektor itu masing-masing tumbuh sebesar 13.1 persen, 9.2 persen, dan 7.5 persen. Profil Narasumber dan Responden Profil Perusahaan Industri yang beroperasi di Bogor tahun 2003 sebanyak 2 722 unit dengan penyerapan tenagakerja 43 612 orang dan nilai investasi sebesar Rp 357 216 795 046. Industri ini terdiri dari industri besar/menengah, industri kecil formal, serta industri kecil non formal.Kelompok-kelompok industri ini tercatat dengan rinci pada tabel 4. Tabel 4. Daftar kelompok industri berdasarkan skala investasi di Bogor tahun 2003 (1) No
Kelompok Industri
Unit usaha (Unit)
Investasi (Rp)
Tenaga Kerja (orang)
Industri Menengah/Besar 1
Makanan
6
8 415 350 000
251
2
Minuman
4
52 073 848 639
745
3
Kayu Olahan/Rotan
4
7 656 270 000
723
4
Pulp dan kertas
4
22 509 910 000
437
5
Bahan Kimia Industri
5
3 729 010 000
294
6
Bahan Galian/Non logam
7
Kimia
3
43 578 351 250
1 133
8
Mesin dan Rekayasa
9
Logam
5
7 727 490 000
1 813
10
Alat Angkut
4
12 138 250 000
638
11
Industri Tekstil
18
160 621 090 000
17 331
12
Industri Kulit
13
Industri Alpora
1
1 826 076 000
300
14
Industri Elektronika
2
7 739 080 000
205
56
328 014 725 889
23 827
Jumlah
Sumber : Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Bogor, 2003. Berdasarkan Tabel 4 industri tekstil dan produk tekstil di Bogor bergerak di tiap skala investasi.Skala besar/menengah terdapat 18 unit usaha industri tekstil dengan jumlah investasi Rp 160 621 090 000 dengan menyerap tenaga kerja sebesar 17 331 orang.
26
Tabel 5. Daftar kelompok industri berdasarkan skala investasi di Bogor tahun 2003 (2) No
Kelompok Industri
Unit Usaha (unit)
Investasi (Rp)
Tenaga Kerja (orang)
Industri Kecil Formal 1
Makanan
154
3968440000
1660
2
Minuman
28
1509550000
365
3
Kayu Olahan/Rotan
103
2100410000
927
4
Pulp dan kertas
41
1328110000
334
5
Bahan Kimia Industri
10
562409487
93
6
Bahan Galian/Non logam
36
911700000
786
7
Kimia
31
1861950850
462
8
Mesin dan Rekayasa
5
678630000
201
9
Logam
73
4575350000
706
10
Alat Angkut
92
2062130000
1069
11
Industri Tekstil
75
4772878650
2929
12
Industri Kulit
65
1387910000
1523
13
Industri Alpora
8
518750000
97
14
Industri Elektronika
Jumlah
No
7
88300000
40
728
26326518987
11192
Unit Usaha (Unit)
Kelompok Industri
Investasi (Rp)
Tenaga Kerja (Orang)
Industri Kecil Non Formal 1
Makanan
929
788640230
4453
2
Minuman
194
166367600
887
3
Kayu Olahan/Rotan
75
152497852
333
4
Pulp dan kertas
22
20309375
81
5
Bahan Kimia Industri
6
Bahan Galian/Non logam
35
125500000
195
7
Kimia
23
80500000
109
8
Mesin dan Rekayasa
9
Logam
119
253472716
277
65
260000000
184
10
Alat Angkut
11
Industri Tekstil
127
277479721
602
12
Industri Kulit
295
647282670
1233
13
Industri Alpora
5
16000000
21
14
Industri Elektronika
35
87500000
175
1924
2875550164
8550
Jumlah
Sumber : Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Bogor, 2003.
27
Berdasarkan Tabel 5 industri tekstil dan produk tekstil pada Skala kecil formal terdapat 75 unit usaha dengan investasi sebesar Rp 4 772 878 650 dan menyerap tenaga kerja sebesar 2 929 orang.Skala usaha kecil non-formal terdapat 295 unit usaha industri tekstil dengan total investasi Rp 647 282 670 dan menyerap tenagakerja sebesar 1233 orang. Penelitian ini mengambil 4 perusahaan industri tekstil dan produk tekstil yang berada pada skala besar/menengah.Dari setiap perusahaan diambil 10 responden secara acak dengan syarat khusus yakni tenagakerja kontrak atau outsourcing. Pengakuan dari responden pada saat pengambilan data menyatakan bahwa produk dari tempat mereka bekerja selain dipasarkan di dalam negeri juga diekspor ke beberapa negara lain. Jelas bahwa dari pengakuan tersebut perusahaan tempat mereka bekerja adalah perusahaan berorientasi ekspor. (lampiran 2) Profil Responden Data yang diambil penulis merupakan data primer yang didapat melalui wawancara dan penyebaran kuisioner. Agar mendapatkan sudut pandang yang berbeda juga untuk perbandingan, maka dilibatkan 3 pihak yakni pihak tenaga kerja itu sendiri, pihak perusahaan yang diwakili Bapak Agus Tjahjoadi, Direktur Eksekutif Indonesian Outsourcing Association (IOA) atau Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), juga Bapak Budi Setiadi yang merupakan tenaga ahli bidang ketenagakerjaan DPR RI komisi IX dari pihak pemerintah. Kuisioner diberikan kepada 40 tenaga kerja dari 4 perusahaan berbeda.Sementara wawancara mendalam hanya dilakukan kepada beberapa orang saja.Tenaga kerja yang menjadi responden adalah tenaga kerja kontrak dengan berbagai latar belakang, seperti tingkat pendidikan terakhir, status perkawinan, jarak rumah menuju perusahaan, tigkat pengeluaran, dan lain-lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelanggaran-Pelanggaran Peraturan Oleh Perusahaan International Labour Organization (ILO) adalah organisasi di bawah PBB yang bertugas dalam melayani aspirasi dan memberi solusi bagi permasalahan perburuhan internasional.Setiap tahun ILO melakukan konferensi buruh internasional untuk meninjau permasalahan dan kemajuan dibidang perburuhan serta melakukan langkah-langkah baru sebagai solusi permasalahan perburuhan. Bulan November 2014 saat Hanif Dzakiri telah secara resmi dilantik menjadi menteri ketenagakerjaan, Peter van Rooij perwakilan ILO secara khusus menyampaikan bahwa ILO siap membantu Indonesia dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan yakni siap bekerjasama dalam upaya peningkatan lapangan pekerjaan, penciptaan hubungan industrial yang harmonis, dan perlindungan sosial. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa masalah utama bidang ketenagakerjaan Indonesia adalah lapangan pekerjaan, hubungan industrial, dan perlindungan sosial. Ketiga permasalahan tersebut jelas membutuhkan solusi agar dunia ketenagakerjaan Indonesia menjadi stabil sehingga perekonomian indonesia pun turut stabil. Penelitian ini mengkaji lebih khusus kepada permasalahan
28
hubungan industrial termasuk di dalamnya hubungan kerja.Selain itu hubungan kerja yang dibahas dalam penelitian ini yakni di sektor Tekstil dan Produk tekstil di Kabupaten Bogor. Undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 Bab IX pasal 50 menjelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.Pasal 51 ayat (2) berbunyi perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.Seyogyanya sebuah undang-undang menjadi landasan kepada semua pihak untuk menjalankan kewajiban di bidangnya dan menuntut hak-haknya.Kenyataannya banyak pelanggaran yang dilakukan dan belum adanya tindakan tegas menjadikan masalah hubungan kerja terus bergulir. Hasil wawancara mendalam terhadap seorang responden, Susi (23) mengaku bahwa dari awal mulai melamar hanya sekali mendatangi sebuah dokumen yang ia sebut kontrak kerja. Susi juga menjelaskan bahwa semua karyawan kontrak di perusahaannya juga begitu. Pasal 54 ayat (3) berbunyi perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan perusahaan masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Hal ini dibenarkan oleh narasumber penulis dari pemerintahan yakni bapak Budi Setiadi.Menurut beliau mayoritas buruh ingin cepat langsung kerja tanpa menelaah isi kontrak/perjanjian kerja terlebih dahulu.Mereka berpikir bahwa itu hanya formalitas dan tanda bahwa mereka secara resmi dan legal menjadi karyawan sebuah perusahaan. Pelanggaran lain terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang penulis dapat dari hasil wawancara yakni penggunaan tenaga kerja kontrak di core activity atau core business sebuah perusahan. Tenaga kerja kontrak dalam undang-undang yakni tenaga kerja yang mempunyai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pasal 59 ayat 1 berbunyi perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yan masih dalam percobaan atau penjajakan. Pasal 59 ayat (2) berbunyi perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.Kedua ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa PKWT atau tenaga kerja kontrak tidak dipekerjakan di pekerjaan yang bersifat tetap atau terus menerus.Jenis pekerjaan tetap atau terus menerus berarti menjadi inti dari kegiatan produksi sebuah perusahan atau menjadi core activity. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah industri besar yang tentu saja mempunyai berbagai divisi pekerjaan dalam proses produksinya. Industri TPT secara garis besar meliputi 3 bagian yakni sektor hulu, sektor intermediate/antara, dan sektor hilir.
29
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011. Gambar 4. Pohon Industri TPT 1
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011. Gambar 5. Pohon Industri TPT (2)
30
Gambar 4 dan 5 menjelaskan kegiatan produksi dari hulu hingga hilir industri TPT di Indonesia.Sektor hulu merupakan industri yang relatif padat modal, penggunaan teknolgi modern, dan menggunakan mesin-mesin otomatis.Sektor intermediate atau antara bersifat semi padat modal, teknologi madya dan modern kurang berkembang, serta jumlah pemakaian tenaga manusia lebih besar dibandingkan sektor hulu.Sektor hilir atau lebih dikenal dengan industri garmen adalah industri manufaktur pakaian jadi.Kegiatan produksinya termasuk cutting, sewing, washing, dan finishing yang menghasilkan ready-made garment.Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya. Proses produksi pada industri TPT dari hulu sampai hilir adalah pekerjaan yang terus-menerus dilakukan sampai produk terakhir tercapai, baik hanya di sebagian sektor atau secara keseluruhan. Oleh karena itu menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 59 ayat (2) yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Sifat terusmenerus dan tidak terputus selama proses produksi berarti jenis pekerjaan tersebut merupakan core activitydari sebuah perusahaan. Jika salah satu proses terhambat, maka produksi pun terhambat, oleh karena itu jenis pekerjaan ini menurut pasal 59 ayat (1) adalah jenis pekerjaan tetap. Menurut pasal 59 ayat (2) bahwa jenis pekerjaan tetap tidak dapat diadakan untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau kontrak. Perusahan-perusahan TPT yang menjadi objek dari penelitian ini adalah perusahaan besar yang berawal dari join venture dengan perusahaan asing. Hemat penulis bahwa jika perusahaan asing yang mau menjalankan usaha di Indonesia yakni dengan cara menggadeng perusahaan di Indonesia. Gedung produksi/ pabrik (factory) terpisah dengan gedung utama atau head office. Hal ini secara tidak langsung menunjukan bahwa sebenarnya kegiatan produksi telah di delegasikan ke pihak lain. Pendelegasian ini diistilahkan dengan alihdaya. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan olehnara sumber, bapak Budi Setiadi, bahwa motif penggunaan sistem kerja kontrak yakni sistem tata niaga global telah mendukung untuk pendelegasian kegiatan produksi kepada perusahaan lain, misalnya perusahaan garmen dengan produk terkenal di dunia membutuhkan kuantitas tertentu untuk setiap tahunnya. Jumlah ini kemudian disub-kontrakkan kepada perusahaan-perusahaan di berbagai negara untuk memproduksi sebagian kuota produknya. Hal ini menjadi alibi perusahaan untuk secara bebas mengkontrak tenaga kerja dalam proses produksinya. Masalahnya adalah kontrak itu terusmenerus diperbaharui. Pabrik-pabrik produksi dengan berbagai divisi menerapkan sistem alih daya yang di dalamnya adalah sistem kerja kontrak.Hal ini jelas telah melanggar peraturan karena tenaga kerja kontrak, bagian dari sistem alih daya, hanya legal secara hukum jika diterapkan di bidang-bidang usaha penunjang. Pasal 59 ayat (1) dengan jelas menyebutkan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Praktik alih daya di Indonesia yakni ada dua jenis.Jenis yang terjadi pada penjelasan paragraf di atas yakni praktik alih daya tenagakerja.Undang-undang
31
yang mengatur kegiatan alih daya suatu kegiatan usaha yakni undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 64-66. Pasal 65 ayat (2) menyatakan bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain, dialihdayakan, harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung. Praktik alih daya yang benar sesuai peraturan adalah suatu pekerjaan yang bersifat terpisah dari kegiatan utama, merupakan kegiatan penunjang, dan tidak menghambat proses produksi secara langsung. Kegiatan penunjang yang dimaksud dalam pasar tersebut diperjelas oleh peraturan mentri nomor 19 tahun 2012 yakni kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh(catering), usaha jasa penunjang tenaga pengaman atau satuan pengaman (security), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Jenis-jenis pekerjaan inilah yang bisa menggunakan tenaga kerja kontrak atau dialihdayakan. Para responden yang menjadi objek penelitian adalah tenaga kerja kontrak namun bekerja di jenis kegiatan utama perusahaan.Mereka berkerja di setiap divisi yang berbeda seperti operator mesin, bagian pemintalan, memotong baju, dan pengepakan.Pelanggaran peraturan oleh perusahaan ini jelas merugikan tenaga kerja, namun jika pelanggaran ini benar ditindak dengan tegas maka buruh juga yang kemudian mendapatkan kerugian.Selain itu, menjadi tenaga kerja kontrak maka para buruh tidak memiliki daya tawar tinggi. Keadaan ini telah berlangsung sejak lama, lalu faktor-faktor apa yang menyebabkan tenaga kerja menerima perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak? Iklim usaha dan investasi di Indonesia saat ini, sejak disetujuinya pasar bebas mendukung sistem pasar tenaga kerja fleksibel.Sistem ini memudahkan pengusaha dan investor untuk merekrut tenaga kerja tanpa mengindahkan peraturan yang ada.Tenaga kerja yang terserap dengan atau tanpa sadar bekerja tanpa mengetahui hak-hak sebagai pekerja.Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan kuesioner yang telah disebarkan. Hasilnya sebanyak 28 orang menjawab tidak tahu (70 %), 11 menjawab tahu (27 %), dan sisanya sebanyak 1 orang tidak menjawab (3 %).(Gambar 6) 3% 27% 70%
tahu tidak tidak menjawab
Sumber : Data primer, diolah (2014) Gambar 6.Persentase Responden tentang tahu atau tidaknya Undang-undang Ketenagakerjaan (%)
32
Wildan Fahrian (20), lululusan sekolah menengah atas mengaku mengetahui aturan/undang-undang ketenagakerjaan.“iya tahu, itu merugikan buruh”. Hal ini kontras dengan statusnya sebagai seorang pekerja kontrak.Sadar telah dirugikan namun banyak dari tenaga kerja kontrak tetap bertahan. Status Perkawinan dan Nominal Upah Hasil dari wawancara dan penyebaran kuisioner telah didapat 40 responden dengan status tenaga kerja kontrak di industri TPT namun perusahaan berbeda.Responden ini terdiri dari 28 laki-laki dan 12 perempuan, 19 diantaranya sudah menikah dan sisanya 21 orang berstatus belum menikah.Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonesia nomor KEP-226/MEN/2000 dengan jelas mengatur sistem pengupahan bagi pekerja dengan status menikah atau belum menikah.Ringkasnya, seorang pekerja yang berstatus menikah mendapatkan upah/gaji lebih tinggi dari pekerja yang belum menikah.Hasil yang penulis dapat yakni upah di 4 perusahaan ini disamaratakan bagi pekerja baik yang sudah menikah atau belum.Acuan perusahaan hanya mengacu pada upah minimum kabupaten (UMK).Data jumlah pendapatan yang telah diterima adalah 3 dari 4 perusahaan mengupah tenaga kerja kontraknya dengan besaran di bawah UMK. Upah Minimum Kabupaten Bogor tahun 2014 yakni sebesar Rp. 2.590.000,00. Hal di atas memberikan fakta bahwa pelanggaran terjadi juga pada sistem pengupahan. Pertama, upah dibayarkan sama rata kepada tenaga kerja dengan status berbeda. Kedua, upah yang dibayarkan di bawah standar UMK yang jelas merupakan peraturan dari pemerintah.Alasan salahsatu tenaga kerja, Ranti Sari (25) dengan status telah menikah, karena dikontrak maka upah yang diterima sebesar itu, sudah menjadi aturan perusahaan.Dia menambahkan, nanti jika sudah diangkat menjadi karyawan tetap maka upahnya lebih tinggi lagi. Hal ini adalah pemahaman yang salah dan dengan jelas membuktikan bahwa seorang tenaga kerja tidak memahami hokum dan hak-haknya. Tingkat Pendidikan Ketidaktahuan hukum menyebabkan tenaga kerja tidak mengetahui hakhaknya.Hal ini sebagai akibat dari tingkat pendidikan tenaga kerja itu sendiri.Data yang didapat dari 40 responden yakni 38 orang lulusan SMA/SMK dan 2 orang lulusan SMP. (Gambar 7) 5% SMP 95%
SMA/SMK
Sumber : Data primer, diolah (2014). Gambar 7. Persentase responden menurut tingkat pendidikan terakhir
33
Pendidikan sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas tentu tidak secara rinci mengajarkan peraturan atau perundang-undangan, khususnya undang-undang tenaga kerja.Bagi para buruh yang terpenting adalah memiliki pekerjaan sebagai sumber utama dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup sesorang memang tidak bisa disamaratakan.Dari jumlah upah yang diterima 21 responden mengaku kebutuhan hidupnya tidak tercukupi dan 19 responden mengaku tercukupi.Responden yang merasa kebutuhannya tidak tercukupi harus memutar otak agar kebutuhannya tercukupi. Dari wawancara yang dilakukan beberapa jawaban yang diterima adalah dengan cara menabung, menghemat, mengikuti arisan, dan berhutang. Selain itu ada juga beberapa dari mereka yang mempunyai usaha kecil-kecilan seperti berjualan makanan ringan dan pulsa sebagai usaha untuk menambah pendapatan. Kondisi ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja kontrak, di tengah kompetisi yang ketat akibat dari sistem pasar bebas dan pasar tenaga kerja fleksibel memaksa mereka untuk patuh pada keadaan bukan peraturan. Seseorang ketika mendapatkan pekerjaan maka akan dengan sekuat tenaga mempertahankan pekerjaannya untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini menjadi keuntungan perusahaan karena dengan begitu tenaga kerja tidak mempunyai kekuatan untuk melawan.Hal ini sesuai dengan jawaban yang diutarakan oleh responden.Jawaban yang diterima cukup beragam, motif seorang tenaga kerja menerima hubungan kerja kontrak adalah terpaksa/tuntutan hidup, untuk memenuhi kebutuhan hidup, membantu pendapatan rumah tangga, dan merasa tidak ada pilihan.Tenaga kerja ini memilih mempunyai pendapatan yang minim daripada tidak samasekali (menganggur). Keadaan perburuhan (kontrak) seperti dijelaskan di atas tidak sesuai sebagaimana seharusnya yang diatur dalam perundang-undangan.Pelanggaranpelanggaran yang terjadi tidak bisa dibiarkan terus-menerus, walaupun beberapa tenaga kerja mengaku kebutuhan hidupnya tercukupi, hukum tetap harus ditegakkan.Perusahaan mengaku mengikuti telah berjasa dengan menyerap banyak tenaga kerja sehingga menurunkan angka pengangguran.Hal ini bukan berarti hukum menjadi longgar dan bisa dilanggar. Pemerintah sebagai pembuat regulasi harus dengan tegas menindak setiap pelanggaran.Narasumber dari pihak pemerintah yakni Bapak Budi Setiadi, menjelaskan bahwa peraturan yang dibuat harus sejelasnya-jelasnya dan tidak meninggalkan celah.Beberapa kasus dalam peradilan hubungan industrial seringkali dimenangkan oleh pihak perusahaan karena adanya celah dari perundang-undangan pemerintah yang bisa dijadikan alasan perusahaan menjalankan sistem seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.Selain itu, karena otonomi daerah sudah berlaku, pengawasan atas kegiatan perusahaan menjadi berkurang. Masih menurut pengakuanya, pengawas tidak bisa bertindak tegas kerena beberapa alasan, yakni : a. Penempatan orang yang tidak tepat sesuai bidangnya. Beberapa kasus setelah otonomi daerah seseorang yang pada awalnya, di pusat, bukan di bagian pengawasan menjadi seorang pengawas ketika otonomi daerah berlaku. Hal ini tentu mengurangi kualitas pengawasan menjadi lebih longgar. b. Terjadinya kasus premanisme bagi pengawas yang tegas. Menurutnya perusahaan yang ditindak dengan peringatan dari pemerintah kemudian
34
menyewa orang (preman) untuk menyerang pengawas tersebut sehingga takut kemudian untuk bekerja secara maksimal. c. Kejujuran yang mulai menurun. Pengawas baru yang ditunjuk kepala daerah dirasa kurang kompeten. Kurangnya kejujuran menjadikam mereka dapat menerima suap sehingga laporan yang diterima pusat layaknya kondisi yang aman dan sesuai peraturan. Penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, FSPMI, dan FES (2010) juga menjelaskan bahwa permasalahan dalam pengawasan harus segera ditangani.Masalah pengawasan terhadap pelanggaran perundangan yakni ada dua; kurangnya tenaga pengawas dari sisi kuantitas dan kualitas, kemudian koordinasi langsung yang terbatas dengan kementrian ketenagakerjaan dan transmigrasi sejak otonomi daerah.Lemahnya pengawasan menyebabkan tindakan atas pelanggaran terus terjadi sehingga perusahaan-perusahaan yang melanggarpun tetap berproduksi.Tenaga kerja yang tidak tahu-menahu merasa aman dan tetap dirugikan dalam statusnya sebagai tenaga kerja kontrak. Pasar tenaga kerja fleksibel satu sisi menguntungkan dunia usaha khususnya investasi baik asing maupun dalam negeri.Perusahaan tekstil dan produk tekstil di sektor hulu yang bersifat padat modal tentu cocok dengan sistem ini.Efek dari tingkat kefleksibelan seperti diterangkan dalam bab-bab sebelumnya yang kemudian harus dikaji ulang, supaya tidak terjadi konflik antara tenaga kerja dan perusahaan. Iklim investasi yang baik mengakibatkan perusahaan berkembang dengan baik. Hal tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi. Catatanya adalah tidak ada pihak yang dirugikan, karena bukan semata-mata kenaikan pendapatan negara atau angka pertumbahan ekonomi, tetapi kondisi yang menyebabkannya idealnya sesuai peraturan dan adil bagi semua pihak yang terlibat. Kondisi tenaga kerja kontrak yang digambarkan merugi justru pihak perusahaan mengaku bahwa mereka telah berjasa dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran.Menggunakan sistem kontrak adalah bentuk penyesuaian iklim usaha dan kompetisi pasar bebas.Bagi perusahaan, tenaga kerja kontrak tidak punya pilihan selain mengikuti sistem yang ada.Tenaga kerja kontrak yang mayoritasnya adalah unskilled labour tidak mempunyai daya tawar jika suatu saat tidak menerima keadaan di tempat mereka bekerja. Penelitian-penelitian ekonomi yang dilakukan Karl Marx memandang bahwa pembagian sebuah masyarakat menjadi beberapa kelas sepenuhnya terjadi sebagai akibat dari hubungan produksi.Pasar tenaga kerja fleksibel adalah salah satu ciri ekonomi liberal karena kekuatan pasar dan kompetisi yang kuat menjadi dasarnya.Hubungan kerja kontrak diterapkan atas dasar kondisi pasar yang berlaku.Seperti yang telah dibahas sebelumnya, hubungan kerja kontrak menimbulkan pelanggaran peraturan oleh perusahaan.Pelanggaran-pelanggaran ini menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja kontrak sehingga terbentuk kelas pekerja/buruh dan kelas pengusaha/pemilik modal. Kelas-kelas yang terbentuk akan menimbulkan pertentangan antarkelas. Pertentangan antarkelas akan terus terjadi karena masing-masing kelas mempunyai kepentingan yang berbeda. Keadaan ini akan terus berlangsung hingga timbulnya kesadaran kelas. Kesadaran kelas yang dimaksud adalah
35
kesadaran akan kepentingan universal yakni kepentingan politik dari kelas itu sendiri. Menurut Karl Marx agenda/kepentingan politk yang paling tepat bagi kelas pekerja adalah partai, sementara bagi kelas pemilik modal, agenda/kepentingan politik yang paling tepat adalah negara.
Solusi-Solusi dari Berbagai Pendekatan Ekonomi Politik Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini jika dianalisis secara teori maka bisa dikatakan bahwa kelas pekerja belum sepenuhnya memiliki kepentingan politiknya. Individu-individu kelas pekerja masih terbelenggu oleh keadaan dan memilih untuk menerima apa adanya, walaupun ada sebagian besar dari mereka yang sudah memeiliki kesadaran atas kelasnya. Buktinya adalah aksi pada setiap peringatan hari buruh, jumlah peserta aksi selalu bertambah setiap tahunnya. Pendekatan Marx dalam Caporasso dan David (2008) terhadap pertentangan kelas menawarkan solusi dengan revolusi secara massal atau menyeluruh.Hal ini cenderung bersifat ekstrim dan bagaimanapun juga sejarah membuktikan bahwa hal tersebut bukan merupakan solusi yang tepat karena masalah yang terjadi paska revolusi ternyata lebih rumit.Pendekatan ekonomi politik sosial demokratis menawarkan hal yang berbeda untuk masalah pertantengan antar kelas ini.Ekonomi politik sosial demokratis berbeda dari politik revolusioner dalam artian bahwa ekonomi politik sosial demokratis berusaha mencapai tujuantujuannya melalui cara-cara damai dan melakukannya dari dalam. Pekerja akhirnya akan menerima kapitalisme sebagai kerangka tindakkan ekonomi dan kemudian melakukan perjuangan dengan cara berusaha memperbaiki sistem kapitalisme itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan reformis, menekankan kepada tindakan kelas (class action), yang dilakukan di tempat kerja maupun di kancah pemilu, agar pekerja bisa mendapatkan porsi yang lebih besar dari hasil-hasil ekonomi. Ide utama dari pendekatan reformis dalam ekonomi politik sosial demokrasi adalah meningkatkan kepentingan material dari pekerja dengan tetap menggunakan kerangka kapitalisme dan demokrasi liberal.Tujuannya adalah bukan menyingkirkan kapitalisme melainkan untuk “menjinakkan”, yaitu dengan membuat kapitalisme menjadi menguntungkan bagi lebih banyak orang dan bukan segelintir kapitalis saja. Kesejahteraan warga negara (baik pekerja maupun pemilik modal) bisa sama-sama diuntungkan dengan cara “melakukan rasionalisasi secara bertahan dalam perekonomian agar para kapitalis dapat melakukan kegiatan yang menguntungkan publik tanpa harus menghapuskan status hukum dari hak kepemilikan pribadi (private property). Ide lain sebagai solusi atas kondisi ketenagakerjaan dan hubungan kerja seperti telah dijelaskan sebelumnya adalah dengan menganalisis secara teori konsep keadilan. Konsep keadilan merujuk pada prinsip-prinsip aturan sosial yang dapat kita gunakan untuk mendefinisikan hak (termasuk didalamnya hak kepemilikan) dan sistem pasar. Prinsip-prinsip ini didasarkan pada ide perorangan (personhood), yaitu integritas dari tiap-tiap orang (satu orang tertentu adalah sebuah eksistensi yang utuh di mana semua keinginan, perasaan dan tindakan orang itu adalah menyatu dengan diri orang tersebut dan tidak bisa dilepaskan dari
36
orang itu, kecuali tentu saja kalau orang itu mengalami gangguan jiwa, yang berarti bahwa kepribadiannya sudah hilang dan menjadi gila). Titik tolak dari pendekatan-pendekatan ini adalah konsep keadilan dah hak, bukan pemenuhan kebutuhan pribadi dan efisiensi.Keadilan tidak bisa terwujud begitu saja dari pertemuan antara pelaku-pelaku yang masing-masing mementingkan kepentingan dirinya sendiri dalam masyarakat. Salahsatu pendekatan berbasis keadilan adalah pendekatan yang diajukan Ronald Dworkin (1977), yang menekankan kepada prinsip saling menghormati (equal regard). Dasarnya adalah integritas individu terbentuk sebagai akibat dari pengakuan individu satu dengan individu lainnya sebagai seorang manusia. Saling menghormati tentu saja tidak berarti bahwa semua orang sama dari segi kemampuan, bakat atau prestasi, atau lain sebagainya. Sederhananya, 1 individu tidak akan berjuang dengan segala cara, baik atau buruk, melanggar atau taat aturan, jika individu tersebut memosisikan dirinya menjadi individu lain yang akan mendapatkan akibat/efek samping dari usahanya dalam memenuhi kebutuhan. Analisis Regresi dengan Model Double-log Tabel 6. Tabel Hasil Pengolahan Data Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C XI D1 D2
15.43202 -0.258161 0.102123 -0.054672
0.348378 0.099068 0.038727 0.079903
44.29682 -2.605905 2.637020 -0.684221
0.0000 0.0132 0.0123 0.4982
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.220904 0.155980 0.104206 0.390920 35.80512 3.402474 0.027899
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
14.60133 0.113427 -1.590256 -1.421368 -1.529191 0.925282
Hasil estimasi dari tabel 6 menunjukan nilai R-Squared 0.220904. Nilai ini menunjukkan 22% keragaman lnincome (pendapatan) sebagai variabel terikat mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya yakni XI (lnusia), D1 (jenis kelamin), dan D2 (Tingkat pendidikan). Sisanya keragam variabel terikat sebesar 78% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Uji F Nilai probabilitas F-statistik pada tabel 6 sebesar 0.027899 lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan minimal terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Uji-t Nilai probabilitas masing-masing variabel bebas menunjukan pengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. Hasil estimasi menunjukkan variabel lnusia
37
(0.0132) dan variabel gender (0.0123) lebih kecil dari taraf nyata 5% berarti berpengaruh nyata dan signifikan terhadap variabel lnincome (pendapatan). Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas yang diperoleh untuk menunjukkan bahwa error term pada model terdistribusi normal. Eviews menyediakan beberapa pilihan untuk uji normalitas ini, namun yang umum digunakan adalah uji normalitas dengan melihat Probabilitas nilai Jarque-Bera. Gambar 8 (lampiran 2) menunjukkan nilai Jarque-Bera dengan probabilitas sebesar 0.192837 lebih besar dari taraf nyata 5%. Hali ini menunjukkan error term pada model terdistribusi normal. Uji Multikolinearitas Untuk menguji masalah multikolinearitas dapat melihat matriks korelasi dari variabel bebas, jika terjadi koefisien korelasi lebih dari 0,80 maka terdapat multikolinearitas (Gujarati, 2006). Nilai masing-masing variabel bebas terhadap variabel bebas lainnya kurang dari nilai toleransi |0.8|, maka dapat disimpulkan dalam model ini tidak terjadi multikolinearitas. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White atau dengan cara melihat nilai kutosis pada table uji normalitas. Nilai kurtosis pada tabel uji normalitas (lampiran 2) adalah 2.733056 lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga dapat disimpulkantidak terdapat heteroskedastisititas dalam model regresi. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey. Nilai probabilitas Chi-square dari Obs*R-Squarednya sebesar 0.0001 lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga dapat disimpulkan terdapat autokorelasi dalam model regresi. Untuk mengatasi pelanggaran autokorelasimaka dapat dilakukan dengan cara menggunakan metode newey-west. Cara ini mengubah standar error dan koefisien covarians menjadi konstan sehingga masalah autokorelasi terpecahkan. Persamaan Regresi dan Interpretasi Koefisiennya Persamaan regresi dari hasil table output dengan pembulatan 3 desimal menjadi : Y = 15.432 - 0.258XI + 0.102D1 - 0.055D2 Dimana : Y = lnincome (pendapatan tenagakerja kontrak/outsourcing di industri TPT) (Rp/bulan) X1 = lnusia (tahun) D1 = gender (jenis kelamin) ket : (laki-laki=1 ; perempuan=0) D2 = tingkatan Pendidikan ket : (SMP=0; SMA=1)
38
Persamaan di atas menunjukkan hasil estimasi dimana variabel lnusia dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Nilai koefisien kemiringan parsial masing-masing variabel yaitu (-0.258) dan (0.102). Hal ini menunjukkan jika terjadi kenaikan/pertambahan 1% usia seoarang tenaga kerja maka terjadi penurunan rata-rata pendapatan sebesar 0,258%. Seperti diketahui sebelumnya sistem pengupahan tenagakerja kontrak khususnya di sektor tekstil didasarkan pada kontrak kerja pihak perusahaan dan tenagakerja. Sistem kontrak juga dicirikan dengan target output yang dibebankan perusahaan kepada tenagakerja pada jangka waktu tertentu. Sehingga tenagakerja harus mengejar target bagaimanapun caranya. Lembur adalah salahsatu cara tersebut. Penambahan usia berbanding terbalik dengan kemampuan seseorang, semakin bertambah usia semakin menurun kemampuan fisiknya sehingga seorang tenagakerja yang lebih tua memilih istirahat daripada lembur dengan konsekuensi pada penurunan pendapatannya. Nilai koefisien β0 adalah nilia rata-rata dari tingkat pendapatan untuk perempuan dan β1merupakan selisih antara nilai rata-rata pendapatan perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, interpretasi dari nilai antilog β0 dalam model semilogaritma adalah sebagai median. Jika nilai β0 dan β1 dijumlahkan kemudian dihitung nilai antilognya, maka akan didapat nilai median dari tingkat pendapatan pekerja laki-laki. Sama halnya juga jika kita menghitung antilog dari koefisien β0, maka akan didapat nilai median pendapatan pekerja perempuan. Persamaan di atas didapat antilog dari 15.432 adalah 5035330 dalam Rupiah, maka median upah dari tenaga kerja perempuan adalah 5035330. Antilog dari (15.432 +0.102=15.534) adalah 5576041 dalam Rupiah. Disini dapat dilihat bahwa median upah dari tenagakerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan. Jika dalam persen, maka median pendapatanlaki-laki lebih tinggi 10,74 persen dibandingkan perempuan. Nilai tersebut didapat dari antilog 0.102 yang kemudian dikurangi 1 dan dikali 100.Hal ini sesuai pada fakta bahwa perusahaan tekstil dan produk tekstil lebih banyak menggunakan tenaga kerja perempuan daripada tenaga kerja laki-laki atas dasar upah murah.
Analisis Regulasi Pada tanggal 30 November 2012 Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia mengadakan press release dalam upayanya menentang Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigarasi Republik Indonesia (Permenakertrans) Nomor 19 Tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaa pekerjaan kepada perusahaan lain, yang diantaranya membatasi untuk lima jenis pekerjaan. Menurut mereka bahwa keputusan tersebut merugikan bagi upaya-upaya untuk menciptakan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Faktanya sistem kontrak dan outsourcing tetap dilaksanakan pada jenis usaha utama/core activity.Hal ini berarti perusahaan tetap melakukan sistem kontrak karena tidak adanya tanggapan serius dari pemerintah. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 59 ayat (2) berbunyi perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Penjelasan dari pasal ini adalah yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap adalah pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus,
39
tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari proses produksi dalam satu perusahaan, dengan kata lain pekerjaan yang bersifat tetap adalah core activity sebuah perusahaan. Pasal 66 ayat (1) berbunyi pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Penjelasannya adalah pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak) dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Ada indikasi inkonsistensi dari kedua pasal tersebut.Pertama, penjelasan tentang jenis usaha pokok dan penunjang belum ada rumusan pasti, baik dari pemerintah ataupun pengusaha.Penelitian dari AKATIGA, FSPMI, dan FES (2010) menjelaskan bahwa salah satu proses pengawasan menjadi lemah karena tidak adaya rumusan pasti tentang usaha pokok dan penunjang. Kedua, pasal 59 ayat (2) menjelaskan bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk usaha pokok, namun panjelasan pasal 66 ayat (1) bahwa jenis kegiatan usaha pokok diperbolehkan mempekerjakan pekerja dengan PKWT dan/atau PKWTT. Hal yang bertolakbelakang antar pasal jelas dimanfaatkan pengusaha untuk mengadakan PKWT atau kontrak untuk dipekerjakan pada jenis usaha poko perusahaannya. Hasil wawancara dengan narasumber dari pemerintah mengenai inkonsistensi ini dibenarkan.Menurutnya selain inkonsistensi, seharusnya kataperkata dari sebuah perundangan harus sebaku mungkin.Baku dalam artian tidak mengandung makna ambigu. Contohnya menurut beliau, Undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 pasal 64, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Selanjutnya dijelaskan bahwa jenis pekerjaan yang bisa didelegasikan adalah jenis usaha penunjang. Menurut beliau kata “dapat” bermakna ganda, perusahaan mengartikan bahwa 5 jenis usaha penunjang adalah contoh yang dapat diserahkan pekerjaanya kepada perusahaan lain, jenis usaha lainnya juga bisa didelegasikan. Hal tersebut didukung dengan penjelasan pasal 66 ayat (1) di atas, dengan begitu tidak heran jika pada faktanya usaha inti dikerjakan dengan sistem kontrak. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Pelanggaran atas aturan terjadi pada hubungan kerja atara pengusaha dengan tenaga kerja.Tenaga kerja kontrak ditempatkan pada jenis usaha inti, dan pengupahan disamaratakan kepada tanaga kerja dengan status perkawinan yang berbeda.Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal.Pertama, pasar tenagakerja fleksibel sebagai akibat dari penerapan pasar bebas mendukung terciptanya kondisi seperti itu.Kedua, pengusaha dengan alibi telah berjasa menyerap tenagakerja dalam jumlah besar, menurunkan angka pengangguran, dan menjadi
40
sumber pendapatan pemerintah dengan leluasa menciptakan kondisi tersebut tanpa mengindahkan peraturan yang ada.Tenaga kerja kontrak berada dalam kondisi dirugikan dapat dikatakan mereka pun tidak peduli dengan sistem yang ada. Beberapa alasannya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, tuntutan hidup, dan tidak ada pilihan lain daripada tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Berdasarkan hasil persamaan regresi usia tenaga kerja dan jenis kelamin yang berpengaruh nyata dan signifikan terhadap variabel pendapatan tenaga kerja di industri TPT. Inkonsistensi yang terdapat pada pasal 59 ayat (2) dan pasal 66 ayat (1) ada dua yaitu penjelasan tentang jenis usaha pokok dan usaha penunjang belum mempunyai rumusan pasti dan penjelasan pasal 66 ayat 1 bertolak belakanag dengan pasal 59 ayat (2) tentang penempatan tenaga kerja kontrak. Akibatnya para pengusaha memanfaatkan celah tersebut untuk terus menggunakan tenaga kerja kontrak tidak pada tempatnya. Solusi untuk kondisi atas permasalahan ketenagakerjaan secara teoritis datang dari dua pendekatan ekonomi politik.Pertama, pendekatan marxis yakni dengan burasaha menimbulkan kesadaran kelas sehingga tercetusnya revolusi.Kedua, pendekatan berbasis keadilan yakni dengan perasaan sikap saling menghormati atas kedudukan individu sebagai seorang manusia.Konsep pendekatan berbasis keadilan adalah class action, tindakkan yang diawali dari dalam sebuah sistem itu sendiri.Tujuannya adalah menjinakkan sistem “kapitalisme” dan bukan untuk menghapusnya karena sistem pasar pun mempunyai keuntungan. Saran Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perlu adanya perbaikan pada sektor ketenagakerjaan.oleh karena itu, beberapa saran yang penulis ingin sampaikan kepada semua pihak adalah: 1. Tenaga kerja dengan segala keterbatasan alangkah baiknya meningkatkan kemampuan mereka diluar bidang usahanya. Berserikat adalah salahsatu caranya, karena dengan berserikat daya tawar tenaga kerja meningkat. Selain itu, terdapat banyak kegiatan positif dari serikat tenaga kerja. Misalnya pendidikan ketenagakerjaan, edukasi dan pelatihan wirausaha, dan lain-lain. Sehingga jika sewaktu-waktu kontrak habis atau sudah masuk usia pensiun dapat berwirausaha. 2. Pemerintah sebagai regulator seharusnya mempunyai ketegasan dalam menertibkan pelanggaran peraturan. Amandemen perundangan yang berlaku jika diperlukan. 3. Pengusaha harus dengan lapang dada menerima aturan yang ada, karena seyogyanya aturan dibuat untuk kepentingan bersama DAFTAR PUSTAKA Agusmindah. 2012. Outsourcing dan PKWT dalam Sistem Hubungan Kerja Merupakan Gejala Kebijakan Fleksibilitas Ketenagakerjaan. (Jurnal Ekonomi Univesitas Sumatera Utara)
41
Aneta, S. 2010. Pengaruh Fleksibilisasi Pasar tenaga kerja dan Pengorganisasian Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia.Bogor :Lembaga Informasi Perburuhan Sadane. Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2011. Perkembangan Industri Garmen di Indonesia. Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Diakses tanggal 1 Oktober 2014, www.bkpm.go.id. [ATC].APINDO Trainig Center. 2012. Hapus Outsourcing , Kepentingan Siapa?. (Jurnal Speak Up ATC forum, edisi 2, Oktober 2012) Bellante, D dan Jackson M. 1990.Ekonomi Ketenagakerjaan.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Benson J dan Ieronimo N. 1996.Outsourcing Decisions: Evidence from Australia Based Enterprises.International Labour Review. [BPS].Data Ketenagakerjaan Indonesia. BPS.go.id [diakses pada tanggal 5 Maret 2014] Bray M, Waring P, dan Cooper R. 2012. Employment Relation: Theory and Practice, 2nd., McGraw-Hill Australia. Caporasso, JA dan David PL. 2008.Teori-teori Ekonomi Politik. (Yogyakarta: pustaka pelajar) Deliarnov. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Edisi Revisi IV). (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada) Dirdjojuwono, RW. 2004. Kawasan Industri Indonesia : Sebuah Konsep Perencanaan dan Aplikasinya. (Bogor : Pustaka wirausaha Muda) [Disnakersostrans Kota Bogor] Data kelompok industri berdasarkan skala investasi di Bogor tahun 2003. Disnakersostrans.kotabogor.go.id [diakses pada Maret 2014] Djarwanto. 1993. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Dumairy. 2000.Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Fadiillah, DN dan Hastarini DA.Analisis Penyerapan Tenagakerja pada Industri Kecil (Studi kasus di Sentra Industri Kecil Ikan Asin di Kota Tegal).(Diponegoro Journal Of Economics, Volume 1, No. 1, 2012) Gujarati, D. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika.Jakarta: Erlangga. Hadi S. 1997. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Indarajit, RE.dan Richardus D. 2003. Proses Bisnis Outsourcing. (Jakaarta: P.T. Gramedia Widiasarana Indonesia) Indrasari T, Rina H, Suhadmadi. 2010. Diskriminatif dan Eksploitatif Praktik Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh di Sektor Industri Metal Ddi Indonesia.(Laporan Penelitia Litbang DPP FSPMI). AKATIGA, FSPMI, dan FES. Indriantoro Ndan Supomo B. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi I. Yogyakarta: BPFE. Juanda B. 2008/2009. Metodologi Penelitian Ekonomi Dan Bisnis. (Bogor: Institut Pertanian Bogor Press) Kuncoro M. 2007. Ekonomi Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030?. (Yogyakarta: ANDI) Kurniawan D. 2008.Regresi Linear (Linear Regresion).[internet]. [diunduh 2013 April 4]. Tersedia pada :https://ineddeni.files.wordpress.com. [LIPS]. 2009. Bagaimana 1 Mei Dirayakan Pada Masa Lalu. (Jurnal Kajian Perburuhan Sadane, Volume 8, No. 2, 2009)
42
[LIPS]. 2009. Teori dan Praktik Fleksibilitas Tenagakerja.(Jurnal Kajian Perburuhan Sadane, Volume 7, No. 1, 2009) [LIPS]. 2012. Memetakan Gerakan Buruh : Antologi Tulisam Perburuhan Mengenang Fauzi Abdullah. (Depok : Kepik) Mankiw NG. 2000.Teori Makro Ekonomi.Ed.4, Jakarta: Erlangga. Marzuki. 2000.Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE-UII Munch, JR dan Skaksen JR. 2005. Specialization, Outsourcing and Wages.(Germany, Forschungs Institute zur Zukunft der Arbeit) Mukherjee, A dan Yingyi T. 2008.International Outsourcing and Walfare Reduction : an Entry-deterrence Story.(Research Paper 2008/45). The University of Nottingham Mukherjii S dan Ramachandran J. 2007.Outsourcing : Practice in Search of a Theory.IIMB Management Review. Noor J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) Ponomariov B dan Kingsley G. 2008.Applicability of The Normative Model of Outsourcing in The Public Sector : The Case of a State Transportation Agency.Public Organiz Review. Roen F. 2011. Karl Marx : Pertentangan Kelas dan Struktur Ekonomi.[internet]. [diunduh 2013 April 4]. Tersedia pada : perilakuorganisasi.com Ross P dam Bamber JG. 2009. Strategic Choice in Pluralist and Unitarist Employment Relation Regimes. A Studi of Australian Telecommunication.Industrial and Labor Relation Review. Simanjuntak PJ. 2001. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta. Shenaan C, Nelson L & Holland P. 2002. Human Resource Management and Outsourcing: The Impact of Using Consultans.International Journal of Employment. Sugiarto R. 2010. Sistem pengupahan Outsourcing pada P.T. Permata Indonesia dalam Perspektif Ekonomi Islam.[Skripsi]. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta Suwondo, C. 2003. Outsourcing : Implementasi di Indonesia. (Jakarta: Gramedia) Thompson F. Fordism, Post-Fordism, and the Flexible System of Production. [internet].[diunduh 2013 Maret 28]. Center For Digital Discourse and Culture, Virginia Tech. Widyastuti A. 2012. Analisis Hubungan Antara Produktivitas Pekerja dan Tingkata Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Jawa Tengah Tahun 2009.(Economics Development Analysis Journal, November 2012)
43
Lampiran 1 Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENELITIAN Bagian I : Identitas Responden 1. Nama 2. Tempat, Tanggal Lahir 3. Alamat 4. Pendidikan terakhir 5. Status Perkawinan 6. Status pekerjaan 7. Perusahaan tempat bekerja 8. Mulai bekerja di perusahaan tersebut 9. Pendapatan per bulan 10. Divisi pekerjaan
: : : : : : : : : :
Bagian II : Kehidupan sehari-hari 1. Dimana anda tinggal ? Kos-kosan Rumah kontrakan Kontrak bersama teman sepekerjaan Rumah milik sendiri Menumpang Rumah saudara/kenalan mes Lain-lain…. 2. Bagaimana Anda pergi ke tempat bekerja Jalan kaki jemputan Kendaraan milik sendiri Kendaraan umum 3. Berapa biaya perhari untuk kendaraan pribadi? (jika kendaraan umum, lewati pertanyaan ini)? Rp 3.000-Rp 6.500 Rp 6.500- Rp 10.000 Rp 10.000- Rp 15.000 > Rp 15.000
menggunakan
4. Jika menggunakan kendaraan umum, berapa uang yang harus anda alokasikan dalam sehari ? Rp 6.000- Rp 10.000 Rp 10.000- Rp 15.000 Rp 15.000- Rp 20.000
44
> Rp 20.000 5. Berapa kali anda makan (nasi+lauk) dalam sehari? 1X 2X 3X >3X 6. Bagaimana anda mendapatkannya ? Masak sendiri Dibuatkan oleh keluarga/saudara Membeli makanan jadi 7. Jika anda makan sendiri, Berapa biaya untuk keperluan makan dalam sehari? Rp 10.000- Rp 20.000 Rp 20.000- Rp 25.000 Rp 25.000- Rp 50.000 > Rp 50.000 8. Jika anda tinggal bersama (sudah berkeluarga), Berapa biaya untuk keperluan makan dalam sebulan/….mingguan? < Rp 300.000 Rp 300.000- Rp 400.000 Rp 400.000- Rp 600.000 Rp 600.000- Rp 1.000.000 > Rp 1.000.000 9. Berapa biaya yang harus Anda alokasikan untuk keperluan pulsa? Rp 10.000- Rp 20.000 Rp 20.000- Rp 25.000 Rp 25.000- Rp 50.000 > Rp 50.000 10. Berapa biaya dalam sebulan yang harus Anda alokasikan untuk keperluan peralatan mandi cuci dan perawatan tubuh/kesehatan? Rp 10.000- Rp 20.000 Rp 20.000- Rp 25.000 Rp 25.000- Rp 50.000 > Rp 50.000 11. (khusus bagi yang sudah berkeluarga), berapa uang yang Anda alokasikan untuk kebutuhan pendidikan keluarga (anak/saudara) dll? Rp 500.000- Rp 1.000.000 Rp 1.000.000- Rp 1.500.000 > Rp 1.500.000 12. Apakah Anda mempunyai tabungan? bagaimana Anda menabungkannya?
45
Harian Mingguan Bulanan (setiap kali gajian) 13. Bagaimana cara Anda menabung? Arisan Menabung sendiri (disimpan dirumah) Ditabung ke bank Diinvestasikan 14. Berapa jumlah uang yang Anda tabung dalam sebulan? Rp 0 < Rp 100.000 Rp 100.000- Rp 200.000 Rp 200.000- Rp 400.000 > Rp 400.000 15. Sebagai kesimpulan, cukupkah pendapatan Anda dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari ? Jawab : …… 16. Jika tidak, bagaimana Anda mengakalinya? Jawab : …… Bagian III (lisan/tulisan)
: Pekerjaan
1. Apakah Anda bekerja berdasarkan kontrak kerja? Jawab:…………………….. 2. Apakah Anda mendapatkan slip gaji perbulan? Jawab :…………………… 3. Apakah ada pemotongan gaji dalam slip tersebut? Jawab :……………………. 4. Sejak kapan Anda bekerja denga status outsourcing? Jawab : ..…………………. 5. Apakah Anda pernah mengalami pembaruan kontrak kerja ? Jika ya,? Jawab :1 tahun…dengan PT….. 2 tahun…dengan PT….. 3 tahun…dengan PT….. 4 tahun…dengan PT….. 6. Lembur/shift tambahan? Jawab : ……………………….. 7. THR?
46
Jawab:………………………. 8. Apakah Anda mendapatkan jamsostek? Jawab :……………………… 9. Bagaimana Anda memproses jamsostek tersebut? Jawab :…………………….. 10. Bagaimana Anda diterima bekerja di perusahaan ini? Jawab : ..…………………. 11. Berapakah gaji karyawan tetap yang bekerja di tempat dan usia kerja yang sama dengan Anda? Jawab :……………. 12. Apakah perusahaan mengadakan rekreasi setiap tahun? Apakah Anda dikutsertakan? Jawab :…………………….. 13. Apa yang Anda rasakan sebagai tenagakerja outsourcing? Jawab : ..…………………. 14. Apakah Anda mengetahui undang-undang/peraturan outsourcing? Dan bagaimana pelaksanaannya? Jawab : ..………………….
mengenai
15. Sebagai kesimpulan, mengapa Anda bersedia bekerja sebagai tenagakerja outsourcing? Jawab : ..………………….
47
Lampiran 2 Tabel Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas 7
Series: Residuals Sample 1 40 Observations 40
6 5 4 3 2 1
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-5.96e-16 -0.027304 0.244115 -0.160350 0.100118 0.689897 2.733056
Jarque-Bera Probability
3.291820 0.192837
0 -0.1
-0.0
0.1
0.2
Uji Multikolinearitas XI
D1
D2
XI
1.000000
0.319491
-0.259793
D1
0.319491
1.000000
0.100125
D2
-0.259793
0.100125
1.000000
Uji Heteroskesdastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
2.953974 7.901509 5.545972
Prob. F(3,36) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.0454 0.0481 0.1359
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
14.90632 18.68761
Prob. F(2,34) Prob. Chi-Square(2)
0.0000 0.0001
48
Lampiran 3 Press Realese Abadi
INDONESIAN OUTSOURCING ASSOCIATION ASOSIASI BISNIS ALIH DAYA INDONESIA Siaran Pers Tentang Penjelasan Pendaftaran Uji Materi ke Mahkamah Agung oleh Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain 1. Kamar Dagang Dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) dan 7 (Tujuh) Perusahaan Alih Daya, dalam kapasitas sebagai perorangan maupun sebagai badan hukum, adalah Para Pemohon Uji Materi yang secara resmi telah mengajukan berkas Permohonan Uji Materi terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 No.1138) yang telah ditetapkan pada tanggal 14 November 2012 dan diberlakukan pada tanggal 19 November 2012. 2. Berkas Permohonan Hak Uji Materi telah diajukan melalui kuasa hukum kami dari FARIANTO & DARMANTO Law Firm yang berkantor di Gedung Lina Lt.2 Jl.HR Rasuna Said Kav.B-7 Jakarta 12910 dan permohonan tersebut telah diterima secara resmi oleh Mahkamah Agung pada tanggal 14 Februari 2013 yang tanda terimanya ditandatangani oleh Ria Susilawesti, S.H., M.M., Kasubdit HUM dan PK Pajak. Permohonan tersebut telah diregister dengan Nomor 13 P/HUM/Th.2013 tanggal 18 Februari 2013. 3. Pihak Termohon dalam permohonan Hak Uji Materi adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia selaku pejabat yang telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 No.1138). 4. Alasan atau dasar Pengajuan permohonan Hak Uji Materi oleh Para Pemohon terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 No.1138) disebabkan karena: a. Muatan materi pasal maupun pembentukannya telah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang; b. Menimbulkan kerugian bagi pekerja karena PHK, Pemberi kerja karena tidak memiliki pekerja untuk kegiatan penunjang, Perusahaan alih daya karena diakhiri dan tidak diperpanjangnya kontrak kerjasama yang mengakibatkan kehilangan management fee. 5. Permohonan Uji Materi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah: Menyatakan Muatan materi pasal maupun pembentukannya telah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang; Memerintahkan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia mencabut dan menyatakan tidak berlaku pasal yang dimohonkan Uji Materi;
49
Memerintahkan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk melakukan revisi pasal yang dimohonkan Uji Materi. 6. Harapan Para Pemohon kepada Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia adalah segera melakukan revisi pasal yang dimohonkan Uji Materi sebelum Mahkamah Agung menjatuhkan putusanya. 7. Harapan Para Pemohon kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah mengabulkan permohonan uji materi dan segera menjatuhkan Putusan, mengingat kerugian yang ditimbulkan akibat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 No.1138). 8. Permohonan Uji Materi dilakukan oleh Para Pemohon dengan harapan untuk menjaga iklim dunia usaha supaya tetap kondusif dan hubungan kerja yang harmonis sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dan menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan kerja secara besar-besaran. Jakarta, 28 Februari 2013 Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) Secretariat: cGreen Business Center, Graha Mustika Ratu 5th Floor, Suite #505 Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 74-75, Jakarta Selatan 12870 Phone: +62-21-98566988 ~ Fax: +62-21-83707143 ~ Mobile: 081-888-5911 ~ Email:
[email protected]
50
Lampiran 4 Profil Perusahaan No Nama Alamat dan luas perusahaan Sejarah Perusahaan 1 PT Unitex Jl. Raya Tajur No. 1 PO BOX 103 Didirikan pada tahun 1971 namun mulai Tbk Bogor 16001 berproduksi secara komersil pada tahun Luas : 150.700 m2 1997 Menjadi perusahaan Go Public pada tanggal 12 Mei 1982 dan merupakan perusahaan ke-11 yang memasuki Bursa efek Indonesia 2 PT Jl. Raya Gunung Putri No. 285 B Desa Universal Tlajung Udik, Kec. Gunung Putri Carpet & Bogor 16962 Rugs Luas : 85.000 m2 3
4
Produk Kegiatan produksi meliputi Pemintalan (Spinning), pertenunan (Weaving), dan pencelupan (Dyeing Finishing) sehingga menghasilkan Yard, Dyed dan Piece Dyed.
Berbagai jenis karpet dengan keunggulan tertentu misalnya : PP BCF, PP BCF Carved, PP HEAT SET, dan PP HEATSET FRIEZE. PT Aurora Jl. Raya Tlajung Udik No. 88 Didirikan pada era 1980-an di Korea. Produknya yakni boneka/mainan World Cibinong 16962 Periode tahun 1990-1995 perusahaan anak-anak berkualitas tinggi. mendirikan pabrik di Indonesia dan China Periode tahun1996-1999 ekspor produk hingga Inggris dan Jerman, perubahan nama perusahaan dari Aurora Trading Inc menjadi Aurora World Inc PT Elegant Jl. Lintang Raya kav 7 Sentul Bogor Tahun 1973 Aditya Birla Group Jok kulit yang biasa digunakan Indonesia 16810 bekerjasama dengan P.T Elegant Tekstile dikendaraan beroda empat Industry di jati luhur Purwakarta Karpet automotif berbahan memproduksi benang sintesis benang sintesis Periode 1990-an P.T Elegant Indonesia berdiri di bogor, pabrik ini merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan diatas
51
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ari Ismail Muttaqin.Lahir pada tanggal 07 Desember 1989 di garut.Sekolah Dasar penulis selesaikan di SDN Sindang Suka 3 pada tahun 2002.Setelah tamat Sekolah Dasar penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Balubur Limbangan dan menyelesaikannya pada tahun 2005. Setelah itu penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 6 Bandung dan lulus pada tahun 2008. Setelah lulus dari SMA dan sempat bekerja di took souvenir khas bandung kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu Ekonomi dengan mayor Ekonomi dan Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti beberapa organisasi yaitu menjadi anggota OMDA PAMAUNG, Anggota dan ketua Bidang Komunikasi UKM Oryza Baseball-Softball IPB, Anggota ketua Umun Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta Alam (KAREMATA). Penulis pernah juara tiga dalam Economic Contest. Selain itu penulis juga pernah mengikuti pelatihan kepemimpinan putera sunda di bandung pada tahun 2010. Pada tahun 2012 penulis ikut serta dalam tim SAR proses evakuasi pesawat Sukhoi di Gunung Salak.