Makara J. Health Res., 2014, 18(3): In Press doi: 10.7454/msk.v18i3.xxxx
Analisis Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosis Paru Suryani*, Efri Widianti, Taty Hernawati, Aat Sriati Faculty of Nursing, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia *
e-mail:
[email protected]
Abstrak Tuberkulosis paru adalah penyakit paru-paru kronis yang berdampak secara fisik dan psikososial bagi penderitanya. Hingga saat ini program-program pemerintah yang ada masih berfokus pada pengobatan dan pencegahan penularan penyakit. Program yang ada belum mengarah pada pemecahan masalah psikososial penderita, padahal dampak masalah psikososial sangat besar pengaruhnya terhadap kepatuhan berobat dan prognosa penyakit penderita TB paru. Penelitian ini bertujuan menganalisa faktor yang paling mempengaruhi pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru di Kota Cirebon. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional. 171 orang penderita TB paru yang terlibat dalam penelitian ini diambil dengan cara consecutive sampling dari 10 puskesmas di Kota dan Kabupaten Cirebon. Kebutuhan psikososial penderita TB paru diukur dengan alat ukur yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Sebelum digunakan instrumen tersebut sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga faktor dominan yang paling berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial mereka. Faktor tersebut adalah kondisi psikologis dalam seminggu terakhir, lama pengobatan dan layanan pendukung. Sedangkan faktor demografi tidak berhubungan dengan kepuasan mereka terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengadakan layanan pendukung di puskesmas sehingga kebutuhan psikososial penderita TB paru bisa terpenuhi dan kasus drop out bisa dicegah.
Abstract Psychosocial Need Analysis of Patients with Pulmonary Tuberculosis. Pulmonary tuberculosis (TB) is a chronic pulmonary disease impacted on physical and psychosocial of the patients. However, to date, the goverment’s programs has not address the psychososial problem of the patients yet. The existing programs are still focused on the treatment and prevention of disease transmission This descriptive correlational study aims to analyze determinant factors related to the fulfillment of psychosocial needs of TB patients in the city of Cirebon. 171 pulmonary TB patients involved in this study were selected by consecutive sampling from 10 health centers in Cirebon. Instrumen used in this study was developed by the researchers. Before using the instrument, it was tested for validity and reliability. The results showed that there are three dominant factors associated with the patient satisfaction level to meet the needs of their psychosocial. These factors are the psychological conditions in the past week, duration of treatment and support services. Demographic factors have no influence on their satisfaction toward the fulfillment of their psychosocial needs. The study suggested that the government should provide support services in health centers so that pulmonary tuberculosis psychosocial needs can be met and drop out cases can be prevented. Keywords: health services, psychosocial need analysis, pulmonary tuberculosis
Dampak fisik yang dialami penderita TB paru, antara lain menjadi sangat lemah, pucat, nyeri dada, berat badan turun, demam dan berkeringat.1 Sedangkan dampak psikososial antara lain adalah adanya masalah emosional berhubungan dengan penyakitnya seperti merasa bosan, kurang motivasi, sampai kepada gangguan jiwa yang cukup serius seperti depresi berat.4 Masalah psikososial lainnya adalah adanya stigma di masyarakat, merasa dikucilkan dan tidak percaya diri,
1. Pendahuluan Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.2 TB paru tidak hanya mempunyai dampak secara fisik, tetapi juga mempunyai dampak psikososial pada penderitanya.3 25
December 2014 | Vol. 18 | No. 3
26
Suryani, et al.
serta masalah ekonomi.3,5 Sebuah penelitian kualitatif di India menemukan bahwa penderita TB paru mengalami berbagai masalah psikososial akibat penyakit TB paru yang mereka derita seperti ketakutan atau depresi, syok ketika mengetahui bahwa mereka menderita TB paru atau tidak percaya bahwa mereka menderita TB, malu dan takut mati.6 Dalam menghadapi atau menjalani kehidupannya selama menderita penyakit TB paru, masing-masing individu akan mempunyai respon yang bervariasi tergantung dari koping yang dimiliki7 dan dukungan dari keluarga, masyarakat sekitar dan pemerintah. Pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus baru TB Paru dan 1,4 juta orang meninggal karena TB paru. Lebih dari 95% kematian yang disebabkan oleh TB paru terjadi pada negara dengan penghasilan penduduk rata-rata menengah ke bawah. Di dunia, TB paru merupakan penyakit kronis, menempati urutan kedua penyebab kematian karena infeksi.8 Berdasarkan data Riskesdas 2007, jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia mencapai 0,7% dari jumlah total penduduk, dan di Jawa Barat tercatat sebesar 0,9% dari jumlah penduduk, dengan urutan Kota dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Purwakarta.9 Di Indonesia, TB paru merupakan penyakit kronis, menempati urutan pertama penyebab kematian karena infeksi, dan secara mayoritas diderita oleh usia produktif. Berdasarkan WHO tahun 2009 jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia adalah sebanyak 528.000 orang, dan angka ini berada di posisi ketiga dari jumlah penderita TB paru di dunia setelah India dan Cina.10 Selanjutnya, Menurut laporan WHO pada tahun 2010, peringkat Indonesia menjadi peringkat kelima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429.000 orang.Angka prevalensi sebesar 285 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematian karena TB paru diperkirakan sebesar 27 per 100.000 penduduk per tahun. Lima negara dengan jumlah terbesar pada tahun 2010 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria, dan Indonesia.10 Dalam rangka mengatasi permasalahan TB paru di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai macam program yang berfokus pada pengobatan dan pencegahan penularan penyakit TB paru. Akhir-akhir ini pemerintah melakukan sebuah program yang dikenal dengan Programmatic Managament of Drug Resistance TB (PMDT). PMDT tahun 2011-2014 bertujuan untuk melaksanakan secara bertahap diagnosis dan pengobatan Multidrug Resistance Tuberculosis (TB MDR). Diperkirakan ada sekitar 80% kasus resistensi obat TBC di Indonesia. Selama tahun 2010-2014 jumlah kasus resistensi obat TB paru yang akan diobati adalah 11.000 kasus.8 Selama periode ini PMDT akan dikembangkan untuk mencakup seluruh provinsi di Indonesia. Akan Makara J. Health Res.
tetapi dari program-program yang telah dikembangkan dan dilakukan oleh pemerintah belum ada program yang bertujuan untuk mengatasi masalah psikososial yang dihadapi penderita TB paru, padahal dampak psikososial ini sangat besar pengaruhnya terhadap kepatuhan berobat dan prognosa penyakit penderita TB paru.6 Bagi penderita yang mengalami depresi dan putus asa terhadap penyakitnya, mereka tidak mau minum obat, resikonya adalah penderita tidak sembuh dan tentu akan menularkan penyakit mereka pada orang lain disekitarnya.3 Disamping itu, juga berdampak pada diri mereka sendiri dimana prognosa penyakit mereka menjadi buruk sehingga mempercepat kematian. Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka peneliti membuat suatu rumusan masalah: “Bagaimanakah pemenuhan kebutuhan psikososial penderita tuberkulosis paru di Kota Cirebon? Faktor apa yang paling mempengaruhi pemenuhan kebutuhan psikososial tersebut ?” untuk menjawab permasalahan penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan psikososial penderita tuberkulosis paru di Kota Cirebon.
2. Metode Jenis penelitian yang digunakan adalah Correlational descriptive yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara beberapa faktor terkait dengan kebutuhan psikososial penderita TB paru. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB yang berada di wilayah kerja puskesmas di Kota Cirebon, yaitu sebanyak 1.485 kasus.11 Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability dengan metode consecutive sampling yaitu teknik sampling dimana setiap responden yang datang ke puskesmas (10 puskesmas di Cirebon) dan memenuhi kriteria pemilihan sampel dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.12 Adapun kriteria inklusi dalam pemilihan sampel ini adalah: menderita tuberkulosis paru, termasuk kategori usia dewasa, masih dalam proses pengobatan ke puskesmas, dan bisa membaca dan menulis. Setelah 1,5 bulan penelitian diperoleh sampel sebanyak 201 orang. Akan tetapi yang diikutkan ke dalam analisa data hanya sebanyak 171 orang karena yang lainnya tidak memenuhi syarat untuk diikutkan ke dalam analisa data sehubungan dengan data yang diberikan tidak lengkap. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari inventory pengukuran kebutuhan psikososial pada pasien kanker, yaitu psychosocial needs inventory.13 Pengukuran ini meliputi pengukuran status kesehatan, pelayanan kesehatan yang digunakan, masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, dan kebutuhan psikososial. Instrumen yang telah dikembangkan, telah dilakukan uji content validity kepada tiga orang expert panel yang terdiri dari satu orang dokter ahli penyakit dalam, satu orang psikolog December 2014 | Vol. 18 | No. 3
Analisis Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosis
ahli dalam pengembangan instrumen, dan satu orang perawat yang pernah melakukan penelitian kualitatif tentang pengalaman hidup penderita TB paru. Uji reliabilitas telah dilakukan pada 20 orang penderita TB paru di puskesmas Garuda dan Kiara Condong, Bandung. Hasil uji reliabilitas diperoleh bahwa semua item mempunyai reliabilitas yang tinggi dengan r =0,76. Penelitian ini telah dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip etika selama proses penelitian berlangsung. Sebelum melakukan penelitian peneliti terlebih dahulu memberi penjelasan tentang penelitian kepada semua pasien. Kemudian meminta persetujuan dari pasien untuk menjadi responden penelitian. Analisa data mulai dari univariat, bivariat dan multivariat. Data umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kesehatan, pelayanan kesehatan yang digunakan, masalah yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, dan kebutuhan psikososial, menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. Uji bivariat dilakukan dengan uji Chi Square. Dalam analisa multivariat semua variabel independen yang memilikki nilai signifikan p≤0,25 dalam analisa bivariat secara bersamaan dianalisa kekuatannya dalam mempengaruhi kebutuhan psikososial pasien melalui analisa multivariat. Jenis uji statistik yang telah digunakan adalah regresi linier karena jenis variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel kategorik dan tidak ada confounding faktor.14
3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisa univariat, seperti terlihat pada Tabel 1, hampir sebagian responden (42,7%) merupakan usia dewasa madya dengan jumlah penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Sebagian (50,3%) dari jumlah responden berpendidikan SD, disusul SMA sebesar 29,2 %. Mayoritas (80,1%) mempunyai penghasilan kurang atau sama dengan UMR dan karenanya mereka masih tinggal bersama orang tua (49,7%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa penduduk yang banyak mengalami TB paru adalah penduduk kelompok usia produktif dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah.11,15 Kalau dilihat dari lamanya responden mengalami penyakit TB paru, mayoritas dari mereka (89,5%) menderita TB paru kurang dari 2 tahun, dan sebagian besar (57,3%) berada dalam 3 bulan pertama pengobatan. Ini artinya hampir semua responden masih dalam proses pengobatan yang butuh dukungan agar tidak jatuh ke dalam kelompok putus pengobatan. Lebih dari sebagian jumlah responden (53,8%) telah mengetahui bahwa mereka menderita TB paru, akan tetapi hampir setengahnya (47,2%) belum mengetahui atau menyadari bahwa mereka mengalami TB paru. Hal ini perlu diwaspadai dan ditangani agar mereka tidak jatuh ke dalam kelompok
Makara J. Health Res.
27
putus pengobatan dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka tentang penyakit yang mereka derita. Lebih dari sebagian jumlah responden (52,2%) mempunyai kondisi kesehatan umum terakhir yg baik. Hal ini didukung pula oleh mayoritas responden (81,1%) mempunyai kondisi psikologis yang cukup baik dalam satu minggu terakhir. Hal ini kemungkinan karena mereka sudah merasa bahwa mereka sudah sedang dalam proses pengobatan atau mungkin juga karena mereka sudah merasa sedikit ada perbaikan kondisi fisik mereka. Akan tetapi hampir setengahnya (46,8%) mempunyai kondisi kesehatan umum terakhir yg buruk. Keadaan ini tentunya tidak bisa diabaikan begitu saja karena responden yang mempunyai kondisi kesehatan yang buruk bisa berisiko mengalami komplikasi. Untuk pelayanan kesehatan, hampir seluruhnya responden (80,7%) menyatakan bahwa puskesmas adalah pelayanan yang mereka gunakan untuk berobat dan tidak ada pelayanan lain yang mereka gunakan. Disamping itu sebagian besar (62%) menyatakan bahwa tidak ada pelayanan pendukung yang dapat memberikan dukungan psikososial bagi mereka. Hal ini terbukti dengan informasi dari profil kesehatan Kabupaten Cirebon tahun 2011, yang mana untuk menanggulangi masalah TB paru, puskesmas di Kota Cirebon hanya mempunyai program penemuan kasus dan pengobatan penderita yang dibantu oleh petugas pengawas minum obat.11 Tidak ada program khusus seperti konseling atau psikoedukasi untuk mengatasi masalah psikososial penderita. Program lain yang dipunyai puskesmas yaitu penyuluhan kepada penderita dan keluarga tentang cara mencegah penularan. Berkenaan dengan harapan dan kepuasan responden tentang pemenuhan kebutuhan psikososial mereka selama menjalani pengobatan, hampir sebagian responden (39,8%) mempunyai harapan yang tinggi dan pengalaman yang cukup baik tentang penyembuhan mereka, seperti terlihat pada Tabel 2. Akan tetapi, walaupun sebanyak 68 orang (39,8%) mempunyai pengalaman yang baik, ada sekitar 38 orang (22,2%) yang mempunyai pengalaman yang buruk (lihat Tabel 2). Ada 5 aspek kebutuhan psikososial dimana penderita merasakan pengalaman yang buruk atau merasa kebutuhan mereka tidak terpenuhi selama berobat ke puskesmas, seperti terlihat pada Tabel 3. Aspek tersebut antara lain kebutuhan akan tenaga profesional kesehatan, kebutuhan emosional dan spiritual, kebutuhan informasi, kebutuhan dukungan jaringan, dan kebutuhan praktis. Kelima aspek ini perlu mendapat perhatian bagi tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan.
December 2014 | Vol. 18 | No. 3
28
Suryani, et al.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden menurut Karakteristik Demografi di Wilayah Cirebon (n=171) Variabel Usia Dewasa awal Dewasa madya Dewasa akhir (Lansia) Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Tingkat Pendidikan Perguruan Tinggi SMA SMP SD Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD Lama sakit <2 tahun >2 tahun Status Perkawinan Belum menikah Menikah Janda/Duda Keluarga serumah Ada Tidak ada Teman dekat Ada Tidak ada Status Rumah Rumah sendiri Rumah orangtua Rumah sewa Penghasilan ≤ UMR >UMR Nama penyakit Tahu Tidak tahu Penyakit lain Ada Tidak ada Tahap pengobatan 3 bulan pertama 3 bulan kedua 3 bulan ketiga Kondisi psikologis terakhir Baik Buruk Kondisi kesehatan umum terakhir Baik Buruk Pelayanan kesehatan lain Ada Tidak ada Pelayanan pendukung Ada Tidak ada Terapi komplementer Ada Tidak ada
Makara J. Health Res.
Jumlah
Persentase (%)
45 73 53
26,3 42,7 31
90 81
52,6 47,4
4 50 27 86 4
2,3 29,2 15,8 50,3 2,3
153 18
89,5 10,5
122 33 16
71,3 19,3 9,4
166 5
97,1 2,9
165 6
96,5 3,5
75 85 11
43,9 49,7 6,4
137 34
80,1 19,9
92 79
53,8 46,2
39 132
22,8 77,2
98 46 27
57,3 26,9 15,8
137 34
81,1 19,9
91 80
53,2 46,8
33 138
19,3 80,7
65 106
38 62
143 28
83,6 16,4
December 2014 | Vol. 18 | No. 3
Analisis Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosis
29
pemenuhan kebutuhan psikososial mereka lebih rendah daripada responden yang menderita TB paru dibawah 2 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan mereka yang lebih lama menderita TB paru merasakan lebih banyak pengalaman yang negatif akibat penyakit yang mereka derita. Hal ini mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Padayatchi dkk. (2010) dimana penderita masih mengalami depresi sampai 2 tahun setelah didiagnosa TB paru.
Pengalaman yang buruk tentang kebutuhan akan tenaga profesional kemungkinan disebabkan karena pada saat berobat ke puskesmas, mereka tidak dilayani oleh tenaga yang profesional tapi oleh tenaga vokasional yang ada di puskesmas. Hal ini sejalan dengan ungkapan dari salah seorang tenaga puskesmas yang terlibat dalam pengumpulan data, bahwa di puskesmas, dokter jarang ada, kalaupun ada, hanya sebentar. Setiap hari pasien pada umumnya dilayani oleh perawat vokasional. Lebih jauh, dapat disimpulkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, spiritual dan informasi disebabkan karena puskesmas belum punya program khusus untuk ini.
Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa responden yang tahu nama penyakitnya memiliki peluang 0,528 kali menunjukkan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial dibandingkan dengan responden yang tidak tahu nama penyakitnya (CI 95% OR = 0,249-1,149). Pemahaman seseorang tentang sesuatu merupakan salah satu faktor yang dapat merubah sikap dan perilaku mereka.16 Persepsi yang salah tentang penyakit berdampak pada proses penyembuhan penderita sehingga diperlukan pendididkan kesehatan yang tepat bagi mereka.17
Selanjutnya, analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan tingkat kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial mereka. Tabel 4 memperlihatkan hubungan antara tingkat kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial dengan karakteristik responden. Dari tabel 4 terlihat bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan psikososial (ρ Value = 0,483, α = 0,05). Demikian pula dengan jenis kelamin (ρ value = 0,428; α = 0,05), dan status pernikahan dengan ρ value = 0,587; α = 0,05. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ada/tidaknya keluarga yang tinggal serumah dengan tingkat kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial penderita (ρ value = 0,692; α = 0,05), demikian pula dengan status rumah (ρ value = 0,275; α = 0,05). Hasil uji statistik juga menunjukkan tidak ada hubungan antara penghasilan dengan tingkat kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru (ρ value = 0,500; α = 0,05).
Selain pemahaman tentang penyakit kondisi kesehatan umum dan kondisi psikologis juga sangat berhubungan dengan tingkat kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial seperti yang dialami oleh responden pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan teori stres dari Lyon (2012) dimana dalam keadaan emosi yang kurang baik seseorang akan berespon negatif terhadap situasi diluar dirinya.18 Dan sebaliknya persepsi yang negatif terhadap keadaan diluar dirinya dapat menimbulkan stres bagi seseorang.19 Ketika seorang penderita TB paru mempersepsikan bahwa dirinya tidak mungkin sembuh, maka mereka akan merasa frustasi terhadap penyakitnya dan mungkin menjadi tidak mau minum obat. Persepsi yang negatif ini bisa disebabkan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya.16 Karena itu sangat penting bagi perawat untuk melakukan psikoedukasi pada pasien.
Untuk lama sakit ditemukan hasil yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama sakit dengan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial (ρ value = 0,001; α = 0,05). Responden yang sudah menderita TB paru lebih dari dua tahun mempunyai tingkat kepuasan terhadap
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Pengalaman dan Harapan terhadap Pencapaian Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosa Paru di Wilayah Cirebon Bulan September–Oktober 2013 (n=171)
Variabel Harapan Tinggi Rendah Pengalaman
Jumlah
Persentase (%)
88 83
51,5 48,5
Baik
103 68
60,2 39,8
68 38 45 20
39,8 22,2 26,3 11,7
Buruk Harapan dan pengalaman Harapan tinggi, Pengalaman baik Harapan tinggi, Pengalaman buruk Harapan rendah, Pengalaman baik Harapan rendah, Pengalaman buruk Makara J. Health Res.
December 2014 | Vol. 18 | No. 3
30
Suryani, et al.
Tabel 3. Distribusi Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosa Paru di Wilayah Cirebon yang Mempunyai Harapan Tinggi dan Pengalaman yang Buruk Bulan September–Oktober 2013 (n=38)
Kebutuhan Kebutuhan profesional kesehatan Kebutuhan emosional dan spiritual Kebutuhan informasi Kebutuhan dukungan jaringan Kebutuhan praktis
Berdasarkan hasil seleksi variabel model multivariat, pada pemodelan akhir didapatkan tiga variabel yang paling berhubungan terhadap tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru yaitu kondisi psikologis dalam seminggu terakhir, lama pengobatan dan penggunaan pelayanan kesehatan pendukung seperti terlihat pada Tabel 5. Kondisi psikologis penderita TB paru sangat berhubungan dengan tingkat kepuasan mereka terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial karena penilaian seseorang terhadap terpenuhi atau tidaknya kebutuhan psikososial dimanifestasikan oleh kondisi psikologis mereka yang mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan teori Lazarus (2000) tentang penilaian terhadap stresor yang dialami seseorang.19 Jika penilaian terhadap stresornya negatif maka seseorang akan menampilkan respon yang negatif berupa stres atau kondisi psikologis yang menurun. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa adanya gangguan psikologis pada penderita TB paru mengindikasikan bahwa keadaan ini memang menjadi masalah bagi penderita. Karenanya perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terutama perawat sebagai penyedia pelayanan pertama yang kepada penderita. Perawat perlu memastikan bahwa semua kebutuhan pasien terpenuhi termasuk kebutuhan psikososialnya. Hal ini merupakan aplikasi dari peran dan fungsi advokasi perawat terhadap pasien. Disamping faktor kondisi psikologis, faktor lama pengobatan juga mempengaruhi tingkat kepuasan responden terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial. Pengobatan atau terapi yang lama menimbulkan perasaan frustasi bagi penderita. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di India yang menemukan bahwa penderita TB paru mengalami gangguan psikologis seperti depresi, kecemasan, resentment dan curiga karena lamanya mereka menderita penyakit tersebut atau lamanya pengobatan yang harus mereka jalani.20 Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian lainnya di Peru yang menemukan bahwa penderita TB paru yang menjalani pengobatan lama mengalami depresi (52,5%) dan kecemasan (8,7%) terhadap penyakitnya.21 Adanya ketidakpuasan terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial yang berhubungan erat dengan penggunaan Makara J. Health Res.
Jumlah 15 22 22 20 17
Persentase (%) 39,5 57,9 57,9 52,26 44,7
pelayanan kesehatan pendukung menunjukkan bahwa tidak tersedianya pelayanan kesehatan pendukung di puskesmas telah menyebabkan mereka tidak mendapatkan layanan yang mereka perlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan psikososial yang mereka alami selama menderita TB paru. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian khusus bagi pengambil kebijakan agar menyediakan layanan pendukung bagi penderita. Dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa asumsi. Asumsi yang pertama bahwa setiap peningkatan kepuasan pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru sebesar 1,4% dapat mengurangi lama sakit sebesar 0,272 tahun atau 3,6 bulan setelah variabel kondisi psikologis dalam seminggu terakhir dan pelayanan pendukung yang digunakan dikontrol. Kepuasan terhadap pelayanan menunjukkan bahwa responden telah menerima pelayanan yang baik dari puskesmas dimana mereka berobat. Dengan pelayanan yang baik, tentunya penderita TB paru dapat melakukan pengobatan sesuai aturan yang pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan mereka. Asumsi yang kedua adalah bahwa jika kondisi psikologis responden dalam seminggu terakhir kurang baik, maka kepuasan mereka terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial menurun. Kondisi psikologis seseorang mempengaruhi persepsinya terhadap keadaan.18,19 Dalam keadaan kondisi psikologis yang kurang baik atau menurun, seseorang akan cenderung mempunyai penilaian yang negatif terhadap keadaan yang dalam hal ini pelayanan kesehatan yang diterima mereka. Selanjutnya asumsi yang ketiga yaitu peningkatan kepuasan pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru sebesar 1,4% akan mengurangi penggunaan pelayanan pendukung dalam mengatasi masalahnya sebesar 0,27%. Ini artinya bahwa jika penderita TB paru sudah dapat memenuhi kebutuhan psikososial mereka, kebutuhan mereka akan layanan pendukung akan berkurang. Akan tetapi, pada kenyataaanya di puskesmas dimana penelitian ini dilakukan layanan pendukung ini tidak tersedia, sementara kebutuhan penderita TB paru akan layanan ini cukup tinggi sehingga diperlukan program yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan ini. Di negara lain seperti yang dilaporkan oleh Acha et al. Dari Peru December 2014 | Vol. 18 | No. 3
Analisis Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosis
31
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kepuasan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Penderita TB Paru dan Faktor–Faktor yang mempengaruhinya di Wilayah Cirebon Bulan September dan Oktober 2013 (n=171) Tingkat Kepuasan Tidak puas Puas n % n
Variabel Independen Usia Dewasa awal Dewasa madya Dewasa akhir Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Tingkat Pendidikan Perguruan tinggi SMA SMP SD Tidak Sekolah/tidak tamat SD Lama sakit < 2 tahun > 2 tahun Status perkawinan Belum menikah Menikah Janda/Duda Keluarga serumah Ada Tidak ada Teman dekat Ada Tidak ada Status Rumah Rumah sendiri Rumah orangtua Rumah sewa Penghasilan Kurang dari sama dengan UMR Lebih dari UMR Nama penyakit Tahu Tidak tahu Penyakit lain Ada Tidak ada Tahap pengobatan 3 bulan pertama 3 bulan kedua 3 bulan ketiga Kondisi psikologis terakhir Baik Buruk Kondisi kesehatan umum terakhir Baik Buruk Pelayanan kesehatan lain Ada Tidak ada Pelayanan pendukung Ada Tidak ada Terapi komplementer Ada Tidak ada *Signifikan pada α= 0,05
Makara J. Health Res.
Total %
n
OR (95% CI)
ρ Value
%
10 19 9
22,2 26 17
35 54 44
77,8 74 83
45 73 53
100 100 100
0,483
21 17
23,3 21
69 64
76,7 79
90 81
100 100
1 16 6 14 1
25 32 22,2 16,3 25
3 34 21 72 3
75 68 77,8 83,7 75
4 50 27 86 4
100 100 100 100 100
28 10
18,3 55,6
125 8
81,7 44,4
153 18
100 100
6 27 5
18,2 22,1 31,3
27 95 11
81,8 77,9 68,8
33 122 16
100 100 100
37 1
22,3 20
129 4
77,7 80
166 5
100 100
0,872 (0,095–8,038)
0,692
37 1
22,4 16,7
128 5
77,6 83,3
165 6
100 100
0,692 (0,078–6,108)
0,600
21 15 2
28 17,6 18,2
54 70 9
72 82,4 71,8
75 85 11
100 100 100
30 8
21,9 23,5
107 26
78,1 76,5
137 34
100 100
0,911 (0,374–2,219)
25 13
27,2 16,5
67 66
72,8 83,5
92 79
100 100
0,528 (0,249–1,149)
0,067
9 29
23,1 22
30 103
76,9 78
39 132
100 100
0,939 (0,401–2,199)
0,520
25 5 8
25,5 10,9 29,6
73 41 19
74,5 89,1 70,4
98 46 27
100 100 100
20 18
14,6 52,9
117 16
85,4 47,1
137 34
100 100
0,152 (0,067–0,346)
0,000
11 27
12,1 33,8
80 53
87,9 66,2
91 80
100 100
0,270 (0,123–0,590)
0.001
10 28
30,3 20,3
23 110
69,7 79,7
33 138
100 100
0,585 (0,250–1,370)
0,156
19 19
35,8 16,1
34 99
64,2 83,9
53 118
100 100
0,343 (0,163–0,724)
0,004
11 27
39,3 18,9
17 116
60,7 81,1
28 143
100 100
0,360 (0,151–0,855)
0,02
1,146 (0,555-2,364)
0,428
0,336
0,179 (0,065–0,495)
0,001
0,587
0,275
0,500
0,086
December 2014 | Vol. 18 | No. 3
32
Suryani, et al.
Tabel 5. Model Summary Model (Constant) Lama sakit Kondisi psikologis terakhir Pelayanan pendukung
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.465 .125 -.272 .098 -.290 .078 -.127 .065
Coefficients Standardized Coefficients Beta -.201 -.278 -.142
T
Sig.
11.731 -2.775 -3.709 -1.954
.000 .006 .000 .052
Collinearity Statistics Tolerance VIF .930 .864 .925
1.075 1.158 1.081
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .379 1.435 a. Predictors: (Constant), pelayanan pendukung, lama sakit, kondisi psikologis terakhir b. Dependent Variable: tingkat kepuasan
menemukan bahwa terapi kelompok psikososial efektif mengatasi permasalah pasien yang mengalami multidrug resistent (MDR).22
4. Simpulan Penelitian ini adalah penelitian korelasi untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru di wilayah Cirebon. 171 responden telah berpartisipasi pada penelitian ini. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang paling mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pemenuhan kebutuhan psikosisial mereka. Faktor tersebut antara lain kondisi psikologis dalam seminggu terakhir, lama pengobatan dan layanan pendukung merupakan tiga faktor yang paling berhubungan dengan tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan psikososial penderita TB paru. Disarankan kepada petugas puskesmas supaya memperhatikan aspek psikososial penderita TB paru ketika mereka berobat ke puskesmas. Kepada pemerintah disarankan supaya menyediakan layanan pendukung atau layanan konseling bagi penderita TB paru.
Daftar Acuan 1. 2.
3.
4.
5.
Schweon SJ, Tuberculosis Update. JRadiol Nurs. 2009;28 (1):12-19. Rajeswari R, Muniyandi M, Balasubramanian R, Narayanan PR, Perceptions of tuberculosis patients about their physical, mental and social well-being: a field report from south India.Soc Sci Med. 2005;60:1845-1853. Williams V, Kaur H, The Psychosocial Problems Of Pulmonary Tuberculosis Patients Undergoing DOTS Therapy (Direct Observed Treatment Short Course Therapy) in Selected Areas of Jalandhar District, Punjab. JPharmacy Biol Sci (IOSRJPBS). 2012;1(1):44-49. Jong K. Psychosocial and mental heanth interventions in areas of massive violence. 2nd ed. Medecins san frontier. Amsterdam: Rozenberg Publishing Services; 2011. Aye´ R, Wyss K, Abdualimova H, Saidaliev S. Factors determining household expenditure for tuberculosisand coping strategies in Tajikistan. Trop Med Int Health. 2011;16(3):307-313.
Makara J. Health Res.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13. 14.
15.
16. 17.
18.
Venkatraju1 B, Prasad S. Psychosocial trauma of diagnosis: A qualitative study on rural TB patients’ experiences in Nalgonda District, Andhira Pradesh. Indian J Tuberculosis. 2013;60:162-167. Rashmi, Prasad S, Chand S. Identify the impact of Tuberculosis on health status and coping strategies adapted by Tuberculosis patients. Int J Nurs Educ. 2014;6(1):223-225. WHO. World Tuberculosis Day (internet) 2013 [cited 2013 March 20]. Available from: www.who.int/ campaigns/TB-day/2013/event/en/index.html. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat 2007. Jakarta; 2008 WHO. Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB): 2010 global report on surveillance and response. WHO: Geneva; 2010 Dinkes Kabupaten Cirebon. Profil Kesehatan Kabupaten Cirebon. (internet), [20 september 2011]. Tersedia di: http://dinkes.cirebonkab.go.id/wpcontent/uploads/2013/0 2/PROFIL%20KESEHATAN%20KAB.%20CIREBON %202011.pdf. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2006 Thomas, C. Final Report To The National Health Service Executive. North West; 2001. Dahlan SM. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS (D.J. Ishardini, Ed). Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Medika; 2011. Banu S, Rahman MT, Uddin MKM, Khatun R, Ahmed T, et al. (2013) Epidemiology of Tuberculosis in an Urban Slum of Dhaka City, Bangladesh. PLoSONE. 2013;8(10): e77721. doi:10.1371/journal.pone.0077721. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. Wieland ML, Weis JA, Yawn BP, Sullivan SN, Millington KL, Smith CM, Bertram, S, Nigon JA, Sia IG. Perceptions of Tuberculosis Among Immigrants and Refugees at an Adult Education Center: A Community-Based Participatory Research Approach. J Immigration and Minority Health. 2012;14(1):1422. Lyon B. Stress, Coping and Health: A conceptual overview. In: Rice, VH (2012). Handbook of Stress, Coping and Health: Implications for Nursing Research,
December 2014 | Vol. 18 | No. 3
Analisis Kebutuhan Psikososial Penderita Tuberkulosis
Theory, and Practice.2 Ed. Thousand Oaks, CA: Sage: 2012 19. Lazarus RS. Evolution of a model of stress, coping, and discrete emotions. In Rice VH (Ed.), Handbook of stress, coping, and health: Implications for nursing research, theory, and practice. Thousand Oaks, CA: Sage; 2000. 20. Padayatchi A, Daftary T, Moodley R, Madansein A, Ramjee. Case series of the long-term psychosocial impact ofdrug- resistant tuberculosis in HIV-negative medical doctors. Int J Tuberculosis Lung Dis. 2010;14(8):960-966.
Makara J. Health Res.
33
21. Vega PA, Sweetland A, Acha J, Castillo H, Guerra D, Smith M, Fawzi C, Shin S. Psychiatric issues in the management of patients with multidrug-resistant tuberculosis. Int J Tuberculosis Lung Dis. 2004;8(6):749759. 22. Acha J, Sweetland A, Guerra D, Chalco K, Castillo H, Palacios E. Psychosocial Support Groups for Patients with Multidrug-Resistant Tuberculosis: Five Years of Experience. Glob Public Health. 2007;2(4):404.
December 2014 | Vol. 18 | No. 3