ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PELABUHAN SUNDA KELAPA DKI JAKARTA
SYARIFAH WIRDAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2006
Syarifah Wirdah NIM. P052030361
ABSTRACT
SYARIFAH WIRDAH. The Analysis of Environmental Management Policy of Sunda Kelapa Port DKI Jakarta. Under the direction of ETTY RIANI and LUKY ADRIANTO Sunda Kelapa is a port of Jakarta bay. It have a high contaminated, that give inaccurate policy of environmental management signal. The aim of research is to create a scenario of environmental management policy for Sunda Kelapa with ecology dimension, economy, cultural social and the institution approach. This research did by survey methode that consist of primary and secondary data. The analysis include; water quality analysis and multi criteria decision making (MCDM) analysis. MCDM analized by simple multi attribute rating technique (SMART) and visual interactive sensitivity analysis technique (VISA). The result of water quality analysis showed that, brightness, turbidity, H2S, N03, BOD, Pb and Cd are more than maximum level of the Regulation. And there are organic and inorganic garbage and also there are oil coat. Analysis of biological parameter include macrozoobenthos and phytoplankton. Mactra (macrozoobenthos) and Skeletonema (phytoplankton) were dominated the Sunda Kelapa Aquatic. This condition showed us that Sunda Kelapa Port had been contaminated/polluted. The result of assessment to level of importance obtained showed that economy criteria have more important criteria compare to ecology, cultural social and institution criteria. The result of multi criteria decision making (MCDM) showed that exploiting of Sunda Kelapa port as loading and unloading take especial priority as The policy scenario of Sunda Kelapa Port that will be developed. Key Words: environmental, management, ports and policy, Sunda Kelapa
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, Baik cetak,fotokopi, microflim dan sebagainya
ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PELABUHAN SUNDA KELAPA DKI JAKARTA
SYARIFAH WIRDAH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis Nama NIM
: Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta : Syarifah Wirdah : P052030361
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Etty Riani, MS. Ketua
Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H . Sutjahjo, MS.
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:__ Agustus 2006
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2006
PRAKATA
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rabb yang telah mengajarkan hambaNya dengan perantara kalam, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Oktober 2005 ini adalah Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian tesis ini, mulai dari tahap pelaksanaan penelitian, pengolahan data hingga penulisan hasil tidak terlepas dari bimbingan dan arahan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS dan Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas ilmu, arahan dan bimbingan yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa PSL, melaksanakan penelitian hingga penyelesaian tesis, serta Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama penulis melaksanakan kuliah di PS PSL SPs-IPB. Pemerintah NAD, Pemkab Aceh Barat, Sekretariat DPRD Aceh Barat, Pimpinan dan Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Meulaboh Teungku Dirundeng yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pimpinan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta yang telah memberikan izin penelitian dan data, serta Bapak Abdul Majid (Asisten manager SDM dan Umum), Ir. Fadli MS (kepala Asisten manager Teknik dan Informasi) dan Bapak Isriyanto PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta atas bantuan database, informasi, saran dan diskusi yang panjang selama penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Hasyim Duski (Kepala Bapeko Kotamadya Jakarta Utara), Bapak Drs. Syarifuddin, MM (Kabid Tata Kota Sudin Tata Kota Jakarta Utara) Bapak Drs. Syahrul (BPLHD Jakarta Utara) Bapak Drs. Doso Agung, MM (PT. (Persero) Pelindo Pusat Jakarta) Lurah Penjaringan Kecamatan Penjaringan dan Lurah Ancol Kecamatan Pademangan Jakarta Utara dan Bapak Drs. Martono yuwono (Kepala Badan Pengelola Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa DKI Jakarta) yang telah membantu selama pengumpulan data. Terimakasih juga kepada Ungkapan terima kasih kepada Suami dan anak-anak tercinta, Waled, Ibu mertua, Cut Abang, Kak Tata serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada Hairul Djamil, Nur Indrayani, Theressa, Sinta, Wiwik dan teman-teman di PSL yang telah membantu dan memberi motivasi dalam menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga kepada Dekan SPs-IPB, seluruh staf pengajar dan administrasi PS PSL SPs-IPB serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin Bogor, Agustus 2006 Syarifah Wirdah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 18 Pebruari 1971 dari ayah H. Said Abbas Saleh dan Ibu Syarifah Habibah (Alm). Penulis merupakan putri ketujuh dari delapan bersaudara. Pendidikan SD Negeri Rundeng diselesaikan pada tahun 1984, SMP Negeri 1 tahun 1987 dan lulus dari SMA Negeri 1 Meulaboh Aceh Barat tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Keguruan llmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Pendidikan Sarjana Fisika diselesaikan pada tahun 1995. Tahun 1998 penulis menikah dengan Edwarsyah, SP., MP di Meulaboh Aceh Barat pada tanggal 8 Juli 1998. Pada tanggal 8 Mei 2002 Farras Arkansyah putra pertama lahir di Meulaboh Bumi Teuku Umar Johan Pahlawan dan putra kedua lahir di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Agustus 2004 bernama Fayyadh Athasyah. Pada tahun 2002 penulis mengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Meulaboh Aceh Barat. Dan pada tahun 2003 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis memilih program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 2006.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
x xi xiii
I.
PENDAHULUAN.................................................................................. 1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1.2. Kerangka Pemikiran...................................................................... 1.3. Rumusan Masalah......................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian........................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian.........................................................................
1 1 6 8 9 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan........................................... 2.1.1. Pengertian Pelabuhan......................................................... 2.1.2. Fungsi dan Peranan Pelabuhan.......................................... 2.1.3. Kapasitas dan Kinerja Pelabuhan....................................... 2.1.4. Indikator Kinerja Pelayanan Kapal...................................... 2.1.5. Indikator Kinerja Utilitas Fasilitas Pelabuhan...................... 2.1.6.Produktifitas Pelabuhan....................................................... 2.2. Aspek Lingkungan......................................................................... 2.3. Penyelenggaraan Pemerintah yang Baik dan Lingkungan Hidup.............................................................................................. 2.4. Prinsip Good Environmental Governance (GEG)……………….… 2.5. Aspek Kegagalan Kebijakan (Policy Failure)……………………… 2.6. Kebijakan……………………………………………………………… 2.7. Analisis dan Proses Kebijakan…………………………………....... 2.8. Analisis Muli Kriteria…………………………………………………. 2.9. Analisis Multi Crteria Decision Making (MCDM)…………………..
10 10 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 23 26 27
METODE PENELITIAN…………………………………………………... 3.1. Metode Penelitian…………………………………………………….. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………… 3.3. Metode Pengumpulan Data………………………………………..... 3.3.1. Tahapan Pengumpulan Data………………………………... 3.3.2. Pengambilan Sampel Air…………………………………….. 3.4. Jenis dan Sumber Data……………………………………………… 3.5. Metode Analisis Data………………………………………………... 3.5.1. Analisis Kualitas Air………………………………………….. 3.5.2. Analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM)…………. 3.6. Difinisi Operasional…………………………………………………..
29 29 29 30 30 31 32 32 32 33 35
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN……………………………. 4.1. Sejarah Singkat Pelabuhan………………………………………… 4.2. Karakteristik Pelabuhan…………………………………………….. 4.2.1. Posisi Geografis………………………………………………. 4.2.2. Keadaan Hidro-Oseanografi………………………………....
37 37 37 37 38
III.
viii
4.2.2.1. Hidrografi………………………………………….. 4.2.2.2. Pola Arus dan Pasang Surut…………………….. 4.2.2.3. Iklim….……………………………………………. Fisiografi, Geomorfologi…………………………………… 4.2.3.1. Fisiografi…………………………………………… 4.2.3.2. Geomorfologi……………………………………… 4.2.3.3. Geologi……………………………………………. Lingkungan Sosial Ekonomi Budaya…………………….. 4.2.4.1. Kependudukan……………………………………. 4.2.4.2. Jenis Mata Pencaharian Penduduk…………….. 4.2.4.3. Fasilitas Perekonomian………………………….. 4.2.4.4. Agama……………………………………………… 4.2.4.5. Budaya…………………………………………….. Rencana Peruntukan Lahan Terintegrasi………………..
38 39 39 40 40 40 41 42 42 43 44 45 46 47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………. 5.1. Kebijakan Lingkungan Saat ini…………………………………….. 5.1.1. Aspek Peraturan………………………………………………. 5.1.2. Realisasi Pengelolaan Lingkungan…………………………. 5.1.3. Limbah dan Penanganannya……………………………….. 5.2. Dimensi Ekologi………………………………………………………. 5.2.1. Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah………………. 5.2.2. Kondisi Kualitas Air di Pelabuhan Sunda Kelapa…………. 5.3. Dimensi Ekonomi.......................................................................... 5.3.1. Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa........... 5.3.2. Arus Barang di Pelabuhan Sunda Kelapa........................... 5.3.3. Kontribusi Pajak Pelabuhan Sunda Kelapa........................ 5.3.4. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran di Pelabuhan Sunda Kelapa................................................................................ 5.4. Dimensi Sosial Budaya................................................................. 5.4.1. Persepsi Stakeholders........................................................ 5.4.2. Konflik Pelabuhan dengan Masyarakat............................... 5.4.3. Local Employment............................................................... 5.5. Dimensi Kelembagaan.................................................................. 5.5.1. Efektifitas Kelembagaan..................................................... 5.5.2. Aspek Legalitas................................................................... 5.5.3. Sarana dan Prasarana........................................................ 5.6. Arahan Prioritas Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa............ 5.6.1. Skenario Pelabuhan Bongkar Muat.................................... 5.6.2. Skenario Pelabuhan Wisata Bahari.................................... 5.6.3. Skenario Pelabuhan Peti Kemas........................................ 5.6.4. Skenario Pelabuhan Penumpang....................................... 5.7.Trade Off Analysis Skenario Kebijakan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa.................................................................................. 5.8. Skenario Kebijakan Pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa...........
48 48 48 50 51 53 53 53 58 60 60 62
VI. SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 6.1. Simpulan....................................................................................... 6.2. Saran.............................................................................................
92 92 93
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
94
LAMPIRAN......................................................................................................
98
4.2.3.
4.2.4.
4.2.5.
ix
64 65 65 66 67 68 68 70 71 72 73 74 76 77 87 89
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Jenis informasi dan bentuk kebijakan.................................................. Perincian jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian............... Jenis dan sumber data sekunder.......................................................... Parameter kualitas air yang diukur....................................................... Matrik pembobotan kriteria penentuan pengambilan keputusan............................................................................................. Jumlah kunjungan turis domestik dan mancanegara di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004.......................................................... Peraturan Perundang-undangan pengelolaan lingkungan yang berlaku.................................................................................................. Komponen rencana dan realisasi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta................................................................... Jenis kegiatan, sumber, parameter dan volume limbah di Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta................................................. Nilai rata-rata pengukuran parameter fisika air laut di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta................................................................... Nilai rata-rata pengukuran parameter kimia air laut di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta.................................................................. Jumlah kontribusi pajak Pelabuhan Sunda Kelapa ............................ Kesepakatan bersama bersama PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa ...................................................................................... Jumlah biaya kebersihan di Pelabuhan Sunda Kelapa........................ Legalitas tanah Pelabuhan Sunda Kelapa DKI..................................... Legalitas perairan dan peruntukan Pelabuhan Sunda Kelapa ............ Sarana dan prasarana Pelabuhan Sunda Kelapa................................ Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria pemanfaatan pelabuhan bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa........................ Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria pemanfaatan pelabuhan wisata bahari Sunda Kelapa............................................... Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria pemanfaatan pelabuhan peti kemas di Pelabuhan Sunda Kelapa............................ Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa........................... Nilai bobot akhir masing-masing kriteria/sub kriteria pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa..................................................................... Hasil akhir analisis MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan ekonomi............................................................................ Hasil akhir MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan sosial budaya ...................................................................................... Hasil akhir MCDM dengan teknik SMART kriteria ekologi dan kelembagaan ....................................................................................... Hasil akhir MCDM dengan teknik SMART........................................... Hasil akhir MCDM dengan teknik VISA.... ...........................................
x
25 31 32 33 33
46 49 51 52 54 55 63 63 64 71 71 72 74 75 76 77 78 81 82 84 85 86
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka pemikiran analitis kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa.................................................................... 2. Penetapan kebijakan yang ideal dan proses implementasi 3. Variasi analisis kebijakan...................................................................... 4. Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah............................. 5. Peta lokasi penelitian kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa 6. Pohon nilai pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa............................ 7. Jumlah penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Ancol tahun 20002004..................................................................................................... 8. Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan di Kelurahan Penjaringan dan Ancol tahun 2000-2004................................................................. 9. Rasio sex penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Ancol tahun 2000-2004............................................................................................ 10. Jenis mata pencaharian penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Ancol tahun 2000-2004........................................................................ 11. Fasilitas perekonomian di Kelurahan Penjaringan dan Ancol tahun 2000-2004............................................................................................. 12. Persentase agama di Kelurahan Penjaringan dan Ancol tahun 20002004...................................................................................................... 13. Komposisi Makrozoobenthos pada stasiun 1,2 dan 3 di Pelabuhan Sunda Kelapa..................................................................... 15. Kelimpahan fitoplankton pada stasiun 1,2 dan 3 di Pelabuhan Sunda Kelapa................................................................................................... 16. Arus kunjungan kapal pelayaran rakyat di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004.................................................................................. 17. Arus kunjungan kapal pelayaran dalam negeri di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004..................................................................... 18. Arus kunjungan kapal penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004.................................................................................. 19. Arus kunjungan kapal tongkang rakyat di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 2001 -2004................................................................................. 20. Arus barang berdasarkan perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004.................................................................................. 21. Arus barang berdasarkan distribusi di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004.................................................................................. 22. Arus barang berdasarkan kemasan di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 -2004.................................................................................. 23. Grafik hubungan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan........................................................................................ 24. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan ekonomi ...... 25. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan ekonomi....... 26. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan sosial budaya ................................................................................................. 27. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda
xi
9 22 23 26 29 35 42 43 43 44 44 45 56 57 58 59 59 60 61 61 62 79 80 81
82
28.
29.
30. 31. 32.
Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan sosbud.................................................................................................. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan kelembagaan ..................................................................................... Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan kelembagaan............ Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART.............................................................. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik VISA.................................................................. Grafik trade off analysis skenario kebijakan pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta...................................................................
xii
82
83
83 84 86 87
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Peta Detail Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta....................... Peta titik sampling air dan sedimen di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta............................................................ Tabel Matrik operasional indikator penelitian................................ Panduan kuesioner penelitian....................................................... Peta lokasi batas kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa.................. Gambar makrozoobenthos yang terdapat pada perairan Pelabuhan Sunda Kelapa............................................................. Gambar struktur organisasi PT (Persero ) Pelindo II cabang Sunda Kelapa............................................................................... Masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa................................................ Masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan wisata bahari di Pelabuhan Sunda Kelapa.............................................. Masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan peti kemas di Pelabuhan Sunda Kelapa........................................................ Masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa......................................................... Perbandingan kenyataan di lapangan dan nilai yang diinginkan atau ideal...................................................................................... Nilai bobot dan skor untuk analisis prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta.........................................
xiii
98 99 100 101 107 108 109 110 111 112 113 114 115
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati dan non hayati. Selain itu laut Indonesia juga merupakan media transportasi, perdagangan, pariwisata dan pembuangan limbah terakhir. Sektor transportasi menjadi andalan pembangunan wilayah, karena pada proses pertumbuhan ekonomi, sektor transportasi berfungsi sebagai urat nadi yang memegang peranan penting untuk menunjang pembangunan. Dukungan transportasi, khususnya dalam penyediaan pelayaran jasa transportasi yang handal merupakan penggerak bagi pertumbuhan dan pembangunan wilayah dan harus dapat mendorong terwujudnya sektor ekonomi yang maju. Transportasi laut atau lebih dikenal sebagai usaha pelayaran mencakup kegiatan angkut barang dan penumpang, baik domestik maupun internasional serta usaha pelabuhan yang merupakan kegiatan bongkar
muat
dengan
menggunakan kapal. Meningkatnya permintaan akan jasa angkutan laut, termasuk
keselamatan
pelayaran
dan
jasa
kepelabuhanan
merupakan
konsekuensi logis dari meningkatnya kegiatan ekspor yang didistribusikan melalui pelabuhan (Dirjen Hubla, 1998). Salah satu pelayaran rakyat dalam negeri yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan jasa transportasi laut adalah pelayaran rakyat antar pulau terutama yang menghubungkan daerah dan pulau-pulau terpencil. Pelabuhan rakyat tumbuh dan berkembang di seluruh pelosok Nusantara. Salah satu pelabuhan tujuan pelayaran rakyat dari berbagai daerah adalah DKI, yang terkonsentrasi di Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan persinggahan pelayaran antar bangsa yang dibangun tahun 1527, tepatnya pada masa pemerintahan Portugis. Tingkat kunjungan kapal di pelabuhan ini sangat tinggi, karena letaknya yang sangat strategis di Ibu Kota Negara dan secara historis merupakan tujuan transportasi laut. Pelabuhan Sunda Kelapa disinggahi kapal-kapal antar pulau dan pelayaran rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong dan bahan bangunan. Pada tahun 2002 kunjungan kapal tercatat 6.500 unit, dengan arus barang mencapai 3,6 juta ton (PT. (Persero)
2 Pelabuhan Indonesia II
2005. http://www.sinarharapan.co. id/berita/0505/
14/jab03.html). Potensi hinterland Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta merupakan potensi perdagangan (sentra bisnis), pusat industri yaitu berupa industri barang logam, tekstil, kimia dan industri elektronik dengan persentase terbesar untuk memenuhi kebutuhan daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Saat ini lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa telah berkembang pesat menjadi pusat perkantoran, perdagangan, perindustrian, dan perhotelan. Perkembangan DKI Jakarta yang sangat pesat akibat perdagangan dan industri dan proses urbanisasi mengakibatkan banyak squatter (pendatang liar) yang menempati lahan pemerintah, bahkan lahan pelabuhanpun dimanfaatkan untuk tempat tinggal. Menurut Rudianto (2004) status hukum lahan yang tidak jelas mengakibatkan squatter mempunyai kesempatan menyerobot lahan secara illegal. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk bangunan meningkat dengan pesat dan terjadi kelangkaan lahan, sehingga
Pemda Jakarta Utara
melakukan upaya reklamasi pantai utara. Namun upaya pembukaan lahan ini justru makin menjadi pelik karena masalah tata air, dan salah satu lokasi yang termasuk kedalam lingkungan areal yang akan direklamasi di pantai utara Jakarta adalah Pelabuhan Sunda Kelapa. Adanya perkembangan tersebut telah terjadinya konflik antara komunitas yang berdomisili di kawasan pelabuhan dengan pihak pengelola. Kesemerawutan itu juga mengakibatkan dampak yang paling buruk dari berbagai aspek sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Salah satu fakta yang dapat dilihat di sana antara lain adalah terjadinya banjir yang hampir setiap sore hari, pada saat air pasang menggenangi ruas jalan pada dua kelurahan yang masuk dalam kawasan Sunda Kelapa, yaitu Kelurahan
Penjaringan dan Kelurahan Ancol, kejadian tersebut selain
disebabkan oleh wilayah tersebut yang lebih rendah dari permukaan laut, juga disebabkan saluran air di sisi jalan tersumbat sehingga jika hujan turun dipastikan ruas jalan tersebut akan tergenang air. Kebijakan terhadap reklamasi Pantura sebagai kebijakan strategi dari pemerintah DKI dan JABAR, yang meskipun katanya telah menjalankan AMDAL, dalam prakteknya tidak efektif, karena adanya
berbagai kepentingan. Bukti
nyata adalah terjadinya banjir besar jakarta pada awal tahun 2002 ini, sebagai reaksi alam atas berlakunya kebijakan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan kurang bersahabat dengan lingkungan.
3 Sebagai
pelabuhan
mempertahankan ciri khas
tertua
di
wilayah
DKI
Jakarta
yang
masih
tradisionalnya, Pelabuhan Sunda Kelapa juga
menjadi obyek wisata terkemuka. Pelabuhan Sunda Kelapa mempunyai nilai sejarah yang heroik dan mempunyai keunikan tersendiri terutama yang menjadi sangat menarik perhatian bagi para turis asing, karena bongkar muat dengan tenaga manusia masih terjadi di Pelabuhan ini. Data kunjungan turis asing dan domestik di pelabuhan Sunda Kelapa pada periode
tahun 1999 - 2004,
berjumlah 73.477 orang, didominasi oleh Negara Eropa dan Jepang, negaranegara Asean, Asia, Amerika serta Australia dan selebihnya turis domestik. (PT.(Persero) PELINDO II, 2005). Menurut Ataswarin et al. (2002), Pelabuhan Sunda Kelapa masih layak disebut sebagai daerah ekowisata, sebab pemandangan alam laut yang ada di daerah tersebut sangat indah dan menarik. Namun keindahan alam di Pelabuhan Sunda Kelapa ini tidak diimbangi dengan faktor kebersihan. Selanjutnya Ataswarin et al. (2002) menjelaskan hasil
penelitian 2002 tentang etika
lingkungan masyarakat daerah ekowisata dengan objek penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, disimpulkan bahwa wilayah tersebut layak dijadikan daerah ekowisata. Daerah ekowisata merupakan daerah yang kaya akan pemandangan alamnya seperti laut dan gunung. Kekayaan alam inilah yang akhirnya menarik perhatian para wisatawan, baik lokal maupun asing. Hasil penelitian ini juga menemukan sedikit wisatawan yang berkunjung ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Hal ini diduga karena keindahan laut yang ada di wilayah itu tidak diimbangi dengan kondisi kebersihan. Dalam hal ini di Pelabuhan Sunda Kelapa banyak didapati sampah, terlebih lagi pelabuhan ini dekat dengan pemukiman kumuh. Sehingga makin memberikan tekanan terhadap kebersihan. Selayaknya masyarakat mengerti dan menyadari bahwa tanggungjawab pengelolaan lingkungan hidup merupakan tanggungjawab bersama. (http://www.pu.go.id/ humas/ mei/sp0605004.htm). Pelabuhan Sunda Kelapa adalah potret lingkungan yang penuh dengan kekumuhan. Perairan pelabuhan Sunda Kelapa terlihat keruh dan di beberapa tempat terlihat banyak sampah padat terapung di perairan. Kekumuhan identik dengan pencemaran sebagai akibat dari berbagai kegiatan baik yang ada di darat maupun di laut. Pencemaran merupakan masalah kemanusiaan dan masalah masa depan kehidupan manusia, pencemaran merupakan cermin ketidaktepatan
pola
hubungan
antara
sistem
kemasyarakatan
dengan
4 sumberdaya alam dan lingkungan, yang seharusnya diharapkan mampu mempertahankan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Ketidaktepatan pola hubungan ini lahir sebagai akibat dari ketidakmampuan manusia untuk mengartikulasikan makna kemajuan dan pertumbuhan bagi kehidupan, yang dipercepat oleh strategi pembangunan yang tidak sejalan dengan azas keberlanjutan (sustainability). Pembangunan berkelanjutan tidak mengingkari adanya perubahan. Pemikiran ini mengkondisikan pengembangan kebijakan lingkungan yang mengharuskan pengakuan atas perubahan-perubahan yang terjadi. Kegiatan pembangunan yang meliputi proses ekstraksi sumberdaya alam, transportasi, produksi dan konsumsi, selain memberikan dampak perubahan lingkungan yang positif juga memberikan dampak negatif. Dengan demikian, pengembangan lingkungan mengharuskan pemahaman dan identifikasi atas kemajuan dan pencemaran dalam suatu rangka pengembangan yang memenuhi syarat keberlanjutan. Teluk Jakarta merupakan kawasan yang diketahui mempunyai tingkat pencemaran yang tinggi. Beban pencemaran di daerah ini meningkat dari waktu ke waktu yang mengakibatkan perubahan lingkungan. Hasil kajian Anna (1999) mengungkapkan nilai kapasitas asimilasi teluk Jakarta masing-masing untuk parameter COD, BOD, TSS, amonia, fosfat, nitrat, dan Zn pada musim kemarau dan penghujan meningkat melampaui kapasitas asimilasinya. Kematian masal ikan dan biota air di perairan sekitar Ancol dan Dadap di tahun 2004 yang lalu, juga telah memberi signal kepada kita bahwa tingkat pencemaran perairan di Teluk Jakarta telah demikian tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Riani et al. (2005) tentang beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Teluk Jakarta menyatakan bahwa kandungan Pb, Cd, TOM, COD, total pospat, pospat dan amoniak telah melewati kapasitas asimilasi perairan. Berdasarkan kondisi di atas, diduga sebagai dampak dari belum tepatnya pengelolaan lingkungan yang dilakukan selama ini di kawasan tersebut (Adrianto et al. 2005) Pelabuhan Sunda Kelapa salah satu pelabuhan yang ada di Teluk Jakarta yang perlu diperhatikan dan perlu dipertahankan keberadaannya karena selain memiliki nilai ekonomi, pariwisata, sosial budaya, perdagangan dan yang sangat penting adalah memiliki nilai historis
dengan latar belakang sejarah
sehingga disebut sebagai Bandar empat zaman. Di sisi lain, aktifitas pelabuhan ini juga akan memberikan kontribusi limbah
bagi pencemaran, sehingga
5 diperlukan strategi kebijakan lingkungan yang mampu mengatasi pencemaran yang dimaksud serta mampu mempertahankan kualitas lingkungannya. Menurut Wooldridge et al. (1999) penerapan kebijakan yang efektif memerlukan pilihan dan tanggapan berdasarkan data ilmiah yang diperoleh dari tehnologi metodologi yang tepat. Dasar dari pengembangan pelabuhan yang berkelanjutan adalah kemampuan untuk mengenali keadaan lingkungan melalui monitoring dan pemetaan. Monitoring, pengukuran sistematik secara berulang dari pengaruh langsung atau tidak langsung dari aktifitas kita atau kontaminasi dari lingkungan, dapat memainkan suatu peran utama dalam menilai penerapan kebijakan pelabuhan dan efektifitas dari pilihan pengelolaan tersebut. Pada kenyataannya kebijakan merupakan hal yang bersifat dinamis yang dibentuk dan dipengaruhi oleh tindakan diseluruh tingkatan tata jenjang keputusan dari tingkat pusat sampai dengan pengguna individual. Hal ini membuat kebijakan diatas kertas terkadang tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Peran dari semua badan-badan eksekutif pengambil kebijakan sangat diperlukan sekali, untuk secara efektif menyatukan semua kepentingan mereka dalam menyusun suatu kebijakan yang terintegrasi. Pelabuhan Sunda Kelapa jika dikelola dengan baik dapat menarik perhatian para wisatawan. Diharapkan Pemda Jakarta memberikan perhatian khusus terutama menyangkut kebersihan. Selain itu dengan infrastruktur dan suprastrukturnya diharapkan dapat menyediakan jasa kepelabuhanan yang efisien sehingga mampu memperlancar distribusi arus barang antar pulau di Indonesia yang pada akhirnya memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Isu-isu pokok di atas telah memberikan gambaran tentang degradasi lingkungan yang cukup signifikan terutama reklamasi pantai, banjir, squatter, tata air dan pencemaran perairan yang melampaui kapasitas asimilasinya. Oleh karena itu, konsep penetapan kebijakan publik (public policy) yang berorientasi pada pembangunan kemanusiaan secara berkelanjutan perlu dipertimbangkan (Pusposutarjo,1996 acuan dalam Budhiharsono, 2001). Hal ini memperlihatkan, betapa obyektivitas ilmiah (scientific objectivity) sangat diperlukan dalam penetapan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi, karena melalui penetapan kebijakan berbasis ilmiah ini, dapat diuji kondisi sumberdaya alam dan pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya di lapang, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih dipertanggung jawabkan.
6 Berdasarkan permasalahan yang ada, berbagai penelitian di pelabuhan sudah banyak dilakukan namun masih banyak peneliti yang belum melakukan penelitian tentang kebijakan pengelolaan lingkungan pelabuhan, terutama pada kasus Pelabuhan Sunda Kelapa. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis suatu kebijakan dengan judul Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. 1.2. Kerangka Pemikiran Kajian strategi pengelolaan lingkungan pelabuhan dengan pendekatan dimensi ekologi, ekonomi, sosbud dan kelembagaan adalah suatu model pendekatan yang mencoba menggambarkan kondisi riil dari skenario-skenario pengelolaan lingkungan pelabuhan berdasarkan hasil strategi aksi/implementasi rencana konsep pembangunan di kawasan pelabuhan. Untuk membantu terbentuknya strategi kebijakan pengelolaan lingkungan pelabuhan, maka diperlukan alat analisis yang didukung oleh pendekatanpendekatan lainnya sebagai landasan untuk memberikan gambaran pada pengambil kebijakan mengenai kondisi pengelolaan lingkungan pelabuhan di Indonesia. Kebijakan yang tidak efektif dapat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan juga menimbulkan penurunan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Penurunan kualitas lingkungan dan penurunan di bidang sosial dan ekonomi masyarakat akan mengakibatkan keberadaan pelabuhan tidak berfungsi secara optimal. Penelitian kebijakan diperlukan untuk menilai sejauh mana implementasi kebijakan tersebut selama ini. Selain itu, sebagai upaya untuk mengembangkan kebijakan ke depan yang dapat memecahkan permasalahan yang ada. Untuk itu, pengembangan kebijakan ke depan diawali dengan melakukan analisis peninjauan ulang terhadap kebijakan (retrospectives) yang berlaku saat ini atau yang sedang berjalan (Patton & Sawicki 1986 dalam Dunn 2000). Peninjauan ulang kebijakan tersebut diperlukan
sebagai dasar
untuk merumuskan
pengembangan kebijakan manajerial yang lebih efektif, yang disebut dengan kebijakan strategis dan operasional (Mustopadidjaja 2002). Kebijakan yang strategis adalah payung bagi pengelolaan lingkungan. Kebijakan strategis ini menjadi landasan bagi kebijakan lain yang lebih operasional agar sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Kebijakan operasional
7 merupakan penjabaran kebijakan dari berbagai sektor dan daerah yang dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu agar tercapai efektifitas. Penjabaran kebijakan tersebut tetap mempertahankan keterkaitan, konsistensi, keterpaduan dan tidak menimbulkan pertentangan satu sama lain. Oleh karena itu pengkajian kebijakan difokuskan melalui perintah dan pengawasan. Kebijakan ini dilakukan dengan menggunakan pengaturan administratif dan perundang-undangan yang membawa implikasi terhadap pengendalian lingkungan. Pengendalian tersebut disesuaikan dengan berbagai indikator agar dapat menjaga tatanan atau sistem dan fungsi lingkungan. Pengendalian lingkungan melalui berbagai indikator yang berkembang di berbagai kajian kepustakaan dapat dijadikan sebagai acuan perumusan kebijakan dan analisis kebijakan. Perumusan kebijakan dilakukan dalam satu wadah koordinatif. Perumusan kebijakan dilakukan melalui tahapan yaitu rancangan kebijakan, desain dan formulasi kebijakan serta pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Oleh karena itu wadah kelembagaan dapat mempengaruhi proses perumusan kebijakan dan berperan dalam penyelenggaraan sebagian atau seluruh proses kebijakan. Pengkajian kelembagaan dilakukan agar mengetahui tugas dan fungsi masing-masing dalam pengambilan keputusan yang tepat. Ketepatan kebijakan bertujuan agar dapat menyelamatkan dan meminimalkan dampak negatif bagi sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu kerangka perumusan kebijakan terhadap pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta harus dapat mewadahi kepentingan semua pihak dan terakomodasikan secara serasi dan berkelanjutan. Pengelolaan pelabuhan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua stakeholders yang berkepentingan terhadap keberadaan pelabuhan dan menjadi tumpuan sebagian besar masyarakat pesisir yang berada di sekitarnya, sehingga keberadaannya harus memberikan efek ganda (multiplier effect) perlu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelabuhan belum sepenuhnya dapat memberikan kontribusi pada semua stakeholders, karena selama ini berbagai kebijakan diambil dari atas ke bawah (top down). Untuk mengurangi bias dan memenuhi kebutuhan stakeholders tersebut diperlukan kebijakan publik berdasarkan permasalahan dan kebutuhannya. Pola pendekatan seperti ini dikenal dengan pendekatan dari bawah ke atas (buttom up). Banyaknya
stakeholders
dengan
berbagai
tingkat
kepentingan,
memerlukan dilakukan perangkingan prioritas kebijakan. Salah satu metode
8 analisis yang dapat menjembataninya adalah metode multi criteria decision making (MCDM) dengan melihat dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan yang diperlukan untuk mendesain kebijakan prioritas pemanfaatan pelabuhan. Keluaran (outcome) yang diharapkan adalah skenario kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa. Metode ini dianggap relevan karena dapat mengkuantifikasi variabel-variabel kualitatif dan kuantitatif. Adapun alur kerangka pemikiran dalam penelitian Analisis Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran analitis kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. 1.3. Rumusan Masalah Dari berbagai permasalahan yang ada seperti daerah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi, meningkatnya aktivitas konversi lahan perairan menjadi daerah industri dan pemukiman, rasio ketersediaan dan kebutuhan air di
9 Pelabuhan
Sunda
Kelapa
yang
kritis,
ketidakmampuan
kebijakan
dan
kelembagaan yang ada dalam mengeliminir kerusakan lingkungan yaitu pengelolaan ekosistem pesisir dan berbagai permasalahan lainnya, maka pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana
pengaruh
berbagai
aktifitas
pelabuhan
terhadap
kondisi
lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta 2. Bagaimana persepsi stakeholder terhadap kebijakan yang selama ini berlaku dalam pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta 3. Bagaimana memilih arah kebijakan bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu skenario kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan pendekatan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Sedangkan tujuan khususnya adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta 2. Mengidentifikasi dan menganalisis kebijakan yang selama ini berlaku dalam pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta 3. Untuk menentukan strategi kebijakan yang optimal bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memberikan arahan kebijakan serta strategi bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa 2. Adanya kontribusi positif bagi para stakeholders yang berkaitan dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan. 3. Sebagai bahan masukan/informasi bagi pengelola kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Instansi Pemerintah setempat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan 2.1.1. Pengertian Pelabuhan Pelabuhan laut merupakan tempat berlangsungnya kontak penting antara transport lewat laut dengan lewat darat. Pelabuhan adalah wilayah yang merupakan kontak antara dua bidang sirkulasi yang berbeda yaitu
sirkulasi daratan dan
sirkulasi maritim yang berperanan menjamin kelanjutan dari skema transpor yang berhubungan dengan dua bidang tersebut (Lubis, 2000). Departemen Perhubungan mengartikan bahwa pelabuhan adalah daerah tempat kapal berlabuh dan atau tempat bertambahnya kapal laut serta kendaraan lainnya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar muat barang yang semuanya merupakan daerah lingkungan kerja secara aktivitas ekonomi, artinya secara yuridis terdapat hak-hak dan kewajiban yang harus dilakukan untuk kegiatan di pelabuhan tersebut (Ditjen Perhubungan Laut, 1990). Pengklasifikasian
pelabuhan
dapat
dikelompokkan
dengan
bervariasi
bergantung pada sudut peninjauannya, yaitu dari segi penyelenggaraannya, pengusahaannya, fungsi dalam perdagangan nasional dan internasional, segi kegunaan dan letak geografisnya. Dari segi penyelenggaraannya, pelabuhan dapat dibagi menjadi : 1. Pelabuhan umum, yaitu pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan perlayanan masyarakat umum 2. Pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan-kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin
pemerintah.
Pelabuhan
khusus
dibangun
oleh
perusahaan
(pemerintah/swasta) yang berfungsi sebagai prasarana untuk pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut, misalnya pelabuhan minyak, pertambangan, perikanan dan sebagainya. Pada
dasarnya
pelabuhan
mempunyai
fungsi
umum
yaitu
tempat
berlabuhnya kapal-kapal dan merupakan suatu tempat yang terlindung dari arus dan gelombang laut sehingga dapat dilakukan bongkar muat secara aman dan
11
pelabuhan juga merupakan unsur penting untuk menentukan kelancaran angkutan laut dan di kawasan pelabuhan tersebut dapat tumbuh dan berkembang berbagai perusahaan industri. Pelabuhan apabila ditinjau dari berbagai kegiatan dapat dibedakan antara lain : 1. Pelabuhan umum atau pelabuhan perdagangan adalah pelabuhan yang berfungsi untuk bongkar muat atau menampung dan meneruskan bermacammacam barang dagangan termasuk didalamnya seperti karbon, biji besi dan pasir. 2. Pelabuhan penumpang adalah pelabuhan yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang menempuh perjalanan melalui lautan. 3. Pelabuhan sport adalah pelabuhan yang berfungsi untuk tempat berlabuh atau bertambatnya kapal yang umumnya berkaitan dengan wisata, olah raga air dan lain-lain. 4. Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang berfungsi untuk berlabuh dan bertambahnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi bahan perbekalan untuk melakukan penangkapan ikan di laut. 2.1.2. Fungsi dan Peranan Pelabuhan Fungsi pelabuhan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1993 pada pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa ”pelabuhan adalah sebagai tumpuan tatanan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah yang merupakan sarana untuk menyelenggarakan/tempat naik turunnya penumpang dan bongkar muat barang serta menunjang angkutan laut” Sedangkan menurut Baudelaire (1973) dalam bukunya yang berjudul Port Administration and Management menyebutkan ada 3 (tiga) fungsi pokok dari pelabuhan yaitu : 1. Fungsi Interfase, dalam arti pelabuhan menyediakan fasilitas dan pelayanan jasa atau servis yang dibutuhkan untuk memindahkan (transfer) barang-barang dari kapal ke angkutan darat atau sebaliknya, dan atau memindahkan barang-barang dari kapal yang satu ke kapal yang lainnya (transhipment). Disamping fasilitas pelabuhan yang berupa infrastruktur juga ada yang disebut fasilitas suprastruktur seperti gudang-gudang, tangki penyimpanan, mobil derek, jaringan pipa untuk bungker air maupun minyak.
12
2. Fungsi link, yaitu pelabuhan dipandang sebagai salah satu mata rantai dalam proses transportasi mulai dari tempat asal barang sampai ke tempat tujuan. 3. Fungsi gateway, yaitu sebagai pintu gerbang dari suatu negara atau daerah sebagaimana
halnya
pelabuhan
udara.
Konsep
sebagai
gateway
ini
dilatarbelakangi oleh pendekatan peraturan dan prosedur yang harus diikuti oleh setiap yang menyinggahi suatu pelabuhan. Adapun peran pelabuhan dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Melayani kebutuhan perdagangan (to follow the trade) baik perdagangan Regional, nasional maupun internasional (ekspor impor) 2. Menunjang agar berkembang dan berputarnya roda perdagangan (to promote the trade) 3. Menyediakan fasilitas transit untuk tujuan daerah belakang (hinterland) 4. Menampung pangsa pasar dari lalu lintas angkutan laut untuk barang- barang transhipment baik untuk angkutan internasional maupun angkutan nusantara. 5. Menunjang berkembangnya industri di dalam daerah pelabuhan maupun daerah belakangnya yang meliputi : a. Industri yang berkaitan langsung dengan angkutan laut maupun operasional pelabuhan. b. Industri yang berorientasi ekspor ataupun industri yang bergantung pada bahan baku atau seni finished product yang diimpor atau didatangkan dari luar pulau. 2.1.3. Kapasitas dan Kinerja Pelabuhan Kapasitas bongkar muat dan kinerja pelabuhan didapat dari kapasitas transfer (perpindahan) muatan (barang-barang) untuk berbagai aktifitas pelabuhan sebagai berikut : 1. Sistem bongkar muat di kapal atau dermaga, mencakup pemuatan dan pembongkaran di kapal, perpindahan barang dari kapal ke darmaga dan sebaliknya. 2. Sistem transfer dari dermaga ke tempat penyimpanan, mencakup transpor barang antara dermaga ke gudang atau ke lapangan penumpukan. 3. Sistem penyimpanan, mencakup penyimpanan jangka pendek di gudang dan lapangan penumpukan serta penyimpanan jangka menengah di gudang.
13
4. Sistem penerimaan/pengiriman, mencakup pemuatan dan transport darat, atau transport cargo antara tempat penyimpanan dengan transport darat. Kapasitas dan sistem pelabuhan diperoleh dari meninjau sub sistem yang terlemah dari gabungan-gabungan sistem yang ada antara lain dengan kapasitas throughput yang terendah. Sebagai contoh sistem bongkar muat di dermaga adalah sistem yang memerlukan biaya yang terbesar dari subsistem-subsistem lainnya (alur masuk pelabuhan, kolam pelabuhan, dermaga, gudang). Oleh karena itu sub sistem lain biasanya didimensi sedemikian rupa sehingga sistem bongkar muat di dermaga dapat beroperasi dengan kapasitas yang maksimal. Tolok ukur kinerja pelabuhan diperlukan untuk mengetahui apakah pelayanan dan kebijakan pihak manajemen pelabuhan kepada pelanggan sudah memadai atau belum. Bagi perencana pelabuhan dengan mengetahui tolok ukur tersebut, maka rencana perbaikan maupun penambahan fasilitas pelabuhan dapat dilakukan (Siregar, 1990). Tolok ukur kinerja pelabuhan harus dapat menunjukkan beberapa faktor yaitu: 1. Produktivitas peralatan/sumber daya yang digunakan, sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan. 2. Intensitas pemakaian peralatan sehingga perencana dapat memutuskan suatu kebijakan dalam menambah peralatan yang digunakan. 3. Kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan, baik pihak pelayaran maupun pemilik barang. Untuk mengetahui tingkat produktivitas suatu pelabuhan dapat dilakukan pengukuran kapasitas dan kinerja pelabuhan (UNCTAD, 1984) yang terdiri dari : 2.1.4. Indikator Kinerja Pelayanan Kapal 1. Perhitungan rata-rata kunjungan kapal dalam satu periode waktu, digunakan untuk mengetahui tingkat produktivitas suatu pelabuhan. Rata-rata kedatangan kapal (RKK) adalah jumlah kapal yang datang dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan yang bersangkutan. 2. Perhitungan waktu tunggu kapal adalah waktu antara kedatangan dan ditambatkannya pada dermaga, digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan
14
suatu pelabuhan bagi kapal dan sebagai tolok ukurnya, semakin kecil waktu tunggu akan semakin baik. 3. Perhitungan waktu pelayanan kapal rata-rata, digunakan untuk mengetahui tingkat produktivitas pelayanan suatu pelabuhan atau dermaga dan sebagai tolok ukurnya semakin kecil waktu pelayanan rata-rata kapal akan semakin baik. Waktu
pelayanan
kapal
adalah
jumlah
waktu
antara
bertambat
dan
keberangkatan untuk semua kapal dibagi dengan jumlah kapal yang tertambat. 4. Perhitungan waktu kapal di pelabuhan rata-rata, digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan kapal di pelabuhan dan sebagai tolak ukurnya adalah semakin kecil waktu rata-rata kapal di pelabuhan akan semakin baik. 5. Perhitungan jumlah bongkar muat rata-rata tiap kapal, digunakan untuk mengetahui ukuran dan produktivitas kapal yang datang ke pelabuhan dan sebagai tolok ukurnya adalah semakin besar jumlah bongkar muat akan semakin baik. 6. Perhitungan jumlah gang rata-rata yang bekerja tiap shift per kapal, digunakan untuk menghitung produktivitas buruh bongkar muat di pelabuhan dan sebagai tolok ukurnya adalah semakin besar produktivitasnya akan semakin baik. 7. Perhitungan produktivitas kapal per jam di pelabuhan, dengan tolok ukur semakin besar produktivitasnya akan semakin baik. 8. Perhitungan pruduktivitas kapal per jam selama di tambatan atau di dermaga, dengan tolok ukur semakin besarnya produktivitasnya akan semakin baik. 9. Perhitungan produktivitas kapal per gang-jam selama di tambatan atau di dermaga, dengan tolok ukur semakin besar produktivitasnya akan semakin baik. 2.1.5. Indikator Kinerja Utilisasi Fasilitas Pelabuhan 1. Perhitungan daya lalu lintas barang di dermaga, digunakan untuk mengetahui produktifitas suatu pelabuhan setiap tahun dan tolok ukurnya adalah semakin besar daya lalu lintas barang di dermaga akan semakin baik. 2.
Perhitungan daya tampung gudang atau lapangan penumpukan, digunakan untuk mengetahui kapasitas suatu gudang atau lapangan penumpukan.
3.
Perhitungan
panjang
dermaga
yang
dibutuhkan,
merencanakan kebutuhan panjang dermaga atau tambatan.
digunakan
untuk
15
4.
Perhitungan luas gudang atau lapangan penumpukan yang dibutuhkan, digunakan untuk merencanakan kebutuhan luas gudang atau lapangan penumpukan.
5.
Berth occupancy ratio (BOR), digunakan untuk mengetahui tingkat efektifitas penggunaan suatu dermaga, apakah sudah optimal atau belum dan sebagai tolok ukurnya adalah antara 40% sampai dengan 70%.
6.
Perhitungan shed occupancy rate (SOR), digunakan untuk mengetahui tingkat efektifitas penggunaan suatu gudang atau lapangan penumpukan dan sebagai tolok ukurnya adalah antara 60% samapai dengan 70%.
7.
Perhitungan utilisasi penggunaan alat bongkar muat, digunakan untuk mengetahui tingkat efektifitas penggunaan alat bongkar muat dan tolok ukurnya adalah antara 70% sampai dengan 80%.
2.1.6. Produktifitas Pelabuhan Siregar (1995) menjelaskan bahwa perkiraan produktifitas penanganan barang yang akan dicapai di suatu pelabuhan merupakan hal yang penting dalam perencanaan
pengembangan
pelabuhan
di
masa
datang.
Dalam
mempertimbangkan fasilitas pelabuhan yang ada sekarang, perencana terlebih dahulu harus dapat menentukan : (1) Bagaimana produktifitas pelabuhan yang ada; (2) Bagaimana perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya pengembangan baru. Sementara itu, ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi kinerja penanganan barang di pelabuhan, yaitu : (1) Tingkat produktifitas yang didefinisikan sebagai ton per gang, per kran, per pompa, per jam dan lain-lain dalam keadaan tanpa gangguan waktu; (2) Gangguan waktu kerja yang dapat mengurangi produksi per shift; (3) Cara gang buruh dan peralatan kerja. Secara teknik produktifitas pelabuhan ditentukan oleh produktifitas yang paling kecil dari mata rantai sub sistem yang dilalui oleh barang seperti: dermaga, kran, alat penanganan barang (material handling) dan gudang transit. Masalah non teknis, seperti personalia, buruh, administrasi dan prosedur merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi produktifitas pelabuhan. Dengan demikian pengukuran perbaikan produktifitas pelabuhan dapat dilakukan dalam 3 (tiga) kategori utama : (1) Menyangkut personalia dan buruh; (2) Menyangkut faktor teknis; (3) Menyangkut faktor-faktor administrasi dan prosedur. Sedangkan
16
peningkatan produktifias pelabuhan dapat dilihat dari prosentase penurunan waktu pelayanan (service time). 2.2. Aspek Lingkungan Pengaturan mengenai laut secara umum diatur dalam United Nations Convertion on the Law of Sea 1982 (UNCLOS, 1982) yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 dan dikenal dengan hukum laut (Law of The Sea, 1982). Secara umum negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut serta harus mengambil semua tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut dari sumber apapun. Salah satu pertimbangan untuk tujuan pengembangan suatu pelabuhan adalah, apabila kegiatan operasional di pelabuhan sudah menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sekitarnya, antara lain dampak keselamatan dan pencemaran laut. Pencemaran laut pada umumnya diakibatkan oleh masuknya zatzat pencemaran ke perairan, baik dari laut sendiri maupun dari darat. Pencemaran dari laut dapat berasal dari kapal berupa pembuangan limbah minyak/oli bekas, baik yang merupakan pembuangan rutin ataupun yang berasal dari pembersihan kapal dan kebocoran kapal. Hal lain yang mungkin terjadi ialah kecelakaan kapal, berupa pecahnya kapal, kandasnya kapal ataupun tabrakan kapal. Selain itu instalasi minyak yang mungkin mengalami kebocoran ataupun kerusakan dapat pula mencemari laut. Buangan dari bahan industri berupa senyawa-senyawa organik yang bersifat toksik, asam atau logam-logam berat mempunyai potensi besar mencemari laut. Bertambahnya bahan pencemaran akibat kegiatan di darat maupun di perairan akan berpengaruh terhadap ekosistem organisme yang hidup di perairan tersebut. Setiap organisme
mempunyai kemampuan
yang berbeda dalam
menyesuaikan dirinya dengan kondisi perairan, tetapi suatu konsentrasi dari bahan pencemaran mungkin dapat menyebabkan kematian, menghambat pertumbuhan suatu organisme, demikian juga kandungan bahan organik yang berlebihan juga dapat menimbulkan pertumbuhan yang tidak terkendali planktron-plankton tertentu yang sering berakibat buruk pada kondisi perairan (algae bloom).
17
Perairan yang belum tercemar biasanya dihuni oleh komunitas biota yang terdiri dari banyak jenis dengan populasi kecil atau sedang, sebaliknya dalam perairan yang tercemar, komunitas biotanya hanya terdiri dari sedikit jenis dengan populasi yang besar. Tercemarnya suatu perairan akan menyebabkan perubahan struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya. Untuk
mengetahui
pengaruh/dampak
dan
lingkungan
sebagai
dasar
(pencemaran
penilaian
laut)
yang
terhadap telah
adanya
terjadi
di
perairan/pelabuhan dapat dilihat dari hasil pemantauan lingkungan dengan menggunakan nilai ambang batas (NAB) yang merupakan kriteria Baku Mutu Air Laut, sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 51 tahun 2004. 2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Lingkungan Hidup Ada hubungan erat antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Bahkan ada korelasi sangat positif antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mempengaruhi dan menentukan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup yang baik mencerminkan tingkat penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Tanpa penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sulit mengharapkan akan adanya pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menurut Keraf (2002) penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan menentukan komitmen penyelenggara pemerintahan terhadap lingkungan hidup. Tentu saja, pemerintah perlu menyadari dan merasa yakin mengenai betapa pentingnya pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi kepentingan masyarakat dan bangsa. Pemerintah juga perlu menyadari bahwa keteledoran dan kelalaian terhadap lingkungan hidup akan membawa dampak yang merugikan bagi masyarakat, bangsa dan negara, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah sendiri perlu menyadari secara serius bahwa kesalahan kebijakan di bidang lingkungan hidup akan sangat merugikan, baik
dari segi
ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup itu sendiri, kehancuran budaya masyarakat yang terkait dengan lingkungan hidup, ketahanan sosial, dan kualitas kehidupan manusia.
18
Oleh karena itu, lingkungan hidup harus menjadi bagian integral dan keseluruhan kebijakan pembangunan. Lingkungan hidup tidak boleh menjadi sekedar aspek pinggiran, dan perhatian terhadap lingkungan hidup tidak boleh hanya menjadi urusan sampingan setelah ekonomi. Kesadaran ini kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai aturan perundang-undangan yang menjadi pegangan bagi setiap penyelenggara negara dan masyarakat dalam mengelola dan menjaga lingkungan hidup. Lalu diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan operasional yang memperlihatkan dan mencerminkan tingkat kesadaran pemerintah mengenai pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. 2.4. Prinsip Good Environmental Governance (GEG) Terciptanya good governance merupakan prasyarat dari pengelolaan lingkungan yang efektif. Namun pemerintahan yang sudah mampu mewujudkan good governance belum tentu memiliki kepedulian terhadap aspek keberlanjutan ekosistem. Oleh sebab itu pemerintah yang telah mengupayakan aktualisasi prinsipprinsip
good
governance
masih
memerlukan
persyaratan
tambahan
yaitu
mengaitkan seluruh kebijakan pembangunan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) (Santosa, 2001). Menurut Siahaan (2004) azas-azas penyelenggaraan negara yang baik dalam
mengelola
Iingkungan
dengan
prinsip
keberlanjutan
sumber
daya
(sustainability) disebut dengan prinsip good environmental governance (GEG). Prinsip GEG ni didasarkan pada Pasal 8 ayat (2) UUPLH 1997. Unsur-unsur penting dan GEG ini ialah adanya: 1. Kedaulatan (soveireignty); 2. Kekuasaan (power); 3. Kebijakan (policy) 4. Pengendalian (controlling); 5. Pengembangan (developing) dan tanggung jawab (responsibility and liability) atas Iingkungan hidup. Prinsip GEG menurut Pasal 8 UUPLH 1997, yaitu kekuasan dan kompetensi negara menguasai serta mempergunakan sumberdaya alam demi kemakmuran rakyat, menyebutkan bahwa pemerintah mengatur dan mengembangkan kebijakan
19
pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 8 ayat 2 butir a, b, c dan d). Pemerintah mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, mengendalikan kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak sosial, di samping mengembangkan pendanaan bagi upaya pembinaan fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan. Prinsip-prinsip di atas, selain menjadi dasar hak dan kewajiban masyarakat, setidaknya juga menyiratkan bahwa negara memiliki tanggung jawab pengelolaan Iingkungan hidup, termasuk segala aspek yang berkenaan dengan tindakan preventif dan represif atas pencemaran serta kerusakan Iingkungan. Apabila masalah pertanggungjawaban dilihat dan visi pengaturan UUPLH 1997, maka didapat beberapa perbedaan. Sebagaimana telah disebut sebelumnya bahwa prinsip pengelolaan Iingkungan hidup yang dianut oleh UUPLH 1997 antara lain secara eksplisit menunjuk kepada prinsip tanggung jawab negara (state responsibility); prinsip pembangunan berkelanjutan (principle of sustainability); prinsip manfaat dengan tujuan mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan menuju pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya (environmentally sustainable development principle). Ketiga prinsip ini dapat dilihat pada Pasal 3 UUPLH 1997, di mana ketiganya saling berkaitan erat sehingga Iebih mencerminkan kepentingan-kepentingan yang Iebih padu (holistic) dalam berbagai dimensi. Keterpaduan holistik dan menyeluruh dilakukan antara negara dengan rakyatnya, antara masa/generasi kini dengan masa/generasi yang akan datang, individual (manusia Indonesia pribadi yang seutuhnya) dengan masyarakat (seluruh manusia Indonesia), serta kehidupan dalam perspektif fisik/jasmani dengan kehidupan dalam perspektif rohaniah yang religius. Selanjutnya Soemarwoto (2004) mengemukakan bahwa pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam arti kita tidak hanya membangun untuk kita, generasi yang sekarang, melainkan juga untuk anak cucu kita, generasi yang akan datang. 2.5. Aspek Kegagalan Kebijakan (Policy Failure) Aspek kegagalan dalam merumuskan kebijakan failure dapat diindikasikan dengan masih banyaknya kebijakan pembangunan yang tidak holistik. termasuk UUD 1945 yang tidak menyentuh aspek perlindungan daya dukung ekosistem dan
20
fungsi lingkungan hidup; kebijakan tentang tenurial dan property rights yang tidak memberikan jaminan hak pada masyarakat adat; kebijakan yang sentralistik dan seragam; dan kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung “pemerintah yang terbuka” atau open government. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam kajian kebijakan yang terbatas (kebijakan yang dihasilkan pemerintahan transisi di tahun 1998-1999) pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan 8 (delapan) tolok ukur yaitu delapan elemen yang harus terintegrasi dalam setiap kebijakan
yang
terkait
dengan
pengelolaan
sumberdaya
alam,
termasuk
pemanfaatan sumberdaya alam. Menemukan fakta bahwa peraturan perundangundangan yang dihasilkan pemerintahan transisi belum mendukung, good environmental governance. Kedelapan elemen tersebut adalah: (1) pemberdayaan, pelibatan masyarakat dan akses publik terhadap informasi; (2) Transparansi; (3) Desentralisasi yang demokratis; (4) Pengakuan terhadap keterbatasan daya dukung ekosistem dan keberlanjutan; (5) Pengakuan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal; (6) konsistensi dan harmonisasi; (7) Kejelasan (clarity); (8) Daya penerapan dan penegakan (implementability and enforceability) (Santoso, 2001). 2.6. Kebijakan Kebijakan (policy) adalah suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu, yang dikaitkan dengan pertanyaan yang harus dijawab dan juga harus dihubungkan dengan institusi atau lembaga yang diamati atau dipelajari. Kebijakan merupakan keputusan tetap yang dicirikan konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) perilaku untuk memecahkan persoalan dan mematuhi keputusan yang ditetpakan tersebut (Jones 1996). Oleh karena itu, kebijakan adalah bersifat dinamis dikarenakan konsistensi dan pengulangan perilaku untuk memecahkan masalah umum. Selanjutnya Davis et al. (1993) menyebutkan bahwa kebijakan bukanlah berdiri sendiri (single decision) dalam proses kebijakan dalam sistem politik, tetapi bagian dari proses antar hubungan. Oleh karena itu kebijakan dapat dikatakan sebagai satu alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran. Kebijakan tidak boleh sekedar dibuat atau karena ada kesempatan menyusun kebijakan. Pembuatan kebijakan sekedarnya dapat menimbulkan kebijakan yang tidak tepat.
21
Caiden (1971) mengemukakan bahwa sulitnya melakukan ketepatan disebabkan oleh sulitnya mendapatkan informasi yang cukup, baik yang sulit disimpulkan, adanya pelbagai macam kepentingan yang berbeda-beda antar sektor dan instansi, umpan balik keputusan bersifat sporadis, dan proses perumusan kebijakan tidak dimengerti dengan benar. Oleh karena itu untuk terciptanya kebijakan secara tepat (apropriateness), pemerintah harus bekerja melalui proses kebijakan seperti rancangan atau rencana kebijakan, formulasi rencana kebijakan, pelaksanaan di lapangan, dan proses evaluasi sebagai umpan balik terhadap proses rancangan kebijakan. Selanjutnya, dalam proses kebijakan itu sendiri diberikan seperangkat metode, strategi dan teknik dalam penyusunan kebijakan dengan melibatkan semua pihak terkait. Agar tercapai keinginan tujuan dan sasaran maka kebijakan harus dirancang sebaik mungkin yang pada akhirnya dapat berbentuk negatif seperti larangan atau berbentuk positif seperti pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan. Demikian pula yang disampaikan Rees (1990), bahwa pelaksanaan kebijakan formal sangat tergantung pada bagaimana kebijakan itu diinterpretasikan, diimplementasikan dan diberlakukannya keputusan tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian dalam implementasinya penyusunan kebijakan sangat dipengaruhi oleh: (1) seberapa jauh wewenang yang diberikan oleh badan eksekutif, (2) karakteristik dan badan eksekutif, (3) metode yang digunakan untuk menggunakan sumberdaya alam dan peraturan yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Faktor-faktor inilah yang membuat kebijakan tampak sangat dinamis. Prinsip-prinsip pembuatan kebijakan yang ideal harus mengikuti tahapan seperti Gambar 2 (Rees, 1990). Disebutkan bahwa kebijakan itu tampaknya irasional, karena kebijakan yang diterima suatu masyarakat belum tentu dapat diterima oleh masyarakat lainnya. Untuk itu kebijakan perlu diformulasikan sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya sebagai pengarah, penyelia dan sekaligus sebagai kontrol kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pelaku kebijakan. Untuk lebih jelas prinsip-prinsip pembuatan kebijakan dapat dilihat pada Gambar 2.
22
Formulasi Kebijakan (Perundang-undangan dan Peraturan)
Penetapan tujuan-tujuan secara detail
Menetapkan Metode yang tepat
Sistem Informasi
Membentuk Organiosasi/Institusi yang tepat
Pelaksanaan rencana
Operasional rutin
Analisis hasil (Uji berdasarkan sasaran yang dicapai)
Gambar 2 Penetapan kebijakan yang ideal dan proses implementasi (Rees, 1990) Abidin (2002) menyebutkan bahwa pemilihan pengambilan kebijakan yang baik dan tepat dapat dipenuhi kriteria kebijakan yang biasa digunakan sebagai berikut: 1. Efektifitas (efectiveness), mengukur apakah sesuatu pemilihan sasaran yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan. Jadi suatu strategi kebijakan dipilih dilihat dari kapasitasnya untuk memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan permasalahan masyarakat. 2. Efisiensi (economic rationality), mengukur besarnya pengorbanan atau ongkos yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan atau efektifitas tertentu; 3. Cukup (adequacy), mengukur pencapaian hasil yang diharapkan dengan sumberdaya yang ada.;
23
4. Adil (equity), mengukur hubungan dengan penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos atau pengorbanan diantara berbagai pihak dalam masyarakat; 5. Terjawab (responsiveness), dapat memenuhi kebutuhan atau dapat menjawab permasalahan tertentu dalam masyarakat; 6. Tepat (apropriateness), merupakan kombinasi dari kriteria yang disebutkan sebelumnya. 2.7. Analisis dan Proses Kebijakan Analisis mengandung tujuan dan relasi yang berbeda dengan proses kebijakan. Jenis analisis kebijakan terdiri dari rangkaian aktivitas pada spektrum pengetahuan dalam proses kebijakan, pengetahuan untuk proses kebijakan dan pengetahuan tentang proses kebijakan. Gordon et al. (1977) dalam Parsons (2005) secara definitif menetapkan variasi ini di sepanjang sebuah kontinum seperti disajikan dalam Gambar 3. Analisis Kebijakan
1
2
Analisis Determinasi Kebijakan
Analisis Isi Kebijakan
Analisis untuk Kebijakan
3 Monitoring dan Evaluasi Kebijakan
4 Informasi untuk Kebijakan
5 Advokasi Kebijakan
Gambar 3 Variasi analisis kebijakan (Gordon et al. (1997) dalam Parsons (2005)) Gambar 3 di atas menerangkan bahwa dalam analisis kebijakan mencakup determinasi kebijakan dan isi kebijakan. Determinasi kebijakan ini adalah analisis yang berkaitan dengan cara pembuatan kebijakan, mengapa, kapan dan untuk siapa kebijakan dibuat, sementara isi kebijakan adalah analisis yang mencakup deskripsi tentang kebijakan tertentu dan bagaimana ia berkembang dalam hubungannya dengan kebijakan sebelumnya, atau analisis ini bisa juga didasari oleh informasi yang disediakan oleh kerangka nilai teoritis yang mencoba memberikan kritik terhadap kebijakan. Selanjutnya monitoring dan evaluasi kebijakan, fokus analisis ini adalah mengkaji bagaimana kinerja kebijakan dengan mempertimbangkan tujuan kebijakan, dan apa dampak kebijakan terhadap suatu persoalan tertentu. Variasi terakhir dari kontinum diatas adalah analisis untuk kebijakan yang mencakup advokasi kebijakan
24
berupa riset dan argumen yang dimaksudkan untuk mempengaruhi agenda kebijakan di dalam dan atau di luar pemerintahan.
Sedangkan informasi untuk
kebijakan adalah sebentuk analisis yang dimaksudkan untuk memberi informasi bagi aktivitas
pembuatan
kebijakan,
ini
bisa
berbentuk
anjuran
atau
riset
eksternal/internal yang terperinci tentang aspek kualitatif dan judgemental dari suatu kebijakan. Sebagai sebuah istilah, “analisis kebijakan” terkait erat dengan penggunaan beragam teknik untuk rneningkatkan atau merasionalkan proses pembuatan kebijakan. Quade (1976: 21) misalnya, mengekspresikan pandangan bahwa tujuan utama analisis ini adalah “membantu pembuat keputusan untuk mernbuat pilihan yang lebih baik ketimbang yang dibuat pihak lain. Jadi analisis ini berhubungan dengan manipulasi efektif dunia nyata.” Untuk melakukan hal ini analisis tersebut mesti melalui tiga tahap: pertama, penemuan, yakni usaha untuk menemukan alternatif yang memuaskan dan terbaik di antara alternatif-alternatif yang tersedia; kedua, penerimaan, yakni membuat temuan itu agar bisa diterima dan dimasukkan ke dalam kebijakan atau keputusan; ketiga, implementasi, yakni menerapkan keputusan kebijakan tanpa ada perubahan terlalu banyak yang bisa membuat alternatif itu menjadi tidak memuaskan (Quade, 1976:254 dalam Parsons 2005). Tiga bentuk analisis kebijakan yaitu: Pertama, analisis kebijakan yang bersifat prospektif yaitu analisis tentang kebijakan yang berlangsung sebelum aksi
kebijakan.
prakiraan,
Analisis
identifikasi
ini
meliputi
alternatif-alternatif
tahap-tahap strategis
identifikasi
kebijakan,
masalah,
pilihan
dan
rekomendasi kebijakan. Kedua, analisis kebijakan restrospektif yakni analisis yang dilakukan sesudah aksi kebijakan. Analisis ini dilakukan untuk menilai sesudah aksi kebijakan atau menilai proses pelaksanaan dan hasilnya. Termasuk dalam kelompok analisis ini adalah monitoring dan evaluasi. Bentuk ketiga dari analisis kebijakan adalah integrasi dan analisis prospektif dan restrospektif. Analisis ini dapat berada sebelum aksi kebijakan ataupun sesudah kebijakan (Dunn, 1994 dalam Abidin 2002). Pada setiap tahap analisis memberikan hasil yang relevan, untuk itu Identifikasi masalah menghasilkan informasi tentang rumusan masalah, prakiraan memberikan gambaran masa depan yang masuk akal dan masa depan yang dikehendaki. Identifikasi alternatif memberikan informasi tentang strategi pemecahan
25
masalah. Pilihan strategis rnenghasilkan informasi rekomendasi berwenang
yang
pada
akhirnya
menghasilkan
aksi
kepada yang
kebijakan.
Monitoring
menghasilkan informasi tentang proses pelaksanaan dalam hubungan dengan kinerja pada setiap waktu. Evaluasi kebijakan memberi informasi tentang dampak dan keseluruhan suatu kebijakan. Selanjutnya oleh Abidin (2002), bahwa dari ketiga analisis kebijakan di atas maka jenis informasi dan bentuk kebijakan dapat dibedakan terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis informasi dan bentuk kebijakan No. .
Bentuk Kebijakan
1
Prospektif
2.
Retropspektif
3.
Integratif
Jenis Informasi Prediksi
Deskripsi
Preskripsi
Evaluasi
;
;
; ;
; ; ;
;
;
Dunn (2000) mengemukakan metodologi analisis kebijakan menyediakan informasi
yang
berguna
untuk
menjawab
lima
pertanyaan:
apa
hakekat
permasalahan? Kebijakan apa yang pernah ada atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah dan apa hasilnya? Seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah? Alternatif kebijakan apa yang tersedia untuk menjawab, dan hasil apa yang dapat diharapkan? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut membuahkan informasi tentang masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan
(prediksi) menyediakan
informasi mengenai
kosekuensi dimasa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi dimasa depan dari suatu permasalahan. Pemantauan (deskripsi) menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan
26
masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. Evaluasi, yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah. Kelima prosedur analisis tersebut disajikan pada Gambar 4.
Kinerja Kebijakan
Perumusan Masalah
Mengevaluasi
Perumusan Masalah
Hasil Kebijakan
Masalah Kebijakan
Meramalkan
Masa Depan Kebijakan
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah Pemantauan
Rekomendasi
Aksi Kebijakan
Gambar 4 Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah (Dunn, 2000). . Analisis Multi kriteria Analisis multi kriteria adalah suatu analisis yang merupakan pendekatan yang memperhitungkan banyak krteria. Dalam pengambilan suatu keputusan terhadap pengembangan suatu pelabuhan diperlukan suatu analisis yang tepat, yang memperhatikan berbagai kriteria yang berpengaruh terhadap pengembangan pelabuhan dan memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, kemudian
menentukan
atau
menetapkan
beberapa
alternatif
yang
akan
dibandingkan dan diperkirakan akan menjadi alternatif terbaik yang terpilih untuk pengelolaan lingkungan pelabuhan ke depan, seperti yang dilakukan pada pengembangan pelabuhan barang di Helsinki, Finlandia. Menurut
Hokkanen
et
al.
(1999),
sebelum
pembentukan
alternatif
keputusan, pengembang proyek harus menyelidiki dan mengevaluasi berbagai
27
kemungkinan yang berhubungan, tidak hanya pada lokasi dari pelabuhan tetapi juga ke realisasi teknisnya. Persiapan dari alternatif yang dilaksanakan atas dasar suatu studi kelayakan terhadap dampak lingkungannya. Pada prinsipnya untuk masingmasing alternatif dilakukan suatu perbandingan dan penilaian dampak lingkungan baik langsung maupun tidak langsung pada manusia, tumbuhan, hewan dan warisan budaya. . Analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM) Pendekatan
MCDM
telah
banyak
digunakan,
dikembangkan
dan
diakomodasikan bagi berbagai kriteria, untuk menghasilkan alternatif pengambilan keputusan atau alternatif yang terbaik, sehingga relevan dalam pengambilan keputusan tanpa perlu melakukan konversi ke unit-unit pengukuran dan proses normalisasi. Secara umum struktur MCDM sama dengan AHP, dimana bobot suatu alternatif dengan kriteria yang harus diambil, disusun berdasarkan matrik (LP - IPB, 2002). Bidang analisis multi kriteria memerlukan sejumlah pendekatan dengan menghitung banyak kriteria untuk membentuk struktur dan mendukung proses pengambilan keputusan. Beberapa sofware yang dirancang untuk mendukung analisis ini diantaranya adalah simple multi attribute rating technique (SMART) dan visual interactive sensitivity analysis (VISA). Teknik MCDM adalah suatu teknik yang cukup potensial untuk dilibatkan dalam penentuan sebuah keputusan, karena bertujuan mengakomodasi proses seleksi yang melibatkan beragam kriteria (multi objektif) dalam mengkalkulasi pemrasaran diantara kriteria konflik yang terjadi. Penerimaan teknik MCDM pada beberapa bidang ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Teknik MCDM memiliki kernampuan menangani jenis data yang bervariasi (kuantitatif, kualitatif, campuran dan pengukuran yang intangible). 2. Dapat mengakomodasi perbedaan yang diinginkan dalam kriteria. 3. Skema bobot yang bervariasi, menghadirkan prioritas yang berbeda atau pandangan dan stakeholders yang berbeda, dapat diterapkan pada MCDM. 4. Teknik MCDM tidak membutuhkan penentuan nilai ambang seperti pada operasi overlay sehingga kehilangan informasi yang dihasilkan tidak terjadi akibat penurunan skala dan variabel yang kontinue pada skala nominal.
28
5. Prosedur analisis atau agregasi dalam teknik MCDM relatif sederhana dan straightforward (Jansen and Rieveld, 1990; Carter, 1991; Jankowski, 1994; dalam Subandar, 2000). Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari perantingan alternatifalternatif dan pembobotan dari atribut yang ada. Tahap yang dilakukan adalah 1) mengurutkan kriteria yang menjadi faktor pembatas dari pemanfaatan dan 2) melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dari rangking setiap atribut yang ada. Seperti halnya teknik SMART, VISA merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk mendukung analisis multi kriteria. Keputusan dalam bentuk model dengan menggunakan fungsi nilai pembobotan suatu hirarki.
Adapun gambaran
yang khusus dari VISA adalah fasilitas yang mampu membuat keputusan dengan maksud yang mendalam terhadap perubahan atau perbedaan prioritas.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang diterapkan adalah metode survei yang menggali data dan informasi yang diperlukan dari responden sebagai contoh (sampel) mewakili populasi yang ada. Survei dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder. Data primer diarahkan pada pengumpulan data mengenai potensi sumberdaya di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. Data yang diambil pada survei potensi sumberdaya yang terdapat di Pelabuhan Sunda Kelapa, kecenderungan perubahan dari usaha yang dilakukan serta beberapa parameter lingkungan yang penting seperti kecerahan, kedalaman dan kondisi oseanografis lainnya. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive), yaitu di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta, dimana secara geografis terletak pada 106047’30” BT hingga 106055’10” BT dan 603’30” LS hingga 605’10”. Secara visual, peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5 dan peta detail Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta dapat di lihat pada Lampiran 1. 696 000
704 000
712 000
720 000 9328000
9328000
688 000
Lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
PETA LO KASI PENEL ITIAN KAW AS AN PELA BUHAN SUNDA KE LAPA DK I J AKART A D ISU SUN O LE H : SYARIFAH W IR DAH P 0 520 303 61
TEL UK JA KARTA
9312000
9312000
9320000
9320000
Î
PR OG RAM STUD I PENG EL O LAA N S UM BERDA YA AL AM DAN LING KU NG AN SE KOLAH P ASCAS ARJ ANA INS TITUT PER TANIAN BOG O R B O GO R 20 06
9304000
9304000
5000
0
5000 Km
KETER AG AN KECAM AT AN PENJ ARINGAN
W
E S
SUM BER:
9296000
9296000
N
PADEM AN GAN IND EKS PET A
1. PET A LIN GKU N G AN PAN TAI IN D ON ESIA SKALA 1:25 0.0 0 BAKO SU R TAN AL 200 2 2. PET A R U PA BU MI SKALA 1 : 2 5.0 00 BAK OSU R TAN AL 199 8 688 000
696 000
704 000
712 000
720 000
Gambar 5. Peta lokasi penelitian kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
30 Secara administratif Pelabuhan Sunda Kelapa berada di 2 wilayah Kelurahan dan 2 wilayah Kecamatan. Di sebelah timur kolam dermaga masuk wilayah Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan dan di sebelah Barat kolam dermaga masuk wilayah Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan. Lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa berada di wilayah RW 01 dan RW 02 Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan tepatnya di Teluk Jakarta di Muara Sungai Ciliwung Jakarta Utara. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai bulan April 2006. 3.3. Metode Pengumpulan Data Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif korelasional yaitu berusaha untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara tepat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti (Nazir, 1999). Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survei, yaitu metode yang bertujuan untuk meminta tanggapan responden. Beberapa pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah diskusi dan wawancara dengan panduan kuesioner serta pengamatan langsung terhadap kegiatan di Pelabuhan Sunda Kelapa. Data sekunder akan dikumpulkan berdasarkan sumber-sumber yang terkait seperti hasil penelitian sebelumnya, hasil studi pustaka, berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan, laporan serta dokumen berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian. Penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling). Menurut Malo dan Trisnoningtias (2001), pengertian sengaja atau purposive disini adalah bahwa peneliti menentukan responden dengan anggapan atau pendapatnya (judgment) sendiri sebagai sampel penelitiannya. Responden terdiri dari stakeholders yang mengetahui permasalahan dan kondisi pelabuhan dari berbagai lembaga/instansi terkait, swasta, LSM dan masyarakat di sekitar pelabuhan. Untuk sampel masyarakat menggunakan kriteria sebagaimana yang dimaksudkan oleh Singarimbun dan Effendi (1989) yaitu bahwa responden adalah mereka yang mempunyai mata pencaharian dan beraktifitas di sekitar pelabuhan selama minimal lima tahun. Rincian jumlah sampel dapat di lihat pada Tabel 2.
31 Tabel 2 Perincian jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sampel Pemerintah Daerah Jakarta Utara Dinas Perhubungan Jakarta Utara Bappeko Jakarta Utara PT (Persero) PELINDO Pusat PT (Persero) PELINDO II Cabang Sunda Kelapa BPLHD Jakarta Utara Pengusaha/Swasta (pemanfaat jasa pelabuhan) Organisasi non pemerintah (LSM) Masyarakat di sekitar pelabuhan (pekerja, pedagang) JUMLAH
Jumlah 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 3 orang 3 orang 2 orang 2 orang 22 orang 40 orang
3.3.1. Tahapan pengumpulan data ¾ Pengambilan sampel air dan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. ¾ Merangkum beberapa peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa. ¾ Melakukan observasi dan identifikasi permasalahan yang ada di lapangan, untuk memperoleh informasi mengenai proses pelaksanaan kebijakan di Pelabuhan Sunda Kelapa ¾ Wawancara, diskusi dengan menggunakan panduan kuesioner berstruktur yang telah disiapkan terhadap para pelaku (aktor) utama yang mewakili pihak yang berkepentingan (stakeholders). 3.3.2. Pengambilan sampel air ¾ Pengambilan sampel air dengan menggunakan alat van dorn sampler ¾ Sampel air dimasukkan dalam botol kemudian pemberian label nama. ¾ Sampel air dimasukkan ke dalam cool box untuk dibawa ke laboratorium guna keperluan analisis terhadap parameter fisika, kimia dan biologi air. ¾ Untuk fitoplankton dilakukan penyaringan menggunakan plankton net mesh ukuran 25 μm. Contoh fitoplankton selanjutnya disimpan dalam botol film, untuk diidentifikasi di laboratorium. ¾ Pengambilan makrozoobentos dilakukan melalui pengambilan sedimen contoh dengan menggunakan petersen grab. ¾ Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali, dengan Interval waktu pengambilan sampel selama satu bulan.
32 3.4. Jenis dan Sumber Data Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder. Sebagai sumber data primer untuk kualitas air diambil langsung dari lokasi penelitian dengan pengambilan sampel pada tiga stasiun, pada jarak 50 m, 500 m dan 1000 m dari pelabuhan, peta titik pengambilan sampel air dan sedimen dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan data primer untuk persepsi stakeholder, sosial-budaya masyarakat di sekitar pelabuhan, dan formulasi strategi kebijakan diperoleh dari responden. Data sekunder akan dikumpulkan berdasarkan sumber-sumber yang terkait seperti hasil penelitian sebelumnya, hasil studi pustaka, berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan, laporan serta dokumen berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian. Jenis data sekunder yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10.
Jenis Data Sumber Data Kebijakan pembangunan Bappeda Kota Rencana pemanfaatan ruang Bappeda Kota Renstra Pelabuhan Sunda Kelapa PT (Persero) Pelindo II Oseanografi (bathimetri, pasut, gelombang, Dishidros TNI-AL arus laut dan angin) Sistem prasarana transportasi Dep. Hub dan PT (Persero) Pelindo II Rencana Pengembangan Infrastruktur lainnya PLN, PAM , PT. TELKOM dll. Demografi, ekonomi dan sosial budaya BPS Jakarta Utara Peta oseanografi peta lingkungan pantai Dishidros TNI-AL, Indonesia skala 1:50.000, Peta Lingkungan BAKOSURTANAL Laut Nasional skala 1:500.000 Peta alur laut Kepulauan Indonesia skala Dishidros TNI-AL 1:200.000 Database Pelabuhan Sunda Kelapa revisi PT. (Persero) Pelindo II 2004 Cabang Sunda Kelapa
3.5. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu: analisis kualitas perairan dan analisis multi criteria decision making (MCDM). 3.5.1. Analisis Kualitas Air Analisis kualitas air bertujuan untuk menentukan present status kondisi perairan sekitar kawasan yang akan dikembangkan. Adapun data kualitas air yang dibutuhkan beserta metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
33 Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Hasil analisis kualitas air di laboratorium
akan
dibandingkan dengan baku mutu air yang berlaku yaitu standar baku mutu air laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004. Tabel 4. Parameter-parameter kualitas air yang diukur No
Parameter
1. 2. 3.
Fisika air Suhu Kecerahan Perairan TSS
4. 5. 6 7. 8. 9. 10. 11.
Kimia air Salinitas Oksigen terlarut pH BOD COD Amonia Pb (Timbal) Cd (Kadmium)
Biologi air 10. Fitoplankton 11. Makrozoobentos
Satuan
Alat/Metode
Sumber Data
Termometer Secchi Disc Gravimetrik
In situ In situ Laboratorium
/oo ppm ppm ppm ppm ppm ppm
Skala metrik DO meter pH meter Titrimetrik Titrimetrik Spektrofotometrik AAS AAS
In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Ind/l Ind/m2
Mikroskopis Identifikasi
Laboratorium Laboratorium
o
C m ppm 0
3.5.2. Analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM) Analisis MCDM dengan teknik simple multi attribute rating technique (SMART) dan visual interactive sensitivity analysis (VISA) ini bertujuan untuk menghasilkan alternatif pengambilan keputusan atau alternatif yang terbaik untuk pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pada analisis MCDM digunakan software (Critplus) Versi 3.0 ini, pembobotan suatu alternatif dan kriteria yang diambil, disusun berdasarkan matrik seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Matrik pembobotan kriteria dalam penentuan pengambilan keputusan
Alternatif A1 A2 ….. Am
C1 W1 A 11 A 21 ….. A m1
KRITERIA C2 ….. W 2 ….. A12 …… A 22 ….. ….. ….. A m2 …..
Cn Wn A1n A2n ….. A mn
34 Keterangan : A (i = 1,2, m)
= menunjukkan pilihan alternatif yang ada
Cj (j = 1,2,n)
= merujuk pada kriteria dengan bobot Wj
Aij (i=1..m, j = 1 ..n)
= pengukuran keragaan dan satu alternatif Ai berdasarkan kriteria Cj.
Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari perantingan alternatif-alternatif
dan pembobotan
dari atribut
yang ada. Tahap yang
dilakukan adalah 1) mengurutkan kriteria yang menjadi faktor pembatas dari pemanfaatan dan 2) melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dari rangking setiap atribut yang ada. Selanjutnya analisis yang ada, digabung menjadi satu dengan mengagregasi (dengan cara membuat rata-rata geometrik) faktor-faktor yang menjadi pembatas setiap pemanfaatan dengan formulasi : γ
=
π Si 1/n
Keterangan : γ
=
rata-rata geometrik, dimana n = 2.............sehingga persamaan menjadi : γ
S
=
=
√ S1 x S2
jumlah total variabel Berdasarkan hasil analisis di atas, maka diperoleh hasil dalam
menentukan prioritas pemanfaatan pelabuhan yang akhirnya akan menghasilkan skenario kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa yang akan dikembangkan. Untuk mencapai tujuan penelitian, dalam analisis ini disusun beberapa faktor/kriteria dan indikator sebagai berikut: 1. Kriteria ekologis dengan indikator : kondisi kualitas perairan dan tingkat kesesuaian dengan RTRW. 2. Kriteria ekonomi dengan indikator : kontribusi pajak pelabuhan, volume pendaratan, nilai ekonomi dampak pencemaran dan nilai produksi barang. 3. Kriteria sosial budaya dengan indikator : konflik pelabuhan dengan masyarakat, persepsi masyarakat terhadap pelabuhan, local employment. 4. Kriteria
kelembagaan
dengan
indikator
:
aspek
legalitas,
efisiensi
kelembagaan dan sarana prasarana. Untuk lebih jelasnya secara visual dapat dilihat pada pohon nilai penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa disajikan pada Gambar 6.
35
Gambar 6. Pohon nilai pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa 3.6. Definisi operasional Suatu definisi operasional, yang merupakan petunjuk tentang suatu variabel diukur, sangat membantu dalam komunikasi antar peneliti. Dengan mengetahui definisi operasional untuk mengukur suatu variabel, seorang peneliti akan mengetahui baik buruknya konsep tersebut (Malo dan Trisnoningtias, 2001) Adapun definisi operasional dari beberapa indikator diatas adalah sebagai berikut: 1. Kondisi kualitas perairan Perubahan yang terjadi pada lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa 2. Kesesuaian dengan RTRW Tingkat kesesuaian lokasi pelabuhan dengan rencana tata ruang wilayah. 3. Kontribusi pajak Pelabuhan Sunda Kelapa Kontribusi pajak pemasukan dari Pelabuhan Sunda Kelapa terhadap pendapatan negara. 4. Volume pendaratan Jumlah kunjungan kapal setiap tahun pada Pelabuhan Sunda Kelapa
36 5. Nilai ekonomi dampak pencemaran Besar biaya yang dikeluarkan Pelabuhan Sunda Kelapa setiap tahun untuk mengatasi pencemaran lingkungan sekitar pelabuhan. 6. Nilai produksi barang Tingkat produktifitas barang atau arus barang yang dibongkar atau dimuat di Pelabuhan Sunda Kelapa. 7. Persepsi stakeholders terhadap pelabuhan Pendapat stakeholders terhadap keberadaan Pelabuhan Sunda Kelapa 8. Konflik pelabuhan dan masyarakat Persentasi interaksi masyarakat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa. 9. Local employment Jumlah tenaga kerja lokal yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa. 10. Aspek legalitas Data legalitas tanah dan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. 11. Efisiensi kelembagaan Tingkat efektifitas atau peranan kelembagaan dalam menerapkan kebijakan dan peraturan yang ada. 12. Sarana prasarana Infrastruktur yang tersedia sebagai pendukung aktifitas Pelabuhan Sunda Kelapa. Selanjutnya kriteria, indikator dan definisi operasional diatas, ditulis dalam bentuk Tabel matrik operasional indikator penelitian, dapat dilihat pada Lampiran 3. Panduan kuesioner penelitian pada Lampiran 4
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Sejarah Singkat Pelabuhan Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan alam yang pada mulanya memanfaatkan hilir alur Sungai Ciliwung yang bermuara ke Laut Jawa (Teluk Jakarta) sebagai pusat persinggahan pelayaran antar bangsa yang dibangun pada tahun 1527 semasa pemerintahan Portugis. Lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di tengah wilayah Teluk Jakarta yang merupakan pusat bisnis (perkantoran, perdagangan, perindustrian dan perhotelan) yang keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai pelabuhan umum yang sangat potensial dalam menangani kegiatan bongkar muat barang serta merupakan daerah tujuan wisata baik mancanegara maupun domestik. Sebagian besar kebutuhan bahan pokok untuk wilayah sekitar Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi pendistribusiannya melalui Pelabuhan Sunda Kelapa. Tidak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa ke arah Timur terdapat Pelabuhan Kalibaru yang dioperasikan sepenuhnya oleh Pelabuhan Sunda Kelapa, karena situasi dan kondisinya yang sangat terbatas, Pelabuhan Kalibaru tidak dapat secara optimal dioperasikan seperti pelabuhan umum lainnya. Dan sesuai rencana induk (master plan) Pelabuhan Tanjung Priok pada masa yang akan datang, Pelabuhan Kalibaru seluruh kegiatannya dialihkan ke Pelabuhan Sunda Kelapa. 4.2. Karakteristik Pelabuhan 4.2.1. Posisi Geografis Pelabuhan Sunda Kelapa dan Kalibaru dalam melakukan kegiatan transportasi didukung tersedianya lahan daratan dan perairan melalui Surat Keputusan bersama Menteri Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri No. 16 tahun 1992 nomor SK 146/0/1992 tentang batas-batas lingkungan kerja Pelabuhan Tanjung Priok dan Sunda Kelapa sebagaimana rincian sebagai berikut: Batas Perairan Pelabuhan. Staatsblad No. 16 tahun 1929 tanggal 9 Februari 1929 tentang batas-batas daerah kerja Pelabuhan Tanjung Priok dan Pasar Ikan (Sunda Kelapa).
38 Batas Daratan Surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 191 tahun 1969/Nomor 83/0/1969 tanggal 27 Desember 1969 dan Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 16 tahun 1972 / nomor SK. 146 / 0 / 1972 tanggal 1 Juni 1972. Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di Teluk Jakarta + 8 KM di sebelah Barat Pelabuhan Tanjung Priok pada posisi 060 06’ 30’’ LS - 1060 47’ 50’’ BT. Peta lokasi (batas wilayah) pada Lampiran 5. 4.2.2. Keadaan Hidro – Oseanografi 4.2.2.1. Hidrografi Keadaan pantai di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa landai dengan dasar laut berupa lumpur, luas daratan 66,96 ha dan luas perairannya 1.209 ha luas kolam yang ada adalah 24,9 ha dengan kedalaman 3 - 4 LWS sedangkan alur panjangnya 2.000 m, lebar 40 m dan kedalaman minimum alur 4 m LWS. Berdasarkan hasil laporan yang diperoleh dari PT. (Persero) Pelindo II cabang Pelabuhan Sunda Kelapa (2004), menunjukkan bahwa keadaan kontur laut di sekitar kolam Pelabuhan Sunda Kelapa beragam dengan kedalaman maksimum sekitar 5 meter dan lower water sucface (LWS) dan kemiringan dasar laut (seabed) di sekitar kolam pelabuhan sangat Iandai, sehingga perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya pendangkalan sebagai akibat dari adanya sedimen transpor (lumpur) dan muara Sungai Ciliwung cukup besar. 4.2.2.2. Pola Arus dan Pasang Surut Menurut hasil laporan PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta (2004) Pelabuhan Sunda Kelapa posisi stasiun arus tower : 050 45’ 34, 45’’ LS - 1070 00’ 4,11’’ BT. Kecepatan maksimun arus umum mencapai 1 knot dengan arah sekitar 050 terjadi pada waktu air surut. Arus bukan pasang surut mempunyai kecepatan sekitar 0,3 knot dengan arah 450 . Kecepatan air pasang surut mencapai 1,1 Knot pada waktu springtides, dengan arah sekitar 050 pada waktu air surut dan sekitar 2300 pada waktu air pasang Pasang surut laut di Pelabuhan Sunda Kelapa umumnya sama dengan Teluk Jakarta, yakni mempunyai sifat diurnal artinya mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari (Studi Master Plan Pelabuhan Sunda Kelapa, 1996). Permukaan air rata-rata (mean sea level) pada pasang purnama 86 cm
39 dan permukaan air rata-rata pada pasang mati 26 cm. Dengan uraian pasang surut sebagai berikut: (PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta, 2004) Air tertinggi (HHWS) Air tinggi (MHWS) Duduk tengah (MSL) Air terendah (MLWS) Chart datum (LWS) Air rendah terendah (LLWS) Muka surutan (ZO) Waktu tolok Sifat pasang surut
= = = = = = = = =
1,60 M LWS 1,20 M LWS 0,60 M LWS 0,40 M LWS 0,00 M LWS 0,30 M LWS 0,60 M LWS GMT + 07,00 Harian tunggal
Gerakan vertikal air laut selalu diikuti oleh gerakan horizontal yang lebih dilkenal sebagai pasang surut. Pola arus di Pelabuhan Sunda Kelapa lebih dipengaruhi oleh pasang surut laut. Selain itu pola arus yang terjadi juga dipengaruhi oleh morfologi Pelabuhan Sunda Kelapa. 4.2.2.3. Iklim Keadaan iklim yang ditinjau didasarkan pada data meteorologi yang dicatat oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) stasiun Jakarta selama periode tahun 1991-2000. Parameter-parameter iklim yang ditinjau meliputi curah hujan, temperatur udara, penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin. Keadaan curah hujan di daerah Jakarta dan sekitarnya yang didasarkan pada hasil pencatatan BMG stasiun Jakarta periode 1991 - 2000. Mempunyai curah hujan bulanan rata-rata 150,7 mm, curah hujan bulanan terbesar jatuh pada bulan Januari 351 mm, dan curah hujan bulanan terkecil jatuh pada bulan September dengan rata - rata 47,2 mm, sedang curah hujan rata - rata tahunan sebesar 1807 mm. Menurut teori Schmidt dan Ferguson, bahwa bulan basah adalah curah hujan rata – rata > 100 mm dan bulan kering adalah curah hujan rata - rata bulanan < 60 mm, sedangkan curah hujan rata - rata bulanan antara 60 mm - 100 mm dikategorikan bulan lembab. Berdasarkan teori tersebut di atas wilayah penelitian termasuk tipe iklim kelas A dimana curah hujan rata bulanannya lebih besar dari 100 mm, hal ini berarti secara keseluruhan termasuk bulan basah dengan nilai Q berkisar antara 0% - 4%. Temperatur udara rata-rata tahunan menurut BMG Jakarta periode 19912000 wilayah Jakarta adalah 31,9 °C, dengan temperatur rata-rata bulanan tertinggi jatuh pada bulan Juni dan September yaitu 32,7 °C dan temperatur udara rata-rata bulanan terendah 30,3 °C terjadi pada bulan Januari. Berdasarkan data
40 curah hujan dan temperatur udara bulanan dapat ditentukan tipe iklim setempat sesuai dengan klasifikasi tipe iklim menurut Koopen, termasuk tipe iklim Af yaitu tipe iklim hujan tropis. Penyinaran matahari merupakan keadaan sinar matahari yang sampai di permukaan bumi pada saat tertutup oleh awan dan dinyatakan dalam satuan persen. Data penyinaran matahari yang dicatat pada stasiun meteorologi Jakarta menunjukkan bahwa penyinaran di wilayah Jakarta cukup merata dari bulan ke bulan berikutnya (tak ada perbedaan mencolok). Penyinaran matahari terkecil terjadi pada bulan Januari (28%) dan tertinggi pada bulan Agustus (73%), penyinaran matahari rata - rata sebesar 51%. Pengkajian arah dan kecepatan angin dimaksudkan untuk mengetahui pola dominasi arah bertiupnya angin serta kecepatannya. Keadaan angin yang dipantau selama periode tahun 1991 - 2000 oleh stasiun BMG Jakarta menunjukkan bahwa pada bulan Desember sampai Maret angin cenderung dari arah barat, pada bulan April dan Mei angin cenderung dari arah timur, sedangkan pada bulan Oktober sampai dengan Nopember angin bertiup dari arah utara, kecepatan angin berkisar antara 01 sampai 04 knot. 4.2.3. Fisiografi, Geomorfologi dan Geologi 4.2.3.1. Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografi daerah Jakarta terdiri dan 3 jalur fisiografi yaitu : jalur daratan pantai Jakarta, jalur Bogor dan Bandung. Jalur daratan pantai Jakarta terbentang dari serang sampai Cirebon dengan lebar Iebih kurang 50 km, dibentuk oleh endapan aluvium sungai, rawa, pantai dan aliran lahar dari gunung api di Selatan. Jalur Bogor terbentang di sebelah Selatan jalur daratan pantai Jakarta, berupa jalur perbukitan yang terdiri dari lapisan-lapisan batuan sedimen tersier yang sudah terlipat. Aktivitas vulkanisme berupa terobosan batuan beku, tersebar di sepanjang jalur ini. Jalur Bandung menduduki daerah sebelah jalur Bogor, terdiri dari deretan perbukitan yang diselingi oleh cekungan antar gunung dan deretan gunung api yang merupakan bagian poros Pulau Jawa. 4.2.3.2. Geomorfologi Secara morfologi lokasi studi merupakan daratan yang menempati daerah sebelah Utara kipas aluvium hingga garis pantai dengan lebar kurang Iebih 6 km ke arah daratan dan terbentuk oleh adanya pertumbuhan pantai ke arah utara.
41 Daerah pantai ini merupakan suatu daratan yang luas dengan ketinggian antara 0 - 15 m di atas permukaan laut. Beberapa garis pematang pantai umumnya sejajar dengan garis pantai sekarang terdapat pada bagian utara dataran ini. Gugus-gugus dataran delta tampak di sebelah barat dan timur Teluk Jakarta, yang merupakan hasil pengendapan material yang keluar melalui muara Sungai Cisadane dan Sungai Bekasi. Dinamika perubahan garis pantai ke arah utara ditunjukkan dengan adanya tanggul-tanggul pematang pantai purba yang terdapat di sekitar Cilincing, Tanjung Priok dan Kapuk. Pertumbuhan pematang pantaii Jakarta tidak membentuk garis-garis lurus arah timur - barat tetapi relatif membusur. 4.2.3.3. Geologi Berdasarkan peta sebaran tekstur sedimen permukaan dasar laut yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan Geologi Kelautan Bandung (1992) dan Final Report of Site Selection Study serta Tanjung Priok Port Development oleh Public Port Corporation II 1990, maka karakteristik geologi tanah daerah Ancol dibentuk sebagian besar dari sedimentasi sungai berupa kombinasi antara lempung pasir (sandy clay) dan lempung sedikit berkerikil (slightly gravely mud). Kedua tipe sedimen tersebut terhampar memanjang dari barat ke timur di Pesisir Utara Jakarta. Jenis sandy clay seluas ± 41,88 km² membentang mulai dari batas Kali Angke di sisi barat hingga bagian barat Pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan lempung sedikit kerikilan seluas ± 41,56 km² membentang mulai dari Pelabuhan Tanjung Priok hingga Kali Bekasi di sisi timur. Sesuai informasi yang diterima dari bagian Teknik dan Informasi Pelabuhan Sunda Kelapa bahwa telah terjadi penurunan muka tanah daratan dikawasan pelabuhan sebesar rata-rata 7 cm/tahun. Berdasarkan laporan studi AMDAL
PANTURA,
penurunan
muka
tanah
tersebut
disebabkan
oleh
gejala/fenomena alam yang terjadi disekitar kawasan PANTURA. Untuk mengatasi hal tersebut, Pelabuhan Sunda Kelapa telah melakukan berbagai upaya pengelolaan dengan melakukan pembuatan tanggul disekeliling kolam pelabuhan dan melakukan pengurugan di beberapa titik lokasi yang mengalami penurunan muka tanah yang sangat nyata.
42 4.2.4. Lingkungan Sosial Ekonomi Budaya 4.2.4.1. Kependudukan Jumlah penduduk
Kawasan Sunda Kelapa khususnya
di Kelurahan
Penjaringan Kecamatan Penjaringan tahun 2000 tercatat 51.763 jiwa, pada tahun 2001 mengalami peningkatan
tercatat
68.094 jiwa, tahun 2002 mengalami
penurunan tercatat 52.777 jiwa, tahun 2003 jumlahnya mencapai 55.839 jiwa dan tahun 2004 tercatat 55.668 jiwa mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sedangkan Kelurahan Ancol Kecamatan Pademangan tahun 2000 tercatat 18.823 jiwa, pada tahun 2001 mengalami peningkatan tercatat 22.316 jiwa, tahun 2002 mengalami penurunan
tercatat 17.768 jiwa, tahun 2003 jumlahnya mencapai
17.558 jiwa dan tahun 2004 tercatat 17.449 juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hal ini kemungkinan disebabkan pula karena adanya migrasi keluar wilayah. Bila dibandingkan dengan kelurahan lain yang termasuk dalam Kecamatan Pademangan, jumlah dan tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong rendah, hal ini disebabkan sebagian besar lahan dipergunakan untuk keperluan perkantoran, perdagangan, pusat bisnis dan rekreasi serta pelabuhan perikanan. Untuk lebih jelas jumlah penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol disajikan pada Gambar 7, jumlah penduduk berdasarkan kepadatan pada Gambar 8 dan jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol dapat dilihat pada Gambar 9.
20.000 Kel.Penjaringan Kel.Ancol
17.220
18.000 16.000 14.000
13.347
13.090
14.121
14.056
12.000 10.000 8.000 6.000 4.000
3.262
3.868
4.654
4.625
3.079
2.000 0 2000
2001
2002
2003
2004
Sumber: Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara tahun 2000 - 2004 (diolah)
Gambar 7. Jumlah penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol tahun 2000 -2004
43 80.000
Kel.Penjaringan Kel.Ancol
68.094 70.000
55.839
60.000
52.777
51.763
55.668
50.000
40.000
30.000
22.316
18.823
17.449
17.558
17.768
20.000
10.000
0 2000
2001
2002
2003
2004
Sumber: Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara tahun 2000 - 2004 (diolah)
Gambar 8. Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan di Kelurahan Ancol dan Penjaringan tahun 2000 -2004
140
128
Kel.Penjaringan
123
Kel. Ancol
120
105
102
102
100
93
80
123
122
92
71
60
40
20
0 2000
2001
2002
2003
2004
Sumber: Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara tahun 2000 - 2004 (diolah)
Gambar 9. Rasio jenis kelamin penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol tahun 2000 -2004 4.2.4.2. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Sebagian
besar
pedagang/wiraswasta
penduduk
bermata
pencaharian
sebagaii
dan karyawan. Penduduk yang bermata pencaharian
sebagai pedagang/wiraswasta umumnya berdagang di pusat-pusat di sekitar wilayah Jakarta Utara. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai karyawan umumnya bekerja sebagai karyawan swasta pada industri-industri, pelabuhanpeIabuhan dan perkantoran di wilayah Jakarta. Jenis mata pencaharian penduduk di Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol dapat dilihat pada Gambar 10.
44
6.500
7.000
Kelurahan Penjaringan Kelurahan Ancol
6.000 5.000
4.199
4.110
4.159
3.970
4.000
3.100
3.000 1.500
1.400
2.000
734
1.000
543 269
174
997 61
1.211 452
1.000 390
K. Swasta Pedagang
Buruh
Nelayan
PNS
TNI/POLRI Pensiunan S.lainnya
Lain-lain
Sumber: Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara, 2004 (diolah)
Gambar 10. Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Penjaringan dan Ancol 4.2.4.2. Fasilitas Perekonomian Fasilitas perekonomian yang terdapat di Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan antara lain terdiri dari satu (1) unit pasar inpres, 1 unit pasar lingkungan, I unit pasar swalayan, I unit waserda, 4 lokasi pedagang kaki lima, 24 warung makan, 3 restoran, 2 motel, 6 hotel, 27 bank, 6 koperasi simpan pinjam dan 53 perusahaan industri. Fasilitas perekonomian yang lebih beragam dan lengkap dapat diperoleh di kelurahan lainnya dalam wilayah kecamatan Pademangan. Sedangkan fasilitas perekonomian yang terdapat di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan antara lain terdiri dari tiga (3) unit pasar lingkungan, 1 unit pasar swalayan, 2 unit waserda, 3 lokasi pedagang kaki lima, 93 warung makan, 6 restoran, 2 losmen, 3 bank, 4 koperasi dan 69 perusahaan industri. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 11. Kelurahan Penjaringan
Kelurahan Ancol
93
100 80
69 53
60 40
27
24
20 0 1
3 1
1 1
2 1
3 4
6
6 3
2 2
0
Restoran
Motel
Hotel
3
4 6
0 P. Inpres P.Lingk. P.Swlyan Waserda K. Lima
Wrg. Makan
Bank
K.Simpan Prsh.Idstri Pjm
Sumber: Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara, 2004 (diolah)
Gambar 11. Fasilitas perekonomian di Kelurahan Penjaringan dan Ancol
45 4.2.4.3. Agama Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan (78,79%), sedangkan penduduk Iainnya menganut agama Katholik 8,81% jiwa, protestan 3,30%, Hindu 0,7%, Budha 8,1% dan Iainnya 0,3%. Untuk menunjang kegiatan keagamaan penduduk di Kelurahan Ancol, tersedia sarana peribadatan yang terdiri dan 13 masjid, 19 musholla, 3 gereja dan 1 pura. Seperti halnya penduduk Kelurahan Ancol, sebagian besar penduduk Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan menganut agama Islam (77,15%), sedangkan penduduk Iainnya menganut agama katholik 2,33% jiwa, protestan 3,25%, Hindu 0,4%, budha 16,61% dan Iainnya 0,26%. Untuk menunjang kegiatan keagamaan penduduk di Kelurahan Ancol, tersedia sarana peribadatan yang terdiri dari 25 masjid, 42 musholla, 3 gereja, 1 pura dan kuil/kelenteng. Jumlah rumah ibadah menurut agama masing-masing disajikan pada Gambar 12.
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kelurahan Penjaringan Kelurahan Ancol
77,15 78,79
2,33 Islam
8,81
Katholik
3,25 3,3 Protestan
0,4
0,7
Hindu
16,61 8,1 0,26 Budha
0,3
Lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara, 2004 (diolah)
Gambar 12. Persentase agama yang dianut penduduk di Kelurahan Ancol dan Penjaringan 4.2.4.4. Budaya Tingginya persentasi penduduk pendatang baik yang sudah menetap maupun yang bersifat musiman serta aksesibilitas yang cukup baik ke lokasi lokasi strategis, sangat mempengaruhi karakter penduduk sekitar pelabuhan,, mereka Iebih terbuka menerima pendatang baru/orang luar maupun nilai-nilai baru yang datang. Seperti halnya penduduk dibagian kota Jakarta Iainnya yang sudah berasimilasi, adat istiadat daerah asalnya sudah tidak begitu kuat mewamai kehidupan mereka sehari-hari. Namun masih terdapat beberapa upacara
46 keagamaan yang tetap dilaksanakan, seperti khitanan, kematian dan upacara yang berkaitan dengan hari-hari besar agama (khususnya agama Islam). Di Kelurahan Penjaringan terutama di kampung Luar Batang yang masuk kedalam kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan kawasan Kota Tua yang direvitalisasi menjadi kawasan kota peninggalan sejarah dengan mesjid berarsitektur betawi pesisir (Mesjid Luar Batang) dan juga terdapat Makam Al Idrus termasuk juga Delta Sunda Kelapa dengan Menara Syahbandar dan Mesium Bahari, Kali Opak dengan muara Sungai Ciliwung yang dijadikan galangan kapal, Eks Kastil Batavia, Kali Besar dengan area perdagangan tertua di Jakarta, area perpindahan moda transportasi air dan darat, Taman Fatahillah (Fenomena Old Civic Center), VOC, Stasiun Kota, Pecinan (bangunan khas China) dan Pekojan (bangunan khas Arab). Revitalisasi ini bertujuan menghidupkan kembali kawasan sejarah dengan cakupan
program
meliputi
pengembangan
mesium
pusat
seni
budaya,
pembangunan monumen (memorial site) dan mesium peringatan Fatahillah (Jayakarta Promenada yang merentang dari pasar ikan hingga ke ujung Muara Baru). Mesjid Luar Batang masih ramai dikunjungi sebagai tempat religius mulai dalam negeri maupun mancanegara. Jumlah kunjungan turis domestik dan mancanegara yang berkunjung di Pelabuhan Sunda Kelapa periode tahun 1999 2004 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah kunjungan turis domestik dan mancanegara yang berkunjung pada Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 - 2004. Tahun
Turis Asing (Orang)
Total Turis Turis Asing Domestik
USA Eropa Asia Jepang Asean Australia 1999 611 4.027 1.063 2.578 1.154 422 9.855 2000 240 2.962 1.102 1.836 1.500 470 8.110 2001 371 10.907 508 509 348 351 12.994 2002 133 11.351 226 114 3 172 11.999 2003 17 6.079 248 143 63 6.550 2004 2 11.949 131 101 12.183 Sumber: PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (Diolah)
1.078 2.615 2.013 1.766 1.869 2.445
Total 10.933 10.725 15.007 13.765 8.419 14.628
Tabel 6 menunjukkan jumlah kunjungan turis mancanegara dan turis domestik di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta telah mengalami fluktuasi. Naik turunnya jumlah kunjungan turis tersebut akibat kurang kondusifnya Ibukota Negara terutama pada tahun 2003 tercatat hanya 6.550 orang turis mancanegara dan 1.869 orang turis domestik.
47 4.2.5. Rencana Peruntukan Lahan Terintegrasi Titik berat pengembangan RTRW Kecamatan Penjaringan hingga tahun 2005 adalah peningkatan kualitas Iingkungan, agar pada akhir tahun 2005, penduduk yang bermukim di sini akan menikmati kehidupan yang jauh lebih baik daripada sekarang. Disamping itu, untuk menahan dan membatasi perkembangan di RTRW ini dikembangkan kegiatan rekreasi dalam skala besar, sebagai penahan berkembangnya kegiatan-kegiatan yang memiliki intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi. Kegiatan bahari sebagai inti daerah pantai akan tetap dikembangkan, beserta
kegiatan lain yang erat kaitannya, terutama dalam kualitasnya.
Secara garis besar, pengembangan ruang RTRW Kecamatan Penjaringan, khususnya Wilayah Pengembangan Utara, akan memiliki arah pengembangan: Peningkatan kualitas lingkungan terutama pada pemukiman penduduk berpenghasilan rendah. Pengembangan kegiatan bahari pada pelabuhan yang ada dan daerah sekitarnya. Memperluas pengembangan rekreasi pantai melalui reklamasi pantai. Berarti di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dikembangkan kegiatan bahari dan rekreasi pantai. Sedangkan untuk mengatasi kekurangan lahan, dapat dilakukan reklamasi pantai. Sesungguhnya, dalam RTRW Kecamatan Penjaringan, arahan pengembangan untuk sepuluh sektor, yaitu perumahan, industri, perdagangan dan jasa, transportasi, fasilitas umum, air minum dan sumber air, sanitasi, drainase dan pengendalian banjir, utilitas umum, dan ruang terbuka hijau.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kebijakan Lingkungan Pelabuhan Saat ini Kebijakan yang berjalan saat ini sangat menentukan bagi keberlangsungan kualitas lingkungan pelabuhan baik perairan umum maupun fungsi peruntukan publik. Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa yang diindikasikan berkualitas baik ditandai oleh kondisi kualitas perairan, fasilitas pelabuhan dan manajemen SDM yang profesional. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang baik diperlukan adanya penetapan perumusan kebijakan dengan terlebih dahulu menggunakan indikator, yaitu komponen atau variabel yang diperlukan untuk mengukur efektivitas sistem pengelolaan. Penyusunan kebijakan pengelolaan lingkungan terlebih dahulu mengacu pada indikator peningkatan kualitas lingkungan yang baik. Indikator disajikan sebagai informasi tentang variabel pendukung agar efektivitas pengelolaan tercapai. Perumusan kebijakan perencanaan untuk keterpaduan dalam penilaian kualitas
lingkungan
pelabuhan,
juga
diharapkan
dapat
ditetapkan
dengan
menggunakan indikator yang telah diputuskan bersama. Indikator merupakan gambaran tentang kondisi umum dan kualitas lingkungan yang baik atau menjadi koridor dalam pembuatan sesuatu untuk dirumuskan dan ditetapkan menjadi suatu kebijakan secara terpadu. Indikator tersebut juga dapat memberikan gambaran pengaruh satu sama lain dari masing-masing item yang ada dalam indikator tersebut. Sedangkan kebijakan menggunakan pendekatan bukan pasar dilakukan dengan menggunakan kebijakan command and control (CAC) atau perintah dan pengawasan, seperti administrasi dan perundang-undangan (Turner et al. 1994; Fauzi 2004). 5.1.1. Aspek Peraturan Peraturan adalah suatu keputusan yang mengikat dan harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Apabila tidak dilaksanakan, keputusan akan memperoleh sanksi sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Peraturan perundangan yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan PP No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dan Keputusan Menteri
49
Lingkungan
Hidup
nomor
51
tahun
2004
tentang
baku
mutu
air
laut.
Fragmentasi pengelolaan dalam suatu kawasan atau wilayah didasari oleh peraturan perundangan, jika peraturan tersebut tidak diimplementasikan sesuai dengan kebijakan yang berlaku dapat menimbulkan konflik pengelolaan kepentingan antar pemangku kepentingan atau instansi yang terlibat. Pada penelitian ini, kita meninjau ulang peraturan-peraturan dan kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk lebih jelasnya aspek peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan pelabuhan disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Peraturan tentang pengelolaan lingkungan yang digunakan dalam pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa No. 1. 2. 3.
Peraturan
4.
Undang-Undang R.I No. 24 Tahun 1992 Undang-Undang R.I No. 23 Tahun 1997 Undang-Undang R.I No. 22 Tahun 1999 dan 32 Tahun 2004 Undang-Undang R.I No. 34 Tahun 1999
5. 6. 7.
Undang-Undang R.I No. 27 Tahun 1999 PeraturanPemerintah No. 20 Tahun 1990 Kepmen. LH No. 17 Tahun 2001
8.
Surat Edaran Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 08/SE/MENKLH/6/1987 Peraturan Daerah Khusus Ibukota JakartaNo.5 Tahun 1988 Perda Khusus Ibukota Jakarta No. 10 Tahun 1988 Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 587 Tahun 1980 Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1002 Tahun 1985
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995
Tentang Penataan ruang Pengelolaan lingkungan hidup Otonomi Daerah Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Indonesia Jakarta Analisis mengenai dampak lingkungan Pengendalian pencemaran air Jenis usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan beserta lampirannya Prosedur penanggulangan kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan Kebersihan lingkungan dalam wilayah DKI Jakarta Penyelenggaraan dan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Rencana Tata Ruang DKI tahun 2000-2005 Penetapan kriteria ambien bising wilayah DKI Jakarta Koordinasi dan mekanisme pengendalian pencemaran lingkungan dalam wilayah DKI Jakarta Peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu air limbah DKI Jakarta beserta lampirannya Perizinan pembuangan limbah cair
Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 30 Tahun 2001 16. Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Baku mutu kualitas udara ambien dan baku No. 551 Tahun 2001 tingkat kebisingan di Provinsi DKI Jakarta 17. Intruksi Gubernur DKI Jakarta No. 1179 Pencegahan pengotoran udara, air dan lepas Tahun 1983 pantai dalam wilayah DKI Jakarta 18. Keputusan Menteri Perhubungan No. 83 Pedoman perencanaan di lingkungan Tahun 1998 Departemen Perhubungan Sumber : PT. (Persero) PELINDO II cabang Sunda Kelapa, 2003
50
5.1.2. Realisasi Pengelolaan Lingkungan Kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa berpedoman pada peraturan-peraturan yang berhubungan dengan lingkungan, terutama analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), marine pollution (MARPOL) dan standard operating prosedure (SOP). Hasil kajian PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta (2004), tentang rencana pengelolaan lingkungan (RKL) yang disahkan oleh Menteri Perhubungan, menunjukkan bahwa ada beberapa komponen dari rencana pengelolaan lingkungan yang sudah terealiasi dan ada juga yang belum dilaksanakan seperti penerapan law enforcement dari SOP mengenai limbah kapal, penyediaan tempat penampungan oli bekas, bahkan ada yang perlu penambahan seperti penyediaan tong sampah, pengawasan penerapan law enforcement belum optimal dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar tentang kebersihan perlu dilakukan terus menerus dan bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya komponen, rencana dan realisasi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta dapat disajikan pada Tabel 8.
51
Tabel 8. Komponen, rencana dan realisasi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. No I 1.
Komponen Lingkungan Fisik-Kimia Kualitas air
Rencana Pengelolaan Lingkungan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
II.
Sosekbud
2
Kesempatan kerja
1.
3.
Mempertahankan penggunaan TKBM Pengawasan kebersihan Dermaga Pembuatan Peraturan Kebersihan. Pengawasan kebersihan Dermaga Perbaikan drainase
4.
Penyediaan MCK
2. 3
Kebersihan Lingkungan
1. 2.
4.
Persepsi Masyarakat
Pengawasan penerapan MARPOL 1973 beserta Law Enforcementnya. Penerapan Law Enforcement dari SOP mengenai limbah kapal. Penyediaan tong sampah disekitar gudang dan dermaga Menyediakan tempat penampungan oli bekas. Pelaksanaan pengerukan sesuai dengan SOP. Meneruskan kegiatan membuat alat perangkap sampah dan jaring di perairan sekitar rumah penduduk. Mengoperasikan perahu yang dilengkapi dengan jaring / serok pengambil sampah. Penyuluhan kepada masyarakat sekitar tentang kebersihan dan sampah.
Penyuluhan pada masyarakat
Realisasi Sudah dilaksanakan
Keterangan Belum optimal
Belum dilaksanakan Sudah dilaksanakan Belum dilaksanakan Sudah dilaksanakan
Masih perlu tambahan
Sudah dilaksanakan
Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan
Perlu dilakukan terus menerus bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta
Sudah dilaksanakan Belum dilaksanakan Sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan Belum dilaksanakan Sudah dilaksanakan
Sumber : PT. (Persero) PELINDO II cabang Sunda Kelapa, 2003
5.1.3. Limbah dan Penanganannya Limbah yang ada di lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa adalah berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair berasal dari kegiatan perkantoran berupa limbah domestik dan limbah kapal. Limbah domestik dari 4 unit toilet ditampung di
52
septik tank dengan kapasitas 20 m³. Sedangkan pada unit-unit perusahaan mitra terdapat masing-masing 1 unit toilet dengan kapasitas septik tank 4 m³/unit. Sedangkan limbah padat yang berasal dari kegiatan bongkar muat berupa serpihanserpihan kayu, dan ceceran kapur, semen, kwarsa kaolin, dan lain-lain yang hanya ada dalam kegiatan bongkar muat. Limbah padat dikumpulkan dan dibuang pada tempat pembuangan yang telah disediakan. Sementara sampah-sampah di areal perkarangan dan perkantoran dikumpulkan dan selanjutnya diangkut oleh dinas kebersihan. Secara rinci kegiatan di Pelabuhan Sunda Kelapa dan limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jenis kegiatan, sumber, parameter dan volume limbah di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. No. I.
Nama Perusahaan Pelabuhan Sunda Kelapa Kantor
Jenis kegiatan
Sumber Limbah
Parameter Limbah
Volume Limbah
Perkantoran
Limbah Domestik, limbah padat
BOD,COD, Zat organic, sampah kering
Limbah cair: 5 m³/hari, Limbah padat 0,5 m³/hari. Sampah 0,5 m³ /hari.
Lalu lintas dan tempat berlabuh kapal Penumpukan barang
Limbah padat dan cair
Sampah, Oli, minyak
Limbah padat
2 m³ /hari.
1.
Kolam Pelabuhan
2.
Lapangan Penumpukan
3.
Dermaga
Bongkar muat, Penumpang
Limbah padat
4.
Gudang
Pergudangan
Limbah padat
Ceceran kayu, Kaolin, semen, sampah kering sampah kering, Ceceran kayu, Kaolin. Sampah kering
II.
BOT
1.
Sinar Mas Tunggal PT. Tripindo Perkasa PT. DDG PT. Putra Madya Jaya Giri PT. Muara Baru Fortuna
Gudang Arsip Bank BII Pergudangan
Limbah Padat
Sampah kering
0,1 m³ /hari
Limbah Padat
Sampah kering
0,1 m³ /hari
Pergudangan Pergudangan
Limbah Padat Limbah Padat
Sampah kering Sampah kering
0,1 m³ /hari 0,1 m³ /hari
Dermaga Batubara
Limbah padat, abu batu bara
1 m³ /hari
Dermaga curah kelapa sawit dan pasir Marina
Limbah padat, partikel pasir
Ceceran batubara, sampah kering, debu Ceceran sawit, debu Minyak, Oli, BOD, COD, Zat organik
Limbah cair 5 m³/hari, Domestik 1 m³/hari:
2. 3. 4. 5.
6.
PT. Karya Tehnik Utama
7.
PT. Caputra Enterprise
Limbah cair, limbah domestik
Sumber: PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa (diolah), 2006 Keterangan: BOT = Build operate transfer
1,5 m³ /hari. 1 m³ /hari.
1 m³ /hari
53
5.2. Dimensi Ekologi 5.2.1. Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kesesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan kondisi eksisting kawasan pelabuhan dan berpedoman pada rencana rinci tata ruang wilayah Kecamatan Penjaringan. Letak Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta saat ini sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah. Ditinjau dari segi perwilayahan
pembangunan, pelabuhan ini berada pada wilayah pengembangan utara dan wilayah pengembangan barat laut juga sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 1999 tentang rencana tata ruang wilayah DKI Jakarta (Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2005). Kajian tentang kesesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW) ini juga menggunakan penilaian pakar (expert) sebagai penentu kebijakan. Kesesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW) Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta dalam rencana rinci tata ruang wilayah Kecamatan Penjaringan. 5.2.1. Kondisi Kualitas Air di Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air mendefinisikan beberapa istilah sebagai berikut: kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003). Pemantauan kualitas air di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa yang dilakukan saat penelitian, dilakukan pengambilan sampel air di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa pada 3 titik lokasi dan pada masing-masing titik dilakukan 3 kali pengambilan sampel. Penentuan titik dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa titik-titik tersebut dapat mewakili kondisi kualitas air di pelabuhan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mencemari dan atau merusak lingkungan laut. Di dalam keputusan menteri negara lingkungan hidup tersebut terdapat baku mutu air laut untuk perairan pelabuhan dan merupakan
54
acuan dalam kajian ini. Ada beberapa parameter kualitas air yang yang dilihat pada kajian ini diantaranya parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi. Adapun parameter-parameter sebagai indikatornya adalah sebagai berikut. a) Parameter Fisika Untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan di Pelabuhan Sunda Kelapa perlu dilakukan analisis kualitas air. Kualitas perairan tersebut mencakup parameter fisika yang terdiri dari : kedalaman perairan (m), kecerahan (m), kekeruhan (NTU), total padatan tersuspensi (TSS) ((mg/l), suhu perairan (0C), ada tidaknya sampah dan lapisan minyak. Hasil analisis kualitas air berdasarkan parameter fisika tersebut dibandingkan dengan baku mutu air laut peruntukan pelabuhan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa termasuk tercemar atau tidak. Beberapa kriteria dalam parameter fisika serta baku mutu dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai rata-rata pengukuran parameter fisika air laut di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. No. 1 2 3 4 5 6 7
Parameter fisika Kedalaman Kecerahan a Kekeruhan TSS b Suhu c Sampah Lapisan minyak 5
Satuan (m) (m) (NTU) (mg/l) (0C) -
Stasiun pengamatan 1 2 3 6,5 4,5 3,0 0,800 0,500 0,230 6,588 8,760 17,347 14,79 20,716 41,889 31 32 32 Tidak Ada Ada Ada Ada Ada
Baku mutu Alami >3 <5 80 Alami 3(c) Nihil 1(4) Nihil 1(5)
Hasil pemantauan kualitas air laut di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa secara fisik pada masing-masing titik pengambilan sampel nilai kecerahan dan kekeruhan melewati ambang batas, sedangkan TSS masih di bawah nilai ambang batas. Pada kawasan ini juga masih terdapat sampah yang mengapung yaitu berupa sampah organik dan anorganik dan terdapat lapisan minyak. Rendahnya nilai TSS seharusnya menghasilkan nilai kecerahan yang tinggi, namun tidak demikian halnya dengan hasil penelitian ini. Rendahnya nilai kecerahan kemungkinan disebabkan oleh lapisan minyak yang ada di setiap titik pengambilan sampel.
55
b) Parameter Kimia Parameter kimia kualitas perairan Pelabuhan Sunda Kelapa yang ditinjau dalam kajian ini mencakup : pH, salinitas (ppt), NH3 (mg/l), H2S (mg/l), NO3 (mg/l), NO2. (mg/l), total pospat (mg/l), DO (mg/l), BOD (mg/l), COD (mg/l), Pb dan Cd. Beberapa kriteria dalam parameter kimia dengan baku mutunya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai rata-rata pengukuran parameter kimia air laut di Pelabuhan Sunda Kelapa. No.
Parameter
Satuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kimia pHd Salinitas e NH3 H2S N03 N02 Total pospat DO BOD COD Pb (timbal) Cd (kadmium)
(ppt) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Stasiun pengamatan 1 2 3 7 – 8.45 30,553 0,24282 26,848 0,197 0,0186 0.0531 5,14 5,223
7 – 8,46 7 – 8,56 30,443 30,3 0,25245 0,261 19,33 18,033 0,2198 0,2163 0,0196 0,1298 0,0759 0,0489 4,9483 5,729 4,05 3,943
181.504
181.096
181.356
10,62 0,23
11,324 0,3007
12,76 0,3303
Baku mutu 6.5 - 8.5 Alami 0,300 0,300 0,020 0,020 0,015 >5 10 20*) 0,05 0.01
Keterangan : *)
Baku Mutu menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992) pada perairan alami 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu dalam lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euphotic b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi ratarata musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 20C dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman
56
Dari hasil pemantauan dan hasil analisis laboratorium terhadap komponen lingkungan (kualitas air) di kawasan Pelabuhan Sunda kelapa untuk parameter kimia seperti : Sulfida (H2S), nitrat (N03), total pospat, biochemical oxygen demand (BOD), COD, timbal (Pb) dan kadmium (Cd) nilainya sudah melewati nilai ambang batas untuk peruntukan pelabuhan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut peruntukan sebagai pelabuhan dan Baku Mutu menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992) pada perairan alami. Sedangkan parameter kimia lainnya mencakup pH perairan, salinitas dan DO (dissolved oxygen) masih bisa ditolerir (di bawah nilai ambang batas). Nilai pengamatan yang telah melampaui NAB mengandung makna bahwa pada perairan tersebut telah mengalami pencemaran. Pencemaran tersebut terjadi sebagai akibat akumulasi limbah, baik yang berasal dari point source (industri) maupun non point source (limbah domestik). c) Parameter Biologi Makrozoobenthos Hasil pemantauan di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa ditemukan beberapa jenis makrozoobenthos. Komposisi makrozoobenthos yang terdapat di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 di dominasi oleh Mactra sp, disajikan pada Gambar 13. Pada stasiun 1 (Gambar 13.a) terdapat 87% (175 ind/m2) Mactra sp, selanjutnya pada stasiun 2 (Gambar 13.b) terdapat 74 % (122 ind/m2) Mactra sp dan pada stasiun 3 (Gambar 13.c) terdapat 77 % (101 ind/m2) Mactra sp. Komposisi KomposisiMakrozoobenthos MakrozoobenthosdidiPelabuhan Pelabuhan Sunda SundaKelapa KelapaStasiun Stasiun11
Komposisi KomposisiMakrozoobenthos Makrozoobenthosdidi Pelabuhan Sunda Pelabuhan SundaKelapa Kelapastasiun stasiun22
2%2%4%4% 7% 7%
Barbatia BarbatiaSp. Sp. Mactra MactraSp. Sp.
87% 87%
Chione Chioneundotella undotella Triptip TriptipSp. Sp.
2%2% 2% 2%2% 2%
2%2%
20% 20%
74% 74%
Tellina Tellina Mactra Mactra Barbatia Barbatia
Komposisi KomposisiMakrozoobenthos Makrozoobenthosdidi Pelabuhan Sunda Pelabuhan SundaKelapa KelapaStasiun Stasiun33 21% 21%
77% 77%
Chione Chioneundotella undotella Turitella Turitellabacilum bacilum
Tellina Tellina Chione Chioneundotella undotella Mactra Mactra
Gambar 13. Komposisi makrozoobenthos pada stasiun 1,2 dan 3 di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
57
Dominasi jenis makrozoobenthos di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa diduga karena tingginya tingkat pencemaran yang masuk ke badan perairan. Sehingga jenis makrozoobenthos yang mampu hidup di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa sampai saat penelitian dilakukan hanya ditemukan mactra sp dalam jumlah yang besar, sementara jenis lain jumlahnya sangat kecil seperti Barbatia sp, Chione undotella, Tellina sp, Triptip sp dan Turitella bacilum. Gambar makrozoobenthos yang ditemukan di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa pada Lampiran 6. Fitoplankton Kelimpahan fitoplankton yang terdapat pada perairan Pelabuhan Sunda Kelapa pada stasiun 1 dan 2 didominasi oleh skeletonema sp. Pada stasiun 1 sebesar 87% (1.543 ind/l) dan stasiun 2, 70% (1092 ind/l) sedangkan pada stasiun 3 didominasi oleh Chaetocheros sp dengan kelimpahan 62 % (690.144 ind/l). Untuk lebih jelasnya kelimpahan fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 15.
Kelimpahan KelimpahanFitoplankton FitoplanktondidiPelabuhan Pelabuhan Sunda Kelapa pada Stasiun Sunda Kelapa pada Stasiun11 11% 11%
Kelimpahan KelimpahanFitoplankton FitoplanktondidiPelabuhan Pelabuhan Sunda Kelapa pada Stasiun Sunda Kelapa pada Stasiun22 9% 9%
1%1% 1%1%
1% 4% 1% 4%
10% 10%
6% 6%
70% 70%
87% 87% Coscinodiscus Sp. Nitzchia Sp. Skeletonema Sp. Chaetocheros Sp. Coscinodiscus Sp. Nitzchia Sp. Skeletonema Sp. Chaetocheros Sp.
Coscinodiscus Sp. Coscinodiscus Sp. Skeletonema Sp. Skeletonema Sp.
Ceratium Sp. Ceratium Sp. Chaetocheros Sp. Chaetocheros Sp.
Nitzchia Sp. Nitzchia Sp. Pleurosigma Sp. Pleurosigma Sp.
Kelimpahan KelimpahanFitoplankton FitoplanktondidiPelabuhan Pelabuhan Sunda Kelapa pada Stasiun Sunda Kelapa pada Stasiun33 38% 38% 62% 62%
Skeletonema Sp. Skeletonema Sp.
Chaetocheros Sp. Chaetocheros Sp.
Gambar 15. Kelimpahan fitoplankton pada stasiun 1,2 dan 3 di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
58
5.3. Dimensi Ekonomi 5.3.1. Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa Hasil kajian Pelindo II cabang Sunda Kelapa tahun 2005, diperoleh jumlah kunjungan kapal atau volume pendaratan selama kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2004. Kapal yang mendarat di Pelabuhan Sunda Kelapa terdiri dari kapal pelayaran rakyat, kapal pelayaran dalam negeri, kapal tongkang dan kapal penumpang. a) Arus Kunjungan Kapal Pelayaran Rakyat di Pelabuhan Sunda Kelapa Berdasarkan hasil kajian Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta (2005), arus kunjungan kapal pelayaran rakyat di Pelabuhan Sunda Kelapa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 rata-rata 1.185 unit kapal dengan tonase kapal rata-rata 281.209 GT.
Untuk lebih jelasnya jumlah arus kunjungan kapal
pelayaran rakyat di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 16. 1.600
400
227.585
1.173
600
258.553
247.532
1.059
800
350.000
278.091
1.127
1.000
342.727
1.359
1.200
1.394
1.400
400.000
Unit Kapal GRT
997
332.765
300.000 250.000 200.000 150.000 100.000
200
50.000
0
0 99 19
00 20
01 20
02 20
03 20
04 20
Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 16. Arus kunjungan kapal pelayaran rakyat di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta periode tahun 1999 - 2004. b) Arus Kunjungan Kapal Pelayaran Dalam Negeri di Pelabuhan Sunda Kelapa Berdasarkan hasil kajian PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta (2005), arus kunjungan kapal pelayaran dalam negeri di Pelabuhan Sunda Kelapa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004, rata-rata tingkat arus kunjungannya 1.579 unit kapal dengan tonase kapal rata-rata 549.081 GT. Untuk
59
lebih jelasnya jumlah arus kunjungan kapal pelayaran dalam negeri di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 17. 2.500
800.000
761.738
700.000
500
1.429
1.601
1.408
1.000
485.915
451.479
1.608
449.719
533.364
1.507
1.500
612.274
600.000
1.922
Unit Kapal GRT
2.000
500.000 400.000 300.000 200.000 100.000
20 04
20 03
20 02
20 00
20 01
0
19 99
0
Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 17. Arus kunjungan kapal pelayaran dalam negeri di Pelabuhan Sunda Kelapa periode tahun 1999 - 2004. c) Arus Kunjungan Kapal Penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa Hasil kajian PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta (2005), untuk arus kunjungan kapal penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 dengan rata-rata tingkat arus kunjungan kapal penumpang 378 unit dengan tonase kapal rata-rata 287.733 GT. Untuk lebih jelasnya jumlah arus kunjungan kapal penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 18. 700
600.000 499.831
480.231
200
286 20 03
20 02
20 01
19 99
0
20 00
239
100
300.000 200.000
179.963
143.782
500.000 400.000
GRT
140
300
341.868
449
596
400
Unit Kapal
559
500
80.727100.000
0
20 04
600
Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 18. Arus kunjungan kapal penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa periode tahun 1999 - 2004.
60
d) Arus Kunjungan Kapal Tongkang di Pelabuhan Sunda Kelapa Berdasarkan hasil kajian PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta (2005), arus kunjungan kapal tongkang di Pelabuhan Sunda Kelapa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 rata-rata 43 unit pertahun dengan tonase kapal rata-rata 16.858 GT. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah arus kunjungan kapal tongkang di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 19. 25.000
60 23.457
Unit Kapal
50
GRT
38
40
40
50
45
18.771
14.663
20.000
15.000
30 10.539
10.000
20 5.000
10
20 04
20 03
20 02
20 01
20 00
0
19 99
0
Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 19. Arus kunjungan kapal tongkang di Pelabuhan Sunda Kelapa periode tahun 2001 - 2004 5.3.2. Arus Barang di Pelabuhan Sunda Kelapa Sejalan
dengan
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia
yang
mengalami
peningkatan cukup untuk memacu kegiatan industri di Indonesia akhir-akhir ini dapat dilihat dengan jelas pada arus barang yang terdapat di Pelabuhan Sunda Kelapa pada kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir mulai tahun 1999 sampai tahun 2004 dikelompokkan berdasarkan distribusi, perdagangan dan kemasan. a) Arus Barang Berdasarkan Perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa 2005, diuraikan bahwa rata-rata jumlah arus barang berdasarkan perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 untuk kategori bongkar sebesar 1.029.479 ton/m³. Sedangkan untuk kategori barang yang dimuat di Pelabuhan Sunda Kelapa sebesar 1.230.884 ton/m³. Untuk lebih jelasnya jumlah arus barang berdasarkan perdagangan di
61
Pelabuhan
Sunda
Kelapa
dapat
dilihat
800.000
20.
1.020.074
1.311.815 855.719
1.290.472
876.600
989.220
1.000.000
Dimuat (Ton/m³)
1.160.446
1.200.000
1.036.357
1.400.000
1.201.659
1.600.000
959.762
1.233.605
1.800.000
Gambar 1.626.454
Bongkar (Ton/m³)
pada
600.000 400.000 200.000 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Sumber : PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 20. Arus barang berdasarkan perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta tahun 1999 – 2004. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa (2005), rata-rata jumlah arus barang
perdagangan di
Pelabuhan Sunda Kelapa berdasarkan angkutan langsung baik melalui gudang maupun melalui lapangan antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 untuk kategori angkutan langsung rata-rata sebesar 1.675.934 ton/m³, untuk kategori arus perdagangan melalui gudang di Pelabuhan Sunda Kelapa rata-rata sebesar 212.832 ton/m³. Sedangkan untuk arus barang perdagangan melalui lapangan rata-rata sebesar 371.596 ton/m³. Untuk lebih jelasnya jumlah arus perdagangan barang berdasarkan angkutan langsung, melalui gudang dan melalui lapangan
di
Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 21. 2.500.000
Angk. Langsung (Ton/M3)
Melalui Gudang (Ton/M3)
Melalui Lapangan (Ton/M3) 1.960.734
2.000.000 1.655.891
1.618.941
1.638.670
1.612.474
1.568.899
1.500.000
1.000.000
44 6.8 26
50 8.9 41
79 5.4 23
56 3.1 36
01 9.6 21
97 4.9 33
81 9.1 18
15 1.8 32
61 2.4 17
64 9.6 40
28 3.4 19
98 0.9 38
500.000
1999
2000
2001
2002
2003
2004
0
Sumber : PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 21. Arus barang berdasarkan distribusi di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta tahun 1999 - 2004.
62
b) Arus Barang Berdasarkan Kemasan Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa (2005), diuraikan bahwa rata-rata jumlah arus barang kemasan di Pelabuhan Sunda Kelapa antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 untuk kategori general cargo rata-rata sebesar 878.119 ton/m³, untuk kategori bag cargo di Pelabuhan Sunda Kelapa rata-rata sebesar 699.035 ton/m³, untuk kategori curah cair rata-rata sebesar 31.481 ton/m³, untuk kategori barang lainnya/kayu 651.727 ton/m³. Sedangkan untuk kategori barang peti kemas untuk 2 tahun ratarata sebesar 427 box. Untuk lebih jelasnya jumlah arus barang berdasarkan kemasan barang di Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 22. General Cargo (Ton/m³) Bag Cargo (Ton/m³) Curah Cair (Ton/m³) Barang lainnya/kayu (Ton/m³) Peti Kemas (Box)
1.400.000
1.200.000
948.291
1.000.000
1.189.937
966.866
932.424
888.226
876.695 800.000
745.988 683.911 683.147
740.042
693.457
739.371
752.832
593.715 600.000
536.156
524.877 457.183
420.174
400.000
200.000
15.463
27.564
36.620
38.094
27.662
43.488
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 (diolah)
Gambar 22. Arus barang berdasarkan kemasan di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta tahun 1999 -2004. 5.3.3. Kontribusi Pajak Pelabuhan Sunda Kelapa Berdasarkan informasi dari pengelola pelabuhan PT. (Persero) Pelindo Pusat dan pengelola pelabuhan PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa bahwa Pelabuhan Sunda Kelapa tidak memberikan kontribusi langsung kepada Pemda, namun kontribusi pajak pelabuhan dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hal ini BUMN. Kontribusi pajak tersebut akan diberikan kepada seluruh pemerintah Kabupaten/Kota
Indonesia dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) dan dana
alokasi khusus (DAK). Pajak pelabuhan yang diberikan langsung kepada pemda Kotamadya Jakarta Utara dalam bentuk kerjasama retribusi parkir, IMB dan reklame. Pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak lain-lain yang dikeluarkan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk disetorkan kepada pemerintah pusat melalui BUMN
63
setiap tahun jumlahnya tidak tetap selama kurun waktu 6 tahun terakhir, mulai tahun 2000 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah kontribusi Pelabuhan Sunda Kelapa kepada Pemerintah Pusat. Pajak Pertambahan Nilai Pajak Lain-Lain Total Pajak Pertahun (PPn) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) 2000 368.000.000 43 .000.000 411.000.000 2001 326.000.000 112.000.000 438.000.000 2002 136.000.000 136.000.000 2003 89.000.000 20.000.000 109.000.000 2004 21.000.000 58.000.000 79.000.000 2005 128.000.000 73.000.000 201.000.000 Sumber : PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta 2006, (diolah) Tahun
Selanjutnya beberapa kebijakan tentang kontribusi bongkar muat barang pelayaran dalam negeri di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta, sebagai salah satu usaha pihak pengelola pelabuhan untuk mengurangi pencemaran lingkungan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Kesepakatan bersama PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa dengan mitra kerja. Uraian Kesepakatan Tentang Surat kesepakatan bersama 1. BM yang melakukan kegiatan bongkar muat antara PT. (Persero) Pelabuhan tanah kaolin dan barang mengganggu Indonesia II cabang Sunda bersedia memberikan biaya Supervisi fee Kelapa dengan DPC. APBMI sebesar Rp. 350,- per ton/m³; Sunda Kelapa nomor Hk. 2. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang 566/2/9/C.Pska-97 tanggal 1 Mei Sunda Kelapa mengeluarkan kembali 1997, tentang biaya supervisi sebesar Rp.50,- per ton/m³ dan diberikan bongkar muat tanah kaolin dan kepada DPC. APBMI untuk biaya kebersihan barang mengganggu di Kade dan operasional organisasi Baru Timur. 2. Surat kesepakatan bersama 1. Pengenaan kontribusi bongkar muat antara PT. (Persero) Pelabuhan dikenakan terhadap kegiatan bongkar muat Indonesia II cabang Sunda barang yang dilaksanakan oleh PBM. Kelapa dengan DPC.APBMI dan 2. Besaran kontribusi bongkar muat antara lain: DPC.INSA Sunda Kelapa No. Hk. a. Barang umum Rp. 300,- per ton/m³ ; 566/5/12/C.Pska-2003, nomor b. Barang curah kering Rp. 500,- per ton/m³ 007/APBMI.C/V/2003 dan nomor c. Barang curah cair Rp. 750,- per ton/m³ 002/DPC/Snd-A/V/2003 tanggal d. Petikemas :15.000,-/box 26 Mei 2003, tentang kontribusi - Ukuran 20´ Rp. 15.000,-/box bongkar muat barang di - Ukuran 40´ Rp. 30.000,-/box Pelabuhan Sunda Kelapa. - Ukuran >40´ Rp. 33.750,-/box Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta, 2006 1.
Keterangan:
DPC = Dewan pimpinan cabang APBMI = Asosiasi perusahaan bongkar muat Indonesia INSA = Indonesian national shipowner agency
64
5.3.4. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran di Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa Dalam menghitung nilai ekonomi dampak yang ditimbulkan dengan adanya aktivitas di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, dilakukan dengan pendekatan cost averting behavior method yaitu pendekatan untuk melihat perilaku dari pelabuhan dalam upaya mengatasi pencemaran dan besarnya biaya yang dikeluarkan Pelabuhan Sunda Kelapa. Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh di lapangan dan wawancara langsung dengan beberapa pengambil kebijakan di Pelabuhan Sunda Kelapa, mengindikasikan bahwa usaha yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran selama ini masih terbatas pada pembersihan sampah-sampah yang mengapung di kolam pelabuhan dan lingkungan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa. Adapun jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pemulihan kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa dari buangan sampah, baik yang berasal dari pemukiman yang ada di sekitarnya maupun dari sungai yang bermuara di perairan pelabuhan, termasuk sampah yang berasal dari aktifitas bongkar muat dan perkantoran yang ada di kawasan pelabuhan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah biaya kebersihan di Pelabuhan Sunda Kelapa Komponen biaya
Satuan
Jumlah Harga Nilai (Rp) (unit) (Rp/unit)
Jumlah
Biaya operasional Biaya tetap 3.456.000 1. Perawatan perahu Rupiah 6 24.000 144.000 1.500.000 2. Perawatan pengangkut sampah Rupiah 15 9.600.000 Rupiah 10 40.000 400.000 2 Cleaning Service 3.200.000 3. Truk Sampah Unit 2 100.000 200.000 500.000 4. Peralatan Kebersihan Unit 500.000 500.000 Biaya Variabel 6.000.000 1.Tenaga Kerja Orang 25 60.000 1.500.000 2. Bahan bakar (perahu) Liter 2.160.000 - Bensin Liter 120 4.500 540.000 912.000 - Oli Liter 12 19.000 228.000 1.280.000 - Solar Liter 80 4000 320.000 4.200.000 3. Konsumsi pekerja Orang 35 30.000 1,050.000 7.300.000 Biaya lain-lain Rupiah 7.300.000 40.108.000 Total biaya operasional/bulan Rupiah 481.296.000 Total biaya operasional/tahun Rupiah Sumber : PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2006 (diolah)
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa jumlah biaya untuk kebersihan lingkungan di kawasan pelabuhan yang dikeluarkan PT. (Persero) Pelindo II cabang
65
Sunda Kelapa dengan biaya operasional perbulan sebesar 40.108.000 rupiah dan jumlah total biaya selama satu tahun sebesar 481.296.000 rupiah. Jumlah biaya operasional merupakan hasil perhitungan yang dilakukan pada saat penelitian dan bisa berubah sesuai dengan kondisi pada
masa yang akan datang. Dengan
meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di sekitar kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dibarengi dengan kurangnya kesadaran masyarakat dan industri yang membuang sampah dan limbahnya ke laut menyebabkan biaya pengelolaan lingkungan menjadi cukup tinggi. Di samping itu fasilitas dan sarana yang berkaitan dengan pengolahan dan pengelolaan limbah yg ada di daratan maupun perairan Pelabuhan Sunda Kelapa seperti instlasi pengolah air limbah (IPAL) belum ada, hanya sebatas proses pembersihan sampah-sampah yang ada di daratan maupun yang mengapung di perairan kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa yang dilakukan dengan peralatan yang masih tergolong sangat sederhana seperti perahu dayung dan jaring. Sampah yang diambil di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa selanjutnya diangkut ke truk pengangkut sampah untuk di buang ke tempat pembuangan sampah. Sejalan dengan semakin meningkatnya volume dan jenis kegiatan pelabuhan di kawasan Sunda Kelapa, maka tekanan lingkungan terutama berupa pencemaran juga diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu selain upaya yang sifatnya kuratif (penanggulangan), upaya pengurangan beban pencemaran terhadap perairan Pelabuhan Sunda Kelapa juga harus dibarengi dengan usaha-usaha pencegahan (preventif) agar keberlanjutan pelabuhan dapat dipertahankan dengan lingkungan tetap terjaga. Upaya pencegahan pencemaran ini dapat dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dan penyediaan fasilitas umum pengolahan limbah/sampah. 5.4. Dimensi Sosial dan Budaya 5.4.1. Persepsi Stakeholders terhadap Pelabuhan Persepsi stakeholders pelabuhan merupakan pemikiran dalam diri tentang kepercayaan individu, penilaian dan perasaan yang didasari oleh nilai-nilai sosial dan budaya (Harding, 1998). Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil bahwa keberadaan Pelabuhan Sunda Kelapa bagi masyarakat sangat penting yaitu sebagai
66
pusat pelayanan jasa kepelabuhanan, aktivitas pelayaran, bisnis dan lapangan kerja bagi masyarakat yang berdomisili di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan Sunda Kelapa bagi sebagian besar stakeholders berpendapat bahwa Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pusat kota tua dan pusat pemerintahan tempo dulu. Nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh peninggalan masa lalu sebagai kota sejarah tetap dipertahankan. Perkembangan Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini masih tetap mempertahankan ketradisionalannya. Pelabuhan Sunda Kelapa memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan secara handal serta berperan sebagai pelabuhan wisata bahari. 5.4.2. Konflik Pelabuhan dengan Masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan temuan lapang masih terdapat penempatan lahan oleh Squatter di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, terutama di Kampung Japat Kelurahan Ancol, namun dalam hal ini pihak pengelola pelabuhan Sunda Kelapa tidak bisa mengambil tindakan, karena penempatan lahan oleh Squatter terjadi sebelum diterbitkan hak pengelolaan lahan oleh pemerintah pada tahun 1986, padahal mereka menempati lahan tersebut sebelum tahun 1986. Status lahan yang ditempati oleh penduduk tersebut kebanyakan tidak memiliki sertifikat hak milik, sehingga hanya memiliki hak guna bangunan atau hak guna pakai, walaupun hak guna lahan dipegang oleh pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. Jika pihak pengelola pelabuhan ingin menggunakan kembali lahan yang ditempati oleh penduduk. Dalam hal ini pihak pengelola berkewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menempati lahan tersebut, atau pihak pengelola mencari lahan baru untuk memindahkan pemukiman penduduk tersebut ke tempat pemukiman yang lebih layak. Hasil pengamatan langsung di pelabuhan masih banyaknya
masyarakat
membuang sampah ke perairan pelabuhan. Hal ini disebabkan masyarakat masih menganggap kolam pelabuhan tempat yang paling efektif sebagai tempat pembuangan akhir sampah rumah tangga. Hal ini telah sering terjadi sepanjang tahun, sehingga pihak pengelola pelabuhan mengalami kesulitan walaupun telah melakukan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan.
67
Informasi yang diperoleh dari masyarakat, tidak semua sampah dan limbah padat yang terdapat di perairan pelabuhan berasal dari pemukiman penduduk sekitar pelabuhan. Sampah, limbah padat, limbah cair dan gas yang terdapat di perairan pelabuhan juga berasal dari kegiatan pelabuhan itu sendiri. Selain itu limbah dan sampah juga berasal dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta dan yang berhubungan langsung dengan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa adalah Sungai Ciliwung dan Kali Opak . Beban pencemaran perairan Pelabuhan Sunda Kelapa disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat dalam upaya menjaga kualitas perairan pelabuhan yang baik, masih belum melembaga. Khususnya untuk pemukiman dan pelaku aktivitas dalam kawasan pelabuhan, tingkat kesadaran tersebut terbentuk dari persepsi yang kurang baik yaitu anggapan bahwa perairan pelabuhan tidak mungkin dapat menjadi bersih, anggapan limbah yang diproduksi hanya sedikit dan anggapan bahwa limbah yang diproduksi tidak tergolong limbah yang berbahaya. Aktivitas dalam kawasan pelabuhan yang begitu banyak disertai kurangnya sarana dan prasarana pengelola limbah, merupakan pangkal munculnya anggapan dari masyarakat bahwa perairan pelabuhan tidak mungkin menjadi bersih. Tingkat pengetahuan terhadap masalah pencemaran merupakan hal yang mendasari anggapan bahwa limbah yang diproduksi oleh pelaku suatu aktivitas bukan termasuk limbah yang perlu dikhawatirkan. Agar lingkungan perairan di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa terjaga kebersihannya, pihak pengelola perlu memberikan penyuluhan secara intensif tentang peraturan-peraturan lingkungan dan bahaya pencemaran serta menerapkan sanksi bagi yang melanggar peraturan. 5.4.3. Local Employment Local employment adalah jumlah tenaga kerja lokal yang bekerja di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. Karyawan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa berjumlah 87 orang. Sedangkan tenaga kerja bongkar muat (TKBM) yang bekerja pada kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa berjumlah 1.600 orang. Berdasarkan hasil temuan lapang dari masyarakat dan kelurahan, diketahui bahwa jumlah tenaga kerja bongkar muat yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta, pada umumnya adalah pendatang dari luar daerah. Sebagian kecil tenaga kerja berasal dari penduduk lokal di sekitar kawasan
68
Pelabuhan Sunda Kelapa yang berasal dari Kelurahan Ancol dan Kelurahan Penjaringan. Berdasarkan informasi dari Kelurahan Ancol, teridentifikasi bahwa hanya sebagian kecil penduduknya
bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta.
Diperkirakan jumlah penduduk yang bekerja tersebut berjumlah 200 orang, terutama sebagai tenaga buruh. Sedangkan pekerja (buruh) yang berasal dari Kelurahan Penjaringan diperkirakan mencapai 300 orang dan sebagian lainnya penduduk Kelurahan Ancol dan Penjaringan bekerja sebagai pedagang/jasa di Pelabuhan Sunda Kelapa. Tenaga kerja buruh bongkar muat dalam jumlah yang besar, berasal dari luar daerah yang didominasi oleh Suku Bugis, yakni mencapai 50 persen dari jumlah buruh dan sisanya suku lain seperti Jawa, Madura, Sunda dan Sumatera. Sebagian besar dari para buruh tersebut adalah pekerja musiman, mereka adalah petani yang datang bekerja sebagai buruh sesudah menanam atau menunggu datangnya waktu panen. 5.5. Dimensi Kelembagaan 5.5.1. Efektifitas Kelembagaan Dalam meningkatkan daya guna dan hasil guna pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa, pengelola pelabuhan melibatkan beberapa lembaga pengelola, instansi terkait
seperti PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, Badan
Pengelola Kawasan Wisata Bahari (BPKWB), Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. Penelitian ini terindikasi bahwa adakalanya lembaga pengelola menyebabkan penerapan kebijakan yang dilaksanakan, sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Keterlibatan berbagai lembaga dalam perumusan kebijakan di tingkat Pusat, Provinsi dan Kotamadya Jakarta Utara seperti PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa, Badan Pengelola Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa, Dinas Tata Kota Provinsi dengan Suku Dinas Kotamadya Jakarta Utara, Bapeda dengan Bapeko Kodya Jakarta Utara, dan BPLHD dengan BPLHD Kodya Jakarta Utara, merupakan tugas dan fungsi regulator yang terkesan masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
Adanya
kehilangan
kelembagaan
koordinatif
sebagai
akibat
kelemahan hubungan kerja atau komunikasi, sehingga pemberdayaan partisipasi dan sosialisasi dalam arti organisasi tidak akan berjalan secara efektif dan efisien.
69
Kajian dimensi kelembagaan dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada kasus PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta yang meliputi kelembagaan, pelaksana, penanggung jawab dan pengelola teknis. Untuk pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan Iingkungan di Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan tanggung jawab pihak PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa. Namun dalam pelaksanaannya PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa bekerja sama dengan pihak instansi terkait sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pemantauan Iingkungan di sekitar areal
kerja
pelabuhan
secara
internal,
organisasi
pemantauan
lingkungan
bertanggung jawab kepada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa. Sedangkan kegiatan lain terkait yang berada di dalam wilayah kerja PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa, pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan menjadi tanggung jawab masing-masing pengembang perusahaan dan mitra bertanggung jawab kepada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa. Pelaksana dari pengelolaan dan pemantauan lingkungan adalah tanggung jawab dari unit-unit kegiatan (perusahaan mitra) yang secara langsung (swakelola) dapat melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, atau secara tidak langsung
dapat
menyerahkan
pelaksanaannya
pada
pihak
ketiga
(kontraktor/konsultan). Dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan pemrakarsa dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang terlibat ataupun terkait. Adapun yang dimaksud dengan pihak terkait pada penelitian ini adalah pihak lain selain PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa, yang termasuk dalam pihak yang terkait di sini, antara lain adalah Dinas/Instansi dan jajaran Pemda DKI Jakarta seperti Dinas Perhubungan Sub Dinas Laut, UPT Pelabuhan Laut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan, Dinas Tenaga Kerja, BPLHD Propinsi DKI dan BPLHD Wilayah Jakarta Utara serta Walikota Jakarta Utara. Instansi pengawas adalah pihak yang karena wewenang dan fungsinya dalarn perencanaan, pengaturan, pengawasan ataupun pendanaan secara umum, berkepentingan untuk ikut serta dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan. Pihak yang berkepentingan mencakup instansi-instansi dalam jajaran Departemen
70
Perhubungan/Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di tingkat Pusat dan Dinas Perhubungan DKI di tingkat Daerah serta BPLHD DKI. Secara eksplisit dalam struktur organisasi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa belum tampak organisasi yang menangani pengelolaan dan pemantauan Iingkungan hidup. Namun dalam perencanaan dan pelaksanaannya secara fungsional, pengelolaan dan pemantauan Iingkungan akan dipimpin oleh asisten manager teknik dan sistem informasi. Pelaksanaan pemantauan dilaksanakan oleh supervisor teknik sipil. Struktur organisasi, pemantauan Iingkungan dapat dilihat pada Lampiran 7. 5.5.2. Aspek Legalitas Untuk aspek legalitas Pelabuhan Sunda Kelapa secara administratif terletak di dua kelurahan dan dua kecamatan yaitu Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan dan sebagian dari wilayah lainnya termasuk dalam Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Luas tanah Pelabuhan Sunda Kelapa berdasarkan Staadblad dan berdasarkan sertifikat HPL nomor 2 dan 7 tahun 1990 seluas 592.771 m². Secara rinci luas wilayah Pelabuhan Sunda Kelapa sesuai dengan peruntukannya dapat disajikan pada Tabel 15.
71
Tabel 15. Legalitas tanah dan peruntukan di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta Tanah Pelabuhan dan Peruntukan a) b) c) d) e)
Terminal (Dermaga, gedung, lapangan penumpukkan) Sarana jalan umum, taman, tempat parker pos jaga dan lain-lain. Kantor, PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa Kolam pelabuhan alur lama Instansi lain • Adpel/Keppel • TKMB • KPLP • Bea dan Cukai • Karantina tumbuhan dan hewan • Kesehatan pelabuhan • Kantor Kehutanan dan Pos • BPPL • Koperasi f) Kepentingan umum • Mesjid/Mushalla
g) Luas tanah yang dikontrak/disewakan kepada pihak kedua/pihak swasta • Pemberian dengan HGB Pemberian dengan non HBG Jumlah h) Tidak dapat dimanfaatkan (dihuni penduduk) i. Kampung Japat (Kelurahan Ancol) ii. Kampung Luar Batang (Kelurahan Penjaringan) i) Belum dimanfaatkan Jumlah Jumlah Total Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa, 2005
Luas (m2) 84.773 97.721 2.602 65.312 1.512 2.102 1.460 1.500 765 1.080 905 1.463 2.341 5.569
127.769 65.939 463.819 26.230 12.075 90.647 128.952 592.771
Adapun rincian perairan dan peruntukan di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Legalitas perairan dan peruntukan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta Perairan Pelabuhan dan Peruntukan a) Luas Perairan yang dikontrakkan/disewakan pada pihak kedua/swasta b) Sisa perairan Jumlah Total
Luas (m2) 877.330 11.202.670 12.090.000
Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa, 2005
5.5.3. Sarana dan Prasarana Infrastruktur Pelabuhan Sunda Kelapa yang ada saat ini meliputi kolam pelabuhan, penahan gelombang, tambatan, dermaga, lapangan penumpukan,
72
gudang penumpukan dan gedung perkantoran. Fasilitas dan peralatan Pelabuhan Sunda Kelapa secara rinci dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sarana dan prasarana di Pelabuhan Sunda Kelapa No. 1. 2. 3. 4. 5.
Komponen Kolam Pelabuhan Penahan Gelombang Tambatan Beton Fasilitas Air Fasilitas Dermaga • interinsuler Gudang Penumpukan Lini I (11 Unit) Lapangan Penumpukan • Lini I dan Lini II Pemadam Kebakaran • Mobil Pemadam • Tailer Pemadam
6. 7. 8.
9. 10. 11. 12.
Tanah dan Perairan • Daratan • Perairan Bangunan Gedung Listrik • Daya • Gardu Telepon
Satuan m2 m m Ton m2
Kapasitas 249.440 1.956 2.860 170 32.635
m2
4.517
m2
25.880
Unit Unit
1 1
m2 Ha m2
592.771 1.209 2.928
KVA Unit Line
114 1 8
Sumber: PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2004
Selain fasilitas tersebut di atas juga terdapat beberapa fasilitas umum lainnya seperti tersedianya WC umum di lapangan masih terlihat sangat jarang, terutama pada lokasi bongkar muat, kolam pelabuhan perahu layar (phinisi) dan sekitar pergudangan. Tempat pembuangan sampah (tong sampah) masih sangat jarang terlihat di lapangan terutama pada lokasi bongkar muat, sekitar pergudangan dan kolam pelabuhan lama.
5.6. Analisis Prioritas Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa Pada analisis sebelumnya, yaitu analisis kualitas air sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi perairan saat ini dan dibandingkan dengan tingkat baku mutu kualitas perairan untuk wilayah DKI Jakarta. Dalam menentukan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda kelapa perlu ditinjau dari berbagai dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Adapun alternatif pilihan sebagai skenario pertama adalah pelabuhan
73
bongkar muat, kedua skenario kebijakan pelabuhan wisata bahari, ketiga skenario pelabuhan peti kemas dan keempat skenario pelabuhan penumpang. Alternatif terpilih sebagai prioritas utama nantinya menghasilkan skenario kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk menentukan prioritas pemanfaatan yang akan dikembangkan di Pelabuhan Sunda Kelapa, digunakan analisis multi criteria decision making (MCDM), pembobotan (weigthing) merupakan nilai dari kriteria yang paling mempengaruhi (faktor penting) dalam pemilihan kriteria. Hasil analisis MCDM dengan teknik SMART pada pembobotan diperoleh bobot masing-masing untuk kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Input nilai yang dimasukkan, bertujuan untuk melihat hasil yang akan diperoleh melalui analisis MCDM. Pembobotan kriteria dan sub kriteria ini berdasarkan hasil masukan dari responden yang mengerti dan mengetahui secara pasti kajian ini, atau pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penentu kebijakan pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa yang mencakup instansi pemerintah, LSM, perguruan tinggi, masyarakat yang terimbas langsung dengan kegiatan yang ada di sekitar pelabuhan dan pihak swasta. 5.6.1. Skenario Pelabuhan Bongkar Muat Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan bongkar muat barang dengan mempertahankan ciri khas tradisionalnya yang masih mempergunakan kuli panggul yang mengangkut barang dengan tenaga manusia (buruh-buruh pelabuhan) yang dominan. Hasil kajian PT (Persero) Pelindo II, (2003) bahwa pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa sangat strategis dilihat dari fungsinya sebagai pelabuhan rakyat dan bongkar muat serta mempunyai arti sejarah yang sangat penting, sebagai pelabuhan tertua di Indonesia. Perkembangan Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini masih tetap mempertahankan ketradisionalannya khususnya terhadap kegiatan perahu layar motor (PLM), sehingga Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu objek wisata di DKI Jakarta. Peranan Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan umum dan pelabuhan rakyat, sebagai titik temu mata rantai transportasi antar armada angkutan laut dan angkutan darat dalam distribusi barang dan jasa. Pelabuhan Sunda Kelapa juga mempunyai peranan aktif bagi kelancaran arus barang. Bobot hasil penilaian stakeholders terhadap pelabuhan bongkar muat disajikan pada Tabel 18.
74
Tabel 18. Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria untuk pemanfaatan pelabuhan bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa. No Kriteria/Sub Kriteria 1 Kriteria Ekologi a. Kondisi lingkungan perairan b. Tingkat kesesuaian RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume pendaratan c. Nilai ekonomi dampak pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi stakeholders b. Konflik pelabuhan dan masyarakat c. Local Employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek legalitas b. Efektifitas lelembagaan c. Sarana dan prasarana Total Berdasarkan
penilaian
terhadap
Bobot (Nilai) 0.1187 0.0309 0.0878 0.3283 0.0790 0.0986 0.0578 0.0929 0.2755 0.1005 0.0778 0.0972 0.2775 0.0935 0.0863 0.0977 1.0000 tingkat
kepentingan
pada
skenario
pelabuhan bongkar muat yang meliputi kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, maka diperoleh hasil bahwa kriteria ekonomi mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria ekologi, sosial budaya dan kelembagaan. Nilai ekonomi mempunyai bobot 0.3283, kelembagaan dengan bobot 0.2775, sosial budaya dengan bobot 0.2755 dan ekologi mempunyai bobot sebesar 0.1187.
5.6.2. Skenario Pelabuhan Wisata Bahari Pelabuhan Sunda Kelapa juga merupakan salah satu obyek wisata yang cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan domestik, karena merupakan
pelabuhan
ketradisionalannya.
tertua
Pelabuhan
di
Indonesia
Sunda
yang
Kelapa
masih
akan
keberadaannya, walaupun ada rencana pemerintah DKI
mempertahankan
tetap
dipertahankan
melakukan reklamasi
pantai. Dalam perencanaan itu, Sunda Kelapa akan digiring menjadi proyek reklamasi untuk pelabuhan wisata bahari (Jakarta International Maritime Expo) yang disesuaikan dengan proyek revitalisasi kota tua. Ke depan Sunda Kelapa bakal lebih menonjol bukan karena kuantitas lalu lintas transportasi angkutan maritimnya,
75
tetapi lewat Jakarta International Maritime Expo, yang dapat ditunjukkan melalui teknologi kebaharian masa lampau (Anonimous, 2005). Di Pelabuhan Sunda Kelapa sedang dilakukan pembangunan gedung marina club (GMC) yang bertujuan melayani kebutuhan anggota seperti pelayanan administrasi, pelayanan makan minum, mandi, istrahat dan lainnya. Gedung ini dibangun pada lahan seluas 3.000 m2 dengan tinggi tiga lantai berlokasi di sebelah dermaga ASDP. Gedung Marina dilengkapi dengan fasilitas Yacth centre menyediakan sarana parkir dari berbagai macam ukuran yaitu 60 sampai 180 m, yang merupakan bangunan yang terdiri dari ponton-ponton tempat tambat yacth dengan kapasitas tampung 205 yacth. Bobot hasil penilaian stakeholders terhadap pelabuhan wisata bahari disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria untuk pemanfaatan pelabuhan wisata bahari di Pelabuhan Sunda Kelapa No. Kriteria/Sub Kriteria 1 Kriteria Ekologi a. Kondisi lingkungan perairan b. Tingkat kesesuaian RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume pendaratan c. Nilai ekonomi dampak pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi stakeholders b. Konflik pelabuhan dan masyarakat c. Local employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek legalitas b. Efektifitas kelembagaan c. Sarana dan prasarana Total Berdasarkan
penilaian
terhadap
Bobot (Nilai) 0.1519 0.0531 0.0987 0.2815 0.0846 0.0536 0.0838 0.0594 0.2657 0.0974 0.0929 0.0754 0.3010 0.1105 0.0907 0.0998 1.0000 tingkat
kepentingan
pada
skenario
pelabuhan wisata bahari yang meliputi kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, diperoleh hasil bahwa
kriteria kelembagaan mempunyai peranan
yang lebih penting dari kriteria ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Dalam hal ini nilai kelembagaan mempunyai bobot 0.3010, selanjutnya kriteria ekonomi dengan bobot 0.2815, sosial budaya dengan bobot 0.2657 dan kriteria ekologi mempunyai bobot 0.1519.
76
5.6.3. Skenario Pelabuhan Peti Kemas Walaupun luas areal pelabuhan tidak dapat lagi mendukung besarnya arus kunjungan kapal, bongkar muat dan penumpang termasuk arus kedatangan turis domestik dan mancanegara, namun di Pelabuhan Sunda Kelapa juga terdapat aktifitas bongkar muat peti kemas, meskipun tidak seramai yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini. Menurut informasi yang di dapat saat melakukan penelitian dan kunjungan langsung ke lokasi penelitian, di Pelabuhan Sunda Kelapa terlihat banyak barang-barang peti kemas, barang tersebut merupakan barang alihan dari Pelabuhan Tanjung Priok. Bobot hasil penilaian stakeholders terhadap pelabuhan peti kemas disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria untuk pemanfaatan pelabuhan peti kemas di Pelabuhan Sunda Kelapa No Kriteria/Sub Kriteria 1 Kriteria Ekologi a. Kondisi lingkungan perairan b. Tingkat kesesuaian RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume pendaratan c. Nilai ekonomi dampak pencemaran d. Arus Barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi stakeholders b. Konflik pelabuhan dan masyarakat c. Local employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek legalitas b. Efektifitas kelembagaan c. Sarana dan prasarana Total Berdasarkan
penilaian
terhadap
Bobot (Nilai) 0.1460 0.0550 0.0909 0.2867 0.0868 0.0515 0.0898 0.0585 0.2650 0.1006 0.0872 0.0772 0.3024 0.1087 0.0917 0.1019 1.0000 tingkat
kepentingan
pada
skenario
pelabuhan peti kemas yang meliputi kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, maka diperoleh hasil bahwa
kriteria kelembagaan mempunyai
peranan yang lebih penting dari kriteria ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Kriteria kelembagaan mempunyai bobot 0.3024, kriteria ekonomi dengan bobot 0.2867, sosial budaya dengan bobot 0.2650 dan kriteria ekologi mempunyai bobot sebesar 0.1460.
77
5.6.4. Skenario Pelabuhan Penumpang Lokasi
Pelabuhan
Sunda
Kelapa
telah
berkembang
menjadi
pusat
perkantoran, perdagangan, perindustrian dan perhotelan. Sebagai pelabuhan tertua di wilayah DKI Jakarta yang masih mempertahankan ciri khas tradisionalnya, di Pelabuhan Sunda Kelapa pernah ada, namun saat ini aktifitas naik turunnya penumpang sudah tidak ada. Data terakhir arus penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 sebanyak 62.123 orang, tahun 2000 sebanyak 215.716 orang, tahun 2001 213.992 orang, tahun 2002 146.363 orang, tahun 2003 80.148 orang, tahun 2004 18.863 orang. Sedangkan untuk akhir tahun 2005 sampai sekarang sudah tidak ada lagi kapal penumpang yang mendarat di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menurut informasi dari pihak pengelola pelabuhan, penyebab utama hal tersebut bersumber dari kenaikan harga BBM. Bobot hasil penilaian stakeholders terhadap pelabuhan penumpang disajikan pada tabel 21. Tabel 21. Nilai bobot masing-masing kriteria/sub kriteria untuk pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa No. Kriteria/Sub Kriteria 1 Kriteria Ekologi a. Kondisi lingkungan perairan b. Tingkat kesesuaian RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume pendaratan c. Nilai ekonomi dampak pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi stakeholders b. Konflik pelabuhan dan masyarakat c. Local employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek legalitas b. Efektifitas kelembagaan c. Sarana dan prasarana Total Berdasarkan
penilaian
terhadap
Bobot (Nilai) 0.1576 0.0791 0.0785 0.3796 0.0825 0.1341 0.0730 0.0900 0.2472 0.0785 0.0774 0.0912 0.2156 0.0713 0.0747 0.0697 1.0000 tingkat
kepentingan
pada
skenario
pelabuhan penumpang yang meliputi kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, maka diperoleh hasil bahwa kriteria ekonomi mempunyai peranan
78
yang lebih penting dari kriteria ekologi, sosial budaya dan kelembagaan. Dalam hal ini nilai ekonomi mempunyai bobot 0.3796, sosial budaya dengan bobot 0.2472, kriteria kelembagaan dengan bobot 0.2156, dan terakhir ekologi mempunyai bobot sebesar 0.1576. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap keseluruhan skenario yaitu pelabuhan bongkar muat, pelabuhan wisata bahari, pelabuhan peti kemas dan pelabuhan penumpang berdasarkan bobot (nilai) akhir dari kriteria dan sub kriteria secara keseluruhan maka penilaian terhadap tingkat kepentingan yang meliputi kriteria dan sub kriteria (ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan), maka diperoleh hasil bahwa kriteria ekonomi mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria ekologi, sosial-budaya dan kelembagaan. Secara rinci hasil nilai bobot terhadap masing-masing kriteria dan sub kriteria disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai bobot akhir masing-masing kriteria/sub kriteria pada pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa No. 1 2
3
4
Kriteria/Sub Kriteria Ekologi: a. Kondisi lingkungan perairan b. Tingkat kesesuaian RTRW Ekonomi: a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume pendaratan c. Nilai ekonomi dampak pencemaran d. Arus barang Sosial budaya: a. Persepsi stakeholders terhadap pelabuhan b. Konflik kepentingan c. Local employment Kelembagaan: a. Aspek legalitas b. Efektifitas kelembagaan c. Sarana dan prasarana Total
Bobot (Nilai) 0.1428 0.0526 0.0902 0.3147 0.0846 0.0791 0.0763 0.0747 0.2666 0,0954 0.0850 0.0862 0.2760 0.0962 0.0870 0.0927 1.000
Kriteria ekonomi mempunyai bobot 0.3147, selanjutnya kelembagaan mempunyai bobot sebesar 0.2760, sosial-budaya dengan bobot
0.2666
dan
terakhir kriteria ekologi dengan bobot 0.1428. Demikian pula halnya dengan bobot sub kriteria dari masing-masing kriteria yang ditentukan bahwa pada kriteria ekologi dengan sub kriteria kondisi lingkungan perairan diperoleh bobot sebesar 0.0526, tingkat kesesuaian dengan RTRW diperoleh bobot sebesar 0.0902. Kriteria ekonomi
79
dengan sub kriteria kontribusi pajak pelabuhan diperoleh bobot sebesar 0.0846, volume pendaratan dengan bobot 0.0791, nilai ekonomi dampak pencemaran dengan bobot 0.0763, nilai produksi barang dengan bobot 0.0747. Kriteria sosial budaya dengan sub kriteria persepsi
stakeholders terhadap Pelabuhan Sunda
Kelapa dengan bobot sebesar 0.0954, konflik pelabuhan dan masyarakat dengan bobot 0.0850, dan local employment dengan bobot 0.0862. Kriteria terakhir adalah kriteria kelembagaan dengan sub kriteria aspek legalitasnya dengan bobot sebesar 0.0962, efektifitas kelembagaan dengan bobot 0.0870, dan sarana
prasarana
pendukung dengan bobot 0.0927. Selanjutnya dilihat grafik hubungan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan pada Gambar 23. Ekologi
0.1428
0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05
Kelembagaan
0.00
Ekonomi
0.276
0.3147
Sosial Budaya
0.2666
Gambar 23. Grafik hubungan dimensi ekologi, ekonomi, sosbud dan kelembagaan Pada grafik hubungan ekologi, ekonomi, sosbud dan kelembagaan berdasarkan hasil skor yang diperoleh dari masukan stakeholders, pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan berbagai skenario kebijakan, dimensi ekonomi menempati peringkat tertinggi dengan bobot 0.3147, dimensi kelembagaan sebagai peringkat kedua dengan bobot 0.2760, peringkat ketiga dimensi sosial budaya dengan bobot 0.2666 dan dimensi ekologi menempati peringkat terendah dengan bobot 0.1428. Ini berarti bahwa dalam pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa cenderung bias terhadap kepentingan ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan namun kurang memperhatikan kepentingan ekologi sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Namun dari keempat dimensi tersebut, dimensi ekonomi yang sangat berperan dalam pemanfaatan Pelabuhan Sunda kelapa.
80
Kemudian data yang diperoleh dari hasil pembobotan, dianalisis dengan menggunakan bantuan software Critplus 3.0 dengan teknik simple multi attribute rating technique (SMART). Namun keterbatasan kemampuan dari software yang digunakan tersebut (hanya mampu menangani kurang atau sama dengan 20 atribut saja), maka dalam pengoperasiannya dilakukan pemecahan setiap kriteria menjadi tiga bagian yaitu ekologi - ekonomi dan ekologi - sosial budaya dan ekologi kelembagaan. Hirarki penentuan prioritas untuk ekologi dan ekonomi dapat dilihat pada Gambar 24. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan pelabuhan dan hasil analisis dengan menggunakan teknik SMART dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 23.
Kondidsi Lingkungan Perairan
Kriteria Ekologi Tingkat Kesesuaian RTRW
Pelabuhan Bongkar Muat
Pelabuhan Wisata Bahari
Pemanfaatan Pelabuhan
Kontribusi Pajak Pelabuhan Pelabuhan Peti Kemas
Volume Pendaratan
Kriteria Ekonomi
Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran
Pelabuhan Penumpang
Nilai Produksi Barang
Gambar 24. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan ekonomi
81
Gambar 25. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan ekonomi. Tabel 23. Hasil akhir multi criteria decision making (MCDM) dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan ekonomi. Ranking 1 2 3 4
Alternatif pemanfaatan Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan wisata bahari Pelabuhan peti kemas Pelabuhan penumpang
Nilai 0.702 0.372 0.249 0.131
Hasil analisis pada kriteria ekologi dan ekonomi dengan teknik SMART diperoleh bahwa prioritas pertama adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk pelabuhan bongkar muat dengan nilai 0.702, berikutnya adalah pelabuhan wisata bahari dengan nilai 0.372, pelabuhan peti kemas dengan nilai 0.249 dan terakhir adalah pemanfaatan pelabuhan penumpang dengan nilai 0.131. Sedangkan untuk kriteria ekologi dan sosial budaya, hirarki penentuan prioritas pemanfaatan pada Gambar 26, diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan dan nilai alternatif pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 27.
82
K o n d is i L in g k u n g a n P e ra ira n K rite ria E k o lo g i
P e la b u h a n Bongkar M uat
K e s e s u a ia n R T R W
P e la b u h a n W is a ta B a h a ri
P e m a n fa a ta n P e la b u h a n
P e rs e p s i S ta k e h o ld e rs te rh a d a p P e la b u h a n
K rite ria S osbud
P e la b u h a n P e ti Kem as
P e la b u h a n Penum pang
K o n flik P e la b u h a n D e n g a n M a s y a ra k a t
L o c a l E m p lo y m e n j
Gambar 26. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan Sosbud
Gambar 27. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan sosbud Tabel 24. Hasil akhir multi criteria decision making (MCDM) dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan sosial budaya Ranking 1 2 3 4
Alternatif pemanfaatan Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan peti kemas Pelabuhan penumpang Pelabuhan wisata bahari
Nilai 0.661 0.529 0.325 0.281
83
Hasil analisis pada kriteria ekologi dan ekonomi dengan teknik SMART diperoleh bahwa prioritas pertama adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk pelabuhan bongkar muat dengan nilai 0.661, berikutnya adalah pelabuhan peti kemas dengan nilai 0.529, pelabuhan penumpang dengan nilai 0.325 dan terakhir adalah pemanfaatan pelabuhan wisata bahari dengan nilai 0.281. Sedangkan untuk kriteria ekologi dan sosial budaya, hirarki penentuan prioritas pemanfaatan pada Gambar 28, diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan dan nilai alternatif pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 29. Kondisi Lingkungan Perairan Kriteria Ekologi
Pelabuhan Bongkar Muat
Kesesuaian RTRW
Pelabuhan Wisata Bahari
Pemanfaatan Pelabuhan
Aspek Legalitas
Pelabuhan Peti Kemas
Pelabuhan Penumpang
Efektivitas Kelembagaan Kriteria Kelembagaan
Sarana dan Prasarana
Gambar 28. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan kelembagaan.
84
Gambar 29. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan kelembagaan Tabel 25. Hasil akhir multi criteria decision making (MCDM) dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan kelembagaan Ranking 1 2 3 4
Alternatif pemanfaatan Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan peti kemas Pelabuhan wisata bahari Pelabuhan penumpang
Nilai 0.662 0.596 0.262 0.262
Hasil analisis pada kriteria ekologi dan kelembagaan dengan teknik SMART diperoleh bahwa prioritas pertama adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk pelabuhan bongkar muat dengan nilai 0.662, berikutnya adalah pelabuhan peti kemas dengan nilai 0.596, terakhir pemanfaatan pelabuhan wisata bahari dan pelabuhan penumpang dengan nilai 0.262. Analisis selanjutnya adalah menggabungkan ketiga hasil analisis diatas menjadi satu. Untuk itu digunakan persamaan sebagai berikut : γ
= π Si 1/n
Keterangan : γ = Rata-rata geometrik Si = Nilai skor akhir hasil analisis prioritas berdasarkan kelompok kriteria analisis n = 3 Sehingga :
γ = √ S1 X S2 X S3
85
Berdasarkan persamaan di atas maka diperoleh hasil akhir dalam penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda kelapa. Hasil akhir dalam penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 30 dan Tabel 26. Hasil Akhir Prioritas Pemanfaatan Pelabuhan dengan Teknik SMART
PB M
0.675
PP K
0.428
PP
PW B
0.301
0.223
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0.700
Gambar 30. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART. Keterangan: PMB = Pelabuhan bongkar muat PPK = Pelabuhan peti kemas PWB = Pelabuhan wisata bahari PP = Pelabuhan penumpang
Tabel 26. Hasil akhir multi criteria decision making (MCDM) dengan teknik SMART Ranking 1 2 3 4
Alternatif pemanfaatan Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan peti kemas Pelabuhan wisata bahari Pelabuhan penumpang
Nilai 0.675 0.428 0.301 0.223
Sumber: Data primer, 2006 (diolah)
Berdasarkan gabungan hasil analisis di atas, diperoleh bahwa prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa yaitu prioritas pertama adalah pelabuhan bongkar muat, selanjutnya adalah pelabuhan peti kemas sebagai alternatif pemanfaatan kedua, sedangkan pelabuhan wisata bahari adalah urutan ketiga dan terakhir adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan penumpang.
86
Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh pada teknik SMART tetap konsisten atau tidak, maka dilakukan perbandingan analisis dengan teknik VISA (visual interactive sensitivity analysis). Nilai bobot yang digunakan pada masingmasing kriteria sama dengan nilai bobot yang dipakai pada teknik SMART. Hanya dalam teknik VISA ini, dilakukan standarisasi terhadap nilai skor pada masingmasing sub kriteria. Selanjutnya hasil analisis akhir prioritas pemanfaatan pelabuhan dapat dilihat pada Gambar 31 dan Tabel 27.
66
PBM
53
PWB
PP PPK PWB
49
PPK
PBM
17
PP 0
20
40
60
80
Gambar 31. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan pelabuhan dengan teknik VISA Tabel 27. Hasil akhir analisis multi criteria decision making dengan menggunakan teknik VISA Rangking 1 2 3 4 Berdasarkan
Alternatif Pelabuhan Bongkar Muat Pelabuhan Wisata Bahari Pelabuhan Petikemas Pelabuhan Penumpang kedua
teknik
yang
digunakan
Nilai 66 53 49 17 menentukan
prioritas
pemanfaatan pelabuhan yang akan dikembangkan, diperoleh hasil urutan prioritas pemanfaatan pelabuhan yaitu: prioritas pertama adalah pelabuhan bongkar muat, prioritas kedua pelabuhan wisata bahari, ketiga pelabuhan peti kemas dan prioritas terakhir adalah pelabuhan penumpang. Hasil ini didasarkan pada pertimbangan penetapan keempat kriteria yaitu kriteria ekologi, kriteria ekonomi, kriteria sosial
87
budaya dan kriteria Kelembagaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan teknik yang berbeda, pelabuhan bongkar muat tetap konsisten menempati prioritas utama dalam pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa.
5.7. Trade Off Analysis Skenario Kebijakan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa Pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa ditinjau dari berbagai dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan dengan empat alternatif skenario kebijakan yang dibuat sesuai dengan kondisi di lapangan yang terdiri dari skenario pelabuhan bongkar muat, skenario pelabuhan wisata bahari, skenario pelabuhan peti kemas dan skenario pelabuhan penumpang seperti yang telah dibahas pada bagian terdahulu. Selanjutnya kita akan melihat bagaimana hubungan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan dan skenario terpilih dari masing-masing hubungan tersebut merupakan hasil skor berdasarkan persepsi stakeholders. Grafik hubungan dapat dilihat pada Gambar 32.
berbagai dimensi tersebut
88
Hubungan Ekologi - Sosbud
Hubungan Ekologi - Ekonomi 0,4
S1
S3 S2
0,3 Sosbud
Ekonomi
0,3
0,4
S4
0,2
0,1
0
0,1
0,2
0,3
0
0,4
0
0,1
0,2
0,3
Ekologi
Ekologi
Hubungan Ekologi - Kelembagaan
Hubungan Ekonomi - Sosbud
0,4
0,4
0,4
S3 S 2
S1
0,2
0,3 Sosbud
0,3
S4
0,1
S2
S1 S3
0,2
S4
0,1
0 0
0,1
0,2
0,3
0
0,4
0
0,1
Ekologi
0,2
0,3
0,4
Ekonomi
Hubungan Sosbud - Kelembagaan
Hubungan Ekonomi - Kelembagaan 0,4
0,4
S2 S3 S1
0,2
S3 S1 S4
0,3
S4
0,1
Kelembagaan
0,3 Kelembagaan
S4
0,1
0
Kelembagaan
S1 0,2
S3 S2
0,2
S2
0,1 0
0 0
0,1
0,2 Ekonomi
0,3
0,4
0
0,1
0,2
0,3
0,4
Sosbud
Gambar 32. Grafik trade off analysis skenario kebijakan pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa
89
Berdasarkan grafik hubungan dimensi ekologi-ekonomi, keempat skenario berada di atas garis perpotongan sehingga semua skenario masih layak sebagai alternatif kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta. skenario 4 (pelabuhan penumpang) merupakan skenario terbaik dari keempat skenario yang ada. Sedangkan grafik hubungan dimensi ekologi-sosbud dan dimensi ekologi-kelembagaan menunjukkan bahwa skenario 1 (pelabuhan bongkar muat) di bawah garis perpotongan, sedangkan pada grafik hubungan, skenario 1 (pelabuhan bongkar muat) dan skenario 4 (pelabuhan penumpang) berada di bawah garis perpotongan ini bermakna bahwa ditinjau dari dimensi ekologi-sosbud, pelabuhan bongkar muat kurang layak sebagai alternatif kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta, begitu pula hubungan dimensi ekologi-kelembagaan. Sementara itu skenario 2 (pelabuhan wisata bahari) merupakan skenario terpilih yang dianggap layak berdasarkan kedua grafik hubungan tersebut. Selanjutnya dilihat dari grafik hubungan dimensi ekonomi-sosbud, dimensi ekonomi-kelembagaan dan dimensi sosbud-kelembagaan, keempat skenario berada di atas garis perpotongan sehingga semua skenario merupakan alternatif kebijakan yang layak bagi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta, namun skenario 1 (pelabuhan bongkar muat) menempati posisi pertama yang terpilih sebagai skenario kebijakan pengelolaan lingkungan pelabuhan yang akan dikembangkan. Dengan demikian berdasarkan trade off analysis, skenario kebijakan yang paling dominan dari keenam grafik hubungan di atas adalah skenario pelabuhan bongkar muat. 5.8. Skenario Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa Kebijakan dan peraturan yang berlaku di Pelabuhan Sunda Kelapa dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan sudah ada, seperti Undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup nomor 23 tahun 1997, PP No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut Analisis mengenai
dampak
lingkungan
(AMDAL),
sistem
pengelolaan
pelabuhan
Internasional ; marine polution (MARPOL), standard operating prosedure (SOP),
90
international maritime organization (IMO) dan beberapa kebijakan lain yang berkenaan dengan usaha mengurangi pencemaran yaitu kesepakatan bersama antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa dengan DPC. APBMI Sunda Kelapa nomor Hk. 566/2/9/C.Pska-97 tanggal 1 Mei 1997, tentang biaya supervisi bongkar muat tanah kaolin dan barang mengganggu. Kesepakatan bersama antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa dengan DPC.APBMI dan DPC.INSA Sunda Kelapa No. Hk. 566/5/12/C.Pska-2003, nomor 007/APBMI.C/V/2003 dan nomor 002/DPC/Snd-A/V/2003 tanggal 26 Mei 2003, tentang kontribusi bongkar muat barang di Pelabuhan Sunda Kelapa, namun belum semua dilaksanakan sesuai peraturan yang ada. Selain kebijakan yang sudah ada berdasarkan hasil kajian menghasilkan beberapa skenario kebijakan sebagai strategi pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai berikut : 1. Dalam upaya pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa yang beragam peruntukannya, sebaiknya hanya di batasi pada satu atau dua peruntukan, sehingga tidak melampaui daya dukung lingkungan. 2. PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta perlu memanfaatkan dukungan Pemerintah Kota Jakarta Utara, keragaman instansi yang terlibat dalam
pengelolaan,
minat
investor,
termasuk
ketersediaan
tenaga
kepelabuhanan berupa upaya pengadaan fasilitas pengelolaan lingkungan pelabuhan. 3. Teknologi informasi dan transportasi hendaknya menjadi pertimbangan penting bagi PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta dalam menetapkan kode etik kepelabuhanan. 4. Perlunya penataan organisasi PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta, sehingga dapat mensinkronkan berbagai kepentingan instansi, sebagai upaya efektifitas dan efisiensi kinerja pelayanan termasuk dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan. 5. PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta harus dibangun secara bersama-sama dengan seluruh pihak yang berkompeten, pemerintah, industri, maupun masyarakat. 6. Perlunya “single management’ yang dapat mensintesa berbagai kepentingan stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan PT. (Persero) Pelindo II cabang
91
Sunda Kelapa DKI Jakarta, sehingga kinerja pelayanan lebih efektif dan efisien, diharapkan ada investasi di sektor lingkungan secara proporsional berupa fungsi pengadaan, operasionalisasi serta maintainance sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan kepelabuhanan. 7.
Upaya pengubahan perilaku masyarakat yang menganggap kolam sebagai tempat pembuangan yang praktis, sepatutnya dilakukan oleh pemerintah sambil menata kembali pemukiman kumuh di sepanjang kolam pelabuhan.
8. PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta sebaiknya menyediakan sarana pengelolaan limbah (cair) selain sarana penanganan sampah (padat) yang telah tersedia. 9.
Investasi lingkungan hidup, kiranya bisa disiapkan dari profit margin yang tersedia, selain dari funding lain yang memungkinkan. Penegakan hukum dalam kawasan pelabuhan harus dipayungi oleh komitmen praksis pemerintah.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan 1. Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai bagian lingkungan telah mengalami pencemaran, hal ini terlihat dari hasil analisis kualitas air yang dibandingkan dengan baku mutu air laut peruntukan perairan pelabuhan. Masing-masing parameter seperti kecerahan, kekeruhan, total pospat, (H2S), (N03), BOD, COD, Pb dan Cd pada ketiga titik pengambilan sampel semuanya berada di atas nilai ambang batas, atau melebihi baku mutu. Sedangkan
untuk
parameter
biologi,
keberadaan
makrozoobenthos
didominasi Mactra sp. Pada stasiun 1 terdapat 87% Mactra sp, selanjutnya pada stasiun 2 terdapat 74 % dan pada stasiun 3 terdapat 77 % Mactra sp. Kelimpahan fitoplankton pada stasiun 1 dan 2 didominasi oleh Skeletonema sp dengan kelimpahan 87% dan 70% sedangkan pada stasiun 3 didominasi oleh Chaetocheros sp dengan kelimpahan 62 %. 2. Kebijakan pengelolaan lingkungan kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa mengacu pada Undang-Undang RI nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan-peraturan lain yang berkenaan dengan lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) serta sistem pengelolaan pelabuhan Internasional : marine polution (MARPOL), standard operating prosedure (SOP), international maritime organization (IMO), namun belum semuanya diterapkan secara optimal. 3. Berdasarkan hasil analisis multi criteria decision making (MCDM) dengan teknik simple multi attribute rating technique (SMART) dan teknik visual interactive sensitivity analysis (VISA) diperoleh hasil bahwa pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan bongkar muat menempati alternatif pertama yang terpilih sebagai skenario kebijakan yang akan dikembangkan, selanjutnya pelabuhan wisata bahari alternatif kedua, pelabuhan peti kemas alternatif ketiga dan pelabuhan penumpang sebagai alternatif terakhir. 4. Berdasarkan tingkat kepentingan, pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan berbagai skenario sebagai alternatif kebijakan dan ditinjau dari dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya dan dimensi
93
kelembagaan dimensi
diperoleh tingkat kepentingan yang paling berperan adalah
ekonomi
dengan
bobot
0.3147,
peringkat
kedua
dimensi
kelembagaan dengan bobot 0.2760, dimensi kelembagaan dengan bobot 0.2666 dan peringkat terakhir dimensi ekologi dengan bobot 0.428, ini menunjukkan bahwa pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa kurang memperhatikan kepentingan ekologi. 6.2. Saran 1. Dalam upaya menjaga kondisi lingkungan agar tidak melebihi daya dukung maka aktifitas pelabuhan yang beragam peruntukannya sebaiknya dibatasi pada pemanfaatan sebagai pelabuhan bongkar muat dan pelabuhan wisata bahari sesuai dengan pendapat stakeholders dan visi Pelabuhan Sunda Kelapa yaitu memberi jasa kepelabuhanan yang handal dan menjadi tujuan wisata bahari dan sekaligus dapat mewujudkan rencana pemerintah untuk menjadikan Sunda Kelapa sebagai kota tua. 2. Untuk menjaga lingkungan perairan kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, pihak pengelola diharapkan melakukan penyuluhan tentang pentingnya kebersihan lingkungan kepada masyarakat sekitar kawasan pelabuhan maupun para buruh bongkar muat bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. 3. Perlu dilakukan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum masuk ke perairan kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, agar kualitas air tidak tercemar sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kebersihan dapat ditekan sekecil mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.Z. 2002 . Kebijakan Publik . Yayasan Pancur Siwah. Jakarta. Adrianto, L., A. Damar, dan T. Kusumastanto. 2005. Tantangan Kebijakan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Jakarta. Working Paper. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor Anna, S. 1999. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Ataswarin, Kamariah, Moewardi, Bambang dan Sarah 2002. http://www.pu.go.id/humas/mei/sp0605004.htm (dikunjungi 11 Juli 2005). Badan Perencanaan Kotamadya [BAPEKO]. 2003. Data Saku Kotamadya Jakarta Utara Tahun 2003. Jakarta Badan Perencanaan Kotamadya [BAPEKO]. 2004. Data Saku Kotamadya Jakarta Utara Tahun 2004. Jakarta Badan Perencanaan Kotamadya [BAPEKO] 2005. Data Saku Utara Tahun 2005. Jakarta
Kotamadya Jakarta
Badan Perencanaan Kotamadya [BAPEKO]. 2005. Menguak potensi bisnis Jakarta Utara (Profil potensi dan peluang usaha di Jakarta Utara). Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2000. Jakarta Utara Dalam Angka 2000. Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2001. Jakarta Utara Dalam Angka 2001. Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2002. Jakarta Utara Dalam Angka 2002. Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2003. Jakarta Utara Dalam Angka 2003. Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2004. Jakarta Utara Dalam Angka 2004. Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2000. Kecamatan Pademangan Dalam Angka 2000. Jakarta Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2001. Kecamatan Pademangan Dalam Angka 2001. Jakarta
95
Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2002. Kecamatan Pademangan Dalam Angka 2002. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2003. Kecamatan Pademangan Dalam Angka 2003. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2004. Kecamatan Pademangan Dalam Angka 2004. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2000. Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2000. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2001. Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2001. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2002. Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2002. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2003. Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2003. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara [BPS]. 2004. Kecamatan Penjaringan Dalam Angka 2004. Jakarta. Baudelaire, J.G. 1973. Port Administration and Planning, General Introduction, Delft. Budhiharsono, S. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta. Caiden, G.E. 1971. The Dynamics of Public Administration. New York: Holt, Rinehar and Winston Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 2000. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu; PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Davis, G.J., W.J, Warhurst and P, Weller. 1993. Public Policy in Australia, Ed ke-2. St. Leonards: Allen and Unwin. Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. 1990. The Study on Port Development Strategy in The Republic of Indonesian (OCDI). Jakarta. Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (Dephub) 1998. The Studi on Port Development Strategy in The Republic of Indonesia (OCDI). Jakarta. Dinas Tata Kota. 2005. Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Penjaringan Wilayah Kotamadya Jakarta Utara Tahun 2005 (hasil Penyempurnaan). Pemda DKI Jakarta.
96
Dunn, W. N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yokyakarta, Indonesia. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta Harding, R. 1998. Environmental Decision making. The Federation Pr. Leichhardt, NSW. Hokkanen, J., R. Lahdelma, and P. Salminen. 1999. A multiple criteria decision model for analizing and choosing among different development patterns for the Helsinki cargo harbor. Sosio-Economic Planning Science 33 1-23, Finland. Institut Pertanian Bogor [IPB]. 2004. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Seri Pustaka IPB Press. Bogor Jones, C.O. 1996. Pengantar kebijakan publik (public policy) Istamto R, Penerjemah. Budiman N, editor. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari : An Introduction o the Study of Public Policy. Keraf, A. 2002. Etika Lingkungan, cetakan kesatu, penerbit buku kompas, Jakarta. 320 hal. Lembaga Teknologi Universitas Indonesia. 2004. Studi Tinjau Ulang Master Plan Pelabuhan Sunda Kelapa. Fakultas Teknik UI. Jakarta Lubis, E. 2002. Pengantar Pelabuhan Perikanan (Buku I). Laboraturium Pelabuhan Perikanan Jurusan PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabupaten Sukabumi. Laporan Akhir, Lembaga Penelitian UNPAD. Bandung. Malo dan Trisnoningtias. 2001. Metode Penelitian Masyarakat. Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia. Jakarta. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Nomor : Kep-51/MenKLH/I/2004 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Mustopadidjaja, A. R. 2002. Manajemen Proses Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta. Nazir, M. 1999. Metode Penelitian cetakan ke empat. Ghalia Indonesia. Jakarta Parsons, W. 2005. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Edisi Pertama, Cetakan Ke-1, Kencana. Jakarta. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa [PT. (Persero) PELINDO II]. 2005. Renstra Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 2004. Jakarta .
97
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa [PT. (Persero) PELINDO II]. 2005. Database Pelabuhan Sunda Kelapa, Revisi Tahun 2004. Jakarta PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa [PT. PELINDO II]. 2003. Updating Rencana Pengelolaan Lingkungan RKL dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa. Rees, J. 1990. Natural Resources: Allocation, Ecxonomics and Policy Routlege. London and New York. Riani, E., S.H. Sutjahjo. dan Ridwan A. 2005. Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. LPPM-IPB. Bogor. Rudianto. 2004. Analisis Konflik Pemanfaatan Lahan Wilayah Pesisir (Studi Kasus Pantai Utara Jakarta). Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Santosa, M. A. 2001. Good Governance dan Hukum Lingkungan. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). Jakarta. Singarimbun, M., dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Penerbit LP3ES. Jakarta. Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi Kedua, Erlangga Jakarta. 519 hal. Siregar, Muchtaruddin. 1990 Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan. LPFE UI. Jakarta. Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan Edisi kesepuluh, cetakan ke-10, Djambatan. Jakarta. 381 hal. Subandar, A. 1999. Potensi Teknik Evaluasi Multi Kriteria dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Jurnal Sain dan Teknologi. 1 (5): 70-80. Turner,
R.K., D. Pearce, and I. Bateman. 1994. Enviromental Economics. An Elemantary Introduction. Harvester Wheastsheaf. Hertforshire.
United Nations Conference on Trade and Development [UNCTAD]. 1984. Port Development-A handbook for planner in developping countries. United Convention Law of the Sea [UNCLOS]. 1982. A hand book. United Nations Wooldridge, C, F. McMullen and V Howe. 1999. Environmental management of ports and harbours – implementation of policy through scientific monitoring. Marine Policy Jurnal. 23 (4-5) : 413-425.
Lampiran 1 Peta detail Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
P T . P L U IT SAKTI K H A R IS M A
P T . G A JA H T U N G G A L
P T . S IN A R M A S TUNGGAL
PT. PO NDO K B H G IN D A H
P T . T R IP IN D O P ER K A S A
D ERM A GA P T .K A R Y A T E R P A D U
P T .D D G
PT. PUTR A M AD YA JA Y A G I R I
KO LA M PE LABU H AN LAM A
AS
UK
D ERM A GA B ATU BAR A (P T .M U A R A B A R U FO RTU N A)
NT
A EN T
PO S F A S ILI T A S M A R IN A T E R P A D U
PT . C APU T R
GUD AN G PENUM PUK AN BAT AS – BAT AS PELABUH AN
ERPR ISE. Lt d
BRE
K A M P U N G JA P A T
PI
AK W ATE
R
U
KE
LU
AR
M
K O LA M P E L AB U H AN B AR U
Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II cabang Sunda Kelapa, 2006
98
Lampiran 2 Peta titik sampling air dan sedimen di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
y
Stasiun 3
y
Stasiun 2 Stasiun 1
y
y
Stasiun
Sumber: BPLHD Jakarta Utara, 2005 99
Lampiran 3. Tabel matrik operasional indikator penelitian No. 1.
2.
Domain/ Kriteria Ekologi
Ekonomi
Indikator
Perubahan yang terjadi pada lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa
Hasil analisis laboratorium dibandingkan standar baku mutu
Kesesuain RTRW
Tingkat kesesuaian peruntukan ruang Pelabuhan Sunda Kelapa
Data Sekunder
Kontribusi pajak pelabuhan
Kontribusi Pajak pemasukan dari Pelabuhan Sunda Kelapa terhadap negara
Total jumlah pajak yang dikeluarkan Pelabuhan Sunda Kelapa tiap tahun
Nilai ekonomi dampak pencemaran Arus barang
4.
Sosial budaya Persepsi stakeholders terhadap pelabuhan
Kelembagaan
Sumber Data
Kondisi lingkungan perairan
Volume pendaratan
3.
Difinisi Operasional
Jlh kunjungan kapal setiap tahun di Pelabuhan Sunda Kelapa Besar biaya yang dikeluarkan pelabuhan untuk mengatasi pencemaran
Jlh total kunjungan kapal/jenis/tahun Cost averting behavior method
Jumlah arus barang yang dibongkar dan dimuat Jlh total arus barang bongkar-muat /jenis di Pelabuhan Sunda Kelapa /tahun Pendapat stakeholders terhadap keberadaan Pelabuhan Sunda Kelapa
Jumlah stakeholder yang menerima dan yang menolak keberadaan pelabuhan
Konflik pelabuhan dan masyarakat
Persentasi interaksi masyarakat dengan Perlabuhan Sunda Kelapa
Jlh konflik atau jenis konflik
Local employment
Tenaga kerja lokal yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa Data legalitas tanah dan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa
Aspek legalitas
Efisiensi Kelembagaan
Sarana prasarana
Tingkat efektifitas atau peranan kelembagaan dalam menerapkan kebijakan dan peraturan
Inprastruktur pendukung aktifitas pelabuhan
Jumlah Tenaga kerja yang terlibat populasi Jumlah yang legal dan jumlah yang tidak legal
Data Primer
Jumlah sarana prasarana
100
100 Lampiran 4 Panduan kuesioner yang digunakan dalam penelitian
Panduan Kuesioner Lapangan (MCDM)
ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PELABUHAN SUNDA KELAPA DKI JAKARTA
Nama Responden :........................................... Pekerjaan :............................................ Alamat :............................................
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
101 Pendahuluan
Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan tertua di Indonesia sudah terkenal sejak dahulu,
yang masih mempertahankan ketradisionalannya, Pelabuhan Sunda
Kelapa sudah terkenal ke mancanegara bahkan internasional. Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa tersebut sebagai tempat melakukan bongkar muat barang yang berasal dari daerah satu ke daerah lainnya, perkembangannya begitu cepat dari tahun ke tahun. Sayangnya Pelabuhan yang ada di ibukota negara tepatnya di wilayah DKI Jakarta yang dekat pusat-pusat perkembangan perkotaan terlihat kumuh dengan sampah di manamana. Dalam pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa, yang sangat berperan dalam mendukung proses transportasi barang antar pulau satu dengan lainnya memungkinkan kurang tertatanya pemanfaatan yang ada dan menimbulkan dampak terhadap lingkungan dengan berbagai aktivitas yang ada di pelabuhan dan sekitarnya. Maka perlu dilakukan sebuah ”Kajian Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa”. Dalam penentuan pemanfaatan yang ada saat ini perlu masukan
dari berbagai
stakeholders yang berkepentingan atau yang mengetahui permasalahan yang akan dikaji sehingga dengan mengisi kuisioner ini akan memberikan masukan yang sangat berarti untuk menentukan suatu strategi kebijakan pengelolaan lingkungan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sehingga masukan dari Bapak/Ibu sangat kami harapkan.
102 Kuesioner untuk pemberian skor untuk pemanfaatan pelabuhan bongkar muat No
Kriteria/Sub Kriteria 1
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingkungan Perairan b. Tingkat Kesesuaian dgn RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders b. Konflik pelabuhan dgn masyarakat c. Local Employment
2
Skor Penilaian 3 4 5 6 7 8
9 10
x x
x x x x
x x x
4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana
x x x
Keterangan: Kategori Rendah : (1-3)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (7-9)
Untuk Sub kriteria Kondisi lingkungan perairan, Nilai ekonomi dampak pencemaran, dan konflik pelabuhan dengan masyarakat, pemberian bobot skor kebalikan dengan yang lainnya yaitu: Kategori Rendah : (7-9)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (1-3)
103 Kuesioner untuk pemberian skor untuk pemanfaatan pelabuhan wisata bahari No
Kriteria/Sub Kriteria 1 2
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingkungan.Perairan b. Tingkat Kesesuaian dgn RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders b. Konflik pelabuhan dgn masyarakat c. Local Employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana
3
Skor Penilaian 4 5 6 7 8 9
x x
x x x x
x x x
x x x
Keterangan: Kategori Rendah : (1-3)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (7-9)
Untuk Sub kriteria Kondisi lingkungan perairan, Nilai ekonomi dampak pencemaran, dan konflik pelabuhan dengan masyarakat pemberian bobot skor kebalikan dengan yang lainnya yaitu: Kategori Rendah : (7-9)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (1-3)
104
Kuesioner untuk pemberian skor untuk pemanfaatan pelabuhan peti kemas No
Kriteria/Sub Kriteria 1
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingk.Perairan b. Tingkat Kesesuaian dgn RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders b. Konflik pelabuhan dgn masyarakat c. Local Employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana
2
3
Skor Penilaian 4 5 6 7 8
9
x x
x x x x
x x x
x x x
Keterangan: Kategori Rendah : (1-3)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (7-9)
Untuk Sub kriteria Kondisi lingkungan perairan, Nilai ekonomi dampak pencemaran, dan konflik pelabuhan dengan masyarakat pemberian bobot skor kebalikan dengan yang lainnya yaitu: Kategori Rendah : (7-9)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (1-3)
105
Kuesioner untuk pemberian skor untuk pemanfaatan pelabuhan penumpang No Kriteria/Sub Kriteria 1 2 1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingk.Perairan b. Tingkat Kesesuaian dgn RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders b. Konflik pelabuhan dgn masyarakat c. Local Employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana
3
Skor Penilaian 4 5 6 7 8 9
x x
x x x x
x x x
x x x
Keterangan: Kategori Rendah : (1-3)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (7-9)
Untuk Sub kriteria Kondisi lingkungan perairan, Nilai ekonomi dampak pencemaran, dan konflik pelabuhan dengan masyarakat pemberian bobot skor kebalikan dengan Nilai yang lainnya yaitu: Kategori Rendah : (7-9)
Kategori Sedang : (4-6)
Kategori Tinggi : (1-3)
Lampiran 5 Peta lokasi batas kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa
JL. MUARA
KARANTIN KOLAM PELABUHAN
KOLAM PELABUHAN
UTARA
Sumber: PT (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa, 2005 107
Lampiran 6 Gambar Makrozoobentos yang terdapat pada perairan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta.
Tellina Sp.
Barbatia Sp.
3 cm
Chione Sp.
Mactra Sp.
107
109 Lampiran 7. Struktur organisasi PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta
General Manager
Advisor Pengembangan Mutu dan Manajemen K3
Supervisor Pangkalan I
Asisten Manager Teknik dan Informasi
Asisten Manager Keuangan
Asistem Manager SDM dan Umum
Supervisor Pangkalan I
Supervisor Teknik Sipil
Supervisor Anggaran
Supervisor SDM
Supervisor Pangkalan II
Supervisor Teknik Mesin dan Listrik
Supervisor Akuntansi
Supervisor Hukum dan Administrasi Umum
Supervisor Usaha Terminal
Supervisor Administrasi Teknik
Supervisor Pendapatan dan Perbendaharaan
Supervisor Humas, Data dan Laporan
Supervisor Pelabuhan Kali Baru/Marunda
Supervisor Sistem Informasi
Supervisor TBAL dan Rupa-Rupa Usaha
PT. Muara Baru Fortuna
PT. Karya Teknik Utama
PT. Caputra Enterprise LTD
Mitra Usaha Lainnya
Sumber: PT. (Persero) Pelindo II cabang Sunda Kelapa DKI Jakarta
Lampiran 8. Matrik masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
1
2
3
4
5
6
7
8
Skor Penilaian Responden 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Akar Pgkt
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingk.Perairan b. Kesesuaian dgn RTRW
3 8
2 7
3 8
2 6
3 7
2 6
3 7
2 7
2 8
3 8
2 7
3 7
2 6
3 9
2 7
3 7
3 6
2 8
3 8
2 7
2 7
3 8
4 8
3 7
4 7
3 6
3 7
2 7
2 8
2 8
2,5309 7,1930
0,0309 0,0878
0,1187
2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi Pajak Pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Nilai Produksi Barang
6 8 4 8
7 9 5 7
6 8 6 8
7 7 6 8
7 8 5 9
5 8 3 7
6 9 4 7
7 9 5 6
7 9 3 7
6 8 4 7
7 8 5 8
7 8 5 8
6 7 6 9
7 8 4 8
6 8 4 8
7 9 5 7
7 8 6 7
6 7 4 8
6 7 5 7
7 8 5 8
7 8 5 8
7 8 6 8
5 9 6 7
6 8 4 8
6 8 5 7
7 8 6 8
7 7 3 8
6 9 5 7
7 8 6 8
7 9 5 8
6,4686 8,0736 4,7346 7,6045
0,0790 0,0986 0,0578 0,0929
0,3283
3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders b. Konflik Pelabuhan dengan masyarakat c. Local Employment
9 5 8
8 4 9
9 7 9
7 7 7
8 7 8
8 5 7
9 6 8
9 7 9
8 7 8
9 6 8
8 7 7
8 7 7
9 6 8
9 5 9
8 6 8
9 7 7
7 7 6
8 6 8
9 7 9
9 6 8
9 7 9
9 7 8
8 6 8
8 6 9
7 7 7
8 7 7
8 8 8
7 7 8
7 7 9
9 6 9
8,2336 6,3714 7,9568
0,1005 0,0778 0,0972
0,2755
8 8 9
9 7 9
8 6 9
7 7 8
8 6 8
8 7 7
9 8 8
9 7 9
8 7 8
8 8 7
7 8 8
9 7 8
8 7 9
7 6 9
6 7 8
7 7 9
8 8 7
7 8 8
8 7 8
8 6 8
7 6 7
7 7 7
8 7 8
8 8 8
7 8 7
8 7 7
6 8 9
8 6 9
8 7 8
7 7 7
7,6592 7,0649 7,9978 81,8889
0,0935 0,0863 0,0977
0,2775
No
Kriteria/Sub Kriteria
4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana Pendukung Total
Sub Kriteria Kriteria
1,0000
110
Lampiran 9. Masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan wisata bahari di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
No Kriteria/Sub Kriteria
Skor Penilaian Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Akar Pangka Sub Kriteria Kriteria
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingk.Perairan b. Kesesuaian dgn RTRW
3 5 3 3 3 4 34 4 7 7 6 6 7 6 77 5
3 6
4 7
3 7
4 6
3 7
4 7
3 6
3 4 3 6 6 7
4 7
3 5
4 6
2 7
3 7
4 4
4 5
3 6
3 7
4 6
3 7
3,3777 6,2782
0,0531 0,0987
0,1519
2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi Pajak Pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Nilai Produksi Barang
4 4 6 3
5 4 5 4
6 3 4 3
6 4 5 3
5 5 5 4
6 3 6 4
7 3 4 3
6 4 4 4
4 4 6 3
5 3 6 4
6 4 5 4
5 3 6 4
5 3 5 5
6 4 6 4
6 4 6 4
5 3 4 5
6 3 5 5
5 4 6 4
7 4 5 3
6 4 6 5
5 3 6 4
5 3 5 5
5,3789 3,4103 5,3318 3,7771
0,0846 0,0536 0,0838 0,0594
0,2815
3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders Thdp Pelabuhan b. Konflik Pelabuhan dengan masyarakat c. Local Employment
5 6 6 7 6 5 56 7 5 4 5 6 7 5 66 7 4 5 5 6 4 5 54 3
6 6 4
6 7 5
7 5 4
7 6 4
6 5 3
5 6 4
6 5 5
6 7 7 7 6 7 5 4 5
6 6 6
7 6 4
6 7 5
7 7 5
7 5 6
6 6 6
6 6 5
7 7 7
7 7 7
6 5 6
6 6 6
6,1964 5,9054 4,7939
0,0974 0,0929 0,0754
0,2657
8 7 8 7 8 8 77 8 5 7 4 7 6 5 65 5 6 7 6 5 7 7 77 4
6 6 7
7 6 6
6 4 6
8 5 7
7 6 7
6 7 6
7 5 7
8 7 6 6 7 6 7 7 6
7 6 7
6 6 7
7 5 7
7 7 5
8 5 5
7 6 6
8 6 7
6 7 6
6 7 7
7 6 7
7 6 6
7,0287 5,7666 6,3431 63,5880
0,1105 0,0907 0,0998
0,3010
4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana Pendukung Total
5 3 7 2
5 4 7 3
4 3 6 4
5 3 5 3
5 2 6 4
6 3 4 3
6 4 5 5
6 3 6 5
1,0000
111
Lampiran 10. Matrik masukan responden untuk pemanfaatan p elabuhan peti kemas di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
No
Kriteria/Sub Kriteria 3
4
5
6
7
8
Skor Penilaian Responden 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Akar Pangkat Sub Kriteria Kriteria
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingk.Perairan b. Kesesuaian dgn RTRW
2 Ma 3 2 4 5
3 5
4 6
3 5
4 4
3 5
4 5
4 4
3 6
4 7
3 5
4 6
3 5
4 7
2 5
3 7
4 4
3 6
4 6
3 5
4 6
4 7
3 5
4 4
4 5
3 6
2 6
2 6
3 5
3,2195 5,3218
0,0550 0,1460 0,0909
2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi Pajak Pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus Barang
4 3 6 3
5 3 7 2
5 4 7 3
4 3 6 4
5 3 5 3
5 2 6 4
4 3 4 3
6 4 5 5
5 3 5 4
5 3 4 3
6 2 5 3
5 4 5 4
6 3 6 4
5 3 4 3
6 4 4 4
4 4 6 3
5 2 6 4
4 3 6 5
6 2 5 4
5 3 6 4
5 3 5 3
4 3 5 4
6 4 4 3
6 4 6 3
5 2 5 4
5 2 6 4
6 3 7 2
6 3 5 3
5 4 5 3
6 4 4 4
5,0814 3,0157 5,2553 3,4223
0,0868 0,2867 0,0515 0,0898 0,0585
3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders Thdp Pelabuhan b. Konflik Pelabuhan dengan masyarakat c. Local Employment
5 5 4
5 4 5
6 5 5
7 4 6
6 4 4
5 5 5
5 6 5
6 5 4
7 4 3
6 6 4
6 5 5
5 5 4
7 6 6
6 5 3
5 6 5
5 5 5
6 4 5
6 6 4
7 7 5
6 6 6
6 4 4
6 5 5
7 5 5
7 6 4
6 5 6
5 6 5
6 4 4
6 5 3
5 6 4
7 6 5
5,8887 5,1006 4,5190
0,1006 0,2650 0,0872 0,0772
6 5 6
7 6 7
7 4 6
7 7 5
6 6 6
6 5 7
7 6 6
7 5 7
7 6 4
6 6 7
7 6 6
6 7 6
5 5 5
7 6 7
6 7 6
7 5 7
5 6 6
7 6 7
6 5 6
7 6 7
7 5 7
7 4 7
6 5 6
6 5 6
5 6 5
6 5 5
6 5 4
7 4 5
7 4 6
6 5 6
6,3637 5,3665 5,9639 58,5182
0,1087 0,3024 0,0917 0,1019 1,0000
1
4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana Total
112
Lampiran 11. Matrik masukan responden untuk pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
No Kriteria/Sub Kriteria 1
2
3
4
5
6
7
8
Skor Penilaian Responden 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Akar Pgk Sub KriteriaKriteria
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingk.Perairan b. Kesesuaian dgn RTRW
1 2
2 2
1 1
2 2
3 3
2 2
1 1
2 1
1 2
3 2
1 2
1 1
2 2
3 2
1 3
2 2
3 2
1 1
3 2
2 2
1 1
2 2
2 2
1 1
2 1
2 2
3 2
2 1
2 2
1 2
1,6822 1,6690
0,0791 0,0785
0,1576
2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi Pajak Pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus Barang
2 3 2 3
2 3 2 2
1 4 1 3
2 3 2 2
1 3 2 3
1 2 1 4
2 3 2 3
2 4 1 2
1 3 2 2
2 3 2 3
3 2 2 3
2 4 1 2
2 3 2 2
3 3 2 1
2 4 2 2
2 4 1 3
2 2 2 2
1 3 1 2
1 2 2 1
2 3 2 1
3 4 2 2
2 3 1 2
2 3 1 1
1 2 2 1
2 2 2 2
2 3 2 1
3 1 1 2
1 4 1 2
2 3 2 1
2 3 1 2
1,7548 2,8520 1,5511 1,9139
0,0825 0,1341 0,0730 0,0900
0,3796
3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders b. Konflik Pelabuhan dengan masyarakat c. Local Employment
1 2 2
2 1 3
2 2 2
1 3 1
2 1 2
2 2 3
1 1 2
2 2 3
3 1 2
2 2 1
2 2 2
1 2 3
2 1 2
2 2 3
2 2 2
1 2 3
2 2 2
2 1 1
1 2 1
2 2 2
2 2 2
2 2 2
1 1 3
2 1 2
3 2 2
2 2 3
2 1 1
1 2 2
1 2 2
2 2 1
1,6690 1,6466 1,9399
0,0785 0,0774 0,0912
0,2472
1 2 2
1 1 2
2 2 2
1 2 1
2 1 2
2 2 1
1 1 1
2 2 2
1 1 2
2 2 1
2 2 2
1 2 2
1 1 2
2 2 1
2 2 2
1 2 1
2 2 2
2 1 1
1 2 1
2 2 2
2 1 1
2 2 1
1 2 2
2 1 1
2 1 2
1 2 2
2 2 1
1 2 2
2 2 2
2 1 1
1,5157 1,5874 1,4811 21,2628
0,0713 0,0747 0,0697
0,2156
4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana Total
1,0000
113
Lampiran 12. Perbandingan kenyataan di lapangan dan nilai yang diinginkan atau ideal pada Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta
No Kriteria/Sub Kriteria PBM 1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingkungan Perairan b. Kesesuaian dgn RTRW
Kenyataan di Lapangan PP PWB
PPK
PBM
Nilai yang Diinginkan/Ideal PP PWB
PPK
Tercemar Sesuai
Tercemar T. Sesuai
Tercemar Sesuai
Tercemar T. Sesuai
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
T.ada T.ada Tinggi Rendah
Sedikit Sedikit Tinggi Sedang
Ada Sedikit Tinggi Sedang
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders Thdp Pelabuhan b. Konflik Pelabuhan dgn Masyarakat c. Local Employment
Mendukung Ada Tinggi
Tidak Mdkg Ada Rendah
Mendukung T.Ada Sedang
Blm Mdkg Ada Sedang
Baik Tidak ada Tinggi
Baik Tidak ada Tinggi
Baik Tidak ada Tinggi
4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana
Konsisten Inkonsisten Konsisten Inkonsisten Konsisten Konsisten Konsisten Konsisten Inkonsisten Inkonsisten Inkonsisten Inkonsisten Konsisten Konsisten Konsisten Konsisten Medukung T.Mendukung Mendukung K.Mendukung Mendukung Mendukung Mendukung Mendukung
2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi Pajak Pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus Barang
T.Tercemar T.Tercemar T.Tercemar T.Tercemar Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Skor Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa PBM PP PWB PPK 20 80
20 20
20 70
20 20
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
80 80 10 90
10 10 10 10
30 40 10 50
30 30 10 10
Baik Tidak ada Tinggi
80 50 80
10 50 40
60 50 50
20 50 50
80 50 80
20 50 20
70 50 70
20 50 20
114
Lampiran 13. Nilai bobot dan skor untuk analisis prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa DKI Jakarta No
Kriteria/Sub Kriteria
1 Kriteria Ekologi a. Kondisi Lingkungan Perairan b. Tingkat Kesesuaian dengan RTRW 2 Kriteria Ekonomi a. Kontribusi Pajak Pelabuhan b. Volume Pendaratan c. Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran d. Arus Barang 3 Kriteria Sosial Budaya a. Persepsi Stakeholders Thdp Pelabuhan b. Konflik Pelabuhan dgn Masyarakat c. Local Employment 4 Kriteria Kelembagaan a. Aspek Legalitas b. Efektifitas Kelembagaan c. Sarana dan Prasarana Total
Skor Pemanfaatan Pelabuhan Su PBM PP PWB PPK PBM
Bobot Penilaian PP PWB PPK
Agregasi Akar Pangkat Sub Kriteria
Kriteria 0,1428
20 80
20 20
20 70
20 20
2,5309 7,1930
1,6822 1,6690
3,3777 6,2782
3,2195 46,2967 5,3218 401,1093
2,6085 4,4752
0,0526 0,0902
80 80 10 90
10 10 10 10
30 40 10 50
30 30 10 10
6,4686 8,0736 4,7346 7,6045
1,7548 2,8520 1,5511 1,9139
5,3789 3,4103 5,3318 3,7771
5,0814 3,0157 5,2553 3,4223
310,2547 236,8034 205,7817 188,1274
4,1969 3,9228 3,7875 3,7035
0,0846 0,0791 0,0763 0,0747
80 50 80
10 50 40
60 50 50
20 50 50
8,2336 6,3714 7,9568
1,6690 1,6466 1,9399
6,1964 5,9054 4,7939
5,8887 501,4295 5,1006 316,0069 4,5190 334,3843
4,7321 4,2162 4,2762
0,0954 0,0850 0,0862
80 50 80
20 50 20
70 50 70
20 50 20
7,6592 7,0649 7,9978
1,5157 1,5874 1,4811
7,0287 5,7666 6,3431
6,3637 519,2574 5,3665 347,0606 5,9639 448,1108
4,7736 4,3162 4,6009 49,6097
0,0962 0,0870 0,0927
0,3147
0,2666
0,2760
1,0000
115