5
5.1
ANALISIS PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT)
Analisis Komponen Lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok
5.1.1 Analisis Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Analisis terhadap kualitas lingkungan fisik ekologi dimaksudkan untuk mengetahui apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan fisik di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yang diakibatkan oleh terjadinya pencemaran lingkungan kawasan pelabuhan. Penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi pelabuhan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kawasan pelabuhan tidak memenuhi persyaratan dan standar sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) tingkat internasional. Dalam analsis ini dikaji faktor-faktor penyebab penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi masingmasing sektor dan implikasi kebijakan untuk mengatasinya dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok untuk menjadi pelabuhan berwawasan lingkungan. Kualitas lingkungan fisik ekologi yang dianalisis terdiri dari kualitas air kolam perairan dan di luar kolam pelabuhan, kualitas udara pelabuhan, kondisi kebersihan dan penghijauan dan tingkat sedimentasi perairan laut pelabuhan. a
Analisis Kualitas Air Perairan Pelabuhan Kegiatan yang berlangsung di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan
masukan air dari muara-muara sungai yang berada dalam lingkup kawasan Pelabuhan Tanjung Priok akan mempengaruhi kualitas air, khususnya di kolam perairan pelabuhan. Hal ini disebabkan adanya breakwater yang membatasi atau melokalisir perairan pelabuhan dengan perairan bebas, sehingga pengaruh oseanografi seperti arus dan gelombang tidak menyebarkan bahan pencemar ke luar area perairan pelabuhan.
Namun demikian masih terdapat pengaruh
oseanografi lainnya seperti pasang surut yang akan mengumpulkan polutan air pada muara-muara sungai/kali yang ada dalam lingkup kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu Kali Japat dan Kali Kresek/Sunter. Selain masukan dari Kali Japat dan Kali Kresek dan aktivitas pelabuhan, terdapat juga pengaruh dari
buangan kapal-kapal yang bersandar di luar
breakwater pelabuhan, walaupun hal ini sangat kecil, karena pengelola kawasan Pelabuhan Tanjung Priok (PT Pelindo II) telah memberlakukan larangan untuk
106
membuang oli bekas dan air balast di perairan, kecuali di lokasi yang disediakan yaitu di dok atau galangan kapal. Sebagaimana diuraikan pada Bab III, maka untuk pendekatan analisis kualitas air perairan Pelabuhan Tanjung Priok, stasiun pengamatan tingkat pencemaran air pelabuhan dikelompokkan atas 2 zona, yaitu: 1) Zona A : Kolam perairan pelabuhan Sub Zona Dekat Daratan/Muara, terdiri dari titik (stasiun) 1,3,5,7 dan 9. Sub Zona Tengah kolam pelabuhan, terdiri dari titik (stasiun) 2,4,6 dan 10. 2) Zona B : Zona di luar kolam/breakwater pelabuhan, terdiri dari titik (stasiun) 8, 11 dan 12. Hasil pemantauan kualitas air di muara dan perairan pelabuhan pada titik-titik pemantauan dikelompokkan atas 2 zona tersebut di atas yaitu: 1) Pemantauan pada zona A (kolam perairan), yaitu pada 9 titik pemantauan pada saat pasang dan surut selama 5 tahun (2004 - 2008). 2) Pemantauan pada zona B (di luar kolam perairan), yaitu pada 3 titik pemantauan pada saat pasang dan surut selama 5 tahun (2004 - 2008). Kedua belas titik pada kedua zona ini dibandingkan terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Pada kedua zona tersebut, yaitu zona A (9 titik) dan zona B (3 titik) diteliti kadar kualitas air laut berdasarkan parameter fisika (bau, TSS, suhu, sampah, lapisan minyak, kecerahan dan kekeruhan), parameter kimia (ph, ammonia, salinitas, senyawa fenol total, minyak dan lemak, surfaktan dan sulfida) dan logam terlarut (raksa, cadmium, tembaga, timbal dan seng). Atas dasar data hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 20 dan Tabel 21 selanjutnya dilakukan analisis perhitungan Indeks Pencemar (IP) pada titik-titik tersebut. Sebagaimana ditetapkan pada Metodologi Penelitian, maka kedua zona penelitian di dalam studi berdasarkan tingkat ketercemarannya dibagi atas 4 kriteria, yaitu : 1) Kriteria I (Di bawah Ambang Batas Baku Mutu Air Laut) : IP 0 - IP 1 2) Kriteria II (Tercemar) : IP 1 - IP 5 3) Kriteria III (Tercemar Sedang / Sangat Tercemar) : IP 5 - IP 10 4) Kriteria IV (Tercemar Berat) : IP 10 - IP 14 Setelah dilakukan analisis perhitungan dengan menggunakan rumus status Pencemaran Kualitas Air, maka dihasilkan Indeks Pencemar pada titik-titik penelitian pada saat pasang dan saat surut dari tahun 2004 – 2008. Dari data-data yang diperoleh, maka pada tahun 2008 (akhir) terdapat beberapa parameter kualitas air baik di dalam kolam perairan, maupun di luar kolam perairan
107
Pelabuhan Tanjung Priok dalam kondisi tercemar, yaitu 7 titik dari 12 titik pemantauan. Di kolam perairan pelabuhan (zona A) sebanyak 5 titik tercemar dari 9 titik pemantauan, dan di luar kolam perairan sebanyak 2 titik tercemar (walau relatif masih dalam kategori rendah) dari 3 titik pemantauan. Pada saat surut kondisinya di kolam perairan sama dengan saat pasang, sedang di luar kolam perairan menurun, yaitu 1 titik tercemar dari 3 titik pemantauan. Tingkat pencemaran beberapa nilai parameter maupun kimia secara umum menunjukkan bahwa kualitas air di Pelabuhan Tanjung Priok telah mengalami pencemaran dari kategori telah tercemar sampai kategori pencemaran sedang/sedang. Kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok yang tercemar akan mempengaruhi fungsi air terhadap peruntukannya, di antaranya untuk pengelolaan air bersih dari perairan pelabuhan, biologi dan wisata bahari sesuai dengan Kep. MENLH No. 51/2004. Secara rinci berdasarkan hasil perhitungan penilaian Indeks Pencemar (IP) pada 2 zona perairan Pelabuhan Tanjung Priok pada saat pasang dan surut dari tahun 2004 (awal) sampai tahun 2008 (akhir) dihasilkan hal-hal sebagai berikut : 1) Zona A (kolam perairan pelabuhan) :
Di kolam perairan pelabuhan tingkat pencemaran paling tinggi di muara-muara kali Japat Ancol dan muara kali Kresek (Sunter).
Di muara kali Japat (sisi Barat berbatasan dengan Ancol), pada saat pasang Indeks Pencemar (IP)nya 8,17 (tercemar sedang), tetapi saat surut IP-nya naik menjadi 10,18 (tercemar berat). IP di titik pemantauan ini cenderung naik setiap tahun. Parameter-parameter yang mendominasi tingginya Indeks Pencemar (IP) adalah parameterparameter bau, kecerahan, sampah, lapisan minyak, amonia dan coliform. Di muara Kali Japat pada tahun 2004 nilai Indeks Pencemar (IP) tertinggi dari seluruh titik pemantauan dari tahun 2004 – tahun 2008 yaitu 13,30 (tercemar berat).
Di muara Kali Kresek (berasal dari Kali Sunter) pada saat pasang IPnya 7,28 (tercemar sedang, hampir tercemar berat) dari pada saat surut IP-nya turun 6,38. Paramater-parameter yang mendominasi tingginya IP ini yaitu bau, kecerahan, lapisan minyak dan coliform. Pada saat surut TSS meningkat melebihi Batas Ambang Mutu.
Dari uraian di atas, maka berdasarkan hasil analisis posisi kedua sungai/kali
melalui
kawasan-kawasan
industri,
pergudangan
dan
pemukiman padat penduduk yang rentan terhadap buangan limbah dari
108
industri, pergudangan dan buangan domestik dari pemukiman padat penduduk (rumah tangga). Tingkat pencemaran paling rendah atau berada di bawah Batas Ambang Mutu (BAM) di zona A adalah di perairan Kolam Pelabuhan III/A1 (IP=0,60), di Utara ex. Syahbandar/A2 (IP=0,64) di Dock Koja Bahari/A2 (IP=0,59) dan di perairan sekitar bangunan kantor Rukindo/A1 (IP=0,93). 2) Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan/dekat breakwater). Di luar kolam perairan pelabuhan, tingkat pencemarannya masih rendah, pada saat pasang dari 3 titik penelitian, 2 titik mulai tercemar yaitu di perairan pintu Breakwater Barat (IP=1,54) dan di perairan Dumping Site (IP=1,23), cenderung naik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada saat surut yang tercemar hanya 1 titik, yaitu di perairan pintu breakwater Barat (IP=1,17), turun dari saat pasang. Di zona B saat pasang 1 titik IP-nya dibawah Batas Ambang Mutu (IP=0,80) yaitu di luar DAM, dan saat surut 2 titik IP-nya dibawah BAM, yaitu di luar DAM (IP=0,60) di Perairan Dumping Site (IP=0,67). Dari data-data tersebut di atas, maka di zona B pencemarannya masih termasuk kategori rendah. Pencemaran relatif aman dari buangan dari sungai/kali-kali ke kolam perairan. Dianalisis masih terjadi pencemaran dari kapal-kapal yang berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam pelabuhan (DLKP). Sebetulnya pengelola Pelabuhan Tanjung Priok telah menetapkan setiap kapal tanker dan kapal barang yang berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam perairan pelabuhan, wajib membuang limbah ke Reception Facilities yang disediakan sesuai MARPOL 73/78. Selain itu setiap kapal yang berlabuh harus dilengkapi peralatan pencegah pencemaran. Permasalahannya sejauh mana Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, baik regulator maupun operator untuk mengawasi kapal-kapal yang akan berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 26 dan Gambar 27.
Tabel 20
Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008 (akhir)
Stasiun / No. Zonasi
Lokasi / Zona Lokasi
I
2004 Zona
P
2005 Awal P
2005 Akhir P
2006 Awal P
Tahun 2006 Akhir P
2007 Awal P
2007 Akhir P
2008 Awal P
2008 Akhir P
Keterangan
Zona A (di dalam kolam perairan pelabuhan)
1
A/1
Muara Kali Kresek
I
5.19
1.83
6.23
7.20
8.90
5.87
7.32
7.10
7.28
Tercemar Sedang
2
A/1
Perairan Kolam Pelabuhan III
III
0.86
0.77
0.75
0.85
0.50
0.75
0.70
0.71
0.70
Di bawah BAM
3
A/1
Semenanjung Paliat
II
2.22
2.59
2.30
2.70
3.20
2.60
2.83
2.73
2.81
4
A/1
I
13.30
3.05
5.60
9.52
7.52
7.80
8.28
7.74
8.17
5
A/1
III
0.86
0.89
0.70
1.30
0.87
0.92
1.03
0.97
1.02
Di bawah BAM
6
A/2
II
2.07
2.59
2.50
2.70
3.50
2.67
2.96
2.87
2.94
Tercemar (Trend naik)
7
A/2
III
0.87
0.79
0.85
0.95
0.20
0.73
0.63
0.67
0.64
Di bawah BAM
8
A/2
III
0.00
1.33
0.20
0.80
1.57
0.78
1.05
0.88
1.02
Di bawah BAM
9
A/2
I
1.71
1.77
2.40
2.20
3.52
2.32
2.68
2.62
2.67
Tercemar (Trend naik)
II
Perairan Muara Kali Japat Perairan Sekitar PT. Rukindo Perairan DKP Utara ExSyahbandar Dock Koja Bahari II Perairan Muara Kali Lagoa
Tercemar (Trend naik) Tercemar Sedang
Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan)
10
B
Perairan Pintu Break Water Barat
III
0.90
1.29
0.80
2.10
1.32
1.28
1.57
1.41
1.54
Tercemar (Trend naik)
11
B
Luar Dam
III
0.88
0.90
0.90
0.80
0.75
0.85
0.80
0.82
0.80
Di bawah BAM
12
B
Perairan Dumping Site
III
0.00
0.89
0.99
1.30
1.50
0.94
1.25
1.19
1.23
Tercemar (Trend naik)
109
Sumber : Hasil analisis diolah dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta) Tahun 2004-2008 (akhir), 2008.
Tabel 21 No.
Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Surut Periode Tahun 2004-2008 (akhir)
Stasiun / Zonasi
Lokasi / Zona Lokasi
I.
S
2005 Awal S
2005 Akhir S
2006 Awal S
2004 Zona
Tahun 2006 2007 Akhir Awal S S
2007 Akhir S
2008 Awal S
2008 Akhir S
Keterangan
Zona A (di dalam kolam perairan pelabuhan)
1
1/A
Muara Kali Kresek
I
5.27
7.22
7.40
7.86
5.19
6.59
6.55
6.72
6.58
Tercemar Sedang
2
3/A
Perairan Kolam Pelabuhan III
III
0.00
0.00
0.62
0.53
0.86
0.40
0.60
0.60
0.60
Dibawah BAM
3
5/A
Semenanjung Paliat
II
3.24
2.39
2.77
2.96
2.22
2.72
2.63
2.66
2.64
4
7/A
I
13.01
3.17
7.73
8.16
13.30
9.07
10.18
9.69
10.08
5
9/A
III
0.83
0.97
0.97
1.00
0.86
0.93
0.93
0.94
0.93
Dibawah BAM
6
2/B
Perairan DKP
II
0.11
5.06
2.89
3.07
2.07
2.64
2.59
2.65
2.61
Tercemar (Trend naik)
7
4/B
Utara Ex-Syahbandar
III
0.86
0.00
0.63
0.48
0.87
0.57
0.64
0.64
0.64
Dibawah BAM
8
6/B
Dock Koja Bahari II
III
0.00
1.12
0.87
1.13
0.00
0.62
0.58
0.64
0.59
Dibawah BAM
9
10/B
Perairan Muara Kali Lagoa
I
2.89
1.65
2.68
2.88
1.71
2.36
2.32
2.39
2.33
Tercemar
Perairan Muara Kali Japat Perairan Sekitar PT. Rukindo
Tercemar (Trend naik) Tercemar Berat (Trend naik)
110
II. Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan) 10
8/C
Perairan Pintu Break Water Barat
III
0.86
0.99
1.40
1.47
0.90
1.12
1.16
1.21
1.17
Tercemar
11
11/C
Luar Dam
III
0.00
0.00
0.72
0.64
0.88
0.45
0.66
0.67
0.66
Dibawah BAM
12
12/C
Perairan Dumping Site
III
1.00
0.00
1.20
1.26
0.00
0.69
0.65
0.76
0.67
Dibawah BAM
Sumber : Hasil Analisis dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2008
111
ZONA A ( DI DALAM KOLAM PERAIRAN PELABUHAN)
ZONA B ( DI LUAR KOLAM PERAIRAN PELABUHAN)
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Gambar 26
Fluktuasi Nilai IP Pada saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008.
112
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Gambar 27
Fluktuasi Nilai IP Pada saat Surut Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008.
113
Sesuai dengan hasil analisis penelitian kualitas air dengan parameter Indeks Pencemar (IP) tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan fisik ekologi di perairan Pelabuhan Tanjung Priok, khususnya di zona A pada muara-muara sungai kali di kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok kondisinya telah tercemar, sampai tercemar sedang dan berat dan Indeks Pencemarannya
cenderung
naik.
Penyebab
terbesar
penurunan
kualitas
lingkungan di muara sungai yang masuk ke kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok adalah terjadinya pencemaran sungai/kali di hulu yang terbawa sampai di hilir dan masuk ke kolam perairan pelabuhan. Oleh sebab itu penyelesaian masalah penurunan kualitas lingkungan fisik perairan Pelabuhan Tanjung Priok tidak bisa diselesaikan hanya pada internal lokasi pelabuhan, akan tetapi harus menyeluruh sampai di hulu dan harus terpadu dengan program pembersihan kali (Prokasih), khususnya yang bermuara ke Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk menuju pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) pada tahun 2030 ditinjau dari peningkatan kualitas lingkungan fisik ekologi Pelabuhan Tanjung Priok, maka kualitas air perairan akan diarahkan supaya meningkat pada sasaran Zona Kriteria Indeks Pencemar (IP) 0 - 1.5 yaitu posisi ”tidak tercemar” atau di bawah Batas Ambang Mutu (BAM) perairan laut. b Analisis Kualitas Udara Pelabuhan Sumber pencemar udara secara umum terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak terutama terkait dengan kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak ataupun bahan bakar lainnya untuk menggerakkan kendaraan melalui pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan. Menurut Bappenas (2006) dikemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan pencemaran udara secara tidak langsung. Namun faktor-faktor yang memiliki pengaruh sangat dominan di antaranya adalah meningkatnya permintaan akan transportasi, dengan konsumsi energi yang besar. Meningkatnya pertumbuhan arus barang ekspor-impor dan barang antar pulau dengan sendirinya akan meningkatkan pertumbuhan angkutan darat, laut, dan alat-alat berat di pelabuhan laut, termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok. Di satu sisi pertumbuhan angkutan darat dan laut keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain pertumbuhan angkutan menyebabkan peningkatan pencemaran udara dari zat-zat pencemar udara dan kebisingan dari angkutan tersebut.
114
Seperti yang telah disampaikan pada bab III, untuk menganalisis kualitas udara di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok digunakan parameter ISPU (Indeks Standar Parameter Udara). Di dalam penelitian ini berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh PT Pelindo II, tingkat pencemaran udara diteliti pada 11 titik di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yang dianggap telah mewakili seluruh kawasan pelabuhan. Hal-hal yang menjadi alasan pengambilan lokasi sampel tersebut adalah : 1) Merupakan tempat yang padat aktivitas dan diperkirakan mudah menimbulkan pencemaran udara, debu dan kebisingan; 2) Merupakan titik-titik yang telah ditetapkan pada periode-periode yang lalu dan terus berkesinambungan; 3) Untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran baru bila ada. Hasil pemantauan udara daratan Pelabuhan Tanjung Priok pada 11 titik dari tahun 2006 sampai tahun 2009 oleh PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dibandingkan terhadap PPRI No. 41 Tahun 1999 dan Kep02/MENLH/I/1998 tentang Kualitas Udara, hasilnya berupa Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sebagaimana terlihat pada Tabel 22, Tabel 23 dan Gambar 28. Dapat diuraikan lebih rinci tentang tingkat kelompok Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan faktor-faktor penyebab pencemaran pada titik-titik penelitian sebagai berikut : 1) Tingkat pencemaran udara dengan kategori “berbahaya” (2009 akhir) dengan nilai ISPU 310 berada pada lokasi Pos IX : Lokasi ini berada pada areal pintu gerbang utama keluar masuk angkutan kontainer Pelabuhan Tanjung Priok dan titik persimpangan jalan utama dari arah Timur ke Barat dan dari Selatan Pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi konsentrasi segala jenis kendaraan. Pada lokasi ini kepadatan lalu-lintas angkutan kontainer sangat tinggi yang mengeluarkan gas emisi dengan kadar yang tinggi. Parameter penyebab pencemaran udara adalah CO dan TSP. 2) Tingkat pencemaran dengan kategori “tidak sehat” (2009 akhir) dengan nilai ISPU antara 100 - 200 pada sebagian besar (9) titik penelitian yaitu Dermaga Kepanduan, Dermaga Nusantara I, PT. Walie Jaya Teladan, Terminal Penumpang, Terminal Besi Bekas Ujung, Area PT. Indonesia Power, Dermaga Nusantara II, Area TPK Koja dan PT Indocement Tunggal Prakarsa. Pada titik-titik lokasi penelitian tersebut di atas, kualitas
115
udaranya sudah lebih baik meningkat dari kategori ”sangat tidak sehat” (2009 awal) menjadi ”tidak sehat” (2009 akhir). 3) Tingkat pencemaran dengan kategori “sedang” berada pada area kantor Pelindo II. Nilai Indeks ISPU pada tahun 2009 akhir di bawah 100 (nilai 87), meningkat dari ISPU tahun 2009 pada posisi dengan kategori “sangat tidak sehat” yaitu di atas 200 (nilai 266). Apabila ditinjau dari periode waktu sebetulnya terjadi peningkatan kualitas udara dari periode 2007 akhir ke 2009 akhir yaitu : 1) Dari 4 titik dengan kategori “sangat tidak sehat” menjadi “tidak sehat”. 2) Dari 1 titik dengan kategori “tidak sehat” menjadi “sedang”. Dapat disimpulkan bahwa penurunan kualitas udara ternyata merupakan salah satu permasalahan penting, namun sebetulnya lebih mudah untuk di atasi, karena akar permasalahannya berada pada kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sendiri. Implikasi kebijakan untuk mengatasi permasalahannya cukup dengan kebijakan manajemen pngelola pelabuhan yaitu Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok selaku regulator dan PT (Persero) Pelindo II selaku operator untuk menerapkan sangsi terhadap pelanggaran aturan pencemaran udara kepada stakeholder di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk menuju pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) pada tahun 2020/2030, maka perlu diupayakan peningkatan kualitas udara pada semua titik dengan nilai ISPU di bawah 100, atau masuk dalam kategori ”baik” dan ”sehat”. Berbahaya
400 350
Sangat Tidak Sehat
300 250
Tidak Sehat
200 150
Sedang
100 50
Baik 0 2006 awl
2006 akh
2007 awl
Pos IX Kantor Pelindo II Cabang Dermaga Kepanduan Dermaga Nusantara I P.T. Walie Jaya Teladan Terminal Penumpang
2007 akh
2008 awl
2008 akh
2009 awl
Terminal Besi Bekas Ujung P.T. Indocement Tunggal Prakarsa Area PT. Indonesia Power Dermaga Nusantara II Area TPK Koja
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Gambar 28. Fluktuasi Nilai ISPU Periode Tahun 2006 - 2009
2009 akh
Tabel 22 Titik
Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2006 sampai 2007
2006 awal Parameter ISPU Keterangan
2006 akhir Parameter ISPU Keterangan
2007 awal Parameter ISPU Keterangan
1
CO
186
Tidak Sehat
CO
157
Tidak Sehat
CO
189
Tidak Sehat
2
TSP
196
Tidak Sehat
TSP
245
Tidak Sehat
TSP
185
Tidak Sehat
3
CO
262
TSP
73
Sedang
CO
242
4
CO
290
TSP
184
Tidak Sehat
CO
256
5
CO
221
Berbahaya
TSP
186
Tidak Sehat
TSP
165
6
TSP
184
Tidak Sehat
TSP
185
Tidak Sehat
TSP
166
7
TSP
257
Sangat Tidak Sehat
TSP
255
Sangat Tidak Sehat
TSP
287
8
CO
184
Tidak Sehat
CO
167
Tidak Sehat
CO
234
9
CO
178
Tidak Sehat
CO
245
Sangat Tidak Sehat
CO
187
10
CO
367
Berbahaya
CO
184
Tidak Sehat
CO
11
TSP
278
Sangat Tidak Sehat
CO
186
Tidak Sehat
CO
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
2007 akhir Parameter ISPU Keterangan Sangat Tidak TSP 240 Sehat Sangat Tidak CO 245 Sehat
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
CO
135
Tidak Sehat
CO
267
Sangat Tidak Sehat
Tidak Sehat
TSP
136
Tidak Sehat
Tidak Sehat
TSP
170
Tidak Sehat
TSP
134
Tidak Sehat
TSP
123
Tidak Sehat
Tidak Sehat
TSP
136
Tidak Sehat
180
Tidak Sehat
TSP
209
188
Tidak Sehat
TSP
240
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
116
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
Tabel 23 Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2008 sampai 2009
2008 awal 2008 akhir 2009 awal Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Sangat Tidak TSP 190 Tidak Sehat CO 190 Tidak Sehat CO 245 Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak CO 297 TSP 270 TSP 134 Tidak Sehat Sehat Sehat Sangat Tidak CO 96 Sedang TSP 144 Tidak Sehat CO 266 Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak CO 245 TSP 167 Tidak Sehat CO 256 Sehat Sehat Sangat Tidak TSP 111 Tidak Sehat TSP 155 Tidak Sehat CO 233 Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 168 Tidak Sehat TSP 236 TSP 211 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 256 TSP 230 TSP 234 Sehat Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 134 Tidak Sehat CO 235 CO 256 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 134 Tidak Sehat CO 233 CO 346 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 106 Tidak Sehat CO 205 CO 234 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 246 CO 205 CO 295 Sehat Sehat Sehat
2009 akhir Parameter ISPU Keterangan TSP
310
Berbahaya
CO
134
Tidak Sehat
CO
87
Sedang
CO
187
Tidak Sehat
TSP
166
Tidak Sehat
TSP
145
Tidak Sehat
TSP
160
Tidak Sehat
TSP
130
Tidak Sehat
TSP
139
Tidak Sehat
TSP
110
Tidak Sehat
CO
136
Tidak Sehat
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
117
118
c Analisis Kondisi Kebersihan dan Penghijauan Kondisi kebersihan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menurun akibat peningkatan kegiatan pelabuhan. Dampak sampah walau sudah mempunyai sistem, yaitu sampah-sampah dikumpulkan di lokasi Penampungan Sementara (PS), lalu di angkut ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) dan dimusnahkan di TPA, masih sebagian belum bisa terangkut sampah dari kapal-kapal juga sudah memiliki sistem, tetapi belum seluruhnya bisa terangkut ke TPA. Selain itu juga sampah-sampah produk dari instalasi karantina di pelabuhan. Fasilitas penampungan dan pembakaran barang-barang karantina yang tidak bisa masuk ke dalam daerah pabean Indonesia tidak tersedia dalam pelabuhan. Tingkat pengumpulan dan pembuangan sampah (limbah padat) dari komplek pelabuhan ke Tempat Pembuangan Akhir sampah masih berkisar kira-kira 80%, sehingga sebagian sampah masih tertinggal di dalam areal pelabuhan (BPLHD DKI Jakarta, 2009). Berdasarkan data tersebut, maka kondisi kebersihan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok termasuk dalam kategori sedang (belum baik betul, tetapi sudah ada peningkatan sistem). Kondisi penghijauan juga termasuk kategori rendah, karena sesuai dengan data dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, maka luas areal hijau di dalam komplek pelabuhan tidak sampai 10%. Kalaupun ada tanah kosong, umumnya dibangun untuk lapangan penumpukan. Ketersediaan jalur hijau di dalam areal komplek Pelabuhan Tanjung Priok tidak dalam bentuk zonazona. Penghijauan masih berupa penanaman pohon di pinggir jalan-jalan utama di dalam pelabuhan, atau berupa tanah kosong pemisah bangunan gedung-gedung atau antar bangunan perkantoran, dan lebih bersifat sporadis. Apabila dibandingkan terhadap Standar Perencanaan Penghijauan di suatu kawasan yang idealnya + 20%, berarti prosentase penghijauan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok tidak mencapai 50%, termasuk kategori rendah. Di sisi lain dalam menjaga kelestarian lingkungan, sebetulnya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok telah melaksanakan Studi Evaluasi Lingkungan (SEL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dalam merealisasikannya, manajemen Pelabuhan Tanjung Priok telah melaksanakan hal-hal berikut :
119
1) Menjaga kebersihan lingkungan darat dengan membuat TPS yang tersebar di dalam pelabuhan, hasilnya dibawa dan dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi, dan untuk pengelolaannya PT Pelindo II (Persero) bekerja sama dengan swasta. 2) Penanaman
pohon
dan
taman-taman
baru
untuk
penghijauan,
pemeliharaan dan penataannya di lingkungan kawasan pelabuhan. 3) Menjaring sampah di kolam pelabuhan dengan memakai perahu, dikumpulkan ke TPS dan selanjutnya dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi. 4) Bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Tanjung Priok untuk pelestarian lingkungan. 5) Menjaring sampah domestik di Jembatan Kali Kresek dan Kali Japat dan bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta untuk pengangkutannya ke TPA. 6) Menjaga kebersihan lingkungan perairan dengan membuat Reception Facility untuk menampung sementara limbah kapal. 7) Menertibkan pedagang asongan di dalam lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok. 8) Membuat suatu area untuk kebutuhan makanan dan minuman pekerja berupa : kios-kios makanan yang telah ditetapkan lokasinya. d Analisis Tingkat Sedimentasi Perairan Pengambilan
sampel
sedimen
untuk
Pelabuhan
Tanjung
Priok
dilaksanakan pada 7 (tujuh) titik dan diambil pada saat ada kegiatan ataupun tidak di lokasi yang telah ditentukan di area pelabuhan. Ketujuh titik lokasi tersebut adalah sebagai berikut : Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7
: Area Perairan DKP : Area Dermaga Ex Syahbandar : Area Dock Koja Bahari : Area Pintu Keluar/Masuk Barat : Area Muara Kali Lagoa : Area Luar DAM Breakwater : Area Dumping Site
Hasil pemantauan sedimentasi pada perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 29.
120
Tabel 24 Hasil Pemantauan Sedimentasi Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 No
Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Titik 6
Titik 7
Keteran gan
1.
Arsen (Ar) mg/kg < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 *) US Kadmium 2. mg/kg < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 EPA (Cd) Method Khromium 3. mg/kg 8 7 6 10 8 10 < 0.5 3050 B Total (Cr) 4. Nikel (Ni) mg/kg 10 11 11 11 11 11 19 5. Raksa (Hg) mg/kg < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 6. Seng (Zn) mg/kg 55 54 68 74 66 89 157 Tembaga 7. mg/kg 30 24 23 42 21 28 37 (Cu) 8. Timbal (Pb) mg/kg 22 18 19 43 18 37 43 Sumber : Pemantauan Lingkungan PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009 200 Arsen (Ar) Kadmium (Cd) Khromium Total (Cr) Nikel (Ni)
mg/kg
150
100
Raksa (Hg) Seng (Zn) 50
Tembaga (Cu) Timbal (Pb)
0 Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 7
Sumber : Pemantauan Lingkungan PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009
Gambar 29. Hasil Pemantauan Sedimen di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 Untuk pemeliharaan perairan Pelabuhan Tanjung Priok, maka PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok melakukan pengerukan setiap tahun agar alur pelayaran keluar masuk kolam pelabuhan tidak ditutupi oleh sedimen. Dari data yang diperoleh, maka sedimen yang dikeruk dan dipindahkan dari kolam Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2007 sebesar 366.700 m3, tahun 2008 sebesar 736.600 m3, dan pada tahun 2009 sebesar 457.800. m3. Sebagian besar sedimen itu datang dari arah laut masuk melalui pintu masuk kolam dan dari muara II sungai yang masuk ke kolam pelabuhan (PT Pelindo II (P) Cabang Tanjung Priok) untuk lebih jelasnya rincian volume pengerukan setiap lokasi dari tahun 2007 sampai 2009 disajikan pada Tabel 25.
121
Tabel 25 Volume pengerukan di areal Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2007 sampai 2009 Lokasi West Outer Channel West Inner Channel North DKB Channel Oil Channel Basin I Basin II Basin III North Berth 300 JICT & Koja Berth MTI & Lantamal Basin Nusantara I, II, Berth North 007 Inner Channel (Basin I s/d DKP) Car Terminal Total
2007 148.650 96.000 18.000 104.000 13.500 14.200 26.400 6.150 44.000 33.600 6.200
2008 50.800 48.800 54.700 125.900 7.800 8.400 26.500 5.900 76.500 23.000 7.300
2009 29.800 59.800 32.300 101.800 10.300 7.300 53.300 5.100 46.000 21.200 9.500
126.000 636.700
198.500 102.500 736.600
63.900 17.500 457.800
Sumber : PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009
Berdasarkan hasil penelitian kondisi sedimentasi perairan Pelabuhan Tanjung Priok, dinilai dari nilai dan jenis sedimentasi sesuai dengan pengklasifikasiannya, maka tingkat sedimentasi berada pada kategori “cukup tinggi” (sedang) berada pada Area Luar DAM Breakwater, dan Area Dumping Site. Sedangkan berdasarkan frekuensi pengerukan sesuai data dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, maka tingkat sedimentasi pada kategori “tinggi” karena frekuensi pengerukan dilakukan tiap tahun (di bawah 3 tahun) pada 16 lokasi sesuai Tabel 25 Untuk mengatasi tingkat sedimentasi baik dari aspek nilai dan jenis sedimentasi, maupun dari aspek frekuensi pengerukan, diperlukan penyelesaian secara terpadu dan menyeluruh dengan instansi Pemerintah Pusat terkait dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, yaitu untuk menyelesaikan sumber sedimentasi di daerah hulu kali (sungai) yang bermuara ke perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan juga sedimen yang terbawa arus angin Barat dari sebelah Barat perairan Teluk Jakarta. 5.1.2
Analisis Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan
a Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Penyangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar (penyangga) pelabuhan meliputi tingkat pendapatan, tingkat pekerjaan dan tingkat kerawanan sosial.
122
Dampak sosial ekonomi pertumbuhan Pelabuhan Tanjung Priok yang dianalisis adalah dampak terhadap tingkat pendidikan dan kepadatan penduduk kecamatankecamatan Cilincing, Koja dan Tanjung Priok. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terlibat dalam kegiatan kepelabuhanan, jenis mata pencaharian penduduk dan pertumbuhan kegiatan usaha/ekonomi sebagai efek ganda dari keberadaan pelabuhan, tingkat pendapatan penduduk (responden), tingkat pengetahuan penduduk terhadap lingkungan dan kepelabuhanan, dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Responden berjumlah 60 orang yang berasal dari Kecamatan Cilincing, Koja dan Tanjung Priok. Tingkat pendidikan responden yang paling tinggi adalah SMP sebanyak 34% (20 orang), SMA sebanyak 33% (20 orang), SD sebanyak 28% (17 orang), D3 3% (2 orang) dan tidak tamat SD sebanyak 2% (1 orang). Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program kegiatan karena pendidikan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan lingkungan. Tingkatan pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 30. Pendidikan berperan membawa mekanisme yang dapat mengubah bentuk watak dan pribadi seseorang. Setiap manusia, sesuai dengan kodratnya, masingmasing memiliki karakteristik perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) serta daya nalar dan kreativitas yang tidak selalu sama dengan orang lainnya. Karakteristik seperti itu, akan sangat menentukan kinerja dan produktivitas.
Gambar 30
Tingkat Pendidikan Responden
123
Sumberdaya manusia berbeda dengan sumberdaya lainnya, sumberdaya manusia dengan kualifikasi tertentu seringkali memerlukan pendidikan dan membutuhkan pengalaman kerja selama bertahun-tahun. Oleh karenanya dalam teori manajemen dinyatakan sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang memegang posisi strategis dalam setiap pengelolaan kegiatan, sebab selain sebagai salah satu unsurnya, manusia sekaligus merupakan pengelola sumberdaya yang lain. Sorjani et al. (1987) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat penyampaian informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan untuk merangsang penerimaan gagasan baru. Perubahan atau pengaruh pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi yang seringkali menimbulkan keresahan sosial yang gawat, yang terjadi karena kurangnya pendekatan yang serasi
tinggal
terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Mengenai pengaruh ekonomi, Soeratmo (1998) mengemukakan bahwa perubahan dalam basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan dalam kegiatan bukan berbasis ekonomi. Pengaruh ekonomi tersebut bersifat sekunder yang harus diperhitungkan. Kegiatan ekonomi bukan basis mencakup berbagai usaha ekonomi yang terkait secara tidak langsung dengan ekonomi di sektor basis, sebagai contoh jika balai industri berkembang, akan berkembang pula usaha jasa transportsi pedesaan, usaha warung, serta jasa-jasa perdagangan lainnya di desa setempat. Dalam rangka mengetahui sejauh mana pengaruh suatu program pembangunan, maka dilaksanakan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus. Hal tersebut diperlukan untuk bisa segara memahami sejauh mana pengaruh dari suatu program pembangunan pada keseimbangan sistem sosial-ekonomi dan keseimbangan tersebut diharapkan agar senantiasa lestari. Apabila kelestarian belum tercapai, maka program pembangunan tersebut perlu mendapat masukan untuk menghilangkan
faktor–faktor penyebab dan mengurangi tekanannya
terhadap lingkungan sosial tersebut, sehingga kelestarian tetap tercapai. Kondisi perkembangan suatu wilayah juga tercermin dari jenis pekerjaan penduduk. Jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31 menunjukkan jenis pekerjaan yang paling dominan adalah pedagang sebanyak 22% (13 orang), pekerja informal yang terdiri atas ekspedisi,
124
kurir, pengasing ikan, penimbang ikan, penjahit, staff BUMN sebanyak 12% (masing-masing 1 orang), nelayan sebanyak 10% (6 orang), buruh, pegawai swasta dan wirausaha sebanyak 8% (masing-masing 5 orang), juru parkir, ojek motor, ojek sepeda dan security sebanyak 5% (masing-masing 3 orang).
Gambar 31 Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan responden pada umumnya ada yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan kepelabuhan di Tanjung Priok. Masyarakat yang berada di Kecamatan Tanjung Priok dan Koja banyak yang mempunyai kegiatan yang terkait langsung dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan masyarakat yang berada di Kecamatan Cilincing banyak yang perprofesi sebagai nelayan, pekerjaan responden tidak terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Keterlibatan responden dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32 menunjukkan keterlibatan responden dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok adalah jumlah responden yang terlibat langsung dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Periok sebanyak 45 % (27 orang) dan yang tidak terlibat sebanyak 55%. (33 orang).
125
Gambar 32. Keterlibatan Responden Gambar 32 hasil kuesioner dan wawancara dengan masyarakat menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum ikut terlibat dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini bisa disebabkan karena Pelabuhan Tanjung sudah
Priok
sedikit
menggunakan
tenaga
manusia
dalam
melakukan
pengoperasian Pelabuhan. Berdasarkan hal tersebut sangat perlu pelibatan masyarakat dalam kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga masyarakat di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
Disamping
dampak
langsung
tersebut
juga
terdapat
aktivitas
bangkitannya yang membawa dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Tingkat pendapatan responden di tiga Kecamatan Tanjung Priok, Koja dan Cilincing dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 menunjukkan tingkat pendapatan responden paling dominan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok adalah yang mempunyai pendapatan antara Rp 500.001-Rp 1.000.000 sebanyak 64% (46 orang), Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 sebanyak 28% (17 orang), > Rp 2.000.000 sebanyak 8% (8 orang), dengan tingkat pendapatan rata-rata Rp 1.436.667/KK/bulan atau Rp 17.240.000/KK/tahun. Tingkat pendapatan sangat terkait dengan jenis pekerjaan responden. Umumnya yang berprofesi sebagai pedagang mempunyai pendapatan yang tinggi jika dibandingkan dengan buruh dan lain-lain. Tingkat pendapatan ini dapat mempengaruhi keadaan kesejahteraan responden.
126
Gambar 33. Tingkat Pendapatan Responden Dari data-data tersebut di atas, maka sebagian besar masyarakat di kawasan penyangga pelabuhan (64%) memiliki tingkat penghasilan rendah, masih di bawah standar kehidupan minimal sesuai standar Badan Pusat Statistik dan Upah Minimum Propinsi DKI Jakarta pada saat itu (2009). Sisanya sebanyak 36% termasuk kategori sedang, yang pada umumnya bekerja sebagai pegawai formal tetapi memiliki penghasilan tambahan pekerjaan informal. Kepadatan lingkungan penduduk yang tinggi dengan kondisi perumahan yang kumuh dan tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rendah, menyebabkan tingkat kerawanan sosial masyarakat tinggi. Salah satu contoh adalah peristiwa Makam mbah Priok yang mau direlokasi dan akan dikembangkan untuk perluasan terminal kontainer menimbulkan tragedi berskala nasional. b
Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan dan Rencana Pengembangan Pelabuhan Persepsi responden di Kecamatan Tanjung Priok, Koja dan Cilincing
terhadap kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok dapat didasarkan manfaat yang diterima oleh mereka. Gambar 34 menunjukkan sebagian besar tanggapan responden terhadap Pelabuhan Tanjung Priok mempunyai tanggapan baik sebesar 53% (32 orang), tanggapan sedang 37% (22 orang), tanggapan rendah 8% (5 orang), dan tanggapan sangat baik sebanyak 2% (1 orang). Munculnya berbagai
127
tanggapan ini terkait dengan manfaat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Umumnya responden sangat setuju dengan adanya rencana pengembangan kawasan Tanjung Priok. Hal tersebut disebabkan akibat pengembangan kawasan Tanjung Priok akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan mereka. Bagi responden yang mendapat manfaat, baik langsung maupun tidak langsung maka tanggapan pada umumnya positif. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak mendapat manfaat, tanggapan yang diberikan pada umumnya negatif. Bagi kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan negative walaupun persentasenya kecil (± 8%)tetapi dapat menggerakan kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan sedang (± 37%) seperti kejadian kerusuhan Mbah Priok. Rencana pengembangan fasilitas pelabuhan terminal container Tanjung Priok ke lokasi komplek pemakaman Mbah Priok seluas 8 ha oleh PT Pelindo II yang sebetulnya adalah kosong dan makamnya telah dipindahkan telah menimbulkan kerusuhan yang cukup berat, tanpa disertai sosialisasi dan persiapan yang matang sebelumnya. Dampak lain dari pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok adalah adanya pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara dan air, kesemrautan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan, kekumuhan dan tingginya kerawanan sosial di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Mereka sangat mengharapkan adanya perhatian baik dari Pihak Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok maupun Pemerintah Daerah setempat untuk menangani permasalahan-permasalahan di kawasan sekitar Pelabuhan Tanjung Priok.
Gambar 34. Tingkat Persepsi Responden
128
c Analisis Tingkat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pekerja Pelabuhan dan Tingkat Keamanan Kawasan Pelabuhan. Di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok faktor Kesehatan dan Keamanan Kerja (K3) para pekerja selalu menjadi program utama pengelola Pelabuhan Tanjung Priok. Parameter yang dinilai adalah tingkat kecelakaan kerja nol atau dengan target zero-accident walau sulit untuk mencapainya. Sesuai ketentuan yang ditetapkan, maka tolok ukur tingkat kecelakaan kerja dibagi dua yaitu: IFR = Injury Frequency Rate dan ISR = Injury Security Rate. Dari data-data yang diperoleh dan hasil wawancara dengan manajer terkait, maka IFR dan ISR di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2004-2009 semakin baik dan termasuk dalam kategori sedang. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional, terkait dengan aspek keamanan fisik dan barang di kawasan pelabuhan dibagi atas pengamanan peraturan dan ketentuan internasional dari IMO, yaitu International Maritime Organization. 1) Kawasan terbatas (restricted comply area). 2) Kawasan tidak terbatas (bebas tetapi terbatas). Dari tahun 2004 sampai tahun 2009, Pelabuhan Tanjung Priok mendapat penghargaan dari Ditjen Perhubungan Laut bekerja sama dengan perusahaan semacam coastguard dari Amerika Serikat, berupa sertifikat “International Save and Port Security Code (ISPS-Code)” dan diaudit terus setiap tahun oleh konsultan Amerika, untuk mendapat tingkat kepatuhan (comply). Jadi tingkat keamanan di Tanjung Priok termasuk kategori baik. d Analisis Program Bina Lingkungan Terhadap Kawasan Penyangga Pelabuhan Program Bina Lingkungan dari BUMN-BUMN terhadap kawasan binaan dan perusahaan UMKM binaanya telah diatur dengan Peraturan Menteri Negara BUMN PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Menengah dan Kecil dan Bina Lingkungan. Pelaksanaan Bina Lingkungan pengelola Pelabuhan Tanjung Priok terhadap kawasan penyangga pelabuhan dalam bentuk pembangunan fisik dan bantuan usaha menengah dan kecil termasuk kategori sedang. Bina Lingkungan selama periode 2004-2009 belum memberikan perubahan yang berarti terhadap kondisi fisik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat kawasan penyangga pelabuhan.
129
5.1.3 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Pelabuhan Tanjung Priok
Ruang
dengan
Masterplan
a Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Analisis tentang kesesuaian pemanfaatan ruang daratan pelabuhan dilakukan dengan cara melakukan interseksi antara Peta Rencana dengan Peta Kondisi Penggunaan Tanah Eksisting. Berdasarkan perbandingan antara Peta Rencana dengan Peta Existing Penggunaan Tanah di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, maka kesesuaian pemanfaatan ruangnya digolongkan atas tiga kategori: 1) Sesuai. Area interseksi dinilai sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi dan jenis yang sama. Misalnya saja, jika area Terminal Multipurpose Domestik pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Domekstik pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut dikatakan ”sesuai”. 2) Kurang sesuai. Area interseksi dinilai kurang sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi yang sama, tetapi jenis yang berbeda. Misalnya saja, jika area Terminal Curah Cair pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Internasional pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut ”kurang sesuai”. 3) Tidak sesuai. Area interseksi dinilai tidak sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi yang berbeda. Misalnya saja, jika Area Pemerintahan pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Internasional pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut dikatakan ”tidak sesuai”. Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang setiap kegiatan dan penggunaan tanah eksisting di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Masterplan Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok yang telah disahkan Menteri Perhubungan Republik Indonesia sesuai SK Menteri Perhubungan No. PM 42 Tahun 2011 disajikan pada Tabel 26. Pemanfaatan ruang setiap kegiatan dan penggunaan tanah di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagaimana tertera pada Tabel 26 dapat diuraikan sebagai berikut :
130
1)
Area-Area Yang Sesuai Berdasarkan hasil interseksi pada peta, maka ternyata area interseksi yang
termasuk kriteria sesuai cukup luas. Area yang Sesuai ini berupa Terminal Peti Kemas Internasional pada Peta Existing, yang memang direncanakan sebagai area Terminal Peti Kemas Internasional pada Peta Rencana. Dari hasil analisis sistem informasi geografis di dalam tabel luasnya mencapai 32% dari seluruh areal pelabuhan. Area yang sesuai ini tidak memerlukan perubahan, karena baik dari segi fungsi (terminal) maupun dari segi jenis (terminal peti kemas internasional) memang sudah sama antara rencana dan existing, sehingga untuk mewujudkan rencana ini, Pelabuhan Tanjung Priok tidak perlu melakukan perubahan fungsi guna lahan, dan juga tidak perlu melakukan investasi untuk melakukan perubahan jenis fungsi. Tabel 26
Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 LUAS (HA) KURANG PEMANFAATAN RUANG SESUAI SESUAI/ Total TIDAK SESUAI A 81,956 81,956 Area Kantor/Dagang 81,681 81,681 Area Pemerintahan 0,026 0,026 Lapangan Tangki 0,1 0,1 Terminal Multipurpose 0,149 0,149 Area Kantor/Dagang 0,998 14,907 15,905 AREA KANTOR/DAGANG 0,371 0,371 Area Pemerintahan 4,914 4,914 Car Terminal 9,05 9,05 Restoran dan Gudang Persediaan 0,627 0,627 Syah Bandar 0,382 0,382 Terminal Multipurpose 0,561 0,561 AREA PEMERINTAHAN 24,105 0,81 24,915 Area Kantor/Dagang 0,81 0,81 Area Pemerintahan 24,105 24,105 JITC I 0 0 DOCK YARD 15,33 15,33 Area Kantor/Dagang 13,459 13,459 Area Pemerintahan 0 0 Port Logistic Area 1,871 1,871
131
PEMANFAATAN RUANG PORT LOGISTIC AREA Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Gudang Cargo PT MTI Port Logistic Area Restoran dan Gudang Persediaan TERM KONVENSIONAL (MULTIPURPOSE) A Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Kawasan Berikat Nusantara Lapangan Tangki Pelabhuan PT. KAI Pelabuhan Perahu Terminal Multipurpose Terminal Penumpang TERM PETI KEMAS Area Kantor/Dagang Terminal Penumpang TERM PETI KEMAS DOMESTIC Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Terminal Multipurpose Terminal Penumpang Terminal Peti Kemas (JITC 2) TERM PETI KEMAS INTERNATIONAL Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Graha Segara JITC I Terminal Peti Kemas Kodja TERMINAL CURAH CAIR A Area Kantor/Dagang
LUAS (HA) KURANG SESUAI SESUAI/ TIDAK SESUAI 2,216 31,004 20,982 3,968 6,054 1,176 1,04
33,22 20,982 3,968 6,054 1,176 1,04
50,499
54,65
105,149
3,553 39,776 3,447
3,448 2,691 0,757
3,553 39,776 3,447 16,182 7,874 9,835 3,734 12,922 7,826 3,448 2,691 0,757
50,486
50,486
10,111 0,1 26,286 3,818 10,171
10,111 0,1 26,286 3,818 10,171
9,703
111,48
3,444 0 6,259
3,444 0 6,259 80,521 21,256 57,844 4,29 29,779
16,182 7,874 9,835 3,734 12,922 7,826
101,777
80,521 21,256 57,844 4,29 29,779
Total
132
PEMANFAATAN RUANG Car Terminal Lapangan Tangki Pertamina Terminal Penumpang TERMINAL CURAH KERING Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Lapangan Tangki TERMINAL PENUMPANG Lapangan Tangki Terminal Penumpang To t a l
LUAS (HA) KURANG SESUAI SESUAI/ TIDAK SESUAI 0,007 3,348 18,601 1,819 61,239 50,9 0 10,339 3,271 0,002 3,269 179,595 384,648 (32%) (68%)
Total 0,007 3,348 18,601 1,819 61,239 50,9 0 10,339 3,271 0,002 3,269 564,243 (100%)
Sumber : Hasil analisis (SIG), 2011
2)
Area-Area Yang Kurang Sesuai / Area-Area Tidak Sesuai
2.1) Area-Area Yang Kurang Sesuai Area interseksi yang termasuk kriteria kurang sesuai juga ternyata cukup luas. Area yang kurang sesuai ini adalah berupa area-area yang pada Peta Rencana direncanakan sebagai fungsi terminal, sedangkan menurut peta existing juga memang sudah memiliki fungsi terminal. Dari hasil analisis dan data yang diperoleh, luas area-area yang kurang sesuai ini lebih besar dari area yang tidak sesuai, diperkirakan mencapai 38% dari seluruh areal pelabuhan.Yang menyebabkan kondisi kurang sesuai tersebut adalah tidak sesuainya jenis-jenis dari terminal tersebut, misalnya:
Area yang direncanakan sebagai terminal konvensional/multipurpose, ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal break bulk, terminal curah cair terminal roro, dan terminal penumpang.
Area yang direncanakan sebagai terminal curah kering, ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal break bulk terminal multipurpose domestik, dan terminal peti kemas domestik.
133
Area yang direncanakan sebagai terminal peti kemas domestik ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal multipurpose domestik dan terminak break bulk internasional.
Area yang direncanakan sebagai terminal peti kemas internasional ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal peti kemas domestik. Area yang kurang sesuai ini hanya memerlukan sedikit perubahan, karena
dari segi fungsi (terminal) memang sudah sama antara rencana dan existing, sehingga untuk mewujudkan rencana ini, Pelabuhan Tanjung Priok hanya perlu mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian jenis terminal. Misalnya saja, area yang tadinya merupakan terminal peti kemas domestik perlu diberi tambahan perangkat conveyor belt untuk menjadi area terminal curah kering sebagaimana rencana. Area-area yang kurang sesuai, yaitu peruntukan tanah sesuai, akan tetapi kegiatan/fungsi berbeda maka dengan merubah kegiatan atau fungsi prosentasenya bisa meningkat tajam mencapai ± 70%, misalnya terminal yang direncanakan untuk kontainer dipakai sementara untuk non kontainer. 2.2) Area-Area Yang Tidak Sesuai Pemanfaatan ruang di dalam Pelabuhan Tanjung Priok yang tidak sesuai masih cukup luas ( 30%) terutama karena masih adanya fungsi/kegiatan yang sudah lama berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang tidak sesuai dengan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok yang baru, misalnya kawasan industri, perkantoran dan tempat berdagang yang tersebar, tempat tinggal penduduk, serta dermaga Angkatan Darat dan dermaga Angkatan Laut. Untuk relokasi atau pemindahan fungsi-fungsi tersebut di atas masih memerlukan waktu yang lama. Pada akhir tahun 2009, tahun 2010 dan 2011, PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok melakukan revitalisasi kawasan pelabuhan dengan perbaikan sarana/prasarana kawasan pelabuhan dan relayout kegiatankegiatan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya peta pemanfaatan ruang eksisting daratan pelabuhan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Fungsi-Fungsi di daratan pelabuhan disajikan pada Gambar 35, Gambar 36 dan Gambar 37.
134
Gambar 35. Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Pelabuhan Tanjung Priok 2011
Peta Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2011 – 2030, Jakarta 2011
135
Gambar 36.
136
Sumber : Diolah PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dan Kementrian Perhubungan RI ( Peraturan MenHub No. PM 42/2011 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok), Jakarta 2011
Gambar 37. Peta Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Eksisting Daratan Pelabuhan Tanjung Priok 2009-2011
137
b
Analisis Kesesuaian Teknis Perairan Pelabuhan Perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan alur pelayarannya pada dasarnya
sudah sesuai ditinjau dari parameter kedalaman laut, seabed material, jarak ke mulut pelabuhan, arus laut, gelombang laut, kecepatan angin jarak ke daerah sensitif, tidak adanya halahangan yang mengganggu oleh gerak kapal dan tidak ada daerah terlarang di palabuhan Tanjung Priok. Analisis pemanfaatan perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk alur pelayaran dan teknis pengoperasian kapalkapal keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok sudah sesuai. Hanya satu parameter yang menjadi kendala yaitu tingkat sedimentasi untuk perairan dan alur pelayaran tidak sesuai. Analisis kesesuaian perairan ini disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk Alur Pelayaran dan Operasional Kapal Tahun 2009 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Parameter
S1 (Sesuai)
Kedalaman (010,5 Cukup baik untuk LWS sampai -14,7 alur dan labuh kapal LWS) Seabed Material Lempung berpasir Jarak ke mulut Dekat pelabuhan Arus lambat, aman Arus oleh gerak kapan dan lego jangkar < 1,0 m Gelombang (0,1 – 1 m) Calm -12 knot Angin (Kecepatan) (4-6 knot)
S2 (Sesuai Bersyarat)
N (Tidak Sesuai)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7.
Jarak ke daerah sensitif
-
Dekat, tapi dapat melakukan tindakan penanggulangan
8.
Sedimentasi (perairan)
-
-
Sedimentasi (alur pelayaran)
-
-
9.
Halangan
10.
Daerah terlarang
Tidak ada halangan yang mengganggu oleh gerak kapal Tidak ada larangan
-
Sedimentasi perairan tinggi Sedimentasi alur pelayaran tinggi -
138
c
Analisis Kapasitas dan Kebutuhan Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Dalam menghitung kebutuhan ruang ideal pengembangan Pelabuhan
Tanjung Priok, digunakan rumus dari Ligteringen tentang Ports and Terminals bagian Planning and Design Container Terminal sebagaimana disampaikan pada Bab 3 Sub-Bab 3.6.2. Pendekatan dengan menggunakan rumus Ligteringen ini sudah sering digunakan pada negara-negara berkembang. Rumus dari Ligteringen ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan ruang container yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok dan menghasilkan luas ialah untuk lapangan penimbunan kontainer (container yard) pada tahun 2009 adalah 223 ha. Data luas lahan penimbunan petikemas eksisting (2009) adalah 156,7 ha, sehingga kapasitasnya terhadap kebutuhan ideal sesuai standar adalah 70% dari 223 ha atau masih kekurangan 66,3 ha. Sebaliknya dengan menggunakan rumus yang sama, dengan luasan lapangan penimbunan kontainer eksisting (2009) 156.7 ha, dan jumlah kontainer 3,8 juta TEUs, maka mi atau YOR adalah kira-kira 100% (kapasitas sudah melebihi 30% dari YOR ideal). Apabila jumlah tonase kontainer sudah melebihi 3,8 juta TEUs, dengan hanya kapasitas lapangan penimbunan kontainer yang sekarang, maka nilai YOR akan meningkat lagi melebihi 100%. Selanjutnya dalam penelitian ini rumus H. Ligteringe yang sama digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan ruang lahan penimbunan petikemas (container yard) dalam pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030). Proyeksi kebutuhan ruang dengan menggunakan skenario basic case data hasil proyeksi pertumbuhan arus barang skenario basic case disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Proyeksi Pertumbuhan Arus Barang Petikemas dan Kebutuhan Ruang Lahan Penimbunan Petikemas Tahun 2020 dan 2030 Total Arus Barang Kebutuhan Keterangan (TEUs - ‘.000’) Lahan CY (ha) 2011 3.804 223 1 High Case 2020 9.784 575 2030 19.092 1121 Lahan 2011 3.804 223 Eksisting 2 (2009) Basic Case 2020 9.539 560 CY = 156.7 2030 17.738 1040 ha 2011 3.804 223 3 Low Case 2020 9.299 545 2030 15.471 908 Sumber : Hasil Analisis dalam studi disertasi dengan menggunakan data Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan rumus H. Ligteringen, 2011 No
Skenario
Tahun
139
Dalam perencanaan 20 tahun kedepan (2011 - 2030), studi ini memproyeksikan pertumbuhan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Sebagaimana disampaikan pada Bab III tentang Metode Analisis Proyeksi Pertumbuhan Barang dari Pelabuhan Tanjung Priok, adalah dengan menggunakan data sekunder dari Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Mengacu kepada SK Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok, ada 3 skenario Proyeksi Arus Barang Petikemas di Pelabuhan, yaitu skenario “high case”, “basic case”, dan “low case”. Untuk kepentingan studi disertasi yaitu Rencana Pengembangan Tanjung Priok pada Jangka Menengah maupun Jangka Panjang dirujuk kepada skenario “basic case” yang dinilai lebih moderat dan layak digunakan. Untuk lebih jelasnya proyeksi (forecast) arus barang disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Proyeksi Arus Barang Petikemas dan Non Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011, tahun 2020 dan tahun 2030 No
Skenario
Tahun
Total Cargo TEUs Ton (.000) (.000)
2011 36.258 2020 82.029 2030 152.529 2011 36.258 Basic 2 2020 79.702 Case 2030 140.868 2011 36.258 Low 3 2020 77.418 Case 2030 129.956 Sumber : JICA Study Team, 2011 1
High Case
3.804 9.784 19.092 3.804 9.539 17.738 3.804 9.299 15.471
Kebutuhan Lahan CY Lahan Kebutuhan Eksisting (ha) Lahan CY (ha)
156 392 560
Kekurangan
223 560 1041
67 168 481
Selanjutnya berdasarkan proyeksi peti kemas dengan pengelompokan tujuan internasional dan domestik, hasil proyeksi diperkirakan untuk tahun 2011 sampai 2030 dalam jumlah ton sebagaimana disajikan pada Tabel 30 dan Gambar 38. Tabel 30 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 2030 dalam jumlah Ton (Basic Case) Peti Kemas Internasional Tahun Import (ton) 2011 2020 2030
15,616 37,909 69,787
Export (ton) 12,980 23,244 36,396
Peti Kemas Domestik Bongkar (ton) 2,417 5,312 9,289
Total (ton) Muat (ton) 5,244 13,237 25,396
36,258 79,702 140,868
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011
140
160,000 140,000
Jumlah (ton)
120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0
2011
2020
2030
Cargo International (Import)
15,616
37,909
69,787
Cargo International (Export)
12,980
23,244
36,396
Cargo Domestic (Bongkar)
2,417
5,312
9,289
Cargo Domestic (Muat)
5,244
13,237
25,396
Total
36,528
79,702
140,868
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011
Gambar 38
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011-2030 dalam jumlah Ton (Basic Case) dalam bentuk grafik
Sedangkan untuk pengelompokan (distribusi) dengan kategori yang sama, yaitu petikemas internasional dan domestik untuk tahun 2011 sampai 2030 hasil proyeksi dalam jumlah TEUs disajikan pada Tabel 31 dan Gambar 39. Tabel 31 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 - 2030 dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk tabel Tahun 2011 2020 2030
Peti Kemas Internasional Import Export (TEUs) (TEUs) 1,445 1,291 3,628 3,628 6,678 6,678
Peti Kemas Domestik Bongkar Muat (TEUs) (TEUs) 524 544 1,142 1,142 2,191 2,191
Total (TEUs) 3,804 9,539 17,738
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011 Jumlah (TEUs)
20,000 15,000 10,000 5,000 0
2011
2020
2030
Cargo International (Import)
1,445
3,628
6,678
Cargo International (Export)
1,291
3,628
6,678
Cargo Domestic (Bongkar)
524
1,142
2,191
Cargo Domestic (Muat)
544
1,142
2,191
3,804
9,539
17,738
Total
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011
Gambar 39
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 - 2030 dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk grafik
141
Sebagai referensi dalam studi disertasi ini, juga dilakukan kajian dan evaluasi terhadap hasil studi JICA tahun 2003 tentang forecasting pertumbuhan arus barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2000 sampai tahun 2025. Forecasting pertumbuhan arus barang sampai tahun 2025 sesuai Studi JICA diperkirakan mencapai ±7,5 juta TEUs, sedangkan pada tahun 2020 mencapai hampir 6 juta TEUs. Kondisi nyata pada saat survey dilakukan (tahun 2009) sudah mencapai 3,8 juta TEUs. Apabila Yard Occupantie Rate (YOR) yang ideal 70%, berarti idealnya kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok harus sudah bisa menunjang 5,4 juta TEUs pada tahun 2009, sedang kondisi nyata Pelabuhan Tanjung Priok setelah dilakukan rehabilitasi pada tahun 2009 kapasitasnya baru mencapai 3,7 juta TEUs. Hasil perhitungan forecasting JICA tidak terlalu jauh dari hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini, sehingga bisa digunakan sebagai referensi. Perhitungan forecasting tersebut belum mengikutsertakan faktor kebijakan Pemerintah sebagai variabel bebas, seperti kebijakan C-AFTA (ChinaAsean Free Trade Association) yang otomatis akan menambah volume barang impor yang cukup signifikan dari Negara China ke Indonesia khususnya melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil perhitungan proyeksi dari hasil studi dari JICA tahun 2003 disajikan pada Gambar 40.
Gambar 40
Proyeksi Kebutuhan dan Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok Sampai Tahun 2025
142
5.1.4 Analisis Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Pelabuhan
dan
Kelembagaan
Sesuai dengan struktur organisasi kepelabuhanan dalam UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan PP No.61/2009 tentang Kepelabuhanan, maka dipandang dari sisi pengusahaan dan pengelolaan kepelabuhanan komersil dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan dapat bekerjasana dengan Badan Usaha Pelabuhan di mana Otoritas Pelabuhan adalah milik Pemerintah Pusat, yaitu
Kementrian
Perhubungan. Untuk pelabuhan komersial (pelabuhan utama dan pengumpul) seperti Pelabuhan Tanjung Priok yang jelas-jelas menguntungkan, ijin pembangunan pelabuhan adalah oleh Pemerintah Pusat. Pembangunan pelabuhan, penyiapan lahan, jasa kepelabuhanan dan pengelolaan pengusahaannnya oleh Otoritas Pelabuhan, baik sendiri maupun bekerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan. Ijin mengoperasikan pelabuhan juga oleh Menteri Perhubungan. Di dalam peraturan perundang-undangan kepelabuhanan baru, menurut hasil analisis yang dilakukan penulis, terdapat kelebihan dan kekurangannya. Adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antara regulator (Otoritas Pelabuhan) dengan operator (PT Pelindo (Persero) baik, akan tetapi di dalam peraturan perundang-undangan tersebut, khususnya pada pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul seperti Pelabuhan Tanjung Priok, kewenangan Pemerintah Daerah tidak jelas. Terkait pengelolaan lingkungan dan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur keluar masuk pelabuhan dengan struktur organisasi kepelabuhanan yang baru sesuai dengan UU No.17/2008 dan PP. No.61/2009 masih belum terbukti di dalam implementasinya menjadi hak dari Perijinan dan pengesahan dokumen-dokumen Pengelolaan Lingkungan baik di kawasan pelabuhan maupun di luarnya oleh Pemerintah Daerah memerlukan koordinasi yang kuat dari konsisten untuk terwujudnya pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan seperti Pelabuhan Tanjung Priok. Analisis terhadap peraturan perundang-undangan dan kelembagaan dalam pelabuhan disajikan pada Gambar 41 dan Gambar 42 serta Tabel 32.
143
UU No.17/2008 Tentang Pelayaran
Pelabuhan Laut
Pelabuhan Komersial (yang diusahakan)
Pemerintahan
Pelabuhan Belum Komersial
Pengusahaan
Menteri Perhubungan / Gubernur / Bupati / Walikota
Badan Usaha Pelabuhan (BUMN, BUMD dan Badan Hukum di Bidang Kepelabuhanan)
Tanggung Jawab
Teknis Operasional
Otoritas Pelabuhan / Unit Penyelenggaraan Pelabuhan
Administrasi Pengusahaan
Direksi BUP
Pemegang Saham
Gambar 41
Struktur Organisasi Kepelabuhanan sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan.
144
UU UU No.17/2008 No.17/2008 Tentang Tentang Pelayaran Pelayaran
Tatanan Kepelabuhanan Nasional (disyahkan Menteri Perhubungan)
Pelabuhan Utama
Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pengumpan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Menteri Perhubungan)
Rekomendasi Kesesuaian RTRW dari Gubernur/Bupati/Walikota Ditetapkan Menteri Perhubungan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional sesuai dengan RTRW Prov/Kab/Kota Keserasian dan Keseimbangan dengan Kegiatan di Pelabuhan
Rencana Induk Pelabuhan
Keamanan dan Keselamatan Lalulintas Kapal Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota Ditetapkan Menteri Perhubungan
kerjasama
Izin Pembangunan Pelabuhan
Otoritas Pelabuhan
sendiri
Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota
Unit Penyelenggara Pelabuhan Pelabuhan Belum Komersial
Pelabuhan Komersial Badan Usaha Pelabuhan Penyiapan Lahan Pelabuhan Penyiapan Fas. Pokok & Penunjang Penyiapan Jasa Kepelabuhanan
Penyiapan Fas. Pokok & Penunjang Penyiapan Jasa Kepelabuhanan
Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan Ditetapkan Menteri Perhubungan
Izin Mengoperasikan Pelabuhan
Pelabuhan Utama & Pengumpul
Badan Usaha Pelabuhan
Pelabuhan Pengumpan
Unit Penyelenggara Pelabuhan/BUP
Pengelolaan Lingkungan
Gambar 42
Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota
Disetujui Gubernur/ Bupati/ Walikota
Diagram Analisis Tahapan Prosedur Pengembangan, Pengoperasian Pelabuhan dan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan (sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran)
145
Tabel 32
Matriks Analisis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Kelembagaan Kepelabuhanan, khususnya pada Materi Rencana Induk Pelabuhan, DLKR/DLKP dan Perizinan Pembangunan dan Pengoperasioan Pelabuhan.
No. Materi/Subjek 1.
Dasar Hukum
2. 3.
Jumlah Pasal Jenis Pelabuhan Laut
4.
Rencana Induk Pelabuhan
5.
Rencana Lokasi Pelabuhan
6.
Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
PP Nomor 61 tahun 2009 Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran 167 Pasal Ada 3 jenis Pelabuhan Laut : 1. Pelabuhan Utama 2. Pelabuhan Pengumpul 3. Pelabuhan Pengumpan (Dibedakan atas hierarkhi) 1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 20 tahun. 2. Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan: a. Jangka Panjang 15 tahun s/d 20 tahun b. Jangka Menengah 10 tahun s/d 15 tahun c. Jangka Pendek 5 tahun s/d 10 tahun 3. Rencana Induk Pelabuhan Utama dan Pengumpul ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. 4. Renana Induk Pelabuhan Pengumpan Regional di tetapkan oleh Gubernur 5. Rencana Induk Pelabuhan Pengumpul Lokal serta pelabuhan sungai dan danau ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Rencana Lokasi dan Hierakhi pelabuhan diatur dalam Pasal 10 s/d Pasal 14. Rencana Lokasi Pelabuhan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Pasal 8 ayat (2) Jo Pasal 10 ayat (1). 1. Yang dimaksud dengan Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pela-buhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 2. Yang dimaksud dengan Daerah Lingkungan
Analisis & Saran - Dibedakan atas dasar otoritas & hierarkhis. - Pelabuhan Pengumpan oleh Pemda menjadi subsidi terus sedang dana APBD terbatas. - Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Nasional setuju ditetapkan oleh Menteri Perhubungan - Pengesahan RIP untuk Pelabuhan Utama & Pengumpul oleh Menteri Perhubungan, disusun dan diproses Tim Bersama Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah Propinsi setempat untuk menampung aspirasi dari Pemerintah Daerah dan pedoman serta aturan dari Pemerintah Pusat. (bottom up dan top down planning).
- Rencana lokasi Pelabuhan Utama sesuai RIPN, karena penetapan lokasi menjadi lampiran RIPN tersebut.
- Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan termasuk perairan sangat terkait dengan perairan laut sampai 12 mil adalah berada di daerah (Pemda) sesuai Undang-Undang Pmerintah Daerah. Oleh sebab itu baik penetapan dan pengesahan DLKR/DLKP, terkait juga dengan
146
No. Materi/Subjek
7.
Penyelenggar a Pelabuhan
8.
Tugas dan tanggung jawab Penyelenggar a Pelabuhan
PP Nomor 61 tahun 2009
Analisis & Saran
Kepentingan adalah perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayanan. 3. Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ditetapkan oleh: a. Oleh Menteri untuk pelabuhan Utama dan pelabuhan Pengumpul b. Oleh Gunernur untuk pelabungan Pengumpan Regional c. Oleh Bupati / Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Penyelenggara Pelabuhan terdiri dari: 1. Otoritas Pelabuhan pada Pelabuhan yang diusaha-kan secara komersial 2. Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial
RTRW bagian perairan sampai 12 mil laut, sehingga tetap diperlukan Tim Bersama antara Pemerintah Pusat, Kantor Otoritas Pelabuhan dan Pemda Setempat untuk menetapkan DKLR/DLKP
1.
Tugas dan tanggung jawab Otoritas Pelabuhan selaku penyelenggara pelabuhan adalah: a. Menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan; b. Menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan; c. Menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayar-an (SBNP); d. Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; e. Menjamin dan memlihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; f. Menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
- Otoritas Pelabuhan (Pempus) menyelenggarakan pelabuhan komersial sedang UPP / Pemda menyelenggarakan pelabuhan non komersial bisa dipersepsikan tidak sinkron dengan prinsip otonomi darat.
- Kewenangan Otoritas Pelabuhan menurut analisis penelitian ini terlalu luas, termasuk penyediaan lahan di daratan dan di perairan (reklamasi) - Menurut peraturan perundangundangan, apabila Otoritas Pelabuhan mengadakan lahan reklamasi, karena dana terbatas harus melakukan tender terhadap para investor, selanjutnya apabila hasil reklamasi berupa lahan diserahkan ke investor harus melalui persetujuan Pemerintah (Menkeu) dan DPR, karena asetnya merupakan asset pemerintah yang belum dipisahkan. - Oleh sebab itu prosedurnya sangat birokratis dan lama sehingga percepatan pembangunan pelabuh-an baru akan terkendala oleh birokrasi.
147
No. Materi/Subjek
9.
Badan Usaha Pelabuhan
PP Nomor 61 tahun 2009
1.
2.
10.
Izin 1. pembangunan pelabuhan dan 2. pengoperasian pelabuhan (termasuk 3. pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan).
Lingkungan Kepentingan pelabuhan; g. Mengusulkan tariff untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan h. Menjamin kelancaran arus barang; i. Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada huruf a s/d huruf h di atas, Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa kepela-buhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus dibidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya, yang dapat berbentuk BUMN, BUMD atau PT yang khusus didirikan di bidang pelabuhan. Badan Usaha Pelabuhan berperan sebagai operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. Oleh Menteri Perhubungan untuk pelabuhan utama dan pelabhan pengumpul. Oleh Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional. Oleh Bupati / Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal.
Analisis & Saran
- Badan Usaha Pelabuhan seyogyanya terlibat juga di dalam pengadaan lahan (daratan & reklamasi), pembangunan infrastruktur pela-buhan, karena Pemerintah butuh dana besar untuk perluasan pelabuhan lama atau pengembangan pelabuhan baru sehingga perlu untuk mengundang investor besar dengan melalui proses tender.
- Terkait dengan hasil analisis di atas maka izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul ke Menteri Perhubungan perlu pendelegasian kewenangan ke tingkat yang lebih bawah. - Perlu disusun SK Bersama antara Menteri Perhubungan dengan Gubernur Pemda Propinsi setempat seperti Gubernur Propinsi DKI
148
No. Materi/Subjek
1 1.
Hak atas tanah dan perairan
PP Nomor 61 tahun 2009
Dalam PP tidak diatur oleh karena berdasarkan Pasal 85 Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran HPL atas tanah dan Pemanfaatan Perairan di berikan kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
Analisis & Saran Jakarta untuk perizinan pembangunan dan pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok, termasuk pengawasan pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan di dalam kawasan pelabuhan dan di luar pelabuhan tetapi memiliki keterkaitan. - Yang penting sebetulnya adalah Peraturan Perundang-undang ten-tang penyerahan Tanah HGB di atas HPL lahan eks reklamasi sebagai konsesi bagi para investor yang membangun pelabuhan melalui reklamasi.
Menurut analisis studi, masih perlu proses uji coba untuk implementasi di lapangan sampai 5 tahun setelah Peraturan Pemerintah tentang kepelabuhanan terbit. 5.2
Analisis Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Perairan Pesisir Teluk Jakarta.
5.2.1
Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Perairan Teluk Jakarta Penyebab utama pencemaran di perairan Teluk Jakarta adalah masuknya
13 buah sungai besar dan 17 sungai sedang dan kanal-kanal ke perairan Teluk Jakarta. Selain itu di daratan kawasan pesisir Teluk Jakarta berlokasi beberapa bangunan vital strategis seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Pelabuhan Sunda Kelapa, PLTU Muara karang, Kawasan Industri Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Taman Impian Jaya Ancol, Pasar Ikan (TPI) Muara Angke, TPI Kalibaru, dan TPI Cilincing, yang juga berpotensi menimbulkan pencemaran ke perairan Teluk (Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabek, 2001. Studi Pengembangan Keterpaduan Wilayah Pantai dan Perairan Laut Jabotabek Jakarta). Kegiatan industri dan pemukiman serta perdagangan menjadi penyumbang sekitar 70% pencemaran laut yang berasal dari daratan. Zat pencemar yang berpotensi merusak antara lain, sisa bahan kimia, limbah cair dari kegiatan pertanian dan pemukiman, sedimen, sampah padat dan plastik, logam dan limbah
149
radioaktif yang mengandung bahan bercaun yang sulit terurai di lingkungan dan akan terakumulasi pada tubuh organisme perairan. Masalah pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan oleh industri biasanya berawal dari kegiatan pengembangan yang diprakarsai oleh industri yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, teknik produksi dan kegiatan proses produksi serta distruksi : Upaya pemanfaatan sumberdaya alam melalui pengembangan industri dapat menghasilkan sisa proses berupa limbah, dibuang sembarangan sehingga timbul pencemaran. Pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan kegiatan daratan pelabuhan dan kegiatan perkapalan relatif kecil karena pelaku pelabuhan berupaya melokalisir pencemaran walau volumenya tidak besar. Sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat diuraikan yaitu :
Aktivitas bongkar muat kapal di dermaga pelabuhan serta kapal-kapal yang lego jangkar di luar infrastruktur pelabuhan.
Aktivitas pencucian kontainer dan pencucian tangki-tangki minyak dan tangki-tangki
produk
kimia,
walau
sudah
ada
ketentuan
harus
dikumpulkan dan dibuang ke TPS dan teru ke TPA, tetapi masih ada yang lolos dari pengawasan. Dampak-dampak dari kegiatan pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, baik masa pembangunan maupun pengoperasian pelabuhan mengacu kepada Rencana Induk Pelabuhan, akan menimbulkan dampak-dampak signifikan, yang harus dikelola secara terpadu. 5.2.2. Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terkait Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Pengelolaan pesisir Teluk Jakarta melibatkan ekosistem sumberdaya alam perairan dan daratan, sumberdaya buatan berupa kegiatan pembangunan secara terpadu, di antaranya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Keterpaduan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok meliputi tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, dimensi bidang keilmuan, dan dimensi keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral untuk pengelolaan pesisir Teluk Jakarta menurut analisis penelitian studi, memerlukan tidak hanya bentuk kordinasi antar
150
instansi saja atau Badan Koordinasi seperti BKSP Jabotabek. Dari hasil analisis kelembagaan yang dilakukan, maka pada saat penelitian peranan, fungsi dan wewenang BKSP Jabotabek tidak menghasilkan keputusan yang signifikan dalam mengkoordinasikan pengelolaan terpadu wilayah pesisir Teluk Jakarta, dari mulai pengelolaan daerah hulu (upland) sampai daerah hilir (perairan). Demikian juga peranan, fungsi dan wewenang Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang baru dibentuk tidak ada untuk pengambilan keputusan untuk koordinasi keterkaitan pengembangan pelabuhan dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta. Oleh sebab itu diperlukan suatu Badan Otoritas yang kuat dan memiliki wewenang dan tanggungjawab mengambil keputusan dalam koordinasi antar sektor atau instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah dan instansi lainnya termasuk mengelola dan mengendalikan dampak lingkungan, tidak halnya di kawasan pelabuhan akan tetapi diperluas sampai perairan Teluk Jakarta. Pembentukan Badan Otoritas ini diperlukan, karena mendesaknya permasalahan di wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagai wilayah lokasi kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Kordinasi antar instansi Pemerintah sudah terbukti tidak dapat mengelola pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, di antaranya pengendalian pencemaran perairan Teluk Jakarta sampai saat penelitian studi tidak berjalan secara optimal dan pencemaran semakin parah. Keterpaduan dari dimensi bidang keilmuan mensyaratkan pendekatan pengelolaan pesisir dengan pendekatan interdisiplin ilmu yang melibatkan semua institusi pusat-pusat penelitan dari instansi dan perguruan tinggi terkait. Akan tetapi yang lebih diperlukan adalah tindak lanjut dari hasil-hasil penelitian tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan perairan dan daratan pesisir Teluk Jakarta. Keterpaduan dalam dimensi keterkaitan ekologis karena pada dasarnya di pesisir Teluk Jakarta terdapat dan tersusun berbagai macam ekosistem (mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lainnya saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa ekosistem lainnya. Wilayah pesisir Teluk Jakarta juga dipengaruhi berbagai macam kegiatan manusia dan proses alamiah yang terdapat di lahan atas Jabodetabekpunjur dan di laut lepas. Pengelolaan (dalam arti
151
management) pesisir Teluk Jakarta terdiri dari
tahapan perencanaan,
implementasi, monitoring dan evalusi. Oleh sebab itu pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dikaitkan dengan pengembangan pelabuhan memerlukan keterpaduan dari sejak tahap perencanaan sampai tahap evalusi. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan pengumpul berskala internasional dan berwawasan lingkungan merupakan suatu kebijakan mendasar menunjang pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan Singapura. Oleh sebab itu peranan strategis Pelabuhan Tanjung Priok kedepan dapat digunakan sebagai posisi tawar (bargaining position) untuk pengelolaan wilayah pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, khususnya di bagian perairan Teluk Jakarta. Kedudukan Pelabuhan Tanjung Priok dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagaimana disajikan pada Gambar 43. 5.3.
Analisis Lintas Sektor Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport).
5.3.1. Analisis Keterkaitan Dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan. Berdasarkan hasil analisis pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) di Pelabuhan Tanjung Priok pada Sub Bab 5.1, maka dapat disimpulkan bahwa antar sektor memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan sebab-akibat. Hubungan antar sektor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Aspek kualitas fisik ekologi pelabuhan sangat dipengaruhi dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap aspek sosial kepelabuhanan, aspek ekonomi pelabuhan, aspek kesesuaian pemanfaatan ruang di pelabuhan (hubungan internal pelabuhan) dan aspek peraturan perundang-undangan. 2) Aspek Sosial Kepelabuhanan
Aspek sosial kepelabuhanan Tanjung Priok memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek-aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, kesesuian pemanfaatan ruang dan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek ekonomi kepelabuhanan.
152
3) Aspek ekonomi kepelabuhanan
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial dan aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundangundangan dan kesesuaian pemanfaatan ruang.
4) Aspek kesesuaian pemanfaatn ruang.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan
fisik
ekologi,
aspek
sosial
dan
aspek
ekonomi
kepelabuhanan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
5) Aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan, tetapi tidak memiliki ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang.
Dengan demikian matriks hubungan antar sektor pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) disajikan pada Tabel 33. Tabel 33
No
Matriks Hubungan Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) Uraian
1
1
Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi
2
Aspek Sosial Pelabuhan
3
Aspek Ekonomi Kepelabuhanan
Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Aspek Peraturan Perundangan Dan Kelembagan
4 5
2
3
4
5
Keterangan Bobot ketergantungan tinggi Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan Penelitian, Jakarta 2011
Batas Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Bagian Daratan dan Perairan
153
Gambar 43
154
5.3.2
Analisis Perumusan Standar Ecoport Untuk Pelabuhan-Pelabuhan di Indonesia. Berdasarkan hasil-hasil analisis komponen ecoport dan hubungan
keterkaitan dan ketergantungan antar sektor, yaitu analisis kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial kepelabuhan, aspek ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundang-undangan disertasi rumusan standar ecoport. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 34. Tabel 34
No I
Rumusan Standar Ecoport untuk Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok
Komponen Ecoport Kualitas lingkungan Fisik/Ekologi a. Kualitas air di kolam perairan pelabuhan b. Kualitas udara pelabuhan c. Tingkat kebersihan kawasan d. Kondisi Penghijauan
e. Tingkat Sedimentasi perairan
II
Rumusan Standar Ecoport Parameter Indeks Ecoport Dasar Rumus
Kondisi sosial ekonomi pekerja pelabuhan dan masyarakat kawasan penyangga a. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan sosial masyarakat
Nilai Indeks Pencemar (IP) dibawah Batas Ambang Batas (BAM) = 0 – 1 Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibawah BAM = 100 Pengangkutan sampah dan proses 3R mencapai 100% Prosentasi penghijauan 20 % total kawasan sesuai standar perencanaan kawasan. Volume dan frekwensi pengerukan: 1. 20 - 60 ton per 5 tahun (perairan) 2. 20-60 ton per 3 tahun (alur pelayaran)
a. Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan langusung dan tidak langsung di atas 50% b. Tingkat pendapatan masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup Minimum c. Tingkat kerawanan sosial masyarakat b. Persepsi Positif dan masyarakat PartisipatifP Positif dan partisipatif terhadap keberadaan dan pengembangan pelabuhan c. Bina Lingkungan & - Manfaat langsung terhadap UMKM pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal - Sarana/prasarana dasar terpenuhi d. Keselamatan dan Kecelakaan Kerja minimal
PP No.82/2001 dan Kep.Men LH 51/2004 PP No.41/1999 dan kep.Men LH 02/1998 Standar kebersihan kawasan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang Persamaan DPMA (1983)
- Hasil analisis. - Standar BPS
Hasil analisis.
- Standar dan ketentuan dari Kementerian BUMN
Hasil Analisis dari Standart
155
No
Komponen Ecoport Kesehatan Kerja (K3) di pelabuhan e. Keamanan Pelabuhan
III
IV
Pertumbuhan arus barang dan kapasitas ruang pelabuhan a. Pertumbuhan arus barang b. Kapasitas Terminal Kontainer (Container Yard) di pelabuhan Kesesuaian Pemanfaatan ruang fungsi-fungsi dengan Masterplan pelabuhan a. Bagian daratan pelabuhan
b. Bagian perairan pelabuhan
V
Aspek Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan a. Penyusunan dan Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan b. Penyusunan dan Penetapan Batas DLKR/DLKP pelabuhan
Rumusan Standar Ecoport Parameter Indeks Ecoport Dasar Rumus Depnaker - Penghargaan ISPS-Code - Zero Accident
- Peraturan Daerah
Di atas 5% per tahun
Standard Bappenas
Yard Occupantie Ratio(YOR) 65% - 70%
Standard untuk pelabuhan di negara-negara berkembang (Literingen H., 2009)
Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan kawasan pelabuhan
Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Karmadihata, 1985) dan Standar Perencanaan Kota (UU No.26/2007)
Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan Alur Keselamatan.
Melibatkan Pemda DKI Jakarta dari penyusunan sampai rekomendasi pengesahan Rencana Induk pelabuhan RI Melibatkan Pemda DKI Jakarta dalam penyusunan dan penetapan batas DLKR/DLKP
UU No.17/2008 tentang Pelayaran. UU No.32 / 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. UU No.17/2008 tentang Pelayaran. UU No.32 / 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Keputusan Menteri LH
c. Pengawasan Kewenangan Pemda DKI Pembangunan Fisik Jakarta dan Pengendalian Lingkungan Sumber : Hasil analisis penulis terhadap standar-standar lingkungan dan ecoport sesuai perundangundangan, standar perencanaan dan pedoman teknis pelabuhan, berwawasan lingkungan standar perencanaan kawasan dan kota dan referensi ecoport di negara Eropa dan Jepang, Jakarta 2011
Pada bagian disertasi ini penulis mengajukan pendekatan rumusan standar ecoport sebagai salah satu unsur kebaruan dalam studi ini. Untuk menilai kesesuaian suatu pelabuhan khususnya pelabuhan besar (utama dan pengumpul) dilakukan analisis terhadap komponen lingkungan-lingkungan. Setiap sektor atau komponen lingkungan diberi bobot berdasarkan tingkat urgensi atau pengaruhnya terhadap penentuan standar ecoport sebagaimana disajikan pada Tabel 34. Standar
diklasifikasikan atas Indeks Ecoport untuk bisa menilai tingkatan
kesesuian pelabuhan memenuhi standar ecoport, menurut penelitian penulis belum pernah dilakukan di Indonesia. Dasar penilaian dan pembobotan kawasan pelabuhan berstandar ecoport dapat dilihat pada Tabel 35.
156
Pendekatan penentuan bobot masing-masing komponen adalah: 1) Aspek Fisik dan Ekologi Pelabuhan (Ff) 40% 2) Aspek Sosial Pelabuhan dan Masyarakat Kawasan Penyangga (Fs) 20% 3) Aspek Ekonomi Kepelabuhanan (Fp) 20% 4) Aspek Pemanfaatan Tata Ruang Pelabuhan (Ftr) 20% Tabel 35 No I
Dasar Pendekatan Penentuan Rumus Standar Ecoport
Komponen Ecoport
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus
Aspek Fisik Ekologi Pelabuhan (Ff)
a. Kualitas kolam perairan pelabuhan (KPP)
Pembobotan 40 % Dasar pemikiran dari nilai pembobotan ini didasarkan bahwa aspek ini kunci dalam menentukan keberhasilan suatu pelabuhan dalam melaksankan operasional pelabuhan yang berwawasan lingkungan
Nilai Indeks Pencemar (IP) dibawah Batas Ambang Batas (BAM) = 0 – 1
PP No.82/2001 dan Kep.Men LH 51/2004
Prioritas pertama (30 %), karena besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang terjadinya pencemaran air yang tinggi. kondisi perairan mempengaruhi dan disebabkan oleh kegiatan pelabuhan. Pencemaran air dapat menimbulkan ; sedimentasi, gangguan kesehatan, gangguan terhadap biota air sehingga menyebabkan perubahan ekosistem. Skor Kriteria penilaian mengunakan Indeks pencemaran (IP): 1 : Tercemar Berat 2 : Tercemar Sedang 3 : Tidak Tercemar
b. Kualitas udara pelabuhan (KUP)
Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibawah BAM = 100
PP No.41/1999 dan kep.Men LH 02/1998
c. Tingkat kebersiha n kawasan (TKK)
Pengangkutan sampah dan proses 3R mencapai 100%
Standar kebersihan kawasan
d. Kondisi Penghijau an (KP)
Prosentasi penghijauan 20 % total
UU No. 26/2007 tentang
Prioritas ketiga (20%), disebabkan besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang terjadinya pencemaran kualitas udara. Kualitas udara merupakan indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pengelolaan kualitas udara akan mempengaruhi gangguan kesehatan, suhu mikro (lokal), dan kenyaman. Skor Kriteria penilaian berdasarkan ISPU standar kebersihan kawasan; 1 : Tercemar Berat 2 : Tercemar Sedang 3 : Tidak Tercemar Prioritas keempat (15%), disebabkan besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang untuk melakukan usaha kebersihan. Kebersihan kawasan akan mempengaruhi gangguan kesehatan, dan kenyaman. Skor Kriteria penilaian berdasarkan standar kebersihan kawasan; 1: Kotor 2: Bersih 3: Sangat bersih Prioritas kedua (25 %), karena besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang untuk melakukan
Fungsi Fungsi Fisik Ekologi (Ff) = 0,30KPP +0,25 KP+0,2KUP+ 0,15TKK+0,25 KP+0,10 TSP
157
No
Komponen Ecoport
e. Tingkat Sedimenta si perairan (TSP)
II
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus kawasan sesuai Penataan standar Ruang perencanaan kawasan.
Volume dan frekwensi pengerukan: 1. 20 - 60 ton per 5 tahun (perairan) 2. 20-60 ton per 3 tahun (alur pelayaran)
Aspek Sosial Pelabuhan Masyarakat Kawasan Penyangga (Fs)
a. Lapangan kerja, tingkat pendapata n serta tingkat kerawana n sosial masyarak at (PKM)
a. Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan langusung dan tidak langsung di atas 50% b. Tingkat pendapatan masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup Minimum c. Tingkat kerawanan sosial masyarakat
Persamaan DPMA (1983)
Pembobotan
Fungsi
penghijauan masih ada di Kawasan Pelabuhan. kondisi penghijauan pelabuhan akan mempengaruhi kualitas udara, estetika, suhu mikro (lokal) dan kenyamanan. Skor Kriteria penilaian (50 %), mengunakan standar tata ruang : 1 : Presentase ruang terbuka hijau kurang dari standar yang ditetapkan oleh tata ruang 2 : Presentase ruang terbuka hijau sama dengan standar yang ditetapkan oleh tata ruang 3 : Presentase ruang terbuka hijau lebih besar daripada ditetapkan oleh tata ruang Skor Kriteria penilaian (50 %), mengunakan indeks ShannonWienner : 1 : Keanekaragaman rendah 2 : Keanekaragaman sedang 3 : Keanekaraman tinggi Prioritas ke lima (10 %), besarnya dampak dan peluang terjadinya sedimentasi dan upaya untuk melakukan perlambatan sedimentasi terutama di muara sungai dan kolam pelabuhan. Sedimentasi merupakan dampak turunan kondisi perairan
Skor Kriteria penilaian persamaan DPMA : 1 : Sedimentasi besar 2 : Sedimentasi Sedang 3 : Sedimentasi rendah 20 % didasarkan bahwa pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai salah satu daya tarik sumber lapangan kerja pada sektor formal dan informal. Keamanan pelabuhan dan pekerjanya juga sebagai standar penilaian dari International Maritim Organization (IMO) - Hasil analisis. 30 %, disebabkan besaran dan - Standar BPS peluang terjadinya penyerapan tenaga - Keputusan kerja yang mempengaruhi tingkat Gubernur pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi persepsi negatif masyarakat serta menangulangi kerawanan sosial Skor Kriteria penyerapan tenaga kerja (10%); 1. Penyerapan tenaga kerja dibawah yang disyaratkan peraturan. 2. Penyerapan tenaga kerja sesuai yang disyaratkan peraturan. 3. Penyerapan tenaga kerja lebih dari yang disyaratkan peraturan Skor Kriteria pendapatan msyarakat (10%); 1. Pendapatan di bawah UMP. 2. Pendapatan sesuai dengan UMP .
Fungsi Sosial (Fs)= 0,3PKM+0,25 PM+0,20BL+ 0,15K3+0,10 KP
158
No
Komponen Ecoport
Positif danb.PartisipatifP Persepsi partisipatif masyarak at terhadap keberadan dan rencana pengemba ng-an pelabuhan (PM)
III
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus
Positif dan
Hasil analisis.
c. Bina Lingkung an & UMKM (BL)
- Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal Sarana/prasar ana dasar terpenuhi
- Standar dan ketentuan Kementerian BUMN
d. Keselama tan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kecelakaan Kerja minimal (zero accident)
Hasil Analisis dari Standar Depnaker
e. Keamana n Pelabuhan (KP)
- Penghargaan ISPS-Code
Aspek ekonomi Kepelabuhan an (Fp)
- Peraturan Internasio nal
Pembobotan
Fungsi
3. Pendapatan di atas UMP Skor Kriteria kerawanan sosial (10%); 1. Potensi kerawanan tinggi. 2. Potensi kerawanan sedang . 3. Potensi kerawanan rendah. 25 % didasarkan dari dampak turunan dari perekonomian masyarakat, dimana masyarakat jangan hanya jadi penonton saja, namun perlu dilibatkan dalam operasional pelabuhan. Skor Kriteria persepsi masyarakat ; 1. Persepsi negatif lebih besar daripada persepsi positif 2. Persepsi negatif sama dengan persepsi positif 3. Persepsi negatif lebih kecil daripada persepsi positif 20% , karena peran serta masyarakat merupakan gabungan dari dampak ekonomi dan sosial masyarakat. Skor Kriteria manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal : 1. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal tidak ada 2. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal rendah 3. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal tinggi 15 % karena adanya SOP terhadap K3. Skor Kriteria K3 ; 1. Kecelakaan kerja tinggi. 2. Kecelakaan Kerja Rendah 3. Kecelakaan Kerja tidak ada (zero accident). 10 % : penerapan ISPS Code dilakukan oleh internasional dalam rangka penetapan status pelabuhan menjadi pelabuhan internasional, di mana salah satu aspeknya adalah lingkungan hidup. Skor Kriteria K3 ; 1. Belum diterapkan ISPS Code 2. Sebagian kegiatan telah menerapkan ISPS Code 3. Semua kegiatan telah menerapkan ISPS Code . 20 %, didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep konsep ecoport.
Fungsi ekonomi Kepelabuhana n (Fp) = 0,5PAB +0,5 YOR
159
No
Komponen Ecoport a.Pertumbuha n arus barang (PAB)
b. Kapasitas Terminal Kontainer (Container Yard) di pelabuhan
IV
Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Pelabuhan (Ftr) a. Bagian daratan pelabuhan (BD)
b. Bagian kolam perairan pelabuhan (BL)
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus Di atas 5% per Standard tahun Bappenas
Yard Occupantie Ratio(YOR) 70%
Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan kawasan pelabuhan
Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan Alur Keselamatan.
Standard untuk pelabuhan di negaranegara berkembang (Ligteringen H., 2009)
Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Karmadihat a, 1985) dan Standar Perencanaan Kota (UU No.26/2007)
Pembobotan
Fungsi
50% : Pertumbuhan arus barang merupakan faktor utama pengembangan pelabuhan. Skor Kriteria pertumbuhan arus barang; 1 : di bawah 5% per tahun 2 : 5 % per tahun 3 : di atas 5 % per tahun 50% : Yard Occupantie Ratio (YOR) merupakan pertimbangan utama dalam pemenuhan pelabuhan berstandar internasional dan ecoport Skor Kriteria Kapasitas Terminal Kontainer ; 1 :YOR di atas 70% 2 :YOR sama dengan 70 % 3 :YOR di bawah 70 % 20 % Aspek kesesuaian pemanfaatan ruang merupakan faktor penting dalam menunjang sistem ecoport. Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang akan berdampak pada keseimbangan antara faktor ekologi dan ekonomi. 50% : bagian daratan pelabuhan merupakan prasarana dasar aktivitas kegiatan darat kepelabuhanan
Fungsi Tata Ruang (Ftr) = 0,5BD +0,5 BL
Skor master plan dataran ; 1 :Tidak sesuai dengan masterplan 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan 50% : bagian kolam perairan pelabuhan merupakan prasarana dasar aktivitas pelayaran kepelabuhanan Skor master plan perairan ; 1 :Tidak sesuai dengan masterplan 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan
Berdasarkan pembobotan pada Tabel 35 tersebut di atas, maka di dalam penelitian ini disusun Indeks Ecoport untuk menilai tingkat kesesuaian pelabuhanpelabuhan di Indonesia terhadap standar ecoport yang layak diterapkan di Indonesia dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok yaitu : 1) Indeks Ecoport 0 - 1
: Belum bisa disebut Ecoport.
2) Indeks Ecoport 1,1 - 2 : Perlu ada peningkatan untuk menuju Ecoport. 3) Indeks Ecoport 2,1 - 3 : Sudah dapat disebut Ecoport. Alasan penetuan besarnya nilai kisaran nilai Indeks Ecoport dan pembagian Indeks Ecoport tersebut di atas didasarkan pada skor kriteria pada pembobotan setiap komponen parameter indeks Ecoport, dengan skor minimum 1
160
dan skor terbesar 3. Besaran indeks ecoport skor 0-1 apabila kondisi kurang, indeks ecoport skor 1,1 - 2 untuk kondisi sedang dan skor indeks ecoport 2,1 - 3 adalah untuk kondisi baik. Uraian lebih rinci adalah sebagai berikut : 1) Indeks Ecoport 1 Berarti belum bisa disebut Ecoport, hal tersebut disebabkan beberapa komponen penilaian dalam kondisi kurang. 2) 1,1 Indeks Ecoport 2 Perlu ada peningkatan untuk menuju ecoport, hal tersebut disebabkan karena komponen-komponen parameter penilaian dalam kondisi sedang, meskipun terdapat beberapa yang kurang. 3) Indeks Ecoport 2,1 maka sudah dapat disebut Ecoport nilai indeks ini didapatkan apabila komponen penilaian sudah kondisi baik. 5.3.3
Analisis Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport Dan Strategi Pencapaian. Di dalam penelitian studi ini, maka sebagai suatu model akan dianalisis
kesesuaian kondisi Pelabuhan Tanjung Priok terhadap rumusan standar ecoport, sebagai pelabuhan internasional terbesar di Indonesia. Sesuai dengan rumusan standar ecoport pada Sub Bab 5.3.2, maka komponen ecoport yang dianalisis meliputi aspek fisik ekologi pelabuhan khususnya di kolam perairan pelabuhan (Fb), aspek sosial pelabuhan pelabuhan (Fs), aspek ekonomi pelabuhan (Fp) dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang (Ftr), dengan bobot masing-masing 40%, 20%, 20% dan 20%. Untuk lebih jelasnya penilaian dan pembobotan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap rumusan standar ecoport yang diajukan penulis disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Tabel Penilaian dan Pembobotan Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport No
Komponen Ecoport
I Aspek Fisik Pelabuhan (Ff)
Pembobotan 40% dasar pemikiran dari nilai pembobotan ini didasarkan bahwa aspek ini merupakan kunci dalam menentukan keberhasilan suatu pelabuhan dalam melaksanakan oprasional pelabuhan yang berwawasan lingkungan
a. Kualitas perairan 2 ;Tercemar Sedang pelabuhan (KPP) b. Kualitas udara pelabuhan 1 ;Tercemar Berat
Fungsi Fungsi Fisik (Ff) = 0,3KPP +0,25 KP+0,2KUP+0,15TK K+0,1TSP (0,3) +(0,25x1)+(0,2 x1) +(0,15x 2)+(0,1 x 2)= 0,3 +0,25 +0,2 +0,5 +0,2 = 1,20
161
No
Komponen Ecoport
Pembobotan
(KUP) c. Tingkat kebersihan 2; bersih kawasan (TKK) d. Kondisi Penghijauan (KP) 1 ; presentase ruang terbuka hijau kurang dari standar yang ditetapkan oleh tata ruang 1 ; keanekaragaman rendah e. Tingkat Sedimentasi 2: Sedimentasi Sedang perairan (TSP) II Aspek Sosial Pelabuhan (Fs) 20 % didasarkan bahwa pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai salah satu daya tarik sumber lapangan kerja pada sektor formal san informal. Keamanan pelabuhan dan pekerjanya juga sebagai standar penilaian dari International Marketing Organization (IMO) a. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan sosial masyarakat (PKM) b. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan pelabuhan (PM) c. Bina Lingkungan & UMKM (BL)
Fungsi
Fungsi Sosial (Fs)= (0,3 x1,7) +(0.25x2)+(0,2x2)+( 0,15x2)+(0,1 x2)= 1,91
3. Pendapatan di atas UMP 1. Penyerapan tenaga kerja dibawahi yang disyaratkan peraturan. 1. Potensi kerawanan tinggi . 2. Persepsi negatif lebih kecil daripada persepsi positif
2. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal ,sedang d. Keselamatan dan 2. Kecelakaan Kerja tidak ada (zero Kesehatan Kerja (K3) accident). e. Keamanan Pelabuhan 2. Sebagian kegiatan telah (KP) menerapkan IPSS Code III Aspek Kepelabuhanan (Fp) 20 %, didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep konsep ecoport. a. Pertumbuhan arus barang 3 : di atas 5 % per tahun (PAB) b. Kapasitas Terminal 2 :YOR sama dengan 70 % Kontainer (Container Yard) di pelabuhan IV Aspek Tata Ruang 20 % didasarkan bahwa aspek ini Pelabuhan (Ftr) merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep ecoport a. Bagian daratan pelabuhan 2 :Sebagian sesuai dengan (BD) masterplan b. Bagian perairan pelabuhan 3:Seluruhnya sesuai dengan (BL) masterplan
Fungsi Kepelabuhanan (Fp) = 0,5PAB +0,5 YOR 1,5 + 1 =2,5
Fungsi Tata Ruang (Ftr) = 0,5BD +0,5 BL 1 +1,5=2.5
162
Berdasarkan hasil perhitungan penilaian dan perhitungan komponenkomponen lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok maka dihasilkan Indeks Ecoport sebesar 1,74 dan masih perlu peningkatan setiap komponen untuk bisa memenuhi standar ecoport. Evaluasi kondisi komponen-komponen lingkungan yang ada, agar Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi pelabuhan berstandar ecoport. Analisis Dapat diuraikan strategi pencapaian standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan penilaian setiap komponen lingkungan sehingga mencapai standar ecoport sebagai berikut : 1) Kualitas lingkungan fisik ekologi Kualias air perairan : o Melakukan pengelolan lingkungan perairan yang baik agar kualitas lingkungan
perairan
terjaga
sehingga
mengurangi
tingkat
pencemaran perairan.
Kualitas udara daratan : o Melakukan pengelolaan lingkungan serta menjaga kualitas udara di dalam dan di lingkungan pelabuhan.
Kondisi penghijauan dan kebersihan : o Menambah penghijauan di sekitar kawasan pelabuhan (kawasan penyangga). o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan serta menerapkan proses 3 R sebagai pengelolaan sampah. o Membuat lingkungan pelabuhan yang bersih dan nyaman. Kondisi sedimentasi perairan : o Frekuensi pengerukan kolam perairan setiap 5 tahun dan alur pelayaran setiap 3 tahun. o Membuat kolam penampung sedimen di muara-muara sungai ke pelabuhan. 2) Kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan bagian daratan : o Pengembangan
pelabuhan
Masterplan yang ada.
yang
ada
disesuaikan
dengan
163
Teknis Perairan o Untuk pelabuhan pengumpul internasional (international hub port) dan reklamasi bentuk pulau, persyaratan perairan diubah. 3) Pertumbuhan arus barang dan kapasitas pelabuhan Penyediaan lahan pelabuhan untuk menampung kapasitas pelabuhan sesuai proyeksi pertumbuhan barang. Perlu adanya penyesuaian biar Yard Occupantie Ratio (YOR) yang ada dengan standar ecoport (<70%). 4) Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat : o Melibatkan masyarakat kawasan penyangga dalam kegiatan kepelabuhanan baik pada sektor formal maupun informal hingga mencapai 20%. o Meningkatkan tingkat keselamatan kerja dan pelayanan. o Meningkatkan program bina lingkungan terhadap kawasan penyangga sesuai dengan ketentuan BUMN. o Meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat penyangga. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan pelabuhan : o Memperbaiki hubungan dengan masyarakat penyangga o Meningkatkan pendidikan masyarakat penyangga agar tidak mudah terprovokasi. 5) Perundang-undangan dan kelembagaan.
Meningkatkan koordinasi kelembagaan dalam hal pengelolaan dan pengendalian lingkungan dalam pelabuhan.
Menjadikan pengelolaan dan pengendalian lingkungan kawasan pelabuhan mencakup perairan Teluk Jakarta di bawah kewenangan KLHS.
Pemda melakukan pengawasan terhadap pembangunan fisik.
Strategi pencapaian standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Lampiran 30.
164
5.4
Analisis Studi Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang (2011-2030) Hasil analisis penulisan terhadap RTRW DKI Jakarta 2011-2030 dibagian
kawasan penelitian Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya, zoning plannya sudah sesuai. Akan tetapi untuk penetapan zoning ini masih umum, belum melalui analisis dari aspek-aspek : 1) Perhitungan pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok dalam Jangka Panjang (2011-2030). 2) Kapasitas ruang pengembangan Pelabuhan sesuai dengan standar perencanaan terminal kontainer (container yard) dan perencanaan pelabuhan, serta standar perencanaan tata ruang zoning suatu kawasan pelabuhan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Harmonisasi rencana peruntukan dari kawasan pelabuhan sebagai kawasan bernilai ekonomi tinggi dengan peruntukan perumahan di kawasan sekitar pelabuhan (kawasan penyangga). 4) Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.42 Tahun 2011. Oleh sebab itu menurut hasil kajian penulis, rencana zoning dan konsep rencana tata ruang pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di dalam penelitian studi disertasi ini bisa digunakan di dalam penyusunan Ruang Detail Tata Ruang Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangganya yang saat ini sudah dalam proses penyaringan masukan dari berbagai sektor institusi. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 44. 5.4.1
Analisis Terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2030. Hasil analisis penelitian studi terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung
Priok 2030 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 42 Tahun 2011 pada Gambar 45 dan Gambar 46 menggambarkan belum terintegrasinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengembangan Pelabuhan Marunda sebagai satu kesatuan sesuai RTRW DKI Jakarta 2011-2030, yaitu antara rencana reklamasi untuk pelabuhan Kalibaru dengan rencana reklamasi pengembangan pelabuhan Marunda.
165
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di daerah pesisir Jakarta sesuai hasil penelitian studi disertasi ini sudah sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011-2030 dan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cilincing, Koja, dan Tanjung Priok 2011-2030, ditinjau dari aspek wilayah pengembangan, struktur ruang dan pola jaringan jalan dan transportasi. Sebaliknya dari hasil penelitian studi penulis terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011 – 2030 di lokasi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan pengembangannya masih berupa rencana zoning secara garis besar dan belum terjadi melalui analisis yang terukur, seperti : terintegrasinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengembangan Pelabuhan Marunda sesuai RTRW DKI Jakarta 2011-2030, yaitu antara rencana reklamasi untuk pelabuhan Kalibaru dengan rencana reklamasi pengembangan pelabuhan Marunda. Selanjutnya sesuai hasil penelitian studi terhadap rencana pengembangan pelabuhan di Marunda Center yang diakomodir di dalam Peraturan Menhub 42/2011,
sebaliknya
tidak
diakomdir
di
dalam
Rencana
Tata
Ruang
Jabodetabekpunjur 2028. Akan tetapi rencana pengembangan pelabuhan di Tarumajaya Kabupaten Bekasi yang diakomodir di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2011, juga sudah diakomodir di dalam RTRW Jabodetabekpunjur 2028. Dari hasil penelitian penulis lokasi pengembangan pelabuhan di Tarumajaya ini juga diusulkan menjadi bagian dari pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok terkait dengan perencanaan dan pengelolaan di wilayah pesisir Teluk Jakarta secara terpadu untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 47 dan Gambar 48.
166
Sumber : Rancangan Peraturan Daerah Tentang RTRW DKI Jakarta 2011-2030
Gambar 44
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai RTRW DKI Jakarta 2011-2030
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
Gambar 45 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara 167
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
168
Gambar 46 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Marunda Center
169
Gambar 47
170
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
Gambar 47 Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Tarumajaya Bekasi
171
5.4.2
Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2030. Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisiting pelabuhan, proyeksi
pertumbuhan barang dan kebutuhan ruang pelabuhan dan rumusan standar ecoport Pelabuhan Tanjung Priok serta sinkronisasi dengan
Rencana
Tata Ruang
Nasional Pelabuhan Sebagai Simpul Transportasi Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Belakangnya, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2011-2030 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur 2028 maka dirumuskan Rencana Zoning Plan Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok 2011-2030. Rencana tata ruang tersebut disajikan pada Lampiran 31, Lampiran 32, dan Lampiran 33. Penetapan rencana zoning di dalam Rencana Detail Tata Ruang Pengembangan Tanjung Priok di dasarkan atas perhitungan proporsi luas terminal kontainer (Ha) terhadap luas total pelabuhan (Ha), yaitu antara 30% - 40% sesuai dengan fungsi utamanya sebagai pelabuhan kontainer. Perhitungan luas kebutuhan terminal kontainer di dalam rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai tahapan didapat dari rumus Ligteringen (2009) yaitu : O=
Ci td F 365 mi
Di mana: O - Kebutuhan Ruang Container Yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok Ci - Jumlah kontainer E/I tahun 2009 = 3,8 juta TEUs td - Rata-rata waktu timbun = 6 hari F - Area kebutuhan per kontainer = 15 m2 - Rata-rata tinggi stacking = 0,6 mi - YOR = 70% Selanjutnya fungsi-fungsi lain di dalam Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok disesuaikan standar perencanaan tata ruang kawasan di dalam Undang-Undang Penataan Ruang dan studi referensi pelabuhan-pelabuhan ecoport di Eropa. Analisis perhitungan zoning pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di dalam studi ini merupakan Unsur Kebaruan, yang memberikan kontribusi terhadap ilmu perencanaan pengembangan pelabuhan dalam rangka pengelolaan pesisir terpadu. Dari hasil penelitian penulis rumus ini belum pernah diterapkan dalam pengembangan pelabuhan di Indonesia. Perhitungan dan pemetaannya disajikan pada Tabel 37, Gambar 48 dan Gambar 49.
Tabel 37
No
1
2 3 4 5 6 7 8 9
Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Pendek (2015), Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030)
Peruntukan Tanah (Zoning-Plan) Terminal Kontainer (YOR = 70%) 1.1 Internasional 1.2 Domestik Sub-Total Terminal Multipurpose / Konvensional Terminal Penumpang Terminal Curah Cair & Kering Area Logistik Pelabuhan Area Docking Area Perkantoran / Dagang Area Fasos-Fasum Area Penyempurna Hijau Umum (Phu) Total
J. Pendek (2015) ( 3,8 - 6.67 juta TEUs) Luas (ha) 2011 % 2015
%
223
392
37
560
37
1040
37
52,3
8
151,2
10
281
10
2 6
12,12
2
120,96
8
224,8
8
38,5
6
75,6
5
140,5
5
1.5 2 6
104,75 12,12
15 2
45,36 15,12
3 1
84,3 28,1
3 1
38,5
6
90,72
6
168,6
6
6 18
38,5
6
8
224,8
8
128,62
18
18
505,8
18
1059
100
120,96 272,16 (Buffer zone & penghijauan) 1512
100
2810
100
48,4 12,1 36,3 90,75 12,1 36,3 36,3 109 (Buffer zone & penghijauan) 605 (+ 45 ha)
37 8
100
J. Menengah (2020) (0.07 TEUs – 9,5 juta TEUs) Luas (ha) 2020 %
J. Panjang (2030) (9.5 – 17.7 juta TEUs) Luas (ha) 2030 %
172
Sumber : Hasil analisis /diolah dari hasil proyeksi pertumbuhan arus barang standar perencanaan kota dan kawasan dan Referensi dari Planing and Design Container Terminal, Port and Terminals, Jakarta 2011
Legenda :
Rencana Detail Tata Ruang Pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan di Wilayah Pesisir Jakarta 2011 - 2030
173
Gambar 48
174
Gambar 49 Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030
175
5.4.3 Penyusunan Kebijakan dan Tahapan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport). Penyusunan rencana lokasi dan kebijakan dan program pentahapan ruang dan pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok 2011-2030 dalam studi ini dibagi atas (tiga) tahap, yaitu Jangka Pendek (2011-2015), Jangka Menengah (2015-2020) dan Jangka Panjang (2020-2030). Kebijakan dan tahapan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Gambar 50, Gambar 51, Gambar 52 dan Gambar 53. I. Kebijakan dan Program Jangka Pendek (2011-2015) : 1) Kebijakan penataan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting secara total untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemanfaatan ruang sesuai Rencana Induk Pelabuhan. 2) Kebijakan terpadu penataan sungai-sungai yang bermuara ke perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan persiapan ”reception facility” di muaramuara sungai dan tempat sandar kapal-kapal di kolam pelabuhan. 3) Kebijakan perluasan batas perencanaan Pelabuhan Tanjung Priok untuk kawasan penyangga pelabuhan. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan kajian terhadap RTRW DKI Jakarta 2030 dan referensi pelabuhanpelabuhan besar di negara-negara lain diusulkan perluasan Batas Daerah Perencanaan Kawasan Penyangga Tanjung Priok sebagai berikut :
Di sisi Selatan : Areal sampai batas rencana jalan tol Cikarang-Cibitung-MarundaCilincing-Plumpang (trace yang masuk DKI Jakarta dan jalan tol eksisting Plumpang-Ancol Timur).
Di sisi Timur : Area sampai batas Kanal Banjir Timur batas rencana reklamasi.
Di sisi Barat : Sampai batas daerah Ancol Timur, terus ke Utara perpanjangan breakwater Pelabuhan Tanjung Priok Barat.
Di sisi Utara : Perairan laut Jawa di sisi Utara rencana reklamasi Pelabuhan Tanjung Priok.
4) Rencana peruntukan jalur hijau menyatu dengan blok perkantoran / jasa dan fasilitas sosial / umum bisa dimasukan di zona perbatasan Pelabuhan Tanjung Priok dengan kawasan penyangga.
176
5) Rencana peruntukan kawasan penyangga di RTRW DKI Jakarta 2030 yang sebagian besar berupa peruntukan perumahan sehinggan cenderung kumuh, dapat diusulkan sesuai hasil studi untuk peruntukan campuran perumahan susun dengan perkantoran / jasa (gradasi yang masih terkait dengan peruntukan pelabuhan). 6) Kebijakan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok ke arah laut :
Untuk dikembangkan menjadi pelabuhan international hub, kolam pelabuhan harus mencapai kedalaman -18 m oleh sebab itu perlu dilakukan perluasan pelabuhan dengan cara reklamasi laut. Rencana reklamasi untuk Pelabuhan Tanjung Priok harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.
Untuk pengembangan tahap I Pelabuhan Tanjung Priok dalam studi ini diusulkan : o Rencana reklamasi tahap I Kalibaru Utara seluas ± 77 ha (sesuai program Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan) o Pengembangan pelabuhan darat (dry-port) di Marunda sebagai Logistic Hub Pelabuhan Tanjung Priok seluas ± 90 ha.
7) Kebijakan jangka pendek berupa penataan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok tahap I sudah sesuai dengan Struktur Ruang dan Wilayah Pengembangan serta didukung Pola Jaringan Jalan di dalam RTRW DKI Jakarta 2030. 8) Untuk penyesuaian peruntukan di kawasan penyangga pelabuhan dapat diusulkan di dalam rancangan penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Jakarta Utara. II. Kebijakan Program Jangka Menengah (2015-2020) : 1) Melanjutkan program reklamasi untuk perluasan pelabuhan berupa reklamasi Kalibaru tahap II untuk perluasan pelabuhan kontainer internasional seluas ± 50 ha dan untuk terminal cerah cair seluas ± 40 ha (sesuai program Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan). 2) Rencana reklamasi Marunda tahap I dan tahap II seluas ± 240 Ha untuk pengembangan pelabuhan baru kontainer internasional dan kawasan pendukungnya. 3) Rencana pengembangan kawasan industri di bagian daratan seluas ±300 ha adalah bagian dari rencana pengembangan Kawasan Ekonomi
177
Khusus (KEK) Marunda. Kawasan industri ini untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Priok dan Marunda yaitu mengurangi kemacetan lalu lintas barang dari daerah kawasan industri di wilayah Jabotabek menunju Pelabuhan Tanjung Priok.
Dimungkinkan percepatan waktu memulai pembangunan kawasan Marunda karena relatif kosong dibandingkan dengan kawasan Tanjung Priok (2013-2020).
Kebijakan jangka menengah berupa reklamasi lanjutan Kalibaru, reklamasi Marunda dan pengembangan kawasan industri (KEK) Marunda sudah sesuai dengan Struktur Ruang dan Wilayah pengembangan serta didukung oleh Pola Jaringan Jalan di dalam RTRW DKI Jakarta 2011-2030.
III. Kebijakan dan Program Jangka Panjang (2020-2030) : 1) Melanjutkan program perluasan reklamasi Kalibaru tahap III untuk perluasan pelabuhan kontainer internasional seluas ± 200 ha. 2) Melanjutkan program perluasan reklamasi Marunda tahap III untuk perluasan pelabuhan kontainer interinsuler seluas ± 100 ha. 3) Melanjutkan program pengembangan kawasan industri di bagian daratan seluas ± 200 ha bagian dari rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda. 4) Pengembangan pelabuhan transit
(reede-transportation) di daerah
Tarumajaya Kabupaten Bekasi Bagian Utara seluas ± 100 ha dan di daerah Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang Bagian Utara (tanpa merusak ekosistem) seluas ± 100 ha untuk pelabuhan transhipment ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Pengembangan pelabuhan transit di daerah Tarumajaya sudah sesuai dengan wilayah pengembangan dan struktur ruang serta di dukung pola jaringan jalan di dalam Rancangan RTRW Kabupaten Bekasi 2030.
Pengembangan pelabuhan transit di daerah Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang sudah sesuai dengan struktur ruang dan wilayah pengembangan serta didukung pola jaringan jalan di dalam Rancangan RTRW Kabupaten Tangerang 2030.
178
Gambar 50 Tahap I Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 2011-2015
179
Gambar 51 Tahap II Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 2015-2020
180
Gambar 52
Tahap III Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 2020-2030
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030
181
Gambar 53
182
5.5
Implikasi Kebijakan Lingkungan
Pengembangan
Pelabuhan
Berwawasan
5.5.1 Kebijakan Pengelolaan Dampak Lingkungan Dalam pembangunan dan pengembangan setiap kegiatan pelabuhan perlu diperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan dampak lingkungan hidup yang terintegrasi mulai dari tahap pra-pelaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan atau evaluasi pada semua kegiatan. Berkaitan dengan pelaksanaan ecoport di setiap pelabuhan maka perlu diperhatikan prasyarat pengelolaan lingkungan hidup. Prasyarat pengelolaan dampak lingkungan hidup ini penting dan berskala besar bagi kelestarian lingkungan hidup dan manusia. Rencana pengelolaan dampak lingkungan dari kegiatan pembangunan pengembangan dan pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada uraian sebagai berikut : 1)
Peningkatan kualitas lingkungan darat dan perairan pelabuhan.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas darat Pelabuhan Tanjung Priok perlu disusun kebijakan strategis : o Dalam pengelolaan limbah padat (sampah) dapat dipergunakan konsep 3R (Reduced, Reused, dan Recycle). Alternatif lain untuk pengelolaan sampah adalah dengan menghasilkan biofuel atau dimusnahkan dengan cara incinerator. o Peningkatan Areal Terbuka Hijau dalam bentuk zoning sampai mencapai 20%, tidak cukup hanya dalam bentuk penanaman pohon (tajuk) untuk itu diperlukan kebijakan secara menyeluruh dan penerapan ketentuan sesuai Undang-Undang Penataan Ruang kepada pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, karena dibutuhkan perluasan pelabuhan ke luar kawasan. o Program
bina
lingkungan
diintensifkan
dan
dioptimalkan
efektivitasnya sebagai upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, bekerja sama dengam Pemerintah Daerah setempat.
183
o Meningkatkan peran dan kewenangan kelompok-kelompok peduli lingkungan yang sudah ada dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan.
Untuk peningkatan kualitas air perairan pelabuhan perlu disusun program strategis dan koordinasi lintas instansi : o Koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai daerah hulu sungai-sungai dan kanal yang menuju perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan perairan Teluk Jakarta untuk menegakkan hukum kepada instansi/perorangan yang menyebabkan pencemaran terhadap perairan pelabuhan dan perairan Teluk Jakarta sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk program ini perlu penanganan secara khusus karena penyebab pencemaran terbesar kepada kawasan Pelabuhan Tanjung Priok adalah dari sungai/kali yang menuju perairan pelabuhan, di mana Indeks Pencemar (IP) telah mencapai batas antara tercemar sedang dan tercemar berat. Apabila
diperlukan
dibentuk
suatu
badan
penanggulangan
pencemaran perairan Teluk Jakarta termasuk di dalamnya perairan Pelabuhan Tanjung Priok seperti Service Maritime Board di Sidney Darling Harbour Authority, Australia. o Penyiapan kolam penampungan sampah dan sedimen di sisi kalikali yang menuju perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan pembuangan ke TPA secara rutin dan tersistem, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. o Peningkatan fasilitas reception facility dan tongkang untuk penanganan limbah oli serta kapal pengumpul sampah di perairan pelabuhan. 2)
Peningkatan kualitas udara . Dalam menunjang kinerja pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam menjaga dan meningkatakan kualitas udara, pengelola atau penyelenggara Pelabuhan Tanjung Priok yaitu Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Manajemen PT Pelindo II (Persero) untuk melakukan :
184
Pelarangan kendaraan-kendaraan pengangkut barang yang memiliki tingkat emisi tinggi memasuki pelabuhan.
Melakukan uji emisi terhadap setiap kendaraan yang akan masuk pelabuhan.
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan secara rutin untuk mendukung operasional kepelabuhan yang sejalan dengan pelestarian lingkungan.
Penanganan secara khusus di area Pos IX yaitu area pintu gerbang dan persimpangan keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok dari sisi timur karena tingkat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada titik lokasi sudah sangat tinggi.
3)
Dampak lingkungan pada ekosistem darat. Dampak lingkungan pada ekosistem darat disebabkan pembangunan dan pengembangan pelabuhan. Untuk menangani dampak lingkungannya perlu ditetapkan kebijakan dengan membuat zonasi area sekitar pembangunan pelabuhan. Area yang spesifik dan dan memiliki kekhasan tertentu seperti gejala alam, proses geologis seperti sand dune, maupun proses biologis ditetapkan sebagai zona yang dilindungi.
4)
Dampak lingkungan pada ekosistem laut. Dampak lingkungan pada ekosistem laut disebabkan berbagai hal, di antaranya akibat tumpahnya minyak dari kecelakaan/tabrakan kapal. Untuk menangani dampak lingkungannya perlu ditetapkan kebijakan penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk pencegahannya dampak yang lebih luas perlu ditetapkan kebijakan operasi early warning system. Tahap awal yang perlu dilakukan adalah melatih kemampuan dan ketrampilan petugas atau tim SAR dan harus selalu siap siaga. Early warning system dapat dipilih dari banyak cara, antara lain : menggunakan noise detector, sound detector atau smoke detector. Tindakan gawat darurat adalah mempersiapkan segala daya untuk menanggulangi kejadian ini. Upaya penanggulangan minyak yang tumpah dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : Oil skimmer, Oil trap, Oil boom, Oil dispersence. Tindakan
185
penanggulangan ini tidak boleh berlama-lama dan harus ditangani sebelum pengaruhnya terhadap biota laut ditemukan. Disamping itu utnuk mencegah dan menanggulangi kecelakaan atau tabrakan kapal, pelabuhan juga harus dilengkapi dengan instrument suar. 5.5.2 Kebijakan Penataan Ruang dan Prasarana/ Sarana Dalam rangka mengendalikan prasarana dan sarana dalam kawasan pelabuhan menuju pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) adalah : 1)
Pengembalian fungsi pemanfaatan ruang disesuaikan dengan Masterplan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok yang terbaru secara bertahap. Tahap pertama adalah pengembalian fungsi yang kurang sesuai menjadi sesuai dengan Masterplan dengan periode waktu 5 tahun/jangka pendek (2010 - 2015). Tahap kedua adalah perubahan dari fungsi-fungsi yang tidak sesuai menjadi sesuai dengan Masterplan dengan memberi waktu 10 tahun/jangka menengah (2010 - 2020). Untuk itu diperlukan strategi dan kebijakan dari instansi yang lebih tinggi khususnya untuk pemindahan fungsi-fungsi yang tidak sesuai dengan Masterplan.
2)
Kebijakan secara terpadu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, PT Pelindo II (Persero) dan BUMN lainnya yang terkait perencanaan, pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok, baik pelabuhan lama maupun pelabuhan baru sesuai RTRW DKI Jakarta dan Penataan Ruang.
3)
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung Pelabuhan Tanjung Priok (eksisting) dan rencana pengembangan pelabuhan baru di Kalibaru Utara dan Marunda sebagai international hub port, dan pengembangan pelabuhan transhipment di Tarumajaya (Bekasi) dan Tanjungpasir sesuai hasil studi berupa jalan tol, jalan arteri/kolektor dan jalan kereta api.
4)
Pengembangan pelabuhan transhipment baru berwawasan lingkungan di Tarumajaya pesisir kabupaten Bekasi dan di Tanjungpasir pesisir kabupaten Tangerang dan sarana/prasarana menuju pelabuhan akan mengembangkan sentra ekonomi baru di kawasan itu untuk revitalisasi kondisi pesisir yang semakin menurun kualitasnya, bagian dari program pengelolaan terpadu wilayah pesisir Teluk Jakarta.
186
5.5.3 Kebijakan Penegakan Hukum Agar kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan pelabuhan dapat dikendalikan, maka perlu diadakan program pentaatan hukum, yakni pentaatan terhadap peraturan yang berlaku bagi semua kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan laut di wilayah pelabuhan, misalnya kegiatan industri, transportasi kapal, pengerukan alur pelabuhan, bongkar muat barang. Dalam upaya pentaatan hukum tersebut, dapat digalakkan perilakuperilaku berikut ini : 1) Penegakan hukum terhadap pelanggaran yang merusak lingkungan dalam pengelolaan pelabuhan. 2) Tindakan hukum yang tegas bagi seluruh aparat instansi yang melakukan tindakan illegal selama kegiatan operasional pelabuhan, karena kegiatan kepelabuhanan yang sangat tinggi sangat rentan untuk disalahgunakan. 3) Pengawasan hukum yang ketat dari pemerintah terhadap tindakan-tindakan kriminal dalam segala hal, di antaranya pengawasan terhadap setiap tindakan yang merusak dan mencemari lingkungan. 4) Pengawasan yang ketat terhadap arus barang ilegal di dalam pelabuhan. 5) Peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur penegakan hukum. 6) Dukungan kebijakan sebagai upaya peningkatan kualitas penegakan hukum. 5.5.4
Kebijakan Pengembangan Teknologi Mengingat
keterkaitan
pelabuhan
dengan
tuntutan
globalisasi
perdagangan, maka penerapan program ecoport yang akan diterapkan pada seluruh pelabuhan diharapkan juga diimbangi dengan pengembangan teknologi dalam lingkungan pelabuhan, di antaranya yang dapat dilakukan adalah : 1) Alih teknologi secara bertahap dan kontinyu, sambil penerapan dan peningkatan kemampuan SDM melalui pelatihan dalam menerima teknologi baru dalam pengadaan sarana dan prasarana pelabuhan sebagai bagian mewujudkan kepelabuhan bertaraf internasional. 2) Pengembangan teknologi berwawasan lingkungan seperti pengembangan kendaraan rendah emisi. 3) Pengembangan teknologi rendah emisi terhadap kendaraan operasional pelabuhan.
187
4) Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dengan meningkatkan penggunaan energi biodiesel. 5.5.5
Kebijakan Keterpaduan Pengelolaan Mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan di kawasan Pelabuhan
Tanjung Priok tidak cukup dilakukan oleh regulator (Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok) dan terminal operator (PT Pelindo II (Persero) dan PT. JICT) saja, akan tetapi perlu melibatkan seluruh stakeholder di kawasan pelabuhan secara partisipatif dari sejak awal, misalnya: 1) Melakukan sosialisasi secara reguler dan konsisten terhadap seluruh stakeholder di kawasan pelabuhan, bersama-sama dengan Instansi Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sekaligus mendapat masukan tentang: Penerapan
Masterplan
Pelabuhan
Tanjung
Priok
dan
rencana
pengembangan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penerapan Peraturan Perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan dari Kementerian LH, dan peraturan pelaksanaannya dari Gubernur Propinsi DKI Jakarta. Penerapan
Pedoman
teknis
pelabuhan
berwawasan
lingkungan
(ecoport) dari Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Rencana pengelolaan lingkungan dan program pelaksanaannya dari pengelola Pelabuhan Tanjung Priok dan terminal operator lainnya. 2) Meningkatkan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pengembangan sektor-sektor ekonomi masyarakat lokal dari kawasan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok. 3) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi lembaga-lembaga masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah
dalam pengelolaan pelabuhan dan
rencana pengembangan pelabuhan. 4) Pembentukan wadah/lembaga khusus yang memiliki peran seperti Hubungan Masyarakat (Humas) dalam pengelolaan kegiatan pelabuhan. 5) Meningkatkan frekuensi angkut / membatasi waktu penyimpanan akibat terjadinya peningkatan arus barang.