PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) DALAM RANGKA PENGELOLAAN PESISIR TERPADU (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok)
EDDY IHUT SIAHAAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) Dalam Rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu, Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2012
Eddy Ihut Siahaan C226010151
ABSTRACT EDDY IHUT SIAHAAN. Ecoport Development in order to Integrated Coastal Management (Case Study Tanjung Priok Port). Under supervision of TRIDOYO KUSUMASTANTO, ACHMAD FAHRUDIN, SETIA HADI and ARIO DAMAR. Research was done in Tanjung Priok Port, in buffer zone surrounding the port, and Jabodetabek region as port’s main hinterland. Purposes of this research include (1) to identify environmental quality of Tanjung Priok port (2) to analyze long term spatial planning for port’s development, (3) to formulate Tanjung Priok Port development plan based on spatial planning and integrate into Jakarta Bay and Coastal Area Spatial Planning 2030 (4) to develop port’s spatial zoning based on Ecoport Standard. Research has found phenomenon in environmental quality based on MENLH standard; those include decreasing of water quality which is 42% under the threshold quality standard, and air quality which is 90% under the threshold quality standard, particularly by rivers mouth and intersection by port’s gates. Based on GIS approach, the current 33% space utilization is appropriate with port Masterplan and 68% inappropriate due to conflict with Port Masterplan. Populations surrounding port area earn their living with low income and work in informal sector. Residences are overcrowded, slums-like, and prone to flooding and fire; the socially vulnerable are among general population. Port’s institutional management has established new regulation, which is separation between regulator (Port Authority) and terminal operator (PT (P) Pelindo II) without full involvement from local government. Based on the analysis, the ecoport index of 1,74 show that the existing condition of Tanjung Priok Port including its buffering zone does not fulfill the requirement of an ecoport standard. In order to resolve ports problems and conform to an international ecoport. Port of Tanjung Priok should be planned and developed by expanding port’s current boundary and size from 605 ha (2011) to 2810 ha (2030), which include the allocation of port’s main and supporting functions, logistic areas, docking, infrastructure, green belt and public facilities. Tanjung Priok ecoport development should be integrated with Jakarta Coastal Management and Spatial Planning 2030. Keywords: Port of Tanjung Priok, environmental quality, spatial planning, integrated coastal management, ecoport.
RINGKASAN EDDY IHUT SIAHAAN. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport) dalam rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok). Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO, ACHMAD FAHRUDIN, SETIA HADI dan ARIO DAMAR. Pelabuhan Tanjung Priok adalah pelabuhan internasional utama terbesar di Indonesia, didirikan tahun 1883, terletak di pantai Utara Pulau Jawa, persisnya di pesisir Teluk Jakarta. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki luas daratan + 604 ha dan kolam pelabuhan + 424 ha, penahan gelombang 8.456 m, panjang alur 16.853 m dan panjang dermaga 13.444 m. Kedalaman laut kolam pelabuhan dan alur pelayaran antara 7 – 15 m. Area daratan digunakan untuk pergudangan, lapangan umum, lapangan peti kemas, lapangan penumpukan mobil, tangki minyak palm bit dan non palm bit, dermaga, perkantoran, prasarana dan sarana, ruang terbuka hijau dan fasilitas umum lainnya. Fungsi utama Pelabuhan Tanjung Priok adalah sebagai pelabuhan barang ekspor impor dan antar pulau. Pelabuhan Tanjung Priok mempunyai peranan penting menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, yang mana sebagian besar atau + 65% dari total ekspor nasional diangkut melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, perdagangan antar pulau di Indonesia sebagian besar juga dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Priok. Pertumbuhan arus barang ekspor impor dari Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2004 sampai 2009 meningkat 6,7% per tahun yaitu dari 3,18 juta TEUs menjadi 3,8 juta TEUs (PT.Pelindo II (Persero), Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009). Walau perkembangan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok meningkat terus, akan tetapi perkembangan fisik pelabuhan dan kapasitas lapangan penimbunan barang-barang kontainer dan prasarana serta sarana pelabuhan berkembang terbatas. Selain itu, prasarana jaringan jalan utama dan jalur jalan kereta api menuju pelabuhan perkembangannya sangat lambat, sehingga angkutan kontainer menimbulkan kemacetan lalu lintas yang tinggi setiap hari di dalam dan di luar pelabuhan. Kondisi nyata di pelabuhan adalah di satu sisi kapasitas pelabuhan dengan prasarana/sarana dan daya dukung Pelabuhan Tanjung Priok terbatas dan disisi lain tuntutan para pengguna jasa kepelabuhanan menuntut kecepatan di dalam pelayanan kegiatan bongkar muat barang dan pengurusan dokumen ekspor-impor. Permasalahan lahan dengan terbatasnya kapasitas pelabuhan, prasarana/sarana dan daya dukung Pelabuhan Tanjung Priok menimbulkan berbagai dampak, yaitu dampak lingkungan fisik ekologi, dampak fisik pemanfaatan ruang, dampak lingkungan sosial, dan dampak ekonomi. Dampak terhadap kualitas lingkungan fisik ekologi pelabuhan adalah terjadinya penurunan yaitu kualitas perairan pelabuhan dari 12 titik penelitian 42% tercemar, berada di atas Batas Ambang Mutu (BAM), khususnya di muara-muara sungai. Kualitas perairan laut termasuk kategori rendah dan penyebab utama penurunan kualitas lingkungan perairan pelabuhan adalah masuknya parameter-parameter yang tidak memenuhi Batas Ambang Mutu (BAM) dari sungai-sungai, yaitu parameter bau, kecerahan, sampah, lapisan minyak, dan amonia. Analisis kualitas udara pada 11 titik penelitian di daratan 9 titik menunjukkan kondisi kategori tidak sehat dan 1 titik kondisi kategori berbahaya, berada di atas Batas Ambang Mutu. Penurunan kualitas udara pada umumnya diakibatkan oleh tingginya kegiatan truk-truk angkutan
barang dan alat-alat berat di bagian daratan dan kapal-kapal barang di laut setiap hari, yang mengeluarkan zat emisi dari pemakaian bahan bakar. Analisis kondisi kebersihan di dalam Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan kategori sedang, yaitu rata – rata 80% sampah yang terangkut atau diolah melalui proses 3R (reuse, reduse, recycling), sisanya tertinggal di daratan atau masuk ke perairan pelabuhan. Kondisi penghijauan di dalam Pelabuhan Tanjung Priok adalah di bawah 10% dari total area, sedang standar tata ruang kawasan adalah 20%, sehingga tingkat ketersediaan jalur hijau di bawah lima 50% atau termasuk kategori rendah. Tingkat sedimentasi perairan Pelabuhan Tanjung Priok ditinjau dari sisi volume sedimen di perairan pelabuhan dan frekuensi pengerukan termasuk kategori tinggi, seluruhnya berada di atas standar yaitu volume sedimen 457 ton per tahun dan frekuensi pengerukan dilakukan setiap tahun (PT. Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009). Sesuai dengan standar operasional pelabuhan, maka standar volume sedimen di perairan pelabuhan adalah 180 Ton per tahun dan frekuensi pengerukan per tiga tahun. Dampak terhadap kualitas lingkungan sosial pelabuhan, adalah dampak terhadap kualitas lingkungan sosial di dalam pelabuhan dan di kawasan penyangga pelabuhan. Kualitas lingkungan sosial di dalam pelabuhan termasuk kategori baik, ditinjau dari aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan) pekerja pelabuhan dan dari aspek keamanan pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2004 sampai 2009, mendapat penghargaan dari Ditjen Perhubungan Laut bekerja sama dengan International Maritime Organization (IMO) berupa sertifikat International Save Port Security Code (ISPS-Code) yaitu tingkat kepatuhan dalam standar keamanan fisik dan barang di kawasan pelabuhan, baik di kawasan terbatas (restricted comply area) maupun di kawasan tidak terbatas (bebas tetapi terbatas). Kualitas aspek sosial di kawasan penyangga pelabuhan termasuk kategori rendah dan sedang ditinjau dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat kerawanan sosial, persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan rencana pengembangan pelabuhan, serta kontribusi bina lingkungan dari pengelola pelabuhan terhadap kawasan penyangga pelabuhan. Dampak terhadap aspek ekonomi pelabuhan menunjukkan pertumbuhan barang keluar masuk pelabuhan meningkat terus yaitu 6,7% per tahun dari tahun 2004 sampai tahun 2009. Kapasitas pelabuhan yang terbatas dengan pertumbuhan arus barang yang tinggi menyebabkan dampak kesenjangan pemanfaatan ruang di dalam pelabuhan dengan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Pemanfaatan ruang fungsi-fungsi yang sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok adalah 32%, sedang yang tidak dan kurang sesuai adalah 68%. Pemanfaatan ruang perairan ditinjau dari teknis kepelabuhanan dan keselamatan pelayaran kondisinya adalah sesuai untuk pelabuhan dengan status sebagai pelabuhan pengumpan. Ditinjau dari aspek kelembagaan pengelolaan pelabuhan, terdapat kesenjangan antara peraturan perundang-undangan tentang Pelayaran dan Kepelabuhanan dari Pemerintah Pusat dengan peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah, khususnya dari aspek kewenangan perizinan dan kepemilikan hak atas lahan reklamasi untuk pelabuhan dan pengendalian lingkungan. Hasil analisis perumusan standar ecoport yang cocok untuk pelabuhan di Indonesia, adalah berdasarkan kajian terhadap kondisi nyata pelabuhan Tanjung Priok, Pedoman Ecoport di Eropa (Eropean Seaport Organization/ESPO, tahun 2003), Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia (Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut Kementerian Perhubungan, 2004) dan standar-standar penataan ruang dan ketentuan tentang lingkungan. Dari rangkuman hasil analisis studi terhadap permasalahan-permasalahan Pelabuhan Tanjung Priok di atas, ditunjukkan bahwa Pelabuhan Tanjung Priok belum memenuhi persyaratan terhadap rumusan standar ecoport dan belum menunjukkan keterpaduan dengan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta. Hasil studi terhadap aspek teknis kepelabuhanan, yaitu dari tingkat kedalaman laut kolam dan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok masih di bawah 18 meter, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai pelabuhan pengumpul internasional (international hub port), Sehingga diperlukan strategi kebijakan pengembangan pelabuhan yang lebih menyeluruh, lintas sektor dan lintas batas wilayah. Rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok harus sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Penataan Ruang Wilayah Jabodetabekpunjur 2028, dan harus terpadu dengan Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta. Sebagai konsekwensinya, maka batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKR), Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) Pelabuhan Tanjung Priok perlu dievaluasi DLKP di bagian perairan diusulkan diperluas sampai pada batas perairan Teluk Jakarta, yaitu batas garis lurus yang menghubungkan titik terluar di Ujung Karawang, Muara Gembong Kabupaten Bekasi (Utara) di sisi Timur dengan titik terluar di Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang di sisi Barat. Usulan studi rencana ini untuk mengakomodasi kebutuhan ruang pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2030, dan untuk memadukan pengembangan pelabuhan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan perairan Teluk Jakarta. Hasil evaluasi dengan menggunakan indeks ecoport yang dikembangkan diperoleh nilai 1,74 yang berarti Pelabuhan Tanjung Priok perlu meningkatkan keragaan berbagai kriteria yang memenuhi standar ecoport. Berdasarkan perhitungan proyeksi pertumbuhan barang dengan metode analisis regressi yang dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, maka jumlah barang kontainer pada tahun 2030 akan mencapai 17.738.000 TEUs (Ton Equivalent Units). Dengan pendekatan rumus dari Ligteringen, maka kebutuhan ruang pengembangan untuk terminal kontainer tahun 2030 adalah 1.040 Ha dengan Yard Occupantie Ratio 70%. Secara proporsional perhitungan kebutuhan ruang pelabuhan adalah 2.810 ha dengan persentase untuk terminal kontainer 37%. Rencana zoning pengembangan pelabuhan baru Tanjung Priok tahun 2030 di dalam penelitian ini adalah untuk terminal kontainer, terminal multipurpose, terminal curah cair dan kering, areal pergudangan dan logistik, terminal penumpang, areal docking, areal perkantoran/usaha/jasa, prasarana dan sarana, fasilitas sosial/fasilitas umum dan ruang terbuka hijau dengan akses penghubung berupa jalan tol, arteri dan jaringan kereta api. Pengembangan pelabuhan tidak terbatas di pesisir Kota Jakarta, akan tetapi sampai ke wilayah pesisir Teluk Jakarta lainnya yaitu ke Tarumajaya di pesisir Kabupaten Bekasi dan di Tanjung Pasir di pesisir Kabupaten Tangerang. Pengembangan pelabuhan secara terpadu tersebut menjadi Pelabuhan Jakarta (Port of Jakarta) terdiri dari Terminal 1 Tanjung Prok, Terminal 2 Kali Baru, Terminal 3 Marunda, Terminal 4 Tarumajaya, dan Terminal 5 Tanjung Pasir. Dengan demikian pelabuhan-pelabuhan tersebut menyatu sebagai bagian integral dari Kota Jakarta dan pesisir Teluk Jakarta. Kata kunci : Pelabuhan, Tanjung Priok, kualitas lingkungan, perencanaan tata ruang, pengelolaan pesisir terpadu, ecoport.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB.
PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) DALAM RANGKA PENGELOLAAN PESISIR TERPADU (STUDI KASUS PELABUHAN TANJUNG PRIOK)
EDDY IHUT SIAHAAN
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar pada Ujian Tertutup :
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Dr. Ir. Rudi Tambunan, M.Si
Penguji Luar pada Ujian Terbuka :
Dr. Ir. Budi Hascaryo Iskandar, M.Si Dr. Albert Napitupulu, M.Si
Judul Disertasi
Nama NRP Program Studi
: Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) Dalam Rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu (Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Priok) : Eddy Ihut Siahaan : C226010151 : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Tridoyo Kusumastanto, MS Ketua
Dr.Ir.Achmad Fahrudin, M.Si Anggota
Dr.Ir.Ario Damar, M.Si Anggota
Dr. Ir.Setia Hadi, M.Si Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 20 Januari 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME, atas berkat-Nya, akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini. Penelitian dilakukan dari mulai periode peraturan perundangundangan lama sampai peraturan perundang-undangan baru tentang Pelayaran dan Kepelabuhanan. Topik disertasi adalah ”Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) dalam rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu, dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok”. Terkait topik disertasi, maka ruang lingkup daerah penelitian tidak terbatas pada batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Tanjung Priok yang ada, akan tetapi mencakup wilayah atau kawasan penyangga pelabuhan, wilayah pesisir Teluk Jakarta dan wilayah Jabotabek sebagai daerah belakang utama pelabuhan Tanjung Priok. Hasil penelitian studi dirangkum, diterjemahkan dan dirumuskan menjadi materi pokok substansi disertasi. Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya dengan tulus disampaikan penulis kepada Prof. Dr. Tridoyo Kusumastanto MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir Achmad Fahrudin M.Si, Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si, dan Dr. Ir. Ario Damar, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan tidak henti-hentinya memberikan arahan, bimbingan, petunjuk, dan kritik dalam proses penelitian dan penyusunan disertasi ini. Penghargaan dan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Marimin, M.S selaku Sekretaris Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan kepada Prof. Dr. Ir. Menofatria Boer, DEA sebagai Ketua Program Studi SPL, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Dr. Ir. Rudi Tambunan, M.Si sebagai Penguji pada Ujian Tertutup, dan Dr. Ir. Budi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Dr. Albert Napitupulu, M.Si sebagai Penguji pada Ujian Terbuka. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Luky Adrianto dan staf-staf Program Studi SPL-IPB serta staf-staf Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan dan staf-staf Sekolah Pascasarjana IPB yang turut memberikan andil besar, sehingga disertasi ini bisa diselesaikan dan Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka bisa berjalan dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Komisaris dan Direksi serta staf-staf PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero) tempat saya bekerja yang selalu mendukung saya sampai disertasi ini selesai dan dapat mengikuti Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada pimpinan dan staf Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Direksi PT. Pelindo 2 (Persero) dan General Manager PT. Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Direksi PT JITC, KSO Koja dan PT. MTI, serta pimpinan berbagai Badan-Badan Usaha dan Asosiasi di Pelabuhan Tanjung Priok yang turut membantu pelaksanaan studi ini, sehingga bisa berjalan dengan baik dan lancar. Penghargaan dan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Walikota Jakarta Utara dan para pejabat di Kantor Walikota Jakarta Utara, Pimpinan KPU Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Camat Kecamatan Tanjung Priok, Camat Kecamatan Koja dan Camat Kecamatan Cilincing, dan pimpinan berbagai instansi terkait di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang turut membantu kelancaran studi. Rasa hormat yang mendalam dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada keluarga saya yaitu istri, anak-anak serta saudara-saudara saya yang telah banyak berkorban, dan selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tidak
henti-hentinya memberi dorongan kepada saya supaya dapat menyelesaikan program S3 di Program Studi SPL IPB Bogor. Penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai suatu acuan dalam pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), tidak hanya untuk Pelabuhan Tanjung Priok, tetapi pelabuhan-pelabuhan lainnya di Indonesia. Pengembangan pelabuhan ke depan tidak hanya pengembangan yang bersifat fisik dan teknis saja, tetapi sudah harus lebih menyeluruh dan terpadu antara penataan ruang wilayah, peningkatan kualitas lingkungan fisik ekologi, pertumbuhan ekonomi wilayah dan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat kawasan sekitar pelabuhan dan terpadu dengan pengelolaan pesisir di sekitar pelabuhan. Semoga disertasi ini bermanfaat dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan sumbangsih dalam pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) di Indonesia.
Bogor, Februari 2012
Eddy Ihut Siahaan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Balige Kabupaten Tobasa Propinsi Sumatera Utara tanggal 15 Maret 1950 dari ayahanda Drs Nalom Siahaan (almarhum) dan ibu Bintang Napitupulu (almarhumah), merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, memiliki putera dan puteri lima orang dari isteri Rentarose Valenti Hutagaol. Masuk Sekolah Dasar tahun 1956 di SD HKBP2 Balige, lulus tahun 1962, selanjutnya masuk SMPN I Balige dan lulus tahun 1965, kemudian masuk SMAN 1 Balige dan pada kelas 3 pindah ke SMAK I PSKD Jakarta dan lulus tahun 1968. Melanjutkan kuliah ke ITB Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Planologi tahun 1970 dan lulus tahun 1975. Pada tahun 1976 langsung bekerja di Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta dan tahun 1978 dipromosikan menjadi Kepala Seksi Perencanaan Sarana Kota. Pada tahun 1985 sampai dengan 1992 penulis dipromosikan dan pindah ke Biro Bina Pembangunan sebagai Kepala Bagian Perkembangan Kota. Selanjutnya dari tahun 1992 sampai dengan 1995 ditempatkan sebagai Kepala Divisi Umum dan Perencanaan di Unit Manajemen Proyek Pembangunan Pantura Jakarta dan tahun 1995 sampai tahun 1997 di Badan Pelaksana Pembangunan Pantura Jakarta sebagai Sekretaris Badan. Pada tahun 1997 sampai tahun 2000 diangkat sebagai Senior Manajer Divisi Perencanaan di PT. Pembangunan Pantura yang ditugasi menangani pembangunan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jakarta. Sejak tahun 2000 sampai tahun 2001 dipromosikan menjadi Direktur Utama PT. Jakarta Konsultindo, salah satu anak perusahaan PT. Jakarta Propertindo di bidang konsultan. Sejak tahun 2001 penulis dipromosikan mewakili Pemda DKI Jakarta sebagai salah satu pemegang saham di PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero), sebuah BUMN Pengelola Kawasan Industri Export Processing Zone dan Logistik menjadi Direktur Teknik sampai tahun tahun 2007. Pada tahun 2007 sampai sekarang diangkat kembali sebagai Direktur Pemasaran dan Pengembangan di PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero). Selama bertugas di PT. KBN (P) salah satu tugas penulis sesuai kewenangan yang dilimpahkan Gubernur DKI Jakarta kepada Direksi PT. KBN (Persero) adalah memproses dan menandatangani Perizinan Investasi dan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk ekspor barang-barang produksi dari industriindustri di kawasan KBN menuju negara ekspor melalui pelabuhan Tanjung Priok. Oleh sebab itu penulis secara rutin melakukan koordinasi dengan seluruh instansi yang menangai ekspor-impor dan pengelola pelabuhan Tanjung Priok yaitu Direksi PT. Pelindo II (Persero). Sewaktu bertugas menangani program pembangunan kawasan pantai Utara Jakarta sebagai Waterfront City penulis melakukan koordinasi dan kajian-kajian studi tentang Pengembangan Wilayah Pesisir Teluk Jakarta serta Penataan dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1995 sampai 1997 penulis mengambil program Studi S2 pada Program Studi Kekhususan Manajemen Komunikasi di FSIP Universitas Indonesia, lulus dengan tesis berjudul “Manajemen Komunikasi Program Peremajaan Daerah Kumuh di Pademangan Wilayah Jakarta Utara”, terletak di Wilayah Pesisir Jakarta Utara. Pada tahun 2001 penulis mengambil Program S3 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis, sering mengikuti berbagai seminar tentang pengembangan wilayah pesisir, termasuk pengembangan pelabuhan. Pada
beberapa kesempatan juga diberi kesempatan untuk memberi kuliah umum di ITB Jurusan Planologi tentang Pengembangan Kawasan Industri, serta Penataan dan Pengembangan Pelabuhan. Berdasarkan disertasi dengan judul ”Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) dalam rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu, dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok”. Penulis telah menyusun makalah ilmiah dan telah diterbitkan pada Jurnal (terakreditasi) Warta Penelitian Kementerian Perhubungan pada bulan Juni 2011, dengan judul ”Analisis Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok”, merupakan bagian dari penelitian disertasi ini. Demikianlah Daftar Riwayat Hidup penulis yang menggambarkan keterkaitan pengalaman, profesi dan jalur pendidikan akademis dengan topik disertasi yang telah diselesaikan pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL -------------------------------------------------------------------- xxiii DAFTAR GAMBAR -----------------------------------------------------------------
xxv
DAFTAR LAMPIRAN -------------------------------------------------------------- xxix 1
2
3
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ----------------------------------------------------------1.2 Perumusan Permasalahan ----------------------------------------------1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ----------------------------------------1.4 Ruang Lingkup Penelitian ---------------------------------------------TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan dan Angkutan Laut ----------------------------------------2.2 Pengembangan Pelabuhan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir -----2.3 Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) --------------------2.3.1 Definisi Ecoport dan Perkembangannya ---------------------2.3.2 Kebijakan Pengembangan Ecoport di Indonesia -----------2.3.3 Program dan Pedoman Teknis Pengembangan Ecoport di Indonesia ----------------------------------------------------------2.4 Pertumbuhan Ekonomi Regional dan Arus Barang ----------------2.5 Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan -------------------------------2.6 Penataan Ruang Kawasan Pelabuhan --------------------------------2.7 Kelembagaan Kepelabuhanan -----------------------------------------METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Studi ---------------------------------------------3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ------------------------------------------3.2.1 Lokasi Penelitian ------------------------------------------------3.2.2 Waktu Penelitian Disertasi ------------------------------------3.3 Metode Penelitian ------------------------------------------------------3.4 Jenis dan sumber Data --------------------------------------------------3.5 Metode Pengambilan Sampel------------------------------------------3.6 Metode Analisis Data ---------------------------------------------------3.6.1 Metode Analisis Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Pelabuhan -------------------------------------------------------3.6.2 Metode Analisis Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan 3.6.3 Metode Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang dengan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok -------------3.6.4 Metode Analisis Pertumbuhan Arus Barang dan Kapasitas Ruang Pengembangan Pelabuhan --------------3.6.5 Metode Analisis Kelembagaan Pengelolaan Pelabuhan -3.6.6 Metode Analisis Penataan Ruang dan Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport)------------------------------------------
1 12 14 16
19 23 26 26 31 35 40 41 42 44
47 52 52 55 55 56 58 59 59 74 75 79 80
80
xx
4
5
KONDISI UMUM DAERAH STUDI 4.1 Profil Pelabuhan Tanjung Priok ---------------------------------------4.1.1 Letak Geografis Luas Area dan Fasilitas Pelabuhan ------4.1.2 Aspek Fisik Pelabuhan ----------------------------------------4.1.3 Pertumbuhan Arus Barang dan Penumpang ---------------4.2 Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok ---------------------4.2.1 Aspek Sosial / Kependudukan -------------------------------4.2.2 Aspek Ekonomi ------------------------------------------------4.3 Daerah Belakang Utama Pelabuhan Tanjung Priok ----------------4.3.1 Wilayah Jabotabek ---------------------------------------------4.3.2 Wilayah Nasional ----------------------------------------------ANALISIS PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT) 5.1 Analisis Komponen Lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok ------5.1.1 Analisis Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi --------------a Analisis Kualitas Air Perairan Pelabuhan -------------b Analisis Kualitas Udara Pelabuhan ---------------------c Analisis Kondisi Kebersihan dan Penghijauan --------d Analisis Tingkat Sedimentasi Perairan------------------5.1.2 Analisis Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan ----------a Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Penyangga --------------------------------------b Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan dan Rencana Pengembangan Pelabuhan ---------------c Analisis Tingkat Kesehatan, Keamanan Kerja (K3) Pekerja Pelabuhan dan Tingkat Keamanan Kawasan Pelabuhan ---------------------------------------------------d Analisis Program Bina Lingkungan terhadap Kawasan Penyangga Pelabuhan--------------------------5.1.3 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang dengan Masterplan Pelabuhan ----------------------------------------a Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan ---------------------------------------------------b Analisis Kesesuaian Teknis Perairan Pelabuhan ------c Analisis Kapasitas dan Kebutuhan Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok -------------5.1.4 Analisis Peraturan Perundang-Undangan dan Kelembagaan Pengelolaan Pelabuhan ----------------------5.2 Analisis Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Perairan Pesisir Teluk Jakarta -----------------------------------------5.2.1 Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjuk Priok Terhadap Perairan Pesisir Teluk Jakarta ---------------------------------5.2.2 Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terkait Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok -------------------5.3 Analisis Lintas Sektor Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport) -------------------------------------------------5.3.1 Analisis Keterkaitan Dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan -------------------------------------------------------
83 83 91 95 99 99 100 101 101 102
105 105 105 113 118 119 121 121 126
128 128 129 129 137 138 142 148 148 149 151 151
xxi
5.3.2
Analisis Perumusan Standar Ecoport Untuk PelabuhanPelabuhan Lintas Sektor Indonesia -------------------------5.3.3 Analisis Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport Dan Strategi Pencapaian -----------------------------------------------------5.4 Analisis Studi Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang (2011-2030) -----------------------5.4.1 Analsis Terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan Rencana Tata Ruang Pelabuhan RTRW DKI Jakarta 2030 ----------------------------------------------------5.4.2 Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2030 --5.4.3 Penyusunan Kebijakan dan Tahapan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport) ------------------------------------------------------5.5 Implikasi Kebijakan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan ----------------------------------------------5.5.1 Kebijakan Pengelolaan Dampak Lingkungan -------------5.5.2 Kebijakan Penataan Ruang dan Sarana/Prasarana --------5.5.3 Kebijakan Penegakan Hukum --------------------------------5.5.4 Kebijakan Pengembangan Teknologi -----------------------5.5.5 Kebijakan Keterpaduan Pengelolaan------------------------6
154
160 164
164 171
176 183 183 186 187 187 188
KESIMPULAN DAN SARAN ---------------------------------------------6.1 Kesimpulan --------------------------------------------------------------6.2 Saran -----------------------------------------------------------------------
189 189 190
DAFTAR PUSTAKA ----------------------------------------------------------------
193
LAMPIRAN ---------------------------------------------------------------------------
198
xxii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perkembangan arus barang non peti kemas, peti kemas, kunjungan kapal (unit dan GT) dan kunjungan penumpang (orang) di pelabuhan Tanjung Priok tahun 2004 – 2009 ---------------------------------------------
2
2
Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan --------------------- 36
3
Sasaran dan Standar Pelabuhan Berwawasan Lingkungan di Indonesia --------------------------------------------------------------------------- 39
4
Jenis dan Sumber Data Penelitian --------------------------------------------- 57
5
Jumlah Responden Penelitian --------------------------------------------------- 58
6
Parameter Kualitas Air Laut di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 Lampiran I (Pelabuhan) ------------------------------------------------------------------------ 61
7
Kategori dan Rentang ISPU Pelabuhan --------------------------------------- 65
8
Parameter-Parameter Dasar Untuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan Periode Waktu Pengukuran -------------------------------------- 68
9
Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) untuk Setiap Parameter Pencemar -------------------------------------------------------------- 68
10
Batas Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Dalam Satuan SI --------- 69
11
Batas Indeks Standar Pencemar Udara (Dalam Satuan SI) ---------------- 70
12
Matrik Kesesuaian Pemanfaatan Perairan untuk Teknis Fungsional Kepelabuhanan dan Alur Keselamatan Pelayaran -------------------------- 77
13
Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok ------------------------------------- 89
14
Kolam Pelabuhan Tanjung Priok ----------------------------------------------- 89
15
Breakwater Pelabuhan Tanjung Priok ----------------------------------------- 90
16
Tambatan (Dermaga) Di Pelabuhan Tanjung Priok ------------------------- 90
17
Gudang dan Lapangan Penumpukan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok ----------------------------------------------------------------------------- 91
18
Data Iklim Rata-rata Bulanan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok (1999-2008) --------------------------------------------------------------- 97
19
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk Tahun 2009 ---- 99
20
Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008 (akhir) ------------------------------------------------------------------------------ 109
21
Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Pasang Periode Tahun 2004-2008 (akhir) -------------------------------------------------------- 110
xxiv
22
Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2006 sampai 2007 --------------------------------------------------------- 116
23
Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2008 sampai 2009 --------------------------------------------------------- 117
24
Hasil Pemantauan Sedimentasi Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 --- 120
25
Volume pengerukan di areal pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2007 sampai 2009 ---------------------------------------------------------------- 121
26
Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 ------------------------------------------------------------------------ 130
27
Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk Alur Pelayaran dan Operasional Kapal Tahun 2009 ----------------------------------------------------------------------------- 137
29
Proyeksi Arus Barang Petikemas dan Non Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011, tahun 2020 dan tahun 2030 -------------------- 138
30
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 2030 dalam jumlah Ton (Basic Case) ------------------------------------------ 139
31
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 2030 dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk tabel --------------- 144
32
Matriks Analisis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Kelembagaan Kepelabuhanan, khususnya pada Materi Rencana Induk Pelabuhan, DLKR/DLKP dan Perizinan Pembangunan dan Pengoperasioan Pelabuhan. ----------------------------------------------------- 145
33
Matriks Hubungan Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) ----------------------------- 152
34
Rumusan Standar Ecoport untuk Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok ------------------------------------- 154
35
Dasar Pendekatan Penentuan Rumus Standar Ecoport ---------------------- 156
36
Tabel Penilaian dan Pembobotan Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport ------------------------------------------ 160
37
Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Pendek (2015), Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030) -------------------------------------------- 172
DAFTAR GAMBAR 1 2
Halaman Kedudukan geografis pelabuhan Tanjung Priok wilayah Jabodetabek sebagai terhadap daerah belakang utama pelabuhan -----5 Pola jalur lalu lintas barang ekspor-impor dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok -----------------------------------------------------------------
6
Rute perdagangan pelabuhan Tanjung Priok dengan pelabuhanpelabuhan di negara-negara Asean -------------------------------------------
7
4
Bagan Alir Standar Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan -----------------
39
5
Bagan Alir Kaitan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan ------------------------------------------------------
48
6
Kerangka Pemikiran Studi ----------------------------------------------------
51
7
Peta Lokasi Penelitian Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, 2009-------
53
8
Peta Lokasi Penelitian Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok (Kecamatan Tanjung Priok, Koja, Cilincing), 2009 ----------------
53
9
Peta Lokasi Penelitian Wilayah Propinsi DKI Jakarta, 2009 ------------
54
10
Peta Lokasi Penelitian Daerah Belakang Utama Pelabuhan Tanjung Priok (Wilayah Jabotabek), 2009 --------------------------------------------
55
11
Tahapan Metode Penelitian Studi --------------------------------------------
56
12
Peta Titik (Stasiun) Lokasi Pengambilan Sampel Analisis Kualitas Air Perairan Pelabuhan Tanjung Priok 2004-2008 ------------------------
66
Peta Titik (Stasiun) Lokasi Pengambilan Sampel Analisis Kualitas Udara Pelabuhan Tanjung Priok 2004- 2008 ------------------------------
67
14
Kurva Batas Angka Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) ------------
71
15
Peta Layout Fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok ---------------------------
84
16
Peta Wilayah Jabodetabek Daerah Belakang Pelabuhan Tanjung Priok ---------------------------------------------------------------------------
86
Grafik Kunjungan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Jenis Pelayaran & Jumlah Unit Tahun 2004-2009) -----------------------
95
Fluktuasi Kunjungan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Jenis Pelayaran & Jumlah GT Tahun 2004-2009 ----------
96
Fluktuasi Volume Arus Barang Berdasarkan Perdagangan di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2004-2009 --
97
Fluktuasi Volume Arus Barang Berdasarkan Kemasan di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2004-2009 --------------
97
21
Persentase Total Volume Non Peti Kemas----------------------------------
98
22
Fluktuasi Arus Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 20042009 Masing-masing Dermaga -----------------------------------------------
98
3
13
17 18 19 20
xxvi
23
Fluktuasi Arus Penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2004-2009 ------------------------------------------------------------------------
99
24
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%) ----------------------------------------
103
25
Perkembangan ekonomi dunia diukur dengan World GDP untuk periode 1999 - 2003 dan 2004 - 2009 ----------------------------------------
103
26
Fluktuasi Nilai IP Pada Saat Pasang Periode Tahun 2004-2009 ---------
111
27
Fluktuasi Nilai IP Pada Saat Surut Periode Tahun 2004 - 2009 ---------
112
28
Fluktuasi Nilai ISPU Periode Tahun 2006 - 2009 -------------------------
115
29
Hasil Pemantauan Sedimen di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 -
120
30
Tingkat Pendidikan Responden -----------------------------------------------
122
31
Jenis Pekerjaan Responden ----------------------------------------------------
124
32
Keterlibatan Responden --------------------------------------------------------
125
33
Tingkat Pendapatan Responden ----------------------------------------------
126
34
Tingkat Persepsi Responden --------------------------------------------------
127
35
Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Pelabuhan Tanjung Priok 2011 ----
134
36
Peta Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2011 – 2030, Jakarta 2011 ------------------------------------------------------------------------------
135
Peta Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Eksisting Daratan Pelabuhan Tanjung Priok 2009-2011 -----------------------------------------------------
136
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 20112030 dalam jumlah Ton (Basic Case) dalam bentuk grafik --------------
140
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 - 2030 dalam jumlah TEUs (Basic Case) -----------------------------------
140
Proyeksi Kebutuhan dan Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok Sampai Tahun 2025 ------------------------------------------------------------
141
Struktur Organisasi Kepelabuhanan sesuai UU No.17/2008 dari PP No. 61/2009 ---------------------------------------------------------------------
143
Diagram Analisis Tahapan Prosedur Pengembangan, Pengoperasian Pelabuhan dan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan (sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran) -----------------------------------------------
144
43
Batas Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Bagian Daratan dan Perairan -----
153
44
Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara ---------------------------------------------------
165
Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara ----------------------------------------------------
166
46
Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Marunda Center ----
168
47
Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Tarumajaya Bekasi ---------------------------------------------------------------------------
169
37 38 39 40 41 42
45
xxvii
48 49 50 51 52 53
Rencana Detail Tata Ruang Pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan di Wilayah Pesisir Jakarta 2011 – 2030 -----
172
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030 -----------------------------
173
Tahap I Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 20112015 ------------------------------------------------------------------------------
177
Tahap II Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 20152020 ---------------------------------------------------------------------------
178
Tahap III Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 20202030 ---------------------------------------------------------------------------
179
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030 -----------------------------
180
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) --------
198
2
Penetuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Perairan ---------
213
3
Penentuan Status Mutu Perairan (Canter, 1977)------------------------------
214
4
Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 1 (Muara Kali Kresek) -------------
215
5
Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 2 (Perairan DKP) -------------------
216
6
Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 3 (Perairan Kolam Pelabuhan III -
217
7
Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 4 (Utara Ex Syahbandar) ----------
218
8
Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 5 (Semenanjung Paliat) ------------
219
9
Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 6 (Dock Koja Bahari II) ------------
220
10 Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 7 (Perairan Muara kali Japat) -----
221
11 Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 8 (Perairan Pintu Break Water Barat) -------------------------------------------------------------------------------
222
12 Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 9 (Perairan Sekitar PT Rukindo) -
223
13 Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 10 (Perairan Muara Kali Lagoa) --
224
14 Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 11 (Luar Dam)-----------------------
225
15 Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 12 (Perairan Dumping Site) -------
226
16 Kualitas Udara di Area Pos IX --------------------------------------------------
227
17 Kualitas Udara di Area TBB ----------------------------------------------------
228
18 Kualitas Udara di Area Kantor Pelindo ----------------------------------------
229
19 Kualitas Udara di Area Indocement --------------------------------------------
230
20 Kualitas udara di Area GD.201 -------------------------------------------------
231
21 Kualitas udara di Area Dermaga Nusantara II --------------------------------
232
22 Kualitas udara di Area Dermaga. Nusantara I --------------------------------
233
23 Kualitas udara di Area Dermaga Nusantara II --------------------------------
234
24 Kualitas Udara di Area Walie Jaya ---------------------------------------------
235
25 Kualitas Udara di Area TPK Koja ----------------------------------------------
236
26 Kualitas Udara di Area Terminal Penumpang --------------------------------
237
27 Indeks Standar Pencemar Udara dalam Grafik -------------------------------
238
28 Hasil Analisis Perhitungan Kebutuhan Ruang Container Yard Pelabuhan Tanjung Priok 2009 sesuai rumus H. Ligteringen --------------
239
29 Analisis Perhitungan Indeks Ecoport Pelabuhan Tanjung Priok ----------
240
xxx
30 Tingkat Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Standar Ecoport dan Strategi pencapaiannya ------------------------------------------
241
31 Rencana Tata Ruang Nasional Pelabuhan sebagai Simpul Transportasi Nasional ---------------------------------------------------------------------------- 245 32 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2011-2030-----------
247
33 Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekjur, Peta Struktur dan Pola Ruang -------------------------------------------------------------------
248
1 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan lautan terbesar di dunia,
memiliki luas laut ± 5,8 juta km2 dan jumlah pulau ± 17.503 pulau, serta panjang garis pantai 81.000 km, terpanjang nomor dua di dunia setelah Kanada. Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia atau mega marine biodiversity (Polunin, 1983) yang terletak di wilayah pesisir dan lautan. Di wilayah ini terdapat berbagai sumberdaya alam dan sumberdaya jasa kelautan. Sumberdaya pesisir ini terbagi menjadi sumberdaya yang bisa diperdagangkan dan yang tidak bisa diperdagangkan. Kegiatan jasa kepelabuhanan termasuk sumberdaya yang bisa diperdagangkan, sedangkan ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang memiliki nilai non pasar yang tidak dapat diperdagangkan. Kedua komponen ini sama-sama memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan diperhitungkan dalam kebijakan pengelolaan pesisir. Sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu hampir tujuh puluh persen (70%) merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar, serta berada pada posisi geopolitis yang penting, yaitu Lautan Pasifik dan Lautan Hindia. Kawasan ini merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia secara ekonomi dan politik, sehingga sangat logis apabila bidang kelautan dijadikan tumpuan dalam pembangunan nasional (Kusumastanto, 2002). Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, angkutan laut di Indonesia mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kesatuan wilayah, politik, budaya dan perekonomian negara. Sektor angkutan laut merupakan bagian dari sektor transportasi dan berperan penting sebagai urat nadi dalam perekonomian Indonesia. Sektor angkutan laut meliputi perkapalan sebagai sarana dan pelabuhan sebagai prasarana, merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dan saling berkaitan erat satu sama lain, guna terselenggaranya angkutan laut yang lancar, aman, teratur, tertib dan murah. Di dalam perspektif yang lebih luas, maka perkapalan dan pelabuhan sebagai bagian dari sektor angkutan laut, berperan strategis untuk mendorong kelancaran perdagangan antar pulau dan perdagangan antar negara (ekspor-impor). Kegiatan distribusi barang dan jasa yang dilakukan melalui
2
angkutan laut, lebih murah dan menguntungkan dibandingkan angkutan darat atau udara (Dahuri, 2003). Angkutan laut merupakan
prasarana dan sarana yang
efektif dan efisien dalam artian aman, murah, lancar, cepat, mudah, teratur dan nyaman. Selain itu angkutan laut bermanfaat untuk menunjang kelancaran distribusi barang hasil bumi, hasil laut, hasil tambang dan jasa-jasa lainnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pelabuhan sebagai prasarana angkutan laut di Indonesia memiliki peran strategis menghubungkan antar pulau dalam kegiatan perdagangan dan angkutan umum lainnya. Jumlah pelabuhan di Indonesia mencapai 1.889 pelabuhan, terdiri dari pelabuhan lokal, pelabuhan regional, pelabuhan nasional dan pelabuhan internasional (Ditjen Perhubungan Laut, 2009). Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan internasional terbesar dan pintu gerbang Indonesia, sebagian besar (kira-kira enam puluh lima persen (65%)) dari total arus barang nasional diangkut melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Dari data-data yang ada, maka kegiatan arus barang dan kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dalam lima tahun terakhir (2004-2009) mengalami peningkatan rata-rata 6,7% per tahun dan arus kunjungan kapal meningkat rata-rata 2%. Di terminal konvensional arus barang non petikemas meningkat dari ± 37,55 juta ton (2004) menjadi ± 41,26 juta ton (2009). Di terminal peti kemas meningkat dari ± 3,18 juta TEUs (Twenty Equivalent Units) (2004) menjadi ± 3,80 juta TEUs (2009). Arus kunjungan kapal meningkat dari 15.928 unit (2004) atau 86.716.993 GT (2009) menjadi 16.637 unit atau 91.552.356 GT (2009) (PT (Persero) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2004-2009). Perkembangan arus barang dan kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dari 2004 - 2009 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Arus Barang Non Peti Kemas, Peti Kemas, Kunjungan Kapal (unit dan GT) dan Kunjungan Penumpang (orang) di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2004 – 2009 Item
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Barang (Non Peti Kemas ) (Ton)
37.548.000
38.707.000
39.008.000
43.280.000
42.871.000
41.263.000
Peti Kemas (TEUs)
3,187,055
3,330,395
3,370,729
3,691,918
3,984,290
3,803,922
U
15.928
16.913
16.145
18.840
19.610
16.637
GT
86.716.993
88.888.834
85.598.140
89.060.524
93.015.163
91.552.356
564.716
576.638
485.644
459.144
575.496
420.772
Kunjungan Kapal
Kunjungan penumpang (orang)
Sumber : PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2004 – 2009
3
Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok setiap hari mampu melayani 60-70 unit kapal perhari, sehingga seharusnya dapat diposisikan sebagai hub-port. Pola perdagangan melalui Pelabuhan Tanjung Priok secara umum memberikan gambaran perubahan secara bertahap, yaitu dari pelabuhan ekspor-impor berkembang juga menjadi pelabuhan transhipment. Melalui Pelabuhan Tanjung Priok sekitar enam puluh lima persen (65%) lalu lintas barang adalah barang ekspor-impor dan tiga puluh lima persen (35%) adalah barang transhipment antar pulau (PT Pelindo II (P) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009). Daerah belakang Pelabuhan Tanjung Priok ditinjau dari wilayah asal dan tujuan barang sangat luas, mencapai seluruh wilayah nasional Indonesia. Hal ini didukung oleh jangkauan pelayanan dengan fasilitas, prasarana dan sarana Pelabuhan Tanjung Priok yang lengkap . Ditinjau dari kedudukan geografis, maka daerah belakang Pelabuhan Tanjung Priok meliputi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Banten, Propinsi Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah Bagian Barat, sedangkan daerah belakang utamanya adalah wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) yang merupakan pemasok barangbarang industri dan barang-barang dagang terbesar di Indonesia. Kedudukan lokasi Pelabuhan Tanjung Priok terhadap wilayah Jabodetabek disajikan pada Gambar 1. Dengan peran yang demikian, maka tidak mengherankan jika tingginya akitivitas industri di Jabotabek memberi tekanan terhadap Pelabuhan Tanjung Priok dan kondisi perairan sekitarnya. Hal ini sejalan dengan data yang diungkap oleh ‘The Study for Port Development of Greater Jakarta Metropolitan” (JICA, 2009) yang menyatakan bahwa permasalahan utama yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini adalah masalah pengembangan kapasitas, efisiensi/produktivitas dan lingkungan. Hal tersebut tentu akan memberikan dampak terhadap ekosistem wilayah pesisir sebagai lokasi Pelabuhan Tanjung Priok, di antaranya pencemaran di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) DKI Jakarta tahun 2009, terungkap permasalahan bagi lingkungan Pesisir Jakarta antara lain penggunaan lahan yang kurang bijaksana sehingga berkurangnya hutan mangrove, kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi biota laut yang cukup memprihatinkan, kematian ikan yang sering terjadi, kondisi perairan laut yang telah mengalami
4
pencemaran dari ringan, sedang sampai berat, dan semakin gencarnya penataan dan pembangunan yang kurang memperhatikan keberlanjutan lingkungan yang berimplikasi pada garis pantai yang semakin tidak terlihat. Permasalahan di atas jelas akan mengganggu keberadaan ekosistem di wilayah Pesisir Teluk Jakarta. Ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang sebagai ekosistem pesisir utama yang tersebar hingga ke kawasan Kepulauan Seribu di Provinsi DKI Jakarta menjadikan wilayah pesisir Teluk Jakarta memiliki produktivitas hayati tinggi, yang berperan penting sebagai penunjang sumberdaya ikan dan menjadi pusat keanekaragaman hayati. Interaksi ketiga ekosistem pesisir tersebut berperan penting sebagai pereduksi bahan-bahan pencemar, penahan laju abrasi yang disebabkan oleh arus dan gelombang laut dan peredam badai dan tsunami. Untuk itu pada dasarnya, alam memiliki penetrasi sendiri untuk kelangsungannya, namun di tengah sumberdaya yang ada, kegiatan yang berkembang baik di bagian kawasan Pesisir, maupun di wilayah hulu memberikan ancaman terhadap kelangsungan ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Di antara ancaman tersebut adalah sedimentasi dan pencemaran, degradasi habitat (flora & fauna) yang bersifat alamiah. Degradasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati akibat pembangunan infrastruktur dapat merubah struktur ekologi pesisir bahkan dapat menurunkan keanekaragaman hayati perairan. Terkait kualitas kimia air di perairan Teluk Jakarta saat ini telah mengalami pencemaran yang cukup berat, sedangkan konsentrasi BOD sudah cukup tinggi dan telah melebihi baku mutu, kondisi ini berasal dari aktifitas di sekitar muara atau sepanjang aliran sungai. Pada dasarnya setiap ekosistem alamiah, termasuk di wilayah pesisir memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu : [1] sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, [2] sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan, [3] sebagai penyedia sumberdaya alam dan [4] sebagai penerima limbah (Ortolano, 1984). Namun keempat fungsi tersebut memerlukan 3 persyaratan untuk menjamin tercapainya ekosistem yang optimal dan lestari, yaitu : [1] keharmonisan spasial (tata ruang), [2] kapasitas asimilasi dan [3] pemanfaatan berkelanjutan. Studi ini lebih lanjut akan mengkaji persyaratan terkait keharmonisan spasial (tata ruang) pelabuhan dan pemanfaatan berkelanjutan, dengan parameter sumberdaya yaitu kualitas air laut dan sungai (kimia dan biologi), kualitas udara, sampah dan ruang terbuka hijau.
5
Walau perkembangan arus ekspor-impor dan barang antar pulau melalui Pelabuhan Tanjung Priok meningkat terus setiap tahun, akan tetapi perkembangan fisik, prasarana dan sarana Pelabuhan Tanjung Priok tidak mengalami pertumbuhan secara berarti. Selama 126 tahun yaitu sejak didirikan pada tahun 1883, panjang dermaga yang dibangun di Pelabuhan Tanjung Priok 193 m di pelabuhan I, hanya bisa diperpanjang sampai pelabuhan IV menjadi 13.444 m. Luas efektif areal darat pelabuhan seluas 604 ha dan kolam pelabuhan 424 ha, sedangkan lahan untuk pengembangannya sudah terbatas PT. (Pelindo II (P) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok).
BANDARA INTERNATIONAL
PELABUHAN TANJUNG PRIOK
CIKUPA Industrial BALARAJA Area Industrial
Tangerang KBN
Area
To
Bekasi
ringroa
Sumater a
CAKUNG PULO
Inner
KARAWACI Industrial Area
GADUNG d Outer Industrial
ringroad
CIKARANG
Estate
Industrial
Depok
Complex
Outer-outer ringroad
KARAWANG Industrial
To Central & East
Estate
Jawa
Bogor
PUNCAK Resort Area
BANDUNG SELATAN
Bandung
Industrial Estate
Sumber : Himpunan Kawasan Industri Indonesia, 2009
Gambar 1 Kedudukan geografis Pelabuhan Tanjung Priok terhadap wilayah Jabodetabek sebagai daerah belakang utama pelabuhan Terbatasnya
areal
Pelabuhan
Tanjung
Priok
untuk
menampung
pertumbuhan arus barang menimbulkan berbagai dampak lingkungan, yaitu dampak fisik ekologi (pencemaran), dampak fisik tata ruang (ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dan kurangnya ruang terbuka hijau), dampak ekonomi (biaya ekonomi tinggi akibat terbatasnya penimbunan kontainer/container yard dan timbulnya kemacetan), dan dampak sosial (kerawanan sosial dan kekumuhan
6
lingkungan). Dengan kondisi tetap atau terbatasnya areal pelabuhan dan kurangnya dukungan fasilitas di tengah semakin meningkatnya arus barang melalui pelabuhan ini, menimbulkan turunan dampak terhadap lingkungan hidup, di antaranya pencemaran dan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang di sekitar lokasi pelabuhan. Sesuai data yang diperoleh dari Pemerintah Kota Jakarta Utara (2011), maka volume sampah mencapai 1.648.800 m3 dan Pelindo II Tanjung Priok membersihkan sampah di perairan mencapai 14 ton/hari. Sementara itu, dari 3.48% penduduk miskin di Jakarta sebagian besar berada di Jakarta Utara yang hampir seluruhnya merupakan Kawasan Pesisir (BPLHD, 2011). Kondisi di atas melemahkan daya saing Pelabuhan Tanjung Priok dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lain di negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Pelabuhan Singapura, Pelabuhan Port Klang dan Tanjung Pelepas di Malaysia dan Pelabuhan Laem Chabang di Thailand. Beban biaya ekonomi yang tinggi di Pelabuhan Tanjung Priok, selain akibat double handling, juga diakibatkan seringnya terhambat pelayanan ekspor-impor di Pelabuhan Tanjung Priok. Kedudukan Pelabuhan Tanjung Priok dalam kegiatan ekspor-impor sampai saat penelitian statusnya bukan sebagai pelabuhan asal dan tujuan, tetapi sebagai pelabuhan pengumpan (feeder port), di mana arus angkutan barang-barang ekspor-impor sebagian besar dilakukan melalui Pelabuhan Singapura. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Tanjung Priok Port
Gambar 2. Pola jalur lalu lintas barang ekspor-impor dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta, 2009)
7
Dari penilaian teknis kepelabuhanan yaitu dari persyaratan kedalaman perairan, maka Pelabuhan Tanjung Priok sampai saat penelitian studi belum memenuhi
syarat
untuk
menjadi
pelabuhan
pengumpul
internasional
(international hub-port) yang dapat dikunjungi kapal-kapal besar. Hal ini menyebabkan arus barang keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok tidak bisa ekspor langsung ke negara tujuan, dan impor langsung dari negara asal. Potensi dan peluang Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan hub internasional sebetulnya besar, karena arus kapal-kapal kontainer bertonase besar yang melalui perairan Laut Asia Selatan dan Asia Tenggara cukup tinggi dan lokasi Pelabuhan Tanjung Priok strategis dan potensial dari segi pertumbuhan ekonomi daerah belakangnya. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan, maka berdasarkan hirarkinya Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta termasuk pelabuhan utama yang berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan nasional sesuai kebijakan Pemerintah, dalam perkembangannya ke masa depan, Pelabuhan Tanjung Priok akan terus dikembangkan agar berfungsi
sebagai
logistic center wilayah ASEAN, sekaligus untuk meningkatkan daya saing industri dalam perdagangan internasional maupun iklim investasi (Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2009).
Gambar 3 Rute perdagangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pelabuhanpelabuhan di negara-negara Asean
8
Walaupun Pelabuhan Tanjung Priok sudah dikategorikan sebagai pelabuhan internasional, namun kondisi fisik dan lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan sekitarnya tidak mendukung peranan tersebut. Kondisi lingkungan di dalam dan di luar pelabuhan masih kumuh dan tidak tertata secara baik. Di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok masih terdapat berbagai kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan pelabuhan, sedang di kawasan sekitar pelabuhan terdapat kawasan pemukiman padat dan kumuh. Terjadi ketidak-seimbangan pertumbuhan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pertumbuhan di wilayah sekitar pesisir sebagai penyangga kawasan pelabuhan atau belum mencerminkan pelabuhan berstandar internasional. Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka sebagai pelabuhan internasional terbesar di Indonesia, Tanjung Priok memfasilitasi pergerakan 65% arus barang nasional dengan peningkatan rata-rata 6,7% per tahun. Hal tersebut jelas akan berimplikasi pada peningkatan angkutan laut di Pelabuhan Tanjung Priok, sementara fasilitas yang ada terbatas. Kondisi tersebut jelas akan berimplikasi pada kapasitas pelayanan Pelabuhan Tanjung Priok dan pembebanan terhadap lingkungan hidup sekitar atau ekosistem Kawasan Pesisir. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kadin Provinsi DKI Jakarta tahun 2009, atas laporan para kalangan eksportir, importer, freight forwarding, perusahaan pelayaran dan perusahaan angkutan darat tentang kondisi Pelabuhan Tanjung Priok dapat diuraikan permasalahan sebagai berikut : 1) Masalah prasarana dan sarana di dalam pelabuhan: Prasarana dan sarana Pelabuhan Tanjung Priok tidak sesuai lagi dengan perkembangan arus barang petikemas, kedalaman kolam pelabuhan variatif dan lapangan penumpukan terbatas Tingkat pemakaian lapangan penumpukan petikemas (Yard Occupancy Ratio - YOR) sering berada di atas ambang batas 70%, akibatnya Tanjung Priok sering terancam stagnasi Akses jalan keluar masuk pelabuhan tidak sebanding Tata Ruang Lini I dan Lini II tumpang tindih sehingga distribusi barang-barang LCL (Less Container Load) tidak efektif dan efisien, serta menimbulkan ekonomi biaya tinggi
9
2) Masalah prasarana dan sarana di kawasan belakang (hinterland) pelabuhan: Tidak ada akses jalan darat langsung dari sentra industri di Jabodetabek menuju Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga sering terjadi kemacetan panjang dari dalam pelabuhan sampai jalan raya Cakung Cilincing Raya, Jakarta Utara pada hari-hari ekspor yaitu pada hari Kamis, Jumat dan Sabtu 3) Masalah prasarana dan sarana di kawasan penyangga: Tidak ada alternatif bagi pengguna jasa di luar Pelabuhan Tanjung Priok sebagai kawasan penyangga pelabuhan 4) Masalah sistem pelayanan. Tidak ada kepastian besaran biaya dalam proses penanganan kapal dan barang petikemas, karena banyaknya pungutan illegal, sehingga perusahaan pelayaran asing mengenakan Terminal Handling Charges (THC) yang tinggi di pelabuhan Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran (hasil revisi UU No 21/1992 tentang Pelayaran) memberikan ruang gerak kepada pelaku usaha untuk menggarap bisnis kepelabuhanan, karena tidak ada lagi monopoli pengelolaan pelabuhan umum. Walaupun telah ada Peraturan Pemerintah berikut Peraturan Menteri Perhubungan, namun belum ada kepastian tentang aturan main bagi investor swasta untuk membangun dan mengelola pelabuhan. Sistem pelayanan kapal, truk, barang dan dokumen masih konvensional, birokratis, tidak terintegrasi, dan sebagian masih dijalankan secara manual, walau sudah mulai diterapkan pelayanan dengan sistem terintegrasi single window. Sistem pengamanan pelabuhan di Tanjung Priok tumpang tindih karena terdapat berbagai instansi yang terlibat di kawasan pelabuhan. Trucking system kurang efektif dan efisien sehingga layanan darat menjadi mahal akibat pelayanan lambat, bahkan hingga macet karena tidak adanya rest area yang memadai di dalam kawasan pelabuhan. Dalam proses pemeriksaan dan pindah lokasi penumpukan petikemas menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
10 Secara umum teknologi peralatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok
tidak
mendukung
kecepatan
perkembangan
volume
barang/petikemas sehingga proses pemeriksaan atau pemindahan sering menunggu peralatan. Sistem Electronic Data Interchange (EDI) belum berjalan secara optimal dan terintegrasi ke seluruh aspek kegiatan dari trade, transportation dan distribution dalam satu pintu melalui National Single Window, yang semestinya mulai berjalan akhir tahun 2009. Bongkar muat barang break bulk dan general cargo sangat konvensional karena terbatasnya peralatan bongkar muat, atau masih semi labor intensive sehingga produktivitas rendah. Management handling petikemas tidak modern, sehingga pemilik barang tidak dapat mengetahui secara tepat dan cepat, sehingga untuk mengetahui posisi petikemas memerlukan waktu dan biaya untuk menemukan kontainernya. Jumlah tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini telah mencapai lebih dari 4.000 orang, namun tingkat pendidikannya rata-rata rendah serta banyak di antaranya yang berusia lanjut. Mental dan wawasan tenaga kerja di lembaga penyedia jasa di lingkungan pelabuhan kurang mendukung efisiensi proses penanganan armada, dokumen dan barang, dan sebagian besar tidak memiliki standar internasional. Selain permasalahan-permasalahan yang disampaikan KADIN, maka di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok telah terjadi permasalahan lingkungan hidup yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan internasional. Berdasarkan laporan pemantauan pengelolaan lingkungan di Pelabuhan Tanjung Priok, kualitas beberapa komponen air laut belum memenuhi baku mutu, dengan kondisi air laut sebagian berbau, kecerahan menurun, terdapat lapisan minyak dan sampah serta pada titik tertentu terkontaminasi oleh coliform. Sedang kualitas udara di kawasan pelabuhan berada di atas Batas Ambang Mutu, sementara tingkat kebisingan sudah lebih baik. Sungai-sungai yang bermuara ke kolam perairan pelabuhan membawa bahan-bahan pencemar dan sedimen dan berbagai kegiatan di
11
pelabuhan seperti pembuangan limbah dan oli dari kapal-kapal yang berlabuh mencemari perairan pelabuhan dan sekitarnya walau sudah lebih terkendali. Selain itu sarana pengolahan limbah seperti sarana penampungan limbah cair dan limbah padat, serta sarana pemusnah barang-barang impor karantina belum memenuhi standar. Fasilitas penanganan limbah dan fasilitas tanggap darurat terhadap tumpahan minyak, oil separator, storage tank, oil boom, oil skimmer, oil sorbent, oil containment bag, oil displesent pump dan tangki penampungan terbatas dan jumlahnya minim (PT Pelindo II (P) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009). Mengingat urgensi pelayanan Pelabuhan Tanjung Priok bagi perekonomian nasional, maka Pemerintah telah melakukan upaya-upaya penataan atau revitalisasi prasarana dan sarana di dalam Pelabuhan Tanjung Priok untuk mengoptimalisasi fungsi pelabuhan dan mengurangi dampak terhadap ekosistem perairan pesisir Teluk Jakarta secara terpadu. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, sangat penting untuk dilakukan analisis terhadap kondisi Pelabuhan Tanjung Priok secara komprehensif
(lintas
sektor),
sehingga
didapatkan
alternatif
dalam
mengoptimalkan fungsi pelabuhan dan mengurangi dampak terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menganut prinsip pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) yang
mengikuti
prinsip-prinsip
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development). Pengembangan pelabuhan di negara-negara di luar Indonesia, banyak yang telah mengadopsi pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) yakni menyelaraskan kepentingan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Sejalan
dengan
kriteria
internasional
yaitu
pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang dikelompokkan ke dalam lima dimensi yaitu: dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi fisik dan dimensi kelembagaan (pengelolaan), maka pendekatan di dalam penelitian ini juga menggunakan kelima dimensi tersebut. Pendekatan kriteria ini sejalan dengan pendekatan dari Kay dan Alder, serta OECD, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial, serta aspek teknologi ditambah aspek kelembagaan (Kay dan Alder 1999, dan OECD 1993).
12
1.2
Perumusan Permasalahan Dari uraian permasalahan yang disampaikan pada Latar Belakang (Sub-
bab 1.1) dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan terkait dengan Pengembangan Pelabuhan
Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (ecoport)
dalam rangka Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terpadu sebagai berikut: 1) Kualitas lingkungan berbagai komponen di Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangga semakin menurun diakibatkan oleh pencemaran lingkungan fisik ekologi dan kesenjangan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat kawasan sekitar pelabuhan dengan pertumbuhan ekonomi pelabuhan. Sebaliknya kegiatan kepelabuhanan baik kegiatan daratan (land-activities), maupun kegiatan perairan (sea-activities) juga turut mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan perairan Teluk Jakarta. 2) Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok terbatas, tidak sebanding dengan pertumbuhan arus barang, menyebabkan kondisi fisik pelabuhan dan kawasan sekitarnya (kawasan penyangga) tidak tertata baik. Pemanfaatan ruang fungsi-fungsi di Pelabuhan Tanjung Priok pada saat penelitian studi, sebagian besar tidak sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2030 dan standar perencanaan tata ruang suatu kawasan. 3) Kondisi Pelabuhan Tanjung Priok, baik kondisi di dalam kawasan pelabuhan, maupun di kawasan sekitar (penyangga) pelabuhan ditinjau dari aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial pelabuhan, aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek ekonomi pelabuhan belum memenuhi standar ecoport yang dirumuskan. 4) Pembangunan dan pengelolaan Pelabuhan Tanjung Priok selama ini dan rencana pengembangan pelabuhan di dalam Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok belum disinergikan dan dipadukan dengan Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta, sehingga timbul berbagai permasalahan dan hambatan di dalam pengembangannya. 5) Daya saing Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional terhadap pelabuhan-pelabuhan internasional di negara-negara tetangga (Singapura dan Malaysia) lebih rendah, karena beban biaya untuk eksporimpor di Pelabuhan Tanjung Priok lebih tinggi dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan tersebut. Sebagian besar ekspor-impor barang
13
melalui Pelabuhan Tanjung Priok belum bisa langsung dari negara asal (impor) dan ke negara tujuan (ekspor), karena dari persyaratan kedalaman laut belum bisa didarati oleh kapal-kapal bertonase besar (mother vessel). Oleh sebab itu fungsi Pelabuhan Tanjung Priok walaupun sudah berskala internasional, akan tetapi baru sebatas pelabuhan pengumpan (feeder-port) terhadap Pelabuhan Singapore, yang mengakibatkan terajadinya biaya ekonomi tinggi, karena pelayanan angkutan ekspor impor dilaksanakan secara ganda. Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan tersebut di atas, maka perlu dilakukan pendekatan penyelesaian masalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1) Bagaimana gambaran kualitas lingkungan fisik ekologi Pelabuhan Tanjung Priok yaitu kualitas perairan laut, kualitas udara, kondisi kebersihan dan penghijauan serta tingkat sedimentasi perairan. Selanjutnya bagaimana kualitas lingkungan sosial pelabuhan dan kawasan penyangga pelabuhan? Masih terkait dengan kualitas perairan laut, sejauh mana dampak kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok, baik kegiatan daratan (land activities) maupun kegiatan perairan laut (sea activities) terhadap pencemaran dan penurunan kualitas perairan laut Teluk Jakarta? 2) Bagaimana gambaran kondisi fisik Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan sekitarnya serta gambaran pemanfaatan ruang fungsi-fungsi bagian daratan di pelabuhan dengan Rencana Induk Pelabuhan, serta gambaran data-data teknis bagian perairan terhadap standar teknis kepelabuhanan dan keselamatan pelayaran? 3) Bagaimana rumusan standar pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) di Indonesia dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok ditinjau dari aspek-aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek kualitas lingkungan sosial ekonomi masyarakat, kualitas lingkungan fisik pemanfaatan ruang dan aspek pertumbuhan ekonomi pelabuhan serta berada di tingkat mana posisi Pelabuhan Tanjung Priok terhadap standar ecoport tersebut? 4) Sejauh mana program-program pembangunan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sampai saat penelitian studi dan rencana pengembangan pelabuhan diintegrasikan/dipadukan dengan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dan di mana letak kesenjangannya?
14
5) Bagaimana
strategi
kebijakan
untuk
menyelesaikan
permasalahan
mendasar di Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangga, supaya bisa mencapai standar berwawasan lingkungan (ecoport), sekaligus rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok 20 tahun ke depan menjadi pelabuhan pengumpul internasional (international hub port) terpadu dengan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta? 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, tujuan secara umum studi
penelitian ini adalah merancang pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), sekaligus sebagai pelabuhan pengumpul internasional (international hub port), bagian dari pengelolaan pesisir Teluk Jakarta terpadu. Tujuan khusus dari studi penelitian disertasi ini dapat dirumuskan dan diuraikan sebagai berikut: 1) Menganalisis kualitas lingkungan fisik ekologi dan kualitas lingkungan sosial Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangga dalam rangka memenuhi kebijakan program Kementerian Perhubungan yang telah mentargetkan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional berwawasan lingkungan (ecoport). 2) Menganalisis pemanfaatan ruang fungsi - fungsi eksisting di dalam Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan terkait dengan tata-ruang pelabuhan, menganalisis kapasitas ruang pelabuhan sesuai proyeksi pertumbuhan barang; selanjutnya mengusulkan rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan pengumpul internasional berwawasan lingkungan mengacu pada RTRW DKI Jakarta 2011-2030. 3) Menganalisis kesesuaian kondisi Pelabuhan Tanjung Priok terhadap standar ecoport yang dirumuskan penulis, dan pengintegrasian konsep ecoport dan hub port dalam pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok 4) Menganalisis kesesuaian pembangunan dan pengelolaan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dan usulan studi rencana keterpaduan dari aspek pengembangan pelabuhan.
15
5) Mengkaji implikasi kebijakan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok, terhadap pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta secara terpadu. Oleh sebab itu pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok tidak lagi dibatasi pada Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Tanjung Priok yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Laut (Maritim) pada tahun 1972. Dengan demikian usulan studi tentang Rencana Detail Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok yang baru tidak dibatasi pada Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Tanjung Priok, akan tetapi sampai ke wilayah pesisir lain Teluk Jakarta, sinkron dengan RTRW DKI Jakarta 2030 dan Rencana Penataan Ruang Jabodetabekpunjur 2028. Hasil penelitian studi disertasi akan memberikan manfaat berupa : 1) Tersedianya rumusan kebijakan dan strategi bagi pengembangan Pelabuhan
Tanjung Priok untuk meningkatkan kualitas lingkungan
pelabuhan, sekaligus meningkatkan hasil guna dan daya guna fungsi pelabuhan. 2) Sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok untuk meningkatkan peran serta dan kepedulian mendukung pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan. 3) Tersedianya alternatif lokasi dan strategi untuk penataan ruang dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur 2028 di Wilayah Pesisir Teluk Jakarta, karena kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok sudah tidak mampu lagi menampung pertumbuhan arus barang pada jangka panjang (20 tahun ke depan). Rencana penataan ruang dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok adalah untuk meningkatkan kapasitas daya tampung pelabuhan dan menciptakan kawasan pelabuhan yang lebih longgar, sehingga kawasan Pelabuhan Tanjung Priok yang akan datang dapat memenuhi standar sebagai pelabuhan yang berwawasan
lingkungan
(ecoport), dengan Yard Occupantie Ratio (YOR)
terminal petikemas maksimal 70%, sekaligus sebagai pelabuhan pengumpul
16
internasional. Hasil studi disertasi merekomendasikan rencana penataan ruang dan pengembangan pelabuhan melewati batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Tanjung Priok dan Sunda Kelapa yang ditetapkan tahun 1972, mengacu kepada Rencana Tata Ruang Nasional, RTRW DKI Jakarta 2030 dan Penataan Ruang Wilayah Pesisir Jabodetabekpunjur 2028. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian disertasi adalah melakukan analisis kondisi
eksisting dan proyeksi serta rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), sekaligus sebagai pelabuhan pengumpul internasional, dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok, berlokasi di Wilayah Jakarta Utara, Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ruang lingkup penelitian studi disertasi meliputi : 1) Analisis terhadap aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan kawasan berwawasan lingkungan bagian integral dari pembangunan berkelanjutan di Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu: Aspek fisik yaitu analisis terhadap aspek fisik ekologi dan aspek fisik kesesuaian pemanfaatan ruang fungsi-fungsi di pelabuhan terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Aspek sosial yaitu analisis terhadap kondisi sosial (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) para pekerja di kawasan pelabuhan, dan kondisi keamanan pelabuhan dalam penilaian standar internasional serta dampak sosial ekonomi kegiatan kepelabuhan terhadap masyarakat kawasan penyangga. Aspek ekonomi yaitu analisis terhadap tingkat pertumbuhan arus barang yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan kapasitas ruang Pelabuhan Tanjung Priok untuk menampung pertumbuhan arus barang tersebut. Aspek kelembagaan yaitu analisis terhadap prosedur dan kelembagaan dalam penyusunan dan pengesahan Rencana Induk Pelabuhan, penyusunan dan penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, serta pengawasan pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan di dalam kawasan pelabuhan.
17
2) Analisis lintas sektor yang menghasilkan rumusan penulis tentang standar ecoport di Indonesia, dan kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok terhadap standar ecoport tersebut (Indeks Ecoport). Peraturan perundang-undangan terkait di Indonesia dan kondisi pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) di negara-negara lain digunakan sebagai acuan dan referensi untuk perumusan standar ecoport di Indonesia dan yang layak diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok. 3) Analisis strategi kebijakan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok 2030 mencapai standar ecoport dalam rangka pengelolaan pesisir Teluk Jakarta secara terpadu.
Analisis kebijakan pengelolaan lingkungan pesisir Teluk Jakarta.
Analisis terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok jangka panjang (tahun 2030) dan RTRW DKI Jakarta 2030 di bagian kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangga pelabuhan.
Studi Rencana Detail Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok yang meliputi rencana-rencana : o Rencana Zoning Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. o Rencana Tata Ruang Lokasi Pengembangan Pelabuhan Baru. o Rencana Kebijakan dan Tahapan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok terpadu dengan Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta.
Perencanaan Tata Ruang, Struktur Ruang dan Zona-Zona di dalam pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok didasarkan atas standar perencanaan kawasan dan kota, pedoman teknis pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), pedoman perencanaan tata ruang reklamasi pantai dan standar-standar lingkungan yang berlaku serta rumusan standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok sesuai hasil analisis dan rumusan dari hasil penelitian studi.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pelabuhan dan Angkutan Laut Pengertian atau definisi tentang pelabuhan di Indonesia berkembang sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, maka pelabuhan diartikan sebagai “tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi”.Pelabuhan dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi dan terminal bagi kapal-kapal utama yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri dari kolam sandar dan terdapat kapal bersandar dan tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang. Pelabuhan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi, karena fungsinya sebagai penunjang bagi perkembangan industri, perdagangan dan pelayaran. Pelabuhan laut dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi dan sebaliknya pembangunan ekonomi dapat pula mempengaruhi peningkatan aktivitas pelabuhan laut (UNCTAD dan Ditjen Perhubungan Laut, 2000). Pelabuhan adalah pusat aktifitas ekonomi kelautan, sehingga keberadaannya mampu melancarkan arus bongkar muat barang dan pelayanan penumpang dengan tingkat kenyamanan, keamanan dan biaya yang kompetitif (Kusumastanto, 2002). Selain itu pelabuhan dapat menghela pertumbuhan ekonomi wilayah, di mana pelabuhan merupakan titik sentral yang menghubungkan perpindahan muatan barang-barang, berupa barang-barang produk kebutuhan dalam negeri dan barangbarang ekspor. Kegiatan pelabuhan, angkutan laut dan angkutan darat merupakan bagian dari ekonomi nasional, regional dan lokal (Kramadibrata, 1982). Dua hal yang disumbangkan oleh pelabuhan untuk meningkatkan perekonomian adalah yang bersifat terukur dan tidak terukur. Hal-hal yang terukur seperti pajak-pajak, dividen dan retribusi, sedang yang tidak terukur adalah kesempatan kerja dan tumbuhnya usaha-usaha di sekitar pelabuhan, sebagai efek ganda kegiatan
20
kepelabuhanan yang akan memberikan nilai tambah ekonomi pada daerah sekitar pelabuhan. Pelabuhan laut berperan penting
terhadap pembangunan ekonomi,
oleh sebab itu dalam perencanaan lokasi pelabuhan laut harus dipadukan dengan tujuan pembangunan nasional dan daerah, dan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pelabuhan mempunyai tiga fungsi pokok, diantaranya yaitu: 1) Fungsi interface, dalam arti pelabuhan menyediakan fasilitas dan pelayanan jasa atau infrastruktur yang dibutuhkan untuk memindahkan barang-barang dari kapal ke angkutan darat atau sebaliknya dan atau memindahkan barangbarang dari angkutan laut (laut) yang satu ke kapal lainnya (transhipment). 2) Fungsi link, yaitu pelabuhan dilihat sebagai salah satu mata rantai dalam proses transportasi, mulai dari tempat asal barang maupun ketempat tujuan. 3) Fungsi gateway, yaitu sebagai pintu gerbang dari suatu negara atau daerah. Konsep sebagai gateway dilatarbelakangi pendekatan peraturan dan prosedur yang harus dikaji oleh setiap yang menyinggahi pelabuhan. (Baudelaire, 1972) Sesuai Undang-Undang tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan, maka menurut jenisnya pelabuhan dibedakan atas dua jenis, yaitu pelabuhan laut dan pelabuhan sungai dan danau. Pelabuhan laut mempunyai hierarkhi terdiri dari: (a) Pelabuhan utama, (b) Pelabuhan pengumpul, (c) Pelabuhan pengumpan. Hierarkhi ini berbeda dengan hierarkhi pelabuhan sesuai peraturan perundang-undangan lama, yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 1991 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah
Nomor
69 tahun 1992 tentang
Kepelabuhanan yaitu dibedakan atas: (a) Pelabuhan internasional, (b) Pelabuhan nasional, (c) Pelabuhan regional, dan (d) Pelabuhan lokal. Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka Pelabuhan Tanjung Priok dimasukkan sebagai pelabuhan laut dalam hierarkhi pelabuhan utama. Di dalam peraturan perundangundangan baru, maka disebutkan ada 6 (enam) peran pelabuhan, yaitu : 1) Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkhinya, 2) Pintu gerbang kegiatan perekonomian, 3) Tempat kegiatan alih moda transportasi, 4) Penunjang kegiatan industri, jasa, dan/atau perdagangan,
21
5) Tempat produksi, distribusi dan konsolidasi muatan barang, 6) Menjadikan Wawasan Nusantara dan Kedaulatan Negara, Pelabuhan Tanjung Priok memiliki keenam peran pelabuhan tersebut, yaitu sebagai simpul jaringan transportasi, pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional, simpul moda tranportasi laut dan darat, penunjang kegiatan industri, jasa, dan/atau perdagangan, pusat distribusi dan konsolidasi barang-barang ekspor-impor dan menjadikan Wawasan Nusantara dan Kedaulatan Negara. Kelengkapan pelabuhan laut terdiri dari infrastruktur berupa kolam pelabuhan, breakwater, alur pelabuhan dan dermaga, superstrukturberupa bangunan gudang, kantor, jalan serta lapangan penumpukan, danequipmentberupa crane, RTG dan headtruck.Kelengkapan pelabuhan laut lainnya adalah tempat kegiatan pemerintahan daerah belakang pelayanannya (hinterland). Untuk pengembangan suatu pelabuhan laut ditinjau dari aspek geografis dan teknis kepelabuhanan, dibutuhkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut : 1) Lokasi sedekat mungkin dengan lokasi asal dan tujuan barang. 2) Mampu memberikan perlindungan terhadap kapal dari cuaca buruk sewaktu berada di pelabuhan. 3) Memiliki kedalaman perairan yang cukup, sehingga kapal tetap dapat terapung saat air laut surut. 4) Tersedia fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk penanganan barang dan penumpang. Pelabuhan laut sebagai prasarana transportasi laut tidak terlepas kaitannya dari sektor angkutan laut, di manaangkutan laut merupakan salah satu sektor pembangunan kelautan. Ketersediaan infrastruktur dan sarana angkutan laut (perkapalan) untuk kelancaran masuknya arus barang dan jasa di suatu daerah, sangat tergantung dari intensitas, kapasitas dan kualitas pelayanan jasa angkutan laut. Kurang berkembangnya angkutan laut dalam sektor kelautan merupakan problemstruktural (Kusumastanto, 2002). Di dalam perkembangan ekonomi global, sektor angkutan khususnya angkutan laut merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi, karena kecepatan pelayanan melalui angkutan laut merupakan pilihan utama. Pertimbangannya karena dari sisi biaya dan sistem transportasi,maka angkutan laut telah berkembang tidak lagi sekedar angkutan
22
barang dan penumpang, akan tetapi telah menjadi elemen jaringan logistik (logistic chain). Pola angkutan laut telah berubah dari perspektif satu jenis moda transportasi menjadi multi moda transportasi. Mengikuti pertumbuhan ekonomi dan angkutan barang yang diangkut oleh kapal, maka ukuran dan kapasitas kapal juga berkembang pesat.Perkembangan ini disebabkan oleh volume perdagangan melalui laut meningkat terus tiap tahun dan general cargo berubah dari bentuk break-bulk menjadi kontainer dan super container. Kapal-kapal kecil dan tradisional dengan volume kecil berkembang menjadi kapal-kapal barang besar (container dan super container) dan kapal-kapal barang spesifik yang mengangkut crude oil, produkproduk berbagai bahan kimia, gas dan dry bulk. Pada tahun 2020 diperkirakan dari sembilan puluh persen (90%) kapal barang yang ada di seluruh dunia diperkirakan sudah menjadi kapal kontainer dan pada setiap pelabuhan kontainer diperkirakan akan dibongkar dan dimuat barangbarang dengan jumlah tonase naik dua kali lipat. Apabila tingkat pertumbuhan barang yang melalui pelabuhan kontainer naik enam sampai tujuh persen (6%-7%) per tahun, maka pelabuhan kontainer harus menangani 700 juta TEUs tahun 2020 (Casaca, 2007). Di sisi lain perkembangan pesat sektor angkutan laut potensial untuk menimbulkan pencemaran udara kawasan pelabuhan, baik dari pembuangan gas emisi CO2, maupun dari pencemaran perairan dari kawasan pelabuhan dan limbah pabrik serta dari kapal yang keluar masuk pelabuhan. Kondisi kepelabuhanan dan angkutan laut di Indonesia perlu dipersiapkan secara baik untuk mengantisipasi perkembangan pesat sektor pelabuhan dan angkutan laut dunia. Pada saat ini kondisi pelabuhan di Indonesia rata-rata belum mengantisipasi perkembangan pesat sektor angkutan laut internasional. Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional terbaik di Indonesia belum sebanding dengan pelabuhan-pelabuhan internasional di negara-negara lain, seperti Singapura dan Malaysia. Kondisi angkutan laut di Indonesia yang mengangkut barang-barang untuk tujuan antar pulau dan tujuan ekspor/impor masih didominasi oleh kapal-kapal asing. Pangsa pasar sektor angkutan laut ekspor/impor di Indonesia saat ini masih di bawah sepuluh persen (10%) yang dikuasai oleh pelayaran lokal (nasional), sedangkan pangsa pasar domestik masih sekitar 55 persen (55%), sisanya 45 persen (45%) masih dikuasai kapal-kapal asing.
23
Sehubungan dengan hal di atas, maka kebijakan sektor angkutan laut Indonesia dengan menggunakan azas “cabotage” (mengutamakan kapal-kapal dalam negeri) diarahkan untuk : (1) meningkatkan kapasitas, jumlah, jangkauan dan kemampuan Armada Nasional untuk angkutan barang dan jasa, (2) mengembangkan kebijakan yang mampu mendorong lembaga keuangan perbankkan dan non bank untuk membiayai pengembangan angkutan laut secara nasional dan (3) menciptakan kemudahan dalam proses perizinan pemilikan kapal dan prosedur kepelabuhanan secara nasional, terutama dikaitkan dengan era otonomi daerah (Kusumastanto, 2002). Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka kebijakan pengembangan pelabuhan laut, dengan sektor angkutan laut merupakan satu kesatuan terpadu. Antara pengembangan pelabuhan laut, lengkap dengan sarana/prasarana pelabuhan dengan pengembangan sektor angkutan laut sebagai sarana penunjang pelabuhan tidak terlepas peranannya satu dengan lainnya. 2.2
Pengembangan Pelabuhan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Pelabuhan laut adalah salah satu sumber daya pesisir yang memiliki peran
strategis.Mengacu kepada Undang-Undang No.27 tahun 2007 Bab I Pasal 1 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka pelabuhan laut yang terletak di wilayah pesisir, dipengaruhi oleh ekosistem darat dan ekosistem laut. Pelabuhan laut sebagai bagian dari wilayah pesisir merupakan gabungan antara kawasan di darat dan perairan laut. Wilayah pesisir sesuai pengertian umum yang telah disepakati adalah suatu peralihan antara daratan dan lautan. Menurut Ketchum, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai hubungan keterikatan antara daratan dengan ruang laut yang bersebelahan, dimana proses daratan mempengaruhi proses lautan (Ketchum, 1992). Oleh Robert Kay dan Jacquline Alder definisi wilayah pesisir didasarkan atas kesamaan ciri-ciri fisik, biologi atau administrasi lokal suatu kawasan (Kay Robert, Alder J., 1999). Batas-batas ke daerah darat (1) secara ekologis adalah kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, instrusi air laut dan percikan gelombang; (2) secara administratif, batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara arbiter (2 km, 20 km dan >20 km dari garis pantai); (3) secara perencanaan,
24
bergantung pada permasalahan yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir, misalnya pencemaran dan sedimentasi atau hutan mangrove. Batas ke arah laut (1) secara ekologis, kawasan laut yang masih dipengaruhi proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di daratan seperti aliran sungai, limpahan air permukaan, sedimentasi dan bahan pencemar; (2) secara administratif jarak 4 mil, 8 mil, dan 12 mil dari garis pantai; dan (3) segi perencanaan, suatu kawasan yang bergantung pada permasalahannya yaitu kawasan yang masih dipengaruhi oleh dampak pencemaran atau sedimentasi, atau proses-proses ekologi lainnya (Bengen, 2001). Pelabuhan laut sebagai jasa pendukung kehidupan, merupakan salah satu fungsi pokok kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip ekosistem pesisir dan laut. Fungsi pokok lain ekosistem pesisir dan laut adalah sebagai penyedia sumber daya alam, sebagai penerima limbah, dan sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity). Pengembangan pelabuhan tidak terlepas kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir. Di wilayah pesisir dan lautan terdapat bebagai sumber daya alam dan sumber daya jasa-jasa kelautan lainnya. Sumber daya pesisir dan kelautan ini ada yang bisa diperdagangkan dan ada yang tidak bisa diperdagangkan kegiatan jasa kepelabuhanan termasuk sumber daya yang bisa diperdagangkan, sedangkan ekosistim mangrove, terumbu karang dan ekosistim lainnya tidak bisa diperdagangkan. Kedua komponen ini sama-sama memiliki nilai ekonomis yang harus diperhitungkan dalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai menilai suatu sumber daya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak saja marketvalue dari barang yang dihasilkan oleh suatu sumber daya, melainkan dari jasa yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut (Fauzi, 1999). Kesulitan penilaian ekonomi tersebut lebih nyata pada suatu wilayah, khususnya barang dan jasa diwilayah pesisir yang tidak diperdagangkan di pasar, sehingga aplikasi dari penilaian sumber daya yang tidak dipasarkan (non market valuation)perlu dilakukan, agar trade off pemanfaatan dari barang dan jasa yang disediakan oleh lingkungan dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan wilayah pesisir secara lestari (Kusumastanto, 1999). Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan wilayah pesisir, termasuk pengelolaan kepelabuhanan dan aktivitas-aktivitas lainnya beragam.Dengan
25
terbitnya Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, makapengelolaan wilayah pesisir, termasuk kawasan pelabuhan akan terpadu satu dengan yang lainnya. Di dalam Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Bab I Pasal 1, terdapat beberapa pengaturan yang ada kaitannya dengan “pengembangan kepelabuhanan dalam hal berwawasan lingkungan”, yaitu: 1) Daya dukung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kemampuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Pelabuhan sebagai salah satu sumber daya pesisir harus mampu mendukung kehidupan masyarakat wilayah pesisir. 2) Pengembangan pelabuhan erat kaitannya dengan reklamasi. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang, dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan, ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan dan pengeringan lahan atau drainase. 3) Pencemaran pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat adanya kegiatan orang, sehingga kualitas lingkungan wilayah pesisir dan lautan turun sampai ke tingkat tertentu. Penurunan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan lautan menyebabkan kegiatan di bagian wilayah ini tidak dapat berfungsi sesuai dengan peranannya. Salah satu penyebab pencemaran wilayah pesisir dan lautan adalah tingginya kegiatan pelabuhan, tanpa diimbangi dengan pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang baik. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan dalam konteks pembangunan harus memenuhi dimensi lingkungan/ekologi yaitu meliputi kesesuaian kualitas lingkungan perairan, udara dan daratan sesuai dengan standar Batas Ambang Mutu (BAM) yang ditetapkan, dimensi sosial yaitu peningkatan kualitas lingkungan sosial masyarakat pekerja di dalam kawasan pelabuhan dan kawasan penyangga, dimensi ekonomi yaitu ketersediaan ruang pelabuhan menampung pertumbuhan barang dan keterpaduan kebijakan pengembangan, pengelolaan dan
26
pengoperasian pelabuhan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan Institusi Pengelola Pelabuhan. 2.3
Pelabuhan Berwawasan Lingkungan(Ecoport)
2.3.1
Definisi Ecoport dan Perkembangannya Pencemaran laut, kebisingan, pencemaran udara dan kecelakaan kerja
merupakan wajah umum di berbagai pelabuhan puluhan tahun lalu, dikarenakan pengiriman setiap tahunnya berjuta-juta kargo yang dilakukan melalui perairan/laut dan sekitar separuhnya tergolong bahan-bahan yang berbahaya. Dampak dari keberadaan dan kegiatan pelabuhan terhadap lingkungan kawasan pelabuhan pada umumnya adalah : 1) Pencemaran lingkungan, oleh limbah-limbah padat dan cair, di antaranya limbah beracun dan barang berbahaya (hazards cargous), yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja dan kecelakaan. 2) Perkembangan teknologi di pelabuhan yang semakin besar memerlukan biaya pemeliharaan tinggi. Pada umumnya untuk kepentingan pengelolaan lingkungan hanya sedikit biaya terhadap perbaikan dan efisiensi, sehingga banyak pelabuhan secara umum meminimumkan biaya untuk lingkungan. 3) Pengoperasian dan pengembangan pelabuhan. Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada saat pelabuhan beroperasi terdiri dari : (1) angkutan barang, manusia, dan hewan, (2) kegiatan bongkar/muat, (3) pemanfaatan dan keberadaan fasilitas pelabuhan (alur dan kolam, dermaga, dock yard/perbaikan kapal), (4) lalu lintas kapal dan moda darat, dan (5) kegiatan pelabuhan yang menghasilkan limbah/sampah seperti port related facilities (commercial & bussines district), port related industry, kegiatan perdagangan dan kegiatan rekreasi. Sedang kegiatan pada saat pengembangan/pembangunan pelabuhan diantaranya: (a) pembangunan dan pengembangan infrastruktur (dermaga dan penahanan gelombang), alur pelayaran, danreklamasi perairan. (b) capital dredging, maintenance dredging, (c) perubahan bentang alam (hidrogafi dantopografi) dan (d) kerusakan habitat fauna dan flora.
27
Kegiatan pengoperasian dan pengembangan pelabuhan selain membawa banyak manfaat, tetapi juga dapat membawa dampak negatif, seperti terjadinya abrasi, pendangkalan kolam pelabuhan akibat sedimentasi, buangan dari kapal, buangan dari bahan industri, bongkar muat barang dan aktifitas pelabuhan lainnya. Potensi dampak negatif dari pengembangan pelabuhan dapat berupa polusi terhadap air, kontaminasi endapan dasar perairan, hilangnya habitat dasar perairan, kerusakan ekologi marina, erosi pantai, perubahan pola arus, buangan limbah, bocoran dan limpahan BBM, emisi material berbahaya, polusi udara kebisingan, getaran, polusi tampilan dan dampak pada sosial budaya. Anggota IMO (International Maritime Organization) menghasilkan konsensus yang dikenal sebagai Konvensi MARPOL 73/78. Konvensi tersebut terdiri dari 5 Annex yaitu tentang polusi di laut terhadap minyak, bahan cair beracun, bahan berbahaya, limbah kotoran, dan sampah serta yang terakhir ditambah Annex VI tentang Pencemaran udara dari kapal. Strategi pengelolaan pencemaran dan kerusakan yang berasal dari daratan (land based pollution) dan dari laut (sea based pollution) dikembangkan dengan beberapa pendekatan, di antaranya meliputi pengelolaan limbah (waste management). Pengelolaan Limbah itu terdiri atas limbah padat (solid waste), limbah padat/sampah dari kegiatan kepelabuhanan dan dari kegiatan di darat lainnya, penanganan limbah/sampah dari kegiatan pelayaran/kapal berdasarkan MARPOL Annex V (MARPOL 73/78), limbah industri (industrial waste), limbah minyak, limbah gas, debu, dan kebisingan. Jenis pencemar pada umumnya berbeda-beda pada setiap kawasan pelabuhan, tergantung dari jenis kegiatan yang berlangsung dan juga lingkungan di sekitar pelabuhan, seperti limbah sampah, limbah cair, industri, minyak dan oli, curah padat, sedimentasi dan sanitasi. Sumber pencemaran yang biasa terdapat di kawasan pelabuhan terbagi menjadi 2 (dua) : 1) Land Based Activities : limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah industri. 2) Sea Based Activities : kegiatan industri perkapalan, pertambangan, minyak lepas pantai dan pelayaran (kapal-kapal). Pencemaran yang bersumber dari kegiatan perkapalan berasal dari pengoperasian kapal dan kecelakaan kapal.Akibat yang didapat dari pengoperasian
28
kapal adalah berupa tumpahan pembongkaran muatan, buangan air yang masih bercampur minyak dari sisa air ballast dan sisa air pencucian, serta pencemaran udara dari gas pembuangan yang berada dari dalam kapal. Akibat dari kecelakaan kapalyang menyebabkan kandasnya kapaldapat menimbulkan terjadinya tumpahan minyak buangan dari kapal yang bisa berjangka panjang dan sifatnya permanen. Meningkatnya gelombang kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di berbagai pelosok dunia sejak dua puluh lima (25) tahun terakhir, tanpa terkecuali juga telah melanda wilayah kawasan pelabuhan. Keinginan untuk mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan itu telah membangkitkan perhatian dan kepedulian berbagai pihak antara lain Administratur Pelabuhan, Pemerintah Daerah dan Pengelola Bisnis Pelabuhan.Pada saat penulisan, beberapa pengelola pelabuhan di dunia sedang gencar-gencarnya mengenalkan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), dengan berbagai istilah seperti environmental friendly port, enviromental policy, coastal zone port management, a clean sustainable port, dan mega floating port. Kegiatan program ecoport di Eropa didukung oleh ESPO (Environmental Committee of The European Sea Port Organisation) dan Komisi Eropa.ESPO adalah salah satu perusahaan internasional yang menangani manajemen pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Kegiatan terkait ecoport diawali dengan penyelenggaraan riset bersama oleh enam (6) pelabuhan. Harapan yang ingin dikaji dari skim (scheme) ecoport di Eropa ini adalah bahwa masing-masing pelabuhan dapat melakukan pembenahan, penataan dan perbaikan kondisi lingkungan hidup secara otonom dan secara kerjasama. Berdasarkan isu lingkungan yang dihadapi di setiap pelabuhan, setiap pelabuhan selanjutnya secara sistematis melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan mengendalikan isu-isu lingkungan yang timbul di wilayahnya. Sejak 1994, tema “ecoport” memang menginovasikan berbagai ilmu dan pengalaman di antara para profesional terkait untuk membuat jejaring antar pelabuhan. Bekerjasama dengan berbagai sektor seperti universitas, ESPO menciptakan pula manajeman pelabuhan yang berwawasan lingkungan dengan suatu program yang disebut eco-program dengan unsur : 1) Piranti ecoports yang mapan yang terkait dengan ketersediaan akses internet dan website sebagai media komunikasi
29
2) Self Diagnosis Method (SDM) yaitu metodologi untuk mengindentifikasi risiko lingkungan dan penetapan aksi untuk memperkecil risiko tersebut. 3) Port Environmental Review System (PERS) secara khusus dirancang untuk membantu pelabuhan melalui organisasi fungsional yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan Di dalam kerangka kerja untuk administrasi pelabuhan yang berwawasan lingkungan, ESPO memberikan rekomendasi pedoman: 1) Pengembangan pelabuhan. Di dalam rencana administrasi pelabuhan, perlu adanya sosialisasi dan penerimaan opini bagi publik terkait Amdal. Pelabuhan juga harus menetapkan area lindung untuk mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan. 2) Pengerukan dan pembuangan bahan kerukan. Tiap pelabuhan harus meminimalkan dampak dari kegiatan pengerukan dan harus memahami kondisi tanah yang digunakan sebagai pelabuhan. 3) Pencemaran tanah. Penyusunan kebijakan tanah yang jelas dan konsisten mampu mencegah risiko terkait lingkungan dan pembiayaan. Selain itu identifikasi pula sejak awal sumber-sumber yang dapat menyebabkan pencemaran tanah di dalam pelabuhan. 4) Pengelolaan kebisingan. Untuk mengurangi dampak kebisingan yang perlu dbuat peta kebisingan dan rencana aksi. 5) Pengelolaan limbah pelabuhan. Menurut Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan cara pencegahan limbah, pemulihan limbah, dan pembuangan limbah. 6) Pengolahan dan kualitas air. Penentuan batas badan air yang ada di kawasan pelabuhan penting untuk perlindungan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan air bagi kegiatan-kegiatan yang ada. Selain itu rencana pengelolaan daerah aliran sungai perlu dibuat sehingga dapat mengontrol kualitas air yang masuk ke laut. 7) Pengolahan dan kualitas udara. Untuk menjaga kualitas udara, perlu diambil langkah yang tepat dalam rangka memenuhi nilai-nilai batas emisi yang berlaku untuk tiap instalasi yang terpasang di dalam pelabuhan. Selain itu
30
perlu ada dialog dnegan warga lokal untuk memperoleh pemahaman dari mereka atas dampak kebisingan yang dihasilkan oleh pelabuhan. 8) Pemantauan
lingkungan
pelabuhan dan
pelaporannya.
Pemantauan
dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kinerja terkait isu lingkungan di kawasan pelabuhan. Berdasarkan hasil identifikasi lalu disusun laporan tahunan kondisi lingkungan pelabuhan. 9) Kesiapan pelabuhan dan potensi perencanaan. Rencana disusun berdasarkan koordinasi dengan pemerintah kota dan nasional serta potensi pelabuhan. (Environmental Code of Practise-European Sea Port Organisation, 2003) Masalah-masalah polusi dan perubahan iklim di kawasan pelabuhan telah dibahas pada konferensi “The First Harbours and Air Quality” Genoa, Italia tahun 2005 dan pada “The 2nd Harbours and Air Quality” di Rotterdam Belanda, Mei 2008. Pada konferensi lanjutan yaitu pada “The C40 World Ports Climate Conference” di Rotterdam pada Juli 2008 (yang dihadiri penulis) telah dipublikasikan deklarasi bersama untuk mengurangi gas emisi CO2 di dalam pengoperasian pelabuhan yang ditandatangani oleh Otorita Pengelola Kota dan Pelabuhan-Pelabuhan besar di 40 (empat puluh) negara. Selanjutnya “The International Association of Port and Harbours (IAPH) telah mendeklarasikan “IAPH Tool Box for Port Clean Air Programs”. Tool Box menyampaikan informasi dan isu-isu tentang kualitas udara dan fokus terhadap kegiatan-kegiatan kemaritiman dan strategi mengurangi gas emisi. Sarana untuk menerapkan pengetahuan tentang proses clean air progres dan strategi-strategi untuk udara bersih melalui pengawetan kembali mesin-mesin tua, teknologi yang efektif mengurangi gas emisi, pemakaian energi alternatif yang lebih bersih untuk kegiatan operasional kemaritiman, seperti untuk truk-truk kontainer, kapal-kapal besar dengan peralatan penanganan kargo atau cargo handling. Tindak lanjut dari Deklarasi tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah asosiasi yaitu “Board Harbord Home Comicioners” yang beranggotakan lebih dari 50 perusahaan pelayaran dan telah berpartisipasi dalam mengurangi polusi udara, di mana pada tahun 2007 telah berhasil menurunkan 620 ton polusi udara (Mongelluzzo, 2008). Selain mengenai pengurangan gas emisi CO2, maka tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan limbah di kawasan pelabuhan (reception facilities).
31
Salah satu usaha dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di kawasan pelabuhan adalah kegiatan rutin operasional kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan yang menghasilkan limbah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, maka untuk mencegah terjadinya pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup, maka limbah yang dihasilkan dari kegiatan rutin operasionil kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan perlu dikelola. Berdasarkan hasil penelitian studi dari Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masih terdapat adanya pengeloaan limbah B3 yang illegal di pelabuhan. Tujuan pengelolan limbah di pelabuhan ini adalah untuk meminimalisasi terkontaminasinya media lingkungan pesisir, pantai dan perairan oleh limbah B3, memudahkan pengawasan transboundary movement limbah di pelabuhan, serta pendataan dan legalitas pengeloaan limbah di kawasan pelabuhan di Indonesia (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009). 2.3.2
Kebijakan Pengembangan Ecoportdi Indonesia Dalam rangka menindaklanjuti komitmenPemerintah Republik Indonesia
atas hasil-hasil Johannesburg Summit tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development), maka Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tahun 2004 telah menerapkan kebijakan pengelolaan
pelabuhan
yang
berwawasan
lingkungan
(ecoport),
dengan
menerbitkan Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport). Ecoportmerupakan label generik yang dikenakan pada pelabuhan yang menerapkan upaya-upaya, dan cara-cara yang sistemik dan bersifat ramah lingkungan atau environmental friendly dalam pembangunan, pengembangan dan pengoperasian pelabuhan (Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, 2004). Di dalam suatu pelabuhan berwawasan lingkungan(ecoport), semua pihak yang
berkecimpung
di
dalamnya
dan
berkepentingan
dengan
kegiatan
kepelabuhanan didorong dan diajak untuk terlibat secara sukarela (voluntary) untuk menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan. Melalui ecoport berbagai masalah atau isu lingkungan hidup di pelabuhan, seperti misalnya rendahnya mutu udara dan kebisingan, rusaknya keanekaragaman hayati, cagar budaya, serta tingginya resiko
32
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan pelabuhan, secara sistematis dirancang untuk diatasi, diimplementasikan, dipantau, dikaji ulang, dan kemudian diimplementasikan kembali oleh manajemen pelabuhan. Demikian seterusnya dilakukan secara berulang-ulang sehingga terbangun siklus kegiatan yang bersifat tanpa henti (never ending process) untuk perbaikan mutu lingkungan hidup pelabuhan. Itulah sebenarnya yang menjadi esensi penerapan ecoport, yaitu agar berbagai masalah atau isu lingkungan di pelabuhan secara sistemik dirancang, diimplementasikan, dan dipantau oleh pengelola pelabuhan termasuk stakeholder tanpa henti. Apabila tercapai kelestarian fungsi lingkungan pelabuhan, maka terjadi hubungan yang serasi, seimbang, dan selaras antara manusia dan lingkungannya di dalam kawasan pelabuhan serta akan mendukung pembangunan berkelanjutan. Direktorat
Jenderal
Perhubungan
Laut
Kementerian
Perhubungan
mengemukakan bahwa untuk pembangunan pelabuhan baru, dan penataan pelabuhan lama, harus mengakomodasi aspek lingkungan, mulai dari tahap perencanaan,
perancangan,
pembangunan
dan
pengoperasian.Tujuan
dari
mengakomodasi aspek lingkungan tersebut adalah : 1) Membangun kebersamaan dan keterpaduan seluruh stakeholder dalam pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan. 2) Menerapkan prinsip good environmental governance (tata praja lingkungan) secara
konsisten
dengan
memperhatikan
tata
ruang,
kemampuan
sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana dan kapasitas kelembagaan. 3) Mencegah dan mengendalikan sumber pencemaran lingkungan sehingga lingkungan pelabuhan bebas dari sampah, minyak dan jenis limbah lainnya. 4) Meningkatkan koordinasi antara instansi terkait dan semua stakeholder, sehingga terwujud hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara manusia dan lingkungannya, mendukung pembangunan berkelanjutan di lingkungan kawasan pelabuhan atau daerah lingkungan kerja pelabuhan. Sesuai topik penulisan disertasi, maka pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan menjamin kelanjutan pengembangan pelabuhan dalam jangka panjangsebagai bagian dari penerapan kebijakan pembangunan “ berkelanjutan. Pelabuhan berwawasan lingkungan sebagai bagian komitmen deklarasi pembangunan berkelanjutan sudah menjadi kebutuhan nyata setiap negara
33
maritim. Hal ini diakibatkan tingginya pencemaran laut yang salah satunya diakibatkan aktivitas pelabuhan laut, yang menimbulkan dampak negatif secara spesifik terhadap keselamatan pelayaran dan pencemaran laut. Pencemaran laut pada umumnya diakibatkan oleh masuknya zat-zat pencemar ke perairan laut, baik yang berasal dari laut maupun dari darat. Bertambahnya bahan pencemaran akibat kegiatan di darat maupun di perairan akan berpengaruh terhadap ekosistem organisme yang hidup di perairan tersebut. Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi perairan, tetapi suatu konsentrasi dari bahan pencemaran dapat menyebabkan kematian, dan menghambat pertumbuhan suatu organisme. Demikian pula kandungan bahan tertentu yang berlebihan juga dapat menimbulkan adanya salah satu golongan berkembang sangat cepat, sehingga kondisi ini tidak menguntungkan bagi kondisi perairan tersebut. Pada suatu perairan yang belum tercemar, biasanya dihuni oleh komunitas biota, yang terdiri dari banyak jenis dengan populasi kecil atau sedang dan sebaliknya dalam perairan yang tercemar, komunitas biotanya hanya terdiri dari sedikit jenis dengan populasi yang besar. Sebagai dasar penilaian terhadap adanya pengaruh atau dampak lingkungan berupa pencemaran laut yang telah terjadi di perairan pelabuhan dapat dilihat dari hasil pemantauan lingkungan dengan menggunakan Nilai Ambang Batas (NAB), yang merupakan kriteria baku mutu air untuk biota laut (sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep-02/MENLH/1998). Pengaturan mengenai laut secara umum diatur dalam UNCLOS (United Nations Convention on The Law of Sea 1982/UNCLOS, 1982) yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 dan dikenal dengan Hukum Laut (Law of The Sea-1982). Secara umum negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan ekologi laut, serta harus mengambil semua tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut dari sumber apapun. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya pengembangan pelabuhan, akan terjadi benturan kepentingan antara pembangunan dari sisi ekonomi disatu sisi, dengan pelestarian lingkungan disisi lain. Benturan dari dua kepentingan tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif. Pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) diharapkan
34
akan memberi solusi untuk mengatasi dampak negatif dari pembangunan pesat di kawasan pelabuhan. Pelabuhan berwawasan lingkungan merupakan salah bentuk komitmen Pemerintah Indonesia mendukung kesepakatan internasional pada Deklarasi Johannesburg Summit dan Deklarasi World Ocean Converence di Manado tahun 2009 tentang pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan. Indonesia telah memiliki program dan strategi pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan yang dituangkan ke dalam Agenda 21 Nasional. Di dalam program tersebut termasuk pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan, di antaranya kegiatan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian pelabuhan dan kegiatan terkait lainnya. Pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan tidak terlepas dari pengoperasian pelabuhan yang ramah lingkungan. Aspek teknologi dari pembangunan berkelanjutan dicerminkan oleh seberapa jauh pengembangan dan pengoperasian kegiatan utama di kawasan pelabuhan dapat meningkatkan pelayanan dan kualitas lingkungan pelabuhan, sehingga dapat meminimumkan dampak negatif akibat dari kegiatan kepelabuhanan tersebut. Teknologi ramah lingkungan diterapkan dalam pengurangan gas emisi CO2 dan pengelolaan limbah dalam kegiatan pelabuhan, pemeliharaan infrastruktur, penghijauan lingkungan. Terdapat dua elemen utama pelabuhan, yaitu (i) elemen sarana pelabuhan atau kapal laut dan (ii) elemen prasarana dan fasilitas pelabuhan atau terminal laut. Antara sarana dan prasarana pelabuhan memiliki keterkaitan yang sangat erat, di mana perkembangan teknologi sarana angkutan laut sedapat mungkin diimbangi dengan perkembangan teknologi prasarana pelabuhan. Hal ini merupakan konsekuensi dari timbulnya dimensi kecepatan dan keamanan dalam transportasi laut. Pesatnya pertumbuhan sarana dan prasarana pelabuhan, termasuk alat transportasi laut (perkapalan) dan transportasi darat (angkutan kontainer) serta peralatan angkutan bongkar-muat barang menyebabkan penggunaan energi dalam volume yang tinggi dan akan mengeluarkan gas emisi CO2 yang mencemari udara kawasan pelabuhan. Hal tersebut di atas disadari menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim (climate change). Oleh sebab itu para pengelola pelabuhan di dunia menyepakati untuk mempersyaratkan pengoperasian pelabuhan dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan (environmentally port).
35
2.3.3
Program dan PedomanTeknis Pengembangan Ecoport di Indonesia Program pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan merupakan
salah satu program
dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan yangdinamai Program Bandar Indah (Ecoport). Program Bandar Indah (Ecoport) adalah dalam rangka mengatasi berbagai masalah atau isu lingkungan hidup di pelabuhan (misalnya penurunan kualitas air laut, pencemaran udara dan kebisingan, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan kesehatan dan keselamatan kerja). Program Bandar Indah secara sistemik dirancang dan diimplementasikan oleh penyelenggara dan pengelola pelabuhan termasuk stakeholder. Sasaran Program Bandar Indah(Ecoport)adalah terwujudnya kompetensi di bidang lingkungan bagi para pengelola dan penyelenggara pelabuhan, sehingga mampu melakukan pengelolaan lingkungan pelabuhan, diantaranya : 1) Peningkatan kualitas kebersihan daratan dan perairan kolam daerah lingkungan pelabuhan dengan cara menurunkan pencemaran yang masuk ke pelabuhan, terutama limbah cair, sampah, sedimen, sanitary, dan limbah B3 (termasuk minyak). 2) Peningkatan tingkat kebersihan, keteduhan, dan keasrian lingkungan dalam kawasan pelabuhan. 3) Peningkatan sarana pelayanan, keamanan, ketertiban, dan keselamatan umum. 4) Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
dan
sumber
daya
manusia
pengelolalingkungan di kawasan pelabuhan. 5) Peningkatan kinerja pelayanan dan keselamatan kerja di pelabuhan. 6) Mengimplementasikan Peraturan dan Pedoman Teknis yang mendukung pengelolaan lingkungan pelabuhan untuk terwujudnya kepastian hukum. 7) Meningkatkan peran aktif stakeholders dalam mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Dalam perwujudan pelabuhan berwawasan lingkungan, Ditjen Perhubungan Laut melakukan penilaian terhadap pengelolaan Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Khusus. Terkait dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok dirumuskan Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan dari Ditejen Perhubungan Laut tahun 2004 yang disajikan pada Tabel 2.
36
Tabel 2 Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan Komponen a. Kondisi fisik air
Lokasi
Kriteria
a. Muara sungai b. Kolam pelabuhan
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 1. 2.
Pelabuhan/terminal penumpang a.l: tempat jual tiket, ruang tunggu, ruang tunggu antar jemput, perkantoran, restoran, toko, toilet, dan prasarana umum
1. 2. 3. 4.
Tempat parkir, garasi/pool kendaraan, pencucian kendaraan dan peralatan pengisian BBM, bengkel, bongkar muat, gudang dan prasarana pembantu kegiatan pelabuhan Lokasi pengerukan Lokasi penempatan hasil keruk
1. 2. 3. 4.
g. Aktivitas penghancuran kapal tua, penyimpanan logam bekas, perbaikan dan pemeliharaan kapal h. Aktivitas pengisian BBM untuk kapal, kendaraan bermotor, peralatan bongkar muat i. Aktivitas perawatan kapal dan peralatan kapal
Lokasi penanganan penyimpanan dan penghancuran kapal tua/besi tua Lokasi pompa pengisian untuk kapal, kendaraan bermotor, dan peralatan bongkar muat
j. Aktivitas pembangunan dermaga, gudang, lapangan penumpukan dan galangan
Lokasi pembangunan fasilitas pelabuhan
k. Aktivitas operasional fasilitas pelabuhan
Emisi udara dari kapal dan udara di kawasan pelabuhan
l. Aktivitas operasional fasilitas pelabuhan
1. Dermaga bongkar muat 2. Gudang 3. Lapangan penumpukan
m. Fasilitas pengendalian pencemaran
1. Lokasi Reception Facilities (RF) 2. Lokasi fasilitas penanggulangan tumpahan minyak yang sifatnya darurat 3. Lokasi peralatan pengelolaan air ballast
Tipe/jumlah bahan pencemar, misal cat pelarut, logam berat, asbestos, minyak, sedimen, BBM, atau bahan padat lainnya. 1. Kebocoran/rembesan 2. Jenis bahan pencemar 3. Volume kebocoran 4. Frekuensi/aktivitas pengisian BBM 1. Frekuansi perawatan kapal 2. Dokumen perawatan kapal 3. Tersedianya SOP baku atau penataan peraturan terkait 1. Dokumen pembangunan fasilitas 2. Pola garis kedalaman 3. Besaran pendangkalan 4. Penataan peraturan terkait 1. Baku mutu kualitas udara di kawasan pelabuhan 2. Penataan peraturan terkait 1. Jumlah sampah/bahan pencemar lainnya 2. Penataan baku mutu udara & kebisingan 1. Kondisi dan penanganan RF 2. Pemanfaatan RF 3. Pemeliharaan RF 4. Ketersediaan tempat pengumpulan limbah padat dan cair 5. Ketersediaan oil boom dispresent, oil skimmer pompa minyak dan peralatan lain
b. Sampah c. Aktivitas di pinggiran (industri/pemukiman) d. Prasarana pelayanan umum antara lain: 1. Tempat sampah 2. Selokan 3. Penataan kios/toko/sarana publik 4. toilet e. Prasarana kegiatan pelabuhan meliputi: 1. Tempat sampah 2. Peralatan pencegahan pencemaran 3. Selokan f. Aktivitas pengerukan dan penempatan bahan/hasil pengerukan (reklamasi)
Lokasi tempat perawatan dan peralatan yang berkatan perawatan kapal
Tingkat kekeruhan Lapisan minyak Biotis perairan Gulma air Baku mutu kualitas perairan Volume Jenis Tempat buangan limbah domestik Penataan baku mutu limbah (industri/domestik) Jumlah tempat sampah Jenis, volume Kondisi kebersihan Kondisi drainase pembuangan
Jenis pencemar Jumlah pencemar Tingkat kelancaran aliran drainase Ketersediaan peralatan pencegahan pencemaran
1. Dokumen lingkungan 2. Dokumen risiko lingkungan 3. Penataan peraturan
37
Komponen
Lokasi
n. Fasilitas limbah tinja dan IPAL
Lokasi limbah tinja dan IPAL
o. Kawasan perkantoran yang berada di daerah lingkungan kerja pelabuhan
Lokasi gedung kantor, halaman kantor, jalan, selokan, ruang terbuka hijau/taman pelabuhan Lokasi penempatan penunjang keindangan dan keamanan kawasan pelabuhan
p. Estetika pelabuhan secara umum, antara lain papan nama, reklame, poster, lampu penerangan, marka jalan, ruang terbuka hjau, tampilan ciri khas q. Sarana dan prasarana keamanan dan keselamatan umum r. Sarana dan prasarana jalan
s. Sistem drainase meliputi kondisi fisik, air, sampah, dan fasilitas umum yang menggunakan drainase t. Kawasan industri yang berada di daerah lingkungan pelabuhan
Lokasi pos keamanan, fasilitas informasi keselamatan, rambu, dan marka jalan Lokasi jalan utama, jalan penghubung, dan jalan lokal
Semua lokasi fasilitas pelabuhan yang menggunakan sistem drainase
Kriteria 6. Adanya tumpahan minyak ke perairan, atau pembuangan air ballast kapal yang mengandung minyak cukup banyak, serta adanya organism tertentu yang dapat menganggu perairan setempat 1. Kondisi 2. Pemanfaatan 3. Pemeliharaan 1. Volume sampah lingkungan 2. Tersedianya tempat sampah 3. Jumlah pohon peneduh 4. Luas areal penghijauan 1. Tata letak 2. Bentuk tampilan 3. Pemeliharaan
1. Kondisi terawat atau tidak terawat 2. Dimanfaatkan atau tidak 1. 2. 3. 4. 1. 2.
Jumlah sampah Penanganan sampah Tanaman penghijauan Ketersediaan drainase Tingkat kebersihan Kondisi drainase
Lokasi masing-masing industri dalam kawasan pelabuhan
1. Volume/jenis limbah industri 2. Tingkat kelancaran drainase 3. Penataan peraturan terkait baku mutu limbah cair, padat, atau B3 u. Perlindungan mamalia lat Lokasi olah gerak kapal 1. Dokumentasi/laporan adanya dan habitat laut yang peka dampak pelayaran terhadap mamalia/habitat yang peka 2. Jumlah personil yang mengikuti training 3. Aktivitas kegiatan konservasi laut yang terkait dampak pelayaran (Sumber: Diolah dari Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport),Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2004. (2011)
Pedoman pengumpulan data untuk penilaian Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) disajikan pada Lampiran 1. Agar siklus ini tetap dapat berjalan dengan baik, manajemen pelabuhan memilih pola manajemen yang efektif untuk menangani isu lingkungan hidup seperti Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 atau Eco Management and Adult Scheme (EMAS) atas Audit Lingkungan.Sistem Manajemen Lingkungan. ISO 14001 adalah alat pengelolaan yang memungkinkan tiap organisasi untuk: 1) Identifikasi dan mengendalikan dampak lingkungan dari tiap kegiatan, hasil, dan pelayanan dari setiap unit organisasi. 2) Meningkatkan kinerja bagian lingkungan secara berkelanjutan.
38
3) Implementasi pendekatan secara sistematis untuk mengatur tujuan dan target dari organisasi. Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan ProgramEcoport yang diusulkan Ditjen Perhubungan Laut dengan istilah Bandar Indah, terbagi atas aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek pembiayaan dan aspek teknis operasional.Keberhasilan programecoport di kawasan pelabuhan dapat melalui tolok ukur penurunan beban pencemaran akibat limbah sampah, sanitary, dan B3 (termasuk minyak) dan terbentuknya kelembagaan yang kuat bagi pengendalian pencemaran di lingkungan pelabuhan. Manfaat
positif
programecoportadalah
yang
manfaat
dapat
dirasakan
ekonomi,perbaikan
dari
keberhasilan
estetika,Kesehatan
dan
Keselamatan Kerja (K3),konservasi ekologi,integrasi dengan masyarakat lokal,dan tercapainya keseimbangan ekonomi, sosial dan ekologi.Untuk itu diperlukan penerapan secara bertahap, yaitumembangun jaringan kerja dan media pertukaran informasi
dengan
mensosialisasikan
pelabuhan sistem
lain,
meningkatkan
manajemen,
kepedulian
meningkatkan
lingkungan,
kompetensi
untuk
menjalankan sistem, mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan yang dipilih, dan melakukan kegiatan pemantauan lingkungan secara berkala. Fasilitas pengelolaanlingkungan di kawasan pelabuhan dalam pelaksanaan program ecoportadalah: 1) Fasilitas pencegahan pencemaran : Alur/kanal untuk membersihkan air yang terkontaminasi, zona pembatas (buffer zone) untuk pencegahan polusi, dan fasilitas lain untuk pencegahan polusi di pelabuhan. 2) Fasilitas pembuangan limbah : kanal di areal pembuangan, fasilitas pembungan limbah (padat dan cair), incinerator/carbonizer limbah, penghancur limbah padat, fasilitas pembuangan limbah cair (minyak, limbah sanitasi, dll), juga fasilitas lain untuk limbah-limbah lainnya. 3) Fasilitas perlindungan lingkungan : pantai yang bersih, tempat terbuka, daerah hijau, landskap, ruang / tempat buang air, serta fasilitas lingkungan lainnya. 4) Fasilitas kenyamanan : toilet, tempat singgah sementara, klinik kesehatan, fasilitas rekreasi dan fasilitas lain untuk anak buah kapal dan pekerja pelabuhan.
39
5) Fasilitas perkantoran pelabuhan : kantor pelabuhan, kantor untuk pengguna jasa, fasilitas perkantoran lainnya. Untuk pengelolaan lingkungan pelabuhan ecoport,maka Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menetapkan standar program pengelolaan lingkungan pelabuhan terlihat pada Bagan Alir yang disajikan padaGambar 4. Program Pengelolaan Pelabuhan
Program Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan
Program Ecoport
Aspek Program
Sarana dan Tolok Ukur
- PeningkatanK apasitas Kelembagaan Bidang Lingkungan
- Peningkatan Partisipasi Stakeholder yang terlibat dalam Pengelolaan Lingkungan
- Berkurangnya Dampak Lingkungan di Pelabuhan
- Peningkatan Kebersihan, Kenyamana, Kesehatan, Keselamatan, di pelabuhan
- Kelembagaa n dan Personil
- Hukum Ketentuan Pelaksanaan - Penegakan Hukum
Pembiayaan Kegiatan Lingkungan
Terkait dengan Operasional
Gambar 4. Bagan Alir Standar Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan (Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia, 2004)
Standar program pengelolaan lingkungan pelabuhan pada Bagan Alir tersebut di atas, selanjutnya dapat diterjemahkan pada sasarandan standarecoportdi Indonesia yang dirumuskan pada Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia sebagaimana disajikan Tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Sasaran dan Standar Pelabuhan Berwawasan Lingkungan di Indonesia No.
Sasaran
1
Peningkatan kualitas kebersihan daratan dan perairan kolam pelabuhan
2
Peningkatan kebersihan, keteduhan dan keasrian lingkungan kawasan pelabuhan
Standar
Kualitas lingkungan pelabuhan di BawahAmbang Mutu (BAM) dan di bawah standar Indeks Pencemaran (IP) a. Penghijauan memenuhi standar b. Kondisi fisik baik, teduh, nyaman, asri, teratur dan tidak berisik c. Rencana Tata Ruang sesuai Master Plan Pelabuhan dan RTRW setempat Sarana dan prasarana fisik terpenuhi, sehingga pelayanan angkutan barang dan penumpang lancar Kelembagaan terkoordinasi secara baik termasuk dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan
Peningkatan sarana pelayanan lingkungan, keamanan, kebersihan dan keselamatan umum Peningkatan kapasitas kelembagaan 4 pengelolaan lingkungan kawasan pelabuhan Peningkatan kinerja pelayanan, 5 keamanan dan keselamatan kerja di Kecelakaan seminimal mungkin pelabuhan Sumber : Diolah dari Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI, 2004.(2011) 3
40
Sebagai sasaran awal penerapan programecoportyang disebut progam Bandar Indahadalah pada 20 pelabuhan di Indonesia,dan salah satu di antaranya untuk pelabuhan umumadalah untuk Pelabuhan Tanjung Priokdan untuk pelabuhan khusus adalah pelabuhan Pertamina di Balongan dan Bontang. 2.4
Pertumbuhan Ekonomi Regional dan Arus Barang Pengembangan pelabuhan sangat terkait dengan kebijakan pembangunan
ekonomi regional, khususnya pertumbuhan ekonomi regional. Pertumbuhan eknomi regional adalah pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pertumbuhan pendapatan regional. Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di wilayah
tersebut. Pendapatan regional adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang mengalir masuk. Perhitungan pendapatan regional dilakukan dengan metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah regional itu sendiri. Metode tidak langsung menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing-masing daerah (Tarigan, 2004). Di dalam studiJapan International Cooperation Agency (JICA)tentang pengembangan pelabuhan di kota Metropolitan Jakarta yaituThe Study for Development of the Greater Jakarta Metropolis Port in the Republic of Indonesia, untuk menghitung proyeksipertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok dilakukan pendekatan dengan teori basis ekonomi ekspor (JICA, 2003). Teori basis ekonomi ekspor (economic export base theory)menyatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor atau pertumbuhan arus barang yang diangkut dan dikeluarkan dari wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah arus barang/produk/jasa ke luar wilayah lain dalam negara itu, maupun ke luar negeri.Kegiatan basis yang dibagi atas pendapatan dan lapangan kerja adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous, atau tidak tergantung pada kekuatan intern permintaan lokasi perekonomian wilayah, sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya (Tarigan, 2004).Proyeksipertumbuhan arus barang dari dan ke pelabuhan merupakan pertimbangan utama dalam merencanakan pengembangan suatu
41
pelabuhan. Proyeksipertumbuhan arus barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi daerah belakangnya. Pertumbuhan ekonomi daerah belakang Pelabuhan Tanjung Priok sendiri tercermin dari pertumbuhan kegiatan perdagangan dan jasa serta pertumbuhan kegiatan industri di dalam dandi luar kawasan industri. 2.5
Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan Aspek sosial ekonomi pelabuhan dan kawasan penyangga meliputi kondisi
aspek sosial pekerja di kawasan pelabuhan dan aspek sosial ekonomi masyarakat kawasan penyangga pelabuhan. Aspek sosial di kawasan pelabuhan adalah aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) para pekerja di pelabuhan dan kondisi keamanan pelabuhan. Semakin sedikit tindak kecelakaan di pelabuhan berarti semakin tinggi aspek sosialnya. Menurut The International Save and Port Facility Security Code (ISPS Code, 2005), tiap pelabuhan wajib meminimalkan gangguan dan penundaan bagi para penumpang, kapal, pengunjung dan personil kapal, barang-barang, dan jasa. Di dalam penilaian keamanan fasilitas pelabuhan terdapat beberapa unsur, yaitu: 1) Identifikasi dan evaluasi tentang infrastruktur dan aset penting yang harus dilindungi 2) Identifikasi tentang kemungkinan ancaman terhadap aset dan infrastruktur dan memprioritaskan tindakan keamanan 3) Identifikasi pemilihan dan prioritas tindakan balik, pertahanan, dan perubahan prosedur dalam mengurangi sifat rentan terhadap serangan 4) Identifikasi kelemahan termasuk faktor manusia di dalam infrastruktur kebijakan dan prosedur Keberadaan dan pertumbuhan pelabuhan memberikan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat di kawasan sekitar pelabuhan sebagai kawasan penyangga pelabuhan. Dampak sosial ekonomidari pertumbuhan pelabuhan terhadap eksistensi masyarakat meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan daya absorbsi masyarakat. Eksistensi masyarakat diukur dari standar perilaku masyarakat di kawasan sekitar pelabuhan, dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan pelabuhan, berupa aturan yang harus ditaati anggota masyarakat, baik antara individu dengan individu, antar individu dengan kelompok, maupun antar
42
kelompok dengan kelompok lain. Aturan di dalam masyarakat dimaksud di atas dapat berbentuk nilai, norma, hukum, dan aturan-aturan khusus. Kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar kawasan pelabuhan yang dipengaruhi keberadaan dan pertumbuhan ekonomi pelabuhanadalah berupa pertumbuhan kesempatan kerja di berbagai sektor pelabuhan dan non pelabuhan, pertumbuhan tingkat pendapatan masyarakat dan peningkatan kondisi kesehatan masyarakat di kawasan sekitar pelabuhan. Pertumbuhan pelabuhan juga mempengaruhi daya absorbsi masyarakat. Asumsi bahwa suatu lingkungan masyarakat mempunyai suatu daya absorbsi, yaitu daya serap atau peredam terhadap gejolak sosial yang dapat menimbulkan goncangan akibat adanya perubahan dan pertumbuhan yang sangat cepat (1985). Perubahan dan pertumbuhan kawasan yang sangat cepat di sekitar kawasan pelabuhan besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok, dapat menimbulkan gejolak sosial masyarakat sekitar pelabuhan. Akan tetapi gejolak sosial masyarakat itu dapat diredam oleh daya absorsi dari masyarakat di lingkungan setempat, walaupun masyarakat tersebut terdiri dari berbagai kelompok dan golongan atau merupakan masyarakat heterogen. Kondisi dan situasi masyarakat disekitar kawasan Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu subjek penelitian studi dari analisis dampak sosial ekonomi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priokyang berwawasan lingkungan. 2.6
Penataan Ruang Kawasan Pelabuhan Batas kawasan pelabuhan yang ditetapkan sesuai PP No.61 tahun 2009
tentang Kepelabuhanan adalahBatas-Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan berdasarkan Rencana Induk yang telah disahkan. Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan pada umumnya ditetapkan dengan koordinat geografi untuk menjamin keselamatan pelayaran. Daerah Lingkungan Kerja Daratan Pelabuhan digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan fasilitas pokok seperti dermaga, gudang, terminal, lapangan penumpukan dan lain-lain serta fasilitas
penunjang
seperti
perkantoran,
pengembangan
pelabuhan,
dan
perdagangan. Daerah Lingkungan Kerja Perairan Pelabuhan digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, perairan tempat labuh, perairan untuk tempat alih muat antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
43
kegiatan tempat perbaikan kapal dan lain-lain. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar daerah lingkungan kerja perairan, yang digunakan untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal mati, kegiatan pemanduan dan fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal. Kawasan pelabuhan sesuai batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan memerlukan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan. Undang-Undang
No
26
Tahun
2007
tentang
Penataan
Ruang
mendefinisikan tata ruang sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Untuk evaluasi perencanaan tata ruang laut termasuk kawasan pelabuhan tidak bisa dilihat ruang per ruang sebagai satu per satu wilayah geografis, melainkan sebagai satu kesatuan yang saling terkait satu sama lain atau memiliki keterpaduan. Isu pembangunan berkelanjutan
sejak
Agenda
21
mengharuskan
penataan
ruang
untuk
mempertimbangkan dasar-dasar pendekatan area kelautan terintegrasi. Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010-2030 pasal 80, dibuat salah satu rencana, yaitu pengembangan kawasan khusus. Penetapan kawasan khusus ini didasarkan pada kedudukan, peran dan fungsi Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penataan ruang kawasan khusus diselenggarakan guna optimalisasi fungsi-fungsi khusus kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai peran dan fungsi mendukung Jakarta sebagai Ibukota Negara RI. Pengelolaan kawasan khusus dapat langsung dilakukan oleh Pemerintah atau dapat dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu kawasan khusus di DKI Jakarta adalah Tanjung Priok yang ditetapkan sebagai kawasan khusus pelabuhan.
44
Sistem penataan ruang daratan hendaknya terintegrasi dengan sistem penataan ruang laut untuk menjamin terpadunya pengelolaan darat dan lautan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, maka Tata Ruang Laut dalam definisinya dapat diartikan sebagai sebuah rencana strategis mengenai pengaturan, pengelolaan, dan perlindungan lingkungan laut dari berbagai kepentingan kumulatif, yang berpotensi akan menimbulkan konflik di area penggunaan laut. Perencanaan tata ruang kawasan pelabuhan sebagai salah satu bagian dari wilayah pesisir memerlukan ketersediaan data dan informasi yang akurat, obyektif dan siap dipakai serta mudah diakses dalam bentuk Sistem Informasi Geografis. Untuk perencanaan pengembangan suatu kawasan, termasuk kawasan pelabuhan diperlukan analisis kesesuaian pemanfaatan ruang fungsi-fungsi eksisting dengan Rencana Tata Ruang yang ada dengan metode Sistem Informasi Geografis. Berdasarkan SK Menteri Perhubungan No. PM 42 Tahun 2011, rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dilakukan berdasarkan tahapan, yaitu: 1) Jangka pendek, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 2) Jangka menengah, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2020 3) Jangka panjang, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2030 Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk di kawasan ini adalah untuk keperluan peningkatan pelayanan jasa kepelabuhanan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya serta pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya. 2.7 Kelembagaan Kepelabuhanan Kelembagaaan merupakan aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Kelembagaan dapat dimaknai sebagai regulasi perilaku yang secara umum diterima oleh anggotaanggota kelompok sosial, untuk perilaku spesifik dalam situasi yang khusus, baik yang diawasi sendiri maupun dimonitor oleh otoritas luar (Rutherford, 1994).Kelembagaan memiliki tiga komponen, yakni : 1) Aturan formal (formal institusions), meliputi konstitusi, statuta, hukum dan seluruh regulasi pemerintah lainnya.
45
2) Aturan informal (informal institusions), meliputi pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tentang dunia tempat hidup mereka, 3) Mekanisme penegakan hukum (enforcement mechanism). Kelembagaan menyangkut kepelabuhanan mengalami berkali-kali perubahan, terakhir dengan diterbitkannya UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pengganti UU No.21 tahun 1992 tentang Pelayaran yang lama dan PP Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pengganti PP Nomor 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan lama. Terdapat perubahan yang mendasar dari aspek kelembagan di dalam pengelolaan kepelabuhanan, yaitu dipisahkannya antara fungsi regulator(pengaturan) dengan fungsi operator(pengoperasian), termasuk diantaranya pemisahan dalam fungsi pengambilan kebijakan dan fungsi operasional pengelolaan dan pengendalian lingkungan di kawasan pelabuhan di Indonesia. Di berbagai negara terdapat berbagai status dan bentuk kelembagaan pengelolaan pelabuhan.Pengelolaan pelabuhan ada yang dikelola Pemerintah Pusat dan ada yang dikelola Pemerintah Daerah atau Kota dan ada yang dikelola Badan Usaha, baik itu Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Swasta, dan ada yang dikelola berupa bentuk Otorita. Beberapa pelabuhan besar di dunia seperti Pelabuhan Rotterdam dikelola oleh Pemerintah Daerah/Kota Rotterdam dengan membentuk Otorita, yaitu RotterdamPort Of Authority, dan pelabuhan Singapura dikelola oleh Pemerintah Pusat merangkap Pemerintah Kota, karena Singapura selaku sebuah negara sekaligus sebuah kota, dengan membentuk Otorita yaitu Port of Singapore Authority. Untuk kelembagaan pelabuhan di Indonesia dengan diterbitkannya UndangUndang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, telah dilakukan pemisahan antara Otoritas Pelabuhan sebagai regulator dan PT Pelindo (Persero), Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) sebagai terminal operator di lingkungan pelabuhan di seluruh Indonesia. Khusus untuk Pelabuhan Tanjung Priok telah dibentuk Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sesuai dengan dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. PM 63/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas PelabuhanTanjung Priok, sehingga telah ada pemisahan fungsi regulator di Pelabuhan Tanjung Priok dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan PT Pelindo II (Persero) berfungsi hanya sebagai terminal operator.
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Kerangka Pemikiran Studi Pelabuhan sebagai salah satu elemen transportasi memegang peranan yang
sangat penting dalam menunjang dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan regional. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok memegang peranan strategis sebagai pintu gerbang (gateway) Indonesia ditinjau dari kegiatan usaha angkutan barang ekspor-impor. Peranan strategis Pelabuhan Tanjung Priok terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan regional perlu dijaga keberlangsungannya. Sejalan
dengan
mainstream
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development), maka kebijakan sektor perhubungan, yaitu sub sektor perhubungan laut juga mengadopsi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian kebijakan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai bagian dari sub sektor perhubungan laut harus mengikuti prinsip-prinsip berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. Penerapan prinsip berkelanjutan dalam konteks kegiatan pelabuhan merupakan upaya menciptakan pelabuhan yang berwawasan lingkungan dengan melaksanakan “Program Ecoport”. Ecoport adalah label generik yang dikenakan pada pelabuhan yang menerapkan upaya-upaya, cara-cara yang sistemik dalam pembangunan, pengembangan dan pengoperasian pelabuhan yang ramah lingkungan. Kebijakan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan merupakan bagian dari kebijakan pembangunan berkelanjutan. Kebijakan pembangunan pelabuhan yang berkelanjutan adalah bagian dari kebijakan pengelolaan terpadu dan berkelanjutan wilayah pesisir Teluk Jakarta, dalam arti pengelolaan sumberdaya alam wilayah pesisir dan lautan, yang mempertimbangkan aspek berkelanjutan. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari Agenda 21 Nasional, tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam yang mempertimbangkan aspek pembangunan sumber daya alam berkelanjutan (sustainable development). Bagan Alir Kaitan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan dengan Pembangunan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud, disajikan pada Gambar 5.
48
Pengelolaan SDA yang mempertimbangkan Aspek Berkelanjutan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA) Pesisir dan Lautan
Pengelolaan Wilayah Pesisir & Lautan
Pengelolaan Wilayah Pesisir Teluk Jakarta terpadu dan berkelanjutan
Kriteria Lingkungan Mempertimbangkan Aspek Berkelanjutan
Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Teluk Jakarta
Pembangunan kawasan berkelanjutan
Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok
Master Plan Pengemba ngan Pelabuhan
Pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok
Agenda 21 Nasiona l
PP.No.26/08 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
- UU. No. 17/ 2008 tentang Pelayaran - PP No.61/ 2009 tentang Kepelabuhanan
Kondisi Eksisting Pelabuhan & Kawasan Penyangga
Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport)
Gambar 5
Bagan Alir Kaitan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan.
Bagan Alir sebagaimana Gambar 5 dijabarkan dan diterjemahkan kedalam Kerangka Pemikiran Studi, yang merupakan rangkaian tahapan penelitian dalam satu rangkuman yang tidak terlepas satu dengan yang lainnya. Pada tahap awal dilakukan penelitian terhadap kondisi eksisting dan pertumbuhan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok yang menyebabkan terjadinya perubahanperubahan mendasar dan menimbulkan berbagai dampak, khususnya dampak
49
terhadap lingkungan. Perubahan dan dampak-dampak lingkungan tersebut merupakan permasalahan yang perlu diatasi secara menyeluruh (komprehensif) dalam rangka menciptakan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok yang berwawasan lingkungan. Pelabuhan Tanjung Priok dengan berbagai faktor pendukungnya mempunyai potensi untuk ditata dan dikembangkan, baik dengan memperluas ke arah laut melalui reklamasi atau diperluas dan dikembangkan ke sisi Timur sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta. Pada saat ini merupakan suatu fakta bahwa dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, maka Pelabuhan Tanjung Priok masih merupakan pelabuhan ekspor-impor utama terbesar di Indonesia. Pertumbuhan ekspor-impor dan antar pulau melalui Pelabuhan Tanjung Priok meningkat terus karena kegiatan industri, perdagangan dan jasa di daerah belakangnya juga timbul terus. Di sisi lain kapasitas pelabuhan dan intrastruktur pendukungnya terbatas, sehingga terjadi berbagai masalah di kawasan pelabuhan, di antaranya penurunan kualitas lingkungan, pemanfaatan ruang tidak sesuai fungsi pelabuhan, berbagai kegiatan campur baur dan cenderung kumuh. Sebetulnya kedudukan lokasi Pelabuhan Tanjung Priok strategis, akan tetapi tidak mampu mengimbangi pertumbuhan arus barang melalui pelabuhan ini, oleh sebab itu daya dukung lingkungannya semakin lama semakin menurun. Berdasarkan permasalahan dan potensi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok,
maka
di
dalam
Kerangka
Pemikiran
Studi
dilakukan
analisis
pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dari sisi : 1) Penataan ruang internal kawasan pelabuhan eksisting dan peningkatan kualitas lingkungan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok untuk mencapai standar ecoport. 2) Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) dalam sinkronisasi Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Penyangga Pelabuhan dan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Jabodetabekpunjur 2030. Di dalam Kerangka Pemikiran Studi, analisisnya diawali dengan mempelajari studi-studi referensi yang ada tentang peranan dan prospek
50
pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam studi ini menganalisis aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek fisik/tata ruang, dan aspek legal/kelembagaan, kondisi eksisting dan proyeksi jangka waktu periode 30 tahun ke depan. Pengembangan pelabuhan dapat dimasukkan sebagai berkelanjutan, apabila kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat meningkat dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok baik dan positif, serta aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan para pekerja di pelabuhan terjamin. Untuk analisis fisik/tata ruang dikhususkan pada analisis kesesuaian pemanfaatan ruang di pelabuhan dengan Masterplan Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok dan sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah kawasan penyangga dan ruang daerah belakangnya. Hasil analisis dari aspek internal
kawasan
pelabuhan
akan
menunjukkan
seberapa
jauh
deviasi
pemanfaatan ruang yang terjadi di lapangan, dan dari aspek eksternal yaitu sejauh mana rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta dan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Teluk Jakarta. Keberhasilan pengembangan pelabuhan menjadi pelabuhan berwawasan lingkungan
pada
akhirnya
sangat
tergantung
kepada
pengelolaan
dan
pengoperasian pelabuhan. Untuk itu akan dilakukan analisis terhadap manajemen kelembagaan pengelolaan pelabuhan dan peraturan perundang-undangan terkait dengan berbagai aspek kepelabuhanan. Pada tahap selanjutnya di dalam Kerangka Pemikiran Studi berbagai analisis sektoral tersebut di atas diintegrasikan dengan menganalisis lintas sektoral dan dikaji kesesuaiannya terhadap standar pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) yang akan dikaji di dalam studi ini disesuaikan dengan kondisi Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil analisis lintas sektoral ini selanjutnya dijabarkan dan dirumuskan terhadap Implikasi Kebijakan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport). Kerangka Pemikiran Studi sebagaimana diuraikan tersebut diatas, dijabarkan dituangkan pada Diagram, sebagaimana disajikan pada Gambar 6.
51
Pertumbuhan Pelabuhan Tanjung Priok
Pembangunan Berkelanjutan
Pengelolaan Wilayah Pesisir Teluk Jakarta
Kondisi Eksisting Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok
Potensi Pengembangan
Permasalahan
Kapasitas Pelabuhan Terbatas Daya Saing Pelabuhan Dibandingkan Pelabuhan Internasional Lain Rendah
Perubahan
Pencemaran Lingkungan Pelabuhan Dan Kawasan Sekitar (Penyangga) Kondisi Fisik Pelabuhan Dan Kawasan Sekitar Tidak Teratur Dan Kumuh Kemacetan Lalulintas Angkutan Barang Di Bagian Darat Dan Laut Pemanfaatan Ruang Pelabuhan Tidak Sesuai Master Plan Pelabuhan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar (penyangga) rendah
Dampak
Pertumbuhan Arus Barang Ekspor-Impor Dan Antar Pulau Tinggi dan meningkat terus Pertumbuhan Kawasan Industri Dan Perdagangan/jasa Daerah Belakang Pelabuhan Kedudukan Lokasi Greografis Pelabuhan (nasional dan internasional) strategis Ketersediaan Infrastruktur Dan Suprastruktur Pelabuhan Tanjung Priok lengkap (tangga peningkatan)
Analisis Kondisi Eksisting Pelabuhan Tanjung Priok
Lingkungan Fisik Ekologi
Lingkungan Sosial
Kesesuaian Fisik Pemanfaatan Ruang
Pertumbuhan Arus Barang
Kelembagaan Pengelolaan Pelabuhan
Analisis Perumusan Standar Ecoport
UNSUR KEBARUAN
Analisis Indeks Ecoport Pelabuhan Tanjung Priok
Kebijakan Penataan Ruang Daratan Dan Perairan Pelabuhan
Analisis Kebutuhan Ruang Pelabuhan
Kebijakan Pengembangan Pel. Tanjung Priok Sebagai Ecoport Dan Internasional Hub Port
Rencana Zoning Pengembangan Pelabuhan Baru
Pengelolaan Pesisir Terpadu Teluk Jakarta
Rencana Lokasi Dan Tahapan Pengembangan
Pelabuhan Tanjung Priok Dan Pengembangannya Berwawasan Lingkungan (Ecoport)
Gambar 6 Kerangka Pemikiran Studi
UNSUR KEBARUAN
52
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1
Lokasi Penelitian Penelitian dalam studi ini dilakukan di dalam Kawasan Pelabuhan Tanjung
Priok Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, wilayah kecamatan-kecamatan penyangga yang berbatasan dengan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, dan wilayah Jabotabek sebagai daerah belakang utama (hinterland) Pelabuhan Tanjung Priok. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok adalah kawasan dalam batas Daerah Lingkungan Kerja (DLK) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLK) Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Surat Keputusan Bersama Menteri Perhubungan RI dengan Menteri Dalam Negeri RI tahun 1972. Pada saat penelitian studi ini dilakukan, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok telah terbentuk sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 63/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu telah terbit Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 42/2011 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Pada saat studi penelitian, Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sedang melakukan koodinasi untuk melakukan kajian studi untuk mengusulkan Revisi Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Tanjung Priok yang telah terbit dan ditetapkan sejak tahun 1972 oleh Menteri Maritim RI dan Menteri Dalam Negeri, disesuaikan dengan kondisi saat ini dan mengakomodasikan Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Menengah dan Jangka Panjang, sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan. Kawasan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok terdiri dari kawasan sekitar Pelabuhan Tanjung Priok yaitu Kecamatan-Kecamatan pesisir pantai Teluk Jakarta yang berbatasan dengan Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing di wilayah DKI Jakarta.
Daerah
belakang utama Pelabuhan Tanjung Priok adalah kabupaten-kabupaten dan kotakota di wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Peta Batas Lokasi Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai daerah penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 7. Pada kawasan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok terdapat berbagai
kegiatan usaha yang merupakan efek ganda (multiplyer effect) dari
berbagai kegiatan kepelabuhanan di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya batas Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok di wilayah Propinsi DKI Jakarta sebagai daerah penelitian disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9.
53
Gambar 7
Peta Lokasi Penelitian Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, 2009
Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok (Kecamatan Tanjung Priok, Koja, Cilincing), 2009
54
Gambar 9
Peta Lokasi Penelitian Wilayah Propinsi DKI Jakarta, 2009
Sebagai daerah belakang utama Pelabuhan Tanjung Priok adalah Wilayah Propinsi DKI Jakarta, Wilayah Propinsi Banten, khususnya Kabupaten Tangerang dan wilayah Propinsi Jawa Barat, khususnya Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor (Cibinong dan Cileungsi). Selain Kabupaten Bogor dan Bekasi, sebetulnya pemasok barang-barang ekspor-impor dan barang antar pulau, juga berasal dari Kabupaten Bandung (ekspor-impor produksi dari kawasan industri garmen dan tekstil) dan dari Kabupaten Cirebon (barang-barang antar pulau) dan kabupaten Purwakarta dan kabupaten Sumedang (Subang). Dampak pertumbuhan ekonomi wilayah regional daerah belakang utama pelabuhan, khususnya Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang terhadap pertumbuhan Pelabuhan Tanjung Priok cukup besar. Kawasan-kawasan industri, pusat perdagangan dan jasa serta kawasan perkebunan yang memasok barang-barang untuk diekspor dengan jumlah tonase dan nilai terbesar dari seluruh Indonesia terletak di wilayah regional Jabotabek. Batas wilayah Jabotabek sebagai daerah penelitian untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 10.
55
Pelabuhan Tanjung Priok
Sumber: BKSP Jabotabek, 2009
Gambar 10 3.2.2
Peta Lokasi Penelitian Daerah Belakang Utama Pelabuhan Tanjung Priok (Wilayah Jabotabek), 2009
Waktu Penelitian Tahapan penelitian studi disertasi dengan topik studi “Pengembangan
Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport) dalam rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu, dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok” diawali dengan pengajuan proposal penelitian yang disetujui bulan Juni 2009, setelah itu dilakukan penelitian lapangan tahap I untuk survei data-data primer dari data tanggal 19 sampai tanggal 25 Oktober, dilanjutkan tanggal 19 November sampai 20 Desember 2009. Penelitian Tahap II untuk survey data-data sekunder dilakukan pada bulan Januari dan bulan Februari 2010 dan dilengkapi pada bulan Januari 2011. Kompilasi data – data penelitian dan analisis dilakukan setelah penelitian studi yaitu pada tahun 2011. 3.3
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Tahapan studi
meliputi perumusan permasalahan penelitian, penyusunan rancangan (desain) penelitian, penentuan sampel, pengumpulan kompilasi data, analisis data dan penulisan laporan. Tahapan penelitian studi disajikan pada Gambar 11.
56
Perumusan Permasalahan Penelitian
Penulisan Laporan Disertasi
Penyusunan Rancangan/ Disain Penelitian
Pengambilan Sampel (Metode)
Pengumpulan Data (Metode)
Analisis Data (Metode)
Rencana Analisis Data
Kompilasi Data
Gambar 11 Tahapan Metode Penelitian Perumusan permasalahan penelitian dalam studi ini adalah rangkuman dari perumusan permasalahan pada Sub Bab 1.2, yaitu jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang terjadinya penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi kondisi sosial pelabuhan dan masyarakat kawasan penyangga, ketidaksesuaian pemanfaatan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, kapasitas ruang pelabuhan menampung pertumbuhan barang dan aspek kelembagaan pengelola pelabuhan. Pertanyaan selanjutnya bagaimana bentuk dan pola pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan yang paling cocok diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok. Rancangan desain penelitian akan disusun lebih rinci sebelum penelitian lapangan dilakukan, dan penjabaran dari ruang lingkup penelitian disesuaikan dengan judul disertasi, yaitu Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) dalam rangka Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terpadu dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok di wilayah pesisir Teluk Jakarta Jabodetabekpunjur. 3.4
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi data fisik, sarana dan prasarana serta data sosial ekonomi Pelabuhan Tanjung Priok, dan kawasan penyangganya. Data sekunder meliputi hasil-hasil studi, direktori pelabuhan, data-data yang terkait dengan Pelabuhan Tanjung Priok, dan data lingkungan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok yang meliputi kualitas air perairan dan kualitas udara, serta kondisi kebersihan, penghijauan, dan sedimentasi. Sumber data primer dan sekunder meliputi instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, PT Pelindo II (Persero), Swasta, Asosiasi-Asosiasi di dalam
57
Pelabuhan Tanjung Priok, Tokoh masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi. Jenis dan sumber data penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data Data Primer 1. Sosial-Ekonomi (Persepsi Masyarakat, Tenaga Kerja yang terserap, dan Pendapatan Masyarakat) 2. Kebutuhan Sistem 3. Tujuan Sistem 4. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Sistem 5. Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor Strategis terhadap Sistem 6. Perumusan Skenario Sistem 7. Penentuan Prioritas II. Data Sekunder 8. Hasil Studi dan Laporan tentang Amdal kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, serta RKL/ RPL dan UKL/UPL Unit Kegiatan di dalam Kawasan Pelabuhan 9. Direktori Pelabuhan Tanjung Priok 10. Data Kualitas Air 11. Data Kualitas Udara Pelabuhan 12. Data Kebisingan 13. Data Tingkat Sedimentasi 14. Data penghijauan 15. Data PDRB Daerah Belakang Pelabuhan (Jabodetabek) 16. Data-Data Arus Barang, Kunjungan Kapal, Rencana Induk Pelabuhan dan data Kepelabuhan lainnya 17. Penyediaan Air Bersih 18. Data Fisik, Lingkungan, Rencana Tata Wilayah DKI Jakarta dan Rencana Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok 19. Data fisik, lingkungan, rencana tata ruang, Sosial Ekonomi Kecamatan-Kecamatan Pesisir Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok 20. Data lain yang mendukung
Sumber
I.
Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara BPLHD/Pelindo II Tj. Priok
Pelindo II Tj. Priok BPLHD/Pelindo II Tj. Priok BPLHD/Pelindo II Tj. Priok Pelindo II Tj. Priok Pelindo II Tj. Priok Pelindo II Tj. Priok BPS Pelindo II Tj. Priok
Pelindo II Tj. Priok Pelindo II Tj. Priok Bappeko dan SDTK Jakarta Utara Instansi Pemerintah Pusat & Pemda terkait
Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara survey, dengan tujuan untuk meneliti populasi secara langsung. Survey dilakukan dengan teknik wawancara atau kuesioner. Wawancara dan penyebaran kuesioner pada orang terpilih yaitu responden yang terkait langsung dengan kegiatan pengembangan kawasan pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Obyek wawancara dan penyebaran kuesioner adalah mulai dari tingkat institusi/lembaga
58
Pemerintah
Pusat
dan
institusi/lembaga
non
pemerintah,
institusi
lembaga/lembaga pemerintah Propinsi/Kota dan non pemerintah, sampai di tingkat lokasi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Data sekunder didapat dengan cara mengumpulkan data dari instansi terkait di tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Data sekunder berupa data statistik dan potensi wilayah, serta referensi data hasil-hasil penelitian dan kajian kebijakan pengembangan kawasan pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Data sekunder tertentu diambil data time series, di antaranya data perkembangan pemantauan kualitas lingkungan pelabuhan. Secara khusus data pemantauan kualitas lingkungan diperoleh dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok yang disupervisi oleh Kantor BPLHD Propinsi DKI Jakarta dan Kantor BPLHD Wilayah Jakarta Utara. 3.5
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, baik penentuan lokasi maupun responden, yaitu teknik pengambilan sampling dengan menggunakan/membangun kriteria. Responden dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok responden untuk kepentingan data sosial ekonomi dan kelompok responden pakar/stakeholders yang terkait untuk data kelembagaan/pengelolaan Pelabuhan Tanjung Priok. Total jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 orang, yang secara rinci disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah Responden Penelitian No Stakeholders 1. Pemerintah Pusat
2.
Pemerintah Daerah
3. 4. 5. 6.
Pengelola Pelabuhan Swasta Asosiasi di Pelabuhan Tokoh Masyarakat
7. 8.
LSM Masyarakat
9.
Perguruan Tinggi Total
Jumlah Keterangan 5 Kementerian Perhubungan RI, Kementerian Lingkungan Hidup RI, Kementerian Peindustrian dan Kementerian Perdagangan RI, Bea Cukai, Administrator Pelabuhan Tanjung Priok dan KP3 3 Bappeda DKI Jakarta, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan BPLHD DKI Jakarta/Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Utara 2 PT Pelindo II (Persero) 3 Perusahaan Pelayaran, Eksportir, Importir 8 Kadin, Depalindo, ABMI, INSA, INSI, ABK 3 Kecamatan di Kawasan Daerah Penyangga Pelabuhan 4 Lokal 43 Buruh, ABK, Pedagang, Pelajar, Mahasiswa, Ibu Rumah Tangga, dll di kawasan daerah sekitar/penyangga pelabuhan 4 IPB (PK-SPL) 75
59
Wawancara dan penyebaran kuesioner dilakukan secara purposive dilakukan hanya pada orang terpilih yaitu responden yang terkait langsung dengan proses pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok yang berwawasan lingkungan mulai dari Pemerintah Pusat hingga Kelurahan, Lembaga Keuangan, LSM, swasta (dunia usaha), masyarakat lokal dan perguruan tinggi. 3.6
Metode Analisis Data Sesuai dengan Kerangka Pemikiran Studi, maka untuk kepentingan studi
penelitian disertasi ini dilakukan berbagai metode analisis, disesuaikan dengan ruang lingkup dan sasaran studi. Metode analisis dalam studi ini meliputi; (1) metode analisis kualitas lingkungan fisik ekologi, (2) metode analisis dampak sosial pertumbuhan pelabuhan, (3) metode analisis kesesuaian fisik pemanfaatan ruang pelabuhan, (4) metode analisis pertumbuhan arus barang, dan (5) metode analisis kelembagaan pengelolaan pelabuhan. Analisis dari berbagai aspek tersebut di atas menggunakan data time series, yaitu data 5 tahun ke belakang dari tahun studi penelitian dan analisis pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dengan memproyeksikan kebutuhan ruang pelabuhan 5 tahun (2011-2015), 10 tahun (2015-2020) dan 20 tahun (2020-2030) ke depan. 3.6.1
Metode Analisis Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Pelabuhan Analisis kualitas lingkungan fisik/ekologi kawasan Pelabuhan Tanjung
Priok meliputi kualitas air perairan, kualitas udara, kondisi kebersihan dan penghijauan daratan serta tingkat sedimentasi perairan di kawasan pelabuhan. Data yang digunakan untuk analisis kualitas lingkungan fisik/ekologi adalah data sekunder hasil pemantauan lingkungan pelabuhan yang dilakukan oleh PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dengan supervisi BPLHD Propinsi DKI Jakarta. Untuk menghitung Indeks Pencemar Air (IP) perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan trend perkembangannya digunakan data sekunder hasil pemantauan kualitas air dari tahun 2004 sampai tahun 2009. Untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Pelabuhan Tanjung Priok dan trend perkembangannya digunakan data dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Untuk menilai kondisi kebersihan dan penghijauan dengan menggunakan data kondisi
60
eksisting (tahun 2009) dan untuk menilai tingkat sedimentasi perairan dan trend perkembangannya menggunakan data tahun 2007 sampai tahun 2009. Untuk menentukan kualitas lingkungan fisik/ekologi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, maka hasil analisis kualitas lingkungan fisik/ekologi dibandingkan terhadap standar yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan kajian yang dipakai dalam studi ini, baik untuk menentukan tingkat kualitas air perairan, tingkat kualitas udara, tingkat kondisi kebersihan dan penghijauan serta tingkat sedimentasi perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Pada saat penelitian dilakukan, sudah ada ketentuan tentang pengelolaan kualitas lingkungan kepelabuhanan. Untuk pengaturan tentang kualitas air perairan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Baku mutu lingkungan
(environmental quality standard) / BML
berfungsi sebagai suatu tolok ukur untuk mengetahui apakah telah terjadi pencemaran terhadap lingkungan. Selanjutnya untuk kualitas udara mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 dan Kep02/MENLH/I/1998 tentang Kualitas Udara. Parameter lingkungan yang akan dianalisis untuk mengukur kualitas lingkungan fisik terdiri atas: (a) analisis kualitas air, (b) analisis kualitas udara, (c) analisis kondisi kebersihan dan penghijauan, (d). Analisis tingkat sedimentasi perairan Pelabuhan Tanjung Priok. a Metode Analisis Kualitas Air Parameter lingkungan yang berkaitan dengan kualitas air laut dan metode yang digunakan mengunakan data sekunder dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dengan parameter-parameter yang disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis kualitas air laut akan dibandingkan dengan standar baku mutu air laut berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 Lampiran (Pelabuhan).
2
61
Tabel 6 Parameter Kualitas Air Laut di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 Lampiran 2 (Pelabuhan) No
Parameter
A 1 2 3 4 5 6 7 B 1 2 3 4 5 6 7 C 8 9 10 11 12 D 1
FISIK Bau (insitu) TSS (insitu) Suhu (insitu) Benda Terapung Lapisan Minyak (insitu) Kecerahan (insitu) Kekeruhan (insitu) KIMIA pH (insitu) Amonia (NH3-N) Salinitas Senyawa fenol total Minyak & Lemak Surfaktan (MBAS) Sulfida (H2S) LOGAM TERLARUT Raksa (Hg) Cadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) MIKROBIOLOGI Coliform
Satuan
Baku Mutu
mg/l C Meter NTU
Alami ≤80 Alami Nihil Nihil ≥3 5
mg/l ‰ mg/l mg/l mg/l mg/l
6-9 ≤1 +10% Alami ≤ 0,002 ≤5 ≤ 1,0 ≤ 0,03
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
≤ 0,003 ≤ 0,01 ≤ 0,06 ≤ 0,01 ≤ 0,1
MPN/100 ml
≤ 1000
Keterangan
Tidak Digunakan dalam Analisis
Sumber: KEPMENLH No.51/2004 Lampiran I, Baku Mutu Air Laut untuk Pelabuhan
Status pencemaran kualitas air yang dinilai dari tingkat pencemaran air di Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan Indeks Pencemar (IP) atau PIj yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemar bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga PIj ini dapat ditentukan dengan cara : 1)
Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik.
2)
Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
62
3)
Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan.
4.a) Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :
b) Jika nilai baku Lij memiliki rentang
untuk Ci ≤ Lij rata-rata :
untuk Ci > Lij rata-rata :
c) Apabila nilai (Ci/Lij) mendekati nilai acuan yaitu 1, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kondisi tersebut adalah :
Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.
Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0. (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).
5)
Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M)
6)
Tentukan harga Pij
63
Perhitungan analisis untuk penentuan Indeks Pencemar pada badan perairan tidak memasukkan hasil analisis untuk parameter Mikrobiologi, studi penelitian ini menilai bahwa kualitas badan perairan telah terwakili oleh hasil analisis parameter Fisika, Kimia dan Logam Terlarut. Sistem nilai untuk penentuan status mutu air perairan disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Dalam melakukan analisis kualitas air perairan Pelabuhan Tanjung Priok digunakan data sekunder hasil pemantauan lingkungan oleh PT (P) Pelindo 2 Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2004 – 2008 (akhir). Pemantauan tingkat pencemaran air dengan mengambil sampel pada 12 titik stasiun di perairan Pelabuhan Tanjung Priok pada saat pasang dan saat surut, yaitu di Stasiun 1 Muara Kali Kresek, Stasiun 2 Perairan DKP, Stasiun 3 Perairan Kolam Pelabuhan III, Stasiun 4 Utara Ex-Syahbandar, Stasiun 5 Semenanjung Paliat, Stasiun 6 Dock Koja Bahari II, Stasiun 7 Perairan Muara Kali Japat, Stasiun 8 Perairan Pintu Break Water Barat, Stasiun 9 Perairan Sekitar PT. Rukindo, Stasiun 10 Perairan Muara Kali Lagoa, Stasiun 11 Luar Dam, Stasiun 12 Perairan Dumping Site. Untuk lebih jelasnya, titik lokasi (stasiun) pengambilan sampel disajikan pada Gambar 12. Lokasi pengambilan sampel dan penentuan titik dilakukan berdasarkan keterwakilan daerah pada kolam perairan pelabuhan (zona A) dan diluar kolam perairan pelabuhan (zona B). Dikolam perairan dan dibagi dua yaitu di dekat muara sungai/kali dan di bagian tengah kolam perairan pelabuhan. Pembagian titik (stasiun) penelitian berdasarkan zona dikelompokkan atas: 1) Stasiun pada Zona A.
Di dekat muara sungai/kali pada titik (stasiun) 1, titik (stasiun) 3, titik (stasiun) 5, titik (stasiun) 7 dan titik (stasiun) 9.
Di tengah kolam perairan yaitu pada titik (stasiun) 2, titik (stasiun) 4, titik (stasiun) 6 dan titik (stasiun) 10
2) Stasiun pada Zona B
Di luar kolam pelabuhan terdiri dari titik (stasiun) 8, Titik (Stasiun) 11 dan Titik (Stasiun) 12.
Pemantauan dilakukan pada perairan dan muara sebagai pada saat pasang dan surut selama 5 tahun (2004 - 2008) dan hasilnya dibandingkan terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Pada 12 titik (stasiun) ini diteliti kadar kualitas air laut berdasarkan parameter fisika (bau, TSS, suhu, sampah, lapisan minyak, kecerahan dan
64
kekeruhan), parameter kimia (ph, ammonia, salinitas, senyawa fenol total, minyak dan lemak, surfaktan dan sulfida) dan logam terlarut (raksa, cadmium, tembaga, timbal dan seng). Atas dasar data hasil penelitian selanjutnya dilakukan analisis perhitungan Indeks Pencemar (IP) pada titik-titik tersebut. Kedua belas titik (stasiun) penelitian di dalam studi ini berdasarkan tingkat ketercemarannya dibagi 4 zona kriteria, yaitu : 1) Kriteria I (Di bawah Batas Ambang Mutu Air laut) : IP 0 - IP 1 2) Kriteria II (Tercemar) : IP 1 - IP 5 3) Kriteria III (Tercemar Sedang) : IP 5 - IP 10 4) Kriteria IV (Tercemar Berat) : IP 10 - IP 14 Evaluasi kualitas air laut pada Titik 1 sampai Titik 12 pemantauan di peraian Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 15. b Metode Analisis Kualitas Udara Untuk menilai atau menganalisis kualitas udara di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dalam studi ini dengan menggunakan parameter Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan, yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambient di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. ISPU ditetapkan berdasarkan 5 pencemar utama, yaitu : 1) Partikulat (PM10), 2) Karbon Monoksida (CO), 3) Sulfur Dioksida (SO2), 4) Nitrogen Dioksida (NO2), 5) Ozon (O3). Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) didapat berdasarkan laporan dari pengelola kawasan yang memuat informasi sebagai berikut : 1) Waktu pelaporan; 2) Ketentuan waktu; 3) Bagian wilayah dan atau lokasi yang dilaporkan; 4) Indeks Standar Pencemar Udara dari setiap parameter yang diukur; 5) Indeks Standar Pencemar Udara Maksimum; 6) Parameter pencemar kritis; 7) Kategori Indeks Standar Pencemar Udara;
65
Untuk melakukan pemantauan tingkat pencemaran udara, pengambilan sampel dilaksanakan pada 11 titik di daratan Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu: Titik 1
: Area Pos IX
Titik 2
: Area Eks. Terminal Besi Bekas
Titik 3
: Area Kantor Pelindo II Cab. Tanjung Priok
Titik 4
: Area PT. Indocement Tunggal Prakarsa
Titik 5
: Area Kantor Keterpaduan
Titik 6
: Area PT. Indonesia Power
Titik 7
: Area Dermaga Nusantara I
Titik 8
: Area Dermaga Nusantara II
Titik 9
: Area PT. Walle Jaya
Titik 10
: Area TPK Koja
Titik 11
: Area Terminal Penumpang
Titik-titik pemantauan kualitas udara disajikan pada Gambar 13 dan gambar kategori dan rentang Indeks Standar Pencemar Udara dengan ketentuan waktu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kategori dan Rentang ISPU Pelabuhan Rentang ISPU
Warna
Kategori
0 - 50
Hijau
Baik
51 - 100
Biru
Sedang
101-199
Kuning
Tidak sehat
200 - 299
Merah
Sangat tidak sehat
Hitam
Berbahaya
300 - 500
Penjelasan Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan, dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika. Tingkat kualitas udara yang “tidak berpengaruh” pada “kesehatan manusia” ataupun hewan “tetapi” berpengaruh pada “tumbuhan” yang sensitive dan “nilai estetika”. Tingkat kualitas udara yang bersifat “merugikan” pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika. Tingkat kualitas udara yang dapat “merugikan kesehatan” pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Tingkat kualitas udara “berbahaya” yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.
Sumber: Keputusan Kepala Bapedda Nomor : Kep.107/Kabapedal tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi ISPU.
66
Gambar 12
Peta Titik (Stasiun) Lokasi Pengambilan Sampel Analisis Kualitas Air Perairan Pelabuhan Tanjung Priok 2004-2008
67 67
68
Evaluasi kualitas udara pada titik 1 sampai titik 11 pendataan di darat Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Lampiran 16 sampai Lampiran 26. Penetapan paramater-paramater dasar untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan periode waktu pengukuran, penetapan Angka dan Kategori Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), Pengaruh ISPU untuk Setiap Parameter Pencemar dan Batas ISPU Dalam Satuan SI
dalam bentuk tabel dan grafik
disajikan pada Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10, Tabel 11. Tabel 8 Parameter-Parameter Dasar Untuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan Periode Waktu Pengukuran No.
PARAMETER
WAKTU PENGUKURAN
1.
Partikulat (PM10)
24 jam (Periode pengukuran rata-rata)
2.
Sulfur Dioksida (SO2)
24 jam (Periode pengukuran rata-rata)
3.
Carbon Monoksida (CO)
8 jam (Periode pengukuran rata-rata)
4.
Ozon (O3)
1 jam (Periode pengukuran rata-rata)
5.
Nitrogen Dioksida (NO2)
1 jam (Periode pengukuran rata-rata)
KET
Sumber : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Tentang: Pedoman Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Nomor: kep-107/kabapedal/11/1997
Catatan :
Hasil pengukuran untuk pengukuran kontinyu diambil harga rata-rata tertinggi waktu pengukuran.
ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam dari data rata-rata sebelumnya (24 jam sebelumnya).
Waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada pukul 15.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIBB).
ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku 24 jam ke depan (pkl 15.00 tgl (n) sampai pkl 15.00 tgl (n+1))
Tabel 9 Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) untuk Setiap Parameter Pencemar Kategori Baik
Rentang 0-50
Carbon Monoksida (CO) Tidak ada efek
Nitrogen (NO2) Sedikit berbau
Ozon O3 Luka pada Beberapa spesies tumbuhan akibat Kombinasi
Sulfur Dioksida (SO2) Luka pada Beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi
Partikulat Tidak ada efek
69
Kategori
Rentang
Carbon Monoksida (CO)
Nitrogen (NO2)
Ozon O3 dengan SO2 (Selama 4 Jam)
Sedang
51 - 100
Perubahan kimia darah tapi tidak terdeteksi
Berbau
Tidak Sehat
101-199
Peningkatan pada kardiovaskularp ada perokok yang sakit jantung
Sangat Tidak Sehat
200-299
Maningkat nya kardiovaskular pada orang bukan perokok yang berpanyakit Jantung, dan akan tampak beberapa kalemahan yang terlihat secara nyata
Bau dan kehilangan warna. Peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan pada penderita asma Meningkatnya sensitivitas pasien yang berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya
300 lebih
Sulfur Dioksida (SO2) dengan O3 (Selama 4 Jam)
Partikulat
Luka pada Babarapa spesies tumbuhan Penurunan kemampuan pada atlit yang berlatih keras
Luka pada Beberapa spesies lumbuhan Bau, Meningkatnya kerusakan tanaman
Terjadi penurunan pada jarak pandang Jarak pandang turun dan terjadi pengotoran debu di manamana
Olah raga ringan mangakibat kan pengaruh parnafasan pada pasien yang berpenyaklt paru-paru kronis
Meningkatnya sensitivitas pada pasien berpenyakit asthma dan bronhitis
Meningkatnya sensitivitas pada pasien berpenyakit asthma dan bronhitis
Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Sumber : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Tentang: Pedoman Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Nomor: kep-107/kabapedal/11/1997
Dalam bentuk tabel : Tabel 10 Batas Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Dalam Satuan SI Indeks Standar Pencemar Udara 10 100 200 300 400 500
24 jam PM10 ug/m3
24 Jam SO2 ug/m3
B jam CO ug/m3
1 jam O3 mg/m3
1 jam NO2 ug/m3
50 150 350 420 500 600
80 365 800 1600 2100 2620
5 10 17 34 46 57.5
120 235 400 800 1000 1200
(2) (2) 1130 2260 3000 3750
Sumber : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Tentang: Pedoman Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Nomor: kep-107/kabapedal/11/1997
70
Batas Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) 1) Berdasarkan Perhitungan Konsentrasi nyata ambient (Xx) = ppm, mg/m3, dan lain-lain. Angka nyata ISPU (1)
I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah
Xa = Ambien batas atas Xb = Ambien batas bawah Xx = Kadar Ambien byata hasil pengukuran
Contoh Perubahan Angka Secara Perhitungan : Diketahui konsentrasi udara ambient untuk jenis parameter SO2, adalah : 322 ug/m3. Konsentrasi tersebut jika dirubah ke dalam angka Indeks Standar Pencemar Udara adalah sebagai berikut: Tabel 11
Batas Indeks Standar Pencemar Udara (Dalam Satuan SI)
Indeks Standar Pencemar Udara 50 100 200 300 400 500
24 Jam PM10 ug/m3
8 Jam SO2 ug/m3
50 150 350 420 500 600
80 365 800 1600 2100 2620
8 Jam CO ug/m3 5 10 17 34 46 57.5
1 Jam O3 ug/m3 120 253 400 800 1000 1200
1 Jam NO2 ug/m3
1130 2260 3000 3750
Maka : Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran 322 ug/m3
322 ug/m3
Ia = ISPU batas atas 100 (baris 3)
100 (baris 3)
Ib = ISPU batas bawah 50 (baris 2)
50 (baris 2)
Xa = Ambien batas atas 365 (baris 3)
365 (baris 3)
Xb = Ambien batas bawah 80 (baris 2)
80 (baris 2)
Sehingga angka-angka tersebut dimasukan dalam rumus menjadi:
= 92.45 = 92 (Pembulatan) Jadi konsentrasi udara ambien S02 322 mg/m3 dirubah menjadi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) : 92
71
2) Berdasarkan Grafik Contoh: Jika diketahui konsentrasi urtuk paremeter PM10 adalah 250 ug/m3 konesntrasi ini jika dirubah dalam Indeks Standar Pencemar Udara dengan menggunakan grafik adalah sebagai berikut: Dari kurva batas angka indeks standar pencemar udara dalam satuan matriks, sumbu X di angka 250 ditarik ke atas sampai menyentuh garis dan ditarik ke kiri sampai meryentuh sumbu Y didapat angka 150. Sehingga konsentrasi PM10 250 dirubah menjadi angka Indeks Standar Pencemar Udara menjadi 150. Untuk lebih jelas disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Kurva Batas Angka Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dalam Satuan Matriks Indeks standar pencemaran udara dalam grafik untuk setiap parameter pencemaran udara disajikan pada Lampiran 27. c. Metode Analisis Kondisi Kebersihan dan Penghijauan Parameter untuk menilai kondisi kebersihan, dan penghijauan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dalam studi ini, terdiri dari : 1) Parameter Kondisi Kebersihan Parameter yang dinilai adalah ketersediaan sarana kebersihan dan pengolahan limbah serta pola pengumpulan dan pengangkutan sampah yang dilakukan setiap hari di bagian daratan, maupun di bagian perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Penilaian terhadap ketersediaan sarana kebersihan dan pengolahan limbah didasarkan terhadap jumlah dan kapasitas yang dimiliki oleh PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dengan perusahaan-
72
perusahaan yang memiliki kantor di dalam pelabuhan. Penilaian terhadap pola pengumpulan
dan
pengangkutan
sampah
dilakukan
secara
diskriptif,
berdasarkan wadah dan letak titik pengumpulan sampah yang dapat dibedakan menjadi :
Pola individual langsung dan tidak langsung
Pola komunal langsung dan tidak langsung Ineffisiensi dapat terjadi pada sistem pengumpulan sampah ini, sehingga sampah masuk ke dalam air perairan. Tinjauan visual dilakukan terhadap titiktitik yang potensial menjadi tempat masuknya sampah. Metode analisis secara kwantitatif dilakukan dengan cara menganalisis prosentase, kemampuan mengumpulkan dan membuang sampah dari dalam kawasan pelabuhan ke luar kawasan sesuai ketentuan akan menentukan klasifikasi kondisi kebersihan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Kondisi kebersihan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting (tahun 2009) di dalam analisis studi penelitian ini diklasifikasikan atas kategori :
Kondisi kebersihan sangat baik : Ketersediaan sarana dan prasarana 80% - 100% dari standar ideal dan volume sampah yang terangkut 90% 100% dari volume sampah yang ada.
Kondisi kebersihan baik : Ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan 70% - 80% dari standar ideal dan volume sampah yang terangkut atau diproses melalui 3R adalah 80% - 90% dari volume sampah yang ada.
Kondisi kebersihan sedang
: Ketersediaan sarana dan prasarana
kebersihan 60% - 70% dari standar ideal dan volume sampah yang terangkut atau diproses melalui 3R adalah 70% - 90% dari volume sampah yang ada.
Kondisi kebersihan rendah
: Ketersediaan sarana dan prasarana
kebersihan di bawah 60% dari standar ideal dan volume sampah yang terangkut atau diproses melalui 3R adalah di bawah 70% dari volume sampah yang ada. 2) Parameter Kondisi Penghijauan Parameter kondisi penghijauan yang dinilai adalah penghijauan dalam bentuk jalur hijau (greenbelt) eksisting (tahun 2009) di bagian daratan
73
pelabuhan dibandingkan dengan standar rencana penghijauan kawasan privat sesuai Undang-Undang Penataan Ruang. Kondisi
penghijauan kawasan
Pelabuhan Tanjung Priok di dalam analisis ini akan diklasifikasikan atas kategori :
Kondisi penghijauan sangat baik : 20 sampai 30 %
Kondisi penghijauan sedang/ baik : 10 sampai 20 %
Kondisi penghijauan rendah : 0 sampai 10 % Prosentase ketersediaan penghijauan (jalur hijau) di dalam studi
penelitian ini ditekankan pada jumlah luasan ruang terbuka hijau terkait dengan peran dan fungsinya sebagai buffer zone untuk memberikan nuansa asri, teduh dan nyaman serta mengurangi tingkat pemanasan bumi di kawasan pelabuhan. d. Metode Analisis Tingkat Sedimentasi Perairan Pelabuhan Untuk melihat besaran Sedimentasi digunakan persamaan DPMA (1983) yaitu : Qs = Qi x C x K Dimana : Qs Qi C K
= Debit Sedimen (kg/hari) = Debit aliran rata-rata (m3/detik) = Konsentrasi TSS (mg/l) = 0,08564 (konstanta pengubah dimensi satuan)
Berdasarkan nilai persamaan tersebut di atas, kemudian dikonversikan ke dalam besaran ton/ha/tahun : Qsthn = Qs x D / CA Dimana : Qsthn = Besaran sedimentasi selama satu tahun (ton/ha/tahun) D
= Jumlah hari selamat setahun (365 hari)
CA
= Luas catchment area (ha)
Setelah besaran sedimentasi diketahui, kemudian dibandingkan dengan klasifikasi tingkat sedimentasi untuk mengetahui nilai sedimentasinya. Klasifikasi tersebut di dalam analisis studi ini adalah sebagai berikut : 1) Besaran sedimentasi < 20 ton/tahun
: Sangat rendah
2) Besaran sedimentasi 20 – 60 ton/tahun
: Rendah
74
3) Besaran sedimentasi 60 – 180 ton/tahun
: Sedang
4) Besaran sedimentasi >180 ton/tahun
: Tinggi
Selanjutnya dalam pengklafisikasian secara umum, tingkat sedimentasi dapat diukur dari frekuensi pengerukan untuk kolam perairan dan alur pelayaran, yaitu : 1) Tingkat sedimentasi rendah : Pengerukan kolam perairan dan alur pelayaran satu kali di atas 5 tahun. 2) Tingkat sedimentasi sedang : Pengerukan kolam perairan satu kali dalam 5 tahun dan alur pelayaran per 3 tahun. 3) Tingkat sedimentasi tinggi : Pengerukan kolam perairan di bawah 5 tahun dan alur pelayaran di bawah 3 tahun. 3.6.2 Metode Analisis Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan Penelitian aspek sosial kondisi eksisting di dalam pelabuhan dan kawasan penyangga mengacu pada data-data sekunder dari instansi-instansi yang terkait dan survei lapangan. Data-data sosial ekonomi di kawasan penyangga sekitar Pelabuhan Tanjung Priok yaitu Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing yang akan dianalisis adalah: (a) Tingkat pendidikan responden, (b) Pertumbuhan Penduduk, (c) Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan kepelabuhanan (d) Pendapatan masyarakat (responden), (e) Jenis mata pencaharian penduduk dan pertumbuhan kegiatan usaha/ekonomi sebagai efek ganda dari keberadaan pelabuhan, (f) Tingkat pengetahuan penduduk terhadap lingkungan dan kepelabuhanan, (g) Tanggapan masyarakat terhadap keberadaan dan rencana pengembangan pelabuhan, (h) Program bina lingkungan dari pengelola pelabuhan terhadap kawasan sektor pelabuhan, (i) Data kecelakaan kerja di pelabuhan dan (j) Data keamanan pelabuhan . Parameter aspek sosial pelabuhan yang dimulai dalam studi ini adalah analisis kondisi sosial ekonomi masyarakat di kawasan penyangga pelabuhan yaitu tingkat pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja dengan menggunakan standar penilaian dari Badan Pusat Statistik dan Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum Propinsi (UMP), persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan rencana pengembangan pelabuhan, bina lingkungan dan tingkat kerawanan sosial masyarakat di sekitar pelabuhan. Analisis sosial di dalam pelabuhan meliputi tingkat Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan (K3) para
7575
pekerja dan tingkat keamanan pelabuhan (ISPS-Code). Analisis deskriptif kualitatif ini merupakan kegiatan penelitian yang meliputi hasil analisis terhadap data-data yang dikumpulkan dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Penelitian deskriptif
menentukan dan melaporkan
keadaan sekarang. Penelitian deskriptif tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol lingkungan ditinjau dari aspek sosial meliputi dampak pertumbuhan pelabuhan terhadap peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendidikan masyarakat kawasan sekitar pelabuhan, persepsi/peran masyarakat sekitar pelabuhan dan stakeholder di dalam pelabuhan terhadap kegiatan kepelabuhanan dan rencana pengembangannya, serta penyiapan lembaga layanan pemerintah untuk memberi akses, pengolahan dan pemasaran produk kepelabuhanan kepada masyarakat sekitar (kawasan penyangga) Pelabuhan Tanjung Priok. 3.6.3 a.
Metode Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang dengan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok
Metode Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang dan kriteria fisik/teknis fungsi-
fungsi yang ada di dalam pelabuhan, baik di daratan pelabuhan maupun di perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Kesesuaian pemanfaatan ruang daratan pelabuhan ditinjau terhadap Master Plan Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok dan Rencana Tata Ruang wilayah DKI Jakarta, sedangkan kesesuaian kondisi fisik dan teknis sarana/prasarana perairan pelabuhan ditinjau dari standar dan pedoman perencanaan pelabuhan ecoport sesuai Tabel 36. Untuk menganalisis kesesuaian pemanfaatan ruang daratan pelabuhan digunakan metode analisis Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (Geographyc Information System) adalah “an organized collection of computer hardware, software, geographic data, and personnel designed to efficiently capture, store, update manipulate, analyze, and display all forms of geographically referenced information (Burrough, 1986)”. Pada proses analisis ini, metode SIG dilakukan untuk menganalisis kesesuaian pemanfaatan ruang daratan eksisting, tahap awal dilakukan pemetaan fungsi-fungsi/kegiatan eksisting (existing land-use) di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan menghitung luasan masing-masing fungsi. Selanjutnya
76
dilakukan analisis superimpose masing-masing fungsi dengan rencana peruntukan sesuai Masterplan Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga didapat gambaran kesesuaian pemanfaatan ruang/lahan zoning dalam kawasan pelabuhan terhadap Masterplan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Indikator penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut : 1) S1 : Sesuai. Ruang ini memiliki parameter-parameter kesesuaian tanpa pembatas (restriction) ataupun memerlukan perlakuan khusus untuk dapat digunakan sesuai dengan rencana pemanfaatannya. 2) S2 : Kurang sesuai. Ruang ini memiliki satu atau dua lebih parameter yang memiliki pembatas atau memerlukan perlakuan khusus sesuai dengan rencana pemanfaatannya. 3) N : Tidak sesuai. Ruang ini memiliki pembatas yang permanen sehingga tidak dapat digunakan sesuai dengan rencana pemanfaatannya. b. Metode Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Perairan Pelabuhan Kesesuaian teknis dan sarana/prasarana perairan Pelabuhan Tanjung Priok, untuk teknis fungsional kepelabuhanan dan alur keselamatan pelayaran disesuaikan dengan parameter-parameter teknis fungsional kepelabuhanan dan keselamatan alur pelayaran. Teknis fungsional kepelabuhanan dan alur keselamatan pelayaran meliputi kedalaman laut, seabed material, jarak ke mulut pelabuhan, arus, gelombang, angin, jarak ke daerah sensitif, tingkat sedimentasi (perairan) dan sedimentasi alur pelayaran, halangan dan ada tidaknya daerah terlarang. Indikator penilaian kesesuaian pemanfaatan perairan untuk teknis fungsional kepelabuhanan dan alur keselamatan pelayaran untuk setiap parameter dikelompokkan dalam tiga (3) kategori, yaitu : 1) S1 : Sesuai. 2) S2 : Kurang Sesuai. 3) N : Tidak Sesuai. Kategori-kategori Sesuai, Kurang Sesuai dan Tidak Sesuai tersebut di atas dalam studi ini berlaku untuk seluruh parameter penilaian teknis fungsional kepelabuhanan dan keselamatan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil analisis tentang kesesuaian pemanfaatan perairan untuk teknis fungsional
77
kepelabuhanan dan alur keselamatan pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok untuk lebih jelasnya disajikan dalam bentuk Matrik pada Tabel 12. Tabel 12. Matrik Kesesuaian Pemanfaatan Perairan untuk Teknis Fungsional Kepelabuhanan dan Alur Keselamatan Pelayaran No
Parameter
1
Kedalaman
2
Seabed material Jarak ke mulut pelabuhan Arus
3
4
5 6 7
8
9
10
S1 (Sesuai) Cukup aman untuk alur dan labuh kapal Lempung berpasir, pasir berlumpur Dekat
S2 (Sesuai bersyarat) Terlalu dalam
N (Tidak Sesuai) Kedalaman tidak cukup
Lumpur
Karang
Membutuhkan olah gerak tambahan
Terlalu jauh
Arus agak kencang tetapi olah gerak kapal masih memungkinkan Gelombang < 1,0 m 1,0-1,5 Angin Calm- 12 knot 12-20 Jarak ke Jauh Dekat, tapi dapat daerah melakukan tindakan sensitif penanggulangan Sedimentasi Sedimentasi rendah, Sedimentasi, perlu (perairan) pengerukan dalam pengerukan rutin 5 jangka panjang tahun Sedimentasi Sedimentasi rendah, Sedimentasi, perlu (alur pengerukan dalam pengerukan rutin 3 pelayaran) jangka panjang tahun Halangan Tidak ada halangan Terdapat halangan yang mengganggu tetapi masih dapat olah gerak kapal dihindari oleh kapal Daerah Terlarang
Arus lambat, aman olah gerak kapal dan lego jangkar
Tidak ada larangan
Terdapat jaringan pipa/kabel bawah laut dan perlu rambu-rambu
Arus kencang, tidak mungkin labuh, lego jangkar > 1,5 m > 20 knot Tidak sempat untuk tindakan penaggulangan Sedimentasi perairan tinggi Sedimentasi alur pelayaran tinggi Banyak halangan membahayakan keselamatan pelayaran Terdapat jaringan pipa/kabel dasar laut dan sangat beresiko untuk dilewati kapal atau lego jangkar
Sumber: Diolah dari Agerschou (1983), JICA (2003), OCDI (1991), Quinn (1972), UNTACD (2000)
3.6.4
Metode Analisis Pertumbuhan Arus Barang dan Kapasitas Ruang Pengembangan Pelabuhan
a. Metode Analisis Pertumbuhan Arus Barang Kondisi eksisting aspek ekonomi mengacu pada data-data sekunder dari instansi-instansi yang terkait. Parameter ekonomi yang akan dianalisis adalah
78
pertumbuhan arus barang dikaitkan dengan analisis kinerja Pelabuhan Tanjung Priok yang dipengaruhi kinerja pelayanan kapal dan kinerja pelayanan pelabuhan barang ekspor-impor dan antar pulau. Perhitungan proyeksi pertumbuhan arus barang di dalam studi ini menggunakan data sekunder dari Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2030 sesuai Kep. Menhub No. 42/2011. Perhitungan proyeksi ini menggunakan Metode Multiple Regression Model, perluasan Simple Regression, yaitu proyeksi dengan berdasarkan kepada trend perkembangan satu periode sebelumnya, misalnya periode 5 tahun. Metoda ini tetap memperhatikan keterkaitannya dengan variabel pertumbuhan populasi, PDRB total ataupun sektor PDRB dari daerah belakangnya. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa karakteristik data sangatlah penting dalam menentukan metoda yang dapat dipakai ataupun cara yang akan dipakai. Berdasarkan pemahaman terhadap karakteristik data yang ada, maka daerah belakang (hinterland) Jabotabek sangatlah dominan dalam menentukan perkiraan aliran kargo di masa datang di Pelabuhan Tanjung Priok. Sesuai dengan hasil kalkulasi, maka didapatkan keterkaitan antara beberapa jenis kargo terhadap nilai PDRB maupun jumlah populasi dari wilayah hinterland Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu Jabotabek. Wilayah Jabotabek dipilih sebagai daerah belakang (hinterland) utama, dikarenakan konsentrasi penyebaran kawasan industri dan perdagangan yang cukup tinggi dan dengan konsentrasi penduduk di wilayah Jabotabek. Untuk
proyeksi pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung
Priok dan proyeksi kapasitas ruang pengembangan di dalam studi ini, rentang waktu digunakan periode waktu sebagai berikut : 1) Periode jangka pendek tahun 2011 - 2015 2) Periode jangka menengah tahun 2011 - 2020 3) Periode jangka panjang tahun 2011 - 2030 Analisis pertumbuhan arus kargo / barang (kontainer dan non kontainer) dan kunjungan kapal-kapal angkutan barang dan kapal roro, di dalam studi ini dibagi atas proyeksi tahap jangka pendek pendek, jangka menengah dan jangka panjang, sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Proyeksi pertumbuhan arus barang dan kunjungan kapal adalah untuk
79
memprediksi : (1) kebutuhan ruang yang penggunaannya untuk dermaga, sarana/prasarana bongkar-muat berdasarkan jenis kargo dan distribusi ruangnya serta fasilitas pendukungnya, (2) distribusi aliran kargo secara ruang dalam pelabuhan, terkait dengan pola aliran barang angkutan truk (jalan raya) dan angkutan rel kereta api. Rumus proyeksi pertumbuhan arus barang, kapal dan angkutan barang ke dan dari Pelabuhan Tanjung Priok, ada hubungannya dengan perkembangan ekspor impor/arus barang dari kegiatan industri dan perdagangan dari daerah belakang utama pelabuhan (wilayah Jabotabek). b. Metode Analisis Pelabuhan
Kapasitas
Kebutuhan
Ruang
Pengembangan
Untuk menghitung kapasitas kebutuhan ruang Pelabuhan Tanjung Priok eksisting (tahun 2009) dan pengembangannya, khususnya lahan lapangan penimbunan kontainer sebagai fungsi utama di kawasan pelabuhan, di dalam studi penelitian ini digunakan rumus dari Ligteringen (2009) tentang Ports and Terminals bagian Planing and Design Container Terminal, yaitu: O= Di mana : O Ci td F mi
Ci td F 365 mi
Luas Area yang dibutuhkan (m2) Jumlah pergerakan kontainer per tahun per tipe stock (TEUs) Rata-rata waktu timbun (dwell time) per hari Area yang dibutuhkan untuk kontainer per TEUs (termasuk jalur pergerakan) per m2 = Rata-rata tinggi stacking (0,6 ke 0,9) = YOR (0,65 ke 0,70)
= = = =
Perhitungan dengan menggunakan rumus ini sudah diterapkan dalam perencanaan pengembangan pelabuhan di negara-negara berkembang dan di dalam studi disertasi ini, rumus ini dinilai cocok untuk diterapkan dalam menganalisis kapasitas kebutuhan ruang pelabuhan eksisting dan kebutuhan ruang untuk pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Selanjutnya penggunaan standar Yard Occupantie Ratio (YOR) dalam rumus H. Ligteringen sebesar 0,65 (65%) sampai 0,70 (70%) dinilai cocok digunakan dalam studi ini untuk pendekatan analisis pengembangan
80
pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok. 3.6.5
Metode Analisis Kelembagaan Pengelolaan Pelabuhan Parameter atau variabel aspek kelembagaan yang dianalisis meliputi : (a)
Preferensi stakeholders tentang pengelolaan dan pengoperasian kegiatan kepelabuhanan, (b) Pembagian tugas dan wewenang dalam pengelolaan kepelabuhanan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (c) Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang berkaitan dengan prosedur dan kelembagaan penyusunan dan pengesahan Rencana Induk Pelabuhan, penyusunan dan penetapan Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, pengawasan pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan di dalam pelabuhan, termasuk pengendalian lingkungan di luar kawasan pelabuhan tetapi mempunyai dampak besar terhadap pencemaran pelabuhan. Selanjutnya untuk keberlanjutan pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok yang berwawasan lingkungan ditinjau dari aspek kelembagaan, akan dilakukan analisis terhadap peraturan tentang pengelolaan lingkungan, ketersediaan personil penegak hukum lingkungan, keadilan dalam hukum pengelolaan
lingkungan
dan
transparansi
dalam
kebijakan
pengelolaan
lingkungan. Dalam studi penelitian ini, aspek kelembagaan dianalisis berdasarkan kajian terhadap Struktur Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Pelabuhan sesuai Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam aspek kelembagaan, studi disertasi ini akan memfokuskan analisis effektifitas penerapan Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dikaitkan dengan UndangUndang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditinjau dari hak dan kewajiban
penanganan
aspek-aspek
pemerintahan,
pembangunan
dan
kemasyarakatan pada aspek kepelabuhanan. 3.6.6 Metode Analisis Penataan Ruang dan Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport). Analisis penataan ruang kawasan pelabuhan eksisting dan rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) menggunakan pendekatan :
81
1) Penataan ruang kawasan pelabuhan eksisting dan kawasan penyangga, dikaji dengan pendekatan :
Penataan ruang rinci (zoning plan) Pelabuhan Tanjung Priok eksisting disesuaikan dengan Masterplan pelabuhan dan standar perencanaan kawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil rumusan standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok.
Usulan sinkronisasi Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok dengan Rencana Rinci Tata Ruang Pelabuhan, dengan gradasi peruntukan karena memiliki keterkaitan dan ketergantungan fungsi dan aksessibilitas.
2) Rencana
Pengembangan
Pelabuhan
Tanjung
Priok
berwawasan
lingkungan (ecoport) sekaligus sebagai pelabuhan pengumpan dikaji dengan menggunakan pendekatan analisis tata ruang :
Menjadi Sub Sistem dari Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) dan bagian integral dari Strategi Pengembangan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRN) atau National Spatial Plan.
Disinkronkan dengan mengkaji Studi Masterplan Pengembangan Pelabuhan dan Logistik di Kawasan Metropolitan Jakarta Republik Indonesia (JICA, 2011) yang digunakan sebagai bahan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 42 Tahun 2011 atau Port National Master Plan.
Kesesuaian dengan Struktur Ruang, Pola Jaringan Jalan dan Penetapan Wilayah Pengembangan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2011-2030 dan Penataan Ruang Wilayah Jabodetabekpunjur 2030 atau Urban and Regional Spatial Planning.
83
4 KONDISI UMUM DAERAH STUDI 4.1
Profil Pelabuhan Tanjung Priok
4.1.1
Letak Geografis Luas Area dan Fasilitas Pelabuhan Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di
Indonesia yang terletak di Pantai Utara Pulau Jawa tepatnya di Pesisir Teluk Jakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Secara geografis Pelabuhan Tanjung Priok terletak pada 106053’00” BT dan 6006’00” LS dengan total luas 604 Hektar. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki panjang penahan gelombang 8.456 meter, panjang alur 16.853 meter, panjang dermaga 13.444 meter, daerah labuh jangkar bagi kapal-kapal di Pelabuhan Tanjung Priok berlokasi di sebelah Utara pelabuhan dengan kedalaman laut 7-19 meter (PT Pelindo II, 2009). Pelabuhan Tanjung Priok memiliki area perairan berupa kolam pelabuhan seluas 424 ha (area pelabuhan dan break water) dan area daratan seluas 604 ha. Area daratan digunakan untuk pergudangan lapangan umum, lapangan petikemas, lapangan penumpukan mobil, tengki minyak palm bit dan non palm bit, dermaga, perkantoran, fasilitas prasarana dan sarana kawasan ruang terbuka hijau dan fasilitas penunjang lainnya. Terminal atau dermaga di pelabuhan Tanjung Priok terdiri dari: 1) Terminal Penumpang Nusantara Pura yang terdiri dari Pelabuhan Nusantara Pura I (kedalaman 5-8 meter) dan Pelabuhan Nusantara Pura II (kedalaman 6-8 meter), 2) Terminal Konvensional dan 3) Container Terminal Regional Harbour yang terdiri dari Pelabuhan I (kedalaman 5-9 meter), Pelabuhan II (kedalaman 7-10 meter), dan Pelabuhan III (kedalaman 9-12 meter), 4) Jakarta International Container yang terdiri dari
Terminal JICT I (kedalaman 10-14
meter) dan JICT II (kedalaman 8-9 meter), 5) Terminal Petikemas Koja (kedalaman 14 meter), dan 6) Dermaga Khusus yang terdiri dari Dermaga Khusus Pertamina (kedalaman 7-12 meter), Dermaga Khusus Bogasari (kedalaman 9-20 meter), Dermaga Khusus Sarpindo (kedalaman 9-12 meter), dan Dermaga Khusus DKP (kedalaman 9 meter). Data dermaga / terminal di kawasan pelabuhan Tanjung Priok dan kedudukannya terhadap wilayah Jabodetabek sebagai daerah belakang utama pelabuhan Tanjung Priok di sajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16.
84
Gambar 15. Peta Layout Fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok 2009 84
85
1) Terminal Penumpang Nusantara Pelabuhan Tanjung Priok tidak hanya menangani barang, tetapi juga menyediakan fasilitas bagi kapal-kapal penumpang. Pada awalnya terminal penumpang masih disatukan dengan barang. Dalam perkembangannya arus penumpang mengalami peningkatan dan telah difasilitasi dengan kapal-kapal penumpang PT. PELNI. Seiring dengan perkembangan, maka pada tahun 1975 dibangun Terminal Penumpang Nusantara Pura I . Melihat tuntutan pelayanan dan pengguna jasa kepelabuhanan, khususnya penumpang kapal laut, dibangun Terminal Penumpang Nusantara Pura II. 2) Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok Dikelola oleh PT Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai pelabuhan kelas utama, Pelabuhan Tanjung Priok berfungsi melayani barang dan penumpang antar negara dan antar pulau, sehingga posisinya yang strategis di DKI Jakarta sebagai Ibukota negara Republik Indonesia, menjadikannya sebagai gerbang utama perekonomian Indonesia. Pada tahun 2004, arus barang yang melalui Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok mencapai ± 136 juta ton. Pengoperasian dermaga di terminal konvensional ini disesuaikan dengan karakteristik barang yang dibongkar muat. Hal ini sejalan dengan penataan dan pengembangan
pelabuhan
yang
secara
berkesinambungan
mengikuti
perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan pelayanan
jasa
kepelabuhanan. 3) Container Terminal Regional Harbour Dikelola oleh PT Multi Terminal Indonesia, salah satu anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan merupakan pengembangan dari Terminal Serba Guna yang khusus menangani bongkar muat petikemas antar pulau. Setelah menjadi bagian dari PT Multi Terminal Indonesia (PT MTI), terminal ini diharapkan menjadi terminal petikemas yang mempunyai lingkup usaha, tidak saja regional tetapi juga berskala internasional dan menjadi salah satu segmen usaha unggulan PT
Multi Terminal Indonesia. Sebagai salah satu anak
perusahaan PT Pelindo II (Persero), PT Multi Terminal Indonesia telah menjadi salah satu anak perusahaan, menjadi andalan menunjang pendapatan perusahaan, sekaligus menjadi operator gabungan antara angkutan barang dalam negeri dan
86
Sumber : Himpunan Kawasan Industri Indonesia, 2009
Gambar 16
Peta Wilayah Jabodetabek sebagai Daerah Belakang Utara Pelabuhan Tanjung Priok
87
angkutan barang ekspor. Gabungan fungsi antara angkutan dalam negeri dengan angkutan ekspor pada komplek dermaga yang sama memberikan nilai tambah karena efisiensi waktu dan biaya, khususnya barang-barang eksport dan import dari dan menuju daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. 4) Jakarta International Container Terminal (JICT) Jakarta Internasional Container Terminal dikelola oleh PT JICT. Perusahaan ini didirikan tahun 1999, merupakan afiliasi dari PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dengan kepemilikan saham 48,9%, Grosbeak Pte, Ltd dari Hongkong memiliki saham sebesar 51% dan Koperasi Pegawai Maritim sebesar 0,1%. Saat ini PT. JICT merupakan terminal petikemas terbesar dan tersibuk di Indonesia, berdiri di atas lahan 100 Hektar. Tahun 2004 arus petikemas di JICT mencapai 1,6 Juta TEUs. Untuk melayani kegiatan bongkar muat petikemas, terminal ini didukung dengan fasilitas yang modern, dan peralatan teknologi informasi yang canggih dan realtime yakni Container Terminal Management System (CTMS). Kinerja operasional di terminal ini cukup efisien, hampir tidak ada waktu tunggu (waiting time) serta kemampuan layanan petikemas mencapai 26 box/crane/hour (box per petikemas per jam). Terminal JICT ini setiap bulannya mampu melayani 125 - 130 unit kapal/bulan. Langkah mengantisipasi peningkatan pertumbuhan arus petikemas ini, PT JICT telah melakukan penambahan dermaga sepanjang 525 meter dan lapangan penumpukan seluas 3,5 Hektar. Hal tersebut akan menambah kapasitas pelayanan petikemas menjadi 3,1 Juta TEUs per tahun. Di samping tambahan dermaga dan lapangan penumpukan tersebut, PT JICT terus melakukan pengembangan dan penyempurnaan pelayanan jasa kepelabuhanan secara berkesinambungan. 5) Terminal Peti Kemas Koja Merupakan kerjasama operasi antara PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dengan saham 52,12 persen dengan PT Ocean Terminal Petikemas (47,88 persen). Terminal Peti Kemas (TPK) Koja telah beroperasi sejak tahun 1998. Posisi terminal ini berada di sebelah timur Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT). Kinerja pelayanan bongkar muat petikemas tiap tahun mengalami peningkatan. Untuk melayani kegiatan bongkar muat petikemas ini, TPK Koja dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang modern berupa peralatan teknologi
88
informasi (sistem komputer) yang canggih. Pada tahun 2005, Terminal Peti Kemas Koja melakukan penambahan dermaga sepanjang 112 meter, sehingga panjang dermaga keseluruhan menjadi 650 meter dan target kapasitas terminal menjadi 615.000 TEUs di tahun 2005. Kinerja operasional di terminal ini mencapai 27 box per crane per jam (B/C/IT) serta kapal yang dilayani rata-rata mencapai 45 unit per bulan. Terminal ini menambah pelayanan "tracking container" melalui TPK Koja, mobile service yang menggunakan media SMS, sehingga dengan mudah akan didapatkan informasi seputar petikemas yang diinginkan pelabuhan. 6) Fasilitas Pelabuhan Fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok terdiri dari alur, kolam, dan breakwater pelabuhan, tambatan (dermaga), lapangan penumpukan dan gudang, peralatan terminal petikemas, peralatan terminal konvensional dan head-truck, utilitas pelabuhan dan navigasi. Berdasarkan fungsinya, maka fasilitas pelabuhan Tanjung Priok terbagi atas: a) Fasilitas yang melayani kegiatan bongkar muat secara konvensional; Pengelolaannya berada di bawah manajemen PT. (Persero) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok yang berfungsi melayani kegiatan bongkar muat barang umum, bagian cargo, curah cair/kering dang petikemas antar pulau. b) Fasilitas yang khususnya melayani bongkar muat petikemas internasional; Pengelolaannya berada di bawah manajemen PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Petikemas Koja dan PT. Multi Terminal Indonesia (MTI). Berfungsi melayani kegiatan bongkar muat petikemas internasional yang didukung dengan fasilitas modern, teknologi informasi yang canggih dan Petikemas Terminal Management System. c) Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat curah cair; Dermaga DKP pengelolaannya dibawah manajemen cabang Pelabuhan Tanjung Priok bekerjasama dengan PT. Dharma Karya Perdana (DKP) dan Dermaga PT. Pertamina dikelola dan dioperasi oleh PT. Pertamina (Persero). d) Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat curah kering:
Curah kering khususnya semen dan batubara
89
Pengelolaannya berada dibawah manajemen pelabuhan Tanjung Priok yang pengoperasiannya bekerjasama dengan PT. MTI dan PT. Semen Padang.
Curah kering khusus pangan
Merupakan pengembangan fasilitas pelabuhan laut Tanjung Priok yang pengelolaan dan pengoperasiannya bekerjasama dengan PT. Bogasari dan PT. Sarpindo.
e) Fasilitas yang khusus melayani naik turun penumpang: Pengelolaannya berada dibawah manajemen cabang pelabuhan Tanjung Priok yang berfungsi khusus melayani kegiatan turun naik penumpang kapal laut. Pelabuhan Tanjung Priok saat ini memiliki area perairan seluas sekitar 424 ha (termasuk area pelabuhan dan breakwater) dan 604 ha area daratan. Layout dari konfigurasi alur, kolam, dan breakwater pelabuhan Tanjung Priok tersebut dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15. Tabel 13 Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok NO
LOKASI
I 1
ALUR PELAYARAN Alur DKP s/d Utara Pelabuhan I Alur Utara Pelabuhan I s/d Lampu Merah Hijau Alur Lambang Luar Alur Pelabuhan Minyak Pengasinan Kali Japat
2 3 4 5
TOTAL
PANJANG M
SPESIFIKASI LEBAR LUAS M M2
KEDALAMAN M.L.WS
3,840.00
100,00
384,000.00
-10.00 s/d -14.00
1.700,00
100,00
170,000.00
-14.00
1.463,00 990.00
125,00 50,00
182,875.00 49,500.00
-14.00 -12.00
1,700.00
75,00
127,500.00
-6.00
8,703.00
913,875.00
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009
Tabel 14 Kolam Pelabuhan Tanjung Priok NO
LOKASI
II 1
KOLAM PELABUHAN PELABUHAN NUSANTARA I PELABUHAN NAUSANTARA II PELABUHAN I PELABUHAN II
2 3 4
Panjang m
SPESIFIKASI Lebar Luas m m2
1.700,00
105,00
178,500.00
-4.00 s/d -6.00
1.020,00
55,00
56,100.00
-4.00 s/d -8.00
1.080,00 1.020,00
170,00 142,00
183,600.00 144,840.00
-4.00 s/d -10.00 -4.00 s/d -12.00
Kedalaman m.l.ws
90
NO
LOKASI
5 6
PELABUHAN III Depan Dermaga Utara Koja Kanal Depan Dermaga TPK Koja DERMAGA PRESIDEN KOLINAMIL
7 8 9
Panjang m 1.040,00 265,00 450,00
SPESIFIKASI Lebar Luas m m2 185,00 192,400.00 150,00 39,750.00 150,00
TOTAL
Kedalaman m.l.ws -10.00 s/d 11.50 -14.00
67,500.00
-14.00 -3.00 -5.00
862,690.00
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009
Tabel 15 Breakwater Pelabuhan Tanjung Priok No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Breakwater Nusantara BW-I Nusantara BW-I BW-Barat BW-I Timur BW-II Timur BW-III Timur BW-IV Timur BW-V Timur Bogasari BW-Barat Bogasari BW-Timur Total
L (m) 591 659 1.750 1.479 228 934 98 1.548 713 1.507 9.507
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009
Fasilitas tambatan (dermaga) yang ada di pelabuhan Tanjung Priok secara umum dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 16. Tabel 16 Tambatan (Dermaga) Di Pelabuhan Tanjung Priok NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
JENIS DERMAGA General kargo Serbaguna Petikemas Penumpang Curah Kering Curah cair Khusus Minyak Curah cair Khusus Kimia Beaching Point Mobil TOTAL
JUMLAH 42 5 13 3 8 4 1 1 2
PANJANG 6.597,70 914 2.800 450 1.242 377 204 66 308 13.361,30
KEDALAMAN 5-11 8-11 9-14 9 4-10 12 8 6 10
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009
91
Fasilitas gudang dan lapangan penumpukan (open yards) yang dimiliki oleh pelabuhan Tanjung Priok secara umum disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Gudang dan Lapangan Penumpukan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok No.
Jenis Fasilitas
Jumlah
Luas (m2)
1 2 3 4 5
Gudang Umum Gudang Barang Berbahaya Lapangan Umum Gudang CF5 Lapangan Petikemas Lapangan Penumpukan untuk Mobil Tengki Minyak (Palm Oil) Tengki Minyak (Non Palm Oil)
21 6 62 2 3
101.972,27 10.260 361.627,20 5.400 1.567.000,00
1
50.000
6 7 8
Kapasitas (ton)
45
105,720
20
26,350
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009
4.1.2
Aspek Fisik Pelabuhan
1) Iklim Kondisi iklim di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terletak pada wilayah yang dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Iklim di wilayah studi berada dalam daerah yang cukup basah dengan tipe iklim B menurut klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson (1951). Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober sampai Mei dengan curah hujan berkisar antara 73 mm pada bulan Mei sampai 416 mm pada bulan Januari. Musim hujan dipengaruhi oleh angin pasat Barat Laut. Musim kemarau berlangsung dari bulan Juni sampai September dengan kisaran curah hujan dari 37 mm pada bulan Agustus sampai 49 mm pada bulan Juli. Musim kemarau dipengaruhi oleh angin pasat Timur Laut. Suhu udara berkisar dari 26,7 0C pada bulan Januari sampai 27,9 0C pada bulan Oktober dan Nopember. Kelembaban nisbi berkisar dari 71 persen pada bulan September sampai 83 persen pada bulan Januari dan Februari. Data iklim ratarata bulanan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok dari 1999-2008 selengkapnya disajikan pada Tabel 18.
92
Tabel 18 Data Iklim Rata-rata Bulanan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok (1999-2008) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Curah Hujan Rata-Rata (mm) 416 206 156 109 73 44 49 37 38 87 96 201
Suhu Udara Rata-Rata (0C) 26,4 26,7 27,2 27,8 27,8 27,7 27,5 27,6 27,7 27,9 27,9 27,0
Kelembaban Nisbi Udara Rata-Rata (%) 83 83 81 79 78 75 73 72 71 73 75 79
Sumber : Data Sekunder BMG, Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok, 2009
Berdasarkan analisis cakra angin (windrose) Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok, angin mempunyai pola musiman yang jelas. Dari bulan November sampai April bertiup angin barat dan pada bulan Mei sampai Oktober bertiup angin timur. Kecepatan angin berkisar dari satu knot sampai enam knot dengan frekuensi terbanyak empat sampai enam knot. 2) Topografi Ketinggian pelabuhan Tanjung Priok dari permukaan laut antara nol sampai dengan dua meter, dari tempat tertentu ada yang di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa/empang air payau. Kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya sembilan sungai dan dua banjir kanal, ke perairan pelabuhan Tanjung Priok menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut. Untuk mengatasi terjadinya banjir akibat banjir kiriman ataupun karena air pasang laut, maka PT Pelindo II (Persero) telah membuat peil banjir setinggi 2,75 meter dan pembangunan tanggul penahan rob walaupun belum dapat menanggulangi banjir secara total, terutama akibat kenaikan muka air laut (rob). 3) Geomorfologi dan Geologi Berdasarkan bentuk bentang alam (landscape) secara umum, geomorfologi wilayah bagian Utara Jakarta dapat dibagi menjadi dua, yaitu;
93
- Satuan Geomorfologi Dataran Pantai Satuan geomorfologi dataran pantai letaknya memanjang sepanjang Pantai Utara Jakarta. Satuan geomorfologi dataran pantai merupakan daerah dengan kelerengan datar hingga landai (1 - 3). Ketinggian muka
daratan dan
permukaan laut antara 0,5 - 1,0 m. Litologi yang menempati satuan tersebut adalah endapan pasir dan lempung serta sebagian ditempati rawa-rawa. Pola aliran sungai yang berkembang umumnya sub-dendritik dengan arus yang tidak begitu kuat. - Satuan Geomorfologi Fluvial Satuan geomorfologi fluvial terletak di bagian selatan dari satuan geomorfologi dataran pantai, memanjang dari barat ke timur. Satuan ini umumya berupa dataran yang tidak begitu terpengaruh oleh proses interaksi dengan laut. Litologinya terdiri dari lempung dan kerikil (gravel) yang merupakan hasil transportasi endapan vulkanik. Pola aliran sungainya adalah sub-pararel hingga pararel. Kawasan pelabuhan Tanjung Priok terletak pada satuan geomorfologi dataran pantai dengan topografi di kawasan tersebut relatif datar, sehingga potensi terjadinya gerakan tanah adalah sangat kecil. Kondisi litologi mengindikasikan bahwa di kawasan tersebut terdapat tanah/batuan yang relatif lunak. Arus air yang tidak begitu besar menunjukkan bahwa erosi oleh air sungai juga tidak besar dan sedimentasi berlangsung intensif. Secara umum berdasarkan zonasi gempa, DKI Jakarta berada pada Zona 4 dengan potensi gempa sedang. - Geologi Teknik Sifat fisik tanah dan batuan di kawasan pelabuhan Tanjung Priok berupa satuan lanau pasiran-lempung organik. Satuan itu merupakan endapan rawa dan tersusun dari lanau pasiran dan lempung organik dengan sisipan pasir lempungan dengan ketebalan 2 – 26 meter. Lanau pasiran dan lempung organik berwarna abu-abu kehitaman, konsistensinya sangat lunak, plastisitas sedang-tinggi, kompresibilitas tinggi, permeabilitas rendah, kandungan air dan material organik tinggi, dijumpai sisa-sisa tumbuhan, berat jenis (G) 2,61-2,65 gr/cm3, berat isi asli (gw) 1,36-1,44 gr/cm3, berat isi kering (gd) 0,67-0,91 gr/cm3, kohesi (c) 0,04-0,15 kg/cm2, sudut geser dalam (f) 1,04-10,35, dan indeks kompresi (Cc) 0,4470,794.
94
4) Hydro-Ocenografi Kondisi hydro-ocenografi meliputi hydrografi, pasang surut, arus dan gelombang. Secara umum hydrografi keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Priok landai, dengan dasar lautnya lumpur pasir serta kedalaman alur masuk sekitar 10-14 meter. Pasang surut di perairan laut Tanjung Priok memiliki waktu tolak tujuh jam, muka surutan (ZO) rata-rata 60 cm di bawah duduk tengah, dengan sifat pasang surut adalah harian tunggal. Untuk tunggang air rata-rata pada pasang purnama adalah sebesar 86 cm, sedangkan tunggang air rata-rata pada pasang mati mencapai 26 cm. Posisi station current tower pelabuhan Tanjung Priok terletak pada geografis 050 – 54’ – 34” LS dan 1070 - 00’ – 14” BT. Kecepatan maksimum arus umumnya mencapai 1 knot dengan arah sekitar 500 terjadi pada air surut. Arus bukan pasang surut mempunyai kecepatan sekitar 0.3 knot dengan arah 450 kecepatan arus pasang surut mencapai 1,1 knot pada waktu spring tides dengan arah sekitar 500 pada waktu air surut dan sekitar 2300 pada waktu air pasang. Tinggi gelombang pada umumnya berkisar 0,1 sampai dengan satu meter, periode gelombang berkisar satu sampai delapan detik, panjang gelombang mencapai 1-21,10C sampai dengan 29,70C. Pada bulan April dan Mei antara 21,10C sampai dengan 29,70C, suhu maksimum mencapai kisaran antara 29,10C sampai dengan 29,70C. Pada bulan Oktober dan November suhu maksimum bisa mencapai 28,60C sampai dengan 29,20C. Pada saat-saat tertentu bisa meningkatkan sampai dengan 30,50C. 5) Kondisi Perairan dan Bathimetri Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air laut perairan Teluk Jakarta oleh BPLHD DKI Jakarta, di perairan laut yang dekat ke pantai, kondisi kualitas air buruk dan sudah tidak memenuhi baku mutu untuk peruntukkan rekreasi. Perkembangan pencemaran dari tahun 2004 sampai 2009 pada kondisi pasang dan surut fluktuatif, tetapi cenderung naik. Sumber pencemaran adalah land base pollution
seperti limbah domestik dan limbah kegiatan lain dan sea base
pollution, seperti kegiatan pelayaran dan tumpahan minyak. Secara umum kedalaman laut di sekitar pelabuhan Tanjung Priok mempunyai kedalaman berkisar antara -10,5 LWS sampai -14,7 LWS. Karena letaknya di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, maka telah ada upaya–upaya untuk menjaga kedalaman di kolam dan alur pelayaran ini.
95
4.1.3
Pertumbuhan Arus Barang dan Penumpang Pertumbuhan kegiatan ekonomi di pelabuhan Tanjung Priok dapat diukur
dari jumlah atau arus kunjungan kapal dan arus barang. Arus kunjungan kapal dilihat dari jumlah unit dan Gross Ton (GT). Berdasarkan data PT Pelindo II (Persero), arus kunjungan kapal dilihat dari jumlah unit periode tahun 2004 sampai 2008, menunjukkan angka yang berfluktuasi. Dari tahun 2004 sampai 2008 terjadi peningkatan jumlah kunjungan kapal secara fluktuatif, akan tetapi pada tahun 2009 terjadi penurunan. Kunjungan kapal di pelabuhan Tanjung Priok dalam statistik pelabuhan dibedakan dalam dua pengelompokan, yaitu berdasarkan atas jenis pelayaran dan atas jenis kapal. Berdasarkan jenis pelayaran, kapal dibedakan menjadi kapal niaga dan kapal non-niaga. Kapal non-niaga pada umumnya adalah kapal negara atau kapal tamu, sedangkan kapal niaga, dibedakan menjadi kapal pelayaran luar negeri yang mengangkut barang perdagangan luar negeri atau internasional, dan kapal pelayaran dalam negeri yang mengangkut perdagangan domestik atau antar pulau. Arus kunjungan kapal berdasarkan jenis pelayaran tertinggi terjadi pada pada tahun 2008, dengan jumlah 19,610 unit. Sedang arus kunjungan kapal terendah pada tahun 2004 dengan jumlah 15,928 unit. Kunjungan kapal berdasarkan jenis pelayaran dan jumlah unit di pelabuhan Tanjung Priok periode 2004 sampai tahun 2009 disajikan pada Gambar 17.
Jumlah (Unit)
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Pelayaran Internasional
4,843
5,269
5,351
6,776
6,821
4,608
Pelayaran Dalam Negeri
11,085
11,644
10,794
12,064
12,789
12,029
Jumlah
15,928
16,913
16,145
18,840
19,610
16,637
Gambar 17
Grafik Kunjungan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Jenis Pelayaran & Jumlah Unit Tahun 2004-2009 (Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, 2009)
96
Kunjungan kapal berdasarkan Gross Tonase (GT), periode tahun 2004 hingga tahun 2009 menunjukkan terjadi fluktuasi yang beragam arus kunjungan kapal selama periode tersebut. Jumlah arus kunjungan tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 93.015.163 GT dan terendah tahun 2006 dengan jumlah 85.598.140 GT. Kunjungan kapal berdasarkan jenis pelayaran dan jumlah GT tahun 2004 n sampai tahun 2009 disajikan pada Gambar 18. 100,000,000 90,000,000 80,000,000
Jumlah (GT)
70,000,000 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0 Pelayaran Internasional
2004
2005
2006
2007
2008
2009
57,572,005 61,191,510 59,330,955 61,024,195 65,981,523 61,463,032
Pelayaran Dalam Negeri 29,144,988 27,697,324 27,267,185 28,036,329 30,033,640 30,089,324 Jumlah
86,716,993 88,888,834 85,598,140 89,060,524 93,015,163 91,552,356
(Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, 2009)
Gambar 18
Fluktuasi Kunjungan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Jenis Pelayaran & Jumlah GT Tahun 2004-2009
Arus barang berdasarkan perdagangan di terminal konvensional Pelabuhan Tanjung Priok periode tahun 2004 hingga tahun 2009 mengalami fluktuatif dalam periode tersebut, baik volume impor maupun ekspor. Volume arus barang terendah pada Tahun 2004, namun terus meningkat dari tahun ke tahun periode 2005-2008. Volume arus barang terbesar terjadi pada tahun 2008, dengan jumlah total mencapai 42.049.914 ton yang dilihat dari volume impor, ekspor, in bound dan out bound. Fluktuasi volume arus barang ekspor-impor dan antar pulau di terminal konvensional Tanjung Priok disajikan pada Gambar 19.
97
45,000,000 40,000,000
Jumlah (ton)
35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0 Import
2004
2005
2006
2007
2008
2009
12,161,217
11,738,888
11,551,523
11,996,578
12,336,717
11,800,838
Export
5,675,937
7,622,715
7,216,030
7,379,221
5,479,989
4,084,648
In Bound
13,547,588
13,054,157
14,020,612
15,787,502
16,868,999
12,642,170
Out Bound
4,688,972
5,738,610
5,948,414
6,817,502
7,363,821
8,181,840
Total
36,073,714
38,154,370
38,736,579
41,980,914
42,049,526
36,709,296
Gambar 19
Fluktuasi Volume Arus Barang Berdasarkan Perdagangan di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 20042009 (Sumber: Data Operasional Pelabuhan Tanjung Priok - 2009)
Fluktuasi volume arus barang berdasarkan kemasan di terminal konvensional Pelabuhan Tanjung menunjukkan peningkatan dari tahun 2004 hingga 2006. Tahun 2007 terjadi penurunan volume barang kemasan, meningkat lagi pada tahun 2008. Volume arus barang tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan terendah tahun 2007. Terjadi peningkatan jumlah general kargo yang cukup signifikan dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Sedangkan volume container menunjukkan kenaikan tahun 2002 hingga tahun 2005. Fluktuasi arus barang berdasarkan kawasan di terminal konvensional pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Gambar 20. 45,000,000 40,000,000
Jumlah (ton)
35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
4,035,195
5,532,741
7,866,223
7,889,879
9,155,398
8,988,634
Bag Cargo
1,434,571
1,821,689
1,159,662
1,763,415
1,705,560
1,455,988
Liquid Cargo
11,034,843
9,147,300
8,614,492
6,333,766
7,985,389
7,805,171
Dry Bulk
10,177,616
9,969,790
10,740,499
8,200,546
12,093,930
11,400,432
Container
9,391,489
11,685,246
10,355,703
10,491,462
11,109,249
11,103,249
Total
36,073,714
38,156,766
38,736,579
34,679,068
42,049,526
40,759,474
General Cargo
Gambar 20
Fluktuasi Volume Arus Barang Berdasarkan Kemasan di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2004-2009 (Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, 2009)
98
Berbagai jenis komoditi non-petikemas yang dilayani oleh pelabuhan Tanjung Priok dengan total volume sebesar 29.097.000 ton (2009) yang terdiri atas: general cargo (23,42 persen), bag cargo (7,22 persen), curah cair (23,01 persen), curah kering (46,21 persen) dan lainnya (0,14 persen). Presentase total volume komoditi non-petikemas yang dilayani oleh pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Gambar 21. 46%
50.00%
General Cargo 40.00%
Bag Cargo
23%
30.00%
23%
Curah Cair
20.00%
Curah Kering
7%
10.00%
Lainnya
0%
0.00%
Gambar 21
Persentase Total Volume Non Peti Kemas (Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II, 2009)
Pertumbuhan arus barang peti kemas di masing-masing dermaga, meliputi JICT, TPK Koja dan Dermaga Konvensional Pelabuhan Tanjung Priok juga mengalami fluktuasi dalam periode 2004 sampai 2009. Secara umum terjadi peningkatan arus peti kemas dari tahun ke tahun. Lebih jelasnya gambaran fluktuasi peningkatan dan penurunan jumlah arus barang disajikan pada Gambar 22. 4 ,50 0 ,0 0 0 4 ,0 0 0 ,0 0 0 3 ,50 0 ,0 0 0 3 ,0 0 0 ,0 0 0 2 ,50 0 ,0 0 0 2 ,0 0 0 ,0 0 0 1,50 0 ,0 0 0 1,0 0 0 ,0 0 0 50 0 ,0 0 0 0
T PK Ko ja ( T eus)
T PK Ko ja ( B o x)
1,13 3 ,2 0 2
8 15,2 53
4 3 8 ,571
70 7,6 6 0
8 55,4 52
2 ,9 59 ,2 0 3
2 ,4 2 7,2 2 5
9 9 4 ,3 52
573 ,8 2 7
3 8 1,9 14
9 9 6 ,6 0 6
1,0 6 0 ,170
3 ,0 4 0 ,9 0 0
2 ,4 3 6 ,4 3 6
1,6 18 ,4 9 5
1,0 8 5,9 77
58 3 ,0 6 5
3 9 1,58 2
1,2 17,0 51
1,0 2 2 ,6 71
3 ,4 19 ,6 11
2 ,50 0 ,2 3 0
1,8 2 1,2 8 2
1,2 12 ,58 4
70 2 ,8 8 1
4 78 ,8 0 7
1,18 5,6 3 0
8 8 6 ,74 8
3 ,6 8 9 ,79 3
2 ,578 ,13 9
1,8 9 6 ,78 1
1,8 4 0 ,8 78
70 4 ,6 18
4 72 ,78 1
1,2 8 3 ,8 70
1,0 6 8 ,8 2 7
3 ,8 8 5,2 6 9
3 ,3 8 2 ,4 8 6
1,6 76 ,8 8 6
1,12 8 ,0 4 0
8 2 0 ,172
4 0 8 ,6 4 8
1,6 0 8 ,3 3 8
1,2 8 6 ,3 8 6
4 ,10 5,3 9 6
2 ,8 0 3 ,0 74
Jict ( T eus)
Jict ( B o x)
2004
1,6 3 6 ,2 9 0
2005
1,4 70 ,4 6 7
2006 2007 2008 2009
Gambar 22.
Ko nvensio n Ko nvensio n al ( T eus) al ( B o x)
T o t al ( T eus)
T o t al ( B o x)
Fluktuasi Arus Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 20042009 Masing-masing Dermaga (Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009)
99
Gambaran lebih jelas fluktuasi arus penumpang di pelabuhan Tanjung Priok baik yang naik dari pelabuhan maupun yang turun menunjukkan penurunan pada periode 2005 hingga 2007. Penurunan terjadi cukup tajam, terutama pada tahun 2007. Fluktuasi arus penumpang di pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada
Jumlah (orang)
Gambar 23. 800,000 600,000 400,000 200,000 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Turun
270,868
285,208
250,180
237,035
275,605
192,845
Naik
293,848
291,430
235,464
222,109
299,891
227,927
Total
564,716
576,638
485,644
459,144
575,496
420,772
Gambar 23.
Fluktuasi Arus Penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2004-2009 (Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009)
4.2
Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Priok
4.2.1
Aspek Sosial / Kependudukan Kawasan penyangga pelabuhan Tanjung Priok terdiri dari tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Cilincing dan Kecamatan Koja. Datadata luas kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatankecamatan kawasan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 disajikan pada Tabel 19. Tabel 19
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk Tahun 2009
Luas Jenis Kelamin Area Laki-laki Perempuan km2 Tanjung Priok 25,1255 158.616 153.733 Cilincing 39,6996 119.966 119.472 Koja 13,2033 119.415 113.301 Sumber: Kantor Sensus dan Statistik DKI Jakarta, 2009 Kecamatan
Penduduk 312.349 239.438 232.716
Kepadatan Tingkat Penduduk Kepadatan 12.432 6.031 17.626
Tinggi Sedang Tinggi
Ditinjau terhadap kepadatan penduduk rata-rata Wilayah Jakarta Utara yaitu 9.951 jiwa/km2, maka Kecamatan Koja dan Kecamatan Tanjung Priok mempunyai kepadatan di atas rata-rata atau kepadatan tinggi, sedangkan kecamatan Cilincing termasuk kepadatan sedang. Hal itu menunjukkan bahwa
100
pelabuhan Tanjung Priok mempunyai daya tarik yang kuat untuk menarik penduduk bermukim di kawasan sekitarnya, khususnya kecamatan-kecamatan yang langsung berbatasan dengan pelabuhan Tanjung Priok. Ketersediaan
sarana/prasarana
pendidikan
di
kecamatan-kecamatan
kawasan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok cukup tinggi, ditinjau dari ketersediaan sekolah (dari mulai SD, SMP sampai SMA), jumlah murid sesuai usia sekolah, maupun ketersediaan guru. Tingkat pendidikan di kawasan penyangga pelabuhan diukur dari parameter rasio murid terhadap guru dan rasio murid terhadap jumlah sekolah. Rasio murid terhadap guru dan rasio murid terhadap sekolah di Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Cilincing dan Kecamatan Koja termasuk tinggi dibandingkan dengan rasio murid terhadap guru di DKI Jakarta. Keanekaragaman agama terdapat di kecamatan-kecamatan kawasan penyangga pelabuhan Tanjung Priok ditandai dengan presentase masingmasing agama terhadap total jumlah penduduk dan ketersediaan sarana/prasarana peribadatan dari semua aliran agama/kepercayaan. Fasilitas kesehatan masyarakat di kecamatan-kecamatan kawasan penyangga pelabuhan Tanjung Priok cukup baik, ditandai dengan ketersediaan sarana/prasarana kesehatan di kawasan ini, seperti rumah sakit 16 unit (dua milik pemerintah dan 14 swasta), puskesmas 49 unit, dan sarana-sarana kesehatan lainnya seperti rumah bersalin dan poliklinik. Jumlah kejadian kriminalitas di wilayah administrasi Jakarta Utara pada tahun 2008/2009 cukup tinggi mencapai 5.712 kasus, namun turun 8,78 persen dibandingkan dengan tahun 2007/2008 yang mencapai 6.262 kasus. Jika dilihat menurut jenisnya, kasus terbanyak adalah pencurian kendaraan bermotor sebesar 26,51 persen. Suatu fenomena bahwa di kawasan sekitar pelabuhan di negara manapun di dunia kehidupan dituntut keras dan banyak menyebabkan timbulnya kriminalitas. 4.2.2 Aspek Ekonomi Tingkat penghasilan penduduk di kawasan penyangga pelabuhan adalah Rp 17.240.000/KK/tahun. Jenis pekerjaan penduduk di kawasan penyangga pelabuhan terdiri dari pegawai swasta, pedagang, buruh, tukang ojek, pegawai negeri sipil, Di kawasan penyangga pelabuhan Tanjung Priok terdapat saranasarana ekonomi/niaga berupa bank, koperasi, pasar dan pertokoan besar. Jumlah
101
bank di kawasan ini yaitu bank pemerintah 24 unit, bank swasta 32 unit, koperasi 171 unit, pasar dan pertokoan. Rincian per kecamatan adalah di Kecamatan Tanjung Priok terdapat sembilan bank pemerintah, 23 bank swasta 125 koperasi dan pasar di Kecamatan Cilincing terdapat enam bank pemerintah, empat bank swasta 25 koperasi dan pasar, sedangkan di Kecamatan Koja terdapat sembilan bank pemerintah, lima bank swasta, 21 koperasi dan pasar. Dari gambaran data-data tersebut di atas, maka di satu sisi di kawasan sekitar (kawasan penyangga) pelabuhan perilaku masyarakat pada umumnya keras, akan tetapi di sisi lain, jumlah dan jenis pekerjaan lebih banyak dan beragam walaupun demikian, dari hasil penelitian terhadap responden yang dilakukan, sebagian para pekerja di wilayah penelitian, tingkat pendapatannya masih dibawah Upah Minimum Propinsi (UMP), dan sebagian juga bekerja disektor informal, terkait langsung dan tidak langsung dengan kegiatan kepelabuhanan.
4.3
Daerah Belakang Utama Pelabuhan Tanjung Priok
4.3.1
Wilayah Jabotabek Wilayah regional Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek)
merupakan daerah belakang utama Pelabuhan Tanjung Priok. Kota Depok tidak dimasukkan di dalam batasan daerah belakang pelabuhan Tanjung Priok karena dari data yang diperoleh, maka interaksi kegiatan industri atau perdagangan di wilayah Depok dengan pelabuhan Tanjung Priok relatif kecil. Wilayah Jabotabek secara administrasi memiliki batas masing-masing, namun pada kenyatannya dari kehidupan sehari-hari sudah merupakan suatu gabungan wilayah metropolitan. Terjadi interaksi riil masyarakat setiap hari dari Bogor, Tangerang dan Bekasi dengan Jakarta, dalam bentuk bekerja sebagai penglaju, yaitu menjadi penduduk aktif Jakarta di siang hari, namun tetap berstatus sebagai penduduk formal di wilayah Bogor Tangerang dan Bekasi. Jumlah penglaju tersebut diperkirakan ± 3 juta jiwa perharinya (Bappeda Provinsi DKI Jakarta dan LP-IPB, 2002). Selain bentuk bekerja sebagai penglaju, maka penduduk Botabek dalam jumlah cukup besar juga bersekolah di kota Jakarta.
102
Wilayah Propinsi DKI Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki berbagai fungsi, memiliki jumlah penduduk 9 juta (2009), terdiri dari 5 wilayah Perkembangan wilayah Jabotabek sangat pesat, di samping konsentrasi penduduk juga sebagai pusat kawasan industri, perdagangan dan jasa terbesar di Indonesia, yang erat hubungannya dengan pertumbuhan arus barang ke dan dari pelabuhan Tanjung Priok. Dari data yang diperoleh dari Himpunan Kawasan Industri pada tahun 2009, maka di wilayah Jabotabek (termasuk sebagian kecil di luar Jabotabek) terdapat 38 kawasan industri dengan luas 17.715 ha, yaitu di Provinsi DKI Jakarta dengan 3 kawasan industri seluas ± 1176 Ha, di Provinsi Jawa Barat dengan 25 kawasan industri dengan luas 11.596 ha yaitu di Kabupaten Bekasi (terbesar), di Kabupaten Bogor, Karawang, Purwakarta, Sumedang dan Cirebon dan di Provinsi Banten dengan 10 kawasan industri seluas ± 4943 ha. Selain industri-industri manufaktur, juga bermunculan industri di luar kawasan industri. Berdasarkan kedudukan dan keberadaan geografis pelabuhan Tanjung Priok dan keberadaan kawasan-kawasan industri, maka ekspor-impor sebagian besar dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Priok. 4.3.2 Wilayah Nasional Pertumbuhan ekonomi regional, khususnya pertumbuhan ekonomi wilayah Jabotabek sebagai daerah belakang utama Pelabuhan Tanjung Priok dan pertumbuhan ekonomi nasional yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok sangat mempengaruhi perkembangan Pelabuhan Tanjung Priok hingga saat ini dan pengembangannya ke masa depan, baik untuk periode Jangka Menengah (2020), maupun untuk periode Jangka Panjang (2030). Salah satu permasalahan strategis yang dialami oleh pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia selama ini adalah keterkaitan dengan pengelolaan pesisir (lokasi pelabuhan) secara terpadu, kawasan pelabuhan seolaholah berdiri sendiri terpisah dari kawasan penyangga pelabuhan. Secara nasional pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semula tumbuh 7 persen per tahun akibat krisis ekonomi merosot hingga negatif pada tahun 1998. Akan tetapi sejak tahun 1999, dengan berbagai upaya dan program dan terobosan yang signifikan di bidang moneter dan kebijakan di berbagai sektor
103
perekonomian, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh positif menjadi 0,79 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 sebesar 4.4 persen, tahun 2001 sebesar 3.3 persen, tahun 2002 sebesar 3.9 persen, tahun 2003 sebesar 3.8 persen, tahun 2004 sebesar 4.1 persen, tahun 2005 sebesar 5.6 persen, tahun 2006 sebesar 5.2 persen, tahun 2007 sebesar 6.32 persen, tahun 2008 sebesar 6.1 persen dan tahun 2009 sebesar 4.5 persen (tahun 2010 meningkat hingga mencapai 6.1 persen). Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2004 sampai tahun 2009 lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia. Daya tahan ekonomi Indonesia ternyata cukup kuat terhadap dampak krisis ekonomi dunia. Kondisi ini sangat mempengaruhi pertumbuhan pelabuhan, khususnya pelabuhan Tanjung Priok. Gambaran pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1999 - 2010 lebih jelasnya disajikan pada Gambar 24. 7.00% 2007
6.00%
2005
5.00% 2000
4.00%
2002
2003
2008
2010
2006 2009
2004
2001
3.00% 2.00% 1.00%
1999
0.00%
Gambar 24 Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%) (Sumber: World GDP Growth)
Pertumbuhan ekonomi dunia (diukur dengan World GDP Growth) untuk periode 1999 - 2003 diperkirakan mencapai 3.3 persen per tahun dan untuk periode 2004 - 2009 mengalami peningkatan menjadi empat koma dua persen (4.2%) per tahun. Lebih jelasnya gambaran perkembangan ekonomi dunia periode 1999 - 2003 dan 2004 - 2009 disajikan pada Gambar 25. 5.00% 4.00% 3.00% 2.00%
4.20% 3.30% 1999-2003 2004-2009
1.00% 0.00%
Gambar 25
Perkembangan ekonomi dunia diukur dengan World GDP untuk periode 1999 - 2003 dan 2004 - 2009 (Sumber: World GDP Growth)
5
5.1
ANALISIS PENGEMBANGAN PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN (ECOPORT)
Analisis Komponen Lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok
5.1.1 Analisis Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Analisis terhadap kualitas lingkungan fisik ekologi dimaksudkan untuk mengetahui apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan fisik di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yang diakibatkan oleh terjadinya pencemaran lingkungan kawasan pelabuhan. Penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi pelabuhan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kawasan pelabuhan tidak memenuhi persyaratan dan standar sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) tingkat internasional. Dalam analsis ini dikaji faktor-faktor penyebab penurunan kualitas lingkungan fisik ekologi masingmasing sektor dan implikasi kebijakan untuk mengatasinya dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok untuk menjadi pelabuhan berwawasan lingkungan. Kualitas lingkungan fisik ekologi yang dianalisis terdiri dari kualitas air kolam perairan dan di luar kolam pelabuhan, kualitas udara pelabuhan, kondisi kebersihan dan penghijauan dan tingkat sedimentasi perairan laut pelabuhan. a
Analisis Kualitas Air Perairan Pelabuhan Kegiatan yang berlangsung di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan
masukan air dari muara-muara sungai yang berada dalam lingkup kawasan Pelabuhan Tanjung Priok akan mempengaruhi kualitas air, khususnya di kolam perairan pelabuhan. Hal ini disebabkan adanya breakwater yang membatasi atau melokalisir perairan pelabuhan dengan perairan bebas, sehingga pengaruh oseanografi seperti arus dan gelombang tidak menyebarkan bahan pencemar ke luar area perairan pelabuhan.
Namun demikian masih terdapat pengaruh
oseanografi lainnya seperti pasang surut yang akan mengumpulkan polutan air pada muara-muara sungai/kali yang ada dalam lingkup kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu Kali Japat dan Kali Kresek/Sunter. Selain masukan dari Kali Japat dan Kali Kresek dan aktivitas pelabuhan, terdapat juga pengaruh dari
buangan kapal-kapal yang bersandar di luar
breakwater pelabuhan, walaupun hal ini sangat kecil, karena pengelola kawasan Pelabuhan Tanjung Priok (PT Pelindo II) telah memberlakukan larangan untuk
106
membuang oli bekas dan air balast di perairan, kecuali di lokasi yang disediakan yaitu di dok atau galangan kapal. Sebagaimana diuraikan pada Bab III, maka untuk pendekatan analisis kualitas air perairan Pelabuhan Tanjung Priok, stasiun pengamatan tingkat pencemaran air pelabuhan dikelompokkan atas 2 zona, yaitu: 1) Zona A : Kolam perairan pelabuhan Sub Zona Dekat Daratan/Muara, terdiri dari titik (stasiun) 1,3,5,7 dan 9. Sub Zona Tengah kolam pelabuhan, terdiri dari titik (stasiun) 2,4,6 dan 10. 2) Zona B : Zona di luar kolam/breakwater pelabuhan, terdiri dari titik (stasiun) 8, 11 dan 12. Hasil pemantauan kualitas air di muara dan perairan pelabuhan pada titik-titik pemantauan dikelompokkan atas 2 zona tersebut di atas yaitu: 1) Pemantauan pada zona A (kolam perairan), yaitu pada 9 titik pemantauan pada saat pasang dan surut selama 5 tahun (2004 - 2008). 2) Pemantauan pada zona B (di luar kolam perairan), yaitu pada 3 titik pemantauan pada saat pasang dan surut selama 5 tahun (2004 - 2008). Kedua belas titik pada kedua zona ini dibandingkan terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Pada kedua zona tersebut, yaitu zona A (9 titik) dan zona B (3 titik) diteliti kadar kualitas air laut berdasarkan parameter fisika (bau, TSS, suhu, sampah, lapisan minyak, kecerahan dan kekeruhan), parameter kimia (ph, ammonia, salinitas, senyawa fenol total, minyak dan lemak, surfaktan dan sulfida) dan logam terlarut (raksa, cadmium, tembaga, timbal dan seng). Atas dasar data hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 20 dan Tabel 21 selanjutnya dilakukan analisis perhitungan Indeks Pencemar (IP) pada titik-titik tersebut. Sebagaimana ditetapkan pada Metodologi Penelitian, maka kedua zona penelitian di dalam studi berdasarkan tingkat ketercemarannya dibagi atas 4 kriteria, yaitu : 1) Kriteria I (Di bawah Ambang Batas Baku Mutu Air Laut) : IP 0 - IP 1 2) Kriteria II (Tercemar) : IP 1 - IP 5 3) Kriteria III (Tercemar Sedang / Sangat Tercemar) : IP 5 - IP 10 4) Kriteria IV (Tercemar Berat) : IP 10 - IP 14 Setelah dilakukan analisis perhitungan dengan menggunakan rumus status Pencemaran Kualitas Air, maka dihasilkan Indeks Pencemar pada titik-titik penelitian pada saat pasang dan saat surut dari tahun 2004 – 2008. Dari data-data yang diperoleh, maka pada tahun 2008 (akhir) terdapat beberapa parameter kualitas air baik di dalam kolam perairan, maupun di luar kolam perairan
107
Pelabuhan Tanjung Priok dalam kondisi tercemar, yaitu 7 titik dari 12 titik pemantauan. Di kolam perairan pelabuhan (zona A) sebanyak 5 titik tercemar dari 9 titik pemantauan, dan di luar kolam perairan sebanyak 2 titik tercemar (walau relatif masih dalam kategori rendah) dari 3 titik pemantauan. Pada saat surut kondisinya di kolam perairan sama dengan saat pasang, sedang di luar kolam perairan menurun, yaitu 1 titik tercemar dari 3 titik pemantauan. Tingkat pencemaran beberapa nilai parameter maupun kimia secara umum menunjukkan bahwa kualitas air di Pelabuhan Tanjung Priok telah mengalami pencemaran dari kategori telah tercemar sampai kategori pencemaran sedang/sedang. Kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok yang tercemar akan mempengaruhi fungsi air terhadap peruntukannya, di antaranya untuk pengelolaan air bersih dari perairan pelabuhan, biologi dan wisata bahari sesuai dengan Kep. MENLH No. 51/2004. Secara rinci berdasarkan hasil perhitungan penilaian Indeks Pencemar (IP) pada 2 zona perairan Pelabuhan Tanjung Priok pada saat pasang dan surut dari tahun 2004 (awal) sampai tahun 2008 (akhir) dihasilkan hal-hal sebagai berikut : 1) Zona A (kolam perairan pelabuhan) :
Di kolam perairan pelabuhan tingkat pencemaran paling tinggi di muara-muara kali Japat Ancol dan muara kali Kresek (Sunter).
Di muara kali Japat (sisi Barat berbatasan dengan Ancol), pada saat pasang Indeks Pencemar (IP)nya 8,17 (tercemar sedang), tetapi saat surut IP-nya naik menjadi 10,18 (tercemar berat). IP di titik pemantauan ini cenderung naik setiap tahun. Parameter-parameter yang mendominasi tingginya Indeks Pencemar (IP) adalah parameterparameter bau, kecerahan, sampah, lapisan minyak, amonia dan coliform. Di muara Kali Japat pada tahun 2004 nilai Indeks Pencemar (IP) tertinggi dari seluruh titik pemantauan dari tahun 2004 – tahun 2008 yaitu 13,30 (tercemar berat).
Di muara Kali Kresek (berasal dari Kali Sunter) pada saat pasang IPnya 7,28 (tercemar sedang, hampir tercemar berat) dari pada saat surut IP-nya turun 6,38. Paramater-parameter yang mendominasi tingginya IP ini yaitu bau, kecerahan, lapisan minyak dan coliform. Pada saat surut TSS meningkat melebihi Batas Ambang Mutu.
Dari uraian di atas, maka berdasarkan hasil analisis posisi kedua sungai/kali
melalui
kawasan-kawasan
industri,
pergudangan
dan
pemukiman padat penduduk yang rentan terhadap buangan limbah dari
108
industri, pergudangan dan buangan domestik dari pemukiman padat penduduk (rumah tangga). Tingkat pencemaran paling rendah atau berada di bawah Batas Ambang Mutu (BAM) di zona A adalah di perairan Kolam Pelabuhan III/A1 (IP=0,60), di Utara ex. Syahbandar/A2 (IP=0,64) di Dock Koja Bahari/A2 (IP=0,59) dan di perairan sekitar bangunan kantor Rukindo/A1 (IP=0,93). 2) Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan/dekat breakwater). Di luar kolam perairan pelabuhan, tingkat pencemarannya masih rendah, pada saat pasang dari 3 titik penelitian, 2 titik mulai tercemar yaitu di perairan pintu Breakwater Barat (IP=1,54) dan di perairan Dumping Site (IP=1,23), cenderung naik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada saat surut yang tercemar hanya 1 titik, yaitu di perairan pintu breakwater Barat (IP=1,17), turun dari saat pasang. Di zona B saat pasang 1 titik IP-nya dibawah Batas Ambang Mutu (IP=0,80) yaitu di luar DAM, dan saat surut 2 titik IP-nya dibawah BAM, yaitu di luar DAM (IP=0,60) di Perairan Dumping Site (IP=0,67). Dari data-data tersebut di atas, maka di zona B pencemarannya masih termasuk kategori rendah. Pencemaran relatif aman dari buangan dari sungai/kali-kali ke kolam perairan. Dianalisis masih terjadi pencemaran dari kapal-kapal yang berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam pelabuhan (DLKP). Sebetulnya pengelola Pelabuhan Tanjung Priok telah menetapkan setiap kapal tanker dan kapal barang yang berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam perairan pelabuhan, wajib membuang limbah ke Reception Facilities yang disediakan sesuai MARPOL 73/78. Selain itu setiap kapal yang berlabuh harus dilengkapi peralatan pencegah pencemaran. Permasalahannya sejauh mana Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, baik regulator maupun operator untuk mengawasi kapal-kapal yang akan berlabuh dan sedang lego jangkar di luar kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 26 dan Gambar 27.
Tabel 20
Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008 (akhir)
Stasiun / No. Zonasi
Lokasi / Zona Lokasi
I
2004 Zona
P
2005 Awal P
2005 Akhir P
2006 Awal P
Tahun 2006 Akhir P
2007 Awal P
2007 Akhir P
2008 Awal P
2008 Akhir P
Keterangan
Zona A (di dalam kolam perairan pelabuhan)
1
A/1
Muara Kali Kresek
I
5.19
1.83
6.23
7.20
8.90
5.87
7.32
7.10
7.28
Tercemar Sedang
2
A/1
Perairan Kolam Pelabuhan III
III
0.86
0.77
0.75
0.85
0.50
0.75
0.70
0.71
0.70
Di bawah BAM
3
A/1
Semenanjung Paliat
II
2.22
2.59
2.30
2.70
3.20
2.60
2.83
2.73
2.81
4
A/1
I
13.30
3.05
5.60
9.52
7.52
7.80
8.28
7.74
8.17
5
A/1
III
0.86
0.89
0.70
1.30
0.87
0.92
1.03
0.97
1.02
Di bawah BAM
6
A/2
II
2.07
2.59
2.50
2.70
3.50
2.67
2.96
2.87
2.94
Tercemar (Trend naik)
7
A/2
III
0.87
0.79
0.85
0.95
0.20
0.73
0.63
0.67
0.64
Di bawah BAM
8
A/2
III
0.00
1.33
0.20
0.80
1.57
0.78
1.05
0.88
1.02
Di bawah BAM
9
A/2
I
1.71
1.77
2.40
2.20
3.52
2.32
2.68
2.62
2.67
Tercemar (Trend naik)
II
Perairan Muara Kali Japat Perairan Sekitar PT. Rukindo Perairan DKP Utara ExSyahbandar Dock Koja Bahari II Perairan Muara Kali Lagoa
Tercemar (Trend naik) Tercemar Sedang
Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan)
10
B
Perairan Pintu Break Water Barat
III
0.90
1.29
0.80
2.10
1.32
1.28
1.57
1.41
1.54
Tercemar (Trend naik)
11
B
Luar Dam
III
0.88
0.90
0.90
0.80
0.75
0.85
0.80
0.82
0.80
Di bawah BAM
12
B
Perairan Dumping Site
III
0.00
0.89
0.99
1.30
1.50
0.94
1.25
1.19
1.23
Tercemar (Trend naik)
109
Sumber : Hasil analisis diolah dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta) Tahun 2004-2008 (akhir), 2008.
Tabel 21 No.
Nilai Perhitungan Indeks Pencemar (IP) Pada Saat Surut Periode Tahun 2004-2008 (akhir)
Stasiun / Zonasi
Lokasi / Zona Lokasi
I.
S
2005 Awal S
2005 Akhir S
2006 Awal S
2004 Zona
Tahun 2006 2007 Akhir Awal S S
2007 Akhir S
2008 Awal S
2008 Akhir S
Keterangan
Zona A (di dalam kolam perairan pelabuhan)
1
1/A
Muara Kali Kresek
I
5.27
7.22
7.40
7.86
5.19
6.59
6.55
6.72
6.58
Tercemar Sedang
2
3/A
Perairan Kolam Pelabuhan III
III
0.00
0.00
0.62
0.53
0.86
0.40
0.60
0.60
0.60
Dibawah BAM
3
5/A
Semenanjung Paliat
II
3.24
2.39
2.77
2.96
2.22
2.72
2.63
2.66
2.64
4
7/A
I
13.01
3.17
7.73
8.16
13.30
9.07
10.18
9.69
10.08
5
9/A
III
0.83
0.97
0.97
1.00
0.86
0.93
0.93
0.94
0.93
Dibawah BAM
6
2/B
Perairan DKP
II
0.11
5.06
2.89
3.07
2.07
2.64
2.59
2.65
2.61
Tercemar (Trend naik)
7
4/B
Utara Ex-Syahbandar
III
0.86
0.00
0.63
0.48
0.87
0.57
0.64
0.64
0.64
Dibawah BAM
8
6/B
Dock Koja Bahari II
III
0.00
1.12
0.87
1.13
0.00
0.62
0.58
0.64
0.59
Dibawah BAM
9
10/B
Perairan Muara Kali Lagoa
I
2.89
1.65
2.68
2.88
1.71
2.36
2.32
2.39
2.33
Tercemar
Perairan Muara Kali Japat Perairan Sekitar PT. Rukindo
Tercemar (Trend naik) Tercemar Berat (Trend naik)
110
II. Zona B (di luar kolam perairan pelabuhan) 10
8/C
Perairan Pintu Break Water Barat
III
0.86
0.99
1.40
1.47
0.90
1.12
1.16
1.21
1.17
Tercemar
11
11/C
Luar Dam
III
0.00
0.00
0.72
0.64
0.88
0.45
0.66
0.67
0.66
Dibawah BAM
12
12/C
Perairan Dumping Site
III
1.00
0.00
1.20
1.26
0.00
0.69
0.65
0.76
0.67
Dibawah BAM
Sumber : Hasil Analisis dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2008
111
ZONA A ( DI DALAM KOLAM PERAIRAN PELABUHAN)
ZONA B ( DI LUAR KOLAM PERAIRAN PELABUHAN)
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Gambar 26
Fluktuasi Nilai IP Pada saat Pasang Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008.
112
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Gambar 27
Fluktuasi Nilai IP Pada saat Surut Di Dalam dan Di Luar Kolam Perairan Pelabuhan Periode Tahun 2004-2008.
113
Sesuai dengan hasil analisis penelitian kualitas air dengan parameter Indeks Pencemar (IP) tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan fisik ekologi di perairan Pelabuhan Tanjung Priok, khususnya di zona A pada muara-muara sungai kali di kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok kondisinya telah tercemar, sampai tercemar sedang dan berat dan Indeks Pencemarannya
cenderung
naik.
Penyebab
terbesar
penurunan
kualitas
lingkungan di muara sungai yang masuk ke kolam perairan Pelabuhan Tanjung Priok adalah terjadinya pencemaran sungai/kali di hulu yang terbawa sampai di hilir dan masuk ke kolam perairan pelabuhan. Oleh sebab itu penyelesaian masalah penurunan kualitas lingkungan fisik perairan Pelabuhan Tanjung Priok tidak bisa diselesaikan hanya pada internal lokasi pelabuhan, akan tetapi harus menyeluruh sampai di hulu dan harus terpadu dengan program pembersihan kali (Prokasih), khususnya yang bermuara ke Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk menuju pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) pada tahun 2030 ditinjau dari peningkatan kualitas lingkungan fisik ekologi Pelabuhan Tanjung Priok, maka kualitas air perairan akan diarahkan supaya meningkat pada sasaran Zona Kriteria Indeks Pencemar (IP) 0 - 1.5 yaitu posisi ”tidak tercemar” atau di bawah Batas Ambang Mutu (BAM) perairan laut. b Analisis Kualitas Udara Pelabuhan Sumber pencemar udara secara umum terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak terutama terkait dengan kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak ataupun bahan bakar lainnya untuk menggerakkan kendaraan melalui pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan. Menurut Bappenas (2006) dikemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan pencemaran udara secara tidak langsung. Namun faktor-faktor yang memiliki pengaruh sangat dominan di antaranya adalah meningkatnya permintaan akan transportasi, dengan konsumsi energi yang besar. Meningkatnya pertumbuhan arus barang ekspor-impor dan barang antar pulau dengan sendirinya akan meningkatkan pertumbuhan angkutan darat, laut, dan alat-alat berat di pelabuhan laut, termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok. Di satu sisi pertumbuhan angkutan darat dan laut keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain pertumbuhan angkutan menyebabkan peningkatan pencemaran udara dari zat-zat pencemar udara dan kebisingan dari angkutan tersebut.
114
Seperti yang telah disampaikan pada bab III, untuk menganalisis kualitas udara di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok digunakan parameter ISPU (Indeks Standar Parameter Udara). Di dalam penelitian ini berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh PT Pelindo II, tingkat pencemaran udara diteliti pada 11 titik di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, yang dianggap telah mewakili seluruh kawasan pelabuhan. Hal-hal yang menjadi alasan pengambilan lokasi sampel tersebut adalah : 1) Merupakan tempat yang padat aktivitas dan diperkirakan mudah menimbulkan pencemaran udara, debu dan kebisingan; 2) Merupakan titik-titik yang telah ditetapkan pada periode-periode yang lalu dan terus berkesinambungan; 3) Untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran baru bila ada. Hasil pemantauan udara daratan Pelabuhan Tanjung Priok pada 11 titik dari tahun 2006 sampai tahun 2009 oleh PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dibandingkan terhadap PPRI No. 41 Tahun 1999 dan Kep02/MENLH/I/1998 tentang Kualitas Udara, hasilnya berupa Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sebagaimana terlihat pada Tabel 22, Tabel 23 dan Gambar 28. Dapat diuraikan lebih rinci tentang tingkat kelompok Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan faktor-faktor penyebab pencemaran pada titik-titik penelitian sebagai berikut : 1) Tingkat pencemaran udara dengan kategori “berbahaya” (2009 akhir) dengan nilai ISPU 310 berada pada lokasi Pos IX : Lokasi ini berada pada areal pintu gerbang utama keluar masuk angkutan kontainer Pelabuhan Tanjung Priok dan titik persimpangan jalan utama dari arah Timur ke Barat dan dari Selatan Pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi konsentrasi segala jenis kendaraan. Pada lokasi ini kepadatan lalu-lintas angkutan kontainer sangat tinggi yang mengeluarkan gas emisi dengan kadar yang tinggi. Parameter penyebab pencemaran udara adalah CO dan TSP. 2) Tingkat pencemaran dengan kategori “tidak sehat” (2009 akhir) dengan nilai ISPU antara 100 - 200 pada sebagian besar (9) titik penelitian yaitu Dermaga Kepanduan, Dermaga Nusantara I, PT. Walie Jaya Teladan, Terminal Penumpang, Terminal Besi Bekas Ujung, Area PT. Indonesia Power, Dermaga Nusantara II, Area TPK Koja dan PT Indocement Tunggal Prakarsa. Pada titik-titik lokasi penelitian tersebut di atas, kualitas
115
udaranya sudah lebih baik meningkat dari kategori ”sangat tidak sehat” (2009 awal) menjadi ”tidak sehat” (2009 akhir). 3) Tingkat pencemaran dengan kategori “sedang” berada pada area kantor Pelindo II. Nilai Indeks ISPU pada tahun 2009 akhir di bawah 100 (nilai 87), meningkat dari ISPU tahun 2009 pada posisi dengan kategori “sangat tidak sehat” yaitu di atas 200 (nilai 266). Apabila ditinjau dari periode waktu sebetulnya terjadi peningkatan kualitas udara dari periode 2007 akhir ke 2009 akhir yaitu : 1) Dari 4 titik dengan kategori “sangat tidak sehat” menjadi “tidak sehat”. 2) Dari 1 titik dengan kategori “tidak sehat” menjadi “sedang”. Dapat disimpulkan bahwa penurunan kualitas udara ternyata merupakan salah satu permasalahan penting, namun sebetulnya lebih mudah untuk di atasi, karena akar permasalahannya berada pada kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sendiri. Implikasi kebijakan untuk mengatasi permasalahannya cukup dengan kebijakan manajemen pngelola pelabuhan yaitu Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok selaku regulator dan PT (Persero) Pelindo II selaku operator untuk menerapkan sangsi terhadap pelanggaran aturan pencemaran udara kepada stakeholder di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk menuju pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport) pada tahun 2020/2030, maka perlu diupayakan peningkatan kualitas udara pada semua titik dengan nilai ISPU di bawah 100, atau masuk dalam kategori ”baik” dan ”sehat”. Berbahaya
400 350
Sangat Tidak Sehat
300 250
Tidak Sehat
200 150
Sedang
100 50
Baik 0 2006 awl
2006 akh
2007 awl
Pos IX Kantor Pelindo II Cabang Dermaga Kepanduan Dermaga Nusantara I P.T. Walie Jaya Teladan Terminal Penumpang
2007 akh
2008 awl
2008 akh
2009 awl
Terminal Besi Bekas Ujung P.T. Indocement Tunggal Prakarsa Area PT. Indonesia Power Dermaga Nusantara II Area TPK Koja
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Gambar 28. Fluktuasi Nilai ISPU Periode Tahun 2006 - 2009
2009 akh
Tabel 22 Titik
Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2006 sampai 2007
2006 awal Parameter ISPU Keterangan
2006 akhir Parameter ISPU Keterangan
2007 awal Parameter ISPU Keterangan
1
CO
186
Tidak Sehat
CO
157
Tidak Sehat
CO
189
Tidak Sehat
2
TSP
196
Tidak Sehat
TSP
245
Tidak Sehat
TSP
185
Tidak Sehat
3
CO
262
TSP
73
Sedang
CO
242
4
CO
290
TSP
184
Tidak Sehat
CO
256
5
CO
221
Berbahaya
TSP
186
Tidak Sehat
TSP
165
6
TSP
184
Tidak Sehat
TSP
185
Tidak Sehat
TSP
166
7
TSP
257
Sangat Tidak Sehat
TSP
255
Sangat Tidak Sehat
TSP
287
8
CO
184
Tidak Sehat
CO
167
Tidak Sehat
CO
234
9
CO
178
Tidak Sehat
CO
245
Sangat Tidak Sehat
CO
187
10
CO
367
Berbahaya
CO
184
Tidak Sehat
CO
11
TSP
278
Sangat Tidak Sehat
CO
186
Tidak Sehat
CO
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
2007 akhir Parameter ISPU Keterangan Sangat Tidak TSP 240 Sehat Sangat Tidak CO 245 Sehat
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
CO
135
Tidak Sehat
CO
267
Sangat Tidak Sehat
Tidak Sehat
TSP
136
Tidak Sehat
Tidak Sehat
TSP
170
Tidak Sehat
TSP
134
Tidak Sehat
TSP
123
Tidak Sehat
Tidak Sehat
TSP
136
Tidak Sehat
180
Tidak Sehat
TSP
209
188
Tidak Sehat
TSP
240
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
116
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
Sangat Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat
Tabel 23 Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nilai Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada tahun 2008 sampai 2009
2008 awal 2008 akhir 2009 awal Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Parameter ISPU Keterangan Sangat Tidak TSP 190 Tidak Sehat CO 190 Tidak Sehat CO 245 Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak CO 297 TSP 270 TSP 134 Tidak Sehat Sehat Sehat Sangat Tidak CO 96 Sedang TSP 144 Tidak Sehat CO 266 Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak CO 245 TSP 167 Tidak Sehat CO 256 Sehat Sehat Sangat Tidak TSP 111 Tidak Sehat TSP 155 Tidak Sehat CO 233 Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 168 Tidak Sehat TSP 236 TSP 211 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 256 TSP 230 TSP 234 Sehat Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 134 Tidak Sehat CO 235 CO 256 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 134 Tidak Sehat CO 233 CO 346 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 106 Tidak Sehat CO 205 CO 234 Sehat Sehat Sangat Tidak Sangat Tidak Sangat Tidak TSP 246 CO 205 CO 295 Sehat Sehat Sehat
2009 akhir Parameter ISPU Keterangan TSP
310
Berbahaya
CO
134
Tidak Sehat
CO
87
Sedang
CO
187
Tidak Sehat
TSP
166
Tidak Sehat
TSP
145
Tidak Sehat
TSP
160
Tidak Sehat
TSP
130
Tidak Sehat
TSP
139
Tidak Sehat
TSP
110
Tidak Sehat
CO
136
Tidak Sehat
Sumber : Hasil pengolahan dari data PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok (Supervisi BPLHD DKI Jakarta), Jakarta 2009
117
118
c Analisis Kondisi Kebersihan dan Penghijauan Kondisi kebersihan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menurun akibat peningkatan kegiatan pelabuhan. Dampak sampah walau sudah mempunyai sistem, yaitu sampah-sampah dikumpulkan di lokasi Penampungan Sementara (PS), lalu di angkut ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) dan dimusnahkan di TPA, masih sebagian belum bisa terangkut sampah dari kapal-kapal juga sudah memiliki sistem, tetapi belum seluruhnya bisa terangkut ke TPA. Selain itu juga sampah-sampah produk dari instalasi karantina di pelabuhan. Fasilitas penampungan dan pembakaran barang-barang karantina yang tidak bisa masuk ke dalam daerah pabean Indonesia tidak tersedia dalam pelabuhan. Tingkat pengumpulan dan pembuangan sampah (limbah padat) dari komplek pelabuhan ke Tempat Pembuangan Akhir sampah masih berkisar kira-kira 80%, sehingga sebagian sampah masih tertinggal di dalam areal pelabuhan (BPLHD DKI Jakarta, 2009). Berdasarkan data tersebut, maka kondisi kebersihan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok termasuk dalam kategori sedang (belum baik betul, tetapi sudah ada peningkatan sistem). Kondisi penghijauan juga termasuk kategori rendah, karena sesuai dengan data dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, maka luas areal hijau di dalam komplek pelabuhan tidak sampai 10%. Kalaupun ada tanah kosong, umumnya dibangun untuk lapangan penumpukan. Ketersediaan jalur hijau di dalam areal komplek Pelabuhan Tanjung Priok tidak dalam bentuk zonazona. Penghijauan masih berupa penanaman pohon di pinggir jalan-jalan utama di dalam pelabuhan, atau berupa tanah kosong pemisah bangunan gedung-gedung atau antar bangunan perkantoran, dan lebih bersifat sporadis. Apabila dibandingkan terhadap Standar Perencanaan Penghijauan di suatu kawasan yang idealnya + 20%, berarti prosentase penghijauan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok tidak mencapai 50%, termasuk kategori rendah. Di sisi lain dalam menjaga kelestarian lingkungan, sebetulnya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok telah melaksanakan Studi Evaluasi Lingkungan (SEL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dalam merealisasikannya, manajemen Pelabuhan Tanjung Priok telah melaksanakan hal-hal berikut :
119
1) Menjaga kebersihan lingkungan darat dengan membuat TPS yang tersebar di dalam pelabuhan, hasilnya dibawa dan dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi, dan untuk pengelolaannya PT Pelindo II (Persero) bekerja sama dengan swasta. 2) Penanaman
pohon
dan
taman-taman
baru
untuk
penghijauan,
pemeliharaan dan penataannya di lingkungan kawasan pelabuhan. 3) Menjaring sampah di kolam pelabuhan dengan memakai perahu, dikumpulkan ke TPS dan selanjutnya dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi. 4) Bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Tanjung Priok untuk pelestarian lingkungan. 5) Menjaring sampah domestik di Jembatan Kali Kresek dan Kali Japat dan bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta untuk pengangkutannya ke TPA. 6) Menjaga kebersihan lingkungan perairan dengan membuat Reception Facility untuk menampung sementara limbah kapal. 7) Menertibkan pedagang asongan di dalam lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok. 8) Membuat suatu area untuk kebutuhan makanan dan minuman pekerja berupa : kios-kios makanan yang telah ditetapkan lokasinya. d Analisis Tingkat Sedimentasi Perairan Pengambilan
sampel
sedimen
untuk
Pelabuhan
Tanjung
Priok
dilaksanakan pada 7 (tujuh) titik dan diambil pada saat ada kegiatan ataupun tidak di lokasi yang telah ditentukan di area pelabuhan. Ketujuh titik lokasi tersebut adalah sebagai berikut : Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7
: Area Perairan DKP : Area Dermaga Ex Syahbandar : Area Dock Koja Bahari : Area Pintu Keluar/Masuk Barat : Area Muara Kali Lagoa : Area Luar DAM Breakwater : Area Dumping Site
Hasil pemantauan sedimentasi pada perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 29.
120
Tabel 24 Hasil Pemantauan Sedimentasi Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 No
Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Titik 6
Titik 7
Keteran gan
1.
Arsen (Ar) mg/kg < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 *) US Kadmium 2. mg/kg < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 < 0.5 EPA (Cd) Method Khromium 3. mg/kg 8 7 6 10 8 10 < 0.5 3050 B Total (Cr) 4. Nikel (Ni) mg/kg 10 11 11 11 11 11 19 5. Raksa (Hg) mg/kg < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01 6. Seng (Zn) mg/kg 55 54 68 74 66 89 157 Tembaga 7. mg/kg 30 24 23 42 21 28 37 (Cu) 8. Timbal (Pb) mg/kg 22 18 19 43 18 37 43 Sumber : Pemantauan Lingkungan PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009 200 Arsen (Ar) Kadmium (Cd) Khromium Total (Cr) Nikel (Ni)
mg/kg
150
100
Raksa (Hg) Seng (Zn) 50
Tembaga (Cu) Timbal (Pb)
0 Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 7
Sumber : Pemantauan Lingkungan PT (P) Pelindo Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta 2009
Gambar 29. Hasil Pemantauan Sedimen di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 Untuk pemeliharaan perairan Pelabuhan Tanjung Priok, maka PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok melakukan pengerukan setiap tahun agar alur pelayaran keluar masuk kolam pelabuhan tidak ditutupi oleh sedimen. Dari data yang diperoleh, maka sedimen yang dikeruk dan dipindahkan dari kolam Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2007 sebesar 366.700 m3, tahun 2008 sebesar 736.600 m3, dan pada tahun 2009 sebesar 457.800. m3. Sebagian besar sedimen itu datang dari arah laut masuk melalui pintu masuk kolam dan dari muara II sungai yang masuk ke kolam pelabuhan (PT Pelindo II (P) Cabang Tanjung Priok) untuk lebih jelasnya rincian volume pengerukan setiap lokasi dari tahun 2007 sampai 2009 disajikan pada Tabel 25.
121
Tabel 25 Volume pengerukan di areal Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2007 sampai 2009 Lokasi West Outer Channel West Inner Channel North DKB Channel Oil Channel Basin I Basin II Basin III North Berth 300 JICT & Koja Berth MTI & Lantamal Basin Nusantara I, II, Berth North 007 Inner Channel (Basin I s/d DKP) Car Terminal Total
2007 148.650 96.000 18.000 104.000 13.500 14.200 26.400 6.150 44.000 33.600 6.200
2008 50.800 48.800 54.700 125.900 7.800 8.400 26.500 5.900 76.500 23.000 7.300
2009 29.800 59.800 32.300 101.800 10.300 7.300 53.300 5.100 46.000 21.200 9.500
126.000 636.700
198.500 102.500 736.600
63.900 17.500 457.800
Sumber : PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009
Berdasarkan hasil penelitian kondisi sedimentasi perairan Pelabuhan Tanjung Priok, dinilai dari nilai dan jenis sedimentasi sesuai dengan pengklasifikasiannya, maka tingkat sedimentasi berada pada kategori “cukup tinggi” (sedang) berada pada Area Luar DAM Breakwater, dan Area Dumping Site. Sedangkan berdasarkan frekuensi pengerukan sesuai data dari PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, maka tingkat sedimentasi pada kategori “tinggi” karena frekuensi pengerukan dilakukan tiap tahun (di bawah 3 tahun) pada 16 lokasi sesuai Tabel 25 Untuk mengatasi tingkat sedimentasi baik dari aspek nilai dan jenis sedimentasi, maupun dari aspek frekuensi pengerukan, diperlukan penyelesaian secara terpadu dan menyeluruh dengan instansi Pemerintah Pusat terkait dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, yaitu untuk menyelesaikan sumber sedimentasi di daerah hulu kali (sungai) yang bermuara ke perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan juga sedimen yang terbawa arus angin Barat dari sebelah Barat perairan Teluk Jakarta. 5.1.2
Analisis Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan
a Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Penyangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar (penyangga) pelabuhan meliputi tingkat pendapatan, tingkat pekerjaan dan tingkat kerawanan sosial.
122
Dampak sosial ekonomi pertumbuhan Pelabuhan Tanjung Priok yang dianalisis adalah dampak terhadap tingkat pendidikan dan kepadatan penduduk kecamatankecamatan Cilincing, Koja dan Tanjung Priok. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terlibat dalam kegiatan kepelabuhanan, jenis mata pencaharian penduduk dan pertumbuhan kegiatan usaha/ekonomi sebagai efek ganda dari keberadaan pelabuhan, tingkat pendapatan penduduk (responden), tingkat pengetahuan penduduk terhadap lingkungan dan kepelabuhanan, dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Responden berjumlah 60 orang yang berasal dari Kecamatan Cilincing, Koja dan Tanjung Priok. Tingkat pendidikan responden yang paling tinggi adalah SMP sebanyak 34% (20 orang), SMA sebanyak 33% (20 orang), SD sebanyak 28% (17 orang), D3 3% (2 orang) dan tidak tamat SD sebanyak 2% (1 orang). Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program kegiatan karena pendidikan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan lingkungan. Tingkatan pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 30. Pendidikan berperan membawa mekanisme yang dapat mengubah bentuk watak dan pribadi seseorang. Setiap manusia, sesuai dengan kodratnya, masingmasing memiliki karakteristik perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) serta daya nalar dan kreativitas yang tidak selalu sama dengan orang lainnya. Karakteristik seperti itu, akan sangat menentukan kinerja dan produktivitas.
Gambar 30
Tingkat Pendidikan Responden
123
Sumberdaya manusia berbeda dengan sumberdaya lainnya, sumberdaya manusia dengan kualifikasi tertentu seringkali memerlukan pendidikan dan membutuhkan pengalaman kerja selama bertahun-tahun. Oleh karenanya dalam teori manajemen dinyatakan sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang memegang posisi strategis dalam setiap pengelolaan kegiatan, sebab selain sebagai salah satu unsurnya, manusia sekaligus merupakan pengelola sumberdaya yang lain. Sorjani et al. (1987) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat penyampaian informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan untuk merangsang penerimaan gagasan baru. Perubahan atau pengaruh pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi yang seringkali menimbulkan keresahan sosial yang gawat, yang terjadi karena kurangnya pendekatan yang serasi
tinggal
terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Mengenai pengaruh ekonomi, Soeratmo (1998) mengemukakan bahwa perubahan dalam basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan dalam kegiatan bukan berbasis ekonomi. Pengaruh ekonomi tersebut bersifat sekunder yang harus diperhitungkan. Kegiatan ekonomi bukan basis mencakup berbagai usaha ekonomi yang terkait secara tidak langsung dengan ekonomi di sektor basis, sebagai contoh jika balai industri berkembang, akan berkembang pula usaha jasa transportsi pedesaan, usaha warung, serta jasa-jasa perdagangan lainnya di desa setempat. Dalam rangka mengetahui sejauh mana pengaruh suatu program pembangunan, maka dilaksanakan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus. Hal tersebut diperlukan untuk bisa segara memahami sejauh mana pengaruh dari suatu program pembangunan pada keseimbangan sistem sosial-ekonomi dan keseimbangan tersebut diharapkan agar senantiasa lestari. Apabila kelestarian belum tercapai, maka program pembangunan tersebut perlu mendapat masukan untuk menghilangkan
faktor–faktor penyebab dan mengurangi tekanannya
terhadap lingkungan sosial tersebut, sehingga kelestarian tetap tercapai. Kondisi perkembangan suatu wilayah juga tercermin dari jenis pekerjaan penduduk. Jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31 menunjukkan jenis pekerjaan yang paling dominan adalah pedagang sebanyak 22% (13 orang), pekerja informal yang terdiri atas ekspedisi,
124
kurir, pengasing ikan, penimbang ikan, penjahit, staff BUMN sebanyak 12% (masing-masing 1 orang), nelayan sebanyak 10% (6 orang), buruh, pegawai swasta dan wirausaha sebanyak 8% (masing-masing 5 orang), juru parkir, ojek motor, ojek sepeda dan security sebanyak 5% (masing-masing 3 orang).
Gambar 31 Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan responden pada umumnya ada yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan kepelabuhan di Tanjung Priok. Masyarakat yang berada di Kecamatan Tanjung Priok dan Koja banyak yang mempunyai kegiatan yang terkait langsung dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan masyarakat yang berada di Kecamatan Cilincing banyak yang perprofesi sebagai nelayan, pekerjaan responden tidak terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Keterlibatan responden dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32 menunjukkan keterlibatan responden dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok adalah jumlah responden yang terlibat langsung dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Periok sebanyak 45 % (27 orang) dan yang tidak terlibat sebanyak 55%. (33 orang).
125
Gambar 32. Keterlibatan Responden Gambar 32 hasil kuesioner dan wawancara dengan masyarakat menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum ikut terlibat dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini bisa disebabkan karena Pelabuhan Tanjung sudah
Priok
sedikit
menggunakan
tenaga
manusia
dalam
melakukan
pengoperasian Pelabuhan. Berdasarkan hal tersebut sangat perlu pelibatan masyarakat dalam kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga masyarakat di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
Disamping
dampak
langsung
tersebut
juga
terdapat
aktivitas
bangkitannya yang membawa dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Tingkat pendapatan responden di tiga Kecamatan Tanjung Priok, Koja dan Cilincing dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 menunjukkan tingkat pendapatan responden paling dominan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok adalah yang mempunyai pendapatan antara Rp 500.001-Rp 1.000.000 sebanyak 64% (46 orang), Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 sebanyak 28% (17 orang), > Rp 2.000.000 sebanyak 8% (8 orang), dengan tingkat pendapatan rata-rata Rp 1.436.667/KK/bulan atau Rp 17.240.000/KK/tahun. Tingkat pendapatan sangat terkait dengan jenis pekerjaan responden. Umumnya yang berprofesi sebagai pedagang mempunyai pendapatan yang tinggi jika dibandingkan dengan buruh dan lain-lain. Tingkat pendapatan ini dapat mempengaruhi keadaan kesejahteraan responden.
126
Gambar 33. Tingkat Pendapatan Responden Dari data-data tersebut di atas, maka sebagian besar masyarakat di kawasan penyangga pelabuhan (64%) memiliki tingkat penghasilan rendah, masih di bawah standar kehidupan minimal sesuai standar Badan Pusat Statistik dan Upah Minimum Propinsi DKI Jakarta pada saat itu (2009). Sisanya sebanyak 36% termasuk kategori sedang, yang pada umumnya bekerja sebagai pegawai formal tetapi memiliki penghasilan tambahan pekerjaan informal. Kepadatan lingkungan penduduk yang tinggi dengan kondisi perumahan yang kumuh dan tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rendah, menyebabkan tingkat kerawanan sosial masyarakat tinggi. Salah satu contoh adalah peristiwa Makam mbah Priok yang mau direlokasi dan akan dikembangkan untuk perluasan terminal kontainer menimbulkan tragedi berskala nasional. b
Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan dan Rencana Pengembangan Pelabuhan Persepsi responden di Kecamatan Tanjung Priok, Koja dan Cilincing
terhadap kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok dapat didasarkan manfaat yang diterima oleh mereka. Gambar 34 menunjukkan sebagian besar tanggapan responden terhadap Pelabuhan Tanjung Priok mempunyai tanggapan baik sebesar 53% (32 orang), tanggapan sedang 37% (22 orang), tanggapan rendah 8% (5 orang), dan tanggapan sangat baik sebanyak 2% (1 orang). Munculnya berbagai
127
tanggapan ini terkait dengan manfaat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Umumnya responden sangat setuju dengan adanya rencana pengembangan kawasan Tanjung Priok. Hal tersebut disebabkan akibat pengembangan kawasan Tanjung Priok akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan mereka. Bagi responden yang mendapat manfaat, baik langsung maupun tidak langsung maka tanggapan pada umumnya positif. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak mendapat manfaat, tanggapan yang diberikan pada umumnya negatif. Bagi kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan negative walaupun persentasenya kecil (± 8%)tetapi dapat menggerakan kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan sedang (± 37%) seperti kejadian kerusuhan Mbah Priok. Rencana pengembangan fasilitas pelabuhan terminal container Tanjung Priok ke lokasi komplek pemakaman Mbah Priok seluas 8 ha oleh PT Pelindo II yang sebetulnya adalah kosong dan makamnya telah dipindahkan telah menimbulkan kerusuhan yang cukup berat, tanpa disertai sosialisasi dan persiapan yang matang sebelumnya. Dampak lain dari pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok adalah adanya pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara dan air, kesemrautan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan, kekumuhan dan tingginya kerawanan sosial di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok. Mereka sangat mengharapkan adanya perhatian baik dari Pihak Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok maupun Pemerintah Daerah setempat untuk menangani permasalahan-permasalahan di kawasan sekitar Pelabuhan Tanjung Priok.
Gambar 34. Tingkat Persepsi Responden
128
c Analisis Tingkat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pekerja Pelabuhan dan Tingkat Keamanan Kawasan Pelabuhan. Di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok faktor Kesehatan dan Keamanan Kerja (K3) para pekerja selalu menjadi program utama pengelola Pelabuhan Tanjung Priok. Parameter yang dinilai adalah tingkat kecelakaan kerja nol atau dengan target zero-accident walau sulit untuk mencapainya. Sesuai ketentuan yang ditetapkan, maka tolok ukur tingkat kecelakaan kerja dibagi dua yaitu: IFR = Injury Frequency Rate dan ISR = Injury Security Rate. Dari data-data yang diperoleh dan hasil wawancara dengan manajer terkait, maka IFR dan ISR di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 2004-2009 semakin baik dan termasuk dalam kategori sedang. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional, terkait dengan aspek keamanan fisik dan barang di kawasan pelabuhan dibagi atas pengamanan peraturan dan ketentuan internasional dari IMO, yaitu International Maritime Organization. 1) Kawasan terbatas (restricted comply area). 2) Kawasan tidak terbatas (bebas tetapi terbatas). Dari tahun 2004 sampai tahun 2009, Pelabuhan Tanjung Priok mendapat penghargaan dari Ditjen Perhubungan Laut bekerja sama dengan perusahaan semacam coastguard dari Amerika Serikat, berupa sertifikat “International Save and Port Security Code (ISPS-Code)” dan diaudit terus setiap tahun oleh konsultan Amerika, untuk mendapat tingkat kepatuhan (comply). Jadi tingkat keamanan di Tanjung Priok termasuk kategori baik. d Analisis Program Bina Lingkungan Terhadap Kawasan Penyangga Pelabuhan Program Bina Lingkungan dari BUMN-BUMN terhadap kawasan binaan dan perusahaan UMKM binaanya telah diatur dengan Peraturan Menteri Negara BUMN PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Menengah dan Kecil dan Bina Lingkungan. Pelaksanaan Bina Lingkungan pengelola Pelabuhan Tanjung Priok terhadap kawasan penyangga pelabuhan dalam bentuk pembangunan fisik dan bantuan usaha menengah dan kecil termasuk kategori sedang. Bina Lingkungan selama periode 2004-2009 belum memberikan perubahan yang berarti terhadap kondisi fisik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat kawasan penyangga pelabuhan.
129
5.1.3 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Pelabuhan Tanjung Priok
Ruang
dengan
Masterplan
a Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Analisis tentang kesesuaian pemanfaatan ruang daratan pelabuhan dilakukan dengan cara melakukan interseksi antara Peta Rencana dengan Peta Kondisi Penggunaan Tanah Eksisting. Berdasarkan perbandingan antara Peta Rencana dengan Peta Existing Penggunaan Tanah di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, maka kesesuaian pemanfaatan ruangnya digolongkan atas tiga kategori: 1) Sesuai. Area interseksi dinilai sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi dan jenis yang sama. Misalnya saja, jika area Terminal Multipurpose Domestik pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Domekstik pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut dikatakan ”sesuai”. 2) Kurang sesuai. Area interseksi dinilai kurang sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi yang sama, tetapi jenis yang berbeda. Misalnya saja, jika area Terminal Curah Cair pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Internasional pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut ”kurang sesuai”. 3) Tidak sesuai. Area interseksi dinilai tidak sesuai jika area-area yang membentuk interseksinya memiliki fungsi yang berbeda. Misalnya saja, jika Area Pemerintahan pada Peta Rencana berinterseksi dengan area Terminal Multipurpose Internasional pada Peta Existing, maka daerah interseksi antara kedua area tersebut dikatakan ”tidak sesuai”. Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang setiap kegiatan dan penggunaan tanah eksisting di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Masterplan Tata Ruang Pelabuhan Tanjung Priok yang telah disahkan Menteri Perhubungan Republik Indonesia sesuai SK Menteri Perhubungan No. PM 42 Tahun 2011 disajikan pada Tabel 26. Pemanfaatan ruang setiap kegiatan dan penggunaan tanah di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok sebagaimana tertera pada Tabel 26 dapat diuraikan sebagai berikut :
130
1)
Area-Area Yang Sesuai Berdasarkan hasil interseksi pada peta, maka ternyata area interseksi yang
termasuk kriteria sesuai cukup luas. Area yang Sesuai ini berupa Terminal Peti Kemas Internasional pada Peta Existing, yang memang direncanakan sebagai area Terminal Peti Kemas Internasional pada Peta Rencana. Dari hasil analisis sistem informasi geografis di dalam tabel luasnya mencapai 32% dari seluruh areal pelabuhan. Area yang sesuai ini tidak memerlukan perubahan, karena baik dari segi fungsi (terminal) maupun dari segi jenis (terminal peti kemas internasional) memang sudah sama antara rencana dan existing, sehingga untuk mewujudkan rencana ini, Pelabuhan Tanjung Priok tidak perlu melakukan perubahan fungsi guna lahan, dan juga tidak perlu melakukan investasi untuk melakukan perubahan jenis fungsi. Tabel 26
Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daratan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2009 LUAS (HA) KURANG PEMANFAATAN RUANG SESUAI SESUAI/ Total TIDAK SESUAI A 81,956 81,956 Area Kantor/Dagang 81,681 81,681 Area Pemerintahan 0,026 0,026 Lapangan Tangki 0,1 0,1 Terminal Multipurpose 0,149 0,149 Area Kantor/Dagang 0,998 14,907 15,905 AREA KANTOR/DAGANG 0,371 0,371 Area Pemerintahan 4,914 4,914 Car Terminal 9,05 9,05 Restoran dan Gudang Persediaan 0,627 0,627 Syah Bandar 0,382 0,382 Terminal Multipurpose 0,561 0,561 AREA PEMERINTAHAN 24,105 0,81 24,915 Area Kantor/Dagang 0,81 0,81 Area Pemerintahan 24,105 24,105 JITC I 0 0 DOCK YARD 15,33 15,33 Area Kantor/Dagang 13,459 13,459 Area Pemerintahan 0 0 Port Logistic Area 1,871 1,871
131
PEMANFAATAN RUANG PORT LOGISTIC AREA Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Gudang Cargo PT MTI Port Logistic Area Restoran dan Gudang Persediaan TERM KONVENSIONAL (MULTIPURPOSE) A Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Kawasan Berikat Nusantara Lapangan Tangki Pelabhuan PT. KAI Pelabuhan Perahu Terminal Multipurpose Terminal Penumpang TERM PETI KEMAS Area Kantor/Dagang Terminal Penumpang TERM PETI KEMAS DOMESTIC Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Terminal Multipurpose Terminal Penumpang Terminal Peti Kemas (JITC 2) TERM PETI KEMAS INTERNATIONAL Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Graha Segara JITC I Terminal Peti Kemas Kodja TERMINAL CURAH CAIR A Area Kantor/Dagang
LUAS (HA) KURANG SESUAI SESUAI/ TIDAK SESUAI 2,216 31,004 20,982 3,968 6,054 1,176 1,04
33,22 20,982 3,968 6,054 1,176 1,04
50,499
54,65
105,149
3,553 39,776 3,447
3,448 2,691 0,757
3,553 39,776 3,447 16,182 7,874 9,835 3,734 12,922 7,826 3,448 2,691 0,757
50,486
50,486
10,111 0,1 26,286 3,818 10,171
10,111 0,1 26,286 3,818 10,171
9,703
111,48
3,444 0 6,259
3,444 0 6,259 80,521 21,256 57,844 4,29 29,779
16,182 7,874 9,835 3,734 12,922 7,826
101,777
80,521 21,256 57,844 4,29 29,779
Total
132
PEMANFAATAN RUANG Car Terminal Lapangan Tangki Pertamina Terminal Penumpang TERMINAL CURAH KERING Area Kantor/Dagang Area Pemerintahan Lapangan Tangki TERMINAL PENUMPANG Lapangan Tangki Terminal Penumpang To t a l
LUAS (HA) KURANG SESUAI SESUAI/ TIDAK SESUAI 0,007 3,348 18,601 1,819 61,239 50,9 0 10,339 3,271 0,002 3,269 179,595 384,648 (32%) (68%)
Total 0,007 3,348 18,601 1,819 61,239 50,9 0 10,339 3,271 0,002 3,269 564,243 (100%)
Sumber : Hasil analisis (SIG), 2011
2)
Area-Area Yang Kurang Sesuai / Area-Area Tidak Sesuai
2.1) Area-Area Yang Kurang Sesuai Area interseksi yang termasuk kriteria kurang sesuai juga ternyata cukup luas. Area yang kurang sesuai ini adalah berupa area-area yang pada Peta Rencana direncanakan sebagai fungsi terminal, sedangkan menurut peta existing juga memang sudah memiliki fungsi terminal. Dari hasil analisis dan data yang diperoleh, luas area-area yang kurang sesuai ini lebih besar dari area yang tidak sesuai, diperkirakan mencapai 38% dari seluruh areal pelabuhan.Yang menyebabkan kondisi kurang sesuai tersebut adalah tidak sesuainya jenis-jenis dari terminal tersebut, misalnya:
Area yang direncanakan sebagai terminal konvensional/multipurpose, ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal break bulk, terminal curah cair terminal roro, dan terminal penumpang.
Area yang direncanakan sebagai terminal curah kering, ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal break bulk terminal multipurpose domestik, dan terminal peti kemas domestik.
133
Area yang direncanakan sebagai terminal peti kemas domestik ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal multipurpose domestik dan terminak break bulk internasional.
Area yang direncanakan sebagai terminal peti kemas internasional ternyata saat ini (existing) memiliki jenis terminal peti kemas domestik. Area yang kurang sesuai ini hanya memerlukan sedikit perubahan, karena
dari segi fungsi (terminal) memang sudah sama antara rencana dan existing, sehingga untuk mewujudkan rencana ini, Pelabuhan Tanjung Priok hanya perlu mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian jenis terminal. Misalnya saja, area yang tadinya merupakan terminal peti kemas domestik perlu diberi tambahan perangkat conveyor belt untuk menjadi area terminal curah kering sebagaimana rencana. Area-area yang kurang sesuai, yaitu peruntukan tanah sesuai, akan tetapi kegiatan/fungsi berbeda maka dengan merubah kegiatan atau fungsi prosentasenya bisa meningkat tajam mencapai ± 70%, misalnya terminal yang direncanakan untuk kontainer dipakai sementara untuk non kontainer. 2.2) Area-Area Yang Tidak Sesuai Pemanfaatan ruang di dalam Pelabuhan Tanjung Priok yang tidak sesuai masih cukup luas ( 30%) terutama karena masih adanya fungsi/kegiatan yang sudah lama berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang tidak sesuai dengan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok yang baru, misalnya kawasan industri, perkantoran dan tempat berdagang yang tersebar, tempat tinggal penduduk, serta dermaga Angkatan Darat dan dermaga Angkatan Laut. Untuk relokasi atau pemindahan fungsi-fungsi tersebut di atas masih memerlukan waktu yang lama. Pada akhir tahun 2009, tahun 2010 dan 2011, PT Pelindo II (Persero) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok melakukan revitalisasi kawasan pelabuhan dengan perbaikan sarana/prasarana kawasan pelabuhan dan relayout kegiatankegiatan di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk lebih jelasnya peta pemanfaatan ruang eksisting daratan pelabuhan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Fungsi-Fungsi di daratan pelabuhan disajikan pada Gambar 35, Gambar 36 dan Gambar 37.
134
Gambar 35. Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Pelabuhan Tanjung Priok 2011
Peta Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2011 – 2030, Jakarta 2011
135
Gambar 36.
136
Sumber : Diolah PT (P) Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dan Kementrian Perhubungan RI ( Peraturan MenHub No. PM 42/2011 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok), Jakarta 2011
Gambar 37. Peta Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Eksisting Daratan Pelabuhan Tanjung Priok 2009-2011
137
b
Analisis Kesesuaian Teknis Perairan Pelabuhan Perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan alur pelayarannya pada dasarnya
sudah sesuai ditinjau dari parameter kedalaman laut, seabed material, jarak ke mulut pelabuhan, arus laut, gelombang laut, kecepatan angin jarak ke daerah sensitif, tidak adanya halahangan yang mengganggu oleh gerak kapal dan tidak ada daerah terlarang di palabuhan Tanjung Priok. Analisis pemanfaatan perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk alur pelayaran dan teknis pengoperasian kapalkapal keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok sudah sesuai. Hanya satu parameter yang menjadi kendala yaitu tingkat sedimentasi untuk perairan dan alur pelayaran tidak sesuai. Analisis kesesuaian perairan ini disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Perairan Pelabuhan Tanjung Priok untuk Alur Pelayaran dan Operasional Kapal Tahun 2009 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Parameter
S1 (Sesuai)
Kedalaman (010,5 Cukup baik untuk LWS sampai -14,7 alur dan labuh kapal LWS) Seabed Material Lempung berpasir Jarak ke mulut Dekat pelabuhan Arus lambat, aman Arus oleh gerak kapan dan lego jangkar < 1,0 m Gelombang (0,1 – 1 m) Calm -12 knot Angin (Kecepatan) (4-6 knot)
S2 (Sesuai Bersyarat)
N (Tidak Sesuai)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7.
Jarak ke daerah sensitif
-
Dekat, tapi dapat melakukan tindakan penanggulangan
8.
Sedimentasi (perairan)
-
-
Sedimentasi (alur pelayaran)
-
-
9.
Halangan
10.
Daerah terlarang
Tidak ada halangan yang mengganggu oleh gerak kapal Tidak ada larangan
-
Sedimentasi perairan tinggi Sedimentasi alur pelayaran tinggi -
138
c
Analisis Kapasitas dan Kebutuhan Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Dalam menghitung kebutuhan ruang ideal pengembangan Pelabuhan
Tanjung Priok, digunakan rumus dari Ligteringen tentang Ports and Terminals bagian Planning and Design Container Terminal sebagaimana disampaikan pada Bab 3 Sub-Bab 3.6.2. Pendekatan dengan menggunakan rumus Ligteringen ini sudah sering digunakan pada negara-negara berkembang. Rumus dari Ligteringen ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan ruang container yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok dan menghasilkan luas ialah untuk lapangan penimbunan kontainer (container yard) pada tahun 2009 adalah 223 ha. Data luas lahan penimbunan petikemas eksisting (2009) adalah 156,7 ha, sehingga kapasitasnya terhadap kebutuhan ideal sesuai standar adalah 70% dari 223 ha atau masih kekurangan 66,3 ha. Sebaliknya dengan menggunakan rumus yang sama, dengan luasan lapangan penimbunan kontainer eksisting (2009) 156.7 ha, dan jumlah kontainer 3,8 juta TEUs, maka mi atau YOR adalah kira-kira 100% (kapasitas sudah melebihi 30% dari YOR ideal). Apabila jumlah tonase kontainer sudah melebihi 3,8 juta TEUs, dengan hanya kapasitas lapangan penimbunan kontainer yang sekarang, maka nilai YOR akan meningkat lagi melebihi 100%. Selanjutnya dalam penelitian ini rumus H. Ligteringe yang sama digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan ruang lahan penimbunan petikemas (container yard) dalam pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030). Proyeksi kebutuhan ruang dengan menggunakan skenario basic case data hasil proyeksi pertumbuhan arus barang skenario basic case disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Proyeksi Pertumbuhan Arus Barang Petikemas dan Kebutuhan Ruang Lahan Penimbunan Petikemas Tahun 2020 dan 2030 Total Arus Barang Kebutuhan Keterangan (TEUs - ‘.000’) Lahan CY (ha) 2011 3.804 223 1 High Case 2020 9.784 575 2030 19.092 1121 Lahan 2011 3.804 223 Eksisting 2 (2009) Basic Case 2020 9.539 560 CY = 156.7 2030 17.738 1040 ha 2011 3.804 223 3 Low Case 2020 9.299 545 2030 15.471 908 Sumber : Hasil Analisis dalam studi disertasi dengan menggunakan data Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok dan rumus H. Ligteringen, 2011 No
Skenario
Tahun
139
Dalam perencanaan 20 tahun kedepan (2011 - 2030), studi ini memproyeksikan pertumbuhan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Sebagaimana disampaikan pada Bab III tentang Metode Analisis Proyeksi Pertumbuhan Barang dari Pelabuhan Tanjung Priok, adalah dengan menggunakan data sekunder dari Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Mengacu kepada SK Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok, ada 3 skenario Proyeksi Arus Barang Petikemas di Pelabuhan, yaitu skenario “high case”, “basic case”, dan “low case”. Untuk kepentingan studi disertasi yaitu Rencana Pengembangan Tanjung Priok pada Jangka Menengah maupun Jangka Panjang dirujuk kepada skenario “basic case” yang dinilai lebih moderat dan layak digunakan. Untuk lebih jelasnya proyeksi (forecast) arus barang disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Proyeksi Arus Barang Petikemas dan Non Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011, tahun 2020 dan tahun 2030 No
Skenario
Tahun
Total Cargo TEUs Ton (.000) (.000)
2011 36.258 2020 82.029 2030 152.529 2011 36.258 Basic 2 2020 79.702 Case 2030 140.868 2011 36.258 Low 3 2020 77.418 Case 2030 129.956 Sumber : JICA Study Team, 2011 1
High Case
3.804 9.784 19.092 3.804 9.539 17.738 3.804 9.299 15.471
Kebutuhan Lahan CY Lahan Kebutuhan Eksisting (ha) Lahan CY (ha)
156 392 560
Kekurangan
223 560 1041
67 168 481
Selanjutnya berdasarkan proyeksi peti kemas dengan pengelompokan tujuan internasional dan domestik, hasil proyeksi diperkirakan untuk tahun 2011 sampai 2030 dalam jumlah ton sebagaimana disajikan pada Tabel 30 dan Gambar 38. Tabel 30 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 2030 dalam jumlah Ton (Basic Case) Peti Kemas Internasional Tahun Import (ton) 2011 2020 2030
15,616 37,909 69,787
Export (ton) 12,980 23,244 36,396
Peti Kemas Domestik Bongkar (ton) 2,417 5,312 9,289
Total (ton) Muat (ton) 5,244 13,237 25,396
36,258 79,702 140,868
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011
140
160,000 140,000
Jumlah (ton)
120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0
2011
2020
2030
Cargo International (Import)
15,616
37,909
69,787
Cargo International (Export)
12,980
23,244
36,396
Cargo Domestic (Bongkar)
2,417
5,312
9,289
Cargo Domestic (Muat)
5,244
13,237
25,396
Total
36,528
79,702
140,868
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011
Gambar 38
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011-2030 dalam jumlah Ton (Basic Case) dalam bentuk grafik
Sedangkan untuk pengelompokan (distribusi) dengan kategori yang sama, yaitu petikemas internasional dan domestik untuk tahun 2011 sampai 2030 hasil proyeksi dalam jumlah TEUs disajikan pada Tabel 31 dan Gambar 39. Tabel 31 Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 - 2030 dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk tabel Tahun 2011 2020 2030
Peti Kemas Internasional Import Export (TEUs) (TEUs) 1,445 1,291 3,628 3,628 6,678 6,678
Peti Kemas Domestik Bongkar Muat (TEUs) (TEUs) 524 544 1,142 1,142 2,191 2,191
Total (TEUs) 3,804 9,539 17,738
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011 Jumlah (TEUs)
20,000 15,000 10,000 5,000 0
2011
2020
2030
Cargo International (Import)
1,445
3,628
6,678
Cargo International (Export)
1,291
3,628
6,678
Cargo Domestic (Bongkar)
524
1,142
2,191
Cargo Domestic (Muat)
544
1,142
2,191
3,804
9,539
17,738
Total
Sumber: JICA, The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area om The Republic of Indonesia, 2011
Gambar 39
Proyeksi Peti Kemas Internasional dan Domestik untuk tahun 2011 - 2030 dalam jumlah TEUs (Basic Case) dalam bentuk grafik
141
Sebagai referensi dalam studi disertasi ini, juga dilakukan kajian dan evaluasi terhadap hasil studi JICA tahun 2003 tentang forecasting pertumbuhan arus barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2000 sampai tahun 2025. Forecasting pertumbuhan arus barang sampai tahun 2025 sesuai Studi JICA diperkirakan mencapai ±7,5 juta TEUs, sedangkan pada tahun 2020 mencapai hampir 6 juta TEUs. Kondisi nyata pada saat survey dilakukan (tahun 2009) sudah mencapai 3,8 juta TEUs. Apabila Yard Occupantie Rate (YOR) yang ideal 70%, berarti idealnya kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok harus sudah bisa menunjang 5,4 juta TEUs pada tahun 2009, sedang kondisi nyata Pelabuhan Tanjung Priok setelah dilakukan rehabilitasi pada tahun 2009 kapasitasnya baru mencapai 3,7 juta TEUs. Hasil perhitungan forecasting JICA tidak terlalu jauh dari hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini, sehingga bisa digunakan sebagai referensi. Perhitungan forecasting tersebut belum mengikutsertakan faktor kebijakan Pemerintah sebagai variabel bebas, seperti kebijakan C-AFTA (ChinaAsean Free Trade Association) yang otomatis akan menambah volume barang impor yang cukup signifikan dari Negara China ke Indonesia khususnya melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Hasil perhitungan proyeksi dari hasil studi dari JICA tahun 2003 disajikan pada Gambar 40.
Gambar 40
Proyeksi Kebutuhan dan Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok Sampai Tahun 2025
142
5.1.4 Analisis Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Pelabuhan
dan
Kelembagaan
Sesuai dengan struktur organisasi kepelabuhanan dalam UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan PP No.61/2009 tentang Kepelabuhanan, maka dipandang dari sisi pengusahaan dan pengelolaan kepelabuhanan komersil dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan dapat bekerjasana dengan Badan Usaha Pelabuhan di mana Otoritas Pelabuhan adalah milik Pemerintah Pusat, yaitu
Kementrian
Perhubungan. Untuk pelabuhan komersial (pelabuhan utama dan pengumpul) seperti Pelabuhan Tanjung Priok yang jelas-jelas menguntungkan, ijin pembangunan pelabuhan adalah oleh Pemerintah Pusat. Pembangunan pelabuhan, penyiapan lahan, jasa kepelabuhanan dan pengelolaan pengusahaannnya oleh Otoritas Pelabuhan, baik sendiri maupun bekerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan. Ijin mengoperasikan pelabuhan juga oleh Menteri Perhubungan. Di dalam peraturan perundang-undangan kepelabuhanan baru, menurut hasil analisis yang dilakukan penulis, terdapat kelebihan dan kekurangannya. Adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antara regulator (Otoritas Pelabuhan) dengan operator (PT Pelindo (Persero) baik, akan tetapi di dalam peraturan perundang-undangan tersebut, khususnya pada pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul seperti Pelabuhan Tanjung Priok, kewenangan Pemerintah Daerah tidak jelas. Terkait pengelolaan lingkungan dan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur keluar masuk pelabuhan dengan struktur organisasi kepelabuhanan yang baru sesuai dengan UU No.17/2008 dan PP. No.61/2009 masih belum terbukti di dalam implementasinya menjadi hak dari Perijinan dan pengesahan dokumen-dokumen Pengelolaan Lingkungan baik di kawasan pelabuhan maupun di luarnya oleh Pemerintah Daerah memerlukan koordinasi yang kuat dari konsisten untuk terwujudnya pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan seperti Pelabuhan Tanjung Priok. Analisis terhadap peraturan perundang-undangan dan kelembagaan dalam pelabuhan disajikan pada Gambar 41 dan Gambar 42 serta Tabel 32.
143
UU No.17/2008 Tentang Pelayaran
Pelabuhan Laut
Pelabuhan Komersial (yang diusahakan)
Pemerintahan
Pelabuhan Belum Komersial
Pengusahaan
Menteri Perhubungan / Gubernur / Bupati / Walikota
Badan Usaha Pelabuhan (BUMN, BUMD dan Badan Hukum di Bidang Kepelabuhanan)
Tanggung Jawab
Teknis Operasional
Otoritas Pelabuhan / Unit Penyelenggaraan Pelabuhan
Administrasi Pengusahaan
Direksi BUP
Pemegang Saham
Gambar 41
Struktur Organisasi Kepelabuhanan sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan.
144
UU UU No.17/2008 No.17/2008 Tentang Tentang Pelayaran Pelayaran
Tatanan Kepelabuhanan Nasional (disyahkan Menteri Perhubungan)
Pelabuhan Utama
Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pengumpan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Menteri Perhubungan)
Rekomendasi Kesesuaian RTRW dari Gubernur/Bupati/Walikota Ditetapkan Menteri Perhubungan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional sesuai dengan RTRW Prov/Kab/Kota Keserasian dan Keseimbangan dengan Kegiatan di Pelabuhan
Rencana Induk Pelabuhan
Keamanan dan Keselamatan Lalulintas Kapal Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota Ditetapkan Menteri Perhubungan
kerjasama
Izin Pembangunan Pelabuhan
Otoritas Pelabuhan
sendiri
Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota
Unit Penyelenggara Pelabuhan Pelabuhan Belum Komersial
Pelabuhan Komersial Badan Usaha Pelabuhan Penyiapan Lahan Pelabuhan Penyiapan Fas. Pokok & Penunjang Penyiapan Jasa Kepelabuhanan
Penyiapan Fas. Pokok & Penunjang Penyiapan Jasa Kepelabuhanan
Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan Ditetapkan Menteri Perhubungan
Izin Mengoperasikan Pelabuhan
Pelabuhan Utama & Pengumpul
Badan Usaha Pelabuhan
Pelabuhan Pengumpan
Unit Penyelenggara Pelabuhan/BUP
Pengelolaan Lingkungan
Gambar 42
Ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota
Disetujui Gubernur/ Bupati/ Walikota
Diagram Analisis Tahapan Prosedur Pengembangan, Pengoperasian Pelabuhan dan Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan (sesuai UU No.17/2008 tentang Pelayaran)
145
Tabel 32
Matriks Analisis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Kelembagaan Kepelabuhanan, khususnya pada Materi Rencana Induk Pelabuhan, DLKR/DLKP dan Perizinan Pembangunan dan Pengoperasioan Pelabuhan.
No. Materi/Subjek 1.
Dasar Hukum
2. 3.
Jumlah Pasal Jenis Pelabuhan Laut
4.
Rencana Induk Pelabuhan
5.
Rencana Lokasi Pelabuhan
6.
Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
PP Nomor 61 tahun 2009 Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran 167 Pasal Ada 3 jenis Pelabuhan Laut : 1. Pelabuhan Utama 2. Pelabuhan Pengumpul 3. Pelabuhan Pengumpan (Dibedakan atas hierarkhi) 1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 20 tahun. 2. Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan: a. Jangka Panjang 15 tahun s/d 20 tahun b. Jangka Menengah 10 tahun s/d 15 tahun c. Jangka Pendek 5 tahun s/d 10 tahun 3. Rencana Induk Pelabuhan Utama dan Pengumpul ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. 4. Renana Induk Pelabuhan Pengumpan Regional di tetapkan oleh Gubernur 5. Rencana Induk Pelabuhan Pengumpul Lokal serta pelabuhan sungai dan danau ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Rencana Lokasi dan Hierakhi pelabuhan diatur dalam Pasal 10 s/d Pasal 14. Rencana Lokasi Pelabuhan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Pasal 8 ayat (2) Jo Pasal 10 ayat (1). 1. Yang dimaksud dengan Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pela-buhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 2. Yang dimaksud dengan Daerah Lingkungan
Analisis & Saran - Dibedakan atas dasar otoritas & hierarkhis. - Pelabuhan Pengumpan oleh Pemda menjadi subsidi terus sedang dana APBD terbatas. - Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Nasional setuju ditetapkan oleh Menteri Perhubungan - Pengesahan RIP untuk Pelabuhan Utama & Pengumpul oleh Menteri Perhubungan, disusun dan diproses Tim Bersama Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah Propinsi setempat untuk menampung aspirasi dari Pemerintah Daerah dan pedoman serta aturan dari Pemerintah Pusat. (bottom up dan top down planning).
- Rencana lokasi Pelabuhan Utama sesuai RIPN, karena penetapan lokasi menjadi lampiran RIPN tersebut.
- Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Lingkungan Kepentingan Pelabuhan termasuk perairan sangat terkait dengan perairan laut sampai 12 mil adalah berada di daerah (Pemda) sesuai Undang-Undang Pmerintah Daerah. Oleh sebab itu baik penetapan dan pengesahan DLKR/DLKP, terkait juga dengan
146
No. Materi/Subjek
7.
Penyelenggar a Pelabuhan
8.
Tugas dan tanggung jawab Penyelenggar a Pelabuhan
PP Nomor 61 tahun 2009
Analisis & Saran
Kepentingan adalah perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayanan. 3. Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ditetapkan oleh: a. Oleh Menteri untuk pelabuhan Utama dan pelabuhan Pengumpul b. Oleh Gunernur untuk pelabungan Pengumpan Regional c. Oleh Bupati / Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Penyelenggara Pelabuhan terdiri dari: 1. Otoritas Pelabuhan pada Pelabuhan yang diusaha-kan secara komersial 2. Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial
RTRW bagian perairan sampai 12 mil laut, sehingga tetap diperlukan Tim Bersama antara Pemerintah Pusat, Kantor Otoritas Pelabuhan dan Pemda Setempat untuk menetapkan DKLR/DLKP
1.
Tugas dan tanggung jawab Otoritas Pelabuhan selaku penyelenggara pelabuhan adalah: a. Menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan; b. Menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan; c. Menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayar-an (SBNP); d. Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; e. Menjamin dan memlihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; f. Menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
- Otoritas Pelabuhan (Pempus) menyelenggarakan pelabuhan komersial sedang UPP / Pemda menyelenggarakan pelabuhan non komersial bisa dipersepsikan tidak sinkron dengan prinsip otonomi darat.
- Kewenangan Otoritas Pelabuhan menurut analisis penelitian ini terlalu luas, termasuk penyediaan lahan di daratan dan di perairan (reklamasi) - Menurut peraturan perundangundangan, apabila Otoritas Pelabuhan mengadakan lahan reklamasi, karena dana terbatas harus melakukan tender terhadap para investor, selanjutnya apabila hasil reklamasi berupa lahan diserahkan ke investor harus melalui persetujuan Pemerintah (Menkeu) dan DPR, karena asetnya merupakan asset pemerintah yang belum dipisahkan. - Oleh sebab itu prosedurnya sangat birokratis dan lama sehingga percepatan pembangunan pelabuh-an baru akan terkendala oleh birokrasi.
147
No. Materi/Subjek
9.
Badan Usaha Pelabuhan
PP Nomor 61 tahun 2009
1.
2.
10.
Izin 1. pembangunan pelabuhan dan 2. pengoperasian pelabuhan (termasuk 3. pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan).
Lingkungan Kepentingan pelabuhan; g. Mengusulkan tariff untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan h. Menjamin kelancaran arus barang; i. Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada huruf a s/d huruf h di atas, Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa kepela-buhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus dibidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya, yang dapat berbentuk BUMN, BUMD atau PT yang khusus didirikan di bidang pelabuhan. Badan Usaha Pelabuhan berperan sebagai operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. Oleh Menteri Perhubungan untuk pelabuhan utama dan pelabhan pengumpul. Oleh Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional. Oleh Bupati / Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal.
Analisis & Saran
- Badan Usaha Pelabuhan seyogyanya terlibat juga di dalam pengadaan lahan (daratan & reklamasi), pembangunan infrastruktur pela-buhan, karena Pemerintah butuh dana besar untuk perluasan pelabuhan lama atau pengembangan pelabuhan baru sehingga perlu untuk mengundang investor besar dengan melalui proses tender.
- Terkait dengan hasil analisis di atas maka izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul ke Menteri Perhubungan perlu pendelegasian kewenangan ke tingkat yang lebih bawah. - Perlu disusun SK Bersama antara Menteri Perhubungan dengan Gubernur Pemda Propinsi setempat seperti Gubernur Propinsi DKI
148
No. Materi/Subjek
1 1.
Hak atas tanah dan perairan
PP Nomor 61 tahun 2009
Dalam PP tidak diatur oleh karena berdasarkan Pasal 85 Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran HPL atas tanah dan Pemanfaatan Perairan di berikan kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
Analisis & Saran Jakarta untuk perizinan pembangunan dan pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok, termasuk pengawasan pembangunan fisik dan pengendalian lingkungan di dalam kawasan pelabuhan dan di luar pelabuhan tetapi memiliki keterkaitan. - Yang penting sebetulnya adalah Peraturan Perundang-undang ten-tang penyerahan Tanah HGB di atas HPL lahan eks reklamasi sebagai konsesi bagi para investor yang membangun pelabuhan melalui reklamasi.
Menurut analisis studi, masih perlu proses uji coba untuk implementasi di lapangan sampai 5 tahun setelah Peraturan Pemerintah tentang kepelabuhanan terbit. 5.2
Analisis Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Perairan Pesisir Teluk Jakarta.
5.2.1
Dampak Kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Perairan Teluk Jakarta Penyebab utama pencemaran di perairan Teluk Jakarta adalah masuknya
13 buah sungai besar dan 17 sungai sedang dan kanal-kanal ke perairan Teluk Jakarta. Selain itu di daratan kawasan pesisir Teluk Jakarta berlokasi beberapa bangunan vital strategis seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Pelabuhan Sunda Kelapa, PLTU Muara karang, Kawasan Industri Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Taman Impian Jaya Ancol, Pasar Ikan (TPI) Muara Angke, TPI Kalibaru, dan TPI Cilincing, yang juga berpotensi menimbulkan pencemaran ke perairan Teluk (Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabek, 2001. Studi Pengembangan Keterpaduan Wilayah Pantai dan Perairan Laut Jabotabek Jakarta). Kegiatan industri dan pemukiman serta perdagangan menjadi penyumbang sekitar 70% pencemaran laut yang berasal dari daratan. Zat pencemar yang berpotensi merusak antara lain, sisa bahan kimia, limbah cair dari kegiatan pertanian dan pemukiman, sedimen, sampah padat dan plastik, logam dan limbah
149
radioaktif yang mengandung bahan bercaun yang sulit terurai di lingkungan dan akan terakumulasi pada tubuh organisme perairan. Masalah pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan oleh industri biasanya berawal dari kegiatan pengembangan yang diprakarsai oleh industri yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, teknik produksi dan kegiatan proses produksi serta distruksi : Upaya pemanfaatan sumberdaya alam melalui pengembangan industri dapat menghasilkan sisa proses berupa limbah, dibuang sembarangan sehingga timbul pencemaran. Pencemaran perairan Teluk Jakarta yang ditimbulkan kegiatan daratan pelabuhan dan kegiatan perkapalan relatif kecil karena pelaku pelabuhan berupaya melokalisir pencemaran walau volumenya tidak besar. Sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta terkait dengan kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok dapat diuraikan yaitu :
Aktivitas bongkar muat kapal di dermaga pelabuhan serta kapal-kapal yang lego jangkar di luar infrastruktur pelabuhan.
Aktivitas pencucian kontainer dan pencucian tangki-tangki minyak dan tangki-tangki
produk
kimia,
walau
sudah
ada
ketentuan
harus
dikumpulkan dan dibuang ke TPS dan teru ke TPA, tetapi masih ada yang lolos dari pengawasan. Dampak-dampak dari kegiatan pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, baik masa pembangunan maupun pengoperasian pelabuhan mengacu kepada Rencana Induk Pelabuhan, akan menimbulkan dampak-dampak signifikan, yang harus dikelola secara terpadu. 5.2.2. Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Terkait Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Pengelolaan pesisir Teluk Jakarta melibatkan ekosistem sumberdaya alam perairan dan daratan, sumberdaya buatan berupa kegiatan pembangunan secara terpadu, di antaranya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Keterpaduan pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dalam kaitan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok meliputi tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, dimensi bidang keilmuan, dan dimensi keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral untuk pengelolaan pesisir Teluk Jakarta menurut analisis penelitian studi, memerlukan tidak hanya bentuk kordinasi antar
150
instansi saja atau Badan Koordinasi seperti BKSP Jabotabek. Dari hasil analisis kelembagaan yang dilakukan, maka pada saat penelitian peranan, fungsi dan wewenang BKSP Jabotabek tidak menghasilkan keputusan yang signifikan dalam mengkoordinasikan pengelolaan terpadu wilayah pesisir Teluk Jakarta, dari mulai pengelolaan daerah hulu (upland) sampai daerah hilir (perairan). Demikian juga peranan, fungsi dan wewenang Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang baru dibentuk tidak ada untuk pengambilan keputusan untuk koordinasi keterkaitan pengembangan pelabuhan dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta. Oleh sebab itu diperlukan suatu Badan Otoritas yang kuat dan memiliki wewenang dan tanggungjawab mengambil keputusan dalam koordinasi antar sektor atau instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah dan instansi lainnya termasuk mengelola dan mengendalikan dampak lingkungan, tidak halnya di kawasan pelabuhan akan tetapi diperluas sampai perairan Teluk Jakarta. Pembentukan Badan Otoritas ini diperlukan, karena mendesaknya permasalahan di wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagai wilayah lokasi kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Kordinasi antar instansi Pemerintah sudah terbukti tidak dapat mengelola pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, di antaranya pengendalian pencemaran perairan Teluk Jakarta sampai saat penelitian studi tidak berjalan secara optimal dan pencemaran semakin parah. Keterpaduan dari dimensi bidang keilmuan mensyaratkan pendekatan pengelolaan pesisir dengan pendekatan interdisiplin ilmu yang melibatkan semua institusi pusat-pusat penelitan dari instansi dan perguruan tinggi terkait. Akan tetapi yang lebih diperlukan adalah tindak lanjut dari hasil-hasil penelitian tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan perairan dan daratan pesisir Teluk Jakarta. Keterpaduan dalam dimensi keterkaitan ekologis karena pada dasarnya di pesisir Teluk Jakarta terdapat dan tersusun berbagai macam ekosistem (mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lainnya saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa ekosistem lainnya. Wilayah pesisir Teluk Jakarta juga dipengaruhi berbagai macam kegiatan manusia dan proses alamiah yang terdapat di lahan atas Jabodetabekpunjur dan di laut lepas. Pengelolaan (dalam arti
151
management) pesisir Teluk Jakarta terdiri dari
tahapan perencanaan,
implementasi, monitoring dan evalusi. Oleh sebab itu pengelolaan pesisir Teluk Jakarta dikaitkan dengan pengembangan pelabuhan memerlukan keterpaduan dari sejak tahap perencanaan sampai tahap evalusi. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan pengumpul berskala internasional dan berwawasan lingkungan merupakan suatu kebijakan mendasar menunjang pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan Singapura. Oleh sebab itu peranan strategis Pelabuhan Tanjung Priok kedepan dapat digunakan sebagai posisi tawar (bargaining position) untuk pengelolaan wilayah pesisir Teluk Jakarta secara terpadu, khususnya di bagian perairan Teluk Jakarta. Kedudukan Pelabuhan Tanjung Priok dengan wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagaimana disajikan pada Gambar 43. 5.3.
Analisis Lintas Sektor Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport).
5.3.1. Analisis Keterkaitan Dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan. Berdasarkan hasil analisis pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) di Pelabuhan Tanjung Priok pada Sub Bab 5.1, maka dapat disimpulkan bahwa antar sektor memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan sebab-akibat. Hubungan antar sektor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi Aspek kualitas fisik ekologi pelabuhan sangat dipengaruhi dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap aspek sosial kepelabuhanan, aspek ekonomi pelabuhan, aspek kesesuaian pemanfaatan ruang di pelabuhan (hubungan internal pelabuhan) dan aspek peraturan perundang-undangan. 2) Aspek Sosial Kepelabuhanan
Aspek sosial kepelabuhanan Tanjung Priok memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek-aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, kesesuian pemanfaatan ruang dan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek ekonomi kepelabuhanan.
152
3) Aspek ekonomi kepelabuhanan
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial dan aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundangundangan dan kesesuaian pemanfaatan ruang.
4) Aspek kesesuaian pemanfaatn ruang.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan
fisik
ekologi,
aspek
sosial
dan
aspek
ekonomi
kepelabuhanan.
Memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi dengan aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
5) Aspek perundang-undangan dan kelembagaan.
Memiliki keterkaitan, tetapi tidak memiliki ketergantungan dengan aspek kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang.
Dengan demikian matriks hubungan antar sektor pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) disajikan pada Tabel 33. Tabel 33
No
Matriks Hubungan Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Sektor Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport) Uraian
1
1
Kualitas Lingkungan Fisik Ekologi
2
Aspek Sosial Pelabuhan
3
Aspek Ekonomi Kepelabuhanan
Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Aspek Peraturan Perundangan Dan Kelembagan
4 5
2
3
4
5
Keterangan Bobot ketergantungan tinggi Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan sedang Bobot ketergantungan tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan Penelitian, Jakarta 2011
Batas Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Bagian Daratan dan Perairan
153
Gambar 43
154
5.3.2
Analisis Perumusan Standar Ecoport Untuk Pelabuhan-Pelabuhan di Indonesia. Berdasarkan hasil-hasil analisis komponen ecoport dan hubungan
keterkaitan dan ketergantungan antar sektor, yaitu analisis kualitas lingkungan fisik ekologi, aspek sosial kepelabuhan, aspek ekonomi kepelabuhanan dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan aspek peraturan perundang-undangan disertasi rumusan standar ecoport. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 34. Tabel 34
No I
Rumusan Standar Ecoport untuk Pedoman Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok
Komponen Ecoport Kualitas lingkungan Fisik/Ekologi a. Kualitas air di kolam perairan pelabuhan b. Kualitas udara pelabuhan c. Tingkat kebersihan kawasan d. Kondisi Penghijauan
e. Tingkat Sedimentasi perairan
II
Rumusan Standar Ecoport Parameter Indeks Ecoport Dasar Rumus
Kondisi sosial ekonomi pekerja pelabuhan dan masyarakat kawasan penyangga a. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan sosial masyarakat
Nilai Indeks Pencemar (IP) dibawah Batas Ambang Batas (BAM) = 0 – 1 Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibawah BAM = 100 Pengangkutan sampah dan proses 3R mencapai 100% Prosentasi penghijauan 20 % total kawasan sesuai standar perencanaan kawasan. Volume dan frekwensi pengerukan: 1. 20 - 60 ton per 5 tahun (perairan) 2. 20-60 ton per 3 tahun (alur pelayaran)
a. Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan langusung dan tidak langsung di atas 50% b. Tingkat pendapatan masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup Minimum c. Tingkat kerawanan sosial masyarakat b. Persepsi Positif dan masyarakat PartisipatifP Positif dan partisipatif terhadap keberadaan dan pengembangan pelabuhan c. Bina Lingkungan & - Manfaat langsung terhadap UMKM pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal - Sarana/prasarana dasar terpenuhi d. Keselamatan dan Kecelakaan Kerja minimal
PP No.82/2001 dan Kep.Men LH 51/2004 PP No.41/1999 dan kep.Men LH 02/1998 Standar kebersihan kawasan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang Persamaan DPMA (1983)
- Hasil analisis. - Standar BPS
Hasil analisis.
- Standar dan ketentuan dari Kementerian BUMN
Hasil Analisis dari Standart
155
No
Komponen Ecoport Kesehatan Kerja (K3) di pelabuhan e. Keamanan Pelabuhan
III
IV
Pertumbuhan arus barang dan kapasitas ruang pelabuhan a. Pertumbuhan arus barang b. Kapasitas Terminal Kontainer (Container Yard) di pelabuhan Kesesuaian Pemanfaatan ruang fungsi-fungsi dengan Masterplan pelabuhan a. Bagian daratan pelabuhan
b. Bagian perairan pelabuhan
V
Aspek Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan a. Penyusunan dan Pengesahan Rencana Induk Pelabuhan b. Penyusunan dan Penetapan Batas DLKR/DLKP pelabuhan
Rumusan Standar Ecoport Parameter Indeks Ecoport Dasar Rumus Depnaker - Penghargaan ISPS-Code - Zero Accident
- Peraturan Daerah
Di atas 5% per tahun
Standard Bappenas
Yard Occupantie Ratio(YOR) 65% - 70%
Standard untuk pelabuhan di negara-negara berkembang (Literingen H., 2009)
Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan kawasan pelabuhan
Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Karmadihata, 1985) dan Standar Perencanaan Kota (UU No.26/2007)
Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan Alur Keselamatan.
Melibatkan Pemda DKI Jakarta dari penyusunan sampai rekomendasi pengesahan Rencana Induk pelabuhan RI Melibatkan Pemda DKI Jakarta dalam penyusunan dan penetapan batas DLKR/DLKP
UU No.17/2008 tentang Pelayaran. UU No.32 / 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. UU No.17/2008 tentang Pelayaran. UU No.32 / 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Keputusan Menteri LH
c. Pengawasan Kewenangan Pemda DKI Pembangunan Fisik Jakarta dan Pengendalian Lingkungan Sumber : Hasil analisis penulis terhadap standar-standar lingkungan dan ecoport sesuai perundangundangan, standar perencanaan dan pedoman teknis pelabuhan, berwawasan lingkungan standar perencanaan kawasan dan kota dan referensi ecoport di negara Eropa dan Jepang, Jakarta 2011
Pada bagian disertasi ini penulis mengajukan pendekatan rumusan standar ecoport sebagai salah satu unsur kebaruan dalam studi ini. Untuk menilai kesesuaian suatu pelabuhan khususnya pelabuhan besar (utama dan pengumpul) dilakukan analisis terhadap komponen lingkungan-lingkungan. Setiap sektor atau komponen lingkungan diberi bobot berdasarkan tingkat urgensi atau pengaruhnya terhadap penentuan standar ecoport sebagaimana disajikan pada Tabel 34. Standar
diklasifikasikan atas Indeks Ecoport untuk bisa menilai tingkatan
kesesuian pelabuhan memenuhi standar ecoport, menurut penelitian penulis belum pernah dilakukan di Indonesia. Dasar penilaian dan pembobotan kawasan pelabuhan berstandar ecoport dapat dilihat pada Tabel 35.
156
Pendekatan penentuan bobot masing-masing komponen adalah: 1) Aspek Fisik dan Ekologi Pelabuhan (Ff) 40% 2) Aspek Sosial Pelabuhan dan Masyarakat Kawasan Penyangga (Fs) 20% 3) Aspek Ekonomi Kepelabuhanan (Fp) 20% 4) Aspek Pemanfaatan Tata Ruang Pelabuhan (Ftr) 20% Tabel 35 No I
Dasar Pendekatan Penentuan Rumus Standar Ecoport
Komponen Ecoport
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus
Aspek Fisik Ekologi Pelabuhan (Ff)
a. Kualitas kolam perairan pelabuhan (KPP)
Pembobotan 40 % Dasar pemikiran dari nilai pembobotan ini didasarkan bahwa aspek ini kunci dalam menentukan keberhasilan suatu pelabuhan dalam melaksankan operasional pelabuhan yang berwawasan lingkungan
Nilai Indeks Pencemar (IP) dibawah Batas Ambang Batas (BAM) = 0 – 1
PP No.82/2001 dan Kep.Men LH 51/2004
Prioritas pertama (30 %), karena besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang terjadinya pencemaran air yang tinggi. kondisi perairan mempengaruhi dan disebabkan oleh kegiatan pelabuhan. Pencemaran air dapat menimbulkan ; sedimentasi, gangguan kesehatan, gangguan terhadap biota air sehingga menyebabkan perubahan ekosistem. Skor Kriteria penilaian mengunakan Indeks pencemaran (IP): 1 : Tercemar Berat 2 : Tercemar Sedang 3 : Tidak Tercemar
b. Kualitas udara pelabuhan (KUP)
Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibawah BAM = 100
PP No.41/1999 dan kep.Men LH 02/1998
c. Tingkat kebersiha n kawasan (TKK)
Pengangkutan sampah dan proses 3R mencapai 100%
Standar kebersihan kawasan
d. Kondisi Penghijau an (KP)
Prosentasi penghijauan 20 % total
UU No. 26/2007 tentang
Prioritas ketiga (20%), disebabkan besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang terjadinya pencemaran kualitas udara. Kualitas udara merupakan indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pengelolaan kualitas udara akan mempengaruhi gangguan kesehatan, suhu mikro (lokal), dan kenyaman. Skor Kriteria penilaian berdasarkan ISPU standar kebersihan kawasan; 1 : Tercemar Berat 2 : Tercemar Sedang 3 : Tidak Tercemar Prioritas keempat (15%), disebabkan besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang untuk melakukan usaha kebersihan. Kebersihan kawasan akan mempengaruhi gangguan kesehatan, dan kenyaman. Skor Kriteria penilaian berdasarkan standar kebersihan kawasan; 1: Kotor 2: Bersih 3: Sangat bersih Prioritas kedua (25 %), karena besarnya dampak yang ditimbulkan dan peluang untuk melakukan
Fungsi Fungsi Fisik Ekologi (Ff) = 0,30KPP +0,25 KP+0,2KUP+ 0,15TKK+0,25 KP+0,10 TSP
157
No
Komponen Ecoport
e. Tingkat Sedimenta si perairan (TSP)
II
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus kawasan sesuai Penataan standar Ruang perencanaan kawasan.
Volume dan frekwensi pengerukan: 1. 20 - 60 ton per 5 tahun (perairan) 2. 20-60 ton per 3 tahun (alur pelayaran)
Aspek Sosial Pelabuhan Masyarakat Kawasan Penyangga (Fs)
a. Lapangan kerja, tingkat pendapata n serta tingkat kerawana n sosial masyarak at (PKM)
a. Penyerapan tenaga kerja di pelabuhan langusung dan tidak langsung di atas 50% b. Tingkat pendapatan masyarakat di atas UMP dan Kebutuhan Hidup Minimum c. Tingkat kerawanan sosial masyarakat
Persamaan DPMA (1983)
Pembobotan
Fungsi
penghijauan masih ada di Kawasan Pelabuhan. kondisi penghijauan pelabuhan akan mempengaruhi kualitas udara, estetika, suhu mikro (lokal) dan kenyamanan. Skor Kriteria penilaian (50 %), mengunakan standar tata ruang : 1 : Presentase ruang terbuka hijau kurang dari standar yang ditetapkan oleh tata ruang 2 : Presentase ruang terbuka hijau sama dengan standar yang ditetapkan oleh tata ruang 3 : Presentase ruang terbuka hijau lebih besar daripada ditetapkan oleh tata ruang Skor Kriteria penilaian (50 %), mengunakan indeks ShannonWienner : 1 : Keanekaragaman rendah 2 : Keanekaragaman sedang 3 : Keanekaraman tinggi Prioritas ke lima (10 %), besarnya dampak dan peluang terjadinya sedimentasi dan upaya untuk melakukan perlambatan sedimentasi terutama di muara sungai dan kolam pelabuhan. Sedimentasi merupakan dampak turunan kondisi perairan
Skor Kriteria penilaian persamaan DPMA : 1 : Sedimentasi besar 2 : Sedimentasi Sedang 3 : Sedimentasi rendah 20 % didasarkan bahwa pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai salah satu daya tarik sumber lapangan kerja pada sektor formal dan informal. Keamanan pelabuhan dan pekerjanya juga sebagai standar penilaian dari International Maritim Organization (IMO) - Hasil analisis. 30 %, disebabkan besaran dan - Standar BPS peluang terjadinya penyerapan tenaga - Keputusan kerja yang mempengaruhi tingkat Gubernur pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi persepsi negatif masyarakat serta menangulangi kerawanan sosial Skor Kriteria penyerapan tenaga kerja (10%); 1. Penyerapan tenaga kerja dibawah yang disyaratkan peraturan. 2. Penyerapan tenaga kerja sesuai yang disyaratkan peraturan. 3. Penyerapan tenaga kerja lebih dari yang disyaratkan peraturan Skor Kriteria pendapatan msyarakat (10%); 1. Pendapatan di bawah UMP. 2. Pendapatan sesuai dengan UMP .
Fungsi Sosial (Fs)= 0,3PKM+0,25 PM+0,20BL+ 0,15K3+0,10 KP
158
No
Komponen Ecoport
Positif danb.PartisipatifP Persepsi partisipatif masyarak at terhadap keberadan dan rencana pengemba ng-an pelabuhan (PM)
III
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus
Positif dan
Hasil analisis.
c. Bina Lingkung an & UMKM (BL)
- Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal Sarana/prasar ana dasar terpenuhi
- Standar dan ketentuan Kementerian BUMN
d. Keselama tan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kecelakaan Kerja minimal (zero accident)
Hasil Analisis dari Standar Depnaker
e. Keamana n Pelabuhan (KP)
- Penghargaan ISPS-Code
Aspek ekonomi Kepelabuhan an (Fp)
- Peraturan Internasio nal
Pembobotan
Fungsi
3. Pendapatan di atas UMP Skor Kriteria kerawanan sosial (10%); 1. Potensi kerawanan tinggi. 2. Potensi kerawanan sedang . 3. Potensi kerawanan rendah. 25 % didasarkan dari dampak turunan dari perekonomian masyarakat, dimana masyarakat jangan hanya jadi penonton saja, namun perlu dilibatkan dalam operasional pelabuhan. Skor Kriteria persepsi masyarakat ; 1. Persepsi negatif lebih besar daripada persepsi positif 2. Persepsi negatif sama dengan persepsi positif 3. Persepsi negatif lebih kecil daripada persepsi positif 20% , karena peran serta masyarakat merupakan gabungan dari dampak ekonomi dan sosial masyarakat. Skor Kriteria manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal : 1. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal tidak ada 2. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal rendah 3. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal tinggi 15 % karena adanya SOP terhadap K3. Skor Kriteria K3 ; 1. Kecelakaan kerja tinggi. 2. Kecelakaan Kerja Rendah 3. Kecelakaan Kerja tidak ada (zero accident). 10 % : penerapan ISPS Code dilakukan oleh internasional dalam rangka penetapan status pelabuhan menjadi pelabuhan internasional, di mana salah satu aspeknya adalah lingkungan hidup. Skor Kriteria K3 ; 1. Belum diterapkan ISPS Code 2. Sebagian kegiatan telah menerapkan ISPS Code 3. Semua kegiatan telah menerapkan ISPS Code . 20 %, didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep konsep ecoport.
Fungsi ekonomi Kepelabuhana n (Fp) = 0,5PAB +0,5 YOR
159
No
Komponen Ecoport a.Pertumbuha n arus barang (PAB)
b. Kapasitas Terminal Kontainer (Container Yard) di pelabuhan
IV
Aspek Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Pelabuhan (Ftr) a. Bagian daratan pelabuhan (BD)
b. Bagian kolam perairan pelabuhan (BL)
Rumusan Standar Ecoport Parameter Dasar Indeks Ecoport Rumus Di atas 5% per Standard tahun Bappenas
Yard Occupantie Ratio(YOR) 70%
Sesuai Masterplan Pelabuhan dan standar perencanaan kawasan pelabuhan
Sesuai dengan Ketentuan dan Pedoman Teknis Pelabuhan dan Alur Keselamatan.
Standard untuk pelabuhan di negaranegara berkembang (Ligteringen H., 2009)
Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Karmadihat a, 1985) dan Standar Perencanaan Kota (UU No.26/2007)
Pembobotan
Fungsi
50% : Pertumbuhan arus barang merupakan faktor utama pengembangan pelabuhan. Skor Kriteria pertumbuhan arus barang; 1 : di bawah 5% per tahun 2 : 5 % per tahun 3 : di atas 5 % per tahun 50% : Yard Occupantie Ratio (YOR) merupakan pertimbangan utama dalam pemenuhan pelabuhan berstandar internasional dan ecoport Skor Kriteria Kapasitas Terminal Kontainer ; 1 :YOR di atas 70% 2 :YOR sama dengan 70 % 3 :YOR di bawah 70 % 20 % Aspek kesesuaian pemanfaatan ruang merupakan faktor penting dalam menunjang sistem ecoport. Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang akan berdampak pada keseimbangan antara faktor ekologi dan ekonomi. 50% : bagian daratan pelabuhan merupakan prasarana dasar aktivitas kegiatan darat kepelabuhanan
Fungsi Tata Ruang (Ftr) = 0,5BD +0,5 BL
Skor master plan dataran ; 1 :Tidak sesuai dengan masterplan 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan 50% : bagian kolam perairan pelabuhan merupakan prasarana dasar aktivitas pelayaran kepelabuhanan Skor master plan perairan ; 1 :Tidak sesuai dengan masterplan 2 :Sebagian sesuai dengan masterplan 3:Seluruhnya sesuai dengan masterplan
Berdasarkan pembobotan pada Tabel 35 tersebut di atas, maka di dalam penelitian ini disusun Indeks Ecoport untuk menilai tingkat kesesuaian pelabuhanpelabuhan di Indonesia terhadap standar ecoport yang layak diterapkan di Indonesia dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok yaitu : 1) Indeks Ecoport 0 - 1
: Belum bisa disebut Ecoport.
2) Indeks Ecoport 1,1 - 2 : Perlu ada peningkatan untuk menuju Ecoport. 3) Indeks Ecoport 2,1 - 3 : Sudah dapat disebut Ecoport. Alasan penetuan besarnya nilai kisaran nilai Indeks Ecoport dan pembagian Indeks Ecoport tersebut di atas didasarkan pada skor kriteria pada pembobotan setiap komponen parameter indeks Ecoport, dengan skor minimum 1
160
dan skor terbesar 3. Besaran indeks ecoport skor 0-1 apabila kondisi kurang, indeks ecoport skor 1,1 - 2 untuk kondisi sedang dan skor indeks ecoport 2,1 - 3 adalah untuk kondisi baik. Uraian lebih rinci adalah sebagai berikut : 1) Indeks Ecoport 1 Berarti belum bisa disebut Ecoport, hal tersebut disebabkan beberapa komponen penilaian dalam kondisi kurang. 2) 1,1 Indeks Ecoport 2 Perlu ada peningkatan untuk menuju ecoport, hal tersebut disebabkan karena komponen-komponen parameter penilaian dalam kondisi sedang, meskipun terdapat beberapa yang kurang. 3) Indeks Ecoport 2,1 maka sudah dapat disebut Ecoport nilai indeks ini didapatkan apabila komponen penilaian sudah kondisi baik. 5.3.3
Analisis Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport Dan Strategi Pencapaian. Di dalam penelitian studi ini, maka sebagai suatu model akan dianalisis
kesesuaian kondisi Pelabuhan Tanjung Priok terhadap rumusan standar ecoport, sebagai pelabuhan internasional terbesar di Indonesia. Sesuai dengan rumusan standar ecoport pada Sub Bab 5.3.2, maka komponen ecoport yang dianalisis meliputi aspek fisik ekologi pelabuhan khususnya di kolam perairan pelabuhan (Fb), aspek sosial pelabuhan pelabuhan (Fs), aspek ekonomi pelabuhan (Fp) dan aspek kesesuaian pemanfaatan ruang (Ftr), dengan bobot masing-masing 40%, 20%, 20% dan 20%. Untuk lebih jelasnya penilaian dan pembobotan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terhadap rumusan standar ecoport yang diajukan penulis disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Tabel Penilaian dan Pembobotan Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Terhadap Rumusan Standar Ecoport No
Komponen Ecoport
I Aspek Fisik Pelabuhan (Ff)
Pembobotan 40% dasar pemikiran dari nilai pembobotan ini didasarkan bahwa aspek ini merupakan kunci dalam menentukan keberhasilan suatu pelabuhan dalam melaksanakan oprasional pelabuhan yang berwawasan lingkungan
a. Kualitas perairan 2 ;Tercemar Sedang pelabuhan (KPP) b. Kualitas udara pelabuhan 1 ;Tercemar Berat
Fungsi Fungsi Fisik (Ff) = 0,3KPP +0,25 KP+0,2KUP+0,15TK K+0,1TSP (0,3) +(0,25x1)+(0,2 x1) +(0,15x 2)+(0,1 x 2)= 0,3 +0,25 +0,2 +0,5 +0,2 = 1,20
161
No
Komponen Ecoport
Pembobotan
(KUP) c. Tingkat kebersihan 2; bersih kawasan (TKK) d. Kondisi Penghijauan (KP) 1 ; presentase ruang terbuka hijau kurang dari standar yang ditetapkan oleh tata ruang 1 ; keanekaragaman rendah e. Tingkat Sedimentasi 2: Sedimentasi Sedang perairan (TSP) II Aspek Sosial Pelabuhan (Fs) 20 % didasarkan bahwa pengembangan pelabuhan di Indonesia sebagai salah satu daya tarik sumber lapangan kerja pada sektor formal san informal. Keamanan pelabuhan dan pekerjanya juga sebagai standar penilaian dari International Marketing Organization (IMO) a. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan serta tingkat kerawanan sosial masyarakat (PKM) b. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan pelabuhan (PM) c. Bina Lingkungan & UMKM (BL)
Fungsi
Fungsi Sosial (Fs)= (0,3 x1,7) +(0.25x2)+(0,2x2)+( 0,15x2)+(0,1 x2)= 1,91
3. Pendapatan di atas UMP 1. Penyerapan tenaga kerja dibawahi yang disyaratkan peraturan. 1. Potensi kerawanan tinggi . 2. Persepsi negatif lebih kecil daripada persepsi positif
2. Manfaat langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal ,sedang d. Keselamatan dan 2. Kecelakaan Kerja tidak ada (zero Kesehatan Kerja (K3) accident). e. Keamanan Pelabuhan 2. Sebagian kegiatan telah (KP) menerapkan IPSS Code III Aspek Kepelabuhanan (Fp) 20 %, didasarkan bahwa aspek ini merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep konsep ecoport. a. Pertumbuhan arus barang 3 : di atas 5 % per tahun (PAB) b. Kapasitas Terminal 2 :YOR sama dengan 70 % Kontainer (Container Yard) di pelabuhan IV Aspek Tata Ruang 20 % didasarkan bahwa aspek ini Pelabuhan (Ftr) merupakan bangkitan dampak, sehingga dikelola dengan konsep ecoport a. Bagian daratan pelabuhan 2 :Sebagian sesuai dengan (BD) masterplan b. Bagian perairan pelabuhan 3:Seluruhnya sesuai dengan (BL) masterplan
Fungsi Kepelabuhanan (Fp) = 0,5PAB +0,5 YOR 1,5 + 1 =2,5
Fungsi Tata Ruang (Ftr) = 0,5BD +0,5 BL 1 +1,5=2.5
162
Berdasarkan hasil perhitungan penilaian dan perhitungan komponenkomponen lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok maka dihasilkan Indeks Ecoport sebesar 1,74 dan masih perlu peningkatan setiap komponen untuk bisa memenuhi standar ecoport. Evaluasi kondisi komponen-komponen lingkungan yang ada, agar Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi pelabuhan berstandar ecoport. Analisis Dapat diuraikan strategi pencapaian standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan penilaian setiap komponen lingkungan sehingga mencapai standar ecoport sebagai berikut : 1) Kualitas lingkungan fisik ekologi Kualias air perairan : o Melakukan pengelolan lingkungan perairan yang baik agar kualitas lingkungan
perairan
terjaga
sehingga
mengurangi
tingkat
pencemaran perairan.
Kualitas udara daratan : o Melakukan pengelolaan lingkungan serta menjaga kualitas udara di dalam dan di lingkungan pelabuhan.
Kondisi penghijauan dan kebersihan : o Menambah penghijauan di sekitar kawasan pelabuhan (kawasan penyangga). o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan serta menerapkan proses 3 R sebagai pengelolaan sampah. o Membuat lingkungan pelabuhan yang bersih dan nyaman. Kondisi sedimentasi perairan : o Frekuensi pengerukan kolam perairan setiap 5 tahun dan alur pelayaran setiap 3 tahun. o Membuat kolam penampung sedimen di muara-muara sungai ke pelabuhan. 2) Kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan bagian daratan : o Pengembangan
pelabuhan
Masterplan yang ada.
yang
ada
disesuaikan
dengan
163
Teknis Perairan o Untuk pelabuhan pengumpul internasional (international hub port) dan reklamasi bentuk pulau, persyaratan perairan diubah. 3) Pertumbuhan arus barang dan kapasitas pelabuhan Penyediaan lahan pelabuhan untuk menampung kapasitas pelabuhan sesuai proyeksi pertumbuhan barang. Perlu adanya penyesuaian biar Yard Occupantie Ratio (YOR) yang ada dengan standar ecoport (<70%). 4) Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat : o Melibatkan masyarakat kawasan penyangga dalam kegiatan kepelabuhanan baik pada sektor formal maupun informal hingga mencapai 20%. o Meningkatkan tingkat keselamatan kerja dan pelayanan. o Meningkatkan program bina lingkungan terhadap kawasan penyangga sesuai dengan ketentuan BUMN. o Meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat penyangga. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan pelabuhan : o Memperbaiki hubungan dengan masyarakat penyangga o Meningkatkan pendidikan masyarakat penyangga agar tidak mudah terprovokasi. 5) Perundang-undangan dan kelembagaan.
Meningkatkan koordinasi kelembagaan dalam hal pengelolaan dan pengendalian lingkungan dalam pelabuhan.
Menjadikan pengelolaan dan pengendalian lingkungan kawasan pelabuhan mencakup perairan Teluk Jakarta di bawah kewenangan KLHS.
Pemda melakukan pengawasan terhadap pembangunan fisik.
Strategi pencapaian standar ecoport untuk Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Lampiran 30.
164
5.4
Analisis Studi Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang (2011-2030) Hasil analisis penulisan terhadap RTRW DKI Jakarta 2011-2030 dibagian
kawasan penelitian Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya, zoning plannya sudah sesuai. Akan tetapi untuk penetapan zoning ini masih umum, belum melalui analisis dari aspek-aspek : 1) Perhitungan pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok dalam Jangka Panjang (2011-2030). 2) Kapasitas ruang pengembangan Pelabuhan sesuai dengan standar perencanaan terminal kontainer (container yard) dan perencanaan pelabuhan, serta standar perencanaan tata ruang zoning suatu kawasan pelabuhan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Harmonisasi rencana peruntukan dari kawasan pelabuhan sebagai kawasan bernilai ekonomi tinggi dengan peruntukan perumahan di kawasan sekitar pelabuhan (kawasan penyangga). 4) Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.42 Tahun 2011. Oleh sebab itu menurut hasil kajian penulis, rencana zoning dan konsep rencana tata ruang pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di dalam penelitian studi disertasi ini bisa digunakan di dalam penyusunan Ruang Detail Tata Ruang Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangganya yang saat ini sudah dalam proses penyaringan masukan dari berbagai sektor institusi. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 44. 5.4.1
Analisis Terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok 2030. Hasil analisis penelitian studi terhadap Rencana Induk Pelabuhan Tanjung
Priok 2030 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 42 Tahun 2011 pada Gambar 45 dan Gambar 46 menggambarkan belum terintegrasinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengembangan Pelabuhan Marunda sebagai satu kesatuan sesuai RTRW DKI Jakarta 2011-2030, yaitu antara rencana reklamasi untuk pelabuhan Kalibaru dengan rencana reklamasi pengembangan pelabuhan Marunda.
165
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di daerah pesisir Jakarta sesuai hasil penelitian studi disertasi ini sudah sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011-2030 dan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cilincing, Koja, dan Tanjung Priok 2011-2030, ditinjau dari aspek wilayah pengembangan, struktur ruang dan pola jaringan jalan dan transportasi. Sebaliknya dari hasil penelitian studi penulis terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011 – 2030 di lokasi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan pengembangannya masih berupa rencana zoning secara garis besar dan belum terjadi melalui analisis yang terukur, seperti : terintegrasinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pengembangan Pelabuhan Marunda sesuai RTRW DKI Jakarta 2011-2030, yaitu antara rencana reklamasi untuk pelabuhan Kalibaru dengan rencana reklamasi pengembangan pelabuhan Marunda. Selanjutnya sesuai hasil penelitian studi terhadap rencana pengembangan pelabuhan di Marunda Center yang diakomodir di dalam Peraturan Menhub 42/2011,
sebaliknya
tidak
diakomdir
di
dalam
Rencana
Tata
Ruang
Jabodetabekpunjur 2028. Akan tetapi rencana pengembangan pelabuhan di Tarumajaya Kabupaten Bekasi yang diakomodir di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2011, juga sudah diakomodir di dalam RTRW Jabodetabekpunjur 2028. Dari hasil penelitian penulis lokasi pengembangan pelabuhan di Tarumajaya ini juga diusulkan menjadi bagian dari pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok terkait dengan perencanaan dan pengelolaan di wilayah pesisir Teluk Jakarta secara terpadu untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 47 dan Gambar 48.
166
Sumber : Rancangan Peraturan Daerah Tentang RTRW DKI Jakarta 2011-2030
Gambar 44
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai RTRW DKI Jakarta 2011-2030
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
Gambar 45 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara 167
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
168
Gambar 46 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Panjang di Terminal Kalibaru Utara
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Marunda Center
169
Gambar 47
170
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No. 42/2011
Gambar 47 Rencana Pengembangan Pelabuhan / Terminal di Tarumajaya Bekasi
171
5.4.2
Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2030. Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisiting pelabuhan, proyeksi
pertumbuhan barang dan kebutuhan ruang pelabuhan dan rumusan standar ecoport Pelabuhan Tanjung Priok serta sinkronisasi dengan
Rencana
Tata Ruang
Nasional Pelabuhan Sebagai Simpul Transportasi Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Belakangnya, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2011-2030 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur 2028 maka dirumuskan Rencana Zoning Plan Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok 2011-2030. Rencana tata ruang tersebut disajikan pada Lampiran 31, Lampiran 32, dan Lampiran 33. Penetapan rencana zoning di dalam Rencana Detail Tata Ruang Pengembangan Tanjung Priok di dasarkan atas perhitungan proporsi luas terminal kontainer (Ha) terhadap luas total pelabuhan (Ha), yaitu antara 30% - 40% sesuai dengan fungsi utamanya sebagai pelabuhan kontainer. Perhitungan luas kebutuhan terminal kontainer di dalam rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sesuai tahapan didapat dari rumus Ligteringen (2009) yaitu : O=
Ci td F 365 mi
Di mana: O - Kebutuhan Ruang Container Yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok Ci - Jumlah kontainer E/I tahun 2009 = 3,8 juta TEUs td - Rata-rata waktu timbun = 6 hari F - Area kebutuhan per kontainer = 15 m2 - Rata-rata tinggi stacking = 0,6 mi - YOR = 70% Selanjutnya fungsi-fungsi lain di dalam Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok disesuaikan standar perencanaan tata ruang kawasan di dalam Undang-Undang Penataan Ruang dan studi referensi pelabuhan-pelabuhan ecoport di Eropa. Analisis perhitungan zoning pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di dalam studi ini merupakan Unsur Kebaruan, yang memberikan kontribusi terhadap ilmu perencanaan pengembangan pelabuhan dalam rangka pengelolaan pesisir terpadu. Dari hasil penelitian penulis rumus ini belum pernah diterapkan dalam pengembangan pelabuhan di Indonesia. Perhitungan dan pemetaannya disajikan pada Tabel 37, Gambar 48 dan Gambar 49.
Tabel 37
No
1
2 3 4 5 6 7 8 9
Penyusunan Rencana Zoning Penataan Ruang dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Jangka Pendek (2015), Jangka Menengah (2020) dan Jangka Panjang (2030)
Peruntukan Tanah (Zoning-Plan) Terminal Kontainer (YOR = 70%) 1.1 Internasional 1.2 Domestik Sub-Total Terminal Multipurpose / Konvensional Terminal Penumpang Terminal Curah Cair & Kering Area Logistik Pelabuhan Area Docking Area Perkantoran / Dagang Area Fasos-Fasum Area Penyempurna Hijau Umum (Phu) Total
J. Pendek (2015) ( 3,8 - 6.67 juta TEUs) Luas (ha) 2011 % 2015
%
223
392
37
560
37
1040
37
52,3
8
151,2
10
281
10
2 6
12,12
2
120,96
8
224,8
8
38,5
6
75,6
5
140,5
5
1.5 2 6
104,75 12,12
15 2
45,36 15,12
3 1
84,3 28,1
3 1
38,5
6
90,72
6
168,6
6
6 18
38,5
6
8
224,8
8
128,62
18
18
505,8
18
1059
100
120,96 272,16 (Buffer zone & penghijauan) 1512
100
2810
100
48,4 12,1 36,3 90,75 12,1 36,3 36,3 109 (Buffer zone & penghijauan) 605 (+ 45 ha)
37 8
100
J. Menengah (2020) (0.07 TEUs – 9,5 juta TEUs) Luas (ha) 2020 %
J. Panjang (2030) (9.5 – 17.7 juta TEUs) Luas (ha) 2030 %
172
Sumber : Hasil analisis /diolah dari hasil proyeksi pertumbuhan arus barang standar perencanaan kota dan kawasan dan Referensi dari Planing and Design Container Terminal, Port and Terminals, Jakarta 2011
Legenda :
Rencana Detail Tata Ruang Pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan di Wilayah Pesisir Jakarta 2011 - 2030
173
Gambar 48
174
Gambar 49 Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030
175
5.4.3 Penyusunan Kebijakan dan Tahapan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan Lingkungan (Ecoport). Penyusunan rencana lokasi dan kebijakan dan program pentahapan ruang dan pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok 2011-2030 dalam studi ini dibagi atas (tiga) tahap, yaitu Jangka Pendek (2011-2015), Jangka Menengah (2015-2020) dan Jangka Panjang (2020-2030). Kebijakan dan tahapan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok disajikan pada Gambar 50, Gambar 51, Gambar 52 dan Gambar 53. I. Kebijakan dan Program Jangka Pendek (2011-2015) : 1) Kebijakan penataan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting secara total untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemanfaatan ruang sesuai Rencana Induk Pelabuhan. 2) Kebijakan terpadu penataan sungai-sungai yang bermuara ke perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan persiapan ”reception facility” di muaramuara sungai dan tempat sandar kapal-kapal di kolam pelabuhan. 3) Kebijakan perluasan batas perencanaan Pelabuhan Tanjung Priok untuk kawasan penyangga pelabuhan. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan kajian terhadap RTRW DKI Jakarta 2030 dan referensi pelabuhanpelabuhan besar di negara-negara lain diusulkan perluasan Batas Daerah Perencanaan Kawasan Penyangga Tanjung Priok sebagai berikut :
Di sisi Selatan : Areal sampai batas rencana jalan tol Cikarang-Cibitung-MarundaCilincing-Plumpang (trace yang masuk DKI Jakarta dan jalan tol eksisting Plumpang-Ancol Timur).
Di sisi Timur : Area sampai batas Kanal Banjir Timur batas rencana reklamasi.
Di sisi Barat : Sampai batas daerah Ancol Timur, terus ke Utara perpanjangan breakwater Pelabuhan Tanjung Priok Barat.
Di sisi Utara : Perairan laut Jawa di sisi Utara rencana reklamasi Pelabuhan Tanjung Priok.
4) Rencana peruntukan jalur hijau menyatu dengan blok perkantoran / jasa dan fasilitas sosial / umum bisa dimasukan di zona perbatasan Pelabuhan Tanjung Priok dengan kawasan penyangga.
176
5) Rencana peruntukan kawasan penyangga di RTRW DKI Jakarta 2030 yang sebagian besar berupa peruntukan perumahan sehinggan cenderung kumuh, dapat diusulkan sesuai hasil studi untuk peruntukan campuran perumahan susun dengan perkantoran / jasa (gradasi yang masih terkait dengan peruntukan pelabuhan). 6) Kebijakan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok ke arah laut :
Untuk dikembangkan menjadi pelabuhan international hub, kolam pelabuhan harus mencapai kedalaman -18 m oleh sebab itu perlu dilakukan perluasan pelabuhan dengan cara reklamasi laut. Rencana reklamasi untuk Pelabuhan Tanjung Priok harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.
Untuk pengembangan tahap I Pelabuhan Tanjung Priok dalam studi ini diusulkan : o Rencana reklamasi tahap I Kalibaru Utara seluas ± 77 ha (sesuai program Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan) o Pengembangan pelabuhan darat (dry-port) di Marunda sebagai Logistic Hub Pelabuhan Tanjung Priok seluas ± 90 ha.
7) Kebijakan jangka pendek berupa penataan ruang kawasan Pelabuhan Tanjung Priok eksisting dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok tahap I sudah sesuai dengan Struktur Ruang dan Wilayah Pengembangan serta didukung Pola Jaringan Jalan di dalam RTRW DKI Jakarta 2030. 8) Untuk penyesuaian peruntukan di kawasan penyangga pelabuhan dapat diusulkan di dalam rancangan penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Jakarta Utara. II. Kebijakan Program Jangka Menengah (2015-2020) : 1) Melanjutkan program reklamasi untuk perluasan pelabuhan berupa reklamasi Kalibaru tahap II untuk perluasan pelabuhan kontainer internasional seluas ± 50 ha dan untuk terminal cerah cair seluas ± 40 ha (sesuai program Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan). 2) Rencana reklamasi Marunda tahap I dan tahap II seluas ± 240 Ha untuk pengembangan pelabuhan baru kontainer internasional dan kawasan pendukungnya. 3) Rencana pengembangan kawasan industri di bagian daratan seluas ±300 ha adalah bagian dari rencana pengembangan Kawasan Ekonomi
177
Khusus (KEK) Marunda. Kawasan industri ini untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Priok dan Marunda yaitu mengurangi kemacetan lalu lintas barang dari daerah kawasan industri di wilayah Jabotabek menunju Pelabuhan Tanjung Priok.
Dimungkinkan percepatan waktu memulai pembangunan kawasan Marunda karena relatif kosong dibandingkan dengan kawasan Tanjung Priok (2013-2020).
Kebijakan jangka menengah berupa reklamasi lanjutan Kalibaru, reklamasi Marunda dan pengembangan kawasan industri (KEK) Marunda sudah sesuai dengan Struktur Ruang dan Wilayah pengembangan serta didukung oleh Pola Jaringan Jalan di dalam RTRW DKI Jakarta 2011-2030.
III. Kebijakan dan Program Jangka Panjang (2020-2030) : 1) Melanjutkan program perluasan reklamasi Kalibaru tahap III untuk perluasan pelabuhan kontainer internasional seluas ± 200 ha. 2) Melanjutkan program perluasan reklamasi Marunda tahap III untuk perluasan pelabuhan kontainer interinsuler seluas ± 100 ha. 3) Melanjutkan program pengembangan kawasan industri di bagian daratan seluas ± 200 ha bagian dari rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda. 4) Pengembangan pelabuhan transit
(reede-transportation) di daerah
Tarumajaya Kabupaten Bekasi Bagian Utara seluas ± 100 ha dan di daerah Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang Bagian Utara (tanpa merusak ekosistem) seluas ± 100 ha untuk pelabuhan transhipment ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Pengembangan pelabuhan transit di daerah Tarumajaya sudah sesuai dengan wilayah pengembangan dan struktur ruang serta di dukung pola jaringan jalan di dalam Rancangan RTRW Kabupaten Bekasi 2030.
Pengembangan pelabuhan transit di daerah Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang sudah sesuai dengan struktur ruang dan wilayah pengembangan serta didukung pola jaringan jalan di dalam Rancangan RTRW Kabupaten Tangerang 2030.
178
Gambar 50 Tahap I Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 2011-2015
179
Gambar 51 Tahap II Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 2015-2020
180
Gambar 52
Tahap III Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Periode 2020-2030
Rencana Tata Ruang Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Dalam Pola Ruang RTRW DKI Jakarta 2030
181
Gambar 53
182
5.5
Implikasi Kebijakan Lingkungan
Pengembangan
Pelabuhan
Berwawasan
5.5.1 Kebijakan Pengelolaan Dampak Lingkungan Dalam pembangunan dan pengembangan setiap kegiatan pelabuhan perlu diperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan dampak lingkungan hidup yang terintegrasi mulai dari tahap pra-pelaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan atau evaluasi pada semua kegiatan. Berkaitan dengan pelaksanaan ecoport di setiap pelabuhan maka perlu diperhatikan prasyarat pengelolaan lingkungan hidup. Prasyarat pengelolaan dampak lingkungan hidup ini penting dan berskala besar bagi kelestarian lingkungan hidup dan manusia. Rencana pengelolaan dampak lingkungan dari kegiatan pembangunan pengembangan dan pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada uraian sebagai berikut : 1)
Peningkatan kualitas lingkungan darat dan perairan pelabuhan.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas darat Pelabuhan Tanjung Priok perlu disusun kebijakan strategis : o Dalam pengelolaan limbah padat (sampah) dapat dipergunakan konsep 3R (Reduced, Reused, dan Recycle). Alternatif lain untuk pengelolaan sampah adalah dengan menghasilkan biofuel atau dimusnahkan dengan cara incinerator. o Peningkatan Areal Terbuka Hijau dalam bentuk zoning sampai mencapai 20%, tidak cukup hanya dalam bentuk penanaman pohon (tajuk) untuk itu diperlukan kebijakan secara menyeluruh dan penerapan ketentuan sesuai Undang-Undang Penataan Ruang kepada pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, karena dibutuhkan perluasan pelabuhan ke luar kawasan. o Program
bina
lingkungan
diintensifkan
dan
dioptimalkan
efektivitasnya sebagai upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, bekerja sama dengam Pemerintah Daerah setempat.
183
o Meningkatkan peran dan kewenangan kelompok-kelompok peduli lingkungan yang sudah ada dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan.
Untuk peningkatan kualitas air perairan pelabuhan perlu disusun program strategis dan koordinasi lintas instansi : o Koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai daerah hulu sungai-sungai dan kanal yang menuju perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan perairan Teluk Jakarta untuk menegakkan hukum kepada instansi/perorangan yang menyebabkan pencemaran terhadap perairan pelabuhan dan perairan Teluk Jakarta sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk program ini perlu penanganan secara khusus karena penyebab pencemaran terbesar kepada kawasan Pelabuhan Tanjung Priok adalah dari sungai/kali yang menuju perairan pelabuhan, di mana Indeks Pencemar (IP) telah mencapai batas antara tercemar sedang dan tercemar berat. Apabila
diperlukan
dibentuk
suatu
badan
penanggulangan
pencemaran perairan Teluk Jakarta termasuk di dalamnya perairan Pelabuhan Tanjung Priok seperti Service Maritime Board di Sidney Darling Harbour Authority, Australia. o Penyiapan kolam penampungan sampah dan sedimen di sisi kalikali yang menuju perairan Pelabuhan Tanjung Priok dan pembuangan ke TPA secara rutin dan tersistem, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. o Peningkatan fasilitas reception facility dan tongkang untuk penanganan limbah oli serta kapal pengumpul sampah di perairan pelabuhan. 2)
Peningkatan kualitas udara . Dalam menunjang kinerja pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam menjaga dan meningkatakan kualitas udara, pengelola atau penyelenggara Pelabuhan Tanjung Priok yaitu Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Manajemen PT Pelindo II (Persero) untuk melakukan :
184
Pelarangan kendaraan-kendaraan pengangkut barang yang memiliki tingkat emisi tinggi memasuki pelabuhan.
Melakukan uji emisi terhadap setiap kendaraan yang akan masuk pelabuhan.
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan secara rutin untuk mendukung operasional kepelabuhan yang sejalan dengan pelestarian lingkungan.
Penanganan secara khusus di area Pos IX yaitu area pintu gerbang dan persimpangan keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok dari sisi timur karena tingkat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada titik lokasi sudah sangat tinggi.
3)
Dampak lingkungan pada ekosistem darat. Dampak lingkungan pada ekosistem darat disebabkan pembangunan dan pengembangan pelabuhan. Untuk menangani dampak lingkungannya perlu ditetapkan kebijakan dengan membuat zonasi area sekitar pembangunan pelabuhan. Area yang spesifik dan dan memiliki kekhasan tertentu seperti gejala alam, proses geologis seperti sand dune, maupun proses biologis ditetapkan sebagai zona yang dilindungi.
4)
Dampak lingkungan pada ekosistem laut. Dampak lingkungan pada ekosistem laut disebabkan berbagai hal, di antaranya akibat tumpahnya minyak dari kecelakaan/tabrakan kapal. Untuk menangani dampak lingkungannya perlu ditetapkan kebijakan penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk pencegahannya dampak yang lebih luas perlu ditetapkan kebijakan operasi early warning system. Tahap awal yang perlu dilakukan adalah melatih kemampuan dan ketrampilan petugas atau tim SAR dan harus selalu siap siaga. Early warning system dapat dipilih dari banyak cara, antara lain : menggunakan noise detector, sound detector atau smoke detector. Tindakan gawat darurat adalah mempersiapkan segala daya untuk menanggulangi kejadian ini. Upaya penanggulangan minyak yang tumpah dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : Oil skimmer, Oil trap, Oil boom, Oil dispersence. Tindakan
185
penanggulangan ini tidak boleh berlama-lama dan harus ditangani sebelum pengaruhnya terhadap biota laut ditemukan. Disamping itu utnuk mencegah dan menanggulangi kecelakaan atau tabrakan kapal, pelabuhan juga harus dilengkapi dengan instrument suar. 5.5.2 Kebijakan Penataan Ruang dan Prasarana/ Sarana Dalam rangka mengendalikan prasarana dan sarana dalam kawasan pelabuhan menuju pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) adalah : 1)
Pengembalian fungsi pemanfaatan ruang disesuaikan dengan Masterplan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok yang terbaru secara bertahap. Tahap pertama adalah pengembalian fungsi yang kurang sesuai menjadi sesuai dengan Masterplan dengan periode waktu 5 tahun/jangka pendek (2010 - 2015). Tahap kedua adalah perubahan dari fungsi-fungsi yang tidak sesuai menjadi sesuai dengan Masterplan dengan memberi waktu 10 tahun/jangka menengah (2010 - 2020). Untuk itu diperlukan strategi dan kebijakan dari instansi yang lebih tinggi khususnya untuk pemindahan fungsi-fungsi yang tidak sesuai dengan Masterplan.
2)
Kebijakan secara terpadu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, PT Pelindo II (Persero) dan BUMN lainnya yang terkait perencanaan, pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok, baik pelabuhan lama maupun pelabuhan baru sesuai RTRW DKI Jakarta dan Penataan Ruang.
3)
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung Pelabuhan Tanjung Priok (eksisting) dan rencana pengembangan pelabuhan baru di Kalibaru Utara dan Marunda sebagai international hub port, dan pengembangan pelabuhan transhipment di Tarumajaya (Bekasi) dan Tanjungpasir sesuai hasil studi berupa jalan tol, jalan arteri/kolektor dan jalan kereta api.
4)
Pengembangan pelabuhan transhipment baru berwawasan lingkungan di Tarumajaya pesisir kabupaten Bekasi dan di Tanjungpasir pesisir kabupaten Tangerang dan sarana/prasarana menuju pelabuhan akan mengembangkan sentra ekonomi baru di kawasan itu untuk revitalisasi kondisi pesisir yang semakin menurun kualitasnya, bagian dari program pengelolaan terpadu wilayah pesisir Teluk Jakarta.
186
5.5.3 Kebijakan Penegakan Hukum Agar kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan pelabuhan dapat dikendalikan, maka perlu diadakan program pentaatan hukum, yakni pentaatan terhadap peraturan yang berlaku bagi semua kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan laut di wilayah pelabuhan, misalnya kegiatan industri, transportasi kapal, pengerukan alur pelabuhan, bongkar muat barang. Dalam upaya pentaatan hukum tersebut, dapat digalakkan perilakuperilaku berikut ini : 1) Penegakan hukum terhadap pelanggaran yang merusak lingkungan dalam pengelolaan pelabuhan. 2) Tindakan hukum yang tegas bagi seluruh aparat instansi yang melakukan tindakan illegal selama kegiatan operasional pelabuhan, karena kegiatan kepelabuhanan yang sangat tinggi sangat rentan untuk disalahgunakan. 3) Pengawasan hukum yang ketat dari pemerintah terhadap tindakan-tindakan kriminal dalam segala hal, di antaranya pengawasan terhadap setiap tindakan yang merusak dan mencemari lingkungan. 4) Pengawasan yang ketat terhadap arus barang ilegal di dalam pelabuhan. 5) Peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur penegakan hukum. 6) Dukungan kebijakan sebagai upaya peningkatan kualitas penegakan hukum. 5.5.4
Kebijakan Pengembangan Teknologi Mengingat
keterkaitan
pelabuhan
dengan
tuntutan
globalisasi
perdagangan, maka penerapan program ecoport yang akan diterapkan pada seluruh pelabuhan diharapkan juga diimbangi dengan pengembangan teknologi dalam lingkungan pelabuhan, di antaranya yang dapat dilakukan adalah : 1) Alih teknologi secara bertahap dan kontinyu, sambil penerapan dan peningkatan kemampuan SDM melalui pelatihan dalam menerima teknologi baru dalam pengadaan sarana dan prasarana pelabuhan sebagai bagian mewujudkan kepelabuhan bertaraf internasional. 2) Pengembangan teknologi berwawasan lingkungan seperti pengembangan kendaraan rendah emisi. 3) Pengembangan teknologi rendah emisi terhadap kendaraan operasional pelabuhan.
187
4) Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dengan meningkatkan penggunaan energi biodiesel. 5.5.5
Kebijakan Keterpaduan Pengelolaan Mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan di kawasan Pelabuhan
Tanjung Priok tidak cukup dilakukan oleh regulator (Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok) dan terminal operator (PT Pelindo II (Persero) dan PT. JICT) saja, akan tetapi perlu melibatkan seluruh stakeholder di kawasan pelabuhan secara partisipatif dari sejak awal, misalnya: 1) Melakukan sosialisasi secara reguler dan konsisten terhadap seluruh stakeholder di kawasan pelabuhan, bersama-sama dengan Instansi Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sekaligus mendapat masukan tentang: Penerapan
Masterplan
Pelabuhan
Tanjung
Priok
dan
rencana
pengembangan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penerapan Peraturan Perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan dari Kementerian LH, dan peraturan pelaksanaannya dari Gubernur Propinsi DKI Jakarta. Penerapan
Pedoman
teknis
pelabuhan
berwawasan
lingkungan
(ecoport) dari Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Rencana pengelolaan lingkungan dan program pelaksanaannya dari pengelola Pelabuhan Tanjung Priok dan terminal operator lainnya. 2) Meningkatkan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pengembangan sektor-sektor ekonomi masyarakat lokal dari kawasan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok. 3) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi lembaga-lembaga masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah
dalam pengelolaan pelabuhan dan
rencana pengembangan pelabuhan. 4) Pembentukan wadah/lembaga khusus yang memiliki peran seperti Hubungan Masyarakat (Humas) dalam pengelolaan kegiatan pelabuhan. 5) Meningkatkan frekuensi angkut / membatasi waktu penyimpanan akibat terjadinya peningkatan arus barang.
6 KESIMPULAN & SARAN 6.1
KESIMPULAN 1) Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangganya mengalami penurunan kualitas lingkungan di berbagai komponen, yaitu kualitas lingkungan fisik ekologi, dan kualitas lingkungan sosial, yaitu kualitas lingkungan sosial di kawasan penyangga pelabuhan. Kualitas perairan mengalami kecendrungan penurunan kualitas, khususnya pada muara – muara sungai menuju kolam perairan pelabuhan. Dari 12 titik/stasiun pemantauan, 9 titik/stasiun di dalam kolam perairan, 5 titik/stasiun telah tercemar dari mulai tercemar (ringan) sampai tercemar sedang dan berat. 2) Pemanfaatan ruang eksisting di daratan Pelabuhan Tanjung Priok yang sesuai dengan Master Plan Pelabuhan Tanjung Priok hanya mencapai 32%, sementara yang kurang dan tidak sesuai mencapai 68%; untuk memenuhi persyaratan sesuai rencana zoning, maka diprioritaskan untuk mengembalikan fungsi – fungsi yang kurang sesuai untuk disesuaikan terhadap Rencana Induk, dengan melakukan revitalisasi dan penataan ruang pelabuhan. Untuk ruang perairan pelabuhan sudah sesuai standar teknis kepelabuhanan dan keselamatan pelayaran untuk pelabuhan pengumpan, akan tetapi apabila akan dikembangkan menjadi pelabuhan pengumpul
internasional
diperlukan
perluasan
pelabuhan
melalui
reklamasi bentuk pulau (ada pemisah dengan daratan) untuk mencapai kedalaman laut – 18m. 3) Kondisi Pelabuhan Tanjung Priok belum memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), apabila menggunakan hasil analisis perhitungan rumus ecoport yang dirumuskan penulis yang mana Indeks Ecoport Pelabuhan Tanjung Priok adalah 1,74, sedang standar idealnya adalah Indeks Ecoport antara 2,1 - 3. Oleh sebab itu perlu peningkatan kualitas seluruh komponen lingkungan di Pelabuhan Tanjung Priok untuk bisa mencapai standar ideal ecoport. 4) Kebijakan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional yang berwawasan lingkungan dalam rangka pengelolaan
190
pesisir Teluk Jakarta secara terpadu menimbulkan implikasi luas, baik terhadap lingkungan hidup (fisik dan sosial) maupun terhadap tata ruang (zoning plan dan master plan).
Implikasi tersebut memerlukan
penyempurnaan kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan, penataan ruang dan prasarana sarana, penegakan hukum, pengembangan teknologi dan kebijakan keterpaduan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 5) Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok untuk menjadi pelabuhan pengumpul internasional (international hub port) pada jangka panjang (2030) dengan luasan total pelabuhan sebesar ± 2810 ha, membutuhkan perluasan ke bagian darat sisi Timur (Kalibaru dan Marunda) serta melakukan reklamasi laut di Kalibaru Utara dan Marunda. Pengembangan baru pelabuhan didukung pembangunan infrastruktur jalan raya (jalan tol dan arteri) dan jalur kereta api. Pembangunan infrastruktur jaringan jalan, aksesibilitas keluar masuk pelabuhan didukung pola transportasi dan jaringan jalan di dalam RTRW DKI Jakarta 2011-2030 dan RTRW Jabodetabekpunjur 2028. 6.2
SARAN 1) Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan fisik ekologi dan lingkungan sosial Pelabuhan Tanjung Priok dan kawasan penyangga perlu dipercepat implementasi program – program pengelolaan lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok oleh pengelolanya. 2) Perlu disusun master plan pencapaian target Pelabuhan Tanjung Priok dengan Indeks Ecoport 3 (standar ecoport ideal) dan tahap – tahapannya sesuai dengan tahapan penataan ruang dan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan dalam rangka pengelolaan pesisir teluk Jakarta terpadu. Peruntukkan ruang terbuka hijau satu kesatuan dengan peruntukan perkantoran / jasa di zona perbatasan pelabuhan Tanjung Priok sisi Selatan agar dimasukkan ke dalam penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Jakarta Utara sebagai persyaratan mutlak pelabuhan berwawasan lingkungan dan sebagian rencana peruntukan kawasan penyangga pelabuhan sebagai kawasan perumahan
191
direncanakan menjadi kawasan campuran. Diperlukan suatu strategi kebijakan
khusus
dan
koordinasi
yang
lebih
tinggi
dalam
mengimplementasikan penataan ruang dan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utama di Indonesia karena bersifat lintas wilayah dan lintas sektor. 3) Dalam
rangka
memenuhi
syarat
sebagai
pelabuhan
pengumpul
internasional (international hub port), diperlukan strategi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok melalui reklamasi perairan laut untuk mencapai kedalaman minimal -18 m dengan mengikuti pedoman teknis reklamasi yang berlaku, agar dapat dikunjungi kapal-kapal bertonase besar (mother vessel). Pola dan bentuk reklamasi berupa pulau yang terpisah dari daratan untuk menghindari back water yang dapat menyebabkan banjir. 4) Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok harus menjadi bagian dari perencanaan tata ruang pengembangan wilayah pesisir Teluk Jakarta. Sebagian fungsi di pelabuhan Tanjung Priok dialihkan ke lokasi lain di pesisir Teluk Jakarta sebagai pelabuhan transit baru, di mana pelabuhan ini sekaligus mendukung pertumbuhan fisik dan ekonomi wilayah sekitarnya. Diperlukan suatu strategi kebijakan khusus dan koordinasi yang lebih tinggi dalam mengimplementasikan penataan ruang dan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utama di Indonesia karena bersifat lintas wilayah dan lintas sektor. 5) Pengembangan Pelabuhan di Teluk Jakarta merupakan sebuah keterpaduan wilayah pesisir Bekasi, Jakarta, dan Tangerang. Dengan demikian pelabuhann-pelabuhan tersebut menyatu sebagai bagian integral dari Kota Jakarta dan pesisir Teluk Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Aminullah, E. 2004. Berpikir Sistemik Untuk Pembuatan Kebijakan Publik, Bisnis, dan Ekonomi. Penerbit PPM, Jakarta. Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek. 2011. Studi Pengembangan Keterpaduan Wilayah Pantai dan Perairan Laut Jakarta - Tangerang dan Bekasi, Jakarta. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN), Keppres 54/2008. Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur 2028, Jakarta. Badan Pusat Statistik, 2007, Kabupaten Bekasi, Kota Jakarta Utara, Kabupaten Tangerang dalam Angka 2002 - 2007, Jakarta. Balle, M, 1994. Managing with Systems Thinking, Making Dynamics Work for You in Bussines Decision Making, London : Irwin McGraw Hill. Baudelaire, J G, 1972, Port Administration and Planning. General Introduction, Delft. Bengen, D G, 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Sinopsis, IPB Bogor. Blair J P, 1991. Urban and Regional Economics. Richard D Illinois Inc., Boston, USA. Burrough, P A, 1986. Principles of Geographical Information System for Land Resources Assement. Claredon Press, Oxford. Casaca, A. C. P, 2007. Simulation and the Lean Port Environment. Vol. 7. Journal: Maritime Economics & Logistics, Rotterdam. Chafid, F, 2011. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pembangunan Pelabuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Cicin-Sain B, R W, Knecht, 1998. Integrated Coastal and Ocean Management, Concept and Practice, Island Press, Washington D. C., California, USA. Clark, J R, 1977. Coastal Ecosystems, Ecological Considerations for Management of Coastal Zone, The Conservation Foundation, Washington D. C., USA. Clark, J R, 1995. Coastal Zone Management, Handbook, Lewis Publisher, Boca Ratton Boston, London; New York, Washington D. C., USA. Commons, J R, 1931. Institutional Economics. American Economic Review, Vol. 21, Issue 4, December : 648 - 657, USA. Dahuri,
R, 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat, LSPI, Jakarta.
Dahuri R, J Rais, S P, Ginting, M J, Sitepu, 2001. Pengelolaan Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Dahuri, R., 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Desonville. 1977. Analysis and Simulation of River Basin and Groundwater Basin System, Direktorat Penyelidikan Masalah Air. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Jakarta.
194
Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan, Direktorat Jenderal. Perhubungan Laut, 2000. Pedoman Pembangunan Pelabuhan (Terjemahan dari Port Development Handbook, UNCTAD), Departemen Perhubungan, Jakarta. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2004. Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport), Departemen Perhubungan, Jakarta. Deliarnov, 2006. Ekonomi Politik, Erlangga, Jakarta. Erfrida, G, 2007. Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan, Rajawali Press, Jakarta. Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen Jilid I, IPB Press, Bogor. European Sea Port Organisation. 2003. Environmental Code of Practise. Forester, J, W, 1994. System Dynamics, System Thinking and Soft Or. http://sysdyn.clexchange.org/road-maps/rm-toc.html Haryoso, H, 2002. Pembaruan Birokrasi dan Kebijakan Publik. Penerbit Peradaban, Jakarta. JICA, 2003. The Study for Development of Greater Jakarta Metropolitan Ports in The Republic of Indonesia, Jakarta. JICA, 2011. The Project of Masterplan Study on Port Development and Logistics in Greater Jakarta Metropolitan Area in the Republic of Indonesia, Jakarta. Kay, R, Alder, J, 1999. Coastal Planning and Management, E & FN, London and New York. Kementerian Lingkungan Hidup R I, 1998. Kep. MenLH No. Kep. 02/MenLH/1998 tentang Kualitas Udara, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup R I, 1999. Peraturan Pemerintah RI No. 41/1999 tentang Pengelolaan Kualitas Udara, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup R I, 2004.Keputusan. MenLH No. 51/2004 tentang Bahan Mutu Air Laut, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup R I, 2009. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2011. Peraturan Pemerintah RI No. 82/2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2011. Rekomendasi Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Teluk Jakarta (Pantura Tangerang, Jakarta dan Bekasi), Jakarta. Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Reklamasi Pantai, Jakarta. Kementerian Perhubungan R I, Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 2000. Pedoman Pembangunan Pelabuhan (Terjemahan dari Port Devolopment), Handbook UNTAD, Dephub, Jakarta.
195
Kementerian Perhubungan RI, 2009. Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, Jakarta. Kementerian Perhubungan RI, 2010. Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Peraturan Menteri Perhubungan.No. PM 63 tahun 2010. Kementerian Perhubungan RI, 2011. Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok, Peraturan Menteri Perhubungan.No. PM 42 tahun 2011. Ketchum B H, (ed) 1992. The Water’s Edge : Critical Problem of The Coastal Zone, In Proceedings of the Coastal Zone Workshop, Wood Hole, Massachusetts, USA. Kirkwood, C W, 1998. System Dynamics Method : A Quick Introduction. Arizona: Arizona State University., USA. Kramadibrata S, 1982. Perencanaan Pelabuhan, Ganesa Exact, Bandung. Kusumastanto T, 2000. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, PS-SPL Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusumastanto T, 2002. Reposisi “Ocean Policy” dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. PKSPL dan PSPLT Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ligteringen, H, 2009. Port and Terminal, TU Deflt Faculty CiTG, Delft Malo, M, 1985. Metode Penelitian Sosial, Karunika Jakarta, Universitas Terbuka, Jakarta. Manig, W, 1991. Rural Social and Economic Stucture and Social Development, Stability and Change in Rural Institutions in North Pakistan. Socio-economic Studies on Rural Development. Vol. 85. Aachen : Alano. Mongelluzzo, B. 2008. New Industry Forms Around Green Port Technology. The Journal of Commerce Online [May 28, 2008]., New York., USA. North, D C, 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance, Cambridge University Press, Cambridge. Nurmayanti. 2005. Pencemaran Logam Berat dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Jakarta. Universitas Indonesia, Jakarta. Parson, W, 1995. Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis, Aldershot Edward Elgar Publishing, United Kingdom. Paryono, P, 1994. Sistem Informasti Geografis, Penerbit Audi Offset, Yogyakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011 -2030. Polunin, N, V, 1983. The Marine Resources of Indonesia, Oceanography. March Biol. Annu. Rev. 21: 455-531. Ports and Harbour Bureau, Ministry of Transport Japan, 1997. Port and Harbour in Japan, Ministry of Transport The Government of Japan, Tokyo. PT (Persero) Pelindo II, 2009. Direktori Pelabuhan Tanjung Priok, 2004-2008, Jakarta.
196
PT (Persero) Pelindo II, Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2009. Laporan Pemantauan Lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok 2004-2008, Jakarta. PT (Persero) Pelindo II, Cabang Pelabuhan Tanjung Priok, 2007. Laporan Tahunan 2007-2009, Jakarta. Richardson, H, W, 2001. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Rutherford, M, 1994. Institutions in Economics : The Old and The New Institutionalism. Cambridge : CambridgeUniversity Press. Senge, PM. 1995. Fifth Discipline : The Art and Practice of The Learning Organization. Binarupa Aksara. Jakarta. Sevilla, C, G, J, A, Ochave, T, G, Punsalan, B, P, Regala, G, G, Uriarte, 1993. Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Son, P, V, 2008. Clean Biomass: Natural Storage of Energy and Carbon Capturing : Application in Power Generation, Makalah World Ports Climate Conference 2008, Rotterdam. Sutisna, A, 1996. Sistem Informasi Geografis dan Penyiapan Sumberdaya Manusia Menghadapi Era Globalisasi Informasi, Makalah Lokakarya Nasional Penyiapan Sumberdaya Manusia dalam Bidang Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Susilo, S, B, 2003. Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta [Disertasi], Sekolah Pascasarjana Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, R, 2004. Ekonomi Regional, Bumi Aksara, Jakarta. Tomasick, T, Suharsono and Moll A. J, 1993. Global Hitories: A Historical Prespective of The Material and Authrovocienic Impacts in The Indonesian Archipelago with a Focus on Kepulauan Seribu, Java Sea in Colloquium on Global Aspects on Coral Reef: Health. Hazards and History, University of Miami, USA. Triadmojo, B. 1996. Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Jakarta United Nations Conference On Trade and Developmentm Geneva, 1985. Port Development, A Handbook for Planners in Developing Countries. United Nations, New York WCED, 1987. Our Common Future, Oxford University. Press, New York. Winardi, 1999. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Penerbit Mandar Maju, Bandung. Widjojo, S, 1993, Pengantar Sistem Informasi Geografis, BAKOSURTANAL. Cibinong, Bogor.
LAMPIRAN
198
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport)
BAGIAN A KONDISI UMUM 1. Lampirkan SK tentang batas Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Skala Peta yang dianjurkan 1 : 10.000 atau 1 : 5.000. 2. Lampirkan Peta daerah sensitive terhadap pencemaran di daerah lingkungan kepentingan pelabuhan (kalau sudah tersedia). Skala Peta yang dianjurkan 1 : 10.000 atau 1 : 5.000. 3. Lampirkan Peta Pelabuhan, keadaan saat ini yang minimal memuat : a. Fasilitas Pelabuhan : Gudang Dermaga (termasuk dermaga umum dan dermaga khusus) Penahan Gelombang Dock dan galangan kapal Bengkel Peralatan Bongkar Muat Lapangan Penumpukan (CY) Terminal Penumpang Areal Parkir Rumah makan / Restauran / Warung Jalan dan Selokan Reception Facilities (RF) b. Perkantoran (CIQ dan Swasta) c. Industri d. Pemukiman e. Puskesmas / Rumah Sakit f. Sungai / Kanal g. Tempat Rekreasi / Taman (Ruang Terbuka Hijau) 4. Sistem operasional pelabuhan. 5. Rencana Penataan kawasan yang tertuang dalam Masterplan.
199
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport)
BAGIAN B DAFTAR ISIAN DAN PERTANYAAN I. DESKRIPSI UMUM PELABUHAN 1.1 Nama Pelabuhan : _________________________________ 1.2 Lokasi Pelabuhan 1.2.1 Alamat Lengkap : _________________________________ _________________________________ Kode Pos _________________________ Telp. ( ) _____________________ Fax. ( ) _____________________ 1.2.1 Posisi Geografis Pelabuhan : ____________________________ 1.3 Klasifikasi Pelabuhan : Umum Khusus 1.4 Hirarkhi Pelabuhan : Internasional Hub (Sesuai KEPMENHUB No. 53 2002) Internasional Nasional Regional Lokal 1.5 Pelabuhan Khusus : Migas Non Migas 1.6 Dokumen Pengelolaan Lingkungan 1.6.1 Apakah sudah dilakukan studi AMDAL? ya tidak 1.6.2 Apakah sudah dilakukan studi UKL/UPL? sudah belum 1.6.3 Apakah pemantauan dan pengelolaan lingkungan dilaksanakan? ya tidak 1.6.4 Apakah sudah memiliki sertifikat ISO 14001? sudah belum 1.7 Luas Wilayah Pelabuhan : __________________________m2/hal 1.7.1 Daratan 1.7.2 Perairan Pelabuhan : __________________________m2/hal 1.8 Kondisi Bio - Fisika Kolam Pelabuhan 1.8.1 Fisiografis a. Jenis Tanah di Kolam Pelabuhan a.1 Jelaskan jenis tanah di dasar kolam pelabuhan (lempung/pasir/….) _________________________________________________ _________________________________________________ _________________________________________________ (lampirkan rincian bila mungkin)
a.2 Beberapa volume pengendapan rata-rata pertahun di lokasi wilayah kerja. _________________________________________________ _________________________________________________ _________________________________________________ (lampirkan rincian bila mungkin)
200
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport)
b. Kedalaman perairan kolam pelabuhan 1. Kedalaman maksimum : _____________________MLWS 2. Kedalaman minimum : _____________________MLWS c. Pola Arus, Pasang Surut dan Gelombang 1. Pola Arus Deskripsikan pola arus dominan di perairan dan atau kolam pelabuhan : Jenis arus, penyebab, kecepatan dan arah (bila perlu lampirkan peta) ________________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________ d. Pasang surut 1. Pasang tertinggi : _____ cm (bulan : _____) : _____ cm (bulan : _____) 2. Pasang terendah 3. Pola pasang surut : diurnal semi-diurnal campuran 4. Tinggi gelombang maksimum : __________ cm 5. Periode gelombang : __________ detik : __________ meter 6. Panjang gelombang e. Suhu dan Salinitas 1. Nilai suhu rata-rata tahunan di perairan kolam pelabuhan : _____C 2. Nilai salinitas rata-rata tahunan di perairan kolam pelabuhan: ______/oo f. Pola iklim 1. Musim kemarau terjadi pada bulan : ___________ 2. Musim hujan terjadi pada bulan : ___________ : ___ - ___ mm 3. Curah hujan rata-rata pertahun antara 4. Curah hujan minimum terjadi pada bulan : ___ - ___ mm 5. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan : ____________ 1.9. Biota Perairan (Jenis, Kelimpahan dan Keanekaragaman) Waktu Penelitian : _____ /__________ / _____ (tanggal / bulan / tahun) BIODATA PERAIRAN 1.
2. 3.
NAMA JENIS
KELIMPAHAN
KEANEKARAGAMAN
Planken - Phytoplankton - Zooplankton Nekton Benthos Keterangan Lampirkan
201
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
1.10 Satwa Liar Waktu Penelitian : ______ / ___________ / ______ (tanggal / bulan / tahun) Satwa Liar Burung Mamalia Reptilia
Nama Jenis
Kerapatan
Keragaman
Keterangan Lampirkan
1.11 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Sebutkan fasilitas SBNP yang tersedia : ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________
2.0 Sumber-Sumber Potensi Pencemar 2.0.1 Kegiatan dari Laut : a. Sumber Potensi dari Kapal Jenis Kapal
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jumlah Kapal / Hari
Jumlah Limbah Minyak (m3/hari)
Jumlah Limbah Sampah (m3/hari)
Jumlah Limbah Cari Sanitasi (m3/hari)
Tanker Kapal Penumpang Kapal Petikemas Kapal Barang Kapal Tunda Kapal ……. Jumlah
b. Sumber potensi dari aktifitas Bongkar Muat Barang 1. Jumlah Limbah Minyak : ______________________ m3/hari 2. Jumlah Limbah Curah Padat : ______________________ m3/hari 3. Jumlah Limbah Kimia / B3 : ______________________ m3/hari 4. Jumlah Limbah Sampah : ______________________ m3/hari 5. Jumlah Limbah Cair Sanitasi : ______________________ m3/hari 6. Lain-lain (……………….) : ______________________ m3/hari
202
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
2.0.2 Kegiatan dari Daratan : a.
Sumber dari Fasilitas Pelabuhan
Jenis Kapal
Jumlah Limbah Minyak (m3/hari)
Jumlah Limbah Sampah (m3/hari)
Jumlah Limbah Cari Sanitasi (m3/hari)
1. Gudang 2. Dermaga 3. Dock dan galangan kapal 4. Bengkel 5. Lapangan Penumpukan 6. Terminal Penumpang 7. Rumah makan / Resto / Warung 8. Puskesmas 9. Karantina Jumlah
b.
Sumber dari Perkantoran (……………………………………….) Jumlah Seluruh Kantor : ___ Volume limbah sampah dari seluruh perkantoran : ___ m3/hari Volume limbah cari sanitasi dari seluruh perkantoran : ___ m3/hari
c.
Sumber dari Industri
Nama Industri
Jenis Industri
Pengolahan Limbah (ada/tidak)
Debit Limbah Cair Industri (m3/hari)
Limbah Cair Sanitasi (m3/hari)
Limbah Sampah (m3/hari)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jumlah Keterangan bisa dilampirkan, lampirkan juga hasil analisa kualitas limbah cair
Volume seluruh limbah cari industri Volume seluruh limbah sampah Volume seluruh limbah cair sanitasi
:__________ m3/hari :__________ m3/hari :__________ m3/hari
203
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
d.
Sumber dari Pemukiman Adakah pemukiman di dalam pelabuhan? ada tidak Jumlah limbah sampah seluruhnya :__________ m3/hari Jumlah limbah cair sanitasi seluruhnya :__________ m3/hari 2.1 Nama Sungai/Kanal/drainase Kota Yang Bermuara di Kawasan Pelabuhan No.
Nama Sungai/Kanal/Drainase Kota
1. 2. 3. 4. 5. 6. Jumlah
Debit Air Sungai (m3/detik) M. Hujan M. Kemarah
Jumlah Limbah Sampah (m3/hari)
Apakah Dipasang jarring sampah/dam di muara sungai (ya/tidak)
204
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
II. PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN PELABUHAN 2.1 ASPEK KELEMBAAN 2.1.1 Institusi Pengelola Kebersihan Pelabuhan : __________________________________________________ 2.1.2 Jumlah Personil Yang Menangani Kebersihan Pelabuhan : ______________________ 2.1.3 Lampirkan deskripsi tugas dan fungsi institusi dan struktur organisasi : ______________________ 2.2 ASPEK HUKUM 2.2.1 No. 1. 2. 3. 4.
Sebutkan dan lampirkan dasar-dasar hukum dalam pengelolaan kebersihan lingkungan di Pelabuhan. Bentuk Peraturan
No/Tanggal Pengesahan
Tentang
Keterangan bisa dilampirkan
2.2.2 Fasilitas atau Sarana yang dipergunakan dalam Rangka Memasyarakatkan dan Menerapkan Produk Hukum, antara lain No Fasilitas/Sarana 1. Pengumuman 2. Spanduk 3.
Lokasi
Keterangan bisa dilampirkan
2.2.3 Sebutkan Sanksi-Sanksi / Penegakkan Hukum Yang Sudah Pernah diterapkan. Berkaitan Dengan Pengedalian Pencemaran Pelabuhan. No. 1. 2. 3.
Jenis Pelanggan
Sanksi
Jumlah
Keterangan bisa dilampirkan
2.3 ASPEK PEMBIAYAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN No
Sumber Dana
Tahun Anggaran
Jumlah (Rupiah)
1. 2. Keterangan bila tidak cukup bisa dilampirkan
205
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
2.4 ASPEK TEKNIS OPERASIONAL 2.4.1
No 1. 2.
Fasilitas Penanganan Limbah (Reception Facility - RF) a. Sebutkan Fasilitas-Fasilitas penanggulangan/pengelolaan Limbah Minyak di Pelabuhan serta Kapasitasnya
Fasilitas Oil Separator Storage Tank / RF
Jumlah
Kapasitas
b. Apakah pelaksanaan pemeriksaan Oil Book Record di kapal belum kapal sudah berjalan dengan baik? sudah c. Jumlah limbah minyak yang ditampung RF - Jumlah Limbah Minyak seluruhnya : _______ M 3 - Jumlah Limbah Minyak yang ditampung RF : _______ M 3 2.4.2
Prosuder Tanggap Darurat Lokal (Local Contingency Plan) a. Apakah tersedia prosedur tetap untuk menanggulangi keadaan darurat pencemaran akibat tumpahan minyak? ada tidak b. Adakah sarana dan prasarana tanggap darurat untuk kecelakaan dan pencemaran akibat limbah B3 / kimia? ada tidak c. Frekuensi Penggunaan sarana dan prasarana tanggap darurat untuk kecelakaan dan perncemaran akibat tumpahan minyak? ada tidak d. Frekuensi Penggunaan sarana dan prasarana tanggap darurat untuk kecelakaan dan pencemaran akibat limbah B3 / kimia? ada tidak e. Berapa kali dalam satu tahun diadakan latihan penanggulangan tumpahan minyak ___________ dan sebutkan pihak-pihak yang terlibat! ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________
2.4.3
Sebutkan fasilitas Tanggap Darurat Terhadap Tumpahan Minyak di pelabuhan serta kapasitasnya.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Fasilitas Oil Boom Oil Skimmer Oil Sorbent Oil Containment Bag Oil Dispersant Chemical Oil Dispersant Pump Tangki Penampungan
Jumlah
Kapasitas
Keterangan bila tidak cukup bisa dilampirkan
206
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan) 2.4.4
Fasilitas pengelolaan Limbah Sampah serta Kapasitasnya dari Aktivitas di Perairan dan Daratan Pelabuhan.
No. 1. 2. 3. 4.
Fasilitas Kapal Penangkap Sampah Mobil Pengangkut Sampah Tampat / Bak Sampah TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara)
Jumlah
Kapasitas
a. Berapa kali frekuensi pengangkutan sampah dari tempat sampah ke TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) dalam 24 jam? Pada _____________________ Pukul : _________________ b. Beberapa kali frekuensi pengangkutan sampah dari TPPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dalam 24 jam? Pada ____________________ Pukul : _________________ c. Retribusi Tahun Anggaaran
Jenis Retribusi
Jumlah (Rupiah)
Presentasi Retribusi Terhadap Alokasi biaya pengelolaan Kebersihan Pelabuhan (%)
2.4.5 Peran Serta Masyarakat - Sebutkan kegiatan peningkatan kendaraan kebersihan lingkungan yang dilakukan masyarakat/pengguna jasa di kawasan pelabuhan. ______________________________________________________ ______________________________________________________ ______________________________________________________ 2.4.6 Penghijauan a. Prosentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di pelabuhan Luas daratan : _______________ m2 RTH
Luas (m2)
Prosentase terhadap daratan
207
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
2.4.7
Keamanan a. Berapa banyak pos keamanan (kantor polisi, pos hansip, pos satpam) di sekitar Pelabuhan dan sebutkan. Pos Keamanan
Jumlah
Jumlah Petugass
1. 2. 3.
b. Sebutkan peralatan yang dimiliki fasilitas pelabuhan. ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ c. Adakah rambu-rambu penunjuk jalan di setiap jalan, pertigaan dan perempatan di kawasan pelabuhan? Sebutkan! ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ d. Kelestarian Berapa kali usaha-usaha pengerukan kolam pelabuhan (menghindari pendangkalan) dilakukan dalam satu tahun? Dan jelaskan pengelolaan hasil pengerukan! (bila tidak cukup bisa dilampirkan). ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________________________________ ___________________________
208
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan) e. Pemantauan Kualitas Air Perairan Kolam Pelabuhan Waktu : _____ / _____ / _____ (tanggal / bulan / tahun) Musim : Kemarau Stasiun Parameter
1 Pasang
2 Surut
Pasang
Surut
- BOD (mg/l) - COD (mg/l) - O2 terlarut - TSS (mg/l) - pH - Salinitas (‰) - Lapisan Minyak (ppm) - Fosfat (mg/l) - Nitrat (mg/l) - Kecurahan (m) - Hg - Cr - As - Cd - Cu - Pb - Zn - Ni - Ag - Se Keterangan : Lampirkan, stasiun sebaiknya diambil di setiap dermaga di tengah kolam pelabuhan dan di ujung luar kolam pelabuhan
209
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
Waktu Musim
: _____ / _____ / _____ (tanggal / bulan / tahun) : Hujan Stasiun
Parameter
2
1 Pasang
Surut
Pasang
Surut
- BOD (mg/l) - COD (mg/l) - O2 terlarut - TSS (mg/l) - pH - Salinitas (‰) - Lapisan Minyak (ppm) - Fosfat (mg/l) - Nitrat (mg/l) - Kecurahan (m) - Hg - Cr - As - Cd - Cu - Pb - Zn - Ni - Ag - Se Keterangan : Lampirkan, stasiun sebaiknya diambil di setiap dermaga di tengah kolam pelabuhan dan di ujung luar kolam pelabuhan
210
Lampiran 1. P Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
f.
Pemantauan Kualitas Air di Muara Sungai Yang bermuara ke Pelabuhan Nama Sungai : Waktu : _____ / _____ / _____ (tanggal / bulan / tahun) Musim : Hujan Stasiun Parameter
1 Pasang
- BOD (mg/l) - COD (mg/l) - O2 terlarut - TSS (mg/l) - pH - Salinitas (‰) - Lapisan Minyak (ppm) - Fosfat (mg/l) - Nitrat (mg/l) - Kecurahan (m) - Hg - Cr - As - Cd - Cu - Pb - Zn - Ni - Ag - Se
2 Surut
Pasang
Surut
211
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
Nama Sungai : Waktu : _____ / _____ / _____ (tanggal / bulan / tahun) Musim : Hujan Stasiun Parameter
1 Pasang
- BOD (mg/l) - COD (mg/l) - O2 terlarut - TSS (mg/l) - pH - Salinitas (‰) - Lapisan Minyak (ppm) - Fosfat (mg/l) - Nitrat (mg/l) - Kecurahan (m) - Hg - Cr - As - Cd - Cu - Pb - Zn - Ni - Ag - Se
2 Surut
Pasang
Surut
212
Lampiran 1. Pedoman Teknis Pengumpulan Data Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Sebagai Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport) (lanjutan)
Lembar Tambahan 1.
Nama Lengkap Penanggung Jawab Pengisian Form Isian Profil : ________________________________________________________
2.
Jabatan
: _________________________________________
3.
No. Telepon
: ___________________( _____ ) ______________
4.
No. Fax
: __________________ ( _____ ) ______________
5.
Alamat Email
: _________________________________________
6.
Mengetahui
: _________________________________________
Kepala Daerah Propinsi/ Kabupaten/Kota,
( _______________________ )
7.
Ketua Tim Bandar Indah
( _______________________ )
Informasi Lebih Lanjut dapat menghubungi : ASDEP URUSAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP d.a. Gd. OTORITA BATAM Lt. V Jl. DI. Panjaitan Kav-24 Jakarta Timur Telp. (021) 8590-4929 Fax. (021) 8590-4929 Website : www.lautkita@org
213
Lampiran 2. Penetuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Perairan
Jumlah Contoh
1)
Nilai
Fisika
Parameter Kimia
Maksimum -1 -2 Minimum -1 -2 Rata – rata -3 -6 1) Catatan : jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air. Sumber : Canter,1977 < 10
214
Lampiran 3. Penentuan Status Mutu Perairan (Canter, 1977) Kelas
Skor A B C D
=0 -1 s/d -10 -11 s/d - 30 ≥ -31 Sumber : Canter,1977
Kriteria Baik sekali Baik Sedang Buruk
Lampiran 4. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 1 (Muara Kali Kresek)
No
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU (*)
PL.2004 P
S
A.
FISIKA
1
Bau
-
Alami
berbau
berbau
2 3 4 5 6 7
TSS Suhu Sampah Lapisan Minyak Kecerahan Kekeruhan
mg/l C meter NTU
<80 Alami Nihil Nihil >3 5
25 26,3 positif positif 0,20 -
B. 1
KIMIA pH Amonia(NH3N)
mg/l
6-9
mg/l
<1
2 3 4 5 6 7 C 8 9 10 11 12
Salinitas Senyawa fenol total Minyak&Lema k Surfaktan(MBA S) Sulfida(H2S) LOGAM TERLARUT Raksa(Hg) Cadmium(Cd) Tembaga(Cu) Timbal(Pb) Seng(Zn)
C.
MICROBIOL OGI
1
Coliform
%
+10%Alami
PL.2005 (awal) P S
38 28,6 positif positif 0,25 -
Tdk berbau 19 30.6 positif positif 0.5 10
Tdk berbau 495 27.8 positif positif 0.5 320
7,65
7,42
7.2
18,15
18,90
1.95
0,64
0,50
Titik 1 ( Muara Kali Kresek ) PL.2006 PL.2007 (awal) P S P S
PL.2005 (akhir) P S
PL.2007(Akhir) P S
PL.2008 (Awal) P S
PL.2008 (Akhir) P S
berbau
berbau
berbau
tdk berbau tdk berbau Berbau
Berbau
Berbau
Berbau
Berbau
Berbau
21 33 positif positif 0.2 -
19 32 positif positif 0,2 -
25 31.9 positif positif 0 -
26 30.6 positif positif 0 -
30 30.11 positif 0.3 -
108 30.01 positif 0.2 -
12 28.9 positif positif 0.5 -
48 27.8 positif positif 0.3 -
38 29.4 Positif Positif 0.3 -
108 28.4 Positif Positif 0.3 -
37 29 Positif Positif 0.3 -
95 30 Positif Positif 0.3 -
7.17
7,78
7,61
7.52
7.27
8.4
8.21
7.45
7.31
7.65
8.39
7.8
7.9
2.31
0,85
0,63
0.77
0.72
0.08
0.10
0.12
0.15
0.28
0.72
13.6
21.85
0.2
0.2
14,9
18,6
11.1
9.5
22.7
1.3
8
8.0
3.4
1.9
3
2.8
berbau
mg/l
<0,002
< 0,001
< 0,001
< 0,001
< 0,001
< 0,001
< 0,001
< 0,001
< 0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
mg/l
<5
2,1
3,7
3.6
2.4
0,8
0,6
1.3
1.5
<0,2
<0,2
0.3
0.3
<0.2
1.2
1.5
<0.2
mg/l
<1,0
1,26
4,29
0.25
0.48
0,21
0,20
1.15
1.15
0.1
0.13
0.1
0.11
0.15
0.17
0.1
0.17
mg/l
<0,03
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
< 0,002
<0.002
<0.002
<0.002
<0.002
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
<0,003 <0,01 <0,06 <0,01 <0,1
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0,0276
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0,0316
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0398
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0279
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0299
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0129
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0207
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.0426
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.0069
-
MPN/100m l
<1000
~
~
0
-
8
-
0
-
1100
-
2400
-
2400
-
1100
-
215
Lampiran 5. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 2 (Perairan DKP) BAKU No
PARAMETER
SATUAN
Titik 2 ( Perairan DKP )
MUTU
PL.2004 P
(*)
PL.2005 (akhir)
P
P
S
PL.2006
S
P
PL.2007 (awal) S
P
S
5 30.7 positif negatif 1.5 -
Tdk berbau 13 31.61 positif negatif 1 -
Tdk berbau 11 30.11 positif negatif 0.2 -
8.6
7.9
8.08
30.3
28.9
30.7
<0,01 < 0,002
<0,01 < 0,002
<0,01 < 0,002
< 0,001
< 0,001
< 0,001
0,10 < 0.2
0,12 < 0,2
0.28 < 0.2
A.
FISIKA
1
Bau
-
Alami
berbau
berbau
Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau
2 3 4 5 6 7
TSS Suhu Lapisan Minyak Benda Terapung Kecerahan Kekeruhan
mg/l C meter NTU
<80 Alami Nihil Nihil >3 5
1 27,5 positif positif 1 -
12 ~ positif positif ~ -
7 32.3 positif positif 1.0 4
9 32.3 positif positif 1.0 4
11 33,2 negatif positif 1.0 -
9 33,2 negatif positif 1.0 -
8 30 positif negatif 1.5 -
B. 1
KIMIA pH
mg/l
~
7.7
7.62
8,62
8,11
Salinitas
%
2,95
~
17.3
16.4
32,5
34,8
3 4
Amonia(NH3-N) Sulfida(H2S) Senyawa Fenol total Surfaktan(MBAS) Minyak&Lemak
mg/l mg/l
6-9 +10%Alam i <1 <0,03
7,93
2
2,38 0,002
~ ~
0.93 < 0,002
1.07 < 0,002
<0,01 < 0,002
mg/l
<0,002
< 0,001
~
< 0,001
< 0,001
mg/l mg/l
<1,0 <5
0,64 < 0,2
~ ~
0.21 < 0.2
0.24 < 0,2
5 6 7
216
S
PL.2005 (awal)
PL.2008 (Awal) P S
PL.2007(Akhir) P
S
PL.2008 (Akhir) P S
5 31.3 positif negatif 1.5 -
Tdk berbau 6 29.6 positif negatif 0.3 -
Tdk berbau 6 30.6 negatif Positif 1 -
Tdk berbau 4 28.7 Positif Positif 1 -
Tdk berbau 8 29 Negatif Positif 1.5 -
Tdk berbau 12 30 Positif Positif 1 -
8.18
8.21
6.83
8.39
8.01
7.8
7.7
30.9
29.6
25.3
29.0
26.5
29.0
28.6
<0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0.26 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 0.002
0.23 0.002
0.01 0.002
0.18 0.002
< 0,001
< 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001 0.001
0.001
0.001
0.001
0.25 < 0,2
0.06 < 0,2
0.07 < 0,2
0.01 < 0,2
0.01 < 0,2
C
LOGAM TERLARUT
8
Raksa
mg/l
<0,003
< 0,0005
~
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
9
Cadmium
mg/l
<0,01
< 0,0005
~
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
10
Tembaga
mg/l
<0,06
< 0,0005
~
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
11
Timbal
mg/l
<0,01
< 0,005
~
< 0,005
-
< 0,005
-
< 0,005
-
12
Seng
mg/l
<0,1
0,0373
~
0.0390
-
0.0258
-
0.0288
-
C.
MIKROBIOLO GI
1
Coliform
MPN/100 ml
<1000
0
~
0
-
8
-
8
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.013 0
0
0.05 < 0,2
-
-
berbau
< 0,01 < 0,2
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.019 6
0
< 0,01 < 0,2
-
-
0.07 < 0,2
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.021 2
7
-
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.037 9
0
-
-
Lampiran 6. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 3 (Perairan Kolam Pelabuhan III)
BAKU No
PARAMETER
A.
SATUA N
MUTU (*)
Titik 3 ( Perairan Kolam Pelb.III ) PL.2004 P
S
PL.2005 (awal) P S
PL.2005 (akhir)
PL.2006
PL.2007 (awal)
PL.2007 (akhir)
PL.2008 (awal)
PL.2008 (akhir)
P
S
P
S
P
S
P
S
P
S
P
S
Tdk berbau 0.5 28.8 positif positif 6.0 2
Tdk berbau 1,0 33,6 negatif positif 2 -
Tdk berbau 0,6 31,3 negatif negatif 20 -
Tdk berbau 1.5 32.7 positif positif 5 -
Tdk berbau 1 29.8 positif positif 15 -
Tdk berbau 0.3 30.11 positif positif 30 -
Tdk berbau 0.2 30.01 positif positif 108 -
Tdk berbau 1 29.7 positif positif 8 -
berbau 5 29.5 positif positif 68 -
Tdk berbau 1.5 31.5 positif positif 4 -
Tdk berbau 0,5 29.0 positif positif 10 -
Tdk berbau 1.5 30 Positif Positif 6 -
Tdk berbau 1.5 30 Positif Positif 8 -
FISIKA
1 2 3 4 5 6 7
Kebauan Kecerahan Suhu Benda Terapung Lapisan Minyak TSS Kekeruhan
meter C mg/l NTU
Alami >3 Alami Nihil Nihil <80 5
Alami 1.0 25.5 positif positif 13 4
B. 1
pH
mg/l
6-9
8.04
7.57
8,32
8,11
8
7.97
8.14
8.08
8.03
7.22
8,40
8,46
7.7
7.8
2 3 4 5 6 7
Salinitas Amonia Total Sulfida(H2S) Phenol Surfaktan(MBAS) Minyak&Lemak
% mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
+10%Alam i <1 <0,03 <0,002 <1,0 <5
3.18 0.46 <0,002 <0,001 0.53 <0.2
20.2 0.95 < 0,002 < 0,001 0.22 < 0,2
33,3 <0,01 < 0,002 < 0,001 0,09 < 0,2
34,2 <0,01 < 0,002 < 0,001 0,11 <0,2
29.3 <0,01 < 0,002 < 0,001 0,12 < 0,2
31.7 <0,01 < 0,002 < 0,001 0,11 <0,2
31.2 0.07 < 0,001 < 0,001 0.02 <0,2
31.0 0.05 < 0,001 < 0,001 0.06 <0,2
31.4 < 0,01 < 0,002 < 0,001 < 0,01 < 0,2
29.6 < 0,01 < 0,002 < 0,001 < 0,01 < 0,2
28.6 0.22 < 0.002 < 0.001 0.07 < 0.2
25.6 0.25 < 0.002 < 0.001 0,10 < 0.2
28.8 0.01 < 0.002 < 0.001 0.01 < 0.2
28.4 0.01 < 0.002 < 0.001 0.01 < 0.2
C. 8 9 10 11 12
LOGAM TERLARUT Raksa(Hg) Cadmium(Cd) Tembaga(Cu) Timbal(Pb) Seng(Zn)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
<0,003 <0,01 <0,06 <0,01 <0,1
<0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,005 0.0373
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0396
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0258
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0291
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0122
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.017
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.02
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.037
-
MPN/100m l
<1000
-
0
0
0
-
0
-
2400
-
0
-
C. 1
-
KIMIA
MIKROBIOLO GI Coliform
0
217
Lampiran 7. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 4 (Utara Ex Syahbandar) BAKU No A.
FISIKA
1 2 3 4 5 6 7
Bau TSS Suhu Benda Terapung Kecerahan Lapisan Minyak Kekeruhan
B. 1 2 3 4 5 6
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Sulfida(H2S) Minyak&Lemak Phenol Surfaktan(MBAS )
7
Salinitas
C.
218
PARAMETER
SATUA N
Titik 4 ( Utara Ex Syahbandar ) PL.2004
MUTU (*)
P
S
mg/l C meter NTU
Alami <80 Alami Nihil >3 Nihil 5
alami 10 24.4 positif 2.0 positif 2
alami 11 26.8 positif 3.0 positif 3
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6-9 <1 <0,03 <5 <0,002
8.15 0.39 <0,002 <0.2 <0,001
mg/l %
<1,0 +10% alami
PL.2005 (awal) P S
PL.2005 (akhir)
PL.2006
PL.2007 (awal)
PL.2007 (akhir)
PL.2008 (awal)
PL.2008 (akhir)
P
S
P
S
P
S
P
S
P
S
P
S
Tdk berbau 7 30.2 positif 1.5 positif 2
Tdk berbau 7 32,7 positif 2,0 negatif -
Tdk berbau 3 31,7 negatif 1,5 negatif -
Tdk berbau 6 31.7 negatif 1,5 negatif -
Tdk berbau 4 29.4 positif 1,5 positif -
Tdk berbau 12 30.21 negatif 1.5 negatif -
Tdk berbau 11 30.51 positif 1.5 positif -
Tdk berbau 8 29.7 positif 1.5 positif -
Tdk berbau 4 29.4 positif 1 positif -
Tdk berbau 5 30.6 positif 1.5 negatif -
Tdk berbau 11 30.1 negatif 1,0 negatif -
Tdk berbau 6 29 Positif 1.5 Negatif -
Tdk berbau 20 29.6 Positif 0.5 Negatif -
8.03 0.37 <0,002 <0.2 <0,001
7.61 1.02 < 0.002 < 0.2 < 0,001
8,34 <0.001 < 0.002 < 0.2 < 0,001
8,17 <0.001 < 0.002 < 0.2 < 0,001
7.78 <0.001 < 0.002 < 0.2 < 0,001
8.01 <0.001 < 0.002 < 0.2 < 0.001
8.07 0.03 < 0.002 < 0.2 < 0,001
8.18 0.06 < 0.002 < 0.2 < 0.001
8.3 < 0,01 < 0.002 < 0.2 < 0,001
7.62 < 0,01 < 0.002 < 0.2 < 0.001
8,40 0.28 < 0.002 < 0.2 < 0.001
8,45 0.28 < 0.002 < 0.2 < 0.001
7.8 0.01 < 0.002 < 0.2 < 0.001
7.8 0.01 < 0.002 < 0.2 < 0.001
0.55
0.58
0.24
0,09
0,10
0,09
0,07
0.02
0.05
< 0,01
< 0,01
0.09
0.06
0.01
0.01
3.27
3.24
21.8
33,2
33,2
30.3
31.9
31.6
31.5
30.5
30.6
28.6
26.7
28.8
28.6
<0,000 5 <0,000 5 <0,000 5 <0.005 0.0341
< 0,0005
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0.0005
-
< 0.0005
-
< 0,0005
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0.0005
-
< 0.0005
-
< 0,0005 < 0,005 0.0384
< 0,0005 < 0,005 0,0255
-
< 0,0005 < 0,005 0,0287
-
< 0,0005 < 0,005 0.0120
-
< 0,0005 < 0,005 #####
-
< 0.0005 < 0.005 0.02
-
< 0.0005 < 0.005 0.031
-
-
0
0
0
-
0
-
2400
-
0
-
LOGAM TERLARUT
8
Raksa(Hg)
mg/l
<0,003
9
Cadmium(Cd)
mg/l
<0,01
10 11 12
Tembaga(Cu) Timbal(Pb) Seng(Zn)
mg/l mg/l mg/l
<0,06 <0,01 <0,1
<0,000 5 <0,000 5 <0,000 5 <0.005 0.0294
D
MIKROBIOLO GI
1
Coliform
MPN/100 ml
<1000
-
0
Lampiran 8. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 5 (Semenanjung Paliat)
No
BAKU MUTU (*)
P
S
mg/l C meter NTU
Alami <80 Alami Nihil Nihil >3 5
alami 5 24.7 positip positip 0.5 13
alami 20 27.0 positip positip 0.75 10
mg/l
6-9
8.17
7.95
mg/l mg/l mg/l mg/l
<1 <0,003 <0,002 <5
2.46 <0,0005 <0,001 <0.2
5.06 <0,0005 <0,001 <0.2
7.45 3.34 < 0,0005 < 0,001
0.59
0.3
2.63 <0,002
0.23 < 0,002
PARAMETER SATUAN
PL.2004
A.
FISIKA
1 2 3 4 5 6 7
Bau TSS Suhu Benda Terapung Lapisan Minyak Kecerahan Kekeruhan
B. 1
6
KIMIA pH Amonia(NH3N) Raksa(Hg) Phenol Minyak&Lemak Surfaktan(MBA S)
7 8
Salinitas Sulfida (H2S)
% mg/l
C. 8 9 10 11
LOGAM TERLARUT Cadmium(Cd) Tembaga(Cu) Timbal(Pb) Seng(Zn)
mg/l mg/l mg/l mg/l
<0,01 <0,06 <0,01 <0,1
<0,0005 <0,0005 <0,005 0.0333
<0,0005 <0,0005 <0,005 0.0431
D
MIKROBIOL OGI
1
Coliform
MPN/100 ml
<1000
-
-
2 3 4 5
mg/l
<1,0 0.47 +10%Alam i 2.94 0.03 <0,002
PL.2005 (awal) P S Tdk berbau 9 29.2 positif positif 0.5 5
Tdk berbau 11 30.5 positif positif 0.5 5
PL.2005 (akhir) P S
Titik 5 ( Semenanjung Paliat ) PL.2006 PL.2007 (awal) P S P S
PL.2007(Akhir) P S
PL.2008 (Awal) P S
PL.2008 (Akhir) P S
Tdk berbau 7 32,7 positif positif 0,8 -
Tdk berbau 4 31,1 positif positif 0,6 -
Tdk berbau 7 29.7 negatif positif 1.5 -
Tdk berbau 6 28.3 negatif positif 1.5 -
Tdk berbau 16 32.51 positif positif 0.5 -
Tdk berbau 85 32.01 positif positif 0.5 -
Tdk berbau 6 29.8 positif negatif 1 -
Tdk berbau 6 29.8 positif positif 1 -
Tdk berbau 8 31.1 positif positif 1 -
Tdk berbau 88 28.2 negatif negatif 0.5 -
Tdk berbau 228 31 Positif Positif 0.75 -
Tdk berbau 19 31 Positif Positif 0.75 -
8,40
7,82
7.55
7.72
8.09
8.2
7.98
7.05
8.33
8.34
6.7
7.5
<0,01 < 0,0005 < 0,001 <0,2
<0,01 <0,001 <0,2
0.21 < 0,0005 < 0,001 <0,2
0.25 <0,001 <0,2
0.17 < 0,0005 < 0,001 <0,2
0.02 <0,001 <0,2
< 0,01 < 0,0005 < 0,001 <0,2
< 0,01 <0,001 <0,2
0.16 0 < 0.001 < 0.2
0.21 < 0.001 < 0.2
0.05 5E-04 < 0.001 1
0.01 < 0.001 < 0.2
0,10
0,12
0,10
0,12
0.05
0.08
< 0,01
< 0,01
0.08
0.12
0.12
0.09
0.25 < 0,002
32,1 <0,002
31,7 < 0,002
28.5 <0,002
31,7 < 0,002
31.9 < 0,002
30.2 < 0,002
28.7 < 0,002
27.7 < 0,002
27,0 < 0.002
19,4 < 0.002
26.9 < 0.002
26.2 < 0.002
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 0.0390
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 0.0390
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 0.0291
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0121
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.018
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.02
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.074
-
0
-
0
-
0
-
460
-
0
-
0
-
210
-
7.74 2.91 -
219
Lampiran 9. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 6 (Dock Koja Bahari II) BAKU No
PARAMETER
SATUAN
Titik 6 (Dock Koja Bahari II) PL.200 4 P S
MUTU
220
(*)
PL.2005 (awal)
PL.2005 (akhir)
P
P
S
PL.2006
S
P
PL.2007 (awal) S
A.
FISIKA
1
Bau
-
Alami
Tdk berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
2 3 4 5 6 7
TSS Suhu Benda Terapung Lapisan Minyak Kecerahan Kekeruhan
mg/l C meter NTU
<80 Alami Nihil Nihil >3 5
8 28.8 positif positif 1.5 2
9 29.8 positif positif 1.5 2
3 33,0 positif negatif 1,7 -
9 29.8 positif positif 1.5 2
6 30.6 positif negatif 1.0 -
B. 1 2 3 4 5 6 7
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Phenol Minyak&Lemak Sulfida(H2S) Surfaktan(MBAS) Salinitas
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l %
6-9 <1 <0,002 <5 <0,03 <1,0 +10%Alami
7.56 1.46 < 0,001 0.4 < 0,002 0.22 26.5
7.8 1.25 < 0.001 0.3 < 0.002 0.26 24.1
8,31 <0,01 < 0,001 <0,2 < 0,002 0,09 33,3
7.8 1.25 < 0.001 0.3 < 0.002 0.26 24.1
C
LOGAM TERLARUT
8
Raksa(Hg)
mg/l
<0,003
< 0,0005
-
< 0,0005
9
Cadmium(Cd)
mg/l
<0,01
< 0,0005
-
10
Seng(Zn)
mg/l
<0,1
0,0382
11 12
Tembaga(Cu) Timbal(Pb)
mg/l mg/l
<0,06 <0,01
< 0,0005 < 0,005
D 1
MIKROBIOLOGI Coliform
MPN/100ml
<1000
0
-
P
PL.2007 (akhir)
S
P
PL.2008 (awal)
S
P
PL.2008 (akhir)
S
P
S
4 29 positif positif 1.5 2
Tdk berbau 14 32.01 positif negatif 1.5 -
Tdk berbau 13 31.81 negatif negatif 1 -
Tdk berbau 4 29.3 positif negatif 1 -
Tdk berbau 3 29.6 positif positif 2 -
Tdk berbau 5 30.4 positif negatif 2.5 -
Tdk berbau 4 29.2 negatif negatif 1.5 -
Tdk berbau 6 29 Positif Negatif 2 -
Tdk berbau 14 30 Positif Negatif 1.5 -
8.06 0,001 < 0,001 <0,2 < 0,002 0,12 28.9
7.87 0.001 < 0.001 <0,2 < 0.002 0.06 31.5
8.08 0.07 < 0.001 <0,2 < 0.002 0.04 29.2
8.18 0.08 < 0.001 <0,2 < 0.002 0.04 29.8
7.42 < 0,01 < 0.001 <0,2 < 0.002 < 0,01 30.5
7.44 0.08 < 0.001 <0,2 < 0.002 < 0,01 30.6
8,20 0.28 < 0.001 < 0.2 < 0.002 0.09 28.4
8,10 0,20 < 0.001 < 0.2 < 0.002 0.12 27.5
7.9 0.01 < 0.001 < 0.2 < 0.002 0.09 28.5
7.8 0.02 < 0.001 < 0.2 < 0.002 0.12 28
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
-
0,256
-
0,256
-
-
< 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0119
-
0
-
0
-
0
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005 0.0171
-
0
-
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.0261
-
0
-
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005 0.0373
-
0
-
-
-
Lampiran 10. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 7 (Perairan Muara kali Japat)
No
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU (*)
PL.2004 P
Titik 7 (Perairan Muara Kali Japat) PL.2005 (akhir) PL.2006 PL.2007 (awal) P S P S P S
PL.2005 (awal) P S
S
A.
FISIKA
1
Bau
-
Alami
berbau
berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
berbau
berbau
berbau
berbau
2 3 4 5 6 7
TSS Kecerahan Suhu Benda Terapung Lapisan Minyak Kekeruhan
mg/l meter C NTU
<80 >3 Alami Nihil Nihil 5
81 0.2 24.8 positif positif 27
39 0.5 26.8 positif positif 25
17 1.0 28.9 positif positif 10
18 0.5 28.8 positif positif 13
24 0,2 33,3 positif negatif -
35 0,2 31,0 positif negarif 13
30 0.5 29.9 positif positif -
B. 1 2 3 4 5 6 7
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Minyak&Lemak Salinitas Surfaktan(MBAS) Sulfida(H2S) Phenol
mg/l mg/l mg/l % mg/l mg/l mg/l
6-9 <1 <5 +10%Alami <1,0 <0,03 <0,002
7.94 19.80 3.3 0.49 0.63 <0,002 <0,001
7.46 18.84 4.6 0.43 0.65 <0,002 <0,001
7.34 4.47 0.6 1.0 0.24 < 0,002 < 0,001
7.36 4.74 0.8 1.5 0.29 < 0.002 < 0.001
8,29 0,54 0,5 13,0 0,20 < 0,002 < 0,001
7,88 0,36 0,3 11,9 0,18 < 0.002 < 0.001
C.
LOGAM TERLARUT
8
Raksa(Hg)
mg/l
<0,003
<0,0005
<0,0005
< 0,0005
-
< 0,0005
9
Cadmium(Cd)
mg/l
<0,01
<0,0005
<0,0005
< 0,0005
-
10
Seng(Zn)
mg/l
<0,1
0.0337
0.0357
0,0391
-
PL.2007 (akhir) P S
17 0.5 28.1 positif positif -
Tdk berbau 21 0.5 34.81 positif positif -
Tdk berbau 20 0.3 31.91 positif positif -
Tdk berbau 31 0.3 28.5 positif negatif -
8.05 0.53 1.5 5.6 0.88 < 0,002 < 0,001
7.4 0.49 1 8.3 0.75 < 0.002 < 0.001
8.08 1.09 <0,2 2.9 0.02 < 0.002 < 0.001
8.1 1.27 <0,2 1.1 0.04 < 0.002 < 0.001
7.07 0.41 2.5 5 0.17 < 0.002 < 0.001
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
0,0276
-
0,0276
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0123
11
Tembaga(Cu)
mg/l
<0,06
<0,0005
<0,0005
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
12
Timbal(Pb)
mg/l
<0,01
34.2
28.4
< 0,005
-
< 0,005
-
< 0,005
-
< 0,0005 < 0,005
D 1
MIKROBIOLOGI Coliform
MPN/100ml
<1000
-
-
0
-
8
-
8
-
0
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0268
-
< 0,0005 < 0,005
-
0
-
PL.2008 (awal) P S
PL.2008 (akhir) P S
berbau
berbau
berbau
Berbau
Berbau
51 0.2 28.4 positif positif -
27 0.3 29.9 positif positif -
35 0.3 29.8 positif negatif -
40 0.3 31 Positif Negatif -
58 0.3 31 Positif Negatif -
6.93 0.96 3.7 3 0.2 < 0.002 < 0.001
7.91 0.38 1.2 6,90 0.18 0.078 < 0.001
8.42 1.02 2.4 1,60 0.22 0.036 < 0.001
7.5 14 1.6 5.8 0.13 0.002 < 0.001
7.4 14.5 2 5.7 0.14 0.002 < 0.001
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005
-
< 0.0005 < 0.0005 < 0.0005
-
-
< 0.005
-
< 0.005
-
-
0,0660
-
0.0037
-
-
1,100
-
1.100
-
221
Lampiran 11. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 8 (Perairan Pintu Break Water Barat)
BAKU No
PARAMETE R
SATUAN
Titik 8 ( Perairan Pintu Break Water Barat )
MUTU
PL.2004
(*)
S
A.
KIMIA
1
Bau
-
Alami
Alami
alami
2 3
TSS Suhu Benda Terapung Lapisan Minyak Kecerahan Kekeruhan
mg/l C
<80 Alami
10 24.9
-
Nihil
-
4 5 6 7 B. 1 2 3 4 5 6 7 C 8 9 10 11 12 D 1
222
PL.2005 (awal)
P
P
PL.2005 (akhir)
S
P
PL.2006
S
P
PL.2007 (awal)
PL.2007 (akhir)
PL.2008 (awal)
PL.2008 (akhir)
S
P
S
P
S
P
S
P
S
Tdk berbau 14 29.81
Tdk berbau 12 30.71
berbau 5 29.6
Tdk berbau 3 29.7
Tdk berbau 3 30,0
Tdk berbau 3 31.2
Tdk berbau 5 29
Tdk berbau 9 29
positif
negatif
positif
negatif
positif
negatif
Positif
Positif
10 25.0
Tdk berbau 10 26.7
Tdk berbau 12 28.9
Tdk berbau 3 32,0
Tdk berbau 3 30,8
Tdk berbau 4 29.7
Tdk berbau 6 29.2
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
positif
positif
Nihil
negatif
negatif
positif
negatif
negatif
negatif
positif
positif
meter NTU
>3 5
2.0 2
2.0 2
1.0 3
1.5 3
2,0 -
2,1 -
1.5 -
1.5 -
negatif 1.5 -
negatif 1 -
positif 2 -
negatif 2 -
negatif 2,0 -
negatif 2,0 -
Negatif 2 -
Negatif 2 -
mg/l
6-9
8.27
8.10
7.75
7.83
8,59
8,26
8.26
8.24
8.07
8.14
8.04
8.4
8.31
8,50
7.8
7.8
mg/l
<1
0.57
0.15
1.42
1.14
<0,01
<0,01
<0,01
<0,01
mg/l
<0,002
<0,001
<0,001
< 0.001
< 0,001
0.001
0,001
0.001
0,001
0.01 < 0,001
0.01 < 0,001
< 0,01 < 0,001
< 0,01 < 0,001
0,20 < 0.001
0,30 < 0.001
0.01 < 0.001
0.01 < 0.001
mg/l
<5
<0,2
<0.2
< 0.2
< 0,2
< 0.2
< 0,2
< 0.2
< 0,2
% mg/l mg/l
+10%Alami <0,03 <0,002
3.25 <0,002 <0,001
3.22 <0,002 <0,001
21.2 < 0.002 0.23
19.8 < 0.002 0.29
33,3 < 0.002 0,9
< 0.002 0,10
31 < 0.002 0,06
31.2 < 0.002 0,06
< 0.2 32.6 < 0.002 0,02
< 0,2 31.8 < 0.002 0,03
< 0.2 30.2 < 0.002 < 0,01
< 0,2 30.8 < 0.002 < 0,01
< 0.2 27.4 < 0.002 0.11
< 0.2 27,0 < 0.002 0,10
< 0.2 28.5 < 0.002 0.01
< 0.2 28.3 < 0.002 0.01
LOGAM TERLARUT Raksa(Hg) Cadmium(Cd) Seng(Zn) Tembaga(Cu) Timbal(Pb)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
<0,003 <0,01 <0,1 <0,06 <0,01
<0,0005 <0,0005 0.0314 <0,0005 <0,005
<0,0005 <0,0005 0.0373 <0,0005 <0,005
< 0,0005 < 0,0005 0,0387 < 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 0,0255 < 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 0,0255 < 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0118 < 0,0005 < 0,005
-
-
-
< 0.0005 < 0.0005 0.0267 < 0.0005 < 0.005
-
-
< 0.0005 < 0.0005 <0.0301 < 0.0005 < 0.005
-
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0172 < 0,0005 < 0,005
MIKROBIO LOGI Coliform
MPN/100ml
<1000
0
0
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
460
-
0
-
KIMIA pH Amonia(NH3N) Phenol Minyak&Lema k Salinitas Sulfida(H2S) Phenol
-
Lampiran 12. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 9 (Perairan Sekitar PT Rukindo)
No
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU (*)
PL.2004 P
S
PL.2005 (awal) P S
PL.2005 (akhir) P S
Titik 9 ( Perairan Sekitar P.T. Rukindo ) PL.2006 PL.2005 (awal) P S P S
PL.2005 (akhir) P S
PL.2005 (awal) P S
PL.2005 (akhir) P S
A. FISIKA
4 positif negatif 33,4 1,2 -
Tdk berbau <2 positif negatif 30,8 1.5 -
Tdk berbau 6 positif positif 31.1 1.5 -
Tdk berbau 7 positif positif 29 1.5 -
8.45 0.78 < 0,2 < 0,002 0.23 26.8 < 0.001
8,29 <0,001 < 0.2 < 0.002 0,10 32,9 < 0,001
7,53 <0,001 < 0,2 < 0,002 0,12 34,1 < 0.001
8.12 <0,01 < 0.2 < 0.002 0,06 31 < 0,001
< 0,0005 < 0,0005 0,0386 < 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 0,0256 < 0,0005 < 0,005
-
0
-
0
-
1
Bau
-
Alami
Alami
Alami
Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau
2 3 4 5 6 7
TSS Benda Terapung Lapisan Minyak Suhu Kecerahan Kekeruhan
mg/l C meter NTU
<80 Nihil Nihil Alami >3 5
10 positif positif 25.9 0.5 4
12 positif positif 26.6 1.5 5
7 positif positif 30.2 1.0 1.0
7 positif positif 30.6 1.5 4
B. 1 2 3 4 5 6 7
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Minyak&Lemak Sulfida(H2S) Surfaktan(MBAS) Salinitas Phenol
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l % mg/l
6-9 <1 <5 <0,03 <1,0 +10%Alami <0,002
8.06 0.85 <0.2 <0,002 0.58 3.28 <0,001
7.85 0.74 <0.2 <0,002 0.60 3.24 <0,001
7.84 1.09 < 0.2 < 0.002 0.21 26.1 < 0,001
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
<0,003 <0,01 <0,1 <0,06 <0,01
<0,005 <0,0005 0.0294 <0,0005 <0.005
<0,0005 <0,0005 0.0353 <0,0005 <0.005
MPN/100 ml
<1000
-
0
LOGAM TERLARUT 8 Raksa(Hg) 9 Cadmium(Cd) 10 Seng(Zn) 11 Tembaga(Cu) 12 Timbal(Pb)
14 positif positif 31.51 0.5 -
Tdk berbau 20 positif positif 35.41 0.7 -
Tdk berbau 4 positif positif 28.7 0.5 -
7.99 <0,01 < 0,2 < 0,002 0.05 31.8 < 0.001
8.14 0.01 < 0,2 < 0.002 0.04 32.9 < 0.001
8.20 0.05 < 0,2 < 0.002 0.05 31.7 < 0.001
< 0,0005 < 0,0005 0,0256 < 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0117 < 0,0005 < 0,005
0
-
0
Tdk berbau
3 positif positif 30.3 1 -
Tdk berbau 9 Positif Negatif 31.2 1.5 -
Tdk berbau 6 Negatif Negatif 30.3 1.5 -
7.37 0.01 < 0,2 < 0.002 < 0,01 31 < 0.001
8.48 0.05 < 0,2 < 0.002 < 0,01 31 < 0.001
8.15 0.11 < 0.2 < 0.002 0.09 28.3 < 0.001
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0169 < 0,0005 < 0,005
-
-
0
-
berbau
Tdk berbau Tdk berbau 7 Positif Positif 32 1.5 -
12 Positif Negatif 33 1 -
8.33 0.12 < 0.2 < 0.002 0.09 28.2 < 0.001
7.8 0.01 < 0.2 < 0.002 0.09 28.3 < 0.001
7.8 0.01 < 0.2 < 0.002 0.09 28 < 0.001
< 0,0005 < 0,0005 0.0242 < 0.0005 < 0.005
-
< 0,0005 < 0,0005 0.0352 < 0.0005 < 0.005
-
0
-
0
-
C
D
MIKROBIO LOGI
1
Coliform
223
Lampiran 13. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 10 (Perairan Muara Kali Lagoa)
224
No
PARAMETER
BAKU MUTU (*)
P
S
mg/l C meter NTU
Alami <80 Alami Nihil >3 Nihil 5
alami 10 25.5 positip 1.5 positip 4
alami 13 24.3 positip 1.0 positip 6
Tdk berbau 11 27.5 negatif 0.5 negatif 6.0
Tdk berbau 12 29.0 negatif 0.5 negatif 7
Tdk berbau 5 32,1 negatif 1,8 negatif -
berbau 6 30,8 negatif 1,0 negatif -
Tdk berbau 5 31.2 positip 1.5 positip -
Tdk berbau 5 31.0 positip 1.5 positip -
Tdk berbau 13 30.71 positip 1.0 positip -
Tdk berbau 10 31.51 positip 1.0 positip -
Tdk berbau 4 30 negatif 1.0 positip -
Tdk berbau 5 29.7 positip 0.9 positip -
Tdk berbau 5 30.6 Negatif 1,0 positip -
Berbau 10 29.3 positip 0.5 positip -
Tdk berbau 9 29 Negatif 1 Positif -
Tdk berbau 9 30 Negatif 1 Positif -
mg/l mg/l mg/l mg/l
6-9 <1 <0,002 <5
7.95 1.88 <0,001 <0.2
7.7 4.04 <0,001 <0.2
7.52 1.94 < 0.001 < 0.2
7.71 1.76 < 0.001 < 0,2
8,37 0,21 < 0.001 0,4
8,18 0,32 < 0.001 0,2
7.41 0.18 < 0.001 <0.2
7.41 0.13 < 0.001 <0.2
8.08 0.13 < 0.001 <0.2
8.17 0.22 < 0.001 <0.2
7.88 24 < 0.001 <0.2
7.54 26.8 < 0.001 <0.2
8.16 0.26 0.001 <0.2
8,50 0.28 0.001 <0.2
7.8 0.01 0.001 <0.2
7.8 0.02 0.001 <0.2
mg/l mg/l %
<1,0 <0,03 +10%Alami
0.57 <0,002 2.94
0.58 <0,002 2.54
0.24 < 0.002 18.8
0.28 < 0.002 14.1
0,17 < 0.002 32,3
0,15 < 0.002 25,8
0.11 < 0.002 27
0.1 < 0.002 25,1
0.03 < 0.002 30.7
0.08 < 0.002 30.8
0.07 < 0.002 24
0.05 0.13 < 0.002 < 0.002 26.8 21,0
0.16 < 0.002 19.2
0.13 < 0.002 28.3
0.16 < 0.002 28
-
-
0.0223
-
-
< 0.0005
-
-
< 0.0005
-
-
0.0261 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005
-
< 0.0005 < 0.005
-
-
28
-
0
-
SATUAN
PL.2004
PL.2005 (awal) P S
PL.2005 (akhir) P S
Titik 10 ( Perairan Muara Kali Lagoa ) PL.2006 PL.2007 (awal) P S P S
PL.2007 (akhir) P S
A.
FISIKA
1 2 3 4 5 6 7
Bau TSS Suhu Lapisan Minyak Kecerahan Benda Terapung Kekeruhan
B. 1 2 3 4 5 6 7
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Phenol Minyak&Lemak Surfaktan(MBAS ) Sulfida(H2S) Salinitas
C. 8
LOGAM TERLARUT Seng(Zn)
mg/l
<0,1
0.0296
0.0335
0.0393
-
0,0274
-
0,0292
-
0.0117
-
9
Cadmium(Cd)
mg/l
<0,01
<0,0005
<0,0005
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
10
Raksa(Hg)
mg/l
<0,003
<0,0005
<0,0005
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
< 0,0005
-
11 12
Tembaga(Cu) Timbal(Pb)
mg/l mg/l
<0,06 <0,01
<0,0005 <0,005
<0,0005 <0,005
< 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,005
-
0.0175 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
D
MIKROBIOLO GI
1
Coliform
MPN/100 ml
<1000
-
0
0
-
0
-
12
-
0
-
0
-
PL.2008 (awal) P S
PL.2008 (akhir) P S
Lampiran 14. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 11 (Luar Dam) BAKU No
PARAMETER
SATUAN
Titik 11 ( Luar Dam )
MUTU
PL.2004 P
PL.2005 (awal)
-
Tdk berbau 4 positif positif 2.5 positif -
-
Tdk berbau 11 29.91 Negatif 2.0 Positif
-
berbau 3 29.9 Negatif 2.0 Positif
-
Tdk berbau 4 30.6 Negatif 2.0 Negatif
-
Tdk berbau 12 29 Negatif 1.5 Positif
-
8.16 0.14 <0,001 <0.2 0.54 <0,002 3.18
8.30 0.43 < 0.001 < 0.2 0.23 < 0.002 17.7
8,62 <0,01 < 0.001 <0,2 0,09 < 0.002 33,1
-
8.24 <0,01 < 0.001 <0,2 0,04 < 0.002 32.1
-
8.23 0.01 < 0.001 <0,2 0.03 < 0.002 31.1
-
8.18 0.01 < 0.001 <0,2 < 0,01 < 0.002 30.7
-
8.22 0.25 0.001 < 0.2 0.08 < 0.002 28.2
-
7.8 0.01 0.001 0.01 0.08 0.002 29.1
-
<0,1 <0,01 <0,003 <0,06 <0,01
0.0392 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,005
0.0382 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
0,0254 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
0,0282 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
0.0115 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
0.0167 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
0.0242 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005
-
0.0266 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005
-
<1000
0
0
- 0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
0
-
alami 11 24.7 negatif 2,00 positif 3
B. 1 2 3 4 5 6 7
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Phenol Minyak&Lemak Surfaktan(MBAS) Sulfida(H2S) Salinitas
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l %
6-9 <1 <0,002 <5 <1,0 <0,03 +10%Alami
C. 8 9 10 11 12
LOGAM TERLARUT Seng(Zn) Cadmium(Cd) Raksa(Hg) Tembaga(Cu) Timbal(Pb)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
D
MIKROBIOLOGI
1
Coliform
MPN/100 ml
S
P
S
P
PL.2008 (akhir)
Tdk berbau 7 33 negatif 2,0 negatif -
Alami <80 Alami Nihil >3 Nihil 5
P
PL.2008 (awal)
Tdk berbau 9 27 negatif 1.5 negatif 2.0
mg/l C meter NTU
S
PL.2007 (akhir) P S
PL.2007 (awal)
S
FISIKA Bau TSS Suhu Lapisan Minyak Kecerahan Benda Terapung Kekeruhan
P
PL.2006
P
(*) A. 1 2 3 4 5 6 7
S
PL.2005 (akhir)
S
P
S
225
Lampiran 15. Evaluasi Kualitas Air Laut pada Titik 12 (Perairan Dumping Site) BAKU No
PARAMETER
SATUAN
MUTU
226
(*)
PL.2004 P
PL.2005 (awal)
S
P
Titik 12 (Perairan Dumping Site ) PL.2007 PL.2007 PL.2006 (awal) (akhir) P S P S P S
PL.2005 (akhir) S
P
S
A.
FISIKA
1
Bau
-
Alami
alami
Tdk berbau
Tdk berbau
-
Tdk berbau -
2 3 4 5 6 7
TSS Suhu Lapisan Minyak Kecerahan Benda Terapung Kekeruhan
mg/l C meter NTU
<80 Alami Nihil >3 Nihil 5
1 30.1 negatip 3 positip 4
10 26.9 negatif 1.5 negatif 5.0
2 31,8 negatif 4,0 negatif -
-
4 29.7 negatif 2 negatif -
-
B. 1 2 3 4 5 6 7
KIMIA pH Amonia(NH3-N) Phenol Minyak&Lemak Surfaktan(MBAS) Sulfida(H2S) Salinitas
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l %
6-9 <1 <0,002 <5 <1,0 <0,03 +10%Alami
8.01 1.16 <0,001 0.4 0.69 <0,002 3.16
8.20 0.51 < 0.001 < 0.02 0.24 < 0.002
8,49 <0,01 < 0.001 < 0.02 0,09 < 0.002 33,0
-
8,49 <0,01 < 0.001 < 0.02 0,059 < 0.002 31.6
-
C. 8 9 10 11 12
LOGAM TERLARUT Seng(Zn) Cadmium(Cd) Raksa(Hg) Tembaga(Cu) Timbal(Pb)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
<0,1 <0,01 <0,003 <0,06 <0,01
0.0381 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,005
0.0385 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
< 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
0.0283 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
D 1
MIKROBIOLOGI Coliform
MPN/100ml <1000
0
0
-
0
-
0
-
Tdk berbau 14 31.61 negatif 2.0 negatif -
-
Tdk berbau 3 30.3 negatif 2.0 positif -
8.28 0.03 < 0.001 < 0.02 0.04 < 0.002 32.1
-
0.0117 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
-
-
-
PL.2008 (awal) P S
-
Tdk berbau 7 30.4 Negatif 2.0 Negatif -
8.19 < 0,01 < 0.001 < 0,2 < 0,01 < 0.002 31.5
-
0.0164 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005 < 0,005
PL.2008 (akhir) P S
-
Tdk berbau 6 29 Negatif 1.5 Negatif -
8.49 0.26 0.001 0.2 0.11 0.002 27.8
-
7.9 0.02 0.001 0.02 0.001 0.002 28.8
-
-
0.0251 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005
-
0.0295 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.005
-
-
0
-
0
-
-
-
-
227
Lampiran 16. Evaluasi Kualitas Udara di Area Pos IX Titik 1. Area Pos IX
No.
Parameter
Satuan
Baku Mutu*)
2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
365*)
19.69
12,32
12.22
23.81
18.18
27.33
27.62
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
10.000*)
3.200
2.971
2.857
2.749
2.635
2.864
2.749
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
25.92
38.92
21.32
21.35
15.25
33.44
28.16
3
4
Oksidan (O3)
µg/Nm
235*)
68.63
89.64
88.61
45.83
18.96
42.19
31.16
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
261.0
190
183
171
118
144
125
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
386
253
241
310
240
276
131
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.20
0.12
0.09
0.20
0.19
0.12
0.16
8
Amonia (NH3)
ppm
1.360**)
58.72
18.37
0.02802
0.14040
0.25021
0.14306
0.03483
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
<0.00072
<0.00072
<0.00072
<0.00072
<0.00072
10
Kebisingan
db(A)
80*)
71.0
-
71.4
60.1
61.5
64.2
62.4
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 1. Area Pos IX
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 2004
2005
2006
2007 aw
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3 Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3 Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3 Timbal (Pb) - µg/Nm3 Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3 Oksidan (O3) - µg/Nm3 Debu (TSP) - µg/Nm3 Amonia (NH3) - ppm Kebisingan - db(A)
228
Lampiran 17. Evaluasi Kualitas Udara di Area TBB Titik 2. Area TBB
No.
Parameter
Satuan
Baku Mutu*)
2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
365*)
6.25
9.66
9.91
12.23
34.79
29.33
20.12
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3 10.000*)
914
2.286
2.971
2.635
4.363
2.979
2.635
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
8.51
15.97
17.92
18.82
39.86
34.82
21.06
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
40.85
19.34
84.49
40.60
33.96
41.18
24.37
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
13.1
176
190
164
138
151
131
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
522
288
467
332
570
1864
350
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
1.10
0.19
0.55
0.22
0.36
0.25
0.24
8
Amonia (NH3)
ppm
1.360**)
57.44
12.70
0.02802
0.02055
0.21470
0.02703
0.03596
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
<0.0007 2
<0.00072
<0.00072
<0.00072
<0.00072
10
Kebisingan
db(A)
80*)
60.8
-
66.4
332
570
67.5
70.9
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 2. Area TBB 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3
Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3
Oksidan (O3) - µg/Nm3
Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3
Debu (TSP) - µg/Nm3
Timbal (Pb) - µg/Nm3
Amonia (NH3) - ppm
Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Kebisingan - db(A)
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2008 akh
229
Lampiran 18. Evaluasi Kualitas Udara di Area Kantor Pelindo TITIK 3. AREA KANTOR PELINDO
No.
Parameter
Satuan
Baku Mutu*)
2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
365*)
21.63
14.92
12.16
14.63
36.33
39.43
21.44
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3 10.000*)
2.971
2.629
2.743
2.692
4.586
2,749
3.208
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
27.90
31.41
26.17
26.82
51.04
41.50
22.24
3
4
Oksidan (O3)
µg/Nm
235*)
70.26
83.46
92.73
53.42
36.98
39.97
29.97
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
176
183
190
168
144
151
144
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
610
204
335
447
370
1220
359
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.14
0.08
0.08
0.22
0.29
0.23
0.18
8
Amonia (NH3)
ppm
1.360**)
48.13
18.68
0.01888
0.05508
0.13831
0.04131
0.2497
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
<0.0007 2
<0.00072
<0.00072
<0.00072
<0.00072
10
Kebisingan
db(A)
80*)
74.50
-
68
63.3
73.3
73.4
77.7
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 3. Area Kantor Pelindo 5000 4000 3000 2000 1000 0 2004
2005
2006
2007 aw
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3 Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3 Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3 Timbal (Pb) - µg/Nm3 Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3 Oksidan (O3) - µg/Nm3 Debu (TSP) - µg/Nm3 Amonia (NH3) - ppm Kebisingan - db(A)
230
Lampiran 19.Evaluasi Kualitas Udara di Area Indocement TITIK 4. AREA INDOCEMENT
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU*)
2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
365*)
17.11
9.35
10.61
27.96
25.92
20.72
23.06
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
2
2.514
2.557
2.979
2.635
2.979
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
23.64 19.67
16.64
27.5
20.47
19.83
23.72
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
65.36 81.40
84.49
57.83
33.96
38.22
30.63
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
183
172
131
144
131
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
1.803 2.127
4.414
4.104
2.531
876
869
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.17
0,23
0.4
0.25
0.29
0.27
8
Amonia (NH3)
ppm
0.02586
0.03642
0.06985
0.06225
0.04038
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
10
Kebisingan
db(A)
80*)
75.2
-
10.000*) 3.086
183
176 0.23
1.360**) 70.26 19.18
<0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072 68.6
66.1
67.8
87.8
75.0
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 4. Area Indocement 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007 aw
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3 Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3 Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3 Timbal (Pb) - µg/Nm3 Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3 Oksidan (O3) - µg/Nm3 Debu (TSP) - µg/Nm3 Amonia (NH3) - ppm Kebisingan - db(A)
231
Lampiran 20. Evaluasi Kualitas udara di Area GD.201
NO.
PARAMETER
SATUAN
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
3
Nitrogen Diokosida (NO2) µg/Nm3
TITIK 5. AREA GD.201
BAKU MUTU*) 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
13.95
9.50
7.71
10.96
17.86
30.62
18.08
10.000*) 2.629 1.600
2.286
2.81
2.41
2.64
2.520
150*)
18.04 26.55
19.2
15.83
22.05
36.81
20.02
55.56 83.46
80.37
29.67
29.49
38.03
25.92
365*)
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
196
176
170
178
98
144
98
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
367
1.156
227
229
354
471
161
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.05
0.16
8
Amonia (NH3)
ppm
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
10
Kebisingan
db(A)
80*)
60.80
-
1.360**) 62.56 10.88
0.05
0.06
0.16
0.17
0.1
0.0346
0.04234
0.09744
0.11500
0.03059
<0.00072 <0.00072
<0.00072
<0.00072 <0.00072 74.7
71.7
66.3
72.7
75.1
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 5. Area GD201
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
S ulf ur D io k s ida ( S O 2 ) - µg/ N m 3 N it ro ge n D io k o s ida ( N O 2 ) - µg/ N m 3 H idro k a rbo n ( H C ) - µg/ N m 3 T im ba l ( P b) - µg/ N m 3 H idro ge n S ulf ida ( H 2 S ) - ppm
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Ka rbo n M o no k s ida ( C O ) - µg/ N m 3 O k s ida n ( O 3 ) - µg/ N m 3 D e bu ( T S P ) - µg/ N m 3 A m o nia ( N H 3 ) - ppm Ke bis inga n - db( A )
232
Lampiran 21. Evaluasi Kualitas udara di Area Dermaga Nusantara II TITIK 6. AREA INDONESIA POWER
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU*)
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
365*)
9.28
15.88
24.96
32.85
29.10
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
10.000*)
2.514
2.784
4.468
2.864
3,895
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
17.16
27.42
34.86
26.00
27.70
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
85.60
79.17
30.03
39.08
30.58
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
176
176
151
144
138
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
601
867
1.073
1209
568
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.09
0.17
0.27
0.23
0.25
8
Amonia (NH3)
ppm
1.360**)
0.0378
0.03007
0.06091
0.24198
0.03095
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<0.00072
<0.00072
<0.00072
<0.00072
<0.00072
10
Kebisingan
db(A)
80*)
68.5
70.2
65.9
61.5
70.2
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 6. Area Indonesia Power 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3
Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3
Oksidan (O3) - µg/Nm3
Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3
Debu (TSP) - µg/Nm3
Timbal (Pb) - µg/Nm3
Amonia (NH3) - ppm
Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Kebisingan - db(A)
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
233
Lampiran 22.Evaluasi Kualitas udara di Area Dermaga. Nusantara I
NO.
PARAMETER
SATUAN
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
4
Oksidan (O3)
5
BAKU MUTU*) 2004
TITIK 7. AREA DERM. NUSANTARA I 2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
13.04 14.83
11.91
24.13
26.24
27.36
20.21
10.000*) 2.971 2.286
2.743
3.322
3.437
3.437
3.437
150*)
2.971 2.286
2.743
39.33
35.94
34.87
22.96
µg/Nm3
235*)
52.29 83.46
88.61
79.67
25.96
40.13
27.03
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
183
163
190
197
131
144
131
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
793
854
260
2.047
359
2058
265
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.31
0.28
0.1
0.22
0.19
0.25
0.21
8
Amonia (NH3)
ppm
0.04872
0.01621
0.10827
0.03378
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
<0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072
<0.00072
10
Kebisingan
db(A)
80*)
72.9
-
365*)
1.360**) 68.33 14.83 0.04306 64.5
77.5
71.9
67.7
73.2
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 7. Area Derm. Nusantara I
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3
Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3
Oksidan (O3) - µg/Nm3
Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3
Debu (TSP) - µg/Nm3
Timbal (Pb) - µg/Nm3
Amonia (NH3) - ppm
Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Kebisingan - db(A)
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
234
Lampiran 23. Evaluasi Kualitas udara di Area Dermaga Nusantara II
TITIK 8. AREA DERM. NUSANTARA II
BAKU MUTU*) 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
365*)
16.36
9.34
13.67
18.13
14.17
16.22
39.07
µg/Nm3
10.000*)
1600
2.514
2.514
2.635
3.347
3,093
3,551
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
21.57 25.66
24.81
22.48
16.04
15.05
36.28
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
65.36 85.51
92.73
67.17
22.08
39.10
40.96
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
144
176
183
164
138
138
138
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
270
468
270
294
208
253
242
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.12
0.19
0.09
0.19
0.12
0.23
0.19
8
Amonia (NH3)
ppm
1.360**) 66.41
9.87
0.01503
0.01381
0.07456
0.14093
0.2539
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
10
Kebisingan
db(A)
80*)
63.2
-
NO.
PARAMETER
SATUAN
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
2
Karbon Monoksida (CO)
3
<0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072 59.6
69.9
65.2
66.5
59.0
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 8. Areal Derm Nusantara II 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3
Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3
Oksidan (O3) - µg/Nm3
Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3
Debu (TSP) - µg/Nm3
Timbal (Pb) - µg/Nm3
Amonia (NH3) - ppm
Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Kebisingan - db(A)
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
235
Lampiran 24. Evaluasi Kualitas Udara di Area Walie Jaya
TITIK 9. AREA WALIE JAYA
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU*)
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
365*)
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
10.000*)
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
170
157
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
830
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.05
8
Amonia (NH3)
ppm
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
10
Kebisingan
db(A)
80*)
62.4
-
2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
22.40 18.59
19.62
29.19
23.19
40.26
23.51
3
3.265
4.353
3780
4124
30.47 17.76
25.22
49.4
23.9
34.05
22.61
75.16 77.28
96.85
77.00
30.10
40.96
29.65
176
184
144
151
144
681
813
2.284
1.539
4568
794
0.16
0.40
0.4
0.53
0.62
0.26
0.03076
0.03393
0.27153
0.02762
<0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072
<0.00072
2,857
2
1.360**) 129.23 17,36 0.03076 65.0
74.0
73.3
74.0
76.8
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 9. Area Walie Jaya 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3
Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3
Oksidan (O3) - µg/Nm3
Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3
Debu (TSP) - µg/Nm3
Timbal (Pb) - µg/Nm3
Amonia (NH3) - ppm
Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Kebisingan - db(A)
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
236
Lampiran 25. Evalauasi Kualitas Udara di Area TPK Koja
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU*)
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
2
Karbon Monoksida (CO)
3
TITIK 10. AREA TPK. KOJA 2004
2005
2006
2007 aw
2007 akh
2008 aw
2008 akh
365*)
13.95 12.32
12.67
15.21
33.26
26.63
25.02
µg/Nm3
10.000*)
2,629 2.971
2.629
3.15
2.437
3093
2749
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
150*)
18.04 38.92
17.92
18.5
24.9
37.93
28.57
4
Oksidan (O3)
µg/Nm3
235*)
55.56 89.64
92.4
46.92
32.05
38.22
29.2
5
Hidrokarbon (HC)
µg/Nm3
160*)
196
190
176
179
125
144
125
6
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
367
253
268
509
293
302
357
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.05
0.12
0.39
0.40
0.30
0.32
0.27
8
Amonia (NH3)
ppm
1.360**)
0.028
0.04774
0.11074
0.14136
0.02485
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
<0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072
<0.00072
10
Kebisingan
db(A)
80*)
60.80
-
62.56 18.37
70.9
75.4
68.7
70.4
71.9
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 10. Area TPK. Koja 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007 aw
S ulf ur D io k s ida ( S O 2 ) - µg/ N m 3 N it ro ge n D io k o s ida ( N O 2 ) - µg/ N m 3 H idro k a rbo n ( H C ) - µg/ N m 3 T im ba l ( P b) - µg/ N m 3 H idro ge n S ulf ida ( H 2 S ) - ppm
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2007 akh
2008 aw
2008 akh
Ka rbo n M o no k s ida ( C O ) - µg/ N m 3 O k s ida n ( O 3 ) - µg/ N m 3 D e bu ( T S P ) - µg/ N m 3 A m o nia ( N H 3 ) - ppm Ke bis inga n - db( A )
237
Lampiran 26. Evaluasi Kualitas Udara di Area Terminal Penumpang
NO.
PARAMETER
SATUAN
1
Sulfur Dioksida (SO2)
µg/Nm3
2
Karbon Monoksida (CO)
µg/Nm3
3
Nitrogen Diokosida (NO2)
µg/Nm3
4
Oksidan (O3)
5
Hidrokarbon (HC)
6
TITIK 11. AREA TERM.PENUMPANG BAKU MUTU*) 2004 2005 2006 2007 aw 2007 akh 2008 aw
2008 akh
19.54 9.34
14.30
25.31
14.70
17.1
10.000*) 2,857 2.171
2286
2.291
2.864
2520
2749
150*)
25.42 19.29
23.37
21.02
23.03
18.18
28.04
µg/Nm3
235*)
66.99 81.40
83.80
61.78
27.07
27.14
32.15
µg/Nm3
160*)
170
163
163
161
118
112
131
Debu (TSP)
µg/Nm3
230*)
240
186
221
235
218
225
1.179
7
Timbal (Pb)
µg/Nm3
2*)
0.07
0.08
0.14
0.25
8
Amonia (NH3)
ppm
9
Hidrogen Sulfida (H2S)
ppm
42**)
<1
<1
10
Kebisingan
db(A)
55*)
62.9
-
365*)
1.360**) 71.54 11.49 0.01888
0.11
0.13
0,10
0.05674
0.02871
0.08889
<0.00072 <0.00072 <0.00072 <0.00072 64.9
63.4
64.9
63.6
30.98
0 0.03478 63.6
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
Titik 11. Area Term. Penumpang
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
Sulfur Dioksida (SO2) - µg/Nm3 Nitrogen Diokosida (NO2) - µg/Nm3 Hidrokarbon (HC) - µg/Nm3 Timbal (Pb) - µg/Nm3 Hidrogen Sulfida (H2S) - ppm
Sumber : PT. Pelindo Indonesia II (Persero), 2008.
2007 aw
2007 akh
2008 aw
Karbon Monoksida (CO) - µg/Nm3 Oksidan (O3) - µg/Nm3 Debu (TSP) - µg/Nm3 Amonia (NH3) - ppm Kebisingan - db(A)
2008 akh
238
238
Lampiran 27. Indeks Standar Pencemar Udara dalam Grafik Untuk Setiap Parameter Pencemaran Udara
Sumber : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Tentang: Pedoman Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Nomor: kep-107/kabapedal/11/1997
239
Lampiran 28. Hasil Analisis Perhitungan Kebutuhan Ruang Container Yard Pelabuhan Tanjung Priok 2009 sesuai rumus H. Ligteringen
Rumus H. Ligteringen :
O=
Ci td F 365 mi
Di mana: O - Kebutuhan Ruang Container Yard di dalam Pelabuhan Tanjung Priok Ci - Jumlah kontainer E/I tahun 2009 = 3,8 juta TEUs td - Rata-rata waktu timbun = 6 hari F - Area kebutuhan per kontainer = 15 m2 - Rata-rata tinggi stacking = 0,6 mi - YOR = 70% Dengan menggunakan rumus yang dijabarkan tersebut di atas didapat luasan area ideal untuk lapangan penimbunan kontainer (container yard) pada tahun 2009 sesuai hasil perhitungan di bawah ini adalah:
O = 3.800.000 x 6 x 15 = 223 ha 0,6 x 365 x 0,70
240
Lampiran 29. Analisis Perhitungan Indeks Ecoport Pelabuhan Tanjung Priok
241 Lampiran 30. Tingkat Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Standar Ecoport dan Strategi pencapaiannya
No 1.
Komponen Hasil Analisis
Rumusan Standar Ecoport Hasil Analisis
Hasil Analisis
1. Kualitas Lingkunga n Fisik/ Ekologi Kualitas air perairan IP 0-1 1-5 5-10 1014
1. Kualitas udara daratan 0-50 50-100 100-199 200-299 300500
Dibawah BAM Kriteria Standar Ecoport Tercemar Dibawah BAM Tercemar Sedang – Tercemar Berat -
Pasang - Surut 5 Titik – 6 titik 5 Titik – 4 tiitk 2 Titik – 1 titik - 1 titik
Kriteria - Berbahaya Standar Ecoport 2007 akhir – 1 titik Baik - Dibawah BAM - 9 - titik Sedang 6 Titik – Tidak Sehat 5 Titik – 1 titik Sangat Tidak Sehat -
Tingkat Kesesuaian (Kategori)
Hasil yang diharapkan
- Tingkat kesesuaian kualitas air eksisting dengan standar Ecoport - 40% s/d 50% di bawah BAM (baik) - Kira-kira 50% tercemar (kategori rendah)
-Mengupayakan kualitas air sesuai dengan standar Ecoport - Rendahnya tingkat pencemaran lingkungan perairan
- Kualitas udara di kawasan pelabuhan masih banyak yang kurang baik - Tingkat kesesuaian kualitas udara naik membantu 10 titik penelitian
Kualitas udara di kawasan pelabuhan sesuai dengan Batas Ambang Mutu yang ada
3.1.Kondisi penghijauan hanya 50% dari standar ideal termasuk kategori kondisi penghijauan rendah. 3.2. Ketersediaan sarana/prasarana dan pola pengangkutan sampah 80%. - Kondisi kebersihan sedang
- Kondisi Penghijauan 20%, sesuai dengan standar ideal - Tersedianya sarana/prasara na kebersihan dan pola pengangkutan sampah serta proses 3R 100%. - Kondisi fisik bersih, teduh, nyaman, asri dan teratur.
3. Kondisi Penghijaua n dan Kebersihan
3.1. Penghijauan memenuhi standar 20%. 3.2. - Pola Pengangkutan sampah dan proses 3R 100%. - Kondisi fisik bersih, teduh, nyaman, asri dan teratur.
3.1. Kondisi Penghijauan Rendah dibawah 10%, tidak sampai 50% dari standar ideal (20%) 3.2. Ketersediaa n sarana/prasaran a kebersihan dan pola pengangkutan sampah di bawah 80% - Kondisi fisik gersang, panas dan tidak teduh.
4. Kondisi sedimentasi perairan
- Tingkat sedimentasi kategori rendah, volumenya 20 - 60 ton per tahun. - Frekuensi pengerukan kolam perairan setiap lima tahun dan alur
Pengerukan - Volumenya tiga kali dilakukan tiap tahun, dari standar volumenya > 180 ton - Frekuensinya juga dan frekuensi tiap tiga kali. tahun. - Kondisi sedimentasi tinggi.
- Tingkat sedimentasi yang rendah, dengan volumenya < 60 ton per tahun.
Strategi Pencapaian Standar Ecoport - Melakukan pengelolaan lingkungan perairan yang baik agar kulitas lingkungan perairan terjaga sehingga mengurangi tingkat pencemaran perairan Melakukan pengelolaan lingkungan dan menjaga kualitas udara di dalam dan di lingkungan pelabuhan. - Menambah penghijauan di sekitar kawasan pelabuhan. Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan serta menerapkan proses 3 R sebagai pengelolaan sampah - Membuat lingkungan pelabuhan yang bersih dan nyaman - Frekuensi pengerukan kolam perairan setiap lima tahun dan alur pelayaran setiap tiga
242
No
Komponen Hasil Analisis
Rumusan Standar Ecoport Hasil Analisis
Hasil Analisis
Tingkat Kesesuaian (Kategori)
Hasil yang diharapkan
pelayaran setiap tiga tahun. 2.
3.
Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Terhadap Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok a. Pelabuhan bagian daratan
b. Teknis perairan Pertumbuhan Arus Barang & Kapasitas Pelabuhan
1. Kondisi Eksisting dan Forecasti ng Pertumbu han Arus Barang / Kebutuha n Ruang CY
2. Kapasitas Pelabuha n
Pemanfaatan ruang fungsi/kegiatan di pelabuhan sesuai Masterplan Pelabuhan dan Rencana Tata Ruang Wilayah.
- Pemanfaatan ruang yang tidak dan kurang sesuai Rencana Tata Ruang dalam Masterplan 68%.
Kesesuaian pemanfaatan ruang rendah terhadap Masterplan 32%. Kondisi pemanfaatan ruang rendah.
Sesuai
- Baik dan sesuai.
Baik
Kebutuhan ruang pelabuhan khususnya CY untuk menampung angkutan barang serta sarana dan prasarana fisik/non fisik terpenuhi sehingga pelayanan angkutan barang dan penumpang berjalan lancar Perhitungan perencanaan kebutuhan ruang pelabuhan (CY) menggunakan rumus dari H. Ligteringen tentang Ports and Terminals bagian Planing and Design Container Terminal.
- Tahun 2009 (eksisting) = 3,8 juta TEUs dan 156 ha (CY = 223 ha) - Tahun 2020 = 9,5 juta TEUs (CY = 560 ha) - Tahun 2030 = 17,7 juta TEUs (CY = 1040 ha)
Tahun 2009 : - Kapasitas lahan eksisting = 156 ha. - Yard Occupantie Ratio = 100%..
Tahun 2009 : - Kapasitas lahan eksisting CY 70% dari standar. - Yard Occupantie Ratio 140% dari standar ideal.
Strategi Pencapaian Standar Ecoport tahun
Pemanfaatan ruang fungsi/kegiatan di pelabuhan mendekati sesuai dengan Masterplan Pelabuhan dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Pengembangan pelabuhan yang ada disesuaikan dengan master plan yang telah ada.
- Yard Occupantie Ratio sesuai dengan standar ideal.
Perlu adanya penyesuaian Yard Occupantie Ratio(YOR) yang ada dengan standar ecoport (<70%)
243 Lampiran 30. Tingkat Kesesuaian Pelabuhan Tanjung Priok terhadap Standar Ecoport dan Strategi pencapaiannya (lanjutan)
No 4.
Komponen Hasil Analisis
Rumusan Standar Ecoport Hasil Analisis
Hasil Analisis
Tingkat Kesesuaian (Kategori)
Hasil yang diharapkan
Strategi Pencapaian Standar Ecoport
Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat 1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
- Keterlibatan - Lapangan pekerjaan masyarakat kawasan (khususnya penyangga di dalam pekerjaan informal) kegiatan cukup luas. Tingkat kepelabuhanan pendapatan / (formal dan informal) penghasilan Tanjung Priok seluas penduduk rendah dan sedang, akan mungkin ( 20%). tetapi merata. - Keselamatan kerja di - Fasilitas sosial pelabuhan dan ekonomi kawasan peningkatan kinerja tersedia. pelayanan - Peningkatan program bina lingkungan dari Otoritas Pelabuhan dan Pelindo terhadap kawasan penyangga (sesuai ketentuan Kem. BUMN). - Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat penyangga.
- Dampak sosial ekonomi masyarakat dari kegiatan kepelabuhanan masih termasuk kategori rendah dan sedang. - Keselamatan kerja di pelabuhan cukup baik. - Bina lingkungan dari OP dan Pelindo termasuk kategori rendah dan sedang. - Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi besar.
Keterlibatan masyarakat kawasan penyangga di dalam kegiatan kepelabuhana n (formal dan informal) Tanjung Priok seluas 20%. - Keselamatan kerja di pelabuhan dan peningkatan kinerja pelayanan - Peningkatan program bina lingkungan dari Otoritas Pelabuhan dan Pelindo terhadap kawasan penyangga (sesuai ketentuan Kem. BUMN). - Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat penyangga.
- Melibatkan masyarakat kawasan penyangga dalam kegiatan kepelabuhana n baik pada sektor formal maupun informal hingga mencapai ± 20%. meningkatka n tingkat keselamatan kerja dan pelayanan -meningkatkan program bina lingkungan terhadap kawasan penyangga sesuai dengan ketentuan BUMN meningkatka n kondisi sosial ekonomi masyarakat penyangga
2. Persepsi masyarakat terhadap pengemba ngan pelabuhan
Sosialisasi program pengembangan pelabuhan Tanjung Priok terhadap stakeholder, Pemerintah Daerah setempat dan masyarakat sekitar dilakukan secara reguler, berkala dan
- Persepsi masyarakat terhadap keberadaan pelabuhan termasuk kategori baik dan sedang. - Tingkat kerawanan sosial tinggi.
- Masyarakat bersikap positif terhadap keberadaan pelabuhan. - Masyarakat kawasan penyangga heterogen
- memperbaiki hubungan dengan masyarakat penyangga -meningkatkan pendidikan masyarakat penyangga agar tidak
- Masyarakat bersikap positif terhadap keberadaan pelabuhan. - Masyarakat kawasan penyangga heterogen dan mudah diprovokasi (tingkat pendidikan rendah).
244
No
Komponen Hasil Analisis
Rumusan Standar Ecoport Hasil Analisis
Hasil Analisis
Tingkat Kesesuaian (Kategori)
intensif (Minimal satu kali 6 bulan). 5
Perundangundangan dan Kelembagaan
- Kelembagaan terkoordinasi secara baik termasuk dalam Masterplan pelabuhan, pengelolaan dan pengendalian lingkungan. - Kewenangan pengelolaan dan pengendalian lingkungan kawasan pelabuhan mencakup perairan teluk Jakarta sebagai salah satu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). - Kewenangan pengawasan pembangunan fisik oleh Pemda.
- Kelembagaan baru dengan terbentuknya Otoritas Pelabuhan sebagai regulator terpisah dengan operator baik, tetapi kewenangan Pemda kurang. - Dalam menyusun pengesahan Masterplan Pelabuhan Tanjung Priok belum menampung semua aspirasi. - Dalam pengelolaan/ pengendalian lingkungan oleh Pemda sudah baik, tetapi perlu kewenangan lebih besar dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). - Dalam pengawasan pembangunan fisik oleh Pemda belum optimal.
- Kesesuaian perundangundangan dan kelembagaan kepelabuhanan, memerlukan (Penyempurnaan setelah dilakukan uji coba 5 tahun kedepan), khususnya dalam keterlibatan Pemerintah Daerah. - Pengelolaan dan pengendalian lingkungan masih terbatas dalam kawasan pelabuhan.
Hasil yang diharapkan dan tidak mudah diprovokasi Kelembagaan terkoordinasi secara baik termasuk dalam Masterplan pelabuhan, pengelolaan dan pengendalian lingkungan. - Kewenangan pengelolaan dan pengendalian lingkungan kawasan pelabuhan mencakup perairan teluk Jakarta sebagai salah satu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). - Kewenangan pengawasan pembangunan fisik oleh Pemda
Strategi Pencapaian Standar Ecoport mudah terprovokasi meningkatkan koordinasi kelembagaan dalam hal pengelolaan dan pengendalian lingkungan dalam pelabuhan. -menjadikan pengelolaan dan pengendalian lingkungan kawasan pelabuhan mencakup perairan teluk Jakarta dibawah kewenangan KLHS - pemda melakukan pengawasan terhadap pembangunan fisik.
245 Lampiran 31.
Rencana Tata Ruang Nasional Pelabuhan sebagai Simpul Transportasi Nasional
246 Lampiran 31.
Rencana Tata Ruang Nasional Pelabuhan sebagai Simpul Transportasi Nasional (lanjutan)
Lampiran 32. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Penyangga Pelabuhan
247
248
Lampiran 33. Struktur Ruang Daratan RTRW Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 – 2030
249