ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3
SKRIPSI ANDIKA WIDHI JIWANDONO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Andika Widhi Jiwandono. D14070196. 2011. Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S. Pt, M. Sc. Agr. Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap subsektor peternakan adalah budidaya puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak puyuh berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh. Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga pokok produksinya (HPP). HPP ini digunakan agar peternak dapat menyesuaikan penambahan suplemen omega-3 pada biaya produksi dan dapat digunakan untuk menentukan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur puyuh, dan mengetahui tingkat pemberian suplemen omega-3 yang efisien. Materi yang digunakan adalah 300 ekor puyuh umur enam minggu, pakan puyuh dengan kandungan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 dari limbah ikan Lemuru (Sardinella longiceps) sebagai perlakuan dengan taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan. Kandang yang digunakan adalah jenis kandang battery sebanyak dua unit. Prosedur yang digunakan pada penelitian ini diawali dengan persiapan kandang, kemudian dilanjutkan ke pemeliharaan dengan pemberian perlakuan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan perhitungan HPP dengan menggunakan metode full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penentuan HPP dilakukan dengan memperhitungkan input-input produksi ke dalam analisis biaya yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan yang berbeda. Analisis biaya yang dilakukan menunjukkan bahwa pengadaan puyuh dan penggunaan pakan puyuh SP 22 merupakan biaya terbesar pada penelitian ini. Nilai HPP meningkat sesuai dengan penggunaan taraf perlakuan, namun pada taraf perlakuan 6% terlihat nilai HPP yang berbeda jauh dengan taraf-taraf sebelumnya. Harga jual pada pemberian suplemen omega-3 dengan taraf perlakuan 4,5% menunjukkan angka yang tidak berbeda dengan harga jual telur puyuh tanpa pemberian suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5% dapat dinyatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi walaupun terdapat tambahan biaya dalam penggunaan suplemen omega-3. Kata-kata Kunci: Telur Puyuh, Suplemen Omega-3, Harga Pokok Produksi
ABSTRACT Analyses of Basic Production Cost of Quail Egg (Coturnix-coturnix japonica) with Omega-3 Supplementation in the Ration Jiwandono, A. W., L. Cyrilla, and R. Afnan
Developing of quail farming to produce good quality of quail table eggs accelerates with the increasing of healthy life style. Supplementation of omega-3 obtains from tinning waste of Lemuru fish (Sardinella longiceps) was applied to produce high concentration of this essential fatty acid in eggs. The supplementation level was given at 0%, 1,5%, 3%, 4,5%, and 6% (w/w) in the ration. Full costing and variable costing methods to analyze the production cost of omega-3 eggs were applied. The full costing method revealed Rp 340,38; Rp 345,46; Rp 347,73; Rp 341,56; and Rp 398,05, meanwhile, the variable costing method obtained Rp 335,39; Rp 340,52; Rp 342,87; Rp 336,89; and Rp 392,71 for an egg with 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; and 6% omega-3 supplementation, accordingly. The selling price for one package that consist of 20 eggs based on this costing method resulted in, respectively, Rp 7.601,23; Rp 7.676,98; Rp 7.750,75; Rp 7.634,31; and Rp 8.870,23 for 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; and 6% omega-3 supplementation in the ration. The most efficient level of omega-3 supplementation in the ration was 4,5%. Keywords: quail’s egg, omega-3 supplementation, egg production cost, full costing method, variable costing method
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3
ANDIKA WIDHI JIWANDONO D14070196
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3
Nama
: Andika Widhi Jiwandono
NIM
: D14070196
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. NIP. 19630705 198803 2 001
Pembimbing Anggota,
Dr. Rudi Afnan, S. Pt., M. Sc. Agr. NIP. 19680625 200801 1 010
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 15 Juli 2011
Tanggal Lulus : 5 Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1989 di Salatiga, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lasmono Tri Sunaryanto dan Ibu Ira Yumastuti. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahum 1995 di SD FX. Marsudirini 78 Salatiga dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di SMP N 1 Salatiga. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Salatiga pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis mengikuti organisasi akademis yaitu Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) tahun 2010-2011 dan non akademis dalam Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) tahun 2010-2011 serta berbagai kepanitiaan pada kegiatan kemahasiswaan di IPB. Penulis juga pernah menjadi penerima dana hibah dalam kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap subsektor peternakan adalah budidaya burung puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak burung puyuh berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh. Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga pokok produksinya (HPP). Perhitungan HPP dilakukan dengan menggunakan metode full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur puyuh, dan mengetahui tingkat efisiensi dalam pemberian suplemen omega-3. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .........................................................................................
i
ABSTRACT .............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................
v
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI ...........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xi
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................. Tujuan ..........................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
3
Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh .................................................... Produktivitas Puyuh ..................................................................... Struktur Telur ............................................................................... Ransum Puyuh ............................................................................. Asam Lemak Omega-3 ................................................................ Biaya ............................................................................................ Harga Pokok Produksi .................................................................
3 4 5 6 6 8 8
MATERI DAN METODE .......................................................................
11
Lokasi dan Waktu ........................................................................ Materi ........................................................................................... Bahan ............................................................................... Alat ................................................................................... Perkandangan ................................................................... Prosedur ....................................................................................... Persiapan Kandang .......................................................... Pemeliharaan .................................................................... Analisis Data ................................................................................
11 11 11 11 11 11 11 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
15
Keadaan Umum dan Lokasi ......................................................... Manajemen Budidaya Puyuh ....................................................... Persiapan Kandang ..........................................................
15 16 17
Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum ................................................................. Pengambilan Telur dan Penimbangan ............................. Penyimpanan dan Pengemasan ........................................ Distribusi .......................................................................... Penggunaan Input Produksi ......................................................... Input Produksi Tetap ........................................................ Input Produksi Variabel ................................................... Harga Pokok Produksi ................................................................. Harga Jual ....................................................................................
17 18 19 19 20 20 20 24 28
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
30
Kesimpulan .................................................................................. Saran ............................................................................................
30 30
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
32
LAMPIRAN .............................................................................................
35
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas .............................................................................
4
2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas ....................
5
3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur ......
6
4. Kandungan Asam Lemak Omega-3 pada Minyak Ikan Lemuru Hasil Ekstraksi dengan Cara Penepungan .................................
7
5. Kandungan Ransum SP 22 ........................................................
21
6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa ...........................................
22
7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan Metode Full Costing dan Variable Costing ...............................
26
8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6 Minggu Pemeliharaan ................................................................
27
9. Harga Jual Telur Puyuh per Kemasan dengan Taraf Pemberian Suplemen Omega-3 ...................................................................
28
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) ............................
3
2. Denah Lokasi Pemeliharaan ......................................................
15
3. Rantai Distribusi Telur Puyuh di Kota Bogor ...........................
19
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Gambar Perkandangan dan Pemeliharaan ..................................
36
2. Perhitungan Aspek Pemeliharaan ...............................................
37
3. Perhitungan Biaya Input-input Produksi Tiap Perlakuan ...........
37
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan komoditas peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi seiring dengan peningkatan jumlah permintaan terhadap produk peternakan dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia ini. Peningkatan permintaan pada subsektor peternakan, khususnya telur, membuka banyak peluang usaha peternakan di bidang unggas petelur. Salah satu usaha yang cukup prospektif adalah budidaya peternakan puyuh untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Usaha budidaya peternakan puyuh ini sangat prospektif karena kemampuan puyuh yang dapat tumbuh dan berkembang biak sangat cepat. Satu periode produksi puyuh dapat menghasilkan 130-300 butir telur, sehingga kondisi ini membuka peluang usaha baik dalam skala kecil, menengah, maupun skala besar. Budidaya peternakan puyuh ini berkembang seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern, serta gaya hidup sehat. Faktor ini sangat mempengaruhi permintaan masyarakat akan produk sektor peternakan secara keseluruhan. Berbagai macam gagasan dan usaha mulai muncul untuk memenuhi permintaan peningkatan gizi masyarakat. Gagasan yang muncul dalam pengembangan usaha budidaya puyuh ini adalah telur puyuh yang mengandung omega-3. Penggunaan suplemen berupa omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh diharapkan akan menghasilkan telur puyuh dengan kandungan omega-3 yang tinggi dan baik untuk kesehatan. Penambahan suplemen omega-3 pada pakan berpengaruh pada harga pokok produksi telur. Harga pokok produksi dapat digunakan oleh peternak untuk menyesuaikan taraf suplemen omega-3 yang paling efisien untuk ditambahkan ke dalam pakan, sehingga peternak tetap mendapatkan keuntungan walaupun terdapat penambahan biaya variabel pada perhitungan harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan harga jual telur puyuh yang telah ditambah suplemen omega-3. Penentuan harga jual dapat digunakan untuk menilai daya beli konsumen terhadap produk telur puyuh yang telah diberi suplemen omega-3 yang nantinya akan bersaing dengan produk telur puyuh tanpa kandungan omega-3 di pasar.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis biaya yang dikeluarkan dalam satu periode produksi untuk menghasilkan telur puyuh yang telah diberi suplemen omega-3. 2. Menghitung harga pokok produksi dengan menggunakan metode Full Costing dan Variable Costing pada usaha peternakan puyuh dengan adanya penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh. 3. Mengetahui taraf penggunaan suplemen omega-3 yang paling efisien untuk ditambahkan ke dalam pakan pada usaha peternakan puyuh.
TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies Coturnix-coturnix japonica yang memiliki panjang badan sekitar 19 cm, berbadan bulat, berekor pendek, paruh pendek dan kuat, serta berjari kaki empat dan berwarna kekuning-kuningan dangan susunan tiga jari menghadap ke depan dan satu jari menghadap ke belakang (Nugroho dan Mayun, 1986). Gambar puyuh (Coturnixcoturnix japonica) dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: http://nasional.kompas.com
Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Menurut Nugroho dan Mayun (1986) dan Pappas (2002), klasifikasi puyuh adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Aves
Ordo
: Galiformes
Famili
: Phasianidae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix-coturnix japonica
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), berbagai macam jenis puyuh tersebar di seluruh dunia, namun tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Indonesia memiliki beberapa jenis puyuh yang dikenal
serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Bagi peternak yang menghendaki produksi telur atau pedaging, akan memilih puyuh yang lazim untuk diternakkan seperti spesies Coturnix-coturnix japonica. Menurut Suripta dan Astuti (2007), spesies ini merupakan salah satu produsen protein hewani yang sangat potensial.
Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak pada telur puyuh cukup baik jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan protein yang tinggi serta kadar lemak yang rendah pada telur puyuh sangat baik untuk kesehatan manusia. Perbedaan susunan protein, lemak, karbohidrat, dan abu pada telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lainnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas Jenis Unggas
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
Ayam Ras
----------------------------- % -------------------------------12,7 11,3 0,9 1,0
Ayam Buras
13,4
10,3
0,9
1,0
Itik
13,3
14,5
1,5
1,1
Puyuh
13,1
11,1
1,6
1,1
Sumber: Murtidjo (1996)
Ciri-ciri puyuh jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan mulai berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, puyuh jantan akan berkicau setiap malam. Puyuh betina memiliki warna tubuh mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada leher dan dada bagian atas yang berwarna cokelat terang serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar daripada puyuh jantan. Telur puyuh umumnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2009). Produktivitas Puyuh Rasyaf (1991) dan Usman et al. (2008) mengemukakan bahwa puyuh mulai bertelur pada umur lima sampai enam minggu. Puyuh akan terus berproduksi hingga umur 16 bulan jika terawat dengan baik, sedangkan jika kurang baik hanya mencapai
umur enam atau delapan bulan saja. Listiyowati dan Roospitasari (2009) menjelaskan bahwa masa produktif rata-rata puyuh adalah 9-12 bulan. Puncak produksi puyuh umur terjadi pada umur 4-5 bulan dan akan mengalami penurunan sampai 70% pada umur 9 bulan (Sugiharto, 2005). Puyuh betina dapat menghasilkan 225-275 butir telur per tahun (Rasyaf, 1991), sedangkan hasil penelitian terbaru oleh Usman et al. (2008) menyatakan bahwa puyuh mampu memproduksi lebih dari 300 butir per tahun. Produksi telur puyuh memang cukup baik walaupun sedikit bervariasi. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh faktor pemeliharaan. Pemeliharaan yang buruk tidak akan menghasilkan jumlah telur yang banyak walaupun bibitnya baik. Faktor pakan juga berpengaruh pada produksi telur. Kualitas dan kuantitas pakan yang buruk, mengakibatkan puyuh tidak akan bertelur banyak. Produksi telur dari puyuh dibandingkan dengan unggas lain seperti ayam dan itik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas Jenis Unggas
Produksi Telur (butir/tahun) 300 – 346
Ayam Ras petelur
63 – 93
Ayam Kampung lokal Itik
250 – 310
Puyuh
225 – 275
Sumber: Rasyaf (1991)
Struktur Telur Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam (Yannakopoulos dan Gousi, 1986). Komponen pokok dari telur ayam atau unggas pada umumnya terdiri dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), membran kulit, dan kerabang telur. Perbandingan antara kerabang telur, putih telur, dan kuning telur pada beberapa jenis unggas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur Jenis Unggas
Kuning Telur
Putih Telur
Kerabang Telur
---------------------------- % ---------------------------Telur ayama
31,9
55,8
12,3
Telur itika
35,4
52,6
12,0
Telur puyuhb
32,6
53,6
7,8
Sumber: a. Murtidjo et al. (1986) b. Yannakapoulos dan Gousi (1986)
Ransum Puyuh Anggorodi (1995) menyatakan bahwa penyusunan ransum harus disesuaikan dengan
umur
dan
kebutuhan
ternak
tersebut.
Hal
ini
bertujuan
untuk
mengefisiensikan penggunaan ransum pada ternak. Ternak puyuh pada dasarnya membutuhkan sejumlah nutrisi
yang lengkap untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan berproduksi. Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas diperlukan untuk empat alasan, yaitu untuk body maintenance, pertumbuhan, pertumbuhan bulu, dan produksi telur. Nutrisi yang lengkap terdiri dari berbagai macam material kimiawi yang dapat digolongkan ke dalam enam kelas, yaitu karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi, protein sebagai sumber asam amino, vitamin-vitamin, mineral, dan air (Rasyaf, 1991). Kebutuhan protein yang terbaik untuk ransum puyuh layer memiliki kandungan sebesar 17-20% (Permentan, 2008). Protein berguna bagi unggas yang sedang bertumbuh dan berproduksi, sehingga jumlah protein yang cukup dan berkualitas sangat penting untuk unggas petelur. Protein digunakan pada masa pertumbuhan untuk menyusun jaringan tubuh, yaitu membentuk otot, kuku, sel darah, dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan sperma (NRC, 1994). Rasyaf (1991) lebih lanjut menjelaskan bahwa unggas juga sangat memerlukan energi untuk menjaga temperatur tubuh, untuk menggerakkan organ tubuh, dan masih banyak lagi fungsi energi lainnya. Asam Lemak Omega-3 Menurut Montgomery et al. (1993), asam lemak omega-3 adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai atom karbonnya, sehingga
asam lemak omega-3 disebut juga asam lemak rantai panjang. Asam lemak omega-3 memiliki turunan, yaitu asam lemak EPA dan DHA yang berfungsi mencegah pengerasan pembuluh darah, mengurangi rangsangan penggumpalan darah, dan dapat meningkatkan daya intelegensi manusia (Simopoulos, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Leskanich dan Noble (1997) pada telur ayam omega-3 untuk konsumsi manusia menunjukkan kemampuan menjaga kadar kolesterol dalam plasma darah dan mengurangi kadar trigliserida. Asam lemak omega-3 dapat diperoleh dari hasil ekstraksi limbah industri pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) (Cahyanto et al., 1997). Minyak ikan Lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun penepungan ikan Lemuru. Proses pengalengan ikan Lemuru memperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan satu ton ikan Lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru (Setiabudi, 1990 dan Murdinah, 2008). Rusmana (2008) menyatakan bahwa minyak ikan Lemuru kaya akan asam lemak tak jenuh ganda berupa eicosa pentaenoic acid (EPA) dan docosa pentaenoic acid (DHA) dan memiliki rantai karbon lebih dari 20 (Hardoko, 1998). Penelitian terdahulu pada telur ayam yang dilakukan oleh Marshall et al. (1994) menunjukkan adanya peningkatan kandungan asam lemak omega-3 dalam kuning telur yang dihasilkan, khususnya α-Linolenat, EPA, dan DHA. Kandungan asam lemak EPA, DHA, dan omega-3 yang ada pada minyak ikan Lemuru tersaji dalam Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Asam Lemak Omega-3 pada Minyak Ikan Lemuru Hasil Ekstraksi dengan Cara Penepungan Asam Lemak
Kandungan Asam Lemak (%)
Eikosapentaenoat (EPA, C20:5-n3)
11,98
Dokosaheksaenoat (DHA, C22:6-n3)
9,21
Omega-3 (n-3)
22,08
Sumber: Cahyanto et al. (1997)
Menurut Murdinah (2008), manfaat minyak ikan Lemuru untuk kesehatan dapat mencegah beberapa penyakit antara lain jantung koroner, kelebihan kolesterol darah, penyakit kanker, mengobati kerontokan rambut dan untuk kekebalan tubuh. Pemanfaatan minyak ikan Lemuru sebagai bahan suplementasi nutrisi pada produk pangan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan, serta dilihat dari segi sosial ekonomi dapat membuka lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Biaya Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 2009). Biaya usahatani menurut Agus et al. (2006) dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2002). Daniel (2004) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun non tunai. Menurut Nuraini (2003), biaya produksi adalah semua pengeluaran atau beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap dipakai oleh konsumen. Harga Pokok Produksi Manullang (1995) menyatakan bahwa harga pokok produksi (HPP) adalah jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar. Definisi lain mengenai harga pokok produksi, yaitu pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva menjadi aktiva lain berupa persediaan produk jadi (Mulyadi, 2009). Informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi periodik, menentukan harga pokok persediaan produk jadi, dan produk dalam proses yang dijadikan dalam neraca. Tiga tujuan utama dari perhitungan harga
pokok produksi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran dan untuk menetapkan besar laba yang diperoleh. Mulyadi (2009) menyatakan bahwa metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, yaitu full costing dan variable costing. Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode full costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya berikut : Biaya bahan baku
Rp .....
Biaya tenaga kerja langsung
Rp .....
Biaya overhead variabel
Rp .....
Biaya overhead tetap
Rp .....
Harga pokok produksi
Rp .....
+
Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel. Perhitungan harga pokok variable costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya produksi berikut : Biaya bahan baku
Rp .....
Biaya tenaga kerja langsung
Rp .....
Biaya overhead variabel
Rp .....
Harga pokok produksi
Rp .....
+
Harga pokok produksi merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan harga pokok penjualan (Mulyadi, 2009). Harga pokok penjualan dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkan. Harga pokok penjualan pada hasil perhitungan dengan metode full costing, terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead variabel, dan biaya overhead tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya
pemasaran, serta biaya administrasi dan umum). Perhitungan harga pokok penjualan pada hasil perhitungan dengan metode variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, serta biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap, yaitu biaya overhead tetap, biaya pemasaran tetap, serta biaya administrasi dan umum tetap (Mulyadi, 2009).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 minggu pada bulan Desember 2010 hingga Januari 2011. Materi Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 ekor puyuh berumur 40 hari yang dipelihara terlebih dahulu tanpa perlakuan hingga umur 80 hari, pakan puyuh dengan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 yang terbuat dari campuran limbah minyak ikan Lemuru dengan filler ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. sebagai perlakuan yang diberikan dengan taraf masing-masing 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan tiap perlakuan. Hasil analisis terhadap suplemen omega-3 yang digunakan mengandung 2,6% asam lemak linolenat; 2,4% EPA; dan 1,9% DHA. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eggtray, timbangan, kalkulator, dan notebook. Perkandangan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kandang battery sebanyak dua unit. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat dengan triplek sehingga terdapat 20 blok. Setiap blok kandang diisi 15 ekor puyuh siap bertelur (umur 80 hari). Kandang diberi penerangan dengan satu lampu pijar berkekuatan 40 watt. Sistem pembuangan kotoran dari kandang dilakukan dengan cara ditampung di bagian bawah kandang menggunakan karung. Prosedur Persiapan Kandang Kandang postal berukuran 8 m2 dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, kotoran, dan debu. Kandang disiram secara merata dengan cairan pembersih lantai
untuk membersihkan sisa-sisa bakteri di dalam kandang. Kandang battery khusus puyuh, diletakkan ke dalam kandang postal. Pemeliharaan Puyuh diberi pakan ransum satu kali dalam sehari dengan batasan pakan sebanyak 20 g/ ekor/ hari dan ditambah suplemen omega-3 sesuai taraf per perlakuan, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Telur dikumpulkan setiap hari pada waktu sore hari, kemudian dihitung jumlahnya dan ditimbang massa telur pada setiap perlakuan. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga jual dengan cara yang digunakan oleh usaha peternakan, metode full costing, dan metode variable costing. Deskriptif kualitatif digunakan untuk membandingkan hasil dari perhitungan harga jual dengan metode full costing dengan hasil dari perhitungan harga jual dengan metode variable costing. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan dengan pendekatan akuntansi. Tabulasi digunakan untuk menggolongkan data guna mempermudah perhitungan dan analisis harga pokok produksi secara teliti. Menurut Mulyadi (2009), prosedur penentuan harga produksi secara full costing untuk menentukan harga jual yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan Biaya Puyuh Umur 80 Hari
Rp .....
Biaya Pakan Puyuh
Rp .....
Biaya Suplemen Omega-3
Rp .....
Biaya Penerangan (Listrik)
Rp .....
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp .....
Biaya Overhead Variabel
Rp .....
Biaya Overhead Tetap
Rp .....
Total Biaya Produksi
Rp .....
+
2. Menghitung total harga pokok penjualan Biaya Produksi : Total Biaya Produksi
Rp .....
Biaya Non Produksi :
Rp .....
Biaya Administrasi dan Umum Rp ..... Biaya Pemasaran
Rp .....
+
Total Harga Pokok Penjualan
......
+
Rp .....
3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen Harga Pokok Penjualan per unit
Rp .....
Laba yang diinginkan per unit (10%)
Rp ..... +
Harga jual yang dibebankan kepada konsumen
Rp .....
Berikut merupakan prosedur penentuan harga pokok secara variable costing yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian : 1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan Biaya Puyuh Umur 80 Hari
Rp .....
Biaya Pakan Puyuh
Rp .....
Biaya Suplemen Omega-3
Rp .....
Biaya Penerangan (Listrik)
Rp .....
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp .....
Biaya Overhead Variabel
Rp .....
Total Biaya Produksi
Rp .....
+
2. Menghitung total harga pokok penjualan Biaya Produksi : Total Biaya Produksi
Rp .....
Biaya Non Produksi :
Rp .....
Biaya Administrasi dan Umum Variabel
Rp .....
Biaya Pemasaran Variabel
Rp ..... +
Biaya Periode : Biaya Overhead Tetap
Rp .....
Biaya Administrasi dan Umum Tetap Rp ..... Biaya Pemasaran Tetap Total Harga Pokok Penjualan
Rp ..... +
...... + Rp .....
3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen Harga Pokok Penjualan per unit
Rp .....
Laba yang diinginkan per unit (10%)
Rp ..... +
Harga jual yang dibebankan kepada konsumen
Rp .....
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Lokasi yang digunakan memiliki akses yang cukup jauh dari jalan raya, sehingga tingkat kebisingan serta polusi dari asap kendaraan yang akan berpengaruh pada udara dan air dapat diminimalkan. Kandang yang digunakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga tidak terjadi penyebaran polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas di lokasi kandang. Suprijatna (2005) menyatakan bahwa jarak kandang dengan pemukiman penduduk dan jalan raya harus diperhatikan untuk mencegah adanya polusi udara, mencegah penyebaran penyakit dan bau ternak ke penduduk, serta meminimalkan polusi suara dari kendaraan di jalan raya. Denah lokasi pemeliharaan dengan dua skala perbesaran dengan tanda lingkaran berwarna merah dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber: http://maps.google.com/institutpertanianbogor
Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan Keadaan di sekitar kandang yang digunakan untuk penelitian memiliki kondisi nyaman dan sejuk dengan masih adanya pepohonan dan rerumputan yang masih mendominasi area kosong di sekitar kandang. Kandang yang digunakan merupakan kandang postal seluas 8 m2. Kandang postal ini digunakan sebagai tempat untuk meletakkan dua kandang puyuh jenis battery. Penggunaan kandang postal ini bertujuan menghindari ancaman predator di sekitar kandang seperti kucing liar. Kandang postal yang digunakan dilengkapi dengan kawat kasa besi pada bagian tembok dan bagian bawah atap, sehingga predator seperti kucing liar tidak dapat
masuk ke dalam kandang. Kondisi seperti ini juga bertujuan untuk menjaga aliran udara tetap nyaman di dalam kandang tersebut. Kandang battery yang merupakan kandang utama puyuh diletakkan di dalam satu ruangan kandang postal, sedangkan ruangan lainnya digunakan untuk meletakkan pakan, telur, timbangan, dan alat kebersihan kandang. Kandang utama puyuh jenis battery terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan desain bertingkat lima dan masing-masing lantai disekat dua. Alas setiap lantai adalah kawat kasa dengan kemiringan sekitar 5
o
yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan telur
puyuh. Keamanan keseluruhan lingkungan kandang penelitian ini terjamin dari ancaman pencurian dengan adanya penjagaan 24 jam dari petugas keamanan kampus. Keseluruhan infrastruktur lokasi perkandangan ini cukup baik dengan adanya instalasi air yang lancar, instalasi listrik yang sudah terpasang, dan akses ke kandang yang mudah dijangkau. Terdapat juga dua bangunan rumah yang merupakan tempat tinggal dari penanggung jawab lokasi kandang penelitian ini, serta tiga mess yang diperuntukkan bagi pegawai dan teknisi kandang, sehingga manajemen pemeliharaan dapat selalu dikontrol. Keseluruhan keadaan umum baik dari manajemen perkandangan, infrastruktur, dan keamanan merupakan hal yang harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas telur puyuh yang optimal. Manajemen Budidaya Puyuh Manajemen budidaya merupakan semua proses kegiatan produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memiliki beberapa keunggulan sebagai ternak. Puyuh betina dapat mulai menghasilkan telur pada umur 40 hari, dalam satu tahun seekor puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dengan berat rata-rata 10 gram per butir, tidak memerlukan investasi lahan dan kandang yang besar, kandungan gizi pada telur yang cukup tinggi, toleran terhadap pakan serat kasar tinggi dibandingkan dengan ayam ras, dan mampu dikembangkan dengan skala usaha yang beragam (Permentan, 2008). Proses manajemen pemeliharaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) persiapan kandang, 2) pemberian pakan dengan tambahan suplemen omega-3 dan air minum, 3) pengambilan telur dan penimbangan, 4) penyimpanan dan pengemasan, dan
5) distribusi. Proses ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi dalam budidaya puyuh. Persiapan Kandang Proses pemeliharaan puyuh diawali dengan persiapan kandang yang terdiri dari dua kandang, yaitu kandang postal dan kandang battery. Pembersihan awal pada kandang postal dilakukan dengan membersihkan seluruh lantai kandang dari kotoran dengan sapu lidi, kemudian disikat dengan air biasa yang dicampur dengan cairan pembersih lantai dan dikeringkan. Pembersihan berikutnya dilakukan pengapuran ke seluruh lantai dan tembok kandang yang terjangkau dengan campuran air dengan bubuk kapur, kemudian dibiarkan mengering selama satu hari. Kandang battery terbuat dari kayu dan kawat ram dengan alas masing-masing lantai tingkat terbuat dari kawat ram. Tempat penampungan kotoran diletakkan di bawah lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menjaga kebersihan sekitar kandang dan mencegah kotoran puyuh jatuh pada puyuh yang berada di lantai bawah (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Kandang battery berjumlah dua blok dengan masing-masing 5 tingkat dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi dilakukan dengan memberi sekat papan pada masing-masing tingkat. Kapasitas kandang 300 ekor per dua blok kandang battery. Kedua kandang battery yang sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam kandang postal dan diletakkan berdekatan. Pemberian lampu pijar diletakkan di antara kedua kandang battery sebagai penerangan ketika malam hari, sehingga puyuh dapat tetap makan pada malam hari. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi. Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum Pemberian pakan dibatasi sebanyak 20 g/ ekor/ hari dengan frekuensi pemberian satu kali dalam sehari pada pukul 08.00 WIB. Pakan yang digunakan adalah ransum puyuh komersial dengan kode P0023652 untuk puyuh berumur mulai 5 minggu dengan kadar protein 20% yang berupa butiran komplit atau crumble. Prosedur pemberian pakan dalam penelitian ini diberikan tambahan suplemen omega-3 yang dicampur dengan pakan. Suplemen omega-3 yang digunakan
merupakan limbah dari pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) dengan filler ampas tahu yang telah difermentasi (Komari, 1996). Tambahan suplemen omega-3 diberikan dengan taraf masing-masing 0% (P 1); 1,5% (P 2); 3% (P 3); 4,5% (P 4); dan 6% (P 5) dari total berat pakan pada masing-masing perlakuan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), menggunakan perlakuan berupa campuran minyak sawit dan minyak Lemuru dengan komposisi yang diberikan pada puyuh berumur 10 minggu. Komposisi penggunaan khusus untuk minyak Lemuru pada penelitian terdahulu adalah 0, 2, 4, 6, dan 8% dari total pakan yang diberikan, namun pengolahan minyak Lemuru sebagai perlakuan ini tidak dijelaskan. Hasil penelitian mengenai analisis kandungan kadar omega-3 pada telur puyuh, mengalami peningkatan dari 0,0044% (kontrol) menjadi 1,703% pada perlakuan 8%. Pemberian air minum pada penelitian ini disesuaikan dengan kapasitas wadah minum yang digunakan. Wadah air minum yang digunakan tidak cukup besar dan sangat sederhana, sehingga pemberian air minum harus dilakukan terus menerus agar puyuh tidak kekurangan air minum. Pemberian vitamin pada air minum hanya dilakukan pada awal pemeliharaan sebelum perlakuan diberikan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi stres dan merangsang produksi telur, namun tidak dilanjutkan pada minggu berikutnya. Pengambilan Telur dan Penimbangan Prosedur pengambilan telur pada pemeliharaan ini dilakukan satu kali dalam sehari setiap pukul 17.00 WIB. Periode pengambilan telur ini dilakukan untuk mencegah puyuh menjadi stres akibat terlalu sering terdapat aktivitas manusia di dalam kandang. Waktu pengambilan telur disesuaikan pada keadaan ketika puyuh menghasilkan telur terbanyak per harinya, yaitu sore hari. Menurut Rasyaf (1991), sebanyak 75% puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) bertelur pada pukul 15.00 sampai 18.00 WIB. Telur yang sudah diambil langsung dilakukan penimbangan sesuai dengan kelompok perlakuan dan ulangannya dengan menggunakan timbangan digital O-Hause. Penimbangan ini bertujuan untuk mendapatkan data berat telur per butir pada masing-masing perlakuan yang berbeda. Telur disimpan sesuai dengan
klasifikasi berat per perlakuannya dan diletakkan sementara pada egg tray khusus telur puyuh. Penyimpanan dan Pengemasan Standar penyimpanan telur puyuh menurut Permentan (2008) adalah tempat penampungan yang sejuk, tidak lembab dan terlindung dari predator, serta tidak berdekatan langsung dengan kandang pemeliharaan. Hal ini dapat meminimalkan produk telur yang cepat rusak akibat lokasi penyimpanan yang tidak sesuai standar. Telur puyuh pada penelitian ini masih diletakkan di ruangan sebelah kandang pemeliharaan, namun tidak berhubungan langsung dengan kandang pemeliharaan. Pengemasan telur pada penelitian ini dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar, yaitu penjualan dengan isi 20 butir telur puyuh per kemasan. Kemasan yang digunakan adalah plastik mika berukuran kecil. Penggunaan label juga diberikan pada kemasan untuk memberikan informasi mengenai produk dan tempat produksinya. Distribusi Distribusi dilakukan setelah adanya pengemasan produk dan disesuaikan dengan permintaan pasar. Distribusi produk telur puyuh menurut Elvira et al. (1994), yaitu distribusi panjang (1), distribusi menengah (2), dan distribusi pendek (3) seperti terlihat pada Gambar 1. Pengecer Peternak
Grosir
(2)
Pengecer
Konsumen (1) (3)
Gambar 3. Rantai Distribusi Telur Puyuh di Kota Bogor (Elvira et al., 1994) Distribusi telur puyuh hasil produksi pada penelitian ini dilakukan melalui rantai menengah dan pendek ke dua pasar yang berbeda, yaitu pengumpul atau pengecer khusus telur puyuh dan langsung ke konsumen. Distribusi dilakukan menggunakan kendaraan bermotor dengan frekuensi dua kali setiap minggu.
Penggunaan Input Produksi Input produksi yang digunakan dalam penelitian budidaya puyuh ini terdiri dari input produksi tetap dan input produksi variabel. Menurut Mulyadi (2009), input produksi tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh perubahan volume produksi. Input produksi variabel merupakan input yang penggunaannya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Input Produksi Tetap Input produksi tetap yang digunakan selama pemeliharaan puyuh ini adalah pengadaan kandang dan timbangan O-Hause. Pengadaan kandang merupakan salah satu sarana dan modal tetap dalam budidaya puyuh. Tipe kandang yang digunakan dalam budidaya puyuh pada umumnya adalah tipe kandang battery. Kandang battery yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternakan puyuh di Sukabumi sebanyak dua buah blok kandang dengan harga beli sebesar Rp 500.000,00 per unit. Umur pemakaian kandang ini mencapai lima tahun. Kandang battery ini terdiri dari lima tingkat dan memiliki kapasitas 40 ekor per tingkat dengan luasan 0,5 m2 tiap tingkatnya, namun kandang ini disesuaikan dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu pemberian lima perlakuan dengan masingmasing empat ulangan. Metode ini membutuhkan 20 ruang dengan kapasitas per ulangan yaitu 15 ekor, sehingga pada setiap tingkat dibagi menjadi dua ruangan dengan sekat papan dengan luasan tiap perlakuan adalah 0,25 m2. Berdasarkan Permentan (2008), kepadatan kandang dan daya tampung kandang untuk puyuh berumur di atas 4 minggu pada penelitian ini sudah ideal. Perlengkapan yang dibutuhkan di kandang adalah timbangan O-Hause. Timbangan ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti menimbang telur tiap perlakuan, menimbang suplemen omega-3 yang digunakan, dan menimbang bobot badan puyuh. Timbangan ini memiliki harga beli sebesar Rp 200.000,00 dengan umur pemakaian mencapai dua tahun. Input Produksi Variabel Input produksi variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pengadaan puyuh umur 80 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen omega-3,
biaya tenaga kerja, pengadaan egg tray, biaya kemasan dan label, dan biaya penggunaan penerangan. 1.
Puyuh Umur 80 Hari Puyuh yang digunakan dalam penelitian ini merupakan puyuh petelur dengan spesies Coturnix-coturnix japonica yang didapatkan dari peternakan puyuh di Sukabumi. Harga puyuh saat itu Rp 4.000,00 per ekor. Puyuh ditimbang terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kandang perlakuan. Bobot rata-rata puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 143,52 gram per ekor. Terdapat beberapa ciri puyuh yang berkualitas baik menurut Nugroho dan Mayun (1986), yaitu kondisi fisik yang sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, aktif dan tampak segar, bebas dari penyakit, dan memiliki berat badan berkisar antara 140-150 gram.
2.
Pakan Pakan yang digunakan dalam penelitian ini hanya pakan khusus puyuh dengan umur di atas 35 hari. Jenis pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial SP 22 dengan kode P0023652 dengan bentuk ransum berupa crumble atau remah. Kandungan ransum jenis SP 22 berdasarkan kebutuhan protein, lemak, dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Ransum SP 22 Kandungan
Nilai -------------- % ------------
Protein
20 – 22
Lemak
4–7
Serat kasar
7
Sumber: PT Sinta Prima Feedmill (2011)
Kandungan pakan SP 22 yang diberikan selama penelitian sudah sesuai dengan ketentuan mutu pakan dengan standar SNI untuk puyuh petelur dewasa. Ketentuan mutu pakan yang ditetapkan oleh Permentan (2008) berdasarkan SNI 01-3907-2006 diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa Nomor
Kandungan
Nilai --------------- % --------------
1
Protein kasar
Minimal 17
2
Lemak kasar
Minimal 7
3
Serat kasar
Maksimal 7
Sumber: Permentan (2008)
Pakan yang diberikan dibatasi 20 g/ ekor/ hari dan diberikan satu kali dalam sehari. Pemberian pakan dilakukan setiap pukul 08.00 WIB dan tidak berubah dalam waktu pemberian pakannya. Waktu pemberian pakan konsisten setiap hari untuk menjaga kestabilan produksi telurnya. Harga beli pakan SP 22 pada awal pemeliharaan adalah Rp 225.000,00 per 50 kg, namun mengalami kenaikan harga pakan pada akhir penelitian menjadi Rp 250.000,00 per 50 kg. 3.
Suplemen Omega-3 Penambahan suplemen omega-3 pada penelitian ini merupakan perlakuan yang diberikan pada pakan puyuh. Pemberian suplemen omega-3 dilakukan dengan mencampurkan secara merata dengan taraf yang berbeda-beda pada pakan yang diberikan. Suplemen omega-3 yang digunakan merupakan limbah hasil pengalengan ikan Lemuru. Limbah hasil pengalengan ikan Lemuru yang hasilnya berupa minyak ini merupakan salah satu alternatif minyak yang dapat dijadikan pakan sumber energi yang tidak bersaing dengan manusia. Menurut Setiabudi (1990), dari proses pengalengan ikan Lemuru dapat diperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%, sehingga satu ton ikan Lemuru menghasilkan 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru. Minyak ikan Lemuru diemulsi dan dispersikan menjadi ekstrak lemak pekat, lalu dicampur dengan ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. dan dihaluskan. Perbandingan penggunaan minyak ikan Lemuru dengan ampas tahu adalah 1:1 (b/b) (Komari, 1996). Suplemen omega-3 diperoleh dengan harga Rp 15.000,00 per kg.
4.
Tenaga Kerja Tenaga kerja pada pemeliharaan puyuh ini memiliki kesibukan utama pada waktu tertentu, seperti pada saat pemberian pakan yang harus ditambahkan suplemen omega-3 sesuai dengan taraf pemberiannya, pemberian air minum, penimbangan bobot awal sebelum perlakuan, pengambilan telur, penimbangan telur, dan penyimpanan telur. Kebutuhan pekerja dan sistem pembayaran pekerja disesuaikan dengan skala produksi. Penelitian ini hanya menggunakan jumlah total puyuh sebanyak 300 ekor, sehingga kebutuhan jumlah pekerja cukup satu orang dengan sistem pembayaran Rp 45.000,00 per satu setengah bulan. Hal ini disesuaikan dengan standar sistem pembayaran pekerja pada peternakan puyuh pada umumnya dalam satu bulan yaitu Rp 100.000,00 untuk menangani 1000 ekor puyuh.
5.
Egg Tray Egg tray pada pemeliharaan puyuh digunakan sebagai tempat penyimpanan telur sementara sebelum dilakukan pengemasan. Egg tray yang digunakan berbeda dengan egg tray untuk telur ayam atau telur itik, karena ukuran dari telur puyuh itu sendiri yang lebih kecil daripada telur ayam atau itik. Bahan yang digunakan juga bukan berbahan dasar plastik, namun terbuat dari daur ulang kertas yang memiliki kapasitas 100 butir per egg tray. Pengadaan egg tray pada penelitian ini disesuaikan dengan produksi telur per hari. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan egg tray ini sebesar Rp 10.000,00 per 5 unit egg tray.
6.
Kemasan dan Label Penggunaan kemasan pada penelitian ini merupakan salah satu input produksi variabel yang berperan pada hasil akhir produk telur puyuh yang siap dijual. Fungsi kemasan menurut Malik (2008) ada dua, yaitu melindungi produk dari produsen hingga ke konsumen dengan tetap menjaga keutuhan produk yang berada di dalamnya, serta menambah nilai produk dan mendorong pemasaran sesuai segmen pasar yang dituju. Kemasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik mika berukuran kecil seharga Rp 130,00 per unit yang sanggup diisi 20 butir telur puyuh per satuan kemasannya. Kemasan yang digunakan harus disertai dengan label produk yang bertujuan untuk memperkenalkan nama produk, serta sebagai jaminan atas produk tersebut bagi konsumen. Biaya
pembuatan label secara sederhana pada penelitian ini adalah Rp 2.000,00 per 15 label. 7.
Penerangan Penerangan yang dibutuhkan pada penelitian budidaya puyuh ini termasuk ke dalam input variabel, karena biaya yang dikeluarkan untuk penerangan disesuaikan dengan besar kecilnya skala produksi. Penerangan yang digunakan pada penelitian ini hanya satu buah lampu pijar 40 watt yang diletakkan di antara dua blok kandang battery. Lama pemberian penerangan pada kandang puyuh ini sekitar 12 jam dalam sehari, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penerangan selama pemeliharaan ini sebesar Rp 10.080,00. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi (HPP) merupakan jumlah biaya untuk memproduksi
suatu barang untuk jangka waktu tertentu ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar (Mulyadi, 2009). Penentuan nilai HPP dilakukan dengan cara memperhitungkan unsur-unsur biaya yang telah disesuaikan pada penelitian ini ke dalam analisis biaya HPP tersebut. Metode yang dilakukan untuk menentukan nilai HPP adalah metode full costing dan metode variable costing. Metode
full
costing
merupakan
metode
penentuan
HPP
yang
memperhitungkan seluruh biaya produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel (Mulyadi, 2009). Komponen biaya tetap pada penelitian ini adalah biaya overhead tetap yang meliputi biaya pengadaan kandang dan perlengkapan pemeliharaan, yaitu timbangan telur O-Hause. Biaya pengadaan kandang dan timbangan dihitung secara overhead tetap karena masa penggunaannya hanya selama 6 minggu, sedangkan untuk pengadaan kandang umur pemakaiannya mencapai 5 tahun dan timbangan mencapai 2 tahun. Komponen biaya variabel yang dihitung pada penelitian ini terdiri dari biaya pengadaan puyuh umur 30 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel yang terdiri dari pengadaan egg tray, penggunaan kemasan dan label. Metode variable costing tidak berbeda jauh dengan perhitungan pada metode full costing. Menurut Mulyadi (2009), perbedaan pada metode variable costing yaitu hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel. Biaya variabel yang dihitung adalah biaya pengadaan puyuh umur 80 hari, penggunaan pakan, taraf
penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel. Biaya overhead tetap dimasukkan dalam perhitungan biaya periode pada biaya non produksi untuk perhitungan harga pokok penjualan telur puyuh. Perhitungan yang menggunakan dua metode tersebut dilakukan terpisah sesuai dengan perlakuan taraf pemberian omega-3 yang diberikan pada pakan puyuh. Perhitungan HPP bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi taraf pemberian suplemen omega-3 yang ditambahkan ke dalam pakan. Data hasil perhitungan HPP disajikan secara lengkap pada Tabel 7. Keseluruhan biaya produksi (Tabel 7) telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan pada penelitian ini. Biaya pengadaan puyuh umur 30 hari merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan, yaitu Rp 240.000,00 untuk 60 ekor puyuh pada masing-masing perlakuan. Biaya terbesar kedua adalah pengadaan pakan puyuh SP 22 yaitu sebesar Rp 235.000,00. Rasyaf (1991) menyatakan bahwa pengadaan bibit dan ransum merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan pada sebuah peternakan puyuh. Biaya terbesar ketiga adalah penggunaan biaya overhead variabel yang meliputi pengadaan egg tray, pengadaan kemasan, dan label. Biaya overhead variabel pada perhitungan full costing dan variable costing meningkat sesuai dari taraf perlakuan 0% hingga taraf perlakuan 4,5%, sedangkan biaya overhead variabel terlihat menurun pada taraf perlakuan 6%. Hasil dari penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), yaitu penambahan suplemen omega-3 berupa minyak lemuru pada penelitian tersebut menyebabkan setiap peningkatan taraf pemberian suplemen tersebut mengakibatkan produksi telur dan konsumsi pakan juga menurun. Hal disebabkan oleh kombinasi yang diberikan telah melewati ambang batas sinergisme puyuh. Menurut Leeson dan Atteh (1995), produksi telur dipengaruhi oleh kombinasi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dalam ransum, dimana sinergisme keduanya memberikan pengaruh biologis pada batas maksimum tertentu. Perbedaan oleh penelitian terdahulu adalah penggunaan minyak Lemuru yang diberi filler untuk mencegah penurunan produksi telur ketika diberikan sebagai perlakuan dan diberikan dengan kelipatan taraf yang lebih kecil, sehingga terlihat bahwa penurunan produksi telur hanya terjadi pada taraf perlakuan 6%. Jumlah produksi telur dan kemasan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan Metode Full Costing dan Variable Costing Macam Biaya Puyuh Pakan Puyuh Suplemen Omega-3 Listrik Tenaga Kerja Langsung Overhead Variabel Overhead Tetap Total HPP HPP/ butir HPP/ kemasan
Jumlah Biaya Produksi (Rp) Taraf 3% Taraf 4,5% Full Variable Full Variable Costing Costing Costing Costing 240.000 240.000 240.000 240.000
Taraf 0% Full Variable Costing Costing 240.000 240.000
Taraf 1,5% Full Variable Costing Costing 240.000 240.000
235.000
235.000
235.000
235.000
235.000
235.000
235.000
235.000
235.000
235.000
-
-
11.340
11.340
22.680
22.680
34.020
34.020
45.360
45.360
2.016
2.016
2.016
2.016
2.016
2.016
2.016
2.016
2.016
2.016
9.000
9.000
9.000
9.000
9.000
9.000
9.000
9.000
9.000
9.000
21.750
21.750
22.013,33
22.013,33
22.276,67
22.276,67
23.066,67
23.066,67
20.433,33
20.433,33
7.500
-
7.500
-
7.500
-
7.500
-
7.500
-
515.266
507.766
342,37
337,39
6.870,21 6.770,21
Taraf 6% Full Variable Costing Costing 240.000 240.000
526.869,33 519.369,33 538.472,67 530.972,67 550.602,67 543.102,67 559.309,33 551.809,33 347,08
342,14
348,98
344,12
342,41
337,75
398,65
393,31
6.932,49
6.833,81
6.993,15
6.895,75
6.882,53
6.788,78
7.990,13
7.882,99
Tabel 8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6 Minggu Pemeliharaan Taraf Perlakuan (%)
Jumlah Produksi Selama 6 Minggu Butir
Kemasan per 20 Butir
0
1505
75
1,5
1518
76
3
1543
77
4,5
1608
80
6
1403
70
Penurunan produksi telur pada Tabel 8 yang terjadi pada taraf 6% menyebabkan biaya penggunaan egg tray, kemasan, dan label berkurang. Biaya penggunaan suplemen omega-3 meningkat sesuai dengan persentase taraf yang diberikan. Biaya overhead tetap yang meliputi biaya pembuatan kandang dan penggunaan timbangan O-Hause pada penelitian ini tidak terlihat tinggi, karena perhitungannya dilihat dari penyusutan. Biaya total untuk overhead tetap sebesar Rp 7.500,00 pada metode full costing. Biaya tenaga kerja pada penelitian ini hanya Rp 9.000,00, karena standar pekerja di peternakan puyuh yaitu Rp 100.000,00 untuk menangani 1000 ekor puyuh dalam satu bulan, sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan 300 ekor puyuh dengan 60 ekor tiap perlakuannya dan dilakukan selama satu setengah bulan. Hasil perhitungan HPP dibagi menjadi tiga, yaitu total HPP, HPP per butir telur puyuh, dan HPP per kemasan yang dihasilkan. HPP per butir telur puyuh dihitung berdasarkan total HPP yang diperoleh dibagi dengan jumlah produksi telur puyuh setiap perlakuannya, sedangkan HPP per kemasan diperoleh dari hasil pembagian antara total HPP dengan jumlah kemasan yang dihasilkan setiap perlakuannya. HPP akan meningkat sesuai dengan pemberian taraf suplemen omega3 yang ditambahkan. Penurunan produksi telur yang terjadi pada perlakuan taraf 6% menyebabkan HPP pada perlakuan ini berbeda jauh dengan taraf perlakuan 4,5%, sehingga penambahan omega-3 pada pakan sebesar 6% menjadi tidak efisien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), pemberian suplemen omega-3 berupa limbah minyak ikan Lemuru yang diberikan secara
berlebihan pada taraf tertentu akan menyebabkan pakan menjadi lengket dan bau amis dan dapat menyebabkan penurunan palatabilitas pada puyuh, sehingga produksi telur menjadi berkurang. Harga Jual Harga jual diperoleh dari perhitungan harga pokok penjualan yang dijumlahkan dengan laba yang diinginkan. Harga pokok penjualan sendiri merupakan hasil penjumlahan dari harga pokok produksi ditambahkan dengan harga non produksi. Harga jual yang didapatkan memiliki nilai yang sama untuk setiap metode perhitungan, baik dalam metode full costing maupun variable costing. Penentuan harga jual dihitung berdasarkan harga jual per kemasan dengan isi 20 butir telur puyuh. Harga jual per kemasan ditentukan untuk membandingkan harga jual telur puyuh yang diberi suplemen omega-3 dengan harga jual telur puyuh yang tidak diberi tambahan suplemen omega-3 di pasar. Hasil perhitungan terhadap harga jual telur puyuh per kemasan sesuai dengan taraf pemberian omega-3 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Harga Jual Telur Puyuh per Kemasan dengan Taraf Pemberian Suplemen Omega-3 Uraian Harga Pokok Penjualan Laba (10%) Harga Jual
Taraf Pemberian Suplemen Omega-3 0% 1,5% 3% 4,5% 6% ----------------------------------- Rp -----------------------------------6950,21
7011,44
7071,07
6957,53
8075,85
695,02
701,14
707,11
695,75
807,58
7645,23
7712,58
7778,18
7653,29
8883,43
Harga jual yang diperoleh pada Tabel 9 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan persentase bertelur pada puyuh masih tergolong belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya, yaitu berkisar antara 53,14-60,9%. Anugrah et al. (2009) menyatakan bahwa produksi telur dikatakan ekonomis apabila persentase bertelur dalam satu periode produksi minimal mencapai 75%, sehingga produk telur tersebut memiliki harga jual yang mampu bersaing dengan harga jual telur puyuh di pasar. Persentase bertelur yang tergolong rendah ini dapat disebabkan oleh puyuh yang masih belum mencapai umur puncak produksi. Sugiharto (2005)
menyatakan bahwa puncak produksi telur pada puyuh, yiatu ketika puyuh berumur 4-5 bulan dan mulai mengalami penurunan ketika umur 9 bulan. Perbedaan harga jual telur puyuh pada penelitian ini terlihat tinggi jika dibandingkan dengan harga jual di pasar, walaupun harga jual telur puyuh di pasar akan berbeda-beda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Disnak (2011), penjualan telur puyuh khususnya daerah Jawa Barat terbagi dua, yaitu pedagang kaki lima dan toko ritel. Kisaran harga yang ditentukan oleh pedagang kaki lima adalah Rp 250,00 per butir, sedangkan untuk toko ritel adalah Rp 6.000,00 hingga Rp 8.500,00 per kemasan. Menurut Anugrah et al. (2009), harga jual telur puyuh akan selalu berbeda setiap daerahnya, karena data perkembangan populasi serta usaha ternak puyuh relatif sulit ditemukan dalam instansi terkait di tingkat provinsi atau tingkat kabupaten, sehingga keterbatasan data dan informasi tentang populasi serta sebaran usaha tidak banyak diketahui secara umum. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual pada masing-masing daerah dan tidak terdapat Pusat Informasi Pasar (PINSAR) yang menentukan keseragaman harga jual telur puyuh di seluruh Indonesia. Harga jual telur puyuh (Tabel 9) memperlihatkan bahwa pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan sebesar 4,5% tidak berbeda jauh dengan harga jual telur puyuh tanpa penambahan suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5% dapat dikatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi dan mampu menghasilkan produksi telur yang paling tinggi, walaupun terdapat tambahan biaya suplemen omega-3. Produk telur yang dihasilkan pada taraf perlakuan 4,5% diharapkan akan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk telur kontrol. Penelitian terdahulu oleh Suripta dan Astuti (2007) melaporkan bahwa penambahan suplemen omega-3 yang berupa minyak ikan Lemuru pada taraf perlakuan 4% akan menurunkan kolesterol telur dari 120,32 menjadi 55,14 mg/100gr, serta meningkatkan kandungan omega-3 dalam telur dari 0,044 menjadi 1,648% dengan rasio yang lebih seimbang. Proses penjualan telur pada penelitian ini secara keseluruhan masih tetap mengikuti harga jual telur puyuh tanpa kandungan omega-3 di pasar, khususnya di daerah Bogor. Hal ini disebabkan belum terdapat hasil pengujian secara laboratorium terhadap nilai kandungan omega-3 pada telur puyuh yang dihasilkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan menggunakan metode full costing menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada metode variable costing dengan biaya terbesar yaitu pengadaan puyuh dan penggunaan pakan. Pemberian suplemen omega-3 pada pakan yang paling efisien terhadap harga jual telur puyuh per kemasan adalah taraf perlakuan sebesar 4,5%. Saran Pemberian perlakuan berupa suplemen omega-3 sebaiknya diberikan ketika puyuh berumur 4-5 bulan, yaitu ketika produksi telur mulai meningkat menuju puncak produksi. Pengujian terhadap nilai kandungan omega-3 pada telur puyuh dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya, agar harga jual telur puyuh sesuai dengan kandungan omega-3 di dalam telur tersebut.
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia serta penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Susanto, M. S. yang telah memberikan meteri penelitian kepada penulis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Rudi Afnan, S. Pt., M. Sc. Agr. sebagai Pembimbing Anggota yang banyak memberikan masukan, saran, dan pengarahan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada Dr. Ir. Rukmiasih, M. S., Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr., dan M. Baihaqi, S. Pt., M. Sc. sebagai dosen penguji ujian lisan yang memberikan banyak masukan dan koreksi terhadap skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Afton Atabany, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi pengarahan mulai tingkat awal hingga tingkat akhir. Terimakasih pula kepada seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan IPB. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Eyang Kakung, Eyang Putri, Bapak, Ibu, Bobby, Candra serta keluarga besar penulis untuk doa, kasih sayang, bantuan moril dan materil yang selalu diberikan hingga penulis menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada Gabby Elfanda Mumpunie atas semua doa, cinta, dukungan, pengorbanan, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Unggas (Devianti, Bening, Gilang, dan Andre) atas bantuannya selama penelitian. Terimakasih kepada Robby Muslihat, Bang Indra Divayana, Bang Miftah Uddin dan teman-teman Pondok Iona atas persahabatan, dukungan, dan pengalaman selama berjuang di IPB bersama penulis. Terimakasih kepada seluruh sahabat IPTP 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, persahabatan dan dukungannya selama kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Juli 2011
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Agus, F. X., Suyono, & R. Hermawan. 2006. Analisis kelayakan usahatani pada sistem pertanian organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol. 2. No. 2: 136-137. Anggorodi, H. R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta. Anugrah, I. S., I. Sadikin, & W. K. Sejati. 2009. Kebijakan kelembagaan usaha unggas tradisional sebagai sumber ekonomi rumah tangga pedesaan: Kasus peternakan burung puyuh Yogyakarta. Analisis Kebijakan Pertanian. 3: 249267. Cahyanto, M. N., U. Santoso, Zuprizal, H. E. Irianto, & S. Sastrodihardjo. 1997. Ekstraksi minyak mengandung asam lemak omega-3 dari limbah industri minyak ikan lemuru dan penggunaannya dalam peningkatan kandungan asam lemak omega-3. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Lembaga Penelitian UGM dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Dinas
Peternakan [Disnak]. 2011. Harga Telur Puyuh di Jawa Barat. http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod=detilBerita&idMenuKiri =334&idBerita=456. [12 Juni 2011]
Elvira, S., Soewarno T. S., & Sri S. M. 1994. Studi komparatif sifat mutu dan fungsional telur puyuh dan telur ayam ras. Buletin Teknologi dan Industri Pangan Vol. 5 No. 3: 34-38. Gordon, S. H. 1994. Effects of day length and increasing daylength programmes on broiler welfare and performance. World’s Poultry Science Journal. 50:269282. Komari. 1996. Bioproses produksi telur kaya DHA (Docosahexaenoic acid). Seminar Nasional Pangan dan Gizi. PATPI. Yogyakarta, 10-11 Juli 1996. Leeson, S. & J. O Atteh. 1995. Utilization of fats and fatty acids by Turkey poults. Poultry Science. 74: 2003-2010. Leskanich, C. O. & R. C. Noble. 1997. Manipulation of the omega-3 polyunsaturated fatty acid composition of avian egg and meat. World’s Poultry Science Journal. 53: 156-183. Listiyowati E. & K. Roospitasari. 2009. Tata Laksana Budidaya Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Malik, A. 2008. Analisis persepsi konsumen terhadap fungsi kemasan produk mie instan. Prospek. 2: 37-47. Manullang, M. 1995. Dasar-dasar Manajemen. Ghalia Indonesia, Jakarta. Marshall, A. C., K. S. Kubena, K. R. Hinton, P. S. Hargis, & M. E. Van Elswyk. 1994. n-3 Fatty acids enriched table eggs: A survey of consumer acceptability. Poultry Science Journal. 73: 1334-1340.
Montgomery, R., R. L. Dryer., T. W. Conway, & A. A. Spector. 1993. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2. Edisi Keempat. Terjemahan Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta. Murdinah. 2008. Teknologi pengolahan minyak ikan dan potensi pemanfaatannya untuk kesehatan dan kecerdasan. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2008. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Murtidjo, B. A. 1996. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. Murtidjo, B. A., A. Daryanto, & B. Sarwono. 1986. Telur, Pengawetan dan Manfaatnya. Penebar Swadaya, Jakarta. National Research Council [NRC]. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy of Science. Washington D. C. North, M. O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed . Van Nostrand Reinhold. New York. Nugroho & Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang. Nuraini, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Universitas Muhammadiyah, Malang. Pappas, J. 2002. “Coturnix Japonica” Animal Diversity Web. http://animaldiversity. Ummz.umich.edu/site/account/inormation/Coturnix/japonica.html. [25 Mei 2009]. Peraturan Menteri Pertanian [Permentan]. 2008. Pedoman Budidaya Burung Puyuh yang Baik. Direkotrat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Jakarta. Rasyaf, M. 1991. Pengolahan Produksi Telur. Kanisius, Yogyakarta. Rusmana, D. 2008. Minyak ikan Lemuru sebagai imunomodulator dan penambahan vitamin E untuk meningkatkan kekebalan tubuh ayam broiler. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiabudi, E. 1990. Pengaruh waktu penyimpanan dan jenis filter pada jumlah asam lemak omega-3 dalam minyak limbah hasil pengalengan dan penepungan ikan Lemuru. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simopoulos, A. P. 1989. Summary of the NATO advanced research workshop on dietary n-3 and n-6 fatty acids: Biological effect and nutritional essentially. Nutrition Journal. 119: 521-528. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sugiharto, R. E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka, Jakarta. Suprijatna, E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Suripta, H. & P. Astuti. 2007. Pengaruh penggunaan minyak ikan lemuru dan minyak sawit dalam ransum terhadap rasio asam lemak omega-3 dan omega-6
dalam telur burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Journal Indonesian Tropical Animal Agriculture, Vol. 32: 22-27. Usman, B. A., A. U. Mani, A. D. El-Yuguda, & S.S. Diarra. 2008. The effect of suplemental ascorbic acid on the development of newcastle disease in japanese quail exposed to high ambient temperature. International Journal of Poultry Science 7(4): 328-332. Yannakopoulos, A. L. & A. S. T. Gousi. 1986. Quality Characteristic of Quail Eggs. British Poultry Science (1986). 27: 171-176.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Perkandangan dan Pemeliharaan
Gambar 1. Kandang Pemeliharaan
Gambar 2. Kandang Pemeliharaan (Battery)
Gambar 3. Kasa Pelindung Kandang
Gambar 4. Penerangan Lampu Pijar
Gambar 5. Satu Blok Ulangan
Gambar 6. Penyimpanan Sementara
Gambar 7. Pakan SP-22
Lampiran 2. Perhitungan Aspek Pemeliharaan -
Persentase Produksi Telur Qday (quail’s day) =
Jumlah telur selama 44 hari Jumlah puyuh tiap perlakuan x 44 hari Perlakuan 0% = 1505 butir x 100% = 57% 15 ekor x 4 x 44 hari Perlakuan 1,5% = 1518 butir x 100% = 57,5% 15 ekor x 4 x 44 hari Perlakuan 3% = 1543 butir x 100% = 58,45% 15 ekor x 4 x 44 hari Perlakuan 4,5% = 1608 butir x 100% = 60,9% 15 ekor x 4 x 44 hari Perlakuan 6% = 1403 butir x 100% = 53,14% 15 ekor x 4 x 44 hari -
Total Konsumsi Pakan Tiap Perlakuan Pemberian pakan = 20 gram/ ekor/ hari Total pakan per hari = 20 gram x 60 ekor = 1200 gram/ hari Total pakan 6 minggu = 50.400 gram = 50,4 kg/ perlakuan/ 6 minggu
Lampiran 3. Perhitungan Biaya Input-input Produksi Tiap Perlakuan -
Puyuh Umur 30 Hari
= Rp 4000,00 x 60 = Rp 240.000,00
-
Pakan SP 22
= (3 krg x Rp 225.000,00) + (2 krg x Rp 250.000,00) 5 = Rp 235.000,00 tiap perlakuan
-
Suplemen Omega-3 Perlakuan 0% Perlakuan 1,5% Perlakuan 3% Perlakuan 4,5% Perlakuan 6%
= % Taraf x 50,4 kg x Rp 15.000,00/ kg = 0% x 50,4 kg x Rp 15.000,00 = Rp 0,00 = 1,5% x 50,4 kg x Rp 15.000,00 = Rp 11.340,00 = 3% x 50,4 kg x Rp 15.000,00 = Rp 22.680,00 = 4,5% x 50,4 kg x Rp 15.000,00 = Rp 34.020,00 = 6% x 50,4 kg x Rp 15.000,00 = Rp 45.360,00
-
Listrik (40 Watt)
= KWH x Jam Penggunaan x Rp 500,00 x Total Hari 5 = 0,04 x 12 x Rp 500,00 x 42 hari 5 = Rp 2.016,00
-
Tenaga Kerja
-
Overhead Variabel Perlakuan 0% Kemasan
Label
Egg Tray
Perlakuan 1,5% Kemasan
Label
Egg Tray
Perlakuan 3% Kemasan
Label
Egg Tray
= Rp 100.000,00 per 1000 ekor = Rp 100,00 x 300 ekor x 1,5 bulan 5 = Rp 45.000,00 5 = Rp 9.000,00
= Rp 130,00 x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 130,00 x 75 = Rp 9.750,00 = Rp 2.000,00 per 15 label x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 2.000,00/ 15 x 75 = Rp 10.000,00 = Rp 2.000,00 x 5 5 = Rp 10.000,00 = Rp 130,00 x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 130,00 x 76 = Rp 9.880,00 = Rp 2.000,00 per 15 label x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 2.000,00/ 15 x 76 = Rp 10.133,33 = Rp 2.000,00 x 5 5 = Rp 10.000,00 = Rp 130,00 x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 130,00 x 77 = Rp 10.010,00 = Rp 2.000,00 per 15 label x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 2.000,00/ 15 x 77 = Rp 10.266,67 = Rp 2.000,00 x 5 5 = Rp 10.000,00
Perlakuan 4,5% Kemasan
Label
Egg Tray
Perlakuan 6% Kemasan
Label
Egg Tray
-
= Rp 130,00 x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 130,00 x 80 = Rp 10.400,00 = Rp 2.000,00 per 15 label x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 2.000,00/ 15 x 80 = Rp 10.666,67 = Rp 2.000,00 x 5 5 = Rp 10.000,00 = Rp 130,00 x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 130,00 x 70 = Rp 9.100,00 = Rp 2.000,00 per 15 label x Kemasan yang Dihasilkan = Rp 2.000,00/ 15 x 70 = Rp 9.333,33 = Rp 2.000,00 x 5 5 = Rp 10.000,00
Overhead Tetap Penyusutan Kandang = Rp 500.000,00 x 2 Unit per 5 Tahun x 1,5/ 12 Tahun 5 = Rp 5.000,00 Penyusutan O-Hause = Rp 200.000,00 per 2 Tahun x 1,5/ 12 Tahun (Timbangan) 5 = Rp 2.500,00