I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur
puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir telur sehingga termasuk puyuh dengan produksi telur yang tinggi. Puyuh petelur Jepang dapat dikategorikan sebagai puyuh lokal karena sudah lama didomestikasi dan dikembangkan di Indonesia. Puyuh yang sering dipelihara adalah puyuh dengan jenis kelamin betina, karena biasanya tujuan akhir dari pemeliharaan puyuh adalah produksi telur puyuh konsumsi. Selain memiliki protein tinggi, daging dan telur puyuh mengandung lemak yang relatif rendah. Seiring permintaan yang tinggi akan telur dan daging, kini sudah dikembangkan jenis puyuh Coturnix coturnix japonica hasil seleksi dengan tujuan meningkatkan produktivitas puyuh untuk memenuhi kebutuhan telur dan daging puyuh. Puyuh coturnix-coturnix japonica hasil seleksi merupakan hasil seleksi dari puyuh coturnix-coturnix japonica, berdasarkan sifat kuantitatif dari puyuh tersebut. Mengingat masih kurangnya pengetahuan mengenai puyuh lokal hasil seleksi, maka perlu adanya studi lebih lanjut mengenai sifat kuantitatif puyuh lokal dan puyuh lokal hasil seleksi terutama pada puyuh betina, sebagai dasar penentuan kualitas produksi telur dan daging puyuh. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sifat Kuantitatif Coturnix coturnix Japonica Betina Lokal dan Coturnix coturnix Japonica Betina Lokal hasil Seleksi”.
2 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah,
sifat-sifat kuantitatif Coturnix coturnix Japonica betina lokal dan Coturnix coturnix Japonica betina lokal hasil seleksi.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
membandingkan sifat-sifat kuantitatif Coturnix coturnix Japonica betina lokal dan Coturnix coturnix Japonica betina lokal hasil seleksi.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
mengenai sifat-sifat kuantitatif Coturnix coturnix Japonica betina lokal dan Coturnix coturnix Japonica betina lokal hasil seleksi, serta dapat dijadikan informasi untuk melakukan program seleksi dan persilangan.
1.5
Kerangka Pemikiran Dalam pemeliharaan puyuh, selain pakan dan tatalaksana, faktor bibit
merupakan hal yang penting karena dapat menentukan performa produksi yang maksimal (Hellina dan Mulyantono, 2002). Seleksi pada bibit puyuh dapat dilakukan dengan seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Puyuh domestikasi atau puyuh lokal merupakan puyuh hasil seleksi dari puyuh liar yang dipilih sifat-sifat unggulnya, diantaranya ukuran-ukuran tubuh.
3 Secara genetis puyuh domestikasi memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan puyuh liar (Nugroho,1981). Selain itu terdapat cara hidup dan pemeliharaan yang berbeda antara puyuh domestikasi dan puyuh liar, sehingga mempengaruhi perbedaan bentuk dan ukuran tubuh. Puyuh domestikasi telah mengalami perlakuan dan campur tangan manusia secara langsung di dalam budidayanya, sedangkan puyuh liar sebagian besar masih hidup sendiri di alam bebas (Listiyowati dan Roospitasari, 1992). Hasil seleksi puyuh lokal biasanya dinamakan puyuh lokal unggul atau puyuh unggul. Secara kasat mata puyuh lokal unggul memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari puyuh lokal. Selain itu ukuran telur yang dihasilkan puyuh lokal unggul pun lebih besar dan lebih berat dari puyuh lokal. Ukuran tubuh yang berhubungan dengan produksi unggas yaitu panjang shank dan betis, panjang paha dan dada, lingkar tarsometatarsus, lingkar dada dan bobot badan (Mansjoer, 1981). Panjang femur, panjang tibia, panjang tarsometatarsus, lebar tarsometatarsus, panjang tulang jari ketiga, panjang sayap, panjang maxilla atas dan tinggi jengger merupakan variabel ukuran linear permukaan tubuh yang digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh pada ayam kampung Indonesia (Nishida dkk., 1980). Ukuran badan dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Ukuran badan yang mencirikan bobot badan diantaranya adalah lingkar dada. Sifat morfologi yang terbesar korelasinya dengan bobot badan adalah lingkar dada baik pada jantan maupun betina (Tanudimadja dkk., 1983). Ukuran kaki juga dapat dijadikan acuan untuk menduga produksi daging, khususnya pada bagian panjang paha. Panjang shank dan tibia dapat dijadikan peduga untuk mengukur pertumbuhan, sebab bentuk
4 tulang yang besar menunjukkan pertumbuhan yang besar (Mansjoer, 1981). Selain itu lingkar tarsometatarsus juga dapat dijadikan acuan untuk mengetahui produksi daging dari bobot badan. Lingkar tarsometatarsus merupakan keliling dari shank, dapat dijadikan patokan untuk mengetahui bentuk kerampingan dari shank. Bentuk dari kaki menunjukkan kemampuan dari kaki untuk dapat menunjang bobot badan (Mansjoer, 1981). Perkembangan dari panjang paha bawah dan paha atas dapat menunjukkan produksi daging karena merupakan peletakan daging (Mansjoer, 1981). Panjang femur dan panjang dada juga dapat digunakkan untuk mengukur produksi daging. Panjang femur dan panjang dada merupakan tempat peletakan daging yang banyak, demikian juga panjang tibia merupakan tempat peletakan daging, sehingga perkembangan dari tulang paha, tulang dada dan tulang betis akan menunjukkan produksi daging (Mansjoer, 1981). Sifat kuantitatif yang tak kalah penting adalah pada bagian kepala khususnya ukuran paruh, karena dengan mengetahui ukuran paruh dapat diperkirakan seberapa besar konsumsi pakan dari ternak tersebut. Semakin lebar paruh, peluang untuk mengambil makanan akan semakin banyak, sementara panjang paruh akan berpengaruh dalam menjangkau makanan yang terhalang (Suparyanto, dkk., 2004). Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa sifat-sifat kuantitatif pada puyuh yang dapat diukur adalah bobot badan, panjang dada, lebar dada, lingkar dada, panjang paha atas, panjang paha bawah, panjang shank, serta lingkar shank. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi sifat-sifat kuantitatif sehingga diketahui produktivitas dari puyuh lokal betina dan puyuh lokal betina unggul dan mengetahui puyuh mana yang memilik sifat kuantitatif lebih baik. Hal ini perlu
5 dilakukan untuk memudahkan proses seleksi dengan tujuan untuk mendapatkan puyuh dengan produktivitas yang tinggi.
1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 November 2015 sampai tanggal
30 November 2015, bertempat di Slamet Quail Farm, Desa Cilangkap, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.