Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) THE INFLUENCE OF THE LEVEL OF PROTEIN IN THE RATIONS ON THE QUALITY OF EGGS QUAIL (Coturnix-coturnix japonica) Rahmat Ardiansyah H*, Endang Sujana **, Wiwin Tanwiriah ** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstrak
Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena produktivitasnya cukup tinggi. Telur puyuh memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur ternak lain, sehingga membutuhkan kandungan protein yang sesuai untuk memenuhi kebutuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pemberian tingkat protein dalam ransum terhadap kualitas telur puyuh dan pada tingkat protein berapa yang menghasilkan kualitas telur puyuh terbaik. Penelitian ini menggunakan 100 ekor puyuh fase bertelur. Penelitian menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap (RAL). Dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan yaitu P1 (protein 18%), P2 (protein 20%), P3 (protein 22%), P4 (protein 24%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan tingkat protein dalam ransum berpengaruh terhadap berat telur, tinggi albumen, dan nilai haugh unit telur puyuh, namun tidak berpengauh terhadap bentuk telur puyuh. Pemberian protein pada tingkat 22% memberikan pengaruh terbaik terhadap kualitas telur puyuh. Kata kunci : Tingkat protein, kualitas telur, puyuh
Abstract
Quail ( coturnix-coturnix japonica ) is a land poultry have the potential large enough also visible eggs because its productivity high. Eggs quail has any protein higher than the other livestock eggs, that require the proteins according to fulfill their needs. This study attempted to know how far the influence of the level of protein in the rations on the quality of eggs quail what levels of to produce the best quality of eggs. This research used 100 quail layers and completely randomized design (CRD). This experiment had 4 teratments and 5 replicates. The treatments were P1 ( the protein 18 % ), p2 ( protein 20 % ), p3 ( protein 22 % ), p4 ( protein 24 % ). The result showed that the level of protein in the rations influences heavy eggs, high albumen, and the unit quail haugh eggs, but not influenced against the form of an egg quail. The proteins at 22 % resulted the best on the quality of eggs quail. Keywords: The protein, the quality of eggs, quail Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H. PENDAHULUAN Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena produktivitasnya cukup tinggi. Telur burung puyuh sangat disukai masyarakat karena rasanya yang gurih, selain itu harganya juga terjangkau dan memiliki kualitas yang baik. Hingga saat ini produksi telur puyuh belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena permintaannya yang tinggi, sehingga selain untuk memenuhi kebutuhan telur, peternakan puyuh banyak dikembangkan untuk meningkatkan populasinya. Telur puyuh memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur ternak lain, sehingga kandungan protein ransum puyuh petelur cenderung lebih tinggi dibandingkan kandungan protein ransum untuk ternak petelur lain. Protein merupakan nutrien yang sangat penting yang harus berada dalam ransum karena merupakan zat pembangun baik untuk daging maupun telur. Kandungan protein ransum berpengaruh terhadap produksi telur maupun
kualitas telur. Bobot telur dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya jenis unggas, musim saat bertelur, genetik, berat tubuh induk dan ransum yang dikonsumsi ( Murtidjo, 1985). Bobot telur puyuh tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas ransum yang dikonsumsi namun kualitas ransum juga berperan penting, khususnya kandungan protein yang terdapat dalam ransum (Mozin, 2006). Indeks telur merupakan perbandingan antara ukuran lebar dengan panjang telur. Telur yang baik berbentuk oval dan idealnya mempunyai indeks telur antara 72-76 (Sumarni dan Djuarnani,1995). Tinggi putih telur ditentukan oleh bahan utama yaitu ovimicum, dan pembentukan ovimicum itu ditunjang dari konsumsi protein (Triyuwanta, 2002). Haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur (gram) dengan tinggi albumen telur (mm) (Haryono, 2000). Kekurangan protein dapat mengakibatkan menurunnya besar telur dan jumlah albumen telur (Amrullah, 2003). Guna mengetahui kualitas telur dapat dilakukan dengan cara mengukur kualitas eksterior dan interior diantaranya eksterior meliputi bentuk telur, bobot telur sedangkan interior meliputi nilai haugh unit (HU) dan albumen telur. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bobot telur, shape indeks telur, tinggi albumen dan haugh unit. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H. BAHAN DAN METODE Ternak percobaan menggunakan puyuh jantan yang dipelihara pada umur 8 minggu sebanyak 100 ekor. Puyuh dialokasikan dalam 4 perlakuan ransum yang diulang 5 kali, masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh jantan. Kandang dan perlengkapan kandang yang digunakan adalah kandang baterai koloni, yang mana kandang dibagi menjadi 20 unit dan masing-masing kandang berisi lima ekor. Penelitian ini dilakukan secara percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan berupa ransum yang mengandung 5 tingkat protein yang berbeda dengan kandungan metabolis yang sama yaitu 2700 kkal/kg. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali setiap ulangan dari perlakuan terdiri atas 5 ekor puyuh betina fase produksi. Pengambilan telur yang akan diukur dilakukan secara acak mengikuti kaidah simple random sampling.
Tabel 1. Komposisi Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Bahan Pakan Ransum Penelitian
Penyusun
Bahan Pakan
EM PK SK LK Lisin Metionin Ca P (kkal) ……………………………… % …………………………………. Jagung 3370 9,00 2,05 3,90 0,26 0,18 0,22 0,17 Bungkil Kedelai 2400 47,00 6,00 0,90 2,69 0,62 0,32 0,29 Tepung Ikan 3080 50,00 1,00 10,00 4,51 1,63 5,11 2,88 Dedak Halus 2200 12,00 12,00 13,00 0 0 0,12 1,50 Premiks 0 0 0 0 0,30 0,30 18,00 5,00 Grit 0 0 0 0 0 38,00 0 Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2010.
Ransum percobaan terdiri atas jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak halus, Premiks dan grit, dengan berbagai tingkat protein ransum. Perlakuan yang diberikan terdiri atas P1 (Tingkat Protein 18%, ME 2700 kkal/kg); P2 (Tingkat Protein 20%, ME 2700 kkal/kg); P3 (Tingkat Protein 22%, ME 2700 kkal/kg); P4 (Tingkat Protein 24%, ME 2700 kkal/kg).
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
Tabel 2. Susunan Ransum Penelitian Bahan Pakan
Ransum Perlakuan
Jagung Bungkil kedelai Tepungikan Dedakhalus Premiks Grit Jumlah
P1 P2 P3 P4 ......................................% ......................................... 46,00 46,00 45,00 43,00 13,50 18,00 23,50 29,00 9,00 10,00 10,00 10,00 26,00 20,50 16,00 12,50 0,50 0,50 0,50 0,50 5,00 5,00 5,00 5,00 100 100 100 100
Tabel 3. Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Ransum Penelitian Zat Makanan
P1
P2
P3
P4
Kebutuhan Nutrient Puyuh petelur
% ............................ ................................................
Protein Kasar Calsium Phosfor Lisin Metionin Serat Kasar Lemak Kasar EM (Kkl/kg) Imbangan Em-Protein
18,00
20,00
22,00
24,00
21,5-23,8*
2,63 0,79 0,99 0,39 4,94 6,20
2,68 0,75 1,14 0,42 4,56 5,80
2,69 0,70 1,27 0,44 4,33 5,05
3,70 0,66 1,39 0,46 4,20 4,56
2,50-3,50*# 0,60-1,00*# 0,90-1,00*# 0,40-0,45*# 6,5*# 7*#
2717
2741
2708
2705
*#2700-2900
150
135
123
112
Keterangan *# *
: Hasil Perhitungan Berdasarkan Tabel 1 : NRC,1994 : BSN (2006) SNI 0-3906-2006
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pengaruh Tingkat Protein dalam Ransum Terhadap Bobot Telur Rataan hasil penelitian tingkat protein dalam ransum terhadap bobot telur, shape
indeks, tinggi albumen dan haugh unit puyuh dapat dilihat pada Tabel 4.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
Tabel 4. Rataan Bobot Telur, Shape Indeks, Tinggi Albumen, Haugh Unit Perlakuan Parameter P1 P2 P3 Bobot Telur Shape Indeks Tinggi Albumen Haugh Unit
P4
9,75 a
78,90 b
2,78 c
80,58 c
10,37
78,84
3,23
83,26
10,57 a
78,15 b
3,58 c
84,96 d
11,56 a
77,52 b
3,73 c
85,04 c
Keterangan: Huruf pada masing – masing nilai menunjukan perbedaaan antar perlakuan (Signifikasi) Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum Terhadap Bobot Telur Pada Tabel 4 terlihat bahwa rata-rata bobot telur puyuh dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah perlakuan P1 sebesar 9,76 dan selanjutnya pada perlakuan P2, P3, dan P4 secara berturut-turut adalah 10,37; 10,52 dan 11,56. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat pemberian protein dalam ransum berpengaruh nyata ( P<0,05) terhadap bobot telur. Hal ini karena konsumsi protein merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekentalan albumen telur, semakin kental maka telur akan semakin berat ini sejalan dengan pendapat Widjastuti dan Kartasudjana (2006), pada saat telur tidak dibentuk pada hari-hari tertentu, terjadi akumulasi protein sehingga ketersediaan protein untuk membentuk satu butir telur pada hari berikutnya menjadi lebih banyak yang pada gilirannya telur yang dihasilkan menjadi lebih besar. Berdasarkan dari hasil Uji Jarak Berganda Duncan terlihat bahwa bobot telur puyuh P3 dan P4 tidak berbeda nyata, namun nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada yang mendapat perlakuan P1 dan P2. Bobot telur puyuh yang mendapatkan perlakuan P2 nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada yang mendapat perlakuan P1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh protein ransum dari 18% sampai 22% nyata meningkatkan bobot telur, tetapi peningkatan protein ransum dari 22% menjadi 24% tidak lagi berpengaruh nyata terhadap bobot telur. Hal ini berarti bahwa pemberian protein ransum 22% sudah mencukupi kebutuhan protein puyuh secara maksimal untuk menghasilkan telur. Ransum dengan protein
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
22% dapat memaksimalkan potensi genetik suatu ternak. Kandungan protein dalam ransum harus sesuai dengan kebutuhan puyuh petelur untuk mendapatkan bobot telur yang optimal. Peningkatan protein dalam ransum dari 22% sampai 24% tidak berpengaruh terhadap bobot telur, hal ini karena kandungan protein dalam ransum sebesar 22% sudah memenuhi kebutuhan puyuh untuk mendapatkan telur yang optimal ni sejalan dengan pendapat Woodard dkk (1973), telur puyuh memiliki bobot sekitar 10 g (sekitar 8% dari bobot badan induk) atau mendekati 11,91 g (Parizadian et al., 2011). Rataan bobot telur P2 (20%) nyata lebih rendah apabila dibandingkan dengan P3 (22%), hal ini disebabkan oleh kandungan protein sebesar 20% belum memenuhi untuk penambahan bobot telur yang maksimal. Pemberian tingkat protein dalam ransum memperlihatkan berat telur puyuh yang berbeda pada setiap perlakuan, puyuh yang mendapatkan protein sesuai kebutuhan maka menghasilkan bobot telur yang optimal sejalan dengan pendapat Amrullah, (2003) kekurangan protein akan mengakibatkan menurunnya besar telur dan jumlah albumen telur. Pengaruh Tingkat Pemberian Protein Dalam Ransum Terhadap Shape Indeks Telur Dilihat pada Tabel 4 rata-rata betuk telur P1 adalah 78,90 dan selanjutnya bentuk telur pada perlakuan P2; P3 dan P4 secara berturut turut sebesar 78,84; 78,15 dan 77,32. Nilai indeks telur pada semua perlakuan angkanya di atas 77, sehingga termasuk bulat. Menurut Sharma (1970), telur puyuh memiliki indeks telur yang bulat bila memilki nilai indeks telur diatas 77, sedangkan telur yang berbentuk ovoid (normal) memiliki nilai indeks telur 69-77. Pada penelitian ini nilai indeks telur yang diperoleh lebih rendah dibanding nilai indeks telur puyuh pada penelitian Sujana dkk. (2014) yaitu nilai indeks telur puyuh galur warna hitam (populasi dasar) adalah 82,38 dan galur puyuh warna coklat adalah 83,93. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh tingkat protein dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap indeks telur. Kandungan protein ransum ternyata tidak berpengaruh terhadap bentuk telur, karena paling besar dipengaruhi oleh genetik. Setiap burung puyuh menghasilkan indeks telur yang khas karena indeks telur merupakan sifat yang diwariskan. Menurut Yuwanta, (2010), variasi indeks telur diakibatkan dari perputaran telur Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
di dalam alat reproduksi karena ritme dari tekanan saluran reproduksi atau ditentukan oleh diameter lumen saluran reproduksi. Indeks telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain otot saluran oviduk, volume albumen dan ukuran isthmus, jenis, keturunan, periode awal bertelur dan fase produksi telur (Ensminger, 1992). Jull (1977) menambahkan, bahwa faktor yang berperan dalam memberikan bentuk telur adalah jumlah albumen yang disekresikan dalam oviduk, ukuran isthmus, aktivitas serta kekuatan otot dinding isthmus dan bagianbagian lain yang dilalui telur,
Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Dalam Ransum Terhadap Tinggi Albumen Rataan tinggi albumen telur puyuh berdasarkan perlakuan P1 sebesar 2,78 mm dan selanjutnya pada perlakuan P2; P3 P4 secara berturut-turut 3,23 mm 3,58 mm dan 3,73 mm. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tingkat protein dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi albumen telur puyuh. Berdasarkan dari Uji Jarak Berganda Duncan terlihat bahwa tinggi albumen telur puyuh pada masing masing perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa peningkatan protein dari 18 % sampai dengan 24 % nyata (P<0,05) memberikan pengaruh meningkatkan tinggi albumen telur puyuh. Peningkatan kandungan protein dalam ransum sebesar 2 % pada masing masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi albumen hal ini disebabkan karena Komposisi putih telur terutama terdiri dari 88% air, protein ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, ovoglobulin, dan lisozym sedangkan protein lainnya adalah flavoprotein, ovomucin, ovoinhibitor, dan avidin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian ini paling mudah rusak (Romanoff dan Romanoff, 1963). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Amrullah, (2003) bahwa kekurangan protein dalam ransum akan mengakibatkan menurunnya jumlah albumen telur. Pengaruh Tingkat Protein Dalam Ransum Terhadap Haugh Unit Tampak pada Tabel 4 bahwa rata-rata nilai haugh unit pada telur puyuh pada perlakuan P1 sebesar 80,58 dan selanjutnya pada perlakuan P2 P3 P4 secara berturut turut Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
sebesar 83,26 84,96 85,04. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian tingkat protein pada nilai haugh unit telur puyuh berpengaruh nyata (P<0,05). Berdasarkan dari hasil Uji Jarak Berganda terlihat bahwa nilai haugh unit telur puyuh pada perlakuan P3 dan P4 tidak berbeda nyata (P>0,05). Namun nyata terlihat lebih tinggi (P<0,05) dari pada yang mendapat perlakuan P1 dan P2, nilai haugh unit yang mendapatkan perlakuan P2 nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada yang mendapat perlakuan P1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kandungan protein 18% sampai 20% nyata meningkatkan (P<0,05) nilai haugh unit, sedangkan penigkatan protein dari 22% sampai 24% tidak lagi berpengaruh seperti tampak pada Tabel 11. Peningkatan protein ransum 18% sampai 20% berpengaruh terhadap nilai haugh unit, karena tinggi albumin pada penelitian ini juga meningkat nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Stadelman dan Cotterill (1995) bahwa semakin tinggi albumen, maka tinggi pula nilai HU dan semakin bagus kualitas telur. Sejalan juga dengan pendapat Roesdiyanto, (2002) bahwa Ovomucin sangat berperan dalam pengikatan air untuk membentuk struktur gel albumen, jika jala-jala ovomucin banyak dan kuat maka albumen akan semakin kental yang berarti viskositas albumennya tinggi yang diperlihatkan pada indikator HU. Kandungan protein yang terdapat dalam ransum harus sesuai denagn kebutuhan untuk mendapatkan nilai haugh unit yang optimal. Peningkatan kandunghan protein dari 22% sampai 24% tidak berpengaruh terhadap nilai haugh unit, hal ini karena kandungan protein sebesar 22% sudah mencukupi kebutuhan protein puyuh petelur untuk menghasilkan nilai haugh unit yang maksimal. Selain disebabkan dari protein yang sudah mencukupi kebutuhan, nilai haugh unit juga ditentukan berdasarkan korelasi tinggi albumen dan berat telur. KESIMPULAN Tingkat pemberian protein dalam ransum berpengaruh terhadap bobot telur, tinggi albumen dan nilai haugh unit, namun tidak berpengaruh terhadap bentuk telur. Ransum yang memiliki kandungan protein sebesar 22% menghasilkan kualitas telur yang optimal.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H. SARAN Puyuh fase petelur sebaiknya diberikan ransum dengan kandungan protein sebesar 22% dan energi 2700 kkal per kg untuk menghasilkan kualitas telur yang optimal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan tim Hibah Unggulan Program Studi yang telah mendanai penelitian ini sehingga peneltian ini bisa berjalan dengan baik . DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture series). Interstate Publisher, Inc. Danville, Illinois. Haryono. 2000. Langkah-Langkah Teknis Uji Kualitas Telur Konsumsi Ayam Ras. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Jull MA. 1977. Poultry Husbandry. Ed ke-3. New York: Tatu McGraw Hill. Mozin, S. 2006. Kualitas fisik telur puyuh yang mendapatkan campuran tepung bekicot dan tepung darah sebagai substitusi tepung ikan. J. Agrisains, 7 (3):183-191. Roesdiyanto. 2002. Kualitas telur itik tegal yang dipelihara secara intensif dengan berbagai tingkat kombinasi metionin-lancang (Atlanta sp.) dalam pakan. J. Animal Production, 4 (2):77-82. Romanoff, A.L. dan A.J. Romanoff, 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sone, inc,. New York. Stadellman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition. The Haworth Press, Inc., New York. Sumarni & N. Djuarnani. 1995. Penanganan Pasca Panen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian, Ciawi. Bogor. Tri-Yuwanta, 2002. Telur dan Produksi Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Widjastuti, T & R. Kartasudjana. 2006. Pengaruh pembatasan ransum dan implikasinya terhadap performa puyuh petelur pada fase produksi pertama. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 (3):162-166.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9
Kualitas Telur Puyuh ………………………………………............... Rahmat Ardiansyah H.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10