PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
SKRIPSI TRIYANTO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN TRIYANTO. D14103049. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Ir. Niken Ulupi, MS : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.
Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur pada ternak unggas. Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak. Penambahan cahaya pada malam hari dapat meningkatkan produksi, tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi pemborosan energi listrik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan terhadap performa produksi burung puyuh serta lama pencahayaan yang tepat untuk menghasilkan produksi telur yang optimum. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2006. Penelitian ini dilakukan di peternakan Bapak Senen Harto Prayitno, Desa Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Burung puyuh sebanyak 250 ekor umur 42 hari dikelompokkan secara acak ke dalam 5 taraf perlakuan lama pencahayaan yaitu 16; 18; 20; 22 dan 24 jam/hari. Pencahayaan dilakukan dengan 12 jam cahaya matahari di siang hari dan ditambah penerangan lampu di malam hari. Penambahan dilakukan di awal sebelum matahari terbit. Setiap perlakuan di ulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor burung puyuh. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil analisis ragam yang berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Kontras Polynomial Ortogonal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap produksi telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, konversi pakan dan bobot telur. Hasil Uji Kontras Polynomial Ortogonal menunjukkan berbeda nyata bahwa kurva respon pengaruh lama pencahayaan terhadap produksi telur berbentuk kubik, dengan lama pencahayaan optimum pada pemberian cahaya 22 jam/hari. Kata-kata kunci : Burung puyuh, produksi telur, lama pencahayaan
ABSTRACT Production Performance of The Layer Quail (Coturnix coturnic japonica) 6 – 13 Weeks on The Diferent Lightening Period Triyanto, N. Ulupi dan B. P. Purwanto Quail (Coturnix coturnic japonica) is a small poultry, but it can produce egg very well. Lightening is one of the important factors in quails egg production management. Egg production can be increased by additional lightening in the night. However, the results was still unclear. This research was carried out to observe the effect of lightening period on the quails production performance. The treatments were lighthed for 16, 18, 20, 22 and 24 hours per day. Measured parameters were feed consumption, egg production, egg weight and feed conversion. The results showed that periods of lightening were influencing egg production (P> 0.05), but did not on feed consumption, egg weight and feed conversion. Lightening period for 22 hours per day gives the best performance of egg production. Keywords : Coturnix coturnix japonica, egg production, lightening, feed conversion
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
TRIYANTO D14103049
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PERIODE PRODUKSI UMUR 6-13 MINGGU PADA LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
Oleh TRIYANTO D14103049
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 9 Maret 2007
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604
Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr. NIP. 131 471 379
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur. Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 27 November 1985. Penulis adalah anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Senen Harto Prayitno dan Ibu Sumiyem. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Tegalgiri 3 pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTPN1 Ngemplak dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan di SLTP penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Sukoharjo dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (KOPMA IPB) pada tahun 2003-2006. Penulis mendapatkan penghargaan sebagai Anggota terbaik KOPMA IPB tahun 2004, kemudian tahun berikutnya penulis masuk dalam kepengurusan KOPMA IPB periode 2005-2006 sebagai Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Anggota. Pada kepengurusan tersebut penulis mendapatkan penghargaan sebagai Pengurus terbaik. Pada tahun 2006 penulis menjadi salahsatu kandidat Ketua KOPMA IPB dalam Rapat Anggota Tahunan KOPMA IPB ke-17. Selain itu penulis juga pernah mengikuti berbagai kegiatan, antara lain dalam bentuk Jambore Koperasi Pemuda Nusantara di UNISBA, Pendidikan Lanjut Perkoperasian Nasional di UGM, seminar nasional, pelatihan dan kepanitiaan CAMPUS FAIR KOPMA IPB 2006.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena ridho dan rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nasi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman. Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses pendewasaan kelamin pada ternak, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap produksi telur. Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak. Penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi pemborosan energi. Skripsi ini disusun dengan harapan agar hasilnya dapat digunakan sebagai bahan informasi pada peternak, dinas terkait maupun lembaga penelitian sebagai pedoman dalam menentukan lama penambahan cahaya pada pemeliharaan burung puyuh. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam kelancaran penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan sehingga masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap semoga tulisan ini bermamfa’at bagi pembaca.
Bogor, 9 Maret 2007
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
ii
ABSTRACT...................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. viii DAFTAR TABEL..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan ...................................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
2
Burung Puyuh ....................................................................................... Pencahayaan.......................................................................................... Fungsi Cahaya ............................................................................... Lama Pencahayaan ........................................................................ Intensitas Cahaya ........................................................................... Performa Produksi ................................................................................ Produksi Telur ............................................................................... Bobot Telur .................................................................................... Konsumsi Pakan ............................................................................ Konversi Pakan ..............................................................................
2 4 4 6 7 7 7 8 9 10
METODE .......................................................................................................
11
Lokasi dan Waktu ................................................................................. Materi .................................................................................................... Rancangan Percobaan ........................................................................... Prosedur ................................................................................................
11 11 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
14
Produksi Telur....................................................................................... Bobot Telur ........................................................................................... Konsumsi Pakan ................................................................................... Konversi Pakan .....................................................................................
14 16 18 20
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
22
Kesimpulan ........................................................................................... Saran .....................................................................................................
22 22
UCAPAN TERIMAKASIH ..........................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
24
LAMPIRAN...................................................................................................
26
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi Telur Burung Puyuh pada Level Protein yang Berbeda .....
8
2. Rataan Produksi Telur selama Penelitian ..........................................
14
3. Rataan Bobot Telur selama Penelitian ...............................................
17
4. Rataan Konsumsi Pakan selama Penelitian .......................................
18
5. Rataan Konversi Pakan selama Penelitian .........................................
20
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) .....................................
3
2. Mekanisme Pengaruh Cahaya terhadap Dewasa Kelamin ................
5
3. Hubungan antara Lama Pencahayaan dengan Produksi Telur...........
15
4. Grafik Produksi Telur Mingguan .......................................................
16
5. Grafik Bobot Telur Mingguan ...........................................................
17
6. Grafik Konsumsi Pakan Mingguan....................................................
19
7. Grafik Konversi Pakan Mingguan .....................................................
21
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Analisis Ragam Produksi Telur ................................................
27
2. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Pakan.............................................
27
3. Hasil Analisis Ragam Konversi Pakan Hasil .....................................
27
4. Hasil Analisis Ragam Bobot Telur ....................................................
27
5. Keadaan lingkungan selama penelitian..............................................
27
6. Komposisi Pakan selama Penelitian ..................................................
28
7. Data Produksi Telur selama Penelitian ..............................................
28
8. Data Bobot Telur selama Penelitian ..................................................
28
9. Data Konsumsi Pakan selama Penelitian ...........................................
29
10. Data Konversi Pakan Hasil selama Penelitian ...................................
29
11. Uji Kontras Polynomial Ortogonal ....................................................
29
PENDAHULUAN Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pendewasaan kelamin dan produksi telur pada ternak unggas. Pada periode starter cahaya berperan penting dalam proses pertumbuhan melalui pengaturan sekresi hormon somatotropik (Card dan Nesheim, 1972). Pada periode grower cahaya berperan dalam proses pendewasaan kelamin melalui pengaturan sekresi hormon melatonin (Wikipedia, 2006). Pada periode layer, cahaya berperan dalam proses produksi melalui pengaturan sekresi hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang berperan dalam produksi ovum yang pada akhirnya menentukan produksi telur (North dan Bell, 1990). Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan unggas, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak. Penambahan cahaya dalam kandang dapat meningkatkan produksi telur tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan yang menguntungkan, bahkan mungkin dapat merugikan karena akan terjadi pemborosan energi listrik sehingga meningkatkan biaya operasional. Berdasarkan uraian tersebut maka ingin diteliti pengaruh lama pencahayaan terhadap burung puyuh periode produksi. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan terhadap performa produksi burung puyuh periode produksi. Performa produksi burung puyuh meliputi produksi telur, konsumsi pakan, konversi pakan dan bobot telur.
TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Burung puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. Burung puyuh yang dipelihara di Amerika disebut dengan Bob White Quail, Colinus Virgianus sedangkan di China disebut dengan Blue Breasted Quail, Coturnix Chinensis (Tetty, 2002). Masyarakat Jepang, China, Amerika dan beberapa negara Eropa telah mengkonsumsi telur dan dagingnya karena burung puyuh bersifat dwiguna. Burung puyuh terus dikembangkan keseluruh penjuru dunia, sedangkan di Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak tahun 1979 (Progressio, 2000). Menurut Pappas (2002), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai berikut : Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Sub phylum: Vertebrata Class: Aves Ordo: Galliformes Famili: Phasianidae Sub Famili: Phasianidae Genus: Coturnix Species: Coturnix coturnix japonica Burung puyuh merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia disebut juga Gemak. Jenis burung puyuh yang dipelihara di Indonesia diantaranya Coturnix coturnix japonica, Coturnix chinensis atau Bluebreasted quail, Turnic susciator, Arborophila javanica dan Rollus roulroul yang dipelihara sebagai burung hias karena memiliki jambul yang indah (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh sekarang banyak diternakkan adalah Coturnix coturnix japonica. Coturnix coturnix japonica adalah burung puyuh yang telah lama didomestikasi sehingga kehilangan naluri untuk mengerami telurnya (Nugroho dan Manyun, 1986).
Burung puyuh mempunyai ciri-ciri badannya kecil, bulat dan ekornya sangat pendek (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh memiliki warna bulu bercak-bercak coklat. Kebutuhan pakannya sangat sedikit, sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kecil yaitu 14-24 gram/ekor/hari (Sunarno, 2004). Burung puyuh memiliki kesuburan yang tinggi, mencapai dewasa kelamin dalam waktu singkat, sekitar 6 minggu, lama menetas singkat yaitu 16-17 hari (Tetty, 2002), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang cukup produktif (Sunarno, 2004), dapat bertelur sebanyak 300 butir/tahun (Helinna dan Mulyantono, 2002). Produksi telur yang optimum dapat ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu breeding, feeding dan management. Menurut Permana (2005), bibit burung puyuh petelur komersial didapatkan dari telur tetas yang fertil. Telur tetas yang fertil didapatkan dari perkawinan antara pejantan dan betina dengan rasio satu jantan dan tiga betina. Proses penetasan telur puyuh biasanya dilakukan pada suhu 37-40°C dan kelembaban 55% selama 17 hari. Proses penetasan dimulai dari fumigasi telur, grading telur, penyimpanaan telur dalam setter, pemindahan ke hetcher, setelah menetas dilakukan grading DOQ dan sexing jantan/betina. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa pada ayam, jantan digunakan untuk bibit ayam pedaging dan betina untuk bibit ayam petelur komersial. Burung puyuh membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang berbeda pada tiap periode. Pada periode starter minimal kandungan protein kasar 24 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg. Pada periode grower minimal kandungan protein kasar 20 % dan energi termetabolis 2700 Kkal/kg. Pada periode layer minimal
kandungan protein kasar 22 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg (SNI, 1995). Pada masa pertumbuhan, protein digunakan untuk menyusun jaringan tubuh yaitu membentuk otot, kuku, sel darah dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan sperma (NRC, 1994). Manajemen lingkungan sangat penting untuk menjaga ternak merasa nyaman. Suhu lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan puyuh adalah 20-25ºC (Tetty, 2002). Suhu yang terlalu tinggi akan akan menurunkan kesuburan sperma pada puyuh pejantan dan pada puyuh betina, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerabang telur yang dihasilkan lebih tipis dan mudah retak (North dan Bell, 1990). Kelembaban dalam kandang sangat penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban dalam kandang idealnya 3080%. Kelembaban kandang yang terlalu tinggi akan menyebabkan puyuh mudah terserang penyakit karena kelembaban yang tinggi akan mendukung perkembangan mikroorganisme dan bakteri (Tetty, 2002). Penyakit pada puyuh secara umum digolongkan menurut penyebabnya yaitu disebabkan oleh bakteri, virus, cendawan dan kekurangan gizi. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antaralain radang usus, pullorum dan coccidiosis. Pencegahan penyakit yang disebabkan bakteri bisa dilakukan dengan pembersihan kandang dan disinfeksi kandang karena kandang dan peralatan merupakan media penularan yang efektif. Penyakit yang disebabkan virus antaralain Newcastle Desease, quail bronchitis dan cacar unggas. Pencegahan penyakit tetelo atau ND bisa dilakukan dengan vaksinasi ND. Cendawan yang menyebabkan penyakit pada puyuh adalah Aspergillosis fumigatus. Cendawan Aspergillosis akan muncul apabila kondisi kandang terlalu lmbab, kurang sinar matahari, kotor dan ventilasi udara kurang baik. Pencegahan penyakit yang disebabkan Cendawan Aspergillosis adalah dengan cara, jangan memberikan pakan yang sudah bercendawan dan kelembabaan kandang tidak boleh terlalu tinggi (Tetty, 2002). Pencahayaan Fungsi Cahaya Pada unggas, ada tiga fungsi utama cahaya yaitu untuk memudahkan penglihatan, untuk merangsang siklus internal dalam kaitannya dengan perubahan
panjang hari serta untuk merangsang pelepasan hormon (Ncsu, 2006). Unggas adalah ternak yang peka terhadap cahaya. Cahaya akan mempengaruhi proses biologis melalui aktifitas hormonal. Efek cahaya terhadap aktivitas reproduksi pada unggas dapat melalui tiga cara yaitu mata, kelenjar pineal dan hypotalamus (Card dan Nesheim, 1972). Pada periode starter cahaya berperan dalam proses pertumbuhan melalui pengaturan sekresi hormon somatotropik dan hormon tyroid. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hypotalamus. Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari anterior pituitary.
Hormon
pengendali tersebut terdiri dari hormon stimulasi tyroid yang meningkatkan aktivitas tyroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan. Hormon ini secara langsung mempengaruhi pertumbuhan anak ayam, yaitu mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein (Card dan Nesheim, 1972). Pada periode grower cahaya berperan penting dalam proses pendewasaan kelamin dan pengaturan aktivitas harian. Cahaya berperan dalam proses pendewasaan kelamin melalui pengaturan sekresi hormon melatonin (Wikipedia, 2006). Cahaya mempengaruhi badan pineal dalam mensintesa dan mensekresikan hormon melatonin. Konsentrasi melatonin tinggi ditemukan pada keadaan gelap dan rendah pada keadaan terang (Frendson,1992). Pada puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica), sekresi hormon melatonin ke dalam plasma darah tertahan pada saat perubahan gelap menjadi terang. Tertahannya hormon melatonin tersebut merupakan kondisi yang kritis terhadap perkembangan gonade (Ohta, et al., 1989). Gelap atau terhambatnya cahaya akan merangsang kelenjar pineal untuk memproduksi hormon melatonin, akibatnya produksi melatonin yang berlebih akan menyebabkan terhambatnya perkembangan seksual (Wikipedia, 2006; Cockrem, 1985). Mekanisme pengaruh cahaya terhadap dewasa kelamin dapat dilihat pada Gambar 2. Cahaya
Retina
produksi melathonin
SCN
PVN
asam amino triptopan
SCG
Kelenjar pineal Sistem saraf pusat
Dewasa kelamin Gambar 2. Mekanisme Pengaruh Cahaya Terhadap Dewasa Kelamin (Wikipedia, 2006)
Pada periode layer cahaya berperan dalam pematangan dan pelontaran ovum yang pada akhirnya mempengaruhi produksi telur (Setyawan, 2006). Cahaya yang diterima oleh mata unggas akan dilanjutkan ke bagian otak yang disebut hypotalamus. Hypotalamus ini berperan sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh yang menggerakkan aktivitas-aktivitas hidup seperti makan, minum, tingkah laku seksual serta sekresi kelenjar anterior pituitary. Setelah cahaya diterima oleh hypothalamus maka akan merangsang anterior pituitary untuk mensekresikan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) serta gonadotropin. Setelah mencapai dewasa kelamin, LH (Luteinizing Hormone) merangsang pelontaran ovum (North dan Bell, 1990). Hormon FSH merangsang folikel dalam ovarium sehingga tumbuh dan berkembang dengan cepat serta menghasilkan hormon estrogen, progesteron dan androgen. Hormon estrogen berfungsi untuk merangsang perkembangan oviduct, sedangkan progesteron dan androgen penting untuk merangsang oviduct dalam pembentukan albumen telur (Card dan Nesheim, 1972). Lama Pencahayaan North dan Bell (1990) menyatakan bahwa, intensitas cahaya, panjang periode hari terang dan pola pergantian hari menghasilkan respon biologi yang berhubungan dengan produksi telur. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi. Pemberian cahaya secara terus-menerus selama 24 jam perhari dapat mengganggu kenyamanan, mengurangi kesempatan untuk istirahat, mengkibatkan stres daserta mengganggu kesehatan. Mufti (1997), melaporkan bahwa pemberian cahaya 16 jam per hari dan tingkat protein pakan 22,8% selama periode pertumbuhan telah menghasilkan kinerja yang optimal selama periode pertumbuhan maupun periode bertelur. Peningkatan jumlah cahaya sampai 20 jam perhari dapat menigkatkan produksi telur dan konversi ransum. Purwantoro (2005) dalam panduan beternak puyuh dari Malaysia, menyatakan bahwa untuk produksi telur yang optimum, puyuh petelur membutuhkan 17 jam cahaya setiap hari, dua belas jam adalah dari cahaya matahari dan lima jam dari cahaya lampu. Sudjarwo (2000), menyarankan bila memelihara burung puyuh
agar memberikan hasil performan yang baik, sebaiknya diberikan jenis lampu dengan lama pencahayaan setiap harinya 24 jam. Intensitas Cahaya North dan Bell (1990), melaporkan bahwa setelah beberapa kali percobaan, burung akan menemukan jalannya ke tempat pakan dan kemudian makan, ketika intensitas cahaya minimal seperempat footcandle (≥2,69 lux). Morris (1994) menyatakan bahwa ada hubungan kurviliniar antara intensitas cahaya dengan produksi telur. Produksi telur yang optimal dicapai pada intensitas 5 lux yang diukur didepan cage. Tucker dan Charles (1993), menyatakan bahwa intensitas cahaya antara 1,74 lux sampai 34 lux tidak mepengaruhi bobot telur yang diproduksi. Performa Produksi Produksi Telur North dan Bell (1990) menyatakan bahwa produksi telur sangat ditentukan oleh strain burung, umur pertama bertelur, kematian sebelum masa bertelur, konsumsi pakan dan kandungan protein pakan. Menurut Setyawan (2006), produksi telur ditentukan oleh produksi ovum dan produksi ovum ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dan proses hormonal. Eishu, et al. (2005), dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan protein yang berbeda, lama pencahayaan 16 jam/hari dan suhu 22,5°C menghasilkan produksi telur seperti dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1. Produksi Telur Burung Puyuh Pada Level Protein yang Berbeda Level Protein
Umur (minggu) 6-10
--- % ---
10-20
20-32
6-32
----------------------- % --------------------
18
46,7
61,6
42,8
53
20
67,9
63
62,5
63,7
22
51,3
71,7
62,3
64,6
24
66,5
81,7
81,1
78,7
Sumber: Eishu, et al. 2005
Makund (2006) melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg cukup untuk produksi telur optimum yaitu 79,09% pada umur
9-19 minggu dengan konversi pakan 3,43. Pemberian pakan dengan kandungan energi 2900 Kkal/kg produksi tidak berbeda yaitu 78,59% dengan konversi pakan 3,34. Burung puyuh akan mulai bertelur pada umur 42 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksi telurnya sedikit dan akan cepat meningkat sesuai bertambahnya umur. Puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke-13 (Tetty, 2002). Telur saat permulaan bertelur berukuran kecil ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil. Burung puyuh yang awal bertelur terlalu muda akan menghasilkan telur yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh burung puyuh yang lambat mulai bertelurnya Nugroho dan Manyun (1986). Bobot Telur North dan Bell (1990) menyatakan bahwa bobot telur adalah hasil dari sifat genetika kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetika. Noor (2000), menyatakan bahwa sifat bobot telur mempunyai nilai heritabilitas (h2) yang tinggi yaitu sebesar 60%. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa variasi bobot telur biasanya seragam hanya pada telur double yolk dan telur abnormal lainnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi telur, akibat pakan dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik. Pola alami produksi telur yaitu ketika ayam baru mulai bertelur, telur berukuran kecil secara berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur ayam dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur. Nugroho dan Manyun (1986) juga menyatakan bahwa telur puyuh saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa temperatur lingkungan dan konsumsi pakan merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi bobot telur. Kenaikan suhu lingkungan dapat menurunkan menurunkan ukuran telur dan kualitas kerabang telur. Ukuran dan bobot telur sangat berhubungan dengan ukuran
kuning telur dibandingkan faktor yang lain. Kuning telur dan albumen berhubungan erat dengan perubahan periode produksi. Kuning telur bobotnya 22-25% dari bobot telur keseluruhan. Kenaikan bobot telur akan mengakibatkan kenaikan bobot kuning telur lebih banyak dari albumen. Hasil penelitian Eishu, et al. (2005) pada burung puyuh yang berumur 8-9 minggu pada suhu 22,5-32oC, pemberian pakan dengan kandungan protein 22% bobot telurnya 9,2 gram. Pada umur 20-21 dan 31-32 minggu pemberian pakan dengan kandungan protein 22% bobot telurnya 10,1 gram dan 11,0 gram. Konsumsi Pakan Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas akan diperlukan untuk empat alasan yaitu untuk body maintenence, pertumbuhan, pertumbuhan bulu dan produksi telur. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan harian pada unggas dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok faktor yang berpengaruh dominan adalah kandungan energi pakan dan suhu lingkungan. Kelompok faktor yang berpengaruh minor adalah strain burung, berat tubuh, Bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress dan aktivitas burung. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi. North dan Bell (1990), menyatakan bahwa kenaikan suhu lingkungan akan menurunkan konsumsi pakan, menurunkan produksi telur, menurunkan ukuran telur, menurunkan kualitas kerabang telur dan sebaliknya meningkatkan konversi pakan serta konsumsi air. Islam (2003) melaporkan bahwa pengaturan siklus temperatur lingkungan siang dan malam yang dilakukan pada ayam petelur white leghorn dapat mempengaruhi tingkahlaku makan pada ternak. Pengaturan temperatur pada siang dan malam 25-33oC, 33-25oC dan temperatur tetap 29-29oC berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan. Pakan yang dikonsumsi pada temperatur 25-33oC adalah 78 g/hari berbeda dengan temperatur tetap 29-29oC yaitu 94 g/hari. Makund (2006) menyatakan bahwa pada puyuh petelur umur 9-19 minggu dengan kandungan energi 2900 Kkal/kg adalah 30,02 gram per ekor per hari sedangakan pada pemberian pakan dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg adalah 31,27 gram per ekor per hari. Semakin tinggi kandungan energi pakan, semakin
sedikit pakan yang di konsumsi. Kusumoastuti (1992) melaporkan bahwa, pada puyuh petelur umur 13-19 minggu dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 127,12165,15 g/ekor/minggu. Sumbawati (1992) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu pada puyuh petelur umur 10-20 minggu dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 109,69-135,59 g/ekor/minggu. Burung puyuh membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang berbeda pada tiap periode. Pada periode starter minimal kandungan protein kasar 24 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg. Pada periode grower minimal kandungan protein kasar 20 % dan energi termetabolis 2700 Kkal/kg. Pada periode layer minimal kandungan protein kasar 22 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg (SNI, 1995). Tetty (2002), menyatakan bahwa untuk mencapai produksi yang optimum, sebaiknya puyuh pada periode bertelur diberi ransum dengan tingkat protein 20% sedangkan energi metabolis sebesar 2800 Kkal/kg ransum. Konversi Pakan Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (gram) dengan produksi telur (gram) yang dihasilkan. Konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan ransum, semakin rendah angka konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi angka konversi ransum berarti tingkat efisiensi ransum semakin rendah. Konversi pakan dipengaruhi oleh bangsa burung, manajemen, penyakit serta pakan yang digunakan (Ensminger, 1992). Makund (2006) menyatakan bahwa, pemberian pakan pada umur 9-19 minggu dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg konversi pakannya adalah 3,43, sedangkan pada kandungan energi 2900 Kkal/kg konversi pakan tidak berbeda yaitu 3,34. Sumbawati (1992) melaporkan bahwa, pada puyuh petelur umur 10-20 minggu pada penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein dalam ransum burung puyuh dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 109,69-135,59 g/ekor/minggu dengan konversi pakan 3,00-3,61.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di peternakan Bapak Senen Harto Prayitno, Desa Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan 20 Juli sampai dengan 2 September 2006. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah puyuh petelur Coturnix coturnix japonica berumur enam minggu sebanyak 250 ekor, yang berasal dari Pembibit lokal milik Bapak Sunaryo di Desa Kajar, Kelurahan Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial Formula Q-504 yang diproduksi oleh PT Sierad Produce dengan kode produksi No.572247 spesifikasi puyuh petelur untuk periode bertelur (6-12 minggu), bentuk pelet dengan kandungan protein 22% dan energi metabolis 2.900 Kkal/kg. Vitamin Vitamin yang digunakan Vita Stress dan Medi Egg produk dari PT. Medion. Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang cage sebanyak 25. Cage mempenyai panjang 80 cm, lebar 50 cm dan tinggi 25 cm kapasitas 10 ekor. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat pakan, tempat air minum, ember, alat tulis, lampu merek Osram yang berkekuatan masing-masing 5 watt berjumlah 25 buah, kabel, fitting dan tirai untuk pemisah antar kandang (kardus berwarna cokelat), timbangan telur dan pakan merek JPT-2 kapasitas 200 g dengan skala terkecil 0,1 g.
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Sebagai perlakuan ialah lama pencahayaan. Terdiri dari 5 taraf perlakuan: P1, P2, P3, P4 dan P5 masing-masing dengan lama pencahayaan puyuh periode produksi selama 16, 18, 20, 22 dan 24 jam/hari. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Setiap ulangan terdiri dari 10 ekor, dengan model matematika sebagai berikut : Yij = μ + αi + εij Yij : Nilai pengamatan pada pemberian cahaya ke-i dan ulangan ke-j μ
: Rataan umum
αi : Pengaruh perlakuan pemberian cahaya ke-i εij : Pengaruh galat percobaan pemberian cahaya ke-i pada ulangan ke-j Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis ragam (Anova). Apabila terdapat hasil yang berbeda maka dilanjutkan dengan Uji Tukey dan Uji Kontras Polynomial Ortogonal (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, produksi telur, bobot telur dan konversi pakan. Prosedur Persiapan Kandang Sebelum penelitian dimulai, kandang dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa kotoran, setelah kering kemudian disucihamakan dengan disinfektan. Ruangan disekat menjadi 25 petak dengan menggunakan kardus. Kandang 25 buah masing-masing ditempatkan di petak yang berbeda kemudian diberi nomor 1-25. Burung puyuh 250 ekor dibagi menjadi 25 kelompok masingmasing 10 ekor. Penempatan ke dalam kandang dengan sistem acak. Pemeliharaan Pemberian pakan dan minum dilakukan ad libitum. Pemberian pakan dan minum dilakukan sehari sekali pada pagi hari pukul 07.30 WIB. Pencatatan dilakukan pada pemberian pakan harian dan sisa pakan untuk mengetahui konsumsi pakan. Pengambilan telur dilakukan satu kali sehari yaitu pada malam hari pukul 19.00 WIB karena kandang yang berkapasitas 25 ekor hanya diisi 10 ekor.
Pencatatan dilakukan pada jumlah telur tiap kandang dan dilakukan penimbangan telur tiap kandang setiap hari untuk mengetahui jumlah telur dan bobot telur Pemasangan lampu dilakukan dengan jarak 50 cm dari kandang, setelah dilakukan pengukuran didapatkan intensitas cahaya lampu 5 watt dengan jarak 50 cm adalah 11,2 lux. Pemberian cahaya dilakukan dengan 12 jam cahaya matahari kemudian sisanya ditambahkan cahaya lampu. Penambahan cahaya diberikan di awal. Penambahan cahaya dilakuan sebelum cahaya matahari muncul, sehingga lampu dinyalakan untuk P1, P2, P3, P4 dan P5 masing-masing pukul 02.00, 24.00, 22.00, 20.00 dan 18.00 WIB. Pemberian vitamin Vitastres dilakukan setelah pindah kandang tiga hari berturut-turut. Pemberian vitamin dilakukan untuk menghilangkan stres setelah pindah kandang. Pemberian Medi Egg dilakukan untuk merangsang produksi telur. Pemberian Medi Egg dilakukan satu kali dalam seminggu. Pengaruh Peubah Produksi telur (%) yang dihitung dari jumlah telur yang dihasilkan dibagi jumlah puyuh kemudian dikalikan 100%. Konsumsi pakan (gram) yang dihitung dari total pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan kemudian dibagi jumlah puyuh dalam kandang dan jumlah hari penelitian. Bobot telur (gram) yang dihitung dari total telur dibagi total bobot telur. Konversi pakan yang dihitung dari jumlah ransum yang dikonsumsi (gram) dibagi dengan produksi telur (gram).
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur Tatalaksana pemeliharaan selama periode produksi sangat menentukan kemampuan puyuh dalam memproduksi telur. Hasil pencatatan produksi telur selama penelitian diperoleh bahwa rataan produksi berkisar antara 52% sampai 72,22%. Rataan produksi telur selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Produksi Telur selama Penelitian Lama Pencahayaan
Produksi Telur
------------ jam/hari ------------
------------ % ----------
16
62,27 ± 5,12ab
18
58,62 ± 7,69 a
20
66,13 ± 4,36 ab
22
67,47 ± 4,28 b
24
59,29 ± 2,35 ab
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap rataan produksi telur. Uji Tukey perlakuan terhadap rataan persentase produksi telur diperoleh bahwa pemberian cahaya 18 jam/hari berbeda dengan pemberian cahaya 22 jam/hari. Pemberian cahaya 18 jam/hari tidak berbeda dengan pemberian cahaya 16, 20 dan 24 jam/hari. Pemberian cahaya 22 jam/hari tidak berbeda dengan pemberian cahaya 16, 20 dan 24 jam/hari. Uji kontras polynomial ortogonal menunjukkan berbeda nyata pada kurva respon berbentuk kubik dengan titik maksimum pada pemberian cahaya 22 jam/hari. Pemberian cahaya 22 jam/hari menghasilkan produksi yang lebih baik dari pemberian cahaya 16, 18, 20 dan 24 jam/hari, berarti kebutuhan optimal cahaya pada puyuh selama penelitian adalah sebesar 22 jam/hari. Pada pencahayaan 24 jam/hari, produksi telurnya sebesar 59,29%, lebih rendah dibandingkan pencahayaan 22 jam/hari yaitu 67,47%. Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan cahaya untuk pembentukan hormon sudah berlebih, sehingga berdampak pada aktifitas puyuh yang berlebih dan puyuh kurang mendapat kesempatan untuk istirahat, akibatnya puyuh kelelahan dan mudah stress. Dalam keadaan tersebut maka produksi telur mengalami penurunan. Hal ini sesuai pendapat Gordon (1994) yang menyatakan bahwa pada
ayam, pemberian cahaya secara terus-menerus selama 24 jam/hari dapat mengganggu kenyamanan, mengurangi kesempatan untuk istirahat, mengakibatkan stres serta mengganggu kesehatan. Produksi telur sangat ditentukan oleh konsumsi pakan, kandungan protein pakan dan faktor hormonal dalam proses pembentukan telur. Pada periode layer, kebutuhan cahaya sangat penting untuk proses pembentukan dan pelontaran ovum. Cahaya yang diberikan pada unggas akan diterima oleh mata dan kemudian diolah oleh bagian otak yang disebut hypotalamus. Hypotalamus ini berperan dalam merangsang pituitary anterior untuk mensekresikan hormon LH (Luteinizing Hormone) yang berperan dalam proses pelontaran ovum dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang berperan dalam proses pematangan ovum. Kecukupan cahaya akan mempengaruhi produksi hormon dan selanjutnya akan menentukan produksi ovum. Produksi ovum yang optimal akan menyebabkan produksi telur juga akan optimal. Dari hasil penelitian ini, hubungan antara lama pencahayaan (X) dengan produksi telur (Y) yang dicapai selama 7 minggu produksi pertama dapat dilihat pada gambar 3.
Produksi Telur (%)
Y = -1,7233 X3 + 14,422 X2 – 33,855 X + 83,226 R2 = 95,57%
70 65 60 55 50 16
18
20
22
24
Lama Pencahayaan (jam/hari) Gambar 3. Hubungan antara Lama Pencahayaan (jam/hari) dengan Produksi Telur (%) Hubungan antara lama pencahayaan (X) dengan produksi telur (Y) dapat dinyatakan dalam persamaan kurva polynomial berbentuk kubik Y = -1,7233 X3 + 14,422 X2 – 33,855 X + 83,226 dengan koefisien determinasi 95,57%. Koefisien
determinasi 95,57% menunjukkan bahwa 95,57% keragaman produksi telur selama penelitian disebabkan oleh keragaman lama pencahayaan. Rataan produksi telur seluruh perlakuan selama penelitian adalah 62,76%. Produksi telur tersebut lebih baik dari hasil penelitian Eishu, et al. (2005) yang dilakukan pada burung puyuh yang berumur 6-10 minggu dengan pemberian pakan yang mengandung protein 22% menghasilkan produksi telur 51,3%. Perbedaan tersebut disebabkan karena pada penelitian ini dipelihara sampai umur 13 minggu, sedangkan penelitian Eishu hanya sampai 10 minggu. Pada awal bertelur, produksi telur masih sedikit dan semakin meningkat sesuai pertambahan umur hingga mencapai puncak produksi pada minggu ke-15. Pada umur 11-13 minggu produksi telur sudah stabil dan mendekati puncak produksi, sehingga rataan produksi telurnya lebih tinggi. Rataan produksi telur per minggu dari minggu ke-7 sampai ke-13
Produksi Telur (%)
disajikan pada Gambar 4. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 7
8
9
10
11
12
13
Umur (minggu)
Keterangan:
P1(16)
P2(18)
P3(20)
P4(22)
P5(24)
Gambar 4. Grafik Produksi Telur Mingguan Produksi telur seluruh perlakuan mengalami peningkatan dari minggu ke-7 sampai ke-13, masing-masing 7,77%, 41,25%, 68,8%, 79,84%, 82,06%, 85,78% dan 88,52%. Pada permulaan bertelur, telur yang dihasilkan masih sangat sedikit dan semakin meningkat. Dari minggu ke-10 mulai stabil sampai minggu ke-13. Pemberian cahaya selama 22 jam memberikan efek peningkatan produksi telur pada dua minggu pertama bertelur sampai dua kali lebih banyak dari yang lain dan produksi telur pada minggu selanjutnya relatif sama.
Bobot Telur Hasil pencatatan bobot telur selama penelitian diperoleh rataan bobot telur berkisar antara 9,78 gram/butir sampai 10,95 gram/butir. Rataan bobot telur selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Bobot Telur selama Penelitian Lama Pencahayaan
Bobot Telur
------------ jam/hari ------------
------------ gram/butir ------------
16
10,33 ± 0,05
18
10,37 ± 0,17
20
10,38 ± 0,14
22
10,27 ± 0,33
24
10,53 ± 0,42
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan tidak berpengaruh terhadap rataan bobot telur yang dihasilkan. Bobot telur merupakan salah satu tampilan produksi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal tersebut tercermin dari nilai heritabilitas (h2) yang tinggi pada unggas yaitu sebesar 60% untuk bobot telur (Noor, 2000). Muir dan Agrey (2003) juga menyatakan bahwa sifat bobot telur pada ayam petelur strain pure memiliki nilai heritabilitas 75%. Nilai heritabilitas 75% menunjukkan bahwa sifat bobot telur, 75% ditentukan oleh faktor genetik ternak tersebut dan 25% ditentukan oleh faktor lingkungan. Cahaya merupakan sebagian kecil dari faktor lingkungan, sehingga lama pemberian cahaya kurang mempengaruhi bobot telur. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa bobot telur biasanya seragam, hanya pada telur double yolk dan telur abnormal lainnya yang tidak seragam. Bobot telur dari hasil penelitian ini cukup seragam dengan koefisien keragaman 2,13%. Faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi telur, akibat pakan dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik. Pola alami produksi telur yaitu telur yang dihasilkan ketika baru mulai bertelur, telur yang dihasilkan berukuran kecil dan semakin besar sampai bobot telur yang stabil. Rataan bobot telur selama penelitian umur 7-13 minggu adalah 10,37 gram/butir. Rataan bobot telur tersebut lebih tinggi dari
hasil penelitian yang
dilakukan Eishu, et al. (2005) pada burung puyuh yang berumur 8-9 minggu dengan
pemberian pakan yang mengandung protein 22% yaitu 9,2 gram. Hal itu disebabkan karena bobot telur semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya umur sampai bobot
Bobot Telur (gram/butir) a
yang stabil. Bobot telur per minggu disajikan pada Gambar 5. 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 7
8
9
10
11
12
13
Umur (minggu)
Keterangan:
P1(16)
P2(18)
P3(20)
P4(22)
P5(24)
Gambar 5. Grafik Bobot Telur Mingguan Telur yang dihasilkan pada saat permulaan produksi berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan mencapai besar yang stabil. Bobot telur pada minggu ke-7 masih sangat rendah karena puyuh baru belajar bertelur sehingga ukurannya kecil. Pada minggu ke-9 sampai ke-13, ukuran telur sudah stabil diatas 10 gram/butir. Konsumsi Pakan Hasil pencatatan konsumsi pakan selama penelitian diperoleh konsumsi pakan berkisar antara 20,96 gram/ekor/hari sampai 23,82 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Konsumsi Pakan selama Penelitian Lama Pencahayaan
Konsumsi Pakan
------------ jam/hari ------------
------------ gram/ekor/hari ------------
16
21,78 ± 0,72
18
22,02 ± 0,68
20
22,47 ± 0,40
22
22,45 ± 0,33
24
22,50 ± 0,99
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan tidak berpengaruh terhadap rataan konsumsi pakan. Pada ternak unggas, ada faktor pembatas konsumsi pakan yaitu kapasitas tembolok dan kebutuhan energi (North dan Bell, 1990). Burung puyuh yang mendapatkan cahaya lebih lama akan mempunyai kesempatan untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak dari pada yang lain, tetapi adanya faktor pembatas tersebut menyebabkan burung puyuh akan berhenti makan ketika kebutuhan energinya telah terpenuhi. Pakan yang diberikan selama penelitian sudah sesuai dengan kebutuhan puyuh yang telah ditetapkan dalam SNI (1995) dengan kandungan energi 2900 Kkal/kg. Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai umur yang sama yaitu enam minggu sehingga kapasitas temboloknya tidak jauh berbeda. Hal tersebut menyebabkan konsumsi pakan seluruh perlakuan tidak berbeda. Rataan konsumsi pakan tiap ekor per hari selama penelitian adalah 22,24 g/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan ini hampir sama dengan penelitian yang dilakuakan Kusumoastuti (1992) pada puyuh petelur umur 13-19 minggu yaitu 18,16-23,59 gram/ekor/hari, tetapi masih lebih rendah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Makund (2006) yaitu 30,02 gram/ekor/hari. Pada penelitian ini, konsumsi pakan meningkat tiap minggu, sehingga sangat memungkinkan konsumsi pakannya akan sama dengan penelitian Makund jika dipelihara sampai umur 19 minggu. Konsumsi pakan tiap perlakuan per minggu dapat dilihat pada Gambar 6.
Konsumsi Pakan (gram/ekor/hari)
24.00 23.00 22.00 21.00 20.00 19.00 18.00 7
8
9
10
11
12
13
Umur (minggu)
Keterangan:
P1(16)
P2(18)
P3(20)
Gambar 6. Grafik Konsumsi Pakan Mingguan
P4(22)
P5(24)
Pakan pada puyuh petelur digunakan untuk maintenance dan produksi telur. Kebutuhan pakan untuk maintenance dalam keadaan lingkungan yang stabil hampir sama pada setiap minggu, tetapi untuk produksi telur semakin meningkat seiring peningkatan produksi telur. Hal tersebut menyebabkan konsumsi pakan semakin meningkat dari minggu ke-7 sampai ke-13. Konsumsi pakan pada pemberian cahaya 24 jam/hari terlihat sedikit lebih tinggi dari perlakuan lain karena waktu untuk mengkonsumsi pakan lebih lama dari yang lain. Konversi Pakan Hasil perhitungan konversi pakan selama penelitian diperoleh rataan konversi pakan berkisar antara 3,07 sampai 4,09. Rataan konversi pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konversi Pakan selama Penelitian Lama Pencahayaan
Konversi Pakan
------------ jam/hari ------------
------------
16
3,38 ± 0,25
18
3,67 ± 0,47
20
3,28 ± 0,18
22
3,25 ± 0,16
24
3,61 ± 0,22
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan tidak berpengaruh terhadap rataan konversi pakan. Konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah strain unggas, manajemen, penyakit dan pakan yang digunakan (Ensminger, 1992). Lama pencahayaan merupakan salah satu faktor manajemen pada pemeliharaan puyuh. Lama pencahayaan mempengaruhi konversi pakan melalui jumlah pakan yang dikonsumsi. Burung puyuh yang mendapatkan cahaya lebih lama akan mempunyai kesempatan untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak dari pada yang lain, tetapi adanya faktor pembatas konsumsi menyebabkan burung puyuh akan berhenti makan ketika kebutuhan energinya telah terpenuhi. Hal itu menyebabkan konversi pakan perlakuan satu dengan yang lain tidak berbeda. Pada ayam, pemberian cahaya minimal adalah 16 jam/hari, pemberian cahaya secara terus-menerus selama 24 jam perhari dapat mengganggu kenyamanan,
mengurangi kesempatan untuk istirahat, mengakibatkan stress serta mengganggu kesehatan (North dan Bell, 1990). Burung puyuh sangat rentan terhadap penyakit dan kematian pada umur dua minggu pertama dan menjelang afkir. Pada dua minggu pertama, puyuh sangat rentan terhadap lingkungan. Hal itu disebabkan karena bulu belum tumbuh sempurna. Penyakit yang sering menyerang pada dua minggu pertama antaralain Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini berumur 6 minggu sehingga jarang terserang penyakit. Konversi pakan pada unggas adalah konversi pakan semu karena pakan selain digunakan untuk produksi telur juga untuk pertumbuhan. Pada penelitian ini, pertumbuhan yang terjadi tidak berbeda untuk seluruh perlakuan sehingga konversi dihitung dari produksi telur. Konversi pakan dari produksi telur yang dicapai dalam penelitian ini adalah 3,44. Konversi pakan ini hampir sama dengan hasil penelitian Sumbawati (1992) yaitu 3,00-3,61 serta penelitian Makund (2006) yaitu 3,34. Pada penelitian Makund (2006) lebih baik karena burung puyuh yang digunakan lebih mendekati puncak produksi sehingga prroduksi telur lebih banyak. Konversi pakan
Konversi Pakan
tiap perlakuan per minggu dapat dilihat pada Gambar 7. 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 7
8
9
10
11
12
13
Umur (minggu)
Keterangan:
P1(16)
P2(18)
P3(20)
P4(22)
P5(24)
Gambar 7. Grafik Konversi Pakan Mingguan Pada permulaan produksi, konversi pakan kurang baik karena pada produksi telur masih sangat rendah. Konversi pakan mulai stabil pada minggu ke-9 yang mencapai sekitar 3,5.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perbedaan lama pencahayaaan memberikan pengaruh yang berbeda pada produksi telur burung puyuh. Pemberian cahaya 22 jam/hari menghasilkan produksi telur yang paling baik daripada pemberian cahaya 18, 16, 20 serta 24 jam/hari. Perbedaan lama pencahayaaan tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, bobot telur dan konversi pakan. Saran Penelitian tentang pengaruh lama pencahayaan masih perlu dilanjutkan pada: 1. Intensitas yang berbeda 2. Lama pencahayaan yang berbeda yaitu antara 12-16 jam.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan ke kehadirat Alloh SWT atas rahmat, hidayah dan ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada kedua orang tua yang selalu memberi yang terbaik untuk anaknya serta do’a dan kasih sayangnya serta materi yang telah diberikan tanpa pamrih. Kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H.S., MS dan Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur. Sc. yang telah
meguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiranserta
masukan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakak Basuki dan adik Aisyah Asih Widihastuti yang selalu memotivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Sahabat saya Asih Handayani dan Dhafing Agung Nugroho yang selalu memberikan dorongan dan semangat pada penulis. Teman-teman seperjuangan di Koperasi Mahasiswa IPB dan UNS yang selalu memotivasi penulis. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Teknologi Produksi Ternak Angkatan 40. Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas academika Fakultas Peternakan IPB. Semoga Allah SWT membalas atas semua kebaikannya, dan semoga kita menjadi hamba yang bertawakal dan selalu berada dalam lindungan dan petunjuk-Nya hingga akhir zaman nanti. Amiiin.
Bogor, 9 Maret 2007
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 7th Ed. Lea and Febringer, Philadelphia. Cockrem, JF and BK Follett. 1985. Circadian rhythm of melatonin in the pineal gland of the Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Journal of Endocrinology, Vol 107, Issue 3, 317-324 Eishu, Ri, et al. 2005. Effects of dietary protein levels on production and caracteristics of japanese quail egg. The Journal of Poultry Science, 42 : 130139. Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agricultural Series). 3th Edition. Instate Publisher, Inc. Danville, Illiones. Frendson , R. D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak 4th ed. Gadjahmada University Press. Yogyakarta. Gordon, S.H. 1994. Effects of day length and increasing daylength programmes on broiler welfare and performance. Word Poultry Science Journal. 50:269-282 Helinna dan Mulyantono. 2002. Bisnis puyuh juga bertumpu pada DKI. Majalah Poultry Indonesia. Edisi Juli. Islam M, Saiful, Masanori Fujita and Thosio Ito. 2003. Behavioral activities and energy expenditure of white leghorn laying hens under day-night cyclic temperature. Journal of Poultry Science, 40 : 194-201 Kusumoastuti, E.S. 1992. Pengaruh zeolit dalam ransum puyuh (Coturnix coturnix japonica) terhadap produksi dan kualitas telur pada periode produksi umur 13-19 minggu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Makund, K,M, et al. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium levels at two levels energy. The Journal of Poultry Science, 43 : 351-356, 2006 Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Edisi ke-2. IPB Press, Bogor. Morris, T. R. 1994. Lighthing for layer : what we know and we need to know. World Poultry Science Journal. 50 : 283-287 Muir,W.M dan S.E, Agrey (2003). Poultry Genetics Breeding and Biotechnology. Cabi Publishing. Indiana. Mufti, M. 1997. Dampak fotoregulasi dan tingkat protein ransum selama periode pertumbuhan terhadap kinerja puyuh petelur. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ncsu. 2006. Light Intensity Measurements. http://www.ces.ncsu.edu/depts/poulsci/ tech_manuals/light_intensity_measurements. html. 13 Desember 2006. Nooor, R, R. 2000. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Bogor. North, M, O dan Bell, D, D. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed . Van Nostrand Reinhold. New York.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy of Science. Washington D. C. Nugroho, dan I. G. K. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Penerbit Eka Offset, Semarang. Ohta, M., C. sKodota dan H. Konishi. 1989. A role of melatonin in the initial dtage of photo periodism in the japanese quail. Biology of Reproduction 40:935941. Pappas, J. 2002. “Coturnix Japonica” (On-line), Animal Diversity Web. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Coturnix/ja ponica.html. (25 Mei 2006) Permana, D, H. 2005. Performa produksi burung puyuh (coturnix coturnic japonica) umur 8-11 minggu pada perbandingan jantan dan betina yang berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Progressio, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progressio.or.id. (25 Mei 2006) Purwantoro. 2005. Panduan Puyuh Penelur. http://agrolink.moa.my/jph/dvs/puyuh/ penelur/panduanpuyuhpenelur.html Setyawan, M. 2006. Menyinari layer, menangguk telur. www.poultryindonesia. com. (23 Mei 2006). Standar Nasional Indonesia, 01-3905-1995. Ransum Puyuh Petelur Pemula (Quail Starter) Standar Nasional Indonesia, 01-3906-1995. Ransum Puyuh Petelur Dara (Quail Grower) Standar Nasional Indonesia, 01-3907-1995. Ransum Puyuh Petelur Dewasa (Quail Layer) Sudjarwo, Edhy. 2000. Upaya peningkatan penampilan melalui perlakuan jenis lampu dan lama penambahan cahaya pada burung puyuh. Tesis. Fakultas peternakan Univesitas Brawijaya Malang. Malang. Sumbawati. 1992. Penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein dalam ransum burung puyuh terhadap produksi telur, indeks putih telur dan indeks kuning telur. Skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sunarno. 2004. Potensi Burung Puyuh. Majalah Poultry indonesia Edisi Pebruari hal.61. Tetty. 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka. Jakarata. Tucker, P. dan D. L. Charles. 1993. Light intensity, intermitten lighthing and feeding regime during rearing as affecting egg production and egg quality. Poultry Science. 71 : 1101-1105. Widjaja, H dan Haerudin, R. 2006. Rahasia Pancaindera Ayam. Majalah Trobos edisi Mei 2006. Wikipedia. 2006. Pineal Gland. http://en.wikipedia.org/wiki/Pineal_gland. 13 Desember 2006.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Produksi Telur SK
db
JK
KT
F-hitung
Perlakuan
4
314.6
78.6
3.06
Galat
20
513.2
25.7
Total
24
827.7
P 0.040*
* : berbeda nyata Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Bobot Telur SK
db
JK
KT
F-hitung
Perlakuan
4
0.1823
0.0456
0.67
Galat
20
1.3560
0.0678
Total
24
1.5382
P 0.619
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Pakan SK
db
JK
KT
Perlakuan
4
2.108
0.527
Galat
20
8.947
Total
24
11.055
F-hitung 1.18
P 0.351
0.447
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Konversi Pakan SK
db
JK
KT
Perlakuan
4
0.7331
0.1833
Galat
20
1.5848
0.0792
Total
24
2.3179
F-hitung 2.31
Lampiran 5. Keadaan lingkungan selama penelitian Keadaan Temperatur
Tempat
Siang
Malam
o
Luar Kandang
34,2 C
26,4oC
Dalam Kandang
34,5oC
27,2oC
Musim
Kemarau
Hujan
2 kali
P 0.093
Lampiran 6. Komposisi pakan yang digunakan selama penelitian Nutrisi
Jumlah
Kadar air (%)
13
Max
Protein (%)
22
Min
2900
Min
Lemak (%)
4
Max
Serat (%)
6
Max
Abu (%)
13
Max
Calcium (%)
3,3
Min
Phospor (%)
0,7
Min
EM (Kkal/kg)
Coccidiostat
-
Antibiotik
+
Sumber: PT Sierad Produce, 2001
Lampiran 7. Data Produksi Telur Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rataan
Perlakuan P1 (16) P2 (18) P3 (20) P4 (22) P5 (24) --------------------------- % --------------------------68.89 52.00 62.44 61.78 58.44 56.22 53.56 70.44 64.67 56.89 66.00 66.22 71.33 68.00 57.78 60.89 67.78 63.11 72.22 62.67 59.33 53.56 63.33 70.67 60.67 311.33 293.11 330.67 337.33 296.44 58.62 66.13 67.47 59.29 62.27
Lampiran 8. Data Bobot Telur Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rataan
Perlakuan P1 (16) P2 (18) P3 (20) P4 (22) P5 (24) --------------------------- gram/butir --------------------------10.39 10.59 10.28 10.56 10.47 10.24 10.43 10.47 10.53 10.83 10.33 10.13 10.29 9.78 10.53 10.34 10.31 10.58 10.10 9.86 10.33 10.40 10.28 10.39 10.95 51.63 51.86 51.90 51.36 52.64 10.33 10.37 10.38 10.27 10.53
Lampiran 9. Data Konsumsi Pakan Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rataan
Perlakuan P1 (16) P2 (18) P3 (20) P4 (22) P5 (24) --------------------------- gram/ekor/hari --------------------------22.02 21.31 22.22 22.54 22.80 21.13 22.71 22.80 21.90 23.82 22.67 21.59 22.62 22.46 22.55 20.96 21.69 22.80 22.80 21.08 22.15 22.79 21.89 22.55 22.26 108.92 110.09 112.33 112.25 112.51 21.78 22.02 22.47 22.45 22.50
Lampiran 10. Data Konversi Pakan Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 4 5 Total Rataan
P1 (16) 3.07 3.67 3.23 3.33 3.61 16.91 3.38
Perlakuan P2 (18) P3 (20) ------------------3.87 3.46 4.06 3.09 3.22 3.08 3.10 3.41 4.09 3.36 18.34 16.40 3.67 3.28
P4 (22)
P5 (24)
3.45 3.22 3.38 3.13 3.07 16.25 3.25
3.73 3.86 3.71 3.41 3.35 18.06 3.61
P4 (22) 337,34 1 -1 -2 -4
P5 (24) 296,45 2 2 1 1
Lampiran 11. Uji Kontras Polynomial Ortogonal P1 (16) 311,33 -2 2 -1 1
P2 (18) 293,12 -1 -1 2 -4
Perlakuan P3 (20) 330,65 0 -2 0 6
Q2
r ∑Ci 2
JK
KT
Fhit
Ftab 0,05
209,09 5806,44 10675,02 4877,63
50 60 50 350
4,18 96,774 213,5 13,94
4,18 96,774 213,5 13,94
0,163 3,77 8,32 0,54
4,35 4,35 4,35∗ 4,35
Pembanding Linier Kuadratik Kubik Kuartik