ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
RANI YUDARWATI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN RANI YUDARWATI. Analisis Faktor-Faktor Fisik yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan MUHAMMAD ARDIANSYAH Padi merupakan tanaman pangan utama bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan akan pangan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak, upaya peningkatan produksi padi saat ini terganjal oleh banyak kendala, seperti konversi lahan yang menurunkan luas panen dan penyimpangan iklim yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan sumber daya lahan untuk tanaman padi adalah dengan mempelajari secara obyektif hubungan antara produksi padi di suatu wilayah dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi padi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor fisik terhadap produktivitas, serta menentukan faktor fisik mana yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap produktivitas. Faktor fisik yang dianalisis adalah jenis tanah, fisiografi, kemiringan lereng, elevasi, curah hujan, luas area garapan, dan aksesibilitas. Untuk melihat faktor yang memiliki pengaruh besar tehadap produktivitas padi sawah di kabupaten Bogor digunakan analisis Hasayashi I. Analisis ini ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan dengan produktivitas. Berdasarkan hasil analisis, diketahui produktivitas tertinggi umumnya berada pada jenis tanah Aluvial, fisiografi berupa dataran, kemiringan lereng kurang dari 15%, elevasi kurang dari 500 m, curah hujan rendah (< 3000 mm), luas area garapan kurang dari 2000 m2 dan aksesbilitas dari mudah sampai sedang. Hasil analisis metode Hayashi I menunjukkan bahwa aksesibilitas, fisiografi, dan luas area garapan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi sebesar 0.44. Aksesibilitas mudah dan sedang berkorelasi positif terhadap tinggi-rendahnya produktivitas padi sawah. Sedangkan aksesibilitas sulit berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Dari ketiga faktor tersebut, dapat dilakukan upaya peningkatan produktivitas padi sawah dimulai dengan memperbaiki aksesibilitas, dengan aksesibilitas mudah petani akan lebih mudah dan lebih murah untuk pengangkutan input yang dibutuhkan dalam penanaman padi sawah.
Kata Kunci: padi sawah, produktivitas, faktor fisik, Hayashi I
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
RANI YUDARWATI A14051557
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Fisik Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis
Nama Nomor Pokok
: Rani Yudarwati : A14051557
Menyetujui: Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. NIP. 19550111 197603 1001
Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah, M.Sc. NIP. 19630604 198811 1001
Mengetahui: Ketua Departemen
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1003
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1988 dari keluarga bapak H. Azwarman A.W dan ibu Hj. Yuzeiti Yunis. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari jenjang sekolah dasar (SD) yang diselesaikan di SD Angkasa IX Jakarta pada tahun 1999. Pendidikan sekolah lanjuan tingkat pertama diselesaikan di SLTP Negeri 81 Jakarta pada tahun 2002, dan pada 2005 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 48 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Suberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) selama dua periode kepengurusan. Pada periode kepengurusan 2007/2008 penulis menjabat sebagai anggota divisi Hubungan Luar dan Alumni dan pada periode kepengurusan 2008/2009 penulis menjabat sebagai koordinator divisi Hubungan Luar dan Alumni. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum S1 untuk mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009, mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lansekap tahun ajaran 2008/2009, dan mata kuliah Sistem Informasi Geografi tahun ajaran 2008/2009.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Fisik yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yag sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Komarsa Gandasasmita selaku pembimbing skripsi pertama atas bimbingan, kritik, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan. 3. Bapak Dr. Baba Barus selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini 4. Bapak Dr. Kukuh Murtilaksono selaku dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberikan nasihat, kritik, dan saran yang sangat membangun untuk penulis. 5. Kedua Orang Tua Ayahanda H. Azwarman dan Ibunda Hj. Yuzeiti, Kakakku Rizkinawati dan Richo Rahmadi, Fathur Rizki Rahmadi dan Izzan Rizki Rahmadi, serta keluarga besar tercinta atas kasih sayang, doa, dukungan, serta motivasi tanpa batas yang telah diberikan kepada penulis. 6. Rekan seperjuangan, Linda Sari Asih dan Rizma Hudayya serta staf di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Mba Reni, Mba Agi dan Mba Nisa, yang telah banyak membantu penulis. 7. Kakakku Amanda Mawan, Dina Lucianti, dan Ikhsania Roosari serta teman-teman “Istana Ceria” yang telah memberikan dukungan motivasi yang tak pernah henti kepada penulis. 8. Irsyad Abdul Hakim atas bantuan, dorongan motivasi, kesabaran dan perhatian yang tulus yang telah diberikan kepada penulis. 9. Tri Bakti Oktavianti, Arief Adi Pradana, Astrid Arisinda, Lili Handayani, Ratih Ayu Annisa, dan Afifah, atas bantuan, motivasi, dan persahabatan. 10. Lina Siti Maryamah dan Rizaldy yang telah membantu penulis selama kegiatan lapang dalam penelitian ini. 11. Teman-teman MSL 42 dan semua pihak terkait lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan kenangan tak terlupakan yang telah kita lalui bersama.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dengan baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... viii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2.Tujuan ............................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah ..................................................... 3 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah ................. 4 2.2.1. Tanah..................................................................................... 4 2.2.2. Iklim ...................................................................................... 4 2.3. Lahan ............................................................................................... 5 2.4. Sistem Informasi Geografi ................................................................ 5 2.5. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra .......................................... 6 2.6. Analisis Statistik............................................................................... 9 2.6.1. Diagram Kotak Garis ............................................................ 9 2.6.2. Metode Hayashi I.................................................................. 10 III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 11 3.2. Bahan dan Alat Penelitian ................................................................ 11 3.3. Tahap Penelitian ............................................................................... 11 3.3.1. Tahap Pengumpulan Data ..................................................... 11 3.3.2. Tahap Persiapan Data ........................................................... 12 3.3.2.1. Pengolahan Citra Landsat ........................................ 12 3.3.2.2. Pengolahan Peta Topografi ...................................... 13 3.3.2.3. Pengolahan Peta Tanah ............................................ 15 3.3.2.4. Pengolahan Data Curah Hujan ................................. 15 3.3.3. Penentuan Satuan Lahan ....................................................... 16
3.3.4. Survey Lapang ..................................................................... 16 3.3.5. Pengolahan Data dan Analisis .............................................. 16 3.3.5.1. Pengaruh Faktor-Faktor Fisik Terhadap Produktivitas ................................................................................ 16 3.3.5.2. Penentuan Faktor Fisik yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas ............................................ 17 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ...................................... 19 4.1. Letak Geografis ................................................................................ 19 4.2. Kondisi Fisik .................................................................................... 19 4.2.1. Topografi ............................................................................. 19 4.2.2. Jenis Tanah dan Fisiografi .................................................... 20 4.2.3. Iklim dan Curah Hujan ......................................................... 20 4.2.4. Lahan Pertanian .................................................................... 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 22 5.1. Analisis Citra Digital ........................................................................ 22 5.2. Hubungan Antar Faktor Fisik dengan Produktivitas .......................... 23 5.2.1. Hubungan Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas ............. 23 5.2.2. Hubungan Antara Fisiografi dengan Produktivitas .................. 25 5.2.3. Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas .. 26 5.2.4. Hubungan Antara Elevasi dengan Produktivitas ..................... 28 5.2.5. Hubungan Antara Curah Hujan dengan Produktivitas ............. 30 5.2.6. Hubungan Antara Luas Area dengan Produktivitas ................. 32 5.2.7. Hubungan Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas ............. 33 5.3. Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas .................. 33 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 36 6.1. Kesimpulan...................................................................................... 36 6.2. Saran ................................................................................................ 36 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 37 LAMPIRAN ................................................................................................ 40
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman Teks 1. Kriteria Kelas Kemiringan Lereng ........................................................ 14 2. Kriteria Kelas Elevasi ........................................................................... 14 3. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Padi Sawah ................................. 18 4. Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2007 ........................ 21 5. Luas Masing-masing Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2008 .......... 23 6. Luas Sawah Berdasarkan Jenis Tanah ................................................... 24 7. Luas Sawah Berdasarkan Fisiografi ...................................................... 26 8. Luas Sawah Berdasarkan Kemiringan Lereng ....................................... 28 9. Luas Sawah Berdasarkan Elevasi .......................................................... 30 10. Luas Sawah Berdasarkan Curah Hujan.................................................. 31
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Tahapan Penelitian................................................................................ 12 2. Proses Pemetaan Kelas Lereng .............................................................. 14 3. Proses Pemetaan Kelas Elevasi ............................................................. 15 4. Peta Administrasi Kabupaten Bogor...................................................... 20 5. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor ........................... 22 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor ....................................................... 23 7. Diagram Kotak Garis Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Padi Sawah ...................................................................... 24 8. Peta Fisiografi Kabupaten Bogor .......................................................... 25 9. Diagram Kotak Garis Antara Fisiografi dengan Produktivitas Padi Sawah ...................................................................... 26 10. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor ................................. 27 11. Diagram Kotak Garis Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Padi Sawah ..................................................................... 27 12. Peta Elevasi Kabupaten Bogor .............................................................. 29 13. Diagram Kotak Garis Antara Elevasi dengan Produktivitas Padi Sawah ...................................................................... 29 14. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor...................................................... 30 15. Diagram Kotak Garis Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Padi Sawah ...................................................................... 31 16. Diagram Kotak Garis Antara Luas Area Garapan dengan Produktivitas Padi Sawah ..................................................................... 32 17. Diagram Kotak Garis Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas Padi Sawah ..................................................................... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman Teks
1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor ................................................... 40 2. Tabel Hasil Analisis Spasial Pengamatan Lapang .............................. 45 3. Tabel Hasil Analisis Metode Hayashi I ............................................... 48 4. Panorama Lokasi Pengambilan Sampel Pengamatan ........................... 49
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang mampu menyediakan kebutuhan pangan, yang merupakan kebutuhan paling mendasar. Padi merupakan tanaman pangan utama bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan pangan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak, upaya peningkatan produksi padi saat ini terganjal oleh banyak kendala seperti konversi lahan dan penyimpangan iklim yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas atau gagal panen. Salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan sumber daya lahan bagi tanaman padi adalah dengan mempelajari secara obyektif hubungan antara produksi padi di suatu wilayah dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi padi. Meningkatnya kebutuhan lahan dan semakin langkanya lahan pertanian menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan lahan, sehingga mendorong pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal, terarah dan berkelanjutan dengan memperhatikan berbagai kebutuhan (Tim Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat, 1993). Upaya-upaya peningkatan produktivitas padi dengan mengoptimalkan sumberdaya lahan yang masih tersisa dapat dilakukan dengan lebih efisien bila dilaksanakan pada lahan-lahan yang sesuai atau lahan dengan kondisi fisik yang sangat mendukung. Salah satu cara analisis untuk melihat hubungan faktor-faktor fisik terhadap produktivitas adalah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG mampu menyediakan makna dari suatu informasi spasial terpadu yang dapat membantu dan mengetahui secara tepat lokasi dari berbagai masalah, seperti
penyebaran penduduk, penyebaran penyakit, identifikasi potensi produksi padi dan masalah-masalah lainnya. Selain menyajikan objek dalam bentuk dimensi fisik dan memiliki dimensi keruangan, SIG juga dapat menampilkan informasi peta yang dilengkapi dengan data atribut (data statistik) sehingga analisis data dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat. 1.2. Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengaruh faktor-faktor fisik terhadap produktivitas padi sawah. 2. Menentukan faktor fisik mana yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah Padi diklasifikasikan sebagai family Gramineae (Poaceae). Berdasarkan klasifikasi Gould (1968) padi termasuk kedalam sub family Oryzeideae, suku Oryzeae. Spesies yang paling sering dibudidayakan di Asia adalah Oryzae sativa, sedangkan di Afrika Oryza glaberrina. Menurut Manurung dan Ismunadji (1988), Oryzae sativa dapat dibedakan dari O. glaberina yang tak memiliki cabangcabang sekunder pada malai. Ligula pada O. sativa lebih panjang dan daunnya agak besar serta dapat tumbuh secara musiman. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari 2 kelompok yakni organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Pertumbuhan tanaman padi terdiri dari 2 stadium yaitu vegetatif dan generatif. Fase vegetatif dimulai dari perkecambahan sampai inisiasi primordial malai, sedangkan fase generatif terdiri dari 2 fase lanjutan yaitu pra berbunga mulai inisiasi primordia malai sampai berbunga dan pasca berbunga mulai dari berbunga sampai masak panen (Manurung dan Ismunadji, 1988). Produktivitas tanaman padi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti iklim dan kondisi lahan, varietas yang ditanam dan populasi tanaman. Lahan sebagai tempat tumbuh tanaman perlu mendapat perhatian yang seksama. Kekurangan unsur hara yang diperlukan tanaman dapat diberikan melalui pemupukan disertai pengolahan tanah yang baik (Subandi, Syam dan Widjono, 1988). Di Indonesia, padi ditanam di seluruh daerah, mulai pantai sampai ke dataran tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (8590%) dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo (10 – 15%). Karena padi banyak diusahakan sebagai padi sawah maka penyebaran pusat-pusat padi di Indonesia cenderung erat hubungannya dengan tipe iklim, khususnya curah hujan dan topografi wilayah. Di Jawa, pusat produksi padi sawah umumnya terdapat di dataran rendah sampai medium (Ismunadji et al.,1988).
4
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah 2.2.1. Tanah Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974) atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus. 2.2.2. Iklim Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm perbulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau sekitar 1500-2000 mm per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen), karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa berbunga. Menurut Sumartono et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses
5
fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C. 2.3. Lahan Lahan merupakan daerah dari permukaan bumi yang dicirikan oleh adanya suatu susunan sifat-sifat khusus dan proses-proses yang saling terkait dalam ruang dan waktu dalam tanah, atmosfer dan air, bentuk lahan, vegetasi dan populasi fauna, sebagai hasil dari aktifitas manusia atau tidak (Townshend, 1981). Hadjowigeno et al., (1999), menjelaskan bahwa lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat kegiatan-kegiatan manusia, seperti reklamasi daerah pantai, penebangan hutan dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Vink (1975), mengemukakan bahwa lahan adalah suatu konsep yang dinamis. Lahan merupakan tempat dari berbagai ekosistem tetapi juga merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem tersebut. Lahan juga merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga akan sangat berbeda tergantung dari lokasinya. Dengan demikian kemampuan atau daya dukung lahan untuk suatu penggunaan tertentu juga akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Mather (1986), menambahkan bahwa sumberdaya lahn mungkin dinilai dalam aspek atau atribut yang berbeda dalam pemanfaatannya. Perbedaan dalam cara penilaian lahan ini akan menyebabkan perbedaan dalam penggunaannya. 2.4. Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk digital. Sistem ini
merupakan
suatu
sistem
komputer
untuk
menangkap,
mengatur,
mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis, dan meyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005). SIG berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu SIG secara manual yang beroperasi memanfaatkan peta cetak dan bersifat data
6
analog, dan SIG secara terkomputer sehingga datanya merupakan data digital (Barus dan Wiradisastra, 1997). SIG menyajikan informasi keruangan beserta atributnya terdiri dari beberapa komponen utama ialah (Sutanto, 1995): 1. Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer (dari peta tematik seperti peta jenis tanah), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh (data hasil pengolahan citra digital peginderaan jauh), dan lain-lain. 2. Penyiapan data dan pemanggilan kembali ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/ cetak pada kertas). 3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat melakukan berbagai macam perintah (misalnya overlay antara dua tema peta, dan sebagainya). 4. Pelaporan data adalah dapat menyajikan data dasar (database), data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Data yang digunakan untuk pembuatan basis data terdiri dari dua kelompok ialah data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data ini haruslah bereferensi geografis dan dipresentasikan dengan koordinat-koordinat bumi yang standar (bukan koordinat lokal). Data atribut dapat berupa data statistik (data jumlah penduduk, luas
desa, dan
sebagainya) atau dapat pula berupa data kualitatif (misalnya data informasi tanah, drainase baik, sedang, terhambat, dan sebagainya). 2.5. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Untuk mengumpulkan data penggunaan lahan dapat dilakukan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh sehingga mempermudah pengguna dalam mendapatkan informasi spasialnya. Obyek penggunaan yang umumnya berupa penutup lahan dapat secara langsung diamati dari citra penginderaan jauh. Setiap obyek di permukaan bumi mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang
7
berbeda satu sama lain yang tercermin dari citra (Suryanto, Deri, Widagdo, dan Soekardi, 1998). Dalam penelitian ini peta penggunaan lahan dibuat melalui pendekatan analisis digital data satelit dalam bentuk digital. Analisis citra digital terdiri dari beberapa tahapan, yakni (1) koreksi geometrik / radiometrik, (2) penyajian citra komposit, (3) klasifikasi citra. 2.5.1. Koreksi Geometrik Data Landsat mengandung distorsi geometrik yang harus dikoreksi. Distorsi ini dihasilkan oleh faktor seperti variasi tinggi satelit, ketegakan satelit, dan kecepatannya. Prosedur yang diterapkan pada koreksi geometrik biasanya membedakan distorsi dalam dua kelompok, yakni distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya, dan distorsi yang dipandang acak atau tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Distorsi acak dan distorsi sistematik yang rumit dikoreksi dengan menggunakan analisis titik ikat medan (Ground Control Point/ GCP). Akan tetapi metode ini memerlukan kesediaan peta yang teliti yang sesuai untuk daerah liputan citra dan titik-titik medan yang dapat dikenali pada citra. Pada proses koreksi diperlukan sejumlah besar titik ikat medan dalam bentuk koordinat citra (lajur, baris) dan koordinat peta (koordinat UTM/ Universal Transverse Mercator atau koordinat geografis). Nilai koordinat tersebut kemudian digunakan untuk analisis kuadrat terkecil guna menentukan koefisien bagi persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat citra dengan koordinat bumi. Proses penyesuaian nilai pixel terhadap data asli disebut resampling. Ada beberapa metode resampling dari yang paling sederhana hingga paling rumit yaitu resampling tetangga terdekat (nearest neighbour resampling), interpolasi bilinier (bilinear interpolation), dan cubic conculation. Setelah setiap sel pada matrik keluaran diproses dengan cara ini, diperoleh hasil berupa matrik berdasarkan koordinat bumi berisi data digital yang mempunyai kebenaran geometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997).
8
2.5.2. Penyajian Citra Komposit Penampilan citra dalam komposisi warna semu, seringkali lebih mempermudah pengenalan objek melalui perbedaan warna. Sebuah metode dikembangkan untuk mengetahui secara kuantitatif kombinasi band mana yang mampu menghasilkan komposit warna yang optimum, dengan menyertakan faktor koefisien korelasi dan jumlah total ragam diantara berbagai kombinasi band yang ada didalam perhitungannya, yaitu nilai OIF (Optimum Index Factor). Nilai OIF yang terbesar akan memiliki informasi terlengkap dan duplikasi terkecil. Dengan semakin kecil korelasi antar band maka akan semakin rendah duplikasi dalam menginterpretasi obyek pada citra (Jensen, 1996). 2.5.3. Klasifikasi Citra Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara automatik data digital. Pada proses ini maka pengamatan tiap piksel dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data dengan suatu matrik jenis kategori (Lillesand dan Kiefer, 1997). Pada proses klasifikasi terdapat dua teknik klasifikasi, yaitu klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Klasifikasi tidak terbimbing merupakan suatu cara untuk mengelompokan sebuah piksel pada suatu kelas spektral dimana seorang analis tidak perlu memiliki pengetahuan atau informasi tentang eksistensi atau nama kelas spektral tersebut
(Hanggono,
2000).
Klasifikasi tidak terbimbing
lebih
banyak
menggunakan algorima yang mengkaji sejumlah besar piksel tidak dikenal dan membaginya kedalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai citra yang ada. Klasifikasi terbimbing, asumsi terpenting dalam metode ini adalah bahwa setiap kelas spektral dapat dideskripsikan oleh suatu distribusi probabilitas dalam suatu ruang penciri. Distribusi ini adalah multivariabel dengan beberapa variabel sebagai dimensi ruangnya (Hanggono, 2000). Klasifikasi ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : 1. Penentuan daerah latihan (training area), 2. Tahap klasifikasi, dengan beberapa pendekatan antara lain adalah minimum distance (jarak minimum ke pengkelas rerata), pengkelas
9
parallelipiped,
maximum
likelihood
(pengkelasan
kemiripan
maksimum), 3. Tahap keluaran biasanya dalam bentuk peta. Hasil dari klasifikasi ini dapat diketahui tingkat ketelitiannya melalui nilai Kappa. Citra hasil klasifikasi yang berada dalam bentuk raster ini kemudian dapat diubah kedalam bentuk vektor untuk dapat dianalisis dalam proses selanjutnya. 2.6. Analisis Statistik 2.6.1. Diagram Kotak Garis Langkah awal dalam menganalisis data adalah mempelajari karakteristik data tersebut. Untuk itu, perlu diketahui pemusatan data dan penyebaran data dari nilai tengahnya, nilai ekstrim atau outliernya, dan beberapa pengukuran lainnya. Terdapat beberapa teknik untuk mempelajari karakteristik dan distribusi suatu data, salah satu tekniknya adalah dengan menggunakan diagram kotak garis (boxplot). Diagram kotak garis (boxplot/box and whisker) merupakan salah satu cara dalam deskriptif statistik untuk menggambarkan secara grafik dari data numeris melalui lima ukuran sebagai berikut : nilai observasi terkecil, kuartil pertama (Q1) yang memotong 25% dari data terendah, median (Q2) atau nilai pertengahan, kuartil ketiga (Q3) yang memotong 25% dari data tertinggi, dan nilai observasi terbesar. Dalam diagram kotak garis juga ditunjukkan nilai ekstrim (pencilan/outlier) dari data observasi. Diagram kotak garis dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara populasi tanpa menggunakan asumsi distribusi statistik yang mendasarinya. Oleh karena itu, diagram kotak garis tergolong dalam statistik non-parametrik. Jarak antara bagian-bagian dari kotak menunjukkan derajat dispersi (penyebaran) dan skewness (kecondongan) dalam data. Selain itu, diagram kotak garis juga dapat digunakan untuk melihat kesimetrisan data. Jika data simetris, garis median akan berada ditengah kotak (box) dan garis (whisker) pada bagian atas dan bagian bawah akan memiliki panjang yang sama. Jika data tidak simetris (condong), garis median tidak akan
10
berada ditengah kotak, dan salah satu garis akan lebih panjang dari yang lainnya. (Chaniago, 2009). 2.6.2. Metode Hayashi I Prinsip dasar dan tujuan dari Analisis Kuantifikasi Hayashi I (Tanaka, Tarumi, dan Wakimoto, 1992) adalah sama dengan Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis), yakni: menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabel-variabel penjelas (explanatory variables) dengan satu variabel tujuan tertentu (objective variable). Selanjutnya, hasil uji nyata terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini menunjukkan variable-variabel penjelas mana saja yang paling nyata (significant) kaitannya dengan variabel tujuan. Perbedaan pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi I dengan Analisis Regresi Berganda adalah: 1. Dalam Analisis Regresi Berganda, baik variabel tujuan maupun variabel-variabel penjelas secara umum diukur dalam skala kuantitatif. 2. Dalam Analisis Hayashi I, hanya variabel tujuannya yang diukur dalam skala kuantitatif (data interval atau data rasio), adapun variabel-variabel penjelasnya, semuanya diukur dalam skala kualitatif (data nominal atau data ordinal). 3. Karena perbedaan inilah, maka kalau yang dilakukan dalam Analisis Regresi Berganda adalah pendugaan parameter koefisien variabel-variabel penjelas, sedangkan yang dilakukan dalam Analisis Kuantifikasi Hayashi I adalah pendugaan parameter skor variabel-variabel penjelas.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis data dilakukan di Laboratorium Kartografi dan Penginderaan Jauh, Departemen Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Peta Rupa Bumi Digital skala 1:25.000 untuk Kabupaten Bogor.
Peta Tanah Tinjau Mendalam PPT tahun 1966 Skala 1:25.000.
Citra Landsat tahun 2008 dengan path/row 122/064 dan 122/065.
Data Curah Hujan yang mewakili di Kabupaten Bogor dari tahun 1991-2000.
Data wawancara di lapangan.
Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan aplikasi Arc View 3.3, Erdas Imagine 9.1, Statistica v.8, QuickBasic v.45, dan M.S Office 2007. 3.3. Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu Tahap Pengumpulan Data, Tahap Pengolahan, Tahap Pengambilan Data Lapang, dan Analisis Data. Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1. 3.3.1. Tahap Pengumpulan Data Tahap
pengumpulan
data
meliputi
pengumpulan
literatur
yang
berhubungan dengan topik penelitian, data laboratorium, dan data lapang. Data laboratorium yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta, citra Landsat dan data sekunder. Sedangkan data lapang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data lapang meliputi data produksi, karakteristik aksesbilitas, luas area garapan, dan permasalahan lain yang dialami langsung oleh petani.
12
Pengumpulan Data
Literatur
PetaTopografi
Peta Administrasi Peta Jalan
Citra Landsat ETM+ (Land system) Koreksi Geometri dan Klasifikasi
Peta Kontur
(Land system) DEM Peta Land Use Peta Elevasi
Peta Tanah
Data Iklim
Peta Jenis Tanah Peta Curah Hujan
Peta Lereng
Overlay
Peta Satuan Lahan
Survei Lapang
a. ProduktivitasTanaman b. Luas Area Tanam c. Karakteristik Jalan d. Data Pendukung lain
Pengolahan dan Analisis Data Hubungan antar faktor fisik lahan terhadap produktivitas Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap produktivitas padi
Gambar 1. Tahapan Penelitian
3.3.2. Tahap Persiapan Data Pada persiapan data ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 3.3.2.1. Pengolahan Citra Landsat Citra Landsat diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Tahap pengolahan citra Landsat meliputi: penggabungan layer (stacking), pemotongan citra (cropping), penggabungan citra (mosaic), koreksi geometrik, dan klasifikasi. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik atau rektifikasi bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat seperti yang ada di peta. Koreksi geometrik dilakukan dengan cara menyesuaikan suatu daerah yang sama antara citra yang telah terkoreksi dengan citra yang belum terkoreksi.
Peta Fisiografi
13
Klasifikasi Tahap
klasifikasi
penutup/penggunaan
lahan
bertujuan dengan
untuk
mendapatkan
mengelompokkan
kelas-kelas
piksel-piksel
citra.
Ketelitian hasil klasifikasi dinilai berdasarkan Nilai Kappa yang mencapai minimal 80,01%. Klasifikasi citra dilakukan dengan
metode klasifikasi kemiripan
maksimum (Maximum Likehood Classification). Dalam metode ini training set area yang mirip dengan area lainnya dijadikan kedalam satu kelas. Oleh karena itu, kualitas training set area yang dibuat akan sangat berpengaruh pada hasil klasifikasi penggunaan lahan. Untuk hasil yang lebih baik maka setelah klasifikasi kemudian dilakukan recoding, filtering majority, dan fill citra. Proses terakhir adalah dilakukan pengecekan lapang. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kesalahan hasil klasifikasi. Pada penelitian ini cek lapang lebih ditujukan untuk mencari area padi sawah yang dominan terdapat di area penelitian. 3.3.2.2. Pengolahan Peta Topografi Pengolahan data ini bertujuan untuk mendapatkan peta kelas lereng, dan peta kelas elevasi dengan menggunakan software Arc View 3.3. Peta Kelas Kemiringan Lereng Peta kemiringan lereng diperoleh dari analisis kontur yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama peta kontur diubah menjadi Model Elevasi Digital (DEM). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. Proses pembuatan DEM dilakukan dengan menggunakan metode TIN (Triangulated Irregular Network) dengan memilih Surface-Create TIN from features kemudian masukkan garis kontur sebagai Height Source sehingga terlihat bentukan tiga dimensi dari topografi kabupaten Bogor. Selanjutnya hasil dari TIN tersebut dikonversi ke dalam bentuk grid (rasterisasi). Kemudian dilakukan pengkelasan kemiringan lereng dengan mengelompokkan nilai kelas lereng berdasarkan batasan nilai yang sudah ditetapkan. Kelas lereng yang dibuat berdasarkan FAO tahun 1976. Kriteria kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan skema pembuatan kelas kemiringan lereng disajikan pada Gambar 2.
14
Tabel 1. Kriteria Kelas Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng (%)
Kelas Lereng
Kategori
< 15
1
Datar
15-30
2
Agak Curam
30-50
3
Curam
> 50
4
Sangat Curam
Sumber : FAO, 1976
Digitasi Peta Kontur
DEM
Pengkelasan Kemiringan Lereng
Peta Kelas Kemiringan Lereng
Gambar 2. Proses Pemetaan Kelas Lereng
Peta Kelas Elevasi Peta Kelas Elevasi diperoleh dari digitasi peta kontur yang dibuat kembali kedalam bentuk DEM, kemudian dilakukan pengkelasan elevasi dengan interval 250 m di atas permukaan laut. Setelah itu dilakukan generalisasi untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari kelas elevasi. Kriteria kelas elevasi dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan skema pembuatan kelas elevasi disajikan pada Gambar 3. Tabel 2. Kriteria Kelas Elevasi
Kelas
Elevasi (m dpl)
1
25 – 250
2
250 – 500
3
500 – 750
4
750 – 1000
5
1000 – 1250
6
1250 - 1500
15
Digitasi Peta Kontur
DEM
Pengkelasan Elevasi
Peta Elevasi Gambar 3. Proses Pemetaan Kelas Elevasi
3.3.2.3. Pengolahan Peta Tanah Peta tanah digunakan untuk mendapatkan informasi jenis tanah dan fisiografis atau bentuk wilayah, sehingga dapat terbentuk Peta Jenis Tanah dan Peta Fisiografi di daerah penelitian. Peta tanah yang digunakan adalah peta tanah kabupaten Bogor skala 1:250.000 tahun 1966 produksi Pusat Penelitian Tanah. Peta tersebut didigitasi sehingga menjadi bentuk digital, kemudian dimasukkan data-data tabularnya. 3.3.2.4. Pengolahan Data Curah Hujan Pengolahan data curah hujan dilakukan menggunakan Poligon Thiessen. Menurut Baba Barus dan Wiradisastra (2000), Poligon Thiessen atau Voroni atau Dirichlet mendefinisikan daerah-daerah yang dipengaruhi sesamanya oleh sekelompok titik-titik. Hal ini merupakan pendekatan pengembangan data titik yang diasumsikan bahwa informasi terbaik untuk lokasi yang tanpa pengamatan adalah nilai dari lokasi terdekat dari titik tersebut. Terdapat 9 titik pengamatan curah hujan dengan selang 10 tahun. Titik pengamatan tersebut adalah Atang Sendjaja, Cikopomayak, Cibinong, Dayeuh, Leuwiliang, Kebun Raya Bogor, Ciawi, Citeko, Gunung Mas. Dari ke-9 titik pengamatan tersebut, didapatkan rata-rata curah hujan pada masing-masing wilayah (Lampiran 1). Sebelum dibuat menjadi peta curah hujan, data atribut terlebih dahulu dibuat point yang berisikan koordinat masing-masing stasiun curah hujan yang ada di kabupaten Bogor. Kemudian digunakan Extension Bappeda Tool agar point
16
yang telah dibuat sebelumnya dapat diubah menjadi Poligon Thiessen sehingga menghasilkan peta curah hujan. 3.3.3. Penentuan Satuan Lahan Pada penelitian ini satuan lahan diperoleh dari hasil tumpang tindih antara data topografi (peta administrasi, peta kemiringan lereng, dan peta elevasi), peta jenis tanah dan peta fisiografi yang bersumber dari peta tanah, dan peta curah hujan. Gabungan dari beberapa peta tersebut menghasilkan data spasial dan data atribut berupa satuan lahan dari berbagai karakteristik lahan sawah yang ada di kabupaten Bogor. Terdapat 129 karakteristik lahan sawah yang memiliki luasan poligon yang sangat beragam. Untuk dapat memudahkan pengamatan lapang, dipilih karakteristik lahan sawah yang dominan menyebar dan memiliki luasan poligon yang cukup luas. Dalam hal ini, poligon-poligon yang dipilih adalah poligon yang memiliki luas ≥ 25 Ha. Setelah dilakukan pemilihan, didapat 67 karakteristik lahan sawah yang dapat diamati. 3.3.4. Survey Lapang Survey lapang dilakukan untuk mengetahui kecocokan hasil interpretasi dan memperbaikinya. Pada saat survey dilakukan juga wawancara dengan para petani untuk mendapatkan data produksi, luas area yang digarap petani, karakteristik jalan serta data pendukung lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan padi sawah. 3.3.5. Pengolahan Data dan Analisis Proses analisis dimulai dengan memasukkan data atribut dari setiap lokasi pengamatan yang didapat saat pengecekan lahan sawah, kemudian dilakukan analisis untuk melihat pengaruh faktor-faktor fisik terhadap produktivitas, dan penentuan faktor fisik mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan produktivitas. 3.3.5.1. Pengaruh Faktor-Faktor Fisik Terhadap Produktivitas Pengaruh masing-masing faktor fisik terhadap produktivitas padi sawah dilakukan dengan analisis diagram kotak garis. Diagram ini memperlihatkan
17
pemusatan data untuk setiap faktor fisik dan pengaruh antar setiap faktor fisik dengan tingkat produktivitas, serta pada kondisi karakteristik lahan yang bagaimana, penggunaan lahan tersebut dijumpai paling banyak, paling minimum, atau bahkan tidak dijumpai sama sekali. Analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer Statistica v.8 3.3.5.2. Penentuan Faktor Fisik yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Pengaruh suatu karakteristik lahan terhadap produktivitas baru terlihat jelas pada kondisi dimana karakteristik lahan tersebut menjadi pembatas untuk penggunaan lahan sawah. Semakin besar pembatas dari karakteristik lahan tersebut, akan menyebabkan semakin rendah produktivitas pada lahan sawah tersebut. Untuk mengetahui karakteristik pembatas yang sangat mempengaruhi produktivitas padi sawah di kabupaten Bogor, digunakan metode Hayashi I. Metode Hayashi I ini dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi QuickBasic v.45 Analisis ini ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan dengan satu peubah tujuan. Selanjutnya dari hasil pengujian terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini diperoleh peubah-peubah penjelas yang nyata kaitannya produktivitas padi sawah. Peubah yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Persamaan pengujian korelasi parsial peubah yang berperan nyata terhadap produktivitas padi sawah adalah sebagai berikut: r =
t2 t2 n 2
dimana t= nilai t-tabel
Nilai t-tabel diidentifikasi dari tabel t-student pada tingkat kepercayaan (1-α)*100% tertentu dengan derajat bebas (n-2). Dalam hal ini ditetapkan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh nilai batas kritis yang digunakan sebagai titik ambang korelasi yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% tersebut. Nilai korelasi parsial dinyatakan nyata pada tingkat kepercayaan 95% jika nilai korelasi lebih besar dari nilai r hasil perhitungan.
18
Tabel 3. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Padi Sawah
Peubah X Jenis Tanah
Fisiografi
Kemiringan Lereng Elevasi
Curah Hujan
Luas Area
Aksesibilitas
Kategori 1 = Aluvial 2 = Grumusol 3 = Latosol 4 = Podsoik Merah Kuning 5 = Tanah Lain 1 = Dataran 2 = Bukit Lipatan 3 = Volkan 4 = Volkan dan Bukit Lipatan 1 = < 15% 2 = 15 – 30% 1 = < 500 m 2 = 500 – 750 m 3 = > 750 m 1 = Rendah 2 = Sedang 3 = Tinggi 1 = Mudah 2 = Sedang 3 = Sulit 1 = < 2000 m2 2 = 2000 – 5000 m2 3 = > 5000 m2
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibukota Republik Indonesia (DKI Jakarta) dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 km2 terletak antara 60 18' 0'' - 60 47' 10'' lintang selatan dan 1060 23' 45'' - 1070 13' 30'' bujur timur. Wilayah kabupaten Bogor berbatasan dengan: Sebelah Utara
: Kota Depok dan DKI Jakarta
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Tanggerang
Sebelah Timur
: Kabupaten Karawang
Sebelah Timur Laut
: Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur
4.2. Kondisi Fisik 4.2.1. Topografi Kabupaten Bogor memiliki topografi yang semakin tinggi ke arah bagian selatan, dan semakin rendah ke arah utara. Bagian selatan kabupaten Bogor merupakan wilayah pegunungan, yaitu Gunung Salak dan Gunung Pangrango, sedangkan bagian utara menuju daerah Pantai Utara Pulau Jawa. Kabupaten
Bogor
memiliki
40
kecamatan
(Gambar
4),
427
desa/kelurahan, 3.516 RW dan 13.603 RT. Dari jumlah desa tersebut mayoritas mempunyai ketinggian kurang dari 500 m terhadap permukaan laut, yakni 234 desa, sedangkan di antara 500 - 700 meter ada 144 desa dan sisanya 49 desa berada pada ketinggian lebih dari 500 meter dari permukaan laut. Wilayah kabupaten Bogor memiliki ketinggian keseluruhan antara 25 – 2250 meter diatas permukaan laut. Dengan perbedaan ketinggian tersebut, maka dapat dibentuk tiga dimensi bentang lahan kabupaten Bogor, yaitu dataran, volkan, dan bukit lipatan (www. bogorkab.go.id).
20
Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Bogor
4.2.2. Jenis Tanah dan Fisiografi Penentuan jenis tanah pada wilayah kabupaten Bogor didasarkan pada Peta Tanah yang bersumber dari PPT tahun 1966. Terdapat 7 jenis tanah yaitu Latosol, Podsolik Merah Kuning, Aluvial, Regosol, Grumusol, Andosol, Renzina. Sedangkan fisiografi kabupaten Bogor terdiri dari dataran, volkan, bukit lipatan, serta volkan dan bukit lipatan. 4.2.3. Iklim dan Curah Hujan Berdasarkan klasifikasi Schmit dan Ferguson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk dalam iklim tropis tipe A (sangat basah), di bagian selatan dengan suhu antara 20° - 22° C, serta curah hujan antara 2500 mm sampai 5000 mm, dan tipe B (basah) dibagian utara dengan suhu rata-rata 25° C dan curah hujan kurang dari 2500 mm. (www.bogorkab.go.id).
21
4.2.4. Lahan Pertanian Luas lahan pertanian di kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: Tabel 4. Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2007
No.
Keterangan
Luas (Ha)
1
Lahan Sawah
48.321
2.
Pertanian Lahan Kering
79.734
- Tegalan
57.609
- Perkebunan Negara
4.422
- Perkebunan Swasta
3.650
- Perkebunan Rakyat
14.054
Kolam Tebat/Empang
2.359
3
Sumber: www.bogorkab.go.id
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk memudahkan pengamatan dalam mengidentifikasi penggunaan lahan pada citra Landsat digunakan kombinasi band RGB 5-4-2. Kombinasi band tersebut memiliki kekontrasan yang tinggi sehingga dalam membedakan penggunaan lahan akan semakin lebih mudah. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Pada analisis ini didapat nilai Kappa sebesar 82.44 %. Hasil pengamatan visual dibedakan menjadi 5 objek penggunaan lahan, yaitu hutan, pemukiman, sawah, semak belukar, tegalan/kebun campuran. Hasil analisis berupa peta penutupan/penggunaan lahan serta luas masing-masing penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 5.
Gambar 5. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2008
23
Tabel 5. Luas Masing-masing Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2008
No. 1 2 3 4 5
Keterangan Hutan Pemukiman Sawah Semak belukar Tegalan/Kebun campuran
Luas (Ha) 64.524 639.889 41.825 45.592 97.545
5.2. Hubungan Antar Faktor Fisik dengan Produktivitas 5.2.1. Hubungan Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Hasil pengolahan data jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 6 terlihat bahwa kabupaten Bogor didominasi oleh jenis tanah Latosol. Menurut Subagyo et al. (2004), tanah Latosol banyak dimanfaatkan untuk perladangan berpindah, pertanian lahan kering, tegalan dan kebun campuran serta tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, bahkan kalau iklimnya memungkinkan dapat dipergunakan untuk perkebunan tebu. Lereng tanah Latosol umumnya relatif stabil dan tahan terhadap erosi.
Gambar 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor
24
Gambar 7 memperlihatkan bahwa produktivitas tertinggi berada di daerah yang berjenis tanah Aluvial, sedangkan produktivitas terendah secara umum berada pada daerah yang berjenis tanah Podsolik Merah Kuning.
Produktivitas (ton/ha)
7 6 5 4 3 2 1 0 Aluvial
Grumusol
Latosol
Podsolik Merah Kuning
Jenis Tanah
Gambar 7. Diagram Kotak Garis Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Padi Sawah
Lebih tingginya produktivitas pada tanah Aluvial menunjukkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang cocok untuk pertanaman padi sawah. Hal ini dimungkinkan karena umumnya dekat dengan sumber air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman padi sawah. Menurut Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978), tanah Aluvial di Indonesia merupakan tanah yang paling banyak dan paling baik digunakan untuk persawahan. Tanah Aluvial merupakan tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah, sehingga faktor air yang menjadi kunci utama dalam penanaman padi sawah selalu tersedia. Tanah aluvial berdasarkan sistem taksonomi tanah masuk kedalam ordo Entisol. Susunan kimia tanah Entisol yang berada di sekitar gunung api memperlihatkan korelasi dengan tekstur. Kadar fosfat tertinggi dikandung tanah bertekstur kasar dan berkurang dengan makin halus tekstur, sebaliknya K semakin rendah. Umumnya semakin halus tekstur tanah, semakin produktif (Rachim dan Suwardi, 1999). Tabel 6. Luas Sawah Berdasarkan Jenis Tanah
No. 1 2 3 4 5
Jenis Tanah Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Merah Kuning Tanah Lain
Luas (Ha) 4.811 4.119 11.632 4.044 698
25
Tabel 6 memperlihatkan penanaman padi sawah yang paling dominan berada pada tanah Latosol hal ini dapat terlihat dari penyebaran data, dimana diagram kotak garis untuk jenis tanah Latosol memiliki rentang
garis
yang
lebih panjang dari jenis tanah lainnya. Faktor yang sangat mempengaruhi mengapa petani tetap menanam padi sawah di tanah Latosol adalah karena waktu yang dibutuhkan dari menanam sampai panen relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan menanam tanaman pangan kering atau perkebunan. Sehingga modal yang dikeluarkan dapat dengan cepat kembali dan petani bisa memulai penanaman selanjutnya. Selain itu, dengan menanam padi, petani tidak perlu khawatir jika hasil produksi nanti tidak terjual secara maksimum di pasaran, karena walaupun begitu, petani dapat menggunakan hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. 5.2.2. Hubungan Antara Fisiografi dengan Produktivitas
Gambar 8. Peta Fisiografi Kabupaten Bogor
Hasil pengolahan data fisiografi dapat dilihat pada Gambar 8. Dari keempat fisiografi tersebut, volkan merupakan fisiografi yang paling dominan. Kabupaten Bogor didominasi fisiografi volkan dikarenakan letaknya yang berada
26
dekat dengan Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Sedangkan dibagian timur laut kabupaten Bogor, didominasi oleh fisografi volkan dan bukit lipatan. Produktivitas (Ton/Ha)
7 6 5 4 3 2 1 0 Dataran
Bukit Lipatan
Volkan
Volkan dan bukit lipatan
Fisiografi
Gambar 9. Diagram Kotak Garis Antara Fisiografi dengan Produktivitas Padi Sawah
Diagram kotak garis antara produktivitas dengan fisiografi menunjukkan bahwa daerah yang berfisiografi dataran cenderung memiliki nilai produktivitas yang dominan lebih tinggi jika dibandingkan dengan fisiografi lainnya, sedangkan nilai produktivitas paling rendah berada di fisiografi volkan dan bukit lipatan. Menurut Soepardi (1983), di dataran, air yang berlebihan sukar terbuang dengan cepat dan bila drainase tanah bersangkutan buruk, maka air tersebut dapat menggenang atau membasahi tanah sepanjang tahun. Ketersediaan air merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan padi. Tabel 7. Luas Sawah Berdasarkan Fisiografi
No. 1 2 3 4
Fisiografi Bukit Lipatan Dataran Volkan Volkan dan Bukit Lipatan
Luas (Ha) 6934 5592 5013 7763
Penanaman padi sawah dominan pada daerah yang berfisiografi volkan dan bukit lipatan. Kabupaten Bogor memang didominasi oleh fisiografi volkan karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh beberapa gunung. 5.2.3. Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Gambar 10 merupakan hasil pengolahan kemiringan lereng yang ada di kabupaten Bogor. Pada bagian utara kabupaten Bogor didominasi oleh kemiringan lereng ≤ 15%, sedangkan pada bagian selatan, kemiringan lereng bevariasi dari 15% hingga > 50%, namun dominasi lereng adalah 15 – 30%.
27
Gambar 10. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor
Produktivitas (ton/ha)
7 6 5 4 3 2 1 0 0-15%
15-30% Kemiringan Lereng
Gambar 11. Diagram Kotak Garis Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Padi Sawah
Gambar 11 memperlihatkan produktivitas tertinggi cenderung berada pada kemiringan lereng kurang dari 15%. Garis yang menghubungkan median-median pada Gambar 11, menunjukkan pola hubungan antara produktivitas dengan kemiringan lereng memiliki tren yang negatif, semakin tinggi kemiringan lereng, nilai produktivitas padi sawah cenderung menurun.
28
Tabel 8. Luas Sawah Berdasarkan Kemiringan Lereng
No. 1 2 3 4
Kemiringan Lereng ≤ 15% 15%-30% 30%-50% > 50%
Luas (Ha) 21.526 3.704 44 30
Tabel diatas menunjukkan penanaman padi paling dominan barada pada kemiringan lereng kurang dari 15%. Penanaman padi sawah membutuhkan teras yang relatif datar, sehingga sangat dibatasi oleh kecuraman lereng. Menurut Sarwono dan Widiatmaka (2007), lahan yang memiliki lereng yang masuk kategori sesuai untuk pertanaman padi sawah berkisar antara 0-15%. Lahan yang masuk kategori sangat sesuai untuk pertanian padi sawah memiliki kisaran lereng 0-3%, sedangkan yang cukup sesuai memiliki kisaran lereng 3-8%, dan lahan yang sesuai marginal berada pada kisaran lereng 8-15%. 5.2.4 Hubungan Antara Elevasi dengan Produktivitas Kabupaten Bogor memiliki elevasi yang bervariasi dari 25 – 2250 meter diatas permukaan laut. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 12. Dari hasil pengolahan data yang didapat, bagian utara kabupaten Bogor didominasi oleh elevasi 25 – 250 meter diatas permukaan laut, sedangkan bagian selatan memiliki elevasinya semakin meningkat dan daerah yang paling selatan merupakan daerah yang memiliki elevasi paling tinggi yaitu ≥ 1500 meter diatas permukaan laut. Gambar 13 menjelaskan hubungan elevasi terhadap produktivitas padi sawah. Pada diagram ini terlihat tren dimana semakin meningkat elevasi, nilai produktivitas padi sawah cenderung semakin menurun. Dominan penanaman padi sawah juga berada pada daerah elevasi tersebut (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena suhu udara pada masing-masing rentang elevasi memiliki perbedaan suhu yang nyata. Menurut Nasir (2003), ketinggian tempat merupakan salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh kuat terhadap suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme terutama fotosintesis dan respirasi tanaman.
29
Gambar 12. Peta Elevasi Kabupaten Bogor
Terdapat pencilan nilai produktivitas maksimum di rentang elevasi 500 – 750 yaitu sebesar 6.5 ton/ha. Berdasarkan hasil wawancara, petani contoh pada lokasi tersebut mampu melakukan pemeliharaan secara intensif.
Produktivitas (ton/ha)
7 6 5 4 3 2 1 0 < 500 m
500 - 750 m
> 750 m
Elevasi (m)
Gambar 13. Diagram Kotak Garis Antara Elevasi dengan Produktivitas Padi Sawah
Disamping itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya produktivitas di daerah tersebut adalah karena aksesbilitas yang sangat mudah, sehingga memudahkan petani untuk medapatkan input yang dibutuhkan dalam pengelolaan.
30
Tabel 9. Luas Sawah Berdasarkan Elevasi
No. 1 2 3 4 5
Elevasi (m) 25-250 250-500 500-750 750-1000 1000-1250
Luas (Ha) 18.836 4.428 1.592 364 83
5.2.5 Hubungan Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Supaya bisa mengetahui secara jelas hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi sawah, kesembilan data curah hujan yang telah didapat, dimasukkan kedalam kriteria curah hujan yang telah dibuat, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan penelitian Yusmandhany (2004), yang menyebutkan bahwa curah hujan rata-rata kabupaten Bogor berkisar 3000-4000 mm/tahun, maka dalam penelitian ini dibuat kriteria curah hujan sedang yaitu antara 30004000 mm/tahun. Sedangkan kriteria rendah yaitu curah hujan kurang dari 3000 mm/tahun dan kriteria tinggi yaitu curah hujan lebih dari 4000 mm/tahun. Peta curah hujan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor
31
Hubungan antara curah hujan dengan produktivitas dapat dilihat pada Gambar 15 diagram tersebut menunjukkan hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi sawah cenderung memiliki tren yang negatif. Semakin meningkatnya curah hujan, produktivitas padi sawah semakin menurun. Meskipun faktor utama dalam penanaman padi sawah adalah ketersediaan air, tetapi dengan tingginya curah hujan di suatu daerah, tidak dapat dipastikan produktivitas di daerah tersebut juga tinggi. Terdapat faktor pembatas yang berkaitan erat dengan curah hujan yaitu suhu. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi (>4000 mm) umumnya terletak pada elevasi yang tinggi dan memiliki suhu udara yang rendah, sehingga menurunnya produktivitas padi sawah pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi bukan disebabkan oleh curah hujan tersebut, melainkan karena faktor suhu yang tidak menunjang untuk dilakukan penanaman padi sawah.
Produktivitas (ton/ha)
7 6 5 4 3 2 1 0 Rendah
Sedang
T inggi
Curah Hujan
Gambar 15. Diagram Kotak Garis Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Padi Sawah
Selain itu terdapat data pencilan yang merupakan nilai produktivitas paling tinggi pada selang tersebut. Penyebab tingginya nilai produktivitas pada lokasi tersebut ketika dilakukan wawancara lapang adalah karena petani mampu melakukan pemeliharaan secara intensif. Tabel 10. Luas Sawah Berdasarkan Curah Hujan
No. 1 2 3
Curah Hujan Rendah Sedang Tinggi
Luas (Ha) 6.406 15.476 3.421
Tabel 10 menunjukkan penanaman padi sawah paling dominan berada pada selang 3000 – 4000 mm, hal tersebut dikarenakan pada umumnya daerah yang memiliki curah hujan < 3000 mm relatif berada pada lereng datar, dimana
32
pada lereng tersebut konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian banyak terjadi. Sehingga terjadi pergeseran lokasi penanaman sawah menjadi dominan di curah hujan 3000 – 4000 mm. 5.2.6. Hubungan Antara Luas Area dengan Produktivitas 7
Produktivitas
6 5 4 3 2 1 0 < 2000
2000 - 5000
> 5000
Luas Area (m2)
Gambar 16. Diagram Kotak Garis Antara Luas Area dengan Produktivitas Padi Sawah
Gambar 16 memperlihatkan bahwa produktivitas tinggi justru didapat pada luas area < 2000 m2. Salah satu penyebabnya adalah karena pada luas area < 2000m2, petani lebih intensif dalam merawat tanaman padinya dibandingkan dengan yang memiliki luas area yang lebih besar karena input yang harus diberikan agar hasil produksi bisa maksimum tidak terlalu mahal. Dari hasil pengamatan selama di lapang, hampir sebagian besar petani memiliki kesulitan terhadap modal dalam menanam padi, sehingga jika semakin besar luasan yang digarap, maka modal yang digunakan juga akan semakin besar. Selain itu, terdapat faktor luar yang menganggu proses pertanaman padi, yaitu hama dan penyakit. Semakin besar luas area sawah yang digarap, petani masih belum mampu melakukan pengendalian hama dan penyakit secara intensif. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, diketahui bahwa luas area antara 2000 – 5000 m2 memiliki ragam data yang paling lebar. Ketika dilakukan wawancara lapangan didapat penyebab dari luas area sawah yang digarap semakin sempit adalah tanah yang dimiliki saat ini merupakan tanah warisan dari orang tua, masing-masing pewaris mendapat hak tanahnya, dan menggunakannya sesuai dengan keperluannya. Disisi lain, menurut Ilham et al., (2003) berkurangnya luas area persawahan
adalah
karena
pertumbuhan
perekonomian
yang
menuntut
pembangunan infrastruktur. Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan
33
untuk penggunaan hal tersebut semakin meningkat. Akibatnya banyak lahan sawah, mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut.
Nilai jual yang diterima petani
terhadap konversi lahan ini tentu akan lebih tinggi sehingga membuat petani befikir akan lebih mudah jika dijual atau dibuat ruang terbangun jika dibandingkan dengan menanam padi tetapi hasil yang didapatkan kurang memuaskan. 5.2.7. Hubungan Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas Produktivitas (ton/ha)
7 6 5 4 3 2 1 0 Mudah
Sedang
Sulit
Aksesbilitas
Gambar 17. Diagram Kotak Garis Antara Produktivitas Padi Sawah dengan Aksesbilitas
Gambar 17 menunjukkan produktivitas maksimum cenderung berada pada aksesibilitas mudah. Tetapi, pola yang terlihat menunjukkan hubungan antara produktivitas padi sawah dengan aksesibilitas tidak sederhana, karena pada daerah yang memiliki aksesibilitas sulit, nilai produktivitasnya juga relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh garis median yang tidak begitu jauh antara masing-masing kriteria aksesibilitas. Garis yang menghubungkan antar median pada menunjukkan pola hubungan yang lebih jelas. Semakin sulit aksesibilitas menuju lahan sawah, produktivitas padi sawah semakin menurun. Alasan mengapa produktivitas menurun dengan semakin sulitnya aksesibilitas karena dengan semakin sulitnya akses, pengadaan input seperti pupuk dan pestisida dalam penanaman padi sawah akan semakin sulit. Agar dapat memenuhi input yang dibutuhkan biaya yang lebih besar untuk bisa mendapatkan input tersebut. 5.3 Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Hasil analisis metode Hayashi I didapatkan nilai R2 sebesar 0.34. Nilai tesebut menunjukkan bahwa data yang diambil belum mampu menjelaskan mengenai tinggi-rendahnya produktivitas. Kecilnya nilai koefisien korelasi
34
disebabkan masih banyak faktor lain yang berpengaruh yang tidak terukur pada penelitian ini. Selain itu, mungkin dapat disebabkan juga oleh data yang diambil terlalu sedikit. Hubungan antara produktivitas dengan faktor-faktor fisik (peubah penjelas) dapat dilihat dari nilai skor kategori yang telah dijelaskan sebelumnya (Tabel 3). Apabila nilai skor kategori peubah penjelas bernilai negatif maka menunjukkan bahwa peubah penjelas tersebut berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Sebaliknya, apabila nilai skor kategori peubah penjelas bernilai positif maka peubah penjelas tersebut berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah dan mengindikasikan bahwa peubah penjelas tersebut memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas. Nilai skor setiap kategori dari peubahpeubah penjelas terhadap produktivitas disajikan pada Lampiran 3. Faktor-faktor fisik yang memiliki pengaruh paling besar terhadap produktivitas yang secara statistik nyata pada α=0.05 adalah Fisiografi, Luas Area Garapan, dan Aksesibilitas. Seluruh peubah tersebut memiliki nilai kolerasi parsial lebih tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar 0.28. Faktor aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini mengindikasikan faktor aksesibilitas memiliki pengaruh paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas mudah dan sedang berkorelasi positif terhadap tinggi-rendahnya produktivitas padi sawah. Sedangkan aksesibilitas sulit berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Mudahnya aksesibilitas membuat pengangkutan input yang dibutuhkan lebih murah sedangkan jika aksesibilitasnya sulit pengangkutan input akan lebih mahal, sehingga dibutuhkan perbaikan aksesibilitas supaya petani bisa lebih mudah dan lebih murah dalam pengangkutan input yang dibutuhkan dalam penanaman padi sawah. Selain aksesibilitas, fisiografi dan luas area juga memiliki nilai korelasi parsial tinggi. Fisiografi dataran dan bukit lipatan berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah, sedangkan fisiografi volkan serta fisiografi volkan dan bukit lipatan, berkorelasi negatif terhadap produktivitas. Meskipun dominan penanaman padi sawah paling banyak berada pada fisiografi volkan, hal ini
35
menunjukkan bahwa berfisiografi volkan memang tidak sesuai untuk pertanaman padi sawah. Luas area yang kurang dari 2000 m2 berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa mayoritas petani di kabupaten Bogor memiliki keterbatasan modal, sehingga dengan kecilnya luas area yang digarap oleh petani, pemeliharaan dapat dilakukan secara lebih intensif.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis tanah, fisiografi, kemiringan lereng, elevasi, curah hujan rendah, luas area garapan dan aksesibilitas mempengaruhi produktivitas padi sawah. 2. Secara umum diperoleh bahwa jenis tanah Aluvial, fisiografi dataran, kemiringan lereng kurang dari 15%, elevasi kurang dari 500 m, curah hujan rendah (< 3000 mm), luas area garapan kurang dari 2000 m2 dan aksesbilitas dari mudah sampai sedang cenderung memiliki produktivitas yang lebih tinggi. 3. Hasil analisis metode Hayashi I menunjukkan bahwa aksesibilitas, fisiografi, dan luas area garapan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi sebesar 0.428. 4. Dari ketiga faktor tersebut, dapat dilakukan upaya peningkatan produktivitas padi sawah dimulai dengan memperbaiki aksesibilitas, hal tersebut dapat membuat petani akan lebih mudah dan lebih murah dalam pengangkutan input yang dibutuhkan untuk penanaman padi sawah. 6.2. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas padi sawah serta pengambilan data sampel yang lebih banyak sehingga akan dapat lebih menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi sawah di kabupaten Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2009. http://www.bogorkab.go.id/index.php. [Diakses pada 8 Januari 2010] [FAO] Foundation Agriculture Organization. 1976. A Frame Work Of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin No. 6. Rome. Barus, B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan 128 Diagram. Studio Teknologi Informasi Spasial. Bogor. Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 1997. Sistem Informasi Geografis. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah. Bogor ______________________. 2000. Sistem Informasi Geografis. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah.Bogor. Chaniago, J. 2009. Mengenal Boxplot. http://junaidichaniago.blogspot.com/ 2009/05/mengenal-boxplot.html. [Diakses pada 19 Februari 2009] Hanggono, A. 2000. Penggunaan Teknik Penginderaan Jauh dan Satuan Informasi Geografis dalam Interpretasi dan Monitoring Ketersediaan Sumberdaya Lahan. Prosiding pertemuan pembahasan dan komunikasi hasil tanah dan agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal 95-128. Hardjowigeno, S., Widiatmaka, dan A.S. Yogaswara. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Ilham, N., Y. Syaukat, dan S. Friyatno. 2003. Perkembangan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. http://www.ejournal.unud.ac.id. abstrack/(11)soca.pdf. [Diakses tanggal 20 Januari 2010] Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Padi. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jensen, J.R. 1996. Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective ,2ndEd. Prentice-Hall, Inc. USA. Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
38
Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, hal 55102 dalam Manurung, Ismunadji, Roechan, dan Suwardjo (penyunting). Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Mather, A.S. 1986. Land Use. Longman. London and New York. Nasir, A. 2003. Pengaruh Cuaca dan Iklim Terhadap Tanaman. Pelatihan Dosen PT SeJawa-Bali dalam Bidang Pemodelan dan Simulasi Komputer untuk Pertanian di Bogor pada tanggal 4-16 Agustus 2003. Bogor. Rachim, D.A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sarwono, H. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepraptohardjo, M. and H. Suhardjo. 1978. Rice in Indonesia. In: Soil and Rice. The International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, Philippines. Subandi, M. Syam, dan A. Widjono, 1988. Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Subagyo, H., Suharto, N. and Siswanto., A.B. 2004. Tanah Pertanian di Indonesia. Dalam Pengembangan dan Manajemen Tanah-Tanah di Indonesia. 30-61. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Sumartono, B. Saurdi, dan R. Hardjono. 1974. Bercocok Tanam Padi. CV Yasaguna. Jakarta. Suryanto, W.J., H.J. Deri, Widagdo, dan M. Soekardi. 1998. Interpretasi Citra Landsat Thematic Mapper untuk penggunaan Lahan Studi Kasus Daerah Malang Utara Jawa Timur. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Tanah dan Agroklimat; Bogor: 10-12 Februari 1998. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. hlm 1-13. Sutanto, P. 1995. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Perkebunan Besar. Institut Teknologi Surabaya Sukolilo. Surabaya. Tanaka Y., T. Tarumi, K. Wakimoto. Quantification. In: Matsuyama S (ed.). Statistical Analysis Handbook for Personal Computer; Multivariate Analysis. 1992. Kyoritsu Press. Tokyo
39
Tim Puslitanak. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Kerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Townshend, J.R.G. 1981. Terrain Analysis and Remote Sensing. George Allen and Unwin Ltd., London. Vink, A.P.A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Springer-Verlag. New York-Heidelberg-Berlin. Yusmadhany, E.S. 2004. Kemampuan Potensial Tanah Menahan Air Hujan dan Aliran Permukaan Berdasarkan Tipe Penggunaan Lahan Di Daerah Bogor Bagian Tengah. Buletin Teknik Pertanian 9 : 26-29.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor Pos Hujan : PLTA Karacak, Leuwiliang TAHUN JAN PEB MAR 365 322 430 1991 289 289 405 1992 393 173 260 1993 754 284 179 1994 450 239 427 1995 255 410 498 1996 403 75 501 1997 456 528 585 1998 550 404 239 1999 218 258 66 2000
APR 444 326 441 590 378 490 281 276 78 176
MEI 336 412 514 240 372 306 370 397 471 326
JUN 251 668 380 209 426 211 113 245 198 353
JUL 170 168 375 749 235 245 0 782 96 129
AGS 129 221 564 20 89 237 96 365 409 152
SEP 534 316 315 130 379 263 51 185 102 397
OKT 436 339 593 797 278 442 134 416 401 964
NOP 701 605 308 633 441 393 225 137 428 214 Rata-Rata
DES 545 208 770 346 282 404 214 325 430 61
JUMLAH 4663 4246 5086 4931 3996 4154 2463 4697 3806 3314 4136
Pos Hujan : Dayeuh, Jonggol TAHUN JAN PEB 292 410 1991 273 396 1992 114 158 1993 562 336 1994 382 357 1995 663 861 1996 751 510 1997 343 487 1998 579 463 1999 388 403 2000
APR 379 350 164 533 548 687 574 397 269 517
MEI 189 295 131 242 70 524 553 347 397 392
JUN 94 91 91 86 396 252 53 456 212 257
JUL 91 36 34 20 195 247 3 222 210 349
AGT 151 71 218 75 307 47 76
SEP 30 82 89 240 251 316 241 297 48 152
OKT 18 350 235 199 462 303 61 437 499 285
NOP 529 217 181 362 632 465 416 503 475 591 Rata-rata
DES 533 350 131 281 380 442 777 364 593 385
JUMLAH 3075 3033 1588 3268 4231 5491 4544 4884 4156 3924 3819
MAR 510 442 189 407 558 513 530 724 364 129
42
POS HUJAN : CIKOPOMAYAK (JASINGA) TAHUN JAN PEB MAR APR 344 397 334 162 1991 286 355 376 354 1992 318 217 234 387 1993 376 249 354 374 1994 466 279 338 336 1995 305 216 309 360 1996 375 227 158 398 1997 42 462 554 245 1998 274 216 133 201 1999 254 171 314 385 2000
MEI 222 375 179 333 370 364 156 353 307 192
JUN 29 53 306 60 433 155 157 198 175 193
JUL 147 110 119 20 140 169 28 102 59 59
AGT 48 170 392 0 115 89 62 261 107 106
SEP 23 520 225 97 282 293 8 189 175 317
OKT 197 323 321 280 353 240 176 354 130 181
NOP 166 368 114 277 473 280 317 293 240 298 Rata-rata
DES 436 93 391 154 118 371 108 271 195 98
JUMLAH 2505 3383 3203 2574 3703 3151 2170 3324 2212 2568 2879
POS HUJAN : ATANG SENDJAJA TAHUN JAN PEB MAR 313 345 290 1991 310 295 241 1992 390 284 179 1993 362 334 343 1994 404 254 282 1995 328 432 234 1996 374 157 141 1997 231 293 334 1998 295 246 95 1999 367 308 104 2000
MEI 180 194 197 233 138 190 199 237 159 218
JUN 72 109 140 85 186 117 22 177 115 73
JUL 22 153 44 18 153 66 14 149 117 113
AGS 32 147 175 34 25 154 24 135 58 74
SEP 92 167 97 24 142 132 68 99 54 73
OKT 89 283 124 112 185 336 84 288 225 114
NOP 239 275 291 243 292 212 125 121 180 202 Rata-rata
DES 244 247 179 151 199 255 149 144 254 72
JUMLAH 2196 2650 2406 2193 2464 2749 1594 2413 1914 1887 2247
APR 278 229 306 254 204 293 237 205 116 169
43
POS HUJAN: CIBINONG TAHUN JAN PEB 207 377 1991 260 252 1992 449 347 1993 517 345 1994 437 256 1995 466 512 1996 430 151 1997 314 352 1998 311 319 1999 362 288 2000
MAR 463 250 400 395 310 309 194 517 124 113
APR 359 393 442 397 242 350 273 315 210 250
MEI 182 441 308 368 220 213 284 220 241 311
JUN 83 159 201 130 288 118 20 274 166 140
JUL 76 173 63 22 184 125 14 241 161 175
AGS 1 75 319 36 21 215 26 172 98 117
SEP 200 167 249 35 202 183 101 148 79 166
OKT 140 455 272 213 295 411 147 364 279 137
NOP 581 292 442 379 375 293 233 140 297 335 Rata-rata
DES 492 326 323 285 202 288 230 137 255 80
JUMLAH 3161 3243 3815 3122 3032 3483 2103 3194 2540 2474 3017
POS HUJAN:KEBUN RAYA BOGOR TAHUN JAN PEB MAR 147 198 277 1991 180 226 240 1992 345 426 272 1993 816 404 410 1994 370 290 280 1995 282 323 275 1996 349 151 119 1997 321 383 601 1998 220 198 86 1999 183 388 601 2000
APR 130 192 324 621 193 380 362 405 348 405
MEI 96 127 416 394 247 331 298 218 319 222
JUN 39 138 271 82 553 96 48 395 242 526
JUL 25 227 166 8 334 258 19 233 254 261
AGS 61 159 551 12 66 380 33 303 76 280
SEP 109 87 313 107 256 274 44 74 79 75
OKT 172 660 237 306 466 407 35 564 527 330
NOP 245 336 327 374 528 415 536 234 247 219 Rata-rata
DES 292 169 409 198 100 457 179 65 228 323
JUMLAH 1791 2741 4057 3732 3683 3878 2173 3796 2824 3813 3767
44
POS HUJAN : CIAWI TAHUN JAN 539 1991 565 1992 698 1993 555 1994 445 1995 463 1996 408 1997 438 1998 443 1999 501 2000
PEB 643 380 376 230 342 438 203 287 220 302
MAR 355 405 515 427 524 398 206 290 269 132
APR 313 413 382 439 212 344 235 245 156 247
MEI 116 256 185 394 232 188 337 289 342 193
JUN 18 98 216 62 342 59 12 126 308 154
JUL 152 131 147 17 104 160 2 100 139 207
AGS 49 196 241 25 145 223 76 121 63 240
SEP 185 217 360 142 197 233 30 97 57 200
OKT 490 318 324 238 455 285 310 431 699 341
POS HUJAN : GUNUNG MAS TAHUN JAN PEB MAR 896 462 195 1991 465 681 307 1992 511 265 372 1993 600 294 304 1994 495 659 466 1995 545 329 30 1996 646 312 194 1997 813 753 946 1998 395 184 238 1999 757 591 313 2000
APR 267 574 349 362 274 40 380 214 327 454
MEI 256 192 146 168 127 69 286 101 237 456
JUN 157 151 242 41 221 81 8 76 133 116
JUL 149 203 59 7 20 139 10 78 101 170
AGS 284 264 166 43 133 28 85 110 39
SEP 188 327 49 101 121 296 177 80 77
OKT 178 422 225 114 316 260 36 250 322 39
NOP 527 412 393 436 471 418 493 502 594 359 Rata-rata
NOP 145 239 348 377 460 357 333 473 478 393 Rata-rata
DES 471 461 528 312 268 477 461 431 354 286
JUMLAH 3858 3852 4365 3277 3737 3686 2773 3357 3644 3162 3995
DES 547 483 426 321 357 453 641 602 321 408
JUMLAH 3724 4308 3158 2732 3516 2732 2874 4568 2926 3813 3895
45
POS HUJAN : CITEKO TAHUN JAN 478 1991 430 1992 655 1993 782 1994 457 1995 796 1996 589 1997 303 1998 466 1999 449 2000
PEB 716 587 475 400 463 684 276 385 524 338
MAR 273 399 563 331 401 356 205 684 211 294
APR 436 392 365 318 336 283 216 343 132 376
MEI 72 77 191 94 356 133 295 249 282 246
JUN 37 161 164 14 236 59 8 263 111 116
JUL 38 196 36 24 128 121 8 150 79 220
AGS 21 212 186 6 6 157 16 103 77 36
SEP 84 257 185 56 131 212 21 108 98 98
OKT 92 475 75 145 318 259 23 215 308 219
NOP 386 211 459 287 426 426 316 186 277 338 Rata-rata
DES 468 328 497 320 430 471 374 193 316 119
JUMLAH 3101 3725 3851 2777 3688 3957 2347 3182 2881 2849 3236
Lampiran 2. Tabel Hasil Analisis Spasial dan Pengamatan Lapang Sample
Nama
Desa
Kecamatan
Produktivitas
Fisiografis
Lereng
Jenis Tanah
Elevasi
CH
Aksesbilitas
Luas Area
1
Soleh
Ciareuteun ilir
Cibungbulang
5.00
Dataran
15%
Aluvial
< 500 m
Tinggi
Sedang
2
Jarkasih
Cijujung
Cibungbulang
2.50
Dataran
15%
Aluvial
< 500 m
Tinggi
Sulit
3
Saleh
Cijujung
Cibungbulang
6.25
Dataran
15%
Aluvial
< 500 m
Tinggi
Mudah
2000 - 5000
Latosol
< 500 m
Tinggi
Mudah
< 2000
4
Ujang
Cibeber I
Leuwiliang
4.00
Volkan
15%
2000 - 5000 > 5000
5
Jarudin
Sadeng Kolot
Leuwisadeng
3.00
Volkan
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Tinggi
Sedang
< 2000
6
Aspian
Sadeng Kolot
Leuwisadeng
2.00
Volkan
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Tinggi
Mudah
2000 - 5000
7
Suhani
Cibeber II
Leuwiliang
2.40
Volkan
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Tinggi
Mudah
< 2000
Aluvial
< 500 m
Rendah
Mudah
2000 - 5000
8
Imam S
Boj. Jengkol
Ciampea
4.30
Dataran
15%
9
Patah
Tegalwaru
Ciampea
2.00
Dataran
15%
Aluvial
< 500 m
Rendah
Mudah
> 5000
10
Kasan
Tegalwaru
Ciampea
5.00
Dataran
15%
Aluvial
< 500 m
Rendah
Mudah
< 2000
11
Asban
Tapos I
Tenjolaya
2.30
Volkan
15%
Tanah Lain
500 - 750 m
Tinggi
Mudah
2000 - 5000
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Rendah
Sulit
2000 - 5000 2000 - 5000
13
Majid
Pangradin I
Jasinga
5.00
Bukit Lipatan
15%
14
Oji
Pangradin I
Jasinga
3.75
Bukit Lipatan
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Rendah
Sulit
16
Ncep
Pamageusari
Jasinga
5.30
Bukit Lipatan
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Rendah
Sedang
< 2000
20
Uci
Argapura I
Cigudeg
4.00
Volkan
15%
Latosol
< 500 m
Rendah
Mudah
< 2000
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Tinggi
Mudah
2000 - 5000
Tinggi
Mudah
2000 - 5000
Rendah
Mudah
> 5000
21
Mumuh
Sukaraksa
Nanggung
2.00
Volkan
15%
22
Sukri
Leuwi mekar
Leuwiliang
4.19
Volkan
15%
Latosol
< 500 m
24
Tamim
Jonggol
Jonggol
3.75
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
25
Otang
Sukasirna
Jonggol
6.00
Dataran Volkan dan bukit lipatan
15%
Latosol
26
Murni
Sukasirna
Jonggol
4.00
15%
Podsolik Merah Kuning
27
Aman
Jonggol
4.61
15%
Latosol
28
Engkus
Balekambang Babakan Raden
Dataran Volkan dan bukit lipatan
Cariu
4.00
Bukit Lipatan
Podsolik Merah Kuning
31
H. Aca
Cibunian
Pamijahan
4.90
Volkan
15% 1530%
Latosol
< 500 m < 500 m < 500 m < 500 m 500 - 750 m
Sedang
Mudah
< 2000
Rendah
Mudah
> 5000
Sedang
Mudah
> 5000
Sedang
Mudah
2000 - 5000
Tinggi
Mudah
< 2000
47 Lampiran 2. (Lanjutan)
Sample 32 34 35
Nama Harma Ahmad Apandi
Desa Purwabakti Buta tutung Tegal
Kecamatan Pamijahan Ciseeng Kemang
Produktivitas 2.80 4.40 4.00
Fisiografis Volkan Dataran Dataran
36
Mad Ahla
Pabuaran
Kemang
2.60
Tuf Volkan
39
Hindun
Bunar
Cigudeg
4.80
Bukit Lipatan
40 41
H. Kabir Jaja
Tenjo Ciampea
Tenjo Ciampea
5.00 5.20
Dataran Volkan
44
Atang
Selawangi
Tanjung sari
3.33
Volkan dan bukit lipatan
45
Udin
Gunung Batu
Tanjung sari
2.40
Bukit Lipatan
46 47
Mujid Imam
Sukaharja Selawangi
Sukamakmur Tanjung sari
2.85 3.00
Bukit Lipatan Volkan dan bukit lipatan
Lereng
Elevasi
CH
Aksesbilitas
Latosol
500 - 750 m
Tinggi
Sulit
2000 - 5000
Aluvial
< 500 m
Rendah
Sulit
2000 - 5000
Aluvial
< 500 m
Rendah
Sulit
2000 - 5000
15%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Rendah
Sulit
> 5000
15-30%
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Rendah
Sulit
< 2000
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Rendah
Sulit
2000 - 5000
Tanah Lain
< 500 m
Tinggi
Sulit
2000 – 5000
Latosol
< 500 m
Sedang
Sulit
> 5000
Grumusol
500 - 750 m
Sedang
Sedang
2000 – 5000
Podsolik Merah Kuning
500 - 750 m
Sedang
Sedang
2000 – 5000
Latosol
< 500 m
Sedang
Sulit
2000 – 5000
15% 15% 15%
15% 15% 15% 15-30% 15-30% 15-30%
Jenis Tanah
Luas Area
48
Jalil
Pasir tanjung
Tanjung sari
3.92
Bukit Lipatan
15%
Grumusol
< 500 m
Sedang
Sulit
> 5000
50
Radun
Sukajaya
Taman sari
2.00
Volkan
15%
Latosol
< 500 m
Sedang
Sulit
< 2000
Latosol
< 500 m
Sedang
Mudah
> 5000
Aluvial
< 500 m
Sedang
Sulit
< 2000
51 53
Ujang Ace
Lemah duhur Cinagara
Caringin Caringin
2.50 5.00
Volkan dan bukit lipatan Dataran
15% 15%
54
Sugandi
Cinagara
Caringin
6.50
Dataran
15%
Aluvial
500 - 750 m
Sedang
Mudah
2000 - 5000
55
Abad
Tangkil
Caringin
3.75
Dataran
15%
Aluvial
500 - 750 m
Sedang
Sedang
2000 - 5000
Latosol
500 - 750 m
Sedang
Sulit
< 2000
Aluvial
500 - 750 m
Sedang
Mudah
< 2000
Aluvial
> 750 m
Sedang
Mudah
2000 - 5000
Tanah Lain
> 750 m
Sedang
Mudah
2000 - 5000
Aluvial
< 500 m
Sedang
Mudah
> 5000
56 58
Oom Ujang
Banjarwaru Cipari
Ciawi Cisarua
3.50 5.00
Volkan dan bukit lipatan Dataran
15% 15%
59
Ocin
Leuwimalang
Cisarua
2.40
Dataran
15%
60
H. Aca
Batulayang
Cisarua
5.00
Volkan
15-30%
61
Ahmad
Cikutamahi
Cariu
3.30
Dataran
15%
Lampiran 2. (Lanjutan) Sample
Nama
Desa
Kecamatan
Produktivitas
Fisiografis
Lereng
Jenis Tanah
Elevasi
CH
Aksesbilitas
Luas Area
62
Tigor
Cikutamahi
Cariu
3.75
Volkan
15%
Latosol
< 500 m
Sedang
Mudah
> 5000
65
Asep
Wargajaya
Sukamakmur
3.60
Volkan
15%
Latosol
> 750 m
Sedang
Sedang
2000 - 5000
66
Umi
Wargajaya
Sukamakmur
2.00
Volkan
15%
Latosol
500 - 750 m
Sedang
Sedang
2000 - 5000
Grumusol
< 500 m
Sedang
Sedang
2000 - 5000
67
Cecep
Wargajaya
Sukamakmur
3.50
Bukit Lipatan
15%
69
Basir
Sirnajaya
Sukamakmur
4.00
Volkan
15-30%
Latosol
< 500 m
Sedang
Sulit
2000 - 5000
70
Mustafa
Sukamulya
Sukamakmur
2.50
Volkan
15%
Latosol
< 500 m
Sedang
Sulit
2000 - 5000
72
Saiman
Cikahuripan
Klapanunggal
2.50
Bukit Lipatan
Podsolik Merah Kuning
< 500 m
Sedang
Mudah
> 5000
Tanah Lain
< 500 m
Sedang
Sedang
> 5000
< 500 m
Rendah
Mudah
2000 - 5000
500 - 750 m
Sedang
Sulit
< 2000
Sedang
Mudah
< 2000
Sedang
Mudah
< 2000
Sedang
Mudah
> 5000
Sedang
Mudah
2000 - 5000
73
Asep
Singasari
Jonggol
4.00
Bukit Lipatan
15-30% 15%
74
Soleh
Ciherang
Darmaga
3.75
Volkan
15%
Tanah Lain
75
Udin H. Muslim
Cijeruk
Cijeruk
2.67
Volkan
15%
Latosol
Cipelang
Cijeruk
5.71
Volkan
15%
Latosol
Suganda H. Dahlan H. Enceng
Pasir Buncit Karang Tengah
Caringin
3.33
Dataran
15-30%
Aluvial
B. Madang
6.00
Volkan
15-30%
Latosol
Cibadak
Sukamakmur
2.80
Volkan dan bukit lipatan
15-30%
Latosol
76 77 79 80
< 500 m 500 - 750 m < 500 m < 500 m
48
Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Metode Hayashi I No
Peubah
1
Jenis Tanah
2
Fisiografi
3
Lereng
4
Elevasi
5
Curah Hujan
6
Luas Area
7
Aksesibilitas
R
Kategori
Frekuensi
Nilai Kategori
Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Tanah Lain Dataran Bukit Lipatan Volkan Volkan dan Bukit Lipatan < 15 % 15 - 30 % < 500 m 500 - 750 m 750 m Rendah Sedang Tinggi < 2000 m2 2000 - 5000 m2 > 5000 m2
13 2 18 13 4 16 10 17
-0.405070 -0.208689 0.438211 -0.400642 0.750960 0.731149 0.390988 -0.608749
7 40 10 39 9 2 14 27 9 24 8 18
-0.751363 0.037723 -0.150893 0.095604 -0.481125 0.300779 0.016764 -0.039458 0.092297 0.333971 -0.380919 -0.275997
Mudah
14
0.557904
Sedang
23
0.050702
Tinggi
13
-0.690522
0.5838
R-square
0.408
Korelasi Parsial 0.28
0.39
0.08 0.24
0.05
0.34
0.44
50
Lampiran 4. Panorama Lokasi Pengambilan Sampel Pengamatan
(a) Salah satu contoh lokasi pengamatan dengan karakteristik fisik, yaitu jenis tanah Latosol, fisiografi Volkan, kemiringan lereng 15-30%, elevasi 250500 mdpl, dan bercurah hujan tinggi (> 4000 mm/tahun) di kecamatan Leuwiliang.
(b) Salah satu contoh lokasi pengamatan dengan karakteristik fisik yaitu, jenis tanah Latosol, fisiografi Volkan, kemiringan lereng 30-50%, elevasi 10001250 mdpl, dan bercurah hujan sedang (3000 – 4000 mm/tahun) di kecamatan Sukamakmur.
50
(c) Salah satu contoh lokasi pengamatan engan karakteristik fisik yaitu, jenis tanah Latosol, fisiografis Volkan dan Bukit Lipatan, kemiringan 15-30%, elevasi 250-500 mdpl dan bercurah hujan sedang (3000 – 4000 mdpl) di kecamatan Tanjungsari.
(d) Salah satu contoh lokasi pengamatan areal penanaman padi sawah yang telah dikonversi di kecamatan Tanjungsari.