APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM ANALISIS SAWAH DAN TEGALAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK
LINDA SARIASIH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
RINGKASAN LINDA SARIASIH. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Analisis Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik. Dibawah bimbingan KOMARSA GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH. Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Sumberdaya dasar pemasok utama pangan berasal dari lahan pertanian, terutama sawah dan tegalan. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor sampai saat ini sebagian besar masih merupakan lahan pertanian. Namun, perkembangan pertanian akan mengalami penurunan. Lahan pertanian cenderung mengalami konversi menjadi penggunaan lahan non-pertanian seperti pemukiman, industri dan sektor-sektor penunjangnya. Terjadinya konversi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah karakteristik lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pola sebaran sawah dan tegalan selama empat titik tahun (1990, 2001, 2004, dan 2008), serta mengetahui pola perubahannya berdasarkan karakteristik lahan seperti kemiringan lereng, elevasi, jenis tanah, fisiografi, curah hujan, dan aksessibilitas. Penelitian dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial. Penelitian ini terdiri dari lima tahap kegiatan yang terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap pengolahan peta, (3) Tahap pengolahan citra, (4) Tahap pengecekan lapang, dan (5) Tahap analisis data. Sawah menurun pada setiap pengamatan. Pengamatan pada multi waktu ini juga memperlihatkan bahwa penutupan lahan sawah dapat berubah menjadi tegalan dan sebaliknya tergantung musim. Berdasarkan pola sebarannya sawah dan tegalan dijumpai mendominasi kemiringan lereng ≤ 15% dan nilai elevasi ≤ 250 mdpl. Pola ini terlihat konsisten mulai dari tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008. Perubahan sawah dan tegalan meliputi penurunan dan penambahan. Penurunan sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik fisik pada setiap periode memiliki pola yang berbeda. Pada periode 1990-2001 dan 2001-2004 penurunan banyak terjadi pada kemiringan lereng ≤ 15%, sedangkan pada periode 2004-2008 mengalami pergeseran menjadi 15%-30%. Sedangkan berdasarkan elevasi pada
iii
periode 1990-2001 penurunan banyak terjadi pada elevasi ≤ 250 mdpl, sedangkan pada periode 2001-2004 dan 2004-2008 penurunan banyak terjadi pada elevasi 500-750 mdpl. Dan berdasarkan aksessibilitas pada setiap periode penurunan didominasi pada jarak ≤ 3 km. Penambahan sawah dan tegalan berdasarkan kemiringan lereng pada setiap periode didominasi pada 15%-30%, sedangkan berdasarkan elevasi penambahan pada periode 2001-2004 banyak dijumpai pada elevasi ≤ 250 mdpl, sedangkan pada periode 1990-2001 dan 2004-2008 banyak dijumpai pada elevasi 250-500 mdpl. Berdasarkan aksessibilitas pada periode 1990-2001 dan 2004-2008 penambahan banyak terdapat pada aksessibilitas 6km – 9km, sedangkan pada periode 2001-2004 berada pada jarak 3 km- 6km. Perubahan lahan sawah dan tegalan menjadi penggunaan lain dianalisis dengan menggunakan binomial logit. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa faktor-faktor yang diduga meningkatkan peluang perubahan sawah dan tegalan adalah faktor kelerengan, yaitu kelas lereng 3 (30% - 50%) dan curah hujan 2879 mm/tahun. Sedangkan faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan adalah (1) kelas lereng 1 (≤ 15%) dan kelas lereng 2 (15% - 30%), (2) curah hujan 3236 mm/tahun, dan (3) kode jarak 4 (9km – 12km).
Kata kunci : pola perubahan, sawah dan tegalan, karakteristik lahan.
iv
SUMMARY LINDA SARIASIH. Application of Geographic Information System (GIS) to Analyze Paddy and Field Based on Physic Characteristic. Under supervision of KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL MUNIBAH. Food is the most fundamental of human needs. Primarily food resources come from agriculture, mainly paddies and fields. Land in Bogor District is used to agriculture largely until now. However, agriculture development will decline because agricultural lands will be converted become non-agricultural land such as housing, industry, and other sectors. These conversions are influenced by various factors include land’s characteristic. The purposes of research are to study and to analyze spreading pattern of paddy and field for four periods (1990, 2001, 2004, and 2008), and to know changing pattern of paddy and field based by land’s characteristics such as slope, elevation, soil type, rainfall, and accessibility. Research had conducted at Section of Remote Sensing and Spatial Information. This research consists of five activity steps. Those are (1) preparation and obtain data, (2) Map processing, (3) image processing, (4) field checking, and (5) data analysis. Paddy fields declined in every observation. Observation on multi time also showed that close of paddy fields can be turned become fields and vice versa, depend on season. Based on spreading pattern, paddies and fields dominate slope ≤ 15% and elevation value ≤ 250 mdpl. These patterns seem consistently started on 1990, 2001, 2004, and 2008. Changing of paddy and field including inclining and declining. Paddy and fields based on the physical characteristics of each period has a different pattern. In the period 1990-2001 and the 2001-2004 decline occurs in many slope ≤ 15%, whereas in the period 2004-2008 experienced a shift to 15% -30%. While based on elevation in the period 1990-2001 a decrease occurred in many elevation ≤ 250 mdpl, whereas in the period 2001-2004 and the 2004-2008 decline occurs at an elevation 500-750 mdpl. And based on each period accessibility decrease in the distance is dominated ≤ 3 km. Incline paddy and fields on the slope based on each period was dominated at 15% -30%, whereas the addition of elevation based on
v
the 2001-2004 period are often found at elevations ≤ 250 mdpl, whereas in 19902001 and 2004-2008 periods are often found at elevations 250-500 mdpl. Accessibility based on the period 1990-2001 and 2004-2008 in addition there are many accessibility 6km - 9 km, while in the period 2001-2004 was at a distance of 3 km-6km. Changes in paddy and fields to use were analyzed using binomial logit. Based on the results of the analysis note that the factors that allegedly increase the chances of paddy and field changes are slope factor, namely the slope class 3 (30% - 50%) and rainfall is 2879 mm / year. Meanwhile, the influential factors reduce the chance of change is (1) slope class 1 (≤ 15%) and slope class 2 (15% 30%), (2) rain fall is 3236 mm/ year, and (3) code of distance 4 (9 km - 12km).
Keywords: Changing pattern, Paddy and Field, Land’s characteristic.
vi
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM ANALISIS SAWAH DAN TEGALAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK
Linda Sariasih A14052083
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTES PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
vii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Analisis Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik
Nama Mahasiswa : Linda Sariasih Nomor Pokok
: A14052083
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
(Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc) (Dr. Ir. Khursatul Munibah, M.Sc) NIP: 19550111 197603 1 001 NIP: 19620515 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc.) NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal lulus:
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Maret 1988 sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Soedaryanto dan Sri Wahyuni. Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis berawal dari SD Negeri 01 Pagi Pasarminggu (1993 - 1999). Selepas Sekolah Dasar, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 41 Jakarta (1999 - 2002) lalu SMA Negeri 38 Jakarta (2002 - 2005). Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumbedaya Lahan. Selama
menjadi
mahasiswa,
penulis
aktif
mengikuti
kegiatan
kemahasiswaan diantaranya sebagai staf infokom HMIT (2006 - 2007), sekretaris HMIT (2007 - 2008) dan kepanitiaan lain yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (2007 – 2008 dan 2009 - 2010), Agrogeologi (2008 - 2009), Geomorfologi dan Analisis Lanskap (2008 - 2009), dan Sistem Informasi Geografi (2008 – 2009 dan 2009 - 2010).
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Analisis Sawah dan Berdasarkan Karakteristik Fisik”. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan pengolahan data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku pembimbing I yang senantiasa sabar dan meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Khursatul Munibah, M.Sc selaku pembimbing II yang memberikan motivasi dan masukan bagi penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. M. Ardiansyah selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi. 4. Orang tua tercinta Bapak dan Mama, serta ketiga kakak (Mba Tari, Mba Lenny, Mba Sulis) dan ketiga ade (Linna, Ade, Dini) yang senantiasa memberikan do’a, restu, kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. 5. Mba Reni, Mba Agi, dan Mba Nisa, terimakasih atas bantuan yang diberikan. 6. Topan, Rani, dan Rizma terimakasih atas semangat, kebersamanan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. 7. Nana, Reni, Shanty, Yurin, Icul serta teman-teman Pondok Indah terimakasih atas semangat, kebersamanan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
x
8. Ai, Tety, Ikhsan, Anter, Benkbenk, teman-teman Lab PPJ dan temanteman Soil 42 lainnya terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. 9. Semua pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ........................................................................................................ ii SUMMARY .......................................................................................................... iv RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Tujuan ....................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 2.1. Penggunaan Lahan ..................................................................................... 3 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan .................................................................. 3 2.3. Karakteristik Lahan .................................................................................... 4 2.4. Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan ..................................................... 6 2.5. Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor.........................................................6 2.6 Sistem Informasi Geografi...........................................................................7 2.7 Citra Landsat TM.........................................................................................8 III. METODOLOGI PENELITAN ................................................................... 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelititan ................................................................ 11 3.2. Bahan dan Alat ........................................................................................ 11 3.3. Metode Penelitian.................................................................................... 12 3.3.1. Tahap Pengumpulan Data ............................................................. 12 3.3.2. Tahap Pengolahan Data ................................................................ 12 3.3.2.1. Tahap Pengolahan Citra.....................................................12 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Peta .....................................................13 3.3.3
Tahap Analisis Data......................................................................16 3.3.3.1
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan.............................16
xii
3.3.3.2
Analisis Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan.......................................16
3.3.3.3 Analisis Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan.......................................16 3.3.3.4
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan...........16
IV. KONDISI UMUM LOKASI ....................................................................... 18 4.1. Letak dan Lokasi Kabupaten Bogor ........................................................ 18 4.2. Topografi ................................................................................................. 19 4.3. Iklim ........................................................................................................ 21 4.4 Tanah ........................................................................................................ 22 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 24 5.1. Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di kabupaten Bogor ................. 24 5.2. Pola Perubahan Sawah dan Tegalan pada Setiap Periode ....................... 27 5.3. Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik........ 29 5.3.1 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan lereng ................................................................................. 29 5.3.2 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi ............... 30 5.5.3 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah.........31 5.5.4 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan........33 5.5.5 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas......34 5.4. Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik..........................................................................................................35 5.4.1 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng...........................................................................35 5.4.2 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi................36 5.4.3 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah.........37 5.4.4 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan.......38 5.5.5 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas.....39 5.5 Perubahan Sawah dan Tegalan Menjadi Pemukiman .............................. 40 5.6 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sawah dan Tegalan ................................................................................................... 42 VI. KESIMPULAN ............................................................................................. 44 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46 LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL No.
Teks
Halaman
Tabel 1. Data Teknis Landsat TM......................................................................... 9 Tabel 2. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM ........................... 10 Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian .............................................. 11 Tabel 4. Software yang digunakan dalam penelitian .................................... ......11 Tabel 5. Kelas Kemiringan Lereng ..................................................................... 13 Tabel 6. Kelas Elevasi ......................................................................................... 13 Tabel 7. Buffer Jalan. .......................................................................................... 14 Tabel 8. Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan Pada Setiap Periode .......... 27 Tabel 9. Pola Tanam dalam Setahun Berdasarkan Ketersediaan Air.................. 28 Tabel 10. Luas dan Proporsi Sawah dan Tegalan Pada Setiap Tahun .................. 28 Tabel 11. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng ........... 30 Tabel 12. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi ............................... 31 Tabel 13. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah ........................ 32 Tabel 14. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan ...................... 34 Tabel 15. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas..................... 35 Tabel 16. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan lereng ................................................................................. 36 Tabel 17. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi ............. 37 Tabel 18. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah.......38 Tabel 19. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan.....39 Tabel 20. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas....40 Tabel 21. Jumlah Penduduk...................................................................................41 Tabel 22. Penaksiran Peluang Perubahan Penggunaan Sawah dan Tegalan..........42 Tabel 23. Perhitungan goodness of fit peluang perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan...…………………………………………….....…..43
Lampiran 1. Data Curah Hujan Setiap Stasiun Tahun 1991-2000...................................49
xiv
DAFTAR GAMBAR No.
Teks
Halaman
Gambar 1. Tahapan Penelitian ............................................................................. 15 Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Bogor .................................................. 19 Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor ....................................... 20 Gambar 4. Peta Elevasi Kabupaten Bogor. .......................................................... 21 Gambar 5. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor .................................................. 22 Gambar 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor.................................................... 23 Gambar 7. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1990 . 25 Gambar 8. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2001 . 25 Gambar 9. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2004 . 26 Gambar 10.Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2008 . 26 Gambar 11.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Pada Setiap Tahun.................... 29 Gambar 12.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng ............................................................................ 30 Gambar 13.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi ................. 31 Gambar 14.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah...........32 Gambar 15.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan.........33 Gambar 16.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas.......34 Gambar 17.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng.............................................................................35 Gambar 18.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi............................................................................37 Gambar 19.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah........................................... ..............................................38 Gambar 20.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan........................................................................................39 Gambar 21.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas.......................................................................................40 Gambar 22. Grafik Hubungan Proporsi Sawah dan Tegalan dengan Kerapatan Penduduk..........................................................................41
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar.
Kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Malian dkk (2004) di wilayah Indonesia menunjukkan bahwa kebutuhan pangan meningkat 2,5% - 4% per tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan terhadap lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk memproduksi pangan juga meningkat, namun bersamaan dengan itu pertumbuhan penduduk yang tinggi juga menyebabkan peningkatan pemukiman, industri, dan sektor-sektor penunjangnya. Keadaan ini menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan lahan antara lahan pertanian dan pemukiman. Dalam persaingan ini lahan-lahan pertanian biasanya berubah fungsi menjadi lahan industri atau sektor lain penunjangnya (Kustiawan, 1997, dalam Gandasasmita, 2001). Perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman menyebabkan penyusutan areal pertanian. Menurut Rustiadi (2001) lahan-lahan sawah yang dikonversikan ke berbagai aktivitas urban sangat kecil kemungkinannya untuk dikembalikan lagi menjadi sawah (irreversible). Hal tersebut secara langsung akan menurunkan produktivitas pangan yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan pangan. Mengingat hal tersebut maka diperlukan suatu penataan lahan karena sulitnya mencari lahan pengganti yang lebih subur atau minimal sama diluar lahan pertanian yang sudah ada. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu mempelajari pola sebaran sawah dan tegalan sehingga peruntukan lahan-lahan bagi pertanian dapat dipertahankan. Penggunaan dan penutupan lahan di Kabupaten Bogor sampai saat ini sebagian besar adalah pertanian. Namun, pada umumnya perkembangan sektor pertanian akan mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu diketahui karakteristik lahan yang mempengaruhi penurunan lahan pertanian agar hal tersebut dapat dikendalikan. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi
2
yang mencakup pemasukan, manajemen data, manipulasi dan analisis serta pengembangan produk percetakan (Aronof, 1989). Dalam kenyataannya, penggunaan lahan di suatu wilayah selalu di karakterisasikan oleh variasi spasial sehingga Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan perangkat yang dapat membantu menganalisa pola sebaran dan pola perubahan penggunaan lahan seperti sawah dan tegalan. Dalam penelitian, untuk mengetahui penggunaan lahan pertanian digunakan citra landsat. Menurut Martono (2008) salah satu keuntungan dari data citra satelit untuk deteksi dan inventarisasi sumberdaya lahan pertanian adalah setiap lembar (scene) citra ini mencakup wilayah yang sangat luas yaitu sekitar 60–180 km2 (360.000–3.240.000 ha), sehingga memungkinkan digunakan dalam deteksi penyebaran lahan pertanian serta pengaruh iklim dan topografi terhadap penyebarannya. 1.2
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Menganalisis pola sebaran sawah dan tegalan selama empat titik tahun (1990, 2001, 2004, dan 2008).
2.
Menganalisis pola sebaran dan perubahan sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik fisik seperti lereng, elevasi, jenis tanah, curah hujan, dan aksessibilitas.
3.
Menganalisis faktor-faktor fisik lahan yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah,
air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2003). Menurut Arsyad (2000) penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Sementara menurut Lillesand dan Kiefer (1997), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, padang alang-alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya (Dit. Landuse, 1967 dalam Arsyad, 2000). 2.2
Perubahan Penggunaan Lahan dan FaktorMempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
faktor
yang
Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Kazaz dan Charles, 2001 dalam Munibah, 2005 ). Sementara menurut Junaedi (2008) perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan pertanian melainkan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek-aspek kehidupan masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Arah ini secara langsung maupun tidak
4
langsung akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional dan regional dan tata ruang pertanian wilayah (Winoto, 1995, dalam Junaedi, 2008). Menurut Barlowe (1986), pertambahan jumlah penduduk berakibat pada penambahan kebutuhan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, demikian juga permintaan terhadap hasil non-pertanian juga meningkat. Sesuai dengan perkembangan penduduk dan peningkatan material ini, cenderung menyebabkan persaingan dan konflik diantara penggunaan lahan. Adanya persaingan tidak jarang menimbulkan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan, seperti lahan pertanian yang digunakan untuk kegiatan non-pertanian. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktorfaktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain : 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan 2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan) 3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan 4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien. 2.3
Karakteristik Lahan Barlowe (1986) menyatakan bahwa penggunaan lahan dipengaruhi oleh
tiga faktor penting, yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan. Faktor fisik lahan yaitu faktor-faktor yang meliputi keseluruhan sifat fisik lahan seperti iklim, air, topografi, tanah, dan vegetasi. Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempegaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengelolaan lahan dan kelestarian
5
lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, bentuk lahan dan topografi, serta karakteristik tanah yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al,. 1991 dalam Gandasasmita, 2001). Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi terkait dengan iklim, terutama suhu dan curah hujan. Elevasi juga berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Pengaruh relief akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berbeda pula. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus-menerus sehingga tanah-tanah ditempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horison lambat dibandingkan dengan tanah-tanah didaerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut dan seterusnya juga mempengaruhi pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993). Tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan (Barlowe, 1986). Sehubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah merupakan kumpulan benda alam dipermukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang pertumbuhan tanaman. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief. Perlu dicatat bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi dapat juga berasal dari bahan-bahan lunak seperti bahan alluvium, abu volkan, tufa volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993). Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan lahan. Unsur-unsur iklim seperti hujan,
6
penyinaran matahari, suhu, angin, kelembaban dan evaporasi, menentukan ketersediaan air dan energi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim ini bervariasi menurut ruang dan waktu, sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather 1986 dalam Gandasasmita 2001 ). 2.4
Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan Pertanian merupakan kegiatan mengolah tanah dan menanaminya dengan
tanaman yang bermanfaat. Kegiatan pertanian memanfaatkan tanah yang subur di dataran rendah. Kegiatan pertanian dibedakan menjadi dua, yaitu pertanian pada lahan basah dan pertanian pada lahan kering (http://www. Google. com/ Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Potensi Daerah/ 17 Februari 2009). Menurut Kartono et.al (1989, dalam Gandasasmita 2001) lahan sawah adalah areal pertanian lahan basah atau lahan yang sering digenangi air, serta secara periodik atau terus-menerus ditanami padi. Termasuk dalam hal ini adalah sawah-sawah yang sesekali ditanami tebu, tembakau, rosela atau sayur-sayuran. Berdasarkan sumber air dan ketersediaannya, sawah dibedakan menjadi sawah irigasi dan sawah tadah hujan (IRRI, 1984, dalam Gandasasmita 2001). Tegalan merupakan usaha pertanian tanah kering yang intensitas penggarapannya dilaksanakan secara permanen (www. Dephut. go. id/ 16 Desember 2008). Berbeda dengan sawah yang memerlukan penggenangan, lahan tegalan atau disebut juga areal pertanian lahan kering semusim adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi dan secara permanen ditanami dengan jenis tanaman berumur pendek saja, sedang tanaman keras mungkin hanya dijumpai pada pematang. Termasuk juga dalam kategori ini adalah areal pertanaman padi ladang, areal pertanaman sayuran, dan areal kebun campuran. 2.5
Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri dari pertanian pangan, sayuran dan
hortikultura dan perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda. Umumnya padi sawah menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana sudah tersedia irigasi, seperti di Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol,
7
Sukamakmur, Cariu, dan lainnya. Tanaman padi gogo menyebar hanya di beberapa kecamatan dalam luasan terbatas. Produktivitas tanaman padi sawah adalah berkisar 4 - 5 ton per ha, sedangkan produktivitas padi gogo 2 - 3 ton per ha. Produktivitas ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan, seperti menekan bahaya banjir, dan lain-lain dan perbaikan manajemen usaha tani seperti pemberian pupuk tepat dosis dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana seperti pembangunan pasar, gilingan padi, dan seterusnya. Kendala penting tanaman padi sawah lainnya adalah luasan padi sawah rata-rata adalah 2.500 m2 per keluarga. Dengan luasan kepemilikan yang rendah ini maka penciptaan usaha selain bertani sawah harus dilakukan terutama dari perikanan atau peternakan. Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu hanya menyebar pada wilayah tertentu. Tanaman jagung menyebar di kecamatan Darmaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi, Klapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan Rumpin. Sedangkan tanaman kedelai menyebar hanya di Tamansari, Kemang, Rancabungur dan Megamendung. Situasi yang sama juga terjadi pada sayuran dan buah. Daerah sayuran mendominasi terbatas pada beberapa kecamatan seperti Cisarua, Darmaga, Leuwisadeng, Cigombong, sedangkan buah berasal dari Tanjungsari, Mekarsari, Jasinga, Tajurhalang, dan lain-lain.
Kendala utama dalam komoditas lahan kering
(semusim dan tahunan) adalah masih rendahnya produktivitas yang terkait dengan manajemen usaha tani, dan pemasaran. Khususnya untuk tanaman buah, sebenarnya ada varietas lokal yang sudah dikenal tetapi produksi masih rendah. (RPJPD, 2005-2025). 2.7
Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Wiradisastra dan Baba B., 2000). Komponen utama dalam Sistem Informasi Geografi dibagi dalam empat komponen utama, yaitu :
8
perangkat keras, perangkat lunak, organisasi/ manajemen dan pemakai. Kombinasi yang benar antara keempat komponen utaman tersebut akan menentukan suatu proses pengembangan Sistem Informasi Geogarfi. Dalam hal pengintegrasian data penginderaan jauh ke dalam SIG, hal yang perlu dipahami adalah SIG dapat bekerja dengan dua model data yaitu raster berupa grid atau pixel (picture element) contohnya citra satelit atau gambar/ citra hasil scanning, dan vektor berupa titik, garis, dan poligon yang biasanya merupakan hasil digitasi. Sistem Informasi Geografis (SIG) menyajikan informasi keruangan beserta atributnya terdiri dari beberapa komponen utama ialah (Sutanto, 1995): 1) Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer (dari peta tematik seperti peta jenis tanah), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh (data hasil pengolahan citra digital peginderaan jauh), dan lain-lain. 2) Penyiapan data dan pemanggilan kembali ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/ cetak pada kertas). 3) Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat melakukan berbagai macam perintah (misalnya overlay antara dua tema peta, dan sebagainya). 4) Pelaporan data adalah dapat menyajikan data dasar (database), data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabuler. Data yang digunakan untuk pembuatan basis data terdiri dari dua kelompok ialah data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data ini haruslah bereferensi geografis dan dipresentasikan dengan koordinat-koordinat bumi yang standar (bukan koordinat lokal). Data atribut dapat berupa data statistik (data jumlah penduduk, luas
desa, dan
sebagainya) atau dapat pula berupa data kualitatif (misalnya data informasi tanah, drainase baik, sedang, terhambat, dan sebagainya). 2.8
Citra Landsat TM Satelit landsat merupakan satelit tak berawak pertama yang dirancang
untuk memperoleh data tentang sumberdaya bumi. Satelit Landsat pertama kali diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 dengan nama ERTS-1, dan tepat sebelum
9
peluncuran ERTS-B pada tanggal 22 Januari 1975 NASA secara resmi mengganti nama program ERTS menjadi program Landsat. Program landsat telah meluncurkan beberapa generasi, yaitu : generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3, generasi kedua terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5, dan generasi ketiga yang terdiri dari Landsat 6 dan Landsat 7. Citra Landsat MSS (Multi Spectral Scanner) dan citra Landsat TM (Thematic Mapper) merupakan citra hasil Landsat 5 yang diluncurkan pada 1 Maret 1984 dan beroperasi sampai sekarang. Satelit generasi ini mempunyai ketinggian 705 km. Landsat TM merupakan landsat telah mengalami perbaikan dalam hal kualitas sensor. Sensor TM sebenarnya adalah sensor MSS yang jauh lebih maju dengan peningkatan teknis dan geometrik. Perbaikan landsat MSS dalam bentuk resolusi spasial, perolehan data, dan radiometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997). Data teknis Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Teknis Landsat TM 1. 2. 3. 4. 5.
No.
Jenis Data Ketinggian orbit Sifat orbit Cakupan satuan citra Resolusi temporal Resolusi spektral
6.
Resolusi spasial
7.
Resolusi radiometrik
Keterangan 705 km Selaras matahari (sun synchronous) 185 x 185 km2 16 hari 0.45-0.52 µm : saluran satu 0.52-0.60 µm : saluran dua 0.63-0.69 µm : saluran tiga 0.76-0.90 µm : saluran empat 1.55-1.75 µm : saluran lima 2.08-2.35 µm : saluran enam 10.40-12.50µm : saluran tujuh Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m2 Saluran 6 : 120 x 120 m2 8 bit
Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997) Resolusi spektral merupakan fungsi dari panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman obyek. TM memiliki tujuh saluran spektral yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM Saluran
Spektral
Kegunaan
1
Biru
Dirancang untuk membuahkan peningkatkan penentrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi
2
Hijau
Terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil dengan maksud untuk membedakan vegetasi dan penilaian kesuburan
3
Merah
Untuk memisahkan vegetasi, memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi, juga menajamkan kontras antar kelas vegetasi
4
Inframerah dekat
Untuk mendeteksi sejumlah biomassa vegetasi. Hal ini akan membantu identifikasi tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air
5
Inframerah pendek
Untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah
6
Inframerah thermal
Untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas
7
Inframerah pendek
Untuk memisahkan formasi batuan dan dapat juga untuk pemetaan hidrotermal
Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)
11
III. BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010
yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian No. 1.
2.
3.
4.
5.
Data Citra Landsat Tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 Peta Topografi Tahun 1999
Skala
1: 25.000
Peta Tanah Analog Tahun 1966 Peta Curah Hujan Tahun 1990-2001
1: 250.000
Peta Administrasi Tahun 2005
1: 250.000
Sumber
Fungsi Mengetahui penggunaan lahan pada masing-masing tahun
BAKOSURTANAL Menghasilkan peta kemiringan lereng dan peta elevasi dengan proses DEM Puslitanak Mengetahui penyebaran jenis tanah pada daerah penelitian BMG Darmaga Mengetahui penyebaran curah hujan pada daerah penelitian BAKOSURTANAL Menentukan batas wilayah Kabupaten Bogor
Software yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Software yang digunakan dalam penelitian No.
Software
Fungsi
1.
Arc View 3.3
Proses DEM, digitasi, query, buffer, overlay
2.
Panavue Image Assembler
Menyambungkan peta hasil scanning
3.
Statistica 8
Analisis faktor-faktor yang perubahan sawah dan tegalan
4.
Microsoft Excel
Melakukan pengolahan data atribut peta
mempengaruhi
12
3.3
Metodologi penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengumpulan data,
tahap pengolahan data spasial dan tahap analisis data non-spasial. 3.3.1
Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan data
sekunder. Data primer mencakup interpretasi dan pembuatan peta kemiringan lereng, sedangkan data sekunder meliputi pengumpulan studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian serta pengumpulan peta dan citra landsat. 3.3.2
Tahap Pengolahan Tahap pengolahan data spasial terdiri dari tahap pengolahan citra dan
tahap pengolahan peta. Secara ringkas tahapan penelitian disampaikan pada gambar 1. 3.3.2.1 Tahap Pengolahan Citra Tahap pengolahan citra terdiri dari koreksi geometrik, penajaman citra, interpretasi citra, dan pengecekan lapang. Koreksi geometrik dilakukan agar citra memiliki referensi geografis. Citra dikoreksi dengan cara melakukan stacking layer (layer 1 sampai dengan layer 5) pada citra bagian atas dan bagian bawah. Agar citra memiliki referensi geografis yang sama citra diubah menjadi UTM WGS 84 zona 48 South. Setelah memiliki referensi geografis yang sama bagian atas dan bawah citra digabungkan dengan cara melakukan mosaic. Setelah tergabung citra dipotong dengan acuan peta administrasi Kabupaten Bogor. Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampak kontras di antara kenampakan di dalam citra. Kombinasi band yang digunakan adalah 542 (RGB), dan standart deviasi 3.0. Penajaman citra dilakukan sebelum melakukan interpretasi citra. Interpretasi Citra merupakan proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek. Interpretasi citra terdiri dari deteksi dan digitasi. Deteksi adalah pengamatan keseluruhan atas suatu obyek sedangkan digitasi adalah proses deleniasi langsung pada layar untuk membatasi penggunaan suatu obyek. Obyek yang diidentifikasi yaitu hutan, sawah, tegalan/ kebun cmapuran, pemukiman, dan semak belukar.
13
Pengecekan lapang bertujuan untuk mengetahui kebenaran objek/ penggunaan lahan di lapangan. Tahap ini dilakukan dengan mengambil titik-titik sampel di peta, selanjutnya dilakukan pengecekan dengan GPS (Global Position System) di lapangan. 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Peta Tahap pengolahan peta terdiri dari pembuatan peta lereng, peta elevasi, peta curah hujan, peta tanah digital, dan buffer jalan. Peta Lereng dibuat dengan menggunakan proses DEM (Digital Elevation Model). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. DEM dilakukan berdasarkan peta kontur dengan interval 12.5 meter. Pembuatan peta kemiringan lereng meliputi : DEM → perhitungan kemiringan lereng → pengkelasan kemiringan lereng → filterisasi → peta kelas lereng. Kelas lereng dibuat menurut kriteria Desaunettes, Classification of landform and list of Geomorphological Term, FAO (Food and Agriculture Organization), 1975 yaitu : Tabel 5. Kelas Kemiringan Lereng Kelas Lereng
Kemiringan Lereng
Keterangan
1
≤ 15%
Datar/Landai
2
15% - 30%
Agak curam
3
30% - 50%
Curam
4
>50%
Sangat curam
Peta Elevasi juga dibuat dengan menggunakan proses DEM. Pembuatan peta elevasi meliputi : DEM → pengkelasan elevasi → generalisasi → peta elevasi. Kriteria kelas elevasi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas Elevasi Kelas 1 2 3 4 5 6 7
Elevasi (mdpl) ≤ 250 250-500 500-750 750-1000 1000-1250 1250-1500 >1500
14
Peta Curah Hujan dibuat dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Metode ini dilakukan dengan menggunakan extensions bapedal tools sehingga menghasilkan peta curah hujan yang akan digunakan untuk mengetahui informasi penyebaran curah hujan di daerah penelitian. Polygon Thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat disekitarnya. Polygon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tanpa pengamatan adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2001). Dalam pembuatan peta ini digunakan sembilan titik yang mewakili daerah penelitian diantaranya, Kebun Raya Bogor, Kecamatan Ciawi, Citeko, Gunung Mas/ Tugu Selatan, UPTD penyuluhan pertanian Cibinong, Atang Sandjaja, Perkebunan Cikopomayak, Dayeuh, dan DAM Cianten yang diambil dalam periode sepuluh tahun (tahun 1991-2000). Data curah hujan setiap stasiun dapat dilihat pada lampiran 1. Peta Tanah Digital dibuat dengan melakukan scanning peta tanah analog, kemudian agar mempunyai koordinat geografis dilakukan koreksi geometri dan kemudian dilakukan digitasi. Peta tanah digunakan untuk menentukan satuan peta tanah (SPT) di daerah penelitian, sehingga akan diperoleh informasi mengenai bentuk lahan, jenis tanah, bahan induk, dan fisiografi. Buffer jalan diperoleh dengan menghitung jarak setiap poligon sawah dan tegalan terhadap jalan. Peta jalan diperoleh dari peta topografi dan jalan yang digunakan dalam penelitian adalah jalan arteri/utama, jalan kolektor, dan jalan tol nasional. Selanjutnya jarak yang telah diperoleh dibuat selang, selang jarak jalan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Buffer Jalan Selang Jarak
Kode Jarak
Keterangan
≤ 3km 3km - 6km 6km - 9km 9km - 12km >12 km
1 2 3 4 5
Sangat Dekat Dekat Sedang Jauh Sangat Jauh
15
Peta Satuan Lahan Homogen (SLH) diperoleh dengan melakukan proses tumpang tindih (overlay) antara peta lereng, peta elevasi, peta tanah, peta curah hujan, dan buffer jalan. Peta Satuan Lahan homogen digunakan untuk menentukan satuan lahan dengan karakteristik lereng, elevasi, jenis tanah, curah hujan, dan aksessibilitas relatif seragam. Citra Landsat 1990, 2001, 2004, 2008
Peta Tanah Analog
Peta Kontur
Data Curah Hujan
Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik
DEM
Metode Poligon Thiessen
Interpretasi Citra
Digitasi Peta Lereng
Digitasi
Penggunaan Lahan Sementara
Pengecekan Lapang
Peta Elevasi
Peta Curah Hujan
Peta Tanah Digital
Tumpang Tindih (overlay)
Buffer Jalan
Penggunaan Lahan Akhir
Peta Satuan Lahan Homogen (SLH)
Analisis pola perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan
Tumpang Tindih (overlay)
Peta Penggunaan Lahan pada Setiap SLH
∠ ∠ ∠
Analisis pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik lahan Analisis pola perubahan sawah dan tergalan berdasarkan karakteristik lahan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sawah dan tegalan
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Peta Administrasi
16
3.3.3
Analisis Data
3.3.3.1 Analisis Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan Untuk mengetahui pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan masingmasing karakteristik lahan, maka pada peta penggunaan lahan akhir pada masingmasing tahun dilakukan proses query untuk mendapatkan penggunaan lahan sawah dan tegalan. Selanjutnya dilakukan overlay (union) antara penggunaan lahan sawah dan tegalan tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 dengan peta Satuan Lahan Homogen. 3.3.3.2 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2001 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1990 dan tahun 2001. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2001-2004 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 2001 dan tahun 2004. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2004-2008 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 2004 dan tahun 2008. 3.3.3.3 Analisis Pola Perubahan Karakteristik Lahan
Sawah
dan
Tegalan
Berdasarkan
Untuk mengetahui pola perubahan sawah dan tegalan berdasarkan masingmasing karakteristik lahan, maka peta perubahan penggunaan lahan (1990-2001, 2001-2004, dan 2004-2008) di overlay (union) dengan peta Satuan Lahan Homogen. 3.3.3.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan lahan sawah dan tegalan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan metode binomial logit. Faktor-faktor yanag mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan akan berwarna merah dan memiliki nilai p-level < 0.005. Variabel respon pada regresi logistik adalah variabel binary. Variabel bebas yang ditunjukan oleh X dan variabel respon Y, dimana Y mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 0 dan 1. Nilai Y = 1 menyatakan bahwa penggunaan lahan sawah dan tegalan mengalami perubahan
17
menjadi penggunaan non-pertanian dan sebaliknya jika Y = 0 menyatakan bahwa sawah dan tegalan tidak mengalami perubahan. Adapun persamaan umum logit model adalah sebagai berikut :
R-1 exp (β0r + ∑ βjrXj) r=1 Pi/r = R-1 q 1 + ∑ exp (β0r + ∑ βjrXj) r=1 j=1 Keterangan : Pi/r
= peluang lahan ke-i berubah menjadi penggunaan lahan jenis ke-r peluang sawah dan tegalan berubah menjadi penggunaan non-pertanian
Β0r
= parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan non-pertanian
Βjr
= parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter
koefisien
variabel
bebas
untuk
perubahan
penggunaan non-pertanian r
= 1,2,3,..........R-1 pemukiman dan semak belukar
j
= 1,2,3,...........q kemiringan lereng, elevasi, curah hujan, dan aksessibilitas
n
Xj
= variabel bebas.
menjadi
18
VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1
Letak dan Lokasi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten Bogor dengan luas wilayah ± 298.838,304 Ha terletak antara 6º18”0” - 6º47”10” Lintang Selatan dan 106º23”45” - 107º13”30” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Kota Depok dan DKI Jakarta
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak (Provinsi Banten)
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Tanggerang
Sebelah Timur
: Kabupaten Karawang
Sebelah Timur Laut
: Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur
Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 411 desa dan 17 kelurahan (428 desa/kelurahan), 3.639 RW dan 14.403 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran 5 (lima) kecamatan di tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng (pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran dari kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari kecamatan Ciampea). Peta Administrasi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada gambar 2. Kecamatan yang mempunyai luasan terbesar adalah kecamatan Cigudeg yaitu dengan luas 17.760 ha (6%), sedangkan yang memiliki luasan terkecil adalah Kecamatan Ciomas dengan luasan 1.990 ha (0.6%).
19
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 °7 70 01 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 2 1 ' 1 1 ° 6
N
" 2 1 ' 1 1 ° 6
W
E S
1012 Kilometers
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 8 4 ' 7 4 ° 6
" 8 4 ' 7 4 ° 6 " 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 7 ° 0 7 1 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai Kecamatan: BABAKAN MADANG BOJONG GEDE CARINGIN CARIU CIAMPEA CIAWI CIBINONG CIBUNGBULANG CIGOMBONG CIGUDEG CIJERUK CILEUNGSI CISARUA CISEENG CITEUREUP DRAMAGA GUNUNG PUTRI GUNUNG SINDUR JASINGA JONGGOL KELAPA NUNGGAL KEMANG LEUWILIANG LEUWISADENG MEGAMENDUNG NANGGUNG PAMIJAHAN PARUNG PARUNG PANJANG RANCABUNGUR RUMPIN SUKAJAYA SUKAMAKMUR SUKARAJA TAJURHALANG TAMANSARI TANJUNGSARI TENJO TENJOLAYA CIOMAS
Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Bogor 4.2
Topografi Di wilayah Kabupaten Bogor terdapat 6 (enam) Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang posisinya membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di bagian selatan ke arah utara, yaitu : DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi dan DAS Citarum Hilir. Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga daratan tinggi di bagian selatan, sehingga membentuk bentangan lereng yang menghadap ke utara. Peta Kemiringan Lereng dan Peta Elevasi dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Klasifikasi morfologi wilayah serta persentasinya sebagai berikut : a.
Dataran rendah (15-100 m dpl) sekitar 29,28% merupakan kategori ekologi hilir.
b.
Dataran bergelombang (100-500 m dpl) sekitar 42,62% merupakan kategori ekologi tengah.
20
c.
Pegunungan (500-1000 m dpl) sekitar 19,53% merupakan kategori ekologi hulu.
d.
Pegunungan tinggi (1000-2000 m dpl) sekitar 8,43% merupakan kategori ekologi hulu.
e.
Puncak-puncak gunung (2000-2500 m dpl) sekitar 0,22% merupakan kategori ekologi hulu.
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
Kelas lereng: <= 15% 15%-30% 30%-50% > 50%
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
N W
E S
1012 Kilometers
Sumber Data: Peta Topografi Skala 1: 25.000 Tahun 1999 BAKOSUTANAL
Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor didominasi oleh kemiringan lereng ≤ 15% yaitu sebesar 173.970 ha (58,2%), sedangkan untuk kemiringan lereng 15%-30%, 30%-50%, dan > 50% masing- masing sebesar 66.900 ha (22,4%), 30.860 ha (10,3%), dan 26.930 ha (9%). Berdasarkan elevasi, ketinggian ≤ 250 mdpl merupakan yang dominan dengan luas sebesar 158.040 (53%), 250 – 500 mdpl sebesar 61.090 ha (20,5 %), 500 – 750 mdpl sebesar 37.240 ha (12,5%), 750 – 1000 mdpl sebesar 20.070 ha (6,7%), 1000 – 1250 mdpl sebesar 12.390 ha (4,2%), 1250 – 1500 mdpl sebesar 6.670 ha (2,2%), dan > 1500 mdpl sebesar 2.930 ha (1%).
21
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 8 4 ' 7 4 ° 6
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 ° 7 7 0 0 1 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
" 8 4 ' 7 4 ° 6
N
Kelas Elevasi: 25-250 250-500 500-750
750-1000 W
1000-1250 1250-1500 >1500
E S
2 0 2 4 Kilometers
Sumber Data: Peta Topografi Skala 1: 25.000 Tahun 1999, BAKOSURTANAL
Gambar 4. Peta Elevasi Kabupaten Bogor 4.3
Iklim Iklim Kabupaten Bogor termasuk kedalam iklim tropis sangat basah di
bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2.500-5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Peta penyebaran curah hujan dapat dilihat pada gambar 5. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 200-300 C, dengan rata-rata tahunan sebesar 250C. kelembaban udara 70%. Kecepatan angin cukup rendah, dengan rata-rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata sebesar 146,2 mm/bulan.
22
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 8 4 ' 7 4 ° 6
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
" 8 4 ' 7 4 ° 6
N
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
Curah Hujan: 2247 2879 3017 3236
3767 3819 3895 3995 4136
W
3 0
E S
3
Kilometers
Sumber Data: Data Curah Hujan Tahun 1991-2000 BMG Darmaga
Gambar 5. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor 4.4
Tanah Secara umum wilayah Bogor terbentuk oleh batuan vulkanik yang bersifat
piroklastik, yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tufaan) dan Gunung Salak (berupa alluvium dan kipas alluvium). Bahan-bahan geologi tersebut menghasilkan tanahtanah yang relatif subur. Jenis tanah di Kabupaten Bogor dengan presentasi terbesar adalah Latosol yaitu sebesar 174.840 ha (58,6%). Penyebaran jenis tanah lainnya diantaranya Alluvial sebesar 39.560 ha (13,3%) yang tersebar pada bagian tengah, andosol sebesar 11.020 ha (3,7%) pada bagian selatan, grumusol sebesar 16.250 ha (5,4%) pada bagian timur, podsolik merah kuning sebesar 47.960 ha (16,1%) pada bagian barat, dan sebagian kecil jenis tanah regosol sebesar 6.200 ha (2,1%) dan renzina sebesar 2.610 ha (0,9%). Peta penyebaran jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 6.
23
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 8 4 ' 7 4 ° 6
podsolik latosol mrh kuning regosol rensina
" 8 4 ' 7 4 ° 6
N
Jenis Tanah: aluvial andosol grumusol
W
4
E S
0
4 Kilometers
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 0 0 ' 1 ° 7 7 0 1 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
Sumber Data: Peta Tanah Tindjau Skala 1: 250.000 Tahun 1966 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor
Gambar 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor
24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan
2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu sawah dan tegalan. Pada tahun 1990 luas sawah 121.260 ha (40,6%), sedangkan tegalan 26.810 ha (9%). Pada tahun 2001 luas sawah 112.740 ha (37,8%) dan tegalan 61.150 ha (20,5%). Pada tahun 2004 luas sawah 103.300 ha (34,6%), sedangkan luas tegalan 70.810 ha (23,7%) dan pada tahun 2008 luas sawah 99.920 ha (33,5%) sedangkan luas tegalan 46.990 ha (15,7%). Penggunaan lahan sawah menyebar pada setiap kecamatan, namun penggunaan lahan sawah yang dominan terdapat pada Kabupaten Bogor bagian timur. Pada tahun 1990 luasan sawah tertinggi terdapat pada kecamatan Jonggol, pada tahun 2001 terdapat pada kecamatan Cariu, pada tahun 2004 terdapat pada kecamatan Tajungsari, dan pada tahun 2008 terdapat pada kecamatan Sukamakmur. Sedangkan untuk penggunaan lahan tegalan luasan tertinggi pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masing-masing berada pada kecamatan Babakan Madang, Tenjo, Jasinga, dan Rumpin. Peta persebaran penggunaan lahan sawah dan tegalan serta penggunaan/ penutupan lahan lainnya pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10.
25
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
Penggunaan Lahan hutan pemukiman sawah semak belukar tegalan/ kebun campuran
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
N W
E
Sumber Data: Citra Landsat TM Tahun 1990
S
2 0 2 4 Kilometers
Gambar 7. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1990
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
Penggunaan Lahan hutan pemukiman sawah semak belukar tegalan/ kebun campuran
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
N W
E S
Sumber Data: Citra Landsat TM Tahun 2001
2 0 2 4 Kilometers
Gambar 8. . Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2001
26
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
Penggunaan Lahan hutan pemukiman sawah semak belukar tegalan/ kebun campuran
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
N W
E
Sumber Data: Citra Landsat TM Tahun 2004
S
2 0 2 4 Kilometers
Gambar 9. . Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2004
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
" 8 4 ' 8 4 ° 6 0 1
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 6 3 ' 6 3 ° 6 0 1
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1 " 4 2 ' 3 2 ° 6
" 4 2 ' 3 2 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6
" 6 3 ' 5 3 ° 6 " 2 1 ' 3 1 ° 7 0 1
Penggunaan Lahan hutan pemukiman sawah semak belukar tegalan/ kebun campuran
" 0 0 ' 1 ° 77 00 11
" 4 2 ' 4 2 ° 6 0 1
Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai
N W
E S
Sumber Data: Citra Landsat TM Tahun 2008
2 0 2 4 Kilometers
Gambar 10. . Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2008
27
5.2
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Pada Setiap Periode Pola perubahan sawah dan tegalan serta penggunaan/ penutupan lahan
lainnya pada masing-masing periode dapat dilihat pada Tabel 8. Proporsi pada setiap perubahan diperoleh dari hasil perbandingan antara luas perubahan dengan luas keseluruhan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor. Pada setiap periode, perubahan sawah yang tertinggi adalah menjadi tegalan (9,8%, 8,2%, dan 4,7%) begitu juga sebaliknya yaitu tegalan menjadi sawah (3,2%, 5,6%, dan 6,8%), hal ini disebabkan karena pada umumnya petani menanami lahan pertaniannya dua sampai tiga kali dalam setahun yang diselingi oleh tanaman palawija tergantung pada musim dan ketersediaan air. Pola tanam dalam setahun berdasarkan ketersediaan air disajikan pada Tabel 9. Namun, baik sawah maupun tegalan dapat berkurang luasnya menjadi penggunaan lain seperti pemukiman dan semak belukar, dan dapat juga bertambah dari penggunaan lahan lain seperti hutan dan semak belukar. Tabel 8. Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan Pada Setiap Periode 2001 1990 hutan pmk swh teg smk total 2004 2001 hutan pmk swh teg smk total 2008 2004 hutan pmk swh teg smk total
hutan
pmk
Ha
%
102.890
34,5
102.890 34,5 hutan Ha 93.900
75.380
75.380
70 3.190 2.770 1.050 420 7.500 pmk
% 0,0 1,1 0,9 0,4 0,1 2,5
%
ha
%
31,5
190 7.500 1.370 4.490 1.490 15.040 pmk
0,1 2,5 0,5 1,5 0,5 5,0
%
ha
%
25,3
50 15.040 2.620 5.830 2.910 26.440
0,0 5,0 0,9 2,0 1,0 8,9
93.900 31,5 hutan Ha
ha
swh
25,3
ha
teg %
5.690
1,9
ha
smk %
8.150
ha 2,7
0,4 1,3 0,7 2,3 4,8
29.370 9,8 14.180 4,8 9.450 3,2 61.150 20,5 teg
3.880 2.120 7.000 14.200 smk
ha
ha
ha
2.880
1,0
%
4.440
1,5
0,5 1,4 1,2 2,1 5,2
24.340 8,2 36.520 12,2 5.510 1,8 70.810 23,7 teg
4.180 3.540 6.230 15.430 smk
ha
ha
ha
%
%
1.480
82.850 27,8 16.600 5,6 960 0,3 103.290 34,6 swh %
%
1.200
85.240 28,6 9.460 3,2 12.350 4,1 112.740 37,8 swh %
total
%
6.490
2,2
3.190
1,1
8.790
2,9
72.470 20.290 680 99.920
24,3 6,8 0,2 33,5
14.160 28.720 920 46.990
4,7 9,6 0,3 15,7
14.050 15.980 10.930 49.740
4,7 5,4 3,7 16,7
Keterangan: pmk (pemukiman), swh (sawah), teg (tegalan), smk (semak belukar)
ha
%
118.000 39,5 3.190 1,1 121.260 40,6 26.800 9,0 29.220 9,8 298.470 100 total ha 102.890 7.500 112.740 61.150 14.200 298.470 total ha 93.900 15.040 103.290 70.810 15.430 298.470
% 34,5 2,5 37,8 20,5 4,8 100 % 31,5 5,0 34,6 23,7 5,2 100
28
Tabel 9. Pola Tanam dalam Setahun Berdasarkan Ketersediaan Air Ketersediaan Air Cukup banyak air
Pola Tanam dalam Setahun Padi – Padi – Palawija
Cukup air
Padi – Padi – Bera Padi – Palawija – Palawija
Kekurangan air
Padi – Palawija – Bera Palawija – Padi – Bera
Sumber :Irigasi dan Sumber Daya Air Penggunaan lahan sawah terus mengalami penurunan pada setiap periode, dengan laju penurunan 774 ha/tahun pada periode 1990-2001, 3.150 ha/tahun pada periode 2001-2004, dan 840 ha/tahun pada periode 2004-2008. Sedangkan penggunaan lahan tegalan mengalami peningkatan pada dua periode yaitu periode 1990-2001 dengan laju peningkatan sebesar 3.120 ha/ tahun, dan periode 20012004 dengan laju peningkatan 3.220 ha/ tahun. Namun, mengalami penurunan pada periode 2004-2008 dengan laju penurunan sebesar 5.960 ha/ tahun. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-petanian dapat diketahui dengan menggabungkan penggunaan lahan sawah dan tegalan. Maka untuk pembahasan selanjutnya yang digunakan adalah penggabungan antara sawah dan tegalan. Penggunaan lahan sawah dan tegalan pada setiap tahun dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 11. Tabel 10. Luas dan Proporsi Sawah dan Tegalan Pada Setiap Tahun Tahun
Luas Sawah dan Tegalan (ha)
Proporsi Sawah dan Tegalan (%)
1990
148.060
49,6
2001
173.880
58,3
2004
174.100
58,3
2008
146.910
49,2
29
60.0 58.0 Proporsi (%)
56.0 54.0 52.0 Proporsi Sawah dan Tegalan (%)
50.0 48.0 46.0 44.0 1990
2001
2004
2008
Tahun
Gambar 11. Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Pada Setiap Tahun Dari Tabel dan Grafik diatas dapat diketahui bahwa dari tiga periode yaitu antara tahun 1990-2001, 2001-2004, dan 2004-2008 sawah dan tegalan mengalami peningkatan pada periode 1990-2001 (2.350 ha/tahun) dan 2001-2004 (70 ha/tahun), kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada periode 2004-2008 (6.800 ha/tahun). 5.3
Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik
5.3.1
Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 sampai tahun 2008
sawah dan tegalan memiliki pola sebaran yang sama yaitu banyak dijumpai pada kemiringan lereng ≤ 15% dan semakin menurun proporsinya dengan semakin curamnya kemiringan lereng. Hal tersebut disebabkan lahan dengan kemiringan lereng yang datar memudahkan dalam pengelolaan, dan pada lahan-lahan dengan kemiringan curam dapat meningkatkan terjadinya erosi. Menurut Rahim (2002) topografi yang miring mempercepat aliran air yang dapat memperbesar erosi tanah.
30
90.0 80.0
proporsi (%)
70.0 60.0 50.0
1990
40.0
2001
30.0
2004
20.0
2008
10.0 0.0 ≤ 15%
15%-30%
30%-50%
> 50%
lereng
Gambar 12. Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng Proporsi penggunaan sawah dan tegalan pada masing-masing kemiringan lereng disajikan pada Tabel 11. Pada kemiringan lereng ≤ 15% proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tahun 2001 yaitu sebesar 144.540 ha (83,1%). Pada kemiringan lereng 15%-30% dan 30%-50% proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tahun 2004 yaitu sebesar 31.830 ha (47,6%) dan 2.230 ha (7,2%). Sedangkan pada kemiringan lereng > 50% berada pada tahun 2008 yaitu sebesar 620 ha (2,3%). Tabel 11. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng 1990
Lereng ≤ 15% 15%-30% 30%-50% > 50%
5.3.2
Ha 131.830 17.290 990 100
2001 % 75,8 25,8 3,2 0,4
2004
ha
%
ha
144.540 28.370 2.080 390
83,1 42,4 6,7 1,5
141.390 31.830 2.230 560
2008 % 81,3 47,6 7,2 2,1
ha 120.630 26.150 2.120 620
% 69,3 39,1 6,9 2,3
Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa sawah dan tegalan pada
tahun 1990 sampai tahun 2008 banyak mendominasi pada elevasi ≤ 250 mdpl, dan semakin menurun proporsinya dengan semakin tingginya elevasi. Hal tersebut disebabkan karena elevasi berkaitan dengan suhu udara, semakin tinggi elevasi maka suhu udara akan semakin rendah. Suhu udara inilah yang diperkirakan menjadi
pembatas
utama
bagi
penggunaan
lahan
sawah
dan
tegalan
31
(Gandasasmita, 2001). Selain itu, Badan Pertanahan Nasional menetapkan lahan pada ketinggian di atas 1000 mdpl sebagai kawasan usaha terbatas dan diutamakan sebagai kawasan hutan lindung. Sementara, Departemen Kehutanan menetapkan lahan dengan ketinggian >2000 mdpl sebagai kawasan lindung. 80.0 70.0 proporsi (%)
60.0 50.0 1990
40.0
2001
30.0
2004
20.0
2008
10.0 0.0 ≤ 250
250-500
500-750
750-1000 1000-1250 1250-1500
>1500
elevasi (mdpl)
Gambar 13. Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi Proporsi penggunaan lahan sawah dan tegalan pada masing-masing nilai elevasi disajikan pada Tabel 12. Pada elevasi ≤ 250 dan 250-500 proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tahun 2004 yaitu sebesar 123.750 ha (78,3%) dan 3.690 ha (58,9%). Proporsi sawah dan tegalan tertinggi pada elevasi 500-750 dan 750-1000 berada pada tahun 2001 yaitu sebesar 13.830 ha (37,1%) dan 2.620 ha (13,1%). Pada elevasi 100-1250 dan 1250-1500 proporsi tertinggi berada pada tahun 2008 yaitu sebesar 760 ha (6,1%) dan 40 ha (0,6%), sedangkan pada elevasi > 1500 sudah tidak dijumpai penggunaan lahan sawah dan tegalan. Tabel 12. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi Elevasi ≤ 250 250-500 500-750 750-1000 1000-1250 1250-1500 >1500
1990 Ha 110.100 26.970 10.900 2.180 70
2001 % 69,7 44,0 29,2 10,8 0,5
ha 122.960 35.750 13.830 2.620 240
2004 % 77,8 58,3 37,1 13,1 1,9
Ha 123.750 36.090 13.120 2.570 480
2008 % 78,3 58,9 35,2 12,8 3,9
ha 104.480 33.820 8.500 1.930 760 40
% 66,1 55,2 22,8 9,6 6,1 0,6
32
5.3.3
Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah Berdasarkan pada Gambar 14 menunjukan bahwa pola penyebaran sawah
dan tegalan bervariasi berdasarkan jenis tanah. Namun, penyebaran sawah dan tegalan pada tahun 1990 sampai 2008 yang terendah berada pada tanah andosol. Hal tersebut disebabkan tanah andosol terdapat pada daerah dengan elevasi yang tinggi dan pada umumnya dimanfaatkan sebagai perkebunan. Menurut Soepardi (1983) tanah andosol berada di sekitar puncak gunung berapi, atau dataran tinggi mulai dari 1000 mdpl, dengan vegetasi utama adalah hutan. 90.0 80.0
pr o po rsi (% )
70.0 60.0 50.0 1990 40.0
2001
30.0
2004 2008
20.0 10.0 0.0 aluvial
andosol
grumusol
latosol
podsolik mrh kuning
regosol
rensina
Jenis Tanah
Gambar 14. Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah Proporsi penggunaan sawah dan tegalan pada masing-masing jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 13. Proporsi sawah dan tegalan tertinggi pada tahun 1990 terdapat pada jenis tanah aluvial yaitu sebesar 27.380 ha (69,2%), pada tahun 2001 dan 2004 berada pada jenis tanah podsolik merah kuning yaitu sebesar 35.580 ha (74,2%) dan 40.970 ha (85,4%), dan pada tahun 2008 proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tanah grumusol yaitu sebesar 12.010 ha (73,9%). Menurut Subagyo (2004) tanah grumusol banyak digunakan untuk areal pertanaman padi sawah. Tanah grumusol terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur tahunan rata-rata 250C dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dan pergantian musim hujan dan musim kemarau nyata (Soepardi, 1983).
33
Tabel 13. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah 1990
Jenis Tanah Alluvial Andosol Grumusol Latosol podsolik mrh kuning Regosol Rensina
5.3.4
2001
ha
%
ha
27.380 720 7.860 81.560 28.400 3.970 320
69,2 6,5 48,4 46,6 59,2 63,9 12,3
28.310 950 10.490 95.410 35.580 4.060 600
2004 % 71,6 8,6 64,5 54,5 74,2 65,4 22,8
Ha
2008 %
28.450 950 11.360 90.130 40.970 3.430 710
71,9 8,6 69,9 51,5 85,4 55,3 27,3
ha
%
22.300 1.040 12.010 77.610 32.950 2.980 640
56,3 9,4 73,9 44,3 68,7 48,0 24,5
Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan Gambar 15 menunjukan pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan curah
hujan dan proporsi penggunaan lahan sawah dan tegalan pada masing-masing curah hujan dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa pola sebaran sawah dan tegalan bervariasi berdasarkan curah hujan. Namun, pada tahun 1990 sampai tahun 2008 proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada curah hujan 2247 mm/tahun, sedangkan proporsi sawah dan tegalan terendah berada pada daerah dengan curah hujan 3895 mm/tahun. Hal ini disebabkan daerah dengan curah hujan 2247 mm/tahun berada pada elevasi yang rendah sedangkan daerah dengan curah hujan 3895 mm/tahun berada pada elevasi yang tinggi sehingga tidak lagi menunjang budidaya lahan sawah dan tegalan. Pada daerah penelitian curah hujan tidak memiliki korelasi dengan ketinggian sehingga pada curah hujan 3995 mm/tahun proporsi sawah dan tegalan kembali meningkat. 90.0 80.0
p r o p o r s i (% )
70.0 60.0 50.0
1990
40.0
2001
30.0
2004
20.0
2008
10.0 0.0 2247
2879
3017
3236
3767
3819
3895
3995
4136
Curah Hujan (mm/tahun)
Gambar 15. Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan
34
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa pada curah hujan 2247 mm/tahun, 3767 mm/tahun, 3995 mm/tahun, dan 4136 mm/tahun proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tahun 2001 yaitu sebesar 21.470 ha (86,1%), 8.430 ha (72,5%), 16.770 ha (79,6%), dan 21.050 ha (39%), pada curah hujan 2879 mm/tahun, 3236 mm/tahun, 3819 mm/tahun, dan 3895 mm/tahun proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tahun 2004 yaitu sebesar 42.010 ha (65,3%), 3.750 ha (26,9%), 46.350 ha (69,9%), dan 650 ha (6,7%), pada curah hujan 3017 mm/tahun berada pada tahun 1990 yaitu sebesar 26.520 ha (81,1%), Tabel 14. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan 1990
Curah Hujan
Ha
2247 2879 3017 3236 3767 3819 3895 3995 4136
5.3.5
20.690 26.270 26.520 3.150 7.990 32.100 190 15.990 17.300
2001
2004
2008
%
ha
%
Ha
%
ha
%
83,0 40,8 81,1 22,6 68,8 48,4 2,0 75,9 32,0
21.470 35.730 24.490 3.620 8.430 43.420 420 16.770 21.050
86,1 55,5 74,9 25,9 72,5 65,5 4,3 79,6 39,0
20.850 42.010 20.160 3.750 6.430 46.350 650 15.270 20.540
83,6 65,3 61,7 26,9 55,3 69,9 6,7 72,5 38,0
18.910 35.370 14.050 2.610 5.560 42.240 570 10.270 19.940
75,9 55,0 43,0 18,7 47,9 63,7 5,8 48,7 36,9
Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 sampai tahun 2008
sawah dan tegalan memiliki pola sebaran yang sama yaitu banyak dijumpai pada aksessibilitas ≤ 3 km dan semakin menurun proporsinya dengan semakin jauh jaraknya dari jalan utama. 80.0 70.0 proporsi (%)
60.0 50.0 1990
40.0
2001
30.0
2004
20.0
2008
10.0 0.0 ≤ 3 km
3km - 6km
6km - 9km
9km - 12km
>12 km
Selang Jarak
Gambar 16. Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas
35
Proporsi penggunaan lahan sawah dan tegalan pada masing-masing aksessibilitas disajikan pada Tabel 15. Pada aksessibilitas ≤ 3 km proporsi sawah dan tegalan tertinggi terdapat pada tahun 2001 yaitu sebesar 83.760 ha (72,3%), pada aksessibilitas 3km – 6km berada pada tahun 2004 yaitu sebesar 44.310 ha (60,5%), pada aksessibilitas 6km – 9km berada pada tahun 2008 yaitu sebesar 23.550 ha (50,1%), pada aksessibilitas 9km – 12km dan > 12 km proporsi sawah dan tegalan tertinggi berada pada tahun 2004 yaitu sebesar 15.710 ha (48,7%) dan 11.790 ha (38,9%). Tabel 15. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas Jarak ≤ 3 km 3km – 6km 6km – 9km 9km - 12km >12 km
1990 Ha 81.880 34.050 13.710 11.180 9.380
2001
2004
2008
%
ha
%
Ha
%
ha
%
70,7 46,5 29,2 34,6 31,0
83.760 42.620 22.300 15.070 11.640
72,3 58,2 47,5 46,7 38,4
81.160 44.310 23.050 15.710 11.790
70,1 60,5 49,1 48,7 38,9
61.750 39.430 23.550 15.500 9.290
53,3 53,8 50,1 48,0 30,7
5.4
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik
5.4.1
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng Pola perubahan sawah dan tegalan berdasarkan kemiringan lereng dapat
dilihat pada Gambar 17 dan proporsinya berdasarkan masing-masing kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 16. 18.0
Proporsi (% )
16.0 14.0
penurunan 1990-2001
12.0
penurunan 2001-2004
10.0
penurunan 2004-2008
8.0
penambahan 1990-2001
6.0
penambahan 2001-2004
4.0
penambahan 2004-2008
2.0 0.0 ≤15%
15%-30%
30%-50%
>50%
Kemiringan Lereng
Gambar 17. Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng
36
Berdasarkan Gambar 17 dapat diketahui bahwa pada periode 1990-2001 dan 2001-2004 penurunan sawah dan tegalan banyak terjadi pada kemiringan lereng ≤ 15%. Namun, pada periode 2004-2008 mengalami pergeseran yaitu penurunan banyak terjadi pada kemiringan lereng 15%-30%. Sedangkan untuk pola penambahan sawah dan tegalan pada setiap periode banyak terjadi pada kemiringan lereng 15%-30%. Hal tersebut menunjukan bahwa perubahan sawah dan tegalan telah mengalami pergeseran karena kalah prioritas dengan pemukiman. Menurut Barlowe (1986), setiap jenis penggunaan lahan (pertanian maupun non-pertanian) mempunyai nilai ekonomi lahan yang berbeda, dimana jenis penggunaan lahan dengan keuntungan komparatif tertinggi akan mempunyai kapasitas penggunaan lahan terbesar. Oleh karena itu penggunaan lahan tertentu akan dialokasikan untuk kegiatan yang memberikan nilai land rent tertinggi. Besaran nilai economic land rent untuk beberapa penggunaan adalah: industri dan perdagangan > pemukiman > pertanian > hutan > lahan tandus. Tabel 16. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan lereng 1990-2001 Lereng ≤15% 15%-30% 30%-50% >50%
5.4.2
penurunan
2001-2004
penambahan
penurunan
2004-2008
penambahan
penurunan
penambahan
Ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
10.350 120
5,9 0,2
23.060 11.200 1.100 300
13,3 16,7 3,6 1,1
11.030 1.710 390 30
6,3 2,6 1,3 0,1
7,880 5,170 540 200
4,5 7,7 1,8 0,8
25.090 11.260 1.050 380
14,4 16,8 3,4 1,4
4.330 5.590 940 430
2,5 8,4 3,0 1,6
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi Berdasarkan Gambar 18 dan Tabel 17 dapat diketahui bahwa penurunan
sawah dan tegalan pada periode 1990-2001 banyak terjadi pada elevasi ≤ 250 mdpl, namun pada periode 2001-2004 dan 2004-2008 penurunan tertinggi bergeser menjadi elevasi 500-750 mdpl. Pola penambahan pada periode 19902001 dan 2001-2004 banyak terjadi pada elevasi ≤ 250 mdpl, sedangkan pada periode 2004-2008 mengalami pergeseran menjadi 250-500 mdpl. Pergeseran tersebut disebabkan karena sawah dan tegalan kalah prioritas dengan penggunaan pemukiman.
37
20.0 18.0
Proporsi (%)
16.0
penurunan 1990-2001
14.0
penurunan 2001-2004
12.0
penurunan 2004-2008
10.0
penambahan 1990-2001
8.0
penambahan 2001-2004
6.0
penambahan 2004-2008
4.0 2.0 0.0 ≤ 250
250-500
500-750
750-1000 1000-1250 1250-1500
>1500
Elevasi (mdpl)
Gambar 18. Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi Tabel 17. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi 1990-2001 Elevasi ≤ 250 250-500 500-750 750-1000 1000-1250 1250-1500 >1500
5.4.3
2001-2004
2004-2008
penurunan
penambahan
penurunan
penambahan
ha
%
ha
%
ha
%
ha
9.470 750 100 140
6,0 1,2 0,3 0,7
22.330 9.540 3.030 580 170
14,1 15,6 8,1 2,9 1,4
8.130 2.580 2.030 430
5,1 4,2 5,4 2,1
8.920 2.920 1.330 380 240
% 5,6 4,8 3,6 1,9 2,0
penurunan
penambahan
ha
%
ha
23.220 6.870 6.580 1.070 50
14,7 11,2 17,7 5,3 0,4
3.950 4.590 1.960 420 330 40
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah Berdasarkan Gambar 19 dan Tabel 18 dapat diketahui penurunan dan
penambahan sawah dan tegalan memiliki pola yang bervariasi terhadap jenis tanah. Penurunan sawah dan tegalan tertinggi pada periode 1990-2001 dan 20012004 berada pada tanah regosol, sedangkan penambahan sawah dan tegalan tertinggi pada kedua periode tersebut berada pada tanah podsolik merah kuning. Berbeda dengan periode 1990-2001 dan 2001-2004 pada periode 2004-2008 baik penurunan maupun penambahan sawah dan tegalan tertinggi berada pada tanah rensina. Menurut Soepardi (1983) tanah rensina di jumpai di daerah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm/tahun dengan kurang dari tiga bulan kering atau tanpa bulan kering yang pasti, terbentuk dari bahan induk batu kapur, bersifat masam, permeabilitas lambat, dan sangat peka terhadap erosi. Menurut Badan Pertanahan Nasional tanah dangkal berkapur seperti rensina sangat peka terhadap erosi dan longsor.
% 2,5 7,5 5,2 2,1 2,6 0,6
38
25.0
Propoorsi (%)
20.0
penurunan 1990-2001 penurunan 2001-2004
15.0
penurunan 2004-2008 penambahan 1990-2001
10.0
penambahan 2001-2004 penambahan 2004-2008
5.0 0.0 aluvial
andosol
grumusol
latosol
podsolik mrh kuning
regosol
rensina
Jenis Tanah
Gambar 19. Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah Tabel 18. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah 1990-2001
2001-2004
penurunan
penambahan
Jenis Tanah
ha
%
ha
%
ha
aluvial andosol grumusol latosol podsolik mrh kuning regosol rensina
1.770 70
4,5 0,6
5,3 1,9
4,1
6,8 2,7 16,1 12,0
2.110 220
7.230
2.700 300 2.620 21.090
9.830
5,6
1.050 350
2,2 5,6
8.230 440 280
17,1 7,1 10,6
370 650
0,8 10,4
5.4.4
penurunan %
2004-2008
penambahan ha
%
penurunan
penambahan
ha
%
ha
%
2.260 220 870 4.550
5,7 2,0 5,4 2,6
6.620 240 1.300 20.190
16,7 2,2 8,0 11,5
460 330 1.950 7.670
1,2 3,0 12,0 4,4
5.760 20 120
12,0 0,3 4,5
8.300 570 550
17,3 9,2 21,1
290 120 470
0,6 1,9 18,2
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan Berdasarkan Gambar 20 dan Tabel 19, baik penurunan maupun
penambahan sawah dan tegalan memiliki pola yang bervariasi terhadap curah hujan. Pada periode 1990-2001 penurunan banyak terjadi pada daerah dengan curah hujan 3017 mm/tahun yaitu sebesar 18,3%, sedangkan penambahan banyak terjadi pada daerah dengan curah hujan 3819 mm/tahun. Pada periode 2001-2004 penurunan banyak terjadi pada curah hujan 3767 mm/tahun, sedangkan penambahan banyak terjadi pada curah hujan 2879 mm/ tahun. Pada periode 2004-2008 penurunan banyak terjadi pada curah hujan 3995 mm/tahun, dan penambahan banyak terjadi pada curah hujan 3819 mm/ tahun.
39
30.0 25.0 Proporsi (%)
penurunan 1990-2001 20.0
penurunan 2001-2004 penurunan 2004-2008
15.0
penambahan 1990-2001 penambahan 2001-2004
10.0
penambahan 2004-2008 5.0 0.0 2247
2879
3017
3236
3767
3819
3895
3995
4136
Curah Hujan (mm/tahun)
Gambar 20. Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan Tabel 19. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan 1990-2001 Curah Hujan 2247 2879 3017 3236 3767 3819 3895 3995 4136
5.4.5
penurunan ha
%
1.170 1.050 5.980 170 800 630
4,7 1,6 18,3 1,2 6,9 0,9
500 180
2.4 0.3
2001-2004
penambahan ha 1.940 10.520 3.940 640 1.230 11.950 230 1.270 3.930
penurunan
2004-2008
penambahan
penurunan
%
ha
%
ha
%
ha
%
7,8 16,3 12,1 4,6 10,6 18,0 2,4 6,0 7,3
1.820 140 4.330 340 2.030 500 30 2.280 1.710
7,3 0,2 13,2 2,4 17,5 0,8 0,3 10,8 3,2
1.200 6.420
4,8 10,0
470 30 3.430 260 790 1.200
3,3 0,3 5,2 2,7 3,7 2,2
2.040 7.390 6.110 1.690 1.380 11.000 310 5.600 2.260
8,2 11,5 18,7 12,1 11,9 16,6 3,2 26,6 4,2
penambahan ha
% 100 750
0,4 1,2
550 510 6.890 230 590 1.660
4,0 4,4 10,4 2,3 2,8 3,1
Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas Berdasarkan Gambar 21 dan Tabel 20 penurunan sawah dan tegalan pada
setiap periode didominasi pada jarak ≤ 3 km. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan pemukiman menginginkan aksessibilitas yang dekat dengan pusat kota (pusat pertumbuhan) sehingga sawah dan tegalan kalah prioritas dan terkonversi menjadi pemukiman. Menurut penelitian Andriyani (2007) semakin dekat kawasan pertanian dengan wilayah perkotaan semakin berpeluang untuk terkonversi. Penambahan sawah dan tegalan pada periode 1990-2001 dan 20042008 banyak terjadi pada aksessibilitas 6 km – 9 km, sedangkan pada periode 2001-2004 banyak terjadi pada aksessibilitas 3 km – 6 km.
40
20.0 18.0
Proporsi (%)
16.0
penurunan 1990-2001
14.0
penurunan 2001-2004
12.0
penurunan 2004-2008
10.0
penambahan 1990-2001
8.0
penambahan 2001-2004
6.0
penambahan 2004-2008
4.0 2.0 0.0 ≤ 3 km
3km - 6km
6km - 9km
9km - 12km
>12 km
Selang Jarak
Gambar 21. Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas Tabel 20. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas 1990-2001
2001-2004
2004-2008
penurunan
penambahan
penurunan
penambahan
Aksessibilitas
ha
%
ha
%
ha
%
ha
≤ 3 km 3km - 6km 6km - 9km 9km - 12km >12 km
8.990 1.410 60
7,8 1,9 0,1
10.880 9.990 8.640 3.890 2.250
9,4 13,6 18,4 12,1 7,4
9.030 2.490 1.180 460
7,8 3,4 2,5 1,4
6.430 4.180 1.940 1.100 150
% 5,5 5,7 4,1 3,4 0,5
penurunan
penambahan
ha
%
ha
21.700 7.960 3.170 2.390 2.560
18,7 10,9 6,8 7,4 8,5
2.290 3.080 3.680 2.180 60
%
5.5 Perubahan Sawah dan Tegalan Menjadi Pemukiman Penggunaan lahan pertanian (sawah dan tegalan) paling banyak mengalami perubahan menjadi pemukiman, dengan proporsi perubahan tegalan menjadi pemukiman adalah yang tertinggi (0,4%, 1,5%, dan 2%). Laju perubahan lahan sawah dan tegalan menjadi pemukiman untuk masing-masing periode adalah sebesar 400 ha/tahun, 1.700 ha/tahun, dan 1.870 ha/tahun. Hal tersebut menandakan bahwa pola perubahan yang terjadi adalah sawah–tegalan– pemukiman. Penelitian Marisan (2006) di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor menyimpulkan bahwa peningkatan luasan area ruang terbangun sebagian besar (75,75%) berasal dari penutupan lahan kering, sementara itu peningkatan luasan area pertanian lahan kering sebagian besar berasal dari penutupan pertanian lahan basah (72,75%). Kondisi tersebut mengindikasikan adanya tahapan perubahan pemanfaatan lahan menjadi ruang terbangun, dimana berawal dari petanian lahan basah berubah menjadi pertanian lahan kering dan akhirnya menjadi ruang
2,0 4,2 7,8 6,8 0,2
41
terbangun. Selain itu, adanya peraturan Keppres No. 53 tahun 1990 tentang larangan konversi lahan sawah beririgasi teknis membuat masyarakat mengubah terlebih dahulu lahan sawah menjadi tegalan kemudian mengubahnya menjadi pemukiman, hal ini dilakukan untuk menghindari perbuatan melanggar peraturan tersebut (Andriyani, 2007). Perubahan luas sawah dan tegalan tersebut berkaitan dengan jumlah penduduk (data penduduk dapat dilihat pada Tabel 21). Laju pertumbuhan penduduk pada periode 1990-2001 tidak terlalu tinggi, begitu pula dengan laju pertumbuhan penduduk pada periode 2001-2004, sedangkan penurunan sawah dan tegalan yang cukup signifikan pada periode 2004-2008 disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi sehingga banyak penggunaan lahan sawah dan tegalan yang terkonversi menjadi pemukiman. Menurut Gandasasmita (2001) menurunnya proporsi lahan sawah ini terjadi karena jumlah penduduk yang lebih besar akan memerlukan pemukiman, sarana, dan prasarana lainnya yang lebih banyak sehingga sebagian dari lahan pertanian akan bergeser dan digantikan oleh sarana dan prasarana tersebut. Hubungan antara proporsi sawah dan tegalan dengan jumlah penduduk disajikan pada Gambar 22. Tabel 21. Jumlah Penduduk Tahun
Total Penduduk
Kerapatan Penduduk (jiwa/100 ha)
1990
2.969.787
29.698
2001
3.144.453
31.445
2004
3.408.810
34.088
2008 4.750.670 Sumber : BPS Kabupaten Bogor
47.507
60.0 58.0 proporsi (%)
56.0 54.0 52.0
swh+tgln
50.0 48.0 46.0 44.0 29698
31445
34088
47507
kerapatan penduduk (jiwa/100 ha)
Gambar 22. Grafik Hubungan Proporsi Sawah dan Tegalan dengan Kerapatan Penduduk
42
5.6
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sawah dan Tegalan Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sawah dan
tegalan maka dilakukan analisis statistik dengan menggunakan metode binomial logit. Peubah yang berpengaruh terhadap perubahan sawah dan tegalan dapat diketahui melalui nilai penaksiran (estimate) koefisien peubah. Nilai penaksiran positif menggambarkan pendugaan pengaruh peubah-peubah yang diukur bersifat meningkatkan peluang terjadinya perubahan sawah dan tegalan, sedangkan nilai penaksiran negatif bersifat sebaliknya, yaitu menurunkan peluang perubahan sawah dan tegalan. Peluang perubahan sawah dan tegalan disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Penaksiran Peluang Perubahan Penggunaan Sawah dan Tegalan Level of Effect Intercept KELAS_LERENG KELAS_LERENG KELAS_LERENG KLS_ELEVASI KLS_ELEVASI KLS_ELEVASI KLS_ELEVASI KLS_ELEVASI KLS_ELEVASI CURAH HUJAN CURAH HUJAN CURAH HUJAN CURAH HUJAN CURAH HUJAN CURAH HUJAN CURAH HUJAN CURAH HUJAN KODE_JARAK KODE_JARAK KODE_JARAK KODE_JARAK Scale
1 2 3 1 2 3 4 5 6 2247 2879 3017 3236 3767 3819 3895 3995 1 2 3 4
Column 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Estimate 4.45571 -0.79380 -0.42315 0.36308 -3.71378 -3.66022 -3.30902 -2.50768 -2.43101 -0.88034 0.29934 0.35704 0.02654 -1.01467 0.14825 0.02798 -0.12364 -0.16352 -0.05724 -0.04511 -0.04477 -0.22286 1.00000
Standard Error
Wald Stat.
p
549.9910 0.0856 0.0765 0.1036 549.9910 549.9910 549.9910 549.9910 549.9910 549.9913 0.2163 0.1249 0.2013 0.1926 0.1659 0.0980 0.2380 0.1427 0.0917 0.0890 0.0971 0.1131 0.0000
0.00007 86.03082 30.59630 12.28982 0.00005 0.00004 0.00004 0.00002 0.00002 0.00000 1.91469 8.17826 0.01738 27.75532 0.79807 0.08149 0.26996 1.31363 0.38952 0.25698 0.21253 3.87934
0.993536 0.000000 0.000000 0.000455 0.994612 0.994690 0.995200 0.996362 0.996473 0.998723 0.166443 0.004240 0.895127 0.000000 0.371672 0.775294 0.603356 0.251738 0.532553 0.612206 0.644795 0.048884
Pada Tabel diatas diketahui bahwa faktor-faktor yang meningkatkan peluang perubahan sawah dan tegalan adalah faktor kelerengan, yaitu kelas lereng 3 (30% - 50%) dengan nilai penaksiran 0.36 dan curah hujan 2879 mm/tahun dengan nilai penaksiran 0.35. Sedangkan faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan sawah dan tegalan adalah (1) kelas lereng 1 (≤ 15%) dan kelas
43
lereng 2 (15% - 30%), (2) curah hujan 3236 mm/tahun, dan (3) kode jarak 4 (9km - 12km). Berdasarkan hasil perhitungan goodness of fit yang disajikan pada Tabel 23. Diperoleh nilai scaled deviance 1.07 dan pearson chi 0.93 yang menunjukan bahwa hasil penaksiran terhadap peluang perubahan ini sama dengan kondisi di lapangan. Tabel 23. Perhitungan goodness of fit peluang perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan Df
Stat.
Stat/Df
Deviance
2852
3067.77
1.075655
Scaled Deviance
2852
3067.77
1.075655
Pearson Chi²
2852
2675.80
0.938218
Scaled P. Chi²
2852
2675.80
0.938218
Loglikelihood
-1533.88
44
KESIMPULAN 1.
Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan
3.
2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu sawah dan tegalan Sawah memiliki kecenderungan untuk berubah menjadi tegalan dan sebaliknya tergantung musim dan ketersediaan air. Pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik fisik banyak
4.
dijumpai pada kemiringan lereng ≤ 15%, elevasi ≤ 250 mdpl, dan aksessibilitas ≤ 3 km. Perubahan sawah dan tegalan dapat merupakan penurunan maupun
2.
penambahan. Penurunan sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik fisik pada setiap periode memiliki pola yang berbeda. Pada periode 1990-2001 dan 2001-2004 penurunan banyak terjadi pada kemiringan lereng ≤ 15%, sedangkan pada periode 2004-2008 mengalami pergeseran menjadi 15%30%. Sedangkan berdasarkan elevasi pada periode 1990-2001 penurunan banyak terjadi pada elevasi ≤ 250 mdpl, sedangkan pada periode 20012004 dan 2004-2008 penurunan banyak terjadi pada elevasi 500-750 mdpl. Dan berdasarkan aksessibilitas pada setiap periode penurunan didominasi pada jarak ≤ 3 km. 5.
Penambahan sawah dan tegalan pada berdasarkan kemiringan lereng pada setiap periode didominasi pada 15%-30%, sedangkan berdasarkan elevasi penambahan pada periode 2001-2004 banyak dijumpai pada elevasi ≤ 250 mdpl, sedangkan pada periode 1990-2001 dan 2004-2008 banyak dijumpai pada elevasi 250-500 mdpl. Berdasarkan aksessibilitas pada periode 19902001 dan 2004-2008 penambahan banyak terdapat pada aksessibilitas 6km-9km, sedangkan pada periode 2001-2004 berada pada jarak 3 km6km.
6.
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik,
faktor-faktor
yang
diduga
meningkatkan peluang peubahan sawah dan tegalan adalah faktor kelerengan, yaitu kelas lereng 3 (30% - 50%) dan curah hujan 2879 mm/tahun. Sedangkan faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan adalah (1) kelas lereng 1 (≤ 15%) dan kelas lereng 2 (15% 30%), (2) curah hujan 3236 mm/tahun, dan (3) kode jarak 4 (9km – 12km).
45
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani. 2007. Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan FaktorFaktor Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Anonim. 2008. http://www. dephut. go. id/ halaman/ pranalogi_kehutanan/ definisi. Pdf. (diakses 16 Desember 2008) Anonim. 2009. http://www. google. com/ Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Potensi Daerah. (diakses 17 Februari 2009) Aronoff, S. 1989. Geografic Information System: A Management Perspective. WDL Publication. Ottawa, Canada Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press. Bogor. Barlowe, R. 1986. Land Resources Economic. 4rd Pretice Hall inc. New Jersey. Gandasasmita, K. 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Barat [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akapres. Jakarta Junaedi, A. 2008. Analisis Konsistensi/ Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University press. Yogyakarta. Malian A. Husni, Mardianto, S dan Mewa, A. 2004. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi, dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan. Jurnal Agroekonomi 22 (2): 119-146. Marisan, M. 2006. Analisis Inkonsistensi Tata Ruang Dilihat dari Aspek Fisik Wilayah: Kasus Kabupaten dan Kota Bogor. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Martono, D.N. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/ Penutupan Lahan. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008), Yogyakarta 28 Juni 2008 Munibah, K. 2005. Model Penggunaan Lahan Berkelanjutan di DAS Cidanau, Kabupaten Serang, Propinsi Banten [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor
46
Nasoetion LI. 1991. Beberapa Permasalahan Pertanahan Nasional dalam Alternatif Kebijaksanaan untuk Menanggulanginya. Jurnal Analisis, Edisi No. 2, tahun 1991. Jakarta : Penerbit CSIS Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. CV. Informatika. Bandung Rahim, A. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rustiadi, E. 2001. Alih Fugsi Lahan dalam Perspektif Lingkungan Pedesaan. Makalah Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pegelolaan Lingkungan Kawasan Pedesaan di Cibogo, Bogor, 10-11 Mei Sitorus, S.R.P.2003. Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor . Soepardi, Goeswono. Sifat dan Ciri Tanah. 1983. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Subagyo, H., Suhartono, N. dan Siswanto., A.B.2004. Tanah Pertanian di Indonesia. Dalam Pengembangan dan Manajemen Tanah-Tanah di Indonesia. 30-61. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Suryanto, W.J., H.J. Deri, Widagdo, dan M. Soekardi.1998. Interpretasi Citra Landsat Thematic Mapper untuk penggunaan Lahan Studi Kasus Daerah Malang Utara Jawa Timur. Prosiding pertemuan pembahasan dan komunikasi hasil tanah dan agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal 1-13. Susanto, P. 1995. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Perkebunan Besar. Institut Teknologi Surabaya Sukolilo. Surabaya. Wiradisastra, U.S. dan Baba Barus. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1. Data Curah Hujan Setiap Stasiun Tahun 1991-2000 (a) Stasiun Citeko TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
1991
478
716
273
436
72
37
38
21
84
1992
430
587
399
392
77
161
196
212
257
1993
655
475
563
365
191
164
36
186
1994
782
400
331
318
94
14
24
6
1995
457
463
401
336
356
236
128
1996
796
684
356
283
133
59
121
1997
589
276
205
216
295
8
8
16
1998
303
385
684
343
249
263
150
103
1999
466
524
211
132
282
111
79
77
2000
449
338
294
376
246
116
220
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
92
386
468
3101
475
211
328
3725
185
75
459
497
3851
56
145
287
320
2777
6
131
318
426
430
3688
157
212
259
426
471
3957
21
23
316
374
2347
108
215
186
193
3182
98
308
277
316
2881
36
98
219
338
119
2849
OKT
(b) Stasiun Gunung Mas TAHUN 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
JAN 896 465 511 600 495 545 646 813 395 757
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
462 681 265 294 659 329 312 753 184 591
195 307 372 304 466 30 194 946 238 313
267 574 349 362 274 40 380 214 327 454
256 192 146 168 127 69 286 101 237 456
157 151 242 41 221 81 8 76 133 116
149 203 59 7 20 139 10 78 101 170
284 264 166 43 0 133 28 85 110 39
188 327 49 101 121 296 0 177 80 77
178 422 225 114 316 260 36 250 322 39
NOP
DES
MM/TAHUN
145 239 348 377 460 357 333 473 478 393
547 483 426 321 357 453 641 602 321 408
3724 4308 3158 2732 3516 2732 2874 4568 2926 3813
(c) Stasiun Ciawi TAHUN
JAN
PEB
MAR
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
539 565 698 555 445 463 408 438 443 501
643 380 376 230 342 438 203 287 220 302
355 405 515 427 524 398 206 290 269 132
APR 313 413 382 439 212 344 235 245 156 247
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
116 256 185 394 232 188 337 289 342 193
18 98 216 62 342 59 12 126 308 154
152 131 147 17 104 160 2 100 139 207
49 196 241 25 145 223 76 121 63 240
185 217 360 142 197 233 30 97 57 200
490 318 324 238 455 285 310 431 699 341
527 412 393 436 471 418 493 502 594 359
471 461 528 312 268 477 461 431 354 286
3858 3852 4365 3277 3737 3686 2773 3357 3644 3162
49
(d) Stasiun Kebun Raya Bogor TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
147 180 345 816 370 282 349 321 220 183
198 226 426 404 290 323 151 383 198 388
277 240 272 410 280 275 119 601 86 601
130 192 324 621 193 380 362 405 348 405
96 127 416 394 247 331 298 218 319 222
39 138 271 82 553 96 48 395 242 526
25 227 166 8 334 258 19 233 254 261
61 159 551 12 66 380 33 303 76 280
109 87 313 107 256 274 44 74 79 75
172 660 237 306 466 407 35 564 527 330
245 336 327 374 528 415 536 234 247 219
292 169 409 198 100 457 179 65 228 323
1791 2741 4057 3732 3683 3878 2173 3796 2824 3813
(f) Stasiun Cibinong TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
207 260 449 517 437 466 430 314 311 362
377 252 347 345 256 512 151 352 319 288
463 250 400 395 310 309 194 517 124 113
359 393 442 397 242 350 273 315 210 250
182 441 308 368 220 213 284 220 241 311
83 159 201 130 288 118 20 274 166 140
76 173 63 22 184 125 14 241 161 175
1 75 319 36 21 215 26 172 98 117
200 167 249 35 202 183 101 148 79 166
140 455 272 213 295 411 147 364 279 137
581 292 442 379 375 293 233 140 297 335
492 326 323 285 202 288 230 137 255 80
3161 3243 3815 3122 3032 3483 2103 3194 2540 2474
(g) Stasiun Atang Sandjaya TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
313 310 390 362 404 328 374 231 295 367
345 295 284 334 254 432 157 293 246 308
290 241 179 343 282 234 141 334 95 104
278 229 306 254 204 293 237 205 116 169
180 194 197 233 138 190 199 237 159 218
72 109 140 85 186 117 22 177 115 73
22 153 44 18 153 66 14 149 117 113
32 147 175 34 25 154 24 135 58 74
92 167 97 24 142 132 68 99 54 73
89 283 124 112 185 336 84 288 225 114
239 275 291 243 292 212 125 121 180 202
244 247 179 151 199 255 149 144 254 72
2196 2650 2406 2193 2464 2749 1594 2413 1914 1887
50
(h) Stasiun Cikopomayak TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
344 286 318 376 466 305 375 42 274 254
397 355 217 249 279 216 227 462 216 171
334 376 234 354 338 309 158 554 133 314
162 354 387 374 336 360 398 245 201 385
222 375 179 333 370 364 156 353 307 192
29 53 306 60 433 155 157 198 175 193
147 110 119 20 140 169 28 102 59 59
48 170 392 0 115 89 62 261 107 106
23 520 225 97 282 293 8 189 175 317
197 323 321 280 353 240 176 354 130 181
166 368 114 277 473 280 317 293 240 298
436 93 391 154 118 371 108 271 195 98
2505 3383 3203 2574 3703 3151 2170 3324 2212 2568
(i) Stasiun Dayeuh TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
292 273 114 562 382 663 751 343 579 388
410 396 158 336 357 861 510 487 463 403
510 442 189 407 558 513 530 724 364 129
379 350 164 533 548 687 574 397 269 517
189 295 131 242 70 524 553 347 397 392
94 91 91 86 396 252 53 456 212 257
91 36 34 20 195 247 3 222 210 349
151 71 218 75 307 47 76
30 82 89 240 251 316 241 297 48 152
18 350 235 199 462 303 61 437 499 285
529 217 181 362 632 465 416 503 475 591
533 350 131 281 380 442 777 364 593 385
3075 3033 1588 3268 4231 5491 4544 4884 4156 3924
(j) Stasiun Leuwiliang TAHUN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
MM/TAHUN
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
365 289 393 754 450 255 403 456 550 218
322 289 173 284 239 410 75 528 404 258
430 405 260 179 427 498 501 585 239 66
444 326 441 590 378 490 281 276 78 176
336 412 514 240 372 306 370 397 471 326
251 668 380 209 426 211 113 245 198 353
170 168 375 749 235 245 0 782 96 129
129 221 564 20 89 237 96 365 409 152
534 316 315 130 379 263 51 185 102 397
436 339 593 797 278 442 134 416 401 964
701 605 308 633 441 393 225 137 428 214
545 208 770 346 282 404 214 325 430 61
4663 4246 5086 4931 3996 4154 2463 4697 3806 3314