ANALISIS DISTRIBUSI DAN KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH (Studi Kasus di Kota Bogor)
Oleh: Vivi Indriani Haris E34101063
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
RINGKASAN
Vivi Indriani Haris (E34101063). Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh ( Studi Kasus di Kota Bogor), di bawah bimbingan Ir. H. Endes N. Dahlan, MS. dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. Kota merupakan pusat aktivitas manusia. Pembangunan kota diperlukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan manusia. Pembangunan tersebut menyebabkan ketersediaan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin menurun. RTH merupakan salah satu bagian penting dari suatu kota. Perencanaan RTH diperlukan untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dimanfaatkan secara optimal dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk kegiatan tersebut dibutuhkan informasi dasar sehingga diperlukan suatu kajian mengenai distribusi dan kecukupan RTH di Kota Bogor. Karakteristik fenomena yang dikumpulkan diharapkan dapat mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan, sesuai dengan kebijakan pengembangan tata ruang regional untuk menciptakan kota yang serasi, selaras, terpadu dan berkesinambungan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui distribusi dan kecukupan luas RTH di Kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor selama delapan bulan, pada Juni 2005-Januari 2006. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Metode yang digunakan adalah pengumpulan data berupa deskripsi, peta dan data lapangan, untuk pengolahan data citra Landsat ETM Kota Bogor tahun 2003 dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Data tipe penutupan lahan di wilayah Kota Bogor diperoleh melalui analisis data citra Landsat ETM pada bulan Januari 2003 dengan tingkat akurasi sebesar 87,10% untuk overall classification accuracy dan overall kappa statistic diperoleh sebesar 84,81%. Berdasarkan analisa citra terbimbing (supervised classification), penutupan lahan diklasifikasikan menjadi 10 kelas yaitu: vegetasi rapat, vegetasi campuran, ladang, sawah, semak dan rumput, area terbangun, lahan kosong, badan air, awan dan bayangan awan. Kota Bogor untuk penutupan lahan berupa RTH (vegetasi rapat, vegetasi campuran, ladang, sawah, semak dan rumput) diperoleh dengan persentase 56,63% atau 6.345,53 Ha, area terbangun dengan persentase 35,35% atau 3.961,85 Ha, sedangkan untuk penggunaan lain (badan air dan lahan kosong) menempati proporsi 3,69% atau 414,39 Ha dan untuk tidak ada data (awan dan bayangan awan) diperoleh 4,35% atau 486,73 Ha. Keberadaan RTH pada masing-masing kecamatan di Bogor berbeda satu dengan yang lainnya. Kecamatan Bogor Selatan memiliki persentase RTH terbesar yaitu 71,49%. Kondisi ini memang sejalan dengan gambaran arah perkembangan fisik Kota Bogor yang cenderung menjadikan wilayah Bogor Selatan sebagai RTH dan daerah pemukiman dengan KDB (koefisien dasar bangunan) rendah. Kecamatan Bogor Utara, Tanah Sareal, Bogor Barat dan Bogor Timur memiliki RTH masing-masing sebesar 54,9%, 54,27%, 51,36% dan
3
50,9% dengan penutupan lahan yang terluas oleh vegetasi campuran. Sedangkan Bogor Tengah memiliki persentase RTH terkecil yaitu 31,26 %. Kondisi ini dipengaruhi dengan arahan perkembangan fisik Kota Bogor yaitu bagian tengah (Kecamatan Bogor Tengah) cenderung berpotensi sebagai pusat perdagangan jasa yang ditunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah. INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan menyatakan bahwa luasan RTH sebesar 40% dan KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil (1992) menyatakan bahwa RTH yang mencukupi berdasarkan luasannya untuk suatu kota adalah 30%. Dengan luas penutupan RTH Kota Bogor yang diperoleh sebesar 56,63% berdasarkan dua peraturan tersebut yang mempertimbangkan besarnya persentase dari total luas suatu wilayah, Kota Bogor dapat dikategorikan memenuhi dan masih ideal. Sedangkan untuk Bogor Tengah RTH di wilayah ini tidak memenuhi standar INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 namun masih mencukupi untuk KTT Bumi di Rio de Jeneiro Tahun 1992. Keberadaan RTH di Kota Bogor sebesar 56,63% harus tetap dipertahankan dengan melakukan kegiatan yang menunjang peningkatan RTH berupa penghijauan, penyuluhan, pemberian dana bantuan dan reward yang diselenggarakan baik oleh Pemda Kota Bogor, swasta maupun masyarakat.
4
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian :
Nama Peneliti NRP Departemen
: : :
Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh ( Studi Kasus di Kota Bogor) Vivi Indriani Haris E34101063 Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Endes N. Dahlan, MS.
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
NIP. 130 875 594
NIP. 131 760 841
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799
Tanggal lulus:
5
ANALISIS DISTRIBUSI DAN KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH (Studi Kasus di Kota Bogor)
Oleh: Vivi Indriani Haris E34101063
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu 8 Maret 1983, yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, Hendri
Abujaer,
RS.
dan
Suharni.
Penulis
pasangan mengikuti
pendidikan formal mulai dari TK. Ciungwanara I yang diselesaikan pada tahun 1989. Sekolah Dasar diikuti mulai tahun 1989 di SD Inpres Terisi-Indramayu, SDN 03 CiracasJakarta dan terakhir SDN 04 Cipayung-Jakarta, lulus pada tahun 1995. Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1995 di SMPN 9 Jakarta. Kemudian penulis meneruskan ke Sekolah Menengah Umum di SMUN 39 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis dapat meneruskan studinya melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menjalankan masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan pada TIM P2DB-IPB (Program Pengembangan Desa Binaan) pada tahun 2002-2003, TMPLLK-IPB (Tim Mahasiswa Perduli Lingkungan Lingkar Kampus) tahun 2002-2003, ICC (IPB Crisis Center) 20022003, Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan 2003-2006, IFSA-LC IPB (International Forestry Student Association) 2002-2003, Himpunan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) 2002-2006 dan ikut berbagai kegiatan kemahasiswaan di tingkat Fakultas maupun IPB. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor tahun 2003, PT. Gati Nusantara Gantara bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan tahun 2003, Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2004, dan Biodiversity Assessment Gunung Lumut-Kalimantan Timur (Tropenbos International-Indonesia) tahun 2005. Penulis juga merupakan pemenang PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) Kewirausahaan tingkat IPB tahun 2005.
7
Dalam menyelesaikan studi di IPB penulis menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S. Hut) dengan judul “Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis ( Studi Kasus di Kota Bogor)” di bawah bimbingan Ir. H. Endes N. Dahlan, MS., dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc.
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah yang tak terkira serta rahmat dan izin-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam upaya menyelesaikan tugas studi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang sangat berarti. Pada kesempatan kali ini penulis sampaikan terimakasih yang tulus kepada: 1. Bapak dan Ibu, yang dengan begitu setia memberikan kasih sayang dan dorongannya, adik-adikku tersayang Sari dan Andi serta Mba Chie. 2. Ir. H. Endes N. Dahlan, MS. sebagai dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc. sebagai dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Dra. Nining Puspaningsih, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan. 4. Kantor Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Kota Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor, Dinas Tata Kota & Pertamanan Kota Bogor dan Dinas Agribisnis Kota Bogor, terimakasih atas kesediaan memberikan data yang dibutuhkan. 5. Keluarga Besar Wisma Pinus atas kebersamaannya yang tak ternilai. 6. TIM
SDAF yang senasib dan sepenanggungan dalam menggapai gelar
Sarjana Kehutanan. 7. Teman-teman KSH 38 yang smart, creative, and active, begitu berharga berada di tengah-tengah kalian. 8. Keluarga Besar Rimpala atas ilmu, pengalaman dan persahabatan. 9. RS Pertamina Balikpapan dan RS Tugu Ibu Depok terimakasih atas perawatannya. 10. Seluruh rekan-rekan Fahutan dan non Fahutan. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9
Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ini, dapat bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Bogor, Februari 2006
Penulis
10
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. A. Latar Belakang ............................................................................................. B. Tujuan Penelitian .......................................................................................... C. Manfaat Penelitian ........................................................................................
1 1 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 A. Kota dan Tata Ruangnya ............................................................................ 3 A.1. Kawasan Perkotaan ............................................................................ 3 A.2. Tata Ruang Kota ................................................................................ 4 B. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ..................................................................... 4 B.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau........................................................ 4 B.2. Komponen Ruang Terbuka Hijau ....................................................... 5 B.3. Fungsi Ruang Terbuka Hijau .............................................................. 6 C. Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................................. 6 C.1. Pengertian SIG .................................................................................... 6 C.2. Komponen SIG ................................................................................... 9 D. Penginderaan Jauh ...................................................................................... 10 D.1. Definisi Penginderaan Jauh ................................................................ 10 D.2. Komponen Dasar................................................................................ 11 D.3. Citra Landsat ...................................................................................... 12 III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 14 A. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 14 B. Bahan dan Alat ........................................................................................... 14 C. Tahapan Penelitian ..................................................................................... 14 C.1. Pengumpulan Data ............................................................................. 14 C.2. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 15 IV. KONDISI UMUM PENELITIAN .................................................................. 19 A. Letak Administrasi dan Geografis ............................................................. 19 B. Topografi dan Geologi............................................................................... 20 C. Iklim........................................................................................................... 21 D. Hidrologi.................................................................................................... 22 E. Keadaan Penduduk..................................................................................... 22
11
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 24 A. Penutupan Lahan ......................................................................................... 24 A.1. Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor ..................................................... 24 A.2. Penutupan Lahan pada Masing-masing Wilayah Kecamatan ............. 35 B. Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor .......................................................... 38 B.1. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau ...................................................... 38 B.2. Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau ..................................................... 39 B.3. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ...................................................... 40 B.4. Peraturan Perundangan ........................................................................ 41 C. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau ....................................................... 41 C.1. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor .......................................................................................... 41 C.2. Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau ..................................................... 42 D. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Karbondioksida ...................... 44 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 46 A. Kesimpulan ................................................................................................. 46 B. Saran ........................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Hal
1. Karakteristik Masing-masing Band Citra Landsat TM dan Landsat ETM+ ... 12 2. Kemiringan Lereng Berdasarkan Luas Lahan di Kota Bogor ........................ 20 3. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2003 .................................................................................. 23 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Bogor Tahun 2003 .................................................................................. 23 5. Luas dan Persentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor ........................... 24 6. Luas dan Persentase Tipe Penutupan Lahan pada Masing-masing Kecamatan di Kota Bogor ..................................................... 35 7. Penutupan Lahan Ruang Terbuka Hijau, Area Terbangun, Penggunaan Lain dan Tidak Ada Data. ........................................................... 38 8. Ruang Terbuka Hijau pada Masing-masing Kecamatan di Kota Bogor ......... 39 9. Luas Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor .......................................... 40 10. Rencana Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 1998-2009 ..................... 42 11. Pendugaan Kandungan Karbon dan Karbondioksida pada Tipe Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra Landsat Tahun 2003 di Kota Bogor ................................................................................................. 45
13
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Hal
1. Komponen Dasar Penginderaan Jauh ............................................................... 11 2. Citra Satelit Landsat ETM Kota Bogor Tahun 2003 (Band 5, 4 dan 3) ........... 16 3. Diagram Alir Tahapan Penelitian ..................................................................... 18 4. Peta Administrasi Kota Bogor ......................................................................... 19 5. (a) Hutan CIFOR di Situ Gede-Bogor Barat ................................................... 25 (b) Kebun Raya Bogor di Paledang-Bogor Tengah ......................................... 25 6. (a) Jalur Hijau di Baranangsiang-Bogor Timur ............................................... 26 (b) Jalur Hijau di Jalan Heulang-Tanah Sareal ................................................ 26 7. (a) Pemakaman di Dredet-Bogor Selatan ........................................................ 27 (b) Kebun Pembibitan di Sempur-Bogor Tengah ............................................ 27 8. (a) Ladang Kacang di Balumbang-Bogor Barat .............................................. 27 (b) Ladang Singkong di Katulampa-Tanah Sareal .......................................... 27 9. (a) Sawah di Balumbangjaya-Bogor Barat .................................................... 28 (b) Sawah di Sindangbarang-Bogor Barat ....................................................... 28 10. (a) Rumput di Halaman Istana Bogor KRB-Bogor Tengah .......................... 29 (b) Rumput di Malabar-Bogor Tengah .......................................................... 29 (c) Semak di Menteng-Bogor Barat ............................................................... 29 11. (a) Pemukiman Baranangsiang-Bogor Tengah ............................................. (b) Perumahan Taman Bugenvile Golf di Tanah Baru-Bogor Utara. ............ (c) Pusat Perbelanjaan dan Perdagangan di Merdeka-Bogor Tengah ............ (d) Pusat Perbelanjaan dan Perdagangan di Bantarjati-Bogor Utara ............
31 31 31 31
12. Lahan Kosong di Tanah Baru-Bogor Utara. .................................................. 32 13. (a) Situ Gede di Bogor Barat.......................................................................... 32 (b) Sungai Cisadane ...................................................................................... 32 14. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Hasil Klasifikasi Citra Satelit Landsat ETM Tahun 2003 ......................................................... 34
14
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Hal
1. Peta Desa di Kota Bogor ................................................................................... 51 2. (a) Luas dan Jumlah Jenis Taman di Kota Bogor ............................................ 52 (b) Luas Pemakaman di Kota Bogor ................................................................ 52 3. (a) Senarai Vegetasi Penutupan Lahan Kelas Vegetasi Rapat ......................... .53 (b) Senarai Vegetasi Penutupan Lahan Kelas Vegetasi Campuran. ................. 53 (c) Senarai Tanaman Penutupan Lahan Kelas Ladang. .................................... 53
15
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kota merupakan pusat aktivitas manusia. Pembangunan kota diperlukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kian hari kehidupan manusia semakin lama semakin berkembang yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk.
Peningkatan
jumlah
penduduk
tersebut
juga
menyebabkan
meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal khususnya yang terjadi pada kota yaitu salah satunya adalah Kota Bogor. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki potensi lebih dibandingkan dengan kota yang lain dengan lokasi strategis sekitar 56 Km dari DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara. Secara tidak langsung Kota Bogor mendapatkan perhatian sebagai kota penyangga yang sangat mempengaruhi perkembangannya. Selain itu keberadaan Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh Kabupaten Bogor dan yang lebih luasnya adalah Propinsi Jawa Barat sebagai wilayah regional bagi perkembangan Kota Bogor. Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian penting dari suatu kota. Keberadaan RTH seperti hutan kota, taman kota, jalur hijau, dan lapangan sangat penting bagi masyarakat kota. Pada tahun 1980-an RTH di Kota Bogor masih relatif lebih luas dibandingkan dengan kondisi saat ini. Kota Bogor kian hari semakin sesak dengan berbagai macam aktivitas pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Pembangunan kota dilakukan pada lingkungan yang pada umumnya mengubah keadaan bentang alam menjadi yang diinginkan manusia. Perubahan yang dilakukan menyebabkan kondisi lingkungan semakin kritis dan jauh dari keadaan yang ideal. Turunnya kualitas lingkungan tentunya akan berpengaruh pada makhluk hidup khususnya manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembangunan ini juga menyebabkan ketersediaan dari ruang terbuka hijau semakin menurun. Perencanaan ruang terbuka hijau diperlukan untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dimanfaatkan secara optimal dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan perencanaan RTH, diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan kota yang diarahkan untuk menciptakan, memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan sehingga mewujudkan lingkungan yang sehat,
16
nyaman dan indah bagi masyarakat Kota Bogor. Untuk kegiatan tersebut dibutuhkan informasi dasar sehingga diperlukan suatu kajian mengenai distribusi dan kecukupan ruang terbuka hijau di Kota Bogor, yang dapat ditinjau dari aspek lokasi dan luas. Karakteristik fenomena yang dikumpulkan berupa informasi spasial dan deskripsi yang pada akhirnya dapat mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan, sesuai dengan kebijakan pengembangan tata ruang regional untuk menciptakan kota yang serasi, selaras, terpadu dan berkesinambungan.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kecukupan luas ruang terbuka hijau di Kota Bogor.
C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan
dalam
proses
pengambilan
keputusan
untuk
pengelolaan,
pengembangan, perencanaan dan pembangunan ruang terbuka hijau
dan tata
ruang kota untuk Pemerintah Daerah Kota Bogor dan pihak-pihak terkait lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kota dan Tata Ruangnya A.1. Kawasan Perkotaan Kawasan perkotaan adalah suatu bentuk lanskap buatan manusia, yang terjadi akibat manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya. Biasanya ruang dalam kota dihubungkan melalui koridor yang dapat berupa pedestrian, jalan, jalur sungai (blueways) ataupun jalur hijau (greenbelt). Kota merupakan lingkungan fisik yang keadaannya dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan,
adat-istiadat,
politik,
ilmu
pengetahuan,
dan
teknologi.
Perkembangan dan perubahan faktor-faktor tersebut akan mengakibatkan perkembangan dan perubahan lanskap perkotaan (Simonds, 1983 dalam Roslita, 1997). Branch (1995) mengartikan kota sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk atau lebih. Perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lengkap dibandingkan dengan yang dibutuhkan di daerah pedesaan. Lynch (1982) dalam Roslita (1997) menyatakan suatu kota memiliki elemen-elemen berikut: (1) patch yaitu jalur-jalur yang dapat dilalui (seperti: jalan, jalur pejalan kaki, jalur kereta api, kanal dan sungai) dan memiliki hubungan dengan elemen lainnya; (2) edge adalah suatu elemen yang linier yang bukan merupakan patch, biasanya memisahkan atau membatasi dua area yang berlainan, dapat meliputi : waterfront, jalur kereta api, greenbelt atau blueways yang terdapat di antara dua distrik, batas wilayah dan lainnya; (3) districts adalah wilayah kota yang berukuran sedang hingga besar serta memiliki luasan dua dimensi, dapat berupa wilayah pusat kota (wilayah pemerintahan, taman rekreasi, ataupun hutan kota); (4) nodes merupakan suatu titik atau daerah strategis di kota yang dapat dilalui dan dapat berupa titik pertemuan patch, simpang jalan, tempat perubahan dari suatu struktur ke struktur lain, pocketpark, serta biasanya memiliki karakter fisik tersendiri; (5) landmarks adalah tipe lain dari suatu point of interest
18
tetapi dalam bentuk objek fisik yang biasanya dapat dilihat dari jauh seperti: gedung, lambang menara atau gunung.
A.2. Tata Ruang Kota Menurut Howard dalam Rahmanto (1999) tata ruang dalam lanskap kota merupakan suatu pembagian wilayah ke dalam suatu kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu pula seperti kawasan pemukiman, industri, niaga termasuk pula RTH. Tata ruang kota umumnya terdiri dari ruang terbangun dan terbuka. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk memanjang atau jalur yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri (INMENDAGRI) No. 14 Tahun 1988). Dalam Rahmanto (1999) peran ruang terbuka dalam suatu perkotaan yaitu: (1) merupakan unsur keindahan disebabkan menciptakan harmoni tata lingkungan perkotaan, (2) menyediakan ruang terbuka hijau yaitu berupa tanaman yang dapat mengurangi pencemaran dan (3) memberikan ruang gerak bagi segenap masyarakat yang membutuhkannya. Dengan demikian bahwa ruang terbuka hijau tidak hanya merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota tetapi juga merupakan penjaga keseimbangan ekosistem kota.
B. Ruang Terbuka Hijau (RTH) B.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988, ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka kota yang didefinisikan sebagai ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pada penghijauan tanaman atau tumbuhan secara alamiah ataupun buatan (budidaya tanaman) seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan lainnya. Ruang terbuka hijau memiliki kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya. Tanpa keberadaan ruang terbuka hijau di kota akan mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Oleh karena itu perencanaan ruang terbuka harus dapat memenuhi keselarasan harmoni antara struktural kota dan alamnya, bentuknya bukan sekedar
19
taman, lahan kosong untuk rekreasi atau lahan penuh tumbuhan yang tidak dapat dimanfaatkan penduduk kota (Simon, 1983 dalam Roslita, 1997). Menurut INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 tujuan dibentuk atau disediakannnya ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah: 1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan. 2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.
B.2. Komponen Ruang Terbuka Hijau Rencana Umum Tata Ruang Jakarta Tahun 1985-2005 dalam Nurcahyono (2003) menetapkan komponen-komponen RTH berdasarkan kriteria, sasaran dan fungsi penting, vegetasi serta intensitas manajemannya dikategorikan dalam: 1. Taman Fungsi utamanya adalah menghasilkan oksigen. Oleh karena itu jenis tanaman yang dibudidayakan dipilih dari jenis-jenis yang menghasilkan oksigen tinggi. 2. Jalur Hijau Termasuk didalamnya adalah pepohonan peneduh pinggir jalan, lajur hijau di sekitar sungai dan hijauan di tempat parkir maupun ruang terbuka hijau lainnya. 3. Kebun dan pekarangan Selain bertujuan untuk produksi, kebun dan pekarangan hendaknya ditanam dengan jenis-jenis yang mendukung kenyamanan lingkungan perkotaan. 4. Hutan Merupakan suatu penerapan beberapa fungsi hutan seperti ameliorasi iklim, hidrologi, dan penangkalan pencemaran. Fungsi-fungsi ini bertujuan mengimbangi kecenderungan menurunnya kualitas lingkungan. Berbagai potensi dan peluang hutan kota akan mengatasi, mencegah dan mengendalikan krisis lingkungan. 5. Tempat-tempat rekreasi
20
B.3. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Menurut Simonds (1983) dalam Wijayanti (2003) fungsi RTH di perkotaan yaitu: (1) sebagai penjaga kualitas lingkungan, (2) sebagai penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual, (3) sebagai paru-paru kota (4) sebagai penyangga sumber air dalam tanah, (5) untuk mencegah erosi, (6) sebagai unsur dan sarana pendidikan. Selanjutnya dalam INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 manfaat RTH antara lain: 1. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; 2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; 3. Sebagai sarana rekreasi; 4. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; 5. Sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; 6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; 7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; 8. Sebagai pengatur tata air.
C. Sistem Informasi Geografis (SIG) C.1. Pengertian SIG Sistem informasi geografis adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak komputer (software), data geografi dan pengguna yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisa, menyajikan dan menjelaskan semua bentuk dan data informasi yang bereferensi geografis (ESRI, 1990 dalam Tahir, 2003). Sistem informasi geografis selalu berkembang, bertambah dan bervariasi dan begitu pula berbagai definisi yang diinterpretasikan. SIG merupakan suatu kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru yang digunakan diberbagai disiplin
21
ilmu dan berkembang dengan cepat. Dipaparkan beberapa definisi SIG adalah sebagai berikut: SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk menyimpan dan memanipulasikan informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisa objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau dianalisa. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis: (a) masukan, (b) manajeman data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data (d) keluaran (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2002). SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografis. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk (a) akusisi dan vertifikasi data, (b) kompilasi data, (c) penyimpanan data, (d) perubahan dan updating data, (e) manajeman dan pertukaran data, (f) manipulasi data, (g) pemanggilan dan presentasi data, dan (h) analisa data (Bern, 1992 dalam Prahasta, 2002). SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan
mampu
mengintegrasikan
deskripsi-deskripsi
lokasi
dengan
karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencangkup metodologi dan teknologi yang diperlukan yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak, dan struktur organisasi (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2002). SIG adalah suatu fasilitas untuk mempersiapkan, mempresentasikan dan menginterpretasikan fakta-fakta (kenyataan) yang terdapat di permukaan bumi (definisi umum). Untuk definisi yang lebih sempit, SIG adalah konfigurasi perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang secara khusus
dirancang
untuk
proses-proses
akurasi,
pengelolaan
penggunaan data kartografi (Tomlin, 1990 dalam Prahasta, 2002 ).
dan
22
SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi secara spasial atau koordinat geografi. Dengan kata lain, SIG merupakan sistem basis data dengan kemampuan-kemampuan khusus dalam menangani data yang bereferensi secara spasial, selain merupakan sekumpulan operasi-operasi yang dikenakan terhadap data tersebut (Prahasta, 2002 ). Data yang diperlukan dalam sistem informasi geografis merupakan data yang mengacu pada lokasi geografis terdiri atas data grafis dan data atribut. Data grafis tersusun dalam bentuk titik, garis, dan poligon. Data atribut berupa data kualitatif atau kuantitatif yang merupakan hubungan satu-satu dengan data grafisnya. SIG pada dasarnya terdiri dari masukan, pengolahan, dan pengelolaan, serta penyajian yang dikembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan penggguna (Tahir, 2003). Sistem informasi geografis memiliki empat komponen dasar yaitu masukan data (input data), manajeman data (data management), manipulasi dan analisis data (manipulation and data analysis) dan penyajian data (data output) (Aronoff, 1989).
Sedangkan menurut
Prahasta (2002), SIG dapat diuraikan
menjadi beberapa subsistem berikut: 1. Data
input:
Subsistem
ini
bertugas
untuk
mengumpulkan
dan
mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini
pula
yang
bertanggungjawab
dalam
mengkonversi
atau
mentransformasikan format-format data-data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG. 2. Data output: subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basisdata baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy: seperti tabel, grafik, peta dan lain-lain. 3. Data management : subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basisdata sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit. 4. Data manipulation dan analysis: subsistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga
23
melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. C.2. Komponen SIG SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen berikut (Prahasta, 2002): 1. Perangkat keras : pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multi users host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi memiliki ruang penyimpanan (hard disk) yang besar dan mempunyai kapasitas memori yang besar. Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. 2. Perangkat lunak : SIG merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul sehingga terdiri dari ratusan modul program yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri. 3. Data dan informasi geografis : SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard. 4. Manajeman : satu proyek SIG akan berhasil jika di-manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan. Dalam SIG digambarkan sebagai titik, garis, dan area. Data yang berbentuk titik menunjukan luasan yang sempit yang penyajiaannya tidak mempersoalkan luas akan tetapi lebih menekankan pada lokasi. Data dalam SIG bervariasi yaitu berkisar dari bentuk informasi spasial dalam bentuk peta, fotofoto, data digital bahkan data langsung dari lapangan (Tahir, 2003).
24
Spesifikasi SIG dan besarnya kontribusi tergantung pada tipe struktur data/konsep representasi yang digunakan yang terbagi atas raster/grid dan vektor. Model vektor digunakan untuk objek yang memerlukan posisi akurat karena mempunyai kekuatan geometris yang tinggi dengan pendekatan posisi akurat titik, garis dan poligon yang digunakan untuk menggambar objek dengan mengasumsikan posisi matematis yang tepat (Tahir, 2003). Sistem Informasi Geografis saat ini merupakan alat yang banyak digunakan pada aplikasi-aplikasi yang berbeda dalam rangka membantu untuk pengambilan atau pembuatan keputusan. Banyak keputusan yang diambil berdasarkan kenyataan-kenyataan geografis suatu wilayah. Apa yang ada pada wilayah tersebut, dimana lokasi yang tepat dan baik, kapan dan mana wilayah yang dipilih (Nurcahyono, 2003).
D. Penginderaan Jauh D.1. Definisi Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu, seni, dan teknik untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu sensor tanpa melakukan kontak langsung terhadap suatu objek, daerah atau fenomena. Informasi tersebut dapat diperoleh
karena
masing-masing
objek
mempunyai
kekhasan
dalam
memantulkan, menyerap, meneruskan atau memancarkan energi gelombang elektromagnetik yang datang padanya sehingga energi pantulan atau pancaran yang diterima oleh sensor dapat dipergunakan sebagai ciri pengenalan obyek, daerah atau fenoma yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1997). Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan suatu ilmu yang mengambil, memproses, dan menginterpretasi suatu citra serta data–data yang berhubungan. Data diambil dari pesawat dan satelit yang merekam interaksi antara materi dan energi elektromagnetik (Puntodewo, Dewi & Tarigan, 2003). D.2. Komponen Dasar Dalam penginderaan jauh terdapat empat komponen dasar dari sistem ini adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem, ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target
25
tanpa menyentuh objek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasikan untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah citra (Puntodewo, Dewi & Tarigan, 2003). Gambar 1 memperlihatkan komponen dasar penginderaan jauh. Transmisi Sensor Target
Sumber energi
Gambar 1. Komponen Dasar Penginderaan Jauh Data yang diperoleh dari fasilitas penginderaan jauh menghasilkan citra satelit dan foto udara yang dapat dihubungkan secara langsung. Data tersebut diperoleh dari periode tertentu pada area yang sama, dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi di roman muka bumi. Data yang direkam adalah dunia nyata, oleh karena itu proses pengolahan input data menjadi output data adalah merupakan suatu rangkaian yang dimulai dari dunia nyata direkam dalam bentuk citra, foto udara, dan peta. Kemudian dengan fasilitas SIG data disimpan dan diolah menghasilkan output berupa informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan bagi pengguna untuk melakukan kegiatan pada dunia nyata. Prinsip yang dipakai dalam teknologi indera jauh (remote sensing) ialah refleksi dan emisi atau pulsa yang dipancarkan oleh suatu objek pada suatu panjang gelombang tertentu, ditangkap oleh sensor yang menghasilkan ciri (feature) untuk selanjutnya
26
diinterpretasikan oleh pemakai. Sensor bekerja pada berbagai panjang gelombang yang berbeda, dengan resolusi objek yang ditangkap serta lebar cakupan bumi juga berbeda (Rusli, 1998).
D.3. Citra Landsat Citra Landsat adalah jenis citra yang diperoleh dari hasil rekaman semua objek di permukaan bumi oleh satelit sumberdaya. Jenis sensor yang digunakan adalah Multi Spectral Scanner (MSS). MSS ini berfungsi sebagai perekam semua spektral yang dipantulkan oleh objek dari permukaan bumi yang berupa gelombang elektomagnetik (Lanya, 1985). Secara umum karakteristik masingmasing band citra Landsat TM dan Landsat ETM+ dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Masing-masing Band Citra Landsat TM dan Landsat ETM+
1
Panjang Gelombang (μm) 0.45-0.52
2
0.52-0.60
Hijau
3
0.63-0.69
Merah
4
0.76-0.90
Infra merah dekat
5
1.55-1.75
Infra merah tengah I
Band
Spektral Biru
Karakteristik Landsat TM
Karakteristik Landsat ETM+
Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air pantai, pemetaan tanah, pemetaan tumbuhan, pemetaan kehutanan dan mengidentifikasi budidaya manusia. Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan kenampakan budidaya manusia. Dibuat untuk melihat daerah yang menyerap khlorofil, yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan kenampakan budidaya manusia. Untuk membedakan jenis tumbuhan, aktivitas dan kandungan biomassa, untuk membatasi tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah. Menunjukan kandungan kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga untuk membedakan salju dan awan.
Untuk peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi.
Untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil. Merupakan saluran untuk memisahkan vegetasi, berada pada salah satu bagian penyerapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi. Digunakan untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk pemetaan garis pantai.
Merupakan saluran penting untuk menentukan jenis vegetasi, kondisi kelembaban tanah, kandungan air pada tanaman, dan penetrasi awan tipis.
27
6
10.4-12.5
Infra merah termal
Untuk menganalisa tegakan tumbuhan, pemisahan kelembaban tanah dan pemetaan panas
7
2.08-2.35
Infra merah tengah II
Untuk pengenalan terhadap mineral dan jenis batuan, juga sensitif terhadap kelembaban tumbuhan.
8
0.5-0.9
Pankromatik
Digunakan untuk pemetaan termal dan merupakan saluran inframerah termal yang bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas. Disamping itu, juga sama dengan kanal penyerapan yang disebabkan oleh ionhidroksil dalam mineral. Untuk pemisahan formasi batuan.
Digunakan untuk pemetaan planimetrik.
Sumber : Sabins (2001) dalam Mamenun (2003) dan Lillesand & Kiefer (1997) dengan modifikasi penulis. Dalam klasifikasi citra, khususnya citra landsat Thematic Mapper (TM) koreksi geometrik adalah proses penting yang harus dilakukan. Terdapat beberapa teknik koreksi geometrik yang dapat dilakukan, termasuk dua diantaranya adalah: (a) mengidentifikasi Ground Control Points (GCPs), pada citra asli dan pada peta referensi (peta topografi digital), dan (b) dengan menggunakan Arcview extension Image Analysis dan beberapa peta referensi seperti sungai dan jalan (Carison dan Sanchez-Azofeifa, 1999 dalam Saroinsong, 2002).
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor, pada bulan Juni 2005Januari 2006 selama delapan bulan. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Analisis
Lingkungan
dan
Permodelan
Spasial,
Departemen
Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat ETM path 122/row 65 bulan Januari tahun 2003, peta rupa bumi wilayah Indonesia skala 1:25.000 lembar 1209-143 (Bogor), 1209-141 (Ciawi), 1209-134 (Leuwiliang), peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor; dan data statistik wilayah Kota Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Citra satelit Landsat ETM Kota Bogor tahun 2003 seperti terlihat pada Gambar 2. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dilengkapi dengan paket sistem informasi geografis berupa perangkat keras dan lunak (papan digitizer, printer, plotter, software Arc/Info, software Arc View dan software ERDAS Imagine), GPS (Global Positioning System), kamera dan alat tulis menulis.
C. Tahapan Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian meliputi kegiatan sebagai berikut: C. 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data diperlukan dalam bentuk deskripsi, peta dan data lapang yang dibutuhkan untuk penelitian. Data tersebut diperoleh dengan cara: a. Studi Pustaka Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian. Data tersebut diperoleh dari instansi-instansi terkait yang ada antara lain: Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
29
Nasional (Bakosurtanal), Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, Dinas Agribisnis Kota Bogor, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor. b. Observasi dan Ground Check Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai lokasi-lokasi ruang terbuka hijau serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut.
C. 2. Pengolahan dan Analisis Data Kegiatan
pengolahan
citra
Landsat
ETM
yang
diolah
dengan
menggunakan software ERDAS Imagine adalah sebagai berikut: ¾ Langkah pertama yang dilakukan adalah pengolahan awal data satelit (preprocessing) dengan melakukan koreksi geometrik untuk mengoreksi distorsi acak atau yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, dan distorsi yang rumit. Koreksi geometrik disebut juga dengan proses rektifikasi citra yang merupakan proses untuk memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga memiliki proyeksi yang sama dengan peta. Proses rektifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu: rektifikasi citra ke peta dan rektifikasi citra ke citra (Jaya, 1997 dalam Kurniawan, 2004). Koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi koordinat dari citra landsat dengan menggunakan peta topografi. Koreksi geometri dilakukan pula dengan menggunakan analisis titik kontrol medan (Ground Control Point/GCP) yang dapat dikenali pada citra satelit dan peta acuan (Lillesand & Kiefer, 1997). ¾ Langkah kedua setelah citra landsat terkoreksi adalah pemotongan citra (subset) dilakukan sesuai daerah penelitian.
31
¾ Langkah ketiga kemudian dilakukan pengklasifikasian dengan menggunakan informasi spektral atau menggunakan informasi spasial dari suatu citra dalam rangka membagi citra menjadi beberapa kelas berbeda dan mempunyai arti terhadap objeknya (Dewanti & Dimyati, 1998 dalam Mamenun, 2003). Proses klasifikasi merupakan kegiatan pengelompokan kelas dari nilai titik citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan sejumlah training sample yaitu sample-sample yang telah diketahui kelasnya. Berdasarkan training sample, diperoleh fungsi distribusi yang pada dasarnya merupakan sifat dari suatu kelas yang telah ditentukan. Dengan adanya fungsi-fungsi distribusi tersebut, sample-sample lain yang belum diketahui kelasnya dapat ditentukan kelasnya (Purnama, 2005). ¾ Langkah keempat setelah hasil klasifikasi diperoleh, dilakukan kegiatan akurasi untuk menilai hasil dari pemroresan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem kalsifikasi penutupan/penggunaan lahan yang disusun berdasarkan data penginderaan jauh (Rizaldi, 1997 dalam Nurcahyono, 2003) ¾ Hasil dari proses analisa ini berupa citra penutupan lahan yang telah terklasifikasi sesuai dengan kelas-kelas yang kita inginkan. Kemudian dari hasil tersebut akan diperoleh karakteristik ruang terbuka hijau berupa penutupan lahan. Tahapan pengolahan citra ini dapat dilihat pada Gambar 3.
32
Citra Landsat ETM Tahun 2003
Peta Rupa Bumi 1: 25.000
Koreksi Geometri
Citra Terkoreksi
Informasi Penutupan Lahan
Pemotongan citra (Image subset)
Interpretasi dan Klasifikasi Citra Ground check
Perhitungan Akurasi
Tidak
Diterima
Ya
Reklasifikasi
Land Cover
Peta Administrasi Kecamatan
Tipe RTH
Distribusi Kecamatan
Gambar 3. Diagram Alir Tahapan Penelitian
33
IV. KONDISI UMUM PENELITIAN A. Letak Administrasi dan Geografis Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha. Wilayah Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan, 31 kelurahan, 37 desa, 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor. Gambar 4 memperlihatkan peta administrasi Kota Bogor, sedangkan peta desa di Kota Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 4. Peta Administrasi Kota Bogor.
34
¾ Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja, ¾ Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, ¾ Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas, ¾ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin. Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya dekat dengan Ibukota Negara Jakarta dengan jarak ± 56 Km. Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 1060 0’ 48” Bujur Timur dan 60 0’ 36” Lintang Selatan. Memiliki potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata. B. Topografi dan Geologi Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 350 m dari permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2% (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2-15% (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15-25% (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25-40% (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40% (sangat curam) seluas 119,94 Ha. Tabel 2 menyajikan kemiringan lereng berdasarkan luas lahan di Kota Bogor sebagai berikut: Tabel 2. Kemiringan Lereng Berdasarkan Luas Lahan di Kota Bogor Kecamatan
0-2% Datar
Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogot Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Kota Bogor
137,85 182,30 169,10 125,44 618,40 530,85 1.763,94
Kemiringan Lereng (Ha) 2-15% 15-25% 25-40% Agak Landai Curam Curam 1.565,65 68 722,70 56 44 1.418,40 1.053,89 350,37 560,47 117,54 2.502,14 153,81 1.321,91 31,24 8.091,27 1.109,89 764,96
>40%
Jumlah (Ha)
Sangat Curam 0,5 10 89,24 9,55 10,65 119,94
1.772 1.015 3.081 813 3.285 1.884 11.850
Sumber : Data Pokok Pembangunan Kota Bogor Tahun 2003 dalam Rencana Strategis (Renstra) Kota Bogor 2005-2009.
35
Kota Bogor terletak di kaki pegunungan yang memiliki konfigurasi bergelombang di mana terdapat lembah dan tebing dengan kedalaman antara 1620 m, dikelilingi oleh bentang pegunungan, mulai dari Gunung/Pegunungan Pancar, Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangranggo, Gunung Salak dan Gunung Halimun. Kondisi topografi Kota Bogor bervariasi, berkisar antara 0% sampai 20% yang ternyata menciptakan nilai visual pemandangan yang indah. Pemandangan Gunung Salak dapat dilihat secara utuh ke arah Selatan pada pandangan yang cukup terbuka dan akan terlihat semakin indah pada cuaca yang cerah. Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa satuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa alluvium/Kal dan kipas alluvium/kpal). Lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari daerah aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil yang merupakan hasil dari pelapukan endapan, kondisi ini baik untuk vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Kota Bogor memiliki jenis aliran andesit seluas 2.719,61 Ha, kipas aluvial seluas 3249,98 Ha, endapan 1.372,68 Ha, tufan 3.395,75 Ha dan lanau breksi tufan dan capili seluas 1.112,56 Ha. Pada umumnya batuan penyusun tanah di wilayah Kota Bogor memiliki struktur tanah jenis latosol yang telah mengalami perkembangan profil bersifat gembur dan agak asam.
C. Iklim Kondisi iklim di Kota Bogor termasuk tipe iklim Af (tropika basah) menurut klasifikasi Koppen. Suhu rata-rata tahunan sebesar 250C dengan suhu udara maksimum sebesar 310C dan suhu udara minimum 210C. Suhu udara secara umum tinggi pada musim kemarau dan rendah pada musin hujan. Pada wilayah ini terjadi perubahan bentuk permukaan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka yang tidak bervegetasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara. Setiap tahunnya curah hujan cukup besar berkisar antara 3500-4000 mm dengan kelembaban udara mencapai 70%. Curah hujan bulanan berkisar antara 250-335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September
36
sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346 mm. D. Hidrologi Kota Bogor dilintasi tiga sungai besar yaitu Sungai Cipakancilan, Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung dengan anak-anak sungainya meliputi Sungai Cidepit, Cibalok, dan Ciater. Secara keseluruhan anak-anak sungai yang ada membentuk pola aliran paralel-subparalel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to break) pada Sungai Ciliwung dan Cisadane sebagai sungai utamanya. Hulu sungai berada pada kaki pegunungan disekitarnya dan mengalir ke hilir ke arah Utara. Kota Bogor dibagi dalam 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan sungai yang melintasinya yaitu: 1. DAS Sindangbarang 2. DAS Cisadane 3. DAS Cikapancilan 4. DAS Ciliwung 5. DAS Cibuluh Selain beberapa aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Bogor, terdapat juga beberapa mata air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Kemunculan mata air tersebut umumnya terjadi karena pemotongan bentuk lahan atau topografi, sehingga secara otomatis aliran air tanah tersebut terpotong. Kondisi tersebut bisa dilihat diantaranya di tebing Jalan Tol Jagorawi, pingiran Sungai Ciliwung di Kampung Lebak Kantin, Babakan Sirna dan Bantar Jati dengan besaran debit bervariasi. E. Keadaan Penduduk Tahun 2003 jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 820.707 jiwa dengan kepadatan rata-rata mencapai 6926 jiwa/Km2. Wilayah dengan jumlah penduduk paling banyak terjadi pada Kecamatan Bogor Barat namun ternyata memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu 5579 jiwa/Km2. Kecamatan Bogor Tengah memiliki kepadatan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain mencapai 11.980 jiwa/Km2 disebabkan karena wilayah ini merupakan pusat aktivitas pemerintahan, perekonomian, perindustrian dan pariwisata serta terdapatnya sarana dan prasarana yang mendukung sehingga masyarakat banyak bermukim di
37
wilayah ini. Tabel 3 menyajikan jumlah penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk Kota Bogor tahun 2003. Kelompok umur yang paling banyak berada pada kisaran umur 20-24 tahun yaitu kelompok umur remaja dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 60-64 tahun yaitu kelompok umur manula. Untuk rasio antara laki-laki dan perempuan masih sebanding rata-rata mencapai satu banding satu. Tabel 4 menyajikan jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin Kota Bogor tahun 2003. Tabel 3. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2003 No
1 2 3 4 5 6
Wilayah Jumlah Penduduk Kecamata (Jiwa) n Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Jumlah
160.007 83.924 144.590 99.790 181.995 150.401 820.707
Luas Wilayah (Km2) 28,61 10,15 17,72 8,33 32,62 21,07 118,50
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 5.593 8.268 8.160 11.980 5.579 7.138 6.926
Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Bogor 2003 Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Bogor Tahun 2003 Kelompok Umur 0-4 5-9 9-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 >65 Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
41.904 40.265 38.619 39.997 46.788 42.719 39.500 31.688 27.012 21.545 16.392 9.959 9.076 13.788 419.252
38.733 38.051 37.064 39.387 46.858 41.086 37.291 29.756 25.760 19.576 14.030 9.302 8.805 15.756 401.455
80.637 78.316 75.683 79.384 93.646 83.805 76.791 61.444 52.772 41.121 30.422 19.261 17.881 29.544 820.707
Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Bogor 2003
Rasio Jenis Kelamin 108,19 105,82 104,20 101,55 99,85 103,97 105,92 106,49 104,86 110,06 116,84 107,06 103,08 87,51 104,64
38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penutupan Lahan Data tipe penutupan lahan di wilayah Kota Bogor diperoleh melalui analisis data citra Landsat ETM pada bulan Januari 2003 dengan tingkat akurasi sebesar 87,10% untuk overall classification accuracy dan overall kappa statistic diperoleh sebesar 84,81%. Berdasarkan analisa citra terbimbing (supervised classification), penutupan lahan diklasifikasikan menjadi 10 kelas yaitu: 1. Vegetasi rapat (hutan tanaman keras, kebun raya dan taman kota). 2. Vegetasi campuran (perkebunan, tana man tahunan/kebun buah-buahan, tanaman halaman rumah, jalur hijau, pemakaman, sempadan sungai dan sempadan danau). 3. Ladang (tanaman semusim, taman dan pekarangan yang ditanami non tanaman keras). 4. Sawah (lahan sawah beririgasi dan sawah tadah hujan). 5. Semak dan rumput 6. Area terbangun (pemukiman, perdagangan, industri dan jalan raya) 7. Lahan kosong 8. Badan air (sungai dan danau) 9. Awan 10. Bayangan awan A.1. Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor Penutupan
lahan
hasil
proses
klasifikasi
diperoleh
persentasenya yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Luas dan Persentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tipe Penutupan Lahan Vegetasi Rapat Vegetasi Campuran Ladang Sawah Semak dan rumput Area Terbangun Lahan kosong Badan air Awan Bayangan awan Total
Luasan (Ha) 400,83 3.507,91 1.122,99 869,37 444,43 3.961,85 397,16 17,23 324,64 162,09 11.208,5
Persentase (%) 3,58 31,30 10,02 7,76 3,97 35,35 3,54 0,15 2,90 1,45 100
luasan
dan
39
1. Vegetasi Rapat Kategori vegetasi rapat adalah hutan tanaman keras, kebun raya dan taman kota. Pohon-pohon yang tumbuh di lahan hutan dengan daerah yang memiliki kepadatan tajuk pohonnya (persentase penutupan tajuk) 10% atau lebih, batang pohonnya dapat menghasilkan kayu dan produksi kayu lainnya serta mempengaruhi iklim atau tata air lokal. Beberapa jenis tanaman yang berada pada kelas vegetasi rapat dilihat pada Lampiran 3 (a). Penutupan lahan vegetasi rapat di Kota Bogor berada pada urutan keenam dengan luasan mencapai 400,83 Ha dengan persentase keseluruhan wilayah sebesar 3,58 %. Penutupan lahan ini terutama berada di Bogor Barat (Hutan CIFOR (Center for International Forestry Research) Gambar 5 (a), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Cimanggu dan Pusat Penelitian & Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (Balitbang)) dan Bogor Tengah (Kebun Raya Bogor) Gambar 5 (b).
(a)
(b) Gambar 5. (a) Hutan CIFOR di Situgede-Bogor Barat. (b) Kebun Raya Bogor di Paledang-Bogor Tengah.
40
2. Vegetasi Campuran Vegetasi campuran terdiri atas perkebunan, tanaman tahunan/kebun buahbuahan, tanaman halaman rumah, jalur hijau, pemakaman, sempadan sungai dan sempadan danau. Vegetasi campuran mempunyai luasan 3.507,91 Ha atau setara dengan 31,30% dari total luas keseluruhan areal dan berada pada urutan kedua. Jenis tanaman tahunan/kebun buah-buahan yang ditanam di kebun dan halaman pada umumnya terdiri dari jenis pohon yang dapat menghasilkan buah seperti nangka, jambu biji, rambutan, alpukat, belimbing, mangga, durian, sawo, pala, jeruk, delima, kelapa dan lain-lain. Beberapa jenis tanaman yang berada pada kelas vegetasi campuran dilihat pada Lampiran 3 (b). Kelas penutupan perkebunan terutama berada di Bogor Barat (Balai penelitian perkebunan Pasir Kuda), tanaman tahunan dan tanaman halaman rumah terutama berada pada wilayah Bogor Utara (Cimahpar), Bogor Selatan (Mulyaharja, Pamoyanan, Rancamaya, Bojongkerta, Kertamaya, Genteng, Muara Sari dan pemakaman Dredet) dan Tanah Sareal (pemakaman Kebon Pedes). Gambar 6 (a) dan 6 (b) memperlihatkan jalur hijau yang berada di Jalan Baranangsiang dan Jalan Heulang, sedangkan Gambar 7 (a) dan 7 (b) memperlihatkan pemakaman yang berada di daerah Dredet dan Kebun Pembibitan di daerah Sempur.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Jalur hijau di Baranangsiang-Bogor Timur. (b) Jalur hijau di Jalan Heulang-Tanah Sareal.
41
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Pemakaman di Dredet-Bogor Selatan. (b) Kebun Pembibitan di Sempur-Bogor Tengah. 3. Ladang Ladang yang dimaksud berupa tanaman semusim, taman dan pekarangan yang ditanami bukan tanaman keras. Beberapa jenis tanaman yang berada pada kelas ladang dilihat pada Lampiran 3 (c). Ladang biasanya mengalami pergiliran tanaman, yang merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit. Petani pada umumnya cenderung menanam suatu jenis tanaman tertentu sesuai dengan permintaan pasar. Luas penutupan ladang berada pada urutan ketiga yang mencapai 1.122,99 Ha atau 10,02% dari total penutupan lahan. Areal ladang terutama banyak ditemukan di Bogor Utara (Katulampa, Tanah Baru, Ciluar dan Cimahpar), seperti terlihat dalam Gambar 8 (a) dan 8 (b).
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Ladang Kacang di Balumbangjaya-Bogor Barat (b) Ladang Singkong di Katulampa-Tanah Sareal.
42
4. Sawah Sawah
dapat
berupa
sawah
beririgasi
(teknis,
½
teknis,
sederhana/pedesaan) dan sawah tadah hujan. Sawah juga dapat dibedakan atas sawah yang belum ditanami dan sawah yang siap panen. Berdasarkan hasil klasifikasi diperoleh kelas penutupan sawah berada pada urutan keempat dengan luasan mencapai
869,37 Ha atau 7,76 % dari total penutupan lahan. Lahan
persawahan banyak ditemukan pada wilayah Kecamatan Bogor Barat (Situ Gede, Balumbangjaya, dan Margajaya) serta beberapa di wilayah Bogor Selatan (Cikaret). Gambar 9 (a) dan 9 (b) memperlihatkan sawah yang berada di beberapa daerah, yaitu Balumbangjaya dan Sindangbarang.
(a)
(b)
Gambar 9. (a) Sawah di Balumbangjaya-Bogor Barat. (b) Sawah di Sindangbarang-Bogor Barat.
43
5. Semak dan Rumput Tipe kelas penutupan lahan semak dan rumput berada pada urutan kelima dengan luas 444,43 Ha atau 3,97% dari luas total penutupan lahan. Kelas penutupan ini banyak ditemukan di Bogor Barat (Kelurahan Menteng) berupa lapangan golf, Bogor Tengah (Halaman Istana dan taman rumput bermain di Kebun Raya Bogor) dan Tanah Sareal (Mekarwangi). Gambar 10 (a) memperlihatkan penutupan lahan oleh rumput yang berada di halaman Istana Bogor, Gambar 10 (b) memperlihatkan penutupan lahan oleh rumput yang berada di Jalan Malabar, sedangkan Gambar 10 (c) memperlihatkan penutupan lahan oleh semak di daerah Menteng.
(a)
(b)
(c) Gambar 10. (a) Rumput di Halaman Istana Bogor KRB-Bogor Tengah. (b) Rumput di Malabar-Bogor Tengah. (c) Semak di Menteng-Bogor Barat.
44
6. Area Terbangun Kelas penutupan area terbangun ini berupa pemukiman, area perdagangan, kawasan industri dan jalan raya. Termasuk pula didalamnya terdapat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, transportasi dan pedesaan. Area terbangun yang memiliki kenampakan dengan ukuran yang cukup luas dapat diindikasikan sebagai daerah perkotaan. Area terbangun perkotaan terbentuk oleh bentang alam yang digunakan secara intensif tertutup oleh struktur. Area terbangun memiliki posisi teratas yaitu sebesar 3.961,85 Ha dengan persentase 35,35% dari luas total keseluruhan. Gambar 11 (a) memperlihatkan penutupan lahan pemukiman yang berada di Baranangsiang-Bogor Tengah dan Gambar 11 (b) memperlihatkan penutupan lahan perumahan Taman Bugenvile Golf di Bogor Utara. Luas area terbangun terbesar terutama berada pada Kecamatan Bogor Tengah yang mencapai 64,54% dari luas total wilayahnya, hal ini terjadi karena wilayah ini memiliki lokasi strategis di tengah-tengah kota yang merupakan pusat aktivitas Kota Bogor. Lokasi kecamatan lain yang berpotensi berkembang ke arah pembangunan adalah Kecamatan Bogor Timur dengan luas penutupan lahannya 481,54 Ha atau 44,33% dari luas total wilayahnya. Persentase area terbangun >40% berada di wilayah Bogor Timur dan Bogor Tengah, antara 30-40% berada di wilayah Bogor Utara, Bogor Barat dan Tanah Sareal, sedangkan <30% berada di wilayah Bogor Selatan. Gambar 11 (c) dan Gambar 11 (d) memperlihatkan penutupan lahan berupa pusat perbelanjaan dan perdagangan di beberapa daerah yaitu Merdeka-Bogor Tengah dan Bantarjati-Bogor Utara. Kebutuhan lahan untuk area terbangun kian waktu kian meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pemanfaatannya digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya luas lahan penutupan bervegetasi yang dialihfungsikan untuk pemukiman. Kegiatan ini dapat berdampak negatif bagi keseimbangan lingkungan jika dalam pelaksanaanya tidak dilakukan
secara
terencana
dan
bijaksana
dengan
mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian lingkungan.
memperhatikan
dan
45
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 11. (a) Pemukiman Baranangsiang-Bogor Tengah. (b) Perumahan Taman Bugenvile Golf di Tanah Baru-Bogor Utara. (c) Pusat Perbelanjaan dan Perdagangan di Merdeka-Bogor Tengah. (d) Pusat Perbelanjaan dan Perdagangan di Bantarjati-Bogor Utara. 7. Lahan Kosong Lahan kosong berada pada urutan ketujuh dengan luas 397,16 Ha atau sebesar 3,54%. Lahan kosong ini ditemukan pula pada daerah yang saat ini telah dimanfaatkan menjadi daerah pemakaman yaitu pemakaman Gunung Gadung yang berada di daerah Cipaku, Kecamatan Bogor Selatan. Sedangkan keberadaan lahan kosong lainnya lebih pada lahan yang tidak termanfaatkan dan dalam kondisi tidak bervegetasi seperti lapangan merah, tanah gundul, dan tempattempat yang direncanakan akan dijadikan lahan pemukiman (berupa lahan pertanian yang sebelumnya lahan tersebut harus diatuskan (dimatangkan) terlebih dahulu selama kurang lebih satu tahun) dalam kondisi tersebut lahan ini dapat
46
dikategorikan ke dalam kelas lahan kosong. Gambar 12 memperlihatkan penutupan lahan kosong di Tanah Baru-Bogor Utara.
Gambar 12. Lahan kosong di Tanah Baru-Bogor Utara. 8. Badan Air Kelas penutupan badan air dapat berupa sungai dan danau. Kelas penutupan lahan ini berada pada urutan terakhir dengan luas 17,23 Ha atau menutupi wilayah Kota Bogor hanya 0,15%. Kelas ini terutama berada di sepanjang sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane Gambar 13 (b) serta anak-anak sungai lainnya. Selain itu juga keberadaan danau (situ) juga menambah luasan badan air, yaitu Situ Gede Gambar 13 (a) dan Situ Burung yang terletak di Kecamatan Bogor Barat.
(a) (b) Gambar 13. (a) Situ Gede di Bogor Barat. (b) Sungai Cisadane.
47
9. Awan Kelas ini termasuk dalam klasifikasi disebabkan karena kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Awan juga dipengaruhi oleh iklim lokal pada wilayah yang akan mempengaruhi hasil citra yang diambil. Namun kondisi tersebut juga tidak terlalu tergantung sepenuhnya karena ternyata di Indonesia pada umumnya kawasannya memiliki penutupan awan yang termasuk cukup tinggi (Nurcahyono, 2003). Kelas penutupan awan ini terjadi di beberapa lokasi Kecamatan Bogor Barat (Bubulak, Semplak, dan Cilendek Barat) dan Kecamatan Tanah Sareal (Kayu manis, Cibadak dan Kebon Pedes). Kelas penutupan awan berada pada urutan kedelapan dengan luas sebesar 324,64 Ha atau sebesar 2,9 % dari keseluruhan luasan wilayah pengamatan.
10. Bayangan Awan Kelas penutupan bayangan awan dipengaruhi karena adanya awan. Luasnya relatif hampir sama dengan luas awannya, selain itu dipengaruhi pula oleh sudut kemiringan matahari terhadap bumi serta jenis awan dan ketinggian awan pada saat perekaman dilakukan. Keberadaan awan dan bayangan awan sebenarnya mempengaruhi hasil data analisis dan interpretasi, bila persentase yang dihasilkannya cukup signifikan dibandingkan dengan persentase luas total wilayah pengamatan. Untuk hasil analisis diperoleh kelas bayangan awan sebesar 162,09 Ha atau 1,45 % dan tidak ada data (awan dan bayangan awan) memiliki luas 486,73 Ha atau 4,35 % dari total luas wilayah. Lokasi bayangan awan banyak ditemukan pada beberapa tempat yaitu Bubulak, Sindangbarang dan Curug di Kecamatan Bogor Barat serta daerah Kedungwaringin dan Kencana di Kecamatan Tanah Sareal. Peta penutupan lahan Kota Bogor hasil klasifikasi citra satelit Landsat ETM tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 14.
48
Gambar 14. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Hasil Klasifikasi Citra Satelit Landsat ETM Tahun 2003.
49
A.2. Penutupan Lahan pada Masing-masing Wilayah Kecamatan Penutupan lahan yang terdapat pada masing-masing wilayah kecamatan yang berada di Kota Bogor berdasarkan luas dan persentasenya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas dan Persentase Tipe Penutupan Lahan pada Masing-masing Kecamatan di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tipe Penutupan Lahan Vegetasi Rapat Vegetasi Campuran Ladang Sawah Semak dan rumput Area Terbangun Lahan kosong Badan air Awan Bayangan awan Total
Bogor Utara Ha %
Bogor Timur Ha %
Bogor Tengah Ha %
Bogor Selatan Ha %
Bogor Barat Ha %
45,04
16,08
1,48
62,01
7,82
113,44
107,74
420,14 23,55 277,03 25,50 350,87 19,67
2,52
3,60
1755,74 55,77
Tanah Sareal Ha %
4,70 56,52
75,28
9,50
169
16
39,45
4,98
163,52
5,19
185,97
339,74 14,82 200,22
88,11
4,94
69,06
6,36
45,09
5,69
127,15
4,04
75,29
4,22
16,99
1,56
25,90
3,27
91,07
2,89
686,11 38,46 481,54 44,33
511,57 64,54
712,54 22,64
2,69
447,17 19,51 532,55 25,30
96,86
8,11 214,61 10,20
4,22 138,32
9,51 6,57
832,40 36,31 737,70 35,05
88,10
4,94
47,94
4,41
8,98
1,13
166,13
5,28
40,10
1,75 45,91
2,18
0,78
0,04
0,21
0,02
0,35
0,04
3,35
0,11
10,37
0,45
2,18
0,10
29,09
1,63
8,74
0,80
19,26
2,43
8,45
0,27
133,14
5,81 125,95
5,98
0,43
0,02
0,18
0,02
4,79
0,60
6,56
0,21
99,08
4,32 51,04
2,42
100 1086,34
100
792,68
100
3147,94
100
2292,57
100 2105
100
1783,96
1. Bogor Utara Bogor utara memiliki penutupan lahan untuk area terbangun urutan ketiga sebesar 38,46% dan urutan pertama untuk ladang sebesar 19,67 % di Bogor. Kecamatan ini memiliki area terbangun yang menutup dominan dengan luas 686,11 Ha yang ditemukan di Desa Bantarjati, Tegal Gundi, Ciparigi, Kedunghalang dan Cibuluh. Vegetasi campuran berada pada urutan kedua dengan luas 420,14 Ha atau 23,55% yang ditemukan di Desa Cimahpar. Urutan ketiga adalah ladang dengan luas 350,87 Ha yang dominan ditemukan di Desa Tanah Baru, Ciluar dan Cimahpar.
2. Bogor Timur Bogor Timur memiliki luas 1086,34 Ha yang ternyata merupakan kecamatan yang memiliki persentase urutan kedua Bogor untuk penutupan area terbangun sebesar 44,33%. Sedangkan dominansi vegetasi campuran menjadikan kecamatan ini berada pada urutan kedua dengan persentase 25,5 %. Penutupan
50
utama wilayah kecamatan ini berupa area terbangun seluas 481,54 Ha yang banyak ditemukan di Kelurahan Baranangsiang, Sukasari dan Desa Tajur. Urutan kedua adalah vegetasi campuran dengan luas 277,03 Ha yang banyak ditemukan di Desa Sindangrasa dan Sindangsari. Ladang berada pada urutan ketiga dengan luas 169 Ha atau 16%, yang ditemukan di Desa Katulampa.
3. Bogor Tengah Bogor Tengah berlokasi strategis karena berada di pusat kota, memiliki luas 792,68 Ha yang merupakan luasan terkecil di Kota Bogor. Namun ternyata untuk penutupan area terbangun wilayah ini memiliki persentase terbesar di Bogor dan kecamatannya yaitu 64,54% dengan luas 511,57 Ha. Hal ini dikarenakan Bogor Tengah merupakan pusat pemerintahan, industri, perdagangan, perkantoran dan pemukiman. Bogor Tengah termasuk daerah perkotaan yang secara intensif, banyak tertutup oleh struktur lebih dari 50% yang berada hampir di seluruh wilayah terkecuali Kelurahan Paledang. Berada pada urutan kedua untuk penutupan kecamatannya yaitu vegetasi campuran dengan luas 75,28 Ha atau 9,5% yang ditemukan di Kelurahan Tegalega dan Paledang. Kemudian urutan ketiga adalah vegetasi rapat seluas 62,01 Ha atau 7,82%. Keberadaan vegetasi rapat ini dipengaruhi adanya Kebun Raya Bogor yang memiliki fungsi untuk ameliorasi iklim, menjaga tata air, produksi oksigen, habitat satwa, pelestarian plasma nutfah dan membantu dalam menciptakan lingkungan yang lebih asri khususnya untuk wilayah Bogor. Vegetasi rapat di wilayah ini merupakan yang terbesar persentasenya di wilayah Bogor yang berada di Kelurahan Paledang.
4. Bogor Selatan Kecamatan Bogor Selatan merupakan wilayah kecamatan yang terluas sebesar 3147,94 Ha. Persentase penutupan vegetasi campuran di wilayah ini merupakan yang terbesar di Bogor dengan luas 1755,74 Ha atau 55,77%. Penutupan vegetasi campuran ini ditemukan di Desa Mulyaharja, Pamoyanan, Kertamaya, Rancamaya, Bojongkerta, Genteng dan Muarasari. Urutan kedua penutupan lahan kecamatan ini adalah area terbangun dengan luas 712,54 Ha atau 22,64% yang banyak ditemukan di Kelurahan Bondongan, Empang, Batu Tulis
51
dan Lawanggintung. Bogor Selatan ternyata merupakan kecamatan yang memiliki persentase terkecil untuk area terbangun di Bogor. Urutan ketiga adalah lahan kosong seluas 166,13 Ha atau 5,28%, yang banyak ditemukan di Desa Cipaku dan Genteng. 5. Bogor Barat Bogor Barat memiliki luasan wilayah urutan kedua setelah Bogor Selatan yaitu 2292,57 Ha. Memiliki penutupan utama berupa area terbangun sebesar 832,40 Ha atau 36,31% yang banyak ditemukan di Desa Gunung Batu dan Curug Mekar. Urutan kedua adalah vegetasi campuran dengan luas 447,17 Ha atau 19,51%. Penutupan lahan ini banyak ditemukan di Desa Pasir Kuda karena di wilayah tersebut terdapat balai penelitian perkebunan. Sawah berada pada urutan ketiga dengan luas 339,74 Ha atau 14,82% dan merupakan urutan pertama di Bogor. Sawah terletak dominan di Desa Balumbangjaya, Situ Gede dan Margajaya. 6. Tanah Sareal Kecamatan ini memiliki luas 2.105 Ha yang merupakan urutan ketiga di Bogor. Kecamatan ini didominasi pula dengan kelas penutupan lahan untuk area terbangun dengan luas 737,7 Ha atau 35,05 %. Area terbangun banyak ditemukan di Desa Kedungwaringin, Kedung Badak, Kedung Jaya dan Kelurahan Tanah Sareal. Urutan kedua di wilayah ini dan urutan ketiga di Bogor adalah vegetasi campuran dengan luas 532,55 Ha atau 25,30% yang banyak ditemukan di Desa Kayumanis dan Mekarwangi. Pada urutan ketiga terdapat ladang dengan luas 214,61 Ha atau 10,20% dan merupakan urutan ketiga di Bogor, yang dominan banyak ditemukan di Desa Mekarwangi dan Kencana.
B. Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor B.1. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat Kota Bogor untuk penutupan lahan berupa ruang terbuka hijau (vegetasi rapat, vegetasi campuran, ladang, sawah, semak dan rumput) diperoleh persentase sebesar 56,63% atau 6345,53 Ha, area terbangun dengan persentase 35,35% atau 3961,85 Ha, sedangkan untuk penggunaan lain (badan air dan lahan kosong) menempati
52
proporsi 3,69% atau 414,39 Ha dan untuk tidak ada data (awan dan bayangan awan) sebesar 4,35% atau 486,73 Ha. Penutupan lahan ruang terbuka hijau, area terbangun, penggunaan lain dan tidak ada data dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Penutupan Lahan Ruang Terbuka Hijau, Area Terbangun, Penggunaan Lain dan Tidak Ada Data Tipe Penutupan Lahan
Persentase (%)
Luasan (Ha)
RTH
56,63
6.345,53
Area Terbangun
35,35
3.961,85
Penggunaan lain
3,69
414,39
Tidak ada data
4,35
486,73
INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan menyatakan bahwa 40% sampai 60% dari total suatu wilayah harus dihijaukan. Wilayah Kota Bogor berdasarkan interpretasi citra didapat luas wilayah sebesar 11.208,5 Ha, dan berdasarkan peraturan tersebut 40% luasan dari wilayah kota yang harus dijadikan ruang terbuka hijau adalah sebesar 4.483,4 Ha sedangkan 60% adalah sebesar 6.725,1 Ha. Dari data yang diperoleh, luasan ruang terbuka hijau sebesar 6.345,53 Ha atau 56,63% dari luasan keseluruhan wilayah Kota Bogor. Dapat dikatakan bahwa Kota Bogor dengan luasan RTH lebih dari 40% dikategorikan memenuhi peraturan INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988. KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil (1992) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau yang mencukupi berdasarkan luasannya untuk suatu kota adalah 30%. Bogor dengan luasan RTH sebesar 56,63% telah memenuhi standar tersebut. Hampir seluruh wilayah kecamatan di Bogor berdasarkan peraturan ini dapat dikategorikan memenuhi peraturan tersebut. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Kota Bogor dan harus terus dipertahankan sehingga dapat menciptakan suatu kota yang nyaman bagi masyarakat yang menempatinya. Keberadaan RTH pada masing-masing kecamatan di Bogor berbeda satu sama lain. Ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Kecamatan Bogor Selatan memiliki luas RTH sebesar 71,49% dari total luas wilayahnya. Kecamatan ini memiliki RTH terluas dibandingkan kecamatan yang lainnya. Kondisi ini memang sejalan dengan
53
gambaran arah perkembangan fisik Kota Bogor yang cenderung menjadikan wilayah ini sebagai ruang terbuka hijau dan daerah pemukiman dengan KDB (koefisien dasar bangunan) rendah. Kecamatan Bogor Utara, Tanah Sareal, Bogor Barat dan Bogor Timur memiliki ruang terbuka hijau masing-masing sebesar 54,9%, 54,27%, 51,36% dan 50,9% dengan penutupan lahan yang terluas oleh vegetasi campuran. Kecamatan Bogor Tengah hanya memiliki luas RTH 31,26% dan merupakan kecamatan yang memiliki RTH yang paling sedikit. Hampir
di
setiap
wilayah
kecamatan
telah
memenuhi
standar
INMENDAGRI kecuali Kecamatan Bogor Tengah belum memenuhinya. Kecamatan Bogor Tengah dengan persentase RTH hanya 31,26% memiliki kelas penutupan area terbangun dengan persentase terbesar yaitu 64,54%. Kondisi ini dipengaruhi dengan arahan perkembangan fisik Kota Bogor yaitu bagian tengah (Kecamatan Bogor Tengah) cenderung berpotensi sebagai pusat perdagangan jasa yang ditunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah. Wilayah kecamatan yang belum mencapai standar diperlukan suatu perencanaan dan pembangunan ruang terbuka hijau sehinggga dapat memenuhi kondisi yang ideal yang dilihat dari masing-masing kecamatan. Tabel 8. Ruang Terbuka Hijau pada Masing-masing Kecamatan di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6
Kecamatan Bogor Utara Bogor Timur Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Barat Tanah Sareal
RTH (%) 54,9 50,9 31,26 71,49 51,36 54,27
B.2. Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Pengembangan ruang terbuka hijau resminya menggunakan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 1 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Namun aturan tersebut belum sepenuhnya diarahkan untuk pengelolaan ruang terbuka hijau yang optimal. Bentuk ruang terbuka hijau dapat berupa hutan kota, taman kota, jalur hijau, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau olah raga, pertanian dan pemakaman. Pemerintah daerah Kota Bogor saat ini hanya memberikan perhatian sebatas pada taman kota, taman jalur, jalur hijau dan pemakaman. Luas dan jumlah jenis taman di Kota Bogor dapat dilihat pada
54
Lampiran 2 (a), sedangkan luas pemakaman di Kota Bogor dapat dilihat pada Lampiran 2 (b). Tabel 9 di bawah ini menyajikan luas berbagai bentuk RTH di Kota Bogor.
Tabel 9. Luas Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6
Bentuk RTH Kebun Raya Bogor HutanPenelitian Dramaga (CIFOR) Arboretum Bogor/Gunung Batu Taman Kota dan Jalur Hijau Kuburan dan Taman Makam Pahlawan Kebun Percobaan Cimanggu
Luas (Ha) 87 60 5 11,79 184,46 44,63
Sumber : Dinas Tata Kota & Pertamanan Kota Bogor 2005 dan Abdurahman 2005. B.3. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Mekanisme pengelolaan ruang terbuka hijau belum berada dalam satu kesatuan karena bentuk-bentuk RTH masih dikelola oleh pihak-pihak yang terkait dan belum terkoordinasikan secara baik dengan Pemerintahan Daerah Kota Bogor. Lembaga yang memiliki hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pengendalian
secara
umum
dalam
tata
ruang
adalah
Bappeda
yang
mengkoordinasikan perencanaan dan pengendalian pembangunan, sedangkan penanggungjawab teknis konstruksi sarana dan prasarana yang berkaitan dengan ruang terbuka hijau adalah Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor untuk taman kota, jalur hijau dan pemakaman. Hutan Kota di Kota Bogor dikelola oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI (Kebun Raya Bogor), Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam {Hutan Penelitian Dramaga/CIFOR dan Arboretum Bogor/Gunung Batu (Balitbang)}, dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Kebun Percobaan Cimanggu). Sedangkan bentuk ruang terbuka hijau lain seperti sawah, ladang yang berkaitan dengan potensi pertanian pada umumnya dikelola oleh masyarakat dan dinas yang bertanggungjawab adalah Dinas Agribisnis.
55
B.4. Peraturan Perundangan Dalam proses pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Bogor yang menjadi landasan hukumnya adalah INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan, Perda No. 11 Tahun 1995 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Tingkat II Bogor dan Perda Kota Bogor No. 1 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Sampai saat ini pemerintah daerah Kota Bogor belum mengeluarkan peraturan daerah yang khusus mengatur tentang ruang terbuka hijau dan hutan kota secara khusus.
C. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau C.1. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Sebuah RTRW merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antarsektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan pembangunan kota dalam jangka panjang. Dengan RTRW, arah pembangunan kota dapat dibuat secara tegas sehingga kelestarian sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDM) menjadi terjaga. Dalam RTRW Kota Bogor tahun anggaran 1999/2000 periode 2000-2009 telah ditetapkan luas Kota Bogor 11.850 Ha, yang diproyeksikan pada tahun 2009 pemukiman sebesar 8741,89 Ha atau 73,77%, penggunaan lahan untuk pertanian seluas 248,21 atau 2,1%, kebun campuran 35,3 Ha atau seluas 0,3% dan hutan kota hanya seluas 141,5 Ha atau 1,19%. Tabel 10 menyajikan Rencana Penggunaan Lahan di Kota Bogor tahun 1998-2009. Terlihat dari arah rencana pembangunan
tersebut
terdapat
ketimpangan
antara
pemukiman
yang
direncanakan > 70% sedangkan untuk ruang terbuka hijau yang direncanakan untuk hutan kota hanya seluas 141,5 Ha atau 1,19% dan ruang terbuka hijau kurang
dari
10%.
Perencanaan
RTRW
tersebut
tidak
sesuai
dengan
INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 begitu juga merunut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota yang menyatakan bahwa luasan hutan kota sebesar 10% dari luas total wilayah keseluruhan. Selain itu juga visi Kota Bogor yaitu “Mewujudkan kota dalam taman sebagai langkah awal menuju kota internasional yang memiliki daya saing” dan misinya yang mengarah kepada
56
pembangunan sektor lingkungan, tidak sejalan dengan rancangan tata ruang wilayah yang dibuat. Dengan terlihatnya ketidaksesuaian tersebut, diharapkan pemerintah Kota Bogor dapat melakukan peninjauan ulang untuk rencana tata ruang wilayah yang ada khususnya untuk ruang terbuka hijau sehingga ada kesesuaian antara visi dan misi serta proyeksi pembangunan Kota Bogor selanjutnya. Tabel 10. Rencana Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 1998-2009 No
Jenis Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pemukiman TPA Sampah Kolam Oksidasi Pertanian Kebun Campuran Industri Perdagangan dan Jasa Perkantoran/pemerintahan Hutan Kota Taman/Lapangan Olahraga Kuburan Sungai/Situ/Danau Jalan Terminal dan Sub-terminal Stasiun Kereta Api RPH dan Pasar Hewan Jumlah
Aktual RTRW Tahun 1998 Tahun 2009 Luas (Ha) Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) 8.263,15 69,73 8741,89 73,77 9,21 0,08 1,50 0,01 1,50 0,01 1,190,66 10,05 249,21 2,1 98,55 0,83 35,30 0,3 115,03 0,97 167,96 1,42 416,81 3,52 437,41 3,69 85,28 0,72 90,27 0,76 141,50 1,19 141,5 1,19 250,48 2,11 342,33 2,89 299,28 2,53 305,96 2,58 342,07 2,89 342,07 2,89 629,37 5,31 946 7,98 1,51 0,01 31 0,26 5,60 0,05 7,60 0,06 10 0,08 11850 100 11850 100
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah tahun anggaran 1999-2000 periode 2000-2009. C.2. Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau Menurut Rencana Pengembangan dan Penataan Ruang Kota Bogor Tahun 2000-2009 dalam Rencana Tata Ruang Wilayah tahun anggaran 1999/2000 menjelaskan rencana daerah penghijauan dan konservasi lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Kebun Raya Bogor 2. Hutan Kota/CIFOR 3. Wilayah Institusional Wilayah Institusional yang dimaksud meliputi perkantoran, industri, perbelanjaan, terminal stasiun kereta api. Wilayah tersebut diarahkan untuk
57
ditanami tanaman lindung yang berstruktur kuat yaitu berdaun lebat dan tidak mudah luruh, batang/cabang/ranting kuat berbentuk payung dan berkesan monumental. 4. Kawasan Pemukiman Wilayah pemukiman dengan KDB tinggi dianjurkan ditanami tanaman produktif yang ditanam pada halaman-halaman terbatas yang sesuai dengan spesifik letaknya. Wilayah pemukiman KDB rendah dan sedang ditanami tanaman produktif atau tanaman lindung jalan khusus di daerah permukiman di sekitar jalan yang cukup lebar. 5. Daerah Aliran Sungai Di daerah ini dianjurkan untuk menghijaukan di sekitarnya, sedangkan untuk daerah aliran sungai yang memiliki lereng-lereng yang sangat miring dianjurkan ditanami dengan tanaman yang berakar kuat. 6. Wilayah Jalur Jalan Umum Untuk daerah ini dianjurkan menghijaukan daerah di sekitarnya, yaitu di kanan dan kiri jalan, dan daerah yang memiliki lereng-lereng yang sangat miring dianjurkan ditanami dengan tanaman yang memiliki karakteristik berakar kuat dan tidak mempunyai perakaran yang besar di permukaan tanah; mudah tumbuh pada tanah padat; tahan terhadap hembusan angin yang kuat; batang/dahan/ranting tidak mudah patah; pohon tidak mudah tumbang; tidak memiliki buah yang terlalu besar; mempunyai serasah yang sedikit; tahan terhadap pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor; mudah pulih bila terjadi luka akibat benturan kendaraan; cukup teduh tetapi tidak terlalu gelap; daun, bunga, buah batang dan percabangan secara keseluruhan indah; berumur panjang; memiliki laju pertumbuhan yang cepat serta tahan terhadap hama dan penyakit. 7. Badan Penerima Air (situ/danau) dan Sumber Air Bersih Di daerah ini dianjurkan untuk menghijaukan area di sekitarnya dan pada daerah yang memilki lereng-lereng yang sangat miring dianjurkan ditanami dengan tanaman yang berakar kuat. 8. Tempat Pemakaman Umum. 9. Wilayah Jalur Tegangan Tinggi.
58
Kegiatan penghijauan dan konservasi lingkungan untuk mendukung keberadaan ruang terbuka hijau serta mempertahankannya merupakan salah satu kegiatan yang harus ditingkatkan dan berkelanjutan. Kegiatan ini dilakukan secara komprehensif di wilayah Kota Bogor yaitu dengan melakukan koordinasi dan integrasi dalam satu kesatuan dengan berbagai pihak terkait baik pemerintah dan swasta. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra, penutupan lahan untuk ruang terbuka hijau yang mendominasi adalah penutupan lahan berupa vegetasi campuran (31,30%). Vegetasi campuran yang diperoleh memiliki proporsi yang cukup besar yang merupakan salah satu kontribusi dari masyarakat dengan melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman seperti tanaman tahunan, buahbuahan di halaman rumah dan kebun milik pribadi masyarakat. Untuk menjalin kerjasama dan kepedulian pemerintah khususnya daerah, dapat pula melakukan kegiatan penyuluhan dan pemberian bantuan bibit tanaman untuk menunjang keberlangsungan usaha masyarakat dalam memberikan kontribusi ketersediaan ruang terbuka hijau. Kegiatan tersebut merupakan langkah awal dilakukan pada skala kecil yaitu rumah tangga yang diharapkan dapat berlanjut ke skala yang lebih luas.
D. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Karbondioksida Berdasarkan hasil klasifikasi dari citra Landsat Kota Bogor tahun 2003 untuk tipe penutupan lahan khususnya ruang terbuka hijau (vegetasi rapat, vegetasi campuran, ladang, rumput dan semak serta sawah) dapat diduga potensi kandungan karbondioksida (CO2) pada masing-masing tipe penutupan lahan tersebut. Pendugaan dilakukan dengan pendekatan tipe penutupan lahan pada citra dengan penutupan lahan dari hail pengukuran di lapangan yang memiliki kondisi yang mendekati. Informasi yang diperoleh adalah dugaan cadangan karbon berupa kerapatan karbon C (ton/Ha) yang kemudian dapat dikonversi ke dalam bentuk CO2 (ton/Ha) dengan mengalikan faktor konversi 3,67 (Mirbach, 2000 dalam Yuly, 2003). Pendugaan kandungan karbon dan karbondioksida pada tipe penutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2003 di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 11.
59
Tabel 11. Pendugaan Kandungan Karbon dan Karbondioksida pada Tipe Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra Landsat Tahun 2003 di Kota Bogor No
Tipe Penutupan Lahan dari Hasil Klasifikasi Citra
Tipe Penutupan Lahan untuk Menduga Kandungan Karbon
1
Vegetasi Rapat
Hutan di Indonesia
2
Vegetasi Campuran
Agroforestri 11-30 tahun
3
Ladang
Jagung
4
Sawah
Padi
Semak dan rumput
Jakaw 0-10 tahun (bekas tebangan, padi dan suksesi sekunder) (Widayanti, Ekadinata & Syam 2005)
5
Kerapatan Karbon (Mg*/Ha) 161-300 (Murdiyarso,1995 dalam Rahayu, Lusiana & Noordwijk, 2005) 72,6 (Rahayu, Lusiana & Noordwijk, 2005) 1,07 (Maretnowati, 2004) 4,8 (Rahayu, Lusiana & Noordwijk, 2005) 19,4 (Rahayu, Lusiana & Noordwijk, 2005)
CO2 (ton/Ha)
591-1.101
266,44 3,93 17,62
71,20
*1 Mg = 1 ton Estimasi kandungan karbondioksida yang didapatkan dari konversi karbon pada berbagai tipe penutupan lahan di Kota Bogor berkisar antara 3,93-1.101 ton/Ha. Kandungan karbondioksida pada vegetasi rapat memiliki potensi utama yaitu dengan kisaran 591-1.101 ton/Ha kemudian urutan kedua adalah vegetasi campuran sebesar 266,44 ton/Ha. Semak dan rumput memiliki potensi urutan ketiga 71,2 ton/Ha. Urutan keempat dan kelima yaitu sawah dan ladang dengan masing-masing kandungan karbondioksida 17,62 ton/Ha dan 3,93 ton/Ha. Besarnya potensi kandungan karbondioksida dipengaruhi oleh besarnya kerapatan karbon yang diperoleh, tergantung pada tipe penutupan lahan yang ada.
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Melalui proses interpretasi dan analisis citra satelit Landsat ETM tahun 2003 di Kota Bogor dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Bogor Selatan memiliki persentase RTH terbesar yaitu 71,49% disusul berturut-turut Kecamatan Bogor Utara 54,9%, Tanah Sareal 54,27%, Bogor Barat 51,36%, Bogor Timur 50,9%, dan Bogor Tengah memiliki persentase terkecil yaitu 31,26%. 2. Bogor Tengah tidak memenuhi standar INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988 namun masih mencukupi untuk KTT Bumi di Rio de Jeneiro Tahun 1992. 3. Kota Bogor dengan luas RTH sebesar 56,63% menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 dan KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil (1992) Kota Bogor dapat dikategorikan memenuhi dan masih ideal.
B. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil yang diperoleh yaitu: 1. Keberadaan RTH sebesar 56,63% harus dipertahankan untuk dapat menciptakan kondisi yang ideal serta dapat memenuhi visi Kota Bogor “Mewujudkan kota dalam taman sebagai langkah awal menuju kota internasional yang memiliki daya saing”. 2. Kecamatan Bogor Tengah diharapkan dapat meningkatkan keberadaan RTH sehingga menciptakan Bogor Tengah sebagai pusat kota dengan kualitas lingkungan yang sehat dan bersih. 3. Dilakukan kegiatan yang menunjang peningkatan RTH berupa penghijauan (anjuran halaman rumah ditanami pohon, dibuat jalur hijau disepanjang tepi jalan raya, penanaman lahan kosong/lahan terbuka tak bervegetasi), penyuluhan, pemberian dana bantuan dan reward yang diselenggarakan baik oleh Pemda Kota Bogor, swasta maupun masyarakat.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, D. 2005. Analisis Kelembagaan dalam Penyelenggaraan Hutan Kota di Kota Bogor. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. WDL Publications. Otawwa. Canada. Branch, M. C. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dinas Pertanian Pemerintah Kota Bogor. 2004. Database Sistem Informasi Agribisnis Kota Bogor. Kurniawan, A. 2004. Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pendugaan Luas Bidang Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung). Skripsi. Departemen Manajeman Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Lanya, I. 1985. Aplikasi Remote Sensing untuk Inventarisasi Beberapa Komoditi Perkebunan di Jawa Barat dengan Menggunakan Sistem Analisis Digital. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Lillesand, T.M. & R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Mamenun. 2003. Estimasi Biomassa Tegakan Jati (Tectona grandis L.f.) Menggunakan Data Digital Landsat ETM+ di KPH Cepu Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Bogor. Maretnowati, N.A. 2004. Pengukuran Potensi Cadangan Karbon di Lahan Agroforestri di Desa Cileuya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, RPH Cileuya dan BKPH Luragung, RPH Sukasari dan BKPH Cibingbin, KPH Kuningan. Skripsi. Departemen Manajeman Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Menteri Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988. http://www.menlh.go.id/ (5 April 2005). Nurcahyono, G. 2003. Karakteristik Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Timur (Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.
62
Pemerintah Kota Bogor. 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun Anggaran 1999/2000. Bogor: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor. 2005. Rencana Strategis (Renstra) Kota Bogor Tahun 2005-2009. Bogor: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep, Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika Bandung. Puntodewo, A. , S. Dewi & J. Tarigan. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR) . http://www.cifor.cgiar.org/ (1 Juli 2005). Purnama, A. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra Satelit dan Perencanaan Penggunaan Lahan yang Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Rahayu, S., B. Lusiana & M.V. Noordwijk. 2005. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur dalam Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Monitoring Secara Spasial dan Permodelan, editor Lusiana, B., M.V. Noordwijk & S. Rahayu. Bogor: World Agroforestry Center (ICRAF). http://www.worldagroforestry.org// (20 Januari 2006). Rahmanto, E. 1999. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Pontianak, Kalimantan Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Roslita. 1997. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Rusli, S.N. 1998. Penataan Ruang Wilayah dengan Peran Serta Masyarakat Menggunakan Sistem Informasi. Disertasi. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Saroinsong, F. B. 2002. Studi Alokasi Penggunaan Lahan untuk Optimasi Pelestarian Lingkungan dengan Integrasi Penggunaan Model Hidrologi, SIG, dan Penginderaan Jauh. Tesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Tahir, A. N. 2003. Sistem Informasi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Jakarta Pusat). Jurusan Budidaya Pertanian. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
63
Widayanti, A., A. Ekadinata & R. Syam. 2005. Alih Guna Lahan di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Penutupan lahan dan Kerapatan Vegetasi pada Skala Lanskap dalam Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Monitoring Secara Spasial dan Permodelan, editor Lusiana, B., M.V. Noordwijk & S. Rahayu. Bogor: World Agroforestry Center (ICRAF). http://www.worldagroforestry.org// (20 Januari 2006). Wijaya, I. N. 2003. Menguji Kemampuan Citra Airbone Hyperspectral untuk Deteksi Vegetasi di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Jurusan Manajeman Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Wijayanti, M. 2003. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Purwokerto. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Yuly. 2003. Prospek Pengelolaan Agroforestry untuk Tujuan Perdagangan Karbon di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Manajeman Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
64
65
Lampiran 1. Peta Desa di Kota Bogor
66
Lampiran 2. (a) Luas dan Jumlah Jenis Taman di Kota Bogor No Jenis Taman 1 Taman Kota 2 Taman Jalur 3 Jalur hijau Jumlah
Jumlah 35 Lokasi 24 Lokasi 34 Lokasi
Luasan (m2) 19.352 17.183 81.432 117.967
Sumber : Rencana Strategis (Renstra) Kota Bogor Tahun 2005-2009.
(b) Luas Pemakaman di Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Pemakaman Bogor Selatan Gunung Gadung (Tanah Pemda) Gunung Gadung (Tanah yayasan) Cipaku Belender (Tanah Sareal) Dereded Bogor Barat Bogor Timur Tanah Sareal Bogor Utara Bogor Tengah Jumlah
Luas Asal (m2) 481.000 425.000 21.800 66.715 64.815 168.259 91.781 81.315 414.836 29.113 1.844.634
Sumber : UPTD Pemakaman Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor 2005.
67
Lampiran 3. (a) Senarai Vegetasi Penutupan Lahan Kelas Vegetasi Rapat . No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Latin Canarium decumanum Terminalia cattapa Chlorophora excelsa Irvingia malayana Ficus superba Ficus ardisioides Ficus religiosa Cananga odorata Garcinia picrorhiza Shorea sp.
Keterangan Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor Cifor
Sumber: Wijaya, I. M., 2003 dan pengamatan lapangan. (b) Senarai Vegetasi Penutupan Lahan Kelas Vegetasi Campuran. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Nangka Jambu biji Rambutan Alpukat Belimbing Kere Payung Mahoni Kupu-kupu Kenari Beringin
Nama Latin Artocarpus heterophyllus Psidium guajava Nephelium lappaceum Persea americana Averhoa carambola Filicium decipiens Swietenia mahagoni Bahunia purpurea Canarium commune Ficus benjamina
Keterangan Kebun buah-buahan, pekarangan rumah Kebun buah-buahan, pekarangan rumah Kebun buah-buahan, pekarangan rumah Kebun buah-buahan, pekarangan rumah Kebun buah-buahan, pekarangan rumah Jalur hijau Jalur hijau Jalur hijau Jalur hijau Jalur hijau, pemakaman
Sumber: Database Sistim Agribisnis Kota Bogor 2004 dan pengamatan lapangan. (c) Senarai Tanaman Penutupan Lahan Kelas Ladang. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Jagung Kedelai Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Talas Kacang hijau Bayam Caysin Katuk
Keterangan Palawija Palawija Palawija Palawija Palawija Palawija Palawija Hortikultura Hortikultura Hortikultura
Sumber: Database Sistim Agribisnis Kota Bogor 2004.