NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides L.) PADA SUHU 25 oC DAN 29 oC
VANI NUR OKTAVIANY SUBAGYO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK VANI NUR OKTAVIANY SUBAGYO, Neraca Kehidupan Kutukebul, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), dan Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada Suhu 25 °C dan 29 °C. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT. Bemisia tabaci (Gennadius) merupakan hama penting pada tanaman hortikultura. Selain dapat merusak langsung pada tanaman, B. tabaci juga dapat menyebarkan virus tanaman. Geminivirus merupakan salah satu virus yang ditularkan oleh B. tabaci yang menyebabkan penyakit keriting kuning pada tanaman tomat dan cabai. Diketahui bahwa B. tabaci juga dapat menyerang gulma yang tumbuh disekitar pertanaman budidaya, diantaranya adalah Ageratum conyzoides atau babadotan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui siklus hidup, lama hidup, keperidian, dan laju reproduksi B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan. Percobaan dilakukan dengan mengamati 50 telur yang dipelihara pada masing-masing tanaman uji (3 ulangan). Tanaman ditumbuhkan pada suhu 25 oC dan 29 oC di dalam growth chamber dengan pencahayaan 12 jam terang dan 12 jam gelap (L:D = 12:12). Lama hidup setiap stadium pertumbuhan kutukebul diamati, serta kemampuan imago betina bertelur setiap hari dicatat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan siklus hidup B. tabaci pada suhu 25 oC masing-masing adalah 27,30; 24,96; 21,17 hari dan pada suhu 29 oC masingmasing adalah 20,71; 21,04; 22,67 hari. Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup pada suhu 25 oC masing-masing adalah 33,71; 31,21; 28,08 hari dan pada suhu 29 oC masing-masing adalah 26,83; 27,00; 29,04 hari. Keperidian pada suhu 25 oC masing-masing adalah 45,96; 37,71; 48,50 butir dan pada suhu 29 oC masing-masing adalah 41,30; 31,96; 43,83 butir. Nilai R0 pada suhu 25 oC masing-masing adalah 28,20; 28,94; 57,28 individu per induk per generasi dan pada suhu 29 oC masing-masing adalah 25,14; 15,77; 23,09 individu per induk per generasi. Nilai r pada suhu 25 oC masing-masing adalah 0,12; 0,13; 0,18 individu per induk per hari dan pada suhu 29 oC masing-masing adalah 0,14; 0,12; 0,13 individu per induk per hari. Nilai T pada suhu 25 oC masing-masing adalah 28,47; 25,68; 22,74 hari dan pada suhu 29 oC masing-masing adalah 22,47; 22,97; 24,45 hari. Nilai DT pada suhu 25 oC masing-masing adalah 5,78; 5,33; 3,85 hari dan pada suhu 29 oC masing-masing adalah 4,95; 5,78; 5,33 hari. Kata kunci:
Bemisia tabaci, neraca kehidupan, tanaman tomat, tanaman cabai, gulma babadotan, 25 oC, 29 oC.
NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides L.) PADA SUHU 25 oC DAN 29 oC
VANI NUR OKTAVIANY SUBAGYO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Neraca Kehidupan Kutukebul, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), dan Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada Suhu 25 °C dan 29 oC
Nama
: Vani Nur Oktaviany Subagyo
NRP
: A34060548
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP. 19601218 198601 1 001
Diketahui, Plh. Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 15 Oktober 1988, sebagai anak ke-dua dari empat bersaudara pasangan Bapak Ade Rasdiana Subagyo dan Ibu Neng Hadiyati. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 17 Bandung. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan organisasi di IPB, antara lain sebagai anggota Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG) tahun 2006-2008, UKM Gentra Kaheman tahun 20062009, Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) sebagai staf Pengembangan Minat dan Bakat (PSDM) periode 2008-2009, Ketua Redaksi Majalah Metamorfosa periode 2008-2009, Reporter Majalah Metamorfosa periode 2009-2010. Penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) tahun 2009, serta tercatat sebagai Mahasiswa Berprestasi (MAPRES) Peringkat III Departemen Proteksi Tanaman tahun 2009 dan asisten mata kuliah Entomologi Umum tahun 2009-2010. Penulis juga mendapatkan beasiswa BBM periode 2009-2010 dan 2010-2011.
PRAKATA Puji serta syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Neraca Kehidupan Kutukebul, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), dan Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada Suhu 25 °C dan 29 oC”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui neraca kehidupan B. tabaci yang meliputi siklus hidup, lama hidup, keperidian, dan laju reproduksinya pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC, yang hasilnya diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC, serta menambah informasi kepustakaan tentang ekologi B. tabaci. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai Juli 2010. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc selaku dosen penguji, Ir. Djoko Priyono, M.Agr Sc selaku dosen moderator, serta kepada kedua orang tua (Dr. Ade Rasdiana Subagyo, SH. MM. dan Neng Hadiyati), kakakku Vina Aprilianty, adikku Annisa Puspadini dan Salma Nurul Fathimah atas doa dan semangatnya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Laboratorium Biosistematika dan Musium Serangga Ibu Dewi, Ibu Nina, Ibu Aisyah, Mba Lia, Mba Elsa, Mba Atik, Mba Rika, Mba Wilna, Ka Hendrival, Ucok, Herlie yang telah membantu penulis selama di laboratorium. Terima kasih banyak kepada saudara Dwi Priyo Prabowo, SP. dan sahabat-sahabatku Sari Nurulita, Amelia Andriani, Lia Nazirah serta teman-teman DPT angkatan 41, 42, 43, 44, 45 dan teman-teman di kostan Edelweiss Atas (Neng Mega, Miftah, Eka, dkk.) atas bantuan, semangat, serta doanya.
Bogor, Agustus 2010
Vani Nur Oktaviany Subagyo
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xi
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................ Tujuan Penelitian ............................................................................ Manfaat Penelitian ..........................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
3
Taksonomi dan Morfologi .............................................................. Biologi ............................................................................................. Penyebaran ....................................................................................... Gejala dan Akibat Serangan ............................................................. Neraca Kehidupan ........................................................................... Tanaman inang ................................................................................ Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) ................... Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) ................................... Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) ...........................
3 4 5 5 6 7 7 8 8
BAHAN DAN METODE ........................................................................
10
Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... Bahan dan Alat ................................................................................ Metode Penelitian ........................................................................... Persiapan Pengujian ................................................................... Perbanyakan Serangga .......................................................... Persiapan Tanaman Uji ......................................................... Pengujian Neraca Kehidupan ..................................................... Parameter Neraca Kehidupan .....................................................
10 10 10 10 10 11 11 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
14
Siklus Hidup ..................................................................................... Lama Hidup ..................................................................................... Keperidian ........................................................................................ Laju Reproduksi ...............................................................................
14 16 18 22
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
26
Kesimpulan ..................................................................................... Saran ...............................................................................................
26 27
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
28
LAMPIRAN ..............................................................................................
30
DAFTAR TABEL Halaman 1. Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C .......... 15 2. Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 °C .......... 15 3. Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 °C ..................................... 23
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Imago Bemisia tabaci .........................................................................
3
2. Gulma babadotan, Ageratum conyzoides ............................................
9
3. Kurungan untuk pemeliharaan dan perbanyakan B. tabaci. ...............
10
4. Growth chamber SANYO model MLR-350H yang digunakan untuk percobaan, (a) tampak luar dan (b) tampak dalam. .............................
12
o
5. Tanaman pada suhu 25 C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 13 MST dan (c) gulma babadotan umur 5 MST. ...................................................................................................
16
o
6. Tanaman pada suhu 29 C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 14 MST dan (c) gulma babadotan umur 7 MST. ..................................................................................................
16
7. Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada tanaman tomat pada suhu 25 °C dan 29 °C .......................................................
19
8. Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada tanaman cabai pada suhu 25 °C dan 29 °C ........................................................
20
9. Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 °C ................................................
21
DAFTAR LAMPIRAN Halaman o
1. Lama stadia dan keperidian B. tabaci pada suhu 25 C ......................
31
2. Lama stadia dan keperidian B. tabaci pada suhu 29 oC ......................
32
3. Siklus hidup B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC ................................................. 33 4. Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C ...... 35 5. Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 °C ...... 37 6. Keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 °C ............................................... 39 7. Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C ...................................................... 41 8. Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 °C ...................................................... 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) adalah salah satu spesies kutukebul yang diketahui dapat menyerang lebih dari 600 spesies tanaman di berbagai famili, antara lain Compositae, Cucurbitae, Cruciferae, dan Solanaceae (Kalshoven 1981; Hill 1987). Serangannya dapat mengakibatkan kerusakan langsung maupun tidak langsung pada tanaman. Kerusakan langsung menimbulkan gejala berupa bintik klorosis yang mengakibatkan berkurangnya jumlah klorofil pada daun, sehingga mengganggu proses fotosintesis tanaman inang. Kerusakan tidak langsung berkaitan dengan kemampuannya sebagai vektor virus pada berbagai tanaman, diantaranya pada tanaman tomat dan cabai (Kalshoven 1981; Borror et al. 1996; Hidayat et al. 2008). Penyakit keriting kuning pada cabai yang disebabkan geminivirus adalah salah satu penyakit yang ditularkan oleh B. tabaci. Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman tomat dan cabai di Indonesia, dengan persentase kehilangan hasil berkisar dari 20% sampai 100% (Sudiono 2003; Sudiono & Yasin 2006; Setiawati et al. 2007). Berdasarkan hasil penelitian Hendrival (2010), B. tabaci juga dapat menyerang berbagai jenis gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai, salah satu spesies gulma yang paling banyak diserang adalah Ageratum conyzoides (Linnaeus) (Asterales: Asteraceae) atau lebih dikenal dengan nama babadotan. Di Indonesia, penyakit keriting kuning juga menyerang gulma babadotan, dan menurut Sukamto et al. (2005), spesies geminivirus yang sama pada gulma babadotan ditemukan juga pada tanaman tomat. Berdasarkan hasil penelitian Meliansyah (2010), di pertanaman cabai di Jawa ditemukan 13 spesies gulma yang bergejala penyakit keriting kuning dan gejala tersebut terbukti berasosiasi dengan infeksi geminivirus. Hal ini berarti keberadaan gulma babadotan yang bergejala penyakit keriting kuning di sekitar pertanaman budidaya dapat menjadi sumber penyakit (inokulum). Penyebaran dan perkembangan B. tabaci di berbagai tanaman, didukung oleh kemampuan tingkat reproduksinya yang tinggi, baik secara seksual maupun aseksual dengan partenogenesis. Perkembangan hidup B. tabaci dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya proses dinamika populasi, yaitu jenis tanaman inang, suhu, dan kelembaban. Menurut Naranjo dan Ellsworth (2005), tanaman inang merupakan salah satu faktor biotik yang dapat mempengaruhi aspek biologi dan kelangsungan hidup suatu organisme. Berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2007), B. tabaci biotipe-B dan non-B memiliki waktu generasi lebih cepat pada tanaman mentimun daripada tanaman cabai. Selain karena faktor tanaman inang, suhu juga dapat mempengaruhi lama hidup dan keperidian imago Bemisia spp. (Wang & Tsai 1996). Masa inkubasi telur dan masa nimfa secara keseluruhan akan semakin cepat seiring dengan peningkatan suhu (Gameel 1977). Berdasarkan hasil penelitian Purbosari (2008), siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat membutuhkan waktu yang lebih lama pada suhu 23 oC dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 oC. Salah satu cara untuk mempelajari perkembangan suatu populasi B. tabaci adalah dengan mengetahui neraca kehidupan.
Di dalam neraca kehidupan
terdapat gambaran ringkas tentang kehidupan yang spesifik dari suatu populasi, serta deskripsi yang sistematis tentang mortalitas dan kelangsungan hidup populasi tersebut (Price 1975; Smith 1990). Oleh karena itu, informasi mengenai neraca kehidupan B. tabaci sangat diperlukan sebagai informasi dasar dalam menelaah perubahan kepadatan dan laju pertumbuhan atau penurunan populasi B. tabaci.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui neraca kehidupan B. tabaci yang meliputi siklus hidup, lama hidup, keperidian, dan laju reproduksinya pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC, serta menambah informasi kepustakaan tentang ekologi B. tabaci.
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B. tabaci merupakan spesies kutukebul yang memiliki kisaran inang luas. Kalshoven (1981), mengelompokkan tanaman inang dari serangga ini meliputi beberapa famili, yaitu famili Compositae, Cucurbitaceae, Cruciferae, dan Solanaceae. Menurut Hill (1987), tanaman inang utama B. tabaci adalah kapas, tembakau, tomat, ubi jalar, ubi kayu, beberapa jenis gulma, serta tanaman lain yang dapat menjadi inang alternatif. Hal ini menyebabkan banyaknya nama umum B. tabaci yang dikenal luas, diantaranya adalah kutukebul kapas (cotton whitefly), kutukebul tembakau (tobacco whitefly), dan kutukebul ubi jalar (sweetpotato whitefly) (Kalshoven 1981).
0,2 mm Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. Menurut Kalshoven (1981), ciri morfologi B. tabaci adalah sebagai berikut: Telur yang baru diletakkan berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, warna telur akan berubah setelah 24 jam menjadi berwarna coklat. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah dengan panjang tubuh 0,22 mm dan lebar 0,13 mm. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan panjang tubuh 0,28 mm dan lebar 0,17 mm, dengan antena sangat pendek dan tungkai yang tereduksi. Pupa berbentuk bulat panjang, dibagian toraks agak melebar dan
cembung dengan abdomen yang tampak jelas. Terdapat satu pasang seta kauda (cauda setae) pada ujung anal. Vasiform orifice terdapat di daerah sebelum ujung posterior puparium, berbentuk segitiga, dan ukurannya lebih panjang dari panjang alur kaudal (caudal furrow). Hampir separuh bagian operkulumnya menutupi bagian vasiform orifice. Imagonya berwarna kuning dengan panjang tubuh 1-1,5 mm dan sayap yang tertutup oleh tepung berwarna putih.
Biologi Imago betina setelah kopulasi akan meletakkan telur tegak lurus pada permukaan daun bagian bawah dengan cara menyisipkan telurnya ke dalam jaringan epidermis daun. Pada umumnya imago betina lebih tertarik meletakkan telur pada
daun yang lebih muda dari pada daun tua. Masa inkubasi telur tergantung pada keadaan lingkungan terutama suhu. Pada suhu 26 oC sampai 32 oC masa inkubasi adalah 4-6 hari dan pada suhu 18 oC sampai 20 oC adalah 10-16 hari (Gameel 1977). Menurut Ditlin Hortikultura (2008), imago betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir, dengan lama stadium telur rata-rata 5,8 hari. Menurut Gameel (1977), nimfa B. tabaci mempunyai tiga instar dan masa nimfa keseluruhan adalah 12-15 hari pada suhu 28 oC sampai 30 oC dan 28-32 hari pada suhu yang lebih rendah. Selain karena pengaruh suhu, siklus hidup B. tabaci juga dipengaruhi keadaan atau kondisi fisik dari tanaman inangnya. Lama siklus hidup pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari (Ditlin Hortikultura 2008). Waktu yang dibutuhkan imago sejak keluar dari pupa hingga dapat mengembangkan sayapnya adalah 8-15 menit. Setelah mengembangkan sayap, tubuh imago baru akan tertutup lilin. Lama hidup imago bervariasi tergantung faktor lingkungan. Lama hidup imago betina sekitar enam hari, tetapi pada kondisi tertentu mampu mencapai 60 hari dan pada umumnya imago jantan umurnya lebih singkat dibandingkan imago betina, yaitu sekitar 9-17 hari (CABI 2005).
Penyebaran Menurut Kalshoven (1981), B. tabaci memiliki daerah penyebaran yang cukup luas dan terdapat di India, Afrika hingga Amerika. Di Indonesia, serangga ini ditemukan di pulau Jawa dan Sumatra pada berbagai jenis tanaman. B. tabaci umumnya tersebar di daerah tropik dan subtropik, bersifat polifag, dan diketahui berperan sebagai vektor virus pertanaman. Di Sumatara dan Jawa, B. tabaci menularkan penyakit virus mosaik dan daun menggulung pada tanaman tembakau. Pada tahun 1983 dilaporkan penularan penyakit virus yang disebabkan oleh serangga ini pada tanaman tembakau di daerah Deli, Sumatra Utara. Hal tersebut terjadi setelah dilakukan introduksi tumbuhan famili Compositae, seperti Ageratum conyzoides dan Synedrella sp. serta Euphatorium odoratum dari Amerika Selatan sekitar tahun 1930-an. Di India B. tabaci bukan hanya berperan sebagai vektor virus tembakau tetapi juga vektor virus pada Hibiscus sp. dan dapat menyebabkan kerusakan yang amat parah (Kalshoven 1981) yang diikuti munculnya jelaga (warna hitam) akibat pertumbuhan cendawan.
Gejala dan Akibat Serangan Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang menghisap cairan daun, gejala berupa bintik klorosis pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat tusukan stilet. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung normal. Selain kerusakan langsung oleh hisapan imago dan nimfa, kutukebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh virus dapat merusak daun, batang, akar, buah, biji atau bunga, dan mungkin menyebabkan kerugian ekonomis dengan menurunkan hasil dan kualitas produk tumbuhan (Agrios 1996). Menurut Aidawati et al. (2002), satu imago B. tabaci dapat menularkan geminivirus dengan tingkat keberhasilan 50%. Penyakit keriting kuning yang ditularkan B. tabaci misalnya, dapat menyebabkan kehilangan hasil berkisar antara 20% sampai 100 % (Setiawati et al. 2007).
Neraca Kehidupan Neraca kehidupan adalah satu cara untuk mempelajari perkembangan suatu populasi serangga. Di dalam neraca kehidupan terdapat deskripsi yang sistematis tentang mortalitas dan kelangsungan hidup suatu populasi. Informasi tersebut merupakan informasi dasar yang diperlukan dalam menelaah perubahan kepadatan dan laju pertambuhan atau penurunan suatu populasi (Price 1975; Smith 1990). Data dari informasi di atas dapat digunakan untuk menentukan statistik populasi dari suatu organisme. Mengamati perkembangan suatu kelompok individu yang semuanya lahir pada waktu yang sama (kohor) hingga kematian individu terakhir, sambil mencatat kematian individu-individu anggota dan kelahiran keturunannya adalah cara untuk mendapatkan data yang menunjang pembuatan statistik populasi tersebut. Parameter neraca kehidupan yang digunakan untuk melihat hubungan preferensi B. tabaci terhadap tanaman yang diujikan adalah lama stadia pradewasa, lamanya stadia imago, dan keperidian imago betina. Parameter demografi yang dihitung Birch (1948), meliputi: 1.
Laju reproduksi bersih (R0) dihitung dengan rumus: R0 = Σlxmx
2.
Laju pertambahan intrinsik (r) dihitung dengan rumus: r = ln R0/ T
3.
Rataan masa generasi (T) dihitung dengan rumus: T = Σxlxmx/Σlxmx
4.
Populasi berlipat ganda (DT) dihitung dengan rumus: DT = ln(2)/r Keterangan: x
= kelas umur kohor (hari)
lx
= proporsi individu yang hidup pada umur ke-x
mx
= keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur ke-x
Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar satu; 2) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan nimfa instar satu sampai menjadi pupa; 3) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan pupa
sampai menjadi imago; 4) lama hidup imago sejak keluar dari pupa sampai mati; 5) masa sebelum peletakkan telur sampai meletakkan telur pertama kali (prapeneluran); dan 6) jumlah telur yang diletakkan. Menurut Morgan et al. (2001), perbedaan neraca kehidupan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, inang, kondisi iklim tempat penelitian, dan metode perbanyakan serangga (rearing) yang digunakan. Efek suhu dan kultivar pada neraca kehidupan berpengaruh terhadap kelahiran dan kematian. Penyebaran kutukebul secara geografi dan keragaman strain pada berbagai subspesies juga dapat menyebabkan neraca kehidupan kutukebul berbeda-beda.
Tanaman Inang Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tomat merupakan sayuran yang bergizi tinggi yang mempunyai banyak manfaat. Dalam ilmu botani, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiosspermae Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genus
: Lycopersicon
Spesies
: Lycopersicon esculentum Mill.
Menurut Cahyono (2008), tanaman tomat termasuk kedalam tanaman semusim (berumur pendek), karena tanaman hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya mencapai kurang lebih dua meter. Oleh karena itu, tanaman tomat perlu diberi ajir dari turus bambu atau turus kayu agar tidak roboh di tanah, dan agar tanaman tomat dapat tumbuh secara vertikal keatas. Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah tanah yang mengandung lempung (pH kisaran 5,5 sampai 6,5) dengan sistem tata air yang baik (air tidak boleh tergenang), karena akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen. Suhu optimum untuk tanaman tomat antara 20 oC dan 30 oC.
Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Cabai merupakan suatu komoditas sayuran yang tidak dapat ditinggalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Prajnanta (1999), berdasarkan asal-usulnya cabai berasal dari Peru. Hal ini dikarenakan bangsa Meksiko sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000 SM, jauh sebelum Colombus menemukan benua Amerika tahun 1492. Cabai yang ditemukan Colombus memang tanaman asli Amerika Selatan. Setelah itu, tanaman ini menyebar ke Amerika Tengah menuju Amerika Serikat bagian selatan (Setiadi 2008). Dalam ilmu botani, tanaman cabai diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiosspermae Kelas
: Polemoniales
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annuum L.
Cabai merupakan tanaman berumah satu dan dapat menyerbuk sendiri. Tinggi tanaman ini antara 0,65-0,75 m. Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun tegal, di dataran rendah maupun tinggi, dan saat musim kemarau maupun musim penghujan. Namun demikian ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan agar tanaman cabai dapat memberikan hasil yang baik. Menurut Setiadi (2008), persyaratan tersebut adalah ketinggian tempat dan iklim (menentukan jenis cabai yang akan ditanam), kandungan air dalam tanah (bila di lahan sawah sebaiknya cabai ditanam pada akhir musim hujan tetapi bila di lahan tegal sebaiknya cabai ditanam pada akhir musim kemarau), serta kondisi tanah yang harus subur dan kaya akan bahan organik, dengan pH yang sesuai untuk tanaman cabai yaitu 6,5 dan suhu optimumnya antara 21 oC dan 28 oC. Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian, karena dapat menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Pentingnya suatu gulma ditinjau dari interaksinya dengan tanaman yang dibudidayakan, karena beberapa gulma dapat menjadi inang alternatif dari hama
yang umumnya menyerang tanaman budidaya. Salah satu jenis gulma yang umumnya menjadi inang alternatif adalah A. conyzoides. Dalam ilmu botani, gulma A. conyzoides diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Ageratum
Spesies
: Ageratum conyzoides L.
Gambar 2 Gulma babadotan, Ageratum conyzoides. A. conyzoides (babadotan) dikenal sebagai gulma yang dapat mengeluarkan alelopati. Batangnya tegak, bulat bercabang, dan berbulu pada buku-bukunya dan pada bagian yang rendah. Daunnya bertangkai cukup panjang, berbentuk bulat telur, bergerigi, dan berbulu. Duduk daun bawahnya berhadapan, sedangkan bagian teratas bertangkai pendek. Bunganya mengelompok berbentuk cawan, setiap bulir terdiri dari 60-75 bunga, berwarna biru muda, putih, atau violet (ungu). Tumbuh pada ketinggian 1-1200 m dpl. dan membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk tumbuh, dengan kisaran suhu optimum antara 16 oC dan 24 oC (Moenandir 1988). Menurut Hendrival (2010), gulma babadotan banyak ditemukan di pertanaman cabai di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Biosistematika
Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai Juli 2010.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah serangga kutukebul B. tabaci , tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) varietas Ratna umur 3 bulan, tanaman cabai (Capsicum annuum L.) varietas Keriting Bogor umur 3 bulan, dan gulma babadotan (Ageratum conyzoides L.) umur 1 bulan sebagai tanaman inang. Alat yang digunakan adalah growth chamber SANYO model MLR-350H, mikroskop binokuler, kurungan serangga yang terbuat dari plastik mika, dan tabung kaca.
Metode Penelitian Persiapan Pengujian Perbanyakan serangga. Perbanyakan diawali dengan menginvestasikan imago atau pupa B. tabaci ke dalam kurungan serangga, dengan tanaman tomat sebagai inangnya. Setelah satu bulan populasi imago B. tabaci dalam kurungan akan bertambah dan dapat digunakan sebagai bahan pengujian.
Gambar 3 Kurungan untuk pemeliharaan dan perbanyakan B. tabaci.
Persiapan tanaman uji. Tanaman yang digunakan dalam pengujian adalah tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) varietas Ratna umur 3 bulan, tanaman cabai (Capsicum annuum L.) varietas Keriting Bogor umur 3 bulan, dan gulma babadotan (Ageratum conyzoides L.) umur 1 bulan, yang diambil dari lapang. Pemilihan jenis tanaman uji, baik tanaman budidaya maupun gulma di dasarkan pada jenis tanaman yang umumnya banyak diserang B. tabaci dan dapat menjadi inang utama atau alternatif B. tabaci di lapang. Sedangkan pemilihan umur tanaman di dasarkan pada kesiapan tanaman untuk diujikan, yaitu tanaman tidak terlalu muda tetapi juga belum berbunga. Budidaya tanaman tidak menggunakan bahan kimia yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama.
Pengujian Neraca Kehidupan Pengujian neraca kehidupan pada tanaman uji di awali dengan memasukan imago B. tabaci sebanyak 15 imago (5 jantan dan 10 betina) ke dalam tabung plastik mika berbentuk silinder yang bagian atasnya dilapisi kain kasa. Di bagian tengah plastik mika terdapat lubang yang berfungsi untuk memasukan imago. Setelah 24 jam, imago tersebut dikeluarkan dari tabung, dan dari sekian banyak jumlah telur yang diletakkan imago betina, hanya 50 telur yang akan diamati perkembangannya pada setiap ulangan (setiap tanaman uji terdiri dari 3 ulangan). Jumlah telur yang berlebih akan dimatikan dengan cara ditusuk menggunakan jarum, sehingga total populasi awal pada setiap tanaman uji dalam suatu suhu adalah 150 telur. Imago yang dihasilkan dipindahkan ke tanaman lain yang sama dengan inang sebelumnya, setiap kurungan hanya berisi satu imago (baik jantan maupun betina). Tanaman ditumbuhkan pada suhu 25 oC dan 29 oC di dalam growth chamber SANYO model MLR-350H (L:D = 12:12). Penentuan suhu pengujian di dasarkan pada rataan suhu di daerah beriklim sedang (25 oC) dan panas (29 oC).
(a)
(b)
Gambar 4 Growth chamber SANYO model MLR-350H yang digunakan untuk percobaan, (a) tampak luar dan (b) tampak dalam. Parameter Neraca Kehidupan Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian dihitung menggunakan software SPSS 15 dengan uji Duncan taraf 5%. Sedangkan, laju reproduksi dihitung berdasarkan parameter demografi Birch (1948), meliputi: 5. Laju reproduksi bersih (R0), dihitung dengan rumus: R0 = Σlxmx 6. Laju pertambahan intrinsik (r), dihitung dengan rumus: r
= ln R0/T
7. Rataan masa generasi (T), dihitung dengan rumus: T
= Σxlxmx/Σlxmx
8. Populasi berlipat ganda (DT), dihitung dengan rumus: DT = ln (2)/r Keterangan: x
= kelas umur kohor (hari)
lx
= proporsi individu yang hidup pada umur ke-x
mx
= keperidian spesifik individu pada kelas umur ke-x
Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar satu; 2) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan nimfa instar satu sampai menjadi pupa; 3) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan pupa sampai menjadi imago; 4) lama hidup imago sejak keluar dari pupa sampai mati; 5) masa sebelum peletakkan telur sampai meletakkan telur pertama kali (prapeneluran); dan 6) jumlah telur yang diletakkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus Hidup Perbedaan siklus hidup serangga menurut Morgan et al. (2001), dipengaruhi oleh spesies serangga, suhu, tanaman inang, serta metode perbanyakan serangga yang digunakan. Menurut Schoonhoven et al. (2005), faktor dari tanaman yang dapat mempengaruhi serangga dalam proses pemilihan dan penentuan inang diantaranya adalah bentuk daun, trikoma pada daun, serta senyawa-senyawa kimia hasil proses metabolisme sekunder tanaman tersebut. B. tabaci misalnya, lebih menyukai tanaman yang mempunyai banyak trikoma dan mengandung kelenjar atau getah sebagai tanaman inangnya. Siklus hidup B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan berturut-turut adalah 27,30; 24,96; dan 21,17 hari (Tabel 1). Siklus hidup B. tabaci pada setiap tanaman hasilnya masing-masing berbeda nyata, dimana pada gulma babadotan siklus hidup B. tabaci lebih singkat 6,13 hari dibandingkan tanaman tomat dan 3,79 hari lebih singkat dibandingkan tanaman cabai. Siklus hidup B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 20,71; 21,04; dan 22,67 hari (Tabel 1). Siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat lebih singkat 0,33 hari dibandingkan tanaman cabai dan 1,96 hari lebih singkat dibandingkan gulma babadotan, namun hasil antara tanaman tomat dan tanaman cabai pada suhu ini tidak berbeda nyata. Siklus hidup B. tabaci pada umumnya lebih singkat pada tanaman tomat dan gulma babadotan dibandingkan pada tanaman cabai. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini adalah banyaknya trikoma pada tanaman tomat dan gulma babadotan. Menurut Shivanathan (1983), tanaman cabai bukan inang yang sesuai bagi pertumbuhan B. tabaci, sehingga di lapang jarang terlihat koloni B. tabaci pada tanaman cabai. Faktor fisik dan kimia tanaman memegang peranan penting dalam pemilihan dan penentuan inang, karena setiap tanaman mengandung nutrisi yang berbeda bagi keberlangsungan hidup suatu individu. Faktor ini umumnya tidak bekerja secara tunggal, melainkan secara bersama-sama membentuk suatu sistem pertahanan (Kogan 1982).
Tabel 1 Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan Parameter populasi Siklus Hidup (hari) Lama Hidup (hari) Keperidian (butir telur)
Tomat
25 oC Cabai
Babadotan
27,30±2,05c
24,96±2,22b
21,17±1,61a
33,71±2,61c
31,21±3,79b
28,08±3,51a
45,96±10,13ab
37,71±18,11a
48,50±17,01b
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan suhu yang sama serta diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Selang Berganda Duncan pada taraf α = 5%.
Tabel 2 Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan Parameter populasi Siklus Hidup (hari) Lama Hidup (hari) Keperidian (butir telur)
Tomat
29 oC Cabai
Babadotan
20,71±1,63a
21,04±0,91a
22,67±1,01b
26,83±2,96a
27,00±2,62a
29,04±1,68b
41,30±13,28b
31,96±10,65a
43,83±9,64b
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan suhu yang sama serta diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Selang Berganda Duncan pada taraf α = 5%.
Menurut Wang & Tsai (1996), semakin meningkatnya suhu maka siklus hidup serangga akan semakin singkat, tetapi pada suhu di atas 30 oC waktu yang diperlukan serangga untuk menyelesaikan siklus hidupnya akan menurun secara drastis. Penurunan lamanya siklus hidup seiring meningkatnya suhu pada tanaman tomat adalah 6,59 hari dan pada tanaman cabai adalah 3,92 hari. Penurunan lamanya siklus hidup seiring peningkatan suhu tidak terjadi pada gulma babadotan. Siklus hidup B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 °C lebih singkat 1,5 hari dibandingkan pada suhu 29 oC. Hal ini dikarenakan kisaran suhu optimum bagi gulma babadotan itu sendiri adalah 16 oC sampai 24 oC (Moenandir 1988), sehingga pada suhu 29 oC setelah dua minggu pengujian beberapa helai daun bagian bawah gulma babadotan terlihat mengering (Gambar 6c).
(a) Gambar 5
(b)
(c)
Tanaman pada suhu 25 oC pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 13 MST dan (c) gulma babadotan umur 5 MST.
(a)
(b)
(c)
o
Gambar 6 Tanaman pada suhu 29 C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 14 MST dan (c) gulma babadotan umur 7 MST. Lama Hidup Lama hidup menentukan karakteristik kelangsungan hidup suatu organisme dalam suatu populasi. Setiap organisme memiliki variasi jangka hidup yang terbatas. Hasil pengamatan harian menunjukkan bahwa lama hidup atau kemampuan bertahan hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C berturut-turut adalah 33,71; 31,21; dan 28,08
hari (Tabel 1). Lama hidup B. tabaci pada setiap tanaman hasilnya masing-masing berbeda nyata, dimana pada gulma babadotan lama hidup B. tabaci lebih singkat 5,63 hari dibandingkan tanaman tomat dan 3,13 hari dibandingkan tanaman cabai. Lama hidup B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 26,83; 27,00; dan 29,04 hari (Tabel 1). Lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat lebih singkat 0,17 hari dibandingkan tanaman cabai dan 2,21 hari dibandingkan gulma babadotan, tetapi hasil antara tanaman tomat dan tanaman cabai pada suhu ini tidak berbeda nyata. Menurut Wang & Tsai (1996), suhu dapat mempengaruhi lama hidup imago betina B. tabaci. Pada suhu 20 °C imago betina B. tabaci dapat hidup sampai 44,36 hari, sedangkan pada suhu 30 °C dan 35 °C, imago betina hanya dapat hidup selama 12,47 dan 10,43 hari. Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup B. tabaci pada suhu 30 oC sampai 34 oC akan lebih singkat dibandingkan lama hidup B. tabaci pada suhu 18 o
C sampai 22 oC (Gameel 1977). Hasil pengamatan harian juga menunjukkan
bahwa peningkatan suhu sebesar 4 °C (dari 25 °C menjadi 29 °C) akan mempersingkat waktu lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,88 hari dan pada tanaman cabai sebesar 4,21 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purbosari (2008), yang menyatakan bahwa lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat membutuhkan waktu yang lebih lama pada suhu 23 oC dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 oC. Namun, penurunan lama hidup seiring peningkatan suhu tidak terjadi pada gulma babadotan. Lama hidup B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 °C lebih singkat 0,96 hari dibandingkan pada suhu 29 oC. Hal ini dikarenakan gulma babadotan pada suhu 29 oC mengalami penurunan kondisi secara fisik, ditandai dengan mengeringnya beberapa helai daun bagian bawah setelah dua minggu masa pengujian. Laju kematian B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan mulai terjadi pada stadia telur, yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-8, ke-12, dan ke-9 (Gambar 7,8, dan 9). Sementara itu, pada suhu 29 °C laju kematian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan mulai terjadi pada stadia
telur, yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-9, ke-6, dan ke-12 (Gambar 7, 8, dan 9). Persentase keberhasilan telur untuk menetas dapat dilihat dari data kematian pada stadia telur. Keberhasilan telur untuk menetas pada suhu 25 °C pada tanaman tomat dan gulma babadotan sebesar 98,67%, sedangkan pada tanaman cabai sebesar 99,33%. Sementara itu, persentase keberhasilan telur menetas pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan sebesar 95,33%; 91,33%; dan 94,67%.
Keperidian Banyaknya individu betina dalam suatu populasi dapat mempengaruhi nilai keperidian. Semakin banyaknya betina maka telur yang dihasilkan juga akan semakin banyak, dan hal ini akan sangat merugikan bila serangga tersebut berperan sebagai hama. Banyaknya telur yang dihasilkan imago betina memperlihatkan tingkat kesesuaian individu tersebut pada tanaman inangnya. Keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 45,96; 37,71; dan 48,50 butir telur (Tabel 1). Puncak nilai mx pada tanaman tomat terjadi diawal peneluran atau pada hari ke-23, dengan rata-rata 8 butir telur yang diletakkan pada hari tersebut. Sedangkan puncak mx pada tanaman cabai terjadi pada hari ke-25, dengan rata-rata 6,53 butir telur, dan puncak mx pada gulma babadotan terjadi pada hari ke-22, dengan rata-rata 8,34 butir telur yang diletakkan imago betina pada hari tersebut. Keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 41,30; 31,96; dan 43,83 butir telur. Puncak nilai mx pada tanaman tomat terjadi pada hari ke-32, dengan rata-rata 8 butir telur yang diletakkan betina pada hari tersebut. Puncak mx pada tanaman cabai terjadi pada hari ke-21, dengan rata-rata 6,89 butir telur per betina. Sedangkan puncak mx pada gulma babadotan terjadi pada hari ke-22, dengan rata-rata 7,80 butir telur per betina.
Gambar 7 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada tanaman tomat pada suhu 25 °C dan 29 °C.
Gambar 8 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada tanaman cabai pada suhu 25 °C dan 29 °C.
Gambar 9 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 °C.
Menurut Wang & Tsai (1996), keperidian imago betina B. tabaci akan menurun seiring meningkatnnya suhu. Imago betina B. tabaci yang dipelihara pada suhu 20 oC sampai 25 oC dapat meletakkan telur rata-rata 324,41 dan 223,67 butir per imago, sedangkan pada suhu 35 oC imago betina B. tabaci hanya dapat meletakkan 21,67 butir telur per imago. Hasil penelitian Purbosari (2008), memperlihatkan bahwa keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 23 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 oC, yaitu berturut-turut adalah 93,38; 62,75; dan 32,17 butir. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan harian yang menunjukkan adanya penurunan keperidian imago betina pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan seiring dengan meningkatnya suhu, secara berurutan penurunannya sebesar 4,66; 5,75 dan 4,67 butir telur. Peningkatan suhu juga berpengaruh pada pergeseran kurva mx, yaitu kurva mx akan bergeser kesebelah kiri seiring dengan peningkatan suhu, kecuali pada gulma babadotan yang memang mengalami penurunan kondisi secara fisik pada suhu 29 °C sehingga berdampak lain. Hal ini berarti peningkatan suhu 4 oC (dari 25 oC ke 29 oC) akan mempercepat waktu peneluran dan mempersingkat lamanya peneluran.
Laju Reproduksi Nilai R0 atau laju reproduksi bersih pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan untuk masing-masing tanaman adalah 28,20; 28,94; dan 57,28 individu per induk per generasi. Nilai R0 yang tinggi memperlihatkan tingkat kesesuian hidup B. tabaci pada suatu tanaman. Nilai R0 paling tinggi pada suhu 25 °C terdapat pada gulma babadotan, sehingga dapat disimpulkan bahwa B. tabaci pada suhu 25 °C lebih sesuai hidup pada gulma babadotan, dibandingkan pada tanaman tomat dan tanaman cabai. Pada suhu 29 °C nilai R0 pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 25,14; 15,77; dan 23,09 individu per induk per generasi. Nilai R0 paling tinggi pada suhu 29 °C terdapat pada tanaman tomat, sehingga dapat disimpulkan bahwa B. tabaci pada suhu 29 °C lebih sesuai hidup pada tanaman tomat, dibandingkan pada tanaman cabai dan gulma babadotan.
Tabel 3 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 oC Tomat 28,20
25 oC Cabai 28,94
Babadotan 57,28
Tomat 25,14
r
0,12
0,13
0,18
0,14
0,12
0,13
T
28,47
25,68
22,74
22,47
22,97
24,45
5,78
5,33
3,85
4,95
5,78
5,33
Parameter populasi Ro
DT
29 oC Cabai Babadotan 15,77 23,09
Keterangan : Ro = laju reproduksi bersih (individu/induk/generasi) r = laju pertambahan intrinsik (individu/induk/hari) T = rataan masa generasi (hari) DT = waktu untuk populasi berlipat ganda (hari)
Seiring peningkatan suhu dari 25 °C ke 29 °C terjadi penurunan nilai R0 pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan, secara berurutan besarnya adalah 3,06; 13,17; dan 34,19 individu per induk per generasi. Penurunan nilai R0 pada tanaman tomat pada suhu 29 °C tidak akan merubah kesimpulan bahwa B. tabaci lebih sesuai hidup pada tanaman tomat pada suhu tersebut. Hal ini dikarenakan singkatnya waktu untuk populasi berlipat ganda (DT) pada tanaman tomat dibandingkan tanaman lainnya. Nilai DT yang tinggi dapat meningkatkan nilai R0 dalam satuan waktu tertentu (Birch 1948). Jika nilai R0 < 1 artinya populasi serangga akan menurun menuju kepunahan, sedangkan bila R0 > 1 artinya populasi serangga akan meningkat. Laju pertambahan intrinsik (r) merupakan pertambahan populasi pada lingkungan konstan dan sumberdaya yang tidak terbatas. Nilai r B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan berturutturut adalah 0,12; 0,13; dan 0,18 individu per induk per hari. Pada suhu 29 °C nilai r pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan adalah 0,14; 0,12; dan 0,13 individu per induk per hari. Terlihat nilai r tertinggi pada suhu 25 °C terdapat pada gulma babadotan dan pada suhu 29 °C pada tanaman tomat. Tingginya nilai r ini disebabkan oleh tingginya keperidian, rendahnya mortalitas pradewasa dan masa dewasa B. tabaci pada gulma babadotan dan tanaman tomat pada suhu tersebut. Tetapi nilai laju pertambahan intrinsik (r) yang tinggi pada suatu spesies tidak selalu diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam suatu habitat. Hal ini dikarenakan adanya proses seleksi dari spesies tersebut agar nilai r
nya menjadi relatif tinggi, sehingga dapat berkompetisi dengan spesies yang lain (Birch 1948). Nilai r pada tanaman tomat meningkat sebesar 0,2 individu per induk per hari seiring dengan meningkatnya suhu. Sementara itu, pada tanaman cabai dan gulma babadotan menurun seiring meningkatnya suhu, besarnya penurunan nilai r secara berurutan adalah 0,1 dan 0,5 individu per induk per hari. Adanya perbedaan nilai r ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat kematian, kelahiran, dan waktu perkembangan B. tabaci pada masing-masing tanaman tersebut disetiap tahap pengujian. Menurut Birch (1948), jika nilai r lebih kecil dari nilai r yang minimum maka spesies tersebut gagal dalam bertahan hidup. Suatu populasi akan mencapai nilai r yang tinggi apabila suatu individu mencapai fase dewasa dengan tingkat reproduksi yang lebih awal. Rataan masa generasi (T) adalah rataan waktu yang dibutuhkan sejak telur diletakkan hingga saat imago betina menghasilkan separuh keturunannya. Spesies pada suatu populasi yang mempunyai nilai T yang rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan spesies pada populasi yang mempunyai nilai T yang tinggi. Rataan masa generasi B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 28,47; 25,68; dan 22,74 hari. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk menghasilkan separuh keturunannya pada gulma babadotan lebih singkat dibandingkan pada tanaman tomat dan tanaman cabai. Nilai r B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 22,47; 22,97; dan 24,45 hari. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk menghasilkan separuh keturunannya pada suhu 29 °C pada tanaman tomat lebih singkat dibandingkan pada tanaman cabai dan gulma babadotan. Hal ini berarti populasi B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 °C dan pada tanaman tomat pada suhu 29 oC, akan tumbuh lebih cepat dibandingkan B. tabaci pada tanaman lainnya pada suhu yang sama. Rataan masa generasi pada tanaman tomat dan tanaman cabai seiring meningkatnya suhu mengalami penurunan, secara berurutan besarnya penurunan masing-masing adalah 6 dan 2,71 hari. Sementara itu, pada gulma babadotan seiring meningkatnya suhu masa generasi bertambah 1,71 hari. Hal ini berarti,
pada tanaman tomat dan tanaman cabai populasi B. tabaci tumbuh lebih cepat pada suhu 29 °C dibandingkan suhu 25 oC, sedangkan pada gulma babadotan populasi B. tabaci tumbuh lebih cepat pada suhu 25 °C dibandingkan suhu 29 °C. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk berlipat ganda (DT) terlama pada suhu 25 °C terdapat pada tanaman tomat yaitu 5,78 hari dan tersingkat pada gulma babadotan yaitu 3,85 hari. Sedangkan nilai DT pada tanaman cabai adalah 5,33 hari. Sementara itu, nilai DT terlama pada suhu 29 °C terdapat pada tanaman cabai sebesar 5,78 hari dan tersingkat pada tanaman tomat sebesar 4,95 hari. Sedangkan nilai DT pada gulma babadotan adalah 5,33 hari. Menurut Birch (1948), nilai populasi berlipat ganda yang tinggi pada suatu individu dapat menyebabkan penurunan sumber daya lingkungan dan mempengaruhi nilai laju pertambahan intrinsik (r). Nilai DT pada tanaman cabai dan gulma babadotan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu dari 25 °C ke 29 oC, secara berurutan nilai penurunannya adalah 0,45 dan 1,48 hari. Sementara itu, pada tanaman tomat nilai DT mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu, yaitu selama 0,83 hari. Hal ini menandakan perkembangan populasi B. tabaci pada tanaman tomat lebih baik pada suhu 29 °C dibandingkan pada suhu 25 oC.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC masing-masing adalah 27,30; 24,96; dan 21,17 hari. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masing-masing adalah 20,71; 21,04; dan 22,67 hari. Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC masingmasing adalah 33,71; 31,21; dan 28,08 hari. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masing-masing adalah 26,83; 27,00; dan 29,04 hari. Keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC masing-masing adalah 45,96; 37,71; dan 48,50 butir telur. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masing-masing adalah 41,30; 31,96; dan 43,83 butir telur. Peningkatan suhu 4 oC (dari 25 oC ke 29 oC) akan memperpendek siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,59 hari dan pada tanaman cabai sebesar 3,92 hari, kecuali pada gulma babadotan peningkatan suhu akan memperpanjang siklus hidup sebesar 1,5 hari. Peningkatan suhu akan mempersingkat waktu lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,88 hari dan pada tanaman cabai sebesar 4,21 hari, kecuali pada gulma babadotan peningkatan suhu akan memperpanjang lama hidup sebesar 0,96 hari. Peningkatan suhu akan menurunkan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 4,66 butir telur, pada tanaman cabai sebesar 5,75 butir telur, dan pada gulma babadotan sebesar 4,67 butir telur. Nilai laju reproduksi bersih (R0) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC masing-masing adalah 28,20; 28,94; dan 57,28 individu per induk per generasi. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masing-masing adalah 25,14; 15,77; dan 23,09 individu per induk per generasi. Nilai laju pertambahan intrinsik (r) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC masing-masing adalah 0,12; 0,13; dan 0,18 individu per induk per hari. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masingmasing adalah 0,14; 0,12; dan 0,13 individu per induk per hari. Rataan masa generasi (T) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu
25 oC masing-masing adalah 28,47; 25,68; dan 22,74 hari. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masing-masing adalah 22,47; 22,97; dan 24,45 hari. Waktu yang dibutuhkan suatu populasi untuk berlipat ganda (DT) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC masing-masing adalah 5,78; 5,33; dan 3,85 hari. Sedangkan pada suhu 29 oC secara berurutan masingmasing adalah 4,95; 5,78; dan 5,33 hari. Peningkatan suhu 4 oC (dari 25 oC ke 29 oC) akan menurunkan nilai Ro pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan, secara berurutan besarnya adalah 3,06; 13,17; dan 34,19 individu per induk per generasi. Peningkatan suhu akan menurunkan nilai r pada tanaman cabai sebesar 0,1 individu per induk per hari dan pada gulma babadotan sebesar 0,5 individu per induk per hari, kecuali pada tanaman tomat akan meningkatkan nilai r sebesar 0,2 individu per induk per hari. Peningkatan suhu akan menurunkan nilai T pada tanaman tomat sebesar 6 hari dan pada tanaman cabai sebesar 2,71 hari, kecuali pada gulma babadotan peningkatan suhu akan menaikan nilai T sebesar 1,71 hari. Peningkatan suhu akan meningkatkan nilai DT pada tanaman cabai sebesar 0,45 hari dan pada gulma babadotan sebesar 1,48 hari, kecuali pada tanaman tomat peningkatan suhu akan menurunkan nilai DT sebesar 0,83 hari.
Saran Perlu dilakukan penelitian tentang neraca kehidupan pada kisaran suhu yang lebih luas, yaitu > 21 oC dan < 31 oC, serta pada berbagai jenis tanaman budidaya dan jenis gulma lainnya. Selain itu, pengaturan suhu siang dan malam pada growth chamber dibedakan, saat malam suhunya dapat diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
[CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2005. Corp protection compendium 2005 [CD-ROM]. Wallingford, UK: CAB International. [Ditlin] Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2008. Kutukebul (Bemisia tabaci Genn). http://www.ditlin.hortikultura.go.id/opt/tomat/kt_ kebun.htm [15 Juni 2009]. Agrios G. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Ed ke-3. Munzir Busnia, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Pathology. Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2002. Transmission of an Indonesian isolate of Tobacco leaf curl virus (Geminivirus) by Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae). Plant Pathology 18:231-236. Birch LC. 1948. The intristic rate of natural increase of an insect population. The Journal of Animal Ecology 17:15-26. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Cahyono B. 2008. Tomat. Yogyakarta: Kanisius. Gameel OJ. 1977. Bemisia tabaci (Genn). Di dalam: Kranz J, Schumutterer H, and Koch W, editor. Diseases, Pests, and Weeds in Tropical Crops. New York: John Willey and Sons. hlm 320-322. Hendrival. 2010. Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae): Kisaran inang, dinamika populasi, dan kelimpahan musuh alami di area pertanaman cabai merah di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Provinsi DIY [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hidayat P, Aidawati N, Hidayat SH, Sartiami D. 2008. Tanaman indikator dan teknik RAPD-PCR untuk penentuan biotipe Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 19:44-53. Hill D. 1987. Agriculture Insect Pests of the Tropics and Their Control. Cambrige: Cambridge University Press. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kogan M. 1982. Plant resistance in pest management. Di dalam: RL. Metcalf and WH. Luckmann, editor. Introduction to Insect Management. New York: John Wiley and Sons. hlm 73-128.
Kurniawan HA. 2007. Neraca kehidupan kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) biotipe-B dan non-B pada tanaman mentimun (Curcumis sativus L.) dan cabai (Capsicum annum L.) [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Meliansyah R. 2010. Peranan gulma sebagai inang alternatif geminivirus di pertanaman cabai di Jawa [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Moenandir J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Jakarta: Rajawali Press. Morgan D, Walters KFA, Aegerter JN. 2001. Effect of temperatur and cultivar on pea aphid, Acyrthosiphon pisum (Hemiptera: Aphididae) life history. Bulletin of Entomological Research 91:47-52. Naranjo SE, Ellsworth PC. 2005. Mortality dinamics and population regulation in Bemisia tabaci. Entomologia Exsperimentalis et Applicata 116:93-108. Prajnanta, F. 1999. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya. Price PW. 1975. Insect Ecology. Ed ke-2. New York: John Wiley and Sons. Purbosari S. 2008. Neraca kehidupan kutu kebul, Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) pada suhu 23 oC, ruang, dan 29 oC [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Schoonhoven LM, Loon JJA van, Dicke M. 2005. Insect Plant Biology. United Kingdom: Oxford University Press. Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Setiawati W, Udiarto BK, Soetiarso TA. 2007. Selektivitas beberapa insektisida terhadap hama kutukebul (Bemisia tabaci Genn.) dan predator Menochilus sexmaculata. Jurnal Hortikultura 17(2):168-174. Shivanathan P. 1983. The epidemiology of three diseases caused by whiteflyborne pathogens. Di dalam: Plumb RT, Thresh JM, editor. Plant Virus Epidemiology. United Kingdom: Oxford University Press. hlm 323-330. Smith RL. 1990. Ecology and Field biology. Ed ke-4. New York: Harper Collins Publisher. Sudiono. 2003. Deteksi symtomolgy dan teknik PCR virus gemini asal tanaman tomat. Jurnal Agritek 11(4):537-544 Sudiono, Yasin N. 2006. Karakteristik kutukebul (Bemisia tabaci) sebagai vektor virus gemini dengan teknik PCR-RAPD. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 6(2):113-119. Sukamto, et al. 2005. Begomoviruses associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. Journal of Phytopathology 153 (9):562-566. Wang K, Tsai JH. 1996. Temperature effect on development and reproduction of silverleaf whitefly (Homoptera: Aleyrodidae) . Annals of the Entomological Society of America 89(3):573-579.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1 Lama stadia dan keperidian B. tabaci pada suhu 25 oC
150
Tanaman tomat Hari Periode lx ke(hari) 0-6 7,01±1,06 1
Instar 1
148
7-11
5,18±2,40
0,99
-
149
6-10
5,60±1,91
0,99
-
148
6-8
2,59±0,66
0,99
-
Instar 2
112
12-15
4,13±1,42
0,75
-
126
11-13
3,79±1,44
0,84
-
141
9-11
2,68±0,55
0,94
-
Instar 3
91
16-19
4,46±2,02
0,61
-
112
14-16
3,89±1,80
0,75
-
140
12-14
3,65±1,01
0,93
-
Pupa
55
20-24
5,36±1,18
0,37
-
88
17-20
4,78±2,17
0,59
-
136
15-18
4,23±1,12
0,91
-
Imago Jantan
30
25-38
9,53±2,36
0,20
-
42
21-39
7,71±3,56
0,28
-
59
19-34
9,56±3,14
0,40
-
Betina
24
25-38
9,08±2,19
0,16
-
27
21-39
8,63±3,32
0,18
-
45
19-34
9,11±2,61
0,30
-
Prapeneluran
24
25-27
1,67±0,56
0,16
-
27
21-22
1,44±0,51
0,18
-
45
19-20
1,40±0,50
0,30
-
Peneluran
24
27-38
7,00±1,89
0,16
89,55
27
22-39
7,15±3,24
0,18
77,30
45
20-34
7,69±2,57
0,30
99,39
Jenjang Telur
n
mx
n
-
150
Tanaman cabai Hari Periode lx ke(hari) 0-5 6,18±1,03 1
mx
n
-
150
Gulma babadotan Hari Periode lx ke(hari) 0-5 6,35±0,75 1
mx -
Nimfa
Keterangan: (n) jumlah individu yang bertahan hidup, (lx) individu yang hidup pada umur ke-x, (mx) keperidian individu pada umur ke-x.
Tabel Lampiran 2 Lama stadia dan keperidian B. tabaci pada suhu 29 oC
150
Tanaman tomat Hari Periode lx ke(hari) 0-4 5,85±2,30 1
Instar 1
143
5-6
2,41±1,24
0,95
-
137
5-7
2,99±1,20
0,91
-
142
5-7
2,83±0,38
0,95
-
Instar 2
132
7-9
3,07±1,34
0,88
-
116
8-10
3,27±0,65
0,77
-
142
8-10
3,43±1,27
0,95
-
Instar 3
115
10-13
4,45±2,06
0,77
-
103
11-14
5,00±2,07
0,69
-
114
11-14
4,83±1,67
0,76
-
Pupa
96
14-18
4,94±1,35
0,64
-
62
15-19
4,60±0,88
0,41
-
74
15-19
5,03±0,78
0,49
-
Imago Jantan
38
19-34
7,00±1,95
0,25
-
31
20-32
6,77±1,71
0,21
-
32
20-32
6,94±1,64
0,21
-
Betina
29
19-34
8,62±2,34
0,20
-
28
20-32
8,11±2,45
0,19
-
35
20-32
8,17±1,77
0,23
-
Prapeneluran
29
19-20
1,17±0,38
0,20
-
28
20-21
1,00±0,00
0,19
-
35
20-21
1,09±0,28
0,23
-
Peneluran
29
20-34
7,45±2,47
0,20
91,36
28
21-32
7,11±2,45
0,19
52,82
35
21-32
7,03±1,64
0,23
64,15
Jenjang Telur
n
mx
n
-
150
Tanaman cabai Hari Periode lx ke(hari) 0-4 5,35±1,85 1
mx
n
-
150
Gulma babadotan Hari Periode lx ke(hari) 0-4 5,94±2,16 1
mx -
Nimfa
Keterangan: (n) jumlah individu yang bertahan hidup, (lx) individu yang hidup pada umur ke-x, (mx) keperidian individu pada umur ke-x.
Tabel Lampiran 3 Siklus hidup B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC Hari o
Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Tomat 25 26 24 26 28 31 30 30 28 28 28 28 25 29 23 28 26 24 27 29 29 27 28 28 -
25 C Cabai 23 23 24 25 24 21 23 29 25 30 26 25 25 23 23 26 25 23 28 28 26 24 23 27 22 24 23 -
Babadotan 21 23 23 23 21 23 23 23 22 19 19 21 20 19 21 22 20 21 21 19 19 23 23 19 18 23 23 22 20 20 25 21 23 22 22 21 22
Tomat 22 19 21 19 21 20 21 20 20 20 22 19 21 22 23 22 24 22 24 19 19 19 19 19 20 19 19 22 21 -
25 oC Cabai 20 22 22 21 21 22 21 22 21 20 20 21 21 20 19 22 21 20 22 22 22 22 21 20 22 22 20 21 -
Babadotan 23 23 22 23 23 21 23 22 23 25 24 23 24 21 23 22 22 24 23 21 23 22 22 22 24 22 22 23 22 22 24 23 21 23 24 -
Tabel Lampiran 3 Siklus hidup B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC Hari o
Individu 38 39 40 41 42 43 44 45 Total Rataan Stdev
Tomat 655 27,29 2,05
25 C Cabai 668 24,74 2,19
Babadotan 21 22 22 23 23 21 22 22 966 21,47 1,55
Tomat 598 20,62 1,57
25 oC Cabai 590 21,07 0,90
Babadotan 794 22,69 0,99
Tabel Lampiran 4 Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC
Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Hari Cabai
Tomat Lama hidup 33 37 32 32 36 37 33 35 32 37 33 36 33 35 25 33 31 32 34 36 33 33 35 36
Prapeneluran Peneluran 2 1 3 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2
9 9 9 6 6 6 4 6 5 10 5 9 9 7 3 6 6 9 7 8 5 7 8 9
Lama hidup 32 24 34 32 36 32 23 35 29 35 27 34 25 29 34 32 29 27 35 35 34 24 31 31
Babadotan
Prapeneluran
Peneluran
1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 2 1
9 2 11 8 13 12 1 7 5 6 2 10 1 7 12 7 5 5 8 8 9 − 8 9
Lama hidup 26 27 33 31 30 28 27 30 32 21 24 30 30 30 26 31 28 28 28 23 20 34 27 30
Prapeneluran
Peneluran
1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2
6 5 11 9 10 6 5 8 11 3 6 10 11 12 6 10 9 8 8 5 2 12 5 12
Tabel Lampiran 4 Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC
Individu 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total Rataan Stdev
Hari Cabai
Tomat Lama hidup − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 809 33,71 2,61
Prapeneluran
Peneluran
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 40 1,67 0,56
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 168 7,00 1,89
Lama hidup 34 25 31 30 − − − − − − − − − − − − − − − − − 859 30,68 3,92
Babadotan
Prapeneluran
Peneluran
2 1 2 1 − − − − − − − − − − − − − − − − − 40 1,43 0,50
8 4 8 8 − − − − − − − − − − − − − − − − − 193 7,15 3,24
Lama hidup 25 28 29 27 26 25 33 25 24 29 29 29 32 25 29 30 32 28 28 30 31 1268 28,18 3,08
Prapeneluran
Peneluran
1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 63 1,40 0,50
8 6 7 6 7 6 9 5 2 8 7 9 11 5 8 9 10 6 8 9 10 346 7,69 2,57
Tabel Lampiran 5 Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 oC
Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Hari Cabai
Tomat Lama hidup 26 26 28 26 31 20 27 26 25 28 29 29 25 26 27 26 30 30 34 23 28 22 25 27
Prapeneluran Peneluran 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
5 8 8 8 11 1 6 7 6 9 8 11 5 5 5 5 7 9 11 5 10 4 7 9
Lama hidup 25 29 31 27 29 22 27 29 28 25 27 30 29 27 23 22 26 23 29 27 26 31 29 27
Babadotan
Prapeneluran
Peneluran
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 8 10 7 9 1 7 8 8 6 8 10 9 8 5 1 6 4 9 6 5 10 9 8
Lama hidup 26 31 27 30 31 26 30 29 30 29 32 29 30 27 32 29 30 29 28 27 28 29 28 30
Prapeneluran
Peneluran
1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 9 6 8 9 6 8 7 8 6 8 7 7 7 10 8 9 6 6 7 6 8 7 9
Tabel Lampiran 5 Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 oC
Individu 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total Rataan Stdev
Hari Cabai
Tomat Lama hidup 28 29 27 28 30 − − − − − − − − − − − − − − − − 786 27,10 2,78
Prapeneluran
Peneluran
1 1 1 1 1 − − − − − − − − − − − − − − − − 34 1,17 0,38
9 11 9 7 10 − − − − − − − − − − − − − − − − 216 7,45 2,47
Lama hidup 30 30 23 29 − − − − − − − − − − − − − − − − − 760 27,14 2,69
Babadotan
Prapeneluran
Peneluran
1 1 1 1 − − − − − − − − − − − − − − − − − 28 1,00 0,00
9 9 4 9 − − − − − − − − − − − − − − − − − 199 7,11 2,45
Lama hidup 27 30 28 31 28 27 25 27 27 30 30 − − − − − − − − − − 1007 28,77 1,75
Prapeneluran
Peneluran
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 − − − − − − − − − − 38 1,09 0,28
4 9 7 8 7 6 2 5 7 8 7 − − − − − − − − − − 246 7,03 1,64
Tabel Lampiran 6 Keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC Butir Telur o
Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Tomat 58 45 50 38 35 46 38 48 42 55 33 48 58 46 14 47 46 54 42 46 42 61 54 57 − − − − − − − − − − − − − − − − − − −
25 C Cabai Babadotan 51 44 15 27 77 63 34 41 70 50 65 45 1 26 31 50 42 63 33 30 21 49 40 60 1 67 40 59 42 56 45 63 28 64 27 53 49 45 40 41 36 2 0 78 42 27 37 61 38 59 21 33 29 33 42 34 − 73 − 43 − 60 − 31 − 16 − 48 − 59 − 62 − 57 − 40 − 46 − 52 − 67 − 50 − 58
Tomat 35 44 43 54 60 2 40 38 38 47 38 54 33 41 24 41 43 43 64 31 64 27 44 43 56 56 51 40 51 − − − − − − − − − − − − − −
29oC Cabai 28 31 42 35 33 4 32 38 36 30 36 34 37 44 26 2 37 24 45 30 24 42 37 40 40 38 29 50 − − − − − − − − − − − − − − −
Babadotan 14 52 36 47 48 37 51 53 51 25 40 41 36 41 49 52 51 40 46 49 40 48 48 57 26 50 37 40 45 51 3 32 38 43 49 − − − − − − − −
Tabel Lampiran 6
Keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC dan 29 oC Butir Telur o
Individu 44 45 Total Rataan
Tomat − − 1103 45,96
25 C Cabai Babadotan − 62 − 70 997 2217 35,61 49,27
Tomat − − 1245 42,93
29oC Cabai − − 924 33,00
Babadotan − − 1466 41,89
Tabel Lampiran 7 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC Pengamatan kelas umur (x) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Individu yang hidup (lx) Tomat Cabai Babadotan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,99 1 1 0,99 1 0,97 0,96 1 0,97 0,91 1 0,97 0,90 0,97 0,93 0,87 0,91 0,93 0,84 0,90 0,93 0,78 0,89 0,93 0,75 0,89 0,93 0,75 0,83 0,93 0,69 0,78 0,91 0,65 0,76 0,91 0,60 0,75 0,87 0,56 0,72 0,74 0,52 0,65 0,72 0,45 0,63 0,70 0,43 0,55 0,65 0,36 0,50 0,62
Jumlah keturunan betina (mx) Tomat Cabai Babadotan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,00 0 0 6,29 0 0 5,82 0 6,00 7,95 0 3,00 8,34 8,00 4,30 7,07 3,33 6,38 7,54 6,80 6.53 8,20
Tomat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,57 1,42 2,45
lxmx Cabai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,32 1,94 2,69 3,53 3,26
Babadotan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,25 5,70 5,04 5,88 6,01 4,95 4,92 5,08
Tabel Lampiran 7 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 oC Pengamatan kelas umur (x) 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Individu yang hidup (lx) Tomat Cabai Babadotan 0,35 0,43 0,56 0,35 0,39 0,51 0,34 0,35 0,47 0,34 0,34 0,35 0,34 0,29 0,27 0,33 0,25 0,19 0,29 0,21 0,13 0,27 0,14 0,07 0,22 0,11 0,02 0,18 0,05 0 0,13 0,03 0 0,07 0,02 0 0,02 0,01 0 0 0,01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah keturunan betina (mx) Tomat Cabai Babadotan 6,57 5,44 6,11 6,89 5,63 5,52 6,41 5,63 4,79 7,30 5,30 4,14 6,73 6,17 4,12 7,04 4,59 3,33 6,29 3,92 4,50 7,71 3,10 1,67 6,33 3,70 6,00 3,75 3,60 0 5,40 4,00 0 1,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tomat 2,32 2,39 2,18 2,48 2,29 2,35 1,84 2,05 1,39 0,68 0,72 0,07 0 0 0 0 0 0 0 0
lxmx Cabai 2,32 2,18 1,95 1,80 1,81 1,16 0,81 0,43 0,42 0,19 0,11 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Babadotan 3,42 2,79 2,24 1,44 1,13 0,62 0,57 0,11 0,12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel Lampiran 8 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 oC Pengamatan kelas umur (x) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Individu yang hidup (lx) Tomat Cabai Babadotan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,99 1 1 0,99 1 1 0,91 1 0,97 0,88 1 0,94 0,88 1 0,91 0,85 1 0,89 0,79 0,96 0,86 0,77 0,91 0,85 0,72 0,87 0,81 0,67 0,81 0,77 0,64 0,75 0,71 0,61 0,70 0,67 0,58 0,68 0,63 0,51 0,57 0,58 0,45 0,49 0,53 0,42 0,46 0,48 0,39 0,45 0,42 0,37 0,45 0,37 0,34 0,44 0,35 0,30 0,43
Jumlah keturunan betina (mx) Tomat Cabai Babadotan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,10 2,00 0 7,20 4,50 0 5,68 6,89 7,00 5,36 5,11 7,80 5,52 5,19 6,39 6,69 4,43 5,09 4,69 3,43 7,57
Tomat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,50 4,18 2,99 2,57 2,32 2,45 1,66
lxmx Cabai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,03 2,01 2,89 2,01 1,94 1,51 1,03
Babadotan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,22 3,54 2,85 2,24 3,28
Tabel Lampiran 8 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 oC Pengamatan kelas umur (x) 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Individu yang hidup (lx) Tomat Cabai Babadotan 0,28 0,25 0,40 0,19 0,21 0,36 0,13 0,13 0,29 0,09 0,11 0,21 0,06 0,05 0,13 0,03 0,03 0,05 0,01 0,01 0,01 0,01 0 0 0,01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah keturunan betina (mx) Tomat Cabai Babadotan 5,65 5,71 6,71 6,13 4,32 5,81 6,69 2,77 5,68 3,25 3,67 4,42 4,40 3,80 3,93 4,00 1,00 1,75 8,00 0 2,00 7,00 0 0 4,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tomat 1,58 1,14 0,89 0,30 0,26 0,11 0,11 0,05 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
lxmx Cabai 1,45 0,89 0,37 0,42 0,20 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Babadotan 2,68 2,09 1,63 0,91 0,52 0,09 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0