Akbar Kasmiati
Kitab Jurus Petir
Penerbit bukdakong
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
DAFTAR ISI Kitab Jurus Petir [5] Rentetan Tembakan [14] Hujan Mulai Turun [25] Sandal Jepit [33] Surat dari Kegelapan [50] Serigala dan Senja [58] Senja Berkabut, Azan Subuh dan Prasangka [65] Sunre Melarikan Diri dan Api Melahap Istri dan Dua Anaknya [74] J e b a k [80] Tiga Anak Memenggal Doa [89] Pengeras Suara [95] Perihal Pengarang [100]
2
Kitab Jurus Petir
A
ku harus memusnahkan kitab jurus petir. Jika seorang pendekar menguasai kesepuluh jurus petir dalam kitab itu, ia akan sejahat iblis, sekalipun pendekar itu dari golongan putih. Adalah Pendekar Bumi, gurunya guruku, yang mempelajari kitab jurus petir. Ketika sampai pada jurus kesepuluh, ia membunuh seluruh keluarga dekatnya dan juga murid-muridnya. Itu merupakan syarat untuk menguasai jurus kesepuluh: petir naga. Namun Pendekar Bumi gagal membantai seluruh muridnya. Guruku dan seorang saudara seperguruannya berhasil melarikan diri. Setelah itu, Pendekar Bumi membangun aliansi pendekar untuk membunuh raja. Pendekar yang tak ingin bergabung dibunuh. Dan kebanyakan yang dibunuh adalah pendekar dari golongan putih. Dalam jangka lima tahun, Pendekar Bumi berhasil menghimpun banyak pendekar dari golongan hitam. Aliansi itu pun menjelma sebagai kekuatan menakutkan sehingga kerajaan terus memperkokoh dirinya dengan perlengkapan perang dan prajurit tangguh. Sebenarnya para pendekar dari golongan hitam itu hanya berpura-pura taat pada Pendekar 3
Bumi. Mereka bergabung untuk menguasai wilayah, harta, dan merebut kitab jurus petir. Pendekar dari golongan putih yang berhasil lolos dari pembunuhan Pendekar Bumi juga membentuk kelompok. Mereka hanya bertujuan untuk membinasakan Pendekar Bumi dan memusnahkan kitab jurus petir agar dunia persilatan kembali damai. Guruku dan saudara seperguruannya turut bergabung dalam kelompok itu. Sebelum aliansi itu membunuh raja, kelompok pendekar golongan putih harus menumpas aliansi dan Pendekar Bumi. Sebab jika tidak, kekuatan perang aliansi akan mengambil alih kekuatan militer kerajaan hinga semakin kuat. Merekapun merancang taktik untuk membunuh Pendekar Bumi. Dan yang menjadi dasar mereka dalam merancang taktik adalah tidak terbunuhnya guruku dan saudara seperguruannya. Mereka menganggap pendekar bumi tidak menguasai jurus naga petir dengan sempurna. Jadi jika Pendekar Bumi menggunakannya, ia akan membunuh dirinya sendiri. Pendekar Bumi harus terus dipancing untuk menggunakan jurus petir naga dengan menghindar dan menangkis saja. Sebab jurus petir pertama sampai kesembilan hanya untuk serangan jarak dekat. Sedang jurus petir kesepuluh untuk serangan jarak jauh. Jadi dengan terus menghindar dan menangkis, 4
Pendekar Bumi akan terpancing menggunakan jurus petir kesepuluh. Selama sehari semalam Pendekar Bumi menyerang dengan beringas. Guruku dan saudara seperguruannya hanya bisa ...….
5
Rentetan Tembakan
S
uara rentetan tembakan yang terdengar keras itu membangunkanku dari tidur siangku. Seperti ada pertempuran yang terjadi di dalam rumah. Aku menuju ke ruang tengah. Di sana, cucuku biasa bermain game counter strike. Ketika sampai, komputer itu tetap membisu. Baru kuingat, jam segitu cucuku belum datang dari kampus. Mungkin saja rentetan tembakan ini dari area pelatihan tempur dekat kompleks perumahanku. Tapi suaranya seperti sangat dekat. Aku kembali tidur. Ketika gelap malam menyusup ke ventilasi kamar, aku baru terbangun. Rentetan tembakan itu masih terdengar namun tak sekeras tadi siang. Tidak biasanya para tentara itu latihan hingga malam. Suara rentetan tembakan itu terdengar sayup namun begitu menganggu. Kunyalakan radio. Berita tentang korupsi menghambur dari sana. Uh, korupsi lagi. Jika aku jadi pemerintah, kubiarkan saja. Negara ini tak akan berjalan tanpa korupsi. Tapi suara radio tak mampu mengalahkan suara rentetan tembakan itu. Kunyalakan tv. Suara radio dan tv bertabrakan. Berita malam kembali mengabarkan pejabat yang kawin siri. Tak usah diributkan, kita semua jangan munafik. Tukang becak pun bila diberi kesempatan kawin siri 6
dengan janda muda tak akan menolak. Tapi suara rentetan tembakan itu masih terdengar sayup. Security kompleks telah memukul tiang listrik dua kali, tentara itu masih saja memuntahkan peluru. Apakah mereka tak lelah? Ataukah mereka sudah betul-betul tak memperhitungkan bahwa peluru yang mereka hamburkan itu dari uang rakyat? Jika aku masuk menegur mereka, apakah mereka akan berhenti? Bisa jadi mereka hanya akan berkata: seperti bapak tak pernah jadi prajurit saja. Jujur, itulah yang paling kusenangi dulu: menenteng senjata, apalagi menembakkannya. Aku bisa melihat pancaran ketakutan dari mata warga sipil. Mereka harus takut pada kami. Menegur pun mereka harus terima akibatnya. Seperti yang pernah dialami seorang warga bernama Sunre. Ia menegur anakku yang ugal-ugalan mengendarai motor hingga menyerempet seorang bocah yang sedang belajar bersepeda. Bocah itu jatuh, kepalanya berdarah. Anakku yang tersinggung melapor kepadaku. Aku datang ke rumah Sunre dan pada waktu itu ia sedang makan. Kuseret ia ……
7
Hujan Mulai Turun
A
ku sudah berusaha menunjukkan cintaku pada Sunre tapi ia tetap tak tahu. Aku jatuh cinta padanya sejak kelas satu SMA. Dan saat naik ke kelas dua, Sunre memilih jurusan ilmu sosial, aku juga ikut memilih jurusan itu. Padahal wali kelasku menyarankan agar aku masuk jurusan ilmu alam sebab nilai mata pelajaran ilmu alamku mendukung. Setiap ada pekerjaan rumah, aku selalu rela memberi contekan pada Sunre. Bahkan pernah, ketika ada PR Matematika dan aku belum menyelesaikannya karena tak tahu jawabannya, aku rela menerobos hujan deras pada pukul setengah sebelas malam, menuju rumah Risma, teman sekelasku yang selalu ranking satu, yang letak rumahnya sekitar empat puluh rumah dari rumahku. Itu kulakukan agar aku dapat memberi contekan pada Sunre. Selain itu, di kelasku ada arisan sepuluh ribu tiap pekan. Jika Sunre lupa membayarnya maka aku yang membayarnya. Tapi Sunre tak kunjung tahu perasaanku. Aku pun selalu dengan senang hati meminjamkan pulpenku padanya. Aku memang sengaja membawa 8
tiga buah pulpen ke sekolah. Aku juga tak memintanya jika Sunre tak mengembalikannya. Semoga jika menatap pulpen-pulpenku yang tak ia kembalikan itu, ia mengingatku. Hingga kami naik kelas tiga dan akhirnya lulus, Sunre tak kunjung tahu perasaanku. Setelah tamat sekolah, Sunre merantau ke Malaysia. Tepat dengan hari kepergiannya ke rantau, di rumah, aku terus menatap fotonya di dalam telepon genggamku. Sebenarnya ingin sekali aku ke rumahnya, biarpun kami tak bertemu, asalkan aku melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. Selama sebulan sejak kepergian Sunre, aku kehilangan selera makan. Dalam mimpi, ia selalu datang menghampiri. Bahkan aku selalu memutar ulang videonya yang tersimpan di telepon genggamku. Video rekaman saat ia bermain tenis meja pada porseni sekolahku. Lima tahun berlalu, aku mendapat informasi yang begitu membahagiakan dari sepupu Sunre yang juga tetanggaku. Infonya adalah Sunre belum menikah dan ia hanya mau menikahi perempuan sekampungnya. Mungkinkah perempuan itu adalah aku. Semoga saja. Berdasarkan info itu, aku memutuskan untuk tidak menikah. Dan jika memang nanti Sunre tak memilihku, aku ingin dia dahulu yang menikah. Keputusanku ini memusingkan ibu karena telah ada 9
lima orang yang datang hendak mempersuntingku, tapi aku menolak. Setahun berlalu sejak aku memutuskan menunggu Sunre, sepupunya mengabarkan lagi bahwa lelaki idamanku itu akan pulang untuk menghadiri pernikahan adiknya. Dan yang paling membahagiakanku adalah calon suami adik Sunre itu adalah tetanggaku. Itu berarti aku memiliki ……..
DAPATKAN BUKUNYA HANYA DI:
nulisbuku.com
10