Hadirkan Cinta dalam Rumah Tangga
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
Image: aboutislam.net
Highlight Isi
Air Mata Az-Zahra ... 3 Hati siapa tidak pilu melihat orang yang dikasihi dizalimi. Ini pula yang dirasakan Fatimah Az-Zahra. Dia menangis tersedu, hatinya remuk redam, sedih bercampur marah, ketika melihat tubuh ayahanda yang sangat dimuliakannya, dipenuhi kotoran unta.
Membersihkan Najis ... 7 Pada edisi sebelumnya, kita telah membahas perihal macammacam najis. Adapun pada edisi kali ini kita akan membahas cara membersihkannya.
Air Mata Bunda “Satu tetes saja keluar dari mata mereka karena keburukan kita, seumur hidup tidak akan bahagia hidup kita, sebelum mereka memaafkannya.”
T
erkadang, aku ingin menangis melihat sosok Emak. Beliau tampak lebih tua, kulitnya yang dulu kencang kini sudah keriput, gerakannya yang dulu cepat kini sudah mulai lambat.
Jika melihat ke belakang, masa 25 tahun yang lalu, Emak adalah sosok perempuan yang tangguh. Sejak ditinggal wafat oleh suaminya awal tahun 80-an, Emak harus menjadi single parent dengan tujuh anak yang sebagian masih kecil. Dengan segala keterbatasannya Emak mengurus dan membimbing mereka sampai dewasa. Walau untuk itu, Emak harus bekerja banting tulang berjualan gado-gado. Namun, dia tidak pernah mengeluh. Dua puluh lima tahun berlalu, semua anak Emak sudah mandiri. Semuanya sudah menikah. Kehidupan ekonominya pun sudah makin baik. Dua orang anak Emak sudah menjadi PNS dengan penghasilan
yang lumayan. Tiga orang lainnya sudah bekerja di perusahaan swasta, dan dua anak wanitanya sudah menikah dan dibawa oleh suaminya masing-masing. Walau anak-anaknya telah mampu hidup mandiri, tetapi Emak berusaha untuk tidak menyusahkan mereka. Dalam shalatnya pun, doa untuk anakanaknya selalu dia dahulukan sebelum doa untuk dirinya sendiri. Pantang baginya untuk meminta, kalau diberi diterima, kalau tidak diberi ya tidak mengapa, begitu prinsip hidup yang dipegangnya. Dari tujuh anak Emak, anak yang kedualah yang paling maju dan paling sukses secara finansial. Penghasilannya lebih dari cukup sehingga dia bisa membeli mobil, motor, tanah, dan rumah yang nyaman anaknya. Tidak mengherankan jika kemudian dia menjadi tumpuan keluarga, baik dari pihak istri maupun keluarga dia sendiri. Sayangnya, dia kerap mengecewakan hati Emak. Jika diberi nasihat jarang mendengar, banyak ingkar janji, kerap berlaku tidak adil dalam memperlakukan Emak dibanding mertuanya. Yang lebih menyakitkan lagi adalah perlakuan istrinya (menantu Emak). Dia kerap memperlakukan mertuanya sebagai seorang pembantu. Namun, kasih sayang dan maaf seorang ibu bisa mengalahkan segalanya. Walau banyak disakiti, akan tetapi Emak senantiasa mendoakan keselamatan bagi anak-anaknya. Sejatinya, kesedihan dan keluhan seorang ibu terhadap perlakuan anaknya, meski tidak terungkap secara lisan, akan mampu melahirkan bala bencana. Ini pula yang terjadi pada anak keduanya itu. Walau secara materi berkecukupan, akan tetapi hidupnya seakan tidak tenang, banyak masalah, anak-anaknya sulit diatur, dan sebagainya. Padahal, dia termasuk orang dermawan dan rajin ibadah. Puncak masalah baginya terjadi di tempat kerja. Dia dituduh terlibat skandal suap yang melibatkan sejumlah pejabat sehingga dia harus terlempar dari pekerjaannya yang terkenal ”basah”. Padahal, dalam kasus tersebut dia tidak bersalah. Dia pun dikenal sebagai karyawan yang berdedikasi tinggi dan berprestasi.
2
anak-anaknya ada dua macam, ada yang disebabkan rasa iba dan kasihan. Hal ini dilakukan oleh kedua orang tua meskipun anak-anaknya kurang berbakti kepada mereka. Ada lagi doa dari orangtua diucapkan dari lubuk hati yang paling dalam, doa tersebut merupakan ungkapan rasa senang, puas, ridha dan kagum kepada perbuatan dan bakti anak mereka). Surat pemecatan sudah hampir ditandatangani pun mendadak mengalami penundaan. Pada saat genting itu, salah seorang kerabat menasihati anak kedua Emak dan istrinya untuk meminta maaf kepada Emak. Nasihat itu segera dilaksanakan. Di hadapan Emak mereka menangis, memohon ampun dan maaf atas segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Apa yang terjadi kemudian? Surat pemecatan itu tidak jadi ditandatangani, ada semacam peninjauan kembali. Sebagai gantinya, dia hanya diberi sanksi mutasi kerja ke bagian lain. Begitulah, betapa dahsyatnya doa dan air mata orangtua. *** Tetes-tetes air mata mengomunikasikan sejumput pesan dengan makna tertentu. Dia mengekspresikan suasana hati yang terdalam, entah sedih, gembira, takut, sakit, dan sebagainya. Itulah mengapa nilai air mata begitu istimewa, khusus, serta berkesan. Bukankah hati hanya bisa disentuh oleh hati lagi? Maka jangan heran, jika air mata bisa meluluhkan hati yang keras, serta menaklukkan sesuatu yang tidak bisa ditaklukkan dengan pedang. Sesungguhnya, air mata pun bisa menjadi alat komunikasi yang sangat canggih antara seorang hamba dengan Tuhannya. Betapa tidak, tetesan air mata di jalan Allah bisa memadamkan kobaran api neraka. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan masuk neraka, seseorang yang menangis karena takut kepada Allah”. Air mata pun bisa mendatangkan pertolongan Allah di akhirat kelak.
Mendengar kabar itu, kesehatan Emak langsung drop. Dalam kepiluan terselip sebuah ungkapan tulus, ”Duh Gusti, andai bencana yang menimpa anakku itu disebabkan karena dosa-dosanya kepadaku, selamatkanlah dia, karena aku sudah memaafkannya.”
Namun, air mata pun bisa mendatangkan bencana. Nabi kita mengingatkan, “Takutlah engkau akan doa (dan air mata) orang-orang yang dizalimi, sesungguhnya tiada lagi jarak pemisah antara Allah dengan orang tersebut.” (HR At-Tirmidzi). Terlebih jika yang disakiti tersebut adalah orangtua sendiri. Satu tetes saja keluar dari mata mereka, seumur hidup tidak akan bahagia hidup kita, sebelum mereka memaafkannya. Bukankah keridhaan Allah Ta’ala ada dalam keridhaan orangtua? ***
(Doa ini mengingatkan kita pada nasihat Prof. Abdul Karim Bakkar, “Doa kedua orangtua untuk
* Dikutip dari 114 Kisah Ijabahnya Doa, Tauhid Nur Azhar dan Emsoe Abdurrahman.
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
SHIRAH NABI
Air Mata Az-Zahra “Jika melihat itu, emosinya tergugah dan akan terungkapkan dalam bentuk tangisan. Hatinya begitu halus, lembut, dan penuh rasa cinta.” ati siapa tidak pilu melihat orang yang dikasihi dizalimi. Ini pula yang dirasakan Fatimah Az-Zahra. Dia menangis tersedu, hatinya remuk redam, sedih bercampur marah, ketika melihat tubuh ayahanda yang sangat dimuliakannya, dipenuhi kotoran unta. Tanpa mempedulikan bau yang menyengat, dengan tangannya sendiri dia bersihkan kotoran yang menempel di punggung, rambut dan wajah Rasulullah.
H
Sambil menangis terisak, Fatimah mengutuk Abu Jahal dan teman-temannya yang berlaku tak senonoh itu berkali-kali. Rasul sendiri tetap tenang bahkan menghibur buah hatinya tersebut. Beliau kemudian berdoa, “Ya Allah, bagian-Mu untuk membinasakan Quraisy (tiga kali). Ya Allah, bagianMu untuk membinasakan Uthbah, Uqbah, Abu Jahal, dan Syaibah.” (HR Ath-Thabrani dan Al-Bazzar) Kisah ini berawal ketika para dedengkot kafir Quraisy merencanakan teror mental kepada Rasulullah saw. Ketika itu beliau tengah berada di Masjidil Haram, sedangkan Abu Jahal bin Hisyam, Syaibah dan Uthbah bin Rabi’ah, Uqbah bin Abi Mu’aith, Umayyah bin Khalaf dan dua lelaki lain, mereka berada di sekitar Hajar Aswad. Ketika itu, Rasulullah saw. sedang menunaikan shalat, sudah menjadi kebiasaan beliau untuk memperpanjang sujudnya. Abu Jahal berkata pada teman-temannya, “Siapakah di antara kalian yang mau datang ke tempat penjagalan hewan bani Fulan, lalu membawa kemari tinja, lalu kita taruh di tubuh Muhammad?” Kemudian, berangkatlah Uqbah bin Abi Mu’aith. Dia datang dengan membawa setumpuk tinja unta lalu menghampiri Nabi yang tengah bersujud, lalu menaruh kotoran berbau busuk tersebut di punggungnya. Sebenarnya Ibnu Mas’ud berada di dekat Rasulullah saw. Namun, dia tidak bisa berbuat banyak melihat tingkah laku orang-orang kafir tersebut. Ibnu Mas’ud berkata, “Aku berdiri, tanpa bisa berbuat apa-apa, tidak punya kekuatan untuk
mencegah. Aku pun pergi, tiba-tiba aku melihat Fatimah datang dan membuang kotoran itu dari tubuh ayahandanya, lalu menghadap orang-orang Quraisy itu dan memarahi mereka”. Tidak hanya sekali Fatimah mendapati ayahandanya terzalimi. Jika melihat itu, emosinya tergugah dan terungkapkan dalam bentuk tangisan. Hatinya begitu halus, lembut dan penuh rasa cinta. Suatu kali dalam perang Uhud, Rasulullah saw. terkena lemparan tombak sehingga beliau terluka dan darahnya bercucuran. Sekali lagi Fatimah menangis. Lalu, dengan penuh kasih dia merawat ayahandanya itu. Dia basuh lukanya, tapi darah masih terus mengalir. Kemudian dia menyobek pakaiannya, lalu dibakar, dan debunya dia gunakan sebagai penutup luka Rasulullah saw. *** Sejarah mencatat, Fatimah lahir dan dibesarkan oleh dua orang mujahid dan mujahidah teragung, Muhammad Al-‘Amin dan Khadijah Ath-Thahirah. Dia lahir dari rahim wanita suci pada Jumat, 20 Jumadil Akhir, tahun kelima masa kenabian. Ketika pertama membuka mata, ayah dan bundanya tengah berjuang menyebarkan cahaya Islam kepada kaumnya yang jahil. Ketika Fatimah berada dalam ayunan ibunya, kaum kafir Quraisy tengah sengitsengitnya mengintimidasi dan meneror ayah dan para sahabat yang mengikutinya. Ketika berusia dua tahun, keluarganya terkena pemboikotan. Mereka diusir dari rumah-rumahnya, lalu digiring untuk menempati sebuah lembah tandus bernama perkampungan Shi’bi Abi Thalib. Mereka terasing di negerinya sendiri. Kaum kafir Quraisy melarang kabilah lain untuk melakukan interaksi apa pun dengan kaum Muslim, termasuk berdagang, bersosialisasi, menjalin hubungan pernikahan, dan mengirimkan makanan. Pemboikotan keji itu berlangsung tiga setengah tahun lamanya, tiada makanan, tempat tinggal, dan penghidupan yang layak di sana, sehingga orang-orang beriman nyaris mati kelaparan.
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
3
SHIRAH NABI Dalam kondisi seperti itulah Fatimah kecil dibesarkan. Dengan mata kepalanya, dia melihat sendiri betapa beratnya perjuangan ayahnya menegakkan kebenaran. Dia melihat sendiri tangis kelaparan dari saudara-saudaranya seiman, bahkan dia pun merasakan kelaparan itu. Penderitaan yang Fatimah alami tidak berhenti sampai di sini. Tidak lama setelah bebas dari pemboikotan, ibundanya; Khadijah Ath-Thahirah, berpulang ke hadirat Allah. Padahal, saat itu usia Fatimah belum genap enam tahun. Kesusahan dan kesedihan akibat tiada makanan, tidaklah sebanding dengan kesedihan ditinggal wafat ibunda tercinta. Dia harus rela melepas dekapan penuh cinta seorang bunda. Dia harus kehilangan sesosok ibu yang senantiasa sabar mendengarkan, berbagi cerita dan tawa. Inilah momen sedih yang menandai semakin
4
dekatnya Fatimah dengan ayahandanya. Rasulullah saw. bukan lagi seorang ayah, tapi juga ibu bagi Fatimah, yang dengan telaten mengurus serta membesarkan dirinya. Maka, tidak heran apabila Fatimah menjadi anak kesayangan, penghias mata dan penghibur hati Nabi. Setiap kali melihatnya, Rasulullah saw. langsung menyambutnya, mencium keningnya dan mendudukkannya di tempat duduknya. ‘Aisyah ra. mengungkapkan, “Tidak ada yang paling mirip dengan Rasulullah saw. dalam cara bicara, berjalan, dan duduknya selain Fatimah. Jika Fatimah datang, Rasulullah saw. menyambutnya dengan berdiri. Dia memegang tangan Fatimah dan mencium (di antara kedua matanya), lalu didudukkan dia di majelisnya.” (HR Muslim dan At-Tirmidzi). (Abie Tsuraya/ RSQ) ***
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
TAFAKUR
Bahasa Air Mata “Kedua mata ini akan mengalirkan butiran air mata, hati akan pilu, meski kami tetap senantiasa menerima takdir Tuhan kami ...!” (HR Al-Bukhari)
D
ibandingkan hewan, hampir semua yang keluar dari tubuh manusia tidak bisa dimanfaatkan, bahkan terkesan kotor. Sebab semuanya terkonotasi sebagai limbah atau sisa-sisa metabolisme tubuh. Walau demikian, ada satu “benda” yang keluar dari tubuh manusia yang tidak dianggap kotoran. Orang-orang pun tidak merasa jijik melihat. Apakah itu? Dialah “air mata”. Jarang orang merasa jijik dengan air mata. Ketika melihatnya, respons yang timbul malah sebaliknya, jiwa kita bisa terguncang tatkala bulir-bulir air mata—terlebih dari pelupuk mata orang yang kita cintai—berjatuhan. Sebaliknya, orang yang merasa “jijik” dengan air mata atau tidak mengeluarkan air mata ketika kondisi “mengharuskannya” menangis, dianggap sebagai orang yang keras hatinya. Sesungguhnya, Allah Ta’ala tidak pernah keliru menciptakan sesuatu. Dari tetesan-tetesan air mata ini saja, terkandung berjuta makna yang menyiratkan kasih sayang dan kemahaluasan ilmu Allah. Setidaknya ada dua fungsi penting air mata bagi manusia. Pertama, untuk melindungi dan menjaga kesehatan mata. Apa jadinya kalau mata kita tidak mengeluarkan air? Pasti tersiksa. Kita tidak akan macet sehingga tidak bisa mengedip. Akibatnya, benda-benda dari luar akan berlomba memasuki mata, mulai dari udara, radiasi cahaya, debu, bakteri, virus, dan lainnya. Mata pun akan terasa perih, panas dan sakit. Jika dibiarkan, kerusakan mata tinggal menunggu waktu saja. Dengan air mata pula mata terjaga kelembabannya serta terpenuhinya kebutuhan mata akan zat-zat yang diperlukan. Sebab air mata mengangkut unsur asam dan zat gizi ke mata. Air mata pun menjadi sarana untuk mengeluarkan unsur-unsur garam dalam tubuh.
Perum Sarimukti, Jl. H. Mukti No. 19A Cibaligo Cihanjuang Parongpong Bandung Barat 40559 | Telefax: +62286615556 Mobile: 081223679144 | PIN: 2B4E2B86 email:
[email protected] Web: www.tasdiqulquran.or.id
Kedua, sebagai alat komunikasi serta pengekspresian emosi. Ketika seorang manusia lahir misalnya, sampai beberapa masa tertentu, air mata yang mengiringi tangisan menjadi alat komunikasi utama. Air mata sangat ampuh untuk menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya. Dengan air matalah seorang anak bisa “memaksa” sang ibu untuk memberikan air susu serta aneka perhatian. Itulah air mata, sang pemilik bahasa tanpa kata. Kehadirannya mengekspresikan suasana hati yang terdalam. Dia bisa menyampaikan pesan yang justru tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun tulisan. Maka, di dalam tetes-tetes air mata ada tanda. Tanda apa? Itulah tanda kemahabesaran Zat Yang Mahakuasa, Allah Azza wa Jalla. ***
Penanggung Jawab: H. Dudung Abdulghani. Dewan Redaksi: Teh Ninih Muthmainnah, H. Dudung Abdulghani, Dr. Tauhid Nur Azhar, Yudi Firdaus. Pemimpin Redaksi: Emsoe Abdurrahman. Redaktur/ Reporter: Inayati Ashriyah, Abie Tsuraya. Layouter/Desainer: Mang Ule. Publikasi/Dokumentasi: Fajar Fakih, Yana Saputra. Sekretaris: Nita Yuliawati. Keuangan: Astri Febrianty. Marketing/Sirkulasi: Dadi Suryadi. email:
[email protected]
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
5
KONSULTASI KELUARGA Teh Ninih Muthmainnah dan Tim Konsultasi RSQ
Pernah Durhaka kepada Bunda Teteh, bagaimana cara menebus kesalahan kepada orangtua, terkhusus kepada ibu, sedangkan beliau sekarang sudah wafat. Dulu semasa hidup, saya seringkali menyakitinya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Beliau seringkali menangis karena ulah saya. Teh, sekarang saya sudah sadar dan mau memperbaiki diri. Saya takut Allah tidak ridha sehingga tidak mau mengampuni saya. Terima kasih. Jawab:
B
ismillah. Setiap orang memiliki masa lalu. Ada yang buruk. Ada pula yang baik. Namun, apapun masa lalunya, hal terpenting adalah bagaimana keadaan kita sekarang: apakah masih buruk atau tetap baik. Andaipun masa lalu kita jauh dari kebaikan, akan tetapi sekarang mulai berubah menuju kebaikan, atau bahkan sudah baik, insya Allah kita termasuk orang yang beruntung. Maka saudaraku, hadirnya kesadaran akan dosadosa yang pernah dilakukan kepada ibu adalah sebentuk kasih sayang Allah Ta’ala. Dia masih memberi kesempatan kita hidup agar bisa bertobat. Maka, saat jalan tersebut sudah ada di depan mata, kita jangan pernah mundur lagi. Tempuhlah jalan itu dengan penuh kesungguhan.
6
Bagaimana caranya? Pertama, azamkan dalam hati bahwa kita benarbenar bertobat. Lakukan shalat dua rakaat. Bersujudlah di hadapan-Nya. Akui dosa-doa kita terkhusus dosa kepada orangtua. Mohonkan ampunan-Nya. Lalu, perbanyaklah istighfar. Kedua, perbanyak amal saleh, baik yang bersifat mahdhah (ritual) ataupun muamalah. Cari tahu ibadah-ibadah apa yang disukai Allah Ta’ala, lalu kita berusaha untuk mendawamkannya. Insya Allah, aneka perbuatan baik kita bisa menghapus beragam perbautan buruk yang pernah kita lakukan. Ketiga, jaga tali silaturahim dengan kerabat, teman, atau guru Ibu kita. Jadikan diri kita sebagai orang yang menjaga dan melestarikan kebaikan yang pernah beliau lakukan selama hidup. Keempat, penuhi hajat orangtua yang belum sempat tertunaikan saat masih hidup. Misal, saat masih hidup ibu ingin menyumbang masjid, tapi beliau belum punya uang. Maka, sebagai anaknya, kita layak untuk menunaikan hajat beliau. Kelima, jangan pernah putus untuk mendoakannya, terkhusus setelah shalat fardhu dan shalat Tahajud. Doa yang tulus dari seorang anak kepada orangtuanya akan diijabah Allah. Keenam, kalau mampu, jadilah penghapal AlQuran. Sungguh, orang yang dekat dengan Al-Quran, dia bisa menjadi jalan terangkatnya kemuliaan orangtua di akhirat. Kalau belum bisa, biayai atau fasilitasi orangorang untuk bisa dekat dengan Al-Quran. ***
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
FIKIH IBADAH
Cara Membersihkan Najis “(Cara) menyucikan bejana seorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah membasuhnya tujuh kali. Yang pertama dengan tanah.” (HR Muslim dan Abu Dawud)
P
ada edisi sebelumnya, kita telah membahas perihal macam-macam najis. Adapun pada edisi kali ini kita akan membahas cara membersihkannya. Secara umum, ada dua cara untuk melakukannya, yaitu dengan Istinja’ dan Istijmar; serta dengan cara menggosok dan menyiram. Adapun tatacara membersihkan untuk setiap jenis najis dapat diungkapkan di sini. Pertama, mensucikan kulit bangkai dengan samak. Nabi saw. bersabda, “Kulit bangkai apa saja jika disamak, maka dia suci.” (HR Muslim) Kedua, menyucikan bejana yang dijilat anjing. Nabi saw. bersabda, “(Cara) menyucikan bejana seorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah membasuhnya tujuh kali. Yang pertama dengan tanah.” (HR Muslim dan Abu Dawud) Ketiga, menyucikan baju yang terkena darah haidh. Dari Asma’ ra. dia berkata, “Seorang wanita datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Baju salah seorang di antara kami terkena darah haid. Apakah yang harus dia lakukan?’ Beliau bersabda, “Keriklah, kucek dengan air, lalu guyurlah. Kemudian shalatlah dengan (baju) itu.” (HR Al-Bukhari). Jika setelah itu masih ada bekasnya, maka tidak masalah. “Air telah mencukupimu dan bekasnya tidak masalah bagimu.” (HR Abu Dawud) Keempat, menyucikan bagian bawah pakaian wanita. Seorang wanita berkata kepada Ummu Salamah, “Saya adalah wanita yang berpakaian panjang dan saya berjalan di tempat kotor.” Ummu Salamah ra. lalu mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “(Ujung pakaian yang terkena kotoran) disucikan oleh (tanah) yang berikutnya.” (HR At-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Ketujuh, menyucikan bagian bawah sandal. Nabi saw. bersabda, “Jika salah seorang datang ke masjid, hendaklah dia membalik sandal dan melihatnya. Jika melihat kotoran padanya, hendaklah dia gosokkan ke tanah, lalu shalat dengannya.” (HR Abu Dawud) Kedelapan, menyucikan tanah. Dari Abu Hurairah ra. dia berkata, “Seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid. Orang-orang lantas menghardiknya. Nabi saw. berkata pada mereka, “Biarkan dia. Guyurkan setimba atau seember air pada kencingnya ...” (HR AlBukhari dan At-Tirmidzi).
Kelima, menyucikan pakaian yang terkena kencing bayi laki-laki yang masih menyusu. Nabi saw. bersabda, “Air kencing bayi perempuan dicuci. Sedangkan air kencing bayi laki-laki diperciki.” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Beliau memerintahkan hal itu agar kesucian tanah segera terealisir. Jika dibiarkan sampai kering dan bekas najis hilang, tanah itu pun suci kembali. ***
Keenam, menyucikan pakaian yang terkena madzi. Nabi saw. bersabda, “Cukup ambil segenggam air lalu guyurkan (percikkan) pada pakaianmu yang terkena olehnya.” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Abu Malik bin As-Sayyid Salim. Fikih Sunnah Wanita. Qisthi Press.
Sumber:
Syaikh Abdul Azhim Al-Khalafi, Panduan Fiqih Lengkap. Pustaka Ibnu Katsir.
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016
7
Advetorial
8
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 05 | Oktober 2016