Hadirkan Cinta dalam Rumah Tangga
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
http://http://nasehatislami24.blogspot.co.id
Highlight Isi Dahsyatnya Kelembutan - 3 “Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang paling belakang. Dan, sebaikbaik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR Muslim)
Kelembutan Rasulullah saw.- 4 Ada banyak kisah yang menggambarkan kelemahlembutan Rasulullah saw. terhadap umatnya. Tidak hanya terhadap keluarga, sahabat, atau tamu-tamunya, tetapi juga terhadap musuh-musuhnya, bahkan terhadap hewan dan tumbuhan yang ditemuinya.
Ketulusan dalam Mendidik Anak Oleh: Teh Ninih Muthmainnah “Salah satu kenikmatan Allah atas seorang ialah dijadikan anaknya mirip dengan ayahnya (dalam ketaatan kepada Allah).” (HR Ath-Thahawi)
B
eberapa waktu yang lalu, Teteh bersilaturahim ke daerah Garut. Alhamdulillah, di sana bertemu dengan istri Bupati Garut. Ada hal yang menarik. Saat itu, Ibu Bupati mengumpulkan sejumlah anak berusia antara 8 sampai 14 tahun. Jumlah semuanya ada 14 anak. Ternyata, anak-anak ini adalah korban kekerasan seksual, yaitu sodomi. Mereka menjadi korban orang dewasa yang mengalami kelainan seksual. Namun, yang amat menyedihkan, kala ditanya tentang apa yang dialaminya, jawaban mereka datar-datar saja. Wajahnya tidak menampakan ekspresi sedih, tertekan, atau malu. Seakan apa yang mereka alami adalah suatu yang biasa.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, anak-anak ini berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah. Mereka masih memiliki orangtua akan tetapi kurang mendapatkan pendidikan dan perhatian dari ibu bapaknya. Hari-hari mereka minim dari pengawasan kedua orangtuanya. Dengan kata lain, mereka berasal dari keluarga yang orangtuanya kurang paham bagaimana menjadi orangtua yang baik. Mereka masih punya ibu, akan tetapi sang ibu kurang bisa menjalankan perannya sebagai ibu. Mereka masih punya ayah, akan tetapi ayahnya tidak mampu menjalankan perannya sebagai ayah yang melindungi, mendidik, dan menjadi teladan dalam kebaikan. Akibatnya pun bisa ditebak, anak-anak malang ini hidup tanpa bimbingan dan perlindungan. Inilah yang dimanfaatkan orang-orang yang punya kelainan. Mereka dieksploitasi dan dijadikan objek pemuas nafsu bejatnya. ***
Saudaraku, apa yang dialami anak-anak ini, adalah sedikit saja dari ribuan kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Apabila ditambah dengan kasus-kasus lainnya, semisal video porno, pergaulan bebas, kenakalan remaja, dan lainnya, jumlahnya akan membuat kita tambah miris. Dan, pelaku sekaligus korbannya tetap saja anak-anak.
Maka, sebagai orangtua, kita layak untuk mencari solusi tentang bagaimana membentengi mereka dari kondisi zaman yang semakin mengerikan. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan orangtua. Pertama, perkuat diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama dan ilmu pengasuhan. Sesungguhnya, kurang atau minimnya ilmu termasuk masalah terbesar yang dialami banyak keluarga di masyarakat kita. Bertambahnya usia seringkali tidak dibarengi dengan bertambahnya ilmu. Berubahnya status dari seorang lajang menjadi suami istri atau ayah ibu, tidak disertai dengan ilmu yang cukup agar bisa mengemban amanah tersebut.
Maka, wajib bagi setiap orangtua untuk terus menambah ilmu walau sedikit. Pelajari bagaimana menjadi istri yang baik, bagaimana menjadi orangtua yang baik, bagaimana cara Rasulullah saw. menjaga dan mendidik anak cucunya. Seringseringlah mengikuti taklim atau pengajian, usahakan untuk paham apa yang disampaikan, lalu amalkan. Ikut ngaji (termasuk baca buku), lalu pahami, dan amalkan, inilah rumus agar ilmu yang kita dapat benar-benar terasa manfaatnya.
2
Lakukan prosesi ini secara istiqamah, in syaa Allah kualitas diri kita akan terus bertambah baik.
Dalam hal ini, orangtua harus pula memahami perkembangan zaman, termasuk kemajuan teknologi. “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya” demikian orang alim pernah berujar. Jangan sampai orangtua tertinggal jauh dari anaknya. Apabila orangtua sampai ketinggalan zaman (gaptek), dia akan mudah dibodohi anak atau pengasuhan yang dilakukannya menjadi tidak optimal.
Kedua, berikan kasih sayang seutuhnya. Andai harus mencintai anak, cintailah mereka dengan kecintaan yang tulus. Hindari mencintai dan menyayangi yang penuh basa-basi (tidak serius). Anak cucu kita bukan makhluk yang sekadar perlu makan, minum, pakaian, dan permainan belaka. Mereka pun amat membutuhkan perhatian, belaian, teladan, dan kata-kata penuh kebaikan. Inilah yang sekarang amat jarang didapatkan oleh sebagian anak di tengah-tengah kita. Dan, memupuk cinta di keluarga tidak harus dimulai dari hal-hal yang tampak spektakuler. Orangtua bisa mengawalinya dari hal-hal sepele. Jangan sampai ibu sibuk dengan hape, dengan sinetron, dengan cucian, sedangkan anak terbengkalai. Jangan sampai anak hendak berangkat sekolah, ibu masih sibuk dengan hal-hal yang kurang penting. Tampakkan cinta dan kasih sayang dalam banyak momen dengan anak. Saat anak pergi sekolah misalnya, iringi keberangkatannya dengan ucapan, perhatian, dan doa yang tulus. Demikian pula saat pulang sekolah, sambut dia dengan wajah berseri, doa, dan kata-kata yang menyemangati, belai rambutnya, cium keningnya. Simpan dulu semua kesibukan, khususnya hape dan televisi, atau hal yang bukan kepada anak. Ketiga, perbanyak ibadah dan doa. Jadilah orangtua yang doanya mustajab. Sehingga, doadoa yang kita panjatkan untuk kebaikan anak keturunan kita menjadi doa yang didengar oleh Allah Al-Mujîb. Semakin saleh orangtua, anak keturunan pun akan semakin terjaga.
Maka, terkait hal ini, ada sejumlah hal yang layak untuk kita perhatikan: (1) jauhi maksiat dan perbanyak amal saleh; (2) basahi lisan dengan banyak berzikir. (3) istiqamah shalat malam, doakan anak keturunan kita pada sujud yang terakhir, dan (4) pastikan nafkah kita halal lagi thayyib (baik). Jangan pernah ada seteguk air, sesuap makanan, atau sehelai benang yang menutup tubuh anak-anak kita berasal dari harta yang haram. ***
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
TAFAKUR
Dahsyatnya Kelembutan Oleh KH Abdullah Gymnastiar “Sesungguhnya Allah itu Mahalembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya.” (HR Muslim, No. 4697)
D
i sebuah stasiun kereta api, seorang pria yang tengah dikuasi pengaruh minuman keras memasuki gerbong. Dengan gayanya yang menyebalkan, pria ini melakukan keonaran dan membuat takut penumpangpenumpang lainnya. Kebetulan, di dalam kereta itu pun ada seorang ahli bela diri yang sangat terlatih. Dibenaknya sudah terbayang pukulan seperti apa yang bisa merobohkan si pemabuk. Dia hampir saja melayangkan pukulan saat pemabuk itu mulai mengganggu seorang ibu yang sedang menggendong bayi. Tiba-tiba, seorang tua yang kurus datang menghampiri si pemabuk. Orangtua itu menyapanya dengan hormat dan penuh kelembutan. Ketika si pemabuk menghardiknya, dia pun tetap tenang dan menjawabnya dengan lembut.
Sejatinya, kelembutan itu bukan tanda kelemahan. Sebaliknya, kelembutan adalah tanda kekuatan. Sebuah bangunan bisa berdiri kokoh, hakikatnya karena direkat dengan kelembutan. Lihatlah bagaimana semen, batu bata, pasir, kayu, dan beton bisa dipersatukan dengan air.
Ya air. Inilah makhluk ciptaan Allah Ta’ala yang sangat lembut akan tetapi memiliki kekuatan dahsyat yang tidak dimiliki makhluk Allah lainnya. Dengan kelembutannya, dia bisa mempersatukan benda-benda keras yang sebelumnya terpisah. Dengan kelembutannya, dia bisa menyesuaikan diri dengan tempat di mana dia berada, tanpa diwarnai akan tetapi mewarnai. Dengan kelembutannya, dia bisa dimanfaatkan siapapun yang membutuhkannya, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan. Maka, dengan kelembutannya Hal yang mencengangkan, kemarahan lelaki itu, air menjadi sumber kehidupan yang pemabuk itu perlahan-lahan mereda. Bahkan, di multifungsi. Tiada kehidupan tanpa adanya air. salah satu stasiun dia ikut turun bersama si kakek. Namun, air pun bisa menghancurkan apa Saat kereta bergerak lagi, tampak dari jendela, lelaki saja. Tidak ada satu kekuatan pun dengan izin pemabuk yang berbadan besar dan kekar duduk Penciptanya, yang bisa menahan kekuatan air. bersimpuh di samping lelaki tua yang bijak bestari itu. Luberan air bisa menenggelamkan sebuah pulau. Jika batu dibenturkan dengan batu lagi, niscaya Arus air bisa meluluhlantakan sebuah kota dalam salah satu atau keduanya akan terbelah. Akan waktu sekejap. Bara api, sebesar apapun, bisa tetapi, jika batu dibenturkan dengan tanah liat, hilang sirna karena siraman air. Besi dan baja niscaya batu itu akan menjadi lengket dan menyatu sekuat apapun bisa berkarat dan hancur dengan dengannya. Boleh jadi, inilah yang diungkap dalam air. Demikian pula batu karang yang keras bisa Al-Quran, yaitu tentang bagaimana menaklukkan berlubang hanya oleh tetesan air. Oleh karena itu, hati manusia, “Serulah (manusia) kepada jalan kelembutan yang bergabung dengan kelembutan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, akan menjadi kekuatan yang teramat dahsyat. *** dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sumber: Sesungguhnya, Allah yang lebih mengetahui tentang Asmaul Husna untuk Hidup Penuh Makna, Jilid siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah 2 (Emqies Publishing, 2017) yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl, 16:125)
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
3
USWAH
Kelembutan Rasulullah saw. “... Tidaklah sesuatu dihiasai dengan kelemahlembutan, kecuali dia menjadi baik dan indah. Dan, tidaklah sesuatu yang luput dari kelemahlembutan, kecuali dia menjadi buruk.”
S
uatu hari datanglah seorang Arab Badui kepada Rasulullah saw. untuk meminta sesuatu. Beliau memberi apa yang dimintanya sambil bertanya, “Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?” Orang tersebut menjawab, “Tidak, engkau tidak berbuat baik.” Mendengar jawaban itu, para sahabat segera bangkit untuk “memberi pelajaran” kepada orang itu. Akan tetapi, Nabi yang mulia segera mencegahnya.
Beliau kemudian berdiri dan masuk ke dalam rumah, lalu memberi tambahan kepada orang Badui tersebut seraya berkata, “Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?” Dia menyahut, “Ya, mudah-mudahan Allah membalas kebaikan engkau sekeluarga.” “Tadi engkau telah mengucapkan kata-kata yang membuat para sahabatku merasa tersinggung. Jika engkau mau, ucapkanlah kembali apa yang engkau katakan kepadaku sekarang ini di hadapan para sahabatku, agar kejengkelan mereka kepada dirimu lenyap dari dadanya,” ujar Nabi saw. Keesokan harinya orang Badui ini datang lagi. Kepada para sahabatnya, Rasulullah saw. bersabda, ”Orang ini kemarin berkata sebagaimana yang telah kalian dengar, kemudian kuberikan kepadanya dan sekarang dia merasa puas, bukankah demikian wahai hamba Allah?” Dia menjawab, “Ya benar, mudah-mudahan Allah membalas kebaikan Anda sekeluarga.” Setelah itu, Rasulullah saw. mengungkapkan sebuah perumpamaan. “Aku dan dia ibarat
Perum Sarimukti, Jl. H. Mukti No. 19A Cibaligo Cihanjuang Parongpong Bandung Barat 40559 | Telefax: +62286615556 Mobile: 081223679144 | PIN: 2B4E2B86 email:
[email protected] Web: www.tasdiqulquran.or.id
4
seorang yang mempunyai seekor unta yang lepas. Banyak orang mengejarnya, akan tetapi semakin dikejar, unta itu semakin jauh. Pemilik unta kemudian berteriak-teriak kepada orang-orang yang membantu mengejar untanya, ‘Biarkan saja untaku itu. Aku dapat menjinakkannya karena aku lebih mengenalnya daripada kalian!’ Dia lalu mendekati untanya, diambilnya rerumputan dari tanah dan diacung-acungkannya sehingga unta itu kembali. Unta itu disuruh berjongkok, lalu dia duduk di atas punggungnya’.” “Jika kemarin kalian aku biarkan bertindak terhadap orang itu karena dia mengucapkan perkataan yang tidak enak didengar, lantas dia kalian bunuh, dia tentu akan masuk neraka (dengan kesesatannya)…” lanjut Nabi saw. Ada banyak kisah yang menggambarkan kelemahlembutan Rasulullah saw. terhadap umatnya. Tidak hanya terhadap keluarga, sahabat, atau tamu-tamunya, tetapi juga terhadap musuhmusuhnya, bahkan terhadap hewan dan tumbuhan yang ditemuinya. Itulah sebabnya, Rasulullah saw. yang mulia dicintai para sahabatnya, disegani musuh-musuhnya, dan dimuliakan namanya oleh seisi alam hingga akhir zaman. “... Tidaklah sesuatu dihiasai dengan kelemhlembutan, kecuali dia menjadi baik dan indah. Dan, tidaklah sesuatu yang luput dari kelemahlembutan, kecuali dia menjadi buruk,” demikian pesan Rasulullah saw. kepada umatnya. ***
Penanggung Jawab: H. Dudung Abdulghani. Dewan Redaksi: Teh Ninih Muthmainnah, H. Dudung Abdulghani, Dr. Tauhid Nur Azhar, Yudi Firdaus. Pemimpin Redaksi: Emsoe Abdurrahman. Redaktur/ Reporter: Inayati Ashriyah, Abie Tsuraya. Layouter/Desainer: Mang Ule. Publikasi/Dokumentasi: Fajar Fakih, Yana Saputra. Sekretaris: Nita Yuliawati. Keuangan: Astri Febrianty. Marketing/Sirkulasi: Dadi Suryadi. email:
[email protected]
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
5
KONSULTASI KELUARGA Teh Ninih Muthmainnah dan Tim Konsultasi RSQ
Saat Istri Bekerja di Luar Rumah Saat sekarang, bekerja di luar rumah bagi seorang istri bukan lagi hal yang tabu, malah sudah menjadi sesuatu yang biasa. Ada banyak alasan yang dikemukakan, mulai dari membantu keuangan keluarga, aktualisasi diri, dan lainnya. Lalu, apa saja yang harus diperhatikan oleh seorang istri kala dia harus bekerja di luar rumah?
S
eorang istri idealnya berada di rumah, mengurus rumahtangga, menjaga anak dan suami. Selain menjadi tugas utamanya, menjadi ibu rumahtangga pun termasuk fitrah seorang wanita sehingga agama (Islam) sangat menekankannya. Akan ada hak anak dan suami yang terabaikan apabila waktu kita untuk berkhidmat kepada mereka, kita pakai untuk bekerja di luar rumah.
Namun demikian, tidak semua rumahtangga bisa seperti itu, di mana, suami fokus mencari nafkah dan istri fokus pun mengelola rumahtangga. Ada kalanya istri dituntut keluar rumah untuk membantu suami mencari nafkah. Ada pula istri yang bekerja untuk mengaktualisasikan diri agar kemampuan yang dimilikinya bisa bermanfaat, entah itu dengan mengajar atau bekerja di perusahaan. Terkait dengan aktivitas seorang istri di luar rumah, khususnya untuk bekerja, ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan:
• Aktivitas istri di luar rumah harus atas izin suami. • Aktivitas istri di luar rumah tidak melalaikannya dari tugas utama sebagai ibu rumahtangga, khususnya dalam mengurus anak dan melayani suami.
6
• Aktivitas istri di luar rumah benar-benar dibutuhkan untuk membantu suami yang belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Artinya, apabila istri tidak bekerja, ekonomi keluarga jadi berantakan. • Aktivitas istri di luar rumah tidak membahayakan nyawa, keselamatan, atau kesehatan.
• Aktivitas istri di luar rumah tidak merusak kehormatan dan kemuliaannya sebagai seorang istri, semisal tabarruj (berhias dan menampakkan perhiasan bukan untuk suaminya) dan ikhtilat (bercampurbaur dengan lawan jenis yang bukan mahram), atau terlalu sering berinteraksi dengan lelaki lain sehingga menimbulkan fitnah, mulai dari pandangan yang tidak terjaga, sampai selingkuh dan seterusnya.
Sekarang kita tinggal melihat apakah semua syarat tersebut sudah bisa kita penuhi atau tidak? Apabila salah satu atau dua, apalagi kelima hal tersebut tidak bisa dipenuhi, sebaiknya seorang ibu mempertimbangkan diri untuk berhenti bekerja. Pikirkanlah kembali baik dan buruknya, manfaat dan mudharatnya, apabila kita tetap bekerja atau keluar dari pekerjaan. Kalau tetap bekerja, apakah anak dan suami tidak terbengkalai? Apalagi jika anakanak masih butuh perhatian penuh. Kalau harus keluar kerja, apakah keuangan keluarga bisa teratasi? Jangan sampai ketika anak dan suami terbengkalai, kesibukan di luar rumah menjadi alasan. Apalagi kalau suami memerintahkan seorang istri untuk berhenti bekerja, itu tandanya suami sudah siap bertanggung jawab terhadap keuangan keluarga. ***
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
FIKIH IBADAH
Posisi Imam dan Makmum (Bagian 2) “Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang paling belakang. Dan, sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR Muslim)
A
da sejumlah posisi yang wajib diketahui oleh peserta shalat berjamaah, baik makmum dan terkhusus lagi bagi imam. Dan, dalam shalat berjamaah, kita tidak akan pernah lepas dari hadirnya posisi-posisi tersebut. Pada edisi sebelumnya, kita sudah membahas lima poin. Pada edisi kali ini, kita akan membahas poin 6 sampai 9. (6) Imam (wanita) dengan makmum lebih dari satu wanita.
Apabila seorang wanita mengimami beberapa orang wanita, posisinya tidak berada di depan makmum. Antara imam dan makmum berada pada posisi sejajar. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh ‘Aisyah ra. dan Ummu Salamah ra. Rabthah Al-Hanafiyah berkata tentang mereka, “Sesungguhnya ‘Aisyah mengimami mereka dan berdiri di antara mereka dalam satu shalat wajib.” (HR Al-Baihaqi, Ad-Daruquthni, dan Abdurrazzaq)
(7) Dua laki-laki dengan satu atau lebih wanita. Apabila dua orang laki-laki shalat dan di belakangnya ada satu atau lebih wanita, kedua laki-laki tersebut posisinya sejajar. Adapun yang wanita shalat di belakang keduanya. Apabila
hanya seorang, dia berdiri tepat di belakang imam. Kalau lebih dari satu orang, mereka bisa memposisikan diri di sebelah kiri dan kanan imam.
“Sesungguhnya Rasulullah saw. mengimami Anas bin Malik dan ibunya atau bibinya, Anas berkata, ”Lalu Rasulullah menjadikan aku berdiri di sebelah kanannya dan wanita di belakang kami.” (HR Muslim)
(8) Imam dengan beberapa laki-laki dan beberapa perempuan. Setiap makmum membentuk barisan secara seimbang. Laki-laki di depan dan wanita di belakang, seimbang dengan posisi imam di depan. Nabi saw. bersabda, “Sebaik-baik shaf bagi lakilaki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang paling belakang. Dan, sebaikbaik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR Muslim) (9) Imam dengan makmum orang dewasa (laki-laki dan perempuan) serta anak-anak.
Apabila kondisinya seperti ini, anak-anak (lelaki) ditempatkan di belakang shaf laki-laki dan di depan shaf wanita. Atau, apabila shaf belum penuh, mereka bisa bergabung dengan shaf lakilaki dewasa.
Dari Abu M alik Al-Asyari ra. bahwa dia berkata, “Sesungguhnya, Nabi saw. menjadikan (shaf) laki-laki di depan anak-anak, anak-anak di belakang mereka, sedangkan kaum wanita di belakang anak-anak.” (HR Ahmad) *** Sumber: Panduan Shalat Fardhu, Teh Ninih Muthmainnah dan Tim Tasdiqiya.
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
7
Advetorial
8
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
Advetorial
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017
9
Advetorial
10
e-Newsletter Rumahku Surgaku | Edisi 46 | Agustus 2017