ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
“Alasan Berubahnya Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap EAS (East Asia Summit) Pada Tahun 2010”
SKRIPSI
Disusun Oleh : Frandi Kuncoro NIM 070810715
PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
SEMESTER GENAP 2011/2012
i Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT
Bagian atau keseluruhan isi skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/ atau universitas lain, serta tidak pernah dipublikasikan/ ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan format kutipan dalam isi skripsi.
Surabaya, 10 Mei 2012
Frandi Kuncoro
ii Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
“Alasan Berubahnya Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap EAS (East Asia Summit) Pada Tahun 2010”
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 dengan gelar Sarjana Hubungan Internasional (S. Hub. Int.) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya.
Disusun oleh: FRANDI KUNCORO NIM 070810715
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEMESTER GENAP 2011/2012 iii Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi Berjudul “Alasan Berubahnya Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap EAS (East Asia Summit) Pada Tahun 2010”
Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Komisi Penguji
Surabaya, 10 Mei 2012 Dosen Pembimbing
Vinsensio Dugis, Ph.D. NIP. 196501131991011001
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasiuonal
B.L.S. Wahyu Wardhani, M.A., Ph.D. NIP. 1964033119881002001
iv Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Komisi Penguji pada hari Selasa, 15 Mei 2012, pukul 13.00 WIB di Ruang Cakra Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga
Komisi Penguji, Ketua,
Ajar Triharso, MS. NIP. 195212021983031001
Anggota,
Anggota,
A.Safril Mubah, M. Hub. Int NIP 139070764
Radityo Dharmaputra
v Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk Kedua Orangtua ku tercinta, saudara, sahabat, almamater dan untuk semua mimpiku....
Frandi 2012
vi Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN MOTO
Life is an opportunity, benefit from it. Life is beauty, admire it. Life is a dream, realize it. Life is a challenge, meet it. Life is a duty, complete it. Life is a game, play it. Life is a promise, fulfill it. Life is sorrow, overcome it. Life is a song, sing it. Life is a struggle, accept it. Life is a tragedy, confront it. Life is an adventure, dare it. Life is luck, make it. Life is too precious, do not destroy it. Life is life, fight for it.”
-Mother Theresa-
vii Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
Skripsi dengan judul Alasan Berubahnya Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap East Asia Summit (EAS) Pada Tahun 2010 tercipta karena penulis memiliki keingintahuan terhadap perkembangan dari organisasi kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Saat ini ASEAN merupakan salah satu organisasi kawasan yang menarik perhatian seluruh negara-negara di dunia dengan inovasi-inovasi yang berkembang dalam wujud kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN dengan negara Mitra Wicara nya. Selain itu, ASEAN juga menciptakan forum-forum dialog antara negara-negara ASEAN dengan Mitra Wicara nya dan negara-negara lain serta ingin mewujudkan kondisi dunia yang damai dengan cara meminta negara-negara non-ASEAN yang menjalin kerjasama di kawasan tersebut untuk menandatangani TAC (Treaty Amity Cooperation). Dari adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh ASEAN dalam menciptakan inovasi-inovasi yang juga merupakan salah satu cara untuk menjalin kerjasama dengan negara lain di dunia, penulis menemukan sebuah keunikan dari salah satu forum dialog yang diciptakan oleh ASEAN yaitu EAS. EAS merupakan salah satu dari forum dialog yang diciptakan oleh negara-negara ASEAN dengan Regional Architecture sebagai landasan utamanya. Keanggotan EAS adalah 10 negara-negara ASEAN beserta 8 negara-negara Mitra Wicara ASEAN. Keunikan dari EAS adalah sebuah forum dialog dengan isu yang berbeda-beda pada setiap
viii Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
tahunnya namun beranggotakan negara-negara yang memegang kunci dari perpolitikan dunia. Antara lain Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru. Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai sebuah keunikan tersendiri bagi penulis untuk mengetahui mengenai EAS secara lebih dalam. Selain itu, adapun hal lain yang membuat penulis tertarik untuk membahas secara lebih dalam mengenai EAS adalah hal apakah yang menyebabkan Amerika Serikat mengubah kebijaknnya terhadap EAS pada tahun 2010. Hal ini menjadi hal yang menarik ketika melihat dari sejarahnya yang mana ketika awal pembentukan EAS, Amerika Serikat tidak tertarik untuk bergabung di dalam EAS, bahkan Amerika Serikat terlihat memberikan kekuasaan forum dialog ini kepada China. Namun ketika pada tahu 2010, Amerika Serikat diundang untuk bergabung di dalam EAS, negara adidaya bersedia untuk bergabung di dalamnya. Perubahan Kebijakan itulah yang kemudian mendorong penulis untuk mencari informasi mengenai alasan Amerika Serikat mengubah Kebijakan Luar Negerinya terhadap EAS. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menemui beberapa kendala antara lain informasi mengenai kepentingan-kepentingan Amerika Serikat di dalam ASEAN terutama EAS yang mana penulis dituntut untuk mengambil posisi sebagai Amerika Serikat dalam penulisan skripsi ini. Namun dibalik itu semua penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu serta memberikan
ix Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
dukungan yang tiada henti kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 1. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan pencipta Alam yang telah benar-benar memberikan bantuan, kebaikan, anugerah, musibah serta membuat penulis mampu menjadi orang yang kuat dan luar biasa. 2. Untuk Mama dan Papa yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan kepada
penulis
serta
mengajarkan
tentang
makna
hidup
yang
sesungguhnya. Terimakasih atas semua nasihat, doa, marah, kasih dan cintanya kepada penulis. This is for you mom dad, I love you so. 3. My Twins Sister Ara and Ari terimakasih atas dukungan dan cintanya kepada penulis serta and my lovely Nephew Kiano yang selalu bikin uncle happy every single day. 4. Bapak Vinsensio Dugis selaku Dosen Pembimbing untuk setiap masukan, bimbingan serta revisiannya yang membuat penulis memahami bagaimana cara menulis yang baik. 5. Seluruh Dosen HI UA yang telah sabar dan telaten dalam memberikan ilmunya kepada penulis selama tujuh semester ini. 6. Bapak Arif Suyoko selaku Kasubdit Mitra Wicara Antar Kawasan Ditjen Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri dan Mbak Dyah Dinanti staf Kementrian Luar Negeri yang telah bersedia di repoti oleh penulis ketika penulis membutuhkan data-data mengenai EAS. Terimakasih pak, mbak.
x Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
7. Bapak Adam Tugio selaku Minister Consellor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC yang telah membantu penulis dan bertukar pikiran mengenai EAS dan juga telah mempertemukan penulis dengan Andrew Herrup selaku Senior Indonesia Office Desk di Washington DC. Terimakasih untuk Andrew yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh penulis untuk mencari data tambahan. Mbak Ellen dan Mbak Poppy selaku staf PTRI New York dan KBRI Washington DC yang juga telah membantu penulis. 8. IRC Jakarta (Perpustakaan Kedubes AS) yang bersedia membantu penulis dalam mencari data-data yang dibutuhkan penulis. 9. Teman-teman SMA yang selalu ada saat penulis susah maupun senang Dian Dwi Pratiwi dan Putriana Pratiwi. 10. Mira Dia Lazuba dan Andi Firmansyah teman HI 2008 yang telah dengan sabar dan telaten mendengarkan keluh kesah penulis serta membantu penulis ketika penulis lelah dalam mengerjakan penulisan ini. Thank You Mira and Andi for all your kindness. 11. Temen-temen HI 2008 yang selalu memberikan tawa ceria dalam kehidupan penulis 12. Temen-temen KKN Eric, Mega, Vitia dan Irfan, terimakasih atas dukungannya kepada penulis ketika penulis lelah untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman Delegasi NMUN, we are the best team.
xi Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
14. Penulis tidak akan mampu menulis nama semua orang yang sangat penulis kasihi disini, tetapi penulis percaya Tuhan mencatat setiap kebaikan kalian. Terima kasih karena telah menjadi sumber inspirasi, pendukung, dan pembimbing bagi penulis. Tanpa kalian, penulis tidak akan mampu meraih apapun yang telah penulis raih selama ini. Terima Kasih.
xii Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRAK
East Asia Summit (EAS) merupakan sebuah forum dialog yang dibentuk pada tahun 2005. Forum Dialog ini merupakan bentukan dari Organisasi Regional ASEAN, yang bertema “Regional Architecture”. Pada awalnya, forum ini hanya beranggotakan negara-negara ASEAN (10 Negara) dan 6 Negara non-ASEAN (China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, New Zealand). Namun sejak tahun 2010, Amerika Serikat dan Rusia resmi bergabung dengan EAS. Bergabungnya Amerika Serikat didalam EAS menjadi sebuah hal yang menarik mengingat ketika awal pembentukan EAS pada tahun 2005, Amerika Serikat tidak tertarik untuk bergabung di dalam EAS, namun kemudian pada tahun 2009 ketika menghadiri KTT ASEAN di Laos, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menyampaikan keinginanannya untuk bekerja sama secara lebih mendalam dengan ASEAN serta bersedia untuk menandatangani TAC di tahun yang sama. Kemudian pada tahun 2010, Amerika Serikat diundang oleh negaranegara ASEAN untuk bergabung di dalam EAS dan Amerika Serikat bersedia untuk bergabung di dalam forum dialog tersebut. Oleh sebab itu, kemudian muncul sebuah pertanyaan yaitu Mengapa Amerika Serikat mengubah Kebijakan Luar Negerinya terhadap EAS pada tahun 2010? Apakah ada ancaman dari luar yang dianggap mengganggu pengaruh Amerika Serikat di kawasan tesebut? Maka Teori dan Konsep Super Power, Long Cycle, Kondratieff’s Wave dan Persepsi Ancaman akan membantu menjelaskan mengenai alasan Amerika Serikat mengubah Kebijakan Luar Negeri terhadap EAS pada tahun 2010. Keyword : EAS, Perubahan Kebijakan Luar Negeri, Amerika Serikat, Ancaman dan Kekhawatiran akan Kehilangan Pengaruh di Kawasan,Negara Kekuatan Baru.
xv Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................... Halaman Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat ................................................................. Halaman Persetujuan ......................................................................................................... Halaman Pengesahan ......................................................................................................... Halaman Persembahan ....................................................................................................... Halaman Moto .................................................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................................... Daftar Isi............................................................................................................. ................ Abstrak ...............................................................................................................................
i ii iv v vi vii viii xii xv
1. Bab I Pendahuluan ......................................................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 1.4 Kerangka Pemikiran ................................................................................................ 1.4.1 Peringkat Analisis ..........................................................................................
1 1 3 3 4 4
1.4.2 Teori dan Konsep........................................................................................... 5 1.4.3 Sintesis Teori ................................................................................................. 14 1.5 Hipotesis.................................................................................................................. 15 1.6 Metodologi .............................................................................................................. 15 1.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional ............................................................ 15 1.6.2 Ancaman ........................................................................................................ 15 1.6.2.1 Negara Kekuatan Baru .................................................................... 17 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 18 1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 18 1.6.5 Teknik Analisa Data ...................................................................................... 19 1.6.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 19 2. Bab II Perkembangan EAS dan Postur Negara-negara Anggota ................................... 21 2.1 EAS : Keanggotan, Tujuan dan Isu-isu ................................................................... 21 2.1.1 Keanggotaan .................................................................................................. 21 2.1.2 Tujuan didirikannya EAS .............................................................................. 22 2.1.3 Isu-isu dalam EAS ......................................................................................... 23 2.2 Postur-postur Negara Anggota EAS ....................................................................... 24 2.2.1 Australia dan EAS ......................................................................................... 24 2.2.2 China dan EAS .............................................................................................. 26 2.2.3 India dan EAS ................................................................................................ 30 xiii Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
2.2.4 Jepang dan EAS ............................................................................................. 32 2.2.5 Korea Selatan dan EAS ................................................................................. 33 2.2.6 Selandia Baru ................................................................................................. 34 3. Bab III Analisis Alasan Bergabungnya AS dalam EAS ................................................ 36 3.1 Sejarah Bergabungnya AS dalam EAS ................................................................... 36 3.1.1 Konflik Awal Pembentukan EAS antara AS dengan ASEAN ...................... 37 3.1.2 Kekhawatiran AS erhadap munculnya ......................................................... 37 3.1.3 Membaikanya hubungan AS dengan ASEAN............................................... 38 3.2 Alasan AS bergabung di dalam EAS ...................................................................... 42 3.2.1 Kekhawatiran akan hilangnya pengaruh di dalam ASEAN dan keberadaan China sebagai sebuah Ancaman (Fakta-fakta dari Pidato Menteri Luar6Negeri, Pernyataan Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Pernyataan Kementrian Pertahanan dan Wawancara langsung dengan Senior Indonesia Desk Office .................................................................................................... 42 3.2.2 China sebagai Kekuatan Baru dan Berpengaruh di dalam EAS .................... 51 3.2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi yang Meningkat ......................................... 52 3.2.2.2 Menguatnya Militerisasi .................................................................. 53 3.2.2.3 Meningkatnya Perdagangan China dan Menguatnya hubungan dengan ASEAN ............................................................................... 54 3.3 Teori Long Cycle, K-Wave dan Perubahan Sikap serta Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat di dalam EAS ............................................................................... 3.4 Pembuktian Hipotesis ............................................................................................. 4. Kesimpulan .................................................................................................................... 5. Daftar Pustaka............................................................................................... ................. Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 3.1 Gambar 3.2
Pidato Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 2009 di Laos ..... Hasil dan Deklarasi EAS pada Pertemuan yang diselenggarakan setiap tahunnya ...................................................................................................... Pidato Menteri Luar Negeri Hillary Clinton pada KTT EAS di Hanoi Vietnam ....................................................................................................... Pernyataan Resmi Kementrian Pertahanan terkait Keberadaan China di kawasan Asia Pasifik ................................................................................... Wawancara dengan Senior Indonesia Desk Office di Washington DC pada 19 April 2012 ...................................................................................... ..................................................................................................................... ..................................................................................................................... ..................................................................................................................... ..................................................................................................................... ....................................................................................................................59
57 64 65 70 79 80 119 122 126 8 9 15 55
xiv Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
xv Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang East Asia Summit (EAS) adalah sebuah forum dialog yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 2005. Forum Dialog ini dibentuk untuk menjalin kerjasama dalam kerangka strategis, politik dan ekonomi 1. Ide awal pembentukan EAS terjadi pada tahun 1991, ide tersebut merupakan gagasan dari Perdana Menteri Malaysia Datuk Mahatir Muhammad 2. Konsep yang dicetuskan oleh Perdana Menteri Mahatir Muhammad berawal dari adanya keinginan untuk membentuk Kawasan Ekonomi di Asia Timur yang disebut East Asian Economy Caucus (EAEC) 3. Konsep awal tersebut juga membahas mengenai keanggotaan di dalam EAEC yaitu hanyalah negara-negara Asia saja yang dapat bergabung di dalam forum dialog tersebut. Ketika konsep mengenai EAS berkembang dan terealisasi pada tahun 2005, beberapa negara Mitra Wicara ASEAN berusaha untuk bergabung di dalam EAS, seperti Pakistan, India, China, Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan dan Rusia. Namun hanya Pakistan saja yang tidak bergabung di dalam forum dialog tersebut. Bahkan Amerika Serikat sebagai negara adidaya nampak 1
http://www.asean.org/23298.htm, diakses pada 5 Mei 2011. Yale Global Magazine. 2005. The East Asia Summit: More Siscord Than Accord. [Internet]. Terdapat pada http://yaleglobal.yale.edu/content/east-asia-summit-more-discord-accord. (Diakses pada 12 September 2011).
2
3
M. Leifer, Dictionary of the Modern Politics of Southeast Asia. New York: Routledge, 1995. Dalam CRS RS 22346. Diakses pada 29 November 2011.
1 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
bersikap dingin 4 dan tidak tertarik bergabung di dalam EAS pada saat itu 5. Sikap tersebut terlihat dari pernyataan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo seusai mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice pada Februari 2005. Pada pertemuan tersebut Menteri Luar Negeri Rice mengkritik mengenai ekslusifitas EAS sebagai sebuah Forum Dialog 6. Empat tahun setelah forum EAS terbentuk, Amerika Serikat mulai menunjukkan perubahan sikap terhadap forum dialog tersebut. Awalnya Amerika Serikat tahun 2009 menandatangani TAC (Treaty Amity and Cooperation) dengan ASEAN yang merupakan sebuah perjanjian menjaga keamanan di kawasan Asia Tenggara, sekaligus sebagai salah satu syarat untuk bergabung di dalam EAS. Pada tahun yang sama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton juga menghadiri ASEAN Ministerial Meeting atau pertemuan setingkat Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN dan Mitra Wicara ASEAN di Phuket Thailand 7. Dalam pidatonya, Hillary Clinton menyatakan keinginan Amerika Serikat untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan ASEAN di berbagai bidang, antara lain bidang Ekonomi, Keamanan, Perdamaian, dan Perubahan Iklim 8.
4
Sikap Dingin yang dimaksud adalah sikap tidak peduli dengan keberadaan EAS sebagai sebuah forum dialog. Sikap tersebut ditunjukkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice ketika EAS terbentuk pada tahun 2005. 5 Bruce Vaughn. CRS Report RS 22346. East Asia Summit: Issues for Conggress. p.3. 9 Desember 2005. [Internet]. Terdapat pada http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/crs/rs22346.pdf. Diakses pada 29 November 2011. 6 Ibid 7 U.S. Departement of State, Remarks of Secretary Clinton in the 14th ASEAN SUMMIT. 2009 . Direktorat Mitra Wicara dan Antar Kawasan Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia 8 Ibid.
2 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Kemudian pada tahun 2010, tepatnya ketika KTT EAS yang ke 5 di Vietnam, Amerika Serikat diundang oleh negara-negara ASEAN untuk bergabung di dalam EAS bersama dengan Rusia 9. Amerika Serikat menerima undangan tersebut dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menghadiri KTT EAS yang ke 5 di Hanoi, Vietnam. 10 Setelah Amerika Serikat resmi bergabung di dalam EAS, pada tahun 2011 Presiden Amerika Serikat Barack Obama menghadiri KTT EAS ke 6 dan KTT ASEAN ke 19 di Bali, Indonesia 11. Kunjungan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tersebut merupakan sebuah bukti bahwa telah terjadi perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap forum dialog EAS. Yang mana pada awal pembentukan EAS, Amerika Serikat tidak tertarik untuk bergabung di dalam EAS, namun kemudian pada tahun 2010 Amerika Serikat bersedia untuk bergabung di dalam EAS setelah diundang negara-negara anggota ASEAN.
1.2 Rumusan Masalah Mengapa terjadi perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap EAS pada tahun 2010?
1.3 Tujuan Penelitian
9
Harian Pelita, Masuknya Amerika Serikat dan Rusia dalam EAST ASIA SUMMIT. 2010. [Internet]. Terdapat pada http://www.harianpelita.com/read.6562/4/opini/masuknya-as.danrusiadalam-eastasian-summit/. (Diakses pada 5 Mei 2011). 10 EAS. Chairman’s Statement of the East Asia Summit. [Internet]. Terdapat pada http://www.dfat.gov.au/asean/eas/chairmans_statement_5th_eas.html (Diakses pada 28 Februari 2012). 11 The East Asia Summit. [Internet]. Terdapat pada http://www.dfat.gov.au/asean/eas/index.html (Diakses pada 28 Februari 2012).
3 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Untuk mengetahui alasan Amerika Serikat mengubah kebijakan luar negerinya terhadap EAS.
1.4 Kerangka Pemikiran 1.4.1
Peringkat Analisis Pada penelitian ini penulis menggunakan peringkat analisis Negara
Bangsa. Menurut Patrick Morgan peringkat analisis negara bangsa ini berasumsi bahwa semua pembuat keputusan, dimanapun berada, pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama 12. Menurut David Singer, peringkat analisis negara bangsa bukan melakukan pendekatan komparatif terhadap studi hubungan Internasional dan juga mengabaikan mengenai bagaimana pengambil keputusan bertindak, namun penekanan yang dilakukan lebih kepada tujuan dari kepentingan negara tersebut dengan kebijakan-kebijakan yang diambil 13. Dengan kata lain, pada peringkat analisis negara bangsa, aktor-aktor di dalam negara bukanlah sebuah obyek yang dituju, namun tujuan dari negaralah yang akan menjadi fokus. Pada peringkat analisis, ada dua hal yang mejadi fokus utamanya yaitu unit analisis dan unit eksplanasi. Unit analisis merupakan sesuatu yang perilakunya hendak dideskripsikan, dijelaskan dan diramalkan. Dengan kata lain, unit analisis ini bisa juga disebut sebagai variabel dependen, yaitu varibel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya. Sementara, unit eksplanasi 12
Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi. Jakarta; LP3ES. Pp.41. 13 J. David Singer. World Politics, Vol. 14, No. 1, The International System: Theoretical Essays. (Oct., 1961), pp.77-92.
4 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
merupakan sesuatu yang dampaknya terhadap unit analisa hendak diamati. 14 Oleh sebab itu, unit eksplanasi bisa juga disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang keberadaannya mempengaruhi variabel dependen. Variabel dependen atau unit analisa dalam penulisan ini adalah kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap EAS pada tahun 2010. Sedangkan variabel Independen atau unit eksplanasi nya adalah alasan yang mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Pada penelitian ini, penulis menggunakan level analisis sebagai sebuah alat untuk yang membantu penulis dalam melihat variabel dependen dalam satu fokus. 1.4.2 Teori dan Konsep Super Power memiliki tujuan untuk tetap menjaga posisi puncak dalam sebuah tatanan dunia. Posisi tersebut dicapai dalam beberapa aspek antara lain kekuatan ekonomi, kekuatan militer dan aspek politik yang mempengaruhi. Selain itu, tujuan dari negara Super Power adalah untuk menggabungkan beberapa wilayah didalam pengaruhnya. Ukuran dari adanya negara Super Power adalah jika dilihat dari size of the sphere dan degree of influence 15. Pengaruh dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kekuatan utama negara Super Power adalah untuk mempengaruhi sebuah peristiwa yang terjadi bahkan tanpa melakukan sebuah usaha.
14 15
Ulber Silalahi. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press. Pp. 121-123. John. R.Short. 1993. An Introduction to Political Geography. London and New York.
5 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Setiap negara di dunia memiliki keinginan serta tujuan yang ingin dicapai. Pencapaian tersebut diwujudkan di dalam Kebijakan Luar Negeri suatu negara. Foreign policy atau Kebijakan Luar Negeri adalah suatu kebijakan yang dirumuskan di dalam negeri dan diimplementasikan ke luar sebagai cara suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya 16 . Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Michael Mandelbaum, Kebijakan Luar Negeri bisa dilihat melalui dua sisi yaitu sebagai perluasan dari kebutuhan dalam negeri (inside-out perspective) atau sebagai respon terhadap dinamika internasional (outside-in perspective) 17. Menurut pandangan mikro diplomasi, foreign policy ini adalah behaviour dari para aktor internasional, termasuk negara. Berdasarkan buku yang ditulis Mohtar Mas’oed yang membahas proses pembuatan keputusan sebagai sistem, yang kemudian mendefinisikan proses politik luar negeri sebagai “suatu mekanisme bagi suatu sistem politik untuk beradaptasi dengan lingkungan geopolitiknya dan untuk mengendalikan lingkungan itu demi mencapai tujuannya” 18. Di dalam buku tersebut juga dijelaskan bahwa politik luar negeri bisa dipahami dengan penelaahan berdasarkan sudut pandang pembuatan keputusan, yang berarti menempatkan suatu keputusan politik luar negeri tertentu atau serangkaian keputusan politik luar negeri sebagai sasaran analisis. 16
Graham Evans dan Jeffrey Newnham. 1998. The Penguin Dictionary of International Relations. Penguin Groups. England 17 Mandelbaum, Michael. (1996) “Foreign Policy as Social Work”. In Foreign Affairs 75, No. 1 (January – February 1996). 18
Mohtar Mas’oed. Opcit.
6 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Ada dua faktor penting dalam proses pengambilan keputusan 19: a. Pengaruh eksternal/internasional: Kebijakan luar negeri yang merupakan aktivitas-aktivitas yang melebihi batas negara dan struktur pilihan-pilihan yang memengaruhi secara resmi, contoh: geopolitik, karakter negara lain, serta perubahan posisi negara dalam hirarki kekuatan dan martabat internasional. b. Pengaruh internal/domestik: Pengaruh-pengaruh yang eksis pada level negara, bukan sistem internasional, misalnya: kapabilitas militer yang dimiliki oleh suatu negara, pembangunan ekonomi, sistem pemerintahan (perbedaan antara pemerintah yang demokratis dan tidak dalam pengambilan suatu keputusan). Sedangkan Perubahan Kebijakan Luar Negeri dapat diartikan sebagai sebuah perubahan sikap suatu negara dalam usaha untuk mencapai kepentingan nasionalnya yang dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor eksternal dan internal dari sebuah negara 20. Dengan kata lain, perubahan Kebijakan Luar Negeri terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah negara dalam mencapai Kepentingan Nasional. Perubahan Kebijakan Luar Negeri terjadi disebabkan karena keinginan sebuah negara untuk dapat menguasai sistem Internasional yang dapat terus berubah aktor-aktor yang mendominasinya sesuai dengan Teori Long Cycle dan Kondratieff’s Wave. Teori Long Cycle adalah sebuah pola atau susunan dari
19
Ibid David A. Welch. 2005. Painful Choices: A Theory of Foreign Policy Change. Princeton, NJ, Princeton University Press. 20
7 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
sebuah aturan dan keadaan politik dunia mengenai transisis atau perubahan yang ditandai dengan keberhasilan untuk memiliki serta menjadi negara dengan kekuatan besar di dalam sebuah arena Internasional 21. Fokus utama dari teori ini bukan pada sistem global yang memberikan keseimbangan terhadap kekuatan dari masing-masing negara, namun fokus teori ini terletak pada perubahan pergerakan politik di suatu negara. Adanya benturan di prediksi akan terjadi dalam kurun waktu 100-120 tahun pada sistem dunia yang moderen ini. Terjadinya perubahan serta peralihan kekuasaan di dalam sistem dunia ini menjadi fokus utama bagi Teori Long Cycle ini 22. Gambar 1.1
Agenda Setting
Coalition
Execution
Macrodecision
Building
21
George Modelski. Long Cycle in Global Politics. University of Washington. Nd. Vol I. Pp.2[Internet]. Terdapat pada http://www.eolss.net/Sample-Chapters/C14/E1-35-01-08.pdf,. Diakses pada 14 Maret 2012. 22 Ibid
8 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Terjadinya peralihan akan penguasaan di dalam arena global menjadikan negara-negara besar bersikeras untuk mempertahankan kekuatannya di dalam arena global. Kemunculan kekuatan-kekuatan baru dianggap sebagai sebuah ancaman bagi keberlangsungan kekuatan dan pengaruh negara Super Power di arena global. Negara kekuatan baru dianggap mampu untuk menggantikan posisi negara Super Power. Oleh sebab itu, adanya persepsi ancaman membuat negara Super Power akhirnya mengubah kebijakan luar negerinya untuk bergabung di dalam forum dialog dalam organisasi kawasan yang juga menjadi bagian dalam arena global. Adapun di dalam Teori Long Cycle juga tidak dapat terlepas dari Kondratieff’s Wave atau K-Wave, yang juga memberikan sebuah gambaran mengenai bagaimana kekuatan sebuah negara dapat tergantikan oleh kekuatan negara lain.Berikut adalah gambar dari K-Wave : Gambar 1.2
9 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Menurut Nikolas D. Kondratieff, jika dilihat dari data seperti di atas ini, maka dapat diasumsikan bahwa keberadaan Long Cycle yang dihubungkan dengan kondisi ekonomi sebuah negara yang mengalami peningkatan yang selalu dapat berubah-ubah dalam setiap 100-120 tahun sekali sangat mungkin terjadi 23. Dari data diatas juga diperoleh fase-fase atau tahap di dalam sistem Internasional, antara lain prosperity, recession, depression dan improvement. Beberapa scholars seperti Modelski, Thompson, Rostow, Van Duijn, Freeman dan Berry memberikan karakteristik terhadap K-Wave, antara lain 24 : 1. K-Wave adalah sebuah atribut dari ekonomi dunia dan lebih terlihat pada produksi Internasional daripada data ekonomi indibidu nasional sebuah negara. Hal ini merupakan sebuah karakteristik dari penguasaan ekonomi nasional negaranya (seperti pada abad ke 18 dan 19 yang dikuasai oleh Inggris dan Amerika Serikat), dan penguasaan perdagangan dunia pada produk dan layanan dari sektor unggulan di dalam ekonomi global. 2. K-Wave lebih menekankan kepada produksi daripada harga, sektor gelombang produksi dan investasi infrastrukstur dalam ekonomi dunia daripada hasil dari makroekonomi nasional. 3. K-Wave dianggap sebagai sebuah kurva yang naik turun dalam sebuah kegiatan ekonomi. Yang mana hal tersebut terjadi seperti siklus pada
23
Nikolas D. Kondratieff. 1984. The Long Wave Cycle, (tr. Guy Daniels), New York: Richardson and Snyder. Kondratieff’s own basic text. 24 George Modelski. Tt. Kondratieff’s Wave. [Internet]. Terdapat pada http://faculty.washington.edu/modelski/IPEKWAVE.html. Diakses pada 18 Mei 2012.
10 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
setiap penguasaan sektor-sektor unggulan yang kemudian akan mengalami masa kemakmuran, lalu kemunduran dan bahkan dapat terjadi sebuah masa depresi besar yang artinya penguasaan sektor unggulan harus digantikan oleh negara lain yang mampu bertahan di pasaran. 4. K-Wave muncul dari adanya inovasi-inovasi yang kemudian dikembangkan untuk memulai revolusi teknologi yang kemudian pada saatnya akan menguasai sektor industri dan komersial. Dalam formulasi klasik Schumpeter, inovasi-inovasi yang dilakukan meliputi produk baru, layanan dan metode produksi, pembukaan pasar baru dan sumber bahan baku, danm perintis bentuk-bentuk baru organisasi bisnis. 5. K-Wave memiliki pusat lokasi produksi sendiri dalam ruang dan waktu. Cotton Wave di Inggris dipusatkan di Manchester. 6. K-Wave memiliki karakter khusus dan spesialisasi untuk mengubah struktur ekonomi dunia, yaitu mengapa urutan K-Wave menimbulkan transformasi struktural. Hall dan Preston (1988) telah menunjukkan bahwa tiga K-Wave terbaru (telegraf dan listrik, radio dan elektronik, dan komputer dan industri informasi) bersama-sama bisa dipandang sebagai pembawa revolusi informasi. Negara-negara yang ingin menguasai sistem Internasional haruslah dapat menguasai sektor-sektor unggulan yang juga dapat diterima oleh pasar. Di dalam K-Wave adanya 4 fase tersebut akan terus mengalami perputaran dalam kurun
11 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
waktu yang lama. Dalam waktu 50-60 tahun jika telah terjadi perubahan sektor unggulan dan penguasaannya, maka hal tersebut dapat dikatakan perputaran yang cepat, karena jangka waktu yang dibutuhkan menurut Nikolas D. Kondratieff adalah 100-120 tahun 25.
Oleh sebab itu, kemunculan negara-negara yang
menguasai sektor-sektor unggulan dapat dianggap sebuah ancaman bagi negara yang telah mendominasi sistem Internasional dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki. Ancaman karena adanya kekuatan negara-negara baru yang juga berpotensi menguasai sektor-sektor unggulan kerap terjadi di dalam sistem Internasional. Di dalam studi Hubungan Internasional juga mendefinisikan ancaman sebagai situasi dimana grup atau kelompok memiliki kemampuan untuk menciptakan atau menimbulkan persepsi negatif pada kelompok lain 26. Adapun ancaman menurut MacKuen, Erikson dan Stimson dibagi menjadi dua yaitu ancaman terhadap individu dan ancaman terhadap kolektif individu 27. Adapun ancaman terhadap individu dapat di gambarkan dalam bentuk keamanan fisik, kekayaan pribadi dan pendapatan serta nilai-nilai pribadi dan keyakinan. Sedangkan ancaman terhadap kolektif individu antara lain ancaman dalam bidang militer, ancaman ekonomi dan ancaman budaya. Namun ada contoh menarik mengenai persepsi ancaman tersebut yaitu pekerja tekstil di Amerika Serikat
25
Ibid James W.Davis. 2000. Threats and promises: The pursuit of international influence. Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press. 27 Michael B. MacKuen., Robert S. Erikson, and James A. Stimson. 1992. Peasants or bankers? The American electorate and the U.S. economy. American Journal of Political Science 86:597611. 26
12 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
merasa bahwa kebangkitan China merupakan adanya ancaman terhadap Amerika Serikat dan juga ancaman terhadap pendapatannya sendiri 28. Menurut David Rousseau persepsi ancaman muncul karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara satu negara dengan negara lain 29. Kekuatan negara-negara dapat diukur dari jumlah penduduk dan luas wilayah, sumber daya yang dimiliki, kemampuan ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan kompetensi dari negara-negara tersebut 30. Sedangkan kaum realis mengukur kekuatan sebuah negara adalah dari kekuatan militer yang dimiliki oleh negara tersebut yang digunakan untuk mempengaruhi negara lain. Namun ternyata pandangan realis mengenai ukuran kekuatan suatu negara juga terbagi menjadi dua yaitu ukuran dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek realis mengukur kekuatan suatu negara dengan mengkhawatirkan aspek militer negara tersebut, sedangkan dalam jangka panjang realis mengkhawatirkan mengenai kekuatan ekonomi dan besarnya teritori atau wilayah dari negara pesaing 31. Selain itu, Simpson dan Yinger memberikan gambaran mengenai kondisi politik dan ekonomi yang dapat menimbulkan persepsi ancaman 32. Ketika pendistribusian kekuasaan tidak merata di antara negara-negara di dunia, maka 28
Ibid. David L Rousseau. 2002. Motivations for choice: The salience of relative gains in international relations. Journal of Conflict Resolution 46:394-426. 30 Kenneth N Waltz. 1979. Theory of international politics. New York: Random House. 1986. A response to my critics. In Neorealism and its critics, edited by R. O. Keohane, 322-45. New York: Columbia University Press. 31 David L. Rousseau. Opcit. Pp.746. 32 Simpson, George, and J. Milton Yinger. 1985. Racial and cultural minorities: An analysis of prejudice and discrimination. 5th ed. New York: Plenum. 29
13 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
terjadi sebuah kekhawatiran akan kekuatan tersebut antara negara-negara yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dan sebaliknya. Kekhawatiran tersebut terjadi pada kedua belah pihak dari negara-negara tersebut yang mana negara dengan kekuatan yang lebih khawatir akan posisinya yang akan tergeser oleh kekuatankekuatan baru yang muncul, sedangkan negara yang lemah khawatir akan nasib negaranya sendiri di tengah kondisi global yang terjadi. 1.4.3
Sintesis Teori Dari kerangka pemikiran diatas peneliti dapat menarik sebuah sintesis
yaitu sebuah negara yang memiliki kekuatan Super atau Super Power memiliki tujuan serta kepentingan-kepentingan di dalam sistem dunia Internasional, termasuk kepentingan di dalam organisasi regional. Kepentingan tersebut dapat diwujudkan melalui kerjasama-kerjasama yang dijalin oleh negara Super Power di dalam organisasi kawasan. Namun munculnya kekuatan baru di dalam organisasi kawasan mampu membuat negara Super Power merasa keberadaanya terancam. Negara Super Power khawatir akan kehilangan pengaruhnya di dalam organisasi kawasan tersebut. Adanya persepsi ancaman terhadap munculnya kekuatan baru dirasakan oleh negara Super Power karena dianggap dapat menghilangkan pengaruh dari negara Super Power di kawasan tersebut. Oleh sebab itu, sintesis teori diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
14 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 1.3
SUPER POWER
Organisasi Kawasan/ Forum Dialog
New Power Agresifitas negara New Power
TUJUAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI Ancaman 1.5 Hipotesis Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis dapat mengambil hipotesis yaitu bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS adalah pertama karena adanya persepsi ancaman dari Negara New Power dan kedua adalah karena kekhawatiran akan kehilangan pengaruh di kawasan Asia Tenggara.
1.6 Metodologi 1.6.1
Definisi Konseptual dan Operasional
1.6.1.1. Ancaman Ancaman adalah situasi dimana grup atau kelompok memiliki kemampuan untuk untuk menciptakan atau menimbulkan persepsi negatif pada kelompok
15 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
lain 33. Di dalam ranah politik, ancaman dapat di definisikan sebagai sebuah usaha yang dilaksanakan secara konsepsional melalui tindak politik dan atau kejahatan yang diperkirakan dapat membahayakan tatanan serta kepentingan negara dan bangsa 34. Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa adanya persepsi ancaman dari Amerika Serikat tersebut muncul ketika China, sebagai negara kekuatan baru yang kuat di dalam perekonomian dan militerisasinya, juga bergabung di dalam forum dialog EAS. Hubungan antara China dan EAS bermula ketika China juga menjadi salah satu negara yang ikut dalam mendirikan EAS pada tahun 2005 35. Kemunculan dari China dianggap sebagai sebuah ancaman bagi Amerika Serikat, yang mana cepatnya laju pertumbuhan ekonomi di China berdampak pada berubahnya hubungan politik dan ekonomi China di dunia, termasuk Asia Tenggara yang mana merupakan basis dari kepentingan ekonomi, politik dan strategis Amerika Serikat 36. Sejak terjadi peningkatan pesat pada perekonomiannya, China menjadi negara yang berusaha untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya adalah kerjasama dengan negara-negara ASEAN. Kerjasamakerjasama yang dilakukan dengan negara-negara ASEAN antara lain adalah meningkatkan diplomasi aktif dengan ASEAN, penandatanganan TAC pada tahun
33
James W.Davis. Op.cit Definsi Ancaman. [Internet]. Terdapat pada http://www.artikata.com/arti-357833-ancaman.html. (diakses pada tanggal 6 Maret 2012). 35 Backgrounder:Chronology of China’s standpoints at East Asia Summit. [Internet]. Terdapat pada http://news.xinhuanet.com/english2010/china/2011-11/19/c_131256752.htm. (Diakses pada 6 Maret 2012). 36 Bruce Vaughn and Wayne Morrison. CRS Report RL32688. China-South East Asia Relations: Trend, Issues and Implications for the United States, P.1. 4April 2006. Diakses pada 6 Maret 2012. 34
16 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
2003, bergabung di dalam EAS dan mendorong dibentuknya ASEAN-China Free Trade Area atau kawasan perdagangan bebas antara ASEAN dan China 37. Kedekatan antara negara-negara ASEAN dan China menjadi semakin dalam ketika China bergabung di dalam EAS, yang mana dalam setiap KTT EAS yang diadakan, China selalu memberikan posisi dari negaranya terhadap isu-isu yang dibahas dalam setiap KTT EAS serta memberikan solusi-solusi terhadap isuisu tersebut 38. Oleh sebab itu, Amerika Serikat melihat bahwa China sebagai negara dengan kekuatan baru di kawasan tersebut menjadikan sebuah ancaman bagi kelangsungan pengaruh dan kepentingan di kawasan Asia Tenggara terutama di dalam EAS. 1.6.1.2 Negara Kekuatan Baru / New Power Power atau kekuatan merupakan sebuah konsep dasar di dalam studi Hubungan Internasional yang diartikan sebagai kemampuan negara dalam mengontrol atau mempengaruhi suatu negara untuk mengikuti keinginan negara lain 39. Sedangkan baru merupakan kata sifat yang artinya belum pernah ada 40. Dengan kata lain negara kekuatan baru adalah negara-negara yang muncul di abad ke 21, dengan memiliki kekuatan-kekuatan yang besar seperti ekonomi, politik dan militer.
37
Yong Deng and Thomas Moore, “China Views Globalization: Toward New Great-Power Politics?” The Washington Quarterly, Summer 2004. 38 Backgrounder: Chronologyof China’s standpoints at East Asia Summit. Opcit. 39 Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan. The International Relations: The Key Consepts. 2002. pp.253 40 Situs Merriam Webster [Internet]. Dalam http://www.merriamwebster.com/dictionary/new?show=0&t=1332681728. Diakses pada 25 Maret 2012.
17 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Di dalam definisi operasional mengenai negara kekuatan baru, maka China merupakan negara yang dianggap memiliki kekuatan baru setelah mengalami peningkatan yang pesat dalam perekonomian serta militerisasinya. Peningkatan perekonomian dan militerisasi dari China dianggap sebagai sebuah ancaman bagi keberlangsungan pengaruh Amerika Serikat sebagai negara Super Power di dalam EAS. Oleh sebab itu, penulis memberikan bukti dari salah satu perwakilan Amerika Serikat bahwa kebangkitan China merupakan ancaman bagi Amerika Serikat pada Bab III. 1.6.2
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data didefinisikan sebagai satu proses mendapatkan data
empiris melalui responden dengan menggunakan metode tertentu. 41 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi pustaka dalam mengumpulkan data. Melalui metode ini, data-data dalam penelitian didapatkan melalui literaturliteratur berupa buku-buku, buletin cetak, serta sumber-sumber artikel dari internet yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Selain itu, pada penelitian ini penulis juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan salah satu staf yang duduk di Pemerintahan Amerika Serikat yang bekerja untuk Indonesia Desk Office di Washington DC, Amerika Serikat. 1.6.3
Ruang Lingkup Penelitian Untuk menjelaskan mengapa Amerika Serikat bersedia bergabung didalam
EAS pada tahun 2010 serta dalam pidato Hillary Clinton pada tahun 2009 yang 41
Ulber Silalahi. Opcit. pp.257
18 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
menyatakan keinginan Amerika Serikat untuk bergabung didalam EAS, maka penelitian ini membatasi waktu penelitian dari tahun 2005 (awal pembentukan EAS) sampai dengan pada tahun 2010 (ketika Amerika Serikat resmi bergabung didalam EAS). 1.6.4
Teknik Analisa Data Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif, hal
tersebut karena data empiris yang diperoleh oleh penulis adalah data kualitatif berupa kumpulan kata-kata dan bukan rangkaian angka. Dalam proses analisa data, penulis mengacu pada kegiatan analisis menurut Miles dan Huberman yang menyatakan bahwas terdapat tiga alur kegiatan dalam menganalisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga kegiatan ini berlangsung secara bersamaan yang mana artinya ketiga kegiatan ini saling berhubungan dan berkaitan untuk membentuk proses siklus yang interaktif pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data yang dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. 42 . 1.6.5
Sistematika Penulisan
BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan yang meliputi penjabaran latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis, serta metodologi penelitian yang mencakup definisi konseptual, definisi operasional,
42
Ibid
19 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
tipe penelitian, jangkauan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika penulisan. BAB II : Berisi mengenai perkembangan EAS sebagai forum dialog dan juga postur dari masing-masing negara anggota EAS serta peran negara-negara tersebut di dalam EAS BAB III : Berisi mengenai alasan bergabungnya AS di dalam EAS beserta buktibukti dalam bentuk pidato maupun laporan dari pihak pemerintah Amerika Serikat serta hasil wawancara Khusus dengan staf Pemerintah Amerika Serikat yang bekerja di Indonesia Desk Office. Pada Bab III ini juga membuktikan sinkronisasi antara Teori dan Hipotesis dalam penelitian ini. BAB IV : Berisi Kesimpulan dari penelitian ini.
20 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
B A B II
Perkembangan East Asia Summit dan Postur Negara-negara Anggota
II. 1. East Asia Summit: Keanggotaan, Tujuan dan Isu-isu II. 1. 1. Keanggotaan East Asia Summit adalah sebuah forum dialog ASEAN yang beranggotakan 10 Negara-negara ASEAN dan 8 Negara-negara Mitra Wicara ASEAN (Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Amerika Serikat, Rusia). Pada awal pembentukan EAS, jumlah anggotanya sebanyak 16 negara, yaitu 10 negara ASEAN + 6 negara Mitra Dialog ASEAN (China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia dan New Zealand) 43. Kemudian pada tahun 2010, tepatnya pada Pertemuan ASEAN yang ke 16 di Vietnam, Amerika Serikat dan Rusia resmi bergabung didalam EAS. Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN setuju untuk mengundang kedua negara tersebut yang mana dimaksudkan untuk mengisi kekosongan strategis dari Regional Architecture 44.
43
Direktorat Mitra Wicara Antar Kawasan, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Kumpulan Pertemuan Asia Timur. Jakarta. 2010 44 Ibid
21 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Keanggotaan didalam EAS harus berdasarkan pada Informal Meeting of ASEAN Foreign Minister di Cebu Filipina pada pertengahan Juli tahun 2005 45. Pada Pertemuan tersebut, negara-negara ASEAN menetapkan beberapa syarat bagi negara-negara non-ASEAN yang ingin bergabung didalam EAS. Adapun syarat untuk menjadi anggota ASEAN antara lain 46 : a) Negara Partisipan harus menandatangani ASEAN Treaty of Amity and Cooperation (TAC), b) Negara Partisipan haruslah Mitra Dialog formal ASEAN, c) Negara Partisipan haruslah mempunyai hubungan kerjasama substansif dengan ASEAN. II. 1. 2 Tujuan didirikannya EAS Adapun tujuan dari pendeklarasian EAS sebagai sebuah forum dialog antara lain 47: 1.) Pembentukan KTT Asia Timur atau EAS sebagai sebuah forum dialog yang strategis yang mana isu-isu politik dan ekonomi dianggap sebagai sebuah
kepentingan
serta
perhatian
bersama
yang
bertujuan
untuk
mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran ekonomi di wilayah Asia Timur. 2.) KTT Asia Timur didirikan untuk mempromosikan pembangunan masyarakat kawasan yang diperkuat oleh Komunitas ASEAN atau ASEAN Community dan akan menjadi bagian utuh dari Regional Architecture 48. 3.) KTT Asia Timur bersifat terbuka, inklusif, transparan dan forum yang berwawasan 45
Romulo, A. Secretary of Foreign Affairs, Republic of Philippines, ‘Briefing for the ambassadors and representatives of ASEAN and ASEAN dialogue partners on the ASEAN Ministerial retreat’, Press Statement, 15 April 2005. [Internet]. Terdapat pada Parliament of Australia: Department of Parliamentary Services no. 5, 2006–07, ISSN 1832-2883. 46 ASEAN. East Asia Summit. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/23298.htm. (Diakses pada 5 Mei 2011). 47 Ibid diakses pada 9 Februari 2012. 48 Regional Architecture adalah sebuah perkembangan hubungan antar negara di sebuah kawasan dan bagaimana negara-negara tersebut menjalin suatu hubungan yang kemudian dibawa ke tingkat atau forum yang lebih tinggi (Direktorat Mitra Wicara Antar Kawasan Kemlu RI, 2010).
22 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Internasional yang berusaha untuk memperkuat aturan-aturan global dan nilainilai universal yang diakui di dalam ASEAN sebagai sebuah kekuatan yang mendorong untuk bekerjasama dengan negara-negara non-ASEAN di dalam KTT Asia Timur. 4.) Fokus utama di dalam KTT Asia Timur adalah pembinaan dialog yang strategis serta mempromosikan kerjasama dalam isu-isu politik dan kemanan demi tercapainya perdamaian dunia; mempromosikan pembangunan, stabilitas keuangan, keamanan energi, integrasi dan pertumbuhan ekonomi; pengentasan kemiskinan dan mengurangi perbedaan pembangunan di kawasan Asia Timur yang dilakukan dengan cara tranfer teknologi dan pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas, pemerintahan yang baik, bantuan kemanusiaan serta mempromosikan perdagangan, perluasan investasi dan liberalisasi ekonomi; mempromosan pemahaman budaya yang lebih dalam, peningkatan kerjasama dalam usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan solidaritas di kawasan Asia Timur dengan cara melakukan perlindungan terhadap lingkungan, pencegahan penyakit menular dan mitigasi bencana. 5.) Negara-negara yang tergabung di dalam KTT Asia Timur harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh ASEAN, KTT Asia Timur akan diselenggarakan secara berkelanjutan, KTT Asia Timur akan diselenggarakan dan diketuai oleh negara-negara anggota ASEAN dan modal dari KTT Asia Timur akan dipantau secara menyeluruh oleh semua anggota KTT Asia Timur. II. 1. 3. Isu-isu yang di bahas pada setiap tahunnya di dalam EAS Seiring dengan berjalannya waktu, EAS menjadi sebuah forum dialog yang penting karena isu-isu yang dibahas pada setiap tahunnya. Namun, isu-isu 23 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
yang dibahasa di dalam KTT Asia Timur atau EAS berbeda-beda setiap tahunnya. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertama tahun 2005 di Kuala Lumpur Malaysia, negara-negara EAS membahas mengenai Avian Influenza atau Flu Burung. Lalu pada KTT Kedua di Cebu Filipina, negara-negara EAS membahas mengenai energy security. KTT Ketiga di Singapura, ada beberapa pembahasan yaitu mengenai energi, lingkungan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Kemudian pada KTT Keempat di Cham Hua Hin Thailand, negara-negara anggota EAS menyetujui pembahasan mengenai Penanggulangan Bencana atau Disaster Management. Dan pada KTT Kelima tahun 2010 lalu di Hanoi Vietnam, pembahasan di fokuskan pada beberapa hal antara lain Pendidikan, Kebudayaan, Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim 49. Sedangkan pada KTT Asia Timur tahun 2011, ada dua isu utama yang dibahas yaitu mengenai Keketuaan Myanmar pada tahun 2014 serta kisruh Laut Cina Selatan yang melibatkan negara-negara anggota EAS 50. II. 2. Postur Negara-negara Anggota EAS II. 2. 1 Australia dan EAS Hubungan antara Australia dengan ASEAN telah terjalin sejak tahun 1974, dengan peningkatan hubungan kerjasama di berbagai bidang termasuk politik,
49
Direktorat Mitra Wicara dan Antar Kawasan Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Opcit. 50
Isu-isu di dalam EAS. [Internet]. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/11/111119_eastasiaclose.shtml, diakses pada 9 Februari 2012.
24 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ekonomi, sosial budaya dan keamanan 51. Intensitas hubungan antara Australia dan ASEAN semakin tinggi, hingga pada tahun 2004 Australia menandatangani TAC yang merupakan perjanjian untuk melakukan aksi damai di kawasan. Penandatanganan TAC tersebut juga diikuti dengan bergabungnya Australia dalam ARF (ASEAN Regional Forum) dan penandatanganan Deklarasi perang melawan terorisme pada tahun 2004. Lalu, pada tahun 2005 Australia juga sebagai salah satu negara pemrakarsa berdirinya KTT Asia Timur atau EAS di Kuala Lumpur Malaysia 52. Sejak saat itu, Australia resmi sebagai salah satu anggota dari forum dialog EAS dengan menjalin hubungan yang lebih komprehensif dalam bidang ekonomi, keamanan dan diplomatik. EAS sebagai forum dialog menyediakan sebuah tempat dimana tidak ada satupun negara anggotanya yang dapat memaksakan pengaruh dan kekuatannya di dalam forum dialog tersebut 53. Namun bergabungnya Australia di dalam EAS merupakan sebuah perimbangan bagi kekuatan China yang mendominasi forum dialog EAS. Sebagai bukti, ketika pendirian EAS di Malaysia, China menginginkan negaranegara anggota ASEAN Plus Three (APT), ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan, yang menjadi pemegang peran kunci di dalam forum dialog EAS, bukan hanya ASEAN 54. Tetapi usulan China tersebut di tolak bersama dengan keinginan China untuk menyelenggarakan KTT EAS yang kedua di Beijing. Oleh sebab itu,
51
ASEAN-Australia. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20183.htm. diakses pada 20 Maret 2012. 52 Lau Teik San. Australia, ASEAN and the East Asia Summit. 2006. [Internet]. Terdapat pada www.aiia.asn.au/ wa-papers/doc_download/201-australia-asean-and-the-east-asian-summit-lauteik-son&ei.pdf. Diakses pada 18 Maret 2012. 53 Ibid. p. 5 54 Ibid. p.6
25 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
negara-negara ASEAN turut mengundang Australia, India dan Selandia Baru untuk bergabung di dalam EAS. Hubungan Australia dengan EAS menjadi semakin erat, terutama ketika Australia yang dipimpin Perdana Menteri Julia Gillard memberikan perhatian kepada negara-negara yang tergabung di dalam EAS terutama negara-negara ASEAN dengan menginvestasikan $132 juta untuk pembangunan infrastruktur serta transportasi guna meningkatkan perdagangan dengan negara-negara ASEAN pada tahun 2010 55. Selain itu, Australia juga memberikan perhatian terhadap para pekerja migran dan juga melawan penyebaran penyakit menular dengan memberikan bantuan sebesar $32juta selama tahun 2010-2014 untuk pencegahan penyakit menular di kawasan Asia Pasifik 56. Pemerintah Australia menekankan bahwa kerjasama yang ingin di bangun di dalam EAS yaitu membangun agenda kerjasama secara substantif dan komprehensif, fokus Australia di dalam EAS adalah untuk membangun kerjasama finansial yang lebih besar dalam lingkup regional 57. II. 2. 2 China dan EAS Pada tahun 1991, Menteri Luar Negeri China H. E Qian Qichan mengahadiri pembukaan Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN di Malaysia sebagai
55
Australia and EAS. EAS and Australia- ASEAN Summit Announcements. [Internet]. Terdapat pada http://www.ausaid.gov.au/hottopics/topic.cfm?ID=4535_3489_1803_5311_7692. Diakses pada 18 Maret 2012. 56 Ibid 57 Asia and International Security: An Australian Perspective. [Internet]. Terdapat pada http://www.foreignminister.gov.au/speeches/2010/100215_madrid.html. Diakses pada 8 Mei 2012.
26 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
tamu dari Pemerintah Malaysia 58. Kehadiran dalam pembukaan Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN tersebut, China juga menyatakan keinginanannya untuk menjalin kerjasama dengan ASEAN, yang kemudian baru pada tahun 1996 China memperoleh status sebagai Mitra Dialog penuh ASEAN 59. Adapun China dan ASEAN telah menyepakati sebelas kerjasama di berbagai bidang antara lain pertanian, teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan Mekong Basin, investasi, energi, transportasi, budaya, kesehatan masyarakat, pariwisata dan lingkungan 60. Penandatanganan TAC oleh China pada tahun 2003 di Bali, Indonesia merupakan sebuah bukti akan keseriusan China dalam menjalin hubungan yang lebih komprehensif dengan ASEAN. Di dalam EAS China merupakan negara yang mendominasi forum dialog tersebut, dominasi China di dalam EAS tergambar ketika China hanya menginginkan negara-negar APT saja sebagai anggota di dalam EAS 61. Namun keinginan tersebut ditolak oleh negara-negara ASEAN yang menginginkan forum dialog EAS lebih terbuka dan inklusif. Keinginan China agar EAS hanya beranggotakan negara-negara anggota APT dikarenakan China ingin menghilangkan pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut, yang mana keberadaan Australia, Selandia Baru dan India dianggap sebagai sekutu Amerika Serikat 62. Namun usaha China tersebut gagal, hal ini dikarenakan negara-negara ASEAN mendukung negara-negara Mitra 58
China-ASEAN. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20185.htm. diakses pada 20 Maret 2012. 59 Ibid 60 Ibid 61 Lau Teik San. Opcit. 62 CRS Report RS 22346. Opcit. P.3
27 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Wicaranya yang telah memenuhi syarat untuk bergabung di dalam EAS. Dominasi yang semakin kuat terlihat dari sikap China ketika KTT EAS berlangsung pada setiap tahunnya. China mendominasi keputusan-keputusan sesuai dengan kepentingan dari negaranya 63. Di dalam EAS, pengaruh dan agresivitas China terlihat dari sikap Perdana Menteri China Wen Jiabao dalam setiap KTT Asia Timur yang diselenggarakan, antara lain 64: Sejak pertama kali bergabung di dalam KTT Asia Timur, Perdana Menteri China Wen Jiabao telah memberikan pandangan mengenai KTT Asia Timur sebagai sebuah forum dialog yang mampu meningkatkan hubungan kerjasama antar negara-negara di kawasan Asia Timur. Selain itu, dengan adanya forum tersebut, Wen menambahkan, akan mempercepat pertumbuhan ekonomi global dan kerjasama regional, terjadinya saling ketergantungan antar negara-negara di kawasan Asia Timur serta terjadinya peningkatan kerjasama di kawasan Asia Timur. Lalu pada KTT Asia Timur kedua yang diselenggarakan di Cebu Filipina pada tahun 2007, Wen kembali membawa poin-poin penting yang seharusnya di utamakan di dalam EAS, antara lain kerjasama antar negara-negara EAS seharusnya di mulai dari kepentingan-kepentingan dari masing-masing negara yang kemudian diambil dengan konsensus. Tranfer teknologi dan informasi juga menjadi salah satu agenda yang diusulkan oleh China terhadap forum dialog EAS. Kemudian pada KTT Asia Timur yang Ketiga, Wen memberikan perhatian
63
Backgrounder: Chronologyof China’s standpoints at East Asia Summit. Op.cit.diakses pada 11 Maret 2012 64
Ibid
28 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
terhadap perubahan iklim dan isu lingkungan yang terjadi akibat dampak dari pemanasan global. "Developed countries should face up to their historical responsibilities, take the lead in cutting emissions and honor their commitment on technological transfer and financial aid to developing countries," Perhatian yang diberikan oleh China terhadap KTT Asia Timur terus berlanjut, hingga pada KTT Asia Timur Keempat, Wen menegaskan akan pentingnya sikap saling menghargai antara satu negara dengan negara lain terutama negara-negara tetangga China. Selain itu, Wen juga menyatakan bahwa hendaknya negara-negara yang mengalami perselisihan dapat segera menuntaskan permasalahannya agar dapat tetap menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan tersebut. Pada KTT Asia Timur yang kelima, China melihat bahwa KTT Asia Timur hanyalah sebuah forum dialog yang lekat dengan istilah “led by leaders”, dan menganggap bahwa kerjasama yang dilakukan seharusnya ada peningkatan. Hal ini terlihat dari pernyataan Perdana Menteri Wen "China is ready to work together with other parties to deepen East Asian cooperation by upholding the established principles and purposes of the East Asia Summit". Dalam KTT Asia Timur kelima tersebut, China juga mengatakan akan meningkatkan kerjasama-kerjasama di luar KTT Asia Timur seperti, ASEAN Plus One, ASEAN Plus Three dan Pertemuan antara China, Jepang dan Korea Selatan, untuk dapat memainkan perannya di dalam kerjasama-kerjasama selain KTT Asia Timur.
29 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Pada saat konsep dan proposal mengenai EAS digulirkan kembali oleh Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi pada tahun 2004 di saat pertemuan APT (ASEAN Plus Three), China melihat peluang yang besar untuk dapat menguasai KTT Asia Timur dan meluaskan pengaruh serta mencapai kepentingannya di tengah sikap Amerika Serikat yang sedang konsentrasi penuh dalam kebijakan luar negerinya yaitu perang melawan terorisme 65. Keinginan dan ambisi China yang besar untuk menguasai KTT Asia Timur, sekaligus ingin menggantikan posisi Amerika Serikat di kawasan tersebut. Sikap agresif dari China terlihat dari usaha China untuk menggagalkan India, Australia dan Selandia Baru untuk bergabung di dalam KTT Asia Timur, namun usaha tersebut gagal dikarenakan negara-negara ASEAN mendukung India untuk bergabung di dalam EAS 66. Namun, China tetap berusaha keras untuk menghilangkan negara-negara sekutu Amerika Serikat seperti Australia dengan mengusulkan negara-negara anggota dalam KTT Asia Timur hendaknya negara-negara ASEAN Plus Three (Jepang, China dan Korea Selatan) 67. Hal tersebut dilakukan pada bulan Desember tahun 2005, ketika EAS akan dibentuk. Tetapi, usaha tersebut gagal karena negara-negara ASEAN tetap menjadi pemegang kekuasaan penuh terhadap forum dialog EAS tersebut. II. 2. 3 India dan EAS 65
Mohan Malik. 2006. China and the East Asia Summit : More Discord than Accord. [Internet]. Terdapat pada www.apcss.org/Publications/APSS/ChinaandEastAsiaSummit.pdf, diakses pada 11 Maret 2012. 66 Ibid. 67 Ibid.
30 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
India telah memiliki hubungan secara sektoral dengan ASEAN sejak tahun 1992, namun hubungan kemitraan dialog penuh antara kedua belah pihak baru terjadi pada tahun 1995 68. Sejak tahun 2002, India dan ASEAN memiliki Pertemuang yang diadakan secara rutin pada setiap tahunnya. Pertemuan tersebut antara lain membahas mengenai hubungan di berbagai bidang seperti politik dan keamanan, ekonomi, serta kerjasama sosial dan budaya 69. Bukti bahwa India menginginkan untuk menjalin kerjasama yang lebih dalam dengan ASEAN adalah dengan penandatanganan TAC pada tahun 2003 di Bali, Indonesia 70. Selain itu, India juga merupakan salah satu negara yang turut menandatangani pendirian EAS di Kuala Lumpur Malaysia. Keikutsertaan India di dalam EAS juga terjadi sebuah kontroversi, yang mana China tidak menginginkan India untuk bergabung di dalam EAS 71. Usaha yang dilancarkan oleh China agar India tidak bergabung di dalam EAS sangat keras, namun kemudian usaha tersebut gagal karena negaranegara ASEAN menginginkan serta mengijinkan India untuk bergabung di dalam EAS 72. Singapura, Indonesia dan Jepang merupakan negara-negara yang menginginkan forum dialog EAS tersebut dapat mengundang negara-negara lain di luar negara anggota APT 73.
68
ASEAN-India. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20188.htm. Diakses pada 20 Maret 2012. 69 Ibid 70 Ibid 71 Mohan Malik. Op.cit 72 Ibid 73 S.D. Muni. East Asia Summit and India.Institute of Asia Studies. 2006. P.7 [Internet]. Terdapat pada http://www.kms1.isn.ethz.chserviceengineFilesISN25443ipublicationdocument_singledocument13 .pdf. Diakses pada 18 Maret 2012.
31 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Beberapa negara-negara seperti Jepang, Indonesia, Singapura dan Thailand melihat bahwa keikutsertaan India di dalam EAS tersebut mampu untuk meredam dominasi dari China dan juga keraguan dari Malaysia akan peningkatan hubungan antar negara-negara di dalam EAS 74. II. 2. 4 Jepang dan EAS Pada tahun 1973, Jepang dan ASEAN telah menjalin hubungan informal yang kemudian tahun 1977, Jepang dan ASEAN membentuk sebuah forum untuk menjalin kerjasama yang lebih dalam 75. Hubungan kerjasama Jepang dan ASEAN meliputi kerjasama ekonomi, sosial dan budaya, politik dan keamanan, perang melawan terorisme, perdagangan hingga kerjasama pembangunan 76. Jepang juga melakukan penandatanganan TAC pada tahun 2004 di Jakarta untuk mengatur hubungan antara negara-negara di kawasan dan sebagai instrumen diplomatik untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara 77. Sebagai salah satu pendiri forum dialog EAS, Jepang mengusulkan agar keanggotaan di dalam EAS di perluas dengan mengundang beberapa negara Mitra Wicara ASEAN seperti India, Australia dan Selandia Baru 78. Keinginan Jepang untuk memperluas keanggotaan di dalam EAS adalah karena adanya konflik
74
Ibid. p.35 ASEAN-Jepang. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20191.htm. diakses pada 20 Maret 2012. 76 Ibid 77 Ibid 78 Mohan Malik. Opcit. P.3 75
32 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
antara Jepang dan China yang kemudian berimbas kepada keinginan China untuk menguasai forum dialog EAS dan menjadi kekhawatiran bagi Jepang 79. Di dalam forum dialog EAS, Jepang melihat ada tiga pilar utama 80 antara lain poin pertama EAS sebagai sebuah pertemuan puncak yang bersejarah yang diadakan dengan tujuan untuk membangun masa depan dari regionalisme Asia Timur dan Jepang bermaksud untuk turut berkontribusi demi mencapai keberhasilan dari forum dialog tersebut. Poin kedua, Kerjasama yang terjalin di dalam forum dialog EAS bersifat terbuka dengan melibakan Mitra Wicara ASEAN seperti India, Australia, India dan Selandia Baru serta Amerika Serikat dan Rusia. Poin ketiga berisi mengenai keinginan Jepang terhadap forum dialog EAS dapat tetap melanjutkan prinsip regionalisme terbuka, mempromosikan kerjasama fungsional di berbagai bidang termasuk sosial dan ekonomi serta penanggulangan terorisme, menghormati nilai-nilai universal seperti demokrasi dan hak asasi manusia yang sesuai dengan rezim global. II. 2. 5 Korea Selatan dan EAS Hubungan sektoral antara ASEAN dengan Korea Selatan telah terjalin sejak tahun 1989, namun baru tahun 1991 Korea Selatan resmi sebagai Mitra Dialog penuh ASEAN 81. Hubungan yang terjalin antara ASEAN dengan Korea Selatan mengalami kemajuan yang pesat ketika pada tahun 2004, kedua belah pihak menandatangai POA (Plan of Action) guna meningkatkan kerjasama yang 79
Ibid. Jepang dan EAS. General Information on EAS.[Internet]. Terdapat pada http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/eas/outline.html. Diakses pada 19 Maret 2012 81 Korea Selatan-ASEAN. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20192.htm. diakses pada 20 Maret 2012. 80
33 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
komprehensif 82. Pada tahun yang sama, Korea Selatan juga bersedia menandatangai TAC guna menunjukkan komitmen yang kuat untuk terlibat lebih dalam pada bidang politik dan keamanan serta memberikan kontribusi untuk wilayah, stabilitas, perdamaian dan kemakmuran 83. Pada tahun 1997, Korea Selatan juag sebagai salah satu negara APT bersama dengan China dan Jepang. Dalam EAS, Korea Selatan juga sebagai salah satu negara yang juga pendiri EAS pada tahun 2005 beserta 15 negara lainnya. II. 2. 6 Selandia Baru dan EAS Selandia Baru menjalin hubungan dialog dengan ASEAN sejak tahun 1975 84. Hubungan tersebut antara lain untuk memperkuat hubungan dengan mengutamakan kepentingan bersama serta memberikan kontribusi untuk saling percaya dan menghormati satu sama lain, sikap saling ketergantungan dan saling menguntungkan 85. Pada tahun 2005, Selandia Baru juga menandatangani TAC tepatnya pada tanggal 28 Juli di Vientiane. Penandatanganan tersebut merupakan bukti akan keseriusan Selandia Baru untuk menjalin hubungan yang lebih dalam dengan ASEAN. Pada tahun yang sama, Selandia Baru juga menerima undangan dari negara-negara ASEAN untuk bergabung di dalam forum dialog EAS 86. Bersama dengan Australia dan ASEAN, Selandia Baru menjalin kerjasama mengenai Area
82
Ibid Ibid 84 Selandia Baru-ASEAN. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20193.htm. diakses pada 20 Maret 2012. 85 Ibid 86 Ibid 83
34 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Perdagangan Bebas yang mulai di implementasikan pada tahun 2015 87. Selandia Baru juga turut memberikan perhatian terhadap permasalahan-permasalahan yang di bahas di dalam KTT EAS antara lain mengenai pencegahan dan pemberantasan penyebaran virus flu burung dan HIV/AIDS. Selain itu, Selandia Baru juga memperkuat kerjasama dalam pengembangan Sumber Daya Manusia yang dipromosikan melalui pendidikan 88.
87
Amerika Serikat-ASEAN. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/22684.htm. diakses pada 20 Maret 2012. 88 Ibid
35 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
B A B III ANALISIS ALASAN BERGABUNGNYA AMERIKA SERIKAT DALAM EAST ASIA SUMMIT (EAS) Adanya forum dialog di dalam organisasi kawasan merupakan sebuah hal tidak mudah terlebih dalam memilih negara-negara yang dianggap layak untuk menjadi anggota di dalam forum dialog tersebut. Adanya perselisihan serta kepentingan-kepentingan dari beberapa pihak yang menginginkan negara-negara tertentu untuk turut bergabung serta seharusnya tidak bergabung pun turut mewarnai lika-liku pembentukan forum dialog sebuah kawasan. Pada Bab II, penulis telah memaparkan perkembangan EAS sebagai sebuah forum dialog dan juga telah menjelaskan mengenai postur-postur dari negara-negara anggota EAS. Penulis melihat ada fakta yang menarik dari sejarah bergabungnya negara-negara anggota EAS tersebut, yang mana China yang juga sebagai salah satu negara anggota yang ikut menandatangani KTT EAS yang pertama tersebut memaksakan keinginanannya untuk memilih negara-negara yang seharusnya bergabung di dalam EAS. Lalu fakta yang kedua adalah terjadinya perubahan sikap dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap EAS. Oleh sebab itu, pada Bab III ini penulis ingin memfokuskan pada pembahasan mengenai mengapa terjadi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap EAS. III. 1. Sejarah Bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS
36 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
III. 1. 1 Konflik awal pembentukan EAS antara Amerika Serikat dengan ASEAN Ketika konsep EAS bergulir, hubungan antara Amerika Serikat dengan EAS sempat memanas, hal ini dipicu dari pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condolleeza Rice yang mengkritik mengenai eksklusifitas EAS sebagai sebuah forum dialog di kawasan tersebut. Pada tahun tersebut sikap Amerika Serikat terlihat dingin ketika konsep mengenai EAS bergulir, sikap yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat tersebut tidak tertarik untuk bergabung di dalam EAS 89. Pernyataan George Yeo, Menteri Luar Negeri Singapura, seusai mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rice pada Februari 2005, semakin memperkuat sikap Amerika Serikat terhadap EAS. Pada pertemuan tersebut Menteri Luar Negeri Rice mengkritik mengenai eksklusifitas 90 EAS sebagai sebuah Forum Dialog 91. III. 1. 2 Kekhawatiran Amerika Serikat terhadap munculnya EAS sebagai sebuah forum Dialog Amerika Serikat memiliki kekhawatiran terhadap munculnya EAS sebagai sebuah forum dialog, yang maana EAS dianggap dapat menggantikan forum Multilateral di Asia yaitu APEC. Keberadaan EAS juga dianggap dapat mengurangi pengaruh Amerika Serikat di Asia 92. Semakin meningkatnya hubungan kerjasama di dalam forum dialog EAS, hal tesebut membuat Amerika 89
Bruce Vaughn. CRS Report RS 22346. Opcit. EAS dianggap Eksklusif karena beranggotakan negara-negara besar seperti Australia, Jepang, India, Korea Selatan, China dan Selandia Baru. 91 Ibid 92 Ibid, pp.23 90
37 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Serikat memasukkan regionalisme Asia Timur ke dalam pertimbangan kebijakan luar negerinya, karena hal tersebut berimbas terhadap tiga kepentingan utama Amerika Serikat yaitu keamanan, kesejahteraan ekonomi dan value projection 93. Setelah satu tahun dibentuknya EAS, tepatnya pada tahun 2006, Jepang mengusulkan kepada 16 negara-negara yang tergabung dalam Asian Free Trade Area (FTA), yaitu 10 Negara ASEAN, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, China dan Selandia Baru, yang juga identik dengan jumlah anggota EAS, untuk dapat dikoordinasikan oleh sebuah organisasi yang hampir sama dengan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) 94. Usulan dari Jepang tersebut ditanggapi oleh Duta Besar Amerika untuk Jepang Thomas Schieffer, yang menyatakan kekhawatirannya terhadap usulan tersebut mengenai Area Perdagangan Bebas (FTA). Schieffer mengatakan bahwa adanya usulan tersebut dapat mengganggu kepentingan Amerika Serikat di kawasan tersebut 95. Kemudian Schieffer juga menyampaikan dalam pidatonya bahwa ada sebuah ketidaknyamanan ketika banyak orang membicarakan mengenai Asia dengan mengesampingkan Amerika Serikat yang memiliki banyak kepentingan di Asia 96. III. 1. 3 Membaiknya Hubungan Amerika Serikat dengan ASEAN
93
Ibid, pp.26 Japan Aims to Launch East Asia FTA Talks in ‘08: Nikai. Jiji Press English News Service. Tokyo: April 4, 2006. Dalam CRS Report for Conggress RL 33563, diakses pada 30 November 2011. 95 CRS Report RS RL 33563, East Asian Regional Architecture: New Economic and Security Arrangements and U.S. Policy, by Dick K. Nanto, 18 September 2006. Diakses pada 30 November 2011. 96 US Envoy Expresses Concern About Japan’s Idea of East Asia Free Trade Zone. BBC 94
38 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Hubungan antara Amerika Serikat dengan ASEAN terus berlanjut yang mana kedua belah pihak menjalin hubungan yang lebih serius dan lebih dalam. Setelah sempat memanas 97 akibat kritik yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rice pada tahun 2005, satu tahun kemudian Amerika Serikat dengan negara-negara ASEAN mengadakan dialog bersama. Dalam dialog tersebut, asisten Menteri Luar Negeri untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Christoper R. Hill, menekankan bahwa hubungan Amerika Serikat dan ASEAN berjalan baik selama ini dan ASEAN menjadi salah satu organisasi kawasan yang dianggap penting oleh Amerika Serikat 98. Menurut Hill, hubungan antara Amerika Serikat dengan ASEAN telah mengalami sebuah perkembangan yang di tandai dengan dibentuknya Joint Vision Statement pada tahun 2005. Amerika Serikat juga mendukung usaha ASEAN untuk mendirikan Komunitas ASEAN, mempromosikan Integrasi ASEAN, serta mengurangi gap yang ada 99. Pada pertemuan tersebut, Malaysia juga memberikan laporan mengenai pertemuan pertama EAS yang di selenggarakan di Kuala Lumpur Malaysia pada tahun 2005. Laporan tersebut menyatakan bahwa EAS merupakan sebuah forum yang mendiskusikan isu-isu strategis serta menjalankan prinsip keterbukan, transparan dan inklusif. Hal tersebut ditanggapi oleh Hill dengan menyampaikan sebuah pandangan bahwa di dalam sebuah regionalisme sangatlah
97
Hubungan yang memanas adalah ketika Menteri Luar Negeri AS Rice tidak menghadiri KTT ASEAN pada tahun 2005 karena Menlu Rice mendapatkan kritik yang keras dari beberapa tokoh dunia akibat mengkritisi eksklusifitas EAS pada awal pembentukan EAS. 98 ASEAN-US. tt. http://www.asean.org/18429.htm, diakses pada 21 Desember 2011. 99 Ibid
39 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
penting untuk saling melengkapi satu sama lain dan tidak berkompetisi di antara anggota-anggota EAS 100. Perkembangan dari hubungan Amerika Serikat dengan ASEAN menjadi semakin baik pada setiap tahunnya. Pada tahun 2007, Amerika Serikat merayakan 30 tahun hubungan yang terjalin dengan ASEAN di Washington DC, Amerika Serikat. Lalu pada tahun 2008 Mr. Scot Marciel dipilih sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN. Mr. Marciel merupakan Duta Besar Amerika Serikat yang pertama untuk ASEAN dan juga Amerika Serikat merupakan negara Mitra Wicara ASEAN yang pertama kali memiliki Duta Besar untuk ASEAN 101. Kemudian pada tahun 2009, Amerika Serikat juga mengambil beberapa langkah penting terhadap peningkatan hubungan Amerika Serikat dengan ASEAN, antara lain: Pertama pada bulan Februari 2009, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengunjungi Sekretariat ASEAN di Jakarta yang merupakan kunjungan pertama kali bagi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Kedua, pada bulan Juli 2009, untuk kali kedua Menteri Luar Negeri Clinton berkunjung ke Asia Tenggara untuk menghadiri pertemuan Menteri Luar Negeri ARF di Thailand, pada saat itu Amerika Serikat juga menandatangani TAC (Treaty of Amity and Cooperation) atau perjanjian persahabatan dan kerjasama, yang mempromosikan penyelesaian konflik dan perbedaan secara damai di wilayah Asia Tenggara 102. Ketiga, Presiden Obama menghadiri pertemuan para
100
Ibid ASEAN. http://www.asean.org/21496.htm, diakses pada 21 Desember 2011. 102 Mark E. Manyin, Michael John Garcia dan Wayne M. Morrison. CRS Report R40583, U.S. Accession to the Association of Southeast Asian Nations’ Treaty of Amity and Cooperation (TAC). 101
40 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
pemimpian negara-negara ASEAN dan Amerika Serikat pada bulan November 2009 di sela-sela KTT APEC (Asia Pacifik Economic Cooperation) di Singapura. Pada Joint Statement tersebut, para pemimpin kedua belah pihak berjanji untuk meningkatkan dan melanjutkan dialog serta kerjasama di berbagai bidang, antara lain, melibatkan Pemerintah Myanmar terkait permasalahan domestik Myanmar, hak asasi manusia, perdagangan, keamanan regional, zona bebas nuklir (non proliferation nuclear) dan pelucutan senjata, penanganan terorisme, energi, perubahan iklim, pendidikan, dan dukungan terhadap negara-negara Lower Mekong Basin (Laos, Kamboja dan Vietnam) 103. Perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat yang memilih untuk menerima undangan untuk bergabung di dalam KTT Asia Timur pada tahun 2010, ternyata di dahului oleh perubahan sikap Amerika Serikat terhadap ASEAN. Setelah mengetahui bahwa China memainkan perannya di dalam KTT Asia Timur, maka sinyal yang mengindikasikan keinginan Amerika Serikat untuk bergabung di dalam KTT Asia Timur terlihat sejak tahun 2009. Pada tahun 2009, Amerika Serikat mengadakan pertemuan dengan pemimpin ASEAN selama forum APEC diselenggarakan dan pada pembukaan United Nations General Assembly pada tahun 2009 dan 2010 104. Lalu pada tahun 2009, Amerika Serikat melancarkan keinginannya untuk bergabung di dalam KTT Asia Timur dengan menandatangani TAC yang merupakan salah satu syarat untuk bergabung di
103
“Joint Statement—1st ASEAN-U.S. [Internet]. Leaders’ Meeting,” Singapore, November 15, 2009, http://www.aseansec.org/24020.htm. Diakses pada 19 Maret 2012. 104 Ralf Emmers. 2011. The US in the EAS : implications for US – EAS relations.[Internet]. Terdapat pada http://www.eastasiaforum.org/2011/11/23/the-us-in-the-eas-implications-for-usasean-relations/. Diakses pada 13 Maret 2012.
41 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
dalam EAS 105. Setahun setelah penandatanganan TAC oleh Amerika Serikat, negara-negara ASEAN mengundang Amerika Serikat untuk bergabung di dalam KTT Asia Timur. Pada saat itu, Amerika Serikat menyatakan kebersediaannya untuk bergabung di dalam KTT Asia Timur tersebut.
III. 2 Alasan Amerika Serikat Bergabung di dalam EAS III. 2. 1 Kekhawatiran akan hilangnya pengaruh di kawasan Asia Tenggara serta Keberadaan China sebagai sebuah Ancaman Kebijakan-kebijakan luar negeri Amerika Serikat telah mengalami perubahan yang cukup terlihat, yang mana fokus Amerika Serikat setelah tragedi 9/11 adalah perang melawan terorisme, namun dalam beberapa tahun terakhir ini fokus Amerika Serikat lebih ingin merangkul semua negara di dunia. Salah satu bukti bahwa Amerika Serikat ingin merangkul negara-negara di dunia adalah dengan bergabung di dalam organisasi-organisasi kawasan serta menjalin hubungan yang lebih dalam dengan organisasi-organisasi tersebut salah satunya adalah ASEAN. Amerika Serikat menginginkan untuk bergabung pada organisasi ASEAN dalam berbagai hubungan, baik hubungan bilateral dengan negara-negara di ASEAN maupun hubungan multilateral dengan seluruh negara-negara ASEAN 106.
105 106
Ibid Public Affairs Section, US Embassy Jakarta. Information Resource Centre. 2011
42 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Pada tahun 2005, Amerika Serikat tidak bergabung dengan EAS, namun mengkritisi mengenai adanya EAS sebagai hal yang terlalu eksklusif di kawasan tersebut. Pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat tersebut menuai kritik dari banyak pihak, sampai kemudian pihak AS tidak hadir dalam pertemuan setingkat Menteri Luar Negeri negara-negara Mitra Wicara ASEAN pada tahun yang sama 107. Namun hubungan antara Amerika Serikat dan ASEAN tidak menjadi buruk setelah pernyataan dari Menteri Luar Negeri Rice tersebut. Pada tahun 2006, Asisten Menteri Luar Negeri untuk kawasan Asia dan Pasifik, Christopher Hill menyatakan bahwa ASEAN merupakan salah satu organisasi yang penting bagi Amerika Serikat dan dukungan penuh Amerika Serikat dalam usaha ASEAN untuk mengurangi gap yang ada 108. Sikap yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat setelah tahun 2005 terhadap ASEAN, memberikan gambaran bahwa negara adidaya tersebut memiliki kepentingan yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Hubungan baik tersebut berlanjut ketika ASEAN dan Amerika Serikat merayakan peringatan 30 tahun kerjasama kedua belah phak tersebut pada tahun 2007. Lalu pada tahun 2008, Amerika Serikat menunjuk Mr. Scot Marciel untuk menjadi Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN dan sekaligus menjadi Duta Besar pertama negara-negara Mitra Wicara ASEAN 109. Sinyal yang mengindikasikan bahwa Amerika Serikat benar-benar serius ingin menjalin hubungan yang lebih dalam dengan ASEAN terlihat ketika Menteri 107
G, Kessler. Op.cit. 2005 ASEAN and US. Op.cit 109 ASEAN and External relations. Op.cit 108
43 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menghadiri KTT EAS ke IV di Laos pada tahun 2009. Pada saat itu Hillary Clinton dalam pidatonya mengatakan bahwa Amerika Serikat bersedia untuk menandatangani TAC (Treaty Amity Cooperation) dan bersedia meningkatkan hubungan yang lebih komprehensif dengan ASEAN 110. Lalu pada tahun 2010, pada saat yang bersamaan Amerika Serikat dan Rusia diundang untuk bergabung di dalam EAS dan kedua negara tersebut bersedia untuk bergabung di dalam EAS. Keinginan dan kebersediaan Amerika Serikat untuk bergabung di dalam forum regionalisme EAS menjadi sebuah tanda tanya besar mengenai alasan di balik bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS. Ketika bergabung dengan EAS, Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negeri Hillary, menguatkan pernyataannya dengan memberikan lima poin penting dalam kebersediaan Amerika Serikat untuk bergabung di dalam EAS 111, antara lain: 1. AS menginginkan untuk menjalin komitmen dengan EAS dan bekerja secara lebih dekat dengan EAS untuk dapat berkontribusi dalam isu-isu yang dibahas. 2. AS mengharapkan bahwa ASEAN dapat tetap sebagai pemain utama di dalam EAS. 3. AS mengaharap bahwa EAS dapat berperan aktif dalam membahas isu-isu yang berkembang seperti pengembangan nuklir, meningkatkan senjata
konvensional,
keamanan
wilayah
laut,
perubahan
iklim,
serta
110
Ibid Remarks Secretary of State. [Internet]. Terdapat pada
111
www.state.gov/secretary/rm/2010/10/150196.htm, 2010. Diakses pada 11 Januari 2011.
44 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
mempromosikan nilai-nilai dan masyarakat sipil. 4. AS juga mengharapkan bahwa hasil diskusi di dalam EAS dapat di kuatkan serta di bawa ke dalam forum lain yang juga terkait dengan permasalahan-permasalahan tersebut seperti ASEAN Regional Forum, APEC, ADMM. 5. AS menginginkan untuk tetap menguatkan hubungan bilateral dengan negara-negara yang telah beraliansi dengan Amerika Serikat seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Thailand dan Filipina. Serta Amerika Serikat juga ingin meluaskan hubungan kerjasama dengan negara-negara anggota EAS dari Selandia Baru sampai India, dan China sampai Indonesia. Bersedianya
Amerika
Serikat
untuk
bergabung
di
dalam
EAS
mengindikasikan bahwa ada kekuatan lain yang mendominasi di dalam forum dialog EAS. Hal ini terlihat dari salah satu dari 5 poin penting ketika Amerika Serikat bergabung di dalam EAS yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Clinton yang mana Amerika Serikat mengharapkan ASEAN dapat tetap menjadi pemeran utama di dalam EAS. Kekhawatiran Amerika Serikat akan kehilangan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara juga merupakan salah satu faktor yang membuat Amerika Serikat mengubah Kebijakan Luar Negeri nya untuk bergabung di dalam EAS. Meskipun tidak secara eksplisit dijelaskan oleh perwakilan Amerika Serikat bahwa keberadaan China di kawasan membuat Amerika Serikat merasa terancam dan khawatir akan kehilangan pengaruhnya. Namun pernyataan serta poin-poin yang diajukan oleh Amerika Serikat ketika bergabung di dalam EAS telah membuktikan bahwa kekuatan China dapat menghalang-halangi kepentingan 45 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Amerika Serikat di kawasan tersebut. Pada poin kedua dalam pidato tersebut, Hillary Clinton menginginkan ASEAN tetap sebagai pemeran kunci utama di dalam forum dialog EAS 112. Pernyataan tersebut, menjelaskan bahwa Amerika Serikat melihat kurangnya peran dari negara-negara ASEAN di dalam EAS. Hal tersebut memang tidak dijelaskan secara jelas dan terang-terangan mengenai siapakah negara yang telah mengambil alih kekuasaan di dalam EAS. Namun, indikasi tersebut tertuju kepada China yang merupakan negara kekuatan baru dan sedang berupaya untuk menyebarkan pengaruh serta kekuatan politiknya di kawasan Asia Tenggara. Kementerian Pertahanan Amerika Serikat juga menyatakan bahwa kepentingan ekonomi dan keamanan Amerika Serikat tidak dapat lepas dari wilayah Pasifik Barat dan Asia Timur di wilayah Samudra Hindia, yang mana Amerika Serikat juga ingin berkontribusi untuk memberikan jaminan akan keamanan global termasuk di wilayah Asia Pasifik 113. Adanya usaha dalam pemeliharaan perdamaian, stabilitas keamanan dan arus perdagangan Amerika Serikat bergantung pada keberadaan militer serta kehadiran Amerika Serikat di wilayah tersebut 114. Dan kehadiran China dianggap mampu untuk menggeser pengaruh dari Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Over the long term, China.’s emergence as a regional power will have the
112
Remarks Secretary of State. Opcit. Department of Defense United States of America. Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense.2012. [Internet]. Terdapat pada http://www.defense.gov/news/Defense_Strategic_Guidance.pdf. diakses pada 23 Maret 2012. 114 Ibid 113
46 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
potential to affect the U.S. economy and our security in a variety of ways. 115 Amerika Serikat dan China memiliki kepentingan yang sama besar di dalam kawasan tersebut. Oleh sebab itu China diharapkan memberikan sebuah gambaran yang jelas akan keinginan strategis dari negaranya agar tidak terjadi sebuah gesekan di dalam kawasan tersebut 116. Kekhawatiran Amerika Serikat akan kehilangan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara ternyata dipicu oleh cepatnya pertumbuhan ekonomi dan menguatnya militer China. Selain itu, Amerika Serikat juga melihat China sebagai sebuah ancaman bagi kelangsungan pengaruhnya di kawasan tersebut. Salah satu wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di era Presiden George W. Bush, John Dimitri Negroponte, juga menyatakan bahwa saat ini China telah meningkatkan kekuatan militernya dan juga telah menyebarkan pengaruh politiknya, yang mana hal tersebut merupakan sebuah ancaman bagi keamanan Amerika Serikat 117. Menurut Negroponte, ancaman bagi Amerika Serikat adalah karena China telah menjalin hubungan dengan negara-negara tetangganya pada bidang ekonomi dan politik, serta militer. Pada bidang militer China mempersenjatai diri dengan senjata moderen, mereformasi sistem pelatihan militer serta mengubah doktrin militernya 118.
115
Ibid Ibid 117 Department of Defense United States of America. Iran, North Korea and China’s Emerging as threats.[Internet]. Terdapat pada http://www.defense.gov/News/NewsArticle.aspx?ID=14731. Diakses pada 23 Maret 2012. 118 Ib id. 116
47 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Menurut John J. Brandon, pemimpin Asia Foundation dalam Program Kerjasama Regional, menyatakan bahwa bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS adalah karena ingin membendung kekuatan dari China di kawasan tersebut 119. Pernyataan tersebut juga menjelaskan bahwa bergabungnya Amerika Serikat adalah ingin membendung kekuatan dari China yang dianggap telah mampu menghilangkan pengaruhnya di dalam EAS. Pada beberapa waktu yang lalu, penulis mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Andrew Herrup selaku Senior Indonesia Desk Officer dari United States Department of State, di Washington DC pada tanggal 19 April 2012. Dalam wawancara tersebut penulis mengajukan beberapa pertanyaan mengenai alasan dibalik bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS. Andrew menjawab secara diplomatis bahwa pertumbuhan yang terjadi di Asia merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi Amerika Serikat, terlebih lagi mengenai isu-isu yang terjadi pada abad 21 ini seperi isu keamanan, ekonomi, politik, sosial dan isu-isu yang lain 120. China bukan merupakan negara yang dianggap sebagai ancaman bagi kelangsungan pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Menurut Andrew, bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS adalah karena Amerika Serikat menginginkan diskusi dengan organisasi-organisasi serta forum dialog seperti EAS untuk mendiskusikan 119
John J. Brandon. Should the U.S. ‘Lead from Behind’ at East Asia Summit?. The Asia’s Foundation director of the Regional Cooperation Program me in Washington. [Internet]. Terdapat pada http://asiafoundation.org/in-asia/2011/11/16/should-the-u-s-lead-from-behind-at-east-asiasummit/. Diakses pada 20 Maret 2012. 120
Andrew Herrup. Senior Indonesia Desk Officer United States Department of State. [Wawancara]. Di KBRI Washington DC Amerika Serikat pada hari kamis tanggal 19 April 2012 pukul 2pm.
48 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
mengenai isu-isu yang sedang terjadi di dalam sistem dunia Internasional 121. Selain itu, Amerika Serikat menginginkan bergabung dengan EAS juga karena keuntungan yang di dapatkan ketika bergabung di dalam EAS. Amerika Serikat melihat bahwa China merupakan negara kekuatan baru dan sangat wajar jika China berusaha untuk menyebarkan pengaruhnya terutama di kawasan Asia Tenggara 122. Dari jawaban serta pernyataan diplomatis yang disampaikan oleh Andrew Herrup mengenai alasan bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS, penulis dapat menganalisis bahwa sebuah negara tidak akan menyampaikan secara langsung mengenai kekhawatiran negaranya ketika muncul negara-negara kekuatan baru. Jawaban dan pernyataan tersebut juga mengakui bahwa China sebagai negara kekuatan baru berupaya untuk menyebarkan pengaruh serta kekuatannya di dalam organisasi kawasan seperti ASEAN dan forum dialog seperti EAS. Namun juga terlihat bahwa Amerika Serikat tidak ingin kehilangan keputusan-keputusan penting pada setiap diskusi yang dihasilkan di dalam EAS. Oleh sebab itu, Amerika Serikat mengubah kebijakannya untuk bergabung di dalam EAS. Fakta-fakta diatas menjelaskan bahwa keberadaan China di dalam EAS merupakan sebuah ancaman bagi Amerika Serikat dan menjadikan kekhawatiran Amerika Serikat akan kehilangan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Kekuatan yang dimiliki oleh China serta semakin menguatnya hubungan antara China dengan ASEAN juga merupakan alasan bagi Amerika Serikat untuk bergabung di dalam EAS. Menurut Wakil Ketua US-ASEAN Strategy Comission, 121 122
Ibid Ibid
49 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
William Cohen, Amerika Serikat merupakan negara yang masih di kehendaki oleh negara-negara ASEAN sebagai stabilisator di kawasan Asia Tenggara guna meredam pengaruh serta tekanan China di kawasan tersebut 123. Dari pernyataan yang disampaikan oleh William Cohen tersebut menjelaskan bahwa hubungan yang dijalin oleh Amerika Serikat dengan ASEAN, khususnya saat bergabung dengan EAS, merupakan sebuah bukti bahwa Amerika Serikat tidak ingin kehilangan pengaruh serta kekuatan di wilayah Asia Tenggara. Bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS serta di tandatangainya TAC merupakan sebuah bukti yang menunjukkan bahwa Amerika Serikat saat ini tidak lagi memfokuskan kebijakan luar negerinya di wilayah Timur Tengah. Setelah menduduki wilayah Timur Tengah selama beberapa tahun, akhirnya Amerika Serikat mulai memfokuskan kepentingan-kepentingannya ke wilayah Asia dan Asia Tenggara. Hadirnya Presiden Obama dalam KTT ASEAN dan EAS di Bali Indonesia pada bulan November 2011 sekaligus mempertegas posisi dan keinginan Amerika Serikat di dalam regionalisme kawasan tersebut 124. Di selasela kunjungan Presiden Obama ke Indonesia untuk menghadiri KTT Asia Timur dan ASEAN pada November 2011, Presiden Amerika Serikat ke-44 tersebut juga mengatakan bahwa hadirnya Amerika Serikat dalam KTT tersebut menegaskan mengenai fokus dari Amerika Serikat pada kawasan Asia Pasifik yang
123
William Cohen. [Internet]. Terdapat pada http://www.investor.co.id/international/as-ingin-ikutmenjaga-stabilitas-di-asean/27672, diakses pada 16 Januari 2012. 124 IMF.[Internet]. Terdapat pada http://www.imf.org/external/pubs/ft/pdp/2002/pdp03.pdf, diakses pada 9 Januari 2012, p.10.
50 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
diwujudkan dalam keterlibatan Amerika Serikat pada organisasi kawasan untuk mencapai tujuan bersama 125. III. 2. 2 China sebagai Kekuatan Baru dan Berpengaruh di dalam EAS China merupakan salah satu negara yang saat ini sedang menjalin hubungan kerjasama di berbagai bidang dengan ASEAN terutama di bidang ekonomi dan budaya 126. Keberadaan China di EAS menjadikan forum dialog ini sebagai sebuah arena untuk berkompetisi diantara negara-negara yang memiliki kekuatan besar di dunia. Kompetisi tersebut semakin menguat karena dipicu dari adanya kebangkitan China di ruang lingkup Internasional. Bahkan kebangkitan China dianggap sebagai sebuah ancaman bagi kekuatan Amerika Serikat yang selama ini cenderung mendominasi dunia Internasional. Jumlah dari populasi negara-negara yang tergabung dalam KTT Asia Timur berjumlah sepertiga populasi dunia. Dengan jumlah tersebut, Amerika Serikat menganggap bahwa forum dialog EAS mampu untuk menyaingi perekonomian Amerika Serikat 127. Selain itu, negara-negara Asia Timur dahulunya merupakan pasar bagi produk-produk Amerika Serikat, namun pertumbuhan ekonomi China yang begitu cepat membuat negara-negara Asia
125
Harian Kompas. “ASEAN Tak Mau Terperangkap”. 19 November 2011. Ibid 127 Ibid 126
51 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Timur bergantung terhadap produksi dari China dengan harga yang juga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk-produk Amerika Serikat 128. Kebangkitan China menjadi salah satu drama terbesar pada abad ke 21 ini 129. Pertumbuhan ekonomi China yang cepat dan diplomasi aktif, ternyata telah mengubah wilayah Asia Timur, bahkan pada beberapa dekade kedepan kekuatan serta pengaruh China akan semakin menguat di wilayah tersebut 130. Tumbuh serta meningkatnya kekuatan China menurut beberapa ahli disebabkan oleh Pertumbuhan Ekonomi yang cepat dan menguatnya kekuatan Militer di China131. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkitan China antara lain: 1) Pertumbuhan Ekonomi yang cepat, 2) Menguatnya Militer di China, 3) Meningkatnya Perdagangan 132. III. 2. 2. 1 Pertumbuhan Ekonomi yang Meningkat Ekonomi di China meningkat empat kali lipat setelah negara tersebut melakukan reformasi pasar pada akhir tahun 1970. Sebelumnya, China menggunakan model atau sistem ekonomi yang diterapkan oleh Uni Soviet, namun kemudian pada tahun 1978, pemerintah China mengubah sistem ekonominya yaitu dengan membuka pasar serta melakukan perdagangan secara
128
Ibid G. John Ikenberry. The Rise of China and the Future of the West. Princeton University. 2008. P.23 130 Ibid 131 Nicholas D. Kristof. The Rise of China. (Source: Foreign Affairs). Vol.72. No.5. 1993. pp.59 132 Dick K. Nanto dan Emma Chanlett- Avery. The Rise of China and its effect for Taiwan, Japan and South Korea: US Pilicy Choices.dalam CRS Report for Conggress RL 32882. 2006.pp.4 129
52 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
terbuka dan investasi 133. Tujuan China mengeluarkan beberapa kebijakan terkait permasalahan ekonomi adalah untuk meningkatkan perekonomian dalam negeri serta meningkatkan taraf hidup masyarakat China. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah China adalah dengan mendesentralisasi ekonomi dalam beberapa sektor terutama sektor perdagangan 134. Jika melihat dari runtutan sejarah dari China sendiri hingga mencapai puncak dalam penguasaan ekonomi dunia adalah China telah mengembangkan, kemakmuran, kecanggihan dan memulai peradabannya jauh sebelum Barat melakukannya 135 (Kristof, 1993;61). Namun dapat dikatakan bahwa sejak abad ke 19 kondisi China mengalami kemunduran dan mengalami “kekalahan” dengan negara-negara Barat. III. 2. 2. 2 Menguatnya Militerisasi Selain memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat, China juag memiliki kekuatan militer yang sama kuatnya dengan perekonomian di negara tersebut. Ketika banyak negara di dunia memotong anggaran belanja militernya, China justru meningkatkan anggarana belanja tersebut hingga 98% dalam kurun waktu 5 tahun antara tahun 1988 dan 1993 136. China menggunakan kekuatan ekonomi negaranya untuk melakukan pembiayaan dan penguatan terhadap kekuatan militer negaranya. Penggunaan uang dengan meningkatkan anggaran belanja Militer
133
Craig K. Elwell and Marc Labonte dan Wayne M. Morison. Is China a Threat in the US Economy. Dalam CRS Report for Conggress RL 33604. 2007.pp.1 134 Ibid. Pp.5 135 Nicholas D. Kristof. Opcit . pp.61 136 Ibid. pp.65
53 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
negaranya, China berharap bahwa militernya mampu untuk mendukung proyekproyek di luar batas negaranya 137. Tujuan utama peningkatan kekuatan Militer di China karena Deng Xiaoping menjadikan Militer sebagai salah satu strategi pembangunan resmi di China 138. Pada saat itu, Deng memberikan perintah dalam proses reformasi di China untuk melakukan pembangunan-pembangunan yang berkaitan dengan strategi pertahanan di China. Setelah terjadi reformasi dalam bidang pertahanan di China, kekuatan negara tersebut sangat terlihat dalam beberapa dekade ini. Kepemilikan senjata yang canggih, kapal perang, pesawat serta kapal selam yang beberapa beli dari Rusia, ternyata membuktikan bahwa China telah benar-benar menguatkan pertahanan Militernya 139. III. 2. 2. 3 Meningkatnya Perdagangan China dan Menguatnya Hubungan dengan ASEAN Munculnya China sebagai salah satu pemeran utama di dalam perdagangan dunia merupakan sebuah hal baru. Perdagangan China tersebut di mulai ketika pada tahun 1978 China membuka pasarnya, lalu berkembang pesat ketika pada tahun 1990an dalam ekpor dan impornya 140. Perkembangan tersebut
137
Ibid. pp.66 US. Department of States. [Internet]. Terdapat pada http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/18902.htm, diakses pada 10 Januari 2012. 139 Ibid 140 China’s Trading. [Internet]. Terdapat pada http://www.economics.harvard.edu/files/faculty/40_testi_hcwm.pdf, diakses pada 5 Februari 2012. 138
54 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
terus meningkat bahkan diluar prediksi dari banyak negara di dunia hingga saat ini. Perdagangan antara China dan ASEAN semakin meningkat setelah kedua pihak menyetujui untuk membuat Zona Bebas Perdagangan atau China-ASEAN Free Trade Area pada tahun 2001. Pembentukan CHAFTA tersebut merupakan keinginan dari pihak China yang kemudian di sambut baik oleh negara-negara ASEAN 141. Gambar 3.1
Sebelum China dan ASEAN menyepakati untuk membentuk CHAFTA, hubungan perdagangan antara China dan ASEAN telah dimulai sejak tahun 141
ASEAN-China Free Trade Area. http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Regional/Win/ASEAN%20-%20China%20FTA.pdf , diakses pada 16 Januari 2012.
55 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
1990an dan terus mengalami peningkatan serta kemajuan yang pesat pada setiap tahunnya. Pada rentang satu dekade (1991-2000) pertumbuhan perdagangan antara China dan ASEAN mencapai 15% per tahunnya 142, meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 1993 dikarenakan adanya krisis yang melanda, namun pertumbuhan tersebut mengalami peningkatan yang signifikan pada tahuntahun berikutnya. Peningkatan perdagangan di China tersebut tidak lepas dari meningkatnya ekspor China ke negara-negara lain di luar wilayah regionalisme Asia serta di wilayah Asia sendiri seperti di ASEAN dan Asia Timur. Bukti bahwa China merupakan salah satu mitra ASEAN dalam hal perdagangan adalah dengan di bentuknya Zona Perdagangan Bebas antara ASEAN dan China. Adapun peningkatan perdagangan China karena ekspor barang ke luar negeri antara lain ke Amerika mencapai 14% dari total perdagangan pada tahun 2005, yang mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebesar 12%, 1999 sebesar 8%, dan 3% pada tahun 1990 143. Setelah 9 tahun sejak CHAFTA dibentuk, tepatnya tanggal 1 Januari 2010, menjadi babak baru bagi perkembangan hubungan antara China dan ASEAN dimana pada tahun tersebut merupakan pengimplementasian Zona Perdagangan Bebas antara ASEAN dan China 144. China merupakan mitra dagang terbesar ketiga ASEAN dengan total 11,3% dari total perdagangan ASEAN pada tahun 142
ASEAN-China. [Internet]. Terdapat pada http://www.aseansec.org/newdata/asean_chi.pdfm, p.7 diakses pada 5 Februari 2012. 143 Ibid 144 ASEAN-China Free Trade Area: Not a Zero Sum Game. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/24161.htm, diakses pada 16 Januari 2012.
56 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
2008 atau sebesar USD 192,6 Milyar. Perdagangan yang dilakukan oleh China mengalami peningkatan tajam pada setiap tahunnya terutama pada ekspor yang dilakukan oleh negara tersebut. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang serta ASEAN merupakan pasar ekspor utama China 145. Setelah penerapan Zona Perdagangan Bebas antara China dan ASEAN, tercatat pada tahun 2010 perdagangan antara China dan ASEAN mencapai USD 230 miliar, naik 9,2% dari total perdagangan tahun 2009 yaitu sebesar USD 178,18 miliar 146. Angka tersebut juga membuat China menjadi mitra perdagangan ASEAN pada tahun 2010 147. III. 3 Teori Long Cycle, K-Wave dan Perubahan Sikap serta Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat di dalam EAS Dominasi China di dalam forum dialog tersebut membuat Amerika Serikat mengubah kebijakan luar negerinya. Sebagai negara Super Power, Amerika Serikat tidak ingin kehilangan pengaruhnya di kawasan, namun sesuai dengan Teori Long Cycle bahwa kekuasaan suatu negara akan beralih ke negara lain dan hal tersebut akan terus berputar di dalam sebuah sistem Internasional. Penulis dapat menggambarkan Teori Long Cycle seperti gambar di bawah ini dengan penjelasan dimulai dari Agenda Setting yaitu pembahasan mengenai
145
Thomas Lum dan Dick K. Nanto. China’s Trade with the United States and the World. CRS Report Conggress RL 31403. 2007. P.6 146 Info Publik. [Internet]. Terdapat pada http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?page=news&newsid=5843, diakses pada 5 Februari 2012 147 Ibid. kata wakil Menteri Perdagangan RI Mahendra Siregar pada sela-sela pertemuan ASEAN Economic Minister ke 43 di Manado.
57 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
isu atau topik yang sedang terjadi. Kemudian berlanjut pada Coalition Building yaitu adanya sebuah kolisi yang dibangun antara negara-negara besar (aktor yang ingin terlibat didalamnya dengan membentuk sebuah aliansi). Lalu masuk kepada Macrodecision yaitu perang yang terjadi. Kemudian dalam Execution tersebut muncullah sebuah aktor pemenang dalam konflik di Macrodecision. Setelah muncul Pemenang, Teori Long Cycle kembali bekerja dengan menciptakan Agenda Setting, yang mana dilakukan oleh negarayang berhasil menjadi Pemenang dalam Long Cycle sebelumnya. Menurut Modelski, hal tersebut akan terus berlanjut hingga dengan aktor-aktor baru yang bermunculan dan jika aktor tersebut berhasil memenangkan dalam Perang di Microdesicion. Didalam bagain Teori Long Cycle tersebut, posisi dari negara Super Power terletak dalam bagan Execution yang mana negara Super Power sedang melakukan perang atau berkonflik untuk dapat tetap mempertahankan posisinya sebagai negara super power. Konflik yang terjadi dalam penelitian ini bukanlah konflik mengenai persenjataan atau perang, namun lebih kepada konflik kepentingan di kawasan untuk tetap mempertahankan pengaruhnya. Oleh sebab itu, penulis melihat bahwa terjadinya penurunan kekuatan negara Super Power dan bangkitnya negara dengan kekuatan barulah yang kemudian memaksa negara Super Power untuk bergabung di dalam organisasi kawasan tersebut.
58 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 3.2
Munculnya Kekuatan Baru
Turunnya Kekuatan dari Negara Super Power
Di dalam teori Long Cycle tidak dapat lepas dari adanya Kondratieff Wave milik Nicholas Kondratieff. Adapun di dalam Teori Long Cycle sangat erat hubungannya dengan K-Wave. Kondratieff Wave atau yang dikenal dengan KWave merupakan sebuah gelombang yang menjelaskan mengenai penguasaan negara-negara di dalam sistem dunia Internasional. Penguasaan tersebut erat hubungannya dengan penguasaan sektor-sektor tertentu yang kemudian berimbas pada peningkatan ekonomi suatu negara. Sebuah negara, akan mengalami masa ‘kejayaan’nya di era yang berbeda. Namun menurut Nicholas Kondratieff, perputaran kekuasaan tersebut terjadi setiap 100-120 tahun sekali. Menurut Modelski dan Thompson, sebuah negara haruslah menguasai sektor-sektor tertentu untuk dapat menjadi aktor dominan
59 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
dalam Industri Global. Adapun perpuataran di dalam K-Wave terlihat dalam bagan berikut ini 148 :
Pada tabel diatas telah terlihat bahwa benar telah terjadi perubahan aktoraktor dalam penguasaan atau dominasi yang tinggi di dalam sebuah sistem Internasional. Jika dilihat pada tabel diatas, jelas terlihat sejak Long Cycle pertama hingga ke 10 saat ini, telah terjadi perubahan kekuasaan dan sektor unggulan. Pada Long Cycle pertama Sung Utara menguasai Pasar Industri Kertas dan Printing Nasional. Kemudian dalam kurun waktu hampir 100 tahun Sung Selatan yang menguasai dengan sektor nunggulan reformasi peraturan dalam 148
Modelski dan Thompson. Opcit.
60 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
perdagangan laut. Perubahan-perubahan terus berlanjut hingga sampai pada Long Cycle 7 dan 8 serta 9 dan 10 seperti saat ini yang dikuasai oleh dua negara berturut-turut yaitu Inggris dan Amerika Serikat. Kedua negara tersebut berhasil menguasai Long Cycle dengan penguasaan sektor-sektor unggulan dari masingmasing negara. Jika pada Long Cycle ke 7, Inggris berhasil mendominasi pasar karena sektor unggulan Perdagangan Amerasia dengan gula sebagai komoditas utama, maka pada Long Cycle ke 8, Inggris kembali berhasil mendominasi namun dengan komoditas yang berbeda yaitu besi, kapas, railroads dan steam. Sama halnya dengan Amerika Serikat, pada Long Cylce ke 9, negara adidaya tersebut memiliki sektor unggulan baja, bahan kimia, kekuatan listrik, kendaraan bermotor, aviation dan alat elektronik. Namun pada Long Cycle ke 10, ICT dan Networking lah yang menjadi sektor unggulan dari Amerika Serikat. Dengan kata lain terjadinya perubahan dominasi negara atau aktor di dalam sistem Internasional sudah pasti terjadi. Selain perubahan aktor, perubahan sektor unggulan juga pasti terjadi dalam setiap dekade. Saat ini berada pada Long Cycle 10, dengan K-Wave ke 19 dan 20. Jika pada K-Wave ke 19, ICT dan Networking menjadi sektor yang mampu untuk mendominasi Industri Global dan Amerika Serikat menjadi negara yang dominan. Apakah kemudian pada K-Wave ke 20, Amerika Serikat masih menjadi negara yang dominan atau sedang mengalami penurunan fase dari Recession menjadi Depresion? Menurut penulis, Amerika Serikat masih sangat mampu dalam penguasaan networking dan teknologi. Namun, bukan berarti bahwa negara lain tidak dapat menggantikan posisi Amerika Serikat. Namun adanya peningkatan
61 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ekonomi negara-negara seperti China, Eropa, Jepang dan India pada kenyataannya telah mampu memberikan tekanan bagi Amerika Serikat karena besarnya kekuatan yang dimiliki negara-negara tersebut dan juga sedang dalam proses dan terlibat di dalam K19 149. Tekanan yang dimaksud oleh penulis adalah dalam bidang teknologi dan industri yang juga tidak kalah maju oleh Amerika Serikat. Kekuatan ekonomi yang besar yang dimiliki oleh China sangat berpeluang untuk menjadikan negara tersebut menguasai sektor-sektor yang saat ini sedang di kuasai oleh Amerika Serikat. Dengan kata lain, fase perubahan yang menurut Kondratieff terjadi pada setiap 100-120 tahun, terjadi sebuah percepatan yang mana pada Long Cycle ke 10 ini, masih berjalan selama 40 tahun namun kemunculan negara-negara baru tersebut telah mampu untuk menggantikan aktoraktor yang mendominasi di dalam sistem Internasional dan menguasai Industri Global. Menurut Nicholas, di dalam K-Wave ada 4 fase 150. Pertama adalah Prosperity, pada fase ini sebuah negara akan mengalami kemajuan serta kemakmuran yang sangat pesat. Disini sebuah negara telah mampu untuk menguasai sektor tertentu yang kemudian memberikan dampak pada pertumbuhan dan kemajuan ekonomi yang meningkat. Setiap negara di dunia harus memiliki sebuah strategi dalam menebak sektor apa yang dapat bertahan di era-era tertentu dan dapat terus ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan jika sebuah negara telah mampu untuk memprediksi sektor mana yang dapat dikuasai dan diterima oleh
149
Peter Hall and Paschal Preston (1988) The Carrier Wave: New Information Technology and the Geography of Information 1866-2003, London: Unwin Hyman 150 Modelski dan Thompson. Opcit.
62 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
masyarakat luas, maka dapat di pastikan bahwa negara tersebut akan mampu untuk menguasai Industri Global. Lalu fase yang kedua adalah Recession. Pada fase ini, sebuah negara akan mengalami kemunduran untuk mendominasi pasar. Hal ini biasanya terjadi karena adanya sektor yang dikuasai sebuah negara tidak mampu bertahan lama di pasaran. Fase ini kemudian berlanjut ke fase ketiga yaitu depression. Fase ini merupakan fase kekalahan atau titik balik sebuah negara karena sektor yang dikuasai oleh negara tersebut tidak mampu bertahan di pasaran. Fase ini merupakan fase ‘jatuh’nya sebuah negara terutama dalam bidang ekonomi. Kemudian muncul fase keempat yaitu improvement. Yang mana fase ini merupakan fase perbaikan dari fase sebelumnya. Pada fase ini, negara-negara yang telah jatuh mulai membenahi diri dan juga melihat kekurangan dari sektorsektor yang dikuasai yang menyebabkan sebuah negara mengalami fase depression. Pada fase ini sebuah negara bisa dikatakan mulai bangkit kembali untuk kembali bersaing di dalam penguasaan pasar dengan menguasai sektorsektor tertentu. Sama halnya dengan Long Cycle, pada K-Wave juga terjadi perputaran dominasi oleh suatu negara di dalam sistem Internasional. Oleh sebab itu, penulis melihat bahwa adanya dominasi sebuah negara di dalam sistem Internasional tidak akan mampu bertahan lama karena teori Long Cycle dan K-Wave tersebut mampu menjelaskan dan memberikan sebuah gambaran bahwa jika sebuah negara dapat menguasai sektor-sektor tertentu, maka negara tersebut dapat dipastikan akan
63 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
mampu mendominasi sistem Internasional. Namun dominasi tersebut tidak dapat berlangsung selamanya, karena pasti akan ada perkembangan dan penguasaan sektor-sektor lain oleh negara lain yang mampu bertahan dan dapat diterima oleh masyarakat luas. III. 5 Pembuktian Hipotesis Dari uraian diatas, maka penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan mengenai Hipotesis pada Bab I, yaitu bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS adalah karena persepsi kemungkinan kehilangan pengaruh sebagai negara Super Power di wilayah atau kawasan negara-negara EAS, terutama akibat dari peningkatan pengaruh negara kekuatan baru. Kemunculan China di dalam sistem Internasional serta dominasi yang dilakukan di dalam EAS telah membuat Amerika Serikat khawatir akan kehilangan pengaruhnya di kawasan tersebut. Adanya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap EAS pada tahun 2010 ternyata terdapat faktor pendorong dan penarik yaitu karena adanya ancaman dari China yang mendominasi forum dialog tersebut dan juga adanya kekhawatiran Amerika Serikat akan hilangnya pengaruh di kawasan tersebut. dan penulis menyatakan bahwa Hipotesis yang telah ditulis oleh penulis pada Bab I adalah benar dan terbukti. Karena hal tersebut sesuai dengan pidato dan juga dokumen-dokumen
dari
Pemerintah
Amerika
Serikat
dalam
menyikapi
kebangkitan China terutama di dalam ASEAN dan EAS.
64 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
B A B IV KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyatakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini terbukti. Amerika Serikat bergabung di dalam East Asia Summit (EAS) adalah karena kemunculan negara kekuatan baru di dalam EAS yaitu China. Kemunculan China sebagai negara kekuatan baru ternyata membuat Amerika Serikat khawatir akan kehilangan pengaruhnya di kawasan tersebut. Selain itu, Amerika Serikat juga merasa terancam akan kehadiran China di dalam EAS yang juga cukup mendominasi forum dialog tersebut.. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan peringkat analisis negara yang artinya penulis mencari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap EAS pada tahun 2010. Bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS telah melewati jalan yang panjang. Yang mana awal dari perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terlihat ketika Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menghadiri KTT ASEAN di Thailand pada tahun 2009. Pada saat itu, Hillary Clinton menyampaikan keinginan Amerika Serikat untuk menjalin kerjasama yang lebih erat
dengan
ASEAN.
Keinginan
tersebut
semakin
diperkuat
dengan
ditandatanganinya TAC atau Perjanjian Kerjasama untuk menjaga perdamaian kawasan ASEAN pada tahun yang sama.
65 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Indikasi akan keinginan Amerika Serikat untuk bergabung di dalam EAS terlihat dari antusiasme negara adidaya tersebut ketika diundang di dalam EAS pada tahun 2010. Bahkan pada saat itu, melalui Menteri Luar Negerinya, Amerika Serikat menyatakan kebersediaan Presiden Obama untuk menghadiri KTT EAS di Bali pada tahun 2011. Perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap EAS merupakan sebuah pertanyaan besar bagi masyarakat dunia. Dalam melakukan penelitian ini, penulis melihat bahwa bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal namun juga ada faktor eksternal yang turut mempengaruhi perubahan kebijakan tersebut. Jika pada awal abad ke 21, Amerika Serikat memfokuskan kebijakan luar negerinya ke Timur Tengah dan Asia Selatan, namun seiring berjalannya waktu Amerika Serikat merasa terlalu fokus terhadap konflik-konflik di Timur Tengah dan melupakan kerjasama-kerjasama dengan forum dialog dan juga organisasi kawasan seperti EAS dan ASEAN. Lalu pada tahun 2009, barulah Amerika Serikat menyatakan keinginannya untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan ASEAN dan juga menyatakan kebersediaannya untuk bergabung di dalam EAS pada tahun 2010. Adapun beberapa poin penting yang disampaikan oleh Hillary Clinton dan juga
dokumen-dokumen
dari
Kementrian
Pertahanan
Amerika
Serikat
memberikan bukti jelas bahwa China dianggap sebagai sebuah ancaman bagi Amerika Serikat yang khawatir akan kehilangan pengaruhnya di dalam EAS. Point-poin yang ditujukan untuk negara-negara ASEAN tersebut berisi mengenai himbauan agar negara-negara ASEAN kembali memegang kendali atau peran 66 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
kunci di dalam forum dialog EAS. Selain itu, pernyataan dari Kementrian Pertahanan Amerika Serikat yang menyatakan bahwa keberadaan China di kawasan Asia Pasifik telah mampu memberikan sebuah ancaman dan kekhawatiran bagi pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut. Pernyataan tersebut juga di dukung oleh Mantan Wakil Menteri di era Pemerintahan Presiden George W. Bush, John Dimitri Negroponte. Negroponte menyatakan bahwa munculnya kekuatan China terutama di bidang militer telah berhasil menjadikan China sebagai negara yang mengancam keamanan Amerika Serikat terutama di wilayah Asia Pasifik. Militerisasi China yang semakin menguat, menurut Negroponte merupakan sebuah ancaman besar bagi keamanan Amerika Serikat di wilayah Asia Pasifik. Namun demikian, pernyataan yang diplomatis juga disampaikan oleh Andrew selaku Senior Indonesia Desk Officer di Washington DC, yang menyatakan bahwa keberadaan China bukanlah sebuah ancaman, namun Amerika Serikat mengubah kebijakan luar negerinya terhadap EAS karena Amerika Serikat tidak ingin kehilangan hasil atau keputusan dari diskusi-diskusi di dalam forum dialog EAS. Adanya persepsi ancaman yang dilihat Amerika Serikat terhadap kehadiran China di dalam EAS, merupakan akibat dari sikap China yang mendominasi kawasan tersebut. Selain itu, bukti-bukti mengenai kebangkitan China, antara lain peningkatan ekonomi yang cepat, menguatnya militerisasi dan meningkatnya perdagangan dengan ASEAN, telah mampu mengurangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut. Bahkan pada awal pembentukan EAS, China bersikeras untuk memilih negara-negara yang seharusnya bergabung di
67 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
dalam EAS. Namun, negara-negara ASEAN kembali mengambil alih akan forum dialog EAS tersebut dengan menyebutkan kriteria-kriteria bagi negara-negara non-ASEAN yang ingin bergabung di dalam EAS. Sikap China yang mendominasi di dalam EAS tersebut
terlihat pada KTT EAS
yang
diselenggarakan pada setiap tahunnya. Perdana Menteri China Wen Jiabao, berusaha untuk memberikan perhatian yang besar dalam setiap isu-isu yang dibahas di dalam EAS. Bahkan Perdana Menteri China selalu memberikan atau membawa poin-poin penting dari kepentingan China yang harus dibahas pada setiap KTT EAS. Keinginan China yang besar untuk menguasai EAS juga terlihat dari usaha China yang menghalang-halangi Australia, India dan Selandia Baru untuk bergabung di dalam EAS pada awal pembentukannya. Namun kemudian usaha tersebut berhasil digagalkan karena beberapa negara anggota ASEAN seperti Indonesia dan Singapura, bahkan Jepang juga mendukung penuh bagi negara-negara tersebut untuk bergabung di dalam EAS. China menganggap bahwa negara-negara seperti Australia, India dan Selandia Baru merupakan negaranegara yang masih membawa pengaruh Amerika Serikat. Oleh sebab itu, dari adanya bukti dan fakta mengenai keinginan China yang begitu besar untuk menguasai EAS dan dominasi yang tinggi dari China tersebut yang kemudian membuat Amerika Serikat mengubah Kebijakan Luar Negerinya terhadap EAS pada tahun 2010. Dengan kata lain, perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap EAS dipengaruhi oleh faktor eksternal dari Amerika Serikat. Oleh sebab itu, penulis memberikan sebuah kesimpulan bahwa bergabungnya Amerika Serikat di dalam EAS adalah karena Amerika Serikat merasakan
68 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
kekhawatiran akan hilangnya pengaruh di kawasan Asia Tenggara karena dominasi dari China yang begitu kuat. Selain itu, keberadaan China di dalam EAS juga membuat Amerika Serikat menganggap bahwa China merupakan ancaman bagi Amerika Serikat. Kedua hal itulah yang kemudian membuat Amerika Serikat mengubah Kebijakan Luar Negerinya terhadap EAS pada tahun 2010. Dan hipotesis dari penulis mengenai adanya ancaman dari China dan kekhawatiran Amerika Serikat kehilangan pengaruh di kawasan Asia Tenggara telah terbukti.
69 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Amerika
Serikat-ASEAN.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.asean.org/22684.htm. diakses pada 20 Maret 2012. ASEAN.
tt.
ASEAN
and
China
.
[Internet].
http://www.aseansec.org/newdata/asean_chi.pdfm, p.7 diakses pada 5 Februari 2012. ASEAN-China Free Trade Area: Not a Zero Sum Game. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/24161.htm, diakses pada 16 Januari 2012 ASEAN.
tt.
ASEAN
and
United
States.
[Internet]
http://www.asean.org/18429.htm, diakses pada 21 Desember 2011. ASEAN.
tt.
ASEAN
and
External
Relations.
[Internet].
http://www.asean.org/21496.htm, diakses pada 21 Desember 2011. ASEAN.
tt.
East
Asia
Summit.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.asean.org/23298.htm. (Diakses pada 5 Mei 2011). ASEAN-Australia. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20183.htm. diakses pada 20 Maret 2012. ASEAN-Jepang. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20191.htm. diakses pada 20 Maret 2012. ASEAN-India. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20188.htm. Diakses pada 20 Maret 2012. Asia and International Security: An Australian Perspective. [Internet]. Terdapat pada http://www.foreignminister.gov.au/speeches/2010/100215_madrid.html. Diakses pada 8 Mei 2012.
70 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Australia and EAS. EAS and Australia- ASEAN Summit Announcements. [Internet].
Terdapat
pada
http://www.ausaid.gov.au/hottopics/topic.cfm?ID=4535_3489_1803_531 1_7692. Diakses pada 18 Maret 2012. Backgrounder:Chronology of China’s standpoints at East Asia Summit. [Internet].
Terdapat
pada
http://news.xinhuanet.com/english2010/china/201111/19/c_131256752.htm. (Diakses pada 6 Maret 2012). Brandon, John J.. Should the U.S. ‘Lead from Behind’ at East Asia Summit?. The Asia’s Foundation director of the Regional Cooperation Program me in Washington. [Internet]. Terdapat pada http://asiafoundation.org/inasia/2011/11/16/should-the-u-s-lead-from-behind-at-east-asia-summit/. Diakses pada 20 Maret 2012. Cohen, William. [Internet]. http://www.investor.co.id/international/as-inginikut-menjaga-stabilitas-di-asean/27672, diakses pada 16 Januari 2012. China’s
Trading.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.economics.harvard.edu/files/faculty/40_testi_hcwm.pdf, diakses pada 5 Februari 2012. China-ASEAN. [Internet]. Terdapat pada http://www.asean.org/20185.htm. diakses pada 20 Maret 2012. David Singer, J. 1961. World Politics. Vol.14, No.1. The International System : Theoritical Eassays. Pp. 77-92. Davis, James dan Baltimore, MD. 2000. Threats and Promises: The Pursuit of International Influence.Johns Hopkins University Press. Definisi Ancaman. [Internet]. Terdapat pada http://www.artikata.com/arti357833-ancaman.html. (diakses pada tanggal 6 Maret 2012). 71 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Deng, Yong and Moore, Thomas. 2004. ”China Views Globalization: Toward New Greater-power Politics?”. The Washington Quarterly. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia. [Internet]. Terdapat pada http://www.dfat.gov.au/asean/eas/chairmans_statement_5th_eas.html. (Diakses pada 28 Februari 2012). Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia. [Internet]. Terdapat pada http://www.dfat.gov.au/asean/eas/index.html. (Diakses pada 28 Februari 2012). Department of Defense United States of America. 2012. Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense. [Internet]. Terdapat pada
http://www.defense.gov/news/Defense_Strategic_Guidance.pdf.
diakses pada 23 Maret 2012. Department of Defense United States of America. Iran, North Korea and China’s
Emerging
as
threats.[Internet].
Terdapat
http://www.defense.gov/News/NewsArticle.aspx?ID=14731.
pada Diakses
pada 23 Maret 2012. Direktorat Mitra Wicara dan Antar Kawasan, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. 2010. Kumpulan Pertemuan Asia Timur. Jakarta. Elwell, Craig K., Labonte, Marc dan Morison, Wayne M.. 2007. Is China a Threat in the US Economy. Dalam CRS Report for Conggress RL 33604..pp.1 Emmers, Ralf. 2011.
The US in the EAS : implications for US – EAS
relations.[Internet].
Terdapat
pada
http://www.eastasiaforum.org/2011/11/23/the-us-in-the-eas-implicationsfor-us-asean-relations/. Diakses pada 13 Maret 2012.
72 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Evans, Graham dan Newnham, Jeffrey. 1998. The Penguin Dictionary of International Relations. Penguin Groups. England Griffiths Martin dan O’Callaghan, Terry. 2002. Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan. The International Relations: The Key Consepts. pp.253. Hall, Peter and Paschal Preston (1988) The Carrier Wave: New Information Technology and the Geography of Information 1866-2003, London: Unwin Hyman Harian Kompas. “ASEAN Tak Mau Terperangkap”. 19 November 2011. Harian Pelita. 2010. Masuknya Amerika Serikat dan Rusia dalam EAST ASIA SUMMIT.[Internet].
Terdapat
pada
http://www.harianpelita.com/read.6562/4/opini/masuknya-as.danrusiadalam-eastasian-summit/. (Diakses pada 5 Mei 2011). Herrup, Andrew. Senior Indonesia Desk Officer United States Department of State. [Wawancara]. Di KBRI Washington DC Amerika Serikat pada tanggal 19 April 2012 pukul 14.00. Ikenberry, G. John. 2008 The Rise of China and the Future of the West. Princeton University.. P.23. IMF.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.imf.org/external/pubs/ft/pdp/2002/pdp03.pdf, diakses pada 9 Januari 2012, p.10. Info
Publik.
[Internet].
Terdapat
pada
http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?page=news&newsid=5843, diakses pada 5 Februari 2012. Isu-isu
di
dalam
EAS.
[Internet].
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/11/111119_eastas iaclose.shtml, diakses pada 9 Februari 2012.
73 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Japan Aims to Launch East Asia FTA Talks in ‘08: Nikai. Jiji Press English News Service. Tokyo: April 4, 2006. Dalam CRS Report for Conggress RL 33563, diakses pada 30 November 2011. Jepang dan EAS. General Information on EAS.[Internet]. Terdapat pada http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/eas/outline.html. Diakses pada 19 Maret 2012. Joint Statement—1st ASEAN-U.S. 2009. [Internet] Leaders’ Meeting,” Singapore. Tedapat pada http://www.aseansec.org/24020.htm. Diakses pada 19 Maret 2012. Kristof, Nicholas D. 1993. The Rise of China. (Source: Foreign Affairs). Vol.72. No.5. pp.59. Korea
Selatan-ASEAN.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.asean.org/20192.htm. diakses pada 20 Maret 2012. V Kessler, G. 2005. “Rice is Criticized for Plan to Skip Summit,” The Washington Post. [Internet]. Terdapat pada CRS RL32688 Report for Congress, East Asia Summit:Issue for Congress. Kondratieff, Nikolas D. (1984) The Long Wave Cycle, (tr. Guy Daniels), New York: Richardson and Snyder. Kondratieff’s own basic text. Leifer, M. 1995. Dictionary of the Modern Politics of Southeast Asia,New York: Routledge. [Internet]. Terdapat pada CRS RL32688 Report for Congress, East Asia Summit:Issue for Congress. MacKuen, Michael B, Erickson, Robert S, Stimson, James A. 1992. Peasants or Bankers?The American Electorate and the US Economy. American Journal of Political Science. Pp. 86:597-611. Malik, Mohan. 2006. China and the East Asia Summit : More Discord than Accord.
[Internet].
Terdapat
pada
74 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
www.apcss.org/Publications/APSS/ChinaandEastAsiaSummit.pdf, diakses pada 11 Maret 2012. Mandelbaum, Michael. (1996) “Foreign Policy as Social Work”. In Foreign Affairs 75, No. 1 (January – February 1996). Manyin, Mark E., Garcia, Michael John., dan Morrison, Wayne M. CRS Report R40583, U.S. Accession to the Association of Southeast Asian Nations’ Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Mas’oed, Mohtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi. P. 41. Jakarta; LP3ES. Modelski, George. 1996. Long Cycle in Global Politics. University of Washington.
Vol
I.
Pp.2.
[Internet].
Terdapat
http://www.eolss.net/Sample-Chapters/C14/E1-35-01-08.pdf,.
pada Diakses
pada 14 Maret 2012. Modelski, George. Tt. Kondratieff’s Wave. [Internet]. Terdapat pada http://faculty.washington.edu/modelski/IPEKWAVE.html. Diakses pada 18 Mei 2012. Muni, SD. 2006. East Asia Summit and India.Institute of Asia Studies.. P.7 [Internet].
Terdapat
pada
http://www.kms1.isn.ethz.chserviceengineFilesISN25443ipublicationdoc ument_singledocument13.pdf. Diakses pada 18 Maret 2012. Nanto, Dick K. 2006. CRS Report RS RL 33563, East Asian Regional Architecture: New Economic and Security Arrangements and U.S. Policy. Diakses pada 30 November 2011. Nanto, Dick K. dan Avery, Emma Chanlett-. 2006 The Rise of China and its effect for Taiwan, Japan and South Korea: US Pilicy Choices.dalam CRS Report for Conggress RL 32882.pp.4.
75 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Nanto, Dick K., Lum, Thomas. 2007. China’s Trade with the United States and the World. CRS Report Conggress RL 31403. P.6 Public Affairs Section, US Embassy Jakarta. Information Resource Centre. 2011. Remarks
Secretary
of
State.
[Internet].
Terdapat
www.state.gov/secretary/rm/2010/10/150196.htm, 2010.
pada
Diakses pada
11 Januari 2011.
Romulo, A. 2005. Secretary of Foreign Affairs, Republic of Philippines, ‘Briefing for the ambassadors and representatives of ASEAN and ASEAN dialogue partners on the ASEAN Ministerial retreat’, Press Statement.
[Internet].
Terdapat
pada
Parliament
of
Australia:
Department of Parliamentary Services no. 5, 2006–07, ISSN 1832-2883. Rosseau, David L. 2002. Motivation for Choice: The Salience of relative Gains in International Relations. Journal of Conflict Resolutions. Pp. 46:394426. San, Lau Teik. Australia, ASEAN and the East Asia Summit. 2006. [Internet]. Terdapat pada www.aiia.asn.au/ wa-papers/doc_download/201-australiaasean-and-the-east-asian-summit-lau-teik-son&ei.pdf. Diakses pada 18 Maret 2012. Selandia
Baru-ASEAN.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.asean.org/20193.htm. diakses pada 20 Maret 2012. Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press. Pp. 121-123. Simpson, George, and J. Milton Yinger. 1985. Racial and Cultural Minorities: An analysis of prejudice and discrimination. 5th ed. New York: Plenum
76 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Situs
Merriam
Webster
[Internet].
Dalam
http://www.merriam-
webster.com/dictionary/new?show=0&t=1332681728. Diakses pada 25 Maret 2012. Short, JR. 1993. An Introduction to Political Geography. London and New York. U.S. Departement of State. 2009. Remarks of Secretary Clinton in the 14th ASEAN SUMMIT. Direktorat Mitra Wicara dan Antar Kawasan, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. US.
Department
of
States.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/18902.htm, diakses pada 10 Januari 2012. US Envoy Expresses Concern About Japan’s Idea of East Asia Free Trade Zone. BBC. Vaughn, Bruce. 2005. Report for Congress, East Asia Summit:Issue for Congress.
p.3.
[Internet].
Terdapat
pada
http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/crs/rs22346.pdf. Diakses pada 29 November 2011. Vaughn, Bruce and Morrison, Wayne. 2006. CRS Report RL32688. ChinaSouth East Asia Relations: Trend, Issues and Implications for the United States, P.1. 4April 2006. Diakses pada 6 Maret 2012. Waltz, Kenneth N. 1979. Theory of International Politics. New York: Random House. 1986. A response to my critics. In Neorealism and its critics. Edited by R.O. Keohane 322-45 New York: Columbia University Press. Welch, David A.. 2005. Painful Choices: A Theory of Foreign Policy Change. Princeton, NJ, Princeton University Press.
77 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Yale Global Magazine. 2005. The East Asia Summit: More Siscord Than Accord. [Internet]. Terdapat pada http://yaleglobal.yale.edu/content/eastasia-summit-more-discord-accord. (Diakses pada 12 September 2011).
78 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 1 : Pidato Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton di Phuket Thailand dalam KTT ASEAN ke 14 Tahun 2009 “America’s commitment to strengthen our presence and engagement in this region. I said then that I would attend this ministerial, and that we would begin the process of accession to the Treaty of Amity and Cooperation, and that we will build a deeper and more dynamic partnership with ASEAN. And that is why I am here today. The United States is back in Southeast Asia. President Obama and I believe that this region is vital to global progress, peace, and prosperity, and we are fully engaged with our ASEAN partners on the wide range of challenges confronting us, from regional and global security to the economic crisis to human rights and climate change. After this, I will have the honor of signing, on behalf of the United States, the Instrument of Accession to the ASEAN Treaty of Amity and Cooperation. This treaty seals our commitment to work in partnership with the nations of ASEAN to advance the interests and values we share”. (U.S Department of State,2009).
79 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 2 : Deklarasi EAS pada KTT Pertama hingga Kelima East Asia Summit Declaration on Avian Influenza Prevention, Control and Response Kuala Lumpur, 14 December 2005
WE, the Heads of State / Government of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Australia, People’s Republic of China, Republic of India, Japan, the Republic of Korea and New Zealand, participating countries of the First East Asia Summit (EAS) held on 14 December 2005 in Kuala Lumpur, Malaysia; ACKNOWLEDGING that the avian influenza outbreak has spread to a number of countries in the region and that its serious impact is not just confined to the poultry industry but also public health, livestock production, trade, tourism, economic and social development of the region; AWARE of the potential of the current avian influenza H5N1 virus to transform into a strain capable of causing a pandemic, and the unpredictable nature of when and where a pandemic will occur; RECOGNISING the active cooperation and various regional initiatives of ASEAN in responding to the challenges posed by avian influenza, inter-alia, through strengthening institutional linkages, developing partnership with all stakeholders, sharing information and coordinating regional initiatives. WELCOMING the various other initiatives to foster regional and global partnerships on avian influenza prevention and control, and pandemic preparedness and response;
80 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
FURTHER RECOGNISING that the prevention and control of avian influenza is a global responsibility that requires close collaboration and coordinated efforts among governments, communities and businesses with the active participation of appropriate regional and international organisations and mechanisms; DO, HEREBY, DECLARE THAT: The participating countries of the First EAS will undertake every effort through existing bilateral, regional and multilateral channels, to enhance national, regional and international capacities to deal with the current avian influenza epidemic, inter-alia, to prevent it from transforming into a human influenza pandemic through: 1. Improving national policies for prevention and control of emerging infectious diseases (EID), in general. 2. Controlling and eradicating avian influenza in domestic poultry to reduce the risk of human influenza pandemic, as the disease is primarily an animal disease. 3. Committing to effective containment of all avian influenza outbreaks at the national level, and to extend all possible support and ensure rapid, transparent and accurate risk communications among participating countries of the EAS. 4. Undertaking a well-coordinated multi-sectoral / multi-disciplinary approach at the national and regional level, particularly between the animal health and the human health sectors, in support of regional and global efforts towards pandemic preparedness and response planning. 5. Establishing national and regional avian influenza and pandemic preparedness strategies with clearly defined work plans and resource requirement, supported by the strong political will and commitment of all participating countries of the First EAS as well as requisite national legislation and technical expertise to minimise the impact of any possible pandemic influenza outbreak.
81 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
6. Strengthening institutional capacities at national and regional levels to ensure effective and efficient implementation of the national and regional avian influenza prevention and control programmes and pandemic preparedness and response plans, including setting up a network of stockpiles of antiviral drugs with the technical support of the World Health Organization (WHO) and other recognised relevant international organisations, to effectively pre-empt a pandemic.
7. Enhancing capacity building in coping with a pandemic influenza, including establishing information sharing protocols among countries and multilateral organisations to ensure effective, timely and meaningful communication before or during a pandemic influenza outbreak. 8. Increasing cooperation among ASEAN Member Countries and the other participating countries of the First EAS, and international organisations, including the WHO, the World Animal Health Organization (OIE), the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), the World Bank (WB), and the Asian Development Bank (ADB) in the areas of surveillance and capacity building, research and development, risk communications and assessment, supply and access to, as well as, the production of vaccine and antiviral drugs. The necessary follow-up actions will be undertaken through existing ASEAN mechanisms in close consultation with WHO, OIE, FAO, World Bank, ADB as well as other ASEAN Dialogue Partners and with the ASEAN Secretariat coordinating these common efforts to ensure the effectiveness in stamping out the avian influenza. ADOPTED by the Heads of State / Government of the participating countries of the First East Asia Summit on 14 December 2005 in Kuala Lumpur, Malaysia.
82 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Kuala Lumpur Declaration on the East Asia Summit, Kuala Lumpur, 14 December 2005
WE, the Heads of State/Government of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Australia, People’s Republic of China, Republic of India, Japan, Republic of Korea and New Zealand, on the occasion of the historic First East Asia Summit on 14 December 2005 in Kuala Lumpur, Malaysia; RECALLING the decision of the 10th ASEAN Summit and supported by the 8th ASEAN Plus Three Summit held on 29 November 2004 in Vientiane, Lao PDR, to convene the First East Asia Summit in Malaysia in 2005; REITERATING our commitment to the purposes and principles of the Charter of the United Nations, the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia and other recognised principles of international law; ACKNOWLEDGING that in a rapidly changing international environment, our economies and societies have become increasingly interlinked and interdependent; REALISING the increasing range of challenges facing the world and the need for concerted regional and global efforts to respond to these challenges; RECOGNISING our shared interests in achieving peace, security and prosperity in East Asia and the world at large; DESIROUS of creating a peaceful environment by further enhancing cooperation and strengthening the existing bonds of friendship among our countries in keeping with the principles of equality, partnership, consultation and consensus thereby contributing to peace, security and economic prosperity in the region and the world at large; CONVINCED of the importance of strengthening bilateral and multilateral interactions and cooperation among the participating countries of the East Asia Summit and the world at large on issues of common interest and concern in order to enhance peace and economic prosperity; REITERATING the conviction that the effective functioning of multilateral systems will continue to be indispensable for advancing economic development; RECOGNISING that this region is today a source of dynamism for the world economy; SHARING the view that the East Asia Summit could play a significant role in community building in this region; 83 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
FURTHER RECOGNISING the need to support efforts to build a strong ASEAN Community which will serve as a solid foundation for our common peace and prosperity; DO HEREBY DECLARE: FIRST, that we have established the East Asia Summit as a forum for dialogue on broad strategic, political and economic issues of common interest and concern with the aim of promoting peace, stability and economic prosperity in East Asia. SECOND, that the efforts of the East Asia Summit to promote community building in this region will be consistent with and reinforce the realisation of the ASEAN Community, and will form an integral part of the evolving regional architecture. THIRD, that the East Asia Summit will be an open, inclusive, transparent and outward-looking forum in which we strive to strengthen global norms and universally recognised values with ASEAN as the driving force working in partnership with the other participants of the East Asia Summit. FOURTH, we will focus, among others, on the following: •
•
•
Fostering strategic dialogue and promoting cooperation in political and security issues to ensure that our countries can live at peace with one another and with the world at large in a just, democratic and harmonious environment; Promoting development, financial stability, energy security, economic integration and growth, eradicating poverty and narrowing the development gap in East Asia, through technology transfer and infrastructure development, capacity building, good governance and humanitarian assistance and promoting financial links, trade and investment expansion and liberalisation; and Promoting deeper cultural understanding, people-to-people contact and enhanced cooperation in uplifting the lives and well-being of our peoples in order to foster mutual trust and solidarity as well as promoting fields such as environmental protection, prevention of infectious diseases and natural disaster mitigation.
FIFTH, that: • • •
Participation in the East Asia Summit will be based on the criteria for participation established by ASEAN; The East Asia Summit will be convened regularly; The East Asia Summit will be hosted and chaired by an ASEAN Member Country that assumes the ASEAN Chairmanship and held back-to-back with the annual ASEAN Summit; and
84 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
•
The modalities of the East Asia Summit will be reviewed by ASEAN and all other participating countries of the East Asia Summit.
SIGNED at Kuala Lumpur, Malaysia, on the Fourteenth Day of December in the Year Two Thousand and Five.
For Brunei Darussalam:
HAJI HASSANAL BOLKIAH - Sultan of Brunei Darussalam For the Kingdom of Cambodia:
SAMDECH HUN SEN - Prime Minister For the Republic of Indonesia: DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO – President For the Lao People’s Democratic Republic: BOUNNHANG VORACHITH - Prime Minister For Malaysia: DATO’ SERI ABDULLAH AHMAD BADAWI - Prime Minister For the Union of Myanmar: GENERAL SOE WIN - Prime Minister For the Republic of the Philippines: GLORIA MACAPAGAL-ARROYO - President For the Republic of Singapore: LEE HSIEN LOONG - Prime Minister For the Kingdom of Thailand: DR. THAKSIN SHINAWATRA - Prime Minister 85 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
For the Socialist Republic of Viet Nam: PHAN VAN KHAI - Prime Minister For Australia JOHN HOWARD - Prime Minister For the People’s Republic of China: WEN JIABAO - Premier For the Republic of India: DR. MANMOHAN SINGH - Prime Minister For Japan: JUNICHIRO KOIZUMI - Prime Minister For the Republic of Korea: ROH MOO-HYUN - President For New Zealand: HELEN CLARK - Prime Minister
86 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Cebu Declaration on East Asian Energy Security Cebu, Philippines, 15 January 2007
WE, the Heads of State/Government of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Australia, People's Republic of China, Republic of India, Japan, Republic of Korea and New Zealand, on the occasion of the Second East Asia Summit on 15 January 2007 in Cebu, Philippines; RECOGNISING the limited global reserve of fossil energy, the unstable world prices of fuel oil, the worsening problems of environment and health, and the urgent need to address global warming and climate change; RECOGNISING that our energy needs are growing rapidly, and will necessitate large-scale investments in the coming decades; ACKNOWLEDGING that fossil fuels underpin our economies, and will be an enduring reality for our lifetimes; RECOGNISING that renewable energy and nuclear power will represent an increasing share of global supply; ACKNOWLEDGING the need to strengthen renewable energy development such as in biofuels, and to promote open trade, facilitation and cooperation in the sector and related industries; HIGHLIGHTING the fundamental need of countries in East Asia for reliable, adequate and affordable energy supplies which are essential for strong and sustainable economic growth and competitiveness; CONSIDERING further that the First East Asia Summit had agreed to enhance cooperation by promoting energy security;
87 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
RECOGNISING the need to pursue energy policies and strategies best suited to each country's national circumstances, which will lead to sustainable development; NOTING that biofuel and hydropower resources are renewable and as such harnessing these resources is an important aspect of our national energy policies; REAFFIRMING our collective commitment to ensuring energy security for our region; HEREBY DECLARE: To work closely together towards the following goals: 1. Improve the efficiency and environmental performance of fossil fuel use; 2. Reduce dependence on conventional fuels through intensified energy efficiency and conservation programmes, hydropower, expansion of renewable energy systems and biofuel production/utilisation, and for interested parties, civilian nuclear power; 3. Encourage the open and competitive regional and international markets geared towards providing affordable energy at all economic levels; 4. Mitigate greenhouse gas emission through effective policies and measures, thus contributing to global climate change abatement; and 5. Pursue and encourage investment on energy resource and infrastructure development through greater private sector involvement. And to achieve these goals, through the following measures: 1. Promote cleaner and lower emissions technologies that allow for the continued economic use of fossil fuels while addressing air pollution and greenhouse gas emissions; 2. Encourage the use of biofuels and work towards freer trade on biofuels and a standard on biofuels used in engines and motor vehicles;
88 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Take concrete action toward improving efficiency and conservation, while enhancing international cooperation through intensified energy efficiency and conservation programmes; 4. Set individual goals and formulate action plans voluntarily for improving energy efficiency; 5. Increase capacity and reduce costs of renewable and alternate energy sources through innovative financing schemes; 6. Encourage collective efforts in intensifying the search for new and renewable energy resources and technologies, including research and development in biofuels; 7. Ensure availability of stable energy supply through investments in regional energy infrastructure such as the ASEAN Power Grid and the Trans ASEAN Gas Pipeline; 8. Encourage recycling of oil revenues and profits for equity investments and long term, affordable loan facilities for developing countries in the region; 9. Explore possible modes of strategic fuel stockpiling such as individual programmes, multi-country and/or regional voluntary and commercial arrangements; 10. Promote clean use of coal and development of clean coal technologies and international environmental cooperation towards mitigating global climate change; 11. Pursue
regional
or
bilateral
cooperation
through
research
and
development, sharing of best practices, and financing of energy products; and 12. Assist less developed countries in enhancing national capacity building in achieving the above goals. The necessary follow-up actions to ensure implementation of the above measures, including appropriate reporting, will be undertaken through existing ASEAN mechanisms in close consultations among EAS participants.
89 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ADOPTED in Cebu, Philippines, this Fifteenth Day of January in the Year Two Thousand and Seven, in a single original copy in the English Language.
For Brunei Darussalam: HAJI HASSANAL BOLKIAH Sultan of Brunei Darussalam For the Kingdom of Cambodia: SAMDECH HUN SEN Prime Minister For the Republic of Indonesia: DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO President For the Lao People's Democratic Republic: BOUASONE BOUPHAVANH Prime Minister For Malaysia: DATO' SERI ABDULLAH AHMAD BADAWI Prime Minister For the Union of Myanmar: GENERAL SOE WIN Prime Minister For the Republic of the Philippines: GLORIA MACAPAGAL-ARROYO President
90 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
For the Republic of Singapore: LEE HSIEN LOONG Prime Minister For the Kingdom of Thailand: GENERAL SURAYUD CHULANONT (RET.) Prime Minister For the Socialist Republic of Viet Nam: NGUYEN TAN DUNG Prime Minister For Australia: JOHN HOWARD Prime Minister For the People's Republic of China: WEN JIABAO Premier For the Republic of India: DR. MANMOHAN SINGH Prime Minister For Japan: SHINZO ABE Prime Minister For the Republic of Korea: ROH MOO-HYUN President
91 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
For New Zealand: HELEN CLARK Prime Minister
Singapore Declaration on Climate Change, Energy and the Environment
WE, the Heads of State and Government of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Australia, People's Republic of China, Republic of India, Japan, Republic of Korea and New Zealand, on the occasion of the Third East Asia Summit (EAS) in Singapore on 21 November 2007; Welcoming the regional commitment demonstrated in the Cebu Declaration on East Asian Energy Security adopted on 15 January 2007, the APEC Leaders' Declaration on Climate Change, Energy Security and Clean Development adopted in Sydney on 8 September 2007, the ASEAN Declaration on Environmental Sustainability and the ASEAN Declaration on the 13th Session of the Conference of Parties (COP) to the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) and the 3rd Conference of Parties Serving as the Meeting of the Parties (CMP) to the Kyoto Protocol adopted in Singapore on 20 November 2007; Affirming our commitment to the UNFCCC as the core mechanism for addressing climate change at the global level, and for relevant countries, the Kyoto Protocol as well; Welcoming the Fourth Assessment Report of the Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC);
92 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Concerned about the adverse impact of climate change on socio-economic development, health and the environment, particularly in developing countries and thus emphasising the need to enhance their adaptive capacities, as well as for the international community to urgently act to address the growth of global greenhouse gas emissions; Recognising that rapid economic development, while contributing to sustainable development and poverty eradication in the region, poses new challenges in dealing with greater energy consumption, regional and global energy security concerns; and that growing urbanisation increases the need for environmental management, given the projected doubling of Asia's 1.7 billion urban population between 2000 and 2030; Reaffirming the need to take an effective approach to the interrelated challenges of climate change, energy security and other environmental and health issues, in the context of sustainable development and that the pursuit of climate change and energy security policies must avoid introducing barriers to trade, investment and socio-economic development; Cognisant that EAS participating countries are at different stages of economic development and that our economies have varying and in many cases, heavy dependence on fossil fuels, any actions to tackle global environmental issues should take into account diverse national and regional circumstances in accordance with the principle of common but differentiated responsibilities, as well as our respective capabilities; Appreciating the efforts of various East Asia Summit participating countries, including Australia, China, India, Indonesia, New Zealand, Japan and the ROK, which have contributed to the global debate to address climate change; and Emphasising the important role that the EAS can play in carrying out collective action to address these challenges for mutual benefit and the common good;
93 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
HEREBY DECLARE TO: 1. Stress that all countries should play a role in addressing the common challenge of climate change, based on the principles of common but differentiated responsibilities and respective capabilities; and that developed countries should continue to play a leading role in this regard; 2. Commit to the common goal of stabilising atmospheric greenhouse gas concentrations in the long run, at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system; 3. Support the work to achieve a common understanding on a long-term aspirational global emissions reduction goal to pave the way for a more effective post-2012 international arrangement; 4. Acknowledge that adaptation is a critical issue for the region and as such, emphasis has to be put on both mitigation as well as adaptation measures, and recognize that sustainable development facilitates adaptation; 5. Carry out individual and collective actions, in a broad range of sectors, to address climate change, including greenhouse gas emissions, considering the principles of equity, flexibility, effectiveness, and common but differentiated responsibilities and respective capabilities, as well as reflecting our different social and economic conditions; 6. Participate actively in the process of developing an effective, comprehensive, and equitable post-2012 international climate change arrangement under the UNFCCC process; and in this context, reiterate our support for the successful outcome of the 13th session of the COP to the UNFCCC and the 3rd MOP to the Kyoto Protocol to be held in Bali, Indonesia in December 2007;
94 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
7. Deepen our understanding of the region's vulnerability to climate change and implement appropriate mitigation and adaptation measures, including through: a. Mobilising financial support and cooperating to build capacity for the developing countries in the EAS region; b. Encourage the deployment of clean technology in the region through various means, such as investment, technical and financial assistance, and technology transfer ; c. Exchanging of scientific and technical expertise in partnership with international experts, and enhancing cooperation towards joint research and development of appropriate adaptation measures to minimize the impact of climate change; d. Commissioning of national and where appropriate, joint studies to assess the impact of climate change and environmental protection efforts within the region; e. Promoting public awareness of the impacts of climate change and enhancing participation in efforts to mitigate the effects of climate change; and f. Supporting the development and expansion of policy and measures, including
innovative
environmental
instruments
management,
to
and
financing
promote
mechanisms
sustainable
patterns
for of
consumption and production. 8. Intensify ongoing cooperation to improve energy efficiency, and the use of cleaner energy, including the use of, renewable and alternative sources, based on the Cebu Declaration and the Joint Ministerial Statement of the 1st EAS Energy Ministers’ Meeting on 23 August 2007 by: a. Working towards achieving a significant reduction in energy intensity; b. Implementing the measures recommended by the EAS Energy Ministers, including formulation of voluntary energy efficiency goals by 2009, supporting
cooperation
in
developing
reference
benchmarks
for
95 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
environmentally and socially-sustainable biofuels and energy market integration; and utilising, where appropriate, regional research bodies, where appropriate, such as the ASEAN Centre for Energy (ACE) and the Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA); c. Encouraging research, development, deployment and dissemination of technologies to enhance energy efficiency and conservation in key economic sectors, including buildings, industrial equipment and processes, vehicles and appliances; d. Enhancing regional cooperation to develop cost effective carbon mitigation technologies, cleaner fossil fuel technologies including clean use of coal, and to produce environmentally-friendly and sustainable biofuels; and e. Cooperating for the development and use of civilian nuclear power, in a manner ensuring nuclear safety, security and non-proliferation, in particular its safeguards, within the framework of the International Atomic Energy Agency (IAEA), for those EAS participating countries which are interested. 9. Promote cooperation on afforestation and reforestation, and to reduce deforestation, forest degradation and forest fires, including by promoting sustainable forest management, combating illegal logging, protecting biodiversity, and addressing the underlying economic and social drivers, through, among others: a. Encouraging environmentally sustainable planning and management of the region's forests, while strengthening forest law enforcement and governance to combat illegal logging and other harmful practices; b. Work to achieve an EAS-wide aspirational goal of increasing cumulative forest cover in the region by at least 15 million hectares of all types of forests by 2020;
96 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Renewing support for global and regional avoided deforestation, afforestation and reforestation efforts such as reforestation funds and, as appropriate, debt-for-nature swap arrangements; d. Continued support for UNFCCC work to stimulate action to reduce emissions from deforestation in developing countries, including through appropriate international incentives and assistance; and e. Expressing appreciation for regional forest initiatives such as the ASEAN Peatland Management Initiative; the "Heart of Borneo" conservation plan, the Asia Forest Partnership and the Asia-Pacific Network for Sustainable Forest Management and Rehabilitation, as well as global efforts such as the Global Initiative on Forests and Climate, and Indonesia's Forestry Eleven Forum initiative. 10. Continuing support for the implementation of United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) and the Convention on Biological Diversity (CBD) at regional and global levels; 11. Promote co-benefit approaches, which addresses global environmental challenges through taking measures for national development concerns, including preventing environmental degradation;
12. Strengthen cooperation on management capacity and measures for natural disaster risks raised by climate variability and change and other environmental challenges; 13. Encourage the development of adaptation strategies to mitigate weatherrelated calamities caused by water; 14. Foster the conservation and sustainable management of coastal and marine ecosystems and call on the regional and international communities to participate in efforts to avoid marine pollution, such as marine litter, and the destruction of protected and vulnerable areas such as coral reefs, mangroves, seagrass beds, 97 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
wetlands and seamounts, and welcome the “Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security” as one of these efforts; 15. Enhance access to safe drinking water and basic sanitation and promote integrated water resource management through initiatives such as the 1st AsiaPacific Water Summit in December 2007, the Singapore International Water Week in June 2008, the International Yellow River Forum and the International Year of Sanitation 2008; 16. Encourage the well-coordinated and sustainable national management of mineral resources and promote environmentally-sound and efficient mining practices; 17. Promote environmental education to enhance human resource capabilities to address the challenges of ensuring sustainable development in EAS participating countries; 18. Address the environmental challenges posed by rapidly growing urbanisation in the region, by, among other measures: a. Pooling our experiences, expertise and technology in areas such as urban planning including transportation, green building, water management, urban greenery and urban biodiversity conservation, sanitation and waste management, 3Rs (Reduce, Reuse and Recycle) and air, noise, water, and land pollution control; b. Appreciating initiatives such as “Low Carbon Society”, “Compact Cities”, “Eco-Cities” and “Environmentally Sustainable Transport”; and c. Welcoming Singapore's proposal to convene an EAS Conference on Liveable Cities in June 2008 to address the interrelated issues of urbanisation, climate change, energy, and the environment. 19. Task our relevant Ministers to follow up and act on our discussions on this Declaration, and in this regard:
98 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
a. Commend the work of the inaugural EAS Energy Ministers’ Meeting in Singapore on 23 August 2007, and welcome Thailand’s offer to host the 2nd EAS Energy Ministers’ meeting in 2008; and b. Welcome Viet Nam’s proposal to host the inaugural EAS Environment Ministers’ Meeting in the fourth quarter of 2008. Done in Singapore, this Twenty-First Day of November in the year Two Thousand and Seven. For Brunei Darussalam: HAJI HASSANAL BOLKIAH Sultan of Brunei Darussalam
For the Kingdom of Cambodia: SAMDECH HUN SEN Prime Minister For the Republic of Indonesia: DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO President For the Lao People’s Democratic Republic: BOUASONE BOUPHAVANH Prime Minister For Malaysia: DATO’ SERI ABDULLAH AHMAD BADAWI Prime Minister
99 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
For the Union of Myanmar: GENERAL THEIN SEIN Prime Minister For the Republic of the Philippines: GLORIA MACAPAGAL-ARROYO President For the Republic of Singapore: LEE HSIEN LOONG Prime Minister For the Kingdom of Thailand: GENERAL SURAYUD CHULANONT (RET.) Prime Minister For the Socialist Republic of Viet Nam: NGUYEN TAN DUNG Prime Minister For Australia: JOHN HOWARD Prime Minister For the People’s Republic of China: WEN JIABAO Premier
100 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
For the Republic of India: DR. MANMOHAN SINGH Prime Minister For Japan: YASUO FUKUDA Prime Minister For the Republic of Korea: ROH MOO-HYUN President For New Zealand: HELEN CLARK Prime Minister
101 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Joint Ministerial Statement of the Second East Asian Summit Energy Ministers Meeting Bangkok, 7 August 2008
1. The Second EAS Energy Ministers Meeting was held on 7 August 2008 in Bangkok, Thailand. The Meeting was chaired by H.E. Lt. Gen. Poonpirom Liptapanlop, Minister of Energy of Thailand and co-chaired by H.E. Takamori Yoshikawa, Senior Vice Minister of Economy, Trade and Industry of Japan. The Meeting was attended by the Ministers Responsible for Energy from the ASEAN Member States, Australia, the People’s Republic of China, Republic of India, Japan, Republic of Korea, and New Zealand. The Secretary-General of ASEAN was also in attendance 2. The Ministers were pleased with the notable developments in the three energy cooperation work streams consisting of Energy Efficiency and Conservation, Energy Market and Integration; and Biofuels for Transport and other purposes. The Ministers expressed their strong support and commitment to advance these activities. 3. The Ministers acknowledged the adoption of the Singapore Declaration on Climate Change, Energy and the Environment. The Ministers agreed to intensify ongoing cooperation to improve energy efficiency, and the use of cleaner energy, including the use of renewable and alternative sources. The Ministers further decided to push forward the Singapore Declaration through promoting the use of low-carbon and environmentally friendly technology, enhancing research and development, encouraging technology transfer, providing technical and financial assistance and enhancing the implementation of clean development mechanisms as well as developing carbon-trading mechanisms. Serious Concerns over the Current Oil Prices
102 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
4. The Ministers expressed serious concerns about the unprecedented current high oil prices which are against the interest of both consuming and producing countries. Particular attention should be paid to the fact that resource-scarce developing countries are seriously hit by rapid price hikes. They posed a serious downward risk to the global economy. Producing and consuming countries share a common interest in encouraging greater global energy security and sustainability. Recognizing the crucial role of financial and macroeconomic policies in resolving current economic issues, the Ministers emphasized the need to strengthen cooperation among those responsible for energy policy. The Ministers, therefore, called for enhanced oil market dialogue and cooperation between producers and consumers. They also emphasized the need of increase in investment both upstream and downstream to ensure adequate level of spare capacity as well as market transparency through the enhancement of the Joint Oil Data Initiative (JODI) covering capacity expansion plans. They encouraged the relevant international organizations such as the IEA, OPEC, IEF and the IMF to work together to analyze the real and financial factors behind the recent surge in oil prices. They also called relevant national authorities to examine the functioning of commodity futures market and to take appropriate measures if needed. 5. The Ministers affirmed to vigorously take their actions in such areas as enhancing emergency preparedness, improving energy efficiency and promoting alternative energy sources. They also recognized that moving towards phased and gradual withdrawal of price subsidies for conventional energies is desirable because market-based energy pricing helps markets send the appropriate signals to enhance energy efficiency and increase investment in alternative energy sources. They commended some countries for their recent moves in this direction and welcomed further progress in this area. Energy Cooperation Work Streams
103 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
6. The Ministers lauded the continuous efforts made by the EAS Energy Cooperation Task Force (ECTF) to advance the implementation of the three identified energy cooperation work streams, namely energy efficiency and conservation (EE&C), energy market integration, and bio-fuels for transport and other purposes. 7. In particular, the Ministers recognised the steady progress of the EAS ECTF cooperation to work toward the goal of affordable, secured and sustainable energy at all economic levels, as follow: Energy Efficiency and Conservation Work Stream 8. The Ministers appreciated the submitted preliminary reports of energy efficiency goals and action plans and look forward to the report by each country, on a voluntary basis, of its quantitative and where possible, sector specific energy efficiency goals and action plans in the EMM3 in 2009. The Ministers recognised that the effectiveness of their respective national energy efficiency and conservation policy can be enhanced by focusing on key energy consuming sectors such as industry, power, residential/commercial and transportation through analyzing/measuring current energy efficiency performance, evaluating energy efficiency potential and identifying applicable technologies, taking into account their specific national and sector-specific circumstances. They also affirmed that sectoral approach as described above could be useful methods for dissemination and transfer of the best applicable technologies and promoting regional cooperation for improving energy efficiency in key energy consuming sectors. 9. The Ministers welcomed the compilation of on-going energy efficiency and conservation policies and measures under cooperation with the Asian Energy Efficiency & Conservation Collaboration Center as a valuable tool for sharing information and best practices and encourage each EAS countries to carry out a stocktake and update it if needed. The Ministers also welcomed the work on “EAS Energy Outlook” by the Economic Research Institute for ASEAN and East
104 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Asia (ERIA). They recognized that the projected growth of energy demand necessitates further promotion of energy efficiency and conservation and encourage the ERIA to deepen its analysis and to provide inputs for making energy efficiency and conservation measures more effective. Energy Market Integration Work Stream 10. The Ministers reaffirmed that integrated energy markets are important because they enhance energy security and diversity of supply, foster energy efficiency and the development of a wider range of energy sources, and promote energy cost competitiveness. With this in mind, the Ministers welcomed the overview report on “Energy Market Integration in the East Asia Region”, and recognised its value in promoting a better understanding of the potential and benefits of open and competitive energy markets. The study analysed the level of energy market integration already in the region, assessed the potential for greater integration and recommended possible strategies for achieving the goal of greater energy market integration. 11. The findings of the study were noted by the Ministers, including that further integration of energy markets should aim to provide mutually beneficial trade and that transparent foreign investment guidelines and policies are important to encourage closer energy market integration. 12. The
Ministers
requested
the
ECTF
to
further
consider
the
key
recommendations of the study, and where appropriate to implement them. These include the recommendation to convene a consultative forum or other arrangements to share views on policy approaches, and to determine the next steps in promoting integrated energy markets in East Asia through the ECTF. 13. The Ministers requested the ECTF to deepen the Energy Market Integration study work for reporting to future EAS Energy Ministers' meetings. The Ministers also looked forward to the development of strategies and action plan to achieve greater energy market integration in the region. 105 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Biofuels for Transport and Other Purposes Work Stream 14. The Ministers reaffirmed their strong interests in biofuels, which have great potential in addressing some of the energy security concern, particularly high oil prices while recognizing the need of their compatibility with sustainability. With this in mind, the Ministers endorsed the “Asia Biomass Energy Principles” for production and utilization of environmentally and socially sustainable biomass energy in the region. They welcomed the broad perspectives of the Principles including quality control, respect for natural diversity, minimum impact on food supply, compatibility with environment, stable supply of biomass energy and cost efficiency. The Ministers affirmed to promote production and utilization of biofuels, so long as it does not compromise food security and regional cooperation to this end in line with these Principles, taking into account relevant international debates and activities. The Ministers requested the ERIA to develop a methodology for assessing environmental and social sustainability in production and utilization of biomass taking into account specific regional circumstances. The Ministers also welcomed “EAS-ERIA Bio-Diesel Fuel (BDF) Standards” as a valuable benchmark reference in developing respective national standards of EAS countries. 15. The Ministers welcomed the work for establishing database about biomass by the Philippines in cooperation with the Asia Biomass Energy Cooperation Promotion Office. The Ministers also welcomed the launch of the Asia Biomass Energy Researchers Invitation Program by the Asia Biomass Energy Research Core. 16. The Ministers appreciated Thailand’s initiative to organize an EAS Workshop on Biofuels in Bangkok on 18-19 June 2008. The Ministers took note the Summary Record of the Workshop and urged the EAS Biofuels for Transport and Other Purposes Work Stream to further make use of the Summary Record, where possible.
106 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Energy and Environmental Issues 17. The Ministers reaffirmed the need to take an effective approach to the interrelated challenges of climate change, energy security and other environmental and health issues as identified by the Leaders. The Ministers urged the EAS ECTF to forge closer cooperation in this area, and where appropriate, in relation to the measures being considered under the three energy cooperation work streams. Crucial Role of International Cooperation 18. The Ministers emphasized that the on-going three work streams, namely, energy efficiency, biofuels for transport and other purposes and energy market integration are particularly relevant in addressing their common energy security challenges notably high oil prices, as well as mitigating climate change. 19. The Ministers appreciated the progress to date under Japan’s Cooperation Initiative for Clean Energy and Sustainable Growth focusing on promoting energy efficiency, biomass and utilization of clean coal through accepting trainees, dispatching experts and establishing regional cooperation centres and expressed strong expectation for their further enhancement. 20. The Ministers welcomed the formal establishment of the ERIA and hope it will play an important role in contributing to the achievement of EAS shared goal. They encouraged the ERIA to continue its research work and provision of valuable inputs in their policy consideration. Other Matters 21. The Ministers and their respective delegations thanked the people and i Government of the Kingdom of Thailand for the warm hospitality and excellent arrangements made for the Meeting. 22. The Ministers agreed to meet again in Myanmar in 2009. 107 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Cha-am Hua Hin Statement on East Asia Summit (EAS) Disaster Management Cha-am Hua Hin, Thailand, 25 October 2009
We, the Heads of State and Government of the Member States of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Australia, People’s Republic of China, Republic of India, Japan, Republic of Korea, and New Zealand, on the occasion of the 4th East Asia Summit (EAS) in Cha-am Hua Hin, Thailand, on 25 October 2009; Expressing grief at the recent loss of life, properties and livelihoods from the impact of disasters that have been experienced by countries in the East Asia Summit (EAS) and in the Asia-Pacific region; and also expressing deep concern at the long-term negative social, economic and environmental consequences for nations which hamper the achievement of their sustainable development, particularly in achieving the internationally agreed development strategies, including the Millennium Development Goals and regional integration processes; Reaffirming the commitment of countries in the EAS to pursue effective disaster risk reduction in the spirit of partnership and cooperation in order to reduce the vulnerabilities and enhance the capacities of peoples to be more resilient and selfreliant in mitigating the impact of disasters; and recalling that disaster risk reduction is one of the priority areas of cooperation identified in the 2nd EAS in January 2007; Recalling the principles and recommendations of key international and regional framework documents on disaster risk reduction and disaster management, inter alia, the Hyogo Framework for Action 2005-2015, the ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) 2005, the Beijing Action for Disaster Risk Reduction in Asia of 2005, the Kuala Lumpur
108 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Declaration on the East Asia Summit of 2005, the ARF Statement on Disaster Management and Emergency Response of 2006, the Delhi Declaration on Disaster Risk Reduction in Asia of 2007, and the relevant UNGA Resolutions1; Reaffirming support for sustaining and developing effective regional approaches, mechanisms and capacities with regard to disaster risk reduction and disaster management, including early warning to disasters; and recognizing the efforts of ASEAN, particularly the ASEAN Committee on Disaster Management (ACDM), the ASEAN Regional Forum, and other regional initiatives to enhance cooperation on disaster risk reduction and disaster management; Recognizing the active cooperation and various regional initiatives of ASEAN, and welcoming ASEAN’s leadership through the ASEAN-led coordinating mechanism for the victims of Cyclone Nargis in Myanmar; Recognizing the primary role of states for their own sustainable development and disaster risk management, and the importance of international cooperation and partnerships to support states in pursuing efforts to this end; Recognizing the significant efforts already underway by regional organisations, national governments, civil society and other organisations, to strengthen disaster management, the need to continue strengthening existing arrangements, and the importance of avoiding duplication and ensuring greater coherence of efforts; Welcoming the establishment of the Australian-Indonesia Facility for Disaster Reduction, a facility to complement and enhance existing disaster risk reduction efforts and to build national and regional capacity to manage disasters; Emphasizing the importance of adopting an integrated and a multi-hazard approach to disaster risk reduction and disaster management and of mainstreaming disaster risk reduction into national sustainable development policies, planning and programming at all levels in key areas such as poverty,
109 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
housing, water, sanitation, energy, health, agriculture, education, infrastructure and environment; Recognizing that communities are in the frontlines of facing and responding to disasters, and therefore stressing the importance of placing communities at the centre of all aspects of disaster risk management through communitybased preparedness, mitigation, response and recovery where attention should be paid in assisting people whose lives, livelihoods, and dignity are endangered; HEREBY ENDEAVOUR TO: 1. Support efforts to strengthen capacity of countries in the region in terms of policies, plans, procedures, systems in place, training of people and interoperability of mechanisms. Such capacity must be integrated locally, nationally, regionally, and internationally for an efficient and effective response in the region;
2. Cooperate to develop integrated preparedness and disaster risk reduction capacities for transboundary, multi-hazard disasters, among others, end-toend early warning systems and response capacities in the region, and enhance the linkages and networks among the local, national, regional disaster management agencies, in cooperation with international organisations and the UN Specialised Agencies, to foster an effective network to provide timely, reliable and understandable warning information as well as rapid response to communities at risk that will help mitigate the impact of disasters on peoples in the region, including their vulnerabilities to climate change;
3. Cooperate to provide continued support to the regional multi-donor voluntary trust fund for early warning system arrangements in the Indian Ocean and Southeast Asia at the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UN ESCAP) to ensure a
110 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
comprehensive and coordinated approach for enhancing regional cooperation for natural disaster preparedness and building tsunami early warning capacities in a multi-hazard approach;
4. Support the effort of ASEAN at enhancing humanitarian coordination and strengthening leadership to respond to major disasters, in particular, by developing linkages to, and/or voluntarily earmarking assets and capacities as appropriate for regional standby arrangements, in particular, the ASEAN Standby Arrangements for Disaster Relief and Emergency Response, and/or developing optimal common procedures and mechanisms, including those for needs assessment, to mobilize assets and capacities as appropriate in an effective and timely manner;
5. Cooperate to enhance post-disaster management and recovery efforts, and encourage greater integration of early recovery activities in the immediate post-disaster phase to ensure a smooth transition from relief to recovery, including supporting an ASEAN-led mechanism and other organisations in the region;
6. Cooperate to assist governments in formulating and mainstreaming disaster risk reduction into strategic development, policy regulation and planning, and to foster better understanding and knowledge of the causes of disasters, as well as to build and strengthen coping capacities through, inter alia, the transfer and exchange of experiences and technical knowledge, educational and training programmes for disaster risk reduction, access to relevant data and information, and the strengthening of institutional arrangements including community based organisations;
7. Help each other develop more effective community-based tools and approaches in promoting greater understanding on disaster risk reduction and disaster management by instilling a culture of safety and prevention
111 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
and enhancing public awareness with regard to reducing hazards and risks and other relevant issues, including in schools, communities and government agencies, and among the public at large, with a view to increasing the resilience of local communities;
8. Cooperate to assist governments in the formulation of relevant laws and the enhancement of capacity for law enforcement in the area of the exploitation and management of natural resources, particularly forest and water resources, in a sustainable manner, with a view to mitigating the negative impact caused by human activities on the environment and vice versa;
9. Work together to promote the networking and sharing of best practices, experiences and operational manuals among specialists, responders and practitioners, inter alia, through ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) and other relevant simulation exercises, with a view to enhancing national capacity and improving regional coordination in disaster management, including with the UN systems;
10. Support the operationalization and enhancement of standard operating procedures, such as ASEAN Standard Operating Procedure for Regional Standby Arrangement and Coordination of Joint Disaster Relief and Emergency Response Operations (SASOP), and the continued development of ARF strategic guidance for humanitarian assistance and disaster relief, and work towards increasing their compatibility, in order to enhance closer interaction among early warning and humanitarian assistance centres in the region, and with those outside the region;
11. Work together to reinforce the technical capabilities of local, national, regional and international early warning arrangements to improve
112 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
scientific and technical method for risk assessment, monitoring and early warning information;
12. Support the operationalisation of the ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre), and strengthen its capacity to provide operational coordination support during major disasters in the ASEAN region as well as technical leadership in the implementation of regional activities;
13. Also support efforts of other relevant organisations in the region, amongst others, the Asian Disaster Reduction Center (ADRC), the Asian Disaster Preparedness Center (ADPC), the Australian-Indonesian Facility for Disaster Reduction (AIFDR) and other regional centres, in providing technical support and capacity building, as well as encourage more comprehensive research in the region on disaster risk reduction and disaster management, including through such organisation as the UN ESCAP, and support China’s proposal to establish a regional research centre on catastrophic disasters in Asia;
14. Encourage local, national, regional and international capacity building programmes to enhance the capacity of EAS participating countries in disaster risk reduction and disaster risk management, and establish linkages among training and research centres to leverage their resources in the implementation of capacity building programmes. The necessary follow-up actions to ensure the implementation of the above measures will be undertaken through existing regional frameworks and mechanisms in ASEAN, in close consultations among the EAS participating countries.
113 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Joint Ministerial Statement of the 4th East Asian Summit Energy Ministers Meeting Da Lat, Viet Nam, 22 July 2010
1. The Fourth EAS Energy Ministers Meeting was held on 22 July 2010 in Da Lat, Viet Nam. The Meeting was chaired by H.E. Vu Huy Hoang, Minister of Industry and Trade of Viet Nam, and co-chaired by H.E. Chiaki Takahashi, Vice Minister for Economy, Trade and Industry of Japan. The Meeting was attended by the Ministers and high level officials responsible for Energy from the EAS Participating Countries, namely ASEAN Member States, Australia, People’s Republic of China, Republic of India, Republic of Korea, Japan, and New Zealand. The Deputy Secretary-General of ASEAN for ASEAN Economic Community was also in attendance. 2. The Ministers were pleased with the remarkable works of the EAS Energy Cooperation Task Force (ECTF) to foster closer energy cooperation among the EAS participating countries. The Ministers welcomed the various concrete results and initiatives of the three ECTF work streams and expressed their expectation that the outcomes of this cooperation would not be limited to a mutual recognition at the working or research levels, but also at the senior policy-making level, for more effective use of knowledge sharing, experience and best practices among the EAS participating countries. 3. The Ministers exchanged views on the global economic situation and its impact on the recent trend of energy demand. Noting the slow increase in energy demand due to the effect of global economic crisis, the Ministers shared the view that this trend will be once again moving towards acceleration as the global economy is recovering well. The Ministers noted an estimation on the increase in energy demand in the EAS region which accounts for a large part of the total global increase.
4. Recognising the excessive fluctuations in energy prices that gave adverse 114 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
impact to the global economy, the Ministers committed to work together to monitor the price-hike effect of the recent recovery in energy demand. With this in mind, the Ministers supported the various survey activities on oil price formation mechanism conducted by various international organisations, such as the International Energy Agency (IEA) and the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). 5. The Ministers recognised the close linkage between energy and climate change, and expressed their intention to make positive contribution to the global efforts in addressing the challenges of climate change. 6. The Ministers appreciated the steady implementation of action plans by EAS participating countries that aim to achieve voluntary energy efficiency goals. The Ministers looked forward for more updates in future. 7. Regarding the promotion of energy efficiency, the Ministers welcomed the proposals to engage EAS participating countries on a voluntary basis, through several activities, such as (i) sharing information on the achievements toward energy efficiency goals, the progress of their action plans, the policies to realise these achievements, (ii) Energy Efficiency Roadmap Formulation Project supported by Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) as a means to accelerate the deployment of energy efficient technologies in the selected sectors of interested EAS participating countries, (iii) reviewing the EAS Energy Outlook regularly to deepen its projection to a more sector specific energy demand affected by action plans’ progress, and (iv) supporting interested EAS participating countries to develop their advanced energy statistics.
8. The Ministers noted the outcomes of the joint EAS-ASEAN+3 Policy-Oriented Workshop organised under the cooperation of the ASEAN Centre for Energy (ACE) and the ASEAN Secretariat. The Ministers welcomed the “Energy Efficiency Conference” Project, and expressed appreciation to Lao PDR which will host the First Energy Efficiency Conference in 2011 jointly with the ASEAN
115 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Secretariat and ERIA. The Ministers also noted the policy recommendations submitted by ERIA on the promotion of energy efficiency and reduction of greenhouse gas emissions. 9. The Ministers reaffirmed their strong interests in biofuels while ensuring sustainability of supply and compatibility with the environment, protecting natural diversity and minimising impact on food security. They appreciated the progress made in the compilation of the Biofuels Database in East Asia, the biofuels for transport Researchers Invitation Program, the publication of the EAS-ERIA Biodiesel Fuel Trade Handbook: 2010 and the pilot projects on biomass utilisation in EAS. The Ministers expected that each country will make further efforts to promote sustainable economic and social welfare by cultivation of various feedstock and production of biofuels. The Ministers also envisioned continuous support and assistance from the ERIA and the New Energy Foundation of Japan (NEF) in pursuing actively this excellent project to cover enhancement of the biofuels database, new areas in biofuels research programmes, updating of the biofuels trade handbook, assessment of biomass utilisation beyond community level, and conduct of life cycle assessment of various biofuels feedstock. 10. The Ministers noted the results of the Phase 2 Energy Market Integration study. The Ministers noted that the Phase 2 study has contributed substantially to sharing information on the benefits of more liberalised energy markets and on the development of open and competitive regional and international energy markets in providing affordable energy at all economic levels. The Ministers acknowledged that the EMI work stream has achieved its objectives in accordance with its 2007 Energy Market Integration Plan and requested the EMI work stream to make an assessment of the need for any further analysis of the EMI work stream. With this in mind, the Ministers also requested ECTF members to discuss how they might collectively or individually reap the benefits that more liberalized energy markets offer, based on the information disseminated to members since 2007, as well as to assess the collaborative measures to improve the market regulatory framework and to establish a conducive environment for the flourishing of the energy 116 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
industry. EAS ECTF Members were also asked to take into account relevant work by other international fora and organisations including APEC and IEA when considering the benefit of more liberalised energy market. 11. The Ministers recognised ERIA’s strong and active support to the various work streams of EAS ECTF. The valuable assistance of ERIA has contributed significantly to achievement of important milestones expected of the work streams and the Ministers looked forward to its continued support. 12. The Ministers agreed to meet again in Brunei Darussalam in 2011 to further enhance the EAS energy cooperation. 13. The Ministers expressed appreciation to the Government and people of the Socialist Republic of Viet Nam for the warm hospitality accorded to them and for the excellent arrangements made for the 4th EAS EMM. --LIST OF MINISTERS a.
Mr Brendan Morling, Head of Energy and Environment, Department of
Resources, Energy and Tourism, on behalf of the Minister for Resources, Energy and Tourism of Australia; b. H.E. Pehin Dato Mohammad Yasmin Umar, Minister of Energy, at the Prime Minister’s Office of Brunei Darussalam; c. H.E. Suy Sem, Minister of Industry, Mines and Energy of Cambodia; d. H.E. Qian Zhimin, Deputy Administrator, National Energy Administration of China; e. H.E. Shri Murli Deora, Minister of Petroleum and Natural Gas of India; f. H.E. Darwin Zahedy Saleh, Minister of Energy and Mineral Resources of Indonesia; g. H.E. Chiaki Takahashi, Vice Minister for Economy, Trade and Industry of Japan;
117 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
h. H.E. Soulivong Daravong, Minister of Energy and Mines of Lao PDR; i. Y. Bhg. Dato’ Dr. Halim Bin Man, Secretary General of Energy, Green Technology and Water on behalf of the Minister of Energy, Green Technology and Water of Malaysia; j. H.E. Lun Thi, Minister of Energy of Myanmar; k. Mr Andrew Robertson, Senior Advisor, International Energy Relations, New Zealand Ministry of Economic Development; l. H.E. Jose Rene D. Almendras, Secretary, Department of Energy, the Republic of the Philippines; m. H.E. Junggwan Kim, Deputy Minister of Knowledge Economy of the Republic of Korea; n. H.E. S. Iswaran, Senior Minister of State (Trade and Industry), Ministry of Trade and Industry of Singapore; o. H.E. Wannarat Channukul MD, Minister of Energy of Thailand; p. H.E. Vu Huy Hoang, Minister of Industry and Trade of Viet Nam; and q. H.E. S. Pushpanathan, Deputy Secretary-General of ASEAN for ASEAN Economic Community, on behalf of Secretary-General of ASEAN.
118 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 3 : Pidato Menteri Luar Negeri AS dalam KTT EAS Kelima di Hanoi Vietnam pada tahun 2010 “It is an honor to represent the United States for the first time in the East Asia Summit. I want to thank the leaders of the EAS for inviting the United States to participate in this forum. The conversations that take place here are of great consequence for every country in the Asia Pacific region, and the United States looks forward to being a part of them. I bring greetings from President Obama. He shares my commitment to seeing the United States formally join the EAS and becoming your partners in a constructive and sustained effort to strengthen stability and prosperity throughout the region. Today I would like to outline five key principles that will guide the United States’ engagement with the EAS. They all stem from one overarching goal: to help strengthen and build this organization as a key forum
for
political
and
strategic
issues
in
the
Asia-Pacific.
First, we are making an enduring commitment to this institution. We offer sustained and consistent presidential engagement—starting next year, when President Obama attends the 2011 Summit in Jakarta. We hope to work closely with the members of the EAS on its agenda and its initiatives, as well as on identifying more potential areas for cooperation. It is in that spirit that I’ve come to Hanoi today—to listen, to consult, and to collaborate. Second, as the EAS evolves, we believe that ASEAN should continue to play a central role. Its leadership is essential to greater cooperation across the region, and its members can help this institution translate dialogue into results that benefit all our peoples. We share ASEAN’s vision of EAS as a forum where leaders can have intimate and informal discussions on important political and strategic issues. As I said earlier this week, we view ASEAN as a fulcrum for the region’s emerging regional architecture. Third, given its membership and its growing stature, we believe that the EAS should pursue an active agenda that involves the most consequential issues of our time—
119 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
including nuclear proliferation, the increase in conventional arms, maritime security, climate change, and the promotion of shared values and civil society. Fourth, we believe that the discussions in this forum should complement and reinforce the work being done in other forums. There are many regional institutions in the Asia-Pacific, including the EAS, the AsiaPacific Economic Cooperation, the ASEAN Regional Forum, and the ASEAN Defense Ministerial Meeting. Each of them plays an important role in the region’s peace and prosperity. It is important for these organizations to remain flexible, because as they evolve over time, it may be appropriate to refine their respective missions so that they can make the most of their strengths. Finally, as we engage with the EAS and other institutions, we will continue to leverage the strength of our bilateral relationships, starting with our alliances. We will consult closely with our treaty allies—Japan, South Korea, Australia, Thailand and the Philippines—as the foundation of our engagement in the Asia-Pacific, and we will continue expanding our emerging partnerships with a wide range of countries, from New Zealand to India, China to Indonesia, both in the EAS context and beyond. These are the principles that will guide the United States’ engagement with the East Asia Summit. With these principles in mind, we look forward to joining discussions that you have had over the past few years on key strategic and political issues. I would like to use this opportunity to suggest specific areas where it would be especially helpful to coordinate our efforts. One is nuclear non-proliferation. President Obama has set forth a vision of a world without nuclear weapons, and the United States is committed to taking practical steps to achieve this vision over time. We have signed a historic arms treaty with Russia, and we are working with the international community—including many around this table—to hold North Korea and Iran accountable to their international obligations. We have expressed our strong support to the ASEAN Nuclear Weapons Free Zone, and we look forward to working with the EAS to support and strengthen the global nonproliferation rules of the road. Maritime security is another area in which
120 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
we can all benefit from close cooperation. The United States has a national interest in the freedom of navigation and unimpeded lawful commerce. And when disputes arise over maritime territory, we are committed to resolving them peacefully based on customary international law. With regard to the South China Sea, we are encouraged by China’s recent steps to enter discussions with ASEAN about a more formal binding code of conduct. Climate change will affect every country in the world. But the people of this region could experience the worst effects, in the form of rising waters, extreme weather, droughts and famine, and mass migration. We look forward to working with the EAS to build on the Copenhagen Accord as we seek lasting solutions to this challenge. Finally, I believe we can work together to advance human rights. While the United States agrees that no country can impose its values on others, we do believe that certain values are universal—and that they are intrinsic to stable, peaceful, and prosperous countries. Human rights are in everyone’s interest. The United States has worked with the ASEAN Secretariat and individual ASEAN members to promote these values throughout the region, including in countries where very real challenges remain. We look forward to working with the EAS on an affirmative agenda for strengthening democratic institutions and advancing human rights. Let me conclude by once again thanking the leaders of the EAS for inviting the United States to participate in this important forum. We are committed to working with you at the highest levels, because together we have an opportunity to make real progress toward a world where all our people are free, prosperous, and safe. Thank you. (www.state.gov/secretary/rm/2010/10/150196.htm, 2010)
121 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 4 : Press Release Kementrian Pertahanan Amerika Serikat mengenai Keberadaan China di Kawasan Asia Pasifik yang Dianggap Sebagai Ancaman bagi Amerika Serikat A Challenging Global Security Environment
The global security environment presents an increasingly complex set of challenges and opportunities to which all elements of U.S. national power must be applied. The demise of Osama bin Laden and the capturing or killing of many other senior al-Qa.’ida leaders have rendered the group far less capable. However, al-Qa.’ida and its affiliates remain active in Pakistan, Afghanistan, Yemen, Somalia, and elsewhere. More broadly,violent extremists will continue to threaten U.S. interests, allies, partners, and the homeland. The primary loci of these threats are South Asia and the Middle East. With the diffusion of destructive technology, these extremists have the potential to pose catastrophic threats that could directly affect our security and prosperity. For the foreseeable future, the United States will continue to take an active approach to countering these threats by monitoring the activities of non-state threats worldwide, working with allies and partners to establish control over ungoverned territories, and directly striking the most dangerous groups and individuals when necessary. U.S. economic and security interests are inextricably linked to developments in the arc extending from the Western Pacific and East Asia into the Indian Ocean region and South Asia, creating a mix of evolving challenges and opportunities. Accordingly, while the U.S. military will continue to contribute to security globally, we will of necessit rebalance toward the Asia-Pacific region. Our relationships with Asian allies and key partners are critical to the future stability and growth of the region. We will emphasize our existing alliances, which provide a vital foundation for Asia-Pacific security. We will also expand our networks of cooperation with emerging partners throughout the Asia-Pacific to ensure collective capability and capacity for securing common interests. The United States is also investing in a long-term strategic partnership with India to
122 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
support its ability to serve as a regional economic anchor and provider of security in the broader Indian Ocean region. Furthermore, we will maintain peace on the Korean Peninsula by effectively working with allies and other regional states to deter and defend against provocation from North Korea, which is actively pursuing a nuclear weapons program. The maintenance of peace, stability, the free flow of commerce, and of U.S. influence in this dynamic region will depend in part on an underlying balance of military capability and presence. Over the long term, China.’s emergence as a regional power will have the potential to affect the U.S. economy and our security in a variety of ways. Our two countries have a strong stake in peace and stability in East Asia and an interest in building a cooperative bilateral relationship. However, the growth of China.’s military power must be accompanied by greater clarity of its strategic intentions in order to avoid causing friction in the region. The United States will continue to make the necessary investments to ensure that we maintain regional access and the ability to operate freely in keeping with our treaty obligations and with international law. Working closely with our network of allies and partners, we will continue to promote a rules-based international order that ensures underlying stability and encourages the peaceful rise of new powers, economic dynamism, and constructive defense cooperation. In the Middle East, the Arab Awakening presents both strategic opportunities and challenges. Regime changes, as well as tensions within and among states under pressure to reform, introduce uncertainty for the future. But they also may result in governments that, over the long term, are more responsive to the legitimate aspirations of their people, and are more stable and reliable partners of the United States. Our defense efforts in the Middle East will be aimed at countering violent extremists and destabilizing threats, as well as upholding our commitment to allies and partner states. Of particular concern are the proliferation of ballistic missiles and weapons of mass destruction (WMD). U.S. policy will emphasize Gulf security, in collaboration with Gulf Cooperation Council countries when appropriate, to prevent Iran.’s development of a nuclear weapon
123 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
capability and counter its destabilizing policies. The United States will do this while standing up for Israel.’s security and a comprehensive Middle East peace.To Support these objectives, the United States will continue to place a premium on U.S. and allied military presence in .– and support of .– partner nations in and around this region. Europe is home to some of America.’s most stalwart allies and partners, many of whom have sacrificed alongside U.S. forces in Afghanistan, Iraq, and elsewhere. Europe is our principal partner in seeking global and economic security, and will remain so for the foreseeable future. At the same time, security challenges and unresolved conflicts persist in parts of Europe and Eurasia, where the United States must continue to promote regional security and Euro-Atlantic integration. The United States has enduring interests in supporting peace and prosperity in Europe as well as bolstering the strength and vitality of NATO, which is critical to the security of Europe and beyond. Most European countries are now producers of security rather than consumers of it. Combined with the drawdown in Iraq and Afghanistan, this has created a strategic opportunity to rebalance the U.S. military investment in Europe, moving from a focus on current conflicts toward a focus on future capabilities. In keeping with this evolving strategic landscape, our posture in Europe must also evolve. As this occurs, the United States will maintain our Article 5 commitments to allied security and promote enhanced capacity and interoperability for coalition operations. In this resource-constrained era, we will also work with NATO allies to develop a .“Smart Defense.” approach to pool, share, and specialize capabilities as needed to meet 21st century challenges. In addition, our engagement with Russia remains important, and we will continue to build a closer relationship in areas of mutual interest and encourage it to be a contributor across a broad range of issues. Building partnership capacity elsewhere in the world also remains important for sharing the costs and responsibilities of global leadership. Across the globe we will seek to be the security partner of choice, pursuing new partnerships with a growing number of nations including those in Africa and Latin
124 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
America whose interests and viewpoints are merging into a common vision of freedom, stability, and prosperity. Whenever possible, we will develop innovative, low-cost, and small-footprint approaches to achieve our security objectives, relying on exercises, rotational presence, and advisory capabilities. To enable economic growth and commerce, America, working in conjunction with allies and partners around the world, will seek to protect freedom of access throughout the global commons .– those areas beyond national jurisdiction that constitute the vital connective tissue of the international system. Global security and prosperity are increasingly dependent on the free flow of goods shipped by air or sea. State and non-state actors pose potential threats to access in the global commons, whether through opposition to existing norms or other anti-access approaches. Both state and non-state actors possess the capability and intent to conduct cyber espionage and, potentially, cyber attacks on the United States, with possible severe effects on both our military operations and our homeland. Growth in the number of space-faring nations is also leading to an increasingly congested and contested space environment, threatening safety and security. The United States will continue to lead global efforts with capable allies and partners to assure access to and use of the global commons, both by strengthening international norms of responsible behavior and by maintaining relevant and interoperable military capabilities. The proliferation of nuclear, biological, and chemical weapons technology has the potential to magnify the threats posed by regional state actors, giving them more freedom of action to challenge U.S. interests. Terrorist access to even simple nuclear devices poses the prospect of devastating consequences for the United States. Accordingly, the Department of Defense will continue to enhance its capabilities, acting with an array of domestic and foreign partners, to conduct effective operations to counter the proliferation of WMD.
125 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 5 : Wawancara dengan Andrew Herrup, Senior Indonesia Desk Officer, di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat, pada Hari Kamis 19 April 2012, pukul 2 PM.
Penulis : Could u tell me please, what factor that makes United States of America chaneg its Foreign Policy to the EAS at 2010? Andrew : Asia’s growth was really important for America, especially for some issues such as Security, Economic, Politic, Social and other issues. Penulis : Then, talking about China, Is that true that China was being one of the factors which cause America change its Foreign Policy to the EAS ? Andrew : No, China was not being the factor for America to change its Foreign Policy. Regional Architecture which make America change its Foreign Policy to the EAS. Beside that, America also need any kind of forum to discuss so many issues which emerging in the International System. Advantages and benefit were also being the one of the reason of America’s Foreign Policy changing in EAS. And we think that, joining EAS will get so many benefit which took from the forum like EAS. Penulis : How is America’s view about China’s power nowadays? Andrew : America is looking China as a new power. Then it’s too common for new power such like China which have a big power to spread out the influence, especially in political side, into regional organization like ASEAN.
But,
attendance China into Asia Pasific Regional, especially EAS and ASEAN, was 126 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
not make a threat for America. We make a friend with so many kinda new power such as India and China. Even we consider them as true friends and we expect to make a good relationship to reach out our goals together for creating the world peace. Penulis : South East Asia is a market for the America’s manufacturing. Then attendance of China in the South East Asia with the mastery of the manufacturing, isn’t it being the threat for America? Andrew : No, we sure that the America’s and China’s have their own market. And if we think that China as a threat,we must think that Japan, India, South Korea and others also being our threat. About the market and manufacturing, we compete properly in the South East Asia. Penulis : For the last one, can u gimme a conclusion about EAS and America? Andrew : Joining America to the EAS, not because of China or other state in that region. It’s because of the differences administration between Obama and Bush. In Bush era, he only focused in the Middle East but in Obama’s, he just the opposite by focus in the region organization and forum dialog just like ASEAN and EAS. That’s why the attendance of America in the EAS just for making a cooperation deeply and comprehensive, and also involve to solve the issues which happening in the International System nowadays. Penulis : Thank you for your time Andrew Andrew : My pleasure.
127 Skripsi
“Alasan Berubahnya Kebijakan ...
Frandi Kuncoro