ANALISIS PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DI KELURAHAN SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN DITINJAU DARI KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA Lidya Susana Kusuma Jata dan Eva Andayani Program Sarjana Ekstensi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstrak Otonomi daerah pada tahun 2001 menjadi salah satu upaya mencapai pembangunan yang mengupayakan pertumbuhan sekaligus pemerataan kesejahteraan melalui pengembangan kawasan dan keberhasilannya ditentukan salah satunya oleh kapaitas sumber daya manusia. Bertujuan menggambarkan pelaksanaan pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan ditinjau dari kapasitas sumber daya manusia yaitu bagaimana pelaksanaan pengembangan kawasan dilakukan dengan kapasitas sumber daya manusia yang ada meliputi pengetahuan, keterampilan, kompetensi, etos kerja, produktivitas dan kesehatan. Dengan menggunakan metode positivist yaitu pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data kualitatif dengan penelitian deskriptif, diketahui bahwa masyarakat sudah mampu melaksanakan pengembangan kawasan tetapi terdapat potensi yang belum maksimal seperti keterampilan, kompetensi dan etos kerja. Kata kunci: Pembangunan regional, pengembangan kawasan ditinjau dari kapasitas sumber daya manusia Abstract Regional autonomy in 2001 as one of the development goals effort for growth and comprehensive wealth by regional development with human resources capacity as one of the successful keys. Aims to describe the regional development execution at Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan from the human resource capacity review that is how the execution of regional development held with the existing human resources capacity as knowledge, skills, competency, work ethics, productivity and health. Using positivist research with quantitative approach and qualitative technique with descriptive design, shows the execution of regional development done with potential less in skill, competency and work ethics. Keywords: Development, regional development from the human resource capacity review PENDAHULUAN Sejak disahkannya undang-undang mengenai otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada tahun 2001, Indonesia secara resmi telah menganut otonomi daerah. Otonomi daerah berarti suatu pemisahan atau pemberian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur kepentingan daerah masing-masing. Melalui otonomi daerah ini sebagian besar kewenangan Pemerintah Pusat diberikan kepada Pemerintah Daerah termasuk
1 Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
2 pada urusan pembangunan dan pengembangan daerah sesuai dengan potensi dan urgensi di masing-masing daerah. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, dapat dikatakan bahwa daerah memasuki sebuah permulaan/babak baru sistem pembangunan karena mulai dari perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan dan keputusan daerah. Pelaksanaan pembangunan di daerah saat ini dilaksanakan dengan konsep pengembangan wilayah atau kawasan. Menurut Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju (2011: 25), secara teoritik tidak ada perbedaan antara istilah wilayah, kawasan, daerah, regional, area, ruang ataupun istilah lain yang sejenis dan secara umum dapat diistilahkan dengan wilayah (region) dan penggunaan istilah kawasan didasarkan karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah. Pembangunan nasional yang berbasis pengembangan wilayah/kawasan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan dalam pembangunan antar wilayah/kawasan, serta meningkatkan
ekonomi
daerah
dan
kesejahteraan
masyarakat
sehingga
kebijakan
pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya sehingga penerapan kebijakan pengembangan wilayah/kawasan harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan (Susantono, 2009: 1). Menurut Mulyanto (2008: 17) secara umum tujuan atau sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan wilayah adalah: 1. Melakukan perbaikan terhadap sesuatu yang kondisi dan situasinya memburuk atau menurun kualitasnya 2. Meningkatkan kondisi dan situasi tertentu kearah lebih baik dari situasi sekarang 3. Menciptakan dan mengembangkan suatu kondisi dan situasi yang akan menjadi dasar dari pengembangan wilayah yang berkelanjutan dikemudian hari. Bentuk pengembangan wilayah/kawasan yang terdapat di Jakarta Selatan adalah Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan melalui Keputusan Gubernur tersebut pada tahun 2005 ditetapkan Perda nomor 3 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi Di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan. PBB dalam Perda No. 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi Di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan adalah suatu kawasan di Jakarta dengan komunitas yang ditumbuhkembangkan budaya Betawi yang meliputi seluruh hasil gagasan dan karya baik fisik maupun non fisik yaitu kesenian, adat istiadat, folklor kesastraan dan kebahasaan, kesejarahan serta bangunan yang bercirikan keBetawian. PBB Setu Babakan merupakan salah satu kawasan wisata yang menawarkan tiga
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
3 jenis wisata berbeda, yaitu wisata budaya, wisata agro, dan wisata air yang dalam pengembangan dan pengelolaanya, PBB Setu Babakan melalui Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi bukan hanya memfokuskan pada pembangunan secara fisik atau infrastruktur saja, tetapi juga pada pengembangan atau peningkatan potensi masyarakat yang berada di dalam kawasan PBB Setu Babakan. Pengembangan kawasan yang ditinjau dari kapasitas sumber daya pembangunan memiliki beberapa cakupan atau dimensi besar yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan dan sumber daya sosial. Sumber daya manusia pada PBB Setu Babakan menjadi fokus penelitian ini, yaitu bagaimana usaha pengembangan kawasan dilihat dari aspek sumber daya manusia yang ada di masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah maupun dari lingkup yang lebih kecil yaitu Lembaga Pengelola PBB Setu Babakan di kawasan PBB Setu Babakan itu sendiri. Penelitian ini memfokuskan pembahasan kepada sumber daya manusia didasarkan atas pemikiran bahwa sumber daya manusia dinilai sebagai aspek terpenting dalam pelaksanaan suatu pembangunan atau pengembangan wilayah di berbagai literatur pembangunan ataupun pengembangan wilayah berkaitan dengan bagaimana memaksimalkan potensi sumber daya manusia yang ada dalam suatu daerah. Pentingnya sumber daya manusia dalam pembangunan dan pengembangan wilayah dijelaskan oleh Soeharsono Sagir bahwa“Manusia merupakan salah satu faktor utama penentu haluan pembangunan nasional karena manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh Iptek dan produktivitas perekonomian hanya dapat dibentuk oleh manusia yang terampil menata dan mengelola sumber daya” (2009: 71). Pentingnya sumber daya manusia juga menjadi intisari konsep pembangunan dalam buku Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia dan berbagai literatur pembangunan dan memperkuat yang apa yang telah dikemukakan Sangir di atas yaitu bahwa“Sumber daya manusia merupakan faktor penting yang menentukan pelaksanaan dan kesuksesan pengmbangan wilayah dalam rangka pembangunan nasional secara keseluruhan karena sumber daya manusia sebagai pelaksana maupun tujuan pembangunan itu sendiri” (Pangestu dan Setiati, 1997). Selain berdasarkan pemikiran di atas, sumber daya manusia yang berada di Perkampungan Budaya Betawi umumnya belum berkembang potensinya baik pemikiran, sumber daya fisik, buatan, sosial ataupun berdaya secara ekonomi sehingga ditetapkannya kawasan Setu Babakan menjadi Perkampungan Budaya Betawi semakin memperkuat pentingnya pengembangan sumber daya manusia selaras dengan fungsi pelestarian budaya Betawi dan pengembangan kawasan yang dilakukan (Wawancara Mei, 2012). Pengembangan wilayah atau kawasan merupakan salah satu bentuk usaha percepatan pembangunan dengan
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
4 menggunakan potensi atau kekhasan lokal daerah yang bersangkutan yang pada hakikatnya adalah juga pengembangan sumber daya manusianya, bukan hanya terbatas pada bangunan fisik atau infrastruktur semata seperti dikemukakan oleh Michael P. Todaro dan dikutip dalam Lemhanas bahwa pembangungan meliputi proses memajukan mutu kehidupan manusia, “The proces of improving the quality of all human lives” (1997: 11). PBB Setu Babakan yang dikembangkan pada suatu pemukiman yang telah ada memunculkan suatu dinamika tersendiri dengan permasalahan yang lebih kompleks, lebih dari suatu pengembangan kawasan wisata yang dikembangkan di suatu daerah baru (Zona nol). PBB Setu Babakan berusaha mengelola suatu kawasan untuk pelestarian budaya Betawi sekaligus memberdayakan masyarakatnya dengan pengembangan pola pikir dengan tetap memperhatikan karakter, norma budaya Betawi serta tujuan utama PBB Setu Babakan sebagai cagar budaya. Berdasarkan latar belakang pentingnya sumber daya manusia dalam mencapai pembangunan atau pengembangan kawasan, maka fokus permasalahan dalam penelitian ini yakni pelaksanaan pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan ditinjau dari kapasitas sumber daya manusia. Sedangkan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan pengembangan kawasan ditinjau dari kapasitas sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan yang ada di kawasan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan.
TINJAUAN TEORITIS Isu mengenai pembangunan sudah sering digaungkan oleh setiap pelaksana pemerintahan dan menjadi tujuan utama dalam pelaksanaan pemerintahan di setiap negara di dunia. Pembangunan menjadi sangat penting karena merupakan suatu indikator besar kemajuan dan keberhasilan negara dalam menyejahterakan masyarakatnya. Pembangunan menurut David A. Munro disampaikan melalui kutipan bahwa “Development is any and all kinds of activities or processes that increase the capacity of people or the environment to meet human needs or improve the quality of human life” (Trzyna, 1995: 28). Bambang Ismawan bahwa pembangunan merupakan proses perubahan sosial yang direncanakan untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik (Ismawan, 2006: 17). Sebagai usaha pembangunan dan pemerataan kesejahteraan ke seluruh wilayah Indonseia, kemudian lahirlah apa yang disebut pengembangan wilayah yang dilakukan berdasarkan potensi atau kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Menurut Nugroho dan Dahuri (2012: 10) wilayah (region) adalah suatu area geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
5 segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Yang dimaksud dengan ciri tertentu adalah berhubungan dengan tujuan suatu analisis ataupun suatu perencanaan, sehingga penentuannya longgar ataupun tidak harus ditetapkan dan berdasarkan kebutuhan. Menurut M. T. Zen, pengembangan wilayah merupakan suatu bentuk usaha memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam memanfaatkan atau mengawinkan sumber daya alam dan lingkungan setempat dengan nilai yang mereka miliki atau kuasai yaitu teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri (Alkadri, Muchdie, dan Suhandojo, 1999: 4). Pengembangan wilayah ditujukan untuk menciptakan kesimbangan antara pembangunan sektoral dan pembangunan regional degan memanfaatkan seluruh potensi wilayah yang ada sehingga dapat menjadi pendorong utama dan penggerak pembangunan ekonomi nasional, pengembangan wilayah serta memperkokoh kesatuan ekonomi dan ketahanan nasional yang dapat dimanfaatkan sebagai landasan yang kuat dalam tahapan pembangunan berikutnya (Simandjorang, 2010: 36-37). Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pengembangan wilayah dibuatlah indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran tingkat keberhasilan pengembangan wilayah tersebut. Dari berbagai pendekatan yang ada, setidaknya terdapat 3 (tiga) kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan, yakni Indikator berbasis tujuan pembangunan, Indikator berbasis sumber daya, dan Indikator berdasarkan proses pembangunan (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, et.al, 2011: 158-160). Penelitian ini memfokuskan pada indikator pembangunan berbasis sumber daya yaitu sumber daya manusia yang memiliki dimensi-dimensi operasional sebagai berikut: Tabel 2.1 Dimensi Pembangunan Wilayah Berdasarkan Kapasitas Sumber daya Pembangunan Basis/ Pendekatan
Kelompok
Dimensi-dimensi Operasional a. Pengetahuan b. Keterampilan
Sumberdaya
Sumber Daya Manusia
c. Kompetensi d. Etos Kerja/Sosial e. Pendapatan/Produktivitas f. Kesehatan g. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Sumber: Rustiadi, Saefulhakim, dan Panuju, 2011: 162
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
6 Dalam Penelitian ini, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang dikeluarkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) tidak dimasukkan ke dalam dimensi yang akan diteliti dengan pemikiran bahwa dalam IPM dimensi yang lihat adalah tingkat kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, dan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak. Ketiga dimensi tersebut secara umum sudah terwakilkan oleh indikator kapsitas sumber daya manusia yang lainnya, yaitu pengetahuan, keterampilan, kompetensi, etos kerja atau sosial, pendapatan atau produktivitas, serta kesehatan yang akan jabarkan secara lebih rinci di bawah ini: 1.
Pengetahuan. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang terstruktur dan terpakai secara merata dan digunakan untuk memberikan arahan agar terjadi proses transformasi (proses kerja) yang efesien dan efektif, sekaligus informasi itu pula dibutuhkan untuk pengendalian hasil keluaran (Tjakraatmadja dan Lantu, 2006: 61). Dimensi pengetahuan menurut Tjiptoherijanto dan Soemitro (1998: 196) terdiri dari beberapa indikator yaitu Taraf pengetahuan penduduk, Partisipasi pendidikan usia sekolah, Penilaian orang tua terhadap pendidikan anak dan Tipologi daerah kondusif untuk pendidikan formal.
2.
Keterampilan. Keterampilan adalah aspek perilaku yang bisa dipelajari melalui latihan yang digunakan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan. Keterampilan dikatakan oleh Hj. Koesbandijah A. K, dalam Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Sangir, 2009: 222) mencakup keterampilan teknis seperti keterampilan menggunakan komputer dan keterampilan umum (softskill) seperti keterampilan berkomunikasi dan keterampilan interpersonal.
3.
Kompetensi. Spencer & Spencer (1993) dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006: 72-73) mendefinisikan kompetensi sebagai karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan induvidual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja, yang tebentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual. Kompetensi tersebut terbentuk dari 5 (lima) unsur yaitu motif, watak, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam penelitian ini, hanya indikator motif dan watak yang akan dipakai, sedangkan indikator konsep diri tergambarkan dalam dimensi etos kerja dan indikator pengetahuan serta keterampilan merupakan dimensi tersendiri dalam penelitian ini.
4.
Etos Kerja. Kramadibrata dan Sujai (2007: 7-8) mendefinisikan etos kerja sebagai refleksi dari sikap hidup mendasar yang bersumber dari nilai-nilai terrsebut, yang diwujudkan dalam bentuk kegairahan, ataupun semangat kerja
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
7 5.
Produktivitas. Produktivitas sebagai suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi dan merupakan interaksi terpadu antara Investasi, Manajemen, dan Tenaga Kerja (Sinungan, 2005: 17-18).
6.
Kesehatan. Kesehatan dijelaskan WHO sebagai satu bagian penting dari pembangunan secara menyeluruh dan dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan ekonomi disamping biologi dan lingkungan (Tjitarsa, 1992: 1). Dimensi kesehatan pada penelitian ini menggunakan konsep “The Basic Six” dari WHO karena masih terdapat usaha atau fokus pada pemberantasan penyakit menular yang masih ada di Indonesia. “The Basic Six” terdiri dari Pemeliharaan dokumen kesehatan, Pendidikan/penyuluhan kesehatan, Kesehatan lingkungan, Pemberantasan penyakit menular, Kesejahteraan ibu dan anak (KIA) dan Pelayanan medis dan perawatan kesehatan (Slamet, 1994: 7). Dengan menggunakan teori dari Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju yaitu mengenai
konsep pembangunan kawasan bidang sumber daya manusia, penelitian dilakukan dengan mengunakan 6 (enam) dimensi penelitian meliputi pengetahuan, keterampilan, kompetensi, etos kerja, produktivitas, dan kesehatan. Berikut ini adalah operasionalisasi konsep dalam penelitian ini: Tabel 2.2 Dimensi dan Indikator Pengembangan Kawasan Berdasarkan Kapasitas Sumber Daya Pembangunan Konsep
Variabel
Dimensi
1. Pengetahuan Pembangunan
Sumber
Wilayah/
Daya
Kawasan
Manusia
2. Keterampilan 3. Kompetensi 4. Etos Kerja
Indikator 1. Taraf pengetahuan penduduk 2. Partisipasi pendidikan usia sekolah 3. Penilaian orang tua terhadap pendidikan anak 4. Tipologi daerah kondusif untuk pendidikan formal 1. Keterampilan Teknis 2. Keterampilan Umum (SoftSkill) 1. Motivasi 2. Watak 1. Pandangan/sikap hidup 2. Karakteristik
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
8
5. Produktivitas
1. 2. 3. 1. 2.
6. Kesehatan
3. 4. 5. 6.
masyarakat (jujur, ulet) Investasi Manajerial Tenaga kerja Pemeliharaan Dokumen Kesehatan Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan Kesehatan Lingkungan Pemberantasan Penyakit Menular Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Pelayanan Medis dan Perawatan Kesehatan
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian positivist, yaitu suatu metode penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif tetapi dengan metode penelitian kualitatif. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini adalah menggambarkan keakuratan variabel pelaksanaan pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ditinjau dari kapasitas sumber daya manusia. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah kualitatif dengan tinjauan kepustakaan sebagai data sekunder dan melakukan wawancara mendalam sebagai data primer untuk mengetahui bagaimana kapasitas sumber daya manusia atau masyarakat secara konkrit di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Informan dalam penelitian ini berdasarkan pada kapasitas informasi yang dapat diberikan, terdiri dari 1 orang Anggota Komite Kesenian dan Pemasaran Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang terdiri dari 2 orang yang memiliki usaha, 1 orang warga yang mendapatkan pendidikan non-formal/ penyuluhan, 1 orang warga yang tidak mendapatkan pendidikan non-formal/ penyuluhan dan 2 orang warga umum di Kelurahan Srengseng Sawah. Informan selajutnya adalah pihak Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan yang terdiri dari 1 orang penyuluh Keluarga Berencana khususnya dalam bidang kesehatan, 1 orang Pengelola Koperasi Jasa Keuangan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan Srengseng Sawah (KJKPEMKSS) dan 2 orang Dewan Kerja harian Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) Srengseng Sawah. Dari Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah di Kelurahan Srengseng Sawah dipilih 3 orang staf sebagai pelaksana
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
9 langsung dalam bidang kesehatan masyarakat dan 1 orang tokoh masyarakat di lingkungan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Data dan informasi tersebut selajutnya digunakan untuk menganalisis pelaksanaan pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengetahuan Taraf Pengetahuan Penduduk. Pentingnya pendidikan formal juga sudah menjadi elemen penting di masyarakat di Kelurahan Srengseng Sawah yang umumnya sudah mengenyam pendidikan secara formal di sekolah. Pendidikan formal yang diterima masyarakat terdiri dari pendidikan dasar yaitu dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Masyarakat sekarang ini atau yang di usia produktif sudah memiliki perhatian yang lebih terhadap pendidikan, dengan semakin berusaha untuk meningkatkan pendidikannya dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman dan dipengaruhi oleh pendidikan orang tua, tidak hanya berdasarkan pada jenjang pendidikan dasar yang disarankan yaitu tingkat SD sampai pada SLTA saja, tetapi lebih dari itu yaitu pada tingkat Perguruan Tinggi. Pendidikan yang dicapai masyarakat semakin baik atau meningkat karena kebutuhan atas pendidikan itu sendiri, ditambah dengan tuntutan dunia kerja akan tingkat pendidikan dan kompetensi dalam pekerjaan yang lebih tinggi lagi. Taraf pengetahuan atau pendidikan semakin meningkat derajat kebutuhannya sehingga secara langsung juga mempengaruhi keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Jenjang pendidikan yang demikian secara langsung berdampak kepada meningkatnya taraf pengetahuan masyarakat dan upayanya dalam pengembangan kawasan. Partisipasi Pendidikan Usia Sekolah. Taraf pengetahuan atau pendidikan orang tua mempengaruhi partisipasi anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, partisipasi masyarakat terhadap pendidikan khususnya anak usia sekolah juga mempengaruhi taraf pengetahuan atau pendidikan masyarakat secara umum. Perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas di kedua aspek tersebut akan berdampak positif bagi peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kesadaran akan pentingnya peran pendidikan terhadap pengembangan kapasitas diri akan mempengaruhi keikutsertaan atau partisipasi masyarakat khususnya anak usia sekolah, termasuk di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Komposisi Penduduk Kelurahan Srengseng Sawah, jumlah anak usia sekolah/pelajar yang pada Februari 2012 yaitu sebanyak 16.994 orang atau
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
10 sebesar 31% merupakan yang terbesar dari total penduduk Kelurahan Srengseng Sawah yang dapat menjadi gambaran bahwa masyarakat Kelurahan Srengseng Sawah mayoritas adalah usia sekolah atau pelajar dan berpengaruh pada tingginya partisipasi anak usia sekolah terhadap pendidikan itu sendiri. Upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia semakin terlihat dengan terealisasinya program wajib belajar 12 tahun yang mulai digratiskan pada tahun ajaran 2012/2013 di DKI Jakarta untuk pendidikan menengah di jenjang SMA/SMK termasuk sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI) ada yang tidak memungut iuran bulanan dari siswa (Ester Lince Napitupulu, 2012). Dengan program wajib belajar dari Pemerintah tersebut masyarakat menjadi semakin dimudahkan dalam mengakses pendidikan formal dan meningkatkan partisipasi anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan. Penilaian Orang tua Terhadap Pendidikan Anak. Tingkat pendidikan kepala keluarga di Kelurahan Srengseng Sawah yang sudah cukup baik atau berpendidikan secara langsung akan memberikan kecendrungan kemudahan diperolehnya pendidikan yang lebih baik. Tambahan biaya diluar biaya SPP yang sudah digratiskan dari Pemerintah untuk keperluan buku ataupun sarana dan prasarana lain masih dianggap sesuatu yang wajar dan dapat dimaklumi oleh orang tua siswa semakin menunjukan kepedulian dan perhatiannya akan pendidikan formal yang dapat diberikan bagi anak. Perhatian akan pendidikan bukan hanya terfokus pada pendidikan dasar dari tingkat SD sampai SLTA saja. Penilaian orang tua akan pentingnya pendidikan saat ini telah memperluas cakupan pendidikan sekolah formal maupun nonformal di masyarakat. Sekarang telah banyak tersedia pendidikan formal maupun non formal bagi anak-anak yang belum cukup umur untuk masuk dalam pendidikan dasar di sekolah atau usia SD. Kebutuhan masyarakat dalam hal ini, melatarbelakangi hadirnya tempat pendidikan bagi anak-anak pra sekolah, antara lain Tempat Penitipan Anak (TPA) yang bersifat nonformal, maupun PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang lebih bersifat formal. Tipologi Daerah Kondusif untuk Pendidikan Formal. Masyarakat di Kelurahan Srengseng Sawah yang terletak Kotamadya Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta memiliki tipologi yang beragam seperti karyawan (PNS, TNI, Swasta), pensiunan, pedagang, tani, pertukangan, pemulung, buruh, jasa, sampai ibu rumah tangga dan sebagian besar sudah merupakan pendatang. Tipologi daerah yang tidak homogen tersebut selain karena lokasi Kelurahan Srengseng Sawah yang berada di kota dan termasuk dalam cakupan pemerintahan DKI Jakarta serta dikelilingi oleh daerah yang juga telah berkembang, seperti Depok tidak menghambat akses pendidikan formal bagi anak usia sekolah atau masyarakat secara keseluruhan. Kelurahan Srenseng Sawah yang telah mengalami perkembangan menyebabkan
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
11 informasi dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat dan semakin memperkecil adanya potensi tidak dapat diaksesnya pendidikan formal oleh masyarakat. Prosentase tertinggi pada usia sekolah/pelajar memperlihatkan partisipasi anak usia sekolah yang masih bersekolah yang cukup tinggi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Beragamnya jenis mata pencaharian masyarakat termasuk tani atau pedagang tidak berpengaruh pada tingkat partisipasi anak usia sekolah dalam mendapatkan pendidikan formal atau dengan kata lain, tipologi daerah Srenseng Sawah termasuk kondusif untuk terlaksananya pendidikan formal. Tipologi daerah yang termasuk kondusif tersebut juga tidak lepas dari dukungan sarana dan prasarana pendidikan formal yang tersedia. Sarana prasarana tersebut secara langsung mempengaruhi proses pembelajaran yang diberikan bagi peserta didik, sehingga dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas. B. Keterampilan Keterampilan Teknis. Masyarakat di lingkungan Perkampungan Budaya Betawi masingmasing memiliki keterampilan teknis yang diperlukannya dalam melaksanakan kegiatan atau pekerjaannya. Potensi masyarakat dalam berketerampilan sudah muncul sebelum adanya Perkampungan Budaya Betawi. Ketermpilan tersebut ada atau muncul karena pola kehidupan serta kebiasaan masyarakat dan bukan karena pengaruh adanya Perkampungan Budaya Betawi. Dengan adanya perkembangan jaman, pola tersebut ikut berubah. Bukan hanya karena sumber atau bahan baku keterampilan anyam tersebut yang sudah berkurang atau bahkan sudah tidak ada lagi, tetapi juga karena adanya inovasi yang muncul dengan adanya Perkampungan Budaya Betawi. Adanya pengaruh dari luar, kebutuhan pelestarian budaya, serta potensi yang terlihat pada akhirnya memunculkan keterampilan baru yang sifatnya berkembang dari yang sudah ada. Keterampilan Umum (Soft Skill). Soft skill sering juga diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan interpersonal yang digunakan untuk berinteraksi, berkomunikasi atau beradaptasi secara efektif dengan orang lain di lingkungannya. Keterampilan umum (Softskill) yang dimiliki masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dapat peneliti lihat pada saat wawancara berlangsung dengan beberapa infornan yang peneliti temui. Keterampilan umum (softskill) tergambar misalnya dari cara menjawab, menyampaikan informasi, berkomunikasi, logika berpikir, maupun etika pada saat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Informan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti dengan menangkap maksud pertanyaan dan kemudian memberikan jawaban atau menjelaskan jawaban dengan baik pada saat peneliti kurang paham dengan informasi yang disampaikan sebelumnya dan wawancara dapat berlangsung dengan lancar. Kemampuan
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
12 dalam berorganisasi atau berkelompok, masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan memiliki wadah yang menaungi usaha kecil atau industri rumah tangga yaitu Kelompok tani. Dalam kelompok tani ini yang di upayakan adalah kemampuannya dalam mengembangkan usaha tetapi secara tidak langsung ikut mengasah kemampuan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani itu sendiri untuk bersosialisasi, berkomunikasi, memecahkan masalah ataupun kepemimpinan dengan keikutsertaan mereka dalam kelompok tani terebut. Masyarakat di sekitar Perkampungan Budaya Betawi harus membiasakan diri dengan lingkungan yang ramai oleh pengunjung, untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang seragam mengenai konsep cagar budaya bagi masyarakat itu sendiri sebagai cerminan aspek budaya Betawi yang sebenarnya melalui pemantapan keterampilan soft skill yang telah dimiliki, misalnya melalui Kelompok Sadar Wisata dan pelatihan MC yang telah diberikan. C. Kompetensi Motivasi. Masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan memiliki latar belakang serta pemikiran yang bebeda-beda sehingga mempengaruhi motivasi yang timbul untuk melakukan suatu hal. Dengan munculnya industri-industri rumah tangga seperti minuman khas Betawi Bir pletok, Dodol Betawi, ataupun Cinderamata Ondel-ondel tidak selalu menjadikan masyarakat termotivasi untuk ikut belajar dan mengembangkan usaha yang sama. Masyarakat lebih senang untuk mengambil bagian dalam pemasaran hasil produksi dari usaha-usaha yang telah ada karena nilai ekonomi yang sudah pasti akan didapatkan walaupun dengan jumlah yang sangat kecil atau sedikit. Lebih senang kepada menjadi konsumen saja, bukan sebagai produsen karena kekhawatiran-kekhawatiran akan kerugian yang mungkin diterimanya tersebut. Persaingan yang sulit juga menjadi alasan mengapa masyarakat tidak ingin mempelajari atau mencoba membuka jenis usaha yang sama. Oleh karena itu, motivasi masyarakat untuk mengembangkan usaha sampai saat ini hanya dari segi pendapatan belum sampai keinginan untuk mengembangkan diri apalagi mengembangkan atau mengangkat budaya Betawi dalam hasil usahanya. Watak. Di Perkampungan Budaya Betawi terdapat masyarakat yang kurang mau untuk ikut serta dalam kegiatan, lebih ada adanya saja. Kalaupun mau keikutsertaannya hanya sebatas ingin tahu saja, bukan untuk dikembangkan atau digeluti secara lebih serius kaitannya dengan usaha kecil atau industri rumah tangga. Hal ini juga dipengaruhi oleh pelatihan atau penyuluhan yang seringkali hanya berupa perwakilan-perwakilan masyarakat saja sehingga kecenderungan yang mengikuti pelatihan atau penyuluhan secara khusus adalah orang yang sama. Keenggannan juga dapat disebabkan oleh perasaan sudah nyaman dan cukup dengan penghasilan atau pekerjaannya tersebut sehingga kurang ada rasa ingin menambah
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
13 kemampuannya. Walaupun tidak semua, tetapi ada kecenderungan masyarakat tidak mau repot untuk mencoba hal baru dan puas dengan kehidupannya sekarang. Pembangunan dan pengembangan kawasan yang sangat berkaitan erat dengan bagaimana mengembangkan potensi yang sudah ada di wilayah tertentu sebagai upaya mengembangkan kapasitas diri dan wilayahnya belum maksimal ditunjukan oleh masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini. Masyarakat belum menunjukan kompetensi yang baik dalam mengembangkan atau melaksanakan motivasi yang dimilikinya dengan latar belakang watak yang dimiliki. D. Etos Kerja Pandangan/Sikap Hidup. Masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi masih dapat dimasukkan ke dalam kelompok masyarakt yang sederhana dan apa adanya serta lebih cenderung pada kegiatan bersifat keagamaan. Kesederhanaan dan sikap apa adanya tersebut dapat dilihat dari cara hidupnya sehari-hari yang menerima apa yang terjadi dalam hidupnya. Sikap yang cenderung pasrah ini terkadang menjadi halangan untuk dapat berkembang dan mengembangkan pribadi dan kehidupannya, sehingga cenderung kurang berusaha dan berpartisipasi dalam pembangunan. Umumnya masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi lebih melihat keagamaan lebih penting dibandingkan dengan partisipasinya dalam kegiatankegiatan pengembangan diri atau pembangunan lain. Kegiatan pengajian sangat sering diadakan di lingkungan masyarakat, yaitu per Rukun Tetangga (RT), maka kuantitasnya pun menjadi sangat banyak atau sering. Pandangan masyarakat akan pentingnya nilai-nilai keagamaan tersebut pada akhirnya mendasari masyarakat untuk lebih sabar dalam menghadapi persoalan atau tantangan hidup. Kesabaran dalam menghadapi persolan ini terlihat dalam penerimaan mereka akan situasi yang terjadi dan menyerahkannya kepada pengaturan Yang Maha Esa. Karakteristik Masyarakat. Masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi juga memiliki karakteristik tertentu yang terlihat dari bagaimana masyarakat merespon sesuatu sesuai dengan karakteristik yang ada padanya. Kelompok masyarakat ini ikut mendukung adanya Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, tetapi tidak dengan ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan disana dalam rangka mengembangkan potensi dan kapasitas masyarakatnya. Keikutsertaannya dapat dikatakan hanya sebagai pihak yang meramaikan bukan ikut menjadi pelaksananya, lebih bersifat konsumtif. Selain karakteristik masyarakat yang konsumtif, ada masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi yang ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang ada termasuk pelatihan atau penyuluhan tapi hanya bersifat sementara atau ikut-ikutan atau latah karena ingin mengikuti apa yang sedang
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
14 digemari oleh orang lain, bukan karena kesadaran dan kesungguhan masyarakat ingin mengembangkan diri sehingga apa yang di dapat betul-betul bermanfaat. Karakteristik masyarakat yang ketiga adalah masyarakat yang telah memiliki pemahaman yang baik akan maksud, tujuan dan fungsi Perkampungan Budaya Betawi. Masyarakat ini sudah ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang ada di Perkampungan Budaya Betawi baik dalam kegiatankegiatan seperti pelatihan atau penyuluhan, sampai pada penciptaan kreativitas baru yang bermanfaat dan mencerminkan budaya Betawi. E. Produktivitas Investasi. Stimulan bantuan diberikan kepada masyarakat dalam bentuk renovasi rumah, sesuai dengan kebutuhan masyarakat misalnya pembangunan dari dasar atau awal atau 0% dan ada juga yang berupa renovasi penambahan ornamen-ornamen budaya Betawi pada rumah seperti lisplang gigi belalang ataupun langgan yang dikondisikan dengan keadaan yang ada di lapangan yaitu sesuai kondisi rumah, letak rumah, ataupun potensi kunjungan wisatawan ke rumah tersebut. Stimulan berbentuk barang diberikan kepada masyarakat yang memang sudah memiliki usaha kecil atau industri rumah tangga sebelumnya, sehingga keperluan akan bantuan berupa barang atau mesin untuk keperluan usaha atau produksi lebih dapat di pertanggungjawabkan, seperti kebutuhan akan mesin potong yang diberikan kepada kelompok tani berdasarkan jenis usahanya dan mesin yang diperlukan dalam pelaksanaan usahanya. Kemudian stimulan berupa pinjaman uang yang diberikan dengan sistem pinjaman dengan bunga atau pengembalian ringan. Besarnya prosentase bunga adalah sebesar 1%/bulan per tahun atau tergantung dari mana pinjaman tersebut didapatkan, apakah dari KJK (Koperasi Jasa Keuangan), instansi atau perusahaan pemerintah atau swasta ataupun pihak lain dengan tetap menjunjung sistem pinjaman lunak atau ringan. Bentuk stimulan yang terakhir adalah pelatihan-pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan jenis usaha yang dijalankan masyarakat, misalnya pelatihan mengenai cara pengemasan yang baik, yang menarik atau yang higienis dan lain sebagainya. Stimulan yang diberikan menggunakan konsep “reward and punishment”. Reward, masyarakat sebagai peminjam modal yang dapat mengembangkan usahanya, bagaimana peminjam dapat mengolah pinjaman yang diberikan sehingga menambah nilai usaha baik secara nominal maupun fisik misalnya penambahan rak pajang. Reward yang diberikan dapat berbentuk pinjaman lunak untuk periode selanjutnya ataupun hibah berupa uang atau barang jika peminjam atau masyarakat menunjukan kemajuan dan lancar dalam pengembalian pinjaman. Punishment masyarakat atau peminjam tidak lagi diberikan pinjaman dalam bentuk apapun jika tidak dapat menunjukan peningkatan dan tidak mengembalikan pinjaman.
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
15 Manajerial. Indikator manajemen dalam penelitian ini akan memaparkan konsep manajerial dalam usaha kecil atau rumah tangga di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, yaitu Bir pletok dan Dodol Betawi. Usaha bir pletok secara umum tidak membutuhkan kualifikasi teknis yang rumit, pada dasarnya hanyalah kemampuan dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga baik untuk pekerja laki-laki maupun perempuan karena produksi bir pletok ini berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga atau dapur mengingat prosesnya masih sederhana dan tidak menggunakan mesin-mesin tertentu yang sulit seperti mencuci bahan dan botol kemasan, memotong, merebus, kemudian pengemasan pada botol dan pemberian label merek. Kemampuan atau keterampilan manajerial dalam usaha bir pletok ini dilakukan oleh Ibu Rosmayanti sendiri sebagai pemilik usaha. Mulai dari perencanaan jumlah produksi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, pemasaran untuk perkenalan produk pada awal usaha, variasi produk dan lain-lain, bazaar, penitipan ke warung-warung, Lembaga Pengelola dan event besar baik di Perkampungan Budaya Betawi sendiri maupun di luar seperti di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ). Selain bir pletok Ibu Rosmayanti mengembangkan jenis produknya menjadi beberapa jenis, antara lain sari buah belimbing, sari buah wortel, sari buah nanas dan irisan jahe yang dikembangkan lewat pelatihan-pelatihan yang diterimanya. “Dodol Mak Nyai” merupakan dodol Betawi yang diusahakan oleh keluarga asli Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Dalam usaha pembuatan dodol betawi ini kemampuan teknis yang dibutuhkan juga yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga atau dapur sehari-hari tetapi yang tentu saja yang mampu secara fisik mengaduk dodol untuk waktu tertentu sampai pada pencetakan atau pengemasan pada wadah-wadah untuk dijual. Dalam pemasaran usaha, keluarga mengusahakannya hanya lewat internet saja, Lembaga Pengelola dan stand kecil di dekat rumah adat ketika ada acara atau saat pagelaran kesenian diadakan. Tenaga Kerja. Sampai saat ini kemampuan manusia atau tenaga kerja belum sepenuhnya dapat digantikan oleh tenologi atau mesin-mesin produksi. Dalam usaha kecil atau industri rumah tangga, derajat kepentingan akan tenaga kerja menjadi meningkat didasarkan pada belum adanya penggunaan teknologi secara berlebih dalam proses produksi. Semakin tradisonal cara yang digunakan pada proses produksi, semakin penting fungsi tenaga kerja. Sebaliknya semakin modern suatu organisasi atau industri maka kebutuhan akan tenaga kerja akan semakin berkurang tetapi tidak mungkin dihilangkan. Hal ini terlihat dalam usaha kecil atau industri rumah tangga yaitu Bir pletok dan Dodol Betawi yang masih sangat tradisional sehingga membutuhkan tenaga kerja masih sangat dibutuhkan untuk membantu proses produksi. Pada usaha Bir pletok mempekerjakan 7 (tujuh) orang karyawan yang terdiri dari
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
16 laki-laki dan perempuan. Usaha dodol Mak Nyai yang merupakan usaha keluarga, memiliki tenaga kerja berjumlah tujuh orang yang berasal dari keluarga sendiri, dengan penambahan 7 (tujuh) orang tenaga kerja lagi jika pesanan sedang banyak. Penambahan tenaga kerja ini berasal dari lingkungan atau tetangga sendiri yang memang sudah pernah atau yang juga dapat terlibat dalam proses produksi. Perbedaan asal atau latar belakang tenaga kerja pada dua usaha kecil atau rumah tangga tersebut tidak mengurangi perlakuan atas disiplin kerja, motivasi, serta kenyamanan dan keseriusan dalam bekerja. F. Kesehatan Pemeliharaan Dokumen Kesehatan. Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah sebagai instansi kesehatan yang menangani kesehatan masyarakat di Keluarahan Srengseng Sawah telah melakukan pemeliharaan dokumen kesehatan dan pelaporan secara berkala pada instansi kesehatan di tingkat atas dalam rangka pemeliharaan dokumen kesehatan yang diperlukan. Data atau laporan tersebut dibuat untuk dilaporkan kepada instansi di tingkat atas secara berjenjang seperti Dinas, Departemen dan seterusnya. Dokumen kesehatan menyediakan berbagai informasi mengenai kondisi atau keadaan lingkungan, perumahan, sanitasi, sosial ekonomi, penyakit menular, 10 besar penyakit yang ada, dan berbagai laporan penunjang lainnya. Pelaporan berjenjang ini berguna sehingga pada akhirnya akan disepakati suatu kebijakan atau program apa yang diperlukan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, bagaimana penanggulangannya, tindakannya, penyuluhan atau program kegiatan seperti apa yang sepatutnya dilakukan untuk meredam itu, penyakit apa saja yang sudah meluas dan diderita oleh masyarakat dengan cakupan yang lebih luas misalnya di tingkat Kecamatan atau Wilayah Jakarta Selatan sehingga perlu didahulukan atau dirancang solusi pencegahan, penganggulangan, penyuluhan kepada masyarakat tersebih dahulu dan seterusnya. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan. Pendidikan atau penyuluhan kesehatan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh Pemerintah dalam hal ini instansi kesehatan untuk mengajak masyarakat secara bersama-sama menaruh perhatian lebih pada kesehatan. Di Perkampungan Budaya Betawi, cukup sering diadakan pendidikan atau penyuluhan mengenai kesehatan, baik penyuluhan kesehatan secara umum atau kebersihan, atau berdasarkan kelompok-kelompok tertentu seperti Ibu-ibu, remaja, kader Posyandu atau untuk Ibu dan Anak, dan sebagainya. Penyuluhan atau pendidikan mengenai bahaya narkoba juga pernah diberikan kepada remaja anggota Karang Taruna oleh LMK (Lembaga Masyarakat Kelurahan) bekerja sama dengan instansi terkait untuk semakin menanamkan bahayanya penyalahgunaan narkoba, khususnya di kalangan remaja. Pendidikan atau penyuluhan
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
17 kesehatan pasmir, kanker rahim atau kanker serviks diberikan untuk remaja perempuan atau ibu-ibu oleh Puskesmas Kelurhan Srengseng Sawah. Penyuluhan atau pendidikan kepada kader-kader Posyandu diberikan oleh Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah dan Penyuluh Keluarga Berencana di Kelurahan Srengseng Sawah secara rutin karena kader-kader ini merupakan perpanjangan tangan Puskesmas dalam memberikan pelayanan pemeliharaan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu dan anak melalui Posyandu. Pendidikan atau penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat bersifat insidental atau sewaktuwaktu dan bukan merupakan suatu hal yang dilaksanakan secara rutin karena dikondisikan dengan kebutuhan atau kondisi kesehatan masyarakat. Kesehatan Lingkungan. Kegiatan penunjang kesehatan atau kebersihan lingkungan saat ini lebih difokuskan pada kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) atau sering disebut dengan Jumat Bersih. PSN sebenarnya merupakan bagian dari 10 kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang digalakkan kembali oleh Kelurahan Srengseng Sawah setelah kasus DBD di DKI Jakarta termasuk dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Upaya meningkatkan kesehatan dan kebersihan lingkungan di Kelurahan Srengseng Sawah atau di Perkampungan Budaya Betawi dilakukan melalui kegiatan Jumat Bersih yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat di Kelurahan Srengseng Sawah khususnya oleh Ibu-ibu dengan membersihkan rumah sendiri, halaman, dan lingkungan sekitar setiap hari Jumat pagi serentak di setiap RT di Kelurahan Srengseng Sawah. Kegiatan PSN dan Jumat Bersih tersebut mempengaruhi kebersihan lingkungan sehingga secara tidak langsung menghambat penularan atau timbulnya sarang penyakit dan sangat bermanfaat sebagai bentuk pencegahan akan berbagai macam penyakit selain menumbuhkan kesadaran pentingnya kesehatan lingkungan bagi masyarakat. Pemberantasan Penyakit Menular. Pemberantasan penyebaran penyakit menular ini sangat berkaitan erat dengan kesehatan lingkungan. Penyakit menular seperti demam berdarah, malaria, cikungunya, TBC/TB Paru ataupun diare merupakan beberapa penyakit yang sangat berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang pemberantasannya sudah diupayakan oleh Pemerintah melalui Kelurahan dan Puskesmas Srengseng Sawah bersama dengan masyarakat dengan menggalakkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) khususnya PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui Jumat Bersih dan Pemeriksaan jentik, pemberian bubuk abate dari Pemda, fogging/pengasapan dan sebagainya. Masyarakat di lingkungan RW 08 secara rutin melaksanakan bersih-bersih rumah sendiri dan lingkungan sekitar dengan menyapu halaman ataupun menyingkirkan kaleng dan kemasan yang dapat menampung air. Dengan wilayahnya yang masih termasuk dalam lingkup Perkampungan Budaya Betawi Setu
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
18 Babakan ini, masyarakat memang dituntut untuk secara tidak langsung menjadi contoh dan cerminan kehidupan masyarakat Betawi. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengobati penyakit TBC adalah dengan pemberian obat secara gratis kepada masyarakat. Pendidikan/penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan dan rumah sehat karena banyakanya kasus TBC sudah cukup mengurangi penyebaran penyakit ini. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dalam penelitian ini, indikator kesejahteraan ibu dan anak (KIA) dilihat dari sisi Ibu hamil dan anak balita di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pelaksanaan kegiatan KIA bagi ibu hamil dilaksanakan di Puskesmas Srengseng Sawah, praktek bidan swasta serta Posyandu yang tersebar di Kelurahan Srengseng Sawah. Di Puskesmas Srengseng Sawah ibu hamil hanya dapat memeriksakan kehamilannya dari awal usia kehamilan sampai usia kehamilan 7 (tujuh) bulan saja kemudian diteruskan ke Puskesmas Kecamatan Jagakarsa. Pemberian tablet Fe untuk ibu hamil sudah baik yaitu sebesar 91,51% pada trimester pertama dan mencapai 100% pada trimester ketiga, sedangkan pada ibu menyusui masih kurang yaitu hanya mencapai 62,18% saja (Laporan tahunan Puskesmas Srengseng Sawah, 2011). Kelompok pendamping ibu atau GSI (Gerakan Sayang Ibu) dibentuk untuk memantau kondisi kesehatan ibu yang sedang mengandung. Dalam kelompok pendamping ibu ini diinformasikan pengetahuan mengenai resiko dan bahaya bagi ibu hamil khususnya bagi ibu hamil yang beresiko tinggi kepada anggota keluarga serta ibu-ibu kader yang telah dilatih agar cepat tanggap terhadap kondisi ibu hamil. Masih terdapat kendala dalam pelaksanaan Posyandu bagi anak dan balita yaitu sulit untuk mengikutsertakan balitanya dalam kegiatan di Posyandu sehingga kader mendatangi rumah ibu dan balita tersebut untuk mengetahui keadaan balita tersebut. Pelayanan Medis dan Perawatan Kesehatan. Pelayanan medis dan perawatan kesehatan ini termasuk sarana dan prasarana kesehatan serta program-program yang dilakukan Puskesmas Srengseng Sawah untuk mendukung upaya menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakatnya. Program-program kesehatan yang dibuat atau dibentuk Pemerintah atau Puskesmas Srengseng Sawah juga merupakan salah satu sarana menuju peningkatan kesehatan masyarakat melalui penyuluhan, pelatihan, informasi-informasi, atau bantuanbantuan kesehatan. Fasilitas untuk kesehatan sudah tersedia namun belum cukup memadai mengingat luasnya wilayah Kelurahan Srengseng Sawah dan banyaknya masyrakat yang berada dalam cakupan layanan. Puskesmas Srengseng Sawah sendiri yang melayani warga di satu Kelurahan Srengseng Sawah menurut fungsinya mengalami kesulitan karena kendala jumlah anggota yang kurang untuk melayani warga. Sarana prasarana yang ada di Puskesmas Srengseng Sawah, dalam hal ini adalah keadaan fasilitas dinilai kurang memadai karena baik
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
19 ditinjau dari segi lokasi ataupun kondisi sarana dan prasarana tersebut, mulai dari lokasinya yang cukup jauh untuk dijangkau sampai pada ketersediaan sarana dan prasarana yang sudah tidak dalam kondisi yang begitu baik saat ini.
KESIMPULAN Pelaksanaan pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan ditinjau dari kapasitas sumber daya manusia telah ada dan terlaksana di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tetapi pelaksanaan dan pengembangannya belum dapat dikatakan maksimal terutama dalam keterampilan, kompetensi, dan etos kerja. Begitu pentingnya sumber daya manusia dalam upaya pembangunan dan pelaksanaan pengembangan kawasan, maka perlu dilakukan berbagai upaya terpadu dan berkelanjutan untuk memperbaiki dan meningkatkan seluruh potensi dan kapasitas sumber daya manusia khususnya dalam kapasitas masih kurang maksimal tersebut.
SARAN Untuk keterampilan teknis selain yang telah diberikan sebelumnya, dapat diberikan pelatihan seperti pembuatan kerajinan topeng Betawi, kostum penari atau busana adat Betawi, ataupun permainan tradisional rakyat betawi dan berbagai kerajinan pendukung pelestarian budaya Betawi lain. Sedangkan untuk soft skill, pelatihan atau penyuluhan yang telah diberikan seperti pelatihan MC, sadar wisata, ataupun perwujudan masyarakat Betawi yang humanis perlu untuk semakin dipraktekkan lebih lanjut oleh masyarakat sehingga secara nyata dapat mendukung konsep wisata budaya dan pengembangan kawasan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Dalam peningkatan kompetensi, keberhasilan usaha masyarakat yang sudah ada di Perkampungan Budaya Betawi agar dapat dibagikan kepada masyarakat misalnya dengan menjadi narasumber dalam penyuluhan agar dapat memotivasi masyarakat lain. Dalam meningkatkan etos kerja masyarakat, pengembangan karakter masyarakat perlu diupayakan misalnya dengan pengadaan kelompok kerja keterampilan teknis ataupun soft skill bagi anak-anak, remaja, ibu ataupun bapak yang berhubungan ataupun tidak dengan budaya Betawi.
KEPUSTAKAAN Mulyanto. (2008). Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013
20 Susantono, Bambang. (2009). Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka Sagir, Soeharsono. (2009). Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana Pangestu, Mari dan Ira Setiati. (Ed.). (1997). Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. Panuju. (2011). Perencanaan dan Pengembagan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia Lemhanas. (1997). Pembangunan Nasional. Jakarta: PT balai Pustaka Trzyna, Thaddeus C. (1995). A Sustainable World: Defining and Measuring Sustainable Development. USA: International Center for the environment and public Affairs Ismawan, Bambang. (2006, Maret). Peran LSM dalam Pengembangan Kewirausahaan. Makalah di presentasikan di lokakarya nasional ke 4 lembaga swadaya masyarakat JICA, Jakarta Nugroho, Iwan dan Rokhimin Dahuri. (2012). Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES Alkadri, Muchdie, dan Suhandojo. (1999). Tiga Pilar Pengembangan Wilayah: Sumber daya alam, Sumber daya manusia, dan Teknologi. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah Simandjorang, Willmar Eliaser. (2010). Pembangunan Regional: Studi Kasus Perspektif Kawasan Industri Kuala Tanjung. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Tjiptoherijanto, Prijono dan Sutyastie Soemitro. (1998). Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Cita Putra Bangsa Tjakraatmadja, Jann Hidayat dan Donald Crestofel Lantu. (2006). Knowledge Managementdalam Konteks Organisasi Pembelajar. Bandung: Sekolah Bisnis dan Manajemen-Istitute Teknologi Bandung Kramadibrata, Dewaki dan Ahmad Sujai. (Ed.). (2007).Etos Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kumpulan Makalah Studi Lapangan Mapres FIB. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Sinungan, Muchdarsyah. (2005). Produktivitas: Apa dan Bagaimana (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara Pendidikan Kesehatan (Ida Bagus Tjitarsa, Penerjemah). (1992). Bandung: ITB dan Universitas Udayana Slamet, Juli Soemirat. (1994). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Analisis pelaksanaan..., Lidya Susana Kusuma Jata, FISIP UI, 2013