130
5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Penegakan Hukum di Laut oleh Aparat Negara di masa Damai Berbagai instansi penegakan hukum di laut selama kurun waktu 40 tahun belum menunjukan hasil yang maksimal karena kewenangan yang saling tumpang tindih dan melaksanakan tugas kewajibannya yang masih bersifat sektoral belum mengutamakan kepentingan nasional secara terpadu. Pada Tabel 1 aspek legal kewenangan lembaga penegak hukum di laut menggambarkan bahwa 14 instansi yang memiliki wewenang penegakan hukum di laut masih terlalu banyak menyebabkan berbagai persepsi yang dapat mengarah kepada conflict of interest. 1) Kapal penegak hukum di laut perairan Pelabuhan Tanjung Emas (1) Perairan Pelabuhan Tanjung Emas dijaga dan diamankan oleh kapalkapal patroli jenis speed boat 11 unit dan perahu karet 10 unit ukuran kecil yang dimiliki oleh Direktorat Polisi Air Polda Jateng, Bea Cukai, Lanal Semarang dan KPLP dengan penugasan sesuai dengan fungsi masing-masing instansi. (2) Kapal patroli jenis K-12 = 3 unit dimiliki oleh Lanal Semarang dan Ditpolair Jateng. (3) Kapal patroli jenis K-28 = 6 unit dimiliki oleh KPLP, Lanal Semarang dan Ditpolair Jateng. (4) Kapal Patroli Jenis K-36 = 2 unit dimiliki oleh Ditpolair Jateng. (5) Kapal-kapal tersebut bertugas secara sektoral dengan membawa atribut masing-masing, memerlukan koordinasi secara terpadu oleh satu badan
131
yang memiliki wewenang pengendalian dan komando, agar penugasan penegakan hukum dan SAR di laut berdayaguna, efisien dan efektif. (6) Multi fungsi dan multi intitusi menjadikan kapal patroli tiap institusi bekerja sektoral pada Tabel 12 menunjukan bahwa ada institusi yang melaksanakan
beberapa
fungsi
dan
ada
institusi
yang
hanya
melaksanakan satu fungsi. Seperti institusi TNI-AL / LANAL Semarang mengemban 7 fungsi (Undang-Undang), POLRI/Ditpolair Jateng mengemban 8 fungsi, Dephub/KPLP mengemban 2 fungsi, Bea Cukai mengemban 2 fungsi dan Basarnas mengemban 1 fungsi. Pada pelaksanaan di lapangan sistim multi fungsi dengan multi institusi mengakibatkan terjadinya fungsi yang tumpang tindih dengan kepentingan sektoral. Penggunaan kapal sebagai wahana penegak hukum di laut saat ini kurang efisien, karena satu kapal yang seharusnya bisa menangani berbagai pelanggaran hukum di laut hanya digunakan sektoral menangani satu departemen/instansi saja atau menangani sebagian masalah saja. Pengintegrasian tugas dan fungsi kapal-kapal aparat negara di laut yang di maksud adalah mengintegrasikan tugas dan fungsi 5 (lima) institusi aparat negara non militer yang memiliki kapal dan senjata api antara lain KPLP, Ditpol Air, Bea Cukai, DKP (Ditjen P2SDKP) dan BASARNAS yang bertugas di laut dalam menegakan hukum dan SAR. Pengintegrasian tersebut di samping tugas dan fungsi juga personil dan alat utamanya seperti: kapal laut, pesawat udara, alat komunikasi dan sarana prasarana sebagai pendukung logistik. Sesuai dengan pembahasan pada bab-bab
132
sebelumnya pembentukan suatu lembaga non militer untuk penegakan hukum dan SAR di laut pada masa damai saat ini sangat diperlukan dan merupakan langkah strategis untuk menunjang pembangunan nasional di bidang kelautan. Banyaknya masalah kelautan yang muncul akibat belum terpadunya tugas para aparat penegakan hukum di laut dihadapkan kepada keperluan pergaulan antar bangsa di forum internasional untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara masing-masing sangat dipengaruhi oleh peran negara tersebut dalam kancah perdagangan internasional era globalisasi. Khususnya bagi bangsa dan Negara Kepulauan Indonesia yang terletak di posisi silang dengan ±13.500 pulau dan garis pantai terpanjang di kawasan Asia Pasifik tidak dipungkiri bahwa Negara Kepulauan Indonesia menjadi tempat lalu lintas laut teramai di kawasan Asia yang membutuhkan keterlibatan aparat negara penegak hukum di laut lebih intensif di bidang kelautan. Keterbatasan fasilitas, pembiayaan, sarana prasarana kapal, alat utama dan kualitas personil sangat mempengaruhi keberhasilan para aparat dalam menegak hukum dan SAR di laut, namun kemajuan teknologi informasi khususnya sarana komputerisasi komunikasi dan penginderaan jarak jauh (satelit, radar dan pesawat udara) dapat membantu diawali dengan penggunaan sistem NSW dan pada gilirannya ditingkatkan dengan menggunakan sistem ASW, Regional Asia Pacific Window dan seterusnya. Disadari sepenuhnya bahwa kepentingan lalu lintas perdagangan internasional melalui laut Negara kepulauan Indonesia untuk dapat menjamin keamanan dan keselamatan kapal-kapal yang melintas diperairan Indonesia. Oleh karena itu ada beberapa negara maju yang menggunakan lalu lintas laut perairan
133
Indonesia ini membantu hibah kapal-kapal penjaga keamanan laut kepada Indonesia tetapi terkendala dengan sistem ketatanegaraan Negara yang bersangkutan (Jepang, Australia dan lain-lain) dengan sistem keamanan laut BAKORKAMLA di Indonesia yang masih melibatkan unsure kekuatan militer (TNI AL) dalam menangani keamanan laut di masa damai. Oleh karena itu peluang Indonesia yang masih tersandung dengan kemampuan ekonomi untuk membangun kapal aparat Negara sendiri, peluang ini adalah kesempatan untuk mendapatkan bantuan hibah kapal penjaga keamanan kapal di laut dengan memisahkan kekuatan militer dari dalam unsur keamanan laut di masa damai. Hal tersebut merupakan sekaligus langkah untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh hukum internasional UNCLOS ’82 yang diratifikasi dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985. Pengintegrasian fungsi dan tugas aparat Negara di laut membutuhkan pelatihan, sosialisasi dan aplikasi di lapangan yang didukung oleh personil yang professional dengan dukungan kapal, fasilitas, peralatan, dan sarana prasarana yang optimal dan berkesinambungan.
2) Bakorkamla Sesuai Perpres 81/2005 pasal 3, fungsi Bakorkamla yang diselenggarakan oleh kepala pelaksana harian adalah menyiapkan rancangan kebijaksanaan kamla, menyiapkan koordinasi pelaksanaan kegiatan dan pelaksanaan OPSKAMLA, menyelenggarakan duknis dan administratif pelaksanaan opskamla bersama dan pengawasan dan pengendalian satanjungas koordinasi kamla. Dengan demikian Bakorkamla bertindak sebatas koordinator, sedang yang dibutuhkan di lapangan adalah komando dalam penindakan yang tegas.
134
Menurut Djalal (2005), Bakorkamla terkesan sangat terpengaruih oleh faktor-faktor sektoral, walaupun tidak semua unsur terkait yang terlibat seperti Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan lain-lain. Disamping Bakorkamla karena sifatnya koordinatif sulit melaksanakan kebijakan-kebijakan yang bersifat implementatif. Sejak ditrima prinsip kesatuan nusantara dengan ZEE dan landas kontinennya serta pengakuan atas kepentingan di luar nusantara dan ZEE, Bakorkamla seharusnya sudah memasuki tahap kewenangan implementatif dan tridak cukup lagi hanya dengan tahap koordinatif.
3) ISPS Code dan Regulasi Internasional Tujuh regulasi dunia di bidang keamanan dan keselamatan maritim telah mengikat Negara-negara yang meratifikasinya yaitu :UNCLOS ’82, Marpol, SOLAS ’74, SAR, Collreg dan IMO MSC. Indonesia dalam hal ini khususnya Pelabuhan Tanjung Emas berkewajiban untuk menjamin keselamatan dan keamanan maritim, keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan sebagaimana dalam ISPS Code 2002. Tujuannya untuk menetapkan kerjasama internasional guna mendeteksi dan menilai ancaman keamanan dengan mencegah terjadinya insiden terhadap kapal, fasilitas pelabuhan yang dipergunakan dalam perdagangan internasional. 4) Kondisi tidak efektif dan efisien penegakan hukum di laut Laut merupakan jalur ekonomi nasional maupun internasional yang sangat penting, apabila jalur laut terganggu maka roda perekonomian nasional khususnya juga akan terganggu penegakan hukum jalur laut di perairan Indonesia
135
diselenggarakan oleh multiinstitusi dengan menggunakan kapal patroli laut dari 6 instansi yang berbeda. Penggunaan dari berbagai jenis dapat merugikan penegakan hukum di laut sehingga tidak efektif dan efisien. Di samping biaya tinggi dalam pengoperasian kapal penegak hukum di laut, penggunaan satu kapal untuk satu permasalahan tidak efisien. Seharusnya satu kapal dapat menagani berbagai masalah atau satu kapal satu institusi berdayaguna multi fungsi.
5.2 Strategi Pengembangan Fungsi Kapal dan Tugas Aparat Negara di Laut 1) Fungsi kapal dan tugas kapal aparat negara Kapal aparat negara di laut dimiliki dan dioperasikan oleh 6 instansi pemerintah yaitu oleh TNI-AL, Polri, KPLP Ditjenhubla, Bea Cukai Dep.Keu, DKP dan BASARNAS. Kapal-kapal tersebut mengemban tugas sesuai fungsi masing-masing instansi yang membawahinya dan bekerja sektoral. Sarana dan prasarana kapal yang dimiliki aparat negara di Pelabuhan Tanjung Emas merupakan cermin dari kekuatan kapal aparat negara yang dimiliki oleh aparat negara penegak hukum di laut, perairan dan pelabuhan di nusantara pada masa damai. Kapal-kapal tersebut di lapangan mengemban fungsi dan tugas sesuai fungsi masing-masing instansi yang mengoperasikannya, telah dibahas pada bab-bab sebelumnya bahwa kapal aparat negara di laut yang bertugas secara sektoral membutuhkan biaya operasional dan logistic sangat tinggi per kapalnya, mengakibatkan tidak efisien. Berbagai penelitian dan hasil seminar, lokakarya menyarankan dibentuknya satu lembaga yang menangani keamanan di laut hal tersebut membutuhkan
136
biaya, waktu, metoda, kapal, fasilitas dan sumberdaya yang besar. Pada hasil penelitian di seminar ini disampaikan pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara di laut dilakukan secara bertahap dengan 5 strategi yang diawali dengan pengintegrasian kapal aparat Negara dari 5 instansi. 2) Pemisahan tugas TNI dan Polri Penggabungan tugas TNI dan Polri pada masa lalu mengakibatkan terjadinya tumpang tindih antara tugas pertahanan dan kamtibmas, maka lahirlah Undang-undang untuk membedakan tugas pertahanan oleh TNI dan tugas Kamtibmas oleh Polri yang pada masa damai peran aparat sipil di kedepankan, khususnya di perairan dan pelabuhan laut. 3) Fungsi dan tugas SAR 1) Lembaga Basarnas yang bertugas kemanusian penyelamatan akibat kecelakaan dan musibah di laut. 2) Musibah yang terjadi pada kapal dapat disebabkan oleh : (1)
kesalahan manusia (human error)
(2)
kerusakan yang terjadi pada kapal dan mesinnya
(3) alam atau cuaca yang dihadapi kapal (4)
kapal bertumbrukan atau pelanggaran dengan kapal lain
(5)
kapal kandas
(6)
kapal kebakaran
(7) kapal melakukan pencemaran 3) Tugas SAR tersebut menjadi kewajiban bagi kapal-kapal aparat negara di laut dengan BASARNAS sebagai koordinator untuk tugas penyelamatan dan pencarian.
137
4) Perkembangan ekonomi maritim Potensi ekonomi maritim di perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas sangat besar sebagai sumberdaya ekonomi yang mampu memperluas penciptaan lapangan kerja dibidang transportasi laut, jasa kepelabuhan, pelayaran, kegiatan ekspor impor dikarenakan ditemukan sumber minyak blok Cepu, berkembangnya industri potensial seperti meubeller kayu jati, rokok kretek, tekstil, perikanan, karoseri mobil, pariwisata dan elektronika. Hal tersebut berpengaruh dalam pengambilan kebijakan Pemda untuk meningkatkan pendapatan daerah/negara sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 5) Pembahasan NSW Indonesia Nasional Single Window (INSW) adalah Sistem Nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya waktu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemprosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian ijin kepabeanan dan pengeluaran barang. Port System (PortNet) adalah layanan tunggal secara elektronik berbasis internet untuk mengitegrasikan pelayanan informasi kapal dan penanganan barang secara fisik yang standar dari seluruh instansi terkait di pelabuhan. Maksud dan tujuan prosedur Port System dengan menggunakan sistem elektronik untuk memberikan pelayanan terhadap kapal dan barang dengan kepastian hukum yang berkaitan dengan kegiatan eksport dan atau impor melalui sistem elektronik serta memberikan perlindungan terhadap
138
pelayanan kapal dan barang yang berkaitan dengan kegiatan eksport dan atau impor dari peyalahgunaan sistem. Pengguna port system meliputi Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan, Kantor Pelayanan Bea Cukai, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Balai Besar Karantina Tumbuhan, Stasiun Karantina Ikan, Balai Karantina Hewan dan Perusahaan Angkutan Laut. Adapun manfaat yang akan dicapai antara lain adalah : (1) Mempercepat kelancaran arus barang dan dokumen (2) Mengurangi birokrasi dalam pengurusan perijinan ekspor, impor dan kepabeanan (3) Mengurangi adanya penyelundupan (4) Meningkatkan informasi publik mengenai kebijakan ekspor dan impor Selama ini Singapura merupakan salah satu negara terbaik dalam sistem pelayanan ekspor impor karena sudah memiliki NSW dengan eportnet dan e-tradenet, Pelabuhan Tanjung Emas pada gilirannya akan menggunakan NSW setelah uji coba penggunaannya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Pada prinsipnya NSW akan melayani proses kepabeanan dan kepelabuhan secara terpadu, cepat dan efisien sehingga kapal berlayar dalam keadaan clear document dan keselamatan pelayaran lengkap.
139
6) Pra saran pembentukan Coast Guard Indonesia Berawal dari pernyataan Jepang untuk melindungi kepentingan ekonomi dan perdagangan laut negaranya melintasi perairan Indonesia, maka Jepang bersedia memberi bantuan dan dukungan kapal patroli beserta sarana prasarananya namun terkendala dengan kebijakan politik “non military budget”. Namun Jepang tidak menemukan institusi non militer yang tepat untuk menyalurkan bantuannya tersebut, oleh karena itu Jepang mendesak Indonesia untuk mendirikan Coast Guard sebagai institusi non militer. Hasil seminar dan lokakarya pada April 2007 yang diselenggarakan oleh pakar-pakar maritim dari TNI-AL, Dewan Maritim Indonesia, Kadin dan institusi lainnya telah menyarankan perlu dibentuk Indonesia Sea and Coast Guard, namun masih terkendala dengan kepentingan ego sektoral masing-masing institusi. 7) Prioritas 5 (lima) tahapan strategi menuju satu lembaga penegak hukum di laut (1) Pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara sudah mendesak untuk segera dilakukan dengan langkah awal mengintregasikan kapalkapal aparat negara non militer untuk bertugas multi fungsi antar departemen dan tidak mengemban fungsi sektoral tiap departemen maupun instansi. (2) Penggunaan teknologi informasi seperti NSW dan ASW sangat membantu tugas multi fungsi kapal-kapal aparat negara di laut, sehingga kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan dan berlalu-lalang
140
diperairan RI telah termonitor pada sistem NSW maupun ASW. Kapalkapal yang tidak termonitor dapat dicurigai dan diperiksa. (3) Pelatihan SDM yang mengawaki kapal aparat negara yang telah berintegrasi menjadi multi fungsi dilakukan secara bertahap dan sistematis. (4) Kekuatan kapal aparat Negara penegakan hukum di laut saat ini masih sebagian besar bertumpu pada kapal-kapal perang TNI-AL, pada era reformasi dan keperluan pergaulan internasional pada perdagangan global diharapkan peran kapal aparat negara non militer memiliki kemampuan penegakan hukum di laut secara penuh pada masa damai. Oleh karena itu diharapkan sebagian kapal perang TNI-AL non kombatan dapat di gunakan sebagai kapal aparat negara non militer sekaligus sebagai kekuatan cadangan TNI-AL. (5) Langkah berikutnya untuk pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara adalah menambah sarana dan prasarana kapal dan menambah jumlah alat utama. 8) Pengamanan di laut oleh satu lembaga Menurut Bakar (2005), Pengamanan di laut sebenarnya
telah
diatur dan dilakukan oleh satu lembaga sebagaimana telah diamanatkan sejak zaman Belanda dalam TZMKO tahun 1939 yang mengatakan Government Maritime atau pemerintah di laut adalah kapal-kapal negara yaitu : kapal-kapal penjagaan pantai (Coast Guard) dan kapal-kapal bantu navigasi yang melakukan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan pelayaran. Di samping itu
141
juga tugas penjagaan laut dan pantai tertuang pada konvensi IMO, UNCLOS 1982, Solas 1974, Marpol 1973, 1978 dan ISPS Code yang pada intinya penegakan hukum di laut itu oleh kapal-kapal aparat negara untuk memperlancar pergerakan kapal-kapal di laut bukan malah menghambat. Selanjutnya, jika ditelusuri lembaga mana yang pantas untuk dimajukan sebagai satu instansi sebagai penegak hukum di laut, maka pilihannya tentu jatuh kepada KPLP yang saat ini berada di bawah kendali Direktorat KPLP, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.