MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN PERPU NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, AHLI PRESIDEN, DAN PIHAK TERKAIT (IX)
JAKARTA SELASA, 16 MEI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya [Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, Serta Pasal 6 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Rojiyanto 2. Mansur Daud P. 3. Rando Tanadi ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, Ahli Presiden, dan Pihak Terkait (IX) Selasa, 16 Mei 2017 Pukul 11.11 – 13.06 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Aswanto Manahan MP Sitompul I Dewa Gede Palguna Wahiduddin Adams Suhartoyo Saldi Isra
Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Alldo Fellix Januardy Matthew Michele Lenggu Nelson Sulaiman Charlie Husni Giffar
B. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Iing R. Sadikin Arifin Erwin Fauzi Ninik Hariwanti Karsono Sudarsono Bahrunsyah
C. Ahli dari Pemerintah: 1. Nurhasan Ismail D. Pihak Terkait I: 1. Azaz Tigor Nainggolan 2. Aris Subagio E. Kuasa Hukum Pihak Terkait I: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nina Zainab Daniel Silvister Hamonangan Titus Adhi Sanjaya Luther Budi Raja Purba Rano Ari Prabowo Antonius Nugroho Bimo Yosua Manulu
ii
F. Pihak Terkait II: 1. Daniel Setiadi G. Kuasa Hukum Pihak Terkait II: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Andi Komara Arie Muhammad Haikal Talitha Rahma Anisa Rizky Muhammad Justian Pradinata Shahnaz Sandisopi
H. Pihak Terkait III: 1. I Sandyawan Sumardi I. Kuasa Hukum Pihak Terkait III: 1. 2. 3. 4.
Handika Febrian Verawati Sumarwi Kristian Feran Rizki Fatahillah
iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.11 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.
96/PUU-
KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon yang hadir siapa? Silakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELLIX JANVARDY Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Hari ini Pemohon utama diwakilkan oleh Kuasa Hukumnya. Pertama, ada Nelson, ada saya Alldo Fellix. Yang kedua, Matthew, tiga Sulaiman, Charlie, Husni, Giffar. Kami juga mohon maaf, saksi hari ini tidak bisa hadir karena jet lag, baru pulang dari Jerman. Tapi sebagai gantinya film dokumenter yang ia buat tentang konflik agraria akan kami lampirkan sebagai alat bukti.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari DPR tidak hadir karena reses. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden yang hadir siapa? Silakan.
6.
PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah yang hadir, saya sendiri Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan HAM, kemudian Ibu Ninik Hariwanti (Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM), kemudian Bapak Karsono (Kepala Bagian Advokasi Hukum Kementerian ATR), kemudian berikutnya Pak Sudarsono (Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan dari Kementerian ATR dan Agraria), kemudian yang berikutnya Pak Bahrunsyam ... Bahrunsyah (Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat Kementerian ATR dan Agraria), kemudian yang terakhir Pak Iing R. Sadikin (Tenaga Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang). Dan kemudian 1
ahli dari Pemerintah, sedianya itu tiga orang ahli. Kemudian karena ada keluarganya meninggal dunia. Kemudian Ahli yang hadir satu orang, yaitu Prof. Nurhasan Ismail. Terima kasih, Yang Mulia. 7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pada kesempatan ini sudah hadir juga Pihak Terkait. Yang pertama, Forum Warga Jakarta. Siapa yang hadir?
8.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT I: NINA ZAINAB Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Forum Warga Kota Jakarta dengan disingkat Fakta, telah hadir Prinsipal Azaz Tigor Nainggolan dan Aris Subagio. Diwakili oleh Kuasa Hukumnya, saya sendiri Nina Zainab, Daniel Silvister Hamonangan, Titus Adhi Sanjaya, Luther Budi Raja Purba, Rano Ari Wi ... Prabowo, Antonius Nugroho Bimo, Yosua Manulu. Sekian. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pihak Terkait Ibu Ratnawati dan kawan-kawan, siapa yang hadir?
10.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Prinsipal yang hadir ada Bapak Daniel Setiadi dan diwakili Kuasa Hukumnya, yaitu saya sendiri Andi Komara, lalu ada Arie Muhammad Haikal, Talitha Rahma, Anisa Rizky, Muhammad Justian Pradinata, dan di Shahnaz Sandisopi. Terima kasih.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pak ... Pihak Terkait Pak Sandyawan Sumardi?
12.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Terima kasih, Yang Mulia. Saat ini hadir Pemohon langsung, Bapak I Sandyawan Sumardi beserta dengan Kuasa Hukumnya, sendiri Handika Febrian. Yang kemudian di belakang saya ada tiga, Ibu Verawati Sumarwi, S.H., L.Lm, Kristian Feran, S.H., dan Fatahillah, S.H. Terima kasih.
yaitu saya yaitu Rizki
2
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Saya menanyakan apakah Pihak Terkait sudah siap dengan keterangannya? Masing-masing dari Forum Warga Jakarta? Sudah siap? Kemudian, Bu Ratnawati dan kawan-kawan?
14.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Siap, Yang Mulia.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Siap. Dan Pak Sandyawan juga sudah siap keteranganya?
16.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Siap, Yang Mulia.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Kalau begitu, agenda kita pada siang hari ini mendengarkan keterangan Pihak Terkait terlebih dahulu, nanti setelah itu kita mendengarkan keterangan Ahli dari Pemerintah (Prof. Nurhasan). Silakan dari Pihak Terkait Forum Warga Jakarta dulu.
18.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT I: NINA ZAINAB Terima kasih, Yang Mulia.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Di podium. Biar lebih kelihatan, Bu. Itu berupa makalah, sudah diserahkan ke Kepaniteraan? Belum? Sudah? Ada berapa halaman?
20.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT I: NINA ZAINAB Ada tiga halaman.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tiga halaman. Ya, kalau tiga halaman bisa dibaca seluruhnya.
22.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT I: NINA ZAINAB Siap. 3
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
24.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT I: NINA ZAINAB Terima kasih, Yang Mulia. Yang Terhomat Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Perkenankanlah kami Kuasa Hukum Pemohon Pihak Terkait, yakni Forum Warga Kota Jakarta organisasi yang telah dikenal secara konsisten, secara terus-menerus melakukan advokasi untuk memperjuangkan masalah perkotaan dalam hal ini termasuk hak atas pemukiman warga miskin di Jakarta, yang telah terbukti secara luas integritasnya sehingga tidak perlu diragukan lagi keber ... keberpihakannya kepada masyarakat miskin. Dalam hal ini kami mengajukan sebagai Pemohon Terkait terhadap permohonan uji materi ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, b, c, dan d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atas Kuasanya, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 200 … 2.106 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia Majelis Hakim konstitusi Republik Indonesia. Adapun alasan permohonan kami adalah. 1. Undang-Undang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atas Kuasanya masih menganut asas kolonial domein verklaring, yaitu setiap tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya dianggap sebagai milik negara. Padahal asas tersebut tersebut telah dihapus sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Aturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mewajibkan bahwa pemerintah juga harus mendaftarkan asetasetnya berupa tanah untuk mendapatkan sertifikat. 2. Besarnya pengaruh Undang-Undang PRP Nomor 51 Tahun 1960 menciptakan efek subprioritas kepada pemerintah untuk melakukan tindakan semena-mena kepada rakyat yang dalam hal ini melakukan penggusuran paksa. Pemerintah menjadi semakin merasa memiliki kekuasaan penuh untuk merampas hak rakyat kecil yang sepatutnya harus dilindungi hak-haknya. 3. Bahwa pengaturan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, b, c, dan butir d, dan juga Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atas Kuasanya menimbulkan pertentangan dengan Pasal 28B ayat (2) 4
yang menyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Serta bertentangan pula terhadap Pasal 28G ayat (2) yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.” Pasal 28H ayat (4) yang menyatakan, “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapaun.” Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Bahwa Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, b, c, dan butir d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya adalah peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang penetapannya dilakukan oleh Presiden dalam hal kegentingan yang memaksa tanpa melalui persetujuan DPR. Sehingga dapat diartikan bahwa berlakunya Undang-Undang PRP tersebut hanya saat negara dalam keadaan genting atau darurat. 5. Bahwa adalah sebuah fakta penggusuran yang dilakukan pemerintah menggunakan dasar hukum Undang-Undang PRP Tahun 1960 tidak memperhatikan pemenuhan hak asasi manusia bagi masyarakat korban penggusuran. 6. Maka dengan demikian ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, b, c, dan butir d, dan juga Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya saling bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (2), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33D ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berdasarkan seluruh uraian di atas kami memohon agar Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia agar menjatuhkan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk menajukan permohonan a quo. 2. Menerima dan mengabulkan permohonan dari Para Pemohon untuk seluruhnya. 3. Menyatakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2.106 5
bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (2), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33D ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 4. Menyatakan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2.106 bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (2), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 5. Menyatakan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan pemakaian Tanah tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2.106 bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (2), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 6. Menyatakan Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106 bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (2) Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33D ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 7. Memerintahkan pemuatan putusan perkara ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Dan apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia memiliki pendapat yang berbeda, kami Para Pemohon memohon putusan yang seadil-adilnya. Terima kasih, Yang Mulia. 25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Silakan duduk kembali. Untuk Pihak Terkait, Ibu Ratnawati dan kawan-kawan. Ini ada 17 halaman, dibaca yang penting-penting saja ya, dalam waktu singkat. Waktunya hampir sama seperti Pihak Terkait yang pertama tadi. Silakan.
6
26.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Terima kasih, Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Saya membacakan … Pemohon … saya mewakili … saya mewakili Ibu Ratnawati, Bapak Daniel, dan Waridin ingin mengajukan permohonan sebagai Pihak Terkait yang berkepentingan langsung. Objek Permohonan ini adalah uji materi undang-undang yaitu Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir, b, butir, c, butir d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang PRP, Larangan Pemakaian Tanah tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya. Pemohon adalah orang perorangan warga negara yang memiliki hak konstitusional yang terdiri dari korban penggusuran dan korbankorban potensial terjadi penggusuran. Adapun rincian kerugian konstitusional yang telah dan akan dialami oleh Pemohon alami adalah sebagai berikut. 1. Pemohon I, Ibu Ratnawati merupakan salah satu korban (…)
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu tidak perlu dibacakan. Alasannya saja.
28.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Oke. Alasan kerugian konstitusional terkait permohonan ini. Kami merasa bahwa Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 bertentangan dengan asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1), Pasal 26G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam menguraikannya. 1. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 menjadi dasar bagi Pemerintah untuk tidak melakukan upaya pembuktian, penguasaan, atau kepemilikan hak atas tanah melalui proses pengadilan. Dalam Pasal 2 Nomor 51 Tahun 1960, menurut Pemohon, memuat pelarangan terhadap subjek hukum pengguna tanah terlepas dari keperluan penggunaannya. Selain itu, juga mengandung keraguraguan dan multitafsir dalam pemaknaan substansi norma. 2. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 menjadi legitimasi Pemerintah untuk bertindak kekerasan dan melampaui hukum. Dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, menurut Pemohon, pemerintah daerah mendapatkan keuntungan besar untuk memilih metode penyelesaian sesuai kebutuhannya sendiri, dan dasar bagi pemerintah untuk melakukan tindak kekerasan, dan melampaui hukum dalam melakukan pengambilalihan tanah. 3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tidak memuat pengaturan secara jelas dalam pelaksanaan pengosongan pemakaian tanah tanpa 7
izin. Dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, menurut Pemohon berkembang menjadi ketentuan yang melegitimasi Pemerintah untuk melakukan penggusuran tanpa melakukan (…) 29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini yang dimaksud Pemohon di sini Pihak Terkait, ya?
30.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Ya. Maaf, maaf. Pemohon di sini Pihak Terkait, Pak.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
32.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Menurut permohonan pemberian kompensasi yang layak adalah praktik penggusuraan atau relokasi berlandaskan HAM, sehingga pengingkaran untuk tidak memberikan kompensasi yang layak adalah bentuk penggusuran yang tidak semestinya. 4. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 mengatur sanksi pemidanaan berdasarkan norma yang tidak memiliki kepastian hukum. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 juga mengatur bahwa tindakan dalam Pasal 3 dan 4 undang-undang ini dapat dikenai pidana. Pasal pemidanaan menurut Pemohon, membuka peluang bagi Pemerintah untuk tidak hanya melakukan tindakan-tindakan dalam pengosongan tanah, namun membuka ruang kriminalisasi bagi pihak yang mengalami proses pengesahan tanah. Yang terakhir, asas domein verklaring adalah jantung dari Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 adalah sebuah asas yang tidak memiliki relevansi dengan semangat kemerdekaan Indonesia. Penerapan undang-undang ini tidak sesuai lagi dengan kondisi Indonesia yang saat ini bahwa asas yang di … asas yang dianut, yaitu domein verklaring merupakan asas warisan colonial. Sehingga bermakna bahwa semua tanah tidak bisa dibuktikan kepemilikannya adalah tanah negara, sehingga negara mesti menafsirkan lebih lanjut. Asas domein verklaring dalam … sebagaimana yang dianut dalam undang-undang ini adalah terdapat hukum antargolongan, padahal sejak Indonesia merdeka, tidak ada lagi penggolongan atas bangsa Indonesia. Asas yang dianut undang-undang ini memiliki konsekuensi hukum bahwa penguasa tanah boleh menjual tanah, serta dapat pula memberikan konsesi kepada swasta. 8
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Sekarang kesimpulannya?
34.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Ya. Kesimpulannya, kami menyatakan bahwa Para Pihak Terkait berkepentingan langsung dan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Menerima dan mengabulkan permohonan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Nomor 60 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak dan Kuasanya, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Empat. Menyatakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak dan Kuasanya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D, Pasal 28H, dan Pasal 28G UndangUndang Dasar Tahun 1945. Kelima. Menyatakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak dan Kuasanya, tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Keenam. Menyatakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak dan Kuasanya, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Terakhir, memerintahkan penguatan putusan perkara ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya. Terima kasih, Yang Mulia.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Silakan duduk, yang tidak dibacakan, dianggap telah dibacakan, ya. Berikutnya, dari Pihak Terkait, Pak Sandyawan Sumardi? Silakan, ini ada 10 halaman ... 9 halaman, saya kira untuk pendahuluan, kemudian kewenangan Mahkamah, dan legal standing Pihak Terkait, tidak perlu.
36.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Tidak perlu.
9
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian, kerugian-kerugian konstitusional saja yang dibacakan.
38.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Ya.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
40.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Baik.
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang tidak dibacakan, dianggap telah dibacakan.
42.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Ya, baik.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
44.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon bahwa berlakunya Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak Atau yang Kuasanya, telah menimbulkan kerugian konstitusional yang nyata dari Pemohon karena kehilangan hakhak yang telah dijamin berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu hak atas tempat tinggal, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, hak atas perlindungan harta benda, hak atas perlindungan dari perlakukan yang bersifat diskriminatif, hak untuk diperlakukan setara di hadapan hukum. Dari peristiwa penggusuran paksa itu, Pemohon jelas mengalami kerugian kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, intimidasi dari pemerintah tidak diberikannya kompensasi yang memadai, tidak diberikan kesempatan untuk mengugat haknya di lembaga peradilan, 10
dan ditelantarkan oleh pemerintah pascarelokasi, dan kehilangan hakhak konstitusional Pemohon. Kemudian, alasan-alasan permohonan. I. Alasan Pihak Terkait dalam permohonan uji materi UndangUndang Nomor 1 Tahun 1961, ditinjau dari aspek yuridis pembentukannya. A1. Merujuk pada konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961, ditetapkan berdasarkan UndangUndang Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya telah dikeluarkan Peraturan Penguasaan Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/011 Tahun 1958 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak Atau Kuasanya yang kemudian ditambah atau diubah dengan Penguasaan Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/Nomor 041 Tahun 1959. A2. Pasal 12 Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada presiden untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya, Pasal 12 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan hak prerogatif presiden. A3. Bahwa dalam konsideran menimbang kedua Penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 berdasarkan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya jo. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1960, Peraturan-peraturan Penguasa Perang Pusat tersebut, waktu berlakunya akan berakhir pada tanggal 16 Desember 1960. A4. Sehingga dengan mengacu pada dasar hukum tersebut, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara tertinggi memiliki pedoman yang tepat dalam menyatakan bahwa negara berada dalam keadaan bahaya. A5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, menentukan tiga macam tingkatan keadaan bahaya dalam syarat sebagai berikut. 1. Keadaan darurat sipil. Apabila keamanan dan ketertiban umum di seluruh wilayah atau sebagian wilayah Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan negara secara biasa.
11
A6.
A7.
A8.
A9.
2. Keadaan darurat militer. Apabila timbul perang atau dikhawatirkan perampasan wilayah RI dengan cara apapun. 3. Keadaan perang. Apabila hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan khusus ternyata ada dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan kehidupan negara. Yang penting dan yang menjadi ukuran bagi presiden untuk menyatakan sesuatu dalam keadaan bahaya, yaitu tingkatan keadaan bahaya yang setimpal ialah intensitas peristiwa/keadaan yang mengkhawatirkan bagi berlangsungnya kehidupan negara dan masyarakat. Alasan-alasan yang lazim dipakai untuk menentukan apabila keadaan bahaya, dapat dinyatakan juga disebut sebagai sebab/alasan terancamnya ketertiban hukum oleh kerusuhan-kerusuhan atau gangguan-gangguan lain, hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara. Dapat merupakan alasan atau alasan tambahan mengenai kekhawatiran akan terjadinya ancaman-ancaman yang demikian. Keadaan bahaya adalah suatu keadaan terganggunya keamanan atau ketertiban umum oleh adanya kerusuhan yang disertai dengan kekerasan, pemberontakan bersenjata, atau keinginan memisahkan diri dari wilayah negara dengan kekerasan, atau timbul ancaman perang, atau terjadi perang yang tidak dapat diatasi oleh aparatur negara secara biasa. Ketertiban hukum yang harus dilindungi dalam aturan tentang kejahatan terhadap keamanan negara. Ketertiban hukum yang harus dilindungi dalam hal ini meliputi. 1. Keamanan kepala negara terancam. 2. Keamanan wilayah negara terancam. Dan, 3. Keamanan bentuk pemerintahan terancam. Sehingga negara memerlukan ketertiban umum dan menerapkan darurat sipil atau militer. Faktor waktu dan tempat menjadi faktor yang dominan untuk melihat perbuatan yang dianggap mengganggu atau mengancam kepentingan negara, sehingga kejahatan itu dianggap sebagai kejahatan terhadap berlangsungnya kehidupan ketatanegaraan atau delik ketatanegaraan. Bahwa konsideran menimbang huruf c dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1961 memberikan perlindungan
12
tanah-tanah terhadap pemakaian tanpa izin yang berhak atau yang kuasanya yang sah masih perlu dilangsungkan. A10. Bahwa substansi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 mengatur mengenai. a. Larangan untuk menggunakan tanah tanpa izin yang berhak, Pasal 2. b. Memberikan dasar hukum atau kewenangan kepada kepala daerah untuk menyelesaikan pemakaian tanah, Pasal 3 ayat (1), ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Dan, c. Aturan pidana terhadap pelanggaran Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). A11. Bahwa ketiga substansi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan yang menyebabkan terganggunya keamanan atau ketertiban umum yang disebabkan oleh adanya kerusuhan yang disertai dengan kekerasan, pemberontakan bersenjata, atau keinginan memisahkan diri dari wilayah negara dengan kekerasan, atau timbul ancaman perang, atau terjadi perang yang tidak dapat diatasi oleh aparatur negara secara biasa. A12. Bahwa substansi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 mengenai larangan orang menggunakan tanah tanpa izin, yang berhak tidak termasuk dalam klasifikasi tindakan yang dapat membahayakan negara. A13. Bahwa penggunaan tanah tanpa izin yang berhak bukan termasuk dalam tindakan kejahatan yang mengakibatkan negara dalam kondisi bahaya. Karena tindakan itu tidak menyebabkan terganggunya keamanan negara dan ketertiban umum. Tindakan ini bukan merupakan tindakan kerusuhan dengan kekerasan, bukan tindakan pemberontakan bersenjata, atau bukan tindakan untuk memisahkan diri dari wilayah Negara Republik Indonesia. A14. Bahwa kewenangan presiden untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak dapat digunakan untuk mengambil paksa tanah-tanah warga negara Indonesia dengan alasan apapun juga. A15. Bahwa kewenangan presiden berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dibatasi oleh waktu penerapan, keadaan-keadaan tertentu, dan persetujuan dari lembaga legislatif DPR. A16. Bahwa kewenangan presiden berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 13
1945 telah disalahmaknai dalam Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, Pasal 6 ayat (2) atau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1991 tentang Larangan Pemakaian Tanah tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya seolah-olah kewenangan Presiden ini dapat digunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya atas ancaman penggunaan tanah-tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. A17. Bahwa nyata dan terang penerapan dan pembentukan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, b, c, d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya telah menimbulkan kerugian konstitusional yang nyata dari Pemohon telah menimbulkan ... berdasarkan ... kuasanya telah menimbulkan kerugian konstitusional yang nyata Pemohon karena kehilangan hak-haknya yang telah dijamin berdasarkan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1991 telah menimbulkan kerugian konstitusional yang nyata bagi Pemohon karena kehilangan hak-haknya yang telah dijamin berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Alasan kedua, Pihak Terkait dalam mengajukan permohonan uji materil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 ditinjau dari aspek historis pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961. C1. Bahwa berdasarkan konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 saat itu bangsa Indonesia sedang dalam keadaan bahaya, kondisi bangsa Indonesia sedang mengalami ancaman disintegrasi. C2. Penerapan perpu negara dalam kondisi bahaya menjadi solusi yang tepat saat itu. C3. Namun kondisi bangsa Indonesia saat ini dalam keadaan aman terkendali, tidak ada ancaman serius yang dapat membahayakan sistem ketatanegaraan Indonesia. Melihat bahwa pada kondisi bangsa Indonesia dalam tahap pembangunan menuju negara maju, maka penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 menjadi tidak relevan lagi. C4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 dibentuk untuk mengatasi situasi keamanan yang mendesak karena ada ancaman disintegrasi bangsa Indonesia. Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 pada masa di mana bangsa Indonesia saat ini sedang dalam kondisi aman dan ketertiban hukum dapat berjalan dengan baik, 14
maka pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 saat ini tidak tepat. III. Alasan Pemohon, Pihak Terkait yang keempat adalah Negara Republik Indonesia, negara hukum, asas negara hukum diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. D1. Hans Nawiasky mengungkapkan bahwa karena materi muatan konstitusi sebagai aturan dasar atau pokok dan mendasar, maka untuk bisa dilaksanakan secara aktual perlu dirumuskan lebih lanjut dalam aturan-aturan umum yang jelas dan terperinci dalam bentuk undang-undang dan selanjutnya baru dijabarkan lebih teknis dan terinci lagi dalam aturan pelaksana. Karena itu, keberadaan undang-undang sangatlah penting karena merupakan penjabaran lebih lanjut dari konstitusi. D2. Stufen Theory dari Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State tahun 1945 menegaskan norma hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi dan norma hukum yang lebih tinggi tidak boleh bertentangan dengan norma lain yang lebih tinggi lagi, begitu seterusnya sehingga rangkaian norma ini diakhiri oleh suatu norma dasar tertinggi (staat fundamental norm). D3. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikaitkan dengan Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai warga negara dan penduduk. Menurut Prof. Mahfud MD, pada prinsipnya warga negara dan penduduk tidak bisa diperlakukan diskriminatif karena setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan hukum harus diperlakukan sama bagi setiap warga negara Indonesia karena mereka mempunyai kesamaan di hadapan hukum. D4. Penegasan Pancasila sebagai prinsip dasar negara Indonesia dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan sangat jelas dan pasti. Prinsip dasar bahwa negara Indonesia harus diselenggarakan dalam keseimbangan antara prinsip demokrasi dalam negara hukum harus tercipta, seperti yang dinyatakan oleh Prof. Mahfud dalam Pasal 1 ... bahwa Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan prinsip demokrasi, yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1 ayat (3) menegaskan prinsip nomokrasi, yaitu Indonesia adalah negara hukum. Lembaga perwakilan rakyat seperti MPR, DPR, DP ... DPD, dan cara pemilihan presiden serta pemilihan kepala daerah yang harus demokratis untuk mengontrol agar semua kebijakan negara dan kegiatan seluruh bangsa berjalan sesuai dengan hukum nomokrasi. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur kekuasaan kehakiman dan Pasal 15
28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur tentang Hak-Hak Asasi Manusia. D5. Hukum ada karena tiga alasan sebagaimana dinyatakan oleh Rehberg yakni keadilan, kemanfaatan, kepastian, serta alasan keempat yaitu kebenaran. Dalam kehidupan negara hukum, citacita atau tujuan utama adalah mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. D6. Bahwa untuk mengatur urusan pertanahan, bangsa Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Dasar ... Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 untuk selanjutnya disebut UUPA. D7. Pembentukkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 pada prinsipnya bertentangan dengan norma-norma hukum yang diatur dalam UUPA. Salah satu norma yang melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 adalah asas pemanfaatan dan penghormatan terhadap penguasaan tanah yang beritikad baik. Melalui UndangUndang Nomor 1 Tahun 1961 masyarakat tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pembuktian terhadap tanah yang ia kuasai dengan iktikad baik. Sebaliknya pemerintah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk mengklaim tanah-tanah yang berada di wilayahnya sebagai tanah milik negara, walaupun pemerintah telah menguasai tanah tersebut secara langsung dan tidak melakukan pengelolaan dengan iktikad baik. D8. Semangat dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 jelas bertentangan dengan tanah memiliki fungsi sosial. Tanah dengan fungsi sosial membatasi kepemilikan dan penguasaan tanah. Tanah digunakan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakatnya. Pengaturan dan penggunaan tanah jelas diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 menerapkan sistem kapitalistik. Sementara tanah-tanah di Indonesia harus dimiliki dan digunakan untuk menerapkan sistem sosialis. Bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 telah menghidupkan kembali asas domein verklaring yang digunakan sebagai landasan perundang-undangan pada zaman penjajahan. Bahwa asas domein verklaring telah dihapus oleh UUPA karena bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia dan asas dari negara yang merdeka dan modern sebagaimana tercantum dalam penjelasan UUPA. Petitum. Berdasarkan uraian-uraian di atas, kami meminta agar Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia agar menjatuhkan putusan sebagai berikut. 1. ... Oh, ya. Menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan (...)
16
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebentar, Pak.
46.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Ya.
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini di keterangan yang disampaikan ke Majelis, tidak ada petitumnya, ya? Nanti supaya disusulkan, ya.
48.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Ya. 1. Menerima (...)
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang lengkap adanya, ya?
50.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Ada.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Ya, silakan.
52.
PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI 1. Menerima dan mengabulkan permohonan dari Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
17
3. Menyatakan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Nomor 1 Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 4. Menyatakan Pasal 4 ayat (1) dan ayat 2 Undang-Undang Dasar ... eh, undang-undang ... maaf, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor 2106 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) serta ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 5. Menyatakan Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Indonesia Tahun 1990 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. 6. Yang terakhir. Memerintahkan pemuatan putusan perkara ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Bila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat yang berbeda, Para Pemohon memohonkan putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono. Hormat kami, Kuasa Hukum Pemohon Vera Weni, S.H., L.L.M., Handika Febrian, S.H., Cristian Veran, S.H., Rizky Fatahillah, S.H. Terima kasih. 53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan duduk. Pihak Terkait I mengajukan Bukti PT-1 sampai dengan PT-6, betul?
18
54.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT I: NINA ZAINAB Ya, benar, Yang Mulia.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Betul. Pihak Terkait II, PT-1 sampai dengan PT-12?
56.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Ya, betul, Yang Mulia.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian, Pihak Terkait III, PT-1 sampai dengan PT-13?
58.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Ya, betul, Yang Mulia.
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Disahkan. KETUK PALU 1X
60.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI Mohon izin, Yang Mulia.
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa?
62.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI Bolehkah kami mengajukan bukti tambahan?
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan. Sudah ada? Sudah siap?
19
64.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI Sudah. Nanti dalam sidang berikutnya, kami akan sampaikan melalui Panitera, Yang Mulia.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, ya, nanti diserahkan, ya.
66.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI Sebelumnya, Yang Mulia, berhubung bukti yang akan kami ajukan sangat tebal dan kami harus memperbanyak sekitar 12 lembar, kami mohon izin agar bukti ini dapat disampaikan melalui CD, softcopy maksud saya, supaya tidak terlalu banyak untuk mengopi (...)
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada satu fisik dan yang lain softcopy, ya?
68.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI Baik, Yang Mulia.
69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Satu fisiknya nanti.
70.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI Baik, Yang Mulia.
71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Ini Pihak Terkait II, ya? III?
72.
KUASA HUKUM PIHAK TEKAIT III: VERAWATI SUMARWI III, Yang Mulia.
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya. Kalau begitu, nanti bukti fisik satu yang dileges, kemudian yang softcopy-nya, ya, baik.
20
Terima kasih, semua Pihak Terkait yang sudah memberikan keterangan di persidangan ini, nanti Hakim kalau ada yang mau mendalami dan menanyakan pada Pihak Terkait, nanti saya persilakan. Sekarang kita akan mendengarkan keterangan ahli dari Pemerintah. Silakan, Prof. Nurhasan Ismail untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Beliau beragama Islam. Silakan, Yang Mulia Bapak Dr. Wahiduddin, saya persilakan. 74.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Pada Ahli untuk mengikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
75.
AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
76.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, silakan. Tidak usah duduk kembali, Prof. Nur, silakan langsung ke podium. Waktunya bisa sampai 15 menit, saya persilakan.
77.
AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Terima kasih, Yang Mulia. Yang saya hormati Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang saya hormati Para Pemohon, Para Termohon, dan Para Pihak Terkait, serta hadirin yang saya hormati. Selamat siang, assalamualaikum wr. wb. Ada 4 hal yang akan menjadi keterangan Ahli saya berkenaaan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini yang tidak lebih dari 1 bulan pada waktu itu sudah disetujui oleh DPR-GR menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961. Yang pertama, berkaitan dengan kedudukan dari Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini. Pertama, kita memang tidak bisa mengingkari fakta bahwa sebenarnya ada apa … ada yang … mohon maaf, Yang Mulia. Ada … ada power point-nya (…)
21
78.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tadi sudah diserahkan ke Kepaniteraan?
79.
AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Sudah, tadi sudah.
80.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, maksud saya bisa ditayang di sini? Oh, ada ya, silakan.
81.
AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Ya, terima kasih, Yang Mulia, saya lanjutkan. Jadi, memang kita tidak bisa mengingkari bahwa kelahiran dari Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini tidak lepas dari kondisi yang ada pada saat itu terutama kondisi darurat dalam ujud, gitu ya, terjadinya gelombang pendudukan, pemakaian, penguasaan tanah yang kemudian digunakan istilah pemakaian tanah tanpa izin yang berhak itu, yang terjadi terutama setelah berakhirnya perang kemerdekaan. Ditambah lagi, setelah adanya perbedaan pendapat dari hasil perjanjian meja bundar tentang pengembalian tanah-tanah yang ditinggalkan selama perang kemerdekaan itu kepada pemiliknya, terutama yang perusahaanperusahaan asing dan orang-orang asing yang harus menyingkir gitu, selama perang kemerdekaan itu. Jadi, kondisi itu menjadi begitu sangat masif, ya. Gelombang pemakaian tanah-tanah tanpa izin ini yang kemudian pada tahun 1958, itu penguasa perang pusat mengeluarkan peraturan, bahkan tahun 1959 kemudian disempurnakan. Tetapi apa yang sudah diupayakan oleh Pemerintah, itu tetap tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak ini. Jadi, itu bahwa dasar pembentukan dari undang-undang ini dapat kita baca di dalam bagian menimbang A dan B dari Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 ini. Itu yang pertama. Yang kedua, Yang Mulia. Bahwa kerendah … sampai terbentuknya UUPA, penyelesaian pemakaian tanah berdasarkan peraturan penguasa perang pusat itu tidak mampu menyelesaikan, maka kemudian Pemerintah memandang ini perlu diterbitkan perpu, gitu, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang belum dapat diselesaikan sampai terbentuknya UUPA ini, gitu. Oleh karena itulah, kalau kita baca di dalam bagian menimbang C dan D dari undang-undang itu, di situ tercermin bahwa disamping dikehendaki adanya penyelesaian pemakaian tanah tanpa izin yang berhak, yang sudah berlangsung pada saat itu, tetapi Pemerintah 22
memandang bahwa pemakaian tanah tanpa izin ini terbuka untuk terus terjadi di masa-masa yang akan datang karena faktor penyebab utamanya adalah ketimpangan di dalam penguasaan kepemilikan tanah. Artinya apa? Artinya, kalau faktor penyebab utamanya, yaitu ketimpangan kepemilikan tanah belum dapat diatasi, maka persoalanpersoalan yang mendorong terjadinya pemakaian tanpa tanah … tanah tanpa izin yang berhak, ini akan terus terjadi. Artinya apa? Begitu, ya. Artinya, Pemerintah ke depan pasti akan terjadi, gitu ya. Pemakaianpemakaian tanah tanpa izin yang berhak itu. Oleh karena itulah, Pemerintah kemudian membentuk perpu itu dan kemudian perpu itu disetujui oleh DPR-GR, gitu, pada bulan Januari tahun 1961. Itu artinya apa? Artinya, Undang-Undang Nomor 51 Tahun … PRP Tahun 1960 ini bukan hanya sekadar untuk mengatasi persolanpersoalan darurat pemakaian tanah tanpa izin yang begitu sangat masif pada waktu itu. Tetapi ini juga dimaksudkan sebagai instrumen untuk mencegah dan mengatasi pemakaian-pemakaian tanah tanpa izin yang berhak yang terbuka untuk terjadi di masa-masa yang akan datang. Bahkan kalau saya mengamati, Yang Mulia, sampai sekarang ini pemakaian-pemakaian tanah tanpa izin yang berhak itu masih terus berlangsung. Tidak hanya di Jakarta, tetapi di semua wilayah Indonesia, baik itu di kota-kota besar maupun di wilayah-wilayah perdesaan, terutama di kawasan perkebunan ataupun di kawasan-kawasan hutan. Itu yang pertama mengenai kedudukan dari Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini. Yang kedua, berkaitan dengan ... jadi, Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 lahir dalam kondisi ... dalam ... dalam ... pada saat transisi, gitu, ya. Transisi dari politik pemerintahan kolonial di bidang agraria dengan politik yang ada di dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu. Oleh karena itulah, di dalam undang-undang ini dapat kita temui penggunaan konsep-konsep yang merupakan penggabungan, pencampuradukan antara politik kolonial dengan politik hukum agraria yang ada pada konstitusi kita. Jadi, pertama misalnya yang ... yang ada di dalam undangundang ini. Ada penggunaan konsep yang berkaitan dengan objek dari larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak. Di situ ada dua, begitu, ya, objeknya itu. Satu adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara. Tanah yang langsung dikuasai negara itu hanya satu bagian dari tanah yang kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan harus dilakukan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara. Jadi, istilah tanah yang langsung dikuasai negara itu mencerminkan konsep di dalam konstitusi kita Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Objek yang kedua adalah tentu tanah hak. Tanah hak ini tanah yang sudah dipunyai oleh warga masyarakat atau oleh badan hukum 23
tertentu, ya. Itu konsep pertama. Jadi, tanah yang langsung dikuasai negara ... sekali lagi, itu cerminan dari konstitusi kita, gitu, ya. Konsep yang kedua, yaitu konsep yang berhak. Tentu konsep yang berhak ini dikaitkan dengan objek dari larangan pemakaian tanah tanpa izin. Yang berhak, yang pertama untuk tanah yang sudah berstatus hak, maka itu tepat yang berhak, itu. Tetapi, ketika yang berhak ... konsep yang berhak itu dilekatkan kepada tanah yang langsung dikusai oleh negara. Nah, di situ ada pencampuradukan konsep kolonial dan konsep di dalam konstitusi kita, ya. Jadi, sekali lagi, kalau istilah yang berhak dilekatkan kepada tanah yang langsung dikuasai oleh negara, itu kuang tepat. Seharusnya, gitu, ya ... seharusnya untuk yang berhak bagi tanah yang langsung dikuasai negara digunakan istilah instansi yang berwenang atau penguasa yang berwajib atau yang berwenang. Dan penggunaan istilah yang berhak untuk tanah yang langsung dikuasai oleh negara inilah yang menimbulkan kesalahpahaman, seolah-olah undang-undang ini merevitalisasi konsep domain negara. Padahal sebenarnya ... nanti bisa dicermati ... di dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 angka 1, di situ dengan jelas dibedakan dua istilah untuk yang istilah berhak itu. Istilah yang berhak, pertama adalah untuk tanah yang sudah berstatus hak, baik perseorangan ... hak perseorangan maupun badan hukum. Tetapi di dalam angka 1 penjelasan umum itu dikatakan, “Untuk tanah yang langsung dikuasai oleh negara, maka istilah yang disebut di dalam penjelasan umum itu adalah penguasa yang berwajib.” Itu artinya, kalau saya menggunakan istilah sekarang adalah pejabat yang berwenang. Ya, tentu yang berkaitan dengan bidang keagrariaan atau bidang pertanahan. Oleh karena itu, di sinilah perlunya pemberian makna yang lebih tepat untuk istilah yang berhak bagi tanah yang langsung dikuasai oleh negara, seperti yang ada di dalam Penjelasan Umum angka 1 UndangUndang Nomor 51 PRP Tahun 1960. Yang ketiga, permasalahan yang ketiga, atau aspek yang ketiga yang ingin saya sampaikan mengenai kekuatan berlaku atau kekuatan mengikat dari pasal-pasal yang diuji materi … yang diajukan uji materi pada saat sekarang ini, gitu. Kalau merujuk kepada kedudukan dari Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 yang seperti saya sudah katakan tadi bahwa itu untuk mengatur, mencegah, mengatasi terjadinya tindakan-tindakan pemakaian tanah tanpa izin yang … yang berhak, maka pasal-pasal itu menurut pendapat saya, masih relevan untuk diberlakukan pada kondisi sekarang dan bahkan pada kondisi yang akan datang. Kenapa begitu? Saya ingin mengungkapkan bahwa pertama, undang-undang ini masih diperlukan untuk memberikan perlindungan atau dukungan perlindungan terhadap hak-hak atau kepentingan perseorangan atau badan hukum 24
pemegang hak atas tanah yang tidak menelantarkan tanah, begitu ya, dari tindakan pemakaian-pemakaian tanah tanpa izin pemegang haknya. Hak perseorangan, baik yang … perseorangan dalam arti individu maupun badan hukum, begini. Dan pendudukan … tindakan pendudukan, tindakan pemakaian-pemakaian tanah, itu masih berlangsung menurut pengamatan saya sampai sekarang. Di dalam beberapa kasus, justru saya mengamati bahwa ada tindakan-tindakan pemakaian tanah yang berpola mafia. Saya bisa tunjukkan kasus-kasus itu, gitu. Jadi, pola-pola mafia di dalam pemakaian tanah tanpa … tanpa izin yang berhak ini terjadi dan kemudian bahkan sekelompok orang yang dengan sangat sistematis melakukan tindakan-tindakan ini, kemudian menjual secara informal tanah-tanah ini kepada siapa pun yang berminat. Yang kedua, begitu ya. Kita masih menyaksikan penguasaanpenguasaan pengambilan tanah ataupun pengambilan bahan tambang yang ada di bawah, sebelum ada persetujuan-persetujuan dari pemegang hak. Kasus-kasus seperti ini, saya kira, bisa kita cermati dari sejumlah penelitian-penelitian teman-teman LSM, gitu. Yang ketiga adalah penguasaan-penguasaan penguatan oleh pihak lain atas bagian-bagian dari tanah yang sudah diberikan izin pemanfaatan hutan, khususnya hutan tanaman industri ataupun yang sudah diberikan izin usaha perkebunan, itu juga masih … masih berlangsung. Kemudian yang kedua, fakta yang kedua adalah undang-undang ini masih diperlukan untuk memberikan perlindungan atau dukungan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan warga masyarakat hukum adat dari tindakan pemakaian tanpa izin. Dari masyarakat hukum adat ini atas bagian-bagian tanah atau bagian-bagian dari hutan adat, itu masih terbuka, terjadi, begitu. Kemudian yang terakhir, itu yang … fakta yang terakhir. Undangundang ini, menurut saya, masih diperlukan untuk memberikan perlindungan atau dukungan perlindungan terhadap hak, atau kepentingan publik, atau kepentingan yang lebih besar, kepentingan warga masyarakat yang lebih luas, gitu, tanpa izin pejabat yang berwenang atau instansi yang berwenang atas bagian-bagian tanah yang langsung dikuasai oleh negara, terutama yang berfungsi untuk mencegah terjadinya bencana, apakah itu bencana banjir, apakah itu terja … bencana longsor, itu yang pertama. Jadi, untuk tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara undang-undang ini masih bisa difungsikan. Sekali lagi, pertama untuk mencegah penggunaan, pemakaian tanah yang bisa berdampak kepada terjadinya bencana dan itu pasti mengancam hak-hak warga masyarakat yang lebih luas lagi. Yang kedua adalah untuk memberikan ruang terbuka hijau perkotaan yang sangat diperlukan oleh warga masyarakat dengan 25
mencegah agar tidak terjadi pemakaian tanah tanpa izin di instansi yang berwenang. Yang ketiga, tentu kalau ini bisa dilakukan dengan lebih tepat, maka pemerintah mampu melakukan cadangan-cadangan atau objek reforma agraria, begitu ya, sehingga dapat digunakan untuk menciptakan pemerataan di dalam pemilikan dan penggunaan tanah. Yang terakhir, Yang Mulia. Saya mungkin sudah lebih, tapi mohon maaf. Saya agak ... ingin agak menyingkat. Jadi, penyelesaian pemakaian tanah tanpa izin, menurut saya inilah yang jadi persoalan yang sebenarnya. Kalau saya baca secara komprehensif, baik pasal-pasal maupun penjelasan umum dari Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini, penyelesaian yang diharapkan oleh undang-undang ini, bukan sifatnya hitam-putih, ada yang kalah, ada yang menang. Itu saya bisa umpamakan begini, jadi pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pelaksana kewenangan hak menguasai negara, harus bersikap sebagai kepala keluarga, kalau saya mengangkat hak semangat dari undang-undang ini, gitu, ya. Jadi, pemerintah dan pemerintah daerah, itu harus bertindak, bersikap sebagai keluarga yang harus mengayomi semua anggota keluarganya, rakyat keseluruhan, gitu. Itu harus diayomi oleh ... oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Atau dalam bahasa yang lain, negara sebagai alat perlengkapan dan beserta alat perlengkapannya, yang lahir dari seorang ibu yang namanya bangsa Indonesia, rakyat Indonesia, begitu, itu harus menunjukkan baktinya kepada sang ibu yang sudah melahirkan dalam bentuk menjaga kemakmuran, kesejahteraan dari semua ibu yang sudah melahirkan itu. Dalam konteks ini, semangat mengayomi dan berbakti itu tercermin, silakan nanti bisa mencermati penjelasan umum Angka 7, alenia ketiga, yang sebag ... merupakan penegasan dari Pasal 5 ayat (4) bahwa penyelesaian pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, harus dilakukan melalui musyawarah. Dalam musyawarah, tentu tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah. Itu sangat jelas di dalam penjelasan umum Angka 7 itu. Yang kedua adalah penjelasan umum Angka 6. Bahwa dengan musyawarah, itu hendaknya tuntutan pidana, itu adalah pikiran yang paling akhir. Jadi, tidak serta-merta tuntutan pidana dilakukan. Yang ketiga adalah bahwa di dalam penjelasan umum Angka 4, Alenia 4. Bahwa penyelesaian pemakaian tanah tanpa izin, itu harus disertai, dibarengi dengan adanya kebijakan-kebijakan yang lebih luas. Apakah itu transmigrasi? Ya, tentu dalam konteks yang terjadi di Jakarta, enggak mau mungkin ditransmigrasikan, ya, ini, tapi itu satu pilihan, ataukah ini berkaitan dengan pembangunan industri dan lain-lain? Termasuk tentunya pelaksanaan reforma agraria, baik di perkotaan maupun di pedesaan, termasuk penyediaan-penyediaan rumah, dan tanah yang tertata, dan terjangkau oleh kelompok masyarakat yang sungguh butuh tanah, bukan sekadar orang yang melakukan pemakaian 26
tanah dengan spekulatif ataupun yang bersifat mafioso. Kalau seperti ini, tidak perlu di, di, ... diberi kesempatan untuk menduduki atau diberi kesempatan untuk memiliki tanah karena pasti mereka sudah punya tanah. Jadi, konkretnya, Yang Mulia, penyelesaian-peyelesaian yang bisa memenuhi semangat filosofis konstitusi dan sosiologis, itu adalah dilakukannya pengosongan tanah kalau itu sudah menyangkut hak-hak perseorangan atau badan hukum sebagai pemegang hak atas tanah. Sepanjang mereka tidak melakukan penelantaran tanah. Yang kedua, untuk memberikan perlindungan kepada warga masyarakat yang lebih luas agar terbebas dari bencana banjir, kebakaran, atau tanah longsor, yang diakibatkan oleh pemakaianpemakaian tanah, yang langsung dikuasai oleh negara tanpa izin dari pejabat yang berwenang atau dalam istilah Undang-Undang Nomor 51 PRP, itu dengan istilah penguasa yang berwajib. Termasuk agar supaya warga masyarakat yang lebih luas, itu memperoleh ruang terbuka hijau perkotaan dengan cara mengembalikan fungsi tanah yang sudah dilakukan pemakaian tanah tanpa izin itu melalui pengosongan tanah, gitu. Kemudian yang kedua, ini khusus sekali lagi, bagi pemakai tanah tanpa izin yang benar-benar butuh tanah. Sekali lagi, yang benar-benar butuh tanah karena mereka memang tidak mempunyai tanah sebagai tempat tinggal dan tidak melakukan bukan tindakan spekulatif dan bukan tindakan mafioso, maka pemerintah harus menyediakan tanah dan/atau rumah sebagai tempat tinggal mereka. Kenapa? Itu adalah bentuk tanggung jawab konstitusional negara, cq pemerintah, pemerintah daerah untuk menjamin kemakmuran setiap orang. Dan wujud dari pemerintah untuk mengurangi tingkat ketimpangan penguasaan Theil yang dalam beberapa laporan termasuk laporan dari pemerintah sudah mencapai angka Gini=0,71, itu artinya sudah mendekati ketimpangan sempurna. Kalau ini tidak pernah diatasi melalui program-progam revorma agraria, saya masih yakin ke depan bahwa tindakan-tindakan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau tanpa izin dari instansi yang berwenang akan terus berlanjut. Dan sebagai pembanding, Yang Mulia, satu undang-undang yang lahir pada generasi yang sama dengan Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah, di sana semangat musyawarah, semangat untuk memakmurkan semua orang itu diwujudkan dalam bentuk bahwa ganti rugi di samping diberikan kepada yang berhak atas tanah, tapi juga harus diberikan kepada orang yang memakai tanah, tetapi tidak punya tanah. Saya kira semangat itu sama dengan semangat yang ada di dalam Undang-Undang 51 PRP Tahun 1960. Sekian, Yang Mulia. Terima kasih atas kesabarannya selama saya menyampaikan keterangan Ahli saya, sekali lagi, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 27
82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb. Terima kasih, Prof. Nurhasan, silakan duduk. Dari Pemerintah, ada yang akan didalami atau ditanyakan pada Ahli? Ya, Ahli supaya bisa dikumpulkan dulu pertanyaan-pertanyaan dari para ... dari Pemerintah, nanti dari Pemohon dan dari para Hakim. Silakan, yang ringkas.
83.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Ya. Terima kasih, Ketua Majelis. Yang pertama, peran negara di Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 adalah tidak membiarkan, pembiaran, atau nalatahid artinya. Dalam hal ini Ahli itu sudah menjelaskan, artinya terhadap tanah-tanah hak masyarakat maupun badan hukum itu tetap untuk musyawarah, kalau itu di atasnya akan dipentingkan atau diperuntukan untuk pembangunan. Dan UndangUndang nomor 51 itu sudah di undangkan juga di undang-undang lain (...)
84.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, itu tadi sudah dijelaskan oleh Ahli, ya.
85.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Ya.
86.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Anda meminta penjelasan lebih lanjut apa?
87.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Yang pertama, masih relevan/tidak dengan keadaan undangundang yang ada sekarang ini dengan (...)
88.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tadi sudah dijawab sebetulnya itu.
89.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Ya. Yang kedua, perlindungan untuk pemegang haknya.
28
90.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan sekarang, Pemohon. Yang ringkas, jangan mengulangulang ya. Tadi sudah dijelaskan itu, banyak hal yang sudah dijelaskan.
91.
KUASA HUKUM PEMOHON: NELSON Terima kasih, Yang Mulia. Pertanyaan kami pertama, apakah hak menguasai negara sama dengan tanah milik negara? Kedua, bagaimana Undang-Undang PRP Nomor 51 Tahun 1960 dapat memberikan perlindungan terhadap pemakai tanah yang beriktikad baik? Misalnya, warga Kampung Pulo yang menempati daerah Kampung Pulo sejak 1930-an dan warga pasar ikan di jalan Jakarta Utara yang menempati tanahnya sejak masa kolonial, tapi belum ada sertifikat. Ketiga, apakah yang seharusnya didapatkan oleh pemakai tanah yang beriktikad baik? keempat, dalam keterangan Saudara Ahli halaman 5, Saudara menyebutkan semangat mengayomi dan berbakti tersebut tecermin dari penjelasan umum angka 7 alinea 3 sebagai penegasan atas Pasal 5 ayat (4) bahwa penyelesaian atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya harus dilakukan oleh musyawarah yang di dalamnya ada semangat memberi dan memperoleh sehingga semua terayomi. Pertanyaannya adalah mengapa hal yang sama tidak diterapkan kepada tanah yang digunakan untuk tempat tinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang PRP Nomor 51 Tahun 1960? Dan pertanyaan kelima. Dalam banyak kasus seperti di Kampung Pulo dan Bukit Duri, negara tidak bisa menunjukkan bukti hak atas tanah, seperti hak pengelolaan maupun hak lainnya. Hal yang sama terjadi pula pada masyarakat, mereka juga tidak dapat menunjukkan sertifikat hak milik. Karena sejak dulu, tidak diterima pendaftarannya, meskipun sudah tinggal sejak tahun 1930-an maupun sejak zaman kolonial. Bagaimana Undang-Undang PRP Nomor 51 Tahun 1960 menyelesaikan permasalahan ini seharusnya? Keenam. Dalam bagian menimbang, Undang-Undang Pokok Agraria, butir b, telah secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan terbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria adalah menghapus sendisendi hukum agraria, pemerintah jajahan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Nah, dalam uraian Ahli, Ahli mengakui bahwa undang-undang yang diuji ini memang menganut prinsip domain negara, terutama frasa yang berhak. Menurut Ahli, bagaimana pertentangan tersebut harus disikapi? Terima kasih.
29
92.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Dari meja Hakim? Silakan, Yang Mulia Pak Suhartoyo. Nanti Pak Manahan.
93.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia. Tadi kalau mencermati keterangan Ahli itu, sepertinya klir, ya. Jadi, undang-undang ini masih bisa dipertahankan dengan pertimbangan 3 poin besar tadi. Kemudian, Bapak juga sampaikan penegasan bahwa terhadap pemakaian tanah yang tanpa izin, ada mekanisme ganti rugi dan musyawarah tadi. Tapi persoalannya kan begini, Prof. Sekarang apa action Pemerintah apa memang seperti itu? Itu pertanyaan besarnya, kan. Saya minta pandangan Ahli Prof. Nurhasan ini. Apakah memang rilnya seperti itu, ataukah ada persoalan lain yang mungkin kalau Anda tadi menyampaikan konsep musyawarah itu memang harus idealnya seperti … apakah itu yang selama ini sulit untuk dikembangkan oleh kedua belah pihak? Karena kan output-nya harus tidak ada menang, tidak ada kalah, katanya tadi. Apalagi soal pidana, itu harus merupakan ultimum remedium, kan? Tapi persoalan apa yang ternyata di sana-sini masih banyak persoalan tentang … sepertinya mudah diucapkan, tapi sangat sulit. Saya minta keterbukaan dari Ahli Pak Nurhasan. Terlebih Bapak kan ini Ahlinya Pemerintah, tapi keterangan Bapak sebenarnya ada di tengah tadi itu. Nah, persoalan apa? Persoalan besar apa yang sebenarnya selama ini tidak atau sulit untuk dilakukan … tidak pernah ada titik temu itu? Sehingga di sana-sini itu mesti ada gejolak tentang persoalan-persoalan warga kita, warga masyarakat kita yang ketika menggunakan hak atas tanah … menggunakan tanah tanpa hak itu. Ketika kemudian Pemerintah mau mengambil alih, tapi pasti ada persoalan-persoalan yang sifatnya sangat krusial yang kadang-kadang bisa dikatakan penggusuran, upaya paksa yang kadang-kadang Pemerintah dengan menggunakan tangan besi, atau bagaimana, dan lain sebagainya? Tolong, Prof bisa jelaskan ke kami, apakah memang persoalannya ada di normanya ini? Jadi, mohon juga kami diberi pengayaan. Terima kasih, Pak Ketua.
94.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Manahan.
30
95.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Tadi Ahli juga sudah menguraikan bahwa walaupun UndangUndang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 itu sudah diterbitkan, namun adanya pemakaian tanah yang tanpa hak ini masih terus terjadi. Dan oleh karena itu jugalah, maka Perpu ini atau PRP Nomor 51 Tahun 1960 ini telah disetujui oleh DPR atau legislatif untuk menjadi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961. Demikian tadi kalau ndak salah menangkap. Namun, menjadi pertanyaannya, apakah dengan perkembangan ataupun adanya undang-undang yang sekarang ini sudah banyak yang menjamin tentang kepemilikan hak atas tanah, khususnya tentang pemberian ganti rugi terhadap tanah untuk kepentingan umum? Ini undang-undang lain juga sudah ada yang mengatur hal-hal yang sama untuk hak … melindungi hak-hak masyarakat terhadap hak kepemilikian tanah ini. Nah, bandingkan hal-hal itu, kembali lagi menjadi pertanyaan, apakah memang PRP Nomor 51 Tahun 1960 ini masih benar-benar diperlukan pada saat sekarang ini? Barangkali itu saja pertanyaan saya. Terima kasih.
96.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Prof. Saldi. Silakan, Prof.
97.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Saudara Ahli tadi salah satu penekanan Ahli mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 ini, ini transisi. Nah, pertanyaan saya, ini transisi dari mana, ke mana? Tolong diklirkan. Kenapa? Kan sudah ada Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Pokok ... Undang-Undang Pokok Agraria. Nah, ini kalau salah satu substansi dalam Undang-Undang Pokok Agraria itu kan mengganti semua konsep yang diwariskan oleh penjajah kepada undang-undang yang dibuat secara nasional. Lalu, mengapa muncul undang-undang atau peraturan baru PRP Nomor 51 Tahun 1960 itu, yang kata Ahli sendiri tadi kan, coba mengombinasikan sebagian konsep zaman kolonial dengan konsep yang muncul setelah Indonesia merdeka. Nah, itu yang dikatakan transisi. Nah, pertanyaan saya, transisi dari mana, ke mana? Satu. Yang kedua, kalau dia dikatakan aturan hukum yang bersifat transisional, tentu ada batas waktu pemberlakukannya. Kalau tidak, ia tidak bisa disebut dengan transisi atau transisional. Kira-kira menurut pendapat Ahli, sampai batas mana sih konsep transisional itu masih bisa 31
dipertahankan dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 ini? Terima kasih. 98.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, sebelah kanan cukup. Silakan, Ahli Prof. Nurhasan, untuk merespons apa yang sudah disampaikan oleh para penanggap.
99.
AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Ya, terima kasih, Yang Mulia. Pertanyaan pertama, dari Pemohon, apakah HMN itu sama dengan hak milik negara? Tentu berbeda karena hak menguasai negara bukan hak untuk memiliki, tetapi sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi itu, hak menguasai negara, itu berisi kewenangan-kewenangan yang sifatnya publik, menyusun kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi. Jadi itu, gitu ya. Nah, apakah saya supaya tidak kehilangan baca, gitu ya. Apakah Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, itu masih ... memang masih mengakomodasi semangat domein verklaring? Menurut saya tidak, gitu ya. Tidak terpengaruh domein verklaring itu. Karena jelas itu, di dalam salah satu bagian mengingatnya adalah Undang-Undang Pokok Agraria yang dijadikan dasar bahwa ada istilah yang berhak, dikaitkan dengan tanah yang langsung dikuasai oleh negara, itu tidak bermakna bahwa undang-undang ini dipenuhi oleh semangat domein verklaring. Sekali lagi, jadi bukan itu, gitu ya, tetap semangatnya adalah semangat hak menguasi negara, dalam arti seperti yang sudah saya katakan tadi. Kemudian, mengenai mekanisme penyelesaiannya. Jadi, kalau membaca penjelasan umumnya, ketentuan yang ada di dalam Pasal 3 dan Pasal 4, apalagi yang Pasal 6, itu ya. Itu kalau saya membaca tersirat di situ, itu kalau bisa dihindari. Harus menggunakan musyawarah itu, ya persoalannya musyawarah memang enak didengar, gitu, tapi kadang-kadang sulit dilaksanakan, gitu ya. Tapi harapannya dengan musyawarah, itu akan diperoleh penyelesaian, yang benar-benar adil, yang tadi saya katakan, bagi mereka yang benar-benar melakukan pemakaian tanah tanpa izin karena benar-benar butuh tanah karena dia tidak punya tanah lagi. Selain harus melakukan tindakan yang mungkin melanggar aturan, maka di situ, gitu, harus benar-benar negara memberikan perhatian khusus. Saya masih ingat Pasal 28I ayat (2) dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, di sana dinyatakan, “Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan khusus, termasuk kemudahan, agar supaya dia bisa hidup dalam kesamaan dengan warga-warga negara yang lain yang sudah lebih berada dalam posisi yang lebih baik secara sosial ekonomi.” Tapi bagi mereka yang melakukan tindakan pemakaian tanah tanpa izin karena spekulatif, apalagi yang tindakan-tindakan mafia, yang menurut 32
saya, jangan diakomodasi kepada mereka. Justru negara ya harus menghilangkan hal-hal yang seperti ini. Jadi, saya hanya secara khusus ingin mengatakan, melalui musyawarah itulah, mereka yang benar-benar butuh tanah bisa terayomi oleh ... oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Yang jadi persoalan, Yang Mulia, tadi dari Yang Mulia Pak Suhartoyo. Yang ... yang jadi persoalan itu adalah saya khawatir, ya, ini pengkhawatiran seorang pengajar, watak negara kita sudah berubah. Yang dulu saya ... yang tadi saya katakan seharusnya negara cq pemerintah-pemerintah daerah itu gitu, ya, menempatkan diri sebagai kepala keluarga yang harus mengayomi semua anggota keluarganya. Yang sudah berpunya, silakan diabaikan, tetapi bagi mereka yang tidak berpunya, anggota keluarga yang tidak berpunya, di situlah negara harus ... harus hadir. Kemudian kalau ... lah, ini, mohon maaf yang ... Pemohon gitu, ya, jadi logikanya kadang-kadang menjadi simpang-siur gitu, ya. Negara tidak dapat membuktikan hak atas tanahnya sebagaimana juga warga masyarakat tidak dapat membuktikan hak atas tanahnya. Lho, kalau negara memang tidak perlu membuktikan hak atas tanahnya, wong memang bukan pemilik tanah kok, dia hanya mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan, mengatur. Jadi yang harus dipisahkan itu adalah antara negara atau instansi pemerintah sebagai pelaksana kewenangan negara, dengan instansi pemerintah sebagai pemegang hak, itu yang harus dipisahkan. Lah, dalam pengertian kita sehari-hari ini jadi campur adukan sehingga kacau berpikirnya. Jadi, dalam konteks yang saya sampaikan kalau memang negara, pemerintah, pemerintah daerah itu melihat ada pemakaian tanah tanpa izin itu bukan untuk seperti zero sum game itu, sana pokoknya diusir, sini yang menang. Tidak begitu, tidak seperti itu, ya. Jadi, kembali pada semangat kebersamaan itu gitu, ya. Kalau memang itu ada terjadi pemakaian tanah tanpa izin, tetapi itu menimbulkan katakanlah tanah yang langsung dikuasai oleh negara, itu kemudian menimbulkan persoalan-persoalan yang lebih besar, hak-hak warga masyarakat yang lebih luas terancam oleh itu, ya, kewenangan negara untuk menertibkan, untuk menata. Jadi, itu yang saya kira UUPA memang akan menghapus gitu, ya, politik kolonial, tapi tadi sudah saya katakan dengan istilah yang berhak itu gitu, ya, itu tidak harus dimaknai bahwa Undang-Undang Nomor 51 PRP itu mengadopsi domain negara, tidak begitu. Yang Mulia Pak Suhartoyo. Saya mengkhawatir begini, Pak. Kenapa kok pemerintah sekarang kok dalam bahasa Jawa, mohon maaf uwel gitu, ya. Uwel itu apa, ya? Owel gitu, ya, Pak ya. Artinya owel itu (...)
33
100. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Owel, owel, owel. 101. AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Owel. 102. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Owel, ya. 103. AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Ya, mohon maaf. 104. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Owel itu kan, eman-eman atau keberatan gitu, kan? 105. AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Ya. Ya, mohon maaf, Yang Mulia, orang Madura suruh nyebut owel itu, ya, agak ... ya. Jadi, saya mengkhawatir begini, pemerintah ini sekarang berada ... karena watak negara sudah berubah itu gitu, lho. Apalagi sekarang korupsi itu bisa menjadi begitu ancaman bagi birokrasi negara. Saya yang paham, gitu, di ... di ... di teman-teman BPN itu tidak mau me ... katakanlah gitu, ya, apalagi mendorong, membayar supaya ... atau membiayai sebuah penyediaan tanah dan/atau bangunan rumah bagi mereka yang terkena penertiban pemakaian tanah tanpa izin ini. Mereka ini khawatir ujung-ujungnya nanti akan menjadi objek dari jaksa kalau tidak dari KPK karena ada ... meskipun itu diberikan kepada rakyatnya, ada pemikiran, “Oh, enggak, meskipun itu diberikan pada rakyatnya tetap kamu itu mengeluarkan sesuatu yang melanggar aturan dan kemudian.” Lah, begitu lho. Nah, jadi itu yang saya paham dari teman-teman BPN itu untuk ... saya khawatir itu juga melandas ... melanda pemikiranpemikiran para ... sehingga musyawarah itu tidak untuk dilaksanakan sungguh-sungguh dan untuk win-win solution-nya itu ada, begitu. Yang ini menurut saya harus didorong, gitu, kalau tidak, ya, kalau mereka ini yang butuh tanah, kemudian dibiarkan pergi, saya khawatir persoalannya tidak akan selesai karena mereka akan membuat pemakaian tanah di tempat yang lain, gitu. Ya, hanya mau pindah tempat saja gitu. Seperti lalu-lintas kita itu gitu, ya. Di sini dibangun, ya, akan macet di sana, jadi sama saja ini kalau tidak ada penyelesaian 34
dalam konteks, ya Pemerintah menyediakanlah. Sekali lagi, bagi mereka yang benar-benar butuh perlindungan dari negara. Tapi mereka yang tidak perlu perlindungan karena mungkin tindakannya yang spekulatif, mafiaso, itu menurut saya tidak perlu di. Kemudian, dari Yang Mulia Pak Manahan, apa undang-undang ini masih relevan dengan ... saya tadi sudah menyampaikan begini, Yang Mulia. Bahwa sekarang sudah banyak undang-undang itu sebenarnya. Misalnya begini, undang-undang atau PP tentang sungai, itu mengatakan ada garis sempadan sungai yang harus tidak boleh digunakan. Karena itu bagian dari upaya untuk mencegah, ya, agar sungai berfungsi optimal, sehingga ancaman banjir tidak terjadi. Tapi, PP ini maupun UndangUndang Sungai, hanya mengatakan boleh digunakan untuk kepentingankepentingan yang sangat khusus, tetapi tidak menimbulkan ancaman terhadap fungsi sungai itu, ya hanya bersifat seperti itu. Nah, undangundang ini diharapkan secara khusus, gitu, mencegah dengan melalui larangan ... ketentuan larangan melakukan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau dari instansi yang berwenang itu. Misalnya yang lain, untuk hutan adat yang tentu itu tidak di-back up oleh Undang-Undang Kehutanan, lah siapa ini yang akan memberikan perlindungan seperti ini? Tentu undang-undang ini masih bisa digunakan untuk mencegah, ya kalau terjadi, masyarakat hukum adat menggunakan undang-undang ini untuk melakukan tindakan pengosongan, ya tentu pengosongan tidak boleh dilakukan sendiri melalui instansi-instansi yang berwenang. Jadi, ada undang-undang lain begitu yang masih memerlukan dukungan dari undang-undang ini, kecuali mungkin Undang-Undang Perkebunan yang sudah jelas, gitu ya, Pasal 50-nya itu melarang adanya pemakaian tanah tanpa izin dari pemengang hak guna usaha. Undang-Undang Kehutanan sudah ada, bahkan sudah ada khusus Undang-Undang Perlindungan Hutan. Tapi, beberapa peraturan perundang-undangan yang lain, yang di sektor lain, itu yang secara khusus belum ada. Jadi dukungan dari undang-undang ini yang diperlukan supaya tidak terjadi atau bahkan kalau sudah terjadi, ya bisa diatasi. Tetapi sekali lagi, gitu ya, bagi mereka yang butuh, ya harus tetap dilindungi. Karena saya bisa menunjukkan, Yang Mulia, di Sumatera Utara itu beberapa kasus, itu mafia begitu lho yang bekerja. Menguasai setelah itu, mengundang orang untuk menempati setelah itu diperalihkan, ya sudah, itu kinerja-kinerja dari mafia. Saya satu bulan yang lalu juga masih diminta pandangan kasus di Sulawesi, begitu ya. Ya tindakan mafia, gitu lho, terstruktur dan biaya cukup besar untuk melaksanakan pendudukan secara ilegal ini, ya. Saya kira itu, Yang Mulia, mohon maaf kalau ada yang belum.
35
106. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pihak Terkait? Ringkas, ada? Satu-satu saja. 107. PIHAK TERKAIT I: AZAS TIGOR NAINGGOLAN Baik, terima kasih. Kami dari Forum Warga Kota Jakarta ingin bertanya kepada Ahli. Dalam konteks pengawasan dan perlindungan PRP 51 Tahun 1960 diartikan dia untuk memperjelas kepemilikan tanah pada masa transisi. Saya hanya mau melanjutkan karena belum dijawab tadi pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Konstitusi Saldi Isra, ya. Ada lompatan sampai sekarang kalau melanjutkan pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Konstitusi Saldi Isra tadi, lompatannya terlampau jauh. Kalau transisinya diteruskan begitu saja, ini mengartikan bahwasanya Ahli menyamakan kondisi pemerintahan pada saat dikeluarkannya PRP 51 Tahun 1960 sama dengan kondisi sekarang, ya. Apakah demikian sebenarnya, harusnya ditempatkan seperti itu? Bahwa pemberlakuan itu ... walaupun tadi Ahli juga mengatakan masih dibutuhkan dukungan untuk sektorsektor tertentu, tetapi kami melihat juga masih tidak jelas juga sikap Ahli, ya. Menekankan berkali-kali untuk masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan, dalam hal ini konteks hukumnya jadi tidak jelas. Jadi pertanyaan kami, apakah memang demikian dibenarkan penyamaan konteks penerapan hukum yang dibuat dalam situasi yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda diterjemahkan saja begitu saja sampai ke dalam konteks yang jauh sudah ke depan. Karena ini juga … akan justru mengaburkan perlindungan terhadap rakyat yang benar-benar membutuhkan tanah itu sendiri yang seharusnya negara itu menjamin, ya, sebagaimana di pas ... diatur dalam UUD 1945. Apalagi (...) 108. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, saya kira cukup itu. Bisa ditangkap Ahli. 109. PIHAK TERKAIT I: AZAS TIGOR NAINGGOLAN Ya, gitu. Terima kasih. 110. KETUA: ARIEF HIDAYAT Pihak Terkait yang lain, ada? Silakan. Pendek, ya.
36
111. PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Terima kasih, Yang Mulia. Tadi Ahli sudah mengatakan tentang asas musyawarah. Saya ingin menggambarkan kondisi nyata sekarang yang mestinya ditafsirkan secara berbeda bahwa sudah ada perkembangan. Misalnya bahwa di tanah-tanah dimana belum disertifikat penuh, itu juga sudah ada pada umumnya, yang sudah mendapatkan sertifikat penuh. Seperti di Bukit Duri, ada 13 bidang sudah bersertifikat penuh di antara tanah-tanah yang belum bersetifikat penuh, apalagi di Kampung Pulo, itu jauh lebih banyak yang sudah bersertifikat penuh. Hanya saja ada pengalaman dalam proses sertifikasi, misalnya Ustaz Khalili mempunyai ... berhasil membuat sertifikat, jangka waktunya itu betapa dipersulit untuk melalui prona dan larasita, itu delapan tahun. Biaya yang dikeluarkan Rp30.000.000,00, ini kondisi seperti ini. Belum lagi nanti kita juga melihat, misalnya saja pada peraturan Amdal yang dikeluarkan, itu ada pernyataan bahwa tanah-tanah di sekitar situ itu memang tanah-tanah milik warga yang sudah dimiliki dan dihuni secara turun-temurun, itu diakui baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup Pemprov DKI maupun Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 112. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, pertanyaannya apa? Singkat saja. 113. PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Pertanyaannya adalah bagaimana asas keadilan karena de factonya dalam penggusuran paksa, sama sekali tidak ada musyawarah mufakat, sama sekali tidak ada proses itu, dan langsung ditabrak saja, termasuk yang bersertifikat penuh. 114. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. 115. PIHAK TERKAIT III: I SANDYAWAN SUMARDI Karena mengejar tahun anggaran. Terima kasih. 116. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Cukup, ya. Satunya, Pihak Terkait? Ada? Ya, ringkas.
37
117. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: SHAHNAZ SANDISOFI Ya, pertanyaan dari saya adalah terkait (...) 118. KETUA: ARIEF HIDAYAT Siapa namanya ini? Belum dikenalkan. 119. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: SHAHNAZ SANDISOFI Saya Shahnaz Sandisofi dari Pihak Terkait II. 120. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan. 121. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: SHAHNAZ SANDISOFI Oke. Pertanyaan saya kepada Ahli adalah terkait pernyataan Ahli yang tadi terkait hak menguasai negara dengan tanah negara berbeda. Di situ Ahli menyatakan bahwa tidak boleh mencampurkan dan jangan berpikiran falasi terkait pembuktian atas tanah oleh pemerintah. Tapi apabila kita melihat di Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, di situ seca ... memang secara tidak tegas mengatur upaya, baik dari masyarakat pengguna tanah atau pemerintah untuk melakukan pembuktian atas klaim, sekalipun kedua belah pihak memiliki dasar klaim melakukan pembuktian dasar klaim masing-masing atas penguasaan tanah. Namun, seharusnya jika terjadi kondisi demikian, upaya yang harus dilakukan kan tetap harus melakukan mekanisme ke pengadilan untuk menyatakan ini tanah miliki siapa, gitu kan. Jadi, jangan ... jangan ... maksud tidak boleh mencampurkan apa ... pemerintah tidak boleh apa ... tidak boleh mencampurkan ... tidak bisa membuktikan kepemilikan tanah, gitu, baik dari pemerintah itu ... itu maksudnya seperti apa, Pak? Karena kalau misalnya tadi Bapak bilang negara memang tidak memerlukan atau membuktikan karena memang negara sebagai pemegang hak dan sebagai pengelola, dan juga ... ya, seperti itu, Pak. 122. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan Ahli.
38
123. AHLI DARI PEMERINTAH: NURHASAN ISMAIL Saya mohon maaf tadi pada Yang Mulia Pak Saldi Isra, yang saya belum sempat menjawab. Jadi, yang transisi itu sebenarnya hanya pada pemikiran para pembentuk, ya. Jadi, bukan undang-undangnya yang transisional. Jadi, pembentuknya itu masih diwarnai di satu sisi adalah politik kolonial. Di sisi lain, sudah masuk ke dalam politik Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu. Jadi, bukan ... bukan pada tataran undangundangnya begitu, yang transisional. Jadi, penggunaan konsep yang berhak itu yang ... yang ... yang saya anggap itu masih seperti yang berhak seperti halnya di dalam konsep domain. Tetapi undang-undangnya secara keseluruhan, menurut saya, sudah tidak lagi begitu dipengaruhi dan bukan transisional, gitu. Jadi, itu yang saya maksud dengan ... dengan istilah transisi, begitu. Itu penjelasannya seperti itu, Yang Mulia. Dan kemudian, yang kedua. Memang ini harus dibedakan, gitu ya, antara Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan penertiban dalam rangka terjadinya pelanggaran terhadap larangan pemakaian tanah tanpa ... tanpa izin yang berhak atau yang dari instansi yang ... yang berwenang. Kalau Undang-Undang Pengadaan Tanah sudah jelas, gitu ya, ada mekanisme yang harus di ... di ... di ... dipenuhi, gitu. Kemudian saya mohon maaf, ya, memang normanya menurut saya dalam Undang-Undang Nomor 51 itu ya, sudah secara keseluruhan, gitu ya, secara keseluruhan, semangatnya sekali lagi winwin solutions itu tidak zero sum solutions, tetapi kalau praktiknya musyawarah sulit, ya, itu praktiknya, gitu ya. Sekali lagi karena mungkin ada watak pemerintah yang sudah berubah itu yang perlu di ... tetapi kalau praktiknya seperti itu kan, tidak berarti bahwa normanya salah, kan tidak? Pelaksanaannya saja yang perlu diperbaiki, gitu, perlu didorong bahwa mereka adalah bagian dari anak bangsa yang perlu perlindungan dari negara. Kemudian yang terakhir. Ya, mohon maaf itu ya, hak menguasai negara itu sekali lagi kalau dibalik artinya atas tanah ... hak menguasai negara atas tanah kalau dibalik itu tanah yang dikuasai oleh negara. Dalam ... secara sosiologis tanah yang dikuasai oleh negara itu kemudian disingkat lagi menjadi tanah negara yang sebenarnya maknanya adalah tanah yang dikuasai oleh negara, baik secara langsung itu yang belum ada haknya, hak perorangan, badan hukum maupun yang tidak langsung yang sudah dihaki dengan hak atas tanah tertentu. Semua itu harus tunduk pengaturan, pada kebijakan, pada pengurusan, pengelolaan, pengawasan oleh negara. Jadi, itu yang saya maksud dengan bahwa hak menguasai negara beda ... tadi saya katakan beda itu karena kalau tanah milik negara, salah. Begitu ya, memang, tidak tepat. Saya kira itu, Yang Mulia. 39
124. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Saya kira sudah selesai persidangan siang hari ini dengan mendengarkan keterangan Pihak Terkait dan Ahli dari Pemerintah. Terima kasih sekali lagi, Prof. Nurhasan Ismail. Ya, sebetulnya ada beberapa hal yang saya sangat ingin mendapat penjelasan beliau ini ahli pertanahan, tapi analisisnya dari sisi ekonomi politik kan, politik ekonomi, ada pergeseran-pergeseran itu memang, tapi … apa namanya ... saya nanti baca bukunya Prof. Nurhasan saja sudah cukup nanti. Baik, saya akan menanyakan kembali pada Pemohon masih menghadirkan saksi? 125. KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Kami rasa cukup, Yang Mulia. 126. KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Pemerintah masih ada ahli, ya? 127. PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Masih ada, Yang Mulia. 128. KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa, 1 atau 2? 129. PEMERINTAH: ERWIN FAUZI 2, Yang Mulia. 130. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, 2. Yang satu sudah ada curricullum vitae-nya. Yang satu belum. Saya minta keterangan ahlinya bisa disampaikan terlebih dahulu dua hari sebelum persidangan, ya supaya kalau tidak hadir kita tidak menunggu beliau, tapi keterangan tertulis sudah kita anggap dia memberikan keterangan karena tidak ada bedanya antara keterangan tertulis dan keterangan lisan yang disampaikan di persidangan, ya. Jadi, dua hari sebelum nanti sidang berikutnya itu keterangan ahli 2 orang, dua hari sebelum persidangan sudah harus diserahkan pada Kepaniteraan. Kemudian Pihak Terkait I, Pihak Terkait II, Pihak Terkait III mengajukan ahli atau saksi atau tidak? Yang jawab yang di depan, 40
jangan yang di belakang. Yang tadi di belakang itu mau ngomong terus itu. 131. PIHAK TERKAIT I: AZAS TIGOR NAINGGOLAN Baik, terima kasih, Yang Mulia. Kami akan mempersiapkannya untuk menghadirkan … apa ... saksi dan ahli. 132. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, berapa dulu? persidangannya jadi jelas.
Sekarang kita mau
inventarisir
supaya
133. PIHAK TERKAIT I: AZAS TIGOR NAINGGOLAN Mungkin dua dulu. 134. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua, ya, dua. Jadi Pihak Terkait I Forum Warga Jakarta juga besok langsung di ... siapa? Ahli atau saksi? 135. PIHAK TERKAIT I: AZAS TIGOR NAINGGOLAN Ahli. 136. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dua ahli, ya? Terus kemudian Pihak Terkait II? 137. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT II: ANDI KOMARA Pihak Terkait II mengajukan dua saksi ahli, Yang Mulia, dan dua saksi fakta. 138. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Kemudian Pihak Terkait III? 139. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Kami akan mengajukan 5 ahli, Yang Mulia, dan dua fakta.
41
140. KETUA: ARIEF HIDAYAT Lima ahli. Jadi begini, ya, persidangan Mahkamah itu tidak dari kuantitas ahli atau saksi, tapi dari kualitasnya. Kalau tadi mau mengajukan 5, tapi sama semua ya, itu satu anu kan, beda? 141. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Enggak, itu ahli yang berbeda, Yang Mulia, ada ahli tata ruang, kemudian ahli … apa namanya ... ahli bagian keuangan negara. 142. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli apa namanya enggak ada itu, ahli apa namanya kan, tidak ada. 143. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Sori, ahli tata ruang, Yang Mulia. 144. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, satunya tadi ahli apa lagi? 145. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Ahli keuangan negara, gitu. 146. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke. 147. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Ada 5, Yang Mulia. 148. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, itu nanti tolong anu, ya, keahliannya memang beda-beda ya, tidak sama, ya? 149. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Ya, kami pastikan itu 5 keahlian yang berbeda.
42
150. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, yang pasti tidak ada ahli apa namanya itu enggak ada? 151. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT III: HANDIKA FEBRIAN Betul. 152. KETUA: ARIEF HIDAYAT Pasti, ya. Baik, itu nanti berikutnya. Persidangan yang akan datang dua ahli dari Pemerintah dan dua ahli dari Pihak Terkait I, ya. Makalahnya disampaikan dua hari sebelum persidangan dimulai, ya, nanti kalau tidak hadir dianggap keterangan tertulis sudah disampaikan di Mahkamah, ya. Baik, sidang yang akan datang diadakan, diselenggarakan Selasa, 6 Juni 2017 mulai pukul 10.00 WIB dengan agenda kalau DPR hadir keterangan DPR, dua ahli dari Pemerintah, dan dua ahli dari Pihak Terkait I. Untuk Pihak Terkait II dan Pihak Terkait III pada persidangan yang akan datang, ya. Saya kira selesai. Prof. Nurhasan, sekali lagi terima kasih sudah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.06 WIB Jakarta, 16 Mei 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
43