PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK IDONESIA NOMOR: PER-11/MBU/09/2015 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI BUMN NO. PER-08/MBU/06/2015 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS
Materi Cetak RUPS Tahunan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-11/MBU/09/2015 TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-08/ MBU/06/2015 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-08/MBU/06/2015 tanggal 3 Juni 2015 tentang Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan. Dana Penyertaan Modal Negara Kepada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas, telah ditetapkan pengaturan mengenai pedoman pelaporan realisasi penggunaan tambahan dana penyertaan modal Negara; b. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas dalam rangka percepatan pelaksanaan penggunaan tambahan dana penyertaan modal Negara dengan tetap memperhatikan akuntabilitas, maka dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan
-2-
terhadap pengaturan khususnya mengenai perubahan penggunanaan tambahan dana penyertaan modal Negara; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Tentang Perubahan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-08/MBU/06/2015 Tentang Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara Kepada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 2.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4305);
4.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8);
5.
Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2015 tentang Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 76);
6.
Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;
-3-
MEMUTUSKAN Menetapkan : PERUBAHAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-08/ MBU/ 06/ 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS.
Pasal I Ketentuan huruf B Perubahan Penggunaan Tambahan Dana PMN dalam Bab III Pertanggungjawaban dan Perubahan Penggunaan Tambahan Dana PMN pada Lampiran dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER08/ MBU/ 06/2015 Tentang Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara Kepada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas diubah, sehingga menjadi sebagaimana dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-4-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2015
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA
ttd.
RINI M. SOEMARNO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2015
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1487 Salinan sesuai dengan asli4a Pgs. Kepala Biro Hukum,
aitteownwftvit. Indriani Widiastuti NIP 19681213 199603 2 001
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-11/MBU/09/2015 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-08/MBU/06/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS
-5-
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PMN
A.
PERTANGGUNGJAWABAN Pertanggungjawaban realisasi penggunaan tambahan dana PMN pada RUPS/Menteri selaku Pemilik Modal dilaksanakan secara berkala setiap tahun bersamaan dengan RUPS/RPB Pengesahan Laporan Tahunan.
B.
PERUBAHAN PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PMN 1. Perubahan penggunaan tambahan dana PMN harus memenuhi salah satu syarat berikut di bawah ini : a. Terdapat perubahan yang material dari masingmasing unsur penggunaan tambahan dana PMN; b. Terdapat realokasi anggaran dan/atau perubahan lokasi yang memiliki dampak ekonomis yang lebih baik; c. Perubahan tidak mengubah esensi pemanfaatan tambahan dana PMN baik dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian maupun terhadap kepentingan masyarakat luas; atau d. Didasarkan atas alasan yang sangat kuat dan merupakan alternatif terakhir atau harus didasarkan atas kajian bahwa perubahan tersebut akan memberikan dampak yang lebih baik dibandingkan dengan rencana semula. Bilamana perlu, kajian tersebut didukung dengan opini pihak ketiga/ Badan
Pengawas
Keuangan
dan
Pembangunan. 2. Usulan perubahan penggunaan tambahan dana PMN sebagaimana dimaksud angka 1 di atas, diusulkan oleh Direksi BUMN kepada RUPS/Menteri setelah mendapatkan tanggapan tertulis berupa kajian yang komprehensif dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, untuk mendapatkan persetujuan.
-6-
3. Bagi BUMN Terbuka, usulan perubahan penggunaan tambahan dana PMN sebagaimana dimaksud angka 1 di atas, diusulkan oleh Direksi kepada Menteri selaku pemegang saham Negara Republik Indonesia setelah mendapatkan tanggapan tertulis berupa kajian yang komprehensif dari Dewan Komisaris, untuk mendapatkan persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 4. RUPS/ Menteri dan pemegang saham Negara Republik Indonesia setelah memberikan persetujuan atas perubahan penggunaan tambahan dana PMN sebagaimana dimaksud angka 2 dan 3, melaporkan perubahan dimaksud kepada Menteri Keuangan dengan mengemukakan alasan dan pertimbangannya.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 28 September 2015
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA Salinan sesuai dengan ash;
ttd.
Pgs. Kepala Biro Hukum, RINI M. SOEMARNO
Okticuminsmoyi, Indriani Widiastuti NIP 19681213 199603 2 001
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER -08/MBU/06/2015 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan transparansi bagi Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, perlu diatur mekanisme pelaporan realisasi penggunaan tambahan dana Penyertaan Modal Negara dimaksud; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara Kepada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun Republik Indonesia 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun Republik Indonesia 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555); 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2014; 8. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 20142019; MEMUTUSKAN..
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -2MEMUTUSKAN Menetapkan
: PERATURAN MENTERI BAD AN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS. Pasal 1
Ketentuan mengenai Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2 Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan dana PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menjadi kerangka acuan bagi pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian BUMN, Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN atau Perseroan Terbatas Penerima Tambahan Dana PMN dalam melakukan pelaporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN. Pasal 3 (1) Bagi BUMN atau Perseroan Terbatas yang anak perusahaannya mendapatkan tambahan dana PMN, wajib mengukuhkan Peraturan Menteri ini dalam RUPS anak perusahaan. (2) Bagi BUMN atau Perseroan Terbatas yang anak perusahaannya mendapatkan tambahan dana PMN, wajib melaporkan realisasi penggunaan tambahan dana PMN dari Pemerintah kepada Kementerian BUMN dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini. Pasal 4 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2015 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA ttd. RINI M. SOEMARNO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 832 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum,
NIP 19681010 199603 1 001
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER - 08/MBU/06/2015 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA 13AB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka untuk mewujudkan tertib administrasi dan meningkatkan tata kelola perusahaan serta pemerintahan yang baik dalam hal pemantauan realisasi penggunaan tambahan dana Penyertaan Modal negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas, diperlukan sebuah sistem monitoring terhadap penggunaan tambahan dana PMN sesuai dengan tujuan dari tambahan dana PMN dimaksud. Sistem monitoring terhadap penggunaan tambahan dana PMN sebagai bentuk turut aktif Kementerian BUMN untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan tambahan dana PMN pada BUMN maupun pada Perseroan Terbatas yang masuk dalam lingkup pembinaan Menteri BUMN. Sistem monitoring terhadap penggunaan tambahan dana PMN merupakan kerangka acuan untuk menyeragamkan bentuk pelaporan yang selama ini telah dilakukan terkait tambahan dana PMN, baik bagi BUMN maupun Perseroan Terbatas demi tercapainya maksud dan tujuan dari tambahan dana PMN dimaksud tanpa mengabaikan Good Corporate Governance, akuntabilitas dan transparansi bagi BUMN dan Perseroan Terbatas. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, agar pelaporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN oleh BUMN dan Perseroan Terbatas dapat dilakukan secara terencana, sistematis dan baku, perlu disusun sebuah aturan terkait Pedoman Pelaporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara Kepada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud a. Meningkatkan Good Corporate Governance (GCG) dalam memantau pencatatan, penempatan, dan penggunaan tambahan dana PMN; b. Meningkatkan kualitas laporan penggunaan tambahan dana PMN. 2. Tujuan Untuk memberikan kerangka acuan bagi Kementerian BUMN, Direksi, Dewan Komisaris/ Dewan Pengawas BUMN atau Perseroan Terbatas penerima tambahan dana PMN dalam melakukan pelaporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN, sesuai dengan kaidah penyelenggaraan perusahaan dan GCG. C. RUANG LINGKUP Ruang Lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini adalah pedoman dan mekanisme pelaporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN oleh BUMN dan Perseroan Terbatas yang masuk dalam lingkup pembinaan Kementerian BUMN. D. PENGERTIAN 1. Penyertaan Modal Negara, yang selanjutnya disebut PMN adalah pemisahan kekayaan Negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang berbentuk tunai untuk dijadikan modal, investasi atau proyek lain sesuai rencana bisnis. 1
MENTERI BADAN USAHA MIL1K NEGARA REPUBLIK INDONESIA 2. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 3. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 4. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 5. Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang tidak termasuk Persero yang menerima tambahan dana PMN, dimana pemegang sahamnya adalah Negara dengan BUMN yang masuk dalam lingkup pembinaan Menteri BUMN. 6. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero dan Perseroan Terbatas yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas dan/atau Anggaran Dasar. 7. Menteri adalah Menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2
MENTER1 BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB II KEWAJIBAN BAGI PENERIMA TAMBAHAN DANA PMN 1. BUMN dan Perseroan Terbatas wajib menggunakan dana PMN sesuai dengan rencana bisnis/kajian yang diajukan pada saat penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara pada perusahaan tersebut. 2. BUMN dan Perseroan Terbatas wajib membuat rekening terpisah khusus pada bank BUMN untuk menampung tambahan dana PMN dengan besaran bunga penempatan tambahan dana PMN sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku pada masing-masing bank. 3. BUMN dan Perseroan Terbatas wajib melaporkan perkembangan realisasi penggunaan tambahan dana PMN pokok kepada Kementerian BUMN secara berkala sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. 4. Bunga hasil penempatan sementara tambahan dana PMN dapat diakui sebagai pendapatan yang penggunaannya sesuai kebutuhan perusahaan, namun pendapatan bunga ini tidak diperhitungkan untuk keputusan pemberian bonus/tantiem/insentif kepada karyawan dan pengurus perusahaan. 5. BUMN dan Perseroan Terbatas wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN sesuai dengan periode tahun buku kepada Rapat Umum Pemegang Saham/Menteri selaku Pemilik Modal untuk mendapatkan pengesahan, selama tambahan dana PMN tersebut belum habis digunakan. 6. Bagi BUMN Terbuka dan Perseroan Terbatas Terbuka yang menerima tambahan dana PMN, tidak menghilangkan kewajiban pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. 7. Laporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN yang disampaikan kepada RUPS/Menteri selaku Pemilik Modal dibuat secara berkala setiap triwulanan (Maret, Juni, September, dan Desember) yang ditandatangani oleh Direktur Utama dan Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas. Penyampaian laporan dimaksud, mengikuti periode penyampaian Laporan Triwulanan perusahaan. Bentuk dan isi laporan dimaksud disusun sesuai dengan format laporan pada Lampiran I Peraturan Menteri ini. 8. Laporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN hams didukung dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh Direktur Utama dan Direktur yang membidangi keuangan. Bentuk dan isi Surat Pernyataan Tanggung Jawab dimaksud disusun sesuai dengan format laporan pada Lampiran II Peraturan Menteri ini. 9. Untuk memperoleh keyakinan yang memadai, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat menugaskan Pihak Ketiga untuk melakukan reviu dan verifikasi terhadap realisasi penggunaan tambahan dana PMN. 10. Laporan realisasi penggunan tambahan dana PMN dapat berupa salah satu bagian tersendiri yang tidak terpisah dari Laporan Berkala atau dapat dilakukan secara terpisah yang disampaikan bersamaan dengan Laporan Triwulanan dan Laporan Manajemen Tahunan, dengan format laporan pada Lampiran III Peraturan Menteri ini. 11.Laporan realisasi penggunaan tambahan dana PMN untuk pertama kalinya wajib disampaikan pada masa penyampaian periode yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 Peraturan Menteri ini, meskipun penggunaan dananya belum mencapai 3 (tiga) bulan sejak tanggal pencairan. 3
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA 12.Realisasi penggunaan tambahan dana PMN dipertanggungjawabkan dalam RUPS/RPB Pertanggungjawaban untuk pertama kalinya wajib disampaikan pada RUPS/RPB Pertanggungjawaban yang terdekat, meskipun penggunaan dananya belum mencakup 1 (satu) tahun sejak tanggal pencairan. 13.BUMN dan Perseroan Terbatas yang telah menggunakan seluruh dana, wajib menyampaikan Laporan Realisasi Penggunaan Tambahan dana PMN terakhir kepada RUPS/Menteri selaku Pemilik Modal dan mempertanggungjawabkan realisasi penggunaan dana tersebut pada RUPS/RPB Pengesahan Laporan Tahunan.
4
MENTERI BADAN USAHA MIL1K NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB III PERTANGGUNGJAWABAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PMN
A. PERTANGGUNGJAWABAN Pertanggungjawaban realisasi penggunaan tambahan dana PMN pada RUPS/Menteri selaku Pemilik Modal dilaksanakan secara berkala setiap tahun bersamaan dengan RUPS/RPB Pengesahan Laporan Tahunan.
B. PERUBAHAN PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PMN 1. Perubahan penggunaan tambahan dana PMN harus memenuhi salah satu syarat berikut di bawah ini : a. Terdapat perubahan yang material dari masing-masing unsur penggunaan tambahan dana PMN; b. Terdapat realokasi anggaran dan/atau perubahan lokasi yang memiliki dampak ekonomis yang lebih baik; c. Perubahan tidak mengubah esensi pemanfaatan tambahan dana PMN baik dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian maupun terhadap kepentingan masyarakat luas; atau d. Didasarkan atas alasan yang sangat kuat dan merupakan alternatif terakhir atau harus didasarkan atas kajian bahwa perubahan tersebut akan memberikan dampak yang lebih baik dibandingkan dengan rencana semula. Bilamana perlu, kajian tersebut didukung dengan opini pihak ketiga/Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. 2. Usulan perubahan penggunaan tambahan dana PMN sebagaimana dimaksud angka 2 di atas diusulkan oleh Direksi BUMN atau Perseroan Terbatas kepada RUPS/Menteri selaku Pemilik Modal setelah mendapatkan tanggapan tertulis berupa kajian yang komprehensif dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, untuk mendapatkan persetujuan. 3. RUPS/Menteri selaku Pemilik Modal melaporkan perubahan penggunaan tambahan dana PMN kepada Menteri Keuangan dengan mengemukakan alasan dan pertimbangannya.a
5
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB IV SANKSI
1. Kepatuhan terhadap Permen ini dimasukkan sebagai salah satu Key Performance Indicators (KPI) Direksi dan sebagai bahan evaluasi kinerja Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dan Perseroan Terbatas penerima tambahan dana PMN. 2. Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Menteri ini dapat diberikan sanksi berupa penundaan pemberian tantiem kepada Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang ditetapkan oleh RUPS/Menteri.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2015 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum,
RINI M. SOEMARNO
ra NIP 19681010 199603 1 001
6
Lampiran I Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-08/MBU/06/2015 Tanggal : 3 Juni 2015
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
FORMAT LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PENYERTAAN MODAL NEGARA (PMN) Surat Pengantar kepada RUPS/Menteri BUMN (ditandatangani oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) Surat pernyataan tentang realisasi penggunaan tambahan dana PMN (format terlampir pada Lampiran II) PT/Perum BAB I
Pendahuluan Profil Singkat Perusahaan (Nama Perusahaan, Alamat, Proporsi Kepemilikan Negara, Bidang Usaha, Susunan Manajemen, Jumlah Karyawan)
BAB II
Rekapitulasi Penggunaan Tambahan Dana PMN (format terlampir pada Lampiran III)
BAB III
Progress Penggunaan Tambahan Dana PMN per Kegiatan/Proyek 1. Kegiatan A a) Total Investasi yang diperlukan: b) Total Tambahan dana PMN yang dialokasikan: c) Penjelasan progres penggunaan dana, kendala, dan rencana tindak lanjutnya 2. Kegiatan B a) Total investasi yang diperlukan: b) Total tambahan dana PMN yang dialokasikan: c) Penjelasan progres penggunaan dana, kendala, dan rencana tindak lanjutnya 3. Kegiatan C dst. Lampiran (Foto progress pelaksanaan per kegiatan/proyek di lapangan)
BAB IV
7
Lampiran II Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-08/MBU/06/2015 Tanggal : 3 Juni 2015
MENTER1 BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB REALISASI PENGGUNAAN TAMBAHAN DANA PMN PT/PERUM PERIODE TRIWULAN /TAHUN Kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama Alamat Kantor •• Alamat Domisili Nomor Telepon Jabatan : Direktur Utama 2. Nama Alamat Kantor Alamat Domisili Nomor Telepon Jabatan
: Direktur
Dalam kedudukannya tersebut di atas bertindak untuk dan atas nama Direksi PT menyatakan bahwa: /Perum 1. Bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian Laporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara kepada PT/Perum 2. Laporan Realisasi Penggunaan Tambahan Dana Penyertaan Modal Negara kepada PT/Perum telah disusun dan disajikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya. Untuk dan atas nama Direksi.
Nama Kota, Tanggal/Bulan/Tahun Direktur
Direktur Utama Materai
(Nama Pejabat)
(Nama Pejabat)/<
8
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LAPOR.47■ 47 REALISASI PENGGUNA.AN TANEBAIIAN DAN PENICERTAAN AIODAL NEGARA KEPADA BADAN L-SAELA. NIILI DAN PERI:S_AILALAN PENERINLA TANIBAILAN PNEC TRIMIT.:L AN iTAIIUN Nama Perusahaan Bidang Usaha Alatnat
-_ __
Telp Faks
:
Natua Bank Tingkat Bunga Hubungan aftliasi antara Bank dengan Perusahaan
-
No
Kegiatan
1
TO. Peneairan
3
2
Nilai PAD.;
4
Realisasi Keuangan Penggunaan Dana I ambahan PD; 'alum.- .. (Rp. Juta) s.d.Irti. 1
s.d.Trw. 2
A
6
s.d.Trw. 3 •
Realisasi Fisik Penggu PALS
s.d.Tru-. 4 s.d.Trw. 1
8
-
9
s.d.I re 2 .
10
1 A 2B 3 C. dst._
.
Jumlak
Komisaris Utama PT.iKetua Delman Pengawas Perum..
kota, tang Direktur U
(Nama Pejabat)
(Nama Pe
Salinan sesuai dengan aslinya ala Biro Hukum,
Hambra NIP 19681010 199603 1 001
PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK IDONESIA NOMOR: PER-02/MBU/06/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI BUMN NO. PER-04/MBU/2014 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN DEWAN PENGAWAS BADAN USAHA MILIK NEGARA
Materi Cetak RUPS Tahunan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017
NH
SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MBU/06/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-04/MBU/2014 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN DEWAN PENGAWAS BADAN USAHA MILIK NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 100 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER04/ MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara; b. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang telah dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara dan sekaligus mendukung pelaksanaan tugas pengurusan Badan Usaha Milik Negara, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-04/ MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara;
-2-
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-04/ MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 2.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroaan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
5.
Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2015 tentang Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 76;
6.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Kabinet Kerja Tahun 2014-2019;
-3-
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-04/MBU/ 2014 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN DEWAN PENGAWAS BADAN USAHA MILIK NEGARA.
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-04/MBU/ 2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Lampiran BAB II huruf A angka 1 huruf c diubah, sehingga Lampiran BAB II huruf A angka 1, menjadi sebagai berikut : A. JENIS PENGHASILAN 1. Penghasilan anggota Direksi dapat terdiri dari: a.
Gaji;
b. Tunjangan yang terdiri atas:
c.
1)
Tunjangan hari raya;
2)
Tunjangan perumahan;
3)
Asuransi puma jabatan.
Fasilitas yang terdiri atas: 1)
Fasilitas kendaraan;
2)
Fasilitas kesehatan;
3)
Fasilitas bantuan hukum; dan
4)
Fasilitas perumahan.
d. Tantiem/Insentif Kinerja, dimana di dalam Tantiem tersebut dapat diberikan tambahan berupa Penghargaan Jangka Panjang (Long Term Incentive/LTI).
2. Ketentuan Lampiran BAB II huruf C angka 1 huruf c diubah, sehingga Lampiran BAB II huruf C angka 1, menjadi sebagai berikut:
-4-
C. TUNJANGAN 1. TUNJANGAN DIREKSI a. Anggota Direksi BUMN dapat diberikan Tunjangan sebagai berikut : 1)
Tunjangan hari raya;
2)
Tunjangan perumahan: dan
3)
Asuransi puma jabatan.
b. Tunjangan hari raya sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) diberikan sebesar 1 (satu) kali Gaji. c. Tunjangan
perumahan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a angka 2), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Tunjangan perumahan termasuk biaya utilitas diberikan secara bulanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Gaji, dengan ketentuan paling banyak sebesar: a)
Rp 27.500.000,00 (dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk wilayah Ibu Kota Negara.
b)
Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) untuk wilayah Ibu Kota Provinsi.
c)
Rp 22.500.000,00 (dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk wilayah Kabupaten dan Kota.
2) Tunjangan Perumahan diberikan apabila BUMN tidak menyediakan fasilitas Rumah Jabatan Direksi. 3) Besarnya Tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat disesuaikan berdasarkan keputusan Menteri.
-5-
d. Asuransi puma jabatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 3), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1)
Asuransi puma jabatan diberikan selama menjabat (mulai diangkat sampai berhenti).
2)
Premi
yang
ditanggung
oleh
perusahaan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari Gaji dalam satu tahun. 3)
Pemilihan program untuk asuransi puma jabatan ditetapkan oleh masing-masing
anggota
Dewan Komisaris, dan
Direksi,
Dewan
Pengawas BUMN. 4)
Pemberian premi, iuran atau istilah lain yang relevan untuk asuransi puma jabatan, sudah termasuk di dalamnya premi untuk asuransi kecelakaan dan kematian.
3. Ketentuan Lampiran BAB II huruf D angka 1 diubah, sehingga Lampiran BAB II huruf D angka 1, menjadi sebagai berikut: D. FASILITAS. 1. FASILITAS DIREKSI a. Anggota Direksi BUMN dapat diberikan Fasilitas sebagai berikut : 1)
Fasilitas kendaraan;
2)
Fasilitas kesehatan;
3)
Fasilitas bantuan hukum;
4)
Fasilitas perumahan.
b. Fasilitas
kendaraan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a angka 1), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
-6-
1)
Anggota Direksi hanya berhak atas 1 (satu)
kendaraan dari
Fasilitas
perusahaan. 2)
Fasilitas kendaraan termasuk di dalamnya biaya pemeliharaan dan operasional
dengan
diberikan
memperhatikan kondisi keuangan perusahaan. 3)
Spesifikasi dan standar kendaraan ditetapkan oleh RUPS/Menteri.
4)
Dalam hal anggota Direksi tidak lagi menjabat, maka dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tidak menjabat, wajib mengembalikan kendaraan tersebut kepada BUMN yang bersangkutan.
5)
Dalam hal anggota Direksi merangkap jabatan sebagai anggota Dewan pada
Komisaris
anak
perusahaan/ perusahaan patungan, dan yang bersangkutan memilih untuk
menggunakan
Fasilitas
kendaraan/Tunjangan transportasi dari anak perusahaan/ perusahaan patungan (jika ada), maka kepada yang bersangkutan tidak diberikan Fasilitas kendaraan dan Tunjangan transportasi dari BUMN yang bersangkutan. c. Fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) BUMN wajib memberikan Fasilitas kesehatan dalam bentuk asuransi kesehatan atau penggantian biaya pengobatan.
-7-
2) Fasilitas kesehatan diberikan kepada anggota Direksi beserta seorang istri/suami dan maksimal 3 (tiga) orang anak yang belum mencapai usia 25 tahun dengan ketentuan apabila anak yang belum berusia 25 tahun tersebut pernah menikah atau pernah bekerj a maka yang bersangkutan tidak berhak mendapatkan Fasilitas kesehatan. 3) Fasilitas kesehatan diberikan berupa : a)
rawat jalan dan obat;
b)
rawat inap dan obat; dan
c)
medical check up.
4) Dalam hal dokter yang merawat memberikan rujukan untuk berobat di luar negeri, pemberian Fasilitas kesehatan dapat diberikan penuh atau sebagian dengan memperhatikan kemampuan keuangan perusahaan; 5)
Medical check-up
diberikan dengan
ketentuan sebagai berikut: a)
Medical check-up
diberikan 1
(satu) kali setiap tahun b)
Medical check-up dilakukan di dalam negeri.
6) Dalam hal Direksi merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris anak perusahaan/ perusahaan patungan, maka kepada yang bersangkutan hanya diberikan satu Fasilitas kesehatan yaitu Fasilitas kesehatan pada BUMN. d. Fasilitas bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 3), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
-8-
1)
Fasilitas bantuan hukum diberikan dalam hal terjadi tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya yang berkaitan dengan maksud dan tuj uan
serta
kegiatan
usaha
perusahaan. 2)
Direksi
Anggota
yang
akan
menggunakan Fasilitas bantuan hukum, wajib membuat surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang menerangkan posisi yang bersangkutan dalam kasus tertentu bukan sebagai pribadi dan bersedia mengembalikan Fasilitas bantuan hukum tersebut kepada perusahaan apabila ternyata terbukti posisi yang bersangkutan dalam kasus tersebut adalah sebagai pribadi. 3)
Fasilitas bantuan hukum diberikan dalam bentuk pembiayaan jasa kantor pengacara/ konsultan hukum yang meliputi proses pemeriksaan sebagai saksi, tersangka, dan terdakwa di lembaga peradilan.
4)
Jasa kantor pengacara/ konsultan hukum yang dapat dibebankan pembiayaannya kepada perusahaan hanya
untuk
satu
kantor
pengacara/ konsultan hukum untuk satu kasus tertentu. 5)
Penunjukan
kantor
pengacara/
konsultan hukum dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku perusahaan.
bagi
masing-masing
-9-
6)
Dalam hal yang bersangkutan dinyatakan bersalah dan dihukum oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka biaya pengacara/ konsultan hukum baik yang telah dikeluarkan maupun yang belum dibayar oleh perusahaan menjadi beban yang bersangkutan.
7)
Dalam hal yang bersangkutan diputus bebas/ dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka biaya kantor pengacara/ konsultan hukum menjadi beban perusahaan.
8)
Biaya kantor pengacara/ konsultan dengan
diberikan
hukum
prinsip-prinsip
memperhatikan kewaj aran ,
transparansi,
dan
akuntabilitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memperhatikan kemampuan keuangan perusahaan. 9)
Selama permasalahan hukum belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka asuransi puma jabatan bagi anggota Direksi tidak dibayarkan dan dimasukkan dalam rekening khusus yang diadakan oleh Direksi BUMN sebagai jaminan atas biaya perkara yang
dikeluarkan
perusahaan.
Anggota Direksi yang menerima Fasilitas bantuan hukum wajib membuat surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang menerangkan
bahwa
yang
-10-
bersangkutan bersedia menj adikan asuransi puma jabatannya sebagai jaminan atas biaya perkara yang dikeluarkan oleh perusahaan. 10) Dalam
hal
anggota
Direksi
menggunakan pengacara/ konsultan hukum atas pilihannya sendiri baik pada tingkat penyelidikan/penyidikan, pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali, maka biaya pengacara/konsultan hukum tidak ditanggung/diganti oleh perusahaan. 11) Anggota
Direksi
yang
dalam
penggunaan kantor pengacara/ konsultan hukum dibiayai oleh perusahaan maka yang bersangkutan wajib membuat pernyataan akan mengganti/mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 12) Perusahaan tidak menanggung biaya pengacara/konsultan hukum dalam hal anggota Direksi menjadi saksi, tersangka atau terdakwa karena proses pidana yang dilaporkan oleh BUMN yang bersangkutan, Negara (Negara sebagai Badan Hukum atau Lembaga Negara atau Lembaga Pemerintah), atau pihak tertentu yang ditetapkan oleh RUPS/ Menteri. 13) Anggota Direksi yang diperkarakan dilarang terlibat dalam pengambilan
keputusan mengenai penunjukan kantor pengacara/konsultan hukum. 14) Dalam kasus Perdata atau Tata Usaha Negara
(TUN),
ditanggung
biaya
oleh
perkara
perusahaan,
sepanjang: a)
Pengacara/ kon sultan
hukum
yang digunakan hanya satu kantor
pengacara/ konsultan
hukum untuk satu kasus tertentu; b)
kantor
Penunjukan pengacara/ konsultan dilakukan
hukum
oleh perusahaan
sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku di perusahaan; c)
Biaya
pengacara/ konsultan
hukum adalah biaya-biaya yang re smi
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum; d)
Anggota Direksi BUMN digugat karena permasalahan hukum yang timbul dalam rangka pelaksanaan tugas perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e)
Penggugat atau tergugat adalah pihak selain BUMN yang bersangkutan, Negara (Negara sebagai Badan Hukum atau Lembaga Negara atau Lembaga Pemerintah), atau pihak tertentu yang
ditetapkan
RUPS / Menteri.
oleh
-12-
15) BUMN wajib memberikan Fasilitas bantuan hukum kepada mantan anggota Direksi dalam hal terjadi permasalahan hukum yang timbul karena yang bersangkutan melakukan tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya tersebut berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perusahaan, yang dilakukannya
selama
yang
bersangkutan
menjabat
sebagai
anggota Direksi BUMN. 16) Ketentuan
mengenai
pemberian
Fasilitas bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 14), mutatis mutandis berlaku bagi pemberian Fasilitas bantuan hukum bagi mantan anggota Direksi BUMN sebagaimana dimaksud pada angka 15). e. Fasilitas perumahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 4), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1)
Dalam hal BUMN menyediakan rumah jabatan Direksi, maka anggota Direksi wajib mempergunakan rumah jabatan Direksi tersebut sebagai Fasilitas perumahan, dan yang bersangkutan tidak diberikan Tunjangan perumahan.
2)
Dalam hal BUMN tidak menyediakan rumah jabatan Direksi, maka anggota Direksi yang bersangkutan diberikan Tunjangan perumahan.
3)
Fasilitas perumahan yang diterima Direksi
termasuk
utilitas
dan
pemeliharaan rumah jabatan Direksi yang bersangkutan.
-13-
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Juni 2016 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA
ttd.
RINI M. SOEMARNO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Juni 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 952 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala B•
Bastia NIP 197202131999031001
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER — 04/MBU/2014 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN DEWAN PENGAWAS BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA,
Menimbang
a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 100 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor : PER-07/MBU/2010 tanggal 27 Desember 2010 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-04/MBU/2013 tanggal 19 April 2013; b. bahwa dalam rangka memperoleh besaran penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN yang lebih adil dan proporsional, dengan memperhatikan Faktor Kompleksitas Usaha serta Penyesuaian Inflasi, sehingga dapat memberikan penghargaan dan motivasi kepada Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN dan sekaligus dalam rangka penyesuaian penghasilan dengan best practices pada perusahaan dalam sektor yang sama, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-07/MBU/2010 jo Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-04/MBU/2013, perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara;
Mengingat
: 1. Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305); 4. Peraturan.../K
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
-24. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556); 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59/P Tahun 2011; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PEDOMAN PENETAPAN PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN DEWAN PENGAWAS BADAN USAHA MILIK NEGARA. Pasal 1 Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN ditetapkan dengan mengacu pada pedoman penetapan penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2 Dalam hal perusahaan tidak mampu membayar gaji/honorarium, tunjangan, dan fasilitas Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN, maka gaji/honorarium, tunjangan, dan fasilitas tersebut menjadi hutang perusahaan kepada masing-masing anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas BUMN tersebut, terhitung sejak perusahaan tidak membayar, tanpa dikenakan biaya dan denda. Pasal 3 Peraturan Menteri ini mulai diberlakukan untuk perhitungan gaji/honorarium, tunjangan, dan fasilitas Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN tahun buku 2014, dan perhitungan tantiem/insentif kinerja anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN berdasarkan kinerja tahun buku 2013. Pasal 4 Gaji/honorarium, tunjangan, fasilitas dan tantiem/insentif kinerja anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN yang berbeda dengan Peraturan Menteri ini, harus segera dilakukan penyesuaian dengan Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Bagi Persero yang tidak semua sahamnya dimiliki oleh Negara, termasuk Persero Terbuka, pemberlakuan Peraturan Menteri ini dikukuhkan dalam RUPS Persero yang bersangkutan, atau diadopsi langsung oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Bagi perseroan terbatas dengan kepemilikan saham Negara kurang dari 51% (lima puluh satu persen), dapat memberlakukan secara langsung Peraturan Menteri ini. (3) BUMN.../3X
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
-3-
(3) BUMN wajib memberlakukan pedoman penetapan penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dalam menetapkan penghasilan Direksi dan Dewan Komisaris pada anak perusahaan BUMN yang bersangkutan. Pasal 6 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka : 1. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-07/MBU/2010 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara; 2. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-04/MBU/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-07/MBU/2010 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara. dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 7 Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2014
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA ttd DAHLAN ISKAN iliTfEttsuai dengan aslinya, Bir Hukum
•
ambra NIP 19681010 199603 1 001
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER - 04/MBU/2014
TENTANG
PEDOMAN PENETAPAN PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN DEWAN PENGAWAS BADAN USAHA MILIK NEGARA4
MENTERI BADAN USAHA M1LIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I PENDAHULUAN
A. UMUM BUMN sebagai entitas bisnis (business entity) sebagaimana halnya dengan perusahaan swasta lainnya, harus dikelola secara profesional berlandaskan mekanisme korporasi. Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN sebagai organ yang secara langsung bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengawasan BUMN perlu diberikan penghargaan yang layak berupa penghasilan yang dapat memberikan motivasi berkinerja lebih baik. Sebagai tindak lanjut Pasal 100 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara dan untuk memberikan penghargaan yang layak berupa penghasilan kepada Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-07/MBU/2010 tanggal 27 Desember 2010 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-04/MBU/2013 tanggal 19 April 2013. Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut di atas pada dasarnya telah mengatur tentang pemberian penghargaan yang layak bagi Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN sebagai salah satu faktor menumbuhkan motivasi dalam rangka meningkatkan kinerja. Namun demikian dalam beberapa hal Peraturan Menteri BUMN tersebut perlu dilengkapi dan disempurnakan dengan ketentuan yang lebih jelas, khususnya terkait penyempurnaan formula penetapan gaji/honorarium, formula tantiem/insentif kinerja baik berdasarkan pendekatan laba maupun berdasarkan pendekatan non laba, serta penyederhanaan dan reklasifikasi khususnya dalam pengaturan fasilitas dan tunjangan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk menerbitkan Peraturan Menteri BUMN tentang Pedoman Penetapan Penghasilan bagi Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN ini untuk menggantikan Peraturan Menteri BUMN tentang hal yang sama sebelumnya. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam penetapan penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN. 2. Tujuan Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan penghasilan yang dapat menumbuhkan motivasi dan penghargaan kepada Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur mengenai pengahasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN yang meliputi: a. Gaj i/Honorarium; b. Tunjangan; c. Fasilitas; dan d. Tantiem/Insentif kinerj a. 1
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUE3LIK INDONESIA
D.
PENGERTIAN Dalam Pedoman ini, yang dimaksud dengan : 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuannya mengejar keuntungan. 3. Perusahaan Umutn, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 4. Menteri adalah Menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundangan-undangan. 5. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah Organ Persero yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar. 6. Direksi adalah organ BUMN yang bertanggungjawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. 7. Dewan Komisaris adalah Organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan Persero. 8. Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan Perum. 9. Penghasilan adalah imbalan/balas jasa yang diberikan kepada Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas karena kedudukan dan peran yang diberikan kepada BUMN sesuai dengan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan. 10. Gaji adalah Penghasilan tetap berupa uang yang diterima setiap bulan oleh seseorang karena kedudukannya sebagai anggota Direksi BUMN. 11.Honorarium adalah Penghasilan tetap berupa uang yang diterima setiap bulan oleh seseorang karena kedudukannya sebagai anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN. 12.Tunjangan adalah Penghasilan berupa uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang diterima pada waktu tertentu oleh anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas, selain Gaji/Honorarium. 13. Fasilitas adalah Penghasilan berupa sarana dan/atau kemanfaatan dan/atau penjaminan yang digunakan/dimanfaatkan oleh anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas dalam rangka pelaksanaan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan4
2
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
14. Tantiem adalah Penghasilan yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN apabila perusahaan memperoleh laba dan tidak mengalami akumulasi kerugian. 15. Insentif Kinerja adalah Penghasilan yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN apabila terjadi peningkatan kinerja walaupun masih mengalami kerugian atau akumulasi kerugian. 16.Ukuran Kinerja Utama (Key Performance Indicator) adalah ukuran-ukuran tertentu yang merupakan target-target yang terukur dan harus dicapai oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas dalam melakukan pengurusan dan pengawasan perusahaan. 17.Penghargaan Jangka Panjang (Long Term Incentive/LTI) adalah salah satu bentuk Tantiem yang diberikan kepada anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.
E. PRINSIP DASAR. 1. Penghasilan Direksi dan Dewan Komisaris Persero ditetapkan oleh RUPS. 2. Penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas Perum ditetapkan oleh Menteri. 3. Dalam hal Menteri memberikan kuasa kepada pihak lain untuk mewakilinya dalam RUPS/bertindak sebagai Pemilik Modal, maka penetapan Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 wajib mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri. 4. Penetapan Penghasilan yang berupa Gaji atau Honorarium, Tunjangan dan Fasilitas yang bersifat tetap dilakukan dengan mempertimbangkan faktor skala usaha, faktor kompleksitas usaha, tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan perusahaan, dan faktor-faktor lain yang relevan, serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 5. Penetapan Penghasilan yang berupa Tantiem/Insentif Kinerja yang bersifat variabel (merit rating) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kinerja dan kemampuan keuangan perusahaan, serta faktor-faktor lain yang relevan. 6. Faktor-faktor lain sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5 termasuk di antaranya adalah tingkat Penghasilan yang berlaku umum dalam industri yang sejenis. 7. Dalam hal perhitungan Gaji atau Honorarium dengan memperhatikan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada angka 4 menyebabkan Gaji atau Honorarium lebih rendah dari pada tahun sebelumnya, maka Gaji atau Honorarium yang dipakai untuk yang bersangkutan dapat ditetapkan sama dengan Gaji atau Honorarium tahun sebelumnya. 8. Penetapan RUPS untuk Persero dan Menteri untuk Perum memuat jenis dan jumlah Penghasilan secara jelas dan tegas dengan mengisi formulir sebagaimana Tabel terlampir. 9. Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN dianggarkan sebagai biaya dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), kecuali diatur lain di dalam Peraturan Menteri
3
MENTERI BADAN USAHA M1LIK NEGA A REPUBLIK INDONESIA
BAB II PENGHASILAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN DEWAN PENGAWAS BUMN
A. JENIS PENGHASILAN 1. Penghasilan anggota Direksi dapat terdiri dari: a. Gaji; b. Tunjangan yang terdiri atas: 1) Tunjangan hari raya; 2) Tunjangan perumahan; 3) Asuransi purna jabatan. c. Fasilitas yang terdiri atas: 1) Fasilitas kendaraan; 2) Fasilitas kesehatan; 3) Fasilitas bantuan hukum; dan d. Tantiem/Insentif Kinerja, dimana di dalam Tantiem tersebut dapat diberikan tambahan berupa Penghargaan Jangka Panjang (Long Term Incentive/LTI). 2. Penghasilan anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dapat terdiri dari: a. Honorarium; b. Tunjangan, yang terdiri atas: 1) Tunjangan hari raya; 2) Tunjangan transportasi; 3) Asuransi purna jabatan. c. Fasilitas, yang terdiri atas: 1) Fasilitas kesehatan; 2) Fasilitas bantuan hukum; dan d. Tantiem/Insentif Kinerja, dimana di dalam Tantiem tersebut dapat diberikan tambahan berupa Penghargaan Jangka Panjang (Long Term IncentivelLTI) B. GAJI/HONORARIUM 1. GAJI DIREKSI. Anggota Direksi BUMN diberikan Gaji dengan ketentuan sebagai berikut: a. Gaji Direktur Utama ditetapkan dengan menggunakan pedoman internal yang ditetapkan oleh Menteri. b. Gaji anggota Direksi lainnya ditetapkan dengan komposisi Faktor Jabatan sebesar 90% dari Gaji Direktur Utama. c. Dalam hal terdapat jabatan lain selain Direktur Utama dan Direktur, besaran Faktor Jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan oleh RUPS/Menteri. d. RUPS/Menteri dapat menetapkan besaran Faktor Jabatan yang berbeda dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b apabila dipandang lebih dapat merefleksikan keadilan dan kewajaran dalam pelaksanaan to as dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi serta kemampuan perusahaan. 4
MENTERI BADAN USAHA M1LIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA e. Setiap tahun RUPS/Menteri dapat melakukan penyesuaian Gaji anggota Direksi BUMN terhadap dampak inflasi, yang penetapannya berlaku untuk seluruh BUMN. Faktor penyesuaian inflasi untuk perhitungan Gaji anggota Direksi BUMN setiap tahun ditetapkan oleh Sekretaris Kementerian BUMN yang besarnya dapat berkisar antara 0% sampai dengan 50% dari inflasi tahun sebelumnya berdasarkan penetapan Bank Indonesia atau instansi lain yang berwenang. f. Besarnya Gaji anggota Direksi BUMN ditetapkan oleh RUPS/Menteri setiap tahun selama satu tahun buku sejak bulan Januari tahun berjalan. g. Dalam hal RUPS/Menteri tidak menetapkan besarnya Gaji anggota Direksi BUMN untuk tahun tertentu, maka besarnya Gaji anggota Direksi menggunakan besaran yang paling akhir ditetapkan dan diberlakukan oleh RUPS/Menteri. h. Dengan mempertimbangkan best practice pasaran Gaji profesional yang kompetitif dalam industri yang sama dan/atau yang skala usahanya setara, dan kondisi kemampuan keuangan perusahaan, RUPS/Menteri dapat menetapkan Gaji Direktur Utama yang lebih besar dari pada perhitungan Gaji Direktur Utama berdasarkan formula sebagaimana dimaksud pada huruf a, atau sebaliknya. i. Untuk memperoleh informasi mengenai best practice pasaran Gaji profesional sebagaimana dimaksud pada huruf h, RUPS/Menteri dapat melakukan kajian atau meminta Dewan Komisaris/Dewan Pengawas untuk melakukan kajian dan menyampaikan laporan atas hasil kajian tersebut sebelum dilaksanakan RUPS Tahun Buku yang bersangkutan. Kajian dapat dilakukan dengan menggunakan konsultan independen yang kompeten di bidangnya. 2. HONORARIUM DEWAN KOMISARIS/DEWAN PENGAWAS Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN diberikan Honorarium dengan ketentuan sebagai berikut: a. Honorarium anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas ditetapkan dengan komposisi Faktor Jabatan sebagai berikut: : 45% dari Direktur Utama; 1) Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas 2) Anggota Dewan Komisaris/anggota Dewan Pengawas : 90% dari Komisaris Utama/ Ketua Dewan Pengawas b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, d, f, g, h, dan i, mutatis mutandis berlaku bagi penetapan Honorarium anggota Dewan Komisaris/anggota Dewan Pengawas BUMN. 3. PAJAK ATAS GAJI/HONORARIUM. Pajak atas Gaji/Honorarium anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 ditanggung dan menjadi beban perusahaan. C. TUNJANGAN 1. TUNJANGAN DIREKSI a. Anggota Direksi BUMN dapat diberikan Tunjangan sebagai berikut : 1) Tunjangan hari raya; 2) Tunjangan perumahan: dan 3) Asuransi purna jabatan.k 5
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
b. Tunjangan hari raya sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) diberikan sebesar 1 (satu) kali Gaji. c. Tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Tunjangan perumahan termasuk biaya utilitas diberikan secara bulanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Gaji, dengan ketentuan paling banyak sebesar: a) Rp 27.500.000,00 (dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk wilayah Ibu Kota Negara. b) Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) untuk wilayah Ibu Kota Provinsi. c) Rp 22.500.000,00 (dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk wilayah Kabupaten dan Kota. 2) Dalam hal BUMN telah memiliki rumah jabatan pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan, maka anggota Direksi wajib mempergunakan rumah jabatan tersebut sampai dengan masa jabatannya berakhir, dan yang bersangkutan tidak diberikan Tunjangan perumahan. Anggota Direksi yang baru tidak lagi menempati rumah jabatan namun diberikan Tunjangan perumahan. 3) Dalam hal BUMN belum memiliki rumah jabatan pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan, maka anggota Direksi yang bersangkutan diberikan Tunjangan perumahan, dan perusahaan yang bersangkutan tidak mengadakan rumah jabatan barn. 4) Dalam hal rumah jabatan yang ada pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan merupakan rumah sewaan, maka anggota Direksi yang bersangkutan wajib menggunakan rumah jabatan tersebut sampai berakhirnya masa sewa dan kepada yang bersangkutan tidak diberikan Tunjangan perumahan. Setelah masa sewa berakhir, anggota Direksi yang bersangkutan diberikan Tunjangan perumahan, dan perusahaan yang bersangkutan tidak menyediakan rumah jabatan baru, baik secara sewa maupun kepemilikan. 5) Besarnya Tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat disesuaikan berdasarkan keputusan Menteri. d. Asuransi puma jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Asuransi purna jabatan diberikan selama menjabat (mulai diangkat sampai berhenti). 2) Premi yang ditanggung oleh perusahaan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari Gaji dalam satu tahun. 3) Pemilihan program untuk asuransi puma jabatan ditetapkan oleh masing-masing anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN. 4) Pemberian premi, iuran atau istilah lain yang relevan untuk asuransi puma jabatan, sudah termasuk di dalamnya premi untuk asuransi kecelakaan dan kematian. 2. TUNJANGAN DEWAN KOMISARIS/DEWAN PENGAWAS a. Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dapat diberikan Tunjangan sebagai berikut: 1) Tunjangan hari raya; 2) Tunjangan transportasi; dan 3) Asuransi puma jabatan.& 6
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
b. Tunjangan hari raya sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), diberikan sebesar 1 (satu) kali Honorarium. c. Tunjangan transportasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) diberikan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Honorarium masing-masing anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. Bagi anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas yang selama ini diberikan Fasilitas kendaraan, dapat tetap menggunakan Fasilitas tersebut sampai dengan berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas yang bersangkutan dan kepada anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas yang bersangkutan tidak diberikan Tunjangan transportasi. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas yang tidak memperoleh Fasilitas kendaraan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan yang diangkat setelah Peraturan Menteri ini, tidak diberikan Fasilitas kendaraan namun mendapatkan Tunjangan transportasi. d. Ketentuan mengenai asuransi purna jabatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d, mutatis mutandis berlaku bagi penetapan asuransi purna jabatan anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. 3. PAJAK ATAS TUNJANGAN. Pajak atas Tunjangan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 ditanggung dan menjadi beban perusahaan.
D. FASILITAS. 1. FASILITAS DIREKSI a. Anggota Direksi BUMN dapat diberikan Fasilitas sebagai berikut : 1) Fasilitas kendaraan; 2) Fasilitas kesehatan; 3) Fasilitas bantuan hukum. b. Fasilitas kendaraan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Anggota Direksi hanya berhak atas 1 (satu) Fasilitas kendaraan dari perusahaan. 2) Fasilitas kendaraan termasuk di dalamnya biaya pemeliharaan dan operasional diberikan dengan memperhatikan kondisi keuangan perusahaan. 3) Spesifikasi dan standar kendaraan ditetapkan oleh RUPS/Menteri. 4) Dalam hal anggota Direksi tidak lagi menjabat, maka dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tidak menjabat, wajib mengembalikan kendaraan tersebut kepada BUMN yang bersangkutan. 5) Dalam hal anggota Direksi merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris pada anak perusahaan/perusahaan patungan, dan yang bersangkutan memilih untuk anak transportasi dari kendaraan/Tunjangan menggunakan Fasilitas perusahaan/perusahaan patungan (jika ada), maka kepada yang bersangkutan tidak diberikan Fasilitas kendaraan dan Tunjangan transportasi dari BUMN yang bersangkutan. 7
M.ENTERI BADAN USAHA MILIK 'NEGARA REPUBLIK INDONESIA
c. Fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) BUMN wajib memberikan Fasilitas kesehatan dalam bentuk asuransi kesehatan atau penggantian biaya pengobatan. 2) Fasilitas kesehatan diberikan kepada anggota Direksi beserta seorang istri/suami dan maksimal 3 (tiga) orang anak yang belum mencapai usia 25 tahun dengan ketentuan apabila anak yang belum berusia 25 tahun tersebut pernah menikah atau pernah bekerja maka yang bersangkutan tidak berhak mendapatkan Fasilitas kesehatan. 3) Fasilitas kesehatan diberikan berupa : a) rawat jalan dan obat; b) rawat inap dan obat; dan c) medical check up. 4) Dalam hal dokter yang merawat memberikan rujukan untuk berobat di luar negeri, pemberian Fasilitas kesehatan dapat diberikan penuh atau sebagian dengan memperhatikan kemampuan keuangan perusahaan; 5) Medical check-up diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Medical check-up diberikan 1 (satu) kali setiap tahun b) Medical check-up dilakukan di dalam negeri. 6) Dalam hal Direksi merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris anak perusahaan/perusahaan patungan, maka kepada yang bersangkutan hanya diberikan satu Fasilitas kesehatan yaitu Fasilitas kesehatan pada BUMN. d. Fasilitas bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3), diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Fasilitas bantuan hukum diberikan dalam hal terj adi tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya yang berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perusahaan. 2) Anggota Direksi yang akan menggunakan Fasilitas bantuan hukum, wajib membuat surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang menerangkan posisi yang bersangkutan dalam kasus tertentu bukan sebagai pribadi dan bersedia mengembalikan Fasilitas bantuan hukum tersebut kepada perusahaan apabila ternyata terbukti posisi yang bersangkutan dalam kasus tersebut adalah sebagai pribadi. 3) Fasilitas bantuan hukum diberikan dalam bentuk pembiayaan jasa kantor pengacara/konsultan hukum yang meliputi proses pemeriksaan sebagai saksi, tersangka, dan terdakwa di lembaga peradilan. 4) Jasa kantor pengacara/konsultan hukum yang dapat dibebankan pembiayaannya kepada perusahaan hanya untuk satu kantor pengacara/konsultan hukum untuk satu kasus tertentu. 5) Penunjukan kantor pengacara/konsultan hukum dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku bagi masing-masing perusahaan. 6) Dalam hal yang bersangkutan dinyatakan bersalah dan dihukum oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka biaya pengacara/konsultan hukum baik yang telah dikeluarkan maupun yang belum dibayar oleh perusahaan menjadi beban yang bersangkutanA 8
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
7) Dalam hal yang bersangkutan diputus bebas/dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka biaya kantor pengacara/konsultan hukum menjadi beban perusahaan. 8) Biaya kantor pengacara/konsultan hukum diberikan dengan memperhatikan prinsipprinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memperhatikan kemampuan keuangan perusahaan. 9) Selama permasalahan hukum belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka asuransi puma jabatan bagi anggota Direksi tidak dibayarkan dan dimasukkan dalam rekening khusus yang diadakan oleh Direksi BUMN sebagai jaminan atas biaya perkara yang dikeluarkan perusahaan. Anggota Direksi yang menerima Fasilitas bantuan hukum wajib membuat surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang menerangkan bahwa yang bersangkutan bersedia menjadikan asuransi puma jabatannya sebagai jaminan atas biaya perkara yang dikeluarkan oleh perusahaan. 10)Dalam hal anggota Direksi menggunakan pengacara/konsultan hukum atas pilihannya sendiri baik pada tingkat penyelidikan/penyidikan, pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali, maka biaya pengacara/konsultan hukum tidak ditanggung/diganti oleh perusahaan. 11)Anggota Direksi yang dalam penggunaan kantor pengacara/konsultan hukum dibiayai oleh perusahaan maka yang bersangkutan wajib membuat pernyataan akan mengganti/mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 12)Perusahaan tidak menanggung biaya pengacara/konsultan hukum dalam hal anggota Direksi menjadi saksi, tersangka atau terdakwa karena proses pidana yang dilaporkan oleh BUMN yang bersangkutan, Negara (Negara sebagai Badan Hukum atau Lembaga Negara atau Lembaga Pemerintah), atau pihak tertentu yang ditetapkan oleh RUP S/Menteri. 13)Anggota Direksi yang diperkarakan dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai penunjukan kantor pengacara/konsultan hukum. 14)Dalam kasus Perdata atau Tata Usaha Negara (TUN), biaya perkara ditanggung oleh perusahaan, sepanj ang: a) Pengacara/konsultan hukum yang digunakan hanya satu kantor pengacara/konsultan hukum untuk satu kasus tertentu; b) Penunjukan kantor pengacara/konsultan hukum dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku di perusahaan; c) Biaya pengacara/konsultan hukum adalah biaya-biaya yang resmi dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum; d) Anggota Direksi BUMN digugat karena permasalahan hukum yang timbul dalam rangka pelaksanaan tugas perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e) Penggugat atau tergugat adalah pihak selain BUMN yang bersangkutan, Negara (Negara sebagai Badan Hukum atau Lembaga Negara atau Lembaga Pemerintah), atau pihak tertentu yang ditetapkan oleh RUPS/Menterii
9
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
.
15)BUMN wajib memberikan Fasilitas bantuan hukum kepada mantan anggota Direksi dalam hal terjadi permasalahan hukum yang timbul karena yang bersangkutan melakukan tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya tersebut berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perusahaan, yang dilakukannya selama yang bersangkutan menjabat sebagai anggota Direksi BUMN. 16)Ketentuan mengenai pemberian Fasilitas bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 14), mutatis mutandis berlaku bagi pemberian Fasilitas bantuan hukum bagi mantan anggota Direksi BUMN sebagaimana dimaksud pada angka 15). 2. FASILITAS DEWAN KOMISARIS/DEWAN PENGAWAS a. Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat diberikan Fasilitas sebagai berikut: 1) Fasilitas kesehatan; dan 2) Fasilitas bantuan hukum. b. Ketentuan mengenai Fasilitas kesehatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, mutatis mutandis berlaku bagi Fasilitas kesehatan anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. Dalam hal seseorang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas pada lebih dari satu BUMN dan/atau pada anak perusahaan/perusahaan patungan, maka kepada yang bersangkutan hanya diberikan satu Fasilitas kesehatan. c. Ketentuan mengenai Fasilitas bantuan hukum anggota Direksi dan mantan anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d, mutatis mutandis berlaku bagi Fasilitas bantuan hukum bagi anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas serta mantan anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. E. TANTIEWINSENTIF KINERJA. 1. BUMN dapat memberikan Tantiem/Insentif Kinerja (Tantiem/IK) kepada anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas berdasarkan penetapan RUPS/Menteri dalam pengesahan laporan tahunan, apabila: a. realisasi tingkat kesehatan paling rendah dengan nilai 70; atau b. Target tingkat kesehatan dalam RKAP tercapai meskipun nilainya di bawah 70. 2. Tantiem/IK merupakan beban biaya tahun buku yang bersangkutan dan oleh karenanya harus dianggarkan secara spesifik dalam RKAP tahun tersebut, kecuali untuk LTI dapat tidak dianggarkan terlebih dahulu. 3. Anggaran Tantiem/IK tersebut harus dikaitkan dengan target-target KPI sesuai RKAP tahun yang bersangkutan, berdasarkan prinsip semakin agresif targetnya semakin tinggi anggaran Tantiem/IK-nya. 4. Pemberian Tantiem/IK tidak boleh melebihi Anggaran Tantiem/IK yang telah ditetapkan dalam RKAP.
10
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
5. Perhitungan Tantiem/IK menggunakan pedoman internal yang ditetapkan oleh Menteri dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penetapan Tantiem mempertimbangkan: 1) EAT; 2) Capaian KPI; 3) BUMN yang melakukan investasi jangka panjang secara agresif; 4) BUMN yang melaksanakan penugasan Pemerintah; dan/atau 5) Faktor lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional; b. Penetapan IK mempertimbangkan peningkatan kinerja dan kemampuan keuangan perusahaan. 6. RUPS/Menteri dapat mempertimbangkan pemberian LTI kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN sebagai bagian dari Tantiem yang dari segi kinerja dan tata kelolanya telah mendekati international best practice, dengan ketentuan sebagai berikut: a. LTI diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Menyelaraskan kepentingan pengelola perusahaan (anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas) dengan pemegang saham/pemilik modal sesuai dengan best practices.
2) Memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. 3) Memberikan penghargaan atas upaya untuk menjaga danlatau meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang termasuk dalam kondisi yang kurang menguntungkan bagi Persero Terbuka. 4) Mendorong BUMN menjadi perusahaan kelas dunia (world class company) dengan selalu membandingkan kinerja dan tata kelolanya dengan international best practices. b. Perhitungan besarnya LTI dilakukan .dengan pendekatan total biaya tahunan Direktur Utama atau Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yaitu dengan membandingkannya dengan biaya tahunan Direktur Utama atau Direksi dan Dewan Komisaris perusahaan yang menjadi benchmark, berdasarkan hasil kajian konsultan independen yang berkompeten di bidangnya. c. Konsultan independen sebagaimana dimaksud pada huruf b, penunjukannya dilakukan oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dengan menggunakan ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa perusahaan. d. Perusahaan yang menjadi benchmark sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat merupakan perusahaan berkelas dunia di dalam negeri atau di regional Asia Tenggara yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki skala usaha yang dapat dianggap setara dengan BUMN yang bersangkutan 2) Mempunyai usaha inti (core business) yang sejenis, atau tidak sejenis tetapi dapat dianggap memiliki kompleksitas usaha yang sama dengan BUMN yang bersangkutan. 3) Diketahui data kinerjanya, terutama yang berkaitan dengan indikator-indikator strategis, dan data biaya tahunan Direktur Utama atau Direksi dan Dewan Komisaris, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bagi BUMN yang bersangkutan.
11
MENTERI BADAN USAHA M1LIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA e. Penentuan besaran LTI berdasarkan pada hasil perhitungan yang lebih rendah antara: 1) Total biaya tahunan yang dikeluarkan kepada Direktur Utama (kecuali biaya perjalanan dinas), maksimal dihitung berdasarkan percentile 85% terhadap perusahaan benchmark/P (85); atau 2) Total biaya tahunan yang dikeluarkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas (kecuali biaya perjalanan dinas), maksimal dihitung berdasarkan percentile 100% terhadap perusahaan benchmark/P (100). f. Dalam hal perusahaan yang menjadi benchmark adalah BUMN, maka pembandingannya menggunakan total biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 2). g. RUPS/Menteri menetapkan besaran LTI berdasarkan usulan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN. Usulan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas didasarkan pada hasil kajian konsultan sebagaimana dimaksud pada huruf b. 7. LTI untuk Persero Terbuka diberikan dalam bentuk: a. saham bonus bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang bukan merupakan Komisaris Independen dan tidak mengakibatkan terdilusinya kepemilikan saham Negara pada Persero Terbuka dimaksud (tidak menerbitkan saham bare). Saham bonus tersebut hams di-locked up hingga anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang bersangkutan berhenti. b. tabungan tunai bagi Komisaris Independen yang di-escrow hingga anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan berhenti. 8. LTI untuk Persero Tertutup dan Perum diberikan dalam bentuk tabungan tunai yang di-escrow hingga anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas yang bersangkutan berakhir masa tugasnya. 9. LTI yang diberikan dalam bentuk tabungan tunai yang di-escrow, besaran definitifnya ditetapkan oleh RUPS/Menteri pada saat anggota Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas berhenti, dengan memperhitungkan capaian kinerj a. 10. Dalam hal anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, besaran LTI disesuaikan dengan masa jabatan yang efektif yang bersangkutan. 11. Dalam hal dalam RKAP tahun yang bersangkutan belum ditetapkan anggaran LTI, RUPS/Menteri menetapkan realisasi LTI sebagai beban biaya tahun buku berikutnya atau sebagai beban biaya yang diamortisasi hingga akhir masa tugas anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang bersangkutan. 12. Dengan mempertimbangkan kepantasan dan/atau kualitas laba yang dibukukan perusahaan dan/atau kemampuan keuangan perusahaan dan/atau faktor-faktor lain yang relevan, RUPS/Menteri dapat menetapkan Tantiem/IK yang lebih rendah dari perhitungan berdasarkan formula sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 12. 13. Dalam hal masa jabatan anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak sampai 12 (dua belas) bulan dalam tahun buku yang bersangkutan, besaran Tantiem/IK disesuaikan dengan masa jabatan yang bersangkutan dalam tahun buku dimaksud4
12
MENTE I BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
14. Komposisi besarnya Tantiem/IK bagi anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN mengikuti Faktor Jabatan sebagai berikut: a. Anggota Direksi
: 90% dari Direktur Utama;
b. Komisaris Utama/Ketua Dewan Pengawas
: 45% dari Direktur Utama;
c. Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas : 90% dari Komisaris Utama/ Ketua Dewan Pengawas. 15. Pajak penghasilan atas Tantiem/IK ditanggung dan menjadi beban masing-masing anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN yang bersangkutan.J
13
MENTERI BADAN USAHA MIL1K NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Anggota Direksi yang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris di anak perusahaan/perusahaan patungan, menerima honorarium sebagai anggota Dewan Komisaris dari anak perusahaan/perusahaan patungan sebesar maksimal 30% (tiga puluh persen) dari gaji anggota Direksi yang bersangkutan di BUMN. Jika menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris pada lebih dari satu anak perusahaan/perusahaan patungan, akumulasi Honorarium dari anak perusahaan/perusahaan patungan yang diterima oleh yang bersangkutan maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Gaji anggota Direksi yang bersangkutan di BUMN. 2. Selain Honorarium dari anak perusahaan/perusahaan patungan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3, Penghasilan lain yang menjadi hak anggota Direksi BUMN sebagai anggota Dewan Komisaris anak perusahaan/perusahaan patungan (Tantiem dan Penghasilan lainnya), dibayarkan oleh anak perusahaan/perusahaan patungan kepada BUMN sebagai Penghasilan lain-lain. 3. Anggota Direksi berhak mendapatkan cuti tahunan sebanyak 12 (dua belas) hari kerja dalam setiap tahun, tanpa diberikan Tunjangan cuti tahunan. 4. Cuti tahunan dapat diberikan apabila anggota Direksi telah bekerja minimal selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut. 5. Izin pelaksanaan cuti tahunan bagi anggota Direksi diberikan oleh Komisaris Utama atau Ketua Dewan Pengawas. 6. Komisaris Utama atau Ketua Dewan Pengawas dapat menunda cuti tahunan yang dimohonkan oleh anggota Direksi berdasarkan alasan kepentingan perusahaan. 7. Anggota Direksi BUMN yang melaksanakan ibadah sehingga membutuhkan waktu untuk tidak melaksanakan tugas lebih dari hak cuti tahunan, yang bersangkutan wajib mendapatkan izin dari Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas. 8. Perusahaan dapat menganggarkan biaya operasional: a. kepada Direksi untuk biaya komunikasi, pakaian seragam (bagi BUMN yang menerapkan club ketentuan pemakaian seragam), keanggotaan perkumpulan profesi, membership/corporate member, dan biaya representasi (dalam bentuk corporate credit card). b. kepada Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas untuk pakaian seragam (bagi BUMN yang menerapkan ketentuan pemakaian seragam) dan keanggotaan perkumpulan profesi. 9. Dalam hal pada tahun buku 2013 BUMN mengalami peningkatan laba dibandingkan dengan tahun 2012, sedangkan besaran Tantiem yang dihitung dengan menggunakan pedoman sebagaimana Bab II huruf E angka 5 hasilnya lebih rendah dari tahun buku 2012, maka RUPS/Menteri dapat menetapkan besaran Tantiem tahun buku 2013 maksimal sama dengan an d seterusnya, Tantiem tahun sebelumnya. Selanjutnya Tantiem tahun buku 2014 penetapannya menggunakan pedoman yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
z
14
MENTERI BADAN USAHA MIL1K NEGARA. REPUBLIK INDONESIA 10. Penetapan tantiem atas kinerja tahun buku 2013 menggunakan pedoman sebagaimana dimaksud pada Bab II huruf E angka 5, dengan komposisi besarnya Tantiem bagi anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN mengikuti Faktor Jabatan yang berlaku dalam tahun 2013. Dalam hal anggaran Tantiem dalam RKAP tahun 2013 tidak mencukupi, maka kekurangannya tetap menjadi beban tahun buku 2013 dengan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan tahun yang bersangkutan. 11. Tunjangan dan fasilitas yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya Keputusan RUPS/Menteri mengenai penghasilan anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas tahun 2014, dinyatakan sah dan menjadi beban perusahaan. Selanjutnya tunjangan dan fasilitas anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dilaksanakan sesuai dengan Keputusan RUPS/Menteri dimaksud yang berpedoman pada Peraturan Menteri
15
MENTERI BADAN USAHA M1LIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BAB IV KETENTUAN PENUTUP
Peraturan Menteri ini berlaku untuk penetapan Gaji/Honorarium mulai tahun buku 2014 dan penetapan Tantiem/Insentif Kinerja mulai tahun buku 2013. MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA ttd DAHLAN ISKAN
Salinan sesuai dengan aslinya, urn
rnyra
NIP.1916131:910 199603 1 001
16
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TABEL FORMULIR ISIAN Keputusan RUPS/Menteri BUMN Tentang Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas PT/Perum A. Penghasilan Direksi Jenis Penghasilan
No
Keputusan RUPS/ Menteri (dalam rupiah)
Keterangan
Gaji Tunjangan a. Tunjangan Hari Raya
1. 2.
Lokasi: (Ibu Kota Negara/Ibu Kota Provinsi/Wilayah Kabupaten/Kotamadya)
b. Tunjangan Perumahan c. Asuransi Puma Jabatan Fasilitas a. Kendaraan Dinas b. Kesehatan c. Bantuan Hukum Tantiem/Insentif Kinerja • Tantiem/Insentif Kinerja • Long Term Incentive
3.
4.
B. Penghasilan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas
Jenis Penghasilan
No 1.
Honorarium
2.
Tunjangan a. Tunjangan Hari Raya; b. Tunjangan Transportasi; c. Asuransi Puma Jabatan. Fasilitas a. Kesehatan; b. Bantuan Hukum; Tantiem/Insentif Kinerja • Tantiem/Insentif Kinerja • Long Term Incentive
3.
4.
Keputusan RUPS/ Menteri (dalam rupiah)
Keterangan
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA
Salinan sesuai dengan aslinya,
ttd DAHLAN ISKAN 81010 199603 1 001
411A Nt l,
17
PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK IDONESIA NOMOR: PER-03/MBU/12/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI BUMN NO. PER-09/MBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
Materi Cetak RUPS Tahunan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI BAD-AN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER - 03/MBU/12/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN • MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-09/MBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09;/MBU/07/2015 telah ditetapkan pengaturan mengenai Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara; b. bahwa dalam melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan, Badan Usaha Milik Negara selain tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara hams memperhatikan pula ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya bagi Badan Usaha Milik Negara. yang berbentuk Perusahaan Perseroan;
-2c.
DISTRIBUSI II
bahwa seiring dengan perkembangan regulasi di bidang perseroan terbatas, setiap perseroan terbatas sebagai subyek hukum diberikan tanggung jawab sosial dan Lingkungan yang harus di &Iggarkan. (dibiayakan) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas;
d.
bahwa selain regulasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dalam siaran pers tanggal 4 Maret 2016 terkait akuntansi penyaluran dana Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan oleh Badan Usaha Milik Negara telah menegaskan bahwa penyaluran dana Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan tetap diakui sebagai beban dalam laba rugi, karena penyaluran dana program tersebut bukan merupakan transaksi ekuitas antara Badan Usaha Milik Negara dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara sebagai pemegang sahamnya;
e.
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta Pasal 40 dan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Perkgurusa.n, Pengawasan. dan Pembubaran Badan Usaha. Negara, laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/ MBU/ 07/2015 tentanL, Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara;
-3-
DISTRIBUSI II
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 2.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan. Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
5.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
6.
Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2015 tentang Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 76);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-09/ MBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA.
DISiRIBUSI II
-4Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09 /MBU/07/ 2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara, diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan ayat (1) Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1)
Apabila diperlukan, BUMN Pembina dalam mengoptimalkan dan kelancaran pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL, dapat bekerjasama dengan BUMN lain danlatau anak perusahaan BUMN untuk . penyaluran Program Kemitraan dan Program BL BUMN Pembina tersebut.
(2)
Kerjasama tersebut, harus dituangkan dalam perjanjian yang memuat hak dan kewajiban masingmasing pihak.
(3)
BUMN Pembina harus tetap memonitor pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dilaksanakan oleh BUMN dan/atau anak perusahaan BUMN lain yang membantu penyaluran tersebut, untuk memastikan tercapainya tujuan pelaksanaan program-program yang ditugaskan.
2. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) Dana Program Kemitraan dan Program BL bersumber dari: a.
Penyisihan sebagian laba bersih BUMN; dan/ atau
b.
anggaran yang diperhitungkan sebagai biaya pada BUMN.
-5-
DISTRIBUSI II
(2) Selain sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dana Program Kemitraan juga bersumber dari: a.
saldo dana Program Kemitraan yang teralokasi sampai dengan akhir tahun 2015;
b.
jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Kemitraan; dan/atau
c.
pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada.
(3) Selain sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dana Program BL juga bersumber dari: a.
saldo dana Program BL yang teralokasi sampai dengan akhir tahun 2015;
b.
hasil bunga deposito; dan/ atau
c.
jasa giro dari dana Program BL yang masih tersisa dari dana Program BL tahun sebelumnya, jika ada. .
(4) Besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL yang bersumber dari laba bersih dan/atau biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling banyak 4% (empat persen) dari proyeksi laba bersih tahun sebelumnya, yang secara definitif ditetapkan pada saat pengesahan laporan tahunan. (5) Bagi BUMN yang tidak memperoleh laba, besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL ditetapkan paling banyak sama dengan besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL tahun sebelumnya. (6) Besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL yang bersumber dari laba bersih dan/atau biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh: a.
Menteri untuk Perum; atau
b.
RUPS untuk Persero.
DISTRIBUSI II
-6(7)
Besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya ditetapkan oleh Dewan Komisaris untuk Persero terbuka.
(8)
Besarnya dana Program Kemitraan yang bersumber dari laba bersih dan/ataU biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), disetorkan ke rekening dana Program Kemitraan pada unit Program Kemitraan dan Program BL selambatlambatnya 45 (empat puluh lima) hari setelah penetapan besaran dana.
(9)
Pembukuan dana Program Kemitraan dan dana Program BL dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
3. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Dana Program Kemitraan disalurkan dalam bentuk : a.
pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aset tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan;
b.
pinjaman tambahan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan;
c.
Beban Pembinaan: 1)
Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian / penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan;
2)
Beban Pembinaan. bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% (dua puluh persen) dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan; dan
DISTRIBUSI II
-7-
3) Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan Mitra Binaan. (2)
Jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan dari Program Kemitraan maksimum sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), kecuali pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
(3)
Dana Program BL disalurkan dalam bentuk: a.
bantuan korban bencana alam;
b.
bantuan pendidikan, dapat berupa pelatihan, prasarana dan sarana pendidikan;
c.
bantuan peningkatan kesehatan;
d.
bantuan pengembangan prasarana dan/ atau sarana umum;
e.
bantuan sarana ibadah;
f.
bantuan pelestarian alam;
g.
bantuan sosial kemasyarakatan dalam rangka pengentasan kemiskinan, termasuk untuk: 1)
elektrifikasi di daerah yang belum teraliri listrik;
2)
penyediaan sarana air bersih;
3)
penyediaan sarana Mandi Cuci Kakus;
4)
bantuan
pendidikan,
pelatihan,
pemagangan, promosi, dan bentuk bantuan lain yang terkait dengan upaya peningkatan kemandirian ekonomi usaha kecil selain Mitra Binaan Program Kemitraan; 5)
perbaikan rumah untuk masyarakat tidak mampu;
6)
bantuan pembibitan untuk pertanian, peternakan dan perikanan; atau
7)
bantuan peralatan usaha.
-8-
DISTRIBUSI II
Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak diundangka.n dengan daya laku surut terhitung sejak tab. un buku 2016, kecuali ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c yang mulai diberlakukan mulai tahun buku 2017. Agar setiap orang mengetahuinya, meineriritahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
'
pada tanggal 16 Desember 2016 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd. RINI M. SOEMARNO t)iundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BEIZITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1928 Salinan sesuai dengan aslinya iro Hukum,
NIP 197202131999.031001
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, salah satu maksud dan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat; b. bahwa Pasal 88 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN; c. bahwa ketentuan mengenai pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN, telah diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-07/MBU/05/2015 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan; d. bahwa dalam rangka memberikan landasan operasional yang lebih baik guna meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan BUMN, dipandang perlu untuk meninjau kembali peraturan mengenai Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan BUMN sebagaimana dimaksud pada huruf c; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebut di atas, maka perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara; Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305); 3. Peraturan.../2
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA. REPUBLIK. INDONESIA -2-
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556); 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 3. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 4. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 5. Menteri adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara. 6. Program Kemitraan BUMN, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. 7. Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN. 8. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. 9. Mitra Binaan adalah Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan. 10. BUMN.../33
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA R.EPUBLIK. INDONESIA -310.BUMN Pembina adalah BUMN yang melaksanakan Program Kemitraan dan/atau Program BL. 11.Unit Program Kemitraan dan Program BL adalah unit organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan dan Program BL yang merupakan bagian dari organisasi BUMN Pembina. 12. Beban Operasional adalah beban pelaksanaan operasi unit Program Kemitraan dan Program BL di luar beban pegawai. 13.Beban Pembinaan adalah beban kegiatan bimbingan dan/atau bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Mitra Binaan menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. 14.Kualitas Pinjaman adalah status kondisi pinjaman yang terdiri dari pinjaman lancar, pinjaman kurang lancar, pinjaman diragukan dan pinjaman macet. 15. Pemulihan Pinjaman adalah usaha untuk memperbaiki Kualitas Pinjaman kurang lancar, pinjaman diragukan dan pinjaman macet agar menjadi lebih baik kategorinya. BAB II PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 2 (1) Perum dan Persero wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. (2) Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan berpedoman pada Peraturan ini yang ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pasal 3 (1) Usaha Kecil yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut : a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah); b. milik Warga Negara Indonesia; c. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; d. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk usaha mikro dan koperasi; e. mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan; f. telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun; g. belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable). (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, tidak berlaku bagi usaha kecil yang baru dibentuk atau berdiri atas inisiatif BUMN Pembina sebagai bagian dari Program Kemitraan BUMN Pembina.
Pasal
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -4Pasal 4 Mitra Binaan mempunyai kewajiban sebagai berikut a. melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana daniatau proposal yang menjadi dasar pemberian pinjaman oleh BUMN Pembina; b. membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan BUMN Pembina; c. menyampaikan laporan perkembangan usaha secara periodik kepada BUMN Pembina sesuai dengan perjanjian. Pasal 5 BUMN Pembina mempunyai kewajiban sebagai berikut : a. membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL; b. menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang ditetapkan oleh Direksi; c. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program BL; d. melakukan evaluasi dan seleksi atas permohonan pinjaman yang diajukan oleh dan untuk menetapkan calon Mitra Binaan; e. menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan dana Program BL kepada masyarakat; f. melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan; g. mengadministrasikan kegiatan pembinaan; h. melakukan pembukuan atas Program Kemitraan dan Program BL; i. menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL secara berkala kepada Menteri. Pasal 6 (1) BUMN Pembina dapat menyalurkan dana Program Kemitraan dan Program BL di seluruh wilayah Republik Indonesia. (2) BUMN Pembina dalam menyalurkan dana Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengutamakan wilayah disekitar BUMN, termasuk kantor cabang/perwakilannya. Pasal 7 (1) Apabila diperlukan, BUMN Pembina dalam mengoptimalkan dan kelancaran pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL, dapat bekerjasama dengan BUMN lain untuk membantu tugas penyaluran Program Kemitraan dan Program BL BUMN Pembina tersebut, khususnya bagi BUMN Pembina yang tidak memiliki kantor cabang/perwakilan di daerah dan/atau tidak membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL di daerah tersebut. (2) Kerjasama tersebut, harus dituangkan dalam perjanjian yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. (3) BUMN Pembina hams tetap memonitor pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dilaksanakan oleh BUMN Pembina lain yang membantu penyaluran tersebut, untuk memastikan tercapainya tujuan pelaksanaan program-program yang ditugaskan. BAB III/...5‘
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -5BAB III PENETAPAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 8 (1) Sumber Dana Program Kemitraan dan Program BL sebagai berikut : a. Penyisihan laba bersih setelah pajak yang ditetapkan dalam RUPS/Menteri pengesahan Laporan Tahunan BUMN Pembina maksimum sebesar 4% (empat persen) dari laba setelah pajak tahun buku sebelumnya; b. Jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil dari Program Kemitraan; c. Hasil bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Kemitraan dan Program BL yang ditempatkan; dan d. Sumber lain yang sah. (2) Sisa dana Program Kemitraan dan Program BL tahun buku sebelumnya menjadi sumber dana tahun berikutnya. (3) Dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disetorkan ke rekening dana Program Kemitraan dan Program BL selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari setelah penetapan besaran alokasi dana. (4) Dana Program Kemitraan dan Program BL hanya dapat ditempatkan pada deposito dan/atau jasa giro pada Bank BUMN. (5) Pembukuan dana Program Kemitraan dan Program BL dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Pasal 9 (1) Dana Program Kemitraan disalurkan dalam bentuk a. pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aset tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan; b. pinjaman tambahan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan; (2) Jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan dari Program Kemitraan maksimum sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). (3) Dana Program BL disalurkan dalam bentuk: a. Bantuan korban bencana alam; b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c. Bantuan peningkatan kesehatan; d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e. Bantuan sarana ibadah; f. Bantuan pelestarian alam; g. Bantuan sosial kemasyarakatan dalam rangka pengentasan kemiskinan; h. Bantuan.../6
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -6h. Bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan bentuk bantuan lain yang terkait dengan upaya peningkatan kapasitas Mitra Binaan Program Kemitraan. (4) Dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h, diambil dari alokasi dana Program BL, maksimal sebesar 20% (dua puluh persen) yang diperhitungkan dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan. BAB IV MEKANISME PENYALURAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 10 (1) Dalam rangka pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL, BUMN Pembina membentuk Unit Program Kemitraan dan Program BL dengan struktur sesuai dengan beban tugas Program Kemitraan dan Program BL. (2) BUMN Pembina menunjuk salah seorang pejabat setingkat di bawah Direksi sebagai penanggungjawab Unit Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 11 Tata cara penyaluran pinjaman dana Program Kemitraan : a. Calon Mitra Binaan menyampaikan rencana dan/atau proposal kegiatan usaha kepada BUMN Pembina, dengan memuat sekurang-kurangnya data sebagai berikut : 1) Nama dan alamat unit usaha; 2) Nama dan alamat pemilik/pengurus unit usaha; 3) Bukti identitas diri pemilik/pengurus; 4) Bidang usaha; 5) Izin usaha atau surat keterangan usaha dan pihak yang berwenang; 6) Perkembangan kinerja usaha (arus kas, perhitungan pendapatan dan beban, neraca atau data yang menunjukkan keadaan keuangan serta hasil usaha); 7) Rencana usaha dan kebutuhan dana; dan 8) Surat Pernyataan tidak sedang menjadi Mitra Binaan BUMN Pembina lain. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 6), tidak diwajibkan bagi calon Mitra Binaan yang dibentuk atau berdiri sebagai pelaksanaan program BUMN Pembina, khusus untuk pengajuan pertama kali; c. BUMN Pembina melaksanakan evaluasi dan seleksi atas permohonan yang diajukan oleh calon Mitra Binaan; d. Dalam hal BUMN Pembina memperoleh calon Mitra Binaan yang potensial, sebelum dilakukan perjanjian pinjaman, calon Mitra Binaan tersebut hams terlebih dahulu menyelesaikan proses administrasi terkait dengan rencana pemberian pinjaman oleh BUMN Pembina bersangkutan; e. Pemberian pinjaman kepada calon Mitra Binaan dituangkan dalam surat perjanjian/kontrak yang sekurang-kurangnya memuat : 1) Nama dan alamat BUMN Pembina dan Mitra Binaan; 2) Hak dan kewajiban BUMN Pembina dan Mitra Binaan; 3) Jumlah pinjaman dan peruntukannya; 4) Syarat-syarat pinjaman (sekurang-kurangnya jangka waktu pinjaman, jadual angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman). f. BUMN.../7
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK. INDONESIA
-7f. BUMN Pembina dilarang memberikan pinjaman kepada calon Mitra Binaan yang menjadi Mitra Binaan BUMN Pembina lain. (2) Besarnya jasa administrasi pinjaman dana Program Kemitraan ditetapkan satu kali pada saat pemberian pinjaman yaitu sebesar 6% (enam persen) per tahun dari saldo pinjaman awal tahun. (3) Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip jual beli maka proyeksi marjin yang dihasilkan disetarakan dengan marjin sebesar 6% (enam persen) per tahun dari saldo pinjaman awal tahun. (4) Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip bagi basil maka rasio bagi hasilnya untuk BUMN Pembina adalah mulai dari 10% (10 : 90) sampai dengan maksimal 50% (50 : 50) berdasarkan perjanjian. Pasal 12 (1)
Tata cara penyaluran bantuan dana Program BL: a. BUMN Pembina terlebih dahulu melakukan survai dan identifikasi atas calon penerima bantuan dan/atau obyek yang akan dibiayai dari dana Program BL. b. pelaksanaan Program BL dilakukan oleh BUMN Pembina yang bersangkutan.
(2) Dalam hal penyaluran bantuan Program BL dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa BUMN Pembina, maka pelaksanaan survai dan identifikasi serta pelaksanaan penyaluran Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh satu atau lebih BUMN berdasarkan kesepakatan bersama. BAB V BEBAN OPERASIONAL PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 13 Beban Operasional Program Kemitraan dan Program BL menjadi beban BUMN Pembina. Pasal 14 BUMN Pembina dilarang menggunakan dana Program Kemitraan dan Program BL untuk hal-hal di luar ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. BAB VI PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 15 (1) RKA Program Kemitraan dan Program BL menjadi satu kesatuan dengan RKAP BUMN Pembina yang dituangkan dalam bab tersendiri.
(2) RKA.../81
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -8(2) RKA Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang kurangnya memuat : a. Rencana Kerja Program Kemitraan dan Program BL; b. Anggaran Program Kemitraan dan Program BL, sumber dana, dana yang tersedia dan rencana penggunaan dana sesuai dengan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Proyeksi Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas dan Arus Kas Program Kemitraan dan Program BL; Pasal 16 Persetujuan RKA Program Kemitraan dan Program BL menjadi satu kesatuan dengan persetujuan atas RKAP BUMN Pembina yang bersangkutan. BAB VII PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN LAPORAN Pasal 17 Setiap BUMN Pembina wajib menyusun laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL. Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL terdiri dari Laporan Triwulanan dan Laporan Tahunan. Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi satu kesatuan dengan Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan BUMN Pembina yang dituangkan dalam bab tersendiri. Pasal 18 Pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL diaudit bersamaan dengan audit Laporan Keuangan BUMN Pembina. Pengesahan Laporan Program Kemitraan dan Program BL menjadi satu kesatuan dengan Pengesahan Laporan Tahunan BUMN Pembina yang bersangkutan. Pengesahan Laporan Tahunan Program Kemitraan dan Program BL sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab (acquite at de charge) kepada Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas atas pengurusan dan pengawasan Program Kemitraan dan Program BL. BAB VIII KUALITAS PINJAMAN DANA PROGRAM KEMITRAAN Pasal 19 Kualitas Pinjaman dana Program Kemitraan dinilai berdasarkan pada ketepatan waktu pembayaran kembali pokok pinjaman dan jasa administrasi pinjaman Mitra Binaan.
Pasal 20.../9/
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -9Pasal 20 Dalam hal Mitra Binaan hanya membayar sebagian angsuran, maka pembayaran tersebut terlebih dahulu diperhitungkan untuk pembayaran jasa administrasi pinjaman dan sisanya bila ada untuk pembayaran pokok pinjaman. Pasal 21 Penggolongan Kualitas Pinjaman ditetapkan sebagai berikut : a. Lancar, adalah pembayaran angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman tepat waktu atau terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama; b. Kurang lancar, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 30 (tiga puluh) hari dan belum melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama; c. Diragukan, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dan belum melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama; d. Macet, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama. Pasal 22 (1) Terhadap Kualitas Pinjaman kurang lancar, diragukan dan macet dapat dilakukan usahausaha Pemulihan Pinjaman dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling) atau penyesuaian persyaratan (reconditioning) apabila memenuhi kriteria : a. Mitra Binaan beritikad baik atau kooperatif terhadap upaya penyelamatan yang akan dilakukan; b. Usaha Mitra Binaan masih berjalan dan mempunyai prospek usaha; c. Mitra Binaan masih mempunyai kemampuan untuk membayar angsuran. (2) Dalam hal dilakukan tindakan penyesuaian persyaratan (reconditioning), tunggakan jasa administrasi pinjaman dapat dihapuskan dan/atau beban jasa administrasi pinjaman selanjutnya yang belum jatuh tempo; (3) Tindakan penyesuaian persyaratan (reconditioning) dilakukan setelah adanya tindakan penjadwalan kembali (rescheduling). (1) (2) (3) (4)
Pasal 23 Pinjaman macet yang telah diupayakan pemulihannya namun tidak terpulihkan, dikelompokkan dalam aktiva lain-lain dengan pos Pinjaman Bermasalah. Tata cara penghapusbukuan pinjaman bermasalah akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Terhadap pinjaman bermasalah yang telah dihapusbukukan tetap diupayakan penagihannya dan hasilnya dicatat dalam pos Pinjaman Bermasalah yang Diterima Kembali. Jumlah dan mutasi rekening Pinjaman Bermasalah dan Pinjaman Bermasalah yang Diterima Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), dilaporkan secara periodik dalam Laporan Triwulanan. Pasal 24.../10‘
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA R.EPUBLIK INDONESIA
-10Pasal 24 Dikecualikan dari pasal 23 ayat (1) diatas, piutang macet yang terjadi karena keadaan memaksa (Force Majeure) seperti : Mitra Binaan meninggal dunia dan tidak ada ahli waris yang bersedia menanggung hutang dan/atau gagal usaha akibat bencana alam/kerusuhan, pemindahbukuan piutang macet tersebut kedalam pos pinjaman bermasalah dapat dilaksanakan tanpa melalui proses Pemulihan Pinjaman.
BAB IX KINERJA PROGRAM KEMITRAAN Pasal 25 Kinerja Program Kemitraan merupakan salah satu Indikator Kinerja Kunci (KPI) Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN Pembina. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 (1) RKA Program Kemitraan dan Program BL tahun buku 2015 yang telah ditetapkan tetap terpisah dan RKAP BUMN Pembina. (2) BUMN Terbuka tetap melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan menggunakan dana yang telah direncanakan dalam RKA Program Kemitraan dan Program BL tahun 2015, dengan ketentuan apabila Program Kemitraan belum dianggarkan, maka dapat dianggarkan dan/atau direncanakan yang dananya akan diperhitungkan dan laba tahun buku 2014 dan akan ditetapkan kemudian dalam RUPS pada kesempatan pertama. (3) Biaya operasional Program Kemitraan dan Program BL tahun 2015 yang telah dianggarkan dalam RKA Program Kemitraan dan Program BL tahun 2015 menjadi beban perusahaan yang diperhitungkan dan dipertanggungjawabkan dalam Laporan Tahunan Perusahaan tahun buku 2015. Penyaluran Program Kemitraan yang telah dilaksanakan dan belum selesai pada saat (4) Peraturan Menteri ini ditetapkan, masih tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. (5) Pelaksanaan Penyaluran Program Kemitraan dan Program BL yang menggunakan BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur yang belum selesai pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan, tetap dapat dilaksanakan sampai dengan berakhirnya perjanjian pelaksanaan penyaluran Program Kemitraan dan Program BL dimaksud. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 27 Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini berlaku pula bagi anak perusahaan BUMN dan perusahaan patungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau dengan pihak lainnya, dengan ketentuan pemberlakuan Peraturan ini dikukuhkan dalam RUPS masing-masing perusahaan dimaksud. Pasal 28.../11K
MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -11Pasal 28 Dalam hal diperlukan, Pejabat Eselon I Kementerian BUMN yang menangani Program Kemitraan dan Program BL, dapat menetapkan ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER07/MBU/05/2015 tanggal 22 Mei 2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 30 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 2015 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA Salinan sesuai dengan aslinya Hukum,
199603 1 001
ttd. RINI M. SOEMARNO