2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk H2O dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu (Fardiaz, 1992). Krupa (1997) mengatakan bahwa polusi udara merupakan unsur-unsur pokok bahan kimia yang ditambahkan pada atmosfir melalui aktivitas manusia sehingga menghasilkan konsentrasi bahan kimia yang tinggi di atas permukaan tanah. Menurut Zaini (2008), polusi udara berasal dari berbagai sumber, dengan hasil pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber utama. Contoh sederhana adalah pembakaran mesin diesel yang dapat menghasilkan partikulat (PM), nitrogen oksida, dan precursor ozon yang semuanya merupakan polutan berbahaya. Polutan yang ada diudara dapat berupa gas (misal SO2, NOx, CO, Volatile Organic Compounds) ataupun partikulat. Polutan berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate Matter) merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan. PM dapat diklasifikasikan menjadi 3; yaitu coarse PM (PM kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10 μm, bersumber dari abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem), ataupun akibat agregasi partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat masuk dan terdeposit di saluran pernapasan utama pada paru (trakheobronkial); sedangkan fine PM (<2,5 μm) dan ultrafine (<0,1 μm) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan dapat dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran napas (alveoli) bahkan dapat masuk ke sirkulasi darah sistemik. Klasifikasi berdasar ukuran ini juga terkait dengan akibat buruk partikel tersebut terhadap kesehatan. Kadar baku mutu kadar debu dan partikulat menurut Environmental Protection Agency (EPA), Peraturan Pemerintah dan Keputusan Gubernur dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Baku mutu kadar debu dan partikulat Baku Mutu Polutan
Satuan
PM10
μg/Nm3
PM2,5
3
μg/Nm
Waktu Pengambilan Sampel
EPA
PP No. 41/1999
Kep.Gub. DKI No. 551/2001
150
150
150
24 jam
65
65
65
24 jam
Dustfall (debu jatuh)
ton/km2/bulan
-
10
-
30 hari
Debu (TSP)
μg/Nm3
260
230
230
24 jam
2.2. PARTIKEL DEBU 2.2.1. Sifat Fisika dan Kimia Partikulat
debu
tersuspensi
(Suspended
Particulate
Matter/SPM)
merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti: Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smoke. Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikel debu dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan sampel (Anonim, 2007). Menurut Krupa (1997), kadar partikel di atmosfir dapat dikelompokkan menjadi partikel primer atau sekunder serta partikel kering atau basah. Partikel sekunder yaitu partikel yang terbentuk dari polusi gas yang terdapat pada atmosfir, sedangkan partikel primer dapat ditemukan pada atmosfir dalam bentuk yang sesungguhnya (de Nevers, 1995). Partikel dapat dihasilkan secara alami (misalnya, serbuk sari/pollen, spora, dan erosi tanah) dan akibat aktivitas manusia
4
(misalnya, jelaga, abu, dan debu semen) dan dapat dikelompokkan sesuai dengan ukurannya (Tabel 2). Tabel 2. Macam-macam ukuran beberapa partikel di atmosfir Ukuran (µm)*
Partikel
*
Uap/asap
0,001-0,1
Kabut
<0,01-10,0
Karbon
0,01-0,3
Asap rokok
0,03-1,0
Amonium sulfat
0,10-2,5
Aerosol asam sulfat
0,10-2,5
Zat pewarna
0,10-5,0
Insektisida
0,50-10,0
Debu
1,0->300
Semprotan/spray
10,0-300
Spora
10,0-15,0
Serbuk sari/pollen
10,0-100
Pasir halus
12,0-200
Debu semen
15,0-100
-6
1 µm = 10 meter
Sumber: Krupa (1997) Peavy et.al.(1985) mengatakan bahwa secara umum, partikel dapat diklasifikasikan sebagai partikel tersuspensi (suspended) dan settleable (seperti debu jatuh). Dengan mengacu ke beberapa sumber pustaka, partikel tersuspensi memiliki ukuran diameter seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Ukuran partikel tersuspensi (TSP) No.
Ukuran Partikel Tersuspensi (TSP) (µm)
Sumber
1
0,01-1.000,00
Ashworth, 1991
2
1,00-20,00
Peavy et. al., 1985
3
0,30-100,00
Davis dan Cornwell, 1998* (*Gambar 1)
4
0,10-30,00
Environmental Protection Agency (EPA)
5
Sumber: Davis dan Cornwell (1998)
Gambar 1. Ukuran partikel dalam udara ambien 2.2.2. Sumber dan Distribusi Anonim (2007) mengatakan bahwa secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor. 2.2.3.
Dampak Terhadap Kesehatan Pernafasan merupakan salah satu penyebab yang menjadi perhatian dalam
hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senyawa lain yang melekat bergabung pada partikel debu, seperti timah 6
hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat masuk tubuh melalui rute lain. Pengaruh partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikel debu sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikel yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikel debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (visibility). Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikel debu di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh patikel debu di udara. Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh. Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang terikat pada partikel debu patut mendapat perhatian . 2.3. HIGH VOLUME AIR SAMPLER Metode high volume air sampling biasa digunakan untuk mengukur kadar partikel tersuspensi dalam udara ambien. Metode ini juga biasa digunakan sebagai pengukur kadar total partikel tersuspensi (Total Suspended Particulate/TSP) dan partikel dengan ukuran berkisar antara 0 – 10 µm (PM10) untuk menentukan kesesuaian kadarnya dengan standar nasional kualitas udara ambien (Lodge, 1989). Menurut (Lodge, 1989), alat pengambil sampel dengan metode high volume air sampling terdiri dari beberapa komponen, yaitu inlet, penyangga filter,
7
penggerak udara, pengontrol laju alir dan timer. Ilustrasi bagian-bagian alat pengambil sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2. Bagian-bagian High Volume Air Sampler yang ada di pasaran (Lodge, 1989) Warner (1976) mengatakan bahwa alat pengambil sampel, yang biasanya disebut “Hi-Vol” merupakan motor tipe pembersih vakum (vacuum cleaner) yang digunakan untuk memindahkan udara melewati luasan filter. Filter yang digunakan dapat berupa: 1) Lembaran serat kaca (glass fiber-disk) berdiameter 4 inchi 2) Serat kaca (glass fiber mat) berukuran 4×4 inchi 3) Serat kaca berukuran standar 8×10 inchi. Filter yang biasa digunakan yaitu serat kaca berukuran 8×10 inchi yang dapat digunakan pada laju alir udara sebesar 40 sampai 60 ft3/menit (CFM) selama lebih dari 4 sampai 6 jam waktu pengambilan sampel dengan periode pengambilan sampel selama 24 jam.
Ukuran filter tersebut didesain utuk
8
mengumpulkan sebanyak 1 hingga 1,5 gram partikel. Pengoperasian alat melebihi waktu standar pengambilan sampel, 24 jam, dapat mengakibatkan pengumpulan sampel yang berlebihan sehingga dapat menutupi keseluruhan filter dan menyebabkan kerusakan pada motor. 2.4. KEBISINGAN Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (dB). Decibel
(dB)
adalah
suatu
unit
pengukuran
kuantitas
resultan
yang
mereprentasikan sejumlah bunyi dan dinyatakan secara logaritmik. Sederhananya, skala decibel (dB) diperoleh dari 10 kali logaritma (dasar 10) perbandingan tenaga (Wilson, 1989). Terdapat 3 skala pangukuran untuk sound level meter: 1) Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35-135 dB). 2) Skala pengukuran B: digunakan suara dengan kekerasan yang moderat (>40 dB) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi 3) Skala pengukuran C: digunakan untuk suara yang sangat keras (45 dB) yang menghasilkan gambaran respon terhadap bising antara 20 sampai dengan 20000 Hz. Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan subler bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan: 1) Untuk sumber diam: SL1 – SL2 = 20 log (r2/r1).................................... (1) 2) Untuk sumber bergerak: SL1 – SL2 = 10 log (r2/r1).................................... (2) dimana: SL1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r1 SL2 = intensitas suara sumbu 2 pada jark r2 r1
= jarak ke sumber bising yang pertama
r2
= jarak ke sumber bising yang kedua
Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat menghasilkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain: 9
a. Jika peningkatan ambang dengar >80 dB(A), menyebabkan kerusakan pendengaran sebagian. b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 – 125 db(A), menyebabkan gangguan pendengaran sementara. c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 – 140 dB(A), bisa menyebabkan telinga sakit. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/1996, baku tingkat kebisingan yang diijinkan sesuai dengan peruntukan kawasannya yaitu sebagai berikut (Tabel 4): Tabel 4. Baku tingkat kebisingan Peruntukan Kawasan/Lingkungan Tingkat Kebisingan Kesehatan dB (A) a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan pemukiman 55 2. Perdagangan dan jasa 70 3. Perkantoran dan perdagangan 65 4. Ruang terbuka hijau 50 5. Industri 70 6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus: - Bandar udara 60 - Stasiun kereta api 70 - Pelabuhan laut - Cagar budaya b. Lingkungan kegiatan 1. Rumah sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55 Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
10