BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Udara Saat ini kondisi udara di perkotaan Indonesia sudah sangat memburuk yang diakibatkan oleh polusi udara yang tinggi. Badan WHO pada bulan Agustus tahun 2011 mengeluarkan laporan mengenai tingkat polusi udara di seluruh kota besar dunia dengan menggunakan standar PM10. Dari lima kota di Indonesia yang diamati oleh WHO, hanya Kota Pekanbaru yang standar polusi rata-rata per tahun di bawah standar WHO. WHO menetapkan standar aman polusi PM10 per tahun sebesar 20 µg/m3. Dari data yang diambil WHO pada 2008, tingkat polusi PM10 Pekanbaru adalah 11 µg/m3. Kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat polusi yang jauh di atas batas aman WHO. Jakarta misalnya, standar polusi udara yang dicatat WHO tahun 2008 yang lalu adalah 43 µg/m3 atau 200% di atas standar aman WHO. Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 µg/m3 atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun 2010 angka ini diklaim turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 µg/m3 karena efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta (Jakarta Car Free Day). Tingkat polusi Surabaya, Bandung dan Medan
7
menurut laporan WHO lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota Kembang mencapai rata-rata 51 µg/m3 per tahun. Di Surabaya, nilainya mencapai 69 µg/m3 dan Medan mencapai 111 µg/m3 per tahun. Angka-angka di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air. Pokok permasalahan polusi udara perkotaan tidak hanya berhenti di sumber polusi, namun sudah melebar ke regulasi. Menurut Peraturan Pemerintah No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 adalah 150 µg/m3 per hari, lebih dari 700% di atas standar aman WHO [7]. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Standar itu hingga kini belum berubah. Padahal, semakin banyak penelitian ilmiah yang menghubungkan pencemaran udara terhadap risiko kesehatan. Polusi udara adalah unsur-unsur berbahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia serta menurunkan kualitas lingkungan. Polusi udara sendiri diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu: a. Polusi primer yaitu polusi yang ditimbulkan langsung dari sumbernya. Contohnya asap kendaraan bermotor b. Polusi sekunder yaitu polusi yang terbentuk dari reaksi polusi - polusi primer di atmosfer. Contohnya yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen dioksida (NO2) bereaksi dengan air hujan akan menyebabkan hujan asam.
8
1. Penyebab Polusi Udara Penyebab polusi udara dapat terjadi akibat dari yaitu : a. Kendaraan bermotor
Kendaraan
bermotor
yang
memakai
bensin
dan
solar
akan
mengeluarkan gas Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (N02), Karbon
dioksida
(CO2)
dan
partikel-partikel
lain
dari
sisa
pembakarannya. Unsur-unsur ini bila mencapai titik tertentu dapat menjadi racun bagi manusia atau hewan. Gas CO merupakan racun bagi fungsi-fungsi darah, sedangkan SO2 dapat menimbulkan penyakit sistem pernapasan. b. Pabrik-pabrik Industri
Sebagian besar pabrik-pabrik industri banyak menggunakan bahan baku berupa zat-zat kimia organik dan anorganik. Pembuangan dari sisa-sisa pabrik industri ini bisa merusak lingkungan berupa gangguan pada kehidupan dan kelestarian lingkugan bila tanpa pengendalian. Berbagai bentuk penyakit akan timbul pada masyarakat di sekitar pabrik atau pada pekerja sendiri akibat masuknya zat-zat buangan ini ke dalam tubuh [8].
2. Dampak Polusi Udara Dampak dari polusi udara ini bisa menyebabkan efek yang tidak baik bagi lingkungan diantaranya dapat menyebabkan hujan asam yang dapat mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan, merusak tanaman, serta bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan. Selain itu
9
juga dapat menyebabkan meningkatnya efek rumah kaca yang disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC dan NO2 di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas
terperangkap
dalam
lapisan
troposfer
dan
menimbulkan
fenomena pemanasan global. Pemanasan global sendiri akan berakibat pada pencairan es di kutub, perubahan iklim regional dan global. Selain tidak baik bagi lingkungan, polusi udara juga sangat merugikan bagi kesehatan manusia baik dengan cara terhisap langsung dengan asap polusi maupun dengan meminum air yang terkontaminasi dan melalui kulit. Apabila asap polusi terhisap langsung maka dapat menyebabkan radang paru-paru sehingga kerja paru-paru menjadi kurang baik.
Gambar 2.1 Kondisi udara di kota Jakarta
Gambar diatas memperlihatkan kondisi udara yang ada di kota Jakarta dimana terlihat disekitar gedung dikelilingi oleh asap polusi sehingga gedung-gedung tersebut terlihat samar.
3. Parameter Kualitas Udara Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
10
No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 Tabel 2.1 Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara untuk setiap Parameter Pencemar
Tabel 2.2 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
(sumber : http://www.cets-uii.org/BML/Udara/ISPU)
11
B. Definisi Citra Citra merupakan gambaran rekaman suatu objek atau biasanya gambaran objek pada foto. Istilah citra digunakan untuk menyatakan intensitas cahaya dua dimensi dalam fungsi f(x,y), dimana (x,y) menyatakan koordinat spatial dan nilai dari f pada titik (x,y) menyatakan tingkat kecerahan (level keabuan) citra pada titik tersebut. Fungsi f(x,y), dipengaruhi oleh banyaknya sumber cahaya yang jatuh pada daerah yang diamati (iluminasi) dan banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh objek pada daerah tersebut (refleksi). Hal ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut : f(x,y) = i(x,y). r(x,y) dimana: 0 < i(x,y) < ∞ (iluminasi sumber cahaya) 0 < r(x,y) < 1 (koefisien pantul obyek) jika r(x,y)=0, maka semua cahaya diserap (total absorbtion), sedangkan jika r(x,y)=1, maka semua cahaya dipantulkan (total reflectance). Bila niai r(x,y) berada diantara kedua nilai tersebut, maka akan dihasilkan warna yang berbeda. Elemen – elemen dasar yang terdapat pada citra, yaitu : a. Kecerahan (brightness), merupakan intensitas yang terjadi pada satu titik citra. b. Acuity, merupakan kemampuan mata manusia untuk merinci secara detail bagian-bagian pada suatu citra. c. Kontur, merupakan keadaan pada citra di mana terjadi perubahan intensitas dari suatu titik ke titik tetangganya. Dengan perubahan intensitas
12
inilah mata seseorang sanggup mendeteksi pinggiran atau kontur suatu benda. d. Warna, merupakan reaksi yang dirasakan oleh system visual mata manusia terhadap perubahan panjang gelombang cahaya. e. Bentuk Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra 2 dimensi, sedang obyek yang diamati adalah 3 dimensi. f. Tekstur Pada hakikatnya system visual manusia tidak menerima informasi citra secara terpisah pada setiap titik, tetapi suatu citra dianggap sebagai satu kesatuan. g. Deteksi dan Pengenalan Dalam mendeteksi dan mengenali suatu citra, ternyata tidak hanya system visual manusia saja yang bekerja tetapi juga ikut melibatkan ingatan dan daya pikir manusia.
1. Pixel (Picture Element) Satu satuan informasi terkecil dalam suatu layar monitor, televisi atau peraga lainnya yang menggambarkan atau membentuk suatu bayangan (image) disebut sebagai pixel. Pixel dapat juga disebut sebagai titik gambar karena dalam dunia digital, gambar dibentuk dari titik-titik. Satuan dari pixel biasanya dinyatakan dengan posisi x, posisi y dan nilai dari pixel (warna atau gray). Pixel gambar yang kecerahannya dibawah tingkat tertentu diwakili oleh ”0” sedangkan diatasnya diwakili
13
oleh ”1”, dengan demikian semua citra didalam memori komputer dapat diwakili oleh logika ”1” dan ”0”. Citra dinyatakan dalam bentuk data matriks dua dimensi, dimana setiap titik data mewakili satu pixel. Dalam hubungannya dengan data video, maka satu gambar (image) dikenal sebagai satu frame. Misalnya sebuah gambar dikatakan resolusinya sebesar 600 x 800 maka berarti panjang pixel horizontalnya 800 dan panjang pixel vertikalnya 600 dan jumlah total keseluruhan pixel dari gambar tersebut yaitu 480000 atau dapat dikatakan bahwa gambar tersebut terdiri dari 480000 pixel. Berikut ini adalah gambaran dimensi matriks yang mewakili 1 frame citra dengan ukuran M x N.
Gambar 2.2 Data matriks dua dimensi
Citra diatas merupakan matriks dua dimensi dari fungsi intensitas cahaya. Karena itu, referensi citra menggunakan dua variabel yang menunjuk posisi pada bidang dengan sebuah fungsi intensitas cahaya yang dapat dituliskan sebagai f(x,y) dimana f adalah nilai amplitude pada koordinat spasial (x,y). Sistem koordinat citra digital ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
14
Gambar 2.3 Koordinat citra
Citra yang kita lihat sehari-hari merupakan cahaya yang direfleksikan sebuah obyek. Fungsi f(x,y) dapat dilihat sebagai fungsi dengan dua unsur, pertama merupakan besarnya sumber cahaya yang melingkupi pandangan terhadap obyek (illumination), kedua merupakan besarnya cahaya
yang
direfleksikan
oleh
obyek dalam pandangan kita
(reflectance component).
2. Warna RGB Model warna RGB (red, green, blue) mendeskripsikan warna sebagai kombinasi
dari 3 warna, yaitu merah, hijau, dan biru. Dengan
demikian diketahui bahwa dalam suatu pixel diwakili dengan 3 byte memori yang masing-masing terdiri dari 1 byte untuk warna merah, 1 byte untuk warna hijau, dan 1 byte untuk warna biru.
15
Gambar 2.4 Komponen RGB
Setiap matriks mengandung informasi intensitas warna komponen dengan masing-masing resolusi sebesar 8 bit. Jadi untuk citra digital berwarna menggunakan sistem 24 bit.
C. Inframerah Inframerah merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang diatas 700 nm. Sinar inframerah dihasilkan oleh proses di dalam molekul dan benda panas. Benda panas diakibatkan karena adanya aktivitas (getaran) atomik dan molekul di dalamnya sehingga memancarkan gelombang panas dalam bentuk sinar inframerah. Oleh karena itu, sinar inframerah sering juga disebut radiasi panas. Inframerah memiliki beberapa karakteristik yaitu :
a. Tidak dapat dilihat oleh manusia Hal ini dikarenakan mata manusia hanya bisa melihat cahaya yang memiliki panjang gelombang 400 nm sampai 700 nm. b. Tidak dapat menembus materi yang tidak tembus pandang seperti tembok
16
c. Dapat ditimbulkan oleh komponen yang menghasilkan panas.
1. Radiasi Inframerah
Radiasi inframerah meskipun tidak terlihat oleh mata manusia namun dapat dideteksi sebagai rasa hangat pada kulit dan bahkan energi radiasi inframerah dari obyek yang mempunyai suhu lebih rendah dari lingkungan dapat tertangkap karena terasa lebih dingin. Jangkauan panjang gelombang inframerah terletak di antara 0,78 µm dan 1000 µm, dan hal ini tak tampak untuk mata telanjang. Daerah inframerah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu near-infrared (0.78-3.0 µm), middle infrared (3-30 µm) dan far infrared (30-300 µm).
Gambar 2.5 Spektrum gelombang elektromagnetik
Energi inframerah adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai spektrum gelombang yang terletak di antara cahaya tampak dan radiasi gelombang mikro [5].
17
2. Citra Inframerah Citra inframerah dihasilkan melalui fotografi inframerah. Fotografi inframerah adalah suatu teknik dalam bidang fotografi untuk merekam cahaya yang oleh mata telanjang tidak dapat dilihat [11]. Oleh karena itu diperlukan filter yang menampung hampir semua spektrum cahaya dan membiarkan cahaya inframerah untuk diteruskan masuk ke kamera, dengan catatan bahwa sensor atau film dalam kamera tersebut harus sensitif terhadap cahaya inframerah.
Gambar 2.6 Citra inframerah suatu lingkungan
Ketika teknik fotografi inframerah digunakan, hasil dari foto inframerah bisa menjadi foto hitam-putih yang kontras atau foto false-color, contohnya seperti gambar di atas dimana warna daun yang hijau segar akan terlihat putih. Hal ini disebabkan karena daun banyak memantulkan cahaya inframerah.
D. Kamera Digital Teknologi fotografi pada era sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal ini terbukti dengan adanya kamera digital. Bentuk dari kamera digital pada
18
umumnya kecil, ringan dan mudah dibawa-bawa sehingga suatu kejadian kapanpun dan dimanapun bisa diabadikan secara langsung dengan cepat dan mudah. Pada penelitian ini menggunakan dua buah kamera digital dimana Hot Mirror pada kamera Fujifilm FinePix A400 sebelumnya telah dilepas untuk meningkatkan cahaya masuk kedalam kamera dan ditambah dengan menempatkan negative film didepan lensa kamera untuk meloloskan sinar inframerah sedangkan Hot Mirror pada kamera Casio QV-R200 tidak dilepas namun negative film tetap ditempatkan didepan lensa kamera.
Gambar 2.7 Hot Mirror frame (http://ir-photo.net/ir_30dmod.html)
Penggunaan dua buah kamera ini bertujuan untuk melihat perbedaan hasil citra yang ditangkap oleh kedua kamera untuk kemudian dianalisa.
1. Kamera Casio QV-R200
Gambar 2.8 Kamera Casio QV-R200
19
Spesifikasi: a. Resolusi
: 14.1 megapixels
b. Jenis sensor
: 1/2.3-inch square pixel CCD
c. Format file
:
Still images
: JPEG (Exif Ver. 2.3), DPOF
Movies
: Motion JPEG, AVI format, PCM (monaural).
d. Monitor Screen : 2.7-inch TFT color LCD, 230,400 dots (960 x 240) e. Recording Media : SD Memory Card, SDHC Memory Card ,SDXC Memory Card compatible.
2. Kamera Fujifilm FinePix A400
Gambar 2.9 Kamera Fujifilm FinePix A400
Spesifikasi : a. Resolusi
: 4.1 megapixels
b. Jenis sensor
: 1/2.5-inch Super CCD HR
c. File formats
:
Still image JPEG)
: DCF-compliant (Compressed Exif Ver. 2.2
20
Movies d. Memory type
: AVI (Motion JPEG). : xD-Picture Card
e. Dimensions (W x H x D) : 93.0 x 60.0 x 27.5 mm /3.7 x 2.4 x 1.1 in.
E. Negative film Negative film adalah jenis film berwarna yang menghasilkan negative (klise) dengan gambar yang warna komplemennya berasal dari warna-warna yang terdapat pada obyek. Obyek warna merah akan membentuk cyan (hijau-biru) pada film, warna hijau akan terbentuk warna magenta (merah-biru), sedangkan obyek warna biru akan terbentuk warna kuning pada film. Dari negative film ini nantinya dapat dicetak menjadi foto-foto berwarna (gambar positif). Disebut negative film karena gambar yang tercetak nantinya berlawanan dengan filmnya dimana bagian hitam pada negatif menghasilkan gambar putih pada foto sedangkan bagian putih pada negatif akan menghasilkan gambar hitam pada foto.
Gambar 2.10 Negative film
Gambar diatas merupakan negative film yang digunakan pada penelitian ini dan berbeda dengan negative film pada umumnya dimana telah mengalami proses agar dapat melewatkan sinar inframerah. Negative film ini nantinya
21
akan diletakkan didepan lensa kamera digital untuk melewatkan sinar inframerah ketika citra ditangkap sehingga nantinya akan menghasilkan sebuah citra inframerah.
F. Hygrometer Hygrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban pada suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembaban yang terjaga seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan tersebut. Kelembaban merupakan sejumlah uap air yang tersimpan di udara dan dipengaruhi oleh suhu udara dan keadaan setempat. Udara dikatakan mempunyai kelembaban yang tinggi apabila uap air yang diakandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Hygrometer juga banyak dipakai di ruangan pengukuran dan instrumentasi untuk menjaga kelembapan udara yang berpengaruh
terhadap
keakuratan
alat-alat pengukuran.
Hygrometer
mempunyai prinsip kerja yaitu dengan menggunakan dua thermometer. Thermometer pertama dipergunakan untuk mengukur suhu udara biasa dan thermometer yang kedua dipergunakan untuk mengukur suhu udara jenuh/lembab. Proses pengukuran hygrometer terdapat dua skala yakni untuk menunjukkan kelembaban dan untuk menunjukkan temperatur. Cara penggunaannya yaitu dengan meletakkan hygrometer di tempat yang akan diukur kelembabannya, setelah itu dibaca skalanya. Skala kelembaban
22
biasanya ditandai dengan percent (%) dan suhu ditandai dengan derajat celcius (0C).
Gambar 2.11 Hygrometer HTC-1
G. Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah pemrosesan citra dengan menggunakan komputer untuk menghasilkan citra manipulasi yang kualitasnya lebih baik dari sebelumnya, sehingga citra tersebut dapat diinterpretasikan baik oleh manusia maupun mesin. Pengolahan citra sangat bermanfaat, diantaranya adalah untuk meningkatkan kualitas citra, menghilangkan cacat pada citra, mengidentifikasi objek, serta penggabungan dengan bagian citra yang lain. Citra dalam perwujudannya dapat bermacam-macam, mulai dari gambar hitam putih pada sebuah foto (yang tidak bergerak) sampai pada gambar berwarna yang bergerak pada pesawat televisi. Proses transformasi dari bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra akan
dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang mengakibatkan
penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit atau terlalu
23
lebar, distorsi, kekaburan (blur), kekaburan akibat objek citra yang bergerak (motion blur), noise atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat citra, baik itu berupa tranducer, peralatan elektronik ataupun peralatan optik karena pengolahan citra digital dilakukan dengan komputer
digital
maka
citra
yang
akan diolah
terlebih
dahulu
ditransformasikan ke dalam bentuk besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk dari citra ini disebut citra digital.
1. Citra berwarna keabuan (Grayscale) Citra berwarna keabuan adalah citra yang hanya menggunakan warna yang merupakan tingkatan warna abu-abu. Warna abu-abu adalah satu-satunya warna pada ruang RGB dengan komponen merah, hijau, dan
biru yang mempunyai
intensitas
yang
sama. Intensitas
citra
berwarna keabuan disimpan dalam ukuran 8 bit sehingga menghasilkan 28 = 256 tingkat keabuan dari warna hitam sampai warna putih. Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana, yaitu hanya menggunakan sedikit kombinasi warna. Dan dengan
citra
abu-abu ini sudah cukup untuk memproses citra yang
semula berupa RGB.
24
Gambar 2.12 Contoh citra grayscale
2. Image Cropping (Pemotongan Citra) Pemotongan citra digunakan untuk mengambil daerah citra yang dibutuhkan untuk keperluan tertentu misalnya untuk penelitian dimana citra yang digunakan untuk bahan penelitian lebih dari satu citra. Hal ini bertujuan agar cakupan daerah penelitian tidak terlalu lebar.
3. Histogram Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat histogram. Histogram adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra.
Gambar 2.13 Citra dan Histogramnya
25
Tinggi dari histogram pada titik tertentu menunjukkan jumlah pixel atau daerah dari citra yang mempunyai tingkat keabuan tersebut. Pixel dengan intensitas terendah adalah hitam dan pixel
dengan
intensitas tertinggi adalah putih. Histogram dapat menjadi penunjuk kadar kecerahan (brightness) dan kontras citra.
Gambar 2.14 Ciri histogram citra
Dari gambar diatas terlihat bahwa histogram untuk citra gelap bergerak ke sebelah kiri, histogram citra berkontras rendah berada ditengah, histogram untuk citra terang berada disebelah kanan dan histogram untuk citra berkontras tinggi menyebar merata dari kiri ke kanan.
4. Filter (Tapis) Digital Suatu citra biasanya mengandung derau (noise) yang muncul pada saat pengambilan citra tidak sempurna karena alasan cuaca, perangkat pengambil citra yang tidak fokus dan sebagainya dimana hal ini dapat menurunkan kualitas suatu citra. Derau pada umumnya berupa variasi intensitas (derajat keabuan) suatu pixel yang tidak berkaitan dengan pixel-
26
pixel tetangganya (sekelilingnya). Proses pemfilteran pada citra digunakan untuk menaikkan mutu citra serta menghilangkan derau yang terkandung dalam citra pada saat pengambilan citra. Operasi pengurangan derau bekerja dengan cara menekan intensitas pixel yang tinggi karena pixel yang mengalami gangguan umumnya memiliki frekuensi tinggi. Dalam penelitian ini menggunakan LPF, Median Filter, dan HPF untuk melihat perubahan pada citra.
a) Low Pass Filter (LPF) LPF adalah filter yang meloloskan intensitas pixel yang rendah dan menekan intensitas pixel yang tinggi. Salah satu bentuk dari LPF adalah average filter (filter rata-rata), dimana dalam operasi ini akan mengganti nilai suatu pixel dengan merata-ratakan nilai dari pixel tetangganya (sekelilingnya).
Gambar 2.15 Hasil LPF untuk gambar komputer
Pada gambar diatas terlihat bahwa LPF menyebabkan gambar menjadi lebih lembut. Operasi perata-rataan ini dapat dipandang sebagai konvolusi antara citra f(x,y) dengan filter l(x,y) :
27
g(x,y) = f(x,y)* l(x,y) Filter L disebut average filter (filter rata-rata) dimana ukuran default filter ini adalah ukuran 3x3 dengan bentuk persamaannya yaitu L=[
] / 9 atau L = [
]
Misalkan sebuah potongan citra dalam matriks yaitu :
F=[
]
Dengan menghitung konvolusi dari matriks filter rata-rata 3x3 dan matriks F, diperoleh : G = F*L
G=[
]*[
]
G = (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (4)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) = 12/9 kemudian nilai G tersebut masukkan kedalam matriks F untuk menggantikan nilai 4 dengan nilai 12/9.
G=[
]
b) Median Filter Median Filter merupakan salah satu teknik dalam peningkatan kualitas citra. Cara kerjanya hampir sama dengan average filter. Pada average
28
filter setiap output yang dihasilkan merupakan hasil operasi pixel-pixel tetangga citra input, namun dengan median filter nilai pixel tetangga tersebut bukan dirata-ratakan melainkan dicari nilai median dari nilainilai pixel yang telah diurutkan yang nantinya akan dikeluarkan sebagai output. Median filter ini dapat mengurangi noise tanpa menyebabkan pengurangan tingkat ketajaman dari citra. Cara kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.16 Contoh matriks citra untuk diproses dengan Median Filter
Dengan menggunakan citra diatas, diambil matriks 3x3. Nilai masingmasing pixel yang bertetanggaan setelah diurutkan adalah sebagai berikut: 115,
119,
120,
123,
124,
125,
126,
127,
150
Hasil pengurutan tersebut mendapatkan nilai median 124. Nilai median ini digunakan untuk menggantikan nilai pusat matriks citra, sehingga nilai 150 akan diganti dengan 124.
29
c) High Pass Filter (HPF) HPF adalah filter yang meloloskan intensitas pixel yang tinggi dan menekan intensitas pixel yang rendah sehingga pinggiran dari citra akan terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya sehingga HPF juga biasa disebut sebagai operasi penajaman (sharpened) citra.
Gambar 2.17 Citra asli (kiri) dan citra unsharp filter (kanan)
Unsharp masking filter adalah salah satu bentuk dari HPF dimana jenis filter ini akan membuat tepi-tepi gambar menjadi tampak jelas. Algoritma dari unsharp masking filter ini yaitu :
(
)
[
]
Parameter alpha ( ) ini berfungsi untuk mengendalikan tingkat ketajaman citra dimana nilai alpha berada antara 0 – 1, untuk nilai default alpha pada jenis filter ini adalah 0,2 [3]. Sehingga menjadi
[
]
30
Misalkan sebuah potongan citra dalam matriks F yaitu :
F=[
] dan H =
[
]
Dengan menghitung konvolusi dari matriks H dan matriks F, diperoleh: G = F*H
G=[
]*
G=[
]*[
[
]
]
G = (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (4)(4.3333) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) = 14 kemudian nilai G tersebut masukkan kedalam matriks F untuk menggantikan nilai 4 dengan nilai 14. Untuk menggantikan nilai 1 pada kolom keempat baris pertama maka G=[
]*
[
]
G = (0)(-0.1667) + (0)(-0.6667) + (0)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(4.3333) + (0)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (0)(-0.1667) = 2.83 Nantinya nilai pada matriks F menjadi
31
F=[
]
5. SNR (Signal to Noise Ratio) SNR digunakan untuk menentukan kualitas citra setelah dilakukan operasi pengurangan derau. Semakin besar nilai SNR berarti pengurangan derau dapat meningkatkan kualitas citra, sebaliknya jika nilai SNR semakin kecil maka pada citra hasil hanya sedikit juga peningkatan kualitasnya [2]. Sinyal dalam hal ini adalah citra asli sedangkan noise dihasilkan setelah citra hasil pemfilteran dikurangi oleh citra asli. SNR biasanya diukur dengan satuan decibles (dB). Rumus untuk menghitung SNR dapat dilihat dalam persamaan berikut : SNR = 10*Log10 (
)
dimana : menyatakan nilai varians dari matriks citra asli menyatakan selisih antara nilai varians matriks citra asli dengan nilai varians matriks citra hasil proses filter [10]. Nilai varians ( =
∑
) dari matriks citra didapat dengan rumus (
̅)
dimana : = varians atau ragam N = banyaknya data = data ke-i
32
̅ = nilai rata-rata
H. MATLAB (Matrix Laboratory) MATLAB (Matrix Laboratory) merupakan salah satu program yang digunakan untuk membantu bidang pendidikan dan penelitian dimana pada MATLAB ini menyediakan bermacam-macam toolbox yang disesuaikan dengan bidang keilmuan masing-masing yang salah satunya adalah Image Processing Toolbox. Di lingkungan universitas, MATLAB telah menjadi program standar untuk pengajaran tingkat dasar dan tingkat lanjut yang berhubungan dengan matematika, rekayasa dan sains. Di lingkungan industri, MATLAB merupakan program yang digunakan untuk penelitian produktifitas, pengembangan dan analisis. Sistem MATLAB terdiri dari 5 bagian utama yaitu : a. Bahasa (pemrograman) MATLAB Bagian ini adalah adalah bahasa (pemrograman) tingkat tinggi yang menggunakan matriks/array dengan pernyataan aliran kendali program, struktur data dan fitur-fitur pemrograman berorientasi objek. b. Lingkungan kerja MATLAB Bagian ini adalah kumpulan tool dan fasilitas MATLAB yang digunakan oleh pengguna atau pemrogram. Fasilitas yang dimaksudkan misalnya untuk mengelola variabel di dalam ruang kerja (workspace) dan melakukan impor dan ekspor data. c. Penanganan Grafik
33
Bagian ini adalah sistem grafik MATLAB, termasuk perintah-perintah (program) tingkat tinggi untuk visualisasi data dimensi dua dan dimensi tiga, pengolahan citra, animasi dan presentasi grafik. Selain itu, bagian ini juga termasuk
perintah-perintah (program)
tingkat
rendah untuk
menetapkan sendiri tampilan grafik seperti halnya membuat antarmuka pengguna grafis untuk aplikasi-aplikasi MATLAB. d. Pustaka (library) fungsi matematis MATLAB Bagian ini adalah koleksi algoritma komputasi mulai dari fungsi dasar seperti menjumlahkan (sum), menentukan nilai sinus (sine), kosinus (cosine), dan fungsi-fungsi seperti inverse matriks, nilai eigen matriks, fungsi Bessel dan FFT (fast Fourier transform). e. API (Application Program Interface) MATLAB Bagian ini adalah pustaka (library) untuk menuliskan program dalam bahasa C dan Fortran yang berinteraksi dengan MATLAB, termasuk fasilitas untuk memanggil rutin program dari MATLAB (dynamic linking), memanggil MATLAB sebagai mesin komputasi (computational engine) dan untuk pembacaan serta penulisan MAT-files [1].
1. Perintah untuk menampilkan citra Untuk menampilkan citra dapat menggunakan fungsi imshow, seperti dibawah ini : A = imread(„nama_citra‟); imshow(A) keterangan :
34
A
: variabel citra
imread
: fungsi untuk membaca citra sesuai nama citranya
imshow
: fungsi untuk menampilkan citra berdasarkan variabel citra
2. Perintah untuk menghasilkan citra grayscale B = rgb2gray(img); imshow(B) keterangan : B
: variabel citra
rgb2gray
: fungsi untuk merubah citra RGB menjadi citra grayscale
imshow
: fungsi untuk menampilkan citra
3. Perintah untuk memotong (cropping) bagian citra Fungsi imcrop akan menghasilkan bagian citra (dalam bentuk kotak) dari sebuah citra. Kita dapat menentukan kotak crop melalui argumen masukan ukuran cropping atau memilihnya dengan menggunakan mouse. Perintah programnya yakni: C = imcrop ( img,[ukuran cropping] ); imshow(C) misalkan nilai ukuran cropping-nya adalah [105 135 265 140], jika ingin merubah ukuran crop pada citra cukup merubah nilai-nilai tersebut. keterangan : C
: variabel untuk crop
imcrop
: fungsi untuk memotong bagian citra
img
: citra yang akan diproses
35
4. Perintah untuk menampilkan histogram Untuk menampilkan histogram dari citra dapat menggunakan fungsi imhist seperti di bawah ini : D = imhist(img); dan untuk menampilkan histogram dalam bentuk plot dapat menggunakan: D2 = plot(D); imshow(D2) 5. Perintah untuk proses LPF h = fspecial('average',hsize); L = imfilter(img,h) keterangan : L
: variabel untuk filter lpf
fspecial
: filter jenis „average‟
imfilter
: fungsi untuk melakukan filter terhadap citra
hsize
: jumlah baris dan kolom pada matriks h, dimana ukuran default-nya adalah [3 3]
6. Perintah untuk proses Median Filter M = medfilt2(img) keterangan : M
: variabel untuk median filter
medfilt2
: fungsi untuk melakukan median filter terhadap citra
7. Perintah untuk proses HPF h = fspecial(„unsharp‟); H = imfilter(img,h) keterangan :
36
H
: variabel untuk hpf
fspecial
: filter jenis „unsharp‟
8. Perintah untuk proses SNR (Signal to Noise Ratio) signal = var(citra asli(:)) noise = abs(var(citra asli(:)) - var(citra hasil filter(:))) s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n) keterangan : (:) : merupakan operator titik dua untuk mengambil baris dan kolom dari matriks sekaligus, dalam hal ini tanda (:) berarti “sampai dengan”. var : fungsi yang digunakan untuk menghitung variance (ragam data) pada matriks citra [10].