BAB II TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya muntah dan diare yang diakibatkan oleh infeksi,alergi ,tidak toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin (Susan Martin,Tucker,1998) Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak, dengan konsistensifeses dapat pula berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.(Ngastiyah, 1997) Gastroenteritis adalah infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh berbagai enteropatogen ,termasuk bakteria, virus danparasit B. ETIOLOGI Penyebab diare dapat dibagi beberapa faktor yaitu : 1. Faktor Infeksi Faktor enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan merupakan penyebab utama diare pada anak. Adapun infeksi internal dibagi menjadi : a. Infeksi bakteri : Vibrio echerical coli, salmonela, shigella, yersinia, campylobactery, acromonas. b. Infeksi virus : Enterovirus ( virus echo, coxsacle, ponomyelitis ), adenovirus, astrovirus, rotavirus. c. Infeksi parasit : Cacing ( ascaris, trichuris, oxyuris, strongylolaxs )
protozoa (entamoeba histolitica, biardia lombia, trichomonas hominis), jamur (candida albican). 2. Faktor mal absorbsi a. Mal absorbsi karbohidrat : disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa ), mono sakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. b. Mal absorbsi lemak. c. Mal absorbsi protein. 3. Faktor makanan Makanan basi, makanan beracun, alergi terhadap makanan. 4. Faktor psikologi Rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.( Ngastiyah, 1997 )
C. PATHOFISIOLOGI Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis adalah 1. Gangguan Osmotik Terdapat zat – zat atau cairan yang sulit diserap akan menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dalam rongga usus sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga yang berlebihan akan merangsang untuk mengeluarkan isi usus sehingga terjadi diare. 2. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksia) pada usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena dapat terjadi peningkatan rongga usus. 3. Gangguan Motilitas Usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan usus tidak sempat untuk menyerap makanan
sehingga
timbul
diare
sebaliknya
bila
usus
menurun
akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya akan timbul diare. ( Ngastiyah, 1997 )
D. MANIFESTASI KLINIK Mula – mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau – hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun – ubun besar menjadi cekung ( pada bayi ). Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi :
1. Dehidrasi ringan : kehilangan cairan kurang dari 5% berat badan. a. Haus, sadar, gelisah, ubun – ubun normal. b. TD normal, RR normal dan nadi normal, F status mental normal. c. Turgor normal. d. Mukosa sedikit kering. e. Urin sedikit mengurang. 2. Dehidrasi sedang : kehilangan cairan antara 5 – 9 % berat badan. a. Haus meningkat b. Nadi cepat dan lemah, TD normal , RR cepat. c. Turgor menurun. d. Membran mukosa kering. e. Ubun – ubun normal. f. Status mental normal sampai lesu. g. keluaran urin mengurang. 3. Dehidrasi berat : kehilanan cairan lebih dari 10 % berat badan. a. Kesadaran menurun, lemas, taki kardi, extremitas dingin. b. Nadi cepat dan halus kadang tidak teraba, TD menurun. c. Haus meningkat. d. Keluaran urin tidak ada. e. Ubun – ubun cekung. ( Ngastiyah, 1997. Nelson, 2000 )
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Pemerikasaan tinja : Makroskopis, PH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika. b. Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisa gas darah, dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang ). c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. d. Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.( Manjoer, Arif, 2000 )
F. KOMPLIKASI Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut : 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik). 2. Penjatan hipovolemik. 3. Hipokalemia (dengan gejala meteonismu, hipotonik otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram). 4. Hipoglikemia. 5. Introkansi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase. 6. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik. 7. Malnutrisi energi protein, ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik) (Ngastiyah, 1997)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Jenis dehidrasi oral (oral dehidrasi salt) a. Formula sederhana mengandung NaCl, NaHO3, KCl, dan glukosa kadar natrium 90 mg / 1 untuk kolera dan diare akut pada anak diatas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi untuk pencegahan b. Formula sederhana (tidak lengkap 0 hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain) Cairan parental yang diberikan pada anak dengan diare adalah DG aa (1 bagian larutan darrow + 1 bagian glukosa 5 %), RL 9 (1 bagian ringer laktat + 1 bagian glukosa 5 %), RL (Ringer Laktat) DG 1 : 2 (1 bagian larutan darrow + 2 bagian glukosa), RL 1 : 3 (1 bagian ringer laktat + 3 bagian glukosa 5 %). 2. Dietetic (Pemberi makanan) a. Untuk anak di bawah 2 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan : b. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak penuh, misalnya LLM, AL miron) ; makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) ; susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak berantai sedang atau tidak jenuh sesuai dengan kelainan yang ada. c. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg ; makanan padat atau makanan cair atau susu sesuai dengan kebiasaan makanan di rumah. 3. Pemberian obat – obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain ( gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya ). a. Obat anti sekresi Asetosal : dosis 25 mg / tahun dengan dosis minimum 30 mg, Klorpromazin : dosis 0,1 – 1 mg / kg BB / hari b. Obat anti spasmolitik : pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papa verine, ekstrak beladona, opium, ioperamid, dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut. c. Obat pengeras tinja : obat pengeras tinja seperti kaolin, perlin, charcoal, tabonal dan sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare. d. Anti biotika : pada umumnya obat anti biotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare kecuali bila penyebabnuya jelas seperti : Kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari; Campaylobacter, diberikan critomisin 40 – 50 mg / kg BB / hari. Anti biotika lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : Infeksi ringan (OMA, faringitis ) diberikan panicilin prokain 50.000 u/ kg BB / hari ; Infeksi sedang (broncitis) diberikan panicilin prokain 90 mg / kg BB / hari ; Infeksi berat (bronkopneumonia) diberikan panicilin dengan kloram fenikal 75 mg / kg BB / hari.
H. KONSEP TUMBUH KEMBANG Skema praktis perkembangan mental anak balita yang meliputi gerakan – gerakan kasar, halus, emosional, perilaku bicara. Perkembangan anak balita sangat
penting bagi dasar untk perkembangan selanjutnya yakni pra sekolah, sekolah, akil balik dan remaja. Untuk perkembangan yang baik di butuhkan : kesehatan dan gizi yang baik dari pada ibu hamil, bayi dan anak pra sekolah, stimulasi atau rancangan yang cukup dalam kualitas dan kuantitas. Perkembangan anak balita yang disebut skala yaumil – mimi antara lain : 1. Dari lahir sampai 3 bulan a. Belajar mengingat kepala. b. Belajar mengikuti obyek dengan mata. c. Melihat ke muka orang dengan tersenyum. d. Berbalas terhadap suara atau bunyi. e. Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak. f. Menahan barang yang dipegangnya. g. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.
2. Dari 3 – 6 bulan a. Mengangkat kepala 90o dan mengangkat dada dengan bertopang tangan. b. Mulai belajar meraih benda – benda yang ada dalam jangkauannya dan di luar jangkauannya. c. Menaruh benda – benda dimulut. d. Mulai berusaha mencari benda – benda yang hilang. 3. Dari 6 – 9 bulan a. Dapat duduk tanpa di bantu. b. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri. c. Dapat merangkak meraih benda. d. Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk. 4. Dari 9 – 12 bulan a. Dapat berdiri sendiri tanpa bantuan. b. Dapat berjalan dengan di tuntun. c. Mengulang bunyi yang di dengarnya. d. Menirukan suara. e. Belajar menyatakan satu atau dua kata. 5. Dari 12 – 18 bulan a. Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah menyusun dua atau tiga kotak. b. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing.
6. Dari 18 – 24 bulan a. Naik turun tangga. b. Menyusun 6 kotak. c. Belajar makan sendiri. d. Mulai belajar mengantrol BAB dan BAK. 7. Dari 2 – 3 tahun a. Belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki. b. Mampu menyusun kalimat. c. Menggambar lingkaran. d. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di keluarganya. 8. Dari 3 – 4 tahun a. Belajar jalan sendiri. b. Berjalan pada jari kaki. c. Belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri. d. Mengenal 2 atau 3 warna. e. Bicara dengan baik. f. Menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya. 9. Dari 4 – 5 tahun a. Dapat menghitung jarinya. b. Dapat menghitung hari – hari dalam seminggu. c. Mendengar dan mengulang hal – hal penting dalam cerita. d. Minat pada kata baru atau artinya.
e. Mengenal 4 warna f. Menaruh minat pada aktivitas orang dewasa. Penilaian atau stimulasi yang perlu di berikan : 1. Akademik sederhana : pengenalan ruang, bentuk, warna, persiapan berhitung. 2. Pendidikan alam sekitar, sosialisasi, mengenal lingkungan masyarakat. 3. Bermain bebas untuk mengembangkan fantasi dan memperkaya pengalaman. 4. Bisa bercakap – cakap, membaca gambar, Bercerita, mengucapkan syair sederhana. 5. Aktivitas sehari – hari ( Makan sendiri, minum sendiri, kontrol buang air besar dan buang air kecil ).( Soetjiningih, 1998 )
J. INTERVENSI KEPERAWATAN Fokus intervensi Dx I
Gangguan keseimbangan cairan dari elektrolit berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan, ditandai dengan : mukosa bibir kering, turgor kulit kurang, suhu tinggi, mata cekung. Tujuan : Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
di
harapkan
keseimbangan cairan dan elektrolit menjadi kuat. KH
: Mukosa lembab, turgor kulit kenyal, haluan urine sesuai dengan laluannya.
Intervensi ( Carpenito, Lynda Juall, 2000 ) 1. Kaji status hidrasi (meliputi : turgor kulit, berat badan, ubun – ubun, mukosa bibir). 2. Monitor intake dan out put cairan. 3. Beri cairan parental dengan cairan elektrolit ( Pd neonatus 75 ml / kg BB / 24 jam ; untuk anak 3 – 25 kg yang mengalami dehidrasi ringan antara 130 – 170 ml / kg BB / 24 jam, dehidrasi sedang 140 – 205 ml / kg BB / 24 jam, dehidrasi berat 170 – 250 ml / kg BB / 24 jam ). 4. Timbang berat badan tiap hari. 5. Monitor TTV. 6. Kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium
(Ht,
Kalium,
Ureum,
Kreatilin). Dx II
Perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang dan mual muntah.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutisi terpenuhi. KH
: - Klien mampu mempertahankan kestabilan atau peningkatan berat badan pemasukan kalori. - Tidak ada tanda – tanda mal nutrisi. - Lemah, lesu mulai berkurang.
Intervensi ( Doenges, 2000 ) 1. Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan, yang tepat. 2. Timbang dengan timbangan yang sama. 3. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan teratur. 4. Berikan terapi nurtisi dalam program pengobatan rumah sakit. 5. Berikan diet cair dan atau makanan selang sesuai indikasi. Dx III
Peningkatan suhu tubuh ( panas ) berhubungan dengan input cairan kurang dari kebutuhan sekunder terhadap proses peradangan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh dalam batas normal. KH
: Pasien merasa nyaman, temperatur tubuh normal, tanda – tanda dehidrasi tidak ada.
Intervensi [ Carpenito, Lynda Juall, 2000 ] 1. Monitor tanda – tanda vital. 2. Berikan kompres. 3. Anjurkan untuk memberikan air yang cukup
4. Anjurkn keluarga untuk memakaikan anak pakaian tipis dan mudah menyerap keringat. 5. Berikan terapi intravena dan obat – obatan sesuai dengan aduis dokter. Dx IV
Gangguan eliminasi BAB : Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus, sekunder terhadap proses peradangan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan eliminasi dapat teratasi. KH
: - Pola eliminasi normal ( 1 + 2 kali sehari ( BAB ) ). - Feses tidak bercampur lendir dan darah. - BAB tidak encer atau lunak.
Intervensi ( Carpenito, 2000 ) 1. Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik dan jumlah 2. Motivasi pasien untuk istirahat. 3. Berikan makanan dan minuman yang tidak menimbulkan diare. 4. Anjurkan minum seditit – sedikit tapi sering. 5. Observasi tanda – tanda vital. 6. Kolaborasi untuk pemberian obat anti diare sesuai atvis dokter. Dx V
Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d kontak perineum dari
anus
dengan feses. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit dapat dipertahankan. KH
: - Tidak terdapat lecet atau iritasi di sekitar anus. - Tidak ada perubahan warna pada kulit anus.
- Daerah anus dan perineum tetap kering. Intervensi ( Wholy and Wong, 1999 ) 1. Kaji iritasi kulit saat BAB. 2. Jaga daerah anus tetap kering. 3. Anjurkan keluarga untuk membersihkan anus dan sekitar perineum. 4. Anjurkan untuk mengganti popok sehabis BAB. 5. Monitor tanda kemerahan pada anus. Dx VI
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan nyeri dapat berkurang. KH
: - Rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang. - Ekspresi wajah tampak tenang.
Intervensi ( Tucker, 1998 ) 1. Kaji dan gejala nyeri. 2. Kaji penyebaab terjadinya nyeri. 3. Kaji tingkat atau skala nyeri yang dialami klien ( Pengkajian untuk bayi : Menggunakan ekspresi wajah, toddler atau balita : Kertas warna, remaja skala 1 – 10 ) 4. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. 5. Berikan suasana gembira. 6. Alihkan perhatian atau distraksi ( libatkan keluarga ). 7. Kolaborasi : Dokter untuk pemberian analgetik. Dx VII Cemas berhubungan dengan efek hospitalisasi.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat beradaptasi dengan baik. KH
: Pasien tidak rewel, pasien tidak takut pada perawat atau tim medis lain dan mau berkomunikasi dengan tim medis.
Intervensi ( Ngastiyah, 1997 ) 1. Lakukan pendekatan pada pasien. 2. Usahakan untuk menciptakan suasana rumah sakit seperti di rumah sendiri. 3. Lakukan terapi bermain pada anak. 4. Libatkan orang tua dalam tindakan keperawatan. Dx VIII Kurangnya
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
mengenai penyakit. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit, terapi dan perawatannya. KH
: - Keluarga mampu menjelaskan kembali tentang penyakit
(
diare ). - Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat anaknya ( pasien ) khususnya di rumah. Intervensi ( Carpenito LJ, 2000 ) 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diare. 2. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit diare. Tanyakan kembali apa yang telah disampaikan.