BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atribusi Teori atribusi yang dikembangkan oleh Heider (1958) merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dan lain-lain ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu. Teori atribusi menjelaskan tentang pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar mereka, dengan mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang dialami. Pada teori ini dijelaskan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap atau karakteristik orang tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam hidupnya, seseorang akan membentuk ide tentang orang lain dan situasi disekitarnya yang menyebabkan perilaku seseorang dalam persepsi sosial yang disebut dengan dispositional atributions dan situational attributions. Dispositional attributions atau penyebab internal yang mengacu pada aspek perilaku individual yang ada dalam diri seseorang seperti kepribadian, persepsi diri, kemampuan, motivasi. Sedangkan situational attributions atau penyebab eksternal yang mengacu pada lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku, seperti kondisi sosial, nilai-nilai sosial, dan pandangan masyarakat. Dengan kata lain, setiap 11
12
tindakan atau ide yang akan dilakukan oleh seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal individu tersebut. Heider (1958) juga menyatakan bahwa kekuatan internal (atribut personal seperti kemampuan, usaha dan kelelahan) dan kekuatan eksternal (atribut lingkungan seperti aturan dan cuaca) itu bersama-sama menentukan perilaku manusia. Dia menekankan bahwa merasakan secara tidak langsung adalah determinan paling penting untuk perilaku. Atribusi internal maupun eksternal telah dinyatakan dapat mempengaruhi terhadap evaluasi kinerja individu, misalnya dalam menentukan bagaimana cara atasan memperlakukan bawahannya, dan mempengaruhi sikap dan kepuasaan individu terhadap kerja. Orang akan berbeda perilakunya jika mereka lebih merasakan atribut internalnya dari pada atribut eksternalnya. Perilaku kepatuhan wajib pajak sesuai dengan teori atribusi dapat ditentukan dari kekuatan internal berupa pemahaman akan peraturan perpajakan yang ada di Indonesia dan keuatan eksternal yang dapat dilihat dari kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh pegawai pajak dalam melayani wajib pajak. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian-penelitian yang terdahulu.
2.2 Theory of Planned Behavior (TPB) Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), Teori ini menjelaskan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah niat (intensi) untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan
13
perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilakuperilaku tertentu. Ajzen dan Fishbein (1969) dalam penelitiannya mengindentifikasi penentu dari intensi berperilaku. Mereka berteori bahwa intensi adalah suatu fungsi dari dua penentu utama, yaitu: sikap terhadap perilaku dan norma subjektif dari perilaku. Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral control. Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga
14
kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dsb. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud. Ajzen (1991) dalam penelitinnya menjelaskan bahwa Theory of Planned Behavior bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: 1) Behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation). 2) Normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normatif beliefs and motivation to comply). 3) Control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan, behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif, normative beliefs
15
menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan control beliefs menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (Ajzen, 1991) dalam Mustikasari (2007).
2.3 Teori Kepercayaan Mayer et al (1995) mendefinisikan kepercayaan (trust) adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya. Luarn dan Lin (2003) juga menyatakan bahwa trust adalah sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas, kejujuran pihak yang dipercaya dan kemampuan menepati janji. Woro dan Supramono (2013) kepercayaan (trust) atas sistem perpajakan akan menimbulkan kesadaran atau niat atas pajak. Kesadaran atau niat atas pajak ini akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakan. Mayer et al (1995) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga yaitu kemampuan (ability), niat baik (benevolence), dan integritas (integrity) (Mayer et al,1995). Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kemampuan (Ability) Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Kim dan
16
Tadisina (2003) menyatakan bahwa ability meliputi kompetensi, pengalaman, pengesahan institusional, dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan. 2. Niat baik (Benevolence) Niat baik merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan dengan konsumen. Menurut Kim dan Tadisina (2003), benevolence meliputi perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima. Seseorang dapat bersandar pada kehendak baik lain untuk bertindak minat seseorang terbaik (Hoy & Tarter, 2004) 3. Integritas (Integrity) Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kim dan Tadisina (2003) mengemukakan bahwa integrity dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan (fulfillment), kesetiaan (loyalty), keterus-terangan (honestly), keterkaitan (dependability), dan kehandalan (reliabilty). Sedangkan integritas adalah kejujuran, keadilan, dan kepercayaan yang diberikan kepada konsumen (Koeszeig, 2004). 2.4 Niat Wajib Pajak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia niat merupakan maksud atau tujuan suatu perbuatan, dan kehendak (keinginan dalam hati) untuk melakukan sesuatu. Pada penelitian Fishbein dan Ajzen (1969) menjelaskan bahwa niat (intensi) merupakan representasi kognitif dan konatif dari kesiapan individu untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan penentu dan disposisi dari perilaku,
17
hingga individu memiliki kesempatan dan waktu yang tepat untuk menampilkan perilaku tersebut secara nyata. Semakin baik niat yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan semakin baik pula perilaku untuk taat pajak (Metia, 2015). Jogiyanto (2007) juga menjelaskan niat merupakan suatu keinginan untuk melakukan suatu perilaku sesuai kehendak individu. Niat berhubungan dengan perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan dan dapat diprediksi dengan tingkat keakuratan yang tinggi. Dalam kenyataan di lapangan, niat tidak selalu bersifat tetap atau statis. Niat dapat berubah-ubah sesuai dengan kehendak dari individu yang bersangkutan seiring dengan berjalannya waktu. Semakin lebar rentang waktu , semakin besar juga terjadi perubahan dalam niat yang akan dialami. Begitu juga sebaliknya, apabila rentang waktu semakin kecil, dapat meminimalisir terjadinya perubahan atas niat. Berdasarkan Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak berdasarkan niat apabila ia meiliki kontrol terhadap perilakunya. Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas tetapi juga pada keyakinan individu bahwa target tingkah laku berada dibawah kontrol kesadaran individu itu sendiri. Niat memainkan
peranan
yang
khas
dalam
mengarahkakn
tindakan,
yaitu
menghubungkan pertimbangan yang diyakini dan diinginkan dengan tindakan tertentu. Intensi untuk melakukan suatu perilaku dapat diukur melalui tiga prediktor utama yang memengaruhi intensi tersebut, yaitu Behavioral beliefs, Normative beliefs dan Control beliefs (Ajzen, 1991).
18
2.5 Kualitas Pelayanan Pajak Menurut Supadmi (2009) kualitas pelayanan merupakan “Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan
tetap
dalam
batas
memenuhi
standar
pelayanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan terus-menerus”. Sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. 84/PJ/2011, Kantor Pelayanan Pajak harus melaksanakan pelayanan kepada Wajib Pajak dengan berpedoman, sebagai berikut: a. Waktu pelayanan di (Tempat Pelayanan Terpadu) TPT adalah pukul 08.00 sampai dengan 16.00 waktu setempat. b. Jadwal Petugas di TPT dan petugas di bagian konseling (helpdesk) diatur oleh Kepala Kantor sesuai kondisi dan situasi setempat. c. Kepala Kantor menunjuk supervisor harian yang bertanggung jawab atas pemberian layanan di TPT dan helpdesk secara bergiliran. d. Memperhatikan beberapa hal mengenai Pelayanan Prima Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh kualitas pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan secara terus-menerus. Menurut Parasuraman, et al (1998), untuk mengukur kepuasan atas pelayanan digunakan instrument Service Quality (ServsQual). Terdapat lima dimensi dalam instrument Service Quality (ServsQual) yaitu : 1) Bukti Fisik (Tangibles), berfokus pada barang atau jasa, yang menyangkut penampilan fasilitas fisik, peralatan, personal dan alat komunikasi.
19
2) Keandalan (Reliability), yaitu pemenuhan pelayanan segera dan memuaskan. Keandalan mencakup kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. 3) Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu, Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Keaktifan pemberian pelayanan dengan cepat dan tanggap. 4) Keyakinan (Assurance) yaitu, Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan ramah dan sopan. 5) Empati (Empathy), yaitu perhatian yang diberikan karyawan secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen.
2.6 Pengetahuan Perpajakan Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Siregar dkk. (2012) pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Pengetahuan dan pemahaman pertaturan perpajakan yang dimaksud mengerti dan paham tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) yang meliputi tentang bagaimana cara menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran, tempat pembayaran, denda dan batas waktu pembayaran atau pelaporan SPT (Resmi, 2009).
20
Pengetahuan perpajakan menurut Handayani dkk. (2012) dapat diukur dengan 4 indikator, yaitu: a. Pengetahuan dan pemahaman tentang sanksi jika melakukan pelanggaran perpajakan b. Pengetahuan dan pemahaman mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP), penghasilan kena pajak (PKP) dan tarif pajak c. Pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak melalui sosialisasi d. Pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak melalui training.
2.7 Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Nurmantu (2003) kepatuhan perpajakan merupakan “Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Terdapat dua jenis kepatuhan perpajakan, yaitu: a. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. b. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Menurut Siti (2010), kepatuhan perpajakan merupakan “Tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam
21
suatu negara”. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan pasal 3, No. 192/PMK.03/2007 Jo No.74/ PMK.03/2012 untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan d.
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
e. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
2.8. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian mengenai kepatuhan wajib pajak yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai berikut: Murti dkk. (2014) meneliti pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dikota Manado. Penelitian ini menggunakan 100 orang wajib pajak orang pribadi (WPOP) efektif yang terdaftar di KPP Pratama Manado. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability yaitu purposive sampling. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan
22
bahwa pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dikota Manado. Demikian pula secara parsial pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kota Manado. Setiyoningrum dkk. (2014) meneliti analisis pengaruh sosialisi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Penelitian ini menggunakan wajib pajak orang pribadi efektif yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado sebagai populasi. Jumlah sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 Wajib Pajak orang pribadi. Pengambilan sampel dilakukan dengan Metode Nonprobability Sampling dengan penarikan Insidential Sampling. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, akan tetapi pada kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi tidak terdapat pengaruh. Secara simultan sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan sebagai variabel independen secara bersama–sama berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebagai variabel dependen. Rukmana (2014) meneliti pengaruh kualitas pelayanan perpajakan, kinerja lembaga terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pratama Tanjungpinang. Penelitian ini menggunakan seluruh pegawai tetap yang
23
bekerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjungpinang dan sekaligus sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai populasi. Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 56 responden pegawai tetap yang bekerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjungpinang dan sekaligus sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh signifikan dan variabel kinerja lembaga berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pratama tanjungpinang tetapi secara simultan variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pratama tanjungpinang. Syahril (2013) meneliti pengaruh tingkat pemahaman wajib pajak dan kualitas pelayanan fiskus terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (Studi Empiris Pada KPP Pratama Kota Solok). Penelitian ini menggunakan populasi wajib pajak PPh Orang Pribadi di kota Solok. Sampel pada penelitian ini adalah wajib pajak PPh Orang Pribadi yang melakukan usaha di bidang perdagangan. Peneliti mengambil sampel wajib pajak PPh orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan karena sektor perdagangan di kota Solok mengalami peningkatan dan perkembangan tiap tahun. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak serta kualitas pelayanan fiskus berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.
24
Adiasa (2013) meneliti pengaruh pemahaman peraturan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dengan moderating preferensi risiko. Penelitian ini menggunakan populasi seluruh wajib pajak orang pribadi di wilayah Semarang Barat dan jumlah sampel sebanyak 100 wajib pajak. Metode pengumpulan data menggunakan Convenience Sampling. Metode analisis data menggunakan analisis selisih nilai mutlak karena terdapat variabel moderating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko sebagai variabel moderating tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman tentang peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh dan tidak dapat memoderasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Fuadi dan Mangoting (2013) meneliti Pengaruh Kualitas Pelayanan Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Penelitian ini menggunakan populasidari penelitian ini adalah Wajib Pajak UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur kemudian ditemukan populasi sejumlah 51 Wajib Pajak UMKM. Penentuan sampel dilakukan dengan metode probabiliti sampling dengan menggunakan rumus Solvin. Metode analisis data menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanksi perpajakan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak UMKM dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Masruroh dan Zulaikha (2013) meneliti pengaruh kemanfaatan NPWP, pemahaman wajib pajak, kualitas pelayanan, sanksi perpajakan terhadap kepatuhan
25
wajib pajak (Studi Empiris pada WP OP di Kabupaten Tegal). Penelitian ini menggunakan populasiWP OP yang melakukan usaha di Kabupaten Tegal. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei melalui pendistribusian kuesioner yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara kepada responden. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode convenience sampling. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa pemahaman wajib pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan kemanfaatan NPWP, kulitas pelayanan dan sanksi perpajakan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Woro dan Supramono (2013) meneliti apa kata mereka? pengetahuan, sikap, niat patuh calon pelaku pajak. Penelitian ini melibatkan 189 mahasiswa yang sedang mengambil matakuliah perpajakan, laboratorium perpajakan dan manajemen pajak. Hasil penelitian membuktikan secara empiris bahwa pengetahuan dan sikap pajak pajak secara signifikan berhubungan dengan niat pajak untuk mematuhi. Namun, pengetahuan pajak tidak memiliki hubungan signifikan positif dengan sikap pajak. Siregar dkk. (2012) meneliti pengaruh pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak di Semarang Tengah). Penelitian ini menggunakan populasi Wajib Pajak tunggakan pajak di KPP Semarang Tengah 1. Sampel yang ditetapkan sebanyak 100 orang, agar untuk memenuhi syarat sampel minimum untuk penelitian. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.
26
Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa pelayanan fiskus berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, pengetahuan perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan terdapat hubungan yang positif antara variabel pelayanan fiskus dan variabel pengetahuan perpajakan dengan variabel kepatuhan wajib pajak. Rustiyaningsih (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya adalah pemahaman terhadap self assesment system, kualitas pelayanan, tingkat penghasilan, persepsi wajib pajak terhadap sanksi perpajakan. Hardiningsih dan Yulianawati (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. Penelitian ini menggunakan populasi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas yang berada di KPP Pratama Jepara khususnya di dua kecamatan yaitu Kecamatan Tahunan dan Kecamatan Jepara.Adapun sampel terpilih dengan teknik Convinience Random Sampling diperoleh sebanyak 94 responden. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak dan kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak, sedangkan pengetahuan peraturan perpajakan, pemahaman peraturan perpajakan dan persepsi efektifitas sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Handayani dkk. (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak wajib pajak orang pribadi yang melakukam pekerjaan bebas.
27
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purwokerto, Kabupaten Banyumas per Desember 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Convenience Sampling dengan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa (1) kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan, persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan dan tingkat kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan hukum secara simultan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas; (2) kesadaran membayar pajak, persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan serta
tingkat kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan hukum
masing-masing secara parsial tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas; (3) pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan secara parsial berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Hidayat dan Nugroho (2010) meneliti Studi Empiris Theory of Planned Behavior dan Pengaruh Kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian ini menggunakan populasi jumlah wajib pajak orang pribadi dengan status efektif yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama, sampel yang digunakan sebanyak 155 wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan, pertama, sikap terhadap ketidakpatuhan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak. Kedua,
28
norma subyektif berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak. Ketiga, kewajiban moral berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak. Keempat, PBC berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap niat untuk tidak patuh terhadap pajak. Kelima, PBC berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Keenam, niat seseorang untuk tidak patuh terhadap pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Mustikasari (2007) meneliti kajian empiris tentang kepatuhan wajib pajak badan di perusahan industri pengolahan di Surabaya. Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan industri pengolahan kelas menengah dan besar di Surabaya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling. Analisis yang digunakan pada peneliti ini adalah analisis faktor, model struktural dan analisis jalur. Simpulan yang bisa ditarik dari hasi kajian ini adalah: (1) tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, (2) pengaruh orang sekitar (perceived social pressure) yang kuat mempengaruhi niat tax professional untuk berperilaku patuh, (3) tax professional yang memiliki kewajiban moral yang tinggi, niat ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya, (4) semakin rendah persepsi tax professional atas kontrol yang dimilikinya akan mendorong tax professional berniat patuh. Di antara variabel bebas sikap yang diteliti, variabel kontrol keperilakuan yang dipersepsikan mempunyai pengaruh total paling besar terhadap variabel niat tax professional untuk berperilaku tidak patuh, (5) semakin rendah persepsi atas kontrol yang dimiliki tax professional maka akan mendorong tax professional tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
29
badan yang diwakilinya. Kaitan temuan hipotesis 3 yang arahnya terbalik dengan temuan ini memperkuat pendapat Ajzen (2000) bahwa niat seseorang belum tentu diwujudkan dalam perilakunya, (6) tax professional yang memiliki niat ketidakpatuhan pajak rendah, ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya., (7) jika tax professional mempunyai persepsi bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, maka tax professional akan patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan yang dia wakili, (8) jika tax professional mempunyai persepsi bahwa fasilitas yang disediakan perusahaan tinggi atau mencukupi maka ketidakpatuhan pajak badan rendah atau sebaliknya, dan (9) persepsi iklim keorganisasian yang positif berpengaruh terhadap kepatuhan pajak badan. Bobek dan Hatfield (2003) meneliti an investigation of the theory of planned behavior and the role of moral obligation in tax compliance. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa. Teknik analisis yng digunakan adalah teknik eksperimen. Hasil pengujian menyatakan bahwa variabel dalam model TPB dan kewajiban moral berpengaruh terhadap niat dan perilaku ketidakpatuhan pajak. Ajzen (1991) meneliti The theory of planned behavior. Penelitian ini menggunakan siswa untuk mengisi kuesioner pada saat responden melakukan kegiatan yang berbeda, yaitu spending time at the beach, outdoor jogging or running, mountain climbing, boating, and biking. Penelitian ini menggunakan teknik eksperimen. Hasil pengujian menyatakan bahwa model TPB menjelaskan mengenai perilaku tidak patuh (noncompliance) wajib pajak sangat dipengaruhi oleh niat (intention) untuk tidak patuh terhadap pajak. Niat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: behavioral belief, normative belief dan control belief.