1
MINAT TERHADAP MATA PELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Indah Megawaty Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Pen elitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah meniat terhadap matematika pada siswa sekolah dasar. Pertanyaan yang diajukan dalam pen elitian ini adalah bagaimana minat siswa pada pelajaran matematika, Mengapa siswa berminat terhadap mata pelajar an matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini studi kasus. subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang yaitu siswi kelas 6 SD yang mempunyai IQ superior. Sedangkan Significant Other berjumlah dua orang yaitu ibu dan guru matematika subjek. Ta hap penelitian yang digunakan adalah tahap persiapan dan tahap pelaksanaan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terbuka dan obervasi partisipan pasif, alat bantu pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan lembar catatan observasi. Keakuratan penelitian ini melaluin teknik triangulasi data yaitu menggunakan berbagai sumber data diantaranya bahan bacaan, hasil wawancara subjek, hasil observasi subjek dan menggunakan Significant Other sebanyak 2 orang sebagai pembanding data subjek. Tehnik analisa data yang digunakan penelitian mengorganisasi data, pengelompokan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban dan hasil penelitian. Hasil analisis data dalam penelitian ini adalah adanya minta terhadap mata pelajaran matematika yang di dukungan dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, kebiasaan belajar subjek dapat dilihat dari hasil Iwawancara Significant Other yang juga adalah ibu dan guru matematika subjek. Selain itu, juga dapat dilihat dari hasil pengamatan secara pasif yang dilakukan
2
kepada subjek di tempat tinggal subjek dan di sekolah subjek. Dengan ini didapat kesesuaian antara subjek dengan Significant Other. Kata Kunci : Minat Terhadap Mata Pelajaran Matematika, Remaja Sekolah Dasar
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang selalu ada dan selalu digunakan mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan perguruan tinggi bahkan sampai ke dunia kerja, masih menggunakan ilmu matematika. Patut disadari bahwa matematika banyak sekali peranannya, baik dalam dunia ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari – hari. Matematika sudah digunakan manusia sebagai alat memecahkan berbagai persoalan yang ada sejak dulu. Mulai dari masalah hitung dagang sederhana, hingga analisa statistik yang rumit sekalipun. Oleh karena itu, individu khususnya siswa atau remaja yang memiliki kemampuan dasar matematika, akan dapat lebih memahami logika angka dan ruang untuk melatih ketajaman berfikir. Seperti halnya yang dikatakan (Roebiyanto, 1997), “bahwa dengan matematika, siswa atau para remaja dilatih untuk menganalisa masalah lingkungan secara analitis, sesuai dengan kapasitas dan usianya masing-masing “. Namun demikian, mata pelajaran matematika di Indonesia dapat dikatakan masih kurang diminati. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa atau remaja yang menganggap bahwa matematika itu sebagai hal yang menakutkan dan mengangap matematika sebagai pelajaran yang sulit untuk dipahami sehingga membuat siswa membenci bahkan memusuhi matematika. Akibatnya nilai-nilai untuk mata pelajaran matematikapun tidak baik. Seperti yang dikatakan (Roebiyanto, 1997) bahwa umumnya nilai mata pelajaran matematika masih dibawah standar. Ratarata Nilai Ebtanas Murni (NEM) peserta didik dari jenjang SD sampai SMU dalam bidang matematika hampir selalu terendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
4
Hurlock (1992) mengatakan bahwa ada hubungan antara minat dengan prestasi belajar. Menurutnya, minat dapat dan memang berfungsi sebagai tenaga pendorong yang kuat. Siswa yang berminat pada matematika misalnya, akan berusaha keras untuk memperoleh nilai yang baik dalam mata pelajaran matematika, sedangkan pada siswa yang kurang berminat cenderung kurang berhasil di bidang ini. Siswa yang kurang berminat terhadap pendidikan, biasanya akan menunjukkan prestasi di bawah kemampuannnya pada semua mata pelajaran atau pada mata pelajaran yang tidak diminatinya. Oleh sebab itu, diharapkan para siswa memiliki minat yang tinggi khususnya pelajaran matematika karena matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, dan sarana untuk mengembangkan kreativitas. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat dimengerti bahwa minat memiliki peran langsung yang penting, dalam hal ini yaitu pelajaran matematika. Minat akan membuat siswa merasa lebih ringan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, dapat berkonsentrasi dan pelajaran matematika yang sukar mungkin menjadi mudah baginya. Sehingga menimbulkan keingintahuan tentang gambaran minat terhadap mata pelajaran matematika pada siswa. B. Pertanyaan Penelitian Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan yang muncul, yaitu; 1. Bagaimana minat siswa pada pelajaran matematika? 2. Mengapa siswa berminat terhadap mata pelajaran matematika? C. Tujuan penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui minat siswa Sekolah Dasar pada pelajaran Matematika 2. Untuk mengetahui mengapa siswa Sekolah Dasar berminat pada mata pelajaran Matematika.
D. Manfaat Penelitian
5 Penelitian ini di harapkan memiliki dua manfaat, yaitu ; 1.Manfaat Teoritis. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan mengenai gambaran minat terhadap mata pelajaran metematika pada siswa dengan cara memberikan tambahan data empiris yang sudah teruji secara ilmiah. 2.Manfaat Praktis. Diharapkan agar para staf pengajar dan orang tua dapat mendorong dan meningkatkan minat siswa atau remaja pada pelajaran matematika, agar siswa lebih terpacu lagi dalam belajar dan siswa dapat merasa lebih yakin dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, khususnya tugas-tugas matematika. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minat 1. Pengertian Minat Slameto (1988) membedakan perhatian dengan minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang hati. Jadi berbeda dengan perhatian, yang sifatnya sementara (tidak dalam waktu lama) dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti rasa senang dan dari itu diperoleh kepuasan. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena aktivitas belajar tanpa didukung minat cenderung tidak diikuti dengan sungguh-sungguh atau sepenuh hati. Selain itu menurut Slameto (1988) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa
6
siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Selanjutnya Suryabrata (1993) menjelaskan minat adalah sebagai pemusat tenaga psikis yang tertuju kepada suatu objek meliputi banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu kegiatan yang dilakukannya, dimana disertai dengan perasaan senang atau tidak senang individu terhadap suatu objek atau setuasi tertentu. Menurut Gerungan (1996) minat merupakan pengarahan perasaan dan menafsirkan untuk sesuatu hal (ada unsur seleksi). Sedangkan Holland (1973) mengatakan, minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, minat tidak timbul sendirian, ada unsur kebutuhan, misalnya minat belajar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah perasaan ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu. Minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainya, dan dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. 2. Bentuk-bentuk Minat Menurut Hidi (dalam Schiefele, 1991), minat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu : minat personal dan minat situasional a. Minat Personal atau Individual Merupakan minat yang mengacu pada lingkungan atau konteks yang dibentuk dari ketertarikan yang relatif lama pada suatu topic atau kegiatan yang pasti. b. Minat Situasional adalah minat yang diperoleh melalui partisipasi siswa dalam lingkungan atau konteks yang disebabkan oleh stimulus situsional.
7
Dalam minat situsional, Mitchell (1993) menekankan pentingnya menggunakan keberartian dan keterlibatan matematika untuk mencapai pemahaman metematika yang lebih kuat. a. Keberartian minat terhadap matematika, efektif kerena isi yang dipersepsikan siswa memiliki arti penuh secara pribadi dan merupakan cara untuk mempertahankan minat siswa. Keberartian secara penuh mengacu pada persepsi siswa pada topik metematika. b. Keterlibatan minat terhadap matematika, juga efektif untuk mengukur minat terhadap matematika karena ketika proses belajar dialami sebagai penyerapan dan lebih cenderung untuk mempertahankan minat siswa terhadap matematika. Keterlibatan mengacu pada tingkat dimana siswa merasa berpartisipasi dalam proses belajar. 3. Perbedaan Minat Antara Perempuan Dan Laki-Laki Penelitian Lightbody et.al (dalam Werner et.al, 1997) mnemukan mengapa wanita yang paling berbakat dalam bidang matematika sekali pun ternyata lebih menyukai bidang kedokteran dan hukum di bandingkan bidang teknologi informasi. penyebabnya adalah karena profesi dalam bidang tersebut menurut mereka lebih berarti dan lebih interaktif. 4. Cara Menimbulkan Minat Soemanto (dalam Dalyono, 1987) juga mengatakan cara menimbulkan minat dapat berupa: a. Ajak langsung berhubungan dengan materi pembelajarannya b. Dengan bercerita (ibu menceritakan dan akhirnya ibunya jadi lebih pintar) c. Menjelasakan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan d. Cari materi tambahan di toko buku, dengan gambar2 yang lebih 'eye catchin
8
5. Cara Meningkatkan Minat Siswa Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Di samping memanfaatkan minat yang telah ada, Tanner & Tanner (dalam Slameto, 1986) menyarankan agar para pengajar juga membentuk minat-minat baru pada diri siswa, ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang. Rooijakkers (dalam Slameto, 1986) berpendapat hal ini dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakaan siswa. Menurut Slameto (1988), Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap suatu pelajaran, dapat diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelasakan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajarinya itu. 6. Faktor-faktor Yang Dapat Menimbulkan Minat Soemanto (dalam Dalyono, 1987) mengatakan timbulnya minat dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a. Keinginan yang kuat untuk menaikan martabat b. Memperoleh pekerjaan yang baik c. Keinginan hidup senang dan bahagia d. Keinginan menghasilkan prestasi yang tinggi 7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Terhadap Matematika Menurut Chalfant & Scheffelin (dalam Simanjuntak, 1994) ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat pada matematika, yaitu : intelegensi, kemampuan spatial, kemampuan verbal, pendekatan pada problem solving. a. Intelegensi
9
b. Kemampuan Spatial (keruangan) c. Kemampuan Verbal d. Pendekatan pada Problem Solving. Menurut Naga (1980), ada dua faktor yang mempengaruhi minat pada matematika yaitu : faktor intrinsik, faktor ekstrinsik a. Faktor intrinsik yaitu dorongan yang datang dari hati sanubari, umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Didalam faktor intrinsik ini terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi minat terhadap matematika yaitu : inteligensi, motivasi belajar, bakat, sikap, kondisi fisik, kebiasaan belajar, perhatian. a) Inteligensi b) Motivasi Belajar c) Bakat d) Sikap e) Kondisi Fisik f) Kebiasaan Belajar g) Perhatian b. Faktor ekstrinsik yaitu dorongan yang datang dari luar diri (lingkungan), misalkan: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. a) Lingkungan keluarga b) Lingkungan sekolah c) Lingkungan masyarakat . 8. Aspek-aspek Yang Digunakan Dalam Mengukur Minat Terhadap Matematika Aspek-aspek yang digunakan dalam mengukur minat terhadap matematika dari Hidi dan Mitchell (dalam Schiefele, 1991) yaitu : aspek ketertarikan, aspek keberartian, aspek keterlibatan. a. Aspek ketertarikan Aspek dimana siswa menyenangi atau menyukai pelajaran matematika.
10
b. Aspek keberartian Aspek dimana siswa menilai manfaat matematika bagi dirinya. c. Aspek keterlibatan Aspek dimana siswa merasa terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar matematika. Ketiga aspek tersebut merupakan kesimpulan dari minat individual dan minat situsional, khususnya minat terhadap matematika. B. Matematika 1. Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Menurut Johnson & Myklebust (1967), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsinya praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lerner (1988) mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbol juga merupakan merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan Kline (1981) juga mengemukakan bahwa matematika pada tingkat Sekolah Dasar telah dipelajari tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian yang sifatnya masih sederhana, seperti akar, kwadrat, yang dipelajarinya didalam aljabar, aritmatika, geometri. Dan dalam perhitungannya sudah mulai menggunakan bahasa simbol dan ciri utamanya adalah menggunakan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
11
Bidang studi matematika yang diajarkan SD mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Menurut Naga (1980), aritmatika adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkaliaan, dan pembagian. Secara singkat aritmatika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbol dan bahasa universal yang ciri utamanya adalah menggunakan cara bernalar deduktif. Selain itu matematika juga merupakan ilmu pasti dan suatu ilmu yang memiliki objek dasar berupa fakta, operasi dan prinsip. 2. Fungsi dan Tujuan Matematika Menurut Naga (1980), matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. 3. Pentingnya Mempelajari Matematika Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (1982) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan : a. Sarana berfikir yang jelas dan logis. b. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. c. Sarana untuk mengembangkan kreativitas. d. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. e. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas. Lerner (1988) mengemukakan, ada beberapa pendekatan dalam pengajaran matematika, masing-masing didasarkan atas teori belajar yang berbeda. Ada
12
empat pendekatan yang berpengaruh dalam pengajaran matematika, yaitu: urutan belajar yang bersifat berkembang (development learning sequences), belajar tuntas (matery learning), strategi belajar (learning strtegies), dan pemecahan masalah (problem solving). 4. Cara Membantu Anak Belajar Matematika Menurut Lerner (1988), empat pendekatan pengajaran matematika yang ia kemukakan tersebut dapat digunakan secara gabungan untuk membantu meningkatkan anak dalam belajar matematika, yaitu dengan cara: a. Guru harus menyadari taraf perkembangan siswa. Dengan mengajarkan prabilangan sebagai landasan belajar matematika. b. Matematika memerlukan pendekatan belajar tuntas tentang berbagai konsep melalui pembelajaran langsung yang tersetruktur dan terencana secara sistematis. Oleh karena itu guru harus memperhatikan proses analisis tugas, menetapkan tuj uan khusus, merancang urutan pembelaj aran dan alokasi waktu yang cukup untuk mempelajari tiap langkah urutan. c. Pendekatan strategi belajar telah terbukti efektif dalam membantu anak belajar matematika. Siswa harus didorong untuk bertanya kepada diri sendiri tentang berbagai pertanyaan secara kognitif mereka memproses informasi sebagai strategi pemecahan masalah, dan mengembangkan pendekatan mereka sendiri dalam belajae dan berfikir tentang matematika. d. Memberikan bimbingan dan latihan yang cukup sangat diperlukan untuk belajar mengkombinasikan berfikir dan berbahasa dengan keterampilan menghitungdan konsep-konsep yang perlu dalam pemecahan masalah matematika. C. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh “ atau “tumbuh menjadi dewasa.” Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
13 fisik (dalam Hurlock, 1992).
2. Ibu berperan besar untuk menciptakan kondisi lingkungan tempat anak dibesarkan. Suara apa yang pertama didengarnya ketika pertama kali ia
14
Piaget (dalam Hurlock, 1992) mengatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang orang yang lebih tua melainkan –
berada dalam tingkatan yang sama, sekurang kurangnya dalam masalah hak. –
Papilia dan Ods (dalam Kartini, 2003) mengatakan bahwa pembangunan transisi antara anak anak dan masa remaja, biasanya diperkirakan antara umur –
12 atau 13 tahun dan pada akhir remaja diawal 20 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah seorang yang idealis dengan memandang dunia seperti apa yang ia inginkan dan juga merupakan suatu periode transisi dari masa kanak kanak ke masa dewasa. –
Perkembangan ini biasanya dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun dan berakhir diawal 20 tahun. Pada periode ini ditandai adanya proses kematangan fisik, psikis dan sosial Konopka (dalam Kartini, 2003) membagi masa remaja kedalam tiga periode, yaitu : a. Masa remaj a awal (early adolescence) : usia 12 15 tahun –
–
b. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : usia 15 18 tahun –
–
c. Masa remaj a akhir ( late adolescence) : usia 19 22 tahun –
–
D. Ibu 1. Peran Ibu Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak mempunyai indikasi, bahwa peran ibu sangat vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Bebaerapa hal peran ibu menurut Retno (1993) : 1. Peran ibu sangat vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Ibulah sosok yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan yang dipercaya serta didengar omongannya oleh anak
15
bisa mendengar. Pemandangan seperti apa yang dilihatnya ketika ia pertama kali melihat. Kata-kata apa yang diucapkannya ketika ia pertama kali berbicara. 3.
Anak yang mandiri adalah anak yang diberi kesempatan untuk menerima dan menjadi dirinya sendiri. Ibu yang memperlakukan anak-anak menurut kekhasan masing-masing adalah Ibu yang belajar bersikap positip menghadapi berbagai perbedaan karakter, kepandaian maupun penampilan anak. Jangan memberi pembanding yang tidak adil di antara anak-anak. Ajarkan anak-anak percaya bahwa dirinya "istimewa" dalam kekhasan masing-masing. Dalam hal ini latihan melalui berbagai peristiwa hidupnya merupakan persiapan membangun citra diri anak. Pembanding yang sehat di tengah kompetisi dengan teman-teman dan anggota keluarga yang lain akan menolong anak menemukan dirinya. Masa depan anak akan bertumbuh bersama proses pembentukan kepribadiannya di samping semua bekal fasilitas ilmu. Bimbingan rohani menjadi sangat penting dalam membekali anak untuk mampu mengaktualisasi kemandirian.
4.
Membangun komunikasi pribadi anak dengan Tuhan. Ibu yang mendidik anak dalam kehidupan rohani yang kuat sejak masa kanak-kanak, adalah Ibu yang dengan bijaksana menghantarkan anaknya pada suatu landasan yang teguh. Sebab di tengah pelbagai situasi ketika anak jauh dari orang tuanya atau ketika ia harus menjawab sendiri pelbagai perubahanperubahan dalam hidup yang tidak selalu dapat segera diatasinya, ia akan selalu menemukan rasa aman dalam hubungan spiritual yang kokoh dengan Tuhan. Kita belajar dari : Samuel dan Timotius, ke dua anak yang sejak masa kecil menerima bimbingan rohani yang kokoh dari ibunya, pada saat menghadapi pelbagai pengaruh lingkungan, mereka berdiri tangguh. Mandiri dan mampu lentur menghadapi dan melewati pelbagai pengaruh yang ada di sekitar hidupnya.
16
5. Latihan keterampilan praktis, disiplin dan tangung jawab dalam berbagai sektor hidup akan menolong anak merasa aman dengan dirinya. Dalam hal ini, Tbu yang pada umumnya lebih banyak memberi waktu dan perhatian awal kepada anak pada masa pertumbuhan, mempunyai andil yang cukup besar. Misalnya, biarkan anak-anak mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab di rumah. 6. Melatih anak untuk mengambil keputusan terhadap hal-hal tertentu dalam hidup dan melatih sikap menghadapi kekecewaan dan penolakan yang bisa saja terjadi akibat keputusan tersebut. 7. Jangan memindahkan kecemasan dan rasa bersalah orang tua dengan menutup kesempatan anak kita bersosialisasi. Kadang-kadang dalam ketakutan orang tua secara khusus kita sebagai ibu menjadi berlebihlebihan dalam memberi fasilitas perlindungan kepada anak sehingga membuat anak menjadi penggugup dan resah. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah studi kasus. Menurut Faisal (2004) studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahan kepada satu kesosialan yang dilakukan secara intensif mendalam, mendetail, komperensif. Moleong (2004) berpendapat studi kasus adalah studi yang berusaha memahami isu-isu yang rumit atau objek dan dapat memperluas pengalaman atau menambah kekuatan terhadap apa yang telah di kenal melalui hasil penelitian yang lalu. Lebih lanjut dikatakan bahwa studi kasusu menekankan pada rincian analisis kontekstual tentang sejumlah kecil kejadian atau kondisi dan hubunganhubungan yang ada padanya. Studi kasus yaitu penelitian yang mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir dan interaksi lingkungan yang terjadi
17
pada individu (Suryabrata, 1993). Menurut Yin (dalam Sulistiany, 1999) studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu social, ditujukan untuk meneliti satu kasus atau lebih secara mendetail, mendalam guna memahami kompleksitasnya dalam konteks ilmiah. Studi kasus dapat dilakukan secara kuantitatif, kualitatif, atau gabungan keduanya. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa studi kasus ialah suatu penelitian mendalam yang dilakukan untuk memberikan gambaran mendalam mengenai suatu kasus yang mempunyai karakteristik tertentu. B. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian, antara lain : subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 6 di SDIT Thariq Bin Ziyad. Berjenis kelamin wanita. C. Tahap-tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian dan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahap ini peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori-teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam proses wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, diajukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap isi pedoman wawancara dan menyiapkan diri untuk melakukan wawancara. Kemudian peneliti mencari subjek penelitian dan kemudian menghubungi subjek penelitian untuk meminta kesediaannya untuk wawancara dan kemudian mengatur jadwal bertemu. Setelah menentukan jadwal melakukan observasi dan wawancara berdasarkan pedoman yang telah dibuat.
18
Peneliti juga menyiapkan peralatan untuk merekam berupa tape recorder dan 2 buah kaset kosong untuk merekam masing-masing dengan durasi 90 menit dan melakukan pengete san apakah alat dapat berfungsi dengan baik. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Pada subjek pertama peneliti melakukan wawancara di rumah subjek. Setelah melakukan wawancara dengan subjek, selanjutnya peneliti memindahkan hasil rekaman wawancara ke dalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis diatas. Kemudian setelah itu membuat diskusi dan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian. Lalu dari hasil diskusi dan kesimpulan yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran-saran untuk penelitian berikutnya. 3. Analisis DaTa. Setelah melakukan wawancara ke dalam bentuk verbatim, peneliti melakukan analisis data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada teori Aspek-aspek yang
digunakan dalam mengukur minat terhadap matematika dari Hidi dan Mitchell (dalam Schiefele, 1991) yaitu : aspek ketertarikan, aspek keberartian, aspek keterlibatan. Dan Menurut Chalfant & Scheffelin (dalam Simanjuntak, 1994) ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat pada matematika, yaitu : intelegensi, kemampuan spatial, kemampuan verbal, pendekatan pada problem solving. D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti. Teknik dan tipe pengumpulan data tersebut antara lain wawancara, observasi, diskusi kelompok terfokus, analisis terhadap karya, analisis dokumen, analisis catatan pribadi, studi kasus, dan studi riwayat hidup (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh data adalah wawancara dan observasi. 1. Wawancara
19
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Poerwandari (1998) mengatakan salah satu teknik pengumpulan data adalah wawancara, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung denganmengungkapkan pertanyaanpertanyaan pada para responden. Selain itu Moleong (1998) mengatakan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman umum wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interviewer dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Denzin & Lincon (dalam Poerwandari, 1998) membagai wawancara menjadi 3 jenis, yaitu diantaranya: a. Wawancara Terstruktur Proses wawancara dengan memberi sejumlah pertanyaan yang kata-kata dan urutannya sama persis kepada tiap subjek. b. Wawancara Tidak Terstruktur Proses wawancara yang bentuknya seperti pembicaraan sehari-hari tapi dikontrol oleh topik bahasan. Urutan pertanyaan dan penggunaan terminologi tidak dikontrol. c. Wawancara Semi Terstruktur Proses wawancara yang menggunakan panduan wawancara yang berasal dari pengembangan topik. Sistem yang digunakan dalam mengajukan
20
pertanyaan dan penggunaan terminologi lebih fleksibel daripada wawancara terstruktur. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan wawancara terstruktur yang mana Proses wawancara dengan memberi sejumlah pertanyaan yang kata-kata dan urutannya sama persis kepada tiap subjek. Dalam pengambilan data, peneliti perlu menjalin rapport (hubungan baik) dengan orang yang diwawancara, sekaligus menjaga netralitas data Patton (dalam Poerwandari, 1998). Rapport mengacu pada keberhasilan peneliti menciptakan relasi yang baik dengan responden sedangkan netralitas memungkinkan peneliti untuk menerima apapun yang disampaikan responden apa adanya. Dengan terjalinnya rapport akan lebih mudah bagi interviewer untuk menggali masalah yang sensitif. 2. Observasi Disamping wawancara penelitian ini juga menggunakan metode observasi, dimana proses pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain. Observasi yang akan dilakukakan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal lain yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Menurut Faisal (2005) observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean serangkai perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme sesuai dengan tujuan- tujuan. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan observasi tak partisipan dimana pengamat ikut serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati seolah-olah pengamat merupakan bagian dari mereka. Observasi tak partisipan yaitu : Merupakan observasi dimana pengamat berada diluar subjek yang diteliti dan tidak ikut didalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Observasi berdasarkan cara pengamatan yang dilakukan dapat dibedakan atas: a. Observasi berstruktur
21
Merupakan observasi dimana pengamat dalam melaksanakan observasinya menggunakan pedoman pengamatan b. Observasi tak berstruktur Merupakan observasi dimana pengamat dalam melaksanakan observasinya melakukan pengamatan secara bebas. E. Alat Bantu Pengumpul Data Dalam penelitian kualitatif peneliti mempunyai peran yang sangat besar dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendekati topik tersebut, mengumpulkan data hingga menganalisis dan menginterpretasikannya dan biasanya dikenal dengan istilah peneliti atau instrument kunci (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini peneliti membutuhkan beberapa alat bantu untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu : 1. Pedoman Wawancara 2. Alat Perekam 3. Pedoman Observasi 4. Data Sekunder F. Keabsahan dan Keajegan Penelitian Empat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif Yin (dalam Marshal & Rossman, 1995) yaitu diantaranya : 1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity) Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang terukur benar-benar merupakan variable yang ingin diukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan Patton (dalam Poerwandari, 1998), yaitu : a) Triangulasi Data b) Triangulasi Pengamat
22
c) Triangulasi Teori d) Triangulasi Metode 2. Keabsahan Internal (Internal Validity) Merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Sehingga walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada sehingga munculnya kesimpulan lain yang berbeda. 3. Keabsahan Eksternal (Eksternal Validity) Mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memiliki sifat tidak ada kesimpulan akhir yang pasti, namun penelitian kualitataif tetap dapat dikatakan memiliki keabsahan eksternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama. 4. Keajegan (Reliability) Merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama sekali lagi. Dalam penelitian kualitatif, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menunujukkan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data. Untuk meningkatkan keajegan, diperlukan protokol penelitian yang jelas, seperti pedoman wawancara yang akan membuat pertanyaan yang diajukan akan menjadi lebih jelas dan terarah. Disamping itu, hal penting lainnya berupa pertanyaan yang diajukan pada tiap subjek harus sama, dengan tujuan bila penelitian ini diulang akan menghasilkan hasil yang sama.
23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pemilihan Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di SDIT Thariq Bin ziyad Bekasi Timur, letak sekolah tersebut di sebelah kiri pintu masuk tol Bekasi Timur di dalam perumahan Pondok Hijau Permai blok A No. 23 Bekasi Timur. Sekolah tersebut adalah sekolah khusus anak yang beragama Islam. Para siswi sekolah menggunakan rok panjang dan kemeja panjang yang seragam dan berjilbab dan untuk siswa menggunakan kemeja dan celana panjang dengan rompi seragam. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari pihak sekolah (guruguru matematika) terdapat siswi yang menyukai pelajaran matematika dan selalu mendapatkan nilai matematika yang baik ketika guru-guru tersebut mengajar kelas 1 s/d kelas 5, dan sekarang siswi tersebut sudah duduk di kelas 6. Setelah peneliti menemui guru matematika kelas 6 yang mengajar siswi tersebut, ternyata ia memiliki siswi yang menyukai pelajaran matematika sejak siswi tersebut masuk sekolah Thariq dan selalu memperoleh nilai matematika yang sangat baik. Dengan demikian peneliti mengambil siswi berinisial (P) menjadi subjek penelitian. B. Hasil Penelitian 1. Identitas a. Identitas Subjek Nama
:P
TTL
: Bekasi, 09 Januari 1995
Jenis Kelamin
:P
Usia
: 11 1/2 tahun
Status
: Belum menikah
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Pelajar
24
Agama Anak Ke
: Islam : 2 dari 3 bersaudara
b. Identitas Significant Other 1) Identitas Significant Other 1 Nama :R TTL
: Jakarta, 08 Maret 1965
Jenis Kelamin
:P
Usia Status
: 40 tahun : Menikah
Pendidikan
: IKIP
Pekerjaan
: Pegawai negri
Agama
: Islam
Hubungan dengan subjek : Ibu kandung 2) Identitas Significant Other 2 Nama
:M
TTL
: Jakarta, 02 Maret 1968
Jenis Kelamin
:L
Usia
: 37 tahun
Status
: Menikah
Pendidikan
: IKIP Jakarta, jurusan Matematika
Pekerjaan
: Guru
Agama
: Islam
Hubungan dengan subjek : Guru matematika subjek disekolah 1. Rangkuman Biografi Subjek adalah siswa kelas 6 Sekolah Dasar Swasta di kota Bekasi. Subjek mulai masuk sekolah dari pukul 07.00 16.30 WIB. –
Subjek adalah anak ke dua dari tiga bersaudara, subjek menyukai pelajaran matematika sejak masuk SDIT Thariq Bin Ziyad. Di sekolah subjek menjadi ketua kelompok khusus pelajaran matematika, selain itu subjek mengukuti seleksi untuk
25
lomba matematika di sekolah dan pemenangnya akan di kirim mewakili sekolah untuk perlombaan pelajaran matematika antar sekolah dasar seIndonesia. Subjek selalu memperhatikan ketika bapak guru matematika sedang menerangkan pelajaran, namun subjek adalah seorang yang pemalu sehingga subjek jarang sekali langsung bertanya kepada guru apabila ia tidak mengerti apa yang pak guru terangkan. Subjek lebih menyukai bertanya kepada pak guru bila pak guru telah selesai menerangkan dan mulai memberikan soal-soal matematika, subjek baru menghampiri meja pak guru dan menanyakan soal yang subjek tidak mengerti dengan suara yang pelan. Subjek telah mendapatkan dua kali hadiah berupa nilai tambahan dari pak guru karena subjek menjawab benar dan lebih cepat mengerjakan soal-soal yang bapak guru berikan dibandingkan teman sekelasnya yang lainnya. Nilai matematika subjek selalu baik, subjek lebih sering mendapatkan nilai matematika 9 dan 10, sedangkan untuk nilai 8 jarang ia dapat kan. Subjek belajar matematika tidak hanya ketika ada tugas dari guru matematika saja, tetapi waktu luang subjek seperti hari minggu di pergunakan untuk belajar matematika bersama teman subjek. Selain itu pada waktu malam hari subjek sering belajar matematika sendiri sebelum tidur di dalam kamar hingga 1 2 jam. –
26
Tabel 3. Rangkuman Analisis Sementara Pertayaan Penelitian 1. Bagaiman a minat siswa pada pelajaran matematik a?
Faktor-faktor
1. Aspek Ketertarikan
Subjek Observasi
Wawancara
1. Pada saat guru matematika mulai memberikan soal, subjek langsung mengerjakannya. Ia hanya menunduk dan tidak memperdulikan teman-temannya yang berlalulalang, ia juga tidak pernah melihat kanan-kiri hingga soal-soal tersebut selesai. 2. Subjek sangat cepat dan benar dalam menjawab soal-soal yang di berika oleh guru.
1. Bagi subjek matematika itu bukan pelajaran yang menakutkan tetapi merupakan pelajaran yang menyenangkan dan soal-soalnya yang bervariasi. 2. Subjek selalu dapat mengerjakan soal matematika karena hampir setiap hari subjek belajar matematika. 3. Bila subjek mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika ketika belajar di rumah, subj ek langsung bertanya kepada ibu subjek.
Data Sekunder Nilai raport subjek: 9
Significant Other 1
Significant Other 2
1. Significant Other selalu membantu apabila subjek bertanya dan benar-benar tidak dapat menyelesaikan soal matematikanya sendiri. 2. Pelajaran matematika bukan pelajaran yang menakutkan bagi subjek, significant Other yakin bahwa subjek cukup percaya diri pada pelajaran matematika. 3. Subjek mempunyai kemampuan lebih pada pelajaran matematika
1. Pelajaran matematika bukan pelajaran yang menakutkan bagi subjek karena yang significant Other ketahui subj ek telah mendapatkan dua kali hadiah berupa nilai tambah dari nya, karena subjek lebih cepat dan benar dalam menjawab soalsoal matematika yang berikan di significant Other bandingkan teman-teman yang lainnya.
27
2. Aspek Keberartian
1. Subjek mengerti dan mengetahui mafaat matematika bagi kehidupan sehari-hari.
1. Subjek mengetahui bahwa matematika merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat untuk kehidupan seharihari, karena menurut subjek setiap pekerj aan terkadang harus menggunakan matematika. 2. Subjek menyadari bahwa matematika dapat meningkatkan kemampuan berhitung subjek.
3. Aspek Keterlibatan
1. Subjek mengikuti kelompok belajar khusus pelajaran matematika yang di bentuk oleh sekolah dan subjek menjadi
1. Subjek tergolong orang yang pemalu. Ia j arang sekali bertanya kepada guru matematikanya apabila ada pelajaran
4. Pelajaran matematika yang sulit tidak mengurangi semangat subjek untuk tetap belajar pelajaran matematika 1. Subjek mengetahui manfaat matematika bagi kehidupan seharihari. 2. Ada korelasi bertambahnya kemampuan berhitung subjek selama belajar matematika
1. Subjek mempunyai kelompok belajar khusus matematika yang digunakan untuk
1. Subjek mengetahui manfaat matematika bagi kehidupan seharihari.
1. Subj ek termasuk anak yang pendiam dan pemalu. Apabila ada yang tidak subjek mengerti,
28
salah satu ketua kelompok belajar tersebut. 2. Subjek mengikuti seleksi yang di laksanakan di laboratorium sekolah untuk mewakili sekolah mengikuti lomba matematika tingkat nasional. Hasilnya subj ek termasuk salah satu siswa yang berhasil memasuki tahap seleksi berikutnya.
yang ia tidak mengerti. 2. Subjek juga tergolong anak yang rajin belajar matematika dan subjek mempunyai kelompok belajar khusus matematika untuk mendiskusikan dengan temantemannya apabila ada tugas dari guru matematika, selain itu terkadang waktu luang subjek di gunakan untuk mengerjakan soalsoal matematika.
mendiskusikan tugas-tugas atau PR dari guru matematika subjek
ia tidak langsung bertanya seperti anak-anak yang lain yang. subjek lebih sering menghampirinya dan mulai bertanya sambil membawa bukunya setelah significant other memberikan soalsoal matematika dan subjek benarbenar tidak bisa mengerjakan soalsoal itu. 2. Subjek menjadi salah satu ketua kelompok belajar khusus matematika di sekolah. Subjek juga mengikuti seleksi lomba matematika di sekolah, dan pemenangnya akan mewakili sekolah untuk perlombaan
29
2. Mengapa siswa minat terhadap mata pelajaran matematik a?
1. Faktor Intrinsik. 1) Sikap
2) Perhatian
1. Subjek menggunakan hari libur subjek untuk belajar matematika dengan temannya meskipun tidak ada tugas dari guru.
1. Pelajaran matematika adalah pelajaran yang menyenangkan karena soal-soalnya yang bervariasi. 2. Subjek sangat senang mengerjakan soalsoal matematika. 3. Subjek selalu mendapatkan nilai matematika 9, 10 dan kadang-kadang 8.
1. Pada saat guru sedang menjelaskan pelajaran, subjek sangat memperhatikan. Pandangan subjek lurus kearah papan tulis dan wajahnya terlihat bersemangat
1. Subjek selalu memperhatikan pelajaran matematika yang diterangkan oleh guru, karena cara guru matematika mengajar seperti memperhatikan anak didiknya, baik dan tegas membuat subj ek lebih memperhatikan
IQ total subjek: 122, tergolong superior
1. Subjek menyukai pelajaran matematika. 2. Subjek selalu mendapatkan nilai matematika 9, 10.
1. Guru matematika subjek mempunyai potensi untuk menerangkan dan menjelaskan pelajaran kepada siswa.
pelajaran matematika antar SD seIndonesia. 1. Subjek menyukai pelajaran matematika sejak subjek kelas tiga. Informasi ini di peroleh dari guru sebelumnya banyak bercerita bahwa subjek menyukai pelajaran matematika 2. Nilai matematika subj ek selalu baik dan mendapatkan nilai 9 dan 10. 1. Subjek sangat memperhatikan pelajaran yang di jelaskan olehnya. 2. Cara significant Other mengajar dan memberikan hadiah berupa nilai tambah bagi siswa yang dapat menyelesaikan soal-soal dengan
30
pelajaran matematika
3)
Kebiasaan Belajar
1. Biasanya subjek belajar matematika setelah sholat Isa, subjek belajar di dalam kamar secara mandiri. Subjek belajar matematika kurang lebih selama 1 jam. 2. Subjek belajar matematika dengan mempelajari contoh-contoh soal yang terdapat di dalam buku paket.
1. Subjek sering belajar matematika pada waktu malam hari dan merasa senang melakukannya 2. Subjek belajar matematika secara mandiri dan subjek belajar di dalam kamar, subjek belajar matematika dengan mempelajari contohcontoh soal yang terdapat di dalam buku paket matematika sehingga subjek dapat menyelesaikan soalsoal matematika dengan benar tanpa harus bertanya kepada orang lain. 3. Pada waktu luang subjek sering belajar matematika
1. Subjek biasanya belajar matematika secara mandiri dan belajar di dalam kamarnya
cepat dan benar membuat para siswa termotivasi untuk belajar pelajaran matematika. 1. Dalam belajar dan mengerjakan soalsoal di sekolah, subjek lebih cepat tanggap dan lebih cepat menyelesaikan semua tugas-tugas matematika, dibandingkan teman-teman yang lain
30
2. Faktor eksternal 1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan sekolah
1. Ibu subjek sangat berperan dalam proses belajar matematika subjek di rumah. 2. Ibu subjek mendukung subjek belajar matematika bersama temannya
walaupun tidak ada tugas dari guru matematika. 1. Ketika subjek mengalami kesulitan belajar matematika di rumah, ibu subjek membantu subjek dalam belajar matematika.
1. Sekolah menyediakan fasilitas untuk belajar matematika 2. Interaksi guru dan siswa sangat baik dan terkesan akrab
1. Tersedianya alat-alat untuk belajar matematika, seperti: bangunan simetri dll. 2. Guru yang sangat memperhatikan anak didiknya, baik dan perhatian membuat siswa menyukai pelajaran matematika.
1. Teman bergaul subjek dapat diajak berdiskusi dan belajar matematika
1. Subjek sering belajar bersama temannya setiap hari minggu.
1. Faktor keluarga yang mendukung. 1. Subjek bertanya bila mengalami kesulitan dalam belajar matematika ketika di rumah. 2. Ibu subjek memperbolehkan subjek belajar bersama temannya setiap hari minggu 1. Guru matematika subj ek mempunyai potensi untuk menerangkan dan menj elaskan pelajaran kepada siswa.
1. Subjek belajar
1. Sekolah menyediakan fasilitas untuk matematika, seperti: kelompok belajar khusus matematika, lomba matematika antar sekolah dasar.
1. Subjek mempunyai kelompok belajar
32
bersama 3) Lingkungan masyarakat
matematika bersama temanya pada waktu libur. 2. Subjek mempunya kelompok belajar matematika
matematika di sekolah.
33
2. Analisis Dari hasil data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan data sekunder, diperoleh suatu gambaran umum mengenai subjek dari subjek sendiri dan Significant Other. Hal ini digunakan sebagai pengecekkan atau sebagai pembandingan dari data yang diperoleh. Berdasarkan hasil analisis, subjek sangat senang mengerjakan soal-soal matematika, dan dapat dilihat dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik . Menurut Naga (1980) ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat belajar matematika yaitu: faktor intrinsik (inteligensi, motivasi belajar, bakat, sikap, kondisi fisik, kebiasaan belajar, perhatian.), faktor eksterinsik (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat). Untuk faktor inteligensi subjek tergolong superior, hal ini dapat di ketahui berdasarkan data sekunder yang di peroleh melalui hasil pemeriksaan psikologis subjek. Ketika belajar matematika subjek terlihat sangat bersemangat dan berkonsentrasi penuh dalam mengerjakan soal-soal matematika, ia tidak pernah menengok kekanan-kiri hingga soal-soal matematika tersebut selasaikan. Subjek mengetahui bahwa matematika sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari (sikap kognisi), Selain itu subjek selalu mendapatkan nilai matematika 9, 10 dan nilai 8 jarang sekali ia dapatkan, hal ini termasuk dalam faktor sikap konasi. Untuk faktor kebiasaan belajar, subjek tergolong orang yang rajin belajar matematika. Hal ini dapat dilihat dari subjek yang selalu belajar matematika bersama temannya setiap hari minggu di rumah subjek atau di rumah temannya, saat mereka belajar sesekali mereka bercanda. Subjek kembali serius ketika sedang mengerjakan soal-soal matematika, sedangkan teman subjek belajar sambil memakan makanan ringan hingga selesai, pada saat belajar mereka sempat mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika, soal matematika tersebut berbentuk bilangan pecahan mereka mengalami kesulitan dalam menyederhanakan bilangan yang cukup besar. Akhirnya subjek bertanya pada ibunya, ibu subjek menjelaskan dengan sangat jelas sehinggga subjek mengerti
34
dan dapat mengerjakan soal matematika nomer berikutnya. Malam harinya setelah sholat Isa sebelum tidur subjek menyempatkan diri untuk belajar matematika meskipun tidak ada tugas rumah dari guru matematika, subjek belajar matematika di dalam kamar secara mendiri. Subjek belajar matematika dengan mempelajari contoh-contoh soal bilangan pecahan, yang bilangannya sangat besar yang terdapat di dalam buku paket matematika sehingga subjek dapat menyelasaikan soal-soal matematika dengan benar tanpa harus bertanya kepada orang lain. Subjek sangat memperhatikan pelajaran matematika, walau pun tidak ada tugas rumah dari guru matematika subjek tetap belajar matematika pada waktu malam hari setelah sholat Isa walau pun hanya 1 jam . Dengan IQ subjek yang tergolong sangat superior, peran ibu yang sangat besar, proses belajar subjek yang berulang- ulang serta didukungnya faktor emosi yang di miliki subjek positif, dengan demikian minat subjek terhadap mata pelajaran matematika dapat dipertahankan dengan baik. Dalam lingkungan keluarga, peran ibu sangat berpengaruh dalam proses belajar matematika subjek, sejak subjek berusia 1 1/2 tahun ia sudah mulai dikenalkan pelajaran matematika oleh ibunya. Selain itu, orang tua subjek sangat mendukung dan memperbolehkan subjek untuk belajar matematika bersama temannya di rumah maupun di rumah teman subjek. Ibu subjek sangat membantu subjek saat subjek mengalami kesulitan dalam mengerjakn soal matematika. Ibu subjek adalah guru matematika di sekolah lain, hal itu juga dapat membuat subjek lebih mudah dalam bertanya tentang pelajaran amtematika yang tidak di mengerti oleh subjek pada saat belajar matematika di rumah. Pada lingkungan sekolah, interaksi antara guru dan siswa sangat baik dan terkesan akrab sehingga siswa merasa pelajaran matematika tidak membosankan, serta hubungan antar siswa yang baik dan suka mendiskusikan pelajaran matematika di kelas pada saat jam istirahat. Cara guru matematika mengajar seperti baik, perhatian pada anak didiknya serta mempunyai potensi untuk menjelaskan dan menerangkan pelajaran pada siswa, membuat pelajaran matematika di sukai subjek. Pada saat pak guru sedang menerangkan pelajaran, pandangan subjek lurus kearah papan tulis di mana guru matematika sedang
35
berdiri dan menerangkan pelajaran, subjek sangat berkonsentrasi serta wajah subjek terlihat bersemangat menerima pelajaran dari guru matematika. Terkadang subjek menunduk dan mencatat pelajaran yang pak guru sedang jelaskan. Dan fasilitas yang di sediakan sekolah yaitu: berupa bangunan-bangunan simetri dan alat-alat matematika yang lain dapat mempermudah siswa untuk belajar pelajarn matematika. Selain itu pihak sekolah membuat kelompok belajar khusus pelajaran matematika, dan salah satu ketua kelompoknya adalah subjek. Di sekolah juga diadakan penyeleksian siswa yang akan mewakili sekolah dalam perlombaan pelajaran matematika antar Sekolah Dasar seIndonesia. Teman bergaul subjek yang dapat di ajak untuk belajar matematika bersama di rumah subjek maupun di rumah teman subjek. Dan menurut Mitchell (1993), menekankan pentingnya menggunakan keberartian dan keterlibatan matematika untuk mencapai pemahaman metematika yang lebih kuat. Sama halnya yang di kemukakan oleh Hidi dan Mitchell (dalam Schiefele, 1991) yaitu: 1) Aspek ketertarikan; Aspek dimana siswa menyenangi atau menyukai pelajaran matematika. 2) Aspek keberartian; Aspek dimana siswa menilai manfaat matematika bagi dirinya. 3) Aspek keterlibatan; Aspek dimana siswa merasa terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar matematika. Aspek ketertarikan, dapat dilihat setelah guru matematik subjek selasai menerangkan pelajaran dan mulai memberikan soal-soal matematika, wajah subjek terlihat bersemangat dan langsung membuka buku tulis dan mengerjakannya. Pada waktu mengerjakan soal, subjek sangat serius, subjek tidak menghiraukan teman-temannya yang berlalulalang dan subjek juga tidak pernah melihat kekanan-kiri hingga terselesaikan soal-soal tersebut. Aspek keberartian, setelah guru matematika subjek selesai mengajar dan sebelum jam pelajaran matematika habis, guru matematika subjek selalu menjelaskan kepada para siswa bahwa matematika sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dan guru matematika pun menyarankan agar siswa lebih giat lagi belajar matematika, sehingga subjek mengetahui bahwa matematika bermanfaaat bagi kehidupan sehari-hari.
36
Aspek keterlibatan, Subjek mengikuti kelompok belajar khusus pelajaran matematika yang di bentuk oleh sekolah subjek dan subjek menjadi salah satu ketua kelompok belajar tersebut. Selain itu subjek mengikuti seleksi yang dilaksanakan di laboratorium sekolah untuk mewakili sekolah mengikuti lomba matematika tingkat nasional. Hasilnya subjek termasuk salah satu siswa yang berhasil memasuki tahap seleksi berikutnya. Berdasarkan hasil analisis di atas, peneliti menemukan beberapa faktor di luar teori yang digunakan pada penelitian ini, yang mungkin telah dikemukakan oleh para peneliti yang lain, yaitu berupa: faktor emosi dan proses belajar yang di ualng-ulang. BAB V PENUTUP A. Simpulan
1. Bagaimana minat siswa pada pelajaran matematika? Untuk mengetahui gambaran minat siswa pada pelajaran matematika dapat diukur menggunakan aspek ketertarikan, aspek keberartian, aspek keterlibatan yang dapat di lihat dari perilaku siswa pada saat belajar matematika di rumah dan di sekolah. a. Di rumah. Subjek selalu meluangkan waktunya untuk belajar matematika, seperti hari libur. Biasanya subjek belajar matematika bersama temannya setiap hari minggu di rumah atau di rumah temannya. Pada saat belajar matematika bersama temannya di rumah subjek, mereka sempat mengalami kesulitan mengerjakan soal matematika, soal matematika tersebut berbentuk bilangan pecahan mereka mengalami kesulitan dalam menyederhanakan bilangan yang cukup besar. Akhirnya subjek bertanya pada ibunya, ibu subjek menjelaskan dengan sangat jelas sehinggga subjek mengerti dan dapat mengerjakan soal matematika nomer berikutnya hingga selesai.
37
Dan hampir setiap malam setelah sholat Isa subjek menyempatkan diri untuk belajar matematika meskipun hanya 1 jam. Subjek belajar matematika secara mandiri, subjek belajar matematika dengan mempelajari contohcontoh soal seperti: bilangan pecahan yang bilangannya sangat besar yang ada di dalam buku paket matematika, yang terkadang subjek sendiri kesulitan dalam menyederhanakannya sehingga ia dapat menyelesaikan soal-soal matematika yang berbentuk apa saja dengan benar tanpa harus bertanya kepada orang lain. b. Di sekolah. Dalam penerimaan pelajaran matematika di sekolah, subjek sangat berkonsentrasi dan memperhatikan pelajaran yang guru matematika jelaskan. Subjek tergolong orang yang pendiam, sehingga subjek hampir tidak pernah bertanya pada guru matematika apabila ada yang tidak subjek mengerti. Subjek mengikuti kelompok belajar kusus pelajaran matematika yang di bentuk oleh pihak sekolah, dan salah satu ketua kelompoknya adalah subjek. Subjek sering melakukan diskusi bersama kelompoknya pada jam istirahat guna membahas soal-soal yang diberikan oleh guru matematika pada jam pelajaran matematika tadi pagi. Selain itu subjek juga mengikuti seleksi yang diadakan oleh sekolah dan pemenangnya akan mewakili sekolah untuk mengikuti lomba pelajaran matematika antar Sekolah Dasar seIndonesia, dan subjek merasa senang melakukannya. Subjek sangat cepat dan benar dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru matematika di bandingkan teman sekelasnya yang lain, sehingga subjek telah mendapatkan dua kali hadiah berupa nilai tambah dari guru matematika. Subjek selalu mendapatkan nilai matematika yang sangat baik seperti: 9, 10 dan nilai 8 jarang ia dapatkan 2. Mengapa siswa berminat terhadap mata pelajaran matematika? Bagi subjek pelajaran matematika bukan pelajaran yang menakutkan. Ada 2 faktor yang mempengaruhi subjek berminat terhadap pelajaran matematika yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.
38
Faktor internal berupa IQ subjek yang tergolong superior dapat mempermudah atau membantu subjek untuk belajar matematika dan menurut subjek pelajaran matematika adalah pelajaran yang menyenangkan, karena baginya soal-soal matematika sangat bervariasi sehingga membuat subjek tertarik dengan pelajaran matematika. Faktor eksternal berupa interaksi guru matematika di kelas dengan siswa sangat baik terkesan akrab membuat subjek merasa pelajaran matematika tidak membosankan dan di samping itu ibu subjek sudah mulai mengenalkan pelajaran matematika pada subjek sejak usia subjek 1 1/2 tahun. Berdasarkan hasil analisis di atas, peneliti menemukan beberapa faktor di luar teori yang digunakan pada penelitian ini, yang mungkin telah dikemukakan oleh para peneliti yang lain, yaitu berupa: faktor emosi dan proses belajar yang di ualng-ulang. Dengan IQ subjek yang tergolong sangat superior, peran ibu yang sangat besar, proses belajar subjek yang berulang- ulang serta didukungnya faktor emosi yang di miliki subjek positif, dengan demikian minat subjek terhadap mata pelajaran matematika dapat dipertahankan dengan baik. B. Saran 1. Saran untuk Subjek Diharapkan agar subjek mengurangi atau menghilangkan sifat pendiamnya, karena sifat pendiamnya itu tidak selamanya baik bahkan sifat tersebut dapat merugikan diri subjek sendiri apabila ada pelajaran-pelajaran yang subjek tidak mengerti atau kurang jelas yang guru terangkan namun subjek hanya diam dan tidak lekas bertanya kepada guru. Sebaiknya subjek lebih aktif lagi dalam bertanya apabila ada pelajaran yang kurang dimengerti oleh subjek. 2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tentang perilaku orang yang berhubungan dengan pelajaran matematika, namun menggunakan subjek yang diskalkulia (anak yang berkesulitan belajar matematika) dan menggunakan subjek lebih dari satu subjek.