Press Release Implementasi Standar Akreditasi Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan & Keselamatan Pasien RSUD dr. R. Soetrasno Kabupaten Rembang RSUD dr. R. Soetrasno Kabupaten Rembang, merupakan rumah sakit umum milik Pemkab Rembang yang berdiri sejak tahun 1955. Dalam usia yang sudah matang tersebut, RS saat ini memiliki kapasitas 244 tempat tidur, dengan didukung 523 karyawan (21 dokter spesialis, 13 dokter, 1 dokter gigi) terus berupaya melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan yang diberikan. Setelah meraih standarisasi mutu ISO 9001:2008 untuk 11 pelayanan (2011) dan sertifikasi akreditasi Tingkat Lengkap (16 Pelayanan) pada 2011, RS kembali mempersiapkan diri guna meraih Akreditasi Standar 2012. Salah satu ketentuan dalam akreditasi tersebut adalah RS harus menyampaikan kepada publik mengenai upaya pencapaian standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP). Melalui standar PMKP, seluruh pelayanan yang diberikan disyaratkan memiliki standar mutu dan dilakukan monitoring secara periodik. Kemudian, berdasarkan hasil pemantauan dilakukan langkah-langkah intervensi untuk upaya peningkatan mutu pelayanan. Proses tersebut dimulai dengan penetapan Indikator Utama Mutu Pelayanan yang dibagi dalam 3 area : area klinis, area manajerial, dan area sasaran keselamatan pasien. Berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan setiap bulan, maka pada semester I 2014 diperoleh hasil capaian sebagai berikut : A. Area Klinis BULAN/SEMESTER NO INDIKATOR STANDAR Jan Peb Mar Apr Mei Jun 1 Pasien rawat jalan 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Tuberkulosis Paru (2/2) (1/1) (1/1) (10/10) (12/12) (20/20) ditangani dengan strategi DOTS 2 Tidak adanya kesalahan 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% penyerahan hasil (4142) (4162) (4050) (4282) (4650) (4664) laboratorium 3 Angka kerusakan foto ≤ 2% 1,20% 1,70% 2,80% 0,80% 1,70% 0,09% rontgen 4 Waktu tunggu operasi ≤ 2 hari 100% 100% 100% 100% 100% 100% elektif (307) (269) (278) (263) (265) (264) 5 Tidak adanya kesalahan 100% 98% 100% 100% 96% 96% 96% pemberian obat 6 Kejadian kematian di ≤ 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% meja operasi (307) (269) (278) (263) (265) (264) 7 Kejadian reaksi ≤ 0,01% 0% 0% 0% 0% 0% 0% transfusi (538) (638) (578) (651) (631) (652) 8 Waktu penyediaan ≤ 10 12 12 10 11 mnt 9 mnt 12 mnt dokumen rekam medis menit mnt mnt mnt rawat jalan 9 Angka kejadian infeksi ≤ 9% 1,35% 2,74% 1,05% 5,9% 6,71% 7,46% nosokomial 1. Pasien Rawat Jalan dengan Tuberculosis Paru Ditangani dengan Strategi Directly Observed Treatment and Shortcourse (DOTS) RSUD dr. R. Soetrasno Rembang telah memiliki kemampuan untuk mengelola pasien dengan diagnosa Tuberculosis Paru (TB Paru). Hal ini didukung dengan telah tersedianya Klinik TBDOTS sebagai salah satu pengembangan pelayanan. Klinik yang dilengkapi dengan laboratorium khusus, dokter spesialis terlatih, perawat terlatih dan sediaan obat paket TB Paru. Klinik TB-DOTS juga ditempatkan khusus dengan mengacu pada standar isolasi penyakit menular untuk mencegah penyebaran penyakit TB Paru. Dari monitoring selama semester I diketahui bahwa seluruh pasien yang terdiagnosa TB Paru dikelola dengan standar Directly Observed Treatment and Shortcourse (DOTS). 2. Tidak Adanya Kesalahan Penyerahan Hasil Laboratorium Pelayanan pemeriksaan laboratorium di RSUD dr. R. Soetrasno Rembang sudah dilengkapi dengan aplikasi Laboratory Information System (LIS) dimana seluruh hasil pemeriksaan dikelola menggunakan sistem komputerisasi. Selain efisiensi waktu pencatatan hasil, tenaga pengelola hasil pemeriksaan, kemampuan mencegah terjadinya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan juga dapat tercapai secara optimal. Beberapa kelemahan pencatatan manual
diantaranya : tulisan tidak terbaca dan kekeliruan identitas pasien menjadi faktor penting dalam upaya keselamatan pasien. Dari hasil monitoring tidak ditemukan kejadian kekeliruan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium selama semester I. 3. Angka Kerusakan Foto Rontgen Saat ini pemeriksaan foto rontgen di RSUD dr. R. Soetrasno Rembang masih menggunakan film. Beberapa kelemahan hasil pemeriksaan kurang optimal : faktor kualitas reagen, kurang efisien karena harus dilakukan uji coba hasil pencampuran reagen, sangat dipengaruhi ketrampilan petugas dalam processing film serta pasien bergerak ketika diambil foto rontgen. Dari hasil monitoring diperoleh data bahwa angka kerusakan foto masih bervariasi antara 1 – 2%. Setelah dilakukan intervensi, diantaranya : pembuatan standar prosedur operasional (SPO) pencampuran reagen processing film, uji coba hasil sebelum digunakan pada pasien, pencatatan masa pemakaian reagen, dan SPO edukasi pasien sebelum pemeriksaan rontgen maka diperoleh hasil cukup bermakna dimana pada bulan Juni angka kerusakan foto menjadi 0,09% (standar ≤ 2%). 4. Waktu Tunggu Operasi Elektif Berdasarkan SPO yang ditetapkan RS, waktu tunggu operasi terencana (non cito) adalah < 2 hari. Dengan menerapkan screening awal yang ketat, maka berdasarkan hasil pemantauan diperoleh hasil masih terjadi penundaan operasi elektif, namun masih dibawah standar yang ditetapkan (< 2 hari). Waktu tunggu operasi elektif dihitung sejak dokter menyatakan bahwa pasien harus dioperasi sampai dengan pelaksanaan operasi. 5. Tidak Adanya Kesalahan Pemberian Obat Pemberian obat merupakan proses vital bagi keselamatan pasien. dalam hal ini yang dipantau difokuskan pada proses dalam pelayanan farmasi (bukan proses kepada pasien langsung). Proses tersebut diawali dari penerimaan resep-telaah resep-penyediaan obatscreening obat-pengantaran obat-serah terima obat dengan perawat ruangan. Selama periode semester I, setidaknya masih terjadi satu kali kejadian nyaris cedera (KNC) berupa kesalahan pemberian obat. Yaitu pada proses serah terima obat dengan perawat ruangan 1 kejadian (Januari) dan pada proses penyediaan obat yang mampu diidentifikasi ketika proses screening obat sebelum didistribusikan (April, Mei dan Juni masing-masing satu kasus). Melalui upaya peningkatan kepatuhan terhadap SPO tersebut di atas maka diharapkan tidak ada kejadian kesalahan obat yang dikonsumsi pasien (kejadian tidak diharapkan).
6. Kejadian Kematian di Meja Operasi RS telah menerapkan standar Surgical Safety Checklist (SSC) yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Melalui screening dalam fase sign-in, fase time-out dan fase sign-out dalam standar tersebut dapat diperoleh output maksimal dalam tindakan operasi yang bermakna. Dalam semester I tidak ditemukan kejadian kematian pasien selama operasi berlangsung. 7. Kejadian Reaksi Transfusi Terapi pemberian produk darah kepada pasien seringkali terjadi reaksi yang dapat berdampak negatif pada pasien (bahkan mengancam kehidupan). Selama proses transfusi darah berlangsung diperlukan pemantauan terhadap tanda-tanda reaksi yang muncul dari pasien. Selanjutnya, RS perlu mengembangkan checklist pemantauan reaksi transfusi yang lebih detil untuk deteksi awal munculnya reaksi transfusi dan penanganan lebih lanjut. 8. Waktu Penyediaan Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Jalan Dihitung sejak adanya permintaan dokumen rekam medis pasien rawat jalan sampai dengan didapatkannya dokumen, standar yang ditetapkan adalah ≤ 10 menit. Berdasarkan pemantauan, masih diperoleh hasil dimana waktu penyediaan melebihi batas standar. Perbaikan penyimpanan dokumen, penataan ruang dokumen, pengembangan sistem komputasi dokumen merupakan beberapa upaya yang dapat digunakan untuk mempersingkat waktu penyediaan dokumen rekam medis. 9. Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Infeksi akibat jarum infus (phlebitis), infeksi luka operasi (ILO), luka akibat tirah baring/bedrest (dekubitus) dan sepsis merupakan jenis infeksi yang ditetapkan sebagai infeksi nosokomial dalam monitoring di RS. Dalam proses perawatan di ruangan, dilakukan pemantauan terhadap tanda infeksi nosokomial tersebut oleh perawat pemantau infeksi di masing-masing ruangan. Berdasarkan hasil pemantauan diketahui bahwa kejadian infeksi
nosokomial masih cukup bermakna. Dalam semester I ditemukan kejadian infeksi nosokomial yang terus meningkat. Hal ini bukan semata mata bermakna bahwa mutu perawatan yang kurang baik. Namun berdasarkan investigasi mampu diidentifikasi bahwa faktor usia pasien, tingkat keparahan kondisi pasien ketika masuk, rendahnya kadar albumin dan kepatuhan terhadap SPO pemasangan infus. Dari data awal infeksi nosokomial ini, selanjutnya dapat ditentukan bentuk intervensi sesuai penyebab.
B. Area Manajerial NO
INDIKATOR
STANDAR
1
Ketersediaan ventilator dan monitor di ICU Pencatatan dan pelaporan Tuberkulosis Paru Ketepatan waktu pemberian informasi tagihan pasien Tidak adanya kehilangan barang milik pasien, pengunjung dan petugas Kepuasan Pelanggan
Standar RS Kelas C
2
3
4
5
BULAN/SEMESTER Jan Peb Mar Apr Mei Jun Ventilator 4 unit, Monitor 11 unit dengan jumlah tempat tidur 9 unit
≥ 60%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
≤ 120 menit
82 mnt
93 mnt
90 mnt
88 mnt
-
107 mnt
100%
96%
96%
100%
100%
96%
100%
Mengacu Kepmenpan No. 25/2004 tentang IKM
74,88% (Kategori Baik) Kategori Baik : 62,51 – 81,25%
1. Ketersediaan Ventilator dan Monitor di ICU Perawatan di ruang intensif (ICU) membutuhkan sarana monitoring keadaan pasien, selain itu pada kasus dengan gagal nafas juga dibutuhkan alat ventilator. Berdasarkan pedoman sarana fasilitas ICU pada RS Kelas C setidaknya dibutuhkan kedua peralatan tersebut. Dari evaluasi ketersediaan sarana diketahui bahwa dari 9 tempat tidur tersedia sarana mesin ventilator sebanyak 4 unit dan 11 unit alat monitor pasien. 2. Pencatatan dan Pelaporan Tuberkulosis Paru Pelayanan Klinik TB DOTS di RS dicatat dan dilaporkan secara berjenjang ke Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang. Pencatatan dan pelaporan ini menggunakan format pelaporan yang sudah dibakukan. Pencatatan dan pelaporan sudah dilaksanakan secara rutin oleh Klinik TB DOTS selama periode semester I. Diharapkan dengan pencatatan dan pelaporan yang tertib maka pengelolaan pasien dengan TB Paru di Klinik TB DOTS RS menjadi lebih baik. 3. Ketepatan Waktu Pemberian Informasi Tagihan Pasien Sejak pasien rawat inap dinyatakan boleh pulang, maka pasien ditargetkan bisa mendapatkan informasi tagihan pembiayaan perawatan dalam waktu kurang dari 120 menit (2 jam) sebagai standar pelayanan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil monitoring diketahui bahwa rata-rata pasien mendapatkan informasi tagihan biaya masih diatas 1 jam (80 – 107 menit) pada semester I. Saat ini RS telah mengembangkan Billing System di RS untuk mempersingkat proses penghitungan biaya perawatan, efisiensi tenaga, akurasi perhitungan, mendukung akuntabilitas biaya serta kepuasan pelanggan. 4. Tidak Adanya Kehilangan Barang Milik Pasien, Pengunjung dan Petugas Sistem pengamanan di lingkungan RS menggunakan pengamanan tertutup oleh petugas kamtib. Selain itu juga didukung dengan piranti CCTV (closed circuit television) yang ditempatkan di beberapa titik di RS. Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa : pada bulan Januari terjadi 1 kasus pencurian (berhasil diselesaikan), bulan Pebruari 1 kasus pencurian (sudah dilimpahkan ke Polres), dan bulan Mei terdapat 1 kasus kekerasan fisik (sudah didamaikan di Polres). Diharapkan dengan dibangunnya sistem pengamanan yang memadukan kedua metode tadi maka tingkat keamanan di RS semakin terjamin.
5. Kepuasan Pelanggan Mengacu pada Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik, maka dilakukan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan RS dengan menggunakan metode, alat ukur dan analisa sesuai peraturan menteri tersebut. Kuesioner kepuasan pelanggan disebarkan pada pelanggan setiap bulan di seluruh unit kerja di RS dan diolah hasilnya oleh Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Berdasarkan survei tersebut, setelah dikumulatifkan diperoleh hasil bahwa tingkat kepuasan pelanggan RS sebesar 74,88% dengan kategori Baik (skor kategori Baik : 62,51 – 81,25%).
C. Area Sasaran Keselamatan Pasien BULAN/SEMESTER Mar Apr Mei 100% 100% 100%
NO
INDIKATOR
STANDAR
1
Tidak adanya kesalahan identifikasi pasien Ketepatan komunikasi efektif via telepon Ketepatan penyimpanan obat high alert Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi Kepatuhan handhygiene petugas Tidak adanya kejadian pasien jatuh
100%
Jan 99%
Peb 100%
100%
84%
84%
84%
84%
84%
84%
100%
83%
86%
86%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
93%
94%
93%
100%
100%
100%
100%
100%
99%
99%
100%
100%
100%
2 3
4
5 6
Jun 100%
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan fokus utama dalam standar akreditasi versi baru (versi 2012). Ditetapkan dalam 6 sasaran, secara keseluruhan bertujuan untuk memastikan semua prosedur yang diberikan pada pasien terjamin keamanan dan mampu mencegah kejadian yang tidak diharapkan. Pada indikator tidak adanya kesalahan identifikasi pasien, hanya satu kali terjadi kesalahan identifikasi pasien pada bulan Januari. Meskipun insiden ini tidak mengakibatkan cedera (kategori kejadian nyaris cedera/KNC), namun tetap dicatat sebagai insiden kesalahan identifikasi pasien. Indikator ketepatan komunikasi efektif via telepon, secara keseluruhan selama satu semester masih menunjukkan hasil yang belum optimal (84%). Pada indikator ini, setiap instruksi dokter harus dikelola dengan tahapan : write back-read back-confirm. Kurang lengkapnya tanda tangan dokter (tahapan confirm) dalam lembar pengobatan menjadi salah satu temuan dalam indikator ini. Penyimpanan obat kategori High Alert Medication (HAM) di setiap ruangan, diwajibkan memenuhi kriteria khusus. Mulai dari standar tempat penyimpanan, standar keamanan, standar pencatatan penggunaan, pembatasan akses, sampai dengan pemberian simbol. Pada awal triwulan I masih ditemukan penyimpanan yang belum memenuhi standar tersebut. Namun, setelah dilakukan pembenahan bertahap maka mulai triwulan kedua, keseluruhan penyimpanan obat kategori HAM sudah memenuhi standar. Prosedur pembedahan yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) sudah mengacu pada standar Surgical Safety Checklist (SSC) yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) versi 2012. Standar yang dalam prakteknya terdiri dari 3 fase : fase sign-in (sebelum pembiusan), fase time-out (sebelum incisi), dan fase sign-out (sebelum keluar dari ruang pemulihan/pindah ke ruangan) diimplementasikan ke seluruh prosedur pembedahan. Selama periode semester I, secara keseluruhan fase tersebut sudah dikerjakan dengan baik dengan hasil pada indikator ketepatan lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi memperoleh capaian sesuai standar (100%). Kejadian/insiden pasien jatuh, merupakan indikator penting dalam mengukur mutu pelayanan pada pasien. Dalam proses pelayanan yang diberikan, ditetapkan screening resiko pasien jatuh (skala Morse Falls untuk pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak). Selanjutnya bila pasien berdasarkan skala tersebut masuk dalam kategori resiko ringan-sedang diberikan penanda pada gelang identitas pasien, dan apabila pasien masuk dalam kategori resiko tinggi selain diberikan penanda pada gelang identitas juga diberikan penanda khusus pada tempat tidur maupun kursi roda/kereta dorong yang digunakan pasien. pada semester I
masih ditemukan kejadian pasien jatuh (pada bulan Pebruari dan Maret) dan pada bulan berikutnya tidak ditemukan insiden pasien jatuh. Pada akhirnya, dari keseluruhan standar yang diimplementasikan dan terus dipantau sesuai indikator, maka diharapkan pelayanan yang diberikan pada pelanggan di RSUD dr. R. Soetrasno Rembang terus meningkat mutunya dan dalam jangka panjang akan berdampak positip bagi pasien, pengunjung maupun bagi petugas.