Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal Berdasarkan Nutrition Value oeicient dengan Menggunakan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus Linn.) sebagai Bioindikator Aditya Rahman1, Lisa Watun Khairoh2 1
Dosen Prog.Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Mahasiswa Prog.Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
2
Abstrak Pencemaran dapat terjadi pada badan air termasuk sungai yang akan mengganggu kehidupan normal ikan yang ada di dalamnya. Pencemar air yang terdapat di sungai Desa Awang Bangkal antara lain limbah domestik, limbah pakan ikan dan limbah pertambangan. Pada penelitian ini akan dilakukan penghitungan NVC terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) dan pengukuran parameter isika kimia untuk mengetahui tingkat pencemaran sungai Desa Awang Bangkal. Sampel ikan diambil dari titik kontrol yang jauh dari pencemar, stasiun 1 di sekitar limbah pakan ikan, stasiun 2 di sekitar limbah tambang batu dan stasiun 3 di sekitar limbah tambang emas. NVC dihitung dengan cara menghitung berat dan panjang ikan yang kemudian dimasukkan pada rumus NVC. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai pendugaan kualitas perairan. NVC pada titik kontrol dan 3 stasiun menunjukkan >1.7, yang berarti sungai Desa Awang Bangkal masih dalam kondisi bersih. Hasil pengukuran parameter isika kimia menunjukkan limbah yang dibuang di sungai Desa Awan Bangkal masih sesuai klasiikasi mutu air menurut PP RI No.82 Tahun 2001. Kata Kunci: Oreochromis niloticus Linn, NVC dan Sungai Desa Awang Bangkal.
PENDAHULUAN Pencemaran dapat terjadi pada badan air termasuk sungai yang akan mengganggu kehidupan normal ikan yang ada di dalamnya. Kuantitas dan kualitas perairan akan menurun akibat adanya pencemaran air yang menyebabkan daya dukung perairan terhadap ikan yang ada di dalamnya menurun (Alkassasbeh et al., 2009 dalam Pratiwi, 2010). Data hasil kegiatan monitoring mutu hasil perikanan pada Laboratorium Pengujian dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Banjarbaru
provinsi Kalimantan Selatan tahun 2008 untuk uji logam berat Hg, Pb dan Cd pada ikan nila dari desa Awang Bangkal hasil ujinya terdeteksi. Hasil uji tersebut masih di bawah kadar maksimum pada standar kualitas air di perairan umum berdasarkan Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1990. Organisme akuatik terutama ikan adalah bioindikator pencemaran air yang paling baik. Kelainan struktural, fungsional dan penurunan berat ikan sebagai akibat biologik dari pencemaran air dapat diamati dengan cara menghitung Nutrition Value
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
1
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
Coeicient (NVC) ikan yang ada di perairan tersebut. NVC adalah berat ikan dalam gram dikalikan 100 dibagi panjang ikan dalam centimeter pangkat 3. NVC kurang atau sama dengan 1,7 dapat menggambarkan bahwa kualitas perairan tersebut sudah tercemar. Pada sungai Awang Bangkal ikan budidaya yang mendominasi adalah ikan nila, tetapi juga terdapat ikan mas. Tingkat sensitivitas ikan mas yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, bahkan dapat menyebabkan ikan mas mati, menjadi alasan kenapa petani ikan lebih banyak membudidayakan ikan nila. Pencemar air yang terdapat di sungai Awang Bangkal yaitu limbah domestik, limbah pakan ikan dan limbah pertambangan. Secara sublethal pencemar air tidak mematikan ikan nila, namun mempengaruhi struktur dan fungsi organ tubuh ikan nila. Pada pengukuran berat dan panjang tubuh, ikan harus dalam keadaan hidup karena nilai yang diperoleh akan mempengaruhi perhitungan NVC. Hal tersebut menjadi alasan peneliti memilih ikan nila sebagai bioindikator pencemar air. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan penghitungan NVC terhadap ikan nila untuk mengetahui tingkat pencemaran sungai desa Awang Bangkal. Tingkat pencemaran sungai desa Awang Bangkal perlu dibuktikan dalam mendukung data hasil kegiatan monitoring LPPMHP Banjarbaru provinsi Kalimantan Selatan. Bahan dan Metode Stasiun I berada di hulu sungai Awang Bangkal, dimana pencemar yang terdapat di sana adalah limbah pakan ikan. Stasiun II berada di bagian tengah sungai, dimana pencemar yang terdapat di sana adalah limbah tambang batu gunung, limbang pakan ikan dan limbah domestik. Stasiun III berada dibagian hilir sungai, dimana pencemar yang terdapat di sana 2
adalah pertambangan intan dan limbah pakan ikan. Stasiun tersebut ditentukan untuk mewakili berbagai pencemar yang dibuang di sungai Awang Bangkal. Tabel 1. Posisi lintang dan bujur stasiun penelitian
Keterangan : AB1= bagian hulu sungai Awang Bangkal AB2= bagian tengah sungai Awang Bangkal AB3= bagian hilir sungai Awang Bangkal
Gambar 1. Stasiun pengambilan sampel Bahan Bahan yang digunakan adalah ikan nilaumur 4 bulan dan air yang diambil di sungai Awang Bangkal, akuades, RI (MnSO4.H2O 0,1 N), RII (NaOH+KI), RIII (H2SO4 pekat), KMnO4, KMnO4 (0,1 N), asam oksalat, RIV(larutan kanji 5%), RV (Na2S2O3.5H2O), nitriver 3, nitraver 5, R/ mineral stabilization, polyvinyl alkohol dan R/nessler. Pengambilan sampel dan pengukuran parameter isika kimia air di sungai Awang Bangkal Pengukuran parameter isika (suhu, kuat arus, kecerahan) dan kimia (pH) dilakukan di sungai Awang Bangkal
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
pada tiga stasiun dan titik kontrol. Kemudian dilakukan pengambilan sampel air. Pada hari yang sama dilakukan pengambilan ikan umur 4 bulan menggunakan jala di tiga stasiun serta titik kontrol dimana masing-masing 10 ekor ikan. Pengamatan di laboratorium Ikan nila yang diambil dari tiga stasiun diletakkan dalam akuarium masing-masing akuarium sebanyak 10 ekor ikan. Setelah itu, ikan diletakkan di air es agar tidak aktif bergerak. Penghitungan NVC ikan dilakukan dengan mengukur berat tubuh ikan (dalam gram) menggunakan neraca analitik dan panjang tubuh ikan (dalam cm) yang diukur menggunakan jangka sorong dari ujung kepala (moncong) sampai ujung sirip ekor (pinna caudalis) yang terentang normal. Data yang diperoleh dicatat dalam tabel pengamatan. Kemudian dimasukkan pada rumus : Koeisien nilai nutrisi/status nutrisi : Berat ( gram) × 100
[Panjang (cm )]3
(Lucky, 1977 dalam Pratiwi, 2010). Hasil yang didapat akan menentukan tingkat pencemaran sungai dengan mengacu pada nilai pendugaan kualitas perairan.
Sumber : Tandjung (1982) dalam Sunarto (2007). Analisa DO dan BOD Pengenceran air sampel sebanyak 4 kali pada botol 700 mL, air sampel 175 mL dan akuades 525 mL. Sampel yang sudah diencerkan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama diberi R1 2 mL dan R2 2 mL, kemudian digoyang secara perlahan dan didiamkan sampai terbentuk. Setelah itu ditambahkan R3 2 mL dan digoyang sampai semua endapan terlarut. Larutan
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan R4 2 tetes sampai warna berubah menjadi ungu tua. Larutan dititrasi dengan R5 sampai berubah menjadi bening. Nilai yang didapat dicatat sebagai DO awal dan dihitung dengan menggunakan rumus berikut : DO = m L t i t e r x N t i o s u l f a t ( R 5 ) x 8 0 0 0 / (VbotolWinkler(300 mL)-P) Keterangan : N tiosulfat = 0,025 N Pada sampel bagian kedua diinkubasi selama 5 hari kemudian dilakukan langkah yang sama dengan bagian pertama. Nilai yang didapat dicatat sebagai DO akhir dan dihitung dengan menggunakan rumus DO. Sedangkan untuk mendapatkan nilai BOD, nilai DO awal dan DO akhir dihitung dengan menggunakan rumus berikut: BOD= DO awal-DO akhir x 1000 x P 300 Analisa COD TOM Pembuatan blank sebagai data standar dengan cara 100 mL akuades ditambahkan dengan asam oksalat sebanyak 10 mL. Blank dipanaskan sampai mendidih. Setelah didinginkan 10 menit, dititrasi dengan KMnO4 (0,01) sampai warna berubah menjadi merah jambu dan dicatat nilai yang diperoleh (Vol. titrasi yang digunakan). Nilai tersebut dihitung menggunakan rumus berikut : N Standar blank= (10 ml x 0,01 M) (V titrasi (mL)) Sampel sebanyak 100 mL dimasukkan kedalam botol, ditambahkan R3 1-5 tetes (+ 1 tetes KMnO4). Kemudian dimasukkan KMnO4 10 mL 0,01 N dan dipanaskan sampai mendidih. Setelah didinginkan 10 menit, ditambahkan dengan 10 ml asam oksalat. Sampel dititrasi dengan KMnO4 (0,01) sampai larutan berwarna
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
3
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
merah jambu, dicatat nilai yang diperoleh (Vol. titrasi yang digunakan). Nilai tersebut dihitung menggunakan rumus berikut : TOM =
(mLKMnO4 x N Standar blank x 31607) (sampel 100 mL)
COD= TOM 0,7
Pengukuran TSS Kertas saring Whatman No. 41/42 dioven 1 jam dengan suhu 105oC, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit. Kemudian ditimbang kertas saring sebagai berat awal (Mo) dan diulang sampai didapat nilai yang konstan. Sampel sebanyak 100 mL disaring, dimasukkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105oC, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit dan diulang sampai didapat nilai yang konstan. Selanjutnya ditimbang kertas saring sebagai berat akhir (Mt). Nilai yang didapat dimasukkan pada rumus berikut : TSS (mg/l) = (Mt – Mo) x (1000/100) Analisa amonia Sampel sebanyak 25 mL dan akuades sebanyak 25 mL (blank) masingmasing ditambah 3 tetes R/mineral stabilization (dihomogenkan), ditambah 3 tetes polyvinyl alkohol (dihomogenkan) dan ditambah 1 mL R/nessler (dihomogenkan selama 1 menit).Blank dan sampel secara bergantian dimasukkan ke dalam spectrophotometer DR/2000 dengan panjang gelombang 425 nm. Nilai diperoleh dari hasil pembacaan alat. Analisa nitrat Sampel sebanyak 25 mL dan akuades sebanyak 25 mL (blank) masingmasing ditambah dengan 1 R/Nitraver 5, kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Blank dan sampel secara bergantian dimasukkan ke dalam spectrophotometer DR/2000 dengan panjang gelombang 400 nm. Nilai diperoleh dari hasil pembacaan alat. 4
Analisa nitrit Sampel sebanyak 25 mL ditambah dengan 1 R/Nitriver 3, kemudian dihomogenkan selama 15 menit.Blank (akuades) dan sampel secara bergantian dimasukkan ke dalam spectrophotometer DR/2000 dengan panjang gelombang 507 nm. Nilai diperoleh dari hasil pembacaan alat. Analisa fosfat Sampel sebanyak 5 ml dan akuades sebanyak 5 ml (blank) ditambah larutan standar fosfor, kemudian dihomogenkan dan didiamkan selama 15 menit. Blank dan sampel secara bergantian dimasukkan ke dalam spectrophotometer Ana.72 dengan panjang gelombang 466 nm. Nilai diperoleh dari hasil pembacaan alat. Hasil dan Pembahasan Hasil pengukuran parameter isika kimia sungai Desa Awang Bangkal (tabel 3) menunjukkan kualitas sungai tersebut masih termasuk dalam klasiikasi mutu air PP RI No. 82 Tahun 2001. Hasil pengukuran NVC (tabel 4), titik kontrol dan ketiga stasiun pengambilan ikan menunjukkan nilai NVC nya di atas 1,7 yang berarti sungai Desa Awang Bangkal masih dalam kondisi bersih.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
Tabel 3.Hasil pengukuran parameter isika kimia
Keterangan : K : Kontrol I : Stasiun 1 II : Stasiun 2 III : Stasiun 3 A : Titik sebelum stasiun B : Titik sesudah stasiun * : Kelas I ** : Kelas II *** : Kelas III Klasiikasi mutu air : Ketentuan PP RI No. 82 Tahun 2001 1. Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Nilai DO merupakan batas minimum. 2. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. 3. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan Tabel 4. Hasil pengukuran NVC
Keterangan : K : Kontrol I : Stasiun 1 II : Stasiun 2 III : Stasiun 3 Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
5
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
Berat ( gram ) × 100 [Panjang (cm )]3 205 ,21 × 100 = 22 ,20 3 = 1,88
Contoh perhitungan NVC : NVC =
Suhu Suhu tinggi tidak selalu mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stress yang ditandai dengan tubuh yang lemah, kurus, dan tingkah yang abnormal. Namun, pada suhu yang rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Irianto, 2005). Menurut Rukmana (1997) suhu yang rendah (kurang dari 14oC) ataupun suhu terlalu tinggi (di atas 30oC) akan menggangguatau menghambat pertumbuhan ikan nila. Suhu yang optimal untuk kegiatan budidaya ikan nila yaitu antara 25-30oC.Berdasarkan klasiikasi mutu air kelas I PP RI No.82 Tahun 2001 yang telah ditetapkan yakni 26-30 oC, maka perairan sungai Awang Bangkal ini masih berada pada batas klasiikasi mutu air.
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
Hasil pengukuran kuat arus di sungai Desa Awang Bangkal menunjukkan bahwa pada setiap titik memiliki kuat arus yang berbeda walaupun berada dalam satu aliran sungai. Pada titik kontrol kuat arus sebesar 154 m/s, titik sebelum stasiun 1 sebesar 45 m/s, titik sesudah stasiun 1 sebesar 41 m/s, titik sebelum stasiun 2 sebesar 383 m/s, titik sesudah stasiun 2 sebesar 383 m/s, titik sebelum stasiun 3 sebesar 45 m/s dan titik sesudah stasiun 3 sebesar 9 m/s. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual di sungai Desa Awang Bangkal, besarnya kuat arus dipengaruhi ketinggian tanah apl atau kemiringan aliran air dan adanya tanaman eceng gondok. Semakin tinggi tanah atau semakin miringan aliran air maka arusnya semakin deras.Semakin banyak tanaman eceng gondok yang tumbuh di permukaan aliran sungai maka semakin lambat arus sungai karena terhalang oleh tanaman tersebut. TSS (Total Suspended Solid) Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahanbahan yang tersuspensi (diameter > 1 µm) yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). Hasil pengukuran TSS di sungai Awang Bangkal berkisar antara 103-226 mg/L. Nilai TSS ini masih berada di bawah batas klasiikasi mutu air kelas III PP RI No.82 Tahun 2001 yang ditentukan, yakni 400 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa perairan sungai Awang Bangkal dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang dipersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Nilai TSS ini menunjukkan adanya padatan yang tersuspensi disuatu perairan.Padatan tersuspensi dapat berupa mineral atau bahan organik yang berasal dari erosi tanah, limbah pertambangan, sisa pakan, pembuangan
Kecerahan Nilai kecerahan di sungai Awang Bangkal berdasarkan pengukuran dengan secchi disk berkisar antara 81-335cm (tabel 6).Nilai kecerahan antar stasiun penelitian mempunyai variasi yang relatif besar. Adanya perbedaan nilai kecerahan ini diduga karena pengaruh dari tingkat kedalaman sungai serta aliran air yang membawa partikel-partikel bahan organik dan anorganik ke perairan sungai Awang Bangkal. Nilai kecerahan ini berbanding terbalik dengan TSS. Semakin besar total padatan yang tersuspensi di dalam air, maka semakin keruh perairan tersebut dan semakin rendah nilai kecerahannya. Kuat Arus 6 Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
kotoran dan sampah yang dapat ditemukan di air permukaan. pH Nilai pH air sungai Awang Bangkal berkisar antara 6,5-7, hal ini menandakan bahwa pH air sungai Awang Bangkal masih berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas I PP RI No.82 Tahun 2001 yang berkisar antara 6-9. Pada nilai pH ini ikan nila masih bisa hidup, walaupun pH air yang optimal untuk pertumbuhan ikan nila berkisar 7-8.Meskipun masih dapat dikatakan normal, nilai pH yang terukur menunjukkan bahwa konsentrasi OH- lebih besar dibanding dengan H+, yang berarti lingkungan perairan cenderung bersifat basa. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitriikasi akan berakhir jika pH rendah. DO (Dissolved Oxigen) Oksigen terlarut didapat karena proses transfer dari atmosfer ke air, dan transfer lewat fotosintesa algae dan tumbuhan berwarna. Kualitas badan air dipengaruhi oleh lancar tidaknya transfer oksigen dari udara ke air.Oksigen diperlukan ikan untuk katabolisme yang menghasilkan energi bagi aktivitas seperti berenang, reproduksi dan pertumbuhan.Dengan demikian konversi pakan dan laju pertumbuhan sangat ditentukan oleh ketersediaan oksigen disamping terpenuhinya faktorfaktor lain (Irianto, 2005). Berdasarkan hasil penelitian kandungan oksigen terlarut di sungai Awang Bangkal rata-rata 5,60-6,00 mg/Lyang berarti berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas II PP RI No.82 Tahun 2001, dimana nilai yang ditetapkan yaitu minimal 4 mg/L. BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme hidup
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
untuk memecah atau mengoksidasi bahan buangan dalam air.Berdasarkan hasil pengukuran BOD di sungai Awang Bangkal yaitu 5,41-10,81 mg/L, maka menurut Winarno dan Fardiaz (1974) dalam Hendrata (2004) tingkat pencemaran sungai Awang Bangkal tergolong ringan. Selain itu, berdasarkan PP RI No.82 Tahun 2001 nilai BOD yang diperoleh masih berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas III. COD (Chemical Oxygen Demand) COD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misal: Kalium Dikromat) untuk menguraikan bahan organik (Fardiaz, 1992 dalam Hendrata, 2004). Berdasarkan hasil pengukuran COD di sungai Awang Bangkal yaitu 12,64-14,45mg/L, maka menurut Winarno dan Fardiaz (1974) dalam Hendrata (2004) tingkat pencemaran sungai Awang Bangkal tergolong ringan.Selain itu, berdasarkan PP RI No.82 Tahun 2001 nilai BOD yang diperoleh masih berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas I. Amonia Amonia di perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Selain itu yang menjadi sumber ammonia di perairan yaitu reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer serta limbah domestik. Kadar amonia pada tingkat kronik sublethal menyebabkan gangguan pertumbuhan dan menurunkan ketahanan tubuh terhadap infeksi (Irianto, 2005).Kadar amonia di sungai Awang Bangkal yaitu ≤ 0,001 yang berarti berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas I PP RI No.82 Tahun 2001, dimana nilai yang ditetapkan yaitu 0,5mg/L.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
7
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
Nitrat Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kadar ammonia. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Berdasarkan hasil penelitian kadar nitrat di sungai Awang Bangkal lebih tinggi dibanding kadar amonia yaitu 0,000-0,200 mg/Lyang berarti berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas I PP RI No.82 Tahun 2001, dimana nilai yang ditetapkan yaitu 10 mg/L. Nitrit Nitrit biasanya ditemukan dalam kadar yang rendah dibanding kadar nitrat pada perairan yang alami karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen karena cepat dioksidasi menjadi nitrat. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik yang sangat sensitive. Berdasarkan penelitian kadar nitrit di sungai Awang Bangkal yaitu 0,001-0,026 mg/Lyang berarti tidak berbahaya bagi organisme akuatik dan berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas I PP RI No.82 Tahun 2001, dimana nilai yang ditetapkan yaitu 0,6 mg/L. Fosfat Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Fosfor di perairan tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang berupa partikulat. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen karena sumbernya juga lebih sedikit. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral, sedangkan sumber antropogenik adalah limbah domestik yaitu fosfor yang berasal dari detergen dan limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk (Effendi, 2003). Kadar fosfor di sungai Awang Bangkal 8
yaitu 0,02-0,05 mg/Lyang berarti berada dalam batas klasiikasi mutu air kelas I PP RI No.82 Tahun 2001, dimana nilai yang ditetapkan yaitu 0,2 mg/L. NVC Penggunaan ikan nila sebagai bioindikator dilakukan dengan pertimbangan karena ikan nila bersifat respiroregulator, osmoregulator, euryhaline dan bukan labirynthici, sehingga ikan ini termasuk dalam ikan yang mempunyai daya tahan sedang terhadap perubahan lingkungannya termasuk adanya perubahan-perubahan akibat adanya pencemaran, dan ikan ini mudah berkembang biak sehinggga populasinya bisa dikendalikan. Ikan ini dapat hidup pada iklim tropis dan subtropis yang sesuai dengan kondisi Desa Awang Bangkal yang beriklim tropis, bersifat omnivora mampu mencerna makanan secara eisien dan tahan terhadap serangan penyakit (Suyanto, 1988 dalam Hendrata, 2004). Pada lingkungan perairan, faktor isika, kimia dan biologi berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Jika faktor-faktor tersebut menunjukkan perairan yang tidak bersih maka akan mengakibatkan ikan mengalami stress yang biasa mengganggu pola makan, pernafasan dan geraknya bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak awal yang ditimbulkannya yaitu terganggunya pertumbuhan berat dan panjang tubuh ikan.Oleh karena itu untuk kualitas perairan, maka peneliti memanfaatkan berat dan panjang ikan nila untuk mengetahui koeisien nilai nutrisi, sehingga tingkat pencemaran sungai desa Awang Bangkal dapat diketahui. NVC ikan nila pada kontrol, stasiun I, stasiun II dan stasiun III yaitu sebesar 1,82, 1,76, 20.7 dan 1,77. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perairan pada kontrol, stasiun I, stasiun II dan stasiun III masih dalam keadaan bersih sesuai nilai pendugaan kualitas perairan (tabel 2). Hubungan parameter isika kimia terhadap
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
NVC.
Hubungan parameter isika kimia terhadap NVC ikan uji diketahui dengan cara analisis korelasi menggunakan program SPSS versi 17 yang disajikan dalam bentuk tabel korelasi sebagai berikut : Tabel 5. Hasil analisis korelasi parameter isika dan kimia dengan NVC
Keterangan : * = berkorelasi nyata (P≥0,05) a = nilai konstan Hasil analisis korelasi (tabel 5) merupakan data komposit dari dua titik di setiap stasiun dan data yang diperoleh dari kontrol. Hasil uji korelasi dengan menggunakan program SPSS versi 17 diketahui bahwa TSS berkorelasi nyata dan berbanding lurus dengan NVC, dimana P≥0,05 yaitu P sebesar 0,975. BOD berkorelasi nyata dan berbanding lurus dengan NVC, dimana P≥0,05 yaitu P sebesar 0,969. Nitrat berkorelasi nyata dan berbanding lurus dengan NVC, dimana P≥0,05 yaitu P sebesar 0,985. Salah satu contoh hubungan TSS, BOD dan nitrat di sungai Desa Awang Bang-
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
kal yang diketahui peneliti yaitu proses nitriikasi(nitrit menjadi nitrat) yaitu oksidasi nitrit (NO2) menjadi nitrat (NO3) yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Nitrobacter cenderung menempel pada sedimen dan bahan padatan lain yang ada di sungai Awang Bangkal. Semakin banyak padatan terlarut (TSS) maka semakin banyak juga Nitrobacter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat sehingga jumlah oksigen yang diperlukan pada proses ini juga semakin banyak(BOD) (Irianto, 2005). Kondisi air sungai Awang Bangkal sesuai klasiikasi mutu air menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Sungai Desa Awang Bangkal berfungsi sebagai sumber air untuk kegiatan MCK, budidaya perikanan dan pembuangan limbah tambang batu serta tambang emas.Aktivitas tersebut menghasilkan limbah yang berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan jika kondisinya berada di atas ambang batas atau tidak memenuhi klasiikasi mutu air sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001 (lampiran 2).Hasil pengukuran parameter isika kimia (Tabel 6) di sungai desa Awang Bangkal menunjukkan bahwa hasil pengukuran suhu, pH, COD, amonia, nitrat, nitrit dan fosfat air sungai tersebut masih termasuk dalam klasiikasi mutu air kelas 1 PP RI No. 82 Tahun 2001 yang diperuntukkan untuk air baku air minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kesimpulan Sungai Awang Bangkal dikategorikan bersih sesuai hasil pengukuran NVC ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) yang diambil dari sungai tersebut dengan NVC rata-rata ≥ 1,7 di tiga stasiun pengambilan sampel. Hasil pengukuran parameter isika kimia di sungai Desa Awang Bangkal masih termasuk dalam klasiikasi mutu air kelas 1 PP RI No. 82 Tahun 2001 yang diperuntukkan untuk air baku air minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
9
Penentuan Tingkat Pencemaran Sungai Desa Awang Bangkal
Aditya Rahman, Lisa Watun Khairoh
air yang sama dengan kegunaan tersebut. Ucapan Terima Kasih 1. Dosen pembimbing dan dosen penguji atas bimbingan dan masukannya dalam pelaksanaan serta penulisan tugas akhir ini. 2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa tiada henti. Daftar Pustaka Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanasius. Yogyakarta. Hendrata, S. 2004. Pemanfaatan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebagai Bioindikator untuk Menilai Efektivitas Kinerja IPAL Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro Semarang.
10
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pond, S & G.L Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography, 2th edition. Pergamon Press. http://www.amazon.com/Introductory-Dynamical-OceanographySecond-Pickard/dp/0750624965 Diakses Tanggal 5 Januari 2012 Pratiwi, Y. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value Coeicient Bioindikator. Jurnal Teknologi, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Vol 3 (2) : 130-131. Rukmana, R. 1997. Ikan Nila ;Budidaya dan Prospek Agribisnis. Penerbit Kanasius. Yogyakarta. http://books.google.co.id Diakses Tanggal 5 Januari2012
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012