Dosen FKH UNAIR Mewakili Indonesia dalam Konferensi Antar-FKH Se-Asia di Jepang UNAIR NEWS – Muhammad Tohawi E.P, drh., M.Si., salah satu dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga terpilih untuk mewakili Indonesia untuk menghadiri program “Sakura Science Plan Project 2017” di Jepang, Minggu (27/8) lalu. Program ini merupakan event tahunan yang disponsori oleh Japan Science and Technology Agency (JST). JST merupakan ajang konferensi antar Fakultas Kedokteran Hewan se-Asia. Tahun ini Azabu University of Japan menjadi tuan rumah event bertajuk “Sakura Science Plan Project 2017” ini. Topik yang dibahas tahun ini mengenai cara diagnosa penyakit infeksius dan epidemiologi di Asia. Kegiatan ini diikuti oleh negara-negara di wilayah Asia. Antara lain Korea Selatan, Indonesia, Jepang, Bangladesh, Bhutan, Cambodia, China, India, Myanmar, Nepal, Papua Nugini, Filiphina, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, Kazakhstan, Laos, Mongolia, Malaysia, Brazil, dan tuan rumah Jepang.
MUHAMMAD Tohawi (berdiri paling belakang nomor tiga dari kiri) usai mengikuti praktikum DNA sekuensing dengan LAMP
dan RT PCR bakteri Salmonella, Rabu (23/8). (foto: Istimewa) Ditemui UNAIR News di kampusnya, UNAIR PDD Banyuwangi, Muhammad Tohawi menjelaskan, program Sakura ini merupakan sarana pertukaran wawasan bagaimana setiap negara memiliki cara dan teknologi untuk mendiagnosa penyakit dan mencegah terjadinya wabah terkait kesehatan hewan. Program ini dilaksanakan selama sepuluh hari pada tanggal 20 hingga 29 Agustus 2017. ”Di acara tersebut saya menemukan hal yang lebih mendalam tentang kesehatan hewan, bahkan kami juga diajak berkunjung di beberapa tempat pembelajaran seputar kehewanan, seperti belajar langsung ilmu anatomi di Museum of Life, Veterinary Faculty Azabu University. Selain itu juga mengunjungi Dr. Sugiura Museum of The First Schistosoma Japonicum dan masih banyak kegiatan lainnya,” kata M Tohawi, yang juga tim pembina kemahasiswaan (TPK) itu. Ia berjanji bahwa informasi dan teknologi apapun yang telah diperoleh selama mengikuti kegiatan Sakura ini akan ia transfer kepada mahasiswa di Universitas Airlangga, khususnya mahasiswa FKH, sehingga setiap perkembangan dan diagnosa penyakit hewan dapat menghasilkan data yang lebih akurat. ”Terlebih bagi mahasiswa di Indonesia yang memiliki potensi untuk bisa melakukan metode diagnosa serupa,” tambahnya. (*) Penulis: Siti Mufaidah Editor: Bambang Bes
Tiga Profesor Berdiskusi Soal Pelestarian Lingkungan UNAIR NEWS – Permasalahan lingkungan tak pernah habis dibicarakan di level lokal, nasional, hingga global. Lingkungan menjadi hal urgen untuk dibahas mengingat sumber daya alam beserta ekosistem di bumi harus diwariskan ke generasi penerus. Para pakar Universitas Airlangga dengan sigap merespon isu lingkungan. Ketiga profesor lingkungan dari berbagai fakultas akan memaparkan riset-riset serta pandangannya dalam acara talkshow Gelar Inovasi Guru Besar bertajuk “Pemanfaatan Kekayaan Alam Berbasis Pelestarian Lingkungan”, Kamis (27/7), di Aula Kahuripan 300. Ketiga profesor yang akan berbagi kepakarannya adalah Prof. Dr. Herry Agoes Hermadi, drh., M.Si (Fakultas Kedokteran Hewan), Prof. Dr. Agoes Soegianto, Ir., DEA (Fakultas Sains dan Teknologi), dan Prof. Dr. H.J. Mukono, dr., MS., MPH (Fakultas Kesehatan Masyarakat). Dipandu oleh moderator Dr. Santi Martini, dr., M.Kes (FKM), peserta talkshow akan diajak untuk memahami pemanfaatan potensi sumber daya alam berbasis pelestarian lingkungan. Tak hanya itu, peserta yang terdiri dari berbagai kalangan sivitas akademika, praktisi, pembuat kebijakan hingga wartawan, juga akan mengetahui peran konkret perguruan tinggi khususnya UNAIR untuk melestarikan lingkungan. Penulis: Defrina Sukma S
Dosen FKH Ajari Warga Tuban Bikin Nugget Tanpa Micin UNAIR NEWS – Para dosen Departemen Kedokteran Dasar Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga menggelar pengabdian masyarakat, Sabtu (22/7). Pengabdian masyarakat digelar di Desa Selogabus, Kecamatan Parengan, Tuban. Dalam kegiatan bertajuk “Pemberdayaan Ibu Rumah Tangga Melalui Pelatihan Produksi Pangan Cepat Saji”, para dosen memberikan berbagai macam pelatihan pengolahan makanan. Pelatihan terbagi menjadi dua sesi yakni pelatihan membuat nugget ayam dan bakso ayam. Dalam pelatihan kali ini, para ibu rumah tangga diajari untuk membuat makanan cepat saji bebas micin. Pelatihan dibagi menjadi tiga sesi diawali dengan pemaparan materi tentang penggunaan monosodium glutamat dilanjutkan dengan pembuatan nugget dan bakso ayam. Pelatihan terbagi menjadi dua sesi, pelatihan membuat nugget ayam yang dipandu M. Gandul Atik Yuliani, M.Kes., drh., sedangkan pelatihan membuat bakso ayam dipandu oleh Dr. Nove Hidajati, M.kes., drh. Sebelum praktik langsung pembuatan, Gandul menjelaskan sekilas bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat nugget ayam seperti daging ayam giling, tepung roti halus, telur, susu, bawang putih, merica, garam, gula, dan tepung panir. Kemudian dilanjutkan dengan demo memasak nugget. Masyarakat Desa Selogabus antusias mengikuti tahapan pembuatan bakso dan nugget. Bahkan tak segan-segan untuk mencetak nugget sesuai dengan seleranya. “Ibu-ibu dapat langsung menggoreng nugget yang telah dilapisi tepung panir. Namun, dapat pula dicetak sesuai selera
menggunakan cetakan kue,” jelas Gandul saat memandu pelatihan membuat nugget. Selepas penggorengan, Ibu-ibu yang hadir mencicipi nugget yang dibuat secara bersama-sama tersebut. Sebagian mengaku rasanya tak kalah enak dengan merk yang dijual di pasaran, meskipun pembuatannya tidak menggunakan MSG atau micin. Hal tersebut senada dengan pelatihan membuat bakso ayam, Nove pun menjelaskan secara gamblang bahan yang diperlukan beserta proses pembuatan bakso ayam. “Untuk membuat bakso ayam bahan yang diperlukan ayam giling, garam, bawang putih, merica bubuk, tepung sagu, dan putih telur. Dan takarannya disesuaikan setiap porsi,” jelas dosen yang kerap disapa Nove tersebut. Terlepas dari pembuatan produk cepat saji, juga dipaparkan analisis usaha. Harapannya, ibu-ibu yang hadir tidak hanya memproduksi untuk konsumsi rumah tangga, melainkan dapat dikomersilkan untuk menambah penghasilan. “Kegiatan seperti ini ternyata menambah pengetahuan. Saya jadi tertarik mencobanya di rumah,” kata Diah, salah satu warga yang hadir. Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S
Bertukar Ilmu Lintas Negara
Lewat Internasional
Konfererensi
UNAIR NEWS – Menyadari perlunya galian inovasi baru tentang deteksi penyakit sejak dini, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga menyelenggarakan konferensi internasional dengan tema “Biotechnology Strengthen Biomedical Science and Veterinary Medicine”. Konferensi berlangsung pada 12-13 Juli lalu bertempat di Aula Tandjung Adiwinata, FKH UNAIR. Pertemuan antara ilmuan muda dari berbagai negara ini membahas pokok bahasan di bidang kesehatan hewan. Berbagai topik didiskusikan bersama untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan manusia. Acara diisi oleh 17 pembicara ternama dari berbagai negara yang berasal dari tiga benua, yaitu Asia, Eropa, dan Australia. Ini menjadi satu ajang kolaborasi dan sinergitas dalam meningkatkan penelitian bagi para akademisi di Indonesia, terutama UNAIR. Diantara dari mereka berasal dari Belanda, Jepang, Jerman, Australia, Thailand, dan Indonesia. Wakil Dekan I FKH UNAIR Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam mengatakan, bukan hanya dosen yang dituntut untuk membuat inovasi baru terhadap keilmuan yang digeluti, namun juga mahasiswa. Minimal, dosen dan mahasiswa membuat paper yang dipulikasikan tingkat fakultas sampai dengan internasional. “Konferensi seperti ini juga untuk membiasakan mental mahasiswa supaya tidak mudah putus asa dalam melakukan penelitian, terutaman jika ranahnya internasional,” jelas Prof. Fedik yang juga bertindak sebagai Ketua Panitia The Veterinary Medicine International Conference 2017. Konferensi yang dibuka dengan tarian remo tersebut diikuti oleh sekitar 200 partisipan yang terdiri dari dosen, peneliti,
dan mahasiswa. Dari Indonesia, peserta berasal dari UNAIR, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, maupun Institut Pertanian Bogor. Di hari pertama, setelah pemaparan materi dari delapan pembicara asal Asia dan Eropa, dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian dari 24 pemakalah paralel. Mereka dibagi menjadi empat kelas, diantaranya kelas Biomedical Science, Reproduction, dan One Health. Delapan materi tersebut diantaranya adalah Wild Infection / Fever, Skin Stem Cell Resource Potential for Peripheral Nerve Repair, Aplication of Metabolomics in Biomedical and Related Science, Avian Influenza Virus Circulation in Environment, Species and Genetic Diversity of trypanosomes, 21th Century Diseases Threat and Epidemiology, Molecular characterisation of Hepatitis Virus in Indonesia dan New Adjuvant and Vaccine Technology. Sedangkan di hari kedua, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi dari sembilan pemateri asal Asia dan Australia. Luaran dari konferensi ini adalah jurnal dan makalah terindeks Scopus yang membahas permasalahan kesehatan hewan dan manusia di dunia. (*) Penulis : Disih Sugianti Editor : Binti Q. Masruroh
Obat AHA dan ANA, Terapi Terkini Atasi Virus Flu
Burung UNAIR NEWS – Virus Flu Burung atau Avian Influenza (AI) masih menjadi persoalan bagi para peternak dan manusia di wilayah Indonesia serta belahan Dunia. Oleh sebab itu, diperlukan obat yang bisa menghambat atau bahkan mematikan pertumbuhan virus AI yang sudah menjangkiti hewan ternak. Ahli virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Suwarno berhasil mengembangkan dua jenis obat terapi yang bisa menghambat pertumbuhan virus AI. Obat tersebut berasal dari ekstrak kuning telur yang kemudian dinamai AntiHemaglutinin Antibody (AHA) dan Anti-Neuraminidase Antibody (ANA). “Ada dua produk. Satunya, saya beri nama AHA, dan satunya lagi bernama ANA. Sejak virus Avian Influenza (AI) ada di Indonesia sejak tahun 2003, kita merasa trenyuh. Itulah yang mendorong kami untuk membuat vaksin dan alat terapi. Obat AHA dan ANA adalah bentuk alat terapi yang kita ekstrak dari kuning telur,” tutur Suwarno. Ekstrak kuning telur itu diambil dari kelompok ayam yang terinfeksi virus Flu Burung yang berada dalam fase menjelang bertelur. Kedua kelompok ayam tersebut diberi vaksinasi AI. Kelompok pertama diimunisasi dengan protein hemaglutinin dari virus AI, sedangkan kelompok kedua diimunisasi dengan protein neuraminidase dari virus yang sama. Setelah kelompok ayam itu bertelur, peneliti mengekstrak telur dan hanya mengambil kuning telur. Setelah diekstrak, peneliti mengambil antibodi dan melakukan pemurnian protein. Pemurnian hemaglutinin dan neuraminidase (anti hemaglutinin dan anti neuraminidase) diformulasi dan ditambah dengan kolostrum (susu dari sapi yang keluar pertama kali), beberapa jenis vitamin, mineral, dan asam amino. Dari situlah, produk bernama AHA dan ANA bermula.
Cara pemberian obat AHA dan ANA pun mudah. Obat terapi tersebut tinggal disemprotkan ke dalam paruh ayam dengan dosis sekitar satu milliliter. Dari hasil penelitiannya, apabila obat tersebut diberikan maksimal dua hari sejak virus Flu Burung menginfeksi tubuh ayam, maka obat AHA dan ANA dapat menghambat 80 hingga 100 persen pertumbuhan virus AI. Akhirnya, ayam tersebut bisa diselamatkan dari kematian. Kedua jenis obat tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Obat AHA digunakan untuk mencegah menempelnya virus AI ke dalam sel. Sedangkan, obat ANA digunakan untuk mencegah keluarnya virus AI dari sel. Obat tersebut akan berfungsi optimal bila diberikan maksimal dua hari sejak virus AI menginfeksi tubuh ayam. Namun, bila lebih dari dua hari, penggunaan dua obat ini perlu dikombinasikan. “Kalau sudah lebih dari dua hari sudah agak sulit. Makanya kita kombinasikan, yang ini (AHA) adalah untuk mencegah menempelnya virus AI ke dalam sel. Yang ANA untuk mencegah keluarnya virus dari sel. Jadi, ketika virus keluar dari sel, kita tangkap dengan ini. Ini supaya virusnya tidak menempel dalam sel. Kalau berkembangbiak, virus keluar dari sel, maka akan ditangkap dengan ini (ANA). Jadi, kita kombinasikan antara AHA dan ANA,” terang pemilik sembilan hak paten itu. Riset mengenai ekstrak kuning telur yang digunakan untuk mengobati ayam yang terinfeksi virus AI sudah dimulai sejak tahun 2009. Meski sudah berjalan tujuh tahun lalu, obat ini sudah diujicobakan pada ayam-ayam yang terinfeksi virus AI di peternakan ayam di Blitar, Malang, dan beberapa wilayah terjangkit lainnya. Dari beberapa kali ujicoba di lapangan, pada kasus-kasus sedang, antibodi tersebut mampu menghambat pertumbuhan virus hingga 60 persen. Keistimewaan lainnya yang dimiliki obat AHA dan ANA adalah kemampuan untuk mengobati virus dengan risiko kematian tinggi atau Highly Pathogenic AI (HPAI) dan risiko rendah atau Low Pathogenic AI (LPAI) Virus. Selain itu, obat AHA dan ANA bisa
mengobati berbagai virus AI subtipe H5N1, H5N9, dan H5N2. “Kalau ayam terinfeksi HPAI pasti mati. HPAI tidak menunjukkan gejala, tapi kalau tubuhnya diisolasi, hasilnya positif. Seringkali, mahasiswa koas (co-assistant) menemukan itu di laboratorium,” imbuh Suwarno yang juga anggota Tim Komisi Obat Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI itu. Peneliti kelahiran Tuban itu mengaku, produk buatannya sudah dilirik oleh sejumlah perusahaan. Namun demikian, ia masih perlu menyempurnakan kemasan obat AHA dan ANA. Sebab, bila obat tersebut dimanfaatkan untuk populasi yang besar, ia masih perlu menambah netto setiap kemasan. “Tujuannya
biar
lebih
praktis.
Karena
awalnya
dibuat
individual, kita bikin yang spray (semprot) seperti ini. Kalau mau efektif, ya, tinggal dilarutkan dalam air. Tidak sampai dua jam, pasti akan air tersebut akan dihabiskan sama ayam. Jadi, prinsipnya mirip dengan vaksinasi,” tutur Suwarno. Ia berharap, dengan adanya obat AHA dan ANA ini, kerugian akibat wabah atau bala penyakit virus Flu Burung di Indonesia dapat terus berkurang berkat semakin banyaknya penelitian yang solutif. Penulis: Defrina Sukma S
Mendulang Rupiah dari Limbah Ternak UNAIR NEWS – Limbah telah menjadi masalah perkotaan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Limbah yang berasal dari
industri, rumah tangga, hingga peternakan kerap kali menimbulkan permasalahan yang bisa merusak lingkungan. Beda hal dengan Guru Besar bidang Ilmu Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Herry Agoes Hermadi yang menjadikan pengolahan limbah ternak sebagai sumber ekonomi baru. Sebagai peneliti sekaligus dosen di FKH UNAIR, ia tertantang untuk berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan lingkungan. “Limbah rumah potong hewan seperti perut sapi (rumen), sebenarnya jika diperas akan menghasilkan cairan bio fermentor. Ini bermanfaat untuk mengurangi bau pada septic tank bahkan mampu menguras WC (water closet) tanpa disedot,” tutur Herry. Sari rumen bisa dimanfaatkan untuk menghancurkan limbah kotoran yang dihadapi Kota Surabaya. Berdasarkan pengamatannya, warga di atas 50 persen masyarakat di Kota Surabaya masih membuang limbah kotorannya di sungai. “Mereka memiliki WC yang masih open defecation bukan close defecation. Ini artinya pembuangannya selalu bermuara ke sungai,” terangnya. Selain itu, bio fermentor juga dapat dimanfaatkan untuk memproses fermentasi bahan pakan. Jika cairan bio fermentor dicampur dengan pupuk NPK dan disemprotkan di tanaman, kesuburan tanaman tersebut akan membaik. Limbah lainnya yang bisa dimanfaatkan dari keberadaan peternakan adalah darah hewan yang sudah dipotong. Dalam satu hari, para pemotong hewan bisa menyembelih sekitar seratus ekor sapi. Tak disangka, darah yang dibuang ini bisa dikembangkan menjadi pakan ternak yang memilki nilai ekonomis. “Setiap sapi bisa bisa menghasilkan 20 sampai 30 liter darah per hari. Bayangkan jika tiap harinya ada sekitar 100 ekor sapi yang disembelih namun tidak dimanfaatkan akan sayang sekali,” tutur Herry yang menjadi dosen pembimbing lapangan
kegiatan Kuliah Kerja Nyata – Belajar Bersama Masyarakat UNAIR ini. Penulis: Helmy Rafsanjani Editor: Defrina Sukma S