UNAIR Tingkatkan Kualitas Kerja Sama ke Jepang UNAIR NEWS – Dalam rangka menjajaki dan memperbaiki kualitas kerja sama dengan institusi mitra Universitas Airlangga (UNAIR), UNAIR mengadakan kunjungan institusi mitra ke Jepang selama enam hari. Perwakilan kegiatan tersebut terdiri dari Direktur Kemahasiswaan Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., CN; Wakil Dekan I FIB Puji Karyanto, S.S., M.Hum; dan Ketua Departemen Sastra Jepang Dwi Anggoro Hadiutomo, S.S., M.Hum., Ph.D. Kunjungan tersebut dilakukan ke enam universitas di berbagai kota, yakni Kumamoto University di Kumamoto, Kansai University di Osaka, Nara Women University di Nara, Ashinaga Foundation di Tokyo, Shizouka University of Art and Culture di Hamamatsu, dan Rikkyo University di Tokyo. Rombongan berangkat dari Surabaya dan tiba di bandara Haneda di Tokyo pada tanggal 11 Desember 2016. Rombongan melanjutkan perjalanan pada pagi hari menuju Kumamoto yang berada di pulau Kyushu dan disambut oleh salah seorang mahasiswa UNAIR asal FIB Sastra Jepang (Lukman Hakim) yang sedang mendapatkan beasiswa Japanese Studies dari pemerintah Jepang selama setahun di Kumamoto University. Setelah itu, rombongan UNAIR mengunjungi kantor pusat dari sebuah yayasan yang selama ini telah banyak memberikan dukungan kepada Departemen Sastra Jepang, yaitu Ashinaga Foundation. Yayasan tersebut memberikan dukungan dengan mengirimkan dua orang Jepang sebagai asisten pengajar setiap tahun sejak 2008. Selain itu, Ashinaga Foundation juga memberikan dukungan mobility outbond mahasiswa Sastra Jepang UNAIR ke Hiroshima University, Kansai University, Nagasaki University dan program short term selama dua minggu di Jepang.
Dalam kesempatan tersebut, UNAIR juga membicarakan potensi sekaligus peningkatan kerja sama dengan universitas yang dikunjungi. Banyak dari universitas di Jepang yang menyampaikan ketertarikan mereka untuk melaksanakan pertukaran mahasiswa ke UNAIR. Mereka juga mengajak untuk saling mempromosikan program short term masing-masing universitas. “Harapan mendatang, kunjungan kali ini dapat meningkatkan aktivitas internasional di Departemen Sastra Jepang, yang suka tidak suka memang agak terbatas pada Jepang. Namun, Departemen Sastra Jepang juga menyadari bahwa hubungan berlandaskan keilmuan Japanese Studies tidak harus terbatas pada negara Jepang saja, kerja sama dengan negara lain dalam lingkup ilmu yang sama mulai dijajaki untuk pengembangan kerja sama internasional di masa mendatang,” pungkas Dwi Anggoro ketika ditemui pada Senin, (9/1).(*) Penulis : Lovita Cendana Editor : Dilan Salsabila
Mahasiswa UNAIR Ikuti Konferensi Internasional di Jepang UNAIR NEWS – Tujuh mahasiswa Universitas Airlangga mengikuti konferensi internasional yang diadakan di Tokyo, Jepang. Tujuh mahasiswa tersebut yaitu Rebhika Lusiana, Alifia Sakinah, Jeany Ratna P., dan Rendha Kusumaning K., mahasiswa Fakultas Farmasi (FF), dan Zahrina Arum Nabilah, Puspita Titisari Saraswati, dan Mahmudi Ma’ruf mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Mereka mengikuti International Academic Conference on Social Science (IACSS) 2016, sebuah konferensi internasional yang diadakan oleh High Education Forum (HEF), sejak 6-8 Desember lalu. IACSS merupakan konferensi internasional interdisipliner yang mengundang akademisi, independent scholars, dan para peneliti untuk bertemu dan bertukar ide, temuan penelitian, dan membahas isu-isu terbaru tentang bidang ilmu sosial. Tema yang diangkat adalah “International Academic Conference in Social Science”. Konferensi internasional ini diikuti oleh peserta dari puluhan negara. Di antaranya Afrika Selatan, Mexico, Taiwan, Korea, Thailand, dan negara-negara di Eropa.
Tim mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP UNAIR (Foto: Istimewa) Zahrina atau yang lebih akrab disapa Bela selaku ketua tim mahasiswa Ilmu Komunikasi mengatakan, ia dan tim tertarik mengikuti konferensi ini sebab ingin mengasah kemampuan meneliti sekaligus pengalaman mengikuti konferensi tingkat internasional. Bersama dengan rekannya, ia mempresentasikan paper dengan judul “The Perceptions of The Bachelor Degree Communication Sciences Students Towards ROCS (Radio on Campus) As A Medium of Communication and Information in the Faculty Social and Political Sciences Universitas Airlangga”.
“Kami meneliti persepsi pendengar soal Radio on Campus (ROCS). ROCS ini kan banyak disebut sebagai radio. Tapi cuma bisa didengar di waktu tertentu dan di tempat yang terbatas, gak ada frekuensi dan streaming,” ujar Bela. Selama mengikuti rangkaian kegiatan di Tokyo, yang membuat Bela terkesan adalah sangat jarang dijumpai mahasiswa jenjang S-1. Ia juga terkesan dengan kehidupan masyarakat Jepang yang sangat tertib dan disiplin. “Yang paling berkesan di konferensi yaitu tantangan kita untuk bisa presentasi di forum internasional bareng mahasiswa S-2, dosen, dan profesor. Mahasiswa S-1 sangat jarang di sana,” tandasnya. “Tapi yang lebih keren, kehidupan orang Jepang yang sangat tertib, disiplin, dan ramah sama semua orang,” imbuhnya. Sedangkan tim mahasiswa dari FF mempresentasikan paper dengan judul “The Important Roles Of Parents In Buliding Children Morals”. “Paper kami tentang peran orang tua dalam membangun moral anak dan seberapa penting hal tersebut bagi perkembangan anak di Indonesia,” ujar Lusi selaku ketua tim mahasiswa FF. Awalnya, seleksi konferensi internasional ini dimulai dengan pengiriman paper berupa abstrak. Setelah dinyatakan lolos, tim melakukan penelitian dan menyusun paper secara lengkap. Pada hari-H, mereka melakukan presentasi dalam bentuk diskusi paralel. Meski demikian, mereka mendapatkan banyak pelajaran selama berada di Tokyo. “Mulanya saya tertarik mengikut acara ini karena ingin mengeksplor kapasitas diri di taraf internasional, ingin membawa nama baik FF UNAIR di kancah internasional, dan berpartisipasi dalam upaya mewujudkan UNAIR road to world class university,” ujar Lusi yang merupakan mahasiswa FF semester lima. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Dilan Salsabila
Mahasiswa Fakultas Psikologi Ikuti Konferensi di Jepang UNAIR NEWS – Mengikuti konferensi lintas negara tentunya menjadikan pengalaman berharga bagi mahasiswa. Apalagi jika konferensi tersebut dilaksanakan di luar negeri dan baru pertama kali diikuti. Begitulah pengalaman yang dirasakan I Wayan Putra Radityawan, mahasiswa S-1 Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Bersama Nelly Marhayati dan Prakrisno Satrio mahasiswa S-3 FPsi, Wayan berkesempatan mengikuti International Congress of International Association for Cross-Cultural Psychology (IACCP) 23rd yang dilaksaakan di Nagoya, Jepang. Acara tersebut dilaksanakan pada 30 Juli – 3 Agustus 2016 silam. Acara yang telah diselenggarakan ke-23 itu merupakan kerjasama IACCP dengan The International Academic Forum (IAFOR). Pada kesempatan ini, Wayan sapaan akrabnya, mewakili kelompoknya mempresentasikan paper dengan judul “The Application of Token Economy to Improve Obediencce Behaviour in the Students of Anak Ceria Kindergarten”. Selain Wayan, makalah tersebut ditulis oleh Ayu Fitria, Hanny Gustiyanti, Musrifatul Jannah, Nisva Lailatun Nisa, dan Windy Marifatiyanti. “Dalam hal ini, saya mewakili kelompok saya yang berhalangan hadir sehingga saat presentasi saya tampil sendiri. Akan tetapi saya tidak sendirian dari UNAIR, karena ada Bu Nelly mahasiswa S-3 Psikologi UNAIR yang juga berpartisipasi, meskipun kita berbeda ruangan dan tema. Kebetulan Bu Nelly masuk dalam tema akulturasi migrasi,” ceritanya. Wayan merasa beruntung dapat berpartisipasi pada kegiatan ini.
Sebab, para peserta merupakan peneliti yang fokus pada psikologi lintas budaya yang berasal dari berbagai negara. Mereka terdiri dari mahasiswa, dosen, bahkan praktisi profesional. Rangkaian acara IACCP yang bertemakan “Cultural Neuroscience: Accomplishment So Far and Future Directions” ini diawali dengan prakongres. Wayan berbangga karena berkesempatan bertemu dan berjejaring dengan akademisi lintas negara. “Saya mendapatkan banyak pengalaman baru dan wawasan baru yang tidak pernah saya dapatkan selama berada di UNAIR. Dan, yang saya apresiasi adalah bagaimana semangat penelitian dalam kongres seperti ini sangat besar. Kita saling membagikan hasil penelitian kita dan tidak sedikit dari kita mendapatkan masukan yang positif untuk pengembangan penelitian kita,” ujarnya. Wayan merasa memperoleh lecutan semangat ketika paper yang ia presentasikan mendapatkan apresiasi. Peserta dan peneliti lain mengapresiasi penelitiannya dengan memberikan kritik dan masukan. “Di sini saya yang notabene masih berstatus mahasiswa merasa mendapat pelajaran, dan saya juga berupaya mendapatkan informasi tambahan terkait studi di luar dan join dalam penelitian dengan pihak luar,” paparnya,” kata mahasiswa kelahiran Liquica, Timor Leste, 30 Oktober 1994 ini. Sementara itu, Nelly, berkesempatan mengikuti dua kegiatan di Nagoya. Sebelum mengikuti IACCP, Nelly mengikuti PhD summer school yang diselenggarakan sejak tanggal 26-30 Juli 2016, bertempat di Nakatsugawa, Nagoya. “Tujuannya adalah untuk membantu mahasiswa doktoral dari seluruh dunia terutama yang fokus di bidang psikologi cross culture menemukan tambahan pengetahuan yang mendukung penelitian disertasi mereka baik dari mentor maupun temanteman dari negara lain,” ujar Nelly.
Nelly mengaku, dengan mengikuti acara tersebut ia mendapat banyak pengalaman yang bukan hanya mendukung disertasinya namun juga pengalaman dan pengetahuan yang lain. Bahkan, ia berdiskusi dengan teman sekamarnya yang merupakan asisten riset professor dari Universitas Miami, Amerika Serikat, untuk melakukan kolaborasi penelitian pada tahun 2017 di Indonesia. “Saya sangat berterima kasih kepada UNAIR, khususnya pimpinan di lingkungan Psikologi, dan Program Doktor Psikologi atas dukungannya, sehingga saya dapat mengikuti kegiatan di Nagoya Jepang. Acara ini adalah acara dua tahunan Organisasi IACCP dan alangkah baiknya jika dari UNAIR khususnya psikologi selalu mengirimkan utusannya baik dosen maupun mahasiswa untuk kegiatan ini,” pungkas Nelly. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Transfer of Knowledge di FKG dari Profesor Bedah Mulut Jepang UNAIR NEWS – Untuk kesekian kalinya, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) melaksanakan program Visting Professor. Sejak tanggal 15 hingga 22 Juli, Prof. Norifumi Nakamura, DDS Ph.D mengunjungi Universitas Airlangga untuk terjun langsung dalam tri darma perguruan tinggi. Dalam kunjungannya, Professor ilmu bedah mulut ini memberikan kuliah tamu mulai dari jenjang S1, S2 hingga S3. Selain itu, Nishimura yang fasih berbahasa Indonesia juga memberikan pembimbingan langsung dan konsultasi penelitian pada mahasiswa
program S2 dan S3. Tidak hanya itu, penyuka masakan Indonesia ini juga terlibat langsung dalam bakti sosial operasi bibir sumbing bersama tim bedah mulut FKG UNAIR di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada kesempatan itu, dia melakukan transfer of knowledge dan berbagi pengalaman dengan seluruh tim. Dalam wawancara, Nishimura mengungkapkan, kemampuan berpikir mahasiswa dan dokter gigi Indonesia dapat disejajarkan dengan mahasiswa dan dokter gigi di Jepang. Secara mendalam dia menyarankan agar Indonesia lebih memiliki data kasus atau penelitian yang tersimpan lebih baik. Sehingga, transfer of knowledge dari generasi ke generasi selanjutnya dapat dijalankan dengan baik. Pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia pun dapat berjalan lebih baik lagi. (*) Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman
Menebar Harapan Mahasiswa ke Kampus Negeri Sakura UNAIR NEWS – Mendapatkan kesempatan untuk belajar di negeri orang memang susah, selain persyaratannya yang tidak sedikit, faktor bahasa juga bisa jadi penghambat. Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Mia Hernawati, A.Md., dalam kunjungannya ketika mempresentasikan program Universitas Kumamoto di Aula Kahuripan, Manajemen UNAIR, Jumat (27/5). “Kalau diantara kalian ada yang mau kuliah di luar negeri maka harus pintar bahasa Inggris. Memang susah, karena sangat kompetitif,” ujar Liaison Officer Universitas Kumamoto di hadapan hadirin.
Banyak program unggulan yang ditawarkan oleh Universitas Kumamoto. Mia mengatakan, program yang paling cocok bagi mahasiswa Indonesia adalah program short-term exchange selama 6 hingga 12 bulan untuk jenjang sarjana, magister, dan doktoral. Ada juga summer program dan spring program. Dalam kesempatan tersebut, Mia yang sudah dua kali menjalani kunjungan di Universitas Kumamoto, memperkenalkan programprogram pada kampus yang berdiri tahun 1949 ke mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke Jepang. Ia mengatakan, persyaratan untuk mengikuti program tersebut terbilang tidak mudah. “Untuk syaratnya, IPK (indeks prestasi kumulatif) kalian harus diatas 3,30. Sedangkan untuk nilai TOEFL (Test of English as a Foreign Language,- red) harus diatas 500 poin,” jelasnya. Walau demikian, persyaratan tersebut dianggap tidak menjadi masalah bagi mahasiswa Indonesia. Nyatanya, jumlah mahasiswa Indonesia yang sedang mengikuti program di Universitas Kumamoto menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah Tiongkok dan Korea Selatan. “Teman-teman kita yang studi di sana itu kurang lebih 70 orang, sehingga teman-teman nggak perlu khawatir, karena nanti akan dibantu oleh teman-teman yang sudah duluan mengikuti program di Kumamoto,” terang Mia. Diakhir pemaparan, ia berharap agar ke depan lebih banyak mahasiswa Indonesia yang pergi untuk melanjutkan studi ke luar negeri khususnya ke Universitas Kumamoto. “Jika ada teman-teman dari kalangan dosen ataupun mahasiswa yang mau mengikuti program dari Universitas Kumamoto semoga tercapai, dan tetap berusaha,” pungkas Mia sembari mengakhiri presentasinya di hadapan hadirin. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Defrina Sukma S.
MSHP UNAIR Diskusikan Perspektif Hak Asasi Manusia Bersama Profesor Asal Jepang UNAIR NEWS – Program Magister Sains Hukum dan Pembangunan (MSHP) Universitas Airlangga kembali menggelar diskusi publik bertajuk “Law and International Development: A Human Right Perspective”. Diskusi kali ini dihadiri langsung oleh Prof. Yuzuru Shimada, LLM., dari Graduate School of International Development (GSID), Nagoya University, Jepang. Dr. Herlambang P. Wiratraman, Phd., dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum Unair juga turut hadir untuk menjadi pembicara dalam diskusi public tersebut. Pada diskusi yang diadakan Kamis, (19/5) tersebut, Prof Shimada yang berasal dari Jepang memaparkan materinya menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan tidak jarang ia melontarkan candaan dan gurauan untuk mencairkan suasana diskusi. Dalam diskusi tersebut, Prof.Shimada menjelaskan materi seputar permasalahan HAM yang disebutnya sebagai dualisme HAM. Ia menyebut berbagai macam permasalahan HAM, diantaranya adalah hak sipil dan politik dan juga hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak yang dimaksud justru menjadi permasalahan kompleks mengenai HAM yang justru dalam prakteknya merugikan masyarakat sipil. Bagi masyarakat miskin khususnya, mereka hanya membutuhkan hak untuk bertahan hidup seperti halnya hak makan. Akan tetapi regulasi membuat hak tersebut tidak terpenuhi. Menyinggung persoalan good governance, Prof.Shimada merespon mengenai bahasa yang ditawarkan seperti pembangunan,
pengurangan kemiskinan dianggap tidak dapat menjamin untuk memenuhi semua hak hidup. “Isu-isu seperti development, poverty reduction selalu menjadi isu utama yang dibawa dalam good governance,” ujar Prof.Shimada di awal diskusi. Selain Prof.Shimada, Dr. Herlambang juga menyinggung mengenai good governance yang menurutnya menjadi jawaban atas ketidakberdayaan pemerintah dalam mengelola, merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Berbicara mengenai HAM yang telah menjamur di masyarakat, menurutnya itu bukan pelanggaran HAM, melainkan selected human right. Hal tersebut dilihat dari penemuan-penemuan mengenai penerapan HAM yang justru melibatkan kepentingan tertentu dianggap selektif, lalu kemudian dijadikan oleh paradigma HAM sebagai strategi dalam pasar. “Pentingnya HAM saat ini telah bergeser dan bahkan berhenti oleh good governance (GG). Dalam hal ini disebut bad governance / poor governance, yang dianggap sangat sinis terhadap HAM,” pungkas Dr. Herlambang. Penulis: AhallaTsauro Editor : Dilan
Salsabila
Profesor Jepang Bersedia Menjadi Penguji Tesis dan Desertasi MSHP UNAIR UNAIR NEWS – Tesis dan Desertasi akan diuji oleh Prof. Shimada. Hal tersebut yang dilontarkan oleh Dr. Suparto Wijoyo dalam penutupan diskusi perspektif HAM di Gedung Pascasarjana UNAIR. Menurut Ketua Magister Sains Hukum dan Pembangunan
(MSHP) UNAIR tersebut, program yang ditawarkan oleh MSHP dianggap sesuai dengan apa yang dikuasai oleh Prof.Yuzuru Shimada. “Prof Shimada nanti akan menjadi penguji tesis dan desertasi di Unair,” ujar Dr. Suparto sembari disambut riuh tepuk tangan dari para hadirin. Ketika ditanya mengenai alasan Prof.Shimada mau menjadi penguji tesis dan desertasi di UNAIR, ia menjawab bahwasanya ia senang untuk dapat memberikan dan mewarnai keilmuan yang ada di UNAIR. Selain kecocokan program yang ditawarkan, pola pikir mahasiswa dan dosen menjadi alasan tersendiri. Disisi lain, ia ingin mendapatkan ilmu yang lebih banyak lagi ketika bertemu dengan mahasiswa, sehingga menambah ilmu baginya. “Saya senang sekali dapat mengajar disini (UNAIR- red), tentunya memberikan warna lain dalam pembelajaran, tentu saja saya akan menggunakan cara belajar dari sudut pandang orang lain,” ungkap Prof. Shimada. Menurut Profesor asal Nagoya University tersebut, ia akan membantu dalam proses pembelajaran, akan tetapi ia akan tetap menggunakan kapasitas dan pandangan sebagai dosen tamu UNAIR . Dr. Suparto melanjutkan, bahwa kedepan MSHP akan banyak merangkul Profesor dari kampus lain yang tentunya memberikan wawasan tambahan bagi mahasiswa. Setelah bulan lalu Prof.Adriaan dari Leiden University. Bulan depan rencananya, akan mendatangkan dosen tamu dari Australia. (*) Penulis: Ahalla Tsauro Editor : Dilan Salsabila
Kemenristekdikti-UNAIR Gelar Sosialisasi dan Monev Perizinan Peneliti Asing UNAIR NEWS – Sebagai upaya pegembangan dan transfer ilmu pengetahuan, pemerintah terus berupaya memperbesar peluang kerja sama yang dilakukan antara peneliti asing dengan peneliti Indonesia. Bertempat di Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menggelar Sosialisasi dan Monev Perizinan Peneliti Asing, Kamis (28/4). Hadir sebagai narasumber dalam sosialisasi ini Dr. Sri Wahyono selaku Kepala Seksi Administrasi Perizinan Penelitian Kemenristekdikti, Prof. Maria Lucia Inge Lusida, dr., M.Kes., Ph.D selaku Ketua Lembaga Penyakit Tropis UNAIR, dan Dr Takako Utsumi dari Kobe University. Sosialisasi ini juga dihadiri oleh Wakil Rektor III UNAIR, ketua badan dan lembaga di lingkungan UNAIR, dekan, kepala kepolisian, dinas, badan, kantor imigrasi, serta balai taman nasional, dan beberapa rektor dari universitas di Jawa Timur. Melalui sambutannya, Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D selaku Wakil Rektor III UNAIR mengatakan bahwa sosialisasi ini merupakan salah satu faktor yang turut serta dalam mendorong jumlah penelitian di lingkungan UNAIR. Banyaknya jumlah penelitian juga akan berpengaruh dalam mengantarkan UNAIR menuju peringkat 500 dunia. “Academic excellence, research excellence, community service excellence, dan university holding excellence merupakan faktor-faktor yang mampu mengantarkan UNAIR dalam menuju 500 besar dunia. Beberapa unit dan lembaga memiliki program sesuai bidang dan kewenangannya, termasuk LPT UNAIR,” ujar Prof Amin. Dalam pemaparannya, Dr. Sri Wahyono mengatakan bahwa sejak
tahun 2010 jumlah perizinan yang diterbitkan oleh Kemenristekdikti rata-rata lebih dari 500. Jumlah ini cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sesuai mandat dari Direktur Jenderal Penguatan riset dan Pengembangan, jumlah tersebut diupayakan mampu mencapai jumlah 1000 perizinan di tiap tahunnya. “Ada rata-rata 780 proposal yang masuk tiap tahun. Tapi ada filter dari kami. Ada juga proposal yang kami tolak, ada juga yang ditunda untuk merevisi proposal, melengkapi proposal, atau menambah dan mengganti mitra kerja,” ujar Sri Wahyono. Pada kesempatan ini, Sri Wahyono mengatakan bahwa mekanisme perizinan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 2006, Tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, Dan Orang Asing. Penelitian di Indonesia perlu diatur. Sebab menurutnya, Indonesia merupakan “laboratorium alam” karena memiliki potensi kekayaan serta letak geografis yang strategis untuk menjadi lahan bagi para peneliti asing. Kata Sri Wahyono, minat peneliti asing kebanyakan terletak pada bidang ilmu hayati. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi. Yang sering menjadi bahan penelitian yaitu objek yang berada di cagar alam, hutan lindung, dan taman nasional. “Kontribusi peneliti asing cukup besar, khususnya untuk joint research dan join publikasi pada jurnal dan majalah internasional,” katanya. Meski Indonesia harus menggenjot jumlah perizinan penelitian dari asing, namun dari kerjasama tersebut harus ada keseimbangan. “Jangan sampai dari kerjasama tersebut kita jadi “pembantu”. Itu penting. Sehingga MoU sebagai dasar dari kerjasama juga harus ditinjau,” paparnya. Pada kesempatan ini, Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D mantan
Wakil Rektor III UNAIR ikut berkomentar tentang pentingnya meningkatkan kerjasama dengan pihak asing. Seperti yang pernah dilakukan LPT UNAIR. Berkat kerjasama dengan Kobe University, LPT UNAIR pernah mendapatkan bantuan dana dan operasional sistem, yang mana harga peralatan tersebut tidak terbeli dengan dana yang diberikan oleh UNAIR. Selain itu, di Indonesia, untuk mendapatkan peralatan seperti yang diberikan oleh Kobe University, perizinan dari kementerian cukup sulit. Berdasarkan penuturan dari Prof Inge, saat ini telah banyak kerja sama yang dijalin antara LPT UNAIR dengan peneliti asing. Kerja sama tersebut baik dengan universitas, maupun dengan perusahaan asing. Agar kerjasama dapat dilihat hasilnya, minimal kerjasama dilakukan hingga 4 tahun. “Kita harus berlaku sebagai partner yang selevel. Untuk junior mereka belajar. Tapi setelah itu kita harus tampil selevel,” pungkas Prof Inge. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan
Meraba Peluang Stem Cell untuk Pengobatan Diabetes UNAIR NEWS – Badan Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 terdapat 21,3 juta penduduk Indonesia mengalami penyakit diabetes melitus. Perkiraan itu sejalan dengan fakta bahwa populasi penderita diabetes melitus (DM) di Indonesia saat ini menduduki peringkat kelima terbanyak di dunia. Kondisi ini jelas memprihatinkan. Sekitar 80% dari prevalensi
diabetes di Indonesia didominasi oleh penderita yang tidak menyadari kondisinya. Problematika diabetes ini dikupas secara menyeluruh dalam acara ‘The Quadruple Joint Symposium 2016’ yang diselenggarakan oleh Pusat Diabetes dan Nutrisi Surabaya (PDN) RSUD Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga bekerjasama dengan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) di Hotel Shangri-La Surabaya 23-24 April 2016 lalu. Simposium ini dihadiri oleh dua pembicara asal Jepang Prof. Hiroshi Taniguchi dan Prof. Naemi M. Kajiwara, serta sejumlah pakar dari 14 pusat penelitian dan pengobatan diabetes di seluruh Indonesia yang mencakup Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Solo, Surabaya, Makassar dan Manado. Sony Wibisono, dr., Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku wakil ketua acara mengungkapkan bahwa saat ini penyakit diabetes sudah banyak menjangkiti individu dari segala usia. Bahkan, penyakit diabetes itu disertai komplikasi penyakit yang beragam. Komplikasi itu disebut dengan endo-kardiometabolik. Komplikasi diabetes sudah mengenai jantung beserta organ lainnya yang melakukan proses metabolisme sehingga kondisi ini mengakibatkan munculnya kelainan hormon termasuk testosteron. “Dulu kebanyakan penderita diabetes mengalami luka di kaki yang tidak kunjung kering. Namun sekarang, justru yang ditakutkan adalah dampak komplikasi diabetes yang mengenai jantung. Maka dari itu perlu upaya mengobati dampak komplikasinya,” jelas dokter Sony. Untuk mengendalikan jumlah penderita diabetes, para pakar tidak hanya berfokus pada upaya pengobatan, tetapi juga pencegahan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan metode pengobatan sel punca (stem cell). Seperti diketahui, metode pengobatan dengan sel punca sudah
dikembangkan di banyak negara guna mengatasi berbagai persoalan penyakit. Kini, peneliti sedang disibukkan dengan potensi metode sel punca terhadap penyakit diabetes. Tingginya gula darah pada penderita diabetes mengakibatkan fungsi organ pankreas tidak mampu bekerja dengan baik. Akibatnya, jumlah sel pankreas terus menurun. Metode pengobatan sel punca sedang diteliti sebagai solusi perbaikan pankreas. “Mungkin dapat dibayangkan, bagaimana seandainya stem cell ‘ditempelkan’ pada pankreas yang rusak. Dengan harapan dapat memulihkan kembali fungsi pankreas seperti sediakala,” ungkap dokter Sony. Namun, metode pengobatan diabetes dengan sel punca ini masih dalam tahap pengembangan. Pada tahun 2010, peneliti sempat melakukan uji coba pada mencit. Ternyata, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut dokter Sony, sel punca belum bisa menjadi metode pengobatan. “Stem cell belum bisa menjadi metode pengobatan. Metode ini hanya bekerja membantu mengurangi jumlah obat yang dikonsumsi oleh penderita diabetes,” tuturnya. Mencegah diabetes Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pusat Diabetes dan Nutrisi Surabaya Prof. Dr. dr. Askandar Tjokroprawiro, Sp.PD, K-EMD, FINASIM, mengungkapkan pentingnya langkah pencegahan sekaligus kontrol kadar gula darah. Dosen emeritus FK UNAIR menekankan pentingnya bagi setiap individu untuk mengontrol lingkar pinggang. Jika seorang lakilaki memiliki ukuran lingkar pinggang lebih dari 90 cm, dan seorang perempuan lebih dari 80 cm, maka orang tersebut termasuk dalam kategori obesitas. Untuk mencegah diabetes dan komplikasinya, setiap orang sebaiknya menjalankan pola hidup dan diet sehat.
Sedangkan, bagi pengidap diabetes, Prof. Askandar menyarankan penderita untuk mengonsumsi buah ketimbang olahan seperti jus. Buah yang secara langsung dikonsumsi akan mengalami proses cerna lebih lama di usus sehingga makanan lambat diserap dan gula darah tidak terlalu cepat meningkat. (*) Penulis: Sefya Hayu Istighfarica Editor: Defrina Sukma S
Buka Wawasan Mahasiswa, FEB Undang Pakar Jepang UNAIR NEWS – Aktifitas kuliah tamu yang dihadiri oleh Mr Koichiro Nakamura dari Inpex Corp Jepang dan SKK Migas dilaksanakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Kamis lalu (14/4). Secara khusus, kegiatan ini diperuntukkan bagi mahasiswa S1 Manajemen dengan konsentrasi riset manajemen operasi. Nakamura bercerita tentang oil and gas industry di Indonesia. Inpex sendiri sudah ada di Indonesia selama 50 tahun. Saat ini, Inpex mendapat proyek blok Masela, tambang gas yang besar. Dia juga berbagi pengalaman tentang pentingnya administrasi dokumen vendor di oil and gas industry. Semua vendor mesti mengikuti aturan SKK Migas. Hal itu harus dipahami. Supaya, para mahasiswa yang nantinya berkarir di ranah yang berhubungan dengan SKK Migas, memiliki perspektif di aspek tertib administrasi. Vendor sendiri ada berbagai macam bidangnya. Ada yang di urusan transportasi, gedung, peralatan, bahan kimia, dan lain-
lain. “Mayoritas perusahaan vendor dari Indonesia,” kata Nakamura. Dalam kesempatan itu, Inpex yang diwakili oleh Nakamura memotivasi mahasiswa untuk bisa berkontribusi kongkret di dunia minyak dan gas. Inpex sendiri rutin membuat acara road show di banyak kampus. (*) Penulis: Rio F. Rachman