Edisi III Tahun 2016
SIMBUL EKONOMI ISSN : 2502-4817
LAPORAN UTAMA :
ARTIKEL
Moratorium Pendirian Toko Modern Membentuk Moral Generasi Penerus jadi Kesepakatan Melalui Pendidikan Keluarga 9 772502 481007
Diterbitkan oleh : Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga
Lensa
Selamat Hari Raya
Idul Fitri 1437 H / 2016 M
Dewan Salatiga adakan Pengajian Kebangsaan
D
s’ydeoB :otoF
2
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
ewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga mengadakan kegiatan Pengajian Kebangsaan di Rumah Rakyat DPRD yang diselenggarakan pada Senin 23 Mei 2016. Pengajian Kebangsaan tersebut diadakan dalam rangka peringatan Isra’ Mi’raj Nabi besar Muhammad SAW serta menyambut bulan suci Ramadhan tahun 1437 H. Sebagai pembicara adalah KH. Serka M. Latif Ardani, S.Ag. Dalam sambutannya Bung Teddy mengatakan bahwa acara ini selain untuk memperingati hari besar Islam juga sebagai sarana memupuk rasa kebangsaan bagi masyarakat. Dalam kesempatan tersebut diserahkan penghargaan bagi perwakilan Modin dan Ketua RW di Kota Salatiga. “Penghargaan ini sebagai wujud apresiasi kami kepada para modin dan Ketua RW yang telah melayani warga Salatiga 24 jam sehari, dan kedepannya kami akan mengusulkan ada insentif khusus untuk modin.” Kata Bung Teddy Pada kesempatan yang sama juga di buka secara resmi Anjungan Rakyat Bicara DPRD Kota Salatiga, yaitu booth yang menyediakan akses internet sebagai wahana masyarakat untuk menyampaikan saran dan keluhan kepada wakil mereka di Gedung DPRD Salatiga. Anjungan Rakyat Bicara ini ditempatkan di 4 Kantor Kecamatan di Salatiga, RSUD, PDAM, Kantor BPPT, Kantor Disdukcapil serta Persipda Kota Salatiga.(wj/ss)
Surat Pembaca Kemacetan di Perempatan Jetis
Penataan Jalan Jendral Sudirman
K
P
etika melintas di perempatan Jetis pada pagi hari selalu tersaji kemacetan yang cukup parah, terutama diruas jalan dari arah Jl. Imam Bonjol menuju ke kota. Antrean kendaraan mengular dari mulai tingkungan hingga ke traffic light pasar Jetis, sering terjadi kendaraan saling serobot jalur sehingga menyebabkan kemacetan tambah parah. Selain disebabkan oleh jumlah kendaraan yang banyak, kemacetan ini juga disebabkan oleh banyak angkota dan angkudes yang berhenti baik untuk menurunkan penumpang atau menunggu penumpang (ngetem) di depan Pasar Jetis. Padahal rambu-rambu larangan untuk berhenti telah terpampang namun kesadaran pengemudi dan penumpang ternyata masih sangat kurang. Mohon sekiranya pihak Kepolisian dan Dinas Perhubungan bisa menambah personelnya untuk mengurai kemacetan ini, dahulu ada petugas yang berjaga namun sekarang sudah tidak terlihat lagi. Perlu ada terobosan yang harus dilakukan oleh instansi terkait masalah kepadatan arus lalu lintas di Salatiga karena terjadi di hampir semua ruas jalan yang ada, terutama pada jam-jam sibuk di pagi hari.
enataan kawasan Jalan Jendral Sudirman dengan menambah pulau jalan disisi kanan dan kiri dari mulai pertigaan Hotel Wahid hingga pertigaan Jalan Sukowati ternyata kurang efektif. Penataan dengan menambah space jalan kendaraan tak bermotor nyatanya malah beralih fungsi sebagai sarana pelanggaran lalu lintas. Terlihat banyak sepeda motor yang memanfaatkan jalur ini sebagai jalan pintas menuju ke arah Tamansari, padahal kawasan ini diberlakukan kebijakan lalu lintas satu arah. Selain itu, area parkir yang dahulu bisa mepet trotoar sekarang menjorok ke jalan hingga badan jalan menjadi sempit dan menyebabkan arus lalu lintas tersendat bahkan macet terutama di simpul pertigaan maupun perempatan depan Pasar Raya I. Perlu ada peninjauan kembali kebijakan ini, karena hal ini malah menjadikan kemacetan. Satu lagi uneg-uneg saya, mohon sekiranya jalan yang ada di kota kita ini bisa diperlebar karena sekarang ini jumlah kendaraan makin banyak, namun lebar jalan tidak bertambah. Mohon DPRD dan Pemerintah Kota Salatiga bisa mewujudkan harapan kami. Terimakasih.
Fauzin, warga Sidorejo
Umi Husna, warga Sidomukti.
Karikatur dagelan PUNAKAWAN Pasar Tradisional vs Pasar Modern
Oleh : Gatot R
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
3
Redaksi EDISI III Tahun 2016
Daftar Isi 4 6
10 12 14
26 28 33 34
Redaksi: Keuntungan Belanja di Pasar Tradisional. Mimbar: Pasar Tradisional Simbul Ekonomi Kerakyatan; Butuh Komitmen Mengurus Pasar Tradisional; Pasar Tradisional Derajatnya Perlu Dinaikkan. Artikel: Membentuk Moral Generasi Penerus melalui Pendidikan Keluarga. Opini: Lima Zaman yang Membentuk Sebuah Peradaban “Kota Salatiga”. Laporan Utama: Moratorium Pendirian Toko Modern Jadi Kesepakatan; Keseimbangan Pasar Mengatur Jalannya Perekonomian; Pasar Pagi Bertahan Ditengah Pasar Modern; Pasar Modern vs Pasar Tradisional; Pembinaan Pasar Demi Kelangsungan Pasar Tradisional, Pasar Tiban Perlu Dikelola Dengan Baik. Wacana: Modernisasi Pasar Rakyat. Warta: Seputar Kegiatan Kota Salatiga. Profil: Geliat Aktivis Lingkungan di Salatiga. Rileks: Tebak Wajah Jiwaraga 32.
Keuntungan Belanja di Pasar Tradisional
K
unci pengelolaan keuangan keluarga yang pokok sebenarnya adalah menjaga agar pengeluaran tidak melebihi pendapatan. Untuk itu beragam cara bisa ditempuh, diantaranya dengan berbelanja di pasar tradisional. Sampai saat ini, harga-harga di pasar tradisional biasanya lebih terjangkau dibanding pasar modern. Apalagi jika belanja di pasar induk dengan harga grosir. Selain itu belanja ke pasar tradisional juga punya beberapa keuntungan. Diantaranya adalah memungkinkan adanya tawar-menawar untuk harga yang lebih murah, karena Pasar tradisional bukan hanya sekadar transaksi jual beli barang. Tapi juga interaksi antara penjual dan pembeli, hingga tak jarang terjalin adanya keakraban yang bersifat kekeluargaan. Dengan interaksi semacam itu, saat kondisi terdesak seorang pembeli bisa melakukan penangguhan pembayaran barang yang dibeli. Hal tersebut tak bisa dilakukan jika belanja di pasar modern yang langsung harus membayar saat berada di kasir. Selain itu dengan interaksi tersebut, biasanya Anda akan lebih mudah melakukan tawarmenawar harga untuk mendapatkan harga lebih murah sehingga bisa menghemat pengeluaran.
Jiwaraga
Redaksi
Jendela Informasi Wakil Rakyat Salatiga
Diterbitkan oleh : SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA. PENASEHAT : Ketua DPRD, M. Teddy Sulistio, SE; Wakil Ketua DPRD, M. Fathur Rahman, SE., MM; PEMBINA : Wakil Ketua DPRD, Ir. Hj. Diah Sunarsasi; PENGARAH : Sekretaris DPRD : Sri Wityowati, SE; PEMIMPIN REDAKSI : Kepala Bagian Humas, Rumah Tangga dan Perpustakaan, Kukuh Ngudiono, SIP; REDAKTUR PELAKSANA : Kepala Sub Bagian Humas, Budi Susilo, S.Sos; KOORDINATOR LIPUTAN : Sri Sumarni, SE; PELIPUT/PENYUNTING : Ign. Budi Kristiawan; Andy Wijayanto, S.Kom; Lukman Fahmi, S.HI; Dwi Kadarsih; Devyna Kristiyani; Sudibyo Budi Susanto, A.Md; Fatih Ashthifani; Hari Oktavia; SETTING & LAY OUT : Putra Karya Offset; DISTRIBUSI : Udiono, Kusno dan distributor Kelurahan se-Kota Salatiga; ALAMAT REDAKSI : SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA, Jl. Letjend. Sukowati No. 51 Salatiga 50731 Telp/Fax. (0298) 326674. Redaksi menerima sumbangan naskah, tulisan, karikatur. Redaksi berhak mengubah atau mengedit tanpa menghilangkan esensinya. Tulisan/naskah yang dilengkapi foto dialamatkan ke Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga Jl. Letjend. Sukowati 51 Salatiga, atau ke email:
[email protected]. Bagi yang dimuat, akan mendapat imbalan.
4
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
FORUM KOMUNIKASI DPRD SALATIGA
Olimpisme Atlet Atletik Salatiga
Foto: andy
B
etapapun sulitnya jalan yang mereka lalui, para atlet menikmatinya. Tekad atlet tak lepas dari sumpah yang selalu mereka ucapkan. Demi Kejayaan Olahraga dan Kehormatan Negeri atau For the glory of sport and the honor of our teams. Hal tersebut telah dibuktikan oleh atlet Salatiga yang beberapa waktu lalu telah meraih kejuaraan di ajang internasional. Untuk memberikan rasa bangga terhadap atlet Kota Salatiga, Komisi A DPRD Kota Salatiga Bidang Hukum dan Pemerintahan menerima para atlet atletik tersebut yang berprestasi dalam ajang Kejuaraan SEA Youth Atlethics Championships di Thailand. Adapun tempatnya di Ruang Garuda Sekretariat DPRD Kota Salatiga pada Selasa 26 April 2016, atlet yang meraih medali dalam ajang tersebut adalah Rike Febrianti (13th) peraih medali perak lari 3.000 meter, Lifiana R (16th) peraih medali emas lari 4 x 100 meter dan Nanik Dwi (16th) peraih medali perunggu lari 1.500 meter serta medali perak steeplechase 2.000 meter. Pendamping atlet selama di Thailand, Cendekia R mengatakan bahwa kejuaraan SYAC yang ke-11 ini diselenggarakan di Thammasat University Sport Complex Thailand pada tanggal 23-24 April 2016 dengan memperlombakan 17 nomor perlombaan . Ketiga atlet Salatiga tersebut patut dibanggakan, karena ditengah-tengah perbedaan cuaca antara negara Indonesia dan negara Thailand mereka dapat tetap mendapatkan juara walaupun tidak semua atlet mendapatkan medali emas, ujar Cendekia usai acara penerimaan atlet oleh Komisi A DPRD Kota Salatiga.
Selain itu pendamping atlet Cendekia R mengungkapkan bahwa, remaja-remaja ini nantinya akan dipersiapkan kembali untuk mempersiapkan diri mengikuti kejuaran PON Indonesia tahun depan. Ketua Komisi A DPRD Kota Salatiga Dance Iskak Palit. M.Si mengatakan prestasi anak-anak kita ini sangat membanggakan dan kita perlu memberikan apresiasi yang tinggi kepada mereka yang telah ikut mengharumkan nama bangsa dan negara. “Pemerintah seharusnya memberikan penghargaan kepada mereka dalam bentuk apapun, prestasi mereka bukan lagi tingkat nasional namun sudah dalam tataran internasional.” Ungkap Bung Foto: andy Dance (is/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
5
Mimbar
PASAR TRADISONAL Simbul Ekonomi Kerakyatan Foto: Andy
Dialog Ketua DPRD dengan pedagang pasar
Foto: Andy
Pasar rakyat adalah simbol ekonomi kerakyatan maka perlu diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat memberi pemerataan kesejahteraan bagi rakyat. Pasar rakyat itu penting karena berkontribusi pada perekonomian rakyat, maka pasar rakyat harus diberdayaan.
P
asar tradisional adalah simbol dan eksistensi dari ekonomi kerakyatan. Pasar tradisional tidak bisa dilihat dari satu sisi saja yaitu tempat orang melakukan jual beli, namun harus lebih dalam lagi yaitu pasar juga merupakan hajat masyarakat. Membiarkan pasar tradisional tergerus oleh arus modern dan serangan pemilik kapital sama saja membiarkan ekonomi rakyat kita mati perlahan-lahan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPRD Salatiga M. Teddy Sulistio, SE saat bersama Majalah Jiwaraga di ruang kerjanya.
6
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
”Kehidupan pasar tradisional memang tidak harus dari APBD, namun menjadi tugas Pemkot dan Dewan agar setiap tetes dana APBD menjadi stimulus bagi setiap usaha masyarakat untuk menggerakkan ekonomi melalui pasar rakyat. Kami harus memastikan bahwa membangun sarana, prasarana, dan infrastruktur pasar tradisional yang memadai berjalan dengan baik,” tandasnya. Memang di Kota Salatiga sejak tahun 90an para pemilik modal sudah mulai bercokol di pasar-pasar rakyat yang mengakibatkan bangkrutnya pedagang kecil. Sejak tahun 1995, aset pasar kita telah diserahkan untuk dikelola investor, dan hasilnya tidak pernah menggembirakan. Pada tahun itu, pemerintah telah menggandeng PT Matahari Mas Sejahtera untuk menggarap dua pasar rakyat yang terletak di tengah kota, yakni Pasar Lama dan Pasar Berdikari. Pasar Lama dibangun menjadi pasar berlantai II dan disebut dengan nama Pasar Raya I, sedang Pasar Berdikari dibangun berlantai VI. Namun pedagang hanya mau berdagang di lantai dasar serta lantai I, sedang lantai II ke atas sengaja dihindari karena sepi. Memang wajah Pasar Raya II nampak gagah. Namun bagian dalam Pasar Raya II, dari lantai II sampai VI kosong tak terhuni. Ini hanya sebagian kecil, masih banyak pasar kita yang yang perlu diberdayakan, dari Pasar Jetis sampai Pasar Rejosari. Karena itulah Ketua DPRD Salatiga selalu memperhatikan pasar tradisional yang ada di kota ini. Menurut beliau, sangat dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah yang adil dan sehat, bukan sekedar perdagangan yang bebas. Karena adanya pasar
M. Teddy Sulistio, SE bersama Forkompinda mengunjungi Pasar Raya Salatiga.
modern yang tanpa kontrol akan mematikan para pedagang kecil. Selain itu, perputaran ekonomi yang mewakili rakyat banyak dalam konteks pasar tradisional akan bergeser kearah perputaran ekonomi yang hanya dinikmati oleh sedikit orang penguasa modal, bukan rakyat banyak. Munculnya super market maupun mini market, seperti Indomaret, Alfamart, dan lain sebagainya yang tanpa kontrol akan mengakibatkan pedagang pasar tradisional mengalami penurunan jumlah pembeli dan akan berdampak pada menurunnya penghasilan mereka. Dengan begitu, Ketua DPRD berharap agar pasar tradisional memiliki daya saing tersendiri, sehingga dinamika pasar tidak dimonopoli oleh pengusaha besar dan rakyat sebagai konsumen tetap memiliki banyak pilihan tempat untuk berbelanja. Maka perhatian Pemerintah Kota untuk menjamin terciptanya pemerataan dan keadilan ekonomi disini sangat diperlukan. “Ada banyak alternatif yang bisa bisa dilakukan oleh Pemkot untuk mengangkat kembali kekuatan Pasar Rakyat kita, diantaranya adalah pembatasan jumlah pertumbuhan pasar modern. Ini perlu ada Peraturan Walikota (Perwali) yang bisa melakukan pembatasan terhadap kehadiran pasar modern” tandas Ketua DPRD. Selain itu, pembatasan jarak lokasi antara pasar modern dan pasar tradisional menjadi penting. Di kota lain ada Perda yang berusaha memberi perlindungan terhadap pasar tradisional berikut pelaku ekonomi di dalamnya, misalnya diatur bahwa minimarket jaraknya harus 500 meter dari toko tradisional dan supermarket jaraknya 1000 meter dari pasar tradisional.
Namun yang lebih penting adalah adanya pendampingan dan penguatan infrastruktur pasar tradisional, misalnya dengan menciptakan tempat dan suasana yang lebih nyaman dalam aktivitas Foto: jual beli boedy’s antara pedagang dan pembeli. “Kalau pasarnya bersih, tidak becek, tidak kumuh, tertata dengan baik, orang pasti banyak yang datang untuk berbelanja. Transaksi jual beli akan naik, ekonomi masyarakat juga akan naik, dan berimbas pada naiknya taraf penghidupan masyarakat. Jika taraf penghidupan masyarakat naik, maka masyarakat akan mampu sekolah, dan jika sakit tidak usah memakai BPJS. Jadi jangan hanya dilihat dari berapa besar APBD yang yang dikeluarkan Pemerintah Kota, namun harus dilihat dari kebangkitan sebuah ekonomi pasar yang memiliki dampak berantai”, katanya. Jika Pemerintah Kota telah telah memiliki Peraturan Daerah yang mengatur akan pembatasan tersebut, perlu dipastikan adanya implementasi yang baik. “Jika lagi-lagi implementasi yang ada tidak berjalan dengan baik maka Perda tersebut akan siasia”, ungkap Bung Teddy. Dalam hal ini sangat perlu adanya peran masyarakat luas untuk kembali mewacanakan dan ikut berpartisipasi mendorong kemajuan pasar tradisional kita. “Masyarakat kita perlu pembiasaan diri untuk kembali memilih pasar rakyat dan pasar tradisional sebagai tujuan untuk membeli berbagai kebutuhan sehari-hari. Di pasar rakyat kita bisa melakukan tawar-menawar harga, dan kalaupun harganya akan lebih tinggi dari harga super market setidaknya kita memberi keuntungan kepada pelaku ekonomi kecil”, ungkap Ketua DPRD Salatiga.(ss/sn)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
7
Mimbar
BUTUH KOMITMEN Mengurus Pasar Tradisional
W
a k i l Ketua DPRD M. Fathur Rahman, SE. MM, menyatakan M. Fathur Rahman, SE. MM b a h w a p a s a r tradisional merupakan budaya dan karakter masyarakat yang telah melekat sejak dahulu. Di sana ada penjual dan pembeli yang bisa berinteraksi, dengan tawar menawar. Bahkan bisa juga pembeli dapat menjadi pelanggan tetap karena komunikasi yang terjalin. Ada nilai yang terbangun dalam lingkungan pasar tradisional. Mampukah Pemkot Salatiga menjaga pasar tradisional agar tetap lestari namun juga memodernkan pasar tersebut dalam fasilitasnya. “Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam merevitalisasi pasar tradisional masih lebih menekankan pada perbaikan fisik bangunan pasar. Masih sangat jarang yang disertai dengan pembangunan kelembagaan seperti mengembangkan organisasi pengelola dan pembina pasar tradisional, termasuk di dalamnya pengembangan sistem manajemen pasar beserta Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat serta pedagang pasar,” tuturnya. “Bahkan di Salatiga pasar tradisional masih berhenti di tempat, bagaimana tidak banyak pedagang yang memakai trotoar sebagai tempat berjualan. Padahal los yang disediakan sudah ada, dengan alasan sepi dan lain hal para pedagang memilih menempati lahan yang sebenarnya terlarang,” tambah beliau. Dalam pengamatan Mas Maman, begitu panggilan akrab beliau, di Salatiga banyak los pasar yang terlihat tidak terpakai, seperti Pasar Blauran II, Pasar Raya I lantai II, Pasar Ayam dan Ikan, juga los shoping. Maka komitmen bersama baik masyarakat serta pemerintah sangat dibutuhkan. Dulu Jalan Taman Pahlawan atau jalan tembus dari Jalan Jenderal Sudirman menuju Pasar Baluran sudah pernah ditertibkan, tidak ada lagi pedagang yang menjajakan dagangan di trotoar, namun seiring berjalannya waktu suasana kembali seperti sebelumnya padat dan penuh dengan dagangan. “Maka komitmen antara pedagang dan pemerintah sangat penting untuk menjalankan kesepakatan yang telah ada. Dengan komitmen tersebut semakin lama para konsumen akan menyesuaikan diri. Para pembeli akan mencari penjual yang menjadi langganannya. Ketertiban sangat penting untuk meciptakan pasar tradisional yang menarik.
8
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Jika los pasar sudah ada, para pedagang berjualan sesuai dengan lapak miliknya, pemerintah mengamankan agar jangan ada lagi pedagang yang berjualan di trotoar maka semua akan berjalan baik,” lontarnya. Tambahnya, para pedagang akan mau diatur jika tidak ada pelanggaran di lain sisi, para pedagang akan marah jika mereka yang mau tertib dikhianati oleh para pedagang lain. Karena los yang baru ditempati pasti mengalami penyesuaian. Para pelanggan akan mencari dimana penjual langganannya, di situ biasanya pedagang membutuhkan kesabaran dan mengatur perputaran modal. Karena tidak mungkin mereka yang pindah ke tempat baru langsung laris seperti sebelumnya. “Bila diperlukan pemberian sanksi bagi pembeli yang membeli di zona terlarang, bisa juga diberlakukan. Ini adalah salah satu jalan untuk menjaga komitmen akan keberlangsungan pasar tradisional. Pasar tradisional masih menjadi primadona bagi masyarakat, oleh karenanya penataan adalah solusi untuk menjaga keberlangsungan pasar tradisional itu sendiri. Jangan sampai komsumen beralih ke pasar modern yang sudah mulai ada di kota ini,” lanjut Mas Maman. “Berbenah diri adalah kata tepat bagi para pedagang agar tercipta pasar tradisional yang ramah. Jika tempat sudah dibangun, para pedagang menempati losnya, kebersihan, ketertiban dijaga maka pasar tradisional akan tambah menarik,” usul beliau. “Di sisi lain Pemkot Salatiga juga harus mengatur keberadaan pasar modern, agar tidak mengganggu pasar tradisional. Sebenarnya para pembeli di pasar tradisional ini tidak akan beralih ke pasar modern karena pangsa pasar keduanya berbeda. Namun penting juga mengantisipasi migrasi konsumen tersebut, ini menjadi tugas Pemkot sepenuhnya,” imbau Wakil Ketua DPRD ini. “Pasar modern atau toko modern yang ada biasanya dibarengi dengan berdirinya pedagang kaki lima baru, misalnya pedagang gorengan, martabak dan lainnya. Ini celah yang bisa diambil oleh masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja. Masyarakat harus cepat dan tanggap akan peluang tersebut, jangan sampai peluang yang ada menjadi sia-sia. Toko modern telah berdiri, mengambil manfaat lain adalah solusi yang penting,” tambah Mas Maman. Ditegaskan kembali bahwa komitmen dari berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam mengurus pasar tradisional.(lf/ss)
Mimbar
PASAR TRADISIONAL Derajatnya Perlu Dinaikkan
S
udah saatnya pasar tradisional diangkat derajatnya, demikian petikan komentar yang diberikan Ir. Hj. Diah Sunarsasi, Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga. Menurutnya, tugas menaikkan derajat pasar tradisional tersebut menjadi kewajiban Pemkot Salatiga. “Pasar merupakan aset yang pengelolaannya dibawah Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM), oleh karenanya Pemkot adalah penentu baikburuknya pasar tersebut. Memang mengatur pasar tidak mudah, karena yang ditata bukan benda mati. Di pasar ada pedagang yang memiliki latar belakang berbeda, ada tukang parkir dan profesi lainnya ada di dalamnya. Dengan demikian pemetaan masyarakat pasar perlu dilakukan dalam pembangunan pasar itu sendiri,” tutur Ir. Hj. Diah Sunarsasi. Masih ungkap beliau, banyak sekali permasalahan yang harus diurai jika ingin mengangkat derajat pasar tradisional. “Masyarakat pasarnya juga harus diberikan pemahaman bahwa pasar yang bagus adalah menjadi kebutuhan mereka sendiri. Jika tempat mereka berdagang tidak layak, tidak rapi, kumuh dan becek waktu musim hujan tentunya akan mempengaruhi omzet penjualan,” ungkapnya. “Coba kita amati, jika hujan turun apakah para pedagang yang berjualan di trotoar ada yang membeli. Apakah yang berjualan di emperan pasar di luar peneduh ada yang beli, hampir tidak ada pembeli saat hujan seperti itu. Apakah kita memilih membeli sayuran di pasar yang becek atau warung yang nyaman, tentu pilihan kita jatuh kepada warung yang nyaman. Ini adalah logika sederhana, maka menjadikan pasar tradisional dengan fasilitas modern menjadi kebutuhan.” tambahnya. Banyak daerah yang berhasil dalam pengelolaan pasar tradisionalnya, itu bermuara pada kebijakan pimpinan daerahnya. “Keberhasilan pembinaan pasar dan pedagang pasar tradisonal sangat ditentukan oleh kepedulian para Kepala Daerah (Bupati dan Walikota) yang diikuti oleh para pejabat di tingkat teknis. Yang terjadi menunjukkan bahwa kebijakan Kepala Daerah yang menetapkan pasar sebagai salah satu sumber PAD tanpa diikuti dengan pengembalian pendapatan ke pasar secara signifikan sebagai tambahan biaya operasional dan perawatan/pemeliharaan serta biaya pembinaan bagi pengelola dan pedagang pasar, maka hal ini menjadi penyebab utama kondisi pasar-pasar
t r a d i s i o n a l memiliki kesan negatif seperti kumuh, semrawut, kotor, dan tidak n y a m a n dikunjungi oleh Ir. Hj. Diah Sunarsasi masyarakat konsumen,” lontarnya. Beliau menambahkan, bahwa rencana yang jelas akan penataan pasar dan diikuti anggaran yang mencukupi menjadi solusi dalam meningkatkan derajat pasar tradisional. “Pemkot Salatiga harus membuat satu pasar tradisional percontohan. Jika program tersebut berhasil tentu akan diikuti oleh pasar tradional lain di kota ini”, tambanya. Pasar percontohan tersebut harus memenuhi kriteria yang mendekati pasar modern. Sarana transportasi pengunjung, saran bongkar muat, sarana pengunjung berupa eskalator, toilet yang bersih, sanitasi yang memadahi, hydran air jika terjadi kebakaran, tempat sampah berikut pengelolaannya hingga parkir yang memadahi. “Pasar yang ada seperti Pasar Raya I, meski Foto: Dinsosnakertrans hanya 2 lantai itu membuat pengunjung enggan naik. Berbeda bila ada eskalator yang memudahkan para pengunjung. Pemerintah harus memberikan sarana kemudahan agar para pembeli tidak lebih memilih membeli kebutuhan di pedagang yang ada di bahu jalan pasar”, jelas wakil rakyat dari Sidorejo ini. “Belum lagi kesan semrawut sangat terlihat bila ada proses jual beli di luar pasar. Ada lagi dampak sampah yang selalu mengikuti. Sampah yang ada usai jam pasar selesai adalah sampah yang ditimbulkan dari jual beli di luar pasar. Jika jual beli di dalam pasar, para pedagang lebih sadar membersihkan sekitar tempat usahanya karena merasa memiliki. Pedagang dalam pasar tidak akan meninggalkan tempat dagangannya sebelum bersih dari sampah, ini terlihat di Pasar Raya I lantai II, los daging dan bumbu selalu bersih dari sampah. Para pedagang akan meluangkan tenaga membersihkan lokasi dagangan ketika tidak ada pengunjung serta dagangan habis. Berbeda dengan yang di luar pasar, jam pasar usai, sampah akan terlihat berserakan dimana-mana,” ungkapnya. “Oleh karenanya tidak ada salahnya Pemkot membuat pasar percontohan yang mewah fasilitas dan tertata sehingga akan memudahkan dan menguntungkan semua pihak”. kata Ir. Hj. Diah Sunarsasi.(lf/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
9
Artikel
MEMBENTUK MORAL GENERASI PENERUS Melalui Pendidikan Keluarga *)
Oleh: Brigitta Orizha Sativa
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, keluarga adalah agen sosialisasi pertama yang dilalui oleh seseorang, karena keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali dirasakan dalam suatu lingkungan.
S
istem pendidikan di Indonesia masih berkutat pada persoalan visi pendidikan nasional yang terus berganti sesuai perubahan rezim pemerintahan. Tak heran, kualitas pendidikan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Sehingga sangatlah penting untuk mengembalikan serta meningkatkan peran keluarga sebagai fondasi pendidikan anak. Selain rendahnya salah satu aspek kecakapan untuk bertahan hidup tersebut, moralitas generasi penerus bangsa juga terancam oleh budaya korup dan ketidakjujuran. Rendahnya pendidikan dan peran keluarga akan berdampak pada kehancuran generasi yang akan datang. Hal ini dapat saya gambarkan banyak perilaku negatif pada anak-anak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dampak dari rendahnya ilmu yang
10
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Siswa KB-TK Eben Haezer di Kantor DPRD Kota Salatiga.
dimiliki masyarakat tentang peran keluarga dalam pendidikan. Masyarakat tidak menyadari bahwa sebenarnya pendidikan yang utama terdapat pada lingkungan pendidikan keluarga. Persoalan dalam dunia pendidikan Indonesia sangat kompleks. Meski demikian, kompleksitas itu harus diurai satu per satu dan dimulai pada periode perkembangan anak, saat anak masih berusia dini. Untuk itu, perlu ditingkatkan peran keluarga dalam proses pendidikan anak. Terlebih di era globalisasi dan informasi ini, pendidikan tidak akan lepas dari adanya peran keluarga, dan peran keluarga tersebut merupakan kategori kebutuhan primer. Mengapa saya katakan demikian, karena begitu hebatnya pengaruh globalisasi dan informasi saat ini, sehingga akan memberikan pengaruh signifikan terhadap keluarga
Ketua dan beberapa anggota DPRD foto bersama siswa SD Muhammadiyah Plus Kota Salatiga.
yang dapat mengakibatkan pengaruh negatif dari dampak teknologi dan informasi saat ini khususnya pada anak-anak. Pendidikan adalah proses pendewasaan, di dalamnya terdapat usaha dan pembinaan untuk menjadikan kepribadian seseorang menjadi lebih baik dan tidak keluar dari aturan atau norma yang ada di masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Sikap mereka di sekolah, di lingkungan dan masyarakat adalah cerminan bagaimana kehidupan mereka di rumah, yang tentu tidak terlepas dari didikan orang tuanya. Rumah merupakan sekolah pertama bagi tumbuh kembang anak, dan orang tua adalah guru utama bagi tahuntahun pertama kehidupan mereka. Karena usia dini adalah usia meniru, maka orang tua adalah model bagi anaknya. Oleh karena itu, keluarga menjadi ujung tombak dalam perkembangan sosio-emosinya. Dari uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa peran keluarga adalah dasar penentu hasil pendidikan keluarga yang lainnya, karena pertama dan utama pendidikan berada pada lingkungan keluarga. Baik buruknya peran keluarga akan berdampak pada
Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan manusia yang bertujuan untuk memanusiakan manusia. Karena esensi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pendidikan itu sendiri harus memanusiakan manusia, pendidikan dapat menghantar manusia untuk menentukan dirinya sendiri secara bebas dan bertanggunjawab. pendidikan selanjutnya dan keberadaan anggota keluarga di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya penguatan pendidikan bagi masyarakat yang bertujuan untuk memberikan ilmu dan bekal agar masyarakat tingkat bawah memahami pentingnya peran keluarga, dengan masyarakat memahami tentang peran keluarga dalam pendidikan maka akan meningkatkan pula kesadaran bagi masyarakat tentang begitu penting dan besarnya peran keluarga yang akan berpengaruh pada pendidikan anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya. *)
Penulis adalah siswa Kelas XI IPA 3 SMAN 3 Salatiga
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
11
Opini
Lima Zaman yang membentuk Sebuah Peradaban
“KOTA SALATIGA” *)
Oleh: Kampoeng Salatiga*) Terminal Salatiga Tempoe Doeloe
K
ota adalah sebuah element penting dalam perkembangan sebuah bangsa, Karena perkembangan Sebuah masyarakat dan pola hidupnya dipengaruhi oleh perkembangan kotanya secara umum. Terdapat proses yang panjang untuk sebuah tempat yang dihuni oleh masyarakat dapat dinamakan dan ditetapkan sebagai sebuah Kota. Salatiga adalah sebuah kota kecil di Jawa Tengah dan tidak banyak orang yang mengetahui keunikan, kekayaan kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Kota Salatiga, Salatiga lebih dikenal sebagai kota yang adem ayem dan kota pensiunan. Salatiga dalam perkembangan sejarahnya memiliki 5 zaman berbeda yang berpengaruh dalam perkembangan kebudayaan dan pola hidup masyarakat Salatiga. Kelima zaman tersebut adalah zaman Hindu, Zaman Islam, Zaman Kolonial, kemerdekaan, dan Pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Soekarno. Kelima jaman yang pernah ada di Salatiga ini mewarnai perkembangan kota dari berbagai macam aspek, dari ekologi, tata kota, masyarakat, kebudayaan, dan masih banyak yang lainnya. Bukti dari kelima jaman di Salatiga ini masih dapat dilihat dan dikenang hingga saat ini, mulai dari bukti bangunan, pustaka, potret. Namun tidak banyak yang mengetahui hal ini, bahkan penduduk Salatiga sendiri tidak banyak yang menyadari kekayaan Salatiga
12
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
seperti ini. Dari bukti-bukti yang masih dapat kita temukan, kita dapat mengetahui keadaan suatu zaman. Kelima jaman dalam sejarah yang dimiliki Kota Salatiga diawali dengan zaman Hindu yang dibuktikan dengan ditemukannya berbagai macam peninggalan peradaban Hindu yang tersebar di beberapa wilayah di Salatiga seperti ditemukannya antevik candi bercorak Hindu (Hiasan Candi), Lingga (perlambang alat Kelamin Siwa), Yoni (perlambang alat kelamin Durga, istri Siwa), atap Candi, lapik Candi yang ditemukan di daerah Turusan, Kemudian Prasasti Plumpunngan yang berangka tahun 750M yang pada akhirnya dijadikan sebagai acuan hari jadi Kota Salatiga, Antevik candi yang ditemukan di daerah Pancuran Salatiga, patung Nandi(lembu) yang ditemukan di Universitas Kristen Satya Wacana, dan masih banyak penemuan lainnya. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa pernah ada peradaban Hindu di Salatiga yang dahulu pada abad ke VII-XV dikenal sebagai periode Hinduisasi di Nusantara yang berakhir dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, dan ternyata Salatiga juga termasuk dalam bagian proses Hinduisasi tersebut. Kedua adalah Zaman Islam yang dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan masa Islam seperti makam Islam dan masjid, juga beberapa topologi daerah di Salatiga, dan pola kota tradisional yang mendapat pengaruh Islam masih dapat dilihat di
Bundaran Pancasila, dimana dahulu adalah pusat pemerintahan tradisional yang disebut kepatihan dengan alun-alun sebagai pusat kota yang disekitarnya terdapat rumah tinggal Patih yang lebih dikenal dengan kepatihan, Masjid, dan fasilitas kota lainnya yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Topologi sebuah daerah yang ada di Salatiga yang mendapat pengaruh islam salah satunya adalah daerah kauman, daerah kauman ini pada masa islam dikenal sebagai daerah para Santri dan Kiai, saat ini di kauman masih terdapat Masjid yang megah dan dipercaya sebagai masjid tertua di Salatiga, yang juga masih dikenal sebagai Masjid Kauman. Ketiga adalah jaman kolonial yang dapat dilihat dari wajah Kota Salatiga yang lebih modern, tata Kota Salatiga yang mengikuti tata Kota di Eropa, dengan pusat kota yang saat ini dapat dilihat di bundaran depan Ramayana sebagai pusat kota yang menghubungkan 4 ruas Jalan. Di sekitar pusat kota kolonial itu dahulu terdapat kantor Pemerintahan, rumah Dinas Assistant Resident (Setingkat Walikota), dan taman kota, kemudian yang sampai saat ini masih bisa dilihat adalah tata kota yang membedakan pemukiman antara warga Eropa dengan etnis Tionghoa sebagai penggerak ekonomi, kawasan Tionghoa sebagai pusat perdagangan terdapat di ruas jalan Jendral Sudirman yang dahulu dikenal sebagai Solowech, dan pemukiman untuk bangsa Eropa dikususkan ruas jalan Diponegoro yang dahulu dikenal dengan jalan Toentang Wech. Keempat adalah pasca kemerdekaan Indonesia, Salatiga juga turut andil dalam masa pasca kemerdekaan bangsa Indonesia. Salah satunya ketika peristiwa bumi hangus yang dilakukan pada saat agresi militer Belanda ke 2 di Salatiga pada tahun 1948. Upaya Bumi Hangus ini dilakukan oleh masyarakat Salatiga agar bangsa Kolonial tidak dapat mempergunakan fasilitas kota sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan bangsa kolonial di Salatiga. Beberapa Bangunan yang dibumihanguskan adalah Hotel berg en dal yang pada masa kolonial digunakan sebagai penginapan khusus masyarakat pribumi. Kelima adalah pasca pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Ir Soekarno, Salatiga juga menjadi bagian dalam sejarah kehidupan Presiden Soekarno dibuktikan dengan pertemuan atau kisah cinta Ir Soekarno dengan istri ke-4nya bernama Hartini di Salatiga saat dirinya melakukan kunjungan ke daerahdaerah di Jawa Tengah, dengan bangunan rumah dinas Walikota saat ini yang menjadi saksi bisu pertemuan keduanya. Hal ini dikatakan dalam sebuah buku karangan Arif Budiman yang berjudul “Kebebasan, Negara, Pembangunan”. Dalam masa pemerintahan Orde Lama ini jiwa jaman kala itu masih menunjukkan semangat nasionalisme yang tinggi, apalagi masyarakat Salatiga dapat mendengar dan merasakan langsung ketika salah satu founding father bangsa ini yaitu Ir. Soekarno berbicara langsung di
Salatiga Tempoe Doeloe
depan masyarakat Salatiga pada tahun 1952 di depan Ramayana saat ini. Dari bukti-bukti di atas kita dapat melihat bahwa Kota Salatiga memiliki berbagai macam kekayaan pengetahuan dari beberapa jaman yang memotret setiap kehidupan masyarakat pada jamannya. Dari masing-masing jaman memiliki ciri khas dan jiwa jamannya masing-masing. Salatiga hanya sebuah kota kecil namun tidak banyak kota yang memiliki peninggalan dari beberapa jaman yang membentuk sebuah Kota seperti Salatiga. Dengan kekayaan ilmu pengatahuan dan kebudayaan seperti ini seharusnya Salatiga dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut sebagai sebuah pioner dalam dunia pariwisata di Salatiga. Dengan potensi seperti ini masyarakat Salatiga seharusnya bangga dan bisa mengenal kotanya lebih jauh dan mendalam dari berbagai macam aspek. Mengenalkan dan penyadaran mengenai sejarah dan budaya sebuah kota yang menjadi identitas dan jatidiri kotanya sangat penting untuk dilakukan, agar masyarakat mempunyai rasa memiliki kotanya. Maka dengan rasa memiliki ini pembangunan sebuah kota akan lebih termonitor oleh masyarakatnya. Inilah salah satu wujud keistimewaan kota kecil yang dikenal dengan nama Kota Salatiga. *)
tulisan diambil dari Kampoeng Salatiga dalam Sejarah dan Budaya.
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
13
Laporan Utama
MORATORIUM Pendirian Toko Modern Jadi Kesepakatan Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Salatiga tentang moratorium atau penghentian sementara pemberian izin toko modern harus dilaksanakan. Apalagi adanya beberapa toko modern yang terlalu dekat dengan pasar tradisional, ke depan izin perpanjangan tidak bisa diberikan karena menyalahi Perda. Syarat pendirian toko modern harus berjarak minimal 500 meter dengan pasar tradisional, jika ini tidak terpenuhi maka toko modern tersebut harus menyiapkan diri untuk pindah lokasi.
D
alam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat, Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2012 membentuk lembaga pelayanan perizinan terpadu yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT dan PM). Sejarah lembaga pelayanan perizinan terpadu dimulai dengan berdirinya lembaga One Stop Service (OSS)/KPT pada tahun 2000. Kemudian kewenangan perizinan terpadu berada pada UPT PTSP Badan Penanaman Modal dan Pengembangan Usaha Daerah (BPMPUD). Selanjutnya, BPMPUD dibagi menjadi 2 kantor yaitu Kantor Penanaman Modal dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Hingga pada 2 Januari 2012, fungsi-fungsi Penanaman Modal dan Perizinan digabung berdasarkan Perda Kota Salatiga Nomor 9 Tahun 2011 menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal. Berdasarkan Peraturan Walikota Salatiga Nomor 15 Tahun 2014, BPPT dan PM Kota Salatiga saat ini melayani 58 jenis izin. Instansi ini menjadi pintu terakhir perizinan, karena yang mengeluarkan sertifikat perizinan. Namun ternyata badan ini sangat tergantung dengan dinas yang berkompeten seperti Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM), Kantor Lingkungan Hidup (LH) ataupun Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Cipkataru). Bila salah satu instansi ini belum mengeluarkan rekomendasi maka BPPT dan PM pun tidak berhak mengeluarkan surat izin. Bagaimana badan ini menaggapi munculnya toko modern di Kota Salatiga, Berdasarkan hasil
14
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Priyono Soedharto, SH. Kepala BPPT dan PM Kota Salatiga Foto: Andy
wawancara dengan Kepala BPPT dan PM Salatiga Priyono Soedharto, SH. tugas pokok BPPT dan PM adalah melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu dan penanaman modal. Jadi semua perizinan terkait pula dengan usaha maka harus memiliki izin dari badan ini. Termasuk pula pendirian toko modern. "Izin pendirian toko modern sejak beberapa bulan lalu sudah dimoratorium, sehingga tidak ada aktifitas proses perizinan yang diajukan atau diproses hingga saat ini. Dengan adanya moratorium ini berarti toko modern yang ada sekarang akan didata, dipetakan dan dianalisis keberadaannya. Misalnya, apakah lokasi yang ditempati sekarang sesuai dengan Perda yang ada ataukah menyalahi. Kajian tersebut dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Perindustian Perdagangan Koperasi dan UMKM,” terang Priyono Soedharto. Masih lanjut Kepala BPPT dan PM, bahwa moratorium tersebut akan menghasilkan kebijakan yang menentukan atas keberadaan toko modern.
PENGURUSAN IJIN DAERAH (Persetujuan Prinsip, HO, IMB, Ijin Lokasi, dll)
PENGURUSAN IJIN PRINSIP PENANAMAN MODAL (Jika perusahaan termasuk dalam badan usaha yang mendapat fasilitas fiskal)
PENGURUSAN IJIN TEKNIS DAERAH (Ijin Pendirian Hotel, Ijin Restoran, SIUP, TDP dll)
PENGURUSAN IJIN USAHA PENANAMAN MODAL
Catatan : semua pengurusan ijin untuk PMDN dilakukan di BPPT dan PM Kota Salatiga selaku Perangkat Daerah Kab/Kota Penanaman Sumber: BPPT&PM Salatiga
“Toko modern di sini perlu kita bedakan, jika munculnya toko tersebut langsung memiliki sistem jaringan dan layanan toko modern maka ini memang masuk kategori toko modern. Yang kita kenal di Salatiga adalah Indomart dan Alfamart. Namun berbeda dengan toko yang awalnya merupakan warung biasa dan karena kemajuan akhirnya menggunakan sistem modern (swalayan) maka ini malah harus dijaga. Toko jenis ini adalah toko mandiri dan tidak terikat dengan sistem jaringan nasional, sehingga jika ada toko yang berkembang semacam ini, maka adalah suatu prestasi bagi pemilik juga pemerintah,” jelas Priyono Soedharto. Priyono Soedharto menginformasikan bahwa proses pengkajian sedang dilakukan oleh dinas terkait di atas. Pelaksananya hasil kajian adalah Dinas Perindustian Perdagangan Koperasi dan UMKM.
Sedangkan hasil dari kebijakan tersebut akan dilaksanakan pada anggaran perubahan, maksimal bulan Desember. “Kita juga telah melakukan hearing (dengar pendapat dengan DPRD, yang berkompeten dalam permasalahan in adalah Komisi B. Dalam kesepakatan pertemuan tersebut menghasilkan dilaksanakannya moratorium perizinan pendirian toko modern. Sehingga diikuti pula kebijakan pengkajian serta dalam pelaksanaan program ke depan akan berdasar kepada Peraturan Walikota atau bisa juga dengan Keputusan Walikota,” imbuhnya. “Jumlah Indomart dan Alfamart dari sejak masuk di kota ini hingga sekarang ini sebanyak 33 unit. Dengan rincian 22 unit Indomart dan 11 Alfamart. Terus yang perlu kita ketahui bersama sekarang muncul cafe point milik Indomart dan Alfamart, jenis ini tidak masuk dalam kategori toko modern. Keduanya masuk dalam konteks cafe yang perizinannya adalah ke Dinas Perhubungan Komunikasi Budaya dan Pariwisata,” terang Priyono Soedharto. “Jadi kita pastikan kembali bahwa semenjak moratorium perizinan dan pendirian toko modern ini berlangsung, tidak boleh ada lagi pihak yang mengajukan izin. Kebijakan boleh ada izin kembali atau tidaknya tentu menunggu hasil dari kajian instansi terkait. Selanjutnya kemungkinan penyalahgunaan izin, misalnya pengajuan izinnya adalah pendirian cafe namun di dalamnya terjadi layanan toko modern maka itu adalah pelanggaran. Jika ini terjadi maka akan dilakukan penertiban oleh instansi yang berhak, dalam hal ini tentunya Satpol PP. Prosedur tentunya dimulai dari pengiriman surat teguran terlebih dahulu agar dilakukan perbaikan. Jika teguran tidak diindahkan tentunya akan ada tindakan lanjutan,” ungkapnya. “Toko modern yang ada sekarang ini semua telah memiliki izin, izin tersebut tentu melalui proses sebagaimana yang disyaratkan. Mulai dari masyarakat sekitar toko, sehingga masyarakat pun tahu apa dampak dan keuntungan bagi mereka atas pembangunan toko. Jika merugikan maka warga tentu tidak akan setuju dan Dinas Perindustian Perdagangan Koperasi dan UMKM pun tidak akan memberikan rekomendasi pendirian dan kami BPPT dan PM juga tidak akan mengeluarkan surat izin,” tambanya. Priyono Soedharto menambahkan, ada beberapa toko modern yang terlalu dekat dengan pasar tradisional, ke depan izin perpanjangan tidak bisa diberikan karena menyalahi Perda. “Dalam syarat pendirian toko modern harus berjarak minimal 500 meter dengan pasar tradisional, jika ini tidak terpenuhi maka toko modern tersebut harus menyiapkan diri untuk pindah lokasi. Ketua DPRD Salatiga bahkan menyarankan agar toko modern diarahkan ke jalurjalur pinggiran kota, agar bisa memecah keramaian kota,” pungkas Kepala BPPT dan PM ini.(lf/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
15
Laporan Utama
KESEIMBANGAN PASAR Mengatur Jalannya Perekonomian Guna mengatur jalannya Perekonomian, dan menciptakan keseimbangan antara pasar Tradisional dan modern di Salatiga kita telah memiliki Perda Nomor 3 tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan termasuk mengatur dan menata keberadaan dan pendirian perbelanjaan dan toko swalayan di wilayah tertentu.
P
asar tradisional adalah pasar yang dikelola secara sederhana dengan bentuk fisik tradisional yang menerapkan system transaksi tawar menawar secara langsung dimana fungsi utamanya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Untuk harga yang ditawarkan mempunyai sifat yang tidak pasti, oleh karena itu bisa dilakukan tawar menawar. Sedangkan untuk pasar modern pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di perkotaan. Dengan manajemen modern pelayanan kepada konsumen tentu menjadi peringkat utama. Dengan fasilitas ruangan yang bersih, ber-AC, serta dengan harga yang sudah terpampang sehingga konsumen sudah mengetahui dengan pasti harga barang yang akan di beli, serta dengan daya pikat promo-promo produk yang bisa membuat konsumen menjadi tertarik membeli padahal sebelumnya tidak direncanakannya untuk membeli barang tersebut.
16
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Ketua DPRD bersama Disperindakop dan UMKM mengunjungi pasar Blauran.
Melihat kondisi yang ada tersebut tentunya masyarakat luas menilai orang akan lebih menyukai untuk berbelanja ke pasar modern, dan hal tersebut berdampak buruk pada perekonomian di pasar tradisional yang sudah ada sebelumnya, itu pendapat dari sebagian orang. Namun benarkah demikian? Tentunya diperlukan kajian lebih lanjut mengenai permasalahan hal tersebut. Menyikapi hal tersebut Muthoin Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kota Salatiga menjelaskan bahwa konsumen pasar tradisional adalah orangorang yang sudah berlangganan berbelanja di pasar tersebut, dengan keunggulan dibandingkan dengan pasar modern. “Sebetulnya adanya pasar modern tidak begitu banyak berpengaruh terhadap pasar tradisional yang ada, dikarenakan segmen konsumen pasar tradisional dengan pasar modern itu berbeda”. katanya. Adapun keunggulan pasar tradisional diantaranya adalah pasar tradisional menyediakan kebutuhan bahan-bahan pokok seperti sayur, buah, rempah-rempah, alat rumah tangga, perlengkapan sekolah, pakaian hingga jajanan pasar yang belum tentu dijumpai jika berbelanja di pasar swalayan. Pasar tradisional memang tidak menyediakan lemari pendingin untuk menyimpan sayur dan buah agar tetap terlihat segar seperti di pasar swalayan. Dengan sepereti itu kita dapat lebih mudah memilih
sayur dan buah mana yang masih bagus atau tidak untuk dibeli. Pasar tradisional lebih banyak menjual hasil bumi negeri sendiri. Jika berbelanja di pasar tradisional maka kita ikut memajukan produk dalam negeri. Belanja di pasar tradisional sama saja dengan membantu mengembakan usaha kecil dalam negeri, Yang tidak kalah pentingnya adalah pasar tradisional terkait harga akan lebih terjangkau dibandingkan dengan swalayan, memungkinkan konsumen membeli buah dan sayuran dengan harga grosir dikarenakan ada unsur-tawar menawar disana. Keseimbangan Pasar Kota Salatiga dengan luas wilayah 56.781 km2 dan penduduk sejumlah 195.498 telah memiliki 13 Pasar tradisional dan 36 pusat perbelanjaan dan toko swalayan dibawah pengawasan Disperindagkop Kota Salatiga. Sebagai catatan untuk jumlah pedagang sekitar 8720 padagang yang tersebar di sejumlah pasar tradisional dengan prosentase skitar 60-70% pedagang berasal dari luar Salatiga. Namun pedagang dengan jumlah yang ada tersebut dirasakan sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat Kota Salatiga pada umumnya. Dalam mengatur jalannya perekonomian kota dan menciptakan keseimbangan antara pasar tradisional dengan modern, Salatiga telah memiliki Perda nomor 3 tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dimana tujuan Perda tersebut mengatur dan menata keberadaan dan pendirian perbelanjaan dan toko swalayan di wilayah tertentu dalam rangka menjaga keseimbangan antara jumlah pasar rakyat dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan. Perda tersebut dikuatkan dengan adanya Surat Edaran Menteri Perdagangan yang dikeluarkan tahun 2014 lalu yang isinya diantaranya adalah meminta kepada Gubernur, Bupati dan Walikota agar untuk sementara tidak mengeluarkan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) sebelum Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), termasuk peraturan zonasinya disahkan atau diterbitkan. Proses pengkajian terkait peraturan zonasinya baru akan dibuat di tingkat kota pada tahun ini. Dengan kata lain Pemerintah Kota untuk saat ini tidak dibenarkan untuk mengeluarkan ijin terkait pendirian toko modern atau swalayan sebelum ketentuan-ketentuan tersebut dipenuhi seluruhnya. Yang tidak kalah penting upaya perbaikan yang terus-menerus dilakukan oleh Dinasperkop. Hal tersebut di ungkapkan Kepala Disperindagkop sebagai upaya penataan pasar tradisional agar menjadi lebih baik sebagai wujud pelayanan kepada para pedagang dan konsumen. Kepala Disperindagkop Kota Salatiga menjelaskan bahwa untuk di tahun ini Disperindagkop Kota Salatiga memiliki kegiatan pemeliharaan fasilitas pasar terhadap pasar-pasar tradisional, rehab-rehab
sarana prasana guna meningkatan kebersihan pasar. Untuk menunjang kualitas pedagang, ada kegiatan pembinaan kepada pedagang-pedagang pasar, Diperindakop juga menggandeng pihak BPJS dengan harapan para pedagang selain mendapatkan pembinaan terkait manajemen, kebersihan, ketertiban, peningkatan kualitas mutu produknya juga mendapat informasi terkait pentingnya kesehatan dan keselamatan bekerja. Pembinaan mandiri juga dilakukan oleh Disperindagkop Salatiga dimana kegiatan tersebut mendorong agar para pedagang-pedagang pasar untuk membuat paguyuban-paguyuban, dimana paguyuban tersebut dapat mengakomodir kebutuhan-kebutuhan para pedagang serta memudahkan Disperidagkop dalam melaksanakan pembinaan dengan cara pengorganisasian para kelompok-kelompok pedagang yang ada di Kota Salatiga. Penertiban Pedagang Upaya Disperindagkop Salatiga untuk menertibkan para pedagang juga dilaksanakan, yaitu melalui sosialisasi di paguyuban para pedagang, hal tersebut dilakukan sebagai upaya Pemerintah Kota agar penataan pasar tradisional dapat ditertibkan sebagaimana ketentuan. Pembinaan secara langsung dilaksanakan tiap pagi di lokasi pasar pagi di pasar pagi depan Pasar Raya I, agar para pedagang tidak mengganggu arus lalu lintas di pagi hari. Selanjutnya operasi pembinaan Pedagang Kaki Lima sebagai upaya penertiban, dimana operasi pembinaan Pedagang Kaki Lima tersebut gabungan antar beberapa SKPD dan instansi diantarnya Satpol PP, Camat, Lurah, Kepolisian, Kodim dan Denpom. Pembinaan tersebut adalah pembinaan terakhir yang dapat dilakukan sebagai upaya penertiban pasar. Disperidakop mengakui keberadaan Pedagang Kaki Lima yang menggunakan badan jalan tersebut merupakan para pedagang di Pasar Blauran II, di karenakan gedung Pasar Blauran II belum representatif sehingga para pedagang menggunakan badan jalan sebagai sarana untuk melaksanakan aktifitas jual beli, untuk saat ini Disperidagkop sedang membuat Desain Engineering yang dijadikan perecanaan untuk perbaikan Gedung Pasar Blauran II dengan harapan agar para pedagang dan konsumen nyaman untuk melakukan aktivitas jual beli dimasa mendatang. Pembinaan UMKM juga dilaksanakan oleh Disperindakop terkait dengan hal tersebut produk dagangan Pasar Tradisional yang ada diantaranya bersumber dari UMKM yang ada di Salatiga. berkaitan dengan pengembangan UMKM, Kepala Disperindagkop Salatiga menghimbau kepada SKPD dalam rangka melaksanakan kegiatan rapat-rapat atau pertemuan yang menggunakan konsumsi, dihimbau untuk dapat membeli makanan/snack hasil dari UMKM, Kebijakan tersebut diharapkan untuk meningkatkan ekonomi UMKM yang ada di Salatiga.(sn/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
17
Laporan Utama
PASAR PAGI Bertahan di Tengah Pasar Modern
Foto: Andy
Sesuai namanya, yakni Pasar Pagi Kota Salatiga, maka mulai buka sebelum matahari terbit dan bubar di pagi hari. Pukul 03.00 para pedagang yang berdatangan dari Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang mulai menyiapkan berbagai dagangannya. Di areal depan Pasar Raya I inilah , mereka memasang meja lipat atau terpal plastik, semuanya serba darurat.
K
omisi B yang membidangi Ekonomi Keuangan DPRD Kota Salatiga, beberapa waktu lalu telah melakukan kunjungan lapangan ke pasar pagi. Hj. Riawan Woro Endartiningrum, SE. selaku anggota Komisi B DRPD Kota Salatiga mengatakan bahwa pasar pagi merupakan pasar tradisional yang memiliki banyak sekali potensi untuk dikembangkan. Pasar pagi ini juga ikut menggerakkan perekonomian masyarakat Kota Salatiga dan sekitarnya. Sesuai namanya, yaitu Pasar Pagi Kota Salatiga, maka mulai buka sebelum matahari terbit dan bubar di pagi hari. Uniknya, pasar ini tak seperti galibnya sebuah tempat berdagang ratusan orang. Tidak ada kios, los, pintu gerbang maupun atap. Semuanya serba darurat namun usianya telah puluhan tahun. Pukul 03.00 ratusan pedagang yang berdatangan dari Kota
18
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Aktifitas kegiatan pasar pagi Salatiga
Salatiga dan Kabupaten Semarang mulai berbenah untuk menyiapkan berbagai dagangannya. Di areal depan Pasar Raya I Kota Salatiga yang luasnya sekitar 2.000 meter persegi, mereka memasang meja lipat ukuran 1 X 1,5 meter atau sekedar terpal plastik dan selanjutnya, barang dagangan diletakkan di atasnya. Mayoritas pedagang adalah perempuan, ada sedikit keanehan saat ratusan pedagang mulai menyiapkan lapaknya, sebab kapling milik mereka sebenarnya tak ada tanda khusus. Lokasinya memang kesehariannya merupakan areal parkir. Kendati begitu, para pedagang sepertinya telah hafal tempatnya berdagang, sehingga tanpa ragu satu persatu lapak bayangan tersebut ditempati pemiliknya. “Keadaan yang seperti itu memberikan sebuah kesan pasar yang benar-benar tradisional. Jadi biarlah seperti itu tanpa harus mengubah kesan ketradisionalan pasar pagi itu sendiri. Namun dilain sisi tetap perlu adanya pengembangan secara maksimal, agar pembeli dan pedagang mendapatkan kenyaman saat bertransaksi di pasar tersebut”, tandas ibu Riawan Woro Endartiningrum setelah melihat kondisi pasar pagi tersebut. “Selayaknya sebuah pasar, maka beragam dagangan tekah digelar di sini. Ini dapat dijadikan
Foto: Andy
Pasar pagi Salatiga, tetap bertahan meski banyak dibangun pasar modern.
tempat untuk mengenalkan makanan khas Kota Salatiga kepada pengunjung pasar pagi serta dapat mempertahakan makanan tradisional ditengah merebaknya makanan barat”, tutur ibu Woro. Aneka jenis sayuran dari wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang lebih mendominasi. Karena merupakan pasar tradisional, otomatis transaksi juga melalui proses tawar menawar kecuali dagangan berupa makanan matang. Selebihnya, tinggal pintar-pintar pembeli dalam menawar. “Kalau piawai, berbekal uang Rp 30 ribu sudah dapat berbagai sayuran segar. Hal itulah yang membedakan antara pasar tradisional dan pasar modern”, ungkap ibu Woro. Pasar pagi nan unik ini mulai dirintis tahun 1998, tepatnya seusai Pasar Raya I mengalami musibah kebakaran. Karena sempitnya lahan, akhirnya pihak Pemerintah Kota menjadikan lahan parkir untuk penampungan sementara pedagang. Hingga pasar yang terbakar selesai direnovasi, lokasi penampungan dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima yang berjualan sembako. Secara perlahan, jumlah pedagang yang berdagang makin hari terus bertambah hingga mencapai sekitar 500 - 600 orang. Tak ada yang memberikan nama, hanya karena bukanya pagi hari, selanjutnya disebut sebagai Pasar Pagi. Beberapa kali pihak dinas terkait mencoba menggusurnya, namun selalu gagal. Akhirnya,
Foto: Andy
Foto: Andy
Anggota Komisi B saat berkunjung ke pasar pagi.
keberadaan mereka diakomodir dengan berbagai syarat tertentu, diantaranya membayar restribusi, menjaga ketertiban dan pukul 07.00 harus bubar. Tak hanya warga Salatiga saja, tak sedikit warga Kabupaten Semarang yang mencari nafkah di sini. Meski efektif hanya berjalan empat jam, namun hingga sekarang tetap bertahan di tengah-tengah pesatnya pasar modern. “Pasar pagi kedepannya perlu penataan, pengelompokan pedagang berdasarkan jenis dagangan sangat dibutuhkan. Misalnya jajanan pasar, ikan basah, sayuran dan lain sebagainya. Khusus jajanan pasar perlu dilestarikan agar anak-anak kita kenal makanan tradisional”, Tutup ibu Woro. (is/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
19
Laporan Utama
PASAR MODERN VS PASAR TRADISIONAL Sebenarnya belanja di pasar tradisional lebih hemat waktu. Saat belanja di pasar tradisional biasanya kita akan langsung membayar barang yang kita beli langsung ke penjualnya sedang di pasar modern harus membayar ke kasir kita mungkin harus antri untuk membayar barang yang mungkin tidak terlalu banyak
D
ahulu ketika ingin memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat akan membeli di warung kelontong atau kalau jika ingin lebih komplit mereka akan mencarinya di pasar tradisional yang jaraknya tentu relatif agak jauh dari pemukiman penduduk karena biasanya pasar akan terletak di pusat keramaian. Namun saat ini hal itu tak berlaku lagi, hadirnya pasar modern berupa supermarket atau minimarket di sudut strategis kota mereka lebih mencoba mendekat ke konsumen. Sebagian besar pasar modern ini merupakan franchise atau waralab yang ternama dan dikelola dengan manajemen profesional dan modern. Dengan tampilan yang bagus, terang, nyaman, ber AC dan barang dagangan yang lebih komplit dan bervariatif minimarket ini menarik masyarakat untuk berbelanja. Minimarket yang memajang barang dagangannya dan mempersilahkan para pembeli untuk bisa memilih sesuai selera dan harga yang diinginkan membuat konsumen merasa seolah diperlakukan sebagai seorang raja. Minimarket yang tumbuh subur bak cendawan di musim hujan ini menimbulkan masalah yang baru, mereka mulai mengeser eksistensi warung kelontong dan pasar tradisional. Banyak warung kelontong yang sekarang ini dapat dikatakan hidup segan mati tidak mau, mereka kalah bersaing dengan minimarket walaupun sekilas terlihat kecil namun dibelakang mereka ada backup modal yang besar. Sugiyatun, pemilik warung kelontong di kawasan Jl. Imam Bonjol merasakan omset yang dia peroleh saat ini sangat jauh berkurang sejak tak jauh dari tempat dia berjualan berdiri minimarket beberapa tahun yang lalu dan sekarang telah beroperasi lagi sebuah minimarket dari sebuah brand ternama. Walaupun dia telah merubah tampilan warungnya serupa dengan pasar modern namun belum bisa mendongkrak pembeli untuk datang di warungnya. “Bukan kami kuffur nikmat karena kami yakin rejeki sudah ada yang mengatur namun semenjak
20
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Foto: Andy
Kebersihan pasar modern yang selalu terjaga.
kehadiran mereka banyak pembeli kami yang beralih membeli ke minimarket dengan berbagai alasan,” kata wanita yang telah merintis usaha sejak tahun 1981 ini. Hal senada diungkapkan Suripto pemilik warung yang lokasinya usahanya kebetulan berada di tengah kampung, dia mengatakan jika sekarang ini usahanya akhir-akhir menjadi sepi dan omsetnya tidak seperti dulu lagi. Selain banyaknya pesaing yang membuka usaha sejenis tak dipungkiri berdirinya minimarket disekitaranya rumahnya turut serta menggerus konsumennya. “Pembeli sekarang ini lebih sering membandingkan harga yang ada di minimarket dengan harga di warungnya apalagi harga saat ini sangat fluktuatif jadi kami tidak bisa serta merta menurunkan harga karena memang saat kami kulakan harganya masih tinggi.” tutur pria 64 tahun yang telah membuka warung selama 30 tahun ini. Jika diamati lebih lanjut supermarket maupun minimarket sangat gencar melakukan promosi dan diskon terhadap item dagangan tertentu dengan menerbitkan katalog atau brosur secara periodik. Ini semakin menjadi daya tarik bagi para konsumen karena pengelola minimarket sangat menyadari jika konsumen biasanya tidak mau repot untuk berpindahpindah toko sehingga dengan memberikan diskon barang tertentu mereka juga akan membeli barang lain
Foto: Andy
Situasi Pasar Raya 2 Kota Salatiga di malam hari.
yang kebetulan tidak di diskon yang mungkin harganya lebih mahal dari warung kelontong. Mari kita tengok kondisi pasar tradisional baik di Kota Salatiga maupun di berbagai wilayah di Indonesia. Kesan suram, kumuh, becek adalah gambaran yang ada dibenak kita sangat kontras dengan kondisi pasar modern yang terlihat mewah dengan pencahayaan yang terang benderang dan lebih nyaman dengan adanya pendingin ruangan, semakin membuat betah untuk berbelanja. Walaupun telah ada upaya untuk memodernisasi pasar tradisonal namun memang tidak mudah merubah mainstream pola pikir pedagang di pasar tradisional. Kita lihat di banyak los pasar yang malah ditinggal kosong karena pedagangnya memilih “nglesot” di emperan toko dengan alasan pembeli enggan masuk ke pasar. Pedagang ikan, ayam dan daging telah disediakan los khusus namun dengan berbagai alasan mereka enggan menempatinya, padahal penataan ini untuk kepentingan pedagang maupun konsumen baik dari segi keamanan, kenyamanan maupun ke-higienitsan barang dagangan karena selama ini pedagang ini malah merasa nyaman berjualan di pinggir jalan. Pertumbuhan masyarakat berpenghasilan menengah keatas di Indonesia telah ikut andil dalam menjamurnya supermarket dan minimarket. Adanya rasa gengsi dan prestise dari sebagian masyarakat jika mereka berbelanja di pasar modern walaupun hanya sekedar membeli air mineral maupun snack dibanding membeli di warung atau di pasar, mungkin karena jika kita membeli di minimarket ada tas plastik merk minimarketnya bukan lagi tas kresek hitam. Heni warga Tingkir mengatakan dia lebih memilih membeli kebutuhan sehari-harinya sebulan
sekali di supermarket dibanding berbelanja di pasar maupun warung disekitar rumahnya. Dia mengatakan bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah sekali belanja untuk kebutuhan seperti sabun, shampo, minyak goreng dan lain sebagainya untuk satu bulan ke depan. “Jika kita belanja di sini kita bisa memilih barang yang kita inginkan sesuai dengan budget selain itu saya biasa mengajak suami dan anak-anak sekalian bisa refreshing karena selagi saya belanja mereka bisa jalan-jalan,” kata ibu dua anak ini. Perbedaan konsep dasar dari pasar modern dan pasar tradisional adalah interaksi antara penjual dan pembeli. Jika di pasar modern sedikit sekali interaksi, konsumen bebas memilih barang yang akan dibeli dengan sedikit dilayani oleh pemilik toko yakni saat membayar di kasir. Sedangkan di pasar tradisional maupun warung kelontong biasa pembeli akan dilayani secara penuh oleh penjual disini akan terjadi interaksi antara penjual dan pembeli karena pada hakekatnya pasar adalah tempat bertemu penjual dan pembeli. Memang tak bisa dipungkiri kehadiran pasar modern bisa meningkatkan penerimaan pajak dan mengurangi angka pengangguran namun kehadirannya harus ditata sehingga tidak mematikan keberadaan pasar tradisional karena banyak nilai yang dapat diambil dari pasar tradisonal selain dari segi ekonomi juga segi sosial yakni interaksi antar warga yang saat ini jarang terjadi dikarenakan kesibukan masing-masing. Pelaku usaha di pasar tradisional sebagian besar adalah mereka yang mempunyai modal pas-pasan dan masyarakat berpenghasilan rendah dibandingkan pengelola pasar modern yang sebagian adalah masyarakat bermodal besar. Pasar tradisional urat nadi ekonomi kerakyatan.(wj/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
21
Laporan Utama
PEMBINAAN Demi Keberlangsungan Pasar Tradisional Pasar modern sesuai dengan namanya menerapkan konsep belanja yang bersifat modern yang mana barang dagangannya diperjual belikan dengan harga yang pas sehingga tidak ada aktivitas tawar menawar dan dengan layanan yang baik.
K
eunggulan pasar ini yaitu tempatnya bersih dan nyaman, pasar modern tidak hanya menjual kebutuhan sandang dan pangan saja, pasar tersebut juga menjual kebutuhan pokok dan sebagian besar barang dagangan yang dijualnya memiliki kualitas yang baik. Contoh tempat berlangsungnya pasar ini adalah di mall, plaza, swalayan dan tempat-tempat berbelanja lainnya, tentunya tempatnya bersih dan nyaman. Pasar modern menerapkan sistem manajemen dan pembukuan yang relatif baik. Perhitungan rugi laba telah diperhitungkan dengan sangat cermat bahkan untuk setiap detail pengeluaran telah dikaitkan dengan harga jual sehingga pengelola dapat mengetahui dengan pasti laba dari setiap item barang yang dijual. Pasar tradisional adalah pasar yang pelaksanaannya bersifat tradisional tempat bertemunya penjual pembeli, terjadinya kesepakatan harga dan terjadinya transaksi setelah melalui proses tawar-menawar harga. Pasar tradisional biasanya dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, BUMD, swasta maupun kerjasama antara pemerintah dan swasta. Biasanya pasar tradisional umumnya menyediakan berbagai macam bahan pokok keperluan rumah tangga, dan pasar ini biasanya berlokasi di tempat yang terbuka. Bangunan di pasar ini berbentuk toko dan los. Toko semi permanen umumnya digunakan untuk berjualan aneka kue, pakaian, dan barang atau perabotan lainnya. Adapun los-nya digunakan untuk berjualan buah-buahan, sayuran, ikan, daging dan sebagainya. Penerangan di pasar tradisional secukupnya, dan tidak ber-AC. Kebersihan juga kadang kurang terjaga, seperti sampah banyak berserakan dan bertumpukan sehingga sering menimbulkan bau. Akibatnya jika turun hujan, akan becek dan kotor. Tapi semakin kesini kebersihan di pasar tradisional mulai di tingkatkan, bahkan sekarang ada pasar tradisional
22
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Foto: Andy
Kepala UPT Pasar I, Sigit Sudomo saat menjelaskan kondisi Pasar Raya I kepada anggota DPRD Salatiga.
yang rapi dan bersih sehingga nyaman dikunjungi. Pedagang di pasar tradisional biasanya masih menerapkan manajemen yang simple dan sederhana, harga jual ditentukan dengan hanya mengambil selisih lebih dari harga beli atau kulakan tanpa Foto: andy memperhatikan detail dari pengeluaran atau istilah jawanya “ngalap nyaur”. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia sangat pesat bahkan menembus angka 15 % setiap tahunnya sedangkan pasar tradisonal perkembangannya tidak optimal bahkan ada sejumlah pasar tradisional yang sekarang hanya tinggal nama saja, sering terjadi musibah kebakaran pasar namun untuk membangun kembali pasar yang terbakar butuh waktu bertahuntahun bahkan ada yang dibiarkan mangkrak seperti Pasar Jetis dan Pasar Rejosari di Kota Salatiga. Selain itu saat ini pola belanja masyarakat pun berubah, masyarakat lebih memilih berbelanja di modern daripada pasar tradisional. Perubahan pola belanja tersebut dipengaruhi banyak faktor. Faktor kenyamanan dan kelengkapan produk menjadi salah satu yang mempengaruhi. Hal ini bisa mengancam keberlangsungan usaha pedagang kecil di pasar tradisonal. Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu mengharapkan agar pembangunan pasar tradisional Foto: andy baik secara fisik, pengelolaan lebih profesional, dan
Foto: Andy
Ketua Komisi B bersama anggota meninjau salah satu pasar tradisional.
adanya bantuan permodalan serta pendampingan dari perbankan dan BUMN agar bisa bersaing dengan pasar modern. Melalui Program KUR (Kredit Usaha Rakyat) Jokowi mengharapkan bisa memacu pertumbuhan ekonomi kerakyatan terutama bagi pedagang di pasar tradisonal yang terkendala masalah permodalan. Dalam menyikapi masalah pasar modern ini Pemerintah Kota Salatiga dan DPRD Kota Salatiga telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Salatiga Nomor 3 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Maksud dan tujuan Perda ini untuk menyelaraskan hak masyarakat untuk mengembangkan usaha di sektor perdagangan dalam hal ini pasar modern dengan program Pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan rakyat dan perekonomian daerah, perlu adanya pembinaan dan penataan bagi pasar modern guna menjamin terciptanya pola kemitraan yang saling memerlukan, saling memperkuat, saling menguntungkan dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi dan keberlangsungan pasar-pasar tradisional. Anggota Komis A DPRD Kota Salatiga, Sudiyono memandang Kota Salatiga memerlukan keberadaan pasar modern ini untuk melengkapi kebutuhan warga Salatiga yang tidak tersedia di pasar-pasar tradisional. Apalagi Salatiga menjadi kota transit yang mengharuskan senantiasa terjaga karena banyak pelintas dari luar kota. “Minimarket yang sekarang ada disepanjang jalan Semarang-Solo sangat membantu para pengendara kendaraan yang kebetulan melintas di Kota Salatiga terutama pada saat malam hari karena sebagian warung atau pasar sebagian telah tutup.”
ungkap Politisi Partai Golkar ini. Dalam Perda nomor 3 Tahun 2015 juga diatur tentang tata cara dan aturan dalam mendirikan pasar modern ini dimaksudkan untuk melindungi pelaku usaha kecil seperti warung dan pasar tradisional pada Foto: andy pasal 9 ayat 1 “Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b paling sedikit 500 (lima ratus) meter.” Legislator dari Partai Demokrat yang juga anggota Komisi A DPRD Kota Salatiga, Taufiq Eko Priyatno memandang peran Pemkot dalam menerbitkan Ijin Usaha Toko Swalayan (IUTS) sebagai kontrol agar jumlah pasar modern yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan. Karena sekarang ini lokasi minimarket satu sama lain saling berdekatan bahkan dalam satu blok jalan bisa terdapat 2-3 minimarket yang berbeda. “Jika tidak diatur kasihan warung kelontong yang telah ada, pembeli banyak beralih ke minimarket karena lokasinya sangat dekat dengan warung/toko warga, apalagi jam operasi minimarket yang terlewat panjang. Perlu ketegasan Pemkot terhadap aturan yang ada jika memang ada jam operasi minimarket yang 24 jam harus jelas kriterianya yakni minimarket yang berada di jalan protokol bukan jalan lingkungan.” Kata Mas Ipung. Pemerintah perlu memberikan perlindungan bagi pelaku usaha kecil untuk menghadapi persaingan usaha retail ini karena walaupun kelihatannya minimarket ini kecil namun dibalik mereka ada modal dan manajemen yang besar, berbeda dengan warung kecil yang memang kecil segalanya. Jika memang harus bersaing perlu kesetaraan dalam berusaha, disini peran pemerintah sebagai
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
23
Laporan Utama
PASAR TIBAN Perlu Dikelola dengan Sebaik-baiknya Pasar tiban di Salatiga telah menjadi daya tarik tersendiri. Layaknya pasar tradisional dalam aktivitas transaksinya, pasar tiban berbeda dengan Pasar Pedagang Kaki Lima. Perbedaan terletak pada lokasi pasar tiban yang telah ditentukan dan telah disepakati oleh pedagang maupun paguyuban.
Perlu penataan parkir agar tidak mengganggu arus jalan.
S
ering kita jumpai suasana yang berbeda di Jalan Lingkar Salatiga (JLS) pada setiap hari Minggu pagi. Keramaian para Pedakang Kaki Lima (PKL) serta para pengunjung yang memadati daerah antara perempatan Kecandran sampai perempatan Pulutan Kota Salatiga. Masyarakat menyebutnya sebagai pasar tiban ( pasar dadakan ). Pasar tiban ini dimulai dari pukul 05.00 – 10.00. Pasar tiban ini berasal dari gagasan beberapa masyarakat yang berasal di daerah Pulutan. Berawal dari 7 orang. Mereka menjajakan hasil usahanya di pinggiran jalan. Seiring berjalannya waktu, banyak para pedagang yang melihat peluang besar di daerah tersebut. Tak lama kemudian para pedagang baik dari dalam Kota Salatiga maupun dari Luar Kota Salatiga mulai berdatangan. Hingga saat ini tercatat sekitar 600 pedagang yang berada di pasar tersebut. Pasar tiban ini sudah
24
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Foto: http://fedep.salatigakota.go.id/
Pedagang pasar tiban sedang menunggu pengunjung.
dikelola dengan baik oleh masyarakat sekitar. Bahkan sudah ada paguyubannya yang diikuti oleh masyarakat sekitar serta para pedagang yang berada di tempat tersebut. Paguyuban ini memberikan aturan baik untuk pedagang, pengunjung, maupun petugas. Aturan tersebut dibuat untuk menjaga keamanan, ketertiban serta kebersihan. Pasar tiban ini tidak seperti pasar pagi yang berada di Jl. Jend. Sudirman. Pasar ini menyediakan berbagai produk dari makanan, minuman, pakaian,
Foto: http://fedep.salatigakota.go.id/
Suasana pasar tiban Jalan Lingkar Salatiga
mebel, dan alat rumah tangga. Pasar tiban ini tidak hanya menyajikan wisata kuliner namun kita bisa memanjakan penglihatan kita dengan adanya pemandangan yang indah di daerah tersebut. Disini kita bisa melihat hentangan sawah yang luas serta pemandangan Gunung Merbabu yang terlihat jelas dari tempat tersebut. Jika kita tak ingin berbelanja, kita bisa jalan-jalan untuk berolahraga ataupun sekedar mencari jajanan. Hal tersebut merupakan peluang yang sangat besar. Dengan adanya pasar tiban ini memberikan manfaat yang cukup besar baik untuk pemerintahan Kota Salatiga maupun masyarakat di kota ini. Perekonomian juga ikut terangkat. Pasar ini memberikan multiefek baik untuk penjual maupun pembeli. Dengan adanya pasar tiban ini sebenarnya menjadi destinasi wisata di Kota Salatiga. Karena tidak hanya masyarakat Kota Salatiga saja yang berkunjung namun dari Luar Kota ingin menikmati suasana yang ada di setiap minggu pagi di Jalan Lingkar Salatiga ini. Meskipun demikian ada beberapa masalah yang timbul dengan adanya pasar tiban ini. Pasar yang berada di bahu jalan ini agak sedikit menggaggu arus lalu lintas yang mengakibatkan jalan macet. Mengingat jalan tersebut merupakan jalur cepat. Menurut Anggota Komisi C DPRD Kota Salatiga yang membidangi pembangunan dan Kesejahteraan
Rakyat menyampaikan bahwa tempat tersebut membuka peluang usaha yang sangat bagus meskipun masih kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Salatiga. “Seharusnya pemerintah menyediakan lokasi maupun lahan yang sesuai agar arus perekonomian di pasar ini semakin meningkat dengan baik, memberikan fasilitas umum yang memadai , seperti menyediakan toilet umum, sarana transportasi yang memadai, serta mempromosikan pasar ini sebagai destinasi wisata yang wajib dikunjungi bila berada di Kota Salatiga. Pemerintah harus jeli melihat peluang yang bagus ini” kata H. Kemat, S.Sos. Menurut ketua Komisi C ini, untuk mendirikan pasar di suatu daerah mungkin mudah namun belum tentu bisa menghidupkan pasar tersebut. Banyak pasar-pasar yang akhirnya terbengkelai dan bangunannya rusak karena tidak bisa menghidupkan atau menggerakkan arus perekonomian. Berbeda dengan pasar tiban Jalan Lingkar Selatan ini. Kehidupan jual beli sudah berjalan baik tinggal bagaimana peran pemerintah untuk memfasilitasi tempat tersebut agar bisa menjadi pasar yang layak yang bisa di jadikan tempat berbelanja ataupun wisata di Kota Salatiga yang mampu membuat masyarakat nyaman dan senang untuk berbelanja di tempat tersebut.(pr/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
25
Wacana
Modernisasi Pasar Rakyat Oleh: Bagas Aryanto*)
Foto: www.kotasalatiga.com
Wawancara bersama DPRD Salatiga Komisi B.
P
erubahan gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini disesuaikan dengan perubahan tingkat ekonomi sebagian masyarakat Indonesia. Menurut data Bank Dunia pada tahun 2010 jumlah masyarakat golongan menengah di Indonesia mencapai 134 juta atau 56,6 % dari populasi penduduk Indonesia. Dapat dikatakan masyarakat golongan menengah yang memicu perubahan di beberapa sektor kehidupan masyarakat, tak terkecuali gaya dalam berbelanja. Belanja di pasar modern semacam minimarket, swalayan, supermaket bahkan hypermarket seolah lebih bergengsi dibandingkan berbelanja di pasar tradisional. Stigma pasar tradisional yang kumuh, bau, becek dan suram serta barang yang dijual terkesan “low-end” atau murahan menambah keengganan masyarakat terutama bagi mereka yang mampu untuk datang dan berbelanja di pasar tradisional.
26
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Beberapa upaya memodernisasi pasar tradisional pun dilakukan namun seolah percuma, konsep yang diusung gagal diimplementasikan oleh para stakeholder. Pemerintah Kota Salatiga tak luput dari euforia penataan pasar tradisional menjadi lebih modern. Namun hasilnya tak sesuai harapan, beberapa proyek menjadi mangkrak . Dimulai di tahun 1990 an, Pemkot mengandeng pihak swasta membangun lahan bekas Gedung Balai Prajurit Makutarama yang terletak di pusat kota, yakni Jalan Jendral Sudirman Kota Salatiga. Dengan mengusung konsep pertokoan modern berlantai II, dan dilengkapi dengan sarana hiburan bioskop berlabel Atrium. Sempat eksis hampir 5 tahun, seiring dengan maraknya DVD bajakan, perlahan bioskop Atrium gulung layar. Dan pada gilirannya pedagang di komplek itu pun akhirnya gulung tikar. Pasar Raya I yang dibangun diatas lahan Pasar Lama dengan mengusung konsep pasar tradisional
Bagas Aryanto
berlantai II. Pada awalnya pasar ini menampung sekitar 1000 pedagang namun pada akhirnya kurang dari separo yang memanfaatkan pasar ini. Kios dilantai atas kini sepi bahkan ada isitilah lebih sepi daripada kuburan karena ditinggal pedagang dan pembelinya. Nasib serupa dialami oleh Pasar Raya II, dengan konsep pertokoan terpadu antara pasar tradisional dan pasar modern selayaknya komplek supermarket. Dengan mengandeng investor dari Solo yang menaungi sebuah grup usaha retail terkemuka pada akhirnya juga gagal dalam pelaksanaannya. Hingga saat ini praktis hanya lantai basement dan lantai I saja yang dimanfaatkan, lantai II hingga VI dibiarkan kosong melompong. Karena investor urung membuka gerai supermarket yang dahulu merekajanjikan. Nasib lebih tragis menimpa Pasar Jetis, terletak di kawasan persimpangan strategis Kota Salatiga, pasar ini menarik minat investor untuk mengembangkannya. Kembali mengusung konsep pasar 2 lantai, Pasar Jetis tak pernah selesai dikerjakan alias mangkrak karena investornya bangkut sebelum pasar ini jadi. 150 pedagang yang dulu menggantungkan hidupnya di pasar kini hanya tersisa 50 an pedagang . Pun demikian kondisi yang sekarang ini sepi pembeli, sangat miris karena pasar ini terletak dijalur utama perlintasan Kota Salatiga. Yang terkini adalah nasib Pasar Rejosari atau lebih dikenal sebagai Pasar Sapi, pasar yang terbakar pada tahun 2008 ini dibiarkan makrak hingga saat ini. Maksud Pemerintah Kota untuk menyerahkan revitalisasi pasar kepada pihak swasta mendapat tentangan dari para pedagang. Bayang-bayang
makraknya pasar yang dikembangkan swasta dan harga sewa yang mahal menjadi penyebab utamanya. Tarik ulur kepentingan antar stakeholder terjadi pada pengelolaan pasar di Salatiga. Dalih tak ada dana APBD untuk pembangunan pasar menjadi alasan Pemerintah Kota untuk menyerahkan pembangunan kepada pihak investor. Namun dalih tersebut tidaklah logis jika melihat angka SILPA Kota Salatiga yang sangat besar hingga mencapai angka ratusan milyar. Padahal sejatinya APBD harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasar tradisional adalah salah satu pilar ekonomi kerakyatan ditengah himpitan para pemodal besar dengan konsep pasar modernnya. Pasar tradisonal juga sebagai pasar bagi pelaku UMKM untuk memasarkan hasil produksinya. Karena produk UMKM sulit untuk masuk ke pasar modern karena kalah bersaing barang import murah yang mengalir deras ke konsumen Indonesia . Kota Salatiga sebenarnya telah memliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pasar tradisional dan pasar modern. Perda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pengelolaan, Pemberdayaan dan Perlindungan Pasar Tradisional yang mengatur segala hal tentang pasar tradisional baik mengenai lokasi, jenis pasar, pedagang, pengelola bahkan barang yang dijual. Kemudian Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan yang mengatur klasifikasi pasar modern, syarat pendirian pasar modern dan sinkronisasi dengan pelaku usaha pasar tradisional dan UMKM. Yang diperlukan saat ini adalah adanya political will dari Pemerintah agar antara pasar tradisonal tetap lestari dan pasar modern dapat tumbuh tanpa saling mematikan satu sama yang lain. Menumbuhkan rasa simbiosis mutualisme atau kerjasama yang saling menguntungkan. Tak perlu memaksa pasar tradisonal untuk menjadi modern, biarkan pasar tradisional dengan kekhasannya.Hanya perlu penataan dan pembinaan kepada pelaku usaha di pasar tradisional untuk menjaga agar lokasi usahanya menjadi tempat yang nyaman bagi para pembelinya. Pemilik pasar modern pun harus menahan diri untuk tidak melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah yang menjadi pangsa pasar tradisional. Tak perlu pat gulipat dengan birokrat untuk mendapatkan tempat yang strategis jika itu memang dilarang untuk mendirikan pasar modern. Keberadaan kedua jenis pasar ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, membuka lapangan kerja dan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi Pemerintah dan dalam rangka memberdayakan ekonomi kerakyatan. *)
Penulis adalah anggota DPRD Salatiga.
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
27
Warta
RSUD akan Dijadikan Pengembang Fakultas Kedokteran UKSW
Foto: Andy
Anggota Komisi A DPRD saat menghadiri rapat koordinasi di RSUD Salatiga.
U
niversitas Kristen Satya Wacana (UKSW) sedang mempersiapkan pembukaan Fakultas Kedokteran (FK). Rencananya, FK akan dibangun di Blotongan bersama dengan Fakultas Teknologi Informasi (FTI) dan dibangun di atas tanah seluas 12 ha. UKSW sudah mulai melakukan persiapan untuk memenuhi
beberapa hal yang dibutuhkan FK, salah satunya, prototipe (contoh bangunan). Selain itu, tanggal 22 April 2016 telah dilaksanakan rapat koordinasi tentang rekomendasi Fakultas Kedokteran UKSW antara komisi A dengan Direktur RSUD Kota Salatiga. Rapat yang dimulai pukul 08.30 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga tersebut dihadiri Komisi A DPRD, Direktur RSUD dr Agus Sunaryo, Wadir Pelayanan dr Erytrina, sejumlah dokter senior serta anggota Dewan Pengawas RSUD. Dance Ishak Palit, M, Si, mengungkapkan bahwa kedatangannya menemui manajemen RSUD sebagai tindak lanjut dari perintah pimpinan dewan untuk mengurai benang kusut terkait persoalan permohonan UKSW menjadi RSUD Salatiga sebagai RS pendidikan utama pengembangan Fakultas Kedokteran UKSW. Pada rapat koordinasi tersebut didapat 2 poin kesimpulan yaitu RSUD Kota Salatiga siap menjadi Rumah Sakit Satelit bagi Fakultas Kedokteran UKSW dan tetap menjadi RS Pendidikan Utama bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. (is/ss )
PERISWARA Gelar Rangkaian Acara Hari Kartini
P
eriswara DPRD Kota Salatiga menggelar serangkaian acara dalam rangka Peringatan Hari Kartini yang dilaksanakan pada hari Selasa, 11 April 2016 di Ruang Rapat Garuda DPRD Kota Salatiga pukul 11.00 WIB. Peringatan Hari Kartini kali ini mengusung tema Dengan Semangat R.A Kartini Kita Tingkatkan Kreatifitas Perempuan Guna Menopang Pembangunan Kepribadian Bangsa. Tema tersebut terinspirasi semangat ibu-ibu Periswara yang tanpa kenal lelah terus berkarya, berkreasi dan berkreatifitas demi keberlangsungan kehidupan yang harmonis dan dinamis dalam lembaga. Hal ini menunjukan bahwa spirit R.A Kartini yang usahanya memajukan kaum wanita telah merasuk dalam sanubari ibu-ibu seluruh Anggota Periswara DPRD Kota Salatiga. Dalam serangkaian acara memperingati Hari Kartini Tahun 2016 dimeriahkan dengan kegiatan lomba Fashion Show dan menyampaikan pesan kesan RA Kartini oleh ibu-ibu Periswara. Ibu Rias selaku Ketua Periswara mengatakan,
28
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Foto: Andy
Ibu-ibu Periswara menerima hadiah lomba fashion show.
“peringatan hari kartini ini merupakan kegiatan pokok yang diprogramkan tiap tahunnya untuk mengenang jasa R. A Kartini sebagai pahlawan kaum wanita juga dimaksudkan untuk terus menumbuhkan spirit kaum wanita dalam eksistensi dan perannya guna ikut serta dalam memajukan bangsa.” (is/ss)
Warta
GEBYAR SENI KANOPI Dimeriahkan oleh Musik Keroncong Ajenrem 073
G
elar Gebyar Seni Kanopi Salatiga kembali digelar di pelataran Pasar Raya II Salatiga. Acara ini digagas oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan dan Pariwisata (Dishubkombudpar) bekerjasama dengan Dewan Kesenian Salatiga (DKS). Kegiatan yang telah diselenggarakan sejak tahun 2012 ini bertujuan untuk memberikan hiburan murah bagi masyarakat Salatiga dan juga untuk “nguri-uri” seni budaya yang ada. Adapun acara pada Gebyar Seni Kanopi kali ini diantaranya pertunjukan musik keroncong “Wijayakusuma” Ajenrem 073 Salatiga dan pagelaran tari tradisional dari SD Kutowinangun Salatiga. Kegiatan ini diselenggarakan setiap malam minggu ke-4 setiap bulannya untuk mewadahi seni pertunjukan yang ada di Salatiga. Kedepan diharapkan acara semacam ini bisa lebih digiatkan, terlebih lagi Salatiga yang memposisikan diri sebagai kota transit di kawasan Joglosemar (Jogja,Solo dan Semarang) sangat memerlukan banyak event yang dapat menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke Kota Salatiga.
Foto: Fahmi
Musik Keroncong Ajenrem 073 ikut meriahkan Gebyar Seni Kanopi di Pasar Raya 2 Salatiga.
Ketua DPRD M.Teddy Sulistio, SE diberbagai kesempatan menyuarakan bahwa DPRD sangat mendukung kegiatan seni budaya dan hiburan bagi warga Salatiga bahkan mempersilahkan untuk menggunakan fasilitas yang ada di Rumah Rakyat sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tersebut.(wj/ss)
KIRAB MERAH PUTIH Makorem 073/Makutarama Bertajuk Sholawat
Foto: Andy
Marching Band Ajenrem 073 juga ikut meriahkan kegiatan Sholawat Kebangsaan Makorem 073 makutarama.
K
orem 073/Makutarama mengadakan kegiatan Sholawat Kebangsaan, acara ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan Kirab Merah Putih dan Pemecahan rekor Muri Bubur Merah Putih terbesar. Ribuan warga berkumpul di halaman Makorem 073/Makutarama Salatiga walaupun bertajuk
sholawat namun warga yang hadir bukan hanya dari umat muslim namun juga dari umat agama yang lain mereka berbaur dalam balutan kebangsaan. Mereka bukan hanya warga Salatiga namun juga warga di sekitar Kota Salatiga. Sholawat Kebangsaan yang dipimpin oleh Habib Lutfi bin Ali bin Yahya tersebut dihadiri Pangdam IV Diponegoro Mayjend TNI Jaswandi, Danrem 073/Makutarama Kolonel Kav Prantara Santosa, S.Sos., M.Si., M.Tr (Han), Walikota Salatiga Yulianto, SE, MM, Ketua DPRD Salatiga M. Teddy Sulistio, SE dan Jajaran Forkompinda serta Wakil Bupati Kab Semarang Ngesti Nugraha, SH. Selain itu Rektor UKSW Prof. Dr (H.C) Pdt. John A. Titaley, Th.D. serta tokoh agama di Salatiga juga turut hadir. Habib Lutfi dalam tausiyahnya mengatakan kekuatan kita bangsa Indonesia adalah melalui kebersamaan antara TNI, Polri, para ulama dan tokoh agama serta rakyat Indonesia. Oleh karena itu, marilah kita bersatu dan jangan mau kita terpecah belah oleh siapapun, karena walaupun kita berbeda keyakinan dan agama namun pada dasarnya kita adalah saudara sebangsa dan setanah air.(wj/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
29
Warta
DEWAN Usulkan Pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota
Foto: Andik
Walikota menyaksikan penandatanganan usulan DPRD.
R
apat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Salatiga dalam rangka Pengumuman Akhir Masa Jabatan dan Usulan Pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Masa Jabatan 20112016 yang digelar, di ruang Bhinneka Tunggal Ika Sekretariat DPRD Kota Salatiga.
Rapat paripurna Senin 15 Mei 2016 jam 9.45 WIB tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD M Teddy Sulistio, SE didampingi Wakil Ketua M. Fathur Rahman, SE. MM serta Wakil Ketua Ir. Hj. Diah Sunarsasi. Dalam rapat paripurna tersebut segenap anggota DPRD yang hadir menyetujui usulan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota periode 2011-2016. “Karena masa jabatan habis, maka perlu dilakukan paripurna ini, karena mekanismenya begitu. Hasil rapat paripurna ini akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Tengah,” ungkap Ketua DPRD. Pasangan Walikota dan Wakil Walikota Salatiga yang akan berakhir masa jabatannya, harus diusulkan pemberhentiannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ke tingkat provinsi, paling lambat satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan kepala daerah tersebut. Hadir dalam kesempatan ini Walikota Salatiga Yulianto,SE,MM, Sekda Kota Salatiga dan segenap kepala SKPD, Lurah Camat Se-Kota Salatiga(ss/sn).
WAKIL RAKYAT Adakan Pengajian Kebangsaan Bersama
G
una memperingati Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW dan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan tahun 1437 H, DPRD Kota Salatiga menyelenggarakan Pengajian Kebangsaan di halaman Sekretariat DPRD Kota Salatiga. Kegiatan yang dihadiri oleh seluruh anggota DPRD dan Sekretaris Daerah Kota Salatiga beserta jajarannya tersebut dimeriahkan oleh grup Kasidah Qasima dari Magelang dan Bp. KH. Serka M. Latif Ardani, S.Ag selaku pembicaranya.. Dalam kesempatan tersebut, berkenan DPRD Salatiga memberikan penghargaan untuk perwakilan Modin dan Ketua RW di Salatiga. “Ini sebagai wujud apresiasi kami kepada mereka yang telah melayani warga Salatiga selama 24 jam dan kedepannya kami akan mengusulkan adanya insentif khusus untuk para modin dan pendeta”, tutur M. Teddy Sulistio, SE selaku Ketua DPRD. Selain pengajian kebangsaan, diadakan pula launching Anjungan Rakyat Bicara yang di tempatkan di 4 Kecamatan, RSUD Salatiga, PDAM Salatiga, Kantor BPPT dan Kantor Persipda Kota
30
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Foto: Andy
AKH. Serka M. Latif Ardani, S.Ag saat mengisi pengajian Kebangsaan di halaman gedung DPRD Salatiga.
Salatiga. Berkenan menggunting pita Dandim 0714 Letkol Budi Rahmawan serta yang mencoba pertama adalah Wakapolres Dyah Muryaning Hapsari. Anjungan menyediakan akses internet sabagai sarana untuk menyampaikan saran dan keluhan masyarakat Kota Salatiga yang akan terhubung langsung dengan DPRD Kota Salatiga. (pr/ss)
Warta
SALATIGA GELAR Stand Soropadan Agro Expo 2016
K
omisi B DPRD Salatiga meninjau stand Soropadan Agro Expo (SAE) 2016 pada Minggu 29 Mei 2016. Rombongan dipimpin oleh Ketua Komisi B H. Budi Santoso, SE. MM dan diikuti seluruh anggota. Produk-produk yang digelar stand Kota Salatiga pada SAE 2016 ini antara lain enting-enting gepuk, ampyang, hasil pala pendem dan menggandeng pelaku usaha yang ada di Salatiga semacam produsen Singkong Casava, PT. Charoen Phophan Indonesia selaku produsen sosis dan beras organik hasil budidaya Gapoktan Kauman Kidul. Menurut Heriyanto, S.St Staf Dinas Pertanian dan Perikanan yang bertugas menjadi penjaga stand, mengatakan tak kurang ratusan orang telah minat mengunjungi stand Kota Salatiga, cukup tingginya animo masyarakat ini diharapkan akan menaikkan penjualan produk-produk asli Salatiga. SAE 2016 berlangsung di Agro Pusat Soropadan, Jalan Raya Magelang-Semarang KM. 13 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jateng dari tanggal 26-30 Mei 2016 yang diikuti oleh seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah sebagai
Foto: Aris
Ketua Komisi B, di stand Soropad Agro Expo 2016.
ajang mempromosikan potensi agrobisnis yang ada di masing-masing daerah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, menggelar Soropadan Agro Expo 2016, selain sebagai ajang promosi juga sebagai sarana meningkatkan jaringan bisnis, serta kerjasama investor dengan para petani.(wj/ss)
TB DAY 2016 dengan Jalan Sehat
Foto: Andik
Selain ada konsultasi kesehatan gratis, peringatan TB Day 2016 ini juga dimeriahkan berbagai atraksi Drum Band.
H
alaman kantor DPRD Kota Salatiga telah dijadikan tempat terselenggaranya jalan sehat untuk memperingati TB DAY 2016. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Community TB-HIV Care Aisyiyah Kota Salatiga. Komunitas ini dari berbagai elemen masyarakat serta lintas agama yang akan menjadi kelompok peduli penanggulangan penyebaran
penyakit Tuberkulosis (TB)-Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang saat ini meluas dikalangan masyarakat. Diketahui, Organisasi Perempuan Aisyiyah (Muhammadiyah) Indonesia telah ditetapkan sebagai salah satu organisasi penggerak peduli TB-HIV. Sejalan dengan itu, Pengurus Aisyiyah Kota Salatiga, melaksanakan program yang sama dengan mengajak berbagai elemen masyarakat dengan membentuk Community TB-HIV Aisyiyah. Sejumlah program peduli TB-HIV telah direncanakan dan dilaksanakan, salah satunya didepan kantor DPRD dengan mengusung slogan TOSS (temukan, obati sampai sembuh) komunitas ini dibentuk. Saat itu juga digelar kampanye bebas TB-HIV dengan memberikan brosur, konsultasi kesehatan gratis, konsultasi tentang TB-HIV, hiburan dan berbagai atraksi lainnya. “Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan bersama agar Indonesia bebas Tuberkulosis dan Human Immunodeficiency Virus khususnya Kota Salatiga”, terang Ketua Panitia. (is/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
31
Warta
KETUA DPRD Hadiri Penutupan TMMD Sengkutung
Foto: Andy
Ketua DPRD menghadiri penutupan TMMD Sengkuyung I di lapangan Randuacir Salatiga.
K
etua DPRD Salatiga M. Teddy Sulistio, SE menghadiri upacara Penutupan Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) Sengkuyung tahap I 2016 di wilayah Kota Salatiga yang di selenggarakan di Lapangan Randuacir kecamatan Argomulyo.
Bertindak sebagai irup Dandim 0714 Salatiga Letkol Inf Budi Rahmawan. Dalam amanat Pangdam IV Diponegoro yang di bacakan oleh Irup meminta kepada masyarakat agar segala hasil pembangunan atau pengembangan sarana dan prasarana fisik yang telah dibangun, dapat dimanfaatkan secara maksimal serta dipelihara dengan baik oleh Pemda beserta segenap warga masyarakat di wilayah untuk kepentingan rakyat banyak. Selama pelaksanaan TMMD telah terlaksana pembangunan fisik di wilayah Kelurahan Randuacir berupa pembangunan jalan, talud, railing tebing dan jambanisasi 10 unit. Untuk non fisik meliputi penyuluhan wasbang, kamtibmas, pelayanan KTP dan KK, kesehatan masyarakat, ketenagakerjaan, pertanahan, peluang usaha dalam kewirausahaan, kerukunan rumah tangga, tevolusi mental, mengolah pangan ternak, keterampilan menyulam dan pelayanan KB. Sedang penutupan TMMD tersebut ditandai dengan pemukulan kentongan oleh Dandim 0714 Salatiga (wj/ss)
JALAN DIPUTUS Warga Mendatangi Gedung DPRD
S
alatiga, baru-baru ini kantor DPRD Kota Salatiga telah dilaksanakan audiensi warga masyarakat dusun tetep Randuacir Argomulyo Kota Salatiga tentang galian PT. Selalu Cinta Indonesia (SCI) di Jalan Lingkar Selatan Salatiga yang memutus jalan menuju Sendang Andong. Audiensi dimulai pukul 09.00 di Ruang Rapat Garuda DPRD Kota Salatiga. Rapat audiensi tersebut dihadiri oleh Komisi C DPRD Kota Salatiga bersama kurang lebih 7 orang perwakilan warga masyarakat Dusun Tetep Randuacir Argomulyo Kota Salatiga. Pada pertemuan tersebut salah satu tuntutan warga yaitu agar jalan menuju Sendang Andong di kembalikan seperti semula. Warga pun mengeluhkan sikap PT. SCI yang dinilai mengambil tindakan sendiri tanpa komunikasi dengan warga hingga akhirnya warga menunjukkan aksi protesnya diatas bangunan galian PT. SCI tersebut. H. Kemat, S.Sos, selaku Ketua Komisi C bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat menanggapi dengan baik aspirasi warga masyarakat Dusun Tetep Randuacir Argomulyo tersebut.
32
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
Foto: ilust
Ketua DPRD melihat langsung jalan warga menuju sendang.
“Dengan adanya aspirasi warga ini harusnya pihak PT. SCI juga menghormati kearifan lokal setempat”, tutur bapak Kemat. Menurutnya hal ini akan dibicarakan dan dibahas lebih lanjut yang nantinya akan mendatangkan pihak PT. SCI untuk dimintai pendapat serta membahas jalan keluar yang baik untuk kedua belah pihak. (dk/ss )
Sosok
Geliat Aktivis Lingkungan di Salatiga Foto: Intan
Peringatan Hari Bumi berawal dari gerakan akar rumput di Amerika Serikat. Di tahun 60-an, Amerika Serikat dilanda kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Digambarkan dalam buku yang ditulis Rachel Carson’s berjudul “Silent Spring”, bahwa polusi telah merenggut banyak kehidupan di planet bumi ini. Hal ini menyadarkan banyak orang untuk lebih peduli terhadap lingkungan hidup.
K
omunitas Lintas Relawan, Akar Rumput, Mahesapala, Salatiga Reggae United, Trisala, Salatiga Peduli, off Zine (Temanggung), AGMM Salatiga dan Green Peace mengadakan aksi seni untuk Lingkungan di Taman Tingkir Kota Salatiga. Erick Setya Darmawan yang merupakan koordinator akar rumput menerangkan bahwa kegiatan ini adalah seri ketiga dari rangkaian acara Pra Aksi Seni untuk Lingkungan Kedua tahun 2016. Dikatakan Erick, bahwa rangkaian acara ini adalah serangkaian sosialisasi kegiatan puncak Aksi Seni untuk Lingkungan Kedua yang dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Bumi. “Dalam attraction kita mentargetkan masyarakat yang datang untuk berkegiatan minggu pagi di Taman Tingkir Kota Salatiga yang saat ini merupakan taman baru dan populer, sehingga pada hari Minggu pagi sangat ramai”, terang Erick.
Foto: Intan
Anggota komunitas akar rumput mempersiapkan pelaksanaan workshop daur ulang pengolahan barang sisa.
Ditambahkan bahwa hal ini bertujuan untuk memberikan sosialiasi dan berbagi pengetahuan tentang gaya hidup ramah lingkungan. “Beberapa kegiatan yang kami lakukan diantaranya adalah workshop daur ulang mengolah barang sisa menjadi berguna” katanya. Selain itu untuk menarik masyarakat, Komunitas Lintas Relawan Akar Rumput Mahesapala juga menyuguhkan jamming perkusi dari beberapa kelompok perkusi di Salatiga. “Ada juga funrise untuk galang dana dengan buka stand merchendise Aksi Seni Untuk Lingkungan. Kegiatan lain adalah melukis bersama di atas papan sign polos putih dengan gambar pesan lingkungan dan pesan-pesan hippie style,” tutur Erick ditengah-tengah kesibukannya. Melalui kegiatan Aksi Seni Untuk Lingkungan, diharapkan akan seni dan budaya dapat ditingkatkan. Erick menilai bahwa cara ini efektif untuk merangkul kawula muda untuk turut menjaga lingkungan. Apalagi saat ini isu lingkungan belum menjadi isu seksi yang mendapat perhatian masyarakat. “Kelangsungan hidup dan alam raya menjadi tanggung jawab kita semua, dan tidak bisa dilimpahkan pada salah satu pihak saja,” tegas Erick selaku koordinator akar rumput. (is/ss)
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
33
Tebak Wajah
TEBAK WAJAH JIWARAGA 32 KETENTUAN MENEBAK : 1. Susunlah penggalan foto ini di kartu pos sehingga membentuk foto aslinya secara utuh. 2. Sebutkan identitas namanya. 3. Cantumkan Kupon Tebak Wajah Jiwaraga 32 yang telah disediakan. 4. Jawaban dikirim ke kantor Redaksi Majalah Jiwaraga, dengan alamat Sekretariat DPRD Kota Salatiga, Jalan Letjend. Sukowati Nomor 51 Salatiga. 5. Tulis nama dan alamat lengkap pengirim serta Nomor Telepon. 6. Jawaban diterima Redaksi majalah Jiwaraga paling lambat tanggal 25 Juli 2016. 7. Akan diundi 5 (lima) orang pemenang masingmasing berhak mendapat hadiah senilai Rp. 100.000,00. dari Bank Jateng. 8. Pemenang akan diumumkan pada Majalah Jiwaraga Edisi IV Tahun 2016 9. Pemenang dapat mengambil hadiah di Kantor Redaksi Majalah Jiwaraga dengan menyertai foto copy identitas diri.
KUPON TEBAK WAJAH JIWARAGA 32 PEMENANG TEBAK WAJAH JIWARAGA 31 1. HERY SETIAWAN Dsn. Rowosari, RT 2/I Kec. Tuntang Kab. Semarang. 2. MAYA AMELIA IRAWATI Jl. Pudaksari No. 9 RT. 10 RW. 02 Kel. Kutowinangun Lor - Salatiga 3. DENNY WIRASWANDANA Jl. Kalinyamat No. 59 RT. 001/003 Kutowinangun Lor - Salatiga 4. YOHANES RETYANDRA MAU Jl. Argoyuwono 15 RT. 003/001 Ledok Argomulyo - Salatiga
M. FATHUR RAHMAN, SE., MM 34
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
5. DEWI INTAN SAPUTRI Isep-isep RT. 002/003 Gedongan Argomulyo - Salatiga
Foto: ss/sn
Lensa
Pentas Megatruh Menjaga Salatiga Tetap Kondusif Foto: Andy
M
enjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 mendatang, pemilik Joglo Ki Penjawi Salatiga, Gunawan Herdiwanto menggelar pementasan teater dan macapat megatruh. Pementasan ini bertujuan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga situasi adem ayem saat Kota Salatiga akan melaksanakan Pilkada 2017 yang akan datang. Tembang macapat megatruh merupakan salah satu tembang macapat yang menggambarkan tentang kondisi manusia di saat sakratul maut, yaitu berpisahnya antara jiwa dan raga. Menurut Iwan, sapaan akrab Gunawan Herdiwanto, dengan mementaskan macapat megatruh ini dirinya ingin mengajak warga di Kota Salatiga agar senantiasa eling lan waspada dalam menjalani kehidupan. "Kami undang semua tokoh Kota Salatiga, khususnya yang telah mengikrarkan diri berniat maju sebagai bakal calon wali kota maupun wakil wali kota Salatiga" kata Gunawan. Selain Ketua DPRD Kota Salatiga M. Teddy Sulistio, SE hadir pula Kapolres, Komandan Kodim serta Wakil Ketua DPRD Salatiga Ir. Hj Diah Sunarsasi. Beberapa tokoh ekspatriat yang berada di Kota Salatiga, tokoh agama, tokoh masyarakat, TNI, Polri, hingga akademisi serta masyarakat umum banyak turut menyaksikan pergelaran tersebut.(ss/sn)
Foto: Andy
Jiwaraga, Edisi III Tahun 2016
35
Komandan Kodim 0714 Salatiga Letkol. Inf. Budi Rahmwan menggunting pita pada peresmian Anjungan Rakyat Bicara DPRD Kota Salatiga
Jiwaraga Jendela Informasi Wakil Rakyat Salatiga