Paper
MASA REMAJA: Hasil Observasi dan Wawancara kepada Responden “Al” dan Implikasi Praktik Pekerjaan Sosial serta Korelasinya dengan Teori Erik Herbert Erikson tentang Perkembangan Manusia
Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas Mata Kuliah: Human Behavior and Social Environment (HBSE)
Dosen: Dr. DIDIET WIDIOWATI, M.Si Dr. TUKINO, M.Si PROF. ADI FAKHRUDIN, Ph.D
Oleh: HERU SUNOTO NRP: 13.01.003
PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013
i
KATA PENGANTAR
وآله وصحبه، والصالة والسالم علي رسول اهلل األهيي،الحود هلل ربّ العالويي ...وهي تبعهن بإحساىٍ إلى يوم الديي Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa menyelesaikan tugas, paper tentang “Masa Remaja” sebagai salah satu tahapan rentang kehidupan manusia. Paper ini berisi 3 point, yaitu dasar ilmiah, hasil ovservasi, dan implikasi praktik pekerjaan sosial. Pijakan ilmiah utama kami ambil dari pandangan Erik Herbert Erikson
--salah seorang
freudian—yang kami ambil dari buku Human Behavior in the Social Environment: the Developing Person in a Holistic Context yang ditulis oleh Vimala Pillari, penerbit Brooks/Cole Publishing Company, 2nd ed, 1998. Untuk melengkapinya, kami juga gunakan beberapa buku lain yang membahas pandangan Erikson tersebut tentang delapan tahapan perkembangan manusia. Observasi dan wawancara kami lakukan kepada responden “Al” 13 tahun yang beralamat di Dago Tengah, kelas 1 SMP 35 Dago, Coblong, Bandung. Pelengkap informasi juga kami dapatkan datanya dari kawan sebayanya. Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1, dan lebih khusus lagi dosen-dosen kami.
Bandung,
November 2013
Heru Sunoto
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1
BAB II. HASIL OBSERVASI
4
BAB III. IMPLIKASI PRAKTIK PEKSOS
5
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN Pengantar Remaja, menurut Erik H. Erikson, merupakan tahapan ke lima dari delapan tahapan perkembangan manusia. Kedelapan tahapan perkembangan manusia tersebut jika dibuat bagan adalah sebagai berikut:
Remaja mengalami banyak perkembangan sehingga merupakan masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Perubahan yang terjadi pada remaja adalah:
Biologis
Sosial
Psikologis
Kultural
Historis
Beberapa aspek seperti kematangan kognitif mungkin salah satu bentuk perkembangan yang sangat kentara dimana pada saat yang sama secara biologis, remaja masih terlihat sebagai anak-anak. Meski dalam proses emosi, seksual, intelektual, dan fisik masih termasuk ke dalam kelompok anak-anak.
1
Lerner dan Hultsch (1983) mendefinisikan bahwa adolescence (remaja) adalah satu periode di dalam rentang kehidupan manusia, dimana proses-proses yang paling kentara adalah kondisi transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja pada Usia Berapa? Secara usia, remaja adalah anak yang berusia 12 hingga 19 tahun.1 Tipikal remaja adalah kombinasi
antara
anak-anak
dan
dewasa,
dimana
perkembangan
fisiknya
telah
menyebabkan ia ingin menunjukkan jati dirinya. Klasifikasi Remaja Menurut Keniston2, remaja dalam perkembangannya dikelompokkan ke dalam tiga tahapan, yaitu:
Early Adolescence (remaja awal)
Middle Adolescence (remaja pertengahan)
Late Adolescence (remaja akhir).
Erik H. Erikson Berbicara tentang Remaja Pembentukan Jatidiri. Erikson menjelaskan tahapan perkembangan manusia sebagai tahapan kritis, dimana perkembangan ataupun kegagalan pada tahap awal akan berpengaruh kepada selanjutnya. Remaja disebut oleh Erikson sebagai tahapan krisis identitas dan kebingungan/kegalauan (Identity Vs Confusion). Identity pada remaja ditandai dengan mengawali mencari teman “di luar keluarga”, membangun ”meaningfull emotional” (emosi yang penuh arti) di luar rumah, menciptakan sistem nilai sendiri, tetapi masih terpengaruh dengan keluarga dalam hal merencanakan masa depan. Menurut Erikson, pencarian identitas merupakan gabungan antara identifikasi
1
Demikian disebutkan oleh Fimala Pillari. Namun, Erik H. Erikson tidak menyebut usia secara tegas untuk kedelapan tahapan perkembangan manusia tersebut. Beberapa penulis, ketika membahas teori Erikson, menyebutkan dengan angka yang berbeda-beda: Vimala Pillari menyebut usia 12 - 19 tahun. David Elkind menyebut antara 12 - 18 tahun. (Erik Erikson’s Eight Age of Man, the New York Times Magazine, April 5th 1970). Diane Dwyer dan Janice Hunt-Jackson menyebutkan antara 13 – 19 tahun (dalam artikel the Live Span Perspective di dalam buku Human Behavior and the Social Enviromnet, John S. Wodarski and Sophia F. Dziegielewski (editors), Springer Publishing Co., NY., 2002); James Rose menyebut usia 10 – 20 tahun (Human Development: Adolescence, Penerbit Roudledge, London and NY., 2005, hal 115). 2 K. Keniston (1975), Youth as a Stage in Live (in F.J. Havighurst and P. H. Dreyer: Youth: the 74th yearsbook of the NESSE, Chicago, Univ. Of Chicago Press, 64, hal 231 – 245).
2
masa lalu, keinginan masa depan, dan pengaruh budaya (the combines past-identifications, future aspirations, and cultural influences). Inilah hal yang paling mencolok dari usia remaja. Dalam budaya Amerika Serikat, remaja mulai menunjukkan kesadaran diri yang kuat, otonomi, seksualitas, dan mulai menjangkau hubungan pada lingkungan yang lebih luas ketika akan merealisasikan beragam tujuan personal. Oleh karena itu, menurut kacamata Erikson, sebuah identitas melebur sebagai hasil kombinasi identifikasi masa lampau, harapan masa depan, dan pengaruh budaya. Erikson percaya bahwa remaja pada level usia ini mulai mengejar cita-cita mereka dengan aktif. Dalam pembentukan identitas diri, remaja harus belajar dan memutuskan untuk mengikuti budaya yang baik buat mereka dan yang tidak. Memberikan solusi ulang pada krisis identitas diri inilah yang merupakan tahapan akhir dalam menanamkan (internalization) nilai-nilai budaya kepada remaja. Remaja mungkin dibolehkan, pada usia ini untuk menikah, menjadi relawan, aktif di kegiatan keagamaan, memberikan suara, dan juga bekerja. Hal-hal ini tentu saja sangat tergantung pada nilai budaya yang berlaku pada masyarakat, yang tentu saja bisa mengakomodir proses pembentukan identitas diri. Gambaran diri yang Negatif. Dalam proses pembentukan identitas diri, seorang remaja sangat mungkin memutuskan untuk mengikuti permintaan dari significant others (orang yang sangat berpengaruh kepadanya). Hal ini bisa terjadi jika ada penanaman sejak dini akan identitas tersebut. Misalnya, seorang remaja memutuskan ingin menjadi dokter atau lawyer (pengacara) karena keluarga atau kakeknya menginginkannya demikian. Beberapa remaja ada yang mengembangkan gambaran dirinya secara negatif.3 Label atau sebutan semisal “gagal”, “tidak bisa apa-apa” dan “perilaku menyimpang”, sebagiannya bisa disebabkan oleh identitas personal. Dengan kita mengadopsi semisal sebutan atau label yang bisa memotivasi mereka, ini merupakan cara yang bisa menguatkan identitas remaja. ***
3
Erikson, 1980: Identity and the life cycle.
3
BAB II HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA RESPONDEN
Identitas Responden Inisial
: “Al”
Jenis kelamin
: laki-laki
Warna kulit
: Sawo matang
Tempat/tanggal lahir
: Bandung, Januari 2001 (13 tahun)
Pendidikan
: SMP
Alamat
: Dago Tengah, Kel. Dago Kec. Coblong, Kota Bandung
Responden adalah anak ke dua dari 3 bersaudara. Ibunya adalah ibu rumah tangga dan bapaknya kerja, kakaknya perempuan kelas III SMA dan adiknya masih SD. “Al” adalah anak yang periang, suka bermain dengan teman sebayanya, dan mudah bergaul. Kalau sore hari ia suka ke masjid Al-Hidayah di Dago Tengah untuk shalat Maghrib berjamaah dan dilanjutkan dengan belajar mengaji. Saat ini sudah mengaji Al-Qur’an dan surat ke 26 (Al-Syu’araa). Sambil menunggu mulai “ngaji”, ia bermain-main dengan temantemannya di halaman masjid, dan jika ustadznya sudah siap maka ia masuk masjid ke lantai 2 untuk mengaji bersama kawan-kawannya. Tentang pelajaran sekolah, yang paling ia sukai adalah olah raga. Ia paling suka sprint. Untuk pelajaran lainnya seperti IPS, IPA, dan Matematika, ketika ditanya apakah ia suka atau tidak, dijawab “biasa-biasa saja”. Tentang pertemanannya, ia setiap pulang sekolah biasa bermain dengan kawan-kawannya. Ia mengaku tidak memiliki kebiasaan buruk seperti berbohong, nakal, apalagi narkoba. Mungkin karena rumahnya yang dekat dengan Masjid dan terbiasa ikut dalam kegiatan “ngaji” di masjid sehingga ia relatif beranjak menjadi remaja yang baik, mengikuti tata-nilai yang ada di lingkungan Dago. ***
4
BAB III IMPLIKASI TERHADAP PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL Berdasarkan gambaran keadaan responden pada Bab II, kita mengetahui bahwa remaja “Al” adalah tipikal remaja tahap awal yang “baik-baik saja”. Ia berkembang sesuai dengan nilai dan etika lingkungan. Ia mendapatkan haknya untuk bersekolah, bermain, dan belajar mengaji di masjid di dekat rumahnya. Pertemanan sebagai lingkungan luar juga welcome terhadap kehadirannya, kawan-kawannya kompak dengannya dalam bermain. Juga tidak suka berbohong, menjahili kawannya apalagi narkoba. Implikasi peran pekerja sosial terhadap responden “Al” adalah:
Selalu memberikan arahan, encouragement kepada responde “Al” agar selalu menjadi remaja yang unggul, terbaik, dan bisa dibanggakan oleh kedua orang tuanya, dan saudara-saudaranya.
Tentang minat kepada pelajaran di sekolah, khususnya IPA, IPS, dan Matematika, dimana terlihat dari mimik wajah responden “Al” yang biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan olahraga, maka peran peksos adalah memahamkan kepada responden “Al” bahwa memang belajar itu ada kalanya menyenangkan dan adakalanya menjemukan karena rutinitas. Namun, karena demi masa depan yang baik bagi responden “Al” maka semangat dari sendiri harus tetap kuat, dan dukungan dari kedua orang tua juga sangat diharapkan. Peksos memberikan trik dalam belajar agar tidak jenuh adalah jangan terlalu lama belajar, selingi dengan aktivitas lain seperti bermain dengan kawan-kawan, dan olah raga.
Berikutnya, peksos perlu mulai mengenalkan kepada responden “Al” tentang citacitanya, karena hal itu juga bisa memotivasi semangat belajarnya. Cita-cita juga bisa membantu mengarahkan kemana setelah lulus SMP.
Sebagai tahap preventif, peksos perlu memberikan informasi kepada kedua orang tua repsonden agar pengawasan tetap dilakukan karena bagaimanapun berbagai kemungkinan sangat mungkin terjadi jika lemah pengawasan. Kedua, pastikan anak tetap tidak suka berbohong, dan yakinkan bahwa bohong adalah kesalahan besar, responden boleh keliru, boleh salah, tapi tidak boleh bohong, apalagi kepada orang tua. Diantar bentuk bohong yang tidak disadari adalah anak sudah bisa fecebook-an, padahal usia belum 17 tahun. Padahal diantara ketentuan dari FB adalah usia diatas 17 tahun, maka jika ada anak usia di bawah 17 tahun sudah main FB, berarti ia sudah berbohong dalam pengakuan usia. Ini tidak boleh. Semoga responden kelak menjadi anak yang shalih, berguna bagi agama, kedua orang tua, masyarakat, dan bangsa. 5
Implikasi Peran Peksos Terkait Responden “Al” Peran pekerja sosial lainnya yang secara indirect berpengaruh kepada responden “Al” adalah:
Perlunya peran Rukun Tetangga agar tetap menjamin lingkungan yang “nyaman buat anak dan remaja”;
Perlunya peran Rukun Tetangga agar tetap menjamin lingkungan yang “kondusif buat hak belajar remaja, belajar dalam arti yang luas, baik belajar untuk persiapan sekolah maupun belajar mengaji, agama, dan sosialisasi secara positif”
Lingkungan perlu memberikan reward kepada remaja yang tetap bisa mengindahkan tata-nilai di lingkungan dengan kesantunan, keunggulan, dan kesolehan. Reward bisa berupa uang atau sesuatu yang bernilai bagi remaja sehingga memotivasi remaja dan generasi di bawahnya agar dalam perkembangannya bisa optimal sesuai life span dan mengindahkan norma dan tata nilai masyarakat.
Mendorong ke-RT-an untuk menciptakan beragam wahana dan kegiatan positif bagi remaja sehingga bakat dan minat mereka tersalurkan, dan terkembangkan secara optimal dan positif.
Mendorong ke-RT-an untuk menetapkan aturan bagi warnet yang ada di sekitar Dago Tengah untuk peduli dengan anak dan remaja dengan “internet yang sehat dan mendidik” disertai reward and punishment. ***
6
DAFTAR PUSTAKA
David Elkind, Erik Erikson’s Eight Age of Man, the New York Times Magazine, April 5th 1970. Diane Dwyer dan Janice Hunt-Jackson dalam artikel the Live Span Perspective di dalam buku Human Behavior and the Social Enviromnet, John S. Wodarski and Sophia F. Dziegielewski (editors), Springer Publishing Co., NY., 2002. F.J. Havighurst and P. H. Dreyer: Youth: the 74th yearsbook of the NESSE, Chicago, Univ. Of Chicago Press. James Rose, Human Development: Adolescence, Penerbit Roudledge, London and New York, 2005. Vimala Pillari, Human Behavior in the Social Environment: the Development Person in a Holistic Context, Brook/Cole Publishing Company, 2th edition, 1998. www.psychologyHQNotes.com
***
7