SURVEI PEROKOK DAN KONDISI KESEHATAN PEROKOK DI WILAYAH RURAL (DESA CILEBUT BARAT KABUPATEN BOGOR) DAN URBAN (KELURAHAN KALIBATA KOTA JAKARTA SELATAN) TAHUN 2015
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh: Nama: Nur Fitri Afiati NIM: 1111101000043
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (PSKM) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Epidemiologi Skripsi, November 2015 Nur Fitri Afiati, NIM: 1111101000043 Survei Perokok dan Kondisi Kesehatan Perokok Di Wilayah Rural (Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor) dan Urban (Kelurahan Kalibata Kota Jakarta Selatan) Tahun 2015 XVI+ 105 halaman, 2 bagan, 24 tabel, 50 lampiran ABSTRAK Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dengan angka prevalensi rokok terbanyak yaitu 4,8%. Survei yang dilakukan oleh Riskesdas menunjukkan bahwa wilayah rural dan urban memiliki proporsi perokok yakni 36,6% dan 32,3% di tahun 2013. Cilebut Barat memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yaitu sebanyak 6092 rumah tangga. Sedangkan, Kelurahan Kalibata memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yakni sebesar 14329. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif yang menggunakan desain studi Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu klaster dua tahap dengan jumlah sampel 275 di Desa Cilebut Barat dan 295 di wilayah Kelurahan Kalibata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok di Desa Cilebut Barat dan Kelurahan Kalibata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perokok di daerah Kelurahan Kalibata lebih tinggi dengan jenis kelamin perempuan. Pada wilayah Kelurahan Kalibata pendidikan terakhir adalah SMA (58,11%). Sedangkan, di Desa Cilebut Barat pendidikan terakhir perokok adalah SMP (38,30%). Pekerjaan perokok tertinggi di Kelurahan Kalibata adalah wiraswasta (41,90%) dan Desa Cilebut Barat adalah buruh (36,17%). Pada kedua wilayah perokok menghabiskan 10-14 batang rokok perharinya dengan anggaran rata-rata Rp 13.700 pada Kelurahan Kalibata dan Rp 10.600 pada Desa Cilebut Barat. Rata-rata usia awal merokok di Desa Cilebut Barat yakni 19 tahun dan 17 tahun di Kelurahan Kalibata. Metode berhenti merokok tanpa bantuan adalah metode terbanyak yang digunakan pada kedua wilayah. Pajanan asap rokok di dalam rumah, di lingkungan kerja dan tempat umum lebih banyak terjadi di Desa Cilebut Barat daripada di wilayah Kelurahan Kalibata. Hampir semua responden mendapat pajanan iklan rokok dari televisi. Sebagian besar perokok pada kedua wilayah memiliki durasi merokok 10-19 tahun. Kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok yang paling banyak terjadi yaitu hipertensi baik di Desa Cilebut Barat maupun Kelurahan Kalibata. Peneliti menyarankan agar Puskesmasmelakukan edukasi kepada warga mengenai dampak rokok terutama kepada kalangan pelajar seperti SD, SMP dan SMA. Kata kunci: Perokok, Kondisi Kesehatan, Rural dan Urban
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH Epidemiology Undergraduate Thesis, November 2015 Nur Fitri Afiati, NIM: 1111101000043 Smokers Survey and Smokers Health Conditions In Rural (Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor) and Urban (Kelurahan Kalibata Kota Jakarta Selatan) 2015 XVI+ 105 halaman, 2 bagan, 24 tabel, 50 lampiran ABSTRACT Indonesia is the third country in the world with the highest smoking prevalence rate is 4.8%. A survey conducted by Riskesdas showed that urban and rural regions have a proportion of smokers ie 36.6% and 32.3% in 2013. Cilebut West has the highest number of households that as many as 6092 households. Meanwhile, Village Kalibata has the highest number of households which amounted to 14 329.This study was a descriptive epidemiological study using cross sectional study design. A sampling technique that two-stage cluster sample number 275 in the Village area Cilebut West and 295 in the Village Kalibata. This study aims to determine the distribution of smokers by person, place and time as well as health conditions experienced by smokers in the West Village and Village Cilebut Kalibata. The results showed that smokers in the Village area Kalibata higher with female sex. At the Village Kalibata last education is high school (58.11%). Meanwhile, in the West Village area of education last Cilebut smokers are junior (38.30%). Most of the work in the village Kalibata smokers are self-employed (41.90%) and Cilebut West Village area is labor (36.17%). In both regions smokers spend 10-14 cigarettes per day with an average budget of Rp 13,700 to Rp 10,600 Village Kalibata and at Village West Cilebut. The average age of beginning to smoke in the village of West Cilebut ie 19 years and 17 years in the Village Kalibata. Methods to stop smoking without help is the method most used in both regions. Exposure to cigarette smoke in the home, in the workplace and public places are more prevalent in the West than in the village Cilebut Kalibata Village area. Almost all respondents got exposure to cigarette advertising on television. Most smokers in the two regions has a duration of 10-19 years smoke. health conditions experienced by smokers most common are hypertension either in the village or the Village West Cilebut Kalibata. Researchers suggest that health centers to educate the citizens about the impact of smoking, especially to the students such as elementary, junior high and high school. Keywords: Smokers, Health Conditions, Rural dan Urban
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama TTL Agama Golongan Darah No Hp Alamat Alamat Email Pendidikan Formal 1997-1998 1998-2004 2004-2007 2007-2010 2011-sekarang
: Nur Fitri Afiati : Jakarta, 2 April 1993 : Islam :B : 085694741563 : Jalan Kalibata Timur 3 Rt 005/08 no:17 :
[email protected]
: TK/TPA Alkhoiriyah : SDN Kalibata 04 : SMPN 182 Jakarta : SMAN 79 Jakarta : Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Prestasi dan Penghargaan 2009-2010 : Peraih Beasiswa DKI Jakarta 2013-2014 : Peserta Olimpiade Biologi tingkat Jakarta Selatan Pengalaman Kerja 2013 : Wakil Ketua Pengalaman Belajar Lapangan 1 dan 2 di Rw 11 Kelurahan Pamulang Kota Tangerang Selatan, Banten 2014 : Magang di Kantor Kesehatan Pelabuhan Soekarno Hatta 2015 : Magang di Puskesmas Kecamatan Pancoran 2015 : Tenaga enumerator survei Kebutuhan Nyata Air Bersih PKKLI FKM UI Pengalaman Organisasi 2010 : Bendahara Departemen Hayati Mabit Nurul Fikri 2011 : Staff Pengembangan Ekonomi Komda FKIK UIN Jakarta 2011-2012 Anggota aktif Pergerakan Anggota Muda IAKMI DKI Jakarta 2012-2013 : Menteri Pengembangan Ekonomi Pergerakan Anggota Muda IAKMI DKI Jakarta staff pengembangan ekonomi Epidemiology Student Association 2013-2014 : Staff Kementerian Keilmuan dan Profesi Pergerakan Anggota Muda IAKMI Nasional 2014-2015 : Bendahara Pergerakan Anggota Muda IAKMI Nasional
vii
Kata Pengantar Assalamu‟alaikum wr. wb Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal skripsi ini. Sholawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya hingga kepada kaum muslimin. Alhamdulillah skripsi yang berjudul “Survei Perokok dan Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural (Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor) dan Urban (Kelurahan Kalibata Kota Jakarta Selatan) Tahun 2015” telah selesai sebagai sarat untuk memperoleh gelar sarjana.Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UINSyarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Fajar Ariyanti Ph. D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku pembimbing. Terima kasih atas bimbingannya, saran, semangat dan doa nya. Terima kasih juga atas ilmu yang telah ibu berikan kepada saya dan tantangan selama proses pembelajaran yang membuat saya semakin kuat jika menghadapi dunia kerja. 4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar. MARS selaku pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, saran dan kebaikan yang telah bapak berikan kepada saya. 5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM. M.MA selaku pembimbing. Terima kasih banyak bu bimbingan dan arahan dari ibu dalam penelitian ini.
viii
6. Ibu Yuli Amran, MKM selaku pembimbing akademiknya. Terima kasih bu atas waktu dan perhatian yang telah ibu berikan kepada saya. 7. Ibu Hoirun Nisa, P.hD selaku Dosen Epidemiologi. Terima kasih bu, atas ilmu yang telah ibu berikan. 8. Umi, Ayah, kakak dan abang serta keponakan tersayang yang telah memberikan cinta dan kasih sayang serta semangatnya kepada penulis. Terutama kepada umi dan ayah yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatian kepada penulis baik dalam hal moril maupun materil. 9. Pihak yang terkait di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan dan Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di daerahnya. 10. Ibu Lurah Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor, kader desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor, Ketua RT baik di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan maupun di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor yang telah memudahkan proses perizinan untuk melakukan penelitian dan bantuan selama penelitian berlangsung. 11. Sahabat „Geng Rempong‟ Wulan, Pewe, Nadra, Safira, Mbak Lia dan Falah terima kasih atas motivasi dan bantuannya dalam hal pengumpulan data untuk bisa menyelesaikan skripsi ini. Terutama kepada Wulan yang telah memberikan kritik kepada penulis dalam hal penulisan skripsi. 12. Athiya, Ismi, Afifah, Wina dan Maya yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data. Terutama kepada Athiya yang selalu menemani penulis dalam melakukan pengumpulan data. 13. Teman-teman Epid 2011, terutama kepada Iis, Putri, Linadan Kemal yang
telah
memberikan
pendapat
dan
dukungannya
dalam
memperbaiki skripsi ini kearah yang lebih baik terutama dalam soal konten. 14. Sahabat-sahabat tersayang Puduf (Putri, Umi, Dian dan Fatimah) yang memberikan motivasi kepada penulis.
ix
15. Saudara penulis, Bi Yana, Bi Yati dan mang Topik yang telah membantu peneliti selama penelitian berlangsung terutama masalah perizinan. 16. Zahra, Rara, Shela dan Fitra teman seperjuangan di Mabit NF yang sampai sekarang menjadi teman dekat penulis. 17. Kevin, seseosok teman misterius yang selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan studi. 18. Teman-teman dan kakak-kakak PAMI Nasional yang telah membantu penulis dalam memberikan saran dan dukungan serta teman-teman PAMI Nasional lainnya. 19. Pihak lain yang telah membantu penulis terkait penulisan proposal. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan skripsi. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Wassalamu‟alaikum wr.wb Ciputat,
2015 Penulis
x
Daftar Isi Abstrak......................................................................................................................i Pernyataan persetujuan...........................................................................................iii Daftar Riwayat Hidup.............................................................................................iv Kata Pengantar ...................................................................................................... vii Daftar Isi.................................................................................................................. x Daftar Bagan ........................................................................................................ xiii Daftar Tabel ......................................................................................................... xiv Daftar Lampiran .................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined. A.
Latar Belakang ..........................................................Error! Bookmark not defined.
B.
Rumusan Masalah .....................................................Error! Bookmark not defined.
C.
Pertanyaan Penelitian ................................................Error! Bookmark not defined.
D.
Tujuan .......................................................................Error! Bookmark not defined. 1.
Tujuan Umum .......................................................Error! Bookmark not defined.
2.
Tujuan Khusus ......................................................Error! Bookmark not defined. Manfaat .....................................................................Error! Bookmark not defined.
E. 1.
Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ...Error! Bookmark not defined.
2.
Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat ........................Error! Bookmark not defined.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................Error! Bookmark not defined. Ruang Lingkup Penelitian.........................................Error! Bookmark not defined.
F.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................ Error! Bookmark not defined. Rokok ........................................................................Error! Bookmark not defined.
A.
B.
1.
Definisi Rokok ......................................................Error! Bookmark not defined.
3.
Dampak Rokok .....................................................Error! Bookmark not defined.
4.
Tipe-tipe Perokok..................................................Error! Bookmark not defined. Epidemiologi Deskriptif............................................Error! Bookmark not defined.
xi
1.
Orang.....................................................................Error! Bookmark not defined.
2.
Tempat ..................................................................Error! Bookmark not defined.
3.
Waktu ....................................................................Error! Bookmark not defined.
C.
Rural dan Urban ........................................................Error! Bookmark not defined.
D.
Rokok Menurut Islam ...............................................Error! Bookmark not defined.
E.
Kerangka Teori .........................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III Kerangka Konsep dan Definisi Operasional .......... Error! Bookmark not defined. A.
Kerangka Konsep ......................................................Error! Bookmark not defined.
B.
Definisi Operasional .................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV METODE PENELITIAN ........................ Error! Bookmark not defined. A.
Desain Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................Error! Bookmark not defined.
C.
Populasi dan Sampel Penelitian ................................Error! Bookmark not defined. 1. Populasi .....................................................................Error! Bookmark not defined. 2.
Sampel...................................................................Error! Bookmark not defined.
D.Pengumpulan Data ........................................................Error! Bookmark not defined. 1. Sumber Data..............................................................Error! Bookmark not defined. 2.
Cara Pengumpulan Data........................................Error! Bookmark not defined.
3.
Instrumen Penelitian .............................................Error! Bookmark not defined.
F.
Pengolahan Data .......................................................Error! Bookmark not defined.
G.
Analisa Data ..............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB V HASIL PENELITIAN .............................. Error! Bookmark not defined. Gambaran Wilayah Penelitian ..................................Error! Bookmark not defined.
A. 1.
Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor ...................Error! Bookmark not defined.
B.
Distribusi Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Error! Bookmark not defined.
C.
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ..............................................................Error! Bookmark not defined.
xii
D.
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ..............................................................Error! Bookmark not defined.
E.
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ..............................................................Error! Bookmark not defined.
F.
Distribusi ...................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB VI PEMBAHASAN ...................................... Error! Bookmark not defined. A.
Keterbatasan Penelitian .............................................Error! Bookmark not defined.
B.
Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ...Error! Bookmark not defined.
C.
Perokok Menurut Orang di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ................Error! Bookmark not defined. 1.
Umur .....................................................................Error! Bookmark not defined.
2.
Jenis Kelamin ........................................................Error! Bookmark not defined.
3.
Pendidikan.............................................................Error! Bookmark not defined.
4.
Pekerjaan ...............................................................Error! Bookmark not defined.
5.
Jumlah Rokok .......................................................Error! Bookmark not defined.
6.
Metode Berhenti Merokok ....................................Error! Bookmark not defined.
7.
Anggaran Pembelian Rokok .................................Error! Bookmark not defined. Perokok Menurut Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ..............Error! Bookmark not defined.
D. 1.
Pajanan Asap Rokok .............................................Error! Bookmark not defined.
2.
Pajanan Iklan Rokok .............................................Error! Bookmark not defined. Perokok Menurut Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015................Error! Bookmark not defined.
E. 1. F.
Durasi Merokok ....................................................Error! Bookmark not defined. Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015..........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................... Error! Bookmark not defined. A. Simpulan ......................................................................Error! Bookmark not defined. B. Saran .............................................................................Error! Bookmark not defined.
Daftar Pustaka......................................................................................................117
xiii
Daftar Bagan
Nomor Bagan 2.1 3.1
Kerangka Teori Kerangka Konsep
Halaman 36 38
xiv
Daftar Tabel
Nomor Tabel Karakteristik Responden di Wilayah Rural dan Urban 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12
Tahun 2015 Distribusi Perokok Saat Ini di di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Saat Ini dan Dahulu di di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Metode Berhenti Merokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Anggaran Pembelian Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Age Initiation) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Asap Rokok di Dalam Rumah dan Tempat Kerja) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Asap Rokok di Tempat Umum) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Iklan Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Halaman 51 52 52 54 56 56 57 57 58 59 60 61
xv
Daftar Lampiran
No 1 2 3 4
Keterangan Kuesioner Kerangka Sampel Hasil Uji Validitas Hasil Analisis Data
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Secara global kematian akibat rokok mencapai 6 juta orang tiap tahunnya. Angka ini bisa bertambah mencapai 7 juta orang pada tahun 2020 (Action on Smoking and Health, 2014). Tobacco Atlas (2012) menunjukkan bahwa sekitar 2 per 3 perokok di dunia tinggal di sepuluh negara salah satunya adalah Indonesia. Selain Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh negara yang memiliki jumlah perokok terbanyak, Indonesia juga satusatunya negara yang berada di Asia Tenggara yang belum menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), padahal dengan menandatangani FCTC Indonesia akan terhindar dari beberapa kerugian seperti Indonesia tidak menjadi negara tujuan pemasaran industri rokok multi nasional, konsumsi rokok pada anak dan wanita akan berkurang serta Indonesia memiliki kesempatan untuk mengikuti negosiasi penerapan panduan FCTC (Kementerian Kesehatan, 2013a). Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dengan angka prevalensi perokok terbanyak setelah Cina dan India yaitu sebesar 4,8% (WHO, 2008 dalam Tobacco Control Support Center, 2012). Pada tahun 2009, Indonesia menempati peringkat keempat dengan jumlah perokok terbanyak di dunia yakni sebesar 260.800 (Tobacco Atlas, 2009 dalam Tobacco Control
2
Support Center, 2012). Pada tahun 2013 proporsi perokok di Indonesia adalah 29,3% (Riskesdas, 2013). Perokok di Indonesia berasal dari berbagai kelompok umur dan jenis kelamin. Berdasarkan kelompok umur, persentase perokok paling tinggi berada pada usia produktif (15-64 tahun). Data dari Riskesdas pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebanyak 37% perokok berusia 35-44 tahun. Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 menunjukan bahwa sebanyak 73,3% perokok berada pada usia 25-44 tahun. Sementara itu, Riskesdas tahun 2013 memperlihatkan bahwa sebanyak 33,4% perokok berusia 30-34 tahun. Data yang diolah Tobacco Control Support Center (2012) menemukan bahwa usia awal perokok mengonsumsi rokok terbanyak yakni usia ≥15 tahun sebesar 50,7% di tahun 2007 dan 43,3% di tahun 2010. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi perokok pada laki-laki meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2007 prevalensi perokok laki-laki sebesar 65,6% kemudian tahun 2010 naik menjadi 65,8% dan pada tahun 2013 menjadi 66% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan karakteristik wilayah tempat tinggal, prevalensi perokok dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada wilayah rural atau pedesaan prevalensi perokok tahun 2007 yaitu 36,6% dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 37,4%. Sedangkan, pada wilayah urban atau perkotaan prevalensi perokok sebesar 31,2% di tahun 2007 dan 32,3% di tahun 2010 (Tobacco Control Support Center, 2012). Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa perokok di wilayah rural lebih banyak dibandingkan dengan perokok di
3
wilayah urban. Data GATS (2011) juga menunjukkan hasil yang sama yakni 72,5% prevalensi perokok di wilayah rural dan 61,6% prevalensi perokok di wilayah urban. Penelitian yang telah dilakukkan oleh Hodge (1996) menunjukkan bahwa perokok di wilayah urban lebih banyak dibandingkan dengan perokok di wilayah rural. Penelitian Duelberg (1992) menunjukkan hasil yang sama yaitu perokok di wilayah urban lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah rural. Sedangkan, penelitian yang dilakukkan oleh Sarvela menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Sarvela (1997) menunjukkan bahwa perokok rural lebih besar dibandingkan perokok dengan urban. Data BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki wilayah pedesaan terbanyak yakni sebanyak 3221 desa. Sedangkan, DKI Jakarta merupakan provinsi yang seluruh wilayahnya merupakan wilayah perkotaan yakni sebanyak 267 kota. Provinsi Jawa Barat memiliki proporsi perokok 27,1 % untuk perokok saat ini dan 5,6% untuk perokok kadang-kadang (Riskesdas, 2013). Bogor merupakan salah satu wilayah kabupaten yang memiliki proporsi 28,6% dan perokok kadang-kadang 5,9% (Riskesdas Jawa Barat, 2013). Sedangkan, Provinsi DKI Jakarta memiliki proporsi merokok terbanyak dengan proporsi perokok sehari-hari 23,2% dan proporsi perokok kadang-kadang 6% (Riskesdas, 2013). Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang memiliki proporsi perokok setiap hari terbanyak ketiga yakni 23,7%
4
perokok setiap hari dan 4,6% perokok kadang-kadang. Selain itu, Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang memiliki jumlah perokok dengan usia <15 tahun terbanyak yakni 13,3% (Riskesdas Jakarta, 2013). Masalah rokok
harus
segera ditangani
karena
rokok dapat
menimbulkan gangguan pada sistem kardiovaskular, sistem pernafasan dan juga sistem reproduksi. Data yang berasal dari Surgeon General (2014) menunjukkan bahwa sebesar 235 dari 100.000 penduduk meninggal dengan gangguan sistem kardiovaskular yang diakibatkan oleh rokok. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan oleh Shinton dan Beevers (1989) dalam CDC (2010) menunjukkan bahwa orang yang merokok berisiko terkena stroke. Hasil studi yang sama juga ditemukan oleh Framingham Heart Study yang menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah konsumsi rokok (Wolf, 1988). Selain itu, rokok dapat menyebabkan gangguan pada sitem pernafasan diantaranya kanker paru, PPOK dan juga asma. Surgeon general (2014) menyebutkan kematian akibat kanker paru yakni sebanyak 90% pria dan 80% wanita yang disebabkan oleh rokok. National Review of Astma Death (2012) dalam Action on Smoking and Health (2015b) menunjukkan bahwa 28% kematian penderita asma disebabkan oleh rokok. Sedangkan, PPOK sekitar 80% dari kematian akibat PPOK disebabkan oleh rokok (Surgeon General, 2014).
5
Dampak pada sistem reproduksi yakni sekitar 10-20% kehamilan berakhir dengan keguguran dan 10% pasangan yang ingin memiliki anak memiliki tingkat kesuburan yang kurang (CDC, 2010). Data yang berasal dari Pregnancy Risk Assessment and Monitoring System (PRAMS) tahun 2011 menemukan bahwa 10% wanita dengan usia kehamilan 3 bulan merokok selama kehamilan (CDC, 2014a). Kecamatan Pancoran merupakan salah satu kecamatan di wilayah Jakarta Selatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Dara Puspita Dewi (2010) menemukan bahwa Kecamatan Pancoran memiliki presentase satu orang perokok di rumah tangga yaitu sebanyak 72,9%. Kelurahan Kalibata merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Pancoran yang memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yakni sebesar 14329 (BPS, 2010). Sedangkan, Desa Cilebut Barat merupakan salah satu Desa di Kabupaten Bogor. Penelitian yang dilakukan oleh Yusnabeti (2009) menemukan bahwa presentase perokok di Desa Cilebut Barat yakni sebesar 89,8%. Desa Cilebut Barat juga memiliki memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yaitu sebanyak 6092 rumah tangga. Berdasarkan penjabaran masalah dan juga dampak yang terjadi pada perokok, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proporsi dan distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta kondisi kesehatan yang dialami perokok di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan karena
6
selain masalah yang telah dipaparkan sebelumnya juga belum ada penelitian terkait mengenai hal ini. B.
Rumusan Masalah Rokok dapat menimbulkan efek bagi kesehatan diantaranya gangguan pada sistem kardiovaskular, sistem pernafasan dan juga sistem reproduksi. Tidak hanya penyakit saja yang ditimbulkan melainkan juga kematian. Di dunia, kematian akibat rokok mencapai 6 juta orang tiap tahunnya. Angka ini bisa bertambah mencapai 7 juta orang pada tahun 2020. Survei yang dilakukan oleh Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa wilayah rural memiliki proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah urban yakni 36,6% wilayah rural dan 32,3% di wilayah urban. Adanya fasilitas yang memadai di wilayah urban ini memungkinkan terjadinya migrasi penduduk dari wilayah rural ke wilayah urban. Swastika (2014) menyebutkan bahwa proporsi penduduk di rural menurun sebesar 1,42% dalam satu tahun. Sedangkan, penduduk di urban meningkat sebesar 3,14% dalam satu tahun. Hal ini memungkinkan meningkatnya jumlah perokok di wilayah urban. Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah rural. Diantara desa lainnya, Desa Cilebut Barat memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yaitu sebanyak 6092 rumah tangga. Sedangkan, Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah urban. Kelurahan Kalibata memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yakni sebesar 14329 (BPS, 2010).
7
Oleh karena itu, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai proporsi dan distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta kondisi kesehatan yang dialami perokok di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan karena selain masalah yang telah dipaparkan sebelumnya juga belum ada penelitian terkait mengenai hal ini di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan dan Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor. C.
Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana proporsi perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015? 2. Bagaimana distribusi perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015? 3. Bagaimana distribusi perokok menurut orang (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation) di wilayah rural dan urban tahun 2015? 4. Bagaimana distribusi perokok menurut tempat (pajanan asap rokok dan pajanan iklan rokok) di wilayah rural dan urban tahun 2015? 5. Bagaimana distribusi perokok menurut waktu (durasi merokok) di wilayah rural dan urban tahun 2015? 6. Bagaimana distribusi kondisi kesehatan yang dialami perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, komplikasi kehamilan) di wilayah rural dan urban tahun 2015?
8
D.
Tujuan Adapun tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing tujuan: 1.
Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat proporsi dan distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015.
2.
Tujuan Khusus a. Diketahuinya proporsi perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015. b. Diketahuinya distribusi perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015. c. Diketahuinya distribusi perokok menurut orang (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation) di wilayah rural dan urban tahun 2015. d. Diketahuinya distribusi perokok menurut tempat (pajanan asap rokok dan pajanan iklan rokok) di wilayah rural dan urban tahun 2015. e. Diketahuinya distribusi perokok menurut waktu (durasi merokok) di wilayah rural dan urban tahun 2015.
9
f. Diketahuinya distribusi kondisi kesehatan yang dialami perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan komplikasi kehamilan) di wilayah rural dan urban tahun 2015. E.
Manfaat 1.
Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan saran kepada Puskesmas di wilayah tempat penelitian berlangsung, Kelurahan Kalibata dan Desa Cilebut Barat, dalam menurunkan jumlah perokok di wilayah kerjanya.
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan dan informasi kepada peneliti selanjutnya untuk bisa melakukan penelitian yang berkaitan dengan menggunakan pendekatan mix methode untuk melihat proporsi serta pola pemikiran atau persepsi masyarakat di wilayah rural dan urban.
F.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi deskriptif dengan desain studi Cross Sectional. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi dan distribusi perokok menurut orang (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation), tempat (pajanan asap rokok dan pajanan iklan rokok) dan waktu (durasi merokok) serta
10
kondisi kesehatan yang dialami perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan komplikasi kehamilan). Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2015 di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan oleh mahasiswi Peminatan Epidemiologi UIN Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional dengan analisis deskriptif dari variabel penyerta yang menggunakan data primer. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 575 responden.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Rokok 1.
Definisi Rokok Rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) adalah gulungan tembakau kira-kira sebesar kelingking yang dibungkus daun nipah atau kertas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau mendefinisikan rokok adalah salah satu produk tembakau yang dibakar, dihisap, dan dihirup asapnya termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana rustica, Nicotiana tabacum, dan spesies lainnya.
2.
Kandungan Rokok Rokok mengandung 4000 jenis zat kimia diantaranya adalah karbon monoksida (CO), Nikotin dan Tar (Surgon General, 2014). Berikut adalah penjelasan bahan-bahan rokok: a. Tar Tar adalah salah satu bahan kimia yang terdapat didalam rokok. Dalam bentuk kondesat tar merupakan zat yang lengket berwarna cokelat yang dapat menyebabkan gigi kuning pada perokok (ASH Fact Sheet, 2014). Kandungan tar pada setiap jenis
12
rokok berbeda tergantung pada klasifikasi rokok. Klasifikasi rokokdibagi menjadi tiga yakni rendah (<22 mg/ batang rokok), medium (22-28 mg/ batang rokok), dan tinggi (≥29 mg/ batang rokok) (Kaufman. Et al, 1989). Semakin tinggi tingkatan rokok maka semakin banyak kandungan zat kimia yang ada didalamnya. b. Karbon Monoksida Karbon monoksida (CO) merupakan gas beracun yang terdapat dalam knalpot baik itu motor dan mobil serta terdapat dalam rokok (Action on Smoking and Health, 2014). Karbon monoksida merupakan gas yang lebih mudah terikat dengan hemoglobin di bandingkan dengan oksigen (Fauzani, 2005). Dalam hal ini perokok aktif mengalami keracunan dikarenakan terjadinya persaingan antara oksigen dengan karbon monoksida untuk dapat melekat pada hemoglobin (Husaini, 2006). Adanya persaingan ini dapat
menimbulkan
gangguan
pernafasan
dan
gangguan
kardiovaskular (Action on Smoking and Health, 2014). c. Nikotin Nikotin merupakan salah satu zat kimia yang terdapat didalam rokok. Nikotin dapat diserap tubuh dalam waktu 10-19 detik. Nikotin menyebabkan seseorang perokok merasa kecanduan. Hal ini terjadi dikarenakan nikotin dapat merangsang sistem saraf pusat. Selain merangsang sistem saraf pusat nikotin dapat
13
meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. (Action on Smoking and Health, 2014) Akibat nikotin ini banyak remaja yang menjadi perokok. Setiap harinya terdapat 400 remaja merokok untuk pertama kalinya. Selain itu, setiap hari terdapat 1000 perokok remaja yang menjadi perokok harian (Surgeon General, 2014). 3.
Dampak Rokok Rokok dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan pada
sistem
kardiovaskular,
gangguan
pernafasan,
gangguan
pencernaan dan gangguan reproduksi. Berikut adalah penjelasannya: a. Gangguan Kardiovaskular Penyakit
kardiovaskular
merupakan
penyebab
utama
kematian di Australia yakni sebanyak 43.603 kematian pada tahun 2013 (Heart Foundation, 2014). Di Amerika, sekitar 610.000 orang menderita penyakit jantung dimana 1 dari 4 penderita meninggal akibat penyakit jantung (CDC, 2013). Sedangkan, di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan RI (2013) menunjukkan bahwa sebanyak 883.447 orang didiagnosis menderita penyakit kardiovaskular. Rokok merupakan salah satu penyebab dari
penyakit
kardiovaskular. Di Australia rokok menjadi salah satu penyebab kardiovaskular. Heart Foundation(2014) menunjukkan bahwa sebanyak 2,7 juta penduduk Australia merokok dengan jumlah
14
perokok tiap hari sebesar 300.000 orang. Berikut akan dijelaskan penyakit kardiovaskular yang salah satu penyebabnya adalah rokok: 1. Hipertensi Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi tinggi yakni sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90 mmHg. Di Australia sebesar 4,6 juta penduduk memiliki tekanan darah tinggi pada tahun 2011-2012 (Heart Foundation, 2014). Sedangkan, Di Indonesia prevalensi hipertensi yakni sebesar 25,8% di tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Jika seseorang merokok, kandungan rokok seperti nikotin dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan nikotin merangsang pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal dan ujung saraf terminal yang
mengakibatkan
peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas lebih besar melalui stimulasi reseptor β1 miokard. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat melalui α-reseptor yang akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah (CDC, 2010). 2. Jantung Koroner Data yang berasal dari Surgeon General menunjukkan bahwa 71,7% laki-laki dan 80,8% wanita yang meninggal akibat jantung koroner disebabkan oleh rokok. 1 dari 10 kematian di
15
dunia disebabkan oleh jantung koroner karena rokok (Ezzati, 2005). Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Walter
(1987)
menunjukkan bahwa perokok yang mengonsumsi 1-4 rokok perbatang memiliki risiko terkena jantung koroner sebanyak dua kali dibanding non perokok. Hasil yang sama juga ditemukan oleh David (1999). Dalam penelitian David
perokok yang
mengonsumsi rokok 1-9 batang memiliki risiko terkena jantung koroner sebesar 2 kali lipat dibanding non-perokok. Dalam hal ini bahan kimia yang terkandung dalam rokok dapat mempengaruhi proses pemecahan kolestrol dalam tubuh. Lemak yang memiliki densitas yang rendah akan menempel pada permukaan dinding pembuluh darah. Penempelan lemak pada dinding pembuluh darah ini akan menumpuk seiring berjalannya
waktu
dan
menyebabkan
penyempitan
(Aterosklerosis). Aterosklerosis ini dapat menyebabkan jantung koroner. Hal ini dikarenakan terjadinya gangguan pada suplay darah ke jantung akibat penyumbatan dalam darah sehingga terjadinya nyeri dada (angina) (CDC, 2010). 3. Stroke Hasil meta-analisis dari 32 studi yang telah dilakukan oleh Shinton dan Beevers (1989) dalam CDC (2010) menunjukkan bahwa orang yang merokok berisiko stroke sebesar 1,5 kali
16
dibanding dengan orang yang tidak merokok. Studi lain yang dilakukan oleh Framingham Heart Study dengan menggunakan disain studi cohort menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah konsumsi rokok (Wolf, 1988). Rokok yang mengandung banyak bahan berbahaya dalam tubuh termasuk didalamnya karbon monoksida, formaldehid dan hidrogen sianida masuk melalui pernafasan dan ditransfer kedalam aliran darah. Bahan kimia yang terdapat didalam rokok akan meningkatkan kadar kolestrol jahat dan menurunkan kadar kolestrol baik. Hal ini dapat mengakibatkan penumpukan di dalam
tubuh
sehingga
terjadi
aterosklerosis.
Terjadinya
aterosklerosis seperti yang telah disebutkan diatas dapat menyebabkan berkurangnya suplai darah ke otak sehingga aliran darah ke otak terganggu. Hal ini mengakibatkan rusaknya selsel otak sehingga terjadinya stroke (Stroke Association, 2012). b. Gangguan Pernafasan Merokok dapat menyebabkan gangguan pada pernafasan. Hal ini dikarenakan asap yang masuk kedalam pernafasan masuk kedalam saluran pernafasan kemudian diserap dan disimpan dalam alveolus. Semakin seringnya perokok mengonsumsi rokok maka semakin berisiko memiliki gangguan pernafasan yang berbahaya.
17
Hal ini dikarenakan dosis yang berbahaya tersebut akan mengendap dan menyebabkan terjadinya cedera paru-paru (CDC, 2010). Penyakit pada saluran pernafasan ini merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian masyarakat dunia. Salah satu penyakit salurah pernafasan, PPOK, menginfeksi sekitar 200 juta orang di dunia (Action on Smoking and Health, 2015a). Survei yang dilakukan di Australia tahun 2004-2005 menunjukkan bahwa sekitar 15% kematian akibat infeksi saluran pernafasan disebabkan oleh rokok (Tobacco in Australia, 2015). Berikut akan dijelaskan penyakit gangguan pernafasan yang salah satu penyebabnya adalah rokok: 1. Asma Asma merupakan suatu kondisi dimana terhambatnya pernafasan seseorang yang ditandai dengan adanya bunyi pada pernafasan atau mengi, sesak nafas, sesak dada dan batuk dari waktu ke waktu (Acton on Smoking and Health a, 2015). Ada beberapa pemicu atau faktor risiko asma. Salah satunya adalah rokok. Data CDC menunjukkan bahwa 21% orang di Amerika yang menderita asma merupakan perokok. National Review of Astma Death (2012) dalam Acton on Smoking and Health (2015b) menunjukkan bahwa 28% kematian penderita asma disebabkan oleh rokok. Studi
yang dilakukan di daerah
18
Finlandia tahun 1997 menunjukkan bahwa pajanan asap rokok di tempat kerja berisiko menderita penyakit asma sebesar 2 kali daripada yang tidak terpapar dan pajanan rokok di rumah berisiko menderita penyakit asma sebesar 5 kali dibandingkan yang tidak terpapar (Jaakkola, 1997). Salah satu penelitian tahun 2006 menemukan bahwa dibanding dengan non-perokok dengan asma, perokok dengan asma memiliki jumlah yang lebih tinggi yang menunjukkan gejala PPOK (Boulet, 2006). 2. Penyakit Paru Obsetrik Kronik (PPOK) PPOK merupakan penyakit paru yang bersifat kronis yang ditandai dengan hambatan aliran udara baik itu bersifat progresif nonreversibel maupun propresif yang reversibel. PPOK ini terdiri dari emfisema dan bronkitis kronik (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). PPOK merupakan penyebab nomor 3 kematian di Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute, 2013). Di Inggris sekitar 900.000 orang telah terdiagnosis menderita PPOK (Action on Smoking and Health, 2015a). Merokok merupakan salah satu faktor risiko munculnya penyakit paru obsetrik kronik (PPOK). Diperkirakan 80% dari kematian akibat PPOK disebabkan oleh rokok (Surgeon General, 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Patel (2004) menunjukkan bahwa merokok berhubungan secara
19
signifikan terhadap PPOK. Risiko perokok menderita PPOK menurut Patel yakni sebesar 1,54 kali dibanding dengan yang tidak merokok. Asap rokok yang dihirup oleh perokok baik aktif maupun pasif masuk kedalam paru-paru. Ukuran partikel atau massa dari komponen asap rokok
yakni
0,3-0,4 mikrometer
yang
menembus dan disimpan dalam paru-paru yang mendalam. Gas seperti karbon monoksida yang tidak dapat larut akan disebar ke alveolus
dan
mencapai
kapiler
alveolus
yang
dapat
menyebabkan cedera paru (CDC, 2010). c. Gangguan Reproduksi Selain berdampak pada gangguan kardiovasular, pencernaan dan pernafasan, Asap rokok yang mengadung berbagai bahan kimia juga berdampak pada gangguan reproduksi. Di Amerika sekitar 1020% kehamilan berakhir dengan keguguran dan 10% pasangan yang ingin memiliki anak memiliki tingkat kesuburan yang kurang (CDC, 2010). Data yang berasal dari Pregnancy Risk Assessment and Monitoring System (PRAMS) tahun 2011 menemukan bahwa 10% wanita dengan usia kehamilan 3 bulan merokok selama kehamilan (CDC, 2014a). Dampak reproduksi lainnya yakni terjadi pada ibu dan bayi. Di Amerika terdapat 400.000 bayi yang lahir terpapar asap rokok yang disebabkan oleh ibu yang merokok setiap tahunnya. selain itu,
20
terdapat 100.000 bayi yang meninggal akibat prematur, berat badan lahir rendah dan komplikasi lainnya yang disebabkan oleh pajanan asap rokok (CDC, 2014b). Berikut adalah beberapa gangguan reproduksi yang salah satu penyebabnya adalah rokok: 1. Komplikasi Kehamilan Merokok dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan seperti aborsi spontan, kehamilan ektopik, pre eklampsia, plasenta previa dan plasenta abrupsi. Hasil Meta analisis yang dilakukkan oleh Waylen (2008) menemukan bahwa merokok memiliki risiko yang tinggi terhadap kehamilan ektopik dan keguguran. Hasil penelitian lainnya menemukkan adanya hubungan antara merokok sebelum hamil dengan terjadinya aborsi (Nielsen,2006). 4.
Tipe-tipe Perokok Tipe perokok secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu perokok pasif dan perokok aktif. Berikut adalah penjelasan tentang tipe-tipe perokok. a. Perokok Aktif Perokok aktif adalah indivdu yang benar-benar memiliki kebiasaan merokok. Merokok merupakan kebiasaan didalam hidupnya. Oleh karena itu, perokok aktif ini akan berupaya mendapatkan rokok. Perokok aktif terancam bahaya dengan rokok yang dikonsumsinya (Badriyah, 2007).
21
b. Perokok Pasif Perokok pasif adalah individu yang tidak biasa merokok, tetapi harus menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh orang disekitarnya. Individu ini tidak punya niat untuk merokok, sehingga jika sehari tidak merokok aktivitas yang dilakukan tidak terganggu (Badriyah, 2007). B.
Epidemiologi Deskriptif Menurut CDC tahun 2012, Epidemiologi merupakan disiplin ilmu dengan menggunakan pendekatan yang sistematis yaitu pengumpulan data, analisis dan interpretasi data. Menurut Rajab (2009) epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi, determinan dan frekuensi terjadinya suatu penyakit yang mempengaruhi status kesehatan individu. Dalam distribusi ini epidemiologi menitikberatkan pada frekuensi dan pola dari suatu penyakit. Frekuensi ini tidak hanya untuk jumlah kasus saja melainkan juga hubungan antara jumlah dari kasus tersebut dengan populasi penduduk. Sedangkan, pola yakni berhubungan dengan orang, tempat dan waktu. Pola ini berkaitan dengan epidemiologi deskriptif. Epidemiologi deskriptif menggambarkan karakteristik berdasarkan orang, tempat dan waktu (CDC, 2012). 1. Orang Karakteristik dari orang ini sangat diperlukan karena dapat berpengaruh kepada kejadian penyakit. Karakteristik orang ini sangat melekat pada karakteristik orang, karakteristik biologi, perubahan
22
karakteristik, aktivitas seseorang, dan kondisi selama hidup (CDC, 2012). Dalam faktor risiko menurut orang akan dijelaskan mengenai jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation. a. Umur Umur adalah lamanya masa hidup seseorang mulai dari orang tersebut lahir sampai orang tersebut menutup umur (KBBI, 2015). Umur juga bisa diartikan dengan lamanya masa hidup seseorang diukur menggunakan satuan waktu (Popy, 1998). Survei
yang
telah
dilakukan
oleh
American
Lung
Association(2011) menujukan bahwa prevalensi perokok terbesar berada pada umur 25-44 tahun. Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan survei yang dilakukan oleh GATS (2011). Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh GATS (2011) di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi perokok laki-laki terbesar berada pada umur 25-44 tahun. Sedangkan, prevalensi perokok perempuan yakni berada pada golongan umur >65 tahun. Walaupun prevalensi
perokok dewasa lebih besar di bandingkan dengan
golongan umur lainnya namun, prevalensi remaja juga tidak kalah besar. Prevalensi perokok remaja tahun 2007 sebesar 8,4% dan tahun 2010 sebesar 8,1% (Tobacco Control Support Center, 2012). Menurut
penelitian
yang
dilakukan
Mousawi
(2005)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang siginfikan antara umur
23
dengan kebiasaan merokok di Iraq. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Rodriguez (2011) pada remaja di 10 sekolah yang ada di Barcelona. Pada penelitian Rodriguez tersebut menemukan terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan kebiasaan merokok pada remaja. Hal ini dikarenakan pengaruh dari teman-teman remaja. Menurut Mu‘tadin (2002) dalam Hasanah (2011) mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan terjadinya peer sosialization antar remaja yang artinya remaja dituntut berperilaku sama dengan kelompoknya sehingga remaja cenderung mengikuti perilaku temantemannya seperti cara berpakaian sampai kepada perilaku merokok. b. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis pada fisik manusia. Jenis kelamin ini terdiri dari pria dan wanita dimana pria memiliki penis sebagai alat reproduksi dan wanita memiliki rahim serta payudara (Sudarman, 2008). Survei yang dilakukan oleh American Lung Association(2011) menunjukkan bahwa perokok perempuan tidak berbeda jauh dengan perokok laki-laki. Dalam survei tersebut presentasi perokok laki-laki sebanyak 23,5% sementara perokok perempuan sebanyak 17,9%. Survei lainnya juga dilakukan oleh Gilani dan Leon (2012) terhadap orang dewasa di Pakistan. Survei tersebut menunjukkan bahwa prevalensi perokok laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
24
perokok perempuan dengan prevalensi 51,2% pada laki-laki dan 48,8% pada perempuan. Di Indonesia, prevalensi perokok laki-laki semakin meningkat yakni 53,4% di tahun 1995, 62,2% di tahun 2001, 63,1% di tahun 2004, 65,6% di tahun 2007 dan 65,9 di tahun 2009 (Tobacco Control Support Center, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Barus (2012) di Universitas Indonesia memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki presentase perokok tertinggi yaitu 77,1%. Dari beberapa penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun prevalensi perokok laki-laki lebih banyak pada laki-laki tapi tidak dapat dipungkiri bahwa prevalensi perokok pada perempuan juga tinggi. c. Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan merupakan usaha untuk membuat seseorang menjadi seperti yang pendidik ajarkan. Sedangkan, pendidikan kesehatan merupakan proses untuk membuat seseorang menjadi sadar dan bisa mengambil sebuah keputusan untuk kesejahteraannya
(Maulana,
2009).
Pendidikan
memungkinkan
individu untuk dapat memberdayakan dirinya dalam mendapatkan akses kesehatan. Di Indonesia prevalensi perokok ≥ 15 tahun lebih besar terjadi pada perokok dengan pendidikan rendah. Prevalensi penduduk yang tidak sekolah atau tidak tamat sekolah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yakni 29,3% di tahun 1995, 31,1% di tahun 2001, 31,2%
25
di tahun 2004 35,4% di tahun 2007 dan 35,8% di tahun 2010 (Tobacco Control Support Center, 2012). Data dari Riskesdas (2013) di DKI Jakarta menunjukkan bahwa proporsi perokok dengan pendidikan tamat SMA lebih besar yakni 29,3% diikuti oleh proporsi perokok tamat SMP sebesar 23,3%. d. Pekerjaan Menurut Suroto (1992) dalam Udin (2010) pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan barang baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan, bekerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja no 1 tahun 2014 bekerja merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. Ada beberapa jenis pekerjaan dalam bekerja, yaitu: 1) Tenaga profesional, teknisi dan yang sejenis 2) Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 3) Tenaga tata usaha dan yang sejenis. 4) Tenaga usaha penjualan. 5) Tenaga usaha jasa. 6) Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. 7) Tenaga produksi, operator alat-alat angkutan. Di Indonesia proporsi perokok dengan status pekerjaan tidak bekerja yakni 7,9% tahun 2007 dan 7,3% tahun 2010. Data GATS (2011) menunjukkan bahwa presentase terbesar perokok berada pada
26
jenis pekerjaan wirausaha dengan presentase sebesar 60,1% (GATS, 2011). Sementara itu, Di DKI Jakarta proporsi perokok paling tinggi berada pada jenis pekerjaan petani/nelayan/buruh yakni sebesar 47%. Besarnya proporsi pekerja dengan status merokok kemungkinan disebabkan oleh adanya stress dalam bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Kouvonen (2005) menemukan bahwa stres dalam bekerja mempengaruhi seseorang untuk merokok. Menurut Mental Health Foundation di dalam Arniati (2014) menjelaskan bahwa merokok merupakan cara untuk menghilangkan stress. e. Jumlah Rokok Perokok dapat dibagi menjadi beberapa golongan tergantung pada jumlah rokok yang dikonsumsi. Berikut adalah golongan atau klasifikasi perokok menurut Nangko (1997) yang dikutip dalam Rosmawati tahun 2010, yaitu: 1) Tidak merokok 2) Merokok ringan (tidak setiap hari). 3) Merokok sedang (merokok setiap hari dalam jangka kecil). 4) Merokok berat (merokok lebih dari satu bungkus tiap hari). 5) Berhenti merokok. Jenis perokok menurut Nangko (1997) dalam (Rosmawati, 2010), yaitu: 1) Perokok ringan (1-10 batang perhari). 2) Perokok sedang (11-20 batang perhari).
27
3) Perokok berat (lebih dari 20 batang perhari). Untuk melihat berat atau tidaknya konsumsi rokok seseorang digunakan Indeks Brinkman (IB). Pengukuran Indeks Brinkman ini yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap dikalikan rama merokok dalam tahun (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). 1) Jika hasil ukur tersebut diperoleh nilai 0-200 maka perokok termasuk ke dalam perokok ringan. 2) Jika hasil ukur tersebut diperoleh nilai 200-600 maka perokok termasuk ke dalam perokok sedang. 3) Jika hasil ukur tersebut diperoleh nilai >600 maka perokok termasuk ke dalam perokok berat. Menurut survei yang telah dilakukan GATS (2011) jumlah rokok dibagi menjadi 1-4 batang rokok perhari, 5-9 batang rokok perhari, 10-14 batang rokok perhari, 15-24 batang rokok perhari dan ≥ 25 batang rokok perhari. Penduduk Indonesia rata-rata menghabiskan 12,8 atau sekitar 13 batang rokok perharinya (GATS, 2011). Dalam Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia rata-rata mengonsumsi rokok sekitar 12,3 atau 13 batang rokok perharinya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Pradipta tahun 2010 di RSUD Dr.Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa sekitar 82,78% responden merokok 116 batang perharinya.
28
f. Metode Berhenti Merokok Perokok melakukan berbagai upaya dalam mengurangi efek kesehatan akibat rokok. Metode yang dilakukan untuk berhenti merokok adalah terapi pengganti nikotin, terapi konsumsi obat, mencoba obat tradisional, konseling, berhenti tanpa bantuan dan mengganti konsumsi rokok tembakau dengan tembakau kunyah (GATS, 2011). Metode untuk berhenti merokok yang efektif menurut penelitian Fiore (2008) yakni terapi mengganti nikotin (seperti memakan permen karet) dan terapi dengan obat (seperti bupropion). Survei yang dilakukan di Kanada (2012) menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan untuk berhenti merokok adalah dengan mengurangi jumlah rokok yaitu sebesar 63,8%. Sedangkan, Di Indonesia tahun 2011 sekitar 70,7% perokok berhenti merokok dengan kemauan sendiri tanpa bantuan orang lain (GATS, 2011). Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui metode berhenti merokok pada perokok di Jakarta Selatan. g. Anggaran Pembelian Rokok Dalam survei yang dilakukan di Kanada tahun 2012 didapatkan bahwa persentase terbanyak perokok membeli rokoknya yaitu di toko grosir yakni sebesar 52,3%. Di Cina, sekitar 6,4% penduduk di daerah urban menganggarkan untuk membeli rokok sementara di daerah rural sekitar 1,9% penduduk menganggarkan untuk membeli rokok (Liu, 2006).
29
h. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengetahuan memegang peranan penting untuk membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan (penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba) (Notoatmodjo, 2003). Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan nyata, diperlukan faktor pendukung dan fasilitas (Efendi, 2009). Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri dari persepsi (perception), respon terpimpin (Guided Respons), mekanisme (mekanisme), adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sumarna (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku pada perokok. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh Pradana. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
30
Pradana (2014) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku pada perokok. Penelitian yang dilakukan oleh Xialong Xu (2012) juga menunjukkan hasil yang sama hal ini dikarenakan perokok tidak memiliki ketekunan dan kesabaran dalam menempatkan pengetahuan dan sikap ke dalam tindakan mereka (Xu, 2012). Selain itu, adanya faktor lain seperti stress dapat menyebabkan seseorang tidak menempatkan pengetahuan dan sikap ke dalam tindakan mereka (Graor, 2012). i. Age Initiation Age initiation merupakan usia dimana seseorang memulai mengonsumsi rokok. Penelitian yang dilakukan oleh Breslau dan Peterson (1989) dengan sampel sebanyak 1200 di Wayne, Oakland dan Macomb menunjukkan bahwa sebanyak 64% perokok remaja memulai merokok pada usia ≤13 tahun, 67% merokok pada usia 14-18 tahun dan 59% merokok pada usia ≥18 tahun. Guo (2006) membagi usia awal perokok ini ke dalam golongan umur ≤18 tahun, 19-24 tahun dan ≥25 tahun. Berdasarkan data yang diolah Tobacco Control Support Center(2012) usia awal perokok mengonsumsi rokok terbanyak yakni usia ≥15 tahun sebesar 50,7% di tahun 2007 dan 43,3% di tahun 2010. Sebuah studi yang dilakukan oleh Reidpath (2012) di Latvia, Slovenia dan Montenegro menunjukkan bahwa terdapat hubungan
31
antara age initiations dengan status merokok pada pria dengan p value<0,05. Studi yang lain juga dilakukan oleh Morabia (1998) di Geneva. Hasil studi tersebut memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara umur memulai merokok dengan umur berhenti merokok. Usia pertama kali merokok pada wanita berdasarkan studi yang dilakukan oleh Morabia (1998) yakni <20 tahun. 2. Tempat Karakteristik menurut tempat ini tidak hanya digunakan untuk tempat tinggal melainkan juga digunakan dalam area geografi yang relevan dengan kejadian penyakit (CDC, 2012). Berikut adalah penjelasan mengenai distribusi menurut tempat: a. Secondhand Smoke (Pajanan Asap Rokok) Secondhand smoke merupakan pajanan asap rokok yang dihirup oleh perokok maupun non-perokok. Asap rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia (Surgeon General, 2014). Bahan kimia
yang
terdapat didalam asap rokok tersebut dapat diasobsopsi oleh saluran pernafasan tubuh, tergantung dari karakteristik kimia dan fisiknya. Misalnya saja karbon monoksida yang berasal dari asap rokok akan masuk di saluran pernafasan dan secara otomatis akan diabsorbsi oleh alveolus (Jonathan, 2005 dalam Saraswati, 2008). Penelitian yang telah dilakukan Homa tahun 1999-2012 menunjukkan bahwa prevalensi pajanan asap rokok pada perokok pasif menurun yakni dari 52,5% pada tahun 1999 menjadi 25,3% pada
32
tahun 2012. Survei yang dilakukan di Indonesia tahun 2011 didapatkan bahwa sekitar 78,4% penduduk yang berusia diatas 15 tahun terpapar asap rokok di lingkungan rumah, 51,3% terpapar pada area kantor, 63,4% kantor pemerintah, 17,9% fasilitas pelayanan kesehatanm 85,4% restauran, 70% di tranpotasi umum (GATS, 2011). b. Pajanan Iklan Rokok Iklan merupakan pesan gambar dengan ragam tulisan maupun suara di surat kabar, majalah, bus kota, papan reklame, slide dan film di Bioskop Pudjianto (1995) dalam Gumelar (2011). Menurut Gumelar dan Sareb (2011) iklan merupakan media komunikasi persuasif yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk dengan komunikasi lisan mupun tulisan. Sedangkan, Menurut Muhammad Arifin Badri (2012) iklan adalah aktivitas yang dilakukan oleh produsen baik secara lisan maupun tulisan untuk memperkenalkan produk yang dijualnya. Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa iklan merupakan suatu alat komunikasi yang memiliki tujuan untuk memperkenalkan produk masyarakat. Iklan rokok merupakan salah satu iklan yang menjual produk rokok. Dalam Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengadung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dijelasan mengenai pengendalian iklan produk rokok. Berikut adalah penjelasan pengendalian iklan rokok dalam peraturan pemerintah tersebut:
33
1) Mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan sebesar 10% dari total duarasi iklan atau 15% dari total luas iklan. 2) Mencantumkan tulisan 18+ dalam iklan produk rokok. 3) Tidak memperagakan, menggunakan, dan/atau menampilkan wujud atau bentuk rokok atau sebutan lain yang dapat diasosiasikan dengan merk produk rokok. 4) Tidak mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok. 5) Tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan. 6) Tidak menggunakan kata atau kalimat yang menyesatkan. 7) Tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok. 8) Tidak menampilkan anak, remaja, dan/atau wanita hamil dalam bentuk gambar dan/atau tulisan. 9) Tidak ditunjukan terhadap anak, remaja, dan/atau wanita hamil. 10) Tidak menggunakan tokoh kartun sebagai model iklan. 11) Tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh GATS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 66,3% penduduk melihat iklan rokok di televisi, 47,7% di banner, 45,6% di pusat perbelanjaan, 42,3% di poster, 39,6% di billboard, 13,5% di transportasi umum dan 10,1% di koran atau majalah.
34
3. Waktu Karakteristik menurut waktu bisa di analisis dari berbagai sudut pandang seperti menunjukkan tren suatu penyakit ataupun pola penyakit (sporadis, endemik, dll) (Gerstman, 2003). Karakteristik menurut waktu digunakan untuk melakukan pengawasan pada kejadian penyakit sehingga bisa dilakukan intervensi (CDC, 2012). Proporsi perokok tidak bergantung pada musim ataupun iklim. Namun, proporsi perokok ini bisa dilihat berdasarkan tren dari waktu ke waktu. Survei yang dilakukan oleh Riskesdas pada tahun 2007-2013 menunjukkan bahwa proporsi perokok di DKI Jakarta terbesar yakni pada tahun 2013 sebesar 37%. a. Durasi Merokok Durasi merokok didefinisikan yaitu lamanya merokok dimulai dari usia awal merokok sampai saat berhenti merokok (Guo, 2006). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Chen et al (1995) di Amerika menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signfikan antara
durasi
merokok
dengan
kejadian
Parkinson.
Dalam
penelitiannya Chen membagi durasi merokok yakni 1-9 tahun, 10-19 tahun, 20-29 tahun dan ≥ 30 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Guo (2006) mengenai durasi merokok pada penduduk laki-laki Cina yang pernah merokok menunjukkan bahwa perokok yang merokok pada usia 18 tahun memiliki durasi merokok 58 tahun.
35
C.
Rural dan Urban Rural atau daerah pedesaan merupakan suatu wilayah administratif yang belum memenuhi persyaratan dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan sejumlah fasilitas perkotaan seperti sarana pendidikan formal, sarana kesehatan, dll. Sedangkan, urban atau daerah perkotaan merupakan suatu wilayah administratif yang telah memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan sejumlah fasilitas perkotaan seperti sarana pendidikan formal, sarana kesehatan, dll. Kriteria desa yang ditetapkan untuk menjadi kota yakni jika nilai total skor ≥ 10 (BPS, 2010). Survei yang dilakukkan di Polandia menunjukkan bahwa perokok di wilayah urban lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah rural yakni 30,3% di wilayah urban dan 25,4% di wilayah rural (Wlodarczyk,2013). Penelitian oleh Gupta (2010) juga menunjukkan hasil yang sama yakni tingginya prevalensi perokok di wilayah rural 52,6% di wilayah rural dan 35,2% di wilayah urban. Sementara itu, Laporan dari Tobacco Control Support Center (2012) menunjukkan bahwa terjadinya pada wilayah rural atau pedesaan prevalensi perokok lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah urban yaitu 36,6% di wilayah rural dan 31,2% di wilayah urban (Tobacco Control Support Center, 2012).
D.
Rokok Menurut Islam Dalam islam rokok haram hukumnya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di seorang ulama menyebutkan bahwa
36
―Segala sesuatu yang mengandung bahaya pada manusia, baik dari segi agama, fisik atau hartanya tanpa ada manfaatnya, maka hukumnya adalah haram”. Penjelasan ini juga didukung oleh firman Allah S.W.T ْش ْيئًب وَبِب ْلىَا ِلدَ ْينِ إِحْسَبنًب وَال تَمْتُلُىا َأوْالدَكُنْ ِهن َ ُِللْ تَعَبَلىْا َأ ْتلُ هَب حَرَّمَ َربُّكُنْ عََليْكُنْ أَال تُشْرِكُىا بِه ِطنَ وَال تَ ْمتُلُىا النَّفَْسَ اّلَت َ َظهَرَ ِه ْنهَب وَهَب ب َ حنُ نَرْزُلُكُنْ وَِإيَّبهُنْ وَال تَمْ َربُىا الْ َفىَاحِشَ هَب ْ َإِهْالقٍ ن َكِ ذَلِكُنْ َوصَّبكُنْ بِهِ لَعَلَّكُ ْن تَعْمِلُىن ّح َ ْحَرَّمَ اللَّهُ إِال بِبل
yang artinya: “Janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji maupun perbuatan yang tersembunyi”. (Al-An‘am [6]6:151)
Dari firman tersebut menjelaskan bahwa kita harus menjauhi perbuatan yang keji. Dalam hal ini rokok merupakan sesuatu yang buruk atau keji karena bahan yang terkandung di dalam rokok merupakan bahan berbahaya dalam tubuh manusia yang akan menimbulkan datangnya penyakit. Selain berbahaya pada tubuh manusia rokok juga berbahaya pada orang lain yang menghirup asap rokok (perokok pasif). Bahaya bagi perokok pasif yakni gejala pernafasan jangka pendek dan jangka panjang (Liputan 6, 2013). E.
Kerangka Teori Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah modifikasi dari penelitian CDC (2012), GATS (2011), Surgeon General (2014). Dalam hal
37
ini CDC menerangkan mengenai teori epidemiologi deskriptif yang terbagi menjadi orang, tempat dan waktu. Dimana orang merupakan karakteristik dari individu yang berpengaruh pada kejadian penyakit. Sementara tempat merupakan karakteristik geografis yang relevan dengan kejadian penyakit dan waktu merupakan karakteristik yang menunjukkan tren dan pola penyakit. Teori dalam GATS (2011) menunjukkan mengenai jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok, pengetahuan, sikap dan perilaku, pajanan iklan rokok, pajanan asap rokok dan durasi merokok. Surgeon general (2014) menunjukkan TB, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, gangguan menstruasi/impotensi, komplikasi kehamilan yang merupakan kondisi kesehatan yang dialami perokok. Sedangkan, Badriyah (2007) menerangkan perokok terbagi menjadi perokok aktif dan perokok pasif. Berikut adalah bagan kerangka teori dalam penelitian ini
38
Orang 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tempat
Waktu
1
Jenis kelamin Umur 1 Pendidikan 1 Pekerjaan 1 Jumlah rokok 1 Metode berhenti merokok 1 7. Anggaran pembelian rokok 1 8. Pengetahuan, sikap dan perilaku 1 9. Age Initiation (usia awal merokok) 1
1. Pajanan asap rokok1 2. Pajanan iklan rokok1
1. Durasi merokok 1
Perokok 1. Perokok Aktif3 2. Perokok Pasif3
Kondisi Kesehatan yang
Dialami Perokok 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hipetensi2 Jantung Koroner 2 Stroke 2 Asma2 PPOK2 Kompilkasi kehamilan2
Sumber: 1. GATS (2011),2. Surgeon General (2014), 3. Badriyah (2007), 4. CDC (2012), 5. Tobacco Free Kids (2005)
Bagan 2.1 Kerangka Teori
BAB III Kerangka Konsep dan Definisi Operasional
A.
Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti adalah status perokok, umur, pendidikan, pekerjaan jumlah rokok, pajanan iklan rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok, pajanan asap rokok dan durasi merokok. Selain itu, variabel lain yang akan diteliti yakni kondisi kesehatan yang dialami perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan komplikasi kehamilan). Pengetahuan, sikap dan perilaku merupakan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Xialong Xu (2012) juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku dalam merokok. Hal ini dikarenakan perokok tidak memiliki ketekunan dan kesabaran dalam menempatkan pengetahuan dan sikap kedalam tindakan mereka (Xu, 2012). Selain itu, adanya faktor lain seperti stress dapat menyebabkan seseorang tidak menempatkan pengetahuan dan sikap ke dalam tindakan mereka (Graor, 2012). Dari keterangan diatas didapatkan kerangka konsep sebagai berikut:
37
38
Umur Jenis kelamin
Pendidikan Pekerjaan Jumlah rokok
Metode Berhenti Merokok Durasi Merokok
Kondisi Kesehatan yang Dialami Status Perokok
Pajanan Iklan Rokok
Age initiation Anggaran pembelian rokok Pajanan asap rokok
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Perokok
39
B.
Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Status Perokok
Perilaku mengonsumsi rokok Kuesioner responden dalam 1 bulan terakhir.
Wawancara
0. 1. 2. 3.
Ordinal
2
Jenis Kelamin
3
Umur
Perbedaan biologis pada fisik Kuesioner manusia. Lamanya masa hidup Kuesioner seseorang mulai dari orang tersebut lahir sampai pada ulang tahun terakhir saat penelitian berlangsung.
Wawancara Wawancara
Perokok tiap hari Perokok kadang-kadang Pernah menjadi perokok Tidak pernah menjadi perokok
(Riskesdas, 2013) 0. Laki-laki 1. Perempuan 0. 15-24 tahun 1. 25-44 tahun 2. 45-64 tahun 3. ≥65 tahun (GATS, 2011)
Nominal Ordinal
40
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
4
Pendidikan
Jenjang pendidikan terakhir Kuesioner yang telah ditempuh responden.
Wawancara
0. Tidak sekolah 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat D1/D2/D3 6. S1/S2/S3
5
Pekerjaan
Usaha yang dilakukan oleh Kuesioner individu untuk memenuhi kebutuhan.
Wawancara
(Riskesdas, 2013) 0. PNS/BUMN?BUMD/TNI/Polri 1. Pegawai swasta 2. Wiraswata 3. Petani/nelayan 4. Buruh 5. Tidak bekerja 6. Lainnya...
(Riskesdas, 2013)
Skala Ukur Ordinal
Nominal
41
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
6
Jumlah rokok
Jumlah batang rokok yang Kuesioner dikonsumsi oleh responden dalam sehari.
Wawancara
0. ≥ 25 batang rokok perhari 1. 15-24 batang rokok perhari 2. 10-14 batang rokok perhari 3. 5-9 batang rokok perhari 4. 1-4 batang rokok perhari
Ordinal
7
8
Metode berhenti Usaha yang dilakukan oleh Kuesioner merokok responden untuk mengakhiri konsumsi rokok.
Pajanan rokok
iklan Keadaan dimana responden Kuesioner melihat atau medengar promosi rokok dalam 30 hari terakhir di media cetak, media elektronik maupun di tempat umum.
Wawancara
(GATS, 2011) 0. Berhenti tanpa bantuan 1. Terapi pengganti nikotin 2. Terapi konsumsi obat 3. Obat tradisional 4. Konseling
(GATS, 2011) Wawancara 0. Toko yang menjual rokok 1. Televisi 2. Radio 3. Billboard 4. Poster 5. Koran atau majalah 6. Bioskop 7. Internet 8. Angkutan umum 9. Lainnya... (GATS, 2011)
Nominal
Nominal
42
No
Variabel
9
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Anggaran pembelian rokok
Wawancara
10
Pajanan rokok.
Rata-rata anggaran yang Kuesioner dikeluarkan responden untuk membeli rokok perhari yang dinyatakan dalam rupiah. asap Keadaan dimana responden Kuesioner terkena asap rokok dalam 30 hari terakhir di beberapa tempat seperti rumah, kantor dan tempat umum (restauran, pusat perbelanjaan, kawasan pemerintahan dll)
Wawancara
11
Age initiation (usia Usia awal perokok Kuesioner awal merokok) mengonsumsi rokok.
Wawancara
12
Durasi merokok
Wawancara
Lamanya seseorang menjadi Kuesioner perokok aktif dihitung dari usia awal merokok sampai pada saat penelitian dilakukan atau perokok aktif berhenti merokok.
Hasil Ukur
Skala Ukur Rata-rata anggaran yang dikeluarkan Rasio perhari dalam rupiah.
0. Terpapar, jika responden Ordinal terkena pajanan rokok pada 30 hari terakhir di lingkungan rumah. 1. Tidak terpapar, jika responden tidak terkena pajanan rokok pada 30 hari terakhir di lingkungan rumah. 0. 5-9 tahun Ordinal 1. 10-14 tahun 2. 15-19 tahun 3. 20-24 tahun 4. 25-29 tahun (Tobacco Control Support Center, 2012) 0. ≥ 30 tahun Ordinal 1. 20-29 tahun 2. 10-19 tahun 3. 1-9 tahun
(Chen, 1995)
43
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
13
Kondisi kesehatan Suatu kondisi dimana Kuesioner yang dialami responden pernah (dahulu perokok sampai pada saat penelitian berlangsung) di diagnosis menderita penyakit oleh dokter atau dokter spesialis dengan atau tanpa menggunakan tes laboratorium.
Wawancara
Hasil Ukur 0. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tidak ada penyakit diderita Hipertensi Penyakit jantung koroner Stroke Asma PPOK Komplikasi kehamilan
(Surgeon General, 2014)
Skala Ukur yang Nominal
44
BAB IV METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif yang menggunakan desain studi Cross Sectional. Pemilihan desain studi ini dikarenakan variabel dependen dan variabel independen diamati pada satu waktu. Variabel yang diteliti adalah perokok dan bukan perokok, umur, pendidikan, pekerjaan jumlah rokok, pajanan iklan rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok, pajanan asap rokok dan durasi merokok. Selain itu, variabel lain yang akan diteliti yakni kondisi kesehatan yang dialami perokok (TB, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, gangguan menstruasi/impotensi dan komplikasi kehamilan).
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan pada bulan Agustus sampai Oktober 2015. Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor merupakan wilayah rural dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan merupakan wilayah urban.
45
C.
Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi studi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berdomisili di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah bagian populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi seperti berikut: a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi ini adalah sebagai berikut: 1) Individu berusia ≥ 15 tahun. 2) Individu memiliki Kartu Keluarga (KK). 3) Kartu Keluarga (KK) tercatat pada buku registrasi ketua RT di wilayah setempat. b. Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi ini adalah sebagai berikut: 1) Individu sakit berat sehingga tidak bisa mengisi kuesioner. 2) Individu tidak berada ditempat selama tiga kali kunjungan oleh enumerator. 3) Individu tidak tinggal di wilayah penelitian selama kegiatan penelitian berlangsung. 4) Individu tidak bersedia untuk di wawancara.
46
Teknik pengambilan sampel yakni dengan menggunakan Multistage Cluster Sampling. Berikut adalah perhitungan sampel pada penelitian ini: a. Besar Sampel di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor n=
⁄
(
(
)
) ⁄
(
)
xdeff
Keterangan: n = jumlah sampel minimal ⁄
= nilai Z pada derajat kepercayaan
⁄ = 1,64
α = derajat kemaknaan = 10% P = proporsi = 23,7% = 0,2 d = presisi mutlak = 5% deff= desain efek = 2 N = jumlah populasi = 492
( (
) (
)
) (
)(
)
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 275 KK. Untuk mengindari nonresponse bias maka peneliti menambahkan 30% (Armstrong, 1977). Sehingga jumlah sampel di Cilebut Barat menjadi 357 KK. Berikut adalah bagan teknik pengambilan sampel di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor menggunakan Multistage Cluster Sampling:
47
Bagan 4.1 Teknik Sampling Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor
Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor memiliki 10 RW kemudian dipilih menjadi 5 RW dikarenakan jarak antara satu RW dengan RW lainnya ada yang berdekatan seperti RW 1 dekat dengan RW 8, RW 4 dekat dengan RW 7, RW 5 dekat dengan RW 3, RW 6 dekat dengan RW 9 dan RW 10 dekat dengan RW 2. Sedangkan, untuk RT dipilih 5 RT dari 5 RW tersebut. Pemilihan RW dan RT ini berdasarkan random pada setiap RW. b. Besar Sampel di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan ⁄
(
)
(
) ⁄
(
)
xdeff
Keterangan: n = jumlah sampel minimal ⁄
= nilai Z pada derajat kepercayaan
α = derajat kemaknaan = 10% P = proporsi = 2,32% = 0,2 d = presisi mutlak = 5%
⁄ = 1,64
48
deff= desain efek = 2 N = jumlah populasi = 1039
( (
) (
)
) (
)(
)
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 295 KK. Untuk mengindari nonresponse bias maka peneliti menambahkan 30% (Armstrong, 1977).Sehingga jumlah sampel di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan menjadi 383 KK.Jadi jumlah sampel dari Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan yaitu 740 KK. Berikut adalah bagan teknik pengambilan sampel di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan menggunakan Multistage Cluster Sampling: Bagan 4.2 Teknik Sampling Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan
49
Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan memiliki 10 RW kemudian dipilih menjadi 5 RW dikarenakan pada 5 RW tersebut telah mewakili masing-masing wilayah yang jaraknya berdekatan satu sama lain seperti RW 2 dekat dengan RW 3, RW 9 dekat dengan RW 5, RW 7 dengan RW 6, RW 8 dekat dengan RW 1 dan RW 10 dekat dengan RW 4. Sedangkan, untuk RT dipilih 10 RT dari 5 RW tersebut. Pemilihan RW dan RT ini berdasarkan random pada setiap RW. D.Pengumpulan Data 1. Sumber Data Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer. Data primer yakni data yang bersumber dari wawancara dengan responden seperti perokok dan bukan perokok, umur, pendidikan, pekerjaan jumlah rokok, pajanan iklan rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok, pajanan asap rokok dan durasi merokok. Selain itu, variabel lain yang akan diteliti yakni kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok (TB, hipertensi, penyakit
jantung
koroner,
stroke,
asma,
PPOK,
gangguan
menstruasi/impotensi dan komplikasi kehamilan). 2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dengan responden terkait dengan faktor risiko merokok. Wawancara yang dilakukan kepada responden yakni dengan cara tatap muka. Enumerator membacakan kuesioner kepada responden
dan
50
menjelaskan maksud dalam pertanyaan jika responden tidak mengerti maksud dalam pertanyaan tersebut. 3. Instrumen Penelitian Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan merupakan modifikasi dari kuesioner WHO dengan kuesioner Riskesdas yang telah terstandar. Sebelum digunakan kuesioner akan dilakukan uji validitas dan reabilitas kepada beberapa
responden. Uji
validitas dan reabilitas dilakukkan terhadap 30 reponden di Kelurahan Cilebut Timur. Hasil uji validitas dan reabilitas tersebut menunjukkan ada beberapa pertanyaan yang tidak valid dan reliabel sehingga peneliti mengubah beberapa pertanyaan yang tidak valid dan reliabel. F.
Pengolahan Data Kuesioner yang telah diisi tersebut kemudian dikumpulkan untuk diolah. Berikut adalah teknis pengolahan data 1.
Data Editing Dalam hal ini peneliti melakukan pemeriksaan kuesioner yang bertujuan untuk mengecek apakah responden telah mengisi dengan benar sehingga bisa dilakukan perbaikan pada responden terkait.
2.
Data Coding Data yang telah mengalami proses editing kemudian dilakukan pengkodean data. Pengkodean data digunakan untuk memudahkan dalam analisis data.
51
3.
Data Entry Proses selanjutnya setelah pengkodingan data maka adalah entry data. Proses ini yaitu memasukan data ke dalam software untuk memudahkan dalam pengelolahan data.
4.
Data Cleaning Cleaning data yakni pembersihan data. Data yang telah di entry kemudian diperiksa untuk memastikan kelengkapan dan keakuratan data.
G.
Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dari variabel penyerta. Analisis ini digunakan untuk melihat distribusi perokok dan faktor risikonya berdasarkan orang (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation), tempat (pajanan asap rokok dan pajanan iklan rokok) dan waktu (durasi merokok) serta kondisi kesehatan yang dialami perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan komplikasi kehamilan). Dalam hal ini perokok dikatagorikan menjadi perokok tiap hari (dalam satu bulan terakhir responden mengonsumsi rokok setiap hari) dan perokok kadang-kadang (dalam satu bulan terakhir responden tidak setiap hari mengonsumsi rokok). Sedangkan, bukan perokok dikategorikan menjadi pernah merokok (dalam satu bulan terakhir responden tidak mengonsumsi rokok tapi sebelumnya pernah mengonsumsi
52
rokok tiap hari atau kadang-kadang), dan tidak merokok (responden tidak merokok baik dalam satu bulan terakhir maupun pada saat sebelumnya).
53
BAB V HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Wilayah Penelitian Gambaran wilayah penelitian meliputi gambaran Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor (Rural) dan gambaran Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan (Urban). 1. Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Luas Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor yakni 440.486 Ha. Batas wilayah Desa, yaitu: a. Sebelah utara: Waringin Jaya b. Sebelah selatan: Sukaresmi c. Sebelah barat: Kencana d. Sebelah Timur: Cilebut Timur Jumlah penduduk di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor adalah 14.189 orang laki-laki dan 13.696 orang perempuan dengan kelompok usia 0-14 tahun berjumlah 7.985 orang, 15-64 tahun 16.530 orang dan ≥65 tahun 3.360 orang. Pendidikan penduduk yakni 2.530 orang dengan pendidikan Sekolah Dasar, 5.453 orang dengan pendidikan Sekolah Menengah Pertama, 3.360 orang dengan pendidikan Sekolah Menengah
54
Atas, 124 orang dengan pendidikan D1-D3, 357 orang sarjana dan 46 orang pasca sarjana. Mata pencaharian penduduk di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor adalah 447 orang PNS, 55 TNI/Polri, 1215 Swasta, 1.141 orang wiraswasta, 218 petani, 135 tukang, 166 orang buruh tani, 51 orang pensiun, 21 orang peternak, 164 orang jasa, 27 orang pengrajin, 64 orang pekerja seni dan 5000 orang pekerjaan lainnya. 2. Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Pancoran, Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan luas wilayah Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan adalah 228,60 Ha yang berbatasan dengan : a. Sebelah utara: Kelurahan Duren Tiga b. Sebelah timur: Kelurahan Rawajati c. Sebelah selatan: Kelurahan Pejaten Timur d. Sebelah barat: Kelurahan Bangka Jumlah penduduk di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan berjumlah 47.85 orang dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki 24.232 orang dan perempuan 23.651 orang. Jumlah penduduk berdasarkan umur yakni 0-14 tahun 11.014 orang, 1564 tahun 36.139 orang dan ≥65 tahun 519 orang. Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan
55
yakni PNS 1228 orang, TNI 938 orang, swasta 4034 orang, pensiun 361 orang, pedagang 427 orang, tukang 32 orang, buruh 2.017 orang, wiraswasta 3.077 orang dan lain-lain 7.106 orang. B.
Proporsi dan Distribusi Perokok di Wilayah Rural Dan Urban Tahun 2015 Berikut adalah tabel 5.1 dan 5.2 mengenai distibusi perokok di rural dan urban.
Tabel 5.1 Proporsi Perokok Saat Ini di Wilayah Rural Dan Urban Tahun 2015 Perokok Perokok Bukan Perokok Total
Rural
Urban
n 47
% 17,09
N 74
% 24,83
228
82,91
224
75,17
275
100
298
100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa perokok di wilayah urban lebih banyak (24,83%) dibandingkan dengan rural (17,09%).
Tabel 5.2 Distribusi Perokok Saat Ini dan Dahulu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Perokok
Rural
Urban
Perokok Tiap Hari
n 39
% 14,18
n 66
% 22,15
Perokok Kadang-kadang
8
2,91
8
2,68
35 193 275
12,73 70,18 100
37 187 298
12,42 62,75 100
Pernah Merokok Tidak Pernah Merokok Total
56
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa perokok tiap hari di daerah rural cenderung lebih sedikit daripada di daerah urban. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perokok tiap hari di daerah rural sebesar 14,18% lebih sedikit daripada di daerah urban 22,15%. Sedangkan, untuk perokok kadangkadang jumlah perokok di rural lebih banyak (2,91%) dibandingkan dengan perokok urban (2,68%). C.
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi perokok menurut orang akan dijelaskan berdasarkan karakteristik perokok seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti rokok, anggaran pembelian rokok dan Age initiation.
Berikut adalah tabel 5.3- 5.6 yang menjelaskan distribusi
perokok menurut karakteristik orang.
57
Tabel 5.3 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Karakteristik Orang Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Umur 15-24 tahun 25-44 tahun 45-64 tahun ≥65 tahun Total Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat D1/D2/D3 S1/S2/S3 Total Pekerjaan pns/bumn/bumd/tni/polri Pegawai swasta Wiraswata Petani/nelayan Buruh Tidak bekerja Lainnya... Total Jumlah rokok ≥ 25 batang rokok perhari 15-24 batang rokok perhari 10-14 batang rokok perhari 5-9 batang rokok perhari 1-4 batang rokok perhari Total
n
Rural %
x
n
Urban %
36 11 47
76,60 23,40 100
65 9 74
87,84 12,16 100
5 18 19 5 47
10,64 38,30 40,42 10,64 100
9 37 23 5 74
12,16 50 31,08 6,76 100
2 1 15 18 11 0 0 47
4,25 2,13 31,92 38,30 23,40 0 0 100
2 2 7 9 43 3 8 74
2,70 2,70 9,46 12,16 58,11 4,06 10,81 100
1
2,13
3
4,05
7 11 1 17 10 0 47
14,89 23,40 2,13 36,17 21,28 0 100
18 31 0 9 9 4 74
24,32 41,90 0 12,16 12,16 5,41 100
3
6,38
3
4,05
6
12,77
14
18,92
18
38,30
31
41,89
11 9 47
23,40 19,15 100
19 7 47
25,68 9,46 100
13
x
11
58
Dari tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa perokok laki-laki lebih besar dibandingkan perokok perempuan pada kedua wilayah yaitu sebesar 87,84% pada daerah urban dan 76,60% pada daerah rural. Pada wilayah urban perokok kelompok umur 25-44 tahun lebih besar dibanding dengan kelompok umur yang lain yakni 50%. Sedangkan, pada rural kelompok umur 45-64 tahun lebih besar dibanding kelompok umur yang lain yakni 40,42% Pada wilayah urban pendidikan terakhir perokok lebih besar pada kelompok yg Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni sebesar 58,11%. Sedangkan, di rural pendidikan terakhir perokok lebih besar pada kelompok Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni 38,30%. Pekerjaan perokok lebih besar terdapat pada kelompok wiraswasta di wilayah urban (41,90%). Sedangkan, rural kelompok pekerjaan buruh lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan kelompok pekerjaan lain yakni sebesar (36,17%). Tabel 5.4 juga menunjukkan bahwa sebagian besar perokok menghabiskan 10-14 batang rokok perharinya baik di rural (41,89%) maupun di urban (38,30%) dengan rata-rata perhari 13 batang perhari di rural dan 11 batang perhari di urban.
59
Tabel 5.4 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Metode Berhenti Merokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Metode Berheti Merokok Berhenti tanpa bantuan Terapi pengganti nikotin Terapi konsumsi obat Obat tradisional Konseling Lainnya
Rural n
Urban %
18
64,29
6
n
%
17
48,57
11
31,43
0
0
21,43 1
Total
3,57
0 3 0
0 10,71 0
0 1 6
0 2,86 17,14
28
100
35
100
Tabel 5. 4 memerlihatkan bahwa berhenti merokok tanpa bantuan pada rural dan urban lebih besar dibanding dengan metode lainnya yakni 64,29% pada rural dan 48,57% pada daerah urban. Tabel 5.5 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Anggaran Pembelian Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Metode Berheti Merokok Anggaran pembelian rokok
Rural
Urban
x
Min
Max
X
Min
Max
Rp10.600
Rp 1.000
Rp 21.000
Rp13.700
Rp 2.500
Rp 32.000
Tabel 5.5 menunjukan bahwa dengan rata-rata anggaran sebesar Rp 13.700 pada wilayah urban dan Rp 10.600 pada wilayah rural. Anggaran
60
pembelian rokok maksimal pada rural sebesar Rp 21.000 dan pada urban Rp 32.000.
Tabel 5.6 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Age Initiation) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Metode Berheti Merokok Anggaran pembelian rokok
Rural
Urban
x
Min
Max
x
Min
Max
19 Tahun
10 Tahun
52 Tahun
17 Tahun
7 Tahun
31 Tahun
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata usia awal merokok (Age Initiation) pada daerah rural yakni 19 tahun dengan usia awal merokok minimal 10 tahun. Sedangkan, di wilayah urban rata-rata usia awal merokok 17 tahun dengan usia awal merokok minimal 7 tahun. D.
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi perokok menurut tempat akan dijelaskan berdasarkan karakteristik tempat mendapatkan rokok, pajanan asap rokok di dalam rumah, tempat kerja dan tempat umum serta pajanan iklan rokok di beberapa tempat/media.
Berikut adalah tabel 5.7-5.9 yang menjelaskan
distribusi perokok menurut karakteristik tempat.
61
Tabel 5.7 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Asap Rokok di Dalam Rumah dan Tempat Kerja) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Karakteristik Tempat Pajanan asap rokok di dalam rumah Pajanan asap rokok di tempat kerja
Rural
Urban
N
%
N
%
146
53,09
127
42,62
25
16,18
34
11,41
Tabel 5.7 menunjukan bahwa pajanan asap rokok di dalam rumah lebih banyak terjadi di rural (53,09%) dibandingkan dengan wilayah urban (42,62%). Hal ini juga terjadi pada pajanan asap rokok di lingkungan kerja yakni 16,18% pada rural dan 11,41% di wilayah urban.
Tabel 5.8 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Asap Rokok di Tempat Umum) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Pajanan Asap Rokok di Tempat Umum Kantor pemerintah Sekolah/Universitas Tempat ibadah Fasilitas Kesehatan Tempat makan Tempat hiburan Angkutan umum Lainnya
Rural
Urban
N
%
n
%
33 55 36 18 93 51 59 133
55,00 45,45 20,11 11,76 80,17 78,46 756,10 76,44
35 53 48 15 165 91 111 87
46,67 37,86 21,52 10,07 82,50 70,54 73,03 77,00
62
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pajanan asap rokok terbanyak yakni terjadi pada tempat makan baik di rural (80,17%) maupun di wilayah urban (82,50%). Tabel 5.9 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Iklan Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Pajanan Iklan Rokok Toko yang menjual rokok Televisi Radio Billboard Poster Koran atau majalah Tempat hiburan Internet Angkutan umum Spanduk Acara olahraga Lainnya
Rural
Urban
N 20
% 8,97
216 4 33 36 2 1 2 2 63 1 8
96,86 1,79 14,80 16,14 0,90 0,45 0,90 0,90 28,25 0,45 3,59
n
%
21
8,54
226 6 95 76 19 5 10 10 99 6 13
91,87 2,44 38,62 30,89 7,72 2,03 4,06 4,06 40,24 2,44 5,28
Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa hampir semua responden mendapat pajanan iklan rokok pada televisi yakni 96,86% pada rural dan 91,87% pada wilayah urban.
E.
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Distribusi perokok menurut waktu akan dijelaskan berdasarkan karakteristik durasi merokok reponden. Berikut adalah tabel 5.10 yang menjelaskan distribusi perokok menurut karakteristik waktu. Tabel 5.10 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Karakteristik Waktu Durasi Merokok 1-9 tahun 10-19 tahun 20-29 tahun ≥30 tahun Total
Rural
Urban
n
%
n
%
0 30 15 2 47
0 63,83 31,92 4,25 100
3 54 13 4 74
4,05 72,97 17,57 5,41 100
Tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar perokok di wilayah urban dan rural memiliki durasi merokok 10-19 tahun yakni 72,97% di wilayah urban dan 63,83% di wilayah rural. F.
Distribusi Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Berikut adalah tabel 5.11 yang menjelaskan tentang efek kesehatan yang salah satu faktornya adalah rokok.
Tabel 5.11 Distribusi Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Rural
Urban
Efek Kesehatan
N
%
n
%
Hipertensi Jantung Koroner Stroke Asma PPOK Gangguan mens/impotensi Komplikasi kehamilan Total
14 2 4 5 6 2
42,42 6,06 12,13 15,15 18,18 6,06
10 5 1 3 5 1
38,46 19,23 3,85 11,53 19,23 3,85
0
0
1
3,85
33
100
26
100
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok seperti penyakit yang paling banyak terjadi yaitu hipertensi dengan proporsi 42,42% pada rural dan 38,46% pada urban.
BAB VI PEMBAHASAN A.
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Adanya bias informasi. Hal ini dikarenakan responden cenderung lupa dengan keadaan sebelumnya (pergi ke tempat tertentu dan melihat iklan rokok di sekeliling). Selain itu, bias informasi juga terjadi dikarenakan ada orang lain di dekat responden yang menjawab pertanyaan dari peneliti sehingga memengaruhi hasil. Oleh karena itu, untuk mengatasi bias informasi peneliti menggali ingatan atau melakukan probing ke responden dan peneliti mengambil jawaban pertama responden yang dijawab secara spontan. 2. Adanya bias seleksi. Hal ini dikarenakan jenis kelamin responden tidak terdistribusi sebagai sampel. Walaupun telah dilakukan proses random, tetapi responden terbanyak berasal dari jenis kelamin perempuan. 3. Dalam penelitian ini daerah rural hanya di wakili oleh 1 wilayah rural yaitu Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor sementara daerah urban hanya diwakili oleh 1 wilayah urban yakni Kelurahan Kalibata Kota Administrasi Jakarta Selatan.
B.
Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengadung Zat Adiktif
berupa Produk Tembakau mendefinisikan rokok sebagai salah satu produk tembakau yang dibakar, dihisap, dan dihirup asapnya termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana rustica, Nicotiana tabacum, dan spesies lainnya. Dalam penelitian ini peneliti menggolongkan perokok dan bukan perokok. Penelitian yang peneliti lakukan menemukkan bahwa perokok di urban lebih banyak dibandingkan dengan daerah rural yakni 24,83% di wilayah urban dan 17,09% di daerah rural. Definisi perokok sendiri terbagi menjadi perokok tiap hari yaitu responden terus merokok selama 30 hari penuh. Sedangkan, perokok kadang-kadang yakni perokok yang dalam 30 hari ada waktu dimana responden tidak merokok. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perokok tiap hari lebih banyak terjadi di urban (22,15%) dibandingkan dengan rural (14,18%). Sedangkan, untuk perokok kadangkadang dan pernah merokok lebih banyak dijumpai pada rural dibandingkan dengan wilayah urban. Penelitian ini didukung oleh penelitian lainnya. Volzke (2006) menunjukkan bahwa perokok di daerah urban (21,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan perokok didaerah rural (23,6%). Survei yang dilakukan oleh GATS (2011) menunjukkan bahwa proporsi perokok pada daerah urban lebih banyak dari pada daerah rural yakni 50,2%. Selain itu, survei lainnya juga dilakukkan di Indonesia yang menunjukkan terjadinya peningkatan perokok di daerah urban dari tahun 2004-2010. Laporan Tobacco Control Support Center(2012) mengungkapkan bahwa pada tahun
2004 prevalensi perokok di daerah urban sebesar 31,7 %, tahun 2007 sebesar 31,2% dan tahun 2010 sebesar 32,3%. Proporsi perokok yang tinggi di wilayah urban ini mungkin disebabkan oleh tingkat stress yang tinggi (Volzke, 2006). Stress yang tinggi ini mungkin dikarenakan didaerah urban harga untuk memenuhi kebutuhan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan daerah rural. Gaya hidup masyarakat di daerah urban cenderung lebih konsumtif dibandingkan dengan masyarakat rural sehingga menimbulkan kebutuhan yang berbeda (Hidayah, 2011). Selain itu, faktor yang memungkinkan tingkat stress yang lebih tinggi adalah faktor sosial (Volzke, 2006). Penduduk didaerah urban kurang mempunyai waktu untuk bersosialisasi pada lingkungan sekitar sehingga menimbulkan stress dan mengakibatkan individu menjadi perokok. Faktor yang memungkinkan lainnya selain stress adalah migrasi penduduk (Volzke, 2006). Adanya migrasi dari wilayah rural ke urban mungkin dapat menimbulkan tingginya perokok di wilayah urban. Hal ini dikarenakan
perokok dari daerah rural bermigrasi ke daerah urban.
Sedangkan, non-perokok didaerah urban pindah ke daerah rural yang mengakibatkan rendahnya proporsi perokok di daerah rural hal ini didukung oleh Swastika (2014). Swastika (2014) menyebutkan bahwa proporsi penduduk di rural menurun sebesar 1,42% dalam satu tahun. Sedangkan, penduduk di urban meningkat sebesar 3,14% dalam satu tahun. Survei yang telah dilakukkan oleh Surgeon General (2014) menunjukkan bahwa proporsi perokok tiap hari (61,9%) lebih banyak
daripada proporsi perokok kadang-kadang (38,1%). Hal ini serupa dengan penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti bahwa perokok tiap hari baik di wilayah rural maupun urban lebih banyak dibandingkan dengan perokok kadang-kadang baik di wilayah rural maupun di wilayah urban. Walaupun proporsi perokok kadang-kadang lebih sedikit dibandingkan dengan perokok tiap hari. Tetapi, perokok kadang-kadang ini sangat rentan untuk menjadi perokok tiap hari. Hal ini disebabkan oleh kadar nikotin yang terkandung didalam rokok yang membuat seseorang merasa ketagihan (Tobacco Free Kids, 2015). Oleh karena itu, Peneliti berharap agar Puskesmas baik di rural maupun di urban agar melakukan edukasi kepada masyarakat secara langsung mengenai dampak rokok. Edukasi juga perlu dilakukan kepada perokok yang menderita penyakit tertentu agar dapat berhenti merokok. Peneliti berharap juga diadakannya klinik berhenti merokok pada Puskesmas pada kedua wilayah. Pada masyarakat rural juga diharapkan kader kesehatan dan pemerintah setempat (kelurahan) lebih proaktif untuk mengadakan gerakan berhenti merokok yaitu dengan membuat kesepakatan berhenti merokok di wilayah setempat dan membuat wilayah bebas asap rokok. Penelitian Hodge (1996) menunjukkan bahwa masyarakat urban lebih proaktif untuk berhenti merokok dikarenakan gerakan berhenti merokok urban lebih kuat dibandingkan dengan rural. Dalam Klinik berhenti merokok juga diharapkan adanya monitoring pada setiap pasiennya dengan mengadakan jadwal kunjungan. Peneliti juga berharap kepada Dinas
Kesehatan setempat agar melakukan pelatihan mengenai metode konseling atau promosi kesehatan yang efektif kepada petugas kesehatan agar pesan yang disampaikan ke masyarakat lebih efektif. C.
Perokok Menurut Orang di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Karakteristik dari orang merupakan salah satu faktor yang berperan pada terjadinya suatu penyakit. Karakteristik menurut orang dalam CDC (2012) adalah karakteristik suatu individu, karakteristik biologi, aktivitas seseorang, dan kondisi selama hidup (CDC, 2012). Dalam karakteristik ini akan dijelaskan mengenai jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation (usia awal merokok). 1. Umur Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menerangkan bahwa umur merupakan lamanya masa hidup seseorang mulai dari orang tersebut lahir sampai orang tersebut menutup umur. Pada penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar responden di urban berada pada kelompok umur 25-44 tahun yaitu 50%. Sedangkan, pada rural kelompok umur 45-64 tahun lebih besar dibanding kelompok umur yang lain yakni 40,42%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukkan oleh American Lung Association. American Lung Association (2011) menunjukkan bahwa prevalensi perokok terbesar berada pada umur 2544 tahun. Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan survei yang
dilakukan oleh GATS (2011). Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh GATS (2011) di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi perokok laki-laki terbesar berada pada umur 25-44 tahun. Sedangkan, prevalensi perokok perempuan yakni berada pada golongan umur >65 tahun. Meskipun persentase perokok lebih tinggi pada usia dewasa. Namun, pada penelitian ini rata-rata usia awal (Age initiation) merokok baik daerah urban dan rural adalah usia remaja akhir antara 17-19 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tobacco Control Support Center. Laporan Tobacco Control Support Center (2012) menyebutkan bahwa usia awal perokok mengonsumsi rokok terbanyak yakni usia ≥15 tahun sebesar 50,7% di tahun 2007 dan 43,3% di tahun 2010. Survei yang dilakukkan oleh GATS (2011) di Indonesia juga menemukkan bahwa 40 dari 100 orang merokok pada usia 17-19 tahun. Menurut B. F Skinner dalam Yunindyawati (2008) menerangkan bahwa pada awalnya manusia dibentuk melalui lingkungan di sekitarnya. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi sosok tertentu seperti menjadi perokok. Usia 17-19 tahun merupakan usia remaja akhir dimana pada usia ini remaja ingin membentuk diri sendiri yang mereka anggap pantas dan baik untuk mereka (Potter dan Perry, 2005 dalam Barus, 2012). Dalam usia ini, remaja sulit mengontrol keinginan mereka sehingga perilaku kurang baik seperti merokok sulit untuk
dihindari. Adanya persepsi bahwa dengan merokok dapat meningkatkan ‗kejantanan‘ seseorang juga mungkin salah satu faktor perilaku merokok (Nichter, 2009). Usia remaja merupakan usia rentan. Mereka terkadang mengikuti perilaku teman atau orang dewasa lainnya. Menurut Mu‘tadin (2002) dalam Hasanah (2011) mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan terjadinya peer sosialization antar remaja yang artinya remaja dituntut berperilaku sama dengan kelompoknya sehingga remaja cenderung mengikuti perilaku teman-temannya seperti cara berpakaian sampai kepada perilaku merokok. Adanya orang tua yang merokok juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang remaja merokok. Menurut Miller dan Dollard dalam Notoatmodjo (2013) menyebutkan bahwa tingkah laku manusia terbentuk melalui proses hasil belajar. Pada daerah rural sebesar 53,09% perokok merokok di dalam rumah. Sedangkan, 42,62% perokok di wilayah urban merokok di dalam rumah. Adanya perokok di dalam rumah cenderung menimbulkan anggota keluarga terutama anak-anak cenderung mengikuti perilaku merokok tersebut. Anak-anak melihat perilaku merokok yang ditunjukkan oleh orang dewasa disekitarnya kemudian melakukan proses ‗coba-coba‘ merokok secara sembunyi-sembunyi. Penelitian yang dilakukkan oleh Yunindyawati (2008) menerangkan bahwa perokok remaja baik di rural maupun di urban cenderung mengikuti orangtua mereka sehingga menjadi perokok. Penelitian tersebut juga menerangkan bahwa orangtua
baik di rural maupun di urban cenderung membiarkan anak mereka merokok. Remaja yang awalnya ‗coba-coba‘ untuk merokok menjadi ketergantungan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya bahan yang terdapat dalam rokok, nikotin, yang menyebabkan ketergantungan. Ketergantungan yang disebabkan oleh nikotin inilah yang menyebabkan remaja yang ‗coba-coba‘ ini menjadi perokok aktif (Tobacco Free Kids, 2015). Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa usia awal merokok termuda adalah 7 tahun pada daerah urban dan 10 tahun pada daerah rural. Hal ini menarik mengingat wilayah urban merupakan wilayah dengan fasilitas yang memadai dibandingkan di daerah rural. Dalam hal ini penduduk di wilayah urban dapat mengakses fasilitas dengan lebih mudah. Mudanya umur perokok di urban dibandingkan didaerah rural mungkin disebabkan oleh faktor individu. Pada penelitian yang dilakukkan oleh Yunindyawati (2008) menunjukkan bahwa pada wilayah perokok remaja di wilayah urban cenderung mengikuti perilaku teman sebayanya. Sedangkan, perokok di wilayah rural cenderung merokok dikarenakan faktor coba-coba atau ingin tahu. Faktor lainnya yang mungkin menyebabkan usia awal merokok di wilayah urban lebih muda yakni dikarenakan pada film yang mereka tonton dimana tokoh pria-nya merokok (Lu, 1997).
Oleh karena itu, sebaiknya orang tua perokok harus menghindari merokok didepan anak-anak. Orangtua juga seharusnya mengontrol pergaulan anak-anak agar anaknya tidak mengarah ke pergaulan yang negatif. Selain itu, peneliti menyarankan kepada Puskesmas sebagai unit pelayanan terpadu yang paling dekat ke masyarakat untuk memberikan edukasi kepada para orang tua untuk menghindari merokok di depan anak-anak. Puskesmas juga bisa melakukan edukasi langsung kepada sekolah-sekolah seperti SD, SMP dan SMA. Hal ini dilakukan mengingat pada masa sekolah merupakan masa yang paling rentan untuk menjadi perokok.Peneliti juga berharap kepada pemerintah setempat, Kelurahan dan Desa, agar dapat mengembangkan potensi para remaja melalui organisasi seperti Karang Taruna. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari remaja terhadap perbuatan yang negatif seperti merokok. 2. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis pada fisik manusia. Jenis kelamin ini terdiri dari pria dan wanita. Perbedaan antara pria dan wanita bisa dilihat dari ciri-ciri fisik yang mereka miliki dimana pria memiliki penis sebagai alat reproduksi dan wanita memiliki rahim serta payudara (Sudarman, 2008). Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni perokok baik di urban maupun rural adalah laki-laki dengan persentase 87,84% pada Urban (urban) dan 76,60% pada daerah rural.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang lain. Penelitian yang dilakukkan oleh Siagian tahun 2001 di Jakarta dan Sukabumi menunjukkan bahwa perokok laki-laki baik di daerah Jakarta maupun Sukabumi memiliki persentase perokok yang lebih besar yakni 56,6% di Jakarta dan 5,8% di Sukabumi. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Gilani dan Leon (2012) terhadap orang dewasa di Pakistan. Survei tersebut menunjukkan bahwa prevalensi perokok lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan perokok perempuan dengan prevalensi 51,2% pada laki-laki dan 48,8% pada perempuan. Penelitian yang
dilakukan
oleh
Barus
(2012)
di
Universitas
Indonesia
memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki presentase perokok tertinggi yaitu 77,1%. Tingginya perokok laki-laki ini mungkin dikarenakan oleh stress. Baldwin (2002) dalam Hasnida (2005) menyebutkan bahwa stress pada laki-laki dan perempuan sama. Hanya saja, cara untuk menghadapi masalah berbeda. Cara menghadapi masalah pada perempuan ini cenderung dengan perasaan cemas. Sedangkan, cara menghadapi masalah pada laki-laki cenderung dengan hal-hal negatif seperti merokok. Dari sisi budaya, rokok cenderung dianggap biasa pada laki-laki sedangkan, pada wanita dianggap perilaku yang menyimpang (Abghi, 1997). Besarnya proporsi perokok pada laki-laki ini juga mungkin terjadi dikarenakan oleh adanya persepsi bahwa merokok bagi laki-laki hal yang jantan. Hal ini juga didukung oleh banyaknya iklan rokok yang
mempromosikan laki-laki sebagai model dari suatu iklan yang menampilkan sosok laki-laki yang berwibawa dan gagah (Nichter, 2009). Iklan rokok pada media-media terutama televisi merupakan salah satu media yang paling banyak diminati masyarakat. Masyarakat cenderung mengikuti apa yang ada dalam media. Penelitian yang dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa 96,86% reponden di rural terpapar iklan rokok. Sedangkan, di Urban (urban) 91,87% responden terpapar iklan rokok. Rokok bagi laki-laki juga cenderung digunakan sebagai alat sosial. Hal ini dikarenakan rokok digunakan sebagai suatu metode untuk membina persahabatan dan keintiman pada sesama laki-laki (Merchen, 2009). Dalam hal ini rokok digunakan untuk menghormati teman atau lawan bicara mereka pada saat tertentu seperti pada saat berkumpul dengan teman. Selain itu, besarnya proporsi perokok pada laki-laki juga dimungkinkan karena faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya dan gengsi (Smet 1994 dalam Hasnida 2005). Oleh karena itu, untuk menghindari stress sebaiknya menghindari dari hal yang negatif seperti tidur sebentar ketika sedang lelah. Menghindari stress juga bisa dialihkan dengan mendengarkan musik yang tenang dan juga dengan mengonsumsi permen. Pada saat berkumpul dengan teman juga sebaiknya menyediakan penganti rokok seperti permen. Untuk berhenti merokok juga bisa mengadakan
perjanjian untuk tidak merokok atau mengadakan taruhan dengan imbalan yang besar. 3. Pendidikan Pendidikan merupakan usaha seseorang untuk membuat dirinya sadar sehingga bisa mengambil suatu keputusan (Maulana, 2009). Pendidikan memungkinkan individu untuk dapat memberdayakan dirinya dalam mendapatkan akses kesehatan. Penelitian yang telah peneliti lakukan menunjukkan bahwa di urban proporsi pendidikan terakhir perokok lebih besar pada kelompok yg Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni sebesar 58,11%. Sedangkan, di rural proporsi pendidikan perokok lebih besar pada kelompok Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni 38,30%. Data dari Riskesdas tahun 2013 di DKI Jakarta menunjukkan bahwa proporsi perokok dengan pendidikan tamat SMA lebih besar yakni 29,3% diikuti oleh proporsi perokok tamat SMP sebesar 23,3%. Tingginya tingkat pendidikan perokok di urban dibandingkan dengan rural merupakan salah satu faktor tingginya tingkat pendidikan perokok pada masyarakat urban. Menurut Wahyono (2012) tingkat sosioekonomi masyarakat urban lebih tinggi dibandingkan masyarakat rural sehingga masyarakat urban cenderung memiliki keinginan maju yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat rural. Pada penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti, Sebagian besar responden yang tamat SMP mulai merokok pada usia 15-24 tahun dengan proporsi 94,44% di rural dan 55,56% di urban. Menurut
Venkatnarayan (1996) dalam Gupta (2006) menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan seseorang merokok. Laki-laki yang tidak memiliki pendidikan memiliki risiko 1,8 kali menjadi perokok dibandingkan laki-laki yang memiliki pendidikan tinggi. Sedangkan, perempuan yang tidak memiliki pendidikan berisiko menjadi perokok 3,7 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok. Dengan kata lain, pendidikan yang rendah cenderung memungkinkan seseorang menjadi perokok. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena para perokok memiliki masa sulit selama sekolah. Pada masa sekolah terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi seperti budaya disekitarnya, fisik dan diri sendiri. Jika individu itu gagal maka akan menimbulkan depresi, pesimis dan mungkin akan mencoba untuk merokok. Alasan lainnya adalah para perokok kebanyakan merokok pada saat remaja ini memiliki kepercayaan diri yang rendah sehingga mengambil keputusan untuk merokok (Zhu, 1996). Proses dari mencoba merokok menjadi perokok ini juga bisa timbul pada saat di sekolah yang mungkin disebabkan karena adanya pengaruh dari teman sebaya (Hasanah, 2011). Perokok yang telah kecanduan dengan rokok juga mungkin kurang tertarik untuk menyelesaikan sekolahnya. Hal ini disebabkan oleh karena mereka sulit menahan diri untuk tidak merokok selama pelajaran berlangsung sehingga beberapa ada yang melanggar peraturan sekolah untuk tidak merokok (Zhu, 1996).
Oleh karena itu, sebaiknya para pendidik diharapkan dapat meningkatkan minat siswa terhadap sesuatu yang disenangi siswa. Sekolah-sekolah juga diharapkan dapat memberikan waktu istirahat seperti diadakannya waktu untuk tidur didalam kelas secara bersamasama pada jam istirahat. Peneliti juga berharap agar pihak sekolah, khususnya SMP dan SMA, untuk mengadakan jadwal konsultasi secara pribadi dengan guru Bimbingan Konseling pada jam istirahat. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat berkeluh kesah kepada guru Bimbingan Konseling tersebut. Selain itu, diperlukan adanya peran orang tua untuk selalu membimbing anak-anak. Dalam
hal ini orang tua berperan sebagai
sahabat anak yang dapat mendengar keluh-kesah anak dan memberikan saran yang sesuai sehingga anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang negatif. Puskesmas juga bisa berperan dalam hal memberikan edukasi kepada sekolah-sekolah mengenai rokok seperti pada saat masa orientasi siswa. Puskesmas juga bisa melatih petugas PMR atau dokter kecil di setiap sekolah dalam hal mengedukasi siswa mengenai bahan yang ada dalam rokok dan bahayanya bagi kesehatan dan bagaimana menyikapi orang-orang disekitar mereka yang merokok. 4. Pekerjaan Pekerjaan merupakan
suatu kegiatan yang dapat menghasilkan
barang baik untuk diri sendiri maupun orang lain Suroto (1992) dalam Udin (2010). Sedangkan, bekerja menurut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja no 1 tahun 2014 bekerja merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni wiraswasta merupakan pekerjaan perokok yang paling besar persentasenya di wilayah urban (Urban) yakni 41,90%. Sedangkan, di wilayah rural perokok dengan pekerjaan sebagai buruh memiliki persentase yang paling banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang lain sebesar 36,17%. Data GATS (2011) menunjukkan bahwa presentase terbesar perokok berada pada jenis pekerjaan wirausaha dengan presentase sebesar 60,1% (GATS, 2011). Sementara itu, Di DKI Jakarta proporsi perokok paling tinggi berada pada jenis pekerjaan petani/nelayan/buruh yakni sebesar 47%. Penelitian yang dilakukkan oleh peneliti juga menemukkan bahwa pada wilayah urban (Urban) maupun rural cenderung membeli rokok 1014
batang
pekerjaannya
perhari, adalah
dimana
pada
masyarakat
wiraswasta/pedagang/pelayan
urban
mayoritas
jasa
sementara
masyarakat rural mayoritas pekerjaannya adalah buruh. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa mayoritas pekerjaan responden yang merokok adalah buruh cenderung membeli rokok dengan harga diatas rata-rata (Rp 10.600) dengan proporsi 57,14%. Sedangkan, pada wilayah urban yang mayoritas pekerjaannya adalah wiraswasta cenderung membeli rokok dengan harga dibawah rata-rata (Rp 13.700) dengan proporsi 51,6%.
Kebutuhan pokok yang tinggi di daerah urban dan juga faktor sosial yang mengakibatkan stress dan menjadi perokok (Volzke, 2006). Hal ini disebabkan oleh karena tingginya persaingan hidup didaerah urban. Selain itu, terdapat tuntutan agar dapat bertahan hidup didaerah urban (BPS, 2007).
Sedangkan, di wilayah rural hal ini mungkin
dikarenakan oleh lingkungan sosial selama bekerja. Adanya tawaran untuk merokok dari sesama pekerja buruh memungkinkan seseorang untuk merokok. Selain itu, merokok dapat menurunkan beban pikiran para pekerja buruh dan membuat pikiran tenang (Depparinding et all, 2014). Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar terselenggaranya kerjasama antara pemerintah (dalam hal ini kelurahan) dengan dinas perdagangan dalam hal mengembangkan usaha kreatif rakyat (khususnya para ibu) untuk menambah income penduduk seperti mengumpulkan barang bekas menjadi barang baru yang bisa dipakai dan dijual ke masyarakat umum. Selain itu, diharapkan pekerja yang mendapat tawaran untuk merokok dapat menolak secara tegas tawaran tersebut. Pekerja bisa mengantisipasinya dengan membawa sejumlah permen atau snack lainnya ketika bekerja. 5. Jumlah Rokok Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni sebagian besar perokok
pada
kedua
wilayah
menunjukkan
bahwa
responden
menghabiskan 10-14 batang rokok perharinya dengan persentase 41,89%
di urban dan 38,30% di rural. Sedangkan, rata-rata jumlah batang rokok yang dihabiskan responden perhari di Urban yakni 13 batang rokok perhari dan rata-rata jumlah batang rokok di Rural adalah 11 batang rokok perhari. Survei tersebut didukung oleh survei yang dilakukkan oleh GATS tahun 2011. Menurut survei GATS (2011) penduduk Indonesia rata-rata menghabiskan 12,8 atau sekitar 13 batang rokok perharinya. Survei yang dilakukkan Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan hasil yang sama. Dalam Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia rata-rata mengonsumsi rokok sekitar 12,3 atau 13 batang rokok perharinya. Menurut Bradford Hill suatu kejadian penyakit meningkat seiring dengan bertambahnya pajanan (Gersmant, 2003). Dalam hal ini, semakin banyak batang rokok yang dikonsumsi oleh responden maka semakin mungkin terjadinya suatu penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Walter tahun 1987 menunjukkan bahwa perokok yang mengonsumsi 1-4 rokok perbatang memiliki risiko terkena jantung koroner sebanyak dua kali dibanding non-perokok. Hasil yang sama juga ditemukan oleh David tahun 1999. Penelitian David menunjukkan bahwa
perokok yang
mengonsumsi rokok 1-9 batang memiliki risiko terkena jantung koroner sebesar 2 kali lipat dibanding non-perokok. Penelitian lainnya yang dilakukkan oleh Suharmiati tahun 2008 menunjukkan bahwa proporsi
perokok 11-20 batang perhari lebih banyak dibandingkan dengan proporsi perokok 1-10 batang perhari. Dalam penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti didapatkan bahwa perokok di rural yang mengonsumsi rokok 10-14 batang perhari memiliki proporsi menderita hipertensi lebih banyak dibanding dengan <10-14 batang yakni 57,14%. Sedangkan, di Urban perokok yang mengonsumsi rokok 10-14 batang perhari memiliki proporsi menderita PJK lebih banyak dibandingkan dengan <10-14 batang rokok perhari yakni 50%. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak rokok yang dikonsumsi maka semakin berisiko terkena suatu penyakit. Dalam setiap batang rokok, bahan-bahan yang dihirup oleh perokok akan masuk ke dalam tubuh. Nikotin merupakan salah satu bahan yang terhirup. Nikotin dapat diserap tubuh dalam waktu 10-19 detik (Action on Smoking and Health, 2014). Dalam 40 menit, efek rokok ini akan menghilang sehingga menyebabkan perokok kembali menghirup rokok dikarenakan perokok akan gelisah dan depresi jika tidak menghirup rokok (POM, 2014). Hal inilah yang menyebabkan seseorang perokok merasa kecanduan dikarenakan nikotin dapat merangsang sistem saraf pusat. Selain merangsang sistem saraf pusat nikotin dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah (Action on Smoking and Health, 2014). Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya masalah kesehatan para perokok khususnya harus meminimalisir atau mengurangi jumlah
rokok yang dikonsumsi. Cara mengurangi jumlah batang rokok yakni dengan olahraga dan istirahat teratur. Selain itu, metode seperti mengganti rokok dengan permen, konseling, mengganti rokok dengan obat tradisional maupun dengan mencoba untuk berpuasa diiringi dengan niat yang kuat. Selain itu, keluarga diharapkan dapat menjadi pengingat dan memberikan motivasi kepada perokok. 6. Metode Berhenti Merokok Berhenti merokok merupakan salah satu cara agar terhindar dari risiko penyakit. Manfaat berhenti merokok diantaranya yaitu dapat menurunkan risiko dari penyakit yang berhubungan dengan pajanan rokok pada anak, menurunkan risiko memiliki anak prematur, impoten, gangguan kesuburan, keguguran dan BBLR. Manfaat berhenti merokok juga dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (WHO, tt). Perokok melakukan berbagai upaya dalam mengurangi efek kesehatan akibat rokok. Metode yang dilakukan untuk berhenti merokok adalah terapi pengganti nikotin, terapi konsumsi obat, mencoba obat tradisional, konseling, berhenti tanpa bantuan dan mengganti konsumsi rokok tembakau dengan tembakau kunyah (GATS, 2011). Hasil survei yang telah didapatkan peneliti mengenai metode berhenti merokok yang paling banyak digunakan yakni tanpa menggunakan metode berhenti rokok apapun dengan proporsi sebesar 48,57% di urban dan 64,29% di rural.
Hasil survei ini sama dengan survei yang dilakukkan oleh GATS tahun 2011 di Indonesia. Di Indonesia tahun 2011 sekitar 70,7% perokok berhenti merokok dengan kemauan sendiri tanpa bantuan orang lain (GATS, 2011). Namun, berhenti merokok ini hanya bersifat sementara. Survei yang dilakukkan oleh peneliti menujukkan bahwa responden hanya beberapa saat saja berhenti merokok yakni berkisar 1 sampai 9 bulan di rural dan 1 sampai 6 bulan di urban. Setelah itu, perokok mengonsumsi kembali rokok tersebut. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh karena keluhan yang disebut dengan withdrawal syndrom (Aditama, 1997 dalam Barus, 2012). Gejala dari sindrom tersebut seperti keinginan untuk merokok, depresi, insomnia, mudah marah, gelisah, cemas dan sulit konsentrasi. Gejala ini dapat terjadi dalam waktu 3 hari atau bahkan sampai berminggu-minggu (tergantung pada jumlah rokok dan durasi merokok) setelah seeorang berhenti merokok (Hesami. 2010). Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada para perokok khususnya agar memiliki keyakinan pada diri sendiri untuk bisa berhenti merokok. Keyakinan akan diri sendiri bahwa akan mampu berhenti merokok tidak hanya sesaat akan memberikan dorongan tersendiri kepada diri sendiri agar bisa berhenti merokok. Selain itu, terapkan metode berhenti merokok pada keseharian sehingga menjadi kebiasaan. Berhenti merokok juga dapat dilakukkan dengan menentukanwaktu berhenti merokok. Setelah itu perokok memulai metode berhenti
merokok dengan mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi. Apabila dalam sehari perokok menghabiskan satu bungkus maka perokok bisa mengurangi menjadi setengah bungkus. Jika perokok sudah berhenti merokok dalam waktu yang lama kemudian merokok kembali, jangan menilai diri anda sebagai
perokok. Nilai diri anda sebagai bukan
perokok dan buat perjanjian dengan diri anda untuk tidak merokok. 7. Anggaran Pembelian Rokok Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa rata-rata anggaran pembelian rokok di urban sebesar Rp 13.700 perharinya. Sedangkan, di rural sebesar Rp 10.600 perharinya. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelian rokok perharinya lebih tinggi di wilayah urban. Hasil penelitian ini jika dikalikan selama sebulan (30 hari) maka para perokok setiap bulannya baik di kedua wilayah menghabiskan hampir setengah juta perbulannya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukkan oleh GATS tahun 2011. GATS memperlihatkan bahwa rata-rata pembelian rokok diwilayah urban sebesar Rp 14.375 perharinya. Sedangkan, di wilayah rural Rp 11.250 perharinya. Pada penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa rata-rata banyaknya rokok yang dibeli di rural yakni 12 batang perhari dan di urban 13 batang perhari. Pembelian batang rokok minimal pada rural adalah 1 batang perhari dan maksimal 48 batang rokok
perhari. Sementara itu, pembelian rokok minimal pada urban adalah 2 batang rokok perhari dan maksimal 24 batang rokok perhari. Dari hasil tersebut, jika dilakukkan analisis untuk pembelian rokok maksimal (48 batang atau sekitar 4 bungkus perhari) di rural dalam sebulannya menghabiskan dana sebesar Rp 1.680.000 (jika harga rokok perbungkus Rp 14.000). Sedangkan, pembelian rokok di urban (24 batang rokok atau sekitar 2 bungkus) menghabiskan dana sebesar Rp 840.000 (jika harga rokok perbungkus Rp 14.000). Pengeluaran tersebut jika ditambah dengan kerugian yang ditimbulkan oleh rokok seperti penyakit akan menimbulkan dampak kerugian yang besar. Laporan
dari
Tobacco
Control
Support
Center(2010)
memperkirakan pengeluaran tembakau pada masyarakat Indonesia sebesar 138 triliyun rupiah. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa total tahun produktif yang hilang karena penyakit tembakau berjumlah 105,30 triliyun rupiah (TCSC, 2012). Angka ini jika ditambahkan antara pengeluaran tembakau dan total tahun produktif yang hilang mencapai 243,30 triliyun rupiah. Angka tesebut sangat jelas merugikan negara dan juga individu baik yang merokok maupun yang tidak merokok (perokok pasif). Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa anggaran pembelian rokok yang paling sedikit adalah Rp 1000 untuk di rural dan Rp 2500 untuk di urban. Sedangkan, anggaran tertinggi yakni Rp 21.000 di rural dan Rp 32.000 di urban. Pada rural, jika dilihat dari harga rokok
perbatang yang dibeli kemungkinan besar adalah rokok non-filter atau rokok kretek. Sedangkan, di urban kemungkinan pembelian jenis rokoknya adalah rokok filter. Rokok non-filter lebih berbahaya jika dibandingkan dengan rokok filter karena rokok filter memiliki kadar nikotin yang lebih tinggi pada arus samping dengan perbandingan 4-6 kali daripada arus utama (Sussana, 2003). Rokok kretek atau rokok non-filter ini memiliki kandungan 20 mg tar dan 4,5 mg nikotin lebih banyak dari rokok filter (Suharmiati, 2008). Sehingga risiko perokok yang menggunakan rokok non-filter ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan perokok yang menggunakan rokok filter. Hal ini memungkinkan perokok di wilayah rural memiliki proporsi penyakit yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah urban. Penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa proporsi responden yang merokok di wilayah rural lebih banyak dibandingkan di urban yakni 13,72% di rural dan 10,20% pada urban. Tidak hanya hipertensi saja, proporsi penderita penyakit seperti stroke dan asma di wilayah rural lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah urban. Selain itu, pada penelitian ini responden menunjukkan bahwa hampir semua perokok pada kedua wilayah mendapatkan rokok (membeli rokok) di warung daripada di tempat lainnya. Pembelian di warung ataupun toko rokok lainnya juga tidak memandang umur. Hampir semua golongan umur bisa dengan mudah mengakses rokok.
Kemudahan dalam mengakses rokok ini, harus menjadi perhatian bersama. Selain itu, mahalnya pengeluaran yang diakibatkan oleh membeli rokok dan efek samping yang ditimbulkannya juga harus diperhatikan. Dalam hal ini peneliti berharap kepada para perokok untuk dapat mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi karena selain untuk mencegah dampak yang terjadi juga dapat mengurangi biaya untuk membeli rokok sehingga uang yang digunakan bisa membeli kebutuhan pokok lainnya. D.
Perokok Menurut Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Karakteristik menurut tempat ini tidak hanya digunakan untuk tempat tinggal melainkan juga digunakan dalam area geografi yang relevan dengan kejadian penyakit (CDC, 2012). Berikut adalah penjelasan mengenai distribusi menurut tempat: 1. Pajanan Asap Rokok Pajanan asap rokok di lingkungan rumah atau secondhand smoke merupakan pajanan asap rokok yang dihirup oleh perokok maupun nonperokok di lingkungan rumah. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni pajanan asap rokok di dalam rumah lebih banyak terjadi di rural (53,09%) dibandingkan dengan di urban (42,62%). Pajanan asap rokok di lingkungan kerja yakni 16,18% pada di rural dan 11,41% di urban. Sedangkan, pajanan rokok di tempat umum diperoleh hasil bahwa
sebagian besar responden pada kedua wilayah mendapatkan pajanan yang berasal dari tempat makan. Penelitian
yang
dilakukkan
oleh
Nurwidayanti
(2013)
menunjukkan bahwa sebanyak 55 dari 84 responden menjadi perokok pasif. Survei lainnya yang dilakukkan di Indonesia didapatkan bahwa sekitar 78,4% penduduk yang berusia diatas 15 tahun terpapar asap rokok di lingkungan rumah, 51,3% terpapar pada area kantor, 63,4% kantor pemerintah, 17,9% fasilitas pelayanan kesehatan 85,4% restauran, 70% di tranpotasi umum (GATS, 2011). Pada penelitian yang dilakukkan peneliti diketahui bahwa perokok didalam rumah merokok paling banyak dengan jumlah batang rokok 1014 batang rokok perhari di rural dan urban dengan proporsi 42% di rural dan 44,44% di uban. Selain itu, rumah yang diperbolehkan merokok cenderung memiliki perokok dengan durasi merokok 10-19 tahun pada kedua wilayah dengan proporsi 57,69% di rural dan 74,07% di urban. Hill menyebutkan suatu kejadian penyakit meningkat seiring dengan bertambahnya pajanan (Gersmant, 2003). Ashari (2011) menyebutkan bahwa lamanya pajanan asap rokok akan berisiko menderita penyakit hipertensi sebanyak 2,6 kali dibanding yang tidak terkena pajanan. Pada peneltian yang dilakukkan peneliti menunjukkan bahwa rumah yang diperbolehkan merokok di rural cenderung memiliki proporsi penderita penyakit hipertensi yang lebih tinggi 42%. Sedangkan, di urban cenderung memiliki proporsi penderita TB. Studi
yang
dilakukan di daerah Finlandia tahun 1997 menunjukkan bahwa pajanan asap rokok di tempat kerja berisiko menderita penyakit asma sebesar 2 kali daripada yang tidak terpapar dan pajanan rokok di rumah berisiko menderita penyakit asma sebesar 5 kali dibandingkan yang tidak terpapar (Jaakkola, 1997). Dalager et al tahun 1986 dalam Rufaridah (2011) menyebutkan bahwa perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi menderita penyakit daripada perokok aktif. Hal ini dikerenakan perokok pasif menghisap asap rokok yang berasal dari ujung rokok yang terbakar dan arus utama. Selain itu, asap rokok juga masih terdapat di lingkungan walaupun rokok telah dimatikan. Oleh karena itu, sebaiknya di dalam rumah diadakan larangan atau peraturan mengenai rokok. Perokok baik itu anggota keluarga maupun tamu tidak diperkenankan merokok di dalam rumah agar terhindar dari asap rokok yang menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Selain itu, Puskesmas dapat mengadakan pelatihan anti rokok yang didalamnya berisi monitoring perokok didalam rumah dan sekolah serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai rokok sehingga dapat mencegah adanya perokok baru dan mengurangi risiko terjadinya penyakit akibat rokok. 2. Pajanan Iklan Rokok Iklan merupakan pesan gambar dengan ragam tulisan maupun suara di surat kabar, majalah, bus kota, papan reklame, slide dan film di
Bioskop Pudjianto (1995) dalam Gumelar (2011). Menurut Gumelar dan Sareb (2011) iklan merupakan media komunikasi persuasif yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk dengan komunikasi lisan mupun tulisan. Iklan rokok ini sangat berperan pada perokok. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni sebagian besar responden pada kedua wilayah mendapatkan pajanan iklan yang berasal dari televisi. Survei GATS tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian penduduk di Indonesia melihat iklan rokok di televisi yaitu sebanyak 66,3%. Selain itu, peneliti juga menemukkan bahwapajanan iklan rokok di televisi lebih banyak terjadi pada perokok dengan umur awal merokok kurang dari 15 tahun yakni 83,33%. Penelitian yang dilakukkan oleh Pierce (1998) menunjukkan bahwa kegiatan promosi industri tembakau pada pertengahan tahun 19990 mempengaruhi 17% dari responden untuk merokok. Studi lainnya juga menunjukkan bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi seseorang menjadi perokok (Lovato, 2003). Besarnya proporsi remaja yang merokok ini mungkin disebabkan oleh pajanan iklan rokok. Menurut Ray dalam Pierce (1998) bahwa promosi bekerja untuk membangun perilaku konsumen. Dalam hal ini iklan cenderung mempengaruhi kelompok usia muda untuk merokok. Iklan rokok yang menampilkan pria yang menarik seperti kuat, sehat, mandiri, tegas dan juga jantan akan menimbulkan persepsi bahwa merokok dapat
menyebabkan mereka menarik (Nichter, 2009). Sehingga, ada yang berpikiran bahwa tidak merokok dapat menyebabkan mereka tidak menarik. Dalam iklan rokok juga mencantumkan pesan bahwa rokok dapat memberikan apa yang remaja inginkan seperti penerimaan dari orang
sekelilingnya,
identitas
gender
(maskulin
dan
feminim),
pemberontakkan, mengurangi stres dan depresi serta popularitas (National Cancer Institute, 2008). Oleh karena itu, untuk mengurangi adanya jumlah perokok baru pada usia remaja baik laki-laki maupun perempuan peneliti menyarankan kepada orangtua atau pengasuh untuk melakukan monitoring kepada anak dalam hal menonton tv atau film. Hal ini bertujuan untuk mencegah anak khususnya remaja awal untuk mengikuti perilaku merokok yang dilakukkan oleh tokoh atau promosi iklan yang ada di televisi. Orangtua bisa memberikan edukasi kepada anak tentang rokok. Selain itu, perlu adanya penyuluhan di sekolah-sekolah seperti SD dan SMP. Kegiatan ini bertujuan memberikan informasi kepada siswa yang umumnya berada pada masa remaja awal tentang rokok. Penyuluhan yang dilakukkan tidak hanya memberikan informasi tetapi juga
mengarahkan
siswa
kepada
kegiatan
yang
positif
untuk
mengembangkat bakat setiap siswa. E.
Perokok Menurut Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Karakteristik menurut waktu bisa di analisis dari berbagai sudut pandang seperti menunjukkan tren suatu penyakit ataupun pola penyakit
(sporadis, endemik, dll) (Gerstman, 2003). Karakteristik menurut waktu digunakan untuk melakukan pengawasan pada kejadian penyakit sehingga bisa dilakukan intervensi (CDC, 2012). 1. Durasi Merokok Durasi merokok didefinisikan yaitu lamanya merokok dimulai dari usia awal merokok sampai saat berhenti merokok (Guo, 2006). Sama seperti banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi, durasi merokok juga memiliki dose response yakni semakin lama durasi merokoknya maka semakin berisiko terkena efek yang ditimbulkan. Penelitian yang telah dilakukkan peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar perokok pada kedua wilayah memiliki durasi merokok 1019 tahun yakni 72,97% di urban dan 63,83% di rural. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukkan oleh Chen (1995) menunjukkan bahwa proporsi terbesar terjadi pada durasi merokok 10-19 tahun (5%) dibandingkan dengan kategori durasi merokok yang lainnya. Lamanya durasi merokok ini cenderung mempengaruhi kesehatan perokok. Penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa responden yang memiliki durasi merokok 10-19 tahun memiliki proporsi terbanyak menderita penyakit hipertensi dengan proporsi 55,56% pada rural dan urban responden yang merokok dengan durasi merokok 10-19 tahun cenderung memiliki proporsi menderita penyakit hipertensi 28,57%.
Studi yang dilakukkan oleh Suharmiati (2008) menunjukkan bahwa semakin lama durasi merokok lebih dari 20 tahun menunjukkan proporsi yang tinggi menderita hipertensi yakni 95,4% dibanding yang merokok 11-20 tahun. Studi lainnya yang dilakukkan Ismaeel (2010). Penelitian Ismail menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingginya tekanan darah sistolik dengan durasi merokok lebih dari 10 tahun. Dalam hal ini, durasi merokok menimbulkan gangguan endotel pembuluh darah sehingga terjadinya kelainan dalam aliran darah miokardia. Merokok mengurangi produksi prostasiklin endotel dan meningkatkan adhesi leukosit pada sel endotel. Merokok juga meningkatkan produksi angiotesin II yang mengurangi aktivitas nitrat oksida sehingga menyebabkan tidak berfungsinya endotel (Campisi, 1998). Selain itu, merokok pada masa muda dapat meningkatkan tekanan darah karenaterjadinya perubahan ketebalan arteri seiring berjalannya waktu (Raitakari, 2003). Dalam hal ini, peneliti berharap agar para perokok dapat mengurangi jumlah rokok. Pengurangan jumlah rokok ini diharapkan dapat melatih para perokok agar tidak mengonsumsi rokok kembali sehingga durasi merokok akan lebih pendek dan risiko efek kesehatan yang ditimbulkan juga semakin kecil. Selain itu, peneliti menyarankan kepada perokok untuk melakukan olahraga secara rutin minimal 3 kali
dalam seminggu selama 30 menit. Olahraga ini bertujuan untuk mengurangi keinginan merokok. F.
Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Rokok merupakan salah satu faktor penyebab dari penyakit kardiovaskular. Heart Foundation (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 2,7 juta penduduk Australia merokok dengan jumlah perokok tiap hari sebesar 300.000
orang.
Hasil
penelitian
yang
dilakukkan
oleh
peneliti
memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan yang dialami perokok yang paling banyak terjadi yaitu penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dengan proporsi 42,42% pada rural dan 38,46% pada urban. Tingginya proporsi perokok di rural mungkin disebabkan oleh besarnya jumlah rokok yang dikonsumsi oleh perokok di rural dibandingkan dengan urban. Penelitian yang dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa proporsi perokok yang mengonsumsi ≥ 25 batang rokok perhari di rural lebih banyak dibandingkan dengan urban yakni 6,38% pada rural dan 4,05% pada urban. Hal ini didukung oleh pernyataan Price dan Wilson (2006) dalam Nurwidayanti (2013). Menurut Price dan Wilson (2006) jumlah rokok yang dikonsumsi oleh perokok lebih berpengaruh meningkatkan hipertensi. Hal ini dikarenakan adanya akumulasi dari bahan-bahan yang terhirup yang masuk ke dalam tubuh sehingga menjadi toksin di dalam tubuh.
Penelitian yang telah dilakukkan oleh Suparto (2010) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara rokok dengan kejadian hipertensi. Rokok merupakan salah satu risiko meningkatkan hipertensi. Penelitian oleh Sihombing (2010) menunjukan bahwa risiko hipertensi pada perokok sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok. Penelitian lainnya oleh Bowman (2007) juga menunjukkan hasil yang sama yakni orang yang memiliki kebiasaan merokok dapat berisiko menderita penyakit hipertensi sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh seperti nikotin dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah sehingga terjadinya kelainan dalam aliran darah miokardia. Merokok mengurangi produksi prostasiklin endotel dan meningkatkan adhesi leukosit pada sel endotel. Merokok juga meningkatkan produksi angiotesin II yang mengurangi aktivitas nitrat oksida sehingga menyebabkan tidak berfungsinya endotel (Campisi, 1998). Nikotin juga merangsang pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal dan ujung saraf terminal yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas lebih besar melalui stimulasi reseptor β1 miokard. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat melalui α-reseptor yang akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah (CDC, 2010). Konsumsi rokok minimal 2 batang akan dapat meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 10 mmhg. Tekanan darah tersebut akan tetap tinggi pada 30 menit setelah berhenti menghisap rokok. Saat efek nikotin menghilang
tekanan darah juga menurun. Namun, pada perokok berat tekanan darah akan tetap tinggi (Nurwidayanti, 2013). Dalam hal ini peneliti menyarankan kepada perokok untuk melakukkan konsultasi pada Puskesmas terdekat untuk mengurangi dampak merokok. Peneliti juga menyarankan kepada Puskesmas untuk membuat suatu edukasi langsung kepada masyarakat mengenai perilaku merokok dan efek rokok yang ditimbulkan. Puskesmas juga diharapkan dapat melakukan monitoring mengenai perilaku kesehatan masyarakat di wilayah kerja nya terutama masalah rokok dengan melibatkan kader. Kegiatan monitoring ini bisa dilakukan dengan mengadakan kegiatan screening pada POSBINDU di masyarakat. Kegiatan POSBINDU ini dilakukan dengan pendekatan lima meja dimana meja pertama dilakukan anamnesis selanjutnya pengukuran dan penyuluhan. Diharapkan pada acara ini juga bekerjasama dengan klinik berhenti merokok (khusus untuk orang-orang yang merokok).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Perokok di wilayah urban lebih banyak (24,83%) dibanding wilayah rural (17,09%). 2. Berdasarkan jenis kelamin perokok, perokok laki-laki lebih banyak dibanding perokok perempuan yaitu 76,60% pada wilayah rural dan 87,84% pada wilayah urban. 3. Berdasarkan pendidikan terakhir perokok, perokok di wilayah rural lebih banyak pada kelompok Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni 38,30%. Sedangkan, di wilayah urban lebih banyak pada kelompok yg Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni 58,11%. 4. Berdasarkan pekerjaan perokok, perokok di wilayah rural lebih banyak pada buruh yakni sebesar (36,17%). Sedangkan, di wilayah urban pekerjaan perokok lebih banyak terdapat pada kelompok wiraswasta (41,90%). 5. Berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi, perokok mengonsumsi 10-14 batang rokok perharinya baik di wilayah rural (41,89%) maupun di wilayah urban (38,30%) dengan rata-rata perhari 13 batang perhari di wilayah rural dan 11 batang perhari di wilayah urban.
6. Berdasarkan metode berhenti merokok, metode berhenti merokok tanpa bantuan pada wilayah rural dan urban lebih banyak dibanding dengan metode lainnya yakni 64,29% pada rural dan 48,57% pada urban. 7. Berdasarkan anggaran pembelian rokok, rata-rata anggaran yang dikeluarkan perokok sebesar Rp 13.700 pada wilayah urban dan Rp 10.600 pada wilayah rural. Anggaran pembelian rokok maksimal pada wilayah rural sebesar Rp 21.000 dan pada wilayah urban Rp 32.000. 8. Berdasarkan usia awal perokok, rata-rata usia awal merokok (Age Initiation) pada wilayah rural yakni 19 tahun. Sedangkan, pada wilayah urban rata-rata usia awal merokok 17 tahun. 9. Berdasarkan pajanan asap rokok, pajanan asap rokok di dalam rumah lebih banyak terjadi di wilayah rural (53,09%) dibanding dengan wilayah urban (42,62%). Hal ini juga terjadi pada pajanan asap rokok di lingkungan kerja yakni 16,18% di wilayah rural dan 11,41% di wilayah urban. Sedangkan, di tempat umum pajanan asap rokok terbanyak yakni terjadi pada tempat makan baik di wilayah rural (80,17%) maupun di wilayah urban (82,50%). 10. Berdasarkan pajanan iklan rokok, hampir semua responden mendapat pajanan iklan rokok pada televisi yakni 96,86% di wilayah rural dan 91,87% di wilayah urban. 11. Berdasarkan durasi merokok, sebagian besar perokok memiliki durasi merokok
10-19 tahun yakni 63,83% di wilayah rural dan 72,97% di
wilayah urban.
12. Berdasarkan kondisi kesehatan perokok, kondisi kesehatan yang dialami perokok yang paling banyak terjadi yaitu hipertensi dengan proporsi 42,42% di wilayah rural dan 38,46% di wilayah urban.
B. Saran 1. Puskesmas Wilayah Setempat a. Puskesmas wilayah setempat perlu melakukan edukasi kepada warga mengenai dampak rokok terutama kepada kalangan pelajar seperti SD, SMP dan SMA. Selain itu, agar surveilans rokok ini dapat diterapkan pada wilayah Puskesmas untuk melakukan monitoring perkembangan kesehatan. b. Puskesmas wilayah setempat disarakan untuk mengadakannya klinik berhenti merokok pada Puskesmas di wilayah rural maupun urban. 2. Kelurahan dan Desa Pemerintah mengadakan
wilayah gerakan
setempat berhenti
(kelurahan) merokok
lebih yaitu
proaktif dengan
untuk
membuat
kesepakatan berhenti merokok di wilayah setempat dan membuat wilayah bebas asap rokok. 3. Perokok Peneliti berharap agar perokok dapat berhenti merokok dengan melakukan metode seperti mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi, mengganti rokok dengan permen, konseling, dll. Metode ini juga harus dibarengi dengan kepercayaan diri yang kuat untuk bisa berhenti merokok.
4.
Peneliti Selanjutnya Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat penelitian dengan menggunakan metode mix-metode (kuantitatif dan kualitatif) untuk mengetahui alasan merokok responden di wilayah pedesaan dan perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA Abghi M.B. 1997. Tobacco: The Growing Epidemic: Proceedings of the Tenth World Conference on Health. Springer. Beijing China 24-28 August 1997 Action on Smoking and Health. 2014. What‘s in Cigarette. Diakses pada tanggal 1 Mei pada http://ash.org.uk/files/documents/ASH_117.pdf. Action on Smoking and Health. 2015a. Smoking and Respiratory Disease. Diakses pada tanggal 21 Juli 2015 pada http://ash.org.uk/files/documents/ASH_110.pdf Action on Smoking and Health. 2015b. Asthma and Smoking. Diakses pada tanggal 21 Juli 2015 pada http://ash.org.uk/files/documents/ASH_595.pdf American Lung Cancer. 2010. Lung Cancer. Diakses pada tanggal 26 Juni 2015 pada http://www.lung.org/assets/documents/publications/solddcchapters/lc.pdf. Armstrong, J. Scott. 1977. Estimating Nonresponse Bias in Mail Surveys. University of Pennsylvannia Arniati, Layli Nur. 2014. Hubungan antara Tingkat Stres dengan Perilaku Merokok Perawat Pria di RSUD Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Surakarta Ashari, Aziz. 2011.Perokok Pasif Sebagai Faktor Risiko Hipertensi pada Wanita Usia 40-70 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Skripsi.Universitas Diponegoro Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Badri, Arifin Muhammad 2012. Iklan Terlarang. Jakarta: CV Hilmi Jaya Badriyah, F. (2007).Boyz Only. Depok: Gema Insani. Barus, Henni. 2012. Hubungan Pengetahuan Perokok Aktif tentang Rokok dan Motivasi Berhenti Merokok pada Mahasiswa FKM dan FISIP Universitas Indonesia. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Bothamley. 2005. Smoking and Tuberculosis: A Chance or Causal Association? . Thorax 2005; 60: 527-528 Boulet L, Lemiere C, Archambault F, et al. Smoking and Asthma: Clinical and Radiologic Features, LungFunction, and Airway Inflammation. Chest 2006; 129 (3): 661-8
Bowman, Thomas S. 2007. A Prospective Study of Cigarette Smoking and Risk of Incident Hypertension in Women. Journal of the American College of Cardiologi Vol 50 BPS. 2007. Analisis Tipologi Kemiskinan Perkotaan Tahun 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik BPS. 2010. Klafikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Breslau dan Peterson. 1989. Smoking Cessation in Young Adults: Age at Initiation of Cigarette Smoking and Other Suspected Influences. Am J Public Health. 1996 Feb;86(2):214-20. Campisi, Roxana et all. 1998. Effects of Long-term Smoking on Myocardial Blood Flow, Coronary Vasomotion, and Vasodilator Capacity. Circulation 1998; 98:119-125 CDC. 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking Attributable Disease A report of the Surgeon General. Atlanta: US. Public Health Service CDC. 2012. Principles of Epidemiology in Public Health Practice: An Introduction to Applied Epidemiology and Biostatistics. Atlanta: US. Public Health Service CDC. 2013. Heart Disease Fact. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pada http://www.cdc.gov/heartdisease/facts.htm CDC. 2014a. Tobacco Use and Pregnancy. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pada http://www.cdc.gov/reproductivehealth/tobaccousepregnancy/ CDC. 2014b. Smoking and Reproduction. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pada http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/sgr/50thanniversary/pdfs/fs_smoking_reproduction_508.pdf Chen. Et all. 1995. Smoking Duration, Intensity and Risk of Parkinson Disease. American Academy of Neurology Journal Chen, Chanzhong. Et all. 2000. Prospective Study of Exposure to Enviromental Tobacco Smoke and Dysmenorrhea. Enviromental Helath Perspectives. Vol 108 David, et all. 1999. Cigarette Smoking and Mortality Risk: Twenty-five–Year Follow-up of the Seven Countries Study. JAMA Interna Medicine April 12, 1999, Vol 159, No. 7 Den Boon. Et all. 2005. Association Between Smoking and Tuberculosis Infection: A Population Survey in A High Tuberculosis Incidence Area. Thorax 2005;60:555-557 Depparinding, Margaretha, Ridwan M. Thaha dan Sudirman Natsir. 2014. Perilaku Merokok Buruh Angkut di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar. Journal. Universitas Hasanudin
Dewi, Dara Puspita. 2010. Pengaruh Pemberian ASI Ekslusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita Berusia 6-24 Bulan di Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun 2010. Skripsi. FKM Universitas Indonesia Duelberg, Sonia. 1992. Preventive Health Behaviour among Black and White Women in Urban and Rural Areas. Social Science and Medicine Vol 34 Efendi, Feri. (2009).Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Ezzati et al. 2005. Rethingking the ―Diseases of Affluence‖ Paradigm: Global Patterns of Nutritional Risk in Relation to Economic Development. Journal PLOS Medicine Fauzani, Nurhidayati. 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Journal Makara Kesehatan Universitas Indonesia Fiore MC, et al. Treating Tobacco Use and Dependence: 2008 Update—Clinical Practice Guidelines. Rockville (MD): U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Healthcare Research and Quality GATS. 2011.Global Adult Tobacco Survei: Indonesia Report 2011. WHO Gerstman, B.Burt. 2003. Epidemiology Kept Simple: An Introduction to Traditional and Modern Epidemiology. Canada: Wiley-Liss Gilani, Sara Ijaz dan Leon David A. 2012. Prevalence and Sociodemographic Determinants of Tobacco Use Among Adults in Pakistan: Findings of A Nationwide Survey Conducted in 2012. Population Health Metrics 2013, 11:16 Gumelar. 2011. Jurnal Ilmu Seni dan Desain UltimArt Vol.III No I. Tanggerang: Universitas Multimedia Nusantara Gupta, Rajeev. 2006. Smoking, Educational Status & Health Inequity in India. Indian Journal Medicine Res 124, 15-22 Gupta, Viviek. 2010. Patterns of Tobacco Use accross Rural, Urban, and Urban Slum Populations in a North Indian Community. Indian Journal of Community Medicine Vol 35 Guo, Hong dan Zhihing Sa. 2006. Sosioeconomic Differentials in Smoking Duration among Adult Male Smokers in China: Result from the 2006 China Health and Nutrition Survei. PLOS ONE published on Januari 9,2015. Graor, Christine Heifner. 2012. The Relationship between Knowledge about Smoking-related Health Risks, Attitudes, SmokingStatus, and Level of Education in Baccalaureate Nursing Students. Bridget Borojevich. The University of Akron
Hasanah, Arina Uswatun. 2011 Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman dan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok pada Laki-laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Gaster Vol. 8 No 1 Hasnida dan Indri Kemala. 2005. Hubungan Antara Stre dan Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki. Psikologia Vol 1 no 2 Desember 2005 Heart Foundation. 2014. Data and Statistik. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pada http://www.heartfoundation.org.au/information-for-professionals/dataand-statistics/Pages/default.aspx Hesami, Zahra. Et all. 2010. Severity of Nicotine Eithdrawal Symptoms after Smoking Cessation. National Research Institute of Tuberculosis and Lung Disease, Iran. Hidayah, Nurul. 2011. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan Menghadapi Diversifikasi Pangan Pokok. Humanitas Vol. VIII No.1 Husaini, Aiman. 2006. Tobat Merokok. Depok: Puska Ilman. Hodge, Felicia Schanche. 1996. Patient and Smoking Patterns in Northern California American Indian Clinics Urban and Rural Contrast. Cancer Suplement Vol 78 Homa, David, et.all. 2012. Vital Signs: Disparities in Nonsmokers Exposure to Secondhand Smoke –United States, 1999-2012. CDC. 2015 Indrizal, Edi. 2006. Memahami Konsep Pedesaan dan Tipologi Desa Di Indonesia. FISIP UNAND Ismaeel, Adnan Ali Ehsan. 2010. Cigarette Smoking and Hypertension: Any Causal Relation. Iraq Academic Scientific Journal Vol 24: 1-6 Jaakkola. 1997. Enviromental Tobacco Smoke and Adult-Onset Asthma: A Population-Based Incident Case-Control Study. American Journal Public Health. Volume 93 2003 Kaufman. Et all. 1989. Tar Content of Cigarettes in Relation to Lung Cancer. Am J Epidemiol. 1989 Apr;129(4):703-11. KBBI. Diakses tanggal 19 Mei 2015 pada http://kbbi.web.id/umur Kementerian Kesehatan RI. 2013a. Pentingnya Aksesi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) Bagi Indonesia. Policy Brief Kementerian Kesehatan RI. 2013b. Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Kouvonen, Anne. Et all. 2005. Work Stress, Smoking Status and Smoking Intensity: An Observasional Study of 46190 Employees. Journal Epidemiology Community Health. 2005;59:63-69 Liputan 6. 2013. Kesehatan Perokok Pasif Lebih Buruk dari pada Perokok Aktif. Diakses pada tanggal 3 Juni 2015 pada
http://health.liputan6.com/read/600607/kesehatan-perokok-pasif-lebihburuk-dari-pada-perokok-aktif Liu, Yuanli et all. 2006. Cigarette Smoking and Poverty in China. Social Sicience and Medicine 63 (2006): 2784-2790 Lu, Rushan et all. 1997. Tobacco: The Growing Epidemic: Proceedings of the Tenth World Conference on Tobacco or Health. Springer Lovato, Lin Stead and Best. 2003. Impact of Tobacco Advertising and Promotion on Increasing Adolecent Smoking Behaviours. The Cochrane Library Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Merchen, Liesbeth. Et all. 2009. Smoking-based Selection and Influence in Gender-Segrated Frienship Networks: A Social Network Analysis of Adolescent Smoking. Journal Compilation Society for the Study of Addiction Morabia, Alfredo, et all. 1998. Ages at Initiation of Cigarette Smoking and Quit Attempts Among Women: A General Effect. Am J Public Health. 2002 January; 92(1): 71–74. Mousawi, Ali Al. 2005. The Prevalence of Smoking Among Karbala/Iraq University Students in Iraq in 2005. Journal Tobacco Use Insight 2014:7 914 National Cancer Institute. 2008. The Role of the Media in Promoting and Reducing Tobacco Use. Monograph 19 National Heart, Lung and Blood Institute. 2013. COP: The More You Know, The Better For You and Your Loved Ones. NIH Publication No. 13-5840 September 2013 Nichter et all. 2009. Reading Culture From Tobacco Advertisements in Indonesia. Tobacco Control Vol 19:98-107 Nielsen et al. 2006. Maternal Smoking Predicts the Risk of Spontaneous Abortion. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2006; 85 (9) Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Prinsip-prinsipDasarIlmuKesehatanMasyarakat. Jakarta: RinekaCipta Nurwidayanti, Lina. 2013. Analisis Pengaruh Pajanan Asap Rokok Di Rumah pada Wanita terhadap Kejadian Hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 1 (20, 244-253 Patel. 2004. Chilhood Smoking is an Independent Risk Factor for Obstructive Airways Disease in Women. Thorax 2004; 59:682-686
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Kerekteristik Data dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamaan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau bagi Kesehatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2015 pada http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-PPOK/PPOK.pdf Pierce, John P. 1998. Tobacco Industry Promotion of Cigarettes and Adolescent Smoking. JAMA 29 (7): 511-515 Plant. Et all. 2002. Predictors of Tuberculin Reactivity Among Prospective Vietnamese Migrants: The Effect of Smoking. Epidemiol Infect (2002), 128, 3-45 POM. 2014. Remaja Tembakau dan Rokok. Diakses pada tanggal 1 November 2015 pada http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/REMAJA-ROKOKInfopom.pdf. Popy, Kumala, dkk. 1998. Kamus Kedokteran Dorland, Copy Editor Edisi Bahasa: Dyah Nuswantari. Jakarta: EGC Pradana, Tri Harsa. 2014. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Remaja Tentang Merokok Di Program Studi Ilmu Keperawatan Semester 4 Dan 6 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pradipta, Tito. 2010. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Stroke Hemoragik Berdasarkan Pemeriksaan CT-Scan Kepala. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Raitakari, Olli et al. 2003. Cardiovascular Risk Factors i Chilhood and Carotid Artery Intima-Media Thickness in Adulthood The Cardiovascular Risk in Young Finns Study. The Journal of the American Medical Association 2003; 290 (17):2277-2283 Reidpath, Daniel. 2012. The RelationShip Between Age of Smoking Initiation and Current Smoking: An Analysis of School Surveis in Three European Countries. Oxford Journal. Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia Riskesdas DKI Jakarta. 2013. Riskesdas dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013: Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia Riskesdas Jawa Barat. 2013. Riskesdas dalam Angka Provinsi Jawa Barat 2013: Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia
Rodriguez. 2011. Psychosocial Risk Factors for Adolecescent Smoking: A School-Based Study. Internasional Journal of Clinical and Health Psycology. Vol. 11 Rosmawati. 2010. Analisa Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja STM Triguna Utama Ciputat Tanggerang Selatan. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Sakai, Hiroko dan Kazutomo Ohashi. 2010. Association of Menstrual Phase with Smoking Behavior, Mood and Menstrual Phase-Associated Symptoms Among Young Japanese Women Smokers. BioMed Central Women‘s Healt 2013 Saraswati, Judhi. 2008. Pajanan Asap Rokok Di Rumah Terhadap Ispa dan Gangguan Fungsi Paru Pada Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Grogol Jakarta Barat. Tesis. Universitas Indonesia Sarvela, Paul D. 1997. A Secondary Analysis of Smoking Among Rural and Urban Youth Using the MTF Data Set. Journal of School Helath Vol 67 Siagian, ferdinand. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja 10-24 tahun menjadi perokok di jakarta dan sukabumi (analisis data studi prevalensi penggunaan tembakau di indonesia 2001). Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Sihombing, Marice. 2010. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Slama et all. 2007. Tobacco and Tuberculosis: A qualitative Systematic Review and Meta-Analysis. INT Journal Tuberculosis Lung Disease 11(10):10491061 Stroke Association. 2012. Smoking and the Risk of Stroke. Diakses tanggal 22 Juli 2015 dari https://www.stroke.org.uk/sites/default/files/smoking_and_the_risk_of_stro ke.pdf Sudarman, M. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Suharmiati, Lestari Hadajani, Adianti Handajani. 2008. Hubungan Pola Penggunaan Rokok dengan Tingkat Kejadian Penyakit Asma. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 13 No. 4 Oktober 2010 Sumarna, Riny. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok Mahasiswa Ekstensi 2007 di FISIP UI Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Suparto. 2010. Faktor Risiko yang paling Berperan Terhadap Hipertensi pada Masyarakat Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun 2010. Tesis. Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surgeon General. 2014. How Tobacco Smoke Causes Disease. Diakses pada tanggal 1 Mei 205 pada www.surgeongeneral.gov Swastika, Dewa Ketut Sadra. 2014. Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tobacco Control Support Center. 2012.Fakta Tembakau. Jakarta: TCSC IAKMI Tobacco in Australia. 2015. Respiratory Disease. Diakses tanggal 22 Juli 2015 dari http://www.tobaccoinaustralia.org.au/3-4-respiratory-diseases Tobacco Control Laws. 2015. Diakses pada tanggal 5 November 2015 pada http://www.tobaccocontrollaws.org/legislation/country/indonesia/summary Tobacco free kids. 2005. Smoking Immediate Effects on the Body. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2015 pada www.tobaccofreekids.org Tobacco Free Kids. 2015. The Path To Tobacco Addiction Strats at Very Young Ages. Diakses pada tanggal 1 November 2015 pada www.tobaccofreekids.org U.S. Department of Health and Human Services. 2012. Preventing Tobacco Use Among Youth and Young Adults: A Report of the Surgeon General. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, Office on Smoking and Health Udin, Khoiril Anwar. 2010. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan dengan Partisipasi Masyarakat dalam pembangunan di Desa Jetis, Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Volzke, Henry. Et all. 2006. Urban-rural Disparities in Smoking Behaviour in Germany. BioMed 2006, 6:146 Wahyono, Sugeng Bayu. 2012. Studi Etnografi Pendidikan Perkotaan dan Pedesaan. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Walter et all. 1987. Relative and Absolute Excess Risks of Coronary Heart Disease among Women Who Smoke Cigarettes. New England Journal Medecine 1987; 317:1303-1309 Waylen. Et al. 2008. Effects of Cigarette Smoking Upon Clnical Outcomes of Assisted Reproduction: A Meta-Analysis. Human Reproductive Update Vol 15 Wlodarczyk, Andrzej et al. 2013. Daily Tobacco Smoking Patterns in Rural and Urban Areas of Poland- The Result of The GATS Study. Annals of Agricultural and Enviromental Medicine in 2013 Vol 20
WHO. Tt. Fact Sheet about Health Benefits of Smoking Cessation. Diakses pada tanggal 5 November 2015 dari http://www.who.int/tobacco/quitting/en_tfi_quitting_fact_sheet.pdf. WHO. 2005. WHO Framew ork Convention on Tobacco Control. Geneva: WHO Document Production Service Wolf, PA, et all. 1988. Cigarette Smoking as a Risk Factor for Stroke. The Farmingham Study. JAMA. 1988 Feb 19;259(7):1025-9 Xu, Xialong et all. 2012. Smoking-Related Knowledge, Attitudes, Behaviors, Smoking Cessation Idea and Education Level among Young Adult Male Smokers in Chongqing, China. International Journal of Enviromental Reseach and Public Health. Vol 12. 2015 Yunindyawati. 2008. Perilaku Merokok Anak Putus Sekolah di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan (Studi Komparasi di Kecamatan Kayuaagung dan Lempuing Kabupaten OKI). Diakses Tanggal 20 November 2015 dari www.fisip.unsri.ac.id/userfiles/file/yunin4.pdf Yusnabeti, Dewi. 2009. Pajanan Debu Kayu (PM10) dan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Pekerja Industri Mebel di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Cilebut Timur Kabupaten Bogor Tahun 2009. Skripsi. FKM Universitas Indonesia Zhu, Bao-Ping, et all. 1996. The Relationshiop between Cigarette Smoking and Education Revisited: Implications for Categorizing Persons Educational Status. American Journal of Public Health