CORPORATE CORPORATE SOCIAL SOCIAL RESPONSIBILITY RESPONSIBILITY
Disusun oleh: Meuthia Ganie
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Disusun oleh: Meuthia Ganie
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1
SAMBUTAN KETUA LKDI
3
PROFIL LKDI
5
Bab I A. B. C. D.
PENDAHULUAN Pengantar Latar belakang Pertanyaan kajian GCG dan CSR
6
Bab II A. B. C. D. E.
DEFINISI KONSEP PRINSIP dan MODEL PENERAPAN Definisi Konsep Prinsip Model Penerapan Pertanyaan Simulasi
21
Bab III Mempertimbangkan Konteks: ASPEK EKONOMI, SOSIAL dan POLITIK A. Aspek Ekonomi B. Aspek Sosial C. Aspek Politik
37
Bab IV A. B. C.
Instrumen: KEGUNAAN, PERTIMBANGAN MEMILIH Pemetaan Instrumen Social Accountabilitiy Mempertimbangkan Instrumen
47
Bab V
TSP dalam perusahaan: PERSIAPAN, PELAKSANAAN, PENGEMBANGAN Persiapan Pelaksanaan Pengembangan
A. B. C.
59
CONTOH KASUS
69
APENDIX
74
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
1
SAMBUTAN KETUA LKDI Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) dibentuk pada tahun 2001 dengan tujuan untuk menjadi wadah bagi para komisaris dan direktur dalam meningkatkan kompetensi, pengetahuan dan integritas dalam menerapkan prinsipprinsip good corporate governance (GCG). Untuk itu sejak awal tahun 2005, LKDI secara intensif telah menyelenggarakan program "Training and Directorship Certification for Commissioners and Directors". Disamping itu LKDI juga menyelenggarakan program pendidikan profesional berkelanjutan bagi para komisaris dan direktur yang muatannya menekankan pada pembelajaran masalahmasalah yang fundamental dan mutakhir berkaitan dengan praktek GCG terkini baik di tingkat nasional maupun internasional. Dalam upaya meningkatkan kualitas program "Training and Directorship Certification for Commissioners and Directors", LKDI menerbitkan modul yang didukung pelaksanaannya oleh Center for International Private Enterprises (CIPE) yang berkedudukan di Amerika Serikat. Dukungan CIPE ini merupakan bagian dari suatu kerjasama dengan LKDI dalam melaksanakan serangkaian program yang bertajuk "Strengthening Corporate Governance in Indonesia". Modul tersebut merupakan acuan bagi para fasilitator dan peserta program pelatihan LKDI sehingga menjadi suatu referensi yang telah terstandarisasi dengan perbandingan pada kurikulum program kedirekturan yang juga diselenggarakan oleh UK Institute of Directors, Australian Institute of Company Directors, dan Singapore Institute of Directors. Pada tahap pertama ini, LKDI menerbitkan lima modul yaitu: "GCG Concepts, Principles and Practices", "Boards' Duties, Liabilities and Responsibilities", "Enterprise Risk Management", "Corporate Social Responsibility", dan "High Quality Corporate Reporting". Penyusunan modul-modul tersebut dilakukan oleh para akademisi senior yang tergabung dalam Academic Network Indonesia on Governance (ANIG) yang dibentuk dan berada dibawah naungan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Akhirnya LKDI mengucapkan terimakasih kepada CIPE, KNKG dan ANIG atas dukungannya dalam penerbitan modul pelatihan ini, dengan harapan kerjasama yang baik ini akan dilanjutkan dalam rangka melaksanakan program-program penguatan GCG di Indonesia. Salam hormat, Hoesein Wiriadinata Ketua
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
3
PROFIL LKDI Komisaris dan Direktur adalah pihak yang berkepentingan dan secara langsung mempunyai peranan strategis dalam keberhasilan implementasi Good Corporate Governanace. Krisis tahun 1997 memberikan hikmah pelajaran yang sangat berharga karena telah memberikan bukti yang tidak terbantahkan mengenai rapuhnya struktur ekonomi dan berbagai praktek korporasi yang menyimpang. Namun, demikian banyak perusahaan yang telah berinisiatif memperbaiki diri menuju tata kelola yang lebih baik. Adalah tanggung jawab sektor korporasi untuk memperbaiki praktek corporate governance, Komisaris dan Direktur adalah pihak yang berkepentingan yang harus memiliki kompeten dan berdaya guna untuk menjalankan peranan strategis tersebut. Berdasarkan pemahaman tersebut, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mendirikan Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) di tahun 2000. Dan secara sah dihadapan notaris Imas Fatimah, SH No. Pada tanggal 6 Juli 2001. LKDI mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas anggota sehingga menjadikan barisan terdepan dalam penerapan praktik corporate governance lewat pengembangan jaringan (network) dan pengembangan program pendidikan yang berkesinambungan. Pendiri
:
Komite Nasional Kebijakan Governance
Penasehat
:
Mar'ie Muhammad
Badan Pembina
:
Amrin Siregar Gunarni Soeworo Mas Achmad Daniri
Badan Pengurus :
Kartini Muljadi Ratnawati Prasodjo
Hoesein Wiriadinata (Ketua) Eva Riyanti Hutapea (Wakil Ketua) Fachry Aly Fred B.G.Tumbuan Jos F. Luhukay Partomuan Pohan Irwan M. Habsjah Adi Rahman Adiwoso
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
5
BAB I
pendahuluan MENUJU ERA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN
"…the long term value of a company rests primarily on the knowledge, abilities and commitment of its employees and its relationships with investors, customers and other stakeholders.” (The Body Shop)1
"In this time, companies cannot remain aloof and prosperous while surrounding communities decline and decay” (Ex. CEO of General Electric, Jack Welch)2
"..There two types of companies: those who decide to stay as they are and those who want to leap forward the future with bold steps." 3
(Mark Moody Stuart, Shell's former CEO)
A. PENGANTAR Perusahaan adalah sub-sistem ekonomi, memiliki peran sangat menentukan dalam mendorong kemakmuran suatu negara. Disamping berfungsi sebagai penyedia barang dan jasa, perusahaan sering melahirkan aneka keahlian dan cara hidup rasional di masyarakat. Banyak konsep penting yang dilahirkan oleh perusahaan yang telah menjadi bagian kehidupan modern seperti efisiensi, daya saing (competitiveness), dan pertumbuhan (growth). Dalam banyak literatur akademis, perusahaan dipandang sebagai representasi salah satu dari "tiga kaki masyarakat" yaitu negara, komunitas/masyarakat dan pelaku ekonomi. Karena perusahaan hidup dan berkembang tidak dalam entitas yang hampa, maka ia perlu mengembangkan hubungan dengan lingkungannya seperti lembaga pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, komunitas dan media. Pola hubungan ini terus berubah sejalan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan politik di suatu negara. Perubahan ini mempengaruhi bagaimana perusahaan itu dikelola. Hal ini misalnya tercermin dalam bukubuku teks tentang perusahaan yang terus berubah dalam tema yang menjadi fokus, pendekatan, konsep-konsep yang dianggap penting, hingga strategi pengembangan. Perubahan ini sesungguhnya menunjukkan bagaimana
6
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
perusahaan pada era-era yang berbeda berinteraksi dengan lingkungan perusahaan. Perusahaan menyesuaikan diri karena ingin bertahan dan berkembang. Interaksi inilah yang kemudian mempengaruhi bentuk hingga bagaimana perusahaan ini dikelola. Sejak sepuluh tahun belakangan ini, terdapat gerakan yang semakin jelas untuk mendefinisikan kembali peran perusahaan. Gerakan ini dirangkum dalam suatu terminologi yaitu Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Gerakan ini mengambil berbagai bentuk kegiatan misalnya bentuk pelaporan perusahaan dalam aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, filantropi, sumbangan yang dikaitkan dengan penjualan produk, kehati-hatian dalam memilih mitra, pembangunan daerah, hingga keterlibatan perusahaan dalam upaya perbaikan tata kelola publik. Kecenderungan ini sejalan dengan dihasilkannya bermacam-macam instrumen untuk membangun, mengukur, dan mengontrol pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Instrumen ini dikembangkan oleh organisasi-organisasi internasional seperti Persatuan Bangsa Bangsa, Organisation for Economic Cooperation and Development, European Union, dan Amnestry International hingga yang dikembangkan pada tingkat nasional dan perusahaan sendiri. Di Indonesia sendiri gerakan Tanggungjawab Sosial Perusahaan terlihat dari peningkatan wacana tentang konsep Tanggungjawab Sosial, pembentukan forum-forum untuk membahas dan mengembangkan kegiatan, semakin banyaknya perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan program-program yang meningkatkan kesejahteraan, hingga semakin dipandang pentingnya pemberian penghargaan untuk perusahaan yang menjalankan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Apa yang menjadi latar belakang gerakan ini? Apa artinya bagi perusahaan? Bagaimana memahaminya? Pertimbangan dan upaya apa yang harus dilakukan untuk melibatkan diri dalam Tanggungjawab Sosial Perusahaan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menuntun isi manual ini. Mengapa manual ini dibuat? Setelah sekitar sepuluh tahun Tanggungjawab Sosial Perusahaan menjadi terminologi yang populer, telah banyak dihasilkan analisa, instrumen, dan
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
7
arahan menyangkut masalah ini. Bahkan beberapa organisasi telah dapat mempunyai database instrumen, misalnya Institute of Labour Organization (ILO Business and Social Initiatives Database), Organization of Economic Cooperation and Development (OECD Codes of Corporate Conduct), U.S. Council for International Business (U.S. Council for International Business Compedoum of Corporate Responsibility Initiatives) dan Maquila Solodarity (Maquila Solidarity Network Codes Resources). Namun demikian, manual Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang terstruktur dan mencakup berbagai aspek sukar ditemukan. Berbeda dengan Good Corporate Governance, cakupan terminologi Tanggungjawab Sosial lebih luas dan beragam. Karena itu, instrumen dan arahan yang pernah dibuat tergantung pada konteks jenis kegiatan Tanggungjawab Sosial tertentu. Manual ini mengandung semacam tinjauan atas berbagai segi dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Ada alasan lain yang tak kalah pentingnya mengapa manual ini dibuat. Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah suatu upaya perusahaan ikut memecahkan persoalan kesejahteraan dalam masyarakat. Karena perusahaan harus berinteraksi dengan lingkungan di luar dirinya, maka manual Tanggungjawab Sosial Indonesia harus memuat konteks Indonesia. Adalah keliru mengharapkan ada satu manual lengkap yang dapat diterapkan dengan baik untuk setiap konteks masyarakat. Kontekstualisasi manual meliputi karakteristik perusahaan yang banyak ditemui di Indonesia, persoalan kemasyarakatan, situasi organisasi sosial, hingga sistem politik. B. LATAR BELAKANG Gagasan Baru tentang Pembangunan Pada tahun 1987, dihasilkan sebuah karya internasional, Laporan Bruntland (Bruntland Report), yang dibuat oleh sekelompok intelektual dan negarawan terkemuka dari berbagai negara. Laporan ini menandai era pemikiran baru tentang makna pembangunan. Sebelum laporan ini dihasilkan, pemikiran yang dominan tentang pembangunan adalah bahwa pembangunan yang berhasil diukur dari pertumbuhan produksi berdasarkan permintaan pasar. Permintaan yang tinggi dan kelimpahan pengadaan barang dan jasa merupakan ukuran sukses dari kegiatan ekonomi. Alam tersedia untuk dieksploitasi baik untuk memenuhi permintaan masyarakat maupun untuk menciptakan kebutuhan baru sebagai ukuran kemajuan masyarakat. Perusahaan memanfaat sumber daya alam di dalam negeri dan di negara lain. Laporan Brutland mengingatkan bahwa sumber daya bumi terbatas dan
8
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
prinsip-prinsip yang dijalankan dalam perekonomian masyarakat membahayakan generasi masa depan4. Pembangunan dengan pola lama akan menciptakan kelangkaan dalam pemenuhan kebutuhan dasar bagi penduduk dunia mendatang, mengurangi keragaman hayati yang diperlukan dalam ekosistem kehidupan, dan pada akhirnya menimbulkan kekacauan sosial. Laporan Bruntland mendorong pemikiran lebih jauh tentang pembangunan berkelanjutan. Pihak yang mendapat dorongan dan tekanan untuk merubah pendekatan adalah perusahaan, selain pemerintah sebagai perencana pembangunan nasional. Pada awalnya yang menjadi fokus adalah perusahaan multinasional. Kedudukan perusahaan multinasional menjadi mencolok sejak liberalisasi pasar yang sangat kuat pada tahun 1980an dan 1990an. Memang secara faktual terdapat peningkatan penanaman modal perusahaan multinasional di pelbagai belahan dunia. Pada masa itu, analisa pembangunan dipenuhi konsep-konsep yang menyangkut peran korporasi, misalnya industrialisasi substitusi impor, pertumbuhan didorong-ekspor, pusat-pusat pertumbuhan, privatisasi, penyesuaian struktural (structural adjustment) dan pasar bebas. Pasar bebas mendorong kecenderungan peningkatan penaman langsung modal asing (foreign direct investment), peningkatan perlindungan terhadap perusahaan multinasional, dan 5 perambahan perusahaan ke wilayah yang sebelumnya dibiayai oleh negara . Pada akhir tahun 1980an, semakin banyak para pemikir pembangunan yang melihat dampak negatif dari pendekatan pertumbuhan dan pasar bebas. Untuk negara maju isu lingkungan menjadi fokus yang dominan hingga pertengahan tahun 1990an.. Namun untuk negara berkembang isu yang menjadi perhatian adalah ketimpangan antara sektor modern dan sektor lainnya. Sebagai tanggapan, para pemikir pembangunan mengembangkan Pembangunan Manusia (Human Development) yang menekankan peningkatan kapasitas kaum miskin dari aspek kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan akses modal. Para pemikir yang lebih progresif menekankan "Pembangunan Alternatif" yang intinya mengatakan bahwa pembangunan harus dikembangkan dari kekuatan masyarakat sendiri, partisipatif, berkesetaraan, dan berkelanjutan6. Akan tetapi, pemikiran pembangunan yang paling berpengaruh, yaitu kaum neo liberal juga melakukan pembaharuan-pembaharuan konseptual. Kritikkritik yang berasal dari pemikir pembangunan sebagian diadopsi. Dari
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
9
kalangan inilah lahir kerangka dan skema seperti desentralisasi, pembangunan berdimensi jender, pembangunan yang mendorong banyak pilihan, tata kelola yang baik (good governance), dan reformasi tata kelola global. Kerangka dan skema ini yang menjadi acuan dari kerja lembaga internasional maupun lembaga pembangunan di negara maju dan berkembang. Gagasan Baru tentang Pelaku Pembangunan Desakan untuk memperhitungkan faktor daya dukung alam selanjutknya mengarah pada aktor-aktor ekonomi yang dianggap sangat berpengaruh yaitu korporasi, terutama perusahaan multi nasional 1 . Hal ini dilatar belakangi beberapa kecenderungan menyangkut pergerakan korporasi. Kecenderungan pertama adalah liberalisasi pasar global yang mendorong pertumbuhan pesat perusahaan multi nasional. Kedua, kondisi ini membuat semakin banyaknya perusahaan multinasional yang terlibat dengan proses sosial, politik, ekonomi, dan sumber daya alam di negara-negara berkembang yang sering menempatkan perusahaan pada posisi yang rentan atas kecaman. Mereka dipandang sebagai ikut andil dalam mendukung rezim yang tidak demokratis, mengesploitasi sumber alam negara berkembang, dan menciptakan ketergantungan. Penilaian negatif juga menimpa perusahaan-perusahaan besar domestik. Perusahaan besar, dipandang sebagai mengambil keuntungan terlalu besar dalam masyarakat. Kencangnya kritik atas perusahaan sejalan dengan gelombang demokratisasi global awal tahun 1990'an. Rezim-rezim otoriter bertumbangan atau harus menjadikan sistem politiknya lebih terbuka. Karena sistem ekonomi dan informasi yang berkembang dengan karakternya yang lebih terbuka, masyarakat di banyak belahan dunia tidak lagi bisa ditahan untuk menjadi kritis dan aktif dalam proses politik. Tahun 1990an adalah masa kencangnya pertumbuhan pemikiran "Pembangunan Alternatif" yang menekankan kesamaan, partisipasi, dan demokrasi. Para aktifis mengembangkan berbagai gagasan tentang hak pembangunan rakyat. Lembaga-lembaga yang selama ini dipandang menguasai arah dan hasil pembangunan, yaitu pemerintah dan perusahaan, tidak heran menjadi sasaran kritik dan tekanan perubahan. Bagi para aktifis, 1 Pada akhir tahun 1990am terdapat sekitar 60 ribu perusahaan multi nasional tumbuh dari sekitar 25 ribu pada awal tahun 190an, menghasilkan sekitar 25% output global. Sumber: Nathalie Laider Kylander (2004), World Business Forum for Sustainable Development Millennium Report
10
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
lembaga pemerintah tidak boleh mendominasi kerangka pembangunan dan harus mendengarkan aspirasi rakyat. Sedangkan perusahaan dituntut untuk untuk ikut memikirkan kesejahteraan masyarakat melalui pencegahan dampak negatif kerja perusahaan dan melalui keikutsertaannya dalam program peningkatan kesejahteraan7. Namun bukan hanya kritik di ujung abad 20 yang mendorong perusahaan untuk mengambil aspek sosial dalam keberadaannya. Pikiran bahwa perusahaan mempunyai tanggungjawab sosial sudah ada jauh sebelumnya meskipun tidak menjadi arus pemikiran utama. Pada tahun 1930an, A. Berle and G. Means menulis buku yang menjadi buku klasik tentang perusahaan modern tentang dimensi sosial dari perusahaan. Menurut mereka, perusahaan modern harus mentransformasikan diri menjadi sebuah institusi sosial daripada sekedar institusi ekonomi yang hanya mempertimbangkan keuntungan. John Kenneth Gailbraith, salah seorang ilmuwan sosial yang paling berpengaruh mengingatkan dimensi moral perusahaan. Ia mengatakan bahwa terminologi "privat" mengaburkan dimensi "publik" dari institusi perusahaan karena itu tidak ada hak dari perusahaan untuk dibiarkan 8 bergerak sendiri . Di kalangan pemilik perusahaan sendiri, pengertian bahwa perusahaan bertanggungjawab secara moral untuk membantu kelompok lemah dan kegiatan lainnya yang bersifat pengembangan kultural serta pendidikan sesungguhnya telah lama ada. Di Indonesia sendiri, perusahaan menyumbang pada kegiatan amal dan kemasyarakatan sudah menjadi tradisi. Kegiatan menyumbang tanpa mengkaitkan dengan strategi perusahaan semacam ini merupakan suatu bentuk tanggungjawab sosial perusahaan yang disebut filantrofi. Di beberapa negara, kegiatan menyumbang perusahaan diakui dalam sistem hukum negara. Pengakuan negara diwujudkan dalam hukum yang memberi kompensasi-kompensasi tertentu. Studi Pirac, sebuah lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang advokasi kepentingan publik tahun 2006 terhadap negara-negara India, Malaysia, Korea, Singapura, Filipina, Cina, Australia, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan, instrumen insentif pajak 9 digunakan untuk memobilisasi dana di bidang kesejahteraan masyarakat . Dalam periode setelah kerangka pemikiran mengenai pembangunan berkelanjutan terus berkembang, komunitas perusahaan multinasional
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
11
mengambil langkah-langkahnya untuk menyesuaikan diri. Pada tahun 1991, sekelompok perusahaan multinasional mendirikan Business Council for Sustainable Development (kemudian menjadi World Business Council for Sustainable Development). Tujuan organisasi ini adalah wadah pengembangan masukan tentang pembangunan berkelanjutan di tingkat internasional, terutama untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada saat itulah terminologi "tanggungjawab perusahaan" dipancang di forum internasional. Setelah itu organisasi ini melakukan kerja sama dengan berbagai organisasi yang menjadi bagian organisasi internasional, universitas, dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menjalankan misinya yaitu "menghasilkan kepemimpinan dari dunia bisnis sebagai motor perubahan ke arah pembangunan berkelanjutan, serta mempromosikan efisiensi ekologis, 10 inovasi dan tanggungjawab sosial perusahaan" . Tahun-tahun setelah itu, pelibatan perusahaan sebagai aktor dalam pembangunan semakin meluas. Hal ini ditunjukkan dari berbagai instrumen yang dikembangkan oleh berbagai organisasi dari mulai organ-organ Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan antar bangsa regional seperti Uni Eropa, organisasi non pemerintah internasional yang sepesifik bergerak di bidang tertentu seperti seperti Amnesty Internasional, asosiasi bisnis, serta badanbadan penilai profesional seperti Dow Jones dan Global Sullivan Principle. Terdapat sekitar dua puluh instrumen terkemuka yang berkaitan dengan 11 Tanggungjawab Sosial Perusahaan . Meskipun sebagian dari instrumen dibuat dengan tujuan mengontrol perilaku perusahaan agar tidak menimbulkan dampak negatif tertentu, adanya instrumen ini menunjukkan pengakuan atas peran postifnya. Gagasan Baru tentang Persoalan Sosial Dari waktu ke waktu masyarakat mendefinisikan apa yang menjadi persoalan kemasyarakatan dan bagaimana cara pemecahannya. Bagian ini hanya membahas permasalahan sosial yang berkaitan dengan pandangan tentang tanggungjawab perusahaan. Pada tahun 1980an munculnya konsep pembangunan berkelanjutan dilatarbelakangi oleh kondisi memburuknya ekosistem alam dimana manusia menyandarkan kehidupannya. Beberapa indikator lingkungan mendapat perhatian untuk menunjukkan memburuknya lingkungan, seperti emisi gas yang berbahaya bagi kesehatan terus meningkat melewati ambang batas, hutan sebagai paru-paru dunia yang mengalami penurunan wilayah secara cepat, akses yang terus berkurang terhadap air bersih penduduk dunia dan keragaman sumber daya
12
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
hayati terus berkurang yang menyebabkan manusia rentan terhadap persaingan atas beberapa macam sumber daya saja dan ketidakstabilan pengadaan sumber daya itu sendiri. Pada tahun 1990an para aktivis pembangunan melihat persoalan kemiskinan sebagai persoalan ketimpangan dalam sistem politik. Menurut pandangan mereka, kelompok-kelompok seperti komunitas lokal, masyarakat adat, dan buruh tidak mempunyai kesempatan untuk menentukan pembangunan macam apa yang dibutuhkan. Akibatnya, demikian menurut pandangan ini, pembangunan sering tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok masyarakat tersebut dan sering timpang dalam pembagian keuntungan dan resiko. Pemerintah dan perusahaan dipandang hanya memperhitungkan kepentingan yang terbatas. Kebijakan hingga mekanisme pemerintah dan perusahaan hanya mampu memberi keuntungan pada kelompok terbatas. Dalam hubungan industrial, kaum buruh dipandang sering menjadi korban ketidakadilan ekonomi baik oleh perusahaan maupun pemerintah yang dinilai terlalu berpihak pada perusahaan. Jalan keluar yang diusulkan para aktivis pembangunan adalah merubah skema pembangunan menjadi memberi kemungkinan berbagai kelompok melindungi kepentingannya. Kata kuncinya transparansi, partisipasi, dan penguatan kelompok lemah. Pihak yang dianggap lebih kuat, dalam hal ini pemerintah atau perusahaan, dituntut untuk transparan tentang cara kerja dan dampak yang dihasilkan. Pemerintah dan perusahaan juga dituntut membuat mekanisme untuk berkomunikasi dengan lebih banyak pihak dan memperhatikan kepentingan-kepentingan mereka. Konsep "pemangku kepentingan" (stakeholders) menjadi populer. Konsep ini menggambarkan perluasan pihak-pihak yang harus diperhitungkan. Terakhir, harus ada upaya penguatan kelompok masyarakat agar dapat berpartisipasi dengan benar. Ketiga kata kunci diatas pada akhirnya menjadi semacam prinsip yang dianggap seharusnya ada bagi organisasi apapun dalam masyarakat. Tahun 1990an adalah periode munculnya pemikiran tentang tata kelola yang baik (good governance), baik untuk lembaga publik maupun organisasi perusahaan. Pemikiran ini dilatar belakangi dua hal. Pertama, banyaknya kegagalan lembaga publik dalam menyelenggarakan negara seperti korupsi, ketidakefisienan, dan kekakuan dalam kerangka pembangunan. Kedua, liberalisasi pasar membutuhkan institusi negara yang kompeten untuk menjaga aturan hukum dan memfasilitasi inisiatif-inisiatif ekonomi. Sebagai
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
13
jalan keluar adalah perbaikan institusi publik, institusi ekonomi, dan organisasi perusahaan. Akhir tahun 1990an hingga kini adalah periode pengembangan kinerja kelembagaan publik dan negara. Banyak program di negara berkembang yang dibantu oleh negara maju. Hal ini dapat dipandang sebagai upaya memperlancar arus ekonomi global dan membantu pembangunan negara berkembang. C. DAMPAK Dampak atas filosofi perusahaan Dengan semakin banyaknya tekanan dari organisasi masyarakat untuk menerapkan tanggungjawab sosial perusahaan serta berkembangnya kesadaran di kalangan bisnis sendiri, perusahaan lain mulai memikirkan kembali filosofi lama perusahaan. Filosofi lama, yaitu bahwa dunia bisnis adalah suatu identitas tersendiri yang berinteraksi dengan lingkungannya dalam kegiatan ekonomi, berubah menjadi entitas yang mengadopsi apa yang menjadi perhatian dalam masyarakat. Kegiatan bisnis tidak terlepas dari keberadaan sosial. Untuk beberapa perusahaan, filosofi baru ini tercermin pada visi dan misi perusahaan, meskipun kebanyakan masih tercantum pada program tanggungjawab sosial perusahaan. Dampak atas hubungan dengan lingkungan sosial Baik perusahaan, pemerintah maupun masyarakat melakukan peningkatan interaksi dengan laiinnya. Perusahaan memandang penting aspek penting dari interaksi ini. Beberapa perusahaan merubah lingkup penanganan humasnya, bahkan mendirikan divisi khusus baru untuk itu. Dengan bertambahnya pihak yang harus diperhatikan oleh perusahaan, model interaksi perusahaan terhadap dunia luar menjadi lebih bervariasi. Secara kelembagaan, timbulnya hubungan baru ini membutuhkan pengaturan khusus. Bentuk yang paling kuat adalah dalam bentuk hukum formal yang ditegakkan oleh negara. Hukum ini mengatur hak dan kewajiban serta macam kegiatan antara pihak-pihak yang terkait. Hukum semakin dibutuhkan mengingat mengaburnya batas-batas pihak mana yang disebut sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) sehingga menyulitkan perusahaan. Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan sesuatu yang dinamis. Bentuknya akan ditentukan tidak hanya oleh karakter perusahaan tetapi juga karakter dari pihak-pihak lain yang melakukan interaksi dengan
14
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
perusahaan seperti pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, lembaga politik, media massa, dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam hal ini sangat penting untuk melihat bagaimana kerangka berfikir dan institusional pemerintah tentang penciptaan kemakmuran melalui perusahaan. Pemerintah yang tidak kuat kerangka tentang tanggungjawab sosial perusahaannya cenderung melihat perusahaan sebagai sumber pemasukan langsung bagi negara yang kemudian digunakan untuk program-program pemerintah. Pemerintah juga berperan melalui caranya menangkap aspirasi dan tekanan isu yang muncul dalam masyarakat. Pemerintahan yang demokratis akan mendengar isu yang ada dalam masyarakat. Namun hal ini tidak selalu berarti baik bagi pelaksanaan TSP. Pemerintah bisa terlalu terbawa pada tekanan masyarakat sehingga tidak dapat melihat dengan obyektif kondisi yang dihadapi perusahaan. Atau, hanya menyerap isu namun tidak punya kapasitas institusional untuk menegakkannya. Peran lain pemerintah adalah menangani distrorsi pasar. Banyak daerah mengalami penguasaan ala mafia, terutama dalam eksploitasi sumber daya alam. Misalnya, kerja sama langsung antara perusahaan dengan masyarakat sering dihambat oleh kelompok-kelompok tertentu yang mengambil manfaat dari penguasaan distribusi dan pasar. Padahal TJP seringkali berarti harus membangun perekomian masyarakat luas. Banyak pemerintah daerah yang tidak mampu memperbaiki distorsi semacam ini. Arah pelaksanaan TSP dalam masyarakat juga dibentuk oleh keberadaan organisasi masyarakat yang berkaitan dengan urusan peningkatan kesejahteraan. Organisasi masyarakat yang dimaksud meliputi berbagai fungsi: riset, pelaksanaan program, atau pembentukan standar, hingga pemantauan seperti pers. Masyarakat yang mempunyai badan-badan riset yang kuat dapat menunjukkan karakter persoalan kemiskinan dalam masyarakat, termsuk jaringan-jaringan yang dimiliki serta hubungan antar pelaku ekonomi yang menghambat pengembangan ekonomi lemah. Badan riset juga bisa menunjukan bagaimana perusahaan dengan karakter tertentu sebaiknya mengambil peran TJP-nya. Media massa pers media massa juga memainkan peran dalam membentuk opini tentang hak dan kewajiban perusahaan. Pers yang tidak kredibel tidak mampu melihat persoalan lebih obyektif. Sebaliknya, jika pers kredibel, mampu membantu komunikasi yang produktif antara perusahaan dan masyarakat.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
15
Dampak atas kegiatan usaha Sebelum kerangka Tanggungjawab Sosial Perusahaan menjadi populer, moto perusahaan adalah "business of business is business" menurut ungkapan pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi Milton Friedman. Ungkapan itu untuk menjelaskan bahwa perusahaan mempunyai wilayahnya sendiri tentang hak dan kewajiban. Perusahaan sudah dianggap memenuhi perannya dengan baik jika bisnisnya berhasil tanpa dibebani masalah yang bisa melebar tanpa batas yang sejalan dengan alasan keberadaan (raison d' etre) dari perusahaan. Perusahaan tidak lagi cukup hanya memikirkan efisiensi input output dari rantai nilainya (value chain) atas apa yang sudah disediakan pasar, melainkan dituntut untuk memikirkan sesuatu yang dianggap, setidaknya pada periode 1980an, berada di luar wilayah kegiatan ekonomi 2, yaitu keberlangsungan sumber daya alam untuk pembangunan masa depan serta persoalan-persoalan yang ada dimasyarakat. Perusahaan diharapkan memikirkan dan menangani masalah kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya, perbaikan kualitas lingkungan, pencegahan konflik bahkan meningkatkan kohesi sosial, dan sebagainya. Sejalan dengan berkembangnya pemikiran dan instrumen Tanggungjawab Sosial Perusahaan, pengaruhnya terhadap perusahaan bukan hanya bersifat umum dan prinsip-prinsip saja. Dampaknya menjadi lebih rinci terhadap titik-titik pada rantai usaha, yaitu input, produksi, dan disribusi. Dalam hal input, misalnya, perusahaan harus memperhatikan apakah iku menyumbang pada peningkatan kualitas tenaga kerja. Dalam hal output, misalnya, perusahaan memproduksi barang dan jasa yang meningkatkan mutu kehidupan masyarakat? Jika itu berupa makanan, misalnya, apakah komponennya baik untuk kesehatan? Apakah perusahaan memilih mitramitra kerja memenuhi kode etik dan kepatutan dalam masyarakat? Dalam hal distribusi, misalnya, menggunakan prinsip persaingan yang sehat denga produk lain sehingga masyarakat mendapat produk yang terbaik? Dampak atas pengelolaan perusahaan Dimasa sekarang dengan TSP tidak mudah bagi perusahaan untuk mendapatkan perimbangan antara kepentingan ekonomi perusahaan dengan pemenuhan TSP. Perusahaan menghadapi dua macam persoalan besar dalam konteks TSP: menentukan seberapa jauh perusahaan menjalankan CSR dan bagaimana membuatnya menjadi sejiwa dengan dinamika internal.Pada 2 Dalam ilmu ekonomi, factor-faktor yang tidak diperhitungkan dalam proses produksi disebut sebagai "ekternalitas" (externality).
16
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
perusahaan yang menjalankan TSP, seringkali komitmen yang dibutuhkan berada pada tingkat pimpinan-pimpinan tertinggi yaitu direktur dan komisaris. Dukungan bukan hanya di level kebijakan dimana tak jarang pimpinan hanya mengetahui secara garis besar, namun juga dibutuhkan komitmen untuk mendukung prosesnya. TSP seringkali bergerak di wilayahwilayah baru, apakah itu dalam hal standar pelayanan konsumen, definisi baru tentang kepentingan kelompok masyarakat mana yang diperhitungkan, atau pendekatan dalam mengembangkan perusahaan. Tanggungjawab Sosial Perusahaan menuntut perubahan jenis dan pengelolaan sumber daya. Staf dan pegawai perusahaan harus dapat memahami harapan dari luar. Jika perusahaan sudah menerapkan program TSP, dibutuhkan alokasi keuangan baru baik untuk divisi yang menangani TSP maupun perubahan alokai karena perubahan cara-cara kegiatan produksi yang disesuaikan dengan prinsip TSP. Juga akan terjadi perubahan pada aspek sumber daya manusia. Perubahan bukan hanya menyangkut keahlian tertentu akan tetapi staf dan pegawai yang menjiwai misi dari TSP. Khususnya untuk perusahaan yang membawa kegiatannya berdampak pada komunitas lokal, perusahaan tersebut harus mampu mengembangkan bentuk interaksi yang sesuai. Terjadi juga perubahan pada struktur organisasi perusahaan. Beberapa perusahaan mungkin tidak merubah strukturnya, melainkan hanya menempatkan orang yang memahami aspek TSP dalam struktur yang ada. Namun beberapa perusahaan merasa bahwa divisi baru dibutuhkan. Ini berarti perusahaan perlu mendefinisikan hubungan divisi tersebut dengan divisi lainnya. Karena sifatnya relatif baru, selalu ada kesulitan-kesulitan, setidaknya pada awal, dalam proses membangun hubungan yang konstruktif. Adalah umum terjadi bahwa pemahaman TSP tidak sama antar bagian dalam perusahaan. Studi kasus menunjukkan bahwa bagian yang menangani TSP harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari bagian lain perusahan12. D. GCG dan CSR Apa hubungan antara Good Corporate Governance dengan TSP? Good Corporate Governance adalah suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan ( Direksi, Dewan Komiaris, RUPS) guna meningkatkan kinerja perusahaan maupun untuk memperbaiki posisi
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
17
sosial ekonomi perusahaan dalam masyarakat. Good Corporate Governance merupakan: a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran Dewan Komisaris, Rapat Umum Pemegang Saham, dan para pemangku kepentingan lainnya. b. Suatu sistem check and balance mencakup perimbangan kesewenangan atau pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya13. Hubungan antara GCG dengan TSP adalah: a. Melalui pengelolaan sumber daya Good Corporate Governance adalah instrumen yang bertujuan membuat suatu perusahaan menjadi lebih akuntabel dan sehat. Dari sudut ini saja, perusahaan telah memberi sumbangan pada penggunaan sumber daya yang dapat dipertanggungjawabkan. GCG juga memungkinkan perusahan mengelola TSP secara lebih terarah. Hal ini menghindarkan perusahaan sekedar melakukan TSP karena tekanan tertentu dan tidak mengukur dampaknya bagi perusahaan dan hasilnya bagi masyarakat. Beberapa perusahaan telah secara sadar mengangkat anggota direksi dan komisaris yang memahami aspek-aspek TSP. Hal ini memungkinkan perusahaan lebih baik menangani program TSP. b. Memperbaiki komunikasi GCG mengharuskan direksi mengembangkan sistem komunikasi yang efektif dengan para staf, para anggota pemegang saham, hingga para pemangku kepentingan. Dengan sistem komukasi yang berjalan dengan baik, persoalan (challenges and problems) dan kesempatan (opportunity) akan diketahui dengan cepat untukditangani. c. Integrasi dalam perusahaan Bagi perusahaan yang ingin menerapkan program TSP, diperlukan pemahaman yang baik serta dukungan dari anggoa direksi dan karyawan. Program TSP tidak dapat berjalan baik jika hanya diletakkan pada satu divisi khusus yang tidak terintegrasi dengan divisi-divisi lain. Bagi banyak perusahaan, TSP sebagai sesuatu yang menjadi bagian dari tujuan dan kegiatan perusahaan masih merupakan hal yang baru. Seringkali terjadi salah pemahaman tentang perlu atau tidaknya, serta bagaimana program TSP menjadi salah satu dari perspektif perusahaan. Perusahan yang
18
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
mempunyai GCG mempunyai mekanisme yang mengurangi salah paham dan memudahkan proses pengintegrasian. Aspek yang Dibahas Manual ini akan membahas berbagai aspek dari TSP dari mulai konsepkosnep yang berkaitan hingga penerapannya. Manual ini memberikan berbagai perspektif dan pendekatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Manual ini membahas aspek-aspek dari TSP dengan meletakkan dalam konteks Indonesia. Pendekatan manual ini adalah bukan memberikan rumusan tentang bagaimana menerapkan TSP, melainkan bertujuan memberikan pemahaman atas berbagai aspek dari TSP. Dengan demikian, diharapkan pembaca mampu mengambil penilaian dan keputusan berdasarkan konteks khusus yang dihadapinya. Bab II akan membahas definisi, konsep, prinsip, serta model-model penerapan dari TSP. Pembahasan atas aspek-aspek tersebut akan dilakukan dengan mengkaitkannya satu dengan yang lain. Pembaca akan menemukan juga bahwa aspek-aspek tersebut melingkupi aras organisasi perusahaan hingga aras lingkungan sosial. Bab III membahas konteks yang menjadi lingkungan dari kebijakan TSP, meliputi aspek ekonomi, sosial dan politik. Aspek ekonomi membahas kondisi alokasi dan pemanfaatan sumber daya yang ada dalam masyarakat yang relevan ditangani dalam program TSP. Aspek sosial membahas penerimaan masyarakat atas perusahaan serta kondisi masyarakat dalam menerima program TSP. Aspek politik meliputi aspek kebijakan termasuk kondisi peraturan yang relevan, politisasi masalah peran perusahaan, serta para aktor sosial yang berperan. Bab IV akan membahas beberapa instrumen terkemuka dan penting diketahui menyangkut TSP. Instrumen-instrumen tersebut dibuat untuk berbagai tujuan dan dikhususkan pada aspek tertentu. Untuk itu akan diberikan pemetaan instrumen. Dengan demikian, pembaca manual memiliki kesempatan membandingkan antar instrumen. Bagian ini juga akan membahas pertimbangan apa yang perlu diambil dalam menerapkan suatu instrumen. Bab V akan membahas langkah dan aspek dari pengembangan program TSP. Pembahasan akan diletakan pada pertimbangan atas kondisi perusahaan.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
19
Bagian Appendix akan memberikan pembahasan tentang beberapa kasus penerapan TSP oleh beberapa perusahaan di dalam dan di luar negeri. Kasuskasus tersebut keragaman tema serta kekayaan aspek yang bisa dipelajari dari padanya. penerapan TSP oleh beberapa perusahaan di dalam dan di luar negeri. Kasuskasus tersebut keragaman tema serta kekayaan aspek yang bisa dipelajari dari pada Pertanyaan Stimulasi 1. Mengapa perusahaan harus dipandang sebagai entitas yang terkait dengan lingkungan sosialnya? 2. Pihak mana saja yang keberadaannya harus diperhitungkan perusahaan? Dengan cara apa mereka dapat dipengaruhi maupun mempengaruhi perusahaan? 3. Mengapa komunitas perusahaan harus ikut secara aktif dalam pengembangan konsep maupun praktek Tanggungjawab Sosial Perusahaan? 4. Apa pengaruh penerapan TSP terhadap mekanisme interaksi dalam perusahaan maupun dengan lingkungan sosial? 5. Bagaimana Good Corporate Governance yang dapat menopang TSP? 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
20
The Body Shop (1998), The Stakeholder Corporation, A Blueprint for Maximising Stakeholder Value. Wilenius, Markku (20045). "Towards the Age of Corporate Responsibility? Emerging Challenges for the Business World", Futures 37. Idem. Bruntland Report, Our Common Future, 1987. WBCSD Millenium Report, n.d. Pieterse, Jan Nederveen (2001). Development Theory: Deconstructions/ Reconstructions, Sage Publication. The Economist (2005), "The Good Company: A Survey of Corporate Social Responsibility, January 22nd. Birch, David (2003), "Corporate Social Responsibility: Some Key Theoretical Issues and Concepts for New Ways of Doing Business", Journal of New Business Ideas and Trends, No. 1(1). Pirac (2006), Kebijakan Intensif Perpajakan untuk Organisasi Nirlaba dari Mancanegara. WBCSD Millenium Report, halaman 10. Directorate-General for Employment and Social Affairs European Cmmission (2003), Mapping Instruments for Corporate Social Responsibility. Center for Corporate Citizenship at Boston College, Integration: Critical Link for Corporate Citizenship (2005). Daniri, Mas Achmad (2005), Good Corporate Governnance: Konsep dan Penerapannya dalam konteks Indonesia, Ray Indonesia.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
BAB II
DEFINISI, KONSEP, PRINSIP DAN MODEL PENERAPAN
A. DEFINISI Sebuah definisi adalah batasan konseptual tentang sesuatu keadaan. Definsi Tanggungjawab Sosial Perusahaan, selanjutnya disingkat TSP, mempunyai karakter: (a) berkaitan dengan kegiatan yang tidak sederhana; (b) masih terus berkembang dan perkembangannya tergantung berbagai faktor seperti isu yang dominan di masyarakat pada periode tertentu, intensitas interaksi antara perusahaan dengan kelompok atau organisasi lain dalam masyarakat, dan kemajuan pengembangan metode pengukuran; (c) tidak terlalu definitif karena berbagai pihak memberikan penekanan yang berbeda. William C. Friederick pada tahun 1960 memberikan definisi TSP sebagai berikut: "(Social Responsibilities) means that businessmen should oversee the operation of an economic system that fulfills the expetations of the public. And this means in turn that the economy's means of production should be employed in such a way that production and distribution should enhance total socioeconomic welfare.” Social responsibility in the final analyses implies a public posture toward society's economic and human resources and a willingness to see that those resources are used for broad social ends and not simply for the narrowly 1 circumscribed interests of private persons and firms.” Harold Johnson pada tahun 1971 mengidentifikasi berbagai definisi dari TSP dimana ia memperkenalkan aspek keragaman kepentingan yang harus diperhitungkan sekaligus pentingnya memasukkan norma-norma sosial pada praktek bisnis dalam salah satu definisinya: "A socially responsible firm is one whose managerial staff balances a multiplicity of interests. Instead of striving only for larger profits for its stockholders, a responsible enterprise also takes into account employeees, supliers, dealers, local communities, and the nation.”
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
21
“In this approach, social responsibility in business is the pursuit of socioeconomic goal through the elaboration of social norms in prescribed business roles; or, to put it more simply, business takes place within sociocultural system that outlines through norms and business roles particular ways of responding to particular situations and sets out in in some detail the prescribed ways of conducting business affairs" 2 Pada tahun 1970, the Committee of Economic Development, sudah memperkenalkan aspek lingkup dari TSP yaitu: "The inner circle includes the clear-cut responsibilities for the efficient execution of the economic function products, jobs, and economic growth. The intermediate circle encompasses responsibility to exercise this economic funtion with a sensitive awareness of changing social values and priorities; for example, with respect to environment conservation; hiring and relations with employees; and more rigorous expectations of customers for information, fair treatment, and protection from injury. The outer circle outlines newly emerging and still amorphous responsiblities that business should assume to becme more btoadly involved in actively improving the social environment." 3 Pada tahun 1980, Thomas M. Jones memperkenalkan konsep konstituen. "Corporate social responsibility is the notion that corporations have an obligation to constituent groups in socety other than stockholders and beyond that prescribed by law and union contract…. Such as customers, employees, supplieers, and neighboring communities." 4 Awal tahun 2000 the World Bank memasukkan pikiran tentang tujuan pembangunan berkelanjutan baik untuk bisnis maupun masyarakat: "Is the commitment of business to contribute to sustainable economic development , working with employees and their representatives, their families, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development." 5 Definisi ini diperbaharui lagi pada tahun 2007 dengan menekankan interaksi perusahaan dengan kelompok dalam masyarakat:
22
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
"The commitment of bussiness to behave ethically and to contribute to sustainable economic development by working with all relevant stakeholders to improve their lives in ways that are good for business, the sustainable development agenda, and society at large" Dari definisi-definisi di atas, TSP mengandung pemikiran sebagai berikut: a. Kegiatan perusahaan bukanlah semata perhitungan proses produksi, melainkan mengakui ada harapan publik tertentu terhadap kinerja perusahaan b. Perusahaan harus melihat dengan kritis perannya dalam menciptakan kesejahteraan di masyarakat c. Pertimbangan akan sumbangan atas kesejahteraan publik harus masuk dalam pengelolaan sumberdaya perusahaan, bukan sesuatu yang saling terpisah d. Beberapa norma masyarakat masuk dalam pengaturan kegiatan perusahaan e. Ada banyak kepentingan di masyarakat yang harus diperhitungkan perusahaan, beberapa mempunyai dampak langsung terhadap dan oleh perusahaan. f. Tanggungjawab perusahaan adalah bagian dari perusahaan yang ikut menunjang keberlangsungannya. B. KONSEP Tanggungjawab Sosial Perusahaan mempunyai beberapa konsep yang relevan. Beberapa yang pokok adalah: a. Penyatuan (Alignment) b. Integrasi c. Institutisionalisasi d. Filantropi e. Pemangku kepentingan (stakeholder) f. Kinerja sosial perusahaan (corporate social perfomance) g. Kewarganegaraan korporasi (corporate citizenship) h. Pengembangan masyarakat (Community development) a. Penyatuan (Alignment) Konsep ini menggambarkan upaya meletakkan relevansi TSP dalam manajemen perusahaan. Pada prakteknya, kegiatan dalam alignment meliputi penumbuhan pemahaman, penciptaan konsesus, mengenali
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
23
wilayah yang ingin ditangani, menghasilkan dan mengelola pengetahuan untuk menunjang kegiatan tersebut, dan meletakkan dalam bisnis perusahaan. b. Integrasi "Integrasi" menggambarkan TSP tertanam pada semua unit pokok dari perusahaan dari mulai supply chain, code of conduct perusahaan, hingga auditor. c. Institusionalisasi Konsep ini menggambarkan upaya perusahaan menjaga kesinambungan dengan memilih kebijakan, sistem, dan proses. d. Filantropi Adalah konsep yang merujuk pada pemberian sumbangan biasanya uang dari perusahaan untuk tujuan memberi bantuan ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Dengan demikian, filantropi adalah suatu bentuk dari CSR. Belakangan muncul terminologi Filantropi Keadilan Sosial (Social Justice Philanthrophy) yaitu filantropi yang mendukung berbagai aktivitas penanganan akar-akar penyebab ketidakadilan sosial dan memakai 6 pendekatan berbasis hak-hak terhadap pembangunan. Termasuk di dalam kegiatan Filantropi Keadilan Sosial misalnya (a) Melakukan atau mendukung riset akar-akar penyebab masalah-masalah sosial; (b) Mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi ke publik; (c) Memperkuat organisasi-organisasi sosial; (d) Pembangunan ekonomi; (e) Mempromosikan keterlibatan konstituen dalam proses pengambilan keputusan.7 e. Pemangku kepentingan (stakeholders) Adalah individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberadaan perusahaan. Karena itu, TSP dalam sudut pandang pemangku kepentingan adalah perusahaan memiliki kewajiban membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan pemangku 8 kepentingan spesifik. Salah satu cara mengidentifikasi pemangku kepentingan ini adalah dengan mendasarkan taksiran nilai dari pemangku kepentingan dari sudut pandang perusahaan. Misalnya seberapa besar pemangku kepentingan memiliki kekuasaan, kepentingan mendesak (urgency), dan legitimasi?
24
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
5
3 Urgensi
1 Kekuasaan
7 4
6
2 Legitimasi
1. Pemangku kepentingan laten 2. Pemangku kepentingan berdasarkan kewajiban 3. Pemangku kepentingan yang membutuhkan 4. Pemangku kepentingan dominan 5. Pemanngku kepentingan berbahaya 6. Pemangku kepentingan yang tergantung 7. Pemangku kepentingan definitif (penting dari berbagai aspek) Sumber: Vos, halaman 145, lihat footnotes.
Pembagian pemangku kepentingan juga bisa dipilah menurut fungsi dan perannya dalam masyarakat. Pertama adalah pemangku kepentingan institusional yang terdiri dari pengambil kebijakan, penegak hukum, dan organisasi profesional. Kedua adalah pemangku kepentingan ekonomi yang terdiri dari para pihak yang berperan di pasar (market). Terakhir, pemangku kepentingan berdasarkan tuntutan kemasyarakatan dan politis.9 Keragaman karakter pemangku kepentingan menunjukkan adanya berbagai batasan yang harus dikenali perusahaan untuk mendapatkan legitimasi sosial.10 Perusahaan berkepentingan mengetahui dengan tepat pemangku kepentingan mana yang akan diperhitungkan. f. Kinerja sosial perusahaan (Corporate Social Performance) Kinerja Sosial Perusahaan (KSP) adalah upaya mengukur kinerja perusahaan secara sosial. Konsep ini digunakan pararel dengan perkembangan TSP di tahun 1990an. Setelah beberapa dekade pemikiran
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
25
dan praktek TSP berkembang, terdapat kecenderungan untuk mengukur hasilnya. Karena itu Kinerja Sosial Perusahaan tergantung pada perkembangan metode pengukuran. Beberapa ahli menganggap bahwa KSP merupakan hasil dari beberapa elemen yaitu tanggungjawab, ketanggapan (responsiveness), serta kebijakan dan tindakan. Pengukuran KSP dilatarbelakangi beberapa teori manajemen seperti teori kesanggupan (affordability), pengelolaan yang baik (good management), biaya kontrak dengan para pemangku kepentingan, dan kecerdikan pengelola 11 perusahaan (management guile). g. Kewargaan perusahaan (Corporate Citizenship) Adalah konsep yang merujuk pada perusahaan yang dianggap sebagai anggota warganegara yang aktif menjalankan hak dan kewajibannya. The World Economic Forum mendefinisikan kewargaan perusahaan (KP) sebagai sumbangan perusahaan melalui aktivitas intinya, investasi sosialnya, kegiatan filantropinya, serta keterlibatannya dalam kebijakan publik.12 Definisi ini hampir mirip dengan definisi TSP. Sesungguhnya, kewargaan perusahaan pararel dengan TSP. Perbedaannya, tekanan KP diletakkan pada keaktifannya seperti warganegara. Akan tetapi tentu ada perbedaan antara perusahaan sebagai suatu kumpulan orang dengan individu yang menjadi dasar dari konsep kewargaan. Dirk Matten dan Andrew Crane memecahkan masalah ini dengan mereposisikan peran perusahaan dalam menciptakan kesejahteraan. Menurut kedua analis tersebut, perusahaan memiliki peran sebagai berikut.13 Peran Sosial Perusahaan dalam Pemenuhan Hak Warga Negara Pemenuhan hak sosial (pendidikan, kesehatan, Ketrampilan, dsb.)
Perusahaan sebagai penyedia
Pemenuhan hak sipil (memiliki properti, melakukan transaksi ekonomi, menyatakan pendapat, bebas dari intervensi, dsb.)
Perusahaan sebagai yang memampukan (enabler)
Pemenuhan hak politik (memilih pemimpin, ikut mempengaruhi dalam pengambilan keputusan)
Perusahaan sebagai saluran
26
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Perusahaan sebagai "penyedia" artinya perusahaan mengelola sumberdaya dalam masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan melalui proses produksi. Perusahaan sebagai "yang memampukan" artinya perusahaan memberikan basis ekonomi bagi individu agar dapat melakukan kegiatan sosial ekonomi lain. Perusahaan sebagai "saluran" artinya perusahaan itu merupakan entitas organisasi yang dapat digunakan dalam berinteraksi di arena politik dan arena publik. h. Pengembangan Masyarakat (Community Development) Pengembangan Masyarakat adalah kegiatan membangun kapasitas masyarakat agar mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Konsep ini menggambarkan satu bentuk TSP yang sangat populer dilakukan. Titik masuk dari Pengembangan Masyarakat dapat berupa kegiatan ekonomi tertentu, pendidikan, atau kesehatan. Pengembangan Masyarakat menggunakan pendekatan memberdayakan institusi-institusi lokal yang sudah ada. Perusahaan biasanya menyediakan atau memfasilitasi adanya bantuan tehnis dan manajemen, membantu akses pasar, selain bantuan material (pupuk, kredit, pompa air, dsb.) i. Pemberdayaan (Empowerment) Adalah tentang upaya meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat lokal dengan penekanan pada aspek kemampuan melakukan interaksi yang lebih setara dengan kelompok lain untuk tujuan melindungi kepentingan kelompok tersebut. Pemberdayaan dapat bersifat sosial (pengetahuan dan informasi, identitas, kemampuan berorganisasi), ekonomi (tidak tergantung), dan politik (mampu mempengaruhi keputusan publik). Sebagian besar perusahaan dalam TSPnya berupaya meningkatan daya sosial komunitas lokal melalui penyediaan informasi dan pengetahuan pendidikan serta peningkatan akses ke pasar. Hal ini disebabkan mempunyai resiko sosial politik yang lebih kecil dan juga sejalan dengan sumberdaya perusahaan. Untuk pemberdayaan bidang politik dan penguatan organisasi lokal, perusahaan sering menyerahkannya pada lembaga swadaya masyarakat yang dianggap lebih memiliki pemahaman dalam kelompok akarrumput (grassroots).
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
27
C. PRINSIP Model Tangungjawab Perusahaan sangat banyak. Perusahaan dapat memilih pelbagai model yang mendorong kesejahteraan masyarakat sesuai dengan karakter dan kapasitasnya. Hal ini disadari oleh berbagai organisasi yang membuat instrumen menyangkut TSP seperti Global Sullivan Principles Organisation, Global Compact PBB, Organisation for Economic Cooperation and Development, dan United Nation Environtment Program Finance Initiative. Uraian dibawah ini akan memaparkan dan membahas prinsipprinsip dari beberapa instrumen arahan (guidelines) terkemuka. Principles for Responsible Investments Prinsip-prinsip ini merupakan upaya yang dilakukan oleh UNEP-Finance Initiative dan UN Global Compact tentang tiga isu yang mempengaruhi keberadaan perusahaan melalui investasi yaitu lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Prinsip-prinsip terdiri dari: 1. Perusahaan memasukkan isu lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam analisis investasi dan pengambilan keputusan; 2. Pemilik perusahaan aktif memasukkan isu-isu tersebut dalam kebijakan dan praktek kepemilikan 3. Perusahaan berupaya mendapatkan keterangan mengenai isu-isu tersebut di wilayah dimana ia akan melakukan investasi; tempat akan dilakukan investasi 4. Perusahaan akan mempromosikan penerimaan dan penerapan dimaksukkannya prinsip investasi yang bertanggungjawab dalam industri investasi; 5. Perusahaan akan bekerjasama untuk mendorong efektifitas penerapan prinsip investasi yang bertanggungjawab; 6. Perusahaan akan memberikan laporan tiap kegiatan dan kemajuan dalam penerapan prinsip investasi yang bertanggungjawab.14 Global Compact Global Compact, diresmikan tahun 2000, merupakan institusi yang dikelola di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertujuan mendorong peran perusahaan dalam menciptakan kesejahteraan melalui pengaturan dalam aspek hak asasi manusia, perburuhan, lingkungan dan anti korupsi. Institusi Global Compact tidak hanya mengembangkan prinsip-prinsip, melainkan mengorganisasi gerakan global untuk memenuhi tujuannya. Berikut ini adalah sepuluh prinsip yang dikembangkan Global Compact.
28
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Hak Asasi Manusia Prinsip 1: Bisnis harus mendorong dan menghormati perlindungan hakhak asasi manusia yang diakui secara internasional. Prinsip 2: Bisnis harus memastikan tidak akan terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia Standar Perburuhan Prinsip 3: Bisnis harus menjunjung kebebasan berserikat dan pengakuan yang efektif atas hak bernegosiasi secara kolektif. Prinsip 4: Penghapusan semua bentuk kerja yang memaksa Prinsip 5: Penghapusan efektif tenaga kerja anak-anak Prinsip 6: Penghapusan diskriminasi penerimaan kerja dan jabatan Lingkungan Prinsip 7: Bisnis harus mendukung pendekatan kewaspadaan atas persoalan lingkungan Prinsip 8: Mengambil inisiatif untuk mrmpromosikan tanggungjawan lingkungan yang lebih besar Prinsip 9: Mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi yang ramah lingkungan Anti-korupsi Prinsip 10: Bisnis harus bekerja melawan semua bentuk korupsi, termasuk pungutan dan penyogokan.15 Global Sullivan Principle Global Sullivan Principle lahir dari konteks Afrika Selatan dimana persoalan keadilan kelompok dalam hal Afrika Selatan berkaitan dengan situasi rasisme merupakan hal yang menonjol dalam kehidupan suatu masyarakat. Leon H. Sullivan, penggagas prinsip ini, melihat bahwa perusahaan dapat berperan dalam menciptakan keadilan sosial, ekonomi dan politik. Prinsip-prinsipnya adalah: 1. Mengungkapkan dukungan atas hak asasi manusia yang universal dan, khususnya, terhadap para pekerja perusahaan, komunitas dimana perusahaan beroperasi, dan pihak-pihak yang menjadi mitra; 2. Mempromosikan kesamaan kesempatan bagi karyawan di semua tingkatan dalam hal isu seperti warna kulit, ras, jender, usia, etnisitas atau keyakinan agama, serta beroperasi tanpa perlakuan yang tidak dapat diterima seperti eksploitasi anak-anak, hukuman fisik, pelecehan perempuan, kerja paksa atau bentuk pelanggaran lainnya; 3. Menghormati kebebasan karyawan untuk berserikat; 4. Memberi kompensasi para pekerja agar dapat memenuhi setidaknya
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
29
5.
6.
7.
8. 9.
kebutuhan dasar dan menyediakan kesempatan untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan agar dapat memiliki peluang sosial dan ekonomi. Menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat; melindungi kesehatan dan lingkungan; serta mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan; Mempromosikan persaingan yang adil termasuk hak menghormati hak intelektual dan kepemilikan lainnya, serta tidak menawarkan, membayar, dan menerima sogokan. Bekerjasama dengan pemerintah dan komunitas di tempat bisnis dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pendidikan, kultural, ekopnomi, dan kesehatan, - serta berupaya menyediakan pelatihan dan kesempatan bagi pekerja dengan latar belakang (sosial, ekonomi, dan politik: penulis) yang tidak beruntung. Mempromosikan penerapan prinsip-prinsip di atas pada mitra bisnis. Transparan dengan penerapannya serta memberikan informasi yang menunjukkan pada publik komitmen perusahaan.16
Pembahasan Dari contoh tiga prinsip terkemuka di atas - Principles for Responsible Investments, Global Compact, dan Global Sullivan Principles beberapa kesimpulan dapat di ambil: 1. Prinsip berbeda dari segi abstraksinya. Seringkali prinsip yang abstrak menunjukkan tingkat komitmen yang masih dalam perkembangan atas kelompok perusahaan dimaksud. Jika prinsip TSP masih baru dan para anggota belum yakin dengan aspek penerapannya - termasuk infrastruktur, metode, dan instrumennya maka perusahaan cenderung menggunakan prinsip yang masih bersifat umum. Diharapkan, dalam proses, prinsip-prinsip ini dapat berkembang. 2. Prinsip dibuat untuk sektor tertentu atau untuk semua sektor. Jika dibuat untuk sektor tertentu, maka prinsip yang dibentuk mencerminkan isu sosial dan kondisi lain dari sektor tersebut.17 3. Prinsip mencakup tanggungjawab perusahaan pada tingkat masyarakat. Jikapun secara khusus disebutkan lingkaran internal perusahaan, yaitu karyawan, maka ada latar belakang khusus (social cause) yang ingin ditangani misalnya masalah ketimpangan dalam masyarakat. 4. Prinsip tidak hanya bertujuan memenuhi kewajiban (duty) tertentu misalnya meningkatkan taraf hidup komunitas, melainkan juga bertujuan melakukan transformasi sosial, misalnya situasi ketimpangan.
30
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
5. Prinsip disertai komitmen untuk menjalankan serta cara untuk menjamin bahwa prinsip tersebut memang dilaksanakan, antara lain melalui mekanisme pelaporan 6. Menyadari bahwa pihak yang memahami dan menerapkan prinsip tertentu masih terbatas, maka seringkali prinsip memasukan komitmen untuk menyebarluaskan dampaknya melalui mitra bisnis. D. MODEL PENERAPAN TSP dapat mengambil berbagai model. Kitapun dapat mengkategorikan model-model itu dengan berbagai perspektif. Manual ini akan mengambil dua perspektif dalam menempatkan kategori model penerapan TSP yaitu perspektif integrasi dan perspektif keterlibatan dengan mayarakat. Perspektif Integrasi diambil untuk melihat seberapa jauh dampak "baik untuk bisnis" diterapkan. Dalam hal ini kita membicarakan dalam wilayah tata kelola perusahaan (corporate governance). Sedangkan Perspektif Keterlibatan diambil untuk melihat seberapa dekat perusahaan dengan isu yang ada dalam masyarakat. Ini berarti bahwa perusahaan memperhitungkan bagaimana menyerap maupun menanggapi isu dan proses yang terdapat di masyarakat berkaitan dengan keputusan TSP. Dalam hal ini mungkin terjadi bentuk hibrid (percampuran) antara tata kelola perusaan dengan tata kelola lain dalam masyarakat. Model-model yang akan dibahas disini adalah model yang diberikan oleh David Kotler dan Nancy Lee18(Model 1 sampai dengan 6) ditambah model lain untuk melengkapi pemetaan. Model Kotler dan Lee terbatas pada kategori TSP dari perspektif perusahaan. Sedangkan tiga model lainnya menyaratkan dimasukkannya perspektif masyarakat dan pemerintah. 1. Membangkitkan Kesadaran (Cause Promotions) Adalah model TSP dimana perusahaan menyediakan dana, barang, atau sumberdaya lain untuk membangkitkan kesadaran dan perhatian atas satu persoalan dalam masyarakat. Dapat juga kegiatan mengambil bentuk dukungan perusahaan untuk pengumpulan dana, partisipasi, atau perekutan sukarelawan untuk menangani dan mengatasi masalah tersebut. Contoh kegiatan dalam kategori ini adalah mempromosikan anti testing kosmetik dengan menggunakan binatang, jalan kaki massal, dan iklan kebersihan.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
31
2. Pemasaran yang dikaitkan dengan persoalan masyarakat tertentu (Cause-related marketing) Perusahaan membuat komitmen untuk memberikan kontribusi atau donasi sebesar prosentasi tertentu dari penjualan untuk menangani suatu persoalan masyarakat. Seringkali perusahaan dalam hal ini bekerjasama dengan organisasi lain dalam masyarakat atau organisasi pemerintah yang memang menangani masalah tersebut. Di Indonesia, misalnya, Lifebouy pernah memberikan sebesar sepuluh rupiah untuk setiap sabun yang terjual bagi bantuan kesehatan golongan tidak mampu. 3. Pemasaran sosial perusahaan (Corporate social marketing) Perusahaan mendukung pengembangan dan/atau penerapan kampanye perubahan perilaku yang bertujuan memperbaiki kesehatan masyarakat, keamanan, lingkungan, atau aspek kesejahteraan masyarakat lainnya. Tekanannya adalah perubahan perilaku. Contoh dari model ini adalah perusahaan mempromosikan cara mengemudi yang baik, menjaga kebersihan pribadi, gaya hidup sehat. Perusahaan mempromosikan produknya sejalan perubahan perilaku atau gaya hidup tersebut. Dengan merubah perilaku atau gaya hidup Perusahaan dapat melakukan sendiri atau bekerjasama dengan organisasi lain. 4. Filantropi perusahaan (Corporate philanthropy) Perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam kegiatan amal atau kegiatan penanganan masalah tertentu. Kegiatan yang disumbang dapat berbentuk khitanan massal hingga pemberantasan buta huruf. Bentuk TSP ini merupakan model yang paling konvesional dan hingga kini masih menjadi tradisi TSP di dunia perusahaan. 5. Sukarelawan (Community Volunteering) Perusahaan, sendiri atau bersama-sama dengan perusahaan lain, mendukung dan mendorong karyawan dan mitra bisnis untuk menjadi sukarelawan dalam kegiatan memperkuat organisasi komunitas lokal atau organisasi yang sedang menangani masalah tertentu. 6. Praktek bisnis yang bertanggungjawab (Socially responsible business practices) Perusahaan memasukkan sebagai peraturan dan melakukan bisnis dan investasi yang mendukung penguatan komunitas dan melindungi lingkungan. Contoh dari kegiatan ini misalnya perusahaan minuman tidak
32
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
menjual minuman kaleng yang tinggi gula di sekolah. Contoh lain, perusahaan memberi kesempatan pelatihan bagi karyawan dengan latar belakang sosial yang tidak menguntungkan (disabled person). 7. Pengembangan komunitas (Community Development) Perusahaan mengalokasikan sumberdaya untuk program TSP yang bertujuan untuk penguatan komunitas lokal secara ekonomi dan sosial. Pengembangan komunitas mempunyai beberapa program yang diharapkan saling melengkapi. Model ini mensyaratkan keterlibatan dengan masyarakat yang tinggi. Namun, terdapat perbedaan antar perusahaan dalam hal tingkat integrasi antara model ini sebagai program TSP dengan pengelolaan bisnis perusahaan tersebut. Dalam bagan, model pengembangan komunitas digambarkan sebagai garis-garis yang semuanya berpijak pada posisi ujung kanan panah "keterlibatan". 8. Perubahan pengaturan publik Model ini sejalan dengan konsep kewargaan perusahaan yang menrkankan keaktifan perusahaan sebagai entitas dalam negara. Namun secara khusus yang ditekankan adalah keaktifan perusahaan dalam memperbaiki kebijakan, tata kelola, atau metode pengaturan atau yang berkaitan dengan penanganan masalah dalam masyarakat. Penerapan model seperti ini belum sebanyak model lainnya. Banyak perusahaan harus berhati-hati untuk masuk kewilayah politis. Perusahaan sering tidak mempunyai kredibilitas dan kekuatan dalam jenis yang dibutuhkan dalam arena politik. Misalnya, perusahaan di negara berkembang sering menjadi kambing hitam persoalan dalam masyarakat. Asosiasi perusahaan tidak cukup kuat untuk terjun ke arena politik, bukan sebagai politikus namun berupaya mempengaruhi keputusan publik. Perusahaan yang berani melakukan model ini, tidak mungkin melakukannya sendiri, melainkan harus bekerjasama dengan organisasi lain, baik melalui asosiasi atau dengan organisasi sosial lain. Contoh model ini di Indonesia adalah advokasi untuk rancangan undang-undang keringanan pajak bagi organisasi yang memberikan sumbangan dalam rangka TSP. Dalam upaya ini, forum bersama perusahaan bekerjasama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat. 9. Tanggungjawab Sosial Perusahaan dalam kerangka kebangsaan (NationSR) Konsep ini dikembangkan oleh Sri Urip dan Alliance for Welfare, suatu
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
33
organisasi riset dan konsultansi di Indonesia. Konsep ini dibuat berdasarkan pertimbangan konteks Indonesia dengan persoalan yang amat rumit. Pelaksanaan TSP secara individual perusahaan, bagaimanapun baiknya, dampaknya tidak banyak. TSP harus dikembangkan dalam kerangka pembangunan wilayah dimana beberapa perusahaan mengembangkan program TSP bersama pemerintah dan organisasi sosial. Konteks pusat-daerah juga harus diperhitungkan karena ada kebijakan dan sistem yang harus ditentukan pada tingkat pusat. Perusahaan sebagai "warga negara" diakui perannya dalam arena politik dan arena publik untuk bersama menentukan kebijakan dan penerapan yang paling baik. Tiap program TSP, bagaimanapun juga harus sejalan dengan pertumbuhan perusahaan. TSP merupakan pengembangan pasar, artinya bisa dimanfaatkan perusahaan lain juga. (Lihat bagan)
Gov. CSR Wealth creation and human quality dev.
Welfare
Company
Community development, Capacity building, Environment management
Business Sustainability
Social Org.
34
Market Development: Infrastructure, public services, Education, Health, etc.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Ensure Competitive Edge: Cultivation of value chain Product/Service development
Keterangan: Model ini belum pernah dicoba secara sistematik di Indonesia. Sifatnya barus bersifat diperkenalkan untuk mendorong upaya pengintegrasian pelaksanaan TSP yang lebih terarah dalam mengatasi beberapa persoalan mendasar di Indonesia. Beberapa model di atas dapat dinilai dari dua perspektif, seperti tergambar dalam bagan di bawah ini. Wilayah yang diarsir menunjukkan posisi TSP model Kewargaan Perusahaan. Letaknya bisa pada titik manapun dari percampuran dua perspektif tersebut. Artinya, bahwa peran itu bisa dilakukan dengan kondisi program TSP terintegrasi tinggi atau rendah serta kondisi keterlibatan dengan masyarakat yang tinggi hingga yang rendah. Garis-garis yang betitik tolak dari posisi community development menunjukkan bahwa TSP model ini berada pada kondisi menuntut keterlibatan dengan masyarakat yang tinggi, meskipun bisa pada kondisi integrasi yang rendah maupun yang tinggi
Pelibatan dan Integrasi HIGH
Integration
C o r p o r a t e
Nation SR Socially Responsible Business Practices
C i t i z e n s h i p
Corporate social marketing
Cause-related marketing
Cause promotion
C
o
LOW
r
p
o
r
a
Community development
Corporate volunteering
Corporate philanthropy
LOW
t
e
C
i
t
i
z
Engagement
e
n
s
h
i
p HIGH
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
35
Pertanyaan Stimulasi 1. Situasi apa yang menyebabkan definisi Tanggungjawab Sosial Perusahaan terus berkembang? 2. Buatlah pengkategorian lingkup bagi perusahaan Anda dan uraikan kondisinya? Buatlah pemetaan pemangku kepentingan untuk perusahaan Anda. 3. Prinsip Tanggungjawab Sosial apa yang perlu dikembangkan oleh perusahaan Anda dan mengapa? 4. Model Tanggungjawab Sosial Apa saja yang dapat diambil oleh perusahaan Anda? 5. Bagaimana menyeimbangan pelibatan dan integrasi bagi perusahaan Anda?
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
14 15
16 17 18
36
TArchie B. Carroll (1999), "Corporate Social Responsibility: Evolution of Definitional Construct" dalam Business and Society, Vol. 38, No. 3. Ibid. Ibid. IFC The World Bank, www.ifc.org/ifcext/economics.nsf/conntent/CSR-Intropage Setkova, Lenka (2005), "Filantropi Keadilan Sosial: Sebuah kerangka Strategis untuk OrganisasiOrganisasi Filantropi" dalam Galang, Vol. 1 No. 1. Diadaptasi dari Hunsaker, J. dan B. Hanzl (2005), Memahami Filantropi Keadilan Sosial", dalam Galang, Vol. 1 No. 1. Vos, J.E.Janita (2003), "Corporate Social Responsibility and Identification of Stakeholders" , dalam Corporate Social Responsibility and Environmental Management", No. 10. Corporate social responsibility and the identification of stakeholders Corporate Social - Responsibility and Environmental Management; Sep 2003; 10, 3 Banerjee, Subhabrata Bobby (2006), "Corporate Citizenship, Spcial Responsibility, and Sustainability: Corporate Colonialism for the New Millenium? Dalam Jan Jonker dan Marco de Witte, The Challenge of Organizing and Implementing Corporate Social Responsibility, Palgrave. Gardberg, Naomi dan Charles J. Fombrun (2003), "Corporate Citizenship: Creating Intangible assets Across Institutional Environments" dalam Academy of Management Review, Vol. 31, No. 2. Matten, Dirk dan Andrew Crane (2005), Corporate Citizenship: Toward an Extended Theoretical Conceotualization" dalam Academy of Management Review, 2005, Vol. 30, No. 1. United Nation Environment Program Financial Initiatives and Global Compact (2005), Principles for Responsible Investment. United Nation Global Compact (www.unglobalcompact.org). Prinsip-prinsip menyangkut hak asasi manusia sedang dicoba diperluas dan dipertajam dalam "The UN Human Rights Norms for Business" lihat laporan olh Professor Alyson Warhurst dan Katy Cooper bekerjasama dengan Amnesty Internasional, 26 July 2004. Global Sullivan Prinsiples of Social Responsibility. www.thesullivanfoundation.org Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua prinsip berhasil secara obyektif mencerminkan kondisi sector tersebut. Pembentukan prinsip sering dipengaruhi oleh factor lain seperti tekanan publik dan kelompok yang mengambil inisiatif. Kotler, David dan Nancy Lee (2005), Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, John Wiley & Sons, Inc. Penulis juga terlibat didalam organisasi ini. Alliance for Welfare (2006), Company Profile.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
BAB III
mempertimbangkan konteks: ASPEK EKONOMI, ASPEK SOSIAL, dan ASPEK POLITIK
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) sebagai konsep dan praktik, sudah lama dikenal di kalangan pimpinan perusahaan. Prinsip-prinsip berkitan dengan TSP seperti Global Sullivan Principles dan Global Compact telah menjadi pedoman perusahaan di banyak negara. Akan tetapi prinsip-prinsip dari model tersebut masih bersifat umum dan belum memberi petunjuk penerapannya. Perusahaan bukan hanya membutuhkan petujuk teknis metode, operasionalisasi konsep, perangkat organisasi, dan sebagainya , akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memilih aspek teknis tersebut agar sesuai dengan konteks masyarakat dimana perusahaan itu berada. Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, setiap perusahaan lahir dan berkembang dalam konteks masayarakat tertentu. Konteks masyarakat ini memiliki dimensi ekonomi, sosial dan politik tertentu berbeda dengan konteks masyarakat lain. TSP perlu memperhitungkan semua dimensi tersebut agar tujuan yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan, yaitu maksimasi keuntungan dan kesejahteraan masyarakat, dapat diwujudkan. Setiap perusahaan, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, memiliki kemerdekaan memilih fokus dalam melaksanakan program TSP. Chapple dan Moon (2005) melaporkan, perusahaan-perusahaan di Asia, termasuk Indonesia, memandang semakin penting peran TSP dalam meningkatkan kinerja perusahaannya. Fokus TSP yang mereka laksanakan bermacammacam, mulai dari filantrofi, community development, core stakeholders (hubungan industrial) hingga business coalitions untuk memperjuangkan kebijakan publik tertentu. Konteks ekonomi perlu diperhitungkan karena TSP seringkali bertujuan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan pengelolaan sumberdaya perusahaan dan masyarakat. Dalam melaksanakan program TSP, perusahaan perlu mempertimbangkan dimensi ekonomi lewat pengenalan mengenali karakter ekonomi kelompok masyarakat yang menjadi sasaran. Seringkali perusahaan juga harus mengenali kaitan-kaitannya dengan sektor perekonomian lain yang
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
37
mempengaruhi perkembangan kelompok ekonomi sasaran tersebut. Harus disadari bahwa kegiatan ekonomi bukan semata persoalan ketersediaan modal, tetapi juga akses. Sebagai contoh, program pemberian kredit bisa gagal jika tidak memahami aspek pasar dari kegiatan ekonomi kelompok sasaran. Dalam situasi semacam ini, mungkin keputusannya adalah membantu pemasaran sebagai bagian dari program TSP. Disamping itu ada dua pertimbangan pokok mengapa dimensi sosial perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan program TSP. Pertama, TSP adalah persoalan membangun kerjasama antara perusahaan dengan kelompok masyarakat. Kerjasama ini harus ditopang oleh kepercayaan dan keinginan baik. Selain itu perusahaan sangat mungkin membutuhkan bantuan dari organisasi sosial lain. Untuk itu perusahaan perlu mengetahui orientasi dan kapasitas mereka. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengetahui penerimaan publik terhadap perusahaan. Hal ini penting terutama bagi perusahaan yang sering berhadapan dengan masyarakat. Kedua, seringkali program TSP menyangkut pembangunan kapasitas sosial masyarakat. Bahkan perusahaan seringkali harus mengetahui ketrampilan dan kapasitas sosial masyarakat dalam mengelola program itu sendiri. Program TSP yang baik adalah program yang keberlangsungannya tidak tergantung pada inisiatif dan kerja pihak perusahaan. Perusahaan bisa mempunyai program TSP yang berdampak sangat positif karena memiliki sumberdaya perusahaan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun kadang-kadang program tersebut tidak bisa diwujudkan karena terhambat kebijakan pemerintah, pusat maupun daerah. Adalah keputusan perusahaan apakah akan melakukan advokasi untuk merubah kebijakan tertentu. Selain itu, perusahaan juga harus mengetahui kecenderungan kelompok-kelompok masyarakat untuk mengangkat isu berkaitan dengan keberadaan perusahaan serta program TSP yang dikembangkan. Sebagai negara yang sedang mengalami masa transisi, perkembangan politik di Indonesia kadang-kadang berjalan tidak stabil dan etika politik sering dilanggar. Oleh karena itu perusahaan perlu mengetahui konstelasi politik lokal sebelum mengembangkan program TSP. ASPEK EKONOMI 1. Jenis kegiatan ekonomi yang biasa dilakukan Jenis kegiatan ekonomi menggambarkan tidak hanya mencerminkan
38
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
aspek "apa" (apa yang diproduksi/ dijual) tetapi juga aspek "bagaimana". Aspek yang kedua menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam kegiatan ekonomi tertentu. Orang atau kelompok yang yang terbiasa melakukan suatu pekerjaan, tidak mudah pindah begitu saja ke pekerjaan lain meskipun tampaknya hampir sejenis. Tiap produksi dan penjualan terdiri dari serangkaian kegiatan dari mulai mencari input, mengolah, hingga memasarkan. Semua proses ini membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan. Masyarakat kita sebagian besar masih hidup di sektor pertanian. Namun sektor inipun terdiri dari berbagai jenis komoditi yang membutuhkan proses berbeda. Oleh karena itu perlu diingat bahwa di banyak pedesaan sudah terjadi percampuran sistem ekonomi. Banyak penduduk desa yang mencari penghidupan dari sektor pertanian bercampur dengan sektor non pertanian (seperi kerajinan) atau dengan sektor non pertanian di kota yang kebanyakan bergerak di sektor informal. Berkaitan dengan program TSP, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antara lain: apakah kesulitan yang dihadapi masyarakat setempat dalam hal menjalankan kegiatan ekonominya?; apa yang dibutuhkan?; seberapa fleksibel pengetahuan dan ketrampilan mereka untuk bergerak ke kegiatan ekonomi lain tertentu? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat mendasar dan relevan untuk jenis dan skala kegiatan apapun. 2. Skala kegiatan Kegiatan ekonomi yang sama bisa berbentuk berbagai macam skala. Sekali lagi, skala bukan hanya menyangkut jumlah. Skala yang besar mencerminkan keberhasilan pelaku ekonomi mengatasi hambatanhambatan tertentu seperti kualitas, jaringan, dan pengetahuan dan praktek efisiensi. Pertanyaan penting yang diajukan dalam hal ini: apakah potensi jaringan yang dimiliki kelompok dengan skala semacam itu? 3. Sumberdaya masyarakat Sebagian dari persoalan sumberdaya sudah tercermin dalam "skala ekonomi". Namun ada hal-hal lain selain jumlah. Adalah sangat penting untuk melihat diversikasi sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Diversifikasi yang rendah seringkali berarti kerentanan (vulnerability) pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi mengetahui hal ini dan mengembangkan metode survival yang ditunjukkan pada sikap kehatihatian yang luar biasa. Tidak mudah bagi mereka untuk mengikuti program-program baru yang belum menjamin. Bagi orang luar kadangkadang sikap ini tampak seperti kebodohan atau keras kepala. Karena itu, program TSP yang berkaitan dengan kelompok ini harus juga meliputi
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
39
penyediaan jaring pengaman (safety net). 4. Sumberdaya wilayah Suatu wilayah mempunyai beberapa macam sumberdaya. Seperti juga pada individu, daerah yang memiliki jenis sumberdaya yang terbatas rentan jika terjadi bencana alam, konflik antar kelompok, atau kekacauan lainnya. Suatu pengembangan wilayah merupakan gabungan pemanfaatan beberapa macam sumberdaya misalnya tingkat pendidikan masyarakat yang cukup tinggi, lahan, komoditas yang tidak mudah rusak, dan lembaga-lembaga ekonomi/keuangan. Berkaitan dengan program TSP, banyak hal yang dapat dilakukan baik terhadap wilayah dengan jenis dan jumlah sumberdaya terbatas dengan wilayah dengan jenis sumberdaya beraga. Untuk jenis wilayah yang pertama, program TSP adalah memperkuat sektor ekonomi yang ada sehingga tidak mudah tersapu oleh, misalnya, perubahan alam. Sebagai contoh, di wilayah nelayan, program TSP dapat berbentuk pemberian teknologi dan fasilitas pengawetan hasil laut serta membuka akses pemasaran ke daerah-daerah lain. 5. Jaringan ekonomi Inilah aspek yang lebih sulit dilihat namun seungguhnya menjadi sumber kegagalan dan keberhasilan kegiatan ekonomi. Jaringan ekonomi adalah kerjasama formal dan informal yang dibangun antara aktor-aktor ekonomi untuk saling melengkapi kebutuhan. Kekayaan jaringan dilihat dari: (a) seberapa lengkap fungsi yang dipenuhi oleh para anggota jaringan; (b) bagaimana kualitas dari masing-masing anggota jaringan; (c) seberapa mudah dan murah terjadi kerjasama. Jaringan bisa berakibat negatif bagi pelaku ekonomi yang tidak masuk jaringan. Jaringan mafia atau mirip mafia sering mengambil tindakan merugikan terhadap anggota yang bukan jaringan, dan anggota yang masuk sering karena tidak punya banyak pilihan. Di daerah-daerah, khususnya dimana terdapat dominasi oleh suatu kelompok, hal ini kerap ditemui. 6. Akses ke pasar Pengembangan wilayah selalu berkaitan dengan masalah akses ke pasar. Ekonomi suatu wilayah sering tidak berkembang karena pasar yang dapat dijangkaunya terbatas. "Terbatas" bisa berarti infrastruktur fisiknya tidak ada untuk dibawa ke pasar, seperti saran transportasi dan jalan. Pasar bisa sudah jenuh karena wilayah-wilayah seputar menghasilkan hal yang sama, apalagi jika tidak tahan lama. Bisa pula terjadi pasar menuntut persyaratan lain, seperti standar mutu, kesesuaian dengan gaya hidup dan kebutuhan, atau mode. Banyak produsen lokal tidak mempunyai
40
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
informasi yang cukup tentang kebutuhan pasar. Mungkin persoalannya terletak pada tidak efektifnya hubungan antara pedagang dengan produsen. Dapat juga terjadi bahwa pasar telah dikuasai oleh kelompok tertentu, seperti kasus pengrajin di Bali yang sangat tergantung pemilik toko. Program TSP dalam pengembangan masyarakat harus dapat menangani aspek akses ke pasar ini agar peningkatan produksi masyarakat lokal dapat terserap. Namun di beberapa daerah, masalah keterbatasan akses merupakan persoalan pembangunan wilayah sendiri. Karena itu, untuk wilayah-wilayah semacam itu, program TSP tidak dapat dilakukan oleh perusahaan secara individual, melainkan bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat dan bahkan antar pemerintah daerah. ASPEK SOSIAL 1. Status sosial kelompok sasaran Bahkan dalam masyarakat demokratis, masyarakat selalu mempunyai perbedaan status sosial. Perbedaan ini seringkali tidak terungkap secara lisan, namun sesungguhnya mempengaruhi penerimaan antar kelompok. Latar belakang perbedaan ini disebabkan karena pendidikan, jender, keturunan, asal daerah, ras, etnik, agama, dan lainnya. Perbedaanperbedaan ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun program TSP. Misalnya, program penyuluhan kesehatan, pemberian pelatihan, dan pemberian kredit. Untuk program penyuluhan, pihak perusahan harus dapat memilih orang lokal yang dihormati seperti guru, pemuka agama, bidan, dan pejabat pemerintah. Status pendatang kadang-kadang mengurangi tingkat penerimaan. Di beberapa daerah, isu "pendatang dan penduduk asli" menimbulkan ketegangan tentang siapa yang didahulukan mendapat, misalnya, kredit dan pelatihan. 2. Tingkat dan jenis pendidikan Pendidikan selain sering menjadi latar belakang status sosial, juga merupakan kondisi seberapa jauh masyarakat mudah menerima pengetahuan baru. Selain itu, jenis pendidikan membentuk kecenderungan pada jenis pekerjaan tertentu. Dalam program TSP berupa pelatihan, seringkali kedua hal ini relevan. Kesenjangan menyebabkan pelatihan yang diberikan diserap dengan amat lambat. Namun harus disadari juga bahwa dalam pelatihan terdapat metode yang dikembangkan untuk memudahkan penyerapan untuk kelompok-kelompok tertentu. Karena itu perusahaan harus dapat memilih pihak pelatih yang tidak hanya memiliki metode terbatas.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
41
3. Gaya hidup Gaya hidup adalah pilihan cara individu atau golongan memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, kejiwaan, dan sosialnya seperti kebutuhan akan rekreasi, makan, berbelanja, atau menjaga kesehatan. Dalam masyarakat Indonesia terdapat bermacam-macam pilihan gaya hidup. Misalnya, gaya hidup di perkotaan berbeda dengan gaya hidup di pedesaan. Sebagai contoh, masyarakat kota membutuhkan tempat makan di luar rumah saat hari kerja atau sebagai rekreasi. Gaya hidup sering menjadi sasaran penting bagi perusahaan manufaktur dalam menjalankan TSP. Dalam hal ini perusahaan bukan hanya menjual atau menyediakan apa yang dipandang sebagai kebutuhan gaya hidup, melainkan menjual atau menyediakan sesuatu yang memperbaiki kualitas hidup golongan masyarakat. Misalnya, menyediakan makan cepat saji yang sehat, mempopulerkan barang yang menjaga kebersihan individu atau keluarga secara murah, atau menyediakan tehnologi informasi yang mendidik dan memudahlkan interaksi antar kelompok. 4. Orientasi organisasi sosial yang relevan Dalam komunitas lokal sering ditemui pengaturan kegiatan bersifat keagamaan, kerja sosial, pendidikan, ketertiban dan keamanan lingkungan, kegiatan remaja, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pembangunan komunitas dan atau mengontrol jalannya pembangunan, dan partai politik. Meskipun jenisnya sama di banyak daerah, seringkali mereka berbeda dalam orientasi, khususnya yang berkaitan dengan program TSP. Misalnya, ada organisasi yang merasa tidak suka bekerja sama dengan perusahaan. Faktor kepemimpinan lokal sering memberi warna kuat pada orientasi organisasi sosial. Pada masa di Indonesia partai politik menjadi alat pencapaian tujuan yang kekuasaan dan ekonomi, terdapat kemungkinan dijadikannya organisasi sosial sebagai alat mendukung partai tertentu atau orang yang ingin memperkuat kedudukannya dalam partai. 5. Kapasitas organisasi sosial (termasuk untuk menyelesaikan ketegangan) Kapasitas organisasi meliputi sumberdaya manusia yang siap menjalankan program, kepemimpinan, dan metode kerja organisasi. Banyak organisasi sosial merasa tidak siap bekerjasama dengan perusahaan. Padahal, perusahaan sering membutuhkan bantaun mereka untuk menjangkau masyarakat, memperluas pelayanan, dan mengelola program itu sendiri. Meskipun program TSP pada awalnya harus mempertimbangkan orientasi dan kapasitas organisasi sosial, program
42
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
TSP sendiri dapat digunakan untuk memperkuat organisasi-organisasi sosial tersebut. Adalah penting juga melihat kapasitas organisasi sosial dalam menyelesaikan perbedaan kepentingan yang mungkin muncul antara organisasi perusahaan dan organisasi rakyat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kohesi dalam organisasi: apakah organisasi bersuara bulat, apakah kepentingan individu lebih menonjol?; dari pelaksanaan aturan main yang pada awal telah dibuat: apakah terdapat kedisiplinan dan transparansi?; dan dari tingkat representasi organisasi pada masyarakat lokal: seberapa dekat organisasi dengan masyarakat lokal, apakah kepentingan masyarakat menjadi pertimbangan utama? 6. Persepsi masyarakat tentang perusahaan Persepsi masyarakat tentang perusahaan menyangkut beberapa segi: (a) keadilan; (b) jenis industri; (c) karakter dari media yang ada. Setiap kelompok dalam masyarakat selalu diposisikan seberapa banyak harus mendapat dan memberi manfaat. Dalam masyarakat ada kelompokkelompok perusahaan yang sering dicurigai paling banyak mengambil manfaat dan sedikit menanggung kewajiban, misalnya perusahaan pertambangan dan perusahaan multi nasional. Sehingga, jika ada konflik dibawa ke publik, misalnya antara perusahaan dan masyarakat setempat, masyarakat cenderung berpihak pada masyarakat lokal. Selain itu dunia media massa Indonesia, khususnya yang berada di luar Jakarta, masih penuh dengan keterbatasan baik dari segi tata kelola, kemampuan, dan profesionalisme, khususnya berkaitan dalam masalah korporasi sehingga sering tidak membawa berita yang obyektif dan akurat. 7. Isu sosial yang penting Dalam setiap masyarakat selalu ada persoalan yang dianggap lebih penting dari yang lain. Persoalaan yang dianggap penting itu lebih mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah dan masyarakat, lepas dari apakah ditangani dengan baik atau tidak. Saat ini Indonesia mempunyai isu yang secara umum diangap sangat penting yaitu masalah pengangguran, kemiskinan, dan putus sekolah. Perusahaan dapat memainkan peran penting untuk mengatasi ketiga isu tersebut lewat pelbagai cara, mulai dari cara yang paling sederhana hingga modern. Pertama, investasi sosial dalam bentuk donasi atau kedermawaan kepada kelompok sasaran. Investasi sosial semacam ini biasanya disalurkan lewat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang telah memiliki reputasi di masyarakat. Baru-baru ini (2006), sebuah jaringan pasar swalayan terkemuka di Indonesia mendonasikan sebagian keuntungannya sebesar dua milyar rupiah untuk memberdayakan
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
43
lembaga keuangan mikro yang dikelola oleh sebuah LSM di Indonesia. Kedua, cross-subsidy pricing strategy, strategi dari suatu perusahaan menjual harga komoditi yang sama lebih murah di negara sedang berkembang dan lebih mahal di negara maju. Perusahaan multi-nasional di bidang farmasi yang telah memahami arti penting TSP sering menggunakan strategi ini. Perusahaan ini menjual harga obat yang sama lebih murah di Afrika dan lebih mahal di Amerika dan Uni Eropa. Ketiga, marketing strategy, strategi perusahaan melibatkan aktor di sektor ekonomi informal sebagai 'prajurit garis depan' dalam memasarkan hasil produksinya. Beberapa tahun yang lalu, sebuah perusahaan makanan terkemuka di Indonesia melibatkan pedagang mie dan bakso menjadi ujung tombak pemasaran. Keempat, corporate strategy for building NGO. Strategi ini sering dipilih oleh perusaha multi-nasional dengan cara membentuk LSM modern, didukung oleh tenaga profesional, dengan tujuan memerangi kemiskinan. Baru-baru ini perusahaan teknologi informasi terkemuka dunia mendirikan LSM dan mendonasikan 27 milyar dolar Amerika Serikat untuk memerangi kemiskinan dan wabah penyakit HIV/Aid di benua Afrika dan Asia. Di Indonesia, perusahaan multi nasional dibidang otomotif juga mendirikan LSM dengan tujuan membantu perkembangan ekonomi pengusaha kecil dan menengah. ASPEK POLITIK 1. Kebiijakan pemerintah Dari kebijakan-kebijakan yang ada, tampak pemerintah belum memperhatikan potensi TSP untuk mengatasi persoalan bangsa. Misalkan dari peraturan perpajakan, tidak ada pemotongan pajak untuk dana yang dialokasikan bagi kegiatan sosial. Pada tingkat lokal, banyak daerah yang menganggap perusahaan sebagai sapi perah. Sedangkan kebijakan yang mefasilitasi dan melindungi perusahaan hanya ada di beberapa daerah saja. Juga ada kekhawatiran dari pihak pengusaha yang melihat ada upaya pemerintah daerah di beberapa tempat untuk menjadikan dana TSP dalam pengelolaan birokrasi. Keluhan ini justru disampaikan kepada salah satu departemen pemerintah. Namun di pihak lain, juga ada kekhawatiran dunia usaha jika ada suatu departemen yang membuat gerakan untuk menangani dana TSP. Kedua macam sikap terhadap badan pemerintah pusat ini menunjukan belum adanya suatu kerangka berfikir tindak yang disepakati bersama dalam TSP menyangkut berbagai pihak. Persoalan yang melanda secara umum adalah tidak jelasnya hubungan
44
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
antara pengusaha dan pemerintah. Pemerintah belum dapat membangun hubungan interaksi yang efektif untuk mengetahui persoalan dunia usaha. Negara-negara yang pembangunan ekonominya baik, selalu punya pola interaksi tertentu antara pemerintaj dan pengusaha. 2. Latar belakang para pemain politik Para pemain politik meliputi orang-orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik, yaitu anggota DPR/DPRD, pejabat pemerintah, paertai politik, dan organisasi masyarakat. Latar belakang pada politikus membentuk kecenderungan menangani suatu persoalan dalam masyarakat. Politikus yang baik tidak mempermainkan isu melainkan berusaha melihat persoalan dari sudut kepentingan masyarakat. Para politikus bisa menganut ideologi seperti populisme, anti pasar, dan nasionalisme, yang membuat mereka mempunyai sudut analisa tertentu. Yang sulit dipakai Persoalan wawasan juga menentukan kemampuannya melihat persoalan. Dalam masa transisi seperti saat ini, sistem politik masih membuka peluang orang yang tidak kompeten terpilih sebagai pejabat publik. Bahkan, apa yang disebut sebagai "posisi ideologis" seringkali artifisial, tidak mendalam, dan tidak konsisten. Untuk perusahaan yang menjalankan peran TSP dalam bentuk kewargaan perusahaan, harus dapat memilih pihak yang dapat mendukung argumen yang sehat dan berdasarkan kepentingan masyarakat. 3. Legitimasi dan kekuatan yang dimiliki Politisi bekerja dengan legitimasi dan kekuatan suara kelompoknya. Politisi yang rajin bersuara lantang belum tentu memiliki legitimasi dan pengaruh yang tinggi. Beberapa survey dan studi menujukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan pejabat publik semakin berkurang. Proses politik semakin terbatas di wilayah interaksi antar elit politik. Akan tetapi, selalu ada peluang untuk melakukan lobby yang berhasil jika dapat memilih anggota DPR dan pejabat yang tepat untuk maalah tertentu. Pada tingkat lokal, situasinya lebih beragam. Di beberapa daerah, ditemukan anggota partai atau kepala daerah yang progresif. Beberapa diantaranya bahkan sudah memahami pentingnya bekerjasama dengan pengusaha dalam membangun daerah. Dukungan kepala daerah memang penting, akan tetapi perlu diperhitungkan pengaruhnya pada tingkat lokal serta kemampuan birokrasi. 4. Kapasitas institusi negara/birokrasi Dukungan politik dari kepala daerah memang penting. Akan tetapi perlu diteliti, apakah aparat pemerintah mampu bekerja dalam kerangka baru.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
45
Banyak daerah yang topangan institusionalnya lemah untuk mendorong industri. Sebagai contoh, banyak daerah yang institusi penyelesaian perselisihan perburuhannya lemah sehingga menyulitkan baik pengusaha dan buruh. Desentralisasi yang belum lama dilaksanakan baru menunjukkan kecenderungan sulitnya kepala daerah yang terpilih setiap kali untuk membangun berbagai bidang lembaga kepemerintahannya. Beberapa kepala daerah yang dianggap berhasil melakukan reformasi baru dapat melakukannya di beberapa bagian saja, sedangkan bagian lainnya belum tertangani. Dalam konteks ini, berkaitan dengan program TSP, perusahaan harus memilih program TSP yang jika birokrasi terkaitnya dapat menopang aspek-aspeknya. Hal ini termasuk memperhitungkan resiko yang mungkin terjadi setelah program dilaksanakan, seperti konflik dan tuntutan tidak sah dari oknum pejabat atau politisi lokal.
Pertanyaan Stimulasi 1. Apa yang perlu diketahui tentang suatu komunitas lokal dimana perusahaan akan mengembangkan program Tanggungjawab Sosial Perusahaan ? 2. Aspek apa yang perlu diperhatikan dalam sumber daya masyarakat lokal dan bagaimana berpengaruh terhadap suatu program TSP? 3. Apa peran jaringan ekonomi masyarakat terhadap suatu program TSP yang berupaya meningkatkan perekonomian? 4. Gaya hidup apa yang ada dari konsumen perusahaan Anda yang memungkinakn perusahaan melakukan suatu program TSP? 5. Isu sosial apa yang paling sesuai ditangani oleh perusahaan Anda?
46
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
BAB IV
instrumen KEGUNAAN, PERTIMBANGAN MEMILIH
PEMETAAN INSTRUMEN Praktik Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) telah dilakukan sejak lama, meskipun dalam bentuk dan pemahaman yang berbeda dibandingkan dengan pemahaman sekarang. Konsep TSP mulai muncul dan berkembang di arena publik awal dasawarsa sembilan puluh. Sebelum kemunculannya, pelbagai pihak terlibat dalam mendefinisikan dan memberi makna praktik TSP. Pada Bab 1 dan Bab 3 telah dibahas pelbagai kelompok mendesakkan definisi baru tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Namun juga muncul gerakan dari kalangan perusahaan untuk mengambil inisiatif baru dalam mengambil tanggungjawab sosialnya. Arus globalisasi, ditandai dengan internasionalisasi perusahaan, mendorong sejumlah aktor seperti organisasi internasional dan pemimpin perusahaan membuat instrumen yang bertujuan menciptakan aturan main dalam melaksanakan TSP. Instrumen-instrumen tersebut berbeda dalam fokus. Sejauh ini terdapat tiga jenis instrumen TSP yang berkembang di tingkat global. Pertama, instrumen berdimensi politik, memfokuskan pada pengurangan kesimpangsiuran tuntutan politik kalangan masyarakat tertentu atas kehadiran perusahaan di suatu negara. Instrumen lain dalam jenis ini menekankan peningkatan legitimasi dan kredibilitas beroperasinya perusahaan di suatu negara. Kedua, instrumen berdimensi kelembagaan, memusatkan pada pedoman membangun kerjasama antara perusahaan dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Ketiga, instrumen berdimensi ekonomi, memfokuskan pada pentingnya memasukkan komponen TSP dalam strategi pengembangan perusahaan. European Union sebagai institusi antar-negara yang mewakili kelompok negara yang paling maju dalam pengembangan konsep dan penerapan TSP, pada tahun 2003 mengeluarkan hasil pemetaannya atas 18 instrumen terkemuka yang berkaitan dengan TSP. Ke delapan belas instrumen itu terbagi empat kategori yaitu: (a) instrumen yang terdiri dari prinsip dan pedoman bertindak bagi perusahaan; (b) pedoman untuk manajemen dan skema sertifikasi yang berkaitan dengan TSP; (c) pedoman khusus investasi;
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
47
(d) kerangka pelaporan yang menjamin akuntabilitas. Dari hasil pemetaan yang cukup luas itu, didapat area-area yang ditangani ke 18 instrumen itu, yaitu: (a) Finansial
(b) Pembangunan ekonomi (c) Konsumen
(d) Hak asasi manusia
(e) Perburuhan
(g) Korupsi dan sogok
(h) Keragaman hayati
(j) Energi dan air
(k) Limbah padat
(f) Investasi komunitas (i) kualitas air dan udara
Kebanyakan instrumen bertujuan memenuhi beberapa dari area di atas. (Lihat tabel di bawah). Tampak bahwa masalah lingkungan tetap dipandang sebagai salah satu area TSP saat ini dan bukan hanya masalah pengaturan lingkungan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan seperti awal wacana perubahan definisi tanggungjawab perusahaan di tahun 1980an.
48
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
TABLE 1: Cakupan Isu Instrumen Instrumen
Finansial
Economic development
Consumer Affair
Human Rights
Employee Relations
Community Investment
Bribery and Corruption
Ibiodiversity
Air Quality and Noise Pollution
Energy and Water
Waste and Raw Materials
X
X
X
Aspirational Principles and Code of Practices UN GC
X
XX
X
XXX
XXX
XX
X
AMNESTY
X
XXX
XX
XX
ETI
X
XXX
XX
X
SULLIVAN
X
XXX
XXX
OECD
XX
X
WHO/UNICEF
ECCRIICCR
XX
XX
X
X
XX
XX
X
X
Management Systems and Certification Schemes Sa8000
XXX
XXX
X
ISO9000/ ISO14001
EMAS
XXX
XXX
XXX
XXX
EU ECO-Label
XXX
X
XXX
XXX
FSC
XXX
XXX
Rating Indices DJGSI
X
X
X
X
X
X
FTSE4GOOD
X
X
X
X
X
X
ASPI
X
X
X
X
X
X
GRI
XX
Accountability and Reporting Frameworks XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Aa10005
XX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
X
X
X
X
Symbol
Meaning
XXX
Inclusion, with extensive coverage
XX X
Inclusion, with some coverage Inclusion, with minimum coverage No Inclusion
Sumber: European Union Employment and Social Affairs (2003), Mapping Instruments for Corporate Social Responsibility.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
49
Pada appendix 3 dapat dilihat daftar nama instrumen beserta alamat website dimana keterangan tentang instrumen itu dapat diperoleh. Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh instrumen yang sudah dikenal kalangan bisnis dunia yaitu Global Sullivan Principles, Global Compact, dan Social Accountability 8000 sebagai bahan pertimbangan dalam memilih instrumen pada sub bab berikut.
Global Sullivan Principles As a company which endorses the Global Sullivan Principles we will respect the law, and as a responsible member of society we will apply these Principles with integrity consistent with the legitimate role of business. We will develop and implement company policies, procedures, training and internal reporting structures to ensure commitment to these Principles throughout our organization. We believe the application of these Principles will achieve greater tolerance and better understanding among people, and advance the culture of peace. Accordingly, we will: · Express our support for universal human rights and, particularly, those of our employees, the communities within which we operate and parties with whom we do business. · Promote equal opportunity for our employees at all levels of the company with respect to issues such as color, race, gender, age, ethnicity or religious beliefs, and operate without unacceptable worker treatment such as the exploitation of children, physical punishment, female abuse, involuntary servitude or other forms of abuse. · Respect our employees' voluntary freedom of association. · Compensate our employees to enable them to meet at least their basic needs and provide the opportunity to improve their skill and capability in order to raise their social and economic opportunities. · Provide a safe and healthy workplace; protect human health and the environment; and promote sustainable development. · Promote fair competition including respect for intellectual and other property rights, and not offer, pay or accept bribes. · Work with governments and communities in which we do business to improve the quality of life in those communities their educational, cultural, economic and social well-being and seek to provide training and opportunities for workers from disadvantaged backgrounds. · Promote the application of these Principles by those with whom we do business. We will be transparent in our implementation of these Principles and provide information which demonstrates publicly our commitment to them.
50
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
The Global Compact
The Ten Principles The Global Compact asks companies to embrace, support and enact, within their sphere of influence, a set of core values in the areas of human rights, labour standards, the environment, and anti-corruption: Human Rights Principle 1: Businesses should support and respect the protection of internationally proclaimed human rights; and Principle 2:
Make sure that they are not complicit in human rights abuses. Labour Standards
Principle 3:
Businesses should uphold the freedom of association and the effective recognition of the right to collective bargaining;
Principle 4:
The elimination of all forms of forced and compulsory labour;
Principle 5:
The effective abolition of child labour; and
Principle 6:
The elimination of discrimination in respect of employment and occupation.
Environment Principle 7:
Businesses should support a precautionary approach to environmental challenges;
Principle 8:
Undertake initiatives to promote greater environmental responsibility; and
Principle 9:
Encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies
Anti-Corruption Principle 10: Businesses should work against all forms of corruption, including extortion and bribery.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
51
SOCIAL ACCOUNTABILITY 8000 (SA8000) 1. CHILD LABOUR Criteria: 1.1 The company shall not engage in or support the use of child labour as defined above. 1.2 The company shall establish, document, maintain, and effectively communicate to personnel and other interested parties policies and procedures for remediation of children found to be working in situations which fit the definition of child labour above, and shall provide adequate support to enable such children to attend and remain in school until no longer a child as defined above. 1.3 The company shall establish, document, maintain, and effectively communicate to personnel and other interested parties policies and procedures for promotion of education for children covered under ILO Recommendation 146 and young workers who are subject to local compulsory education laws or are attending school, including means to ensure that no such child or young worker is employed during school hours and that combined hours of daily transportation (to and from work and school), school, and work time does not exceed 10 hours a day. 1.4 The company shall not expose children or young workers to situations in or outside of the workplace that are hazardous, unsafe, or unhealthy. 2. FORCED LABOUR Criterion: 2.1 The company shall not engage in or support the use of forced labour, nor shall personnel be required to lodge 'deposits' or identity papers upon commencing employment with the company. 3. HEALTH AND SAFETY Criteria: 3.1 The company, bearing in mind the prevailing knowledge of the industry and of any specific hazards, shall provide a safe and healthy working environment and shall take adequate steps to prevent accidents and injury to health arising out of, associated with or occurring in the course of work, by minimizing, so far as is reasonably practicable, the causes of hazards inherent in the working environment. 3.2 The company shall appoint a senior management representative responsible for the health and safety of all personnel, and accountable for the implementation of the Health and Safety elemens of this standard. 3.3 The company shall ensure that all personnel receive regular and recorded health and safety training, and that such training is repeated for new and reassigned personnel. 3.4 The company shall establish systems to detect, avoid or respond to potential threats to the health and safety of all personnel. 3.5 The company shall provide, for use by all personnel, clean bathrooms, access to potable water, and, if appropriate, sanitary facilities for food storage. 3.6 The company shall ensure that, if provided for personnel, dormitory facilities are clean, safe, and meet the basic needs of the personnel.
52
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
4. FREEDOM OF ASSOCIATION & RIGHT TO COLLECTIVE BARGAINING Criteria: 4.1 The company shall respect the right of all personnel to form and join trade unions of their choice and to bargain collectively. 4.2 The company shall, in those situations in which the right to freedom of association and collective bargaining are restricted under law, facilitate parallel means of independent and free association and bargaining for all such personnel. 4.3 The company shall ensure that representatives of such personnel are not the subject of discrimination and that such representatives have access to their members in the workplace. 5. DISCRIMINATION Criteria: 5.1 The company shall not engage in or support discrimination in hiring, remuneration, access to training, promotion, termination or retirement based on race, caste, national origin, religion, disability, gender, sexual orientation, union membership, political affiliation, or age. 5.2 The company shall not interfere with the exercise of the rights of personnel to observe tenets or practices, or to meet needs relating to race, caste, national origin, religion, disability, gender, sexual orientation, union membership, or political affiliation. 5.3 The company shall not allow behaviour, including gestures, language and physical contact, that is sexually coercive, threatening, abusive or exploitative. 6. DISCIPLINARY PRACTICES Criterion: 6.1 The company shall not engage in or support the use of corporal punishment, mental or physical coercion, and verbal abuse. 7. WORKING HOURS Criteria: 7.1 The company shall comply with applicable laws and industry standards on working hours. The normal workweek shall be as defined by law but shall not on a regular basis exceed 48 hours. Personnel shall be provided with at least one day off in every seven-day period. All overtime work shall be reimbursed at a premium rate and under no circumstances shall exceed 12 hours per employee per week. 7.2 Other than as permitted in Section 7.3 (below), overtime work shall be voluntary. 7.3 Where the company is party to a collective bargaining agreement freely negotiated with worker organizations (as defined by the ILO) representing a significant portion of its workforce, it may require overtime work in accordance with such agreement to meet shortterm business demand. Any such agreement must comply with the requirements of Section 7.1 (above). 8. REMUNERATION Criteria: 8.1 The company shall ensure that wages paid for a standard working week shall always meet at least legal or industry minimum standards and shall be sufficient to meet basic needs of personnel and to provide some discretionary income.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
53
8.2 The company shall ensure that deductions from wages are not made for disciplinary purposes, and shall ensure that wage and benefits composition are detailed clearly and regularly for workers; the company shall also ensure that wages and benefits are rendered in full compliance with all applicable laws and that remuneration is rendered either in cash or check form, in a manner convenient to workers. 8.3 The company shall ensure that labour-only contracting arrangements and false apprenticeship schemes are not undertaken in an effort to avoid fulfilling its obligations to personnel under applicable laws pertaining to labour and social security legislation and regulations. 9. MANAGEMENT SYSTEMS Criteria: Policy 9.1 Top management shall define the company's policy for social accountability and labour conditions to ensure that it: a) includes a commitment to conform to all requirements of this standard; b) includes a commitment to comply with national and other applicable law, other requirements to which the company subscribes and to respect the international instruments and their interpretation (as listed in Section II); c) includes a commitment to continual improvement; d) is effectively documented, implemented, maintained, communicated and is accessible in a comprehensible form to all personnel, including, directors, executives, management, supervisors, and staff, whether directly employed, contracted or otherwise representing the company; e) is publicly available. Management Review 9.2 Top management shall periodically review the adequacy, suitability, and continuing effectiveness of the company's policy, procedures and performance results vis-a-vis the requirements of this standard and other requirements to which the company subscribes. System amendments and improvements shall be implemented where appropriate. Company Representatives 9.3 The company shall appoint a senior management representative who, irrespective of other responsibilities, shall ensure that the requirements of this standard are met. 9.4 The company shall provide for non-management personnel to choose a representative from their own group to facilitate communication with senior management on matters related to this standard. Planning and Implementation 9.5 The company shall ensure that the requirements of this standard are understood and implemented at all levels of the organisation; methods shall include, but are not limited to: a) clear definition of roles, responsibilities, and authority; b) training of new and/or temporary employees upon hiring; c) periodic training and awareness programs for existing employees; d) continuous monitoring of activities and results to demonstrate the effectiveness of systems implemented to meet the company's policy and the requirements of this standard. Control of Suppliers/Subcontractors and Sub-Suppliers 9.6 The company shall establish and maintain appropriate procedures to evaluate and select suppliers/subcontractors (and, where appropriate, sub-suppliers) based on their ability to meet the requirements of this standard.
54
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
9.7 The company shall maintain appropriate records of suppliers/subcontractors (and, where appropriate, sub-suppliers') commitments to social accountability, including, but not limited to, the written commitment of those organizations to: a) conform to all requirements of this standard (including this clause); b) participate in the company's monitoring activities as requested; c) promptly implement remedial and corrective action to address any nonconformance identified against the requirements of this standard; d) promptly and completely inform the company of any and all relevant business relationship(s) with other suppliers/subcontractors and subsuppliers. 9.8 The company shall maintain reasonable evidence that the requirements of this standard are being met by suppliers and subcontractors. 9.9 In addition to the requirements of Sections 9.6 and 9.7 above, where the company receives, handles or promotes goods and/or services from suppliers/subcontractors or sub-suppliers who are classified as homeworkers, the company shall take special steps to ensure that such homeworkers are afforded a similar level of protection as would be afforded to directly employed personnel under the requirements of this standard. Such special steps shall include but not be limited to: (a) establishing legally binding, written purchasing contracts requiring conformance to minimum criteria (in accordance with the requirements of this standard); (b) ensuring that the requirements of the written purchasing contract are understood and implemented by homeworkers and all other parties involved in the purchasing contract; (c) maintaining, on the company premises, comprehensive records detailing the identities of homeworkers; the quantities of goods produced/services provided and/or hours worked by each homeworker; (d) frequent announced and unannounced monitoring activities to verify compliance with the terms of the written purchasing contract. Addressing Concerns and Taking Corrective Action 9.10 The company shall investigate, address, and respond to the concerns of employees and other interested parties with regard to conformance/nonconformance with the company's policy and/or the requirements of this standard; the company shall refrain from disciplining, dismissing or otherwise discriminating against any employee for providing information concerning observance of the standard. 9.11 The company shall implement remedial and corrective action and allocate adequate resources appropriate to the nature and severity of any nonconformance identified against the company's policy and/or the requirements of the standard. Outside Communication 9.12 The company shall establish and maintain procedures to communicate regularly to all interested parties data and other information regarding performance against the requirements of this document, including, but not limited to, the results of management reviews and monitoring activities. Access for Verification 9.13 Where required by contract, the company shall provide reasonable information and access to interested parties seeking to verify conformance to the requirements of this standard; where further required by contract, similar information and access shall also be afforded by the company's suppliers and subcontractors through the incorporation of such a requirement in the company's purchasing contracts. Records 9.14 The company shall maintain appropriate records to demonstrate conformance to the requirements of this standard.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
55
MEMPERTIMBANGKAN INSTRUMEN Seperti telah disebutkan pada bagian awal, instrumen lahir dari beberapa kebutuhan. Pada bagian ini akan diperinci pertimbangan apa yang harus diambil oleh perusahaan dalam memilih instrumen. a. Jika perusahaan memasuki wilayah tanggungjawab baru Bagi perusahaan yang baru akan melaksanakan program TSP, terminologi ini tampak membingungkan karena banyaknya perspektif untuk memahami dan bentuk pelaksanaannya. Perusahaan pasti membutuhkan waktu penyesuaian untuk program yang lebih rumit. Untuk perusahaan yang baru mulai, adalah lebih mudah memilih instrumen yang: a.1. Pada aspek-apeknya sudah ada undang-undangnya, sehingga perusahaan tinggal meningkatkan perannya. Misalnya, perhatian pada peningkatan taraf hidup karyawan, jika upah minimum sudah diberikan dan fasilitas kerja yang aman dan sehat sudah dipenuhi. Dalam hal ini Global Sullivan Principle dapat dijadikan pegangan. a.2 Memberi kesempatan transisional pada perusahaan. Misalnya, mengambil fokus pada keluarga karyawan. Keluarga karyawan adalah semacam jembatan perusahaan utuk melibatkan diri pada persoalan sosial. Perusahaan, misalnya dapat memberikan pelatihan ketrampilan atau pengetahuan atau kegiatan pada istri atau anak remaja karyawan dengan tujuan peningkatan pendapatan keluarga, pengelolaan rumah tangga yang lebih baik, atau mengurangi kenakalan remaja. a.3 Memilih instrumen yang menyediakan petunjuk pada aspek pengelolaan program, misalnya SA8000 tentu pengelolaan b. Sebagai petunjuk pengelolaan sumber daya program TSP b.1 Dalam hal ini perusahaan sudah memilih sektor yang ingin dikembangkan. Instrumen yang dipilih sudah harus spesifik untuk sektor itu, misalnya IFOAM Basic Instrumen dan instrumeninstrumen yang dikembangkan dibawah Organisation of Economic Cooperation and Development (OECD). Perusahaan juga dapat memilih instrumen yang berkaitan dengan pengelolaan seperti SA8000 atau instrumen yang dikembangkan oleh International Finance Corporation (IFC).
56
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
c. Sebagai strategi pengembangan perusahaan, c.1 Memilih instrumen yang mengkaitkan antara kinerja keuangan, misalnya Dow Jones Group Index yang ingin menunjukkan tingkat keberlanjutan perusahaan untuk dapat masuk ke pasar finansial. c.2 Jika ingin meningkatkan kredibilitas atau memenuhi syarat masuk pasar, pilih instrumen yang memberikan sertifikasi seperti ISO8000, EU Eco-label criteria ISO14000 mengenai pengelolaan lingkungan. Namun untuk tahap ini, perusahaan harus benar-benar siap dari segi organisasi dan sumberdaya. Untuk mendapat rating, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. d. Mengurangi kesimpangsiuran tuntutan Perusahaan kadang-kadang menghadapi situasi dimana kelompok masyarakat tertentu menuduh atau menuntut perusahaan dari berbagai aspek. Beberapa instrumen dapat digunakan untuk menunjukkan perusahaan telah melakukan hal-hal yang telah diterima secara internasional. Instrumen seperti Global Reporting Initiative sangat rinci sehingga menyukarkan kritik dari orang luar. Namun instrumen tersebut dan instrumen sejenis lainnya seringkali sangat sulit dipenuhi. Ada beberapa jalan untuk memecahkan hal tersebut yaitu, pertama, perusahaan mengambil sebagian elemen saja dari instrumen tersebut. Kedua, dalam memilih instrumen, perusahaan perlu melakukan upaya agar dapat dikomunikasikan pada pihak yang berkepentingan; Ketiga, perusahaan mengkombinasikan pelaporan dengan program TSP yang hasilnya dapat dilihat jelas. Keberhasilan pada program terfokus ini memberi bobot menyeluruh pada instrumen yang rumit tadi. Perusahaan dapat mengkombinasikan dengan instrumen lain yang khusus menangani area permasalahan tersebut dan memberi sinyal kuat, misalnya Amensty International's Human Rights Guidelines for Companies yang banyak memberi perhatian pada masalah ketenagakerjaan. e. Sebagai pedoman kerjasama Perusahaan yang ingin menerapkan TSP dengan baik seringkali terhambat oleh orientasi dan kapasitas mitra-mitranya. Dalam hal ini, perusahaan harus memilih instrumen yang juga memberi pedoman dan arahan dalam berhubungan dengan mitra, misalnya SA8000. Namun instrumen tersebut seringkali sangat sulit dipenuhi oleh para mitra perusahaan di Indonesia. Menolak sama sekali mitra yang tidak dapat
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
57
memenuhi tuntutan tersebut juga mungkin tidak bijaksana mengingat potensi perbaikan pada mitra. Dalam kondisi semacam ini, perusahaan dapat menerapkan instrumen secara terbatas atau memberi tenggang waktu untuk memberi kesempatan perbaikan. f. Menciptakan aturan main di tingkat global Perusahaan yang terlibat di negara lain sering menghadapi situasi sosial dan politik yang berbeda dengan negara asal. Beberapa instrumen memberikan arahan tentang standar kondisi dan tujuan yang dipandang universal seperti anti diskriminasi, perbaikan kesempatan, dan pemenuhan hak asasi. Global Sullivan Principle merupakan contoh instrumen yang berbentuk prinsip-prinsip saja, yang memberi kesempatan penterjemahan penerapan menurut situasi lokal.
Pertanyaan Stimulasi 1. Dapatkah kita mengatakan bahwa salah satu dari tiga instrumen Sullivan Principles, Global Compact, Social Accountability 8000 ada yang paling sesuai untuk Indonesia? Mengapa? 2. Instrumen apa yang paling sesuai untuk kondisi perusahaan Anda? Pertimbangan apa dalam memilih instrument tersebut? 3. Apakah dibutuhkan penyesuai instrument tersebut? Mengapa? 4. Mengapa aspek integritas perusahaan dalam menyikapi masalah korupsi dipandang penting dalam beberapa instrumen? 5. Jika perusahaan Anda ingin menerapkan pelaporan seperti yang ada pada SA8000, kesiaapan apa yang perlu dimiliki?
58
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
BAB V
TSP dalam perusahaan: PERSIAPAN, PELAKSANAAN, PENGEMBANGAN
PERSIAPAN Memahami karakter perusahaan Ada beberapa aspek yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan karakter perusahaan, yaitu: 1. Value chain Value chain merupakan rantaian elemen yang dibutuhkan agar barang sampai pada tangan pembeli/pengguna jasa, dari mulai pengadaan bahan, pemrosesan, hingga distribusi. Titik-titik dari value chain ini memberikan kesempatan melaksanakan program TSP tertentu. a. Dari aspek material Input material yang dibutuhkan perusahaan, seperti biji kedelai untuk pembuatan kecap, tepung terigu, daun teh, tebu, kain mori, merupakan bahan baku yang dikelola perusahaan. Begitu pula dengan jaringan distribusi, seperti pedagang eceran, memberi kemungkinan untuk diikutkan dalam program TSP perusahaan. Sebagai contoh, memberikan binaan dan informasi pasar pada penyedia input dan agen eceran. b. Dari aspek hubungan dan jaringan Adalah penting mengenali siapa "anggota" (mitra) dalam value chain perusahaan. Seberapa jauh mereka menjalani prinsip TSP? Seberapa potensi mereka diikutkan dalam program TSP? Apa akibatnya bila perusahaan menjalankan program TSP yang tidak mengikutkan mereka? Di negara-negara maju, penilaian atas anggota value chain sudah masuk dalam penilaian TSP. Suatu perusahaan akan jatuh kredibilitasnya jika mempunyai mitra yang dianggap melanggar nilai dan norma kepatutan. c. Dari aspek pengetahuan dan sumberdaya manusia Mitra maupun awak perusahaan merupakan kumpulan pengetahuan dan kecakapan. Selain itu, secara umum perusahaan menguasai teknologi tertentu di bidangnya, misalnya pengetahuan tentang pemrosesan logam, pengetahuan tentang pengolahan makanan, pengetahuan tentang pengendalian limbah, pengetahuan mengenai kemasan, pengetahuan tentang pengendalian hama tanaman, dan
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
59
sebagainya. Pengetahuan ini dapat digunakan membantu masyarakat lokal memperbaiki sistem produksi yang mungkin masih sederhana dan tidak sesuai dengan konteks aktual. 2. Pola manajemen perusahaan Seberapa siapkah manajemen perusahaan menjalani program TSP adalah sangat penting. Program TSP sebaiknya bukan hanya suatu divisi yang terpisah yang berada langsung di bawah direktur, melainkan sesuatu yang saling berkaitan dengan divisi lain atau bahkan dijalankan melibatkan banyak bagian dari perusahaan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah: a. Kepemimpinan Perusahaan yang memasuki orientasi baru sangat membutuhkan dukungan direktur dan komisarisnya. Mereka ibarat nakhoda yang mengetahui mengapa kapal perusahaan perlu mengambil jalur baru dan mendukung para pelaksana mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memasuki wilayah baru tersebut. Beberapa perusahaan terkemuka dunia bahkan mempunyai direktur dan komisaris yang memahami TSP. Direktur atau komisaris, atau pada kasus tingkat manajer, adalah orang yang harus mengenali karakter kelompok-kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) yang memiliki kaitan dengan perusahaan. Namun hal para pemimpin harus juga dapat memimpin perubahan dalam perusahaan sendiri. Ia mungkin dapat meminta tenaga ahli untuk melakukan riset dan pemetaan kemampuan sumberdaya di perusahaan. Hasil riset ini berguna bagi pimpinan perusahaan dalam mendorong reorientasi pola pikir dalam perusahaan, menyusun struktur baru, dan menjaga penerapan norma baru. b. Struktur perusahaan Makna struktur disini bukanlah sekedar posisi-posisi, melainkan apa artinya bagi pola komunikasi di dalam perusahaan. Rentang struktur yang panjang bisa berarti interaksi yang terpecah antara posisi dalam perusahaan. Akan tetapi, sekarang ini dengan perkembangan teknologi informasi, panjang pendeknya struktur tidak lagi mutlak menentukan rentang komunikasi antara pimpinan dengan bawahan dan komunikasi horizontal. Struktur perusahaan juga menunjukkan macam integrasi program TSP dalam perusahaan. Bagian-bagian mana yang terkait erat dengan kegiatan yang sama? Apakah bagian-bagian tersebut mempunyai
60
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
"kultur organisasi" dan tingkat profesionalisme yang sama? Apakah pimpinan pada tiap bagian bisa mempunyai komitmen yang sama, ataukah dibutuhkan otoritas yang lebih tinggi untuk menyatukan dalam suatu program TSP? Jika integrasi penuh amat sulit dilakukan, setidaknya pada awalnya, perusahaan bisa memilih beberapa bagian yang memang memiliki kesamaan dan keterkaitan yang lebih erat. c. Kultur organisasi Kultur organisasi meliputi: Nilai : elemen pokok dari sistem kepercayaan tentang "hierarki yang seharusnya", misalnya mana yang paling benar hingga yang paling salah, wewenang siapa yang paling/lebih tinggi dalam hidup manusia, dan mana yang harus didahulukan. Contoh nilai dalam kultur perusahaan, misalnya "integritas", "bertanggungjawab", atau "kolektivisme". Contoh-contoh tersebut dalam TSP ditujukan pada masyarakat di luar perusahaan. Sikap: posisi yang diambil individu atau kelompok individu (termasuk perusahaan) terhadap suatu kenyataan. Dalam dunia perusahaan, contoh dari sikap misalnya "kesadaran sosial" , "selalu menghormati aturan", dan "setia pada misi". Kompetensi: kemampuan menjalankan pekerjaan membutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan.1 Dalam dunia korporasi, contoh kompetensi misalnya kemampuan pemasaran, kemampuan mengelola sumberdaya perusahaan, dan kemampuan legal menjaga perusahaan tidak keluar dari hukum. Dalam pelaksanaan TSP, ada kompetensi-kompetensi baru yang dibutuhkan misalnya lobby, berpartisipasi dalam forum komunitas, dan memfasilitasi (fasilitator). Untuk mengembangkan program TSP, harus dapat dinilai apakah kecakapan-kecakapan untuk jenis program TSP tertentu sudah tersedia? Apakah perlu merekrut tenaga baru ataukah lebih baik bekerja sama dengan organisasi lain? d. Interaksi eksternal perusahaan Interaksi yang dimaksud disini adalah upaya mengirim dan menerima pesan (sign) antara perusahaan dengan pihak di luar mitra dalam value chain-nya. Perusahaan-perusahaan tertentu, karena karakter produksinya, mempunyai interaksi eksternal yang terbatas. Kecakapan mengirim dan menerima pesan terbatas pada arena pasar (market). Dalam situasi ini, jika perusahaan tersebut ingin melakukan program TSP sebaiknya tidak memilih program yang mensyaratkan kecakapan mengirim dan menerima pesan berdialog, lobby,
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
61
berunding. Di pihak lain, ada perusahaan yang harus mempunyai kapasitas melakukan interaksi eksternal seperti perusahan pertambangan, pengembangan properti, kosmetik, media massa, asuransi, dan agribisnis. Perusahaan-perusahaan tersebut selalu ditantang untuk melakukan inovasi pasar, mengetahui trend terbaru, bertemu dengan mitra-mitra baru, dan kadang-kadang berhadapan dengan instansi pemerintah yang beragam. Perusahaan seperti ini harus berhadapan dengan berbagai isu kemasyarakatan seperti gagasan tentang jender, kemiskinan dan ketidakstabilan komunitas lokal, perubahan gaya hidup, atau meningkatnya penderita penyakit tertentu. Pengalaman semacam ini di satu pihak merupakan kecakapan, namun juga menempatkan perusahaan pada tekanan isu terus menerus. Di tengah banyaknya tekanan isu, perusahaan harus dapat mengenali siapa pemangku kepentingannya (stakeholders). Konsep stakeholder ini telah memperluas batas tentang siapa perusahaan harus memperhitungkan kepentingannya. Pada Bab 2, telah dibahas tentang jenis-jenis pemangku kepentingan. Program TSP menekankan didahulukannya pertimbangan moral dibandingkan dengan pertimbangan pemangku kepentingan mana yang paling besar tekanannya. Akan tetapi bagaimanapun pemangku kepentingan yang mempunyai pengaruh besar harus dikelola. Tujuannya, dalam kerangka TSP, adalah agar menjaga kelancaran tercapainya program TSP. Contoh dari kasus semacam ini adalah perusahaan yang menghadapi tuntutan para elit politik lokal. Mereka menuntut ikut berperan dalam pengelolaan pengembangan komunitas, khusunya pengelolaan keuangan. Salah satu cara memecahkan masalah ini adalah mengajak mereka dalam pengelolaan program, akan tetapi aspek keterwakilan masyarakat diperluas dan mekanisme dibuat tranparan. Menentukan Isu Kesejahteraan Berdasarkan kapasitas perusahaan di atas, dewan pimpinan perusahaan membahas isu kesejahteraan yang ingin ditangani TSP perusahaan. Beberapa isu yang sering ditangani perusahaan internasional terkemuka: Corporate governance; (b) Pengelolaan lingkungan, termasuk investasi untuk lingkungan; (c) hak asasi manusia di tempat kerja; (d) Perdagangan yang adil dan wajar serta investasi beretika; (e) anti perdagangan bebas senjata; (f) perlindungan hewan; (g) peningkatan mutu pendidikan.2 Namun tiap negara mempunyai isu kemasyarakatan yang dipandang penting.
62
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Di Indonesia isu-isu kemasyarakatan yang mendapat perhatian media adalah: (a) kemiskinan; (b) putus sekolah; (c) narkoba; (d) pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin; (e) pengangguran. Dominasi isu adalah kemiskinan dan pengangguran. Pendidikan mendapat perhatian, terutama mengenai kesempatan bersekolah. Perusahaan bisa menangani isu-isu ini sesuai dengan bagaimana isu diwacanakan dalam masyarakat. Saat ini perusahaan banyak menangani isu-isu tersebut dalam bentuk penyediaan pelayanan, pengadaan bea siswa dan perbaikan gedung sekolah, santunan orang miskin, penyediaan pelayanan kesehatan, dan pengembangan komunitas (community development). Akan tetapi harus dicatat bahwa perusahaan bisa menjadi agen pembaharu dalam masyarakat dengan merumuskan isu secara lebih strategis. Dengan cara itu perusahaan maju selangkah dibanding yang lain. Misalkan, perusahaan membantu pengembangan kurikulum dan metode peningkatan mutu pendidikan sekolah ketimbang sekedar memberi bea siswa. Daripada hanya memberikan pelayanan kesehatan, perusahaan membantu pengembangan informasi gaya hidup atau pengembangan teknologi alternatif untuk infrastruktur menjaga kesehatan (misalnya, wc murah dengan bahan baku dari perusahaan, pompa air lokal dengan bahan dari perusahaan serta mitra, bahan pewarna makanan atau pengawet yang murah dan aman dari pabrik perusahaan). Ketimbang hanya memberi santunan orang miskin, perusahaan melakukan pelatihan meningkatkan ketrampilan. Perusahaan tidak perlu selalu menyediakan secara grastis. Sumbangan dapat berupa teknologi, memberi bagian dari produksi untuk barang yang tidak menghasilkan banyak untung, atau mengalokasikan pegawai untuk memberi pelatihan. Bahkan perusahaan bisa melakukan sesuatu yang lebih progresif dengan membangun pertautan (linkage) antara ekonomi rakyat dengan value chain perusahaan. Merancang Sistem a. Menentukan divisi Pelaksanaan TSP tidak perlu membangun dulu suatu divisi khusus. Gagasan dasarnya adalah tetap diperlukan suatu bagian dari perusahaan yang menjadi semacam koordinator kegiatan. Bisa saja bentuk TSP yang akan dijalankan perusahaan melibatkan beberapa bagian di perusahaan. Dengan menentukan "divisi" perusahaan juga memutuskan sumberdaya yang dibutuhkan. b. Menentukan aturan Seperti juga kegiatan produksi, program TSP membutuhkan struktur
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
63
hubungan: pembagian peran dan wewenang serta tata cara berhubungan antar posisi baik menyangkut internal maupun eksternal. Aturan terdiri dari dua: (a) aturan yang mengatur tata cara pelaksanaan TSP; (b) aturan sebagai bentuk dari TSP. Bisa saja perusahaan memilih perbaikan tata kelola perusahaan sesuai dengan prinsip dalam TSP, misalnya perusahaan menyediakan pelatihan bagi karyawan yang memiliki latar belakang tidak menguntungkan (menangani isu ketimpangan). Memang bentuk itu kadang-kadang dilupakan sebagai suatu bentuk TSP. Akan tetapi sesungguhnya perusahaan menjadikan organisasinya sebagai contoh organisasi yang progresif. PELAKSANAAN Pelaksanaan program TSP membutuhkan langkah-langkah sebagai berikut: Membangun kohesi internal Dengan program TSP, perusahaan memasuki kultur dan pengorganisasian perusahaan yang berbeda dari sebelumnya. Meskipun sudah dibuat aturan pelaksanaan, seringkali masih diperlukan penyesuaian. Pelaksanaan peraturan itu sendiri membutuhkan pembiasaan. Kebingungan dan ketegangan mungkin ditemukan. Namun hal-hal tersebut dapat dikurangi jika dalam pembuatan peraturan tersebut melibatkan para manajer atau posisi lain yang relevan. Berbagai pertanyaan dan kekhawatiran harus diberi kesempatan keluar. Penyebaran informasi harus dilaksanakan secara bertingkat dan dengan cara-cara yang beragam sesuai dengan situasi divisi. Membangun spirit baru Program TSP seringkali membutuhkan perspektif dan komunikasi eksternal dalam perusahaan. Jika sebelumnya para karyawan terbiasa berfikir tentang efisiensi produksi, sekarang harus meletakkan perusahaan sebagai anggota masyarakat yang peduli. Perusahaan harus membantu agar para pekerja bisa berfikir keluar dari wilayah di bawah kontrolnya dan melihat berbagai faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi. Untuk mencapai keadaan ini, mungkin dibutuhkan bantuan profesional. Membangun komitmen Kepatuhan pada peraturan memang membantu pelaksanaan TSP. Akan tetapi, komitmen merupakan sikap yang dapat menghasilkan dampak yang lebih baik. Jika kepatuhan lebih didasarkan pada sanksi (jika tidak
64
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
melakukan), komitmen muncul dari kesadaran. Ada beberapa metode yang diambil perusahaan-perusahaan yang berhasil yaitu: (a) pelaksanaan harus konsisten; (b) menetapkan bonus sebagai signal bahwa program TSP memang penting bagi perusahaan; (c) pelaporan yang terbuka; (d) sistem pendisiplinan bertahap; (e) ada mekanisme investigasi yang dapat membedakan antara kegagalan sistem, kegagalan individual atau kegagalan pengawasan.3 Karena itu, komitmen bukanlah sesuatu yang semata terbentuk karena "mengetahui" (bahwa TSP penting bagi perusahaan), melainkan dilahirkan dari sistem yang tepat. Faktor kultur dan sosial dapat mempengaruhi penilaian karyawan apakah suatu masalah sosial penting atau tidak untuk ditangani perusahaan. Mungkin saja terjadi bahwa pandangan tetap ada meskipun telah diberikan penjelasan-penjelasan. Dalam situasi inilah sistem yang tepat merupakan cara memudahkan karyawan menerima norma baru. Komitmen juga perlu dibangun di antara para mitra perusahaan, khususnya yang terlibat menunjang program TSP. Sebagian mitra bisa ditangani dengan aturan baru, misalkan saja tidak memakai produk yang berbahaya bagi lingkungan. Akan tetapi pada beberapa mitra, diperlukan komitmen dan partisipasinya, seperti misalnya memberi pelayanan spesifik pada kelompok target. Komitmen dengan mitra perusahaan khusus dalam program TSP pada umumnya membutuhkan pendekatan antar pimpinan, mrskipun tidak selalu berarti direktur. Pwenjelasannya, tingkat pimpinan dapat berbicara secara otoritatif, merupakan representasi dari perusahaan, dan memberi kesan penting terhadap persoalan ini. Kesemuanya dibutuhkan untuk meyakinkan dan mengajak mitra yang sudah ada. Membangun kemitraan Berbeda dengan mitra-mitra yang sudah ada, perusahaan seringkali membangun mitra baru khusus untuk program TSP. Pada awal program, mungkin dibutuhkan tenaga ahli untuk mengembangan aspek institusional dari program. Perusahaan mungkin juga membutuhkan pelatih (trainer) atau fasilitator, meskipun nanti akan berkerja berdampingan dengan tenaga ahli yang sudah ada dalam perusahaan. Perusahaan mungkin membutuhkan lembaga swadaya masyarakat yang memahami pengelolaan lingkungan, pengorganisasian komunitas lokal, atau ahli komunikasi untuk mempromosikan program TSP perusahaan. Instansi pemerintah daerah juga merupakan mitra dalam TSP pengembangan komunitas. Sebelum mengembangkan kemitraan, tentu perusahaan perlu menilai orientasi dan kapasitas organisasi mitra. Hal-hal yang perlu dinilai adalah: (a) kepemimpinan; (b) tata kelola dan kinerja organisasi; (c) kredibilitas; (d)
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
65
sumberdaya. Pengembangan kemitraan membutuhkan cara-cara khusus karena dalam suatu ajakan kerja sama kedua belah pihak harus memiliki misi yang sama, saling menghargai, serta bersedia mematuhi kesepakatan dan aturan main. Meletakan mekanisme pemantauan Meletakkan sistem pemantauan pada awal program memberi dua macam manfaat: (a) untuk bahan penilaian atas program keseluruhan setelah sampai pada titik tertentu; dan (b) mengendalikan alokasi sumberdaya, pelaksanaan aturan, dan langkah-langkah dalam perencanaan, termasuk yang berkaitan dengan interaksi perusahaan dengan kelompok sasaran, sehingga tidak menjadi penghalang dicapainya tujuan TSP. Mekanisme pelaksanaan meliputi: (a) aspek yang akan dipantau, misalnya, alokasi sumberdaya, pelaksanaan peraturan, dan pemenuhan target TSP; (b) indikator pemantauan, misalnya berapa jam dipergunakan tenaga perusahaan sebagai sukarelawan; (c) tenaga yang melakukan pemantauan; (d) bagaimana data pemantauan diproses. PENGEMBANGAN Evaluasi Sebelum melangkah ke program TSP lebih jauh, evaluasi dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (a) apakah target-target tercapai. Target disini bukan hanya bersifat material seperti peningkatan penghasilan kelompok target atau peningkatan penjualan perusahaan karena adanya program TSP, melainkan juga yang bersifat non material seperti pemahaman pegawai atas misi baru perusahaan, atau bertambahnya kontak antara perusahaan dengan organisasi-organisasi sosial, semakin positifnya pandangan masyarakat terhadap perusahaan; (b) dimana letak hambatan atau dampak negatif. Dengan berpegang pada aspek-aspek pemantauan (monitoring), penilaian menjadi terfokus. Sedangkan dampak negatif adalah hasil yang tidak diinginkan, baik terhadap internal perusahaan misalnya kwetegangan antara divisi, atau eksternal seperti hubungan dengan mitra atau akibat terhadap kelompok sasaran; (c) peluang pengembangan, Aspek internal, peluang pengembangan menyangkut pengelolaan organisasi perusahaan dalam program TSP. Mungkin ada divisi yang berhasil memantapkan proses atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Dari aspek eksternal, menyangkut perluasan kemitraan dan program untuk kelompok sasaran.
66
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Tentu untuk sampai pada keputusan pengembangan apa yang akan diambil, beberapa aspek harus dipertimbangan, tidak hanya bagian yang mempunyai potensi saja. Aspek yang juga perlu dipertimbangkan misalnya ketersediaan mitra, ketersediaan sumberdaya, dan kemampuan mengontrol resiko jika skala bertambah besar. Misalkan, jika perusahaan ingin meningkatkan dampak pengembangan komunitas harus dipertimbangkan, misalnya apakah pemerintah daerahnya bersedia membantu? apakah institusi lokalnya sudah siap? apakah akan menimbulkan ketegangan dengan pihak tertentu? apakah kebijakan pemerintah atau aturan yang ada tidak memungkinkan. Membangun sistem Setelah melakukan penilaian dan mengambil keputusan tentang program TSP, perusahaan perlu kembali menjalani langkah-langkah seperti awal program yaitu mendapatkan persetujuan dan dukungan para direktur dan komisaris, membangun struktur dan aturan, melakukan penilaian mitra baru, membangun komitmen, serta mekanisme pemantauan yang diperluas. Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah sesuatu kewajiban mulia perusahaan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk semuanya. Karena itu, setiap sumberdaya yang dikeluarkan harus berguna bagi internal perusahaan dan masyarakat target.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
67
Pertanyaan Stimulasi 1. Pengetahuan dan kecakapan apakah yang paling menonjol dari perusahaan Anda? 2. Dari beberapa model penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan pada Bab Dua, yang mana paling dekat dengan kondisi kecakapan yang menonjol dari perusahaan Anda? 3. Buatlah semacam pemetaan mitra perusahaan menurut intensitas hubungan, kedekatan visi dan prinsip, dan sumber daya yang dimiliki untuk membantu memilih bagaimana mereka dapat ikut dalam program TSP yang akan diambil perusahaan. 4. Apakah pola kepemimpinan yang ada selama ini menimbulkan persoalan komunikasi dalam perusahaan terutama dalam memperkenalkan arah dan aturan baru perusahaan? Pada level apakah mulai terjadi kesulitan komunikasi? 5. Bagaimana Tanggungjawab Sosial Perusahaan selama ini dipahami oleh perusahaan, para pimpinan, dan staf perusahaan Anda? Buatlah semacam pemetaan persepsi dan sikap.
1 Lyin, David (2004), "How Can You Help Organizations Change to Meet the Corporate Respinsibility Agenda?" dalam Corporate Social Responsibility and Environmental Management, September, 11: 3. McIntosh, Malcolm, Deborah Leipziger, Keith Jones, Gill Coleman (1998), Corporate Citizenship: Successful 2 Strategies for Responsible Companies, Pitman Publishing. 3 Sama dengan catatan kaki nomor 1.
68
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
KASUS-KASUS PELAKSANAAN TANGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
KASUS 1: PURA GROUP: PENGEMBANGAN TEHNOLOGI KERAKYATAN Pura group adalah kelompok usaha terintegrasi yang bergerak di bidang produksi kertas, pencetakan, dan pengepakan yang berlokasi di Jawa Timur. Kelompok usaha Pura saat ini memiliki 19 pabrik dengan 8.500 orang pegawai. Program TSP yang dijalankan Pura adalah pengembangan ekonomi rakyat melalui pemanfaatan bahan-bahan yang secara mudah diperoleh oleh rakyat setempat. Komponen-komponen kegiatan program pengembangan ekonomi kerakyatan tersebut adalah: (a) pengembangan tehnologi pengolahan/pemrosesan yang dapat menampung input dari masyarakat lokal; (b) pengembangan mesin yang terjangkau rakyat; (c) pengadaan sarana pelatihan, tidak hanya dalam hal kapasitas tehnis tetapi juga pengelolaan kegiatan ekonomi yang ingin dikembangkan; (d) sosialisasi dengan menyediakan proyek percontohan; (e) jaminan pemasaran. Bahan-bahan yang diolah merupakan bahan sebelumnya terbuang atau bahan yang mudah diperoleh yaitu: a. Sisa kertas (limbah kertas) Kelompok masyarakat diajak berkoordinasi untuk mengumpulkan sisa kertas dari pertokoan, rumah, pasar, kantor, dan untuk dijual ke pabrik kertas. Limbah kertas tersebut berharga lebih rendah dari bahan sejenis yang diimport. Dengan demikian, baik pemasok maupun pabrik samasama mendapat keuntungan. b. Sekam sebagai bahan bakar Seperti pada limbah kertas, Pura mengajak masyarakat berkoordisai mengumpulkan sekam untuk dibeli oleh pabrik. Dengan melakukan modifikasi, Pura menggunakan sekam sebagai bahan bakar pengganti batubara untuk tenaga listriknya.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
69
c. Pengumpulan biji randu untuk diolah sebagai Bio Fuel d.
Minyak jelantah sebagai bahan bakar Pura sedang melakukan penelitian untuk menjadikan bahan bakar Bio Fuel dari campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit. Jika penelitian ini berhasil, maka akan ada pemanfaatan minyak jelantah secara besar-besaran besar-besar oleh rakyat untuk untuk dijadikan bahan bakar yang lebih murah.
e. Wind power Pura mengirimkan tenaga ahlinya ke Cina untuk belajar mengembangkan Wind Power yang dapat menghasilkan energi murah di daerah-daerah terpencil. Telah diperhitungkan bahwa energi murah ini akan menolong industri rumahan yang menjadi topangan hidup rakyat. Sumber: Jakobus Busono Presiden Direktur Pura Group, Menuju Ekonomi Kerakyatan. Pura Group Indonesia, www.puragroup.com) Analisa 1. Program TSP Pura Group tidak rumit karena mengandalkan bahan dasar yang mudah diperoleh dan tidak membutuhkan pengelolaan yang rumit. Hanya dibutuhkan komitmen perusahaan untuk menyediakan elemenelemen yang tidak dapat disediakan oleh masyarakat dan pemerintah yaitu penelitian untuk menghasilkan inovasi. 2. Program TSP Pura Group terintegrasi dengan kegiatan perusahaan. Sumber daya perusahaan (tenaga ahli, laboratium, dana, dan sebagainya) digunakan dalam program TSPnya. Hasil dari TSP itu sendiri juga dapat diserap dalam proses produksi perusahaan. 3. Perusahaan bertindak sebagai penyambung antara ekonomi kerakyatan dengan pasar nasional dan internasional.
70
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
4. Selain dampak positif dalam penghasilan yang diperoleh masyarakat, dampak lainnya adalah rakyat memiliki tehnologi yang berada dalam kapasitas pengelolaannya. Ini mengurangi ketergantungan, ketidakpastian, dan penolakan oleh pasar. KASUS 2: UNILEVER: KEBERSIHAN PENDAPATAN
LINGKUNGAN
DAN
PENINGKATAN
Unilever adalah sebuah perusahaan internasional manufaktur yang menghasilkan barang kebutuhan sehari-hari, terutama kategori kebersihan diri. Banyak produk Unilever yang menguasai pangsa pasar seperti sabun, shampoo, dan kecap manis. Pada tingkat internasional, perusahaan ini menerapkan standar profesionalisme kerja yang tinggi dan telah mempunyai kebijakan untuk program TSP. Unilever Indonesia telah menerapkan berbagai program TSP yang dapat dimasukkan dalam model 1 hingga 7 seperti diuraikan pada Bab Dua. Pada tingkat internasional, memang unilever telah memiliki arahan untuk cabang-cabangnya di seluruh dunia. Namun pengalaman di Indonesia mengajarkan bahwa keberhasilan program tergantung pada kemampuan cabang nasional mengembangkan programnya berdasarkan pemahaman yang baik atas situasi lokal serta dorongan untuk terus memperbaiki program. Pada awalnya, tahun 2001 Unilever melakukan program pembersihan Kali Brantas di Surabaya. Kali ini begitu kotor karena penduduk setempat dan sektor informal membuang sampahnya ke kali tersebut. Komponenkomponen program pada awalnya penghijauan, penyediaan prasarana, dan rehabilitasi saluran. Unilever antara lain memberikan kecakapan pemilahan sampah pada penduduk sekitar Kali Brantas. Program kebersihan ini dipandang sejalan dengan misi perusahaan yaitu menciptakan masyarakat yang sadar kebersihan. Program ini pada awalnya tidak begitu berhasil, misalnya jumpah partisipan terlalu sedikit dan banyak prasarana yang rusak. Setelah dua tahun berjalan, Unilever menerapkan perbaikan program. Salah yang diperbaiki adalah aspek perluasan partisipan. Dalam hal ini Unilever mengambil prinsip-prinsip yang ada dalam pengembangan pemasaran dan jaringan distribusinya. Dalam skema baru ini sejumlah orang dilatih sebagai motivator yang akan membangun kelompok di tingkat RT/RW. Disain baru
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
71
ini memasukan pertimbangan pembagian daerah program dan metode penanganan wilayah. Misalnya, pada tahun 20062006 diterapkan metode pemilahan pengaruh berbasis kelurahan meskipun aktifitas tetap dengan basis RW/RT. Para motivator tersebut menjalani program pelatihan yang serius untuk mendapatkan kecakapan dalam memimpin, memotivasi, mengelola kelompok bahkan memberikan pelatihan pada peserta lain. Selain itu pihak Unilever mengajak pemerintah daerah langsung dipimpin Walikota ikut mendorong proram tersebut. Pihak Walikota sangat antusias. Dukungan yang diberikan mulai dari perhatian kunjungan daerah-daerah program, promosi program, dan alokasi pegawai pemda sebagai pendamping program. Masyarakat peserta program, terutama para motivator dan fasilitator, tambah merasa bahwa program mereka sangat penting dan bangga dengan apa yang mereka lakukan. Unilever melengkapi program tersebut dengan dua kali setahun melakukan lomba kepemimpinan dan inovasi program. Sebuah buletin juga dicetak untuk mempermudah informasi, memperkuat identitas, dan meningkatkan kerjasama kelompok. Buletin ini dikelola oleh para peserta motivator. Untuk memperluas promosi, Unilever bekerja sama dengan dua koran lokal utama yang terus memuat program Unilever yang kini telah dianggap program kota Surabaya. Kota inipun mendapat pengakuan nasional dengan perolehan Adipura pada tahun 2006. Kemajuan setelah dilakukan tinjauan dan perbaikan menghasilkan kemajuan program yang sangat baik. Dalam waktu 2006, telah ada sekitar 15 kelurahan yang mengikuti program. Program ini sendiri sejak tahun 2004 diangkat menjadi program Pengelolaan Sampah Kota Surabaya. Pada tahun 2006 upaya Unilever ini mendapat pengakuan internasional, Energy Globe Award, yang sangat prestisius dalam bidang pengelolaan lingkungan perkotaan. Analisa 1. Program pembersihan Pengelolaan Sampah oleh Unilever diintegrasikan pada tingkat misi dan metode kerja. Di luar itu, program ini tidak banyak diintegrasi dengan karakter dan proses produksi perusahaan tersebut. Unilever sebagai sebuah perusahaan internasional telah mempunyai kebijakan TSP yang diantaranya memuat rumusan tanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan. Lebih jauh lagi, komitmen ini dituangkan dalam
72
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
kebijakan yang mendukung didirikannya suatu divisi yang kuat dengan alokasi riset yang memadai. Hal ini memungkinkan cabang Indonesia mempunyai ruang untuk mengembangkan program TSP baik terintegrasi maupun tidak terintegrasi dengan produksi dan penjualan perusahaan. 2. Meskipun tidak terlalu terintegrasi, ada mekanisme dimana Unilever dapat mengembangkan program dengan baik yaitu didirikannya semacam divisi khusus yang dapat berkonsentrasi pada program TSP. Dengan sumber daya yang cukup dan kultur profesionalisme Unilever yang tinggi, divisi ini cepat melakukan perbakan dan inovasi. 3. Kekuatan dari desain program adalah skema berlapis-lapis dengan multi pendekatan pengadaan prasarana, pembentukan kelompok, pembinaan kader dan kepwemimpinan, penguatan kohesi kelompok dan identitas, dan kerjasama dengan otoritas formal. 4. Program TSP Unilever di Surabaya dapat lebih berhasil karena adanya kerjasama dengan pihak yang mempunyai kepentingan yang sama yaitu pemerintah kota. Kerjasama ini meliputi aspek-aspek legitimasi dan kelembagaan. Pemerintah kota dalam hal ini meningkatkan legitimasi dari Unilever. Sebaliknya, Unilver meningkatkan kredibilitas pemerintah kota. Sumber: Silvi Tirawaty (Environment Program Manager PT Unilever Indonesia), Presentasi di Banpu, Balikpapan, 7 Februari 2007. Wawancara dengan Silvi Tirawaty, 19 Februari 2007.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
73
APPENDIX 1
GENERAL CHECKLIST 1 TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN I. Tata Kelola Perusahaan 1. Perusahaan berupaya terus memperbaiki tata kelola perusahaan di luar yang diwajibkan. 2. Perbaikan Tata Kelola perusahaan difokuskan terlebih dahulu pada aspek akuntabilitas untuk menjamin proses perbaikan pada aspekaspek lain. 3. Upaya ini dijamin prosesnya melalui mekanisme yang terbuka, mengandung metode untuk mengukur perkembangan dan penindaklanjutan. II. Integritas Sistem Ketenagakerjaan 1. Perusahaan memenuhi kewajiban upah kerja minimum daerah dan mengupayakan peningkatan pendapatan berdasarkan prestasi dan prinsip keadilan serta kewajaran. 2. Perusahaan memperhatikan pekerja yang mempunyai latar belakang sosial ekonomi kurang menguntungkan dan membantu agar latar belakangnya tidak menjadi penghambat kemajuan pengembangan karir. Diskriminasi 1. Perusahaan tidak melakukan diskriminasi berdasarkan apapun. 2. Perusahaan melarang terjadinya diskiriminsi, ekploitasi, dan gangguan (harassment) yang dilakukan sesama pekerja. Mitra bisnis 1. Perusahaan tidak akan memilih mitra yang melanggar etika dan moral masyarakat, apalagi yang melakukan pelanggaran hukum 2. Perusahaan melakukan promosi Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap mitra-mitra bisnisnya
74
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
III. Memperbaiki kualitas hidup masyarakat Masalah Sosial 1. Perusahaan berupaya membantu penyelesaian persoalan sosial tertentu sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan. 2. Program TSP tidak sekedar mengikuti isu popular, melainkan dilihat dari pendekatan yang paling efektif untuk mengatasi masalah tertentu. Lingkungan 1. Perusahaan memperhatikan prinsip perlindungan alam dalam proses produksinya dan berupaya menggunakan tehnologi yang terbaik untuk tujuan tersebut 2. Perusahaan melakukan promosi perlindungan lingkungan melalui etika dalam perusahaan dan hubungan dengan mitra bisnis. 3. Perusahaan memiliki mekanisme pemantauan atas kemungkinan terjadinya dampak negatif terhadap lingkungan dan cara prosedur tanggapan yang cepat. Komunitas lokal 1. Perusahaan mempunyai kebijakan khusus berkaitan dengan komunitas lokal 2. Perusahaan berupaya memahami karakter dari komunitas lokal sehingga dapat mempunyai kebijakan dan penanganan yang tepat 3. Perusahaan berusaha memahami perspektif masyarakat lokal atas kerja dan dampak kerja perusahaan. 4. Perusahaan mempunyai mekanisme pemantauan dampak sosial perusahaan dan tata cara penanganannya.
VII. Keterbukaan 1. Perusahaan mengeluarkan laporan tentang dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan, penanganannya, dan kondisi terakhir. 2. Perusahaan mengeluarkan laporan tentang misi TSP, tata cara program, dampak positif dan negatifnya, serta rencana lanjutan. 3. Perusahaan mempermudah diperolehnya semua laporan di atas untuk berbagai pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, peneliti, dan masyarakat yang kehidupannya dipengaruhi kerja perusahaan.
1 General Checklist ini mencakup hal-hal yang melebihi apa yang diwajibkan menurut hukum dan kewajibankewajiban untuk mengontrol dan memperbaiki dampak negatif yang sudah seharusnya .
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
75
APENDIX II TABLE 1: Cakupan Isu Instrumen Instrumen
Finansial
Economic development
Consumer Affair
Human Rights
Employee Relations
Community Investment
Bribery and Corruption
Ibiodiversity
Air Quality and Noise Pollution
Energy and Water
Waste and Raw Materials
X
X
X
Aspirational Principles and Code of Practices UN GC
X
XX
X
XXX
XXX
XX
X
AMNESTY
X
XXX
XX
XX
ETI
X
XXX
XX
X
SULLIVAN
X
XXX
XXX
OECD
XX
X
WHO/UNICEF
ECCRIICCR
XX
XX
X
X
XX
XX
X
X
Management Systems and Certification Schemes Sa8000
XXX
XXX
X
ISO9000/ ISO14001
EMAS
XXX
XXX
XXX
XXX
EU ECO-Label
XXX
X
XXX
XXX
FSC
XXX
XXX
Rating Indices DJGSI
X
X
X
X
X
X
FTSE4GOOD
X
X
X
X
X
X
ASPI
X
X
X
X
X
X
GRI
XX
Accountability and Reporting Frameworks
Aa10005
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
X
X
X
X
Symbol
Meaning
XXX
Inclusion, with extensive coverage
XX X
Inclusion, with some coverage Inclusion, with minimum coverage No Inclusion
Sumber: European Union Employment and Social Affairs (2003), Mapping Instruments for Corporate Social Responsibility.
76
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
APENDIX III NAMES OF INSTRUMENTS DAN WEBSITES Full name of Instruments
Abbreviation used
Further information
AccountAbility 1000 Amnesty International's Human Rights Guidelines for Companies
Series AA1000S
www.accountability.org.uk
Amnesty
ww.amnesty.org.uk/business/pubs/hrgc.shtml
Vigeo - corporate social
ASPI (Advance Sustainable Performance responsible rating Indices)
www.arese-sa.com
Dow Jones Sustainability Group
DJSGI
Index www.sustainability-index.com/
ECCR/ICCR Benchmarks for Global Corporate Responsibility
ECCR/ICCR
www.web.net/~tccr/benchmarks/
EMAS
www.europa.eu.int/comm/environment/emas/
Eco-Management and Audit Scheme
Ethical Trading Initiative Base ETI Code
www.ethicaltrade.org
EU Eco-label criteria
www.europa.eu.int/comm/environment/ecolabel
Eco-label
Forest Stewardship Council's FSC Principles and Criteria for Forest Management FTSE4Good Selection Criteria
www.fscoax.org
FTSE4Good
www.ftse4good.com
Global Reporting Initiative Guidelines
GRI
www.globalreporting.org
IFOAM Basic Instruments International Organization for Standardization
IFOAM
www.ifoam.org
ISO9000 &14000, ISO9000/14001
www.iso.ch
Organisation for Economic Co-operation and Development Guidelines for Multinational Enterprises
OECD
www.oecd.org/daf/investment/guidelines/
Social Accountability 8000
SA8000
www.cepaa.org
SIGMA Guidelines
SIGMA
www.projectsigma.com
Global Sullivan Principles
Sullivan
www.globalsullivanprinciples.org
UN Global Compact
UN GC
www.unglobalcompact.org
WHO/UNICEF International Code on Marketing of Breastmilk Substitutes
WHO / UNICEF
www.who.int/nut/documents/code_english.PDF
Sumber: European Union Employment and Social Affairs (2003), Mapping Instruments for Corporate Social Responsibility
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
77