Disusun dan diekstrak dari dokumen Draft Stranas oleh K. Gandasasmita dan B. Barus
Disampaikan pada Acara Semiloka “Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan di Indonesia, IPB ICC, Bogor, 12 Oktober 2012
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA 2012
Materi 1. Pendahuluan 2. Lahan gambut dan permasalahannya 3. Kebijakan dan strategi nasional 3.1. Kebijakan 3.2. Strategi utama 3.3. Arahan rencana aksi 3.4. Arahan kelembagaan rencana aksi
4. Rangkuman
I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan gambut sangat luas (50% lahan gambut tropika dunia)
PERAN LAHAN GAMBUT : Fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya • Hasil hutan kayu dan non-kayu. • Budidaya tanaman (pertanian perkebunan) • Penyimpan dan pemasok air (pengendali banjir) • Konservasi keanekaragaman hayati • Pengendali iklim global (penyimpan karbon)
Lahan gambut telah menjadi perhatian pada berbagai konvensi internasional : THE EARTH CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (Rio de Janeiro,1992)
COP 5, Kyoto Protocol (1997)
COP 13, Bali Roadmap (2007)
COP 16, Cancun Agreement (2010)
Transfer of Technology
COP 17, Durban Platform (2011) Enhance actions on adaptation
Legal Option Finance Fast Start Finance for Least develop countries & VC
Enhance actions on mitigation
Shared vision : average increase < 2oC
Green Climate Funds for developing countries
Capacity Building Development of Adaptation Committee
MRV (measureable, reportable, verifiable) NAMACs
Carbon markets
NAMAs
REDD+
RAN GRK Perpres 61 2011
SA EP CP TR OO RC AH LE S
Inventarisasi GRK Nasional Perpres 71 2011
Indonesia commits to reduce 26% unilateral by 2020, 5 sectors involved on GHG reduction 1. Forestry & peatlands 2. Energy & Transportation 3. Agriculture 4. Waste 5. Industry
Proses pembentukan ekosistem gambut : tanggul sungai, rawa, dan kubah gambut berinteraksi secara dinamis. Ekosistem gambut / Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) => unit pengelolaan ekosistem gambut.
Maksud dan Tujuan Maksud: Penyusunan STRANAS Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan : Untuk melakukan reorientasi dan restrukturisasi kebijakan pengelolaan lahan gambut di Indonesia dalam rangka mengoptimalkan fungsi lahan gambut untuk mendukung pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, peningkatan peran pemerintah daerah bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dan mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
Tujuan : • Memberikan arahan kebijakan dalam pengelolaan lahan gambut. • Mewujudkan koordinasi multi-sektor dan multi-pihak dalam pengelolaan lahan gambut berkelanjutan sehingga tercapai sinergitas yang optimal. • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut.
II. LAHAN GAMBUT INDONESIA & PERMASALAHANNYA Lahan gambut sangat unik, rentan perubahan penggunaan lahan. Permasalahan lahan gambut a.l: 1) Keterbatasan SDM yang memahami konsep, filosofi, dan teknik pengelolaan lahan gambut yang baik. 2) Penggunaan metode karakterisasi dan penerapan teknologi yang tdk sesuai dgn karakteristik ekostm gmbut Indonesia. 3) Keterbatasan informasi yang lengkap dan utuh tentang karakteristik gambut Indonesia : vertikal maupun horizontal,
4) Pengaturan dan pengelolaan lahan gambut masih bersifat sektoral, terbatasi wilayah administrasi. 5) Kebijakan yang bersifat sektoral dan terbatasi wilayah administrasi mengabaikan keterkaitan fungsi hidrologis dalam suatu kesatuan hidrologis gambut
Batas administrasi - 1 Batas administrasi - 2
Luas dan Sebaran Lahan Gambut Indonesia Luas dan Sebaran Lahan Gambut di Indonesia menurut Beberapa Sumber (Sumber : Wetlands International, 2006 dan lainnya) Penulis/Sumber Driessen (1978) Puslittanah (1981) Euroconsult (1984) Soekardi & Hidayat (1988)
Deptrans (1988) Subagyo et al. (1990) Deptrans (1990) Nugroho et al. (1992) Radjagukguk (1993) Dwiyono& Racman (1996) Wetlands International – Indonesia Programme
BBSDL (2011) (satuan Ha)
Penyebaran lahan gambut (dalam juta hektar) Sumatera 9,7 8,9 6,84 4,5 8,2 6,4 6,9 4,8 8,25 7,16 7,20
Kalimantan 6,3 6,5 4,93 9,3 6,8 5,4 6,4 6,1 6,79 4,34 5,77
6.436.650
4.777.998
Papua 0,1 10,9 5,46 4,6 4,6 3,1 4,2 2,5 4,62 8,40 5,77
Lainnya 0,2 <0,1 0,4 0,3 0,1 0,4 0,1 -
1.046.481 na
Total 16,1 26,5 17,2 18,4
20,1 14,9 17,8 13,5* 20,1 20,0 -
14.905.565
III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL 3.1. Kebijakan • Pemanfaatan lahan gambut untuk berbagai keperluan dilakukan berdasarkan daya dukung lingkungan yg berbasis ekosistem gambut • Ekosistem gambut, yang dibuat dalam bentuk Kesatuan Hidrologis Gambut, sebagai satu kesatuan pengelolaan sumber daya alam • Berdasarkan data dan informasi yang memadai tentang kualitas dan karakteristiknya, dan untuk pengelolaannya dilandasi pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat. • Pengelolaan lahan gambut berbasis KHG mengutamakan pengaturan air dikaitkan dengan daerah yang berfungsi sebagai penyimpan air (kubah gambut) dan daerah pemanfaat air (luar kubah). • Pengelolaan lahan gambut harus dilaksanakan secara multidisiplin partisipasi dari masyarakat. • Pengelolaan lahan gambut harus diletakkan dalam ruang yang terkait dengan perencanaan wilayah (KL dan KB). Kedua tipe kawasan ini membutuhkan sistem kelembagaan dan pendanaan yang spesifik
3.2. Strategi Utama. Hubungan antara kebijakan dan strategi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan : Pengelolaan lahan gambut berbagai tujuan
Pengelolaan berbasis KHG
Penataan kelembagaan (pusat dan daerah)
Penetapan KHG dalam perencanaa n wilayah
Database dan sistem informasi
Data, informasi dan penyebaran
Neraca air dan peran pengetahuan dan teknologi
Teknologi spesifik dan komoditas adaptif
Pengelolaan multipihak dan kelembagaan
Pemberdayaan dan partisipasi parapihak
Pendanaan terkait kawasan dan peran
Pengendalia n kerusakan dan kebakaran
Stategis Pendanaan
3.3. Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Gambut. Kondisi penutupan lahan saat ini dan karakteristik lahan gambut tropika dijadikan dasar dalam penyusunan rencana aksi, dan disesuaikan dengan peruntukan ruang atau status kawasan. 1. Peruntukan ruang berbasis KHG : Berfungsi Lindung (KLG) dan Budidaya (KBG). 2. Daerah yang diusulkan sebagai KLG, Rencana Aksi akan dikaitkan dengan kondisi tutupan. Pertimbangan penggunaan dan kondisi tutupan untuk mengakomodasi pemanfaatan lahan yang sudah berjalan. 3. Daerah lahan gambut yang di luar kubah atau KLG, dapat dimanfaatkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan komoditas, penggunaan pengetahuan dan teknologi yang sesuai.
3.3.1. Tipologi Lahan Gambut. Tipologi Lahan Gambut disusun berdasarkan Arahan fungsi gambut dalam KHG, Kerapatan tutupan tajuk, dan Status kawasan (peruntukan kawasan). 1. Arahan Fungsi dalan KHG a). Kawasan Lindung Gambut (KLG) b). Kawasan Budidaya Gambut (KBG)
2. Kondisi Tutupan Tajuk a) Tutupan tajuk rapat (≥ 70%) yaitu tajuk pohon yang saling menutupi karena jarak antar pohon rapat. Mengindikasikan areal t kurang dinamik dan intensitas pemanfaatannya rendah, kondisi gambut relatif lebih terpelihara. b) Tutupan tajuk sedang (30-70%) yaitu tajuk pohon yang kurang saling menutupi karena jarak antar pohon relatif lebih jauh. Areal cukup dinamik dan intensitas pemanfaatannya cukup tinggi. c) Tutupan tajuk jarang (< 30%), tidak atau sedikit memiliki pohon. Areal tersebut sangat dinamik dan intensitas pemanfaatannya tinggi, sehingga kondisi lahan relatif rusak.
3. Status Kawasan (Peruntukan Kawasan) a) Peruntukan berfungsi lindung yang meliputi: Taman Nasional (TN), Cagar Alam (CA), Suaka Alam (SA), Hutan Lindung (HL) dan Taman Wisata Alam (TWA). b) Peruntukan potensial berfungsi lindung yang meliputi: Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Konversi (HPK), Hutan Produksi (HP), Areal Perkebunan (aktual dan sudah ada ijin). c) Peruntukan tidak berpotensi lindung yang meliputi Areal Penggunaan Lain (APL), Areal Pertambangan (aktual dan sudah ada ijin) dan Areal Permukiman Transmigrasi (aktual dan sudah ada ijin).
18 Tipologi Lahan Gambut No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tipologi Lahan Gambut KLG tutupan tajuk rapat dengan peruntukkan lindung KLG tutupan tajuk rapat dengan peruntukkan berpotensi lindung KLG tutupan tajuk rapat dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung KLG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan lindung KLG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan lindung KLG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung KLG tutupan tajuk jarang dengan peruntukkan lindung KLG tutupan tajuk jarang dengan peruntukkan berpotensi lindung KLG tutupan tajuk jarang dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung KBG tutupan tajuk rapat dengan peruntukan berfungsi lindung KBG tutupan tajuk rapat dengan peruntukan berpotensi lindung KBG tutupan tajuk rapat dengan peruntukan tidak berpotensi lindung KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan lindung KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan berpotensi lindung KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung KBG tutupan tajuk jarang dengan peruntukkan lindung KBG tutupan tajuk jarang,tapi peruntukkan berpotensi lindung KBG tutupan tajuk jarang dan peruntukkan tidak berpotensi lindung
3.3.2. Rencana Program Aksi 1. Program Aksi di daerah yang diusulkan Berfungsi Lindung. • lokasi di KLG; sebagai bagian KHG • jika sudah diusulkan dan sesuai dengan konsep, maka dikukuhkan • upaya peningkatan atau rehabilitasi jika tutupan tajuk jarang
Rencana program aksi (9) di kawasan berfungsi lindung No. Tipologi Gambut Berfungsi Lindung 1. KLG tutupan tajuk rapat dengan peruntukkan lindung. 2. KLG tutupan tajuk rapat dengan peruntukkan berpotensi lindung.
Rencana Program Aksi 1. Penetapan status lindung. 2. Pembuatan patok batas kawasan.
1. Areal yang belum dibebani hak agar segera dirubah statusnya dalam RTRW menjadi kawasan lindung (saat ini masih berupa hutan). 2. Bila tidak mungkin dijadikan lindung, maka perlu disyaratkan dalam perijinannya untuk menerapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air, misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
3. KLG tutupan tajuk
rapat dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung.
4. KLG tutupan tajuk
sedang dengan peruntukkan lindung.
5. KLG tutupan tajuk
1. Areal yang belum dibebani hak agar segera dirubah statusnya dalam RTRW menjadi kawasan lindung (saat ini masih berupa hutan). 2. Bila tidak mungkin dijadikan lindung, maka perlu disyaratkan dalam perijinannya untuk menerapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air, misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
3. Bila terpaksa tetap menjadi KPT, maka reklamasi harus diarahkan untuk menjadi kawasan lindung kembali. 4. Bila terpaksa tetap menjadi KT, maka arahkan untuk tanaman tahunan/kehutanan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas. 1. Pertahankan sebagai kawasan lindung yang diikuti dengan penetapan status lindungnya. Kembalikan penggunaan yang ada saat ini sesuai dengan RTRW. 2. Bila sebagian areal terpaksa menjadi KC atau KP (misalnya karena telah terbebani hak yang susah di revisi kembali), maka persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/ rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW menjadi berstastus lindung sedang dengan dan segera dihutankan kembali. peruntukkan lindung. 2. Bila tidak mungkin dirubah statusnya menjadi kawasan lindung, maka pertahankan fungsinya seperti dalam arahan Status Kawasan (HPT, HPK, HP dan KP), tetapi persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
6. KLG tutupan tajuk 1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW menjadi sedang dengan berstastus lindung dan segera dihutankan kembali. peruntukkan tidak 2. Bila sebagian areal terpaksa menjadi KC atau KP (misalnya karena berpotensi lindung. telah terbebani hak yang susah direvisi kembali), maka persyaratkan agar menerap- kan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur. 3. Bila terpaksa tetap menjadi KPT, maka reklamasi harus diarahkan untuk menjadi kawasan lindung kembali. 4. Bila terpaksa tetap menjadi KT, maka arahkan untuk tanaman tahunan/kehutanan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas. 7. KLG tutupan tajuk 1. Pertahankan sebagai kawasan lindung yang diikuti dengan jarang dengan penetapan status lindungnya. Kembalikan penggunaan yang ada peruntukkan saat ini sesuai dengan RTRW. lindung. 2. Segera lakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi lindungnya. 3. Bila terpaksa tetap seperti penggunaan lahan yang ada saat ini, maka persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/ rekayasa budidaya yang mampu menyimpan air, memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas.
8. KLG tutupan tajuk 1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW menjadi jarang dengan berstatus lindung dan segera dihutankan kembali. peruntukan berpotensi lindung. 2. Bila terpaksa tetap seperti penggunaan lahan yang ada saat ini atau sesuai dengan RTRW, maka persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu menyimpan air, memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas. 9. KLG tutupan tajuk 1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW menjadi jarang dengan berstastus lindung dan segera dihutankan kembali. peruntukan tidak 2. Bila lahannya belum dimanfaatkan, upayakan untuk dirubah berpotensi lindung. statusnya dalam RTRW menjadi kawasan lindungdan segera lakukan rehabilitasi. 3. Untuk yang lahannya sudah dimanfaatkan, persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR yang rendah dan upayakan untuk membuat RTH dan juga situ/embung yang cukup luas.
Program Aksi yang diusulkan sebagai Kawasan Budidaya. • Usulan daerah lahan gambut sebagai kawasan berfungsi budidaya dilakukan berdasarkan sifat lingkungan yang ada dalam kesatuan hidrologis gambut (KHG) Jika lahan gambut sudah diusulkan dan ditetapkan sebagai kawasan budidaya maka rencana aksi yang disarankan adalah dalam upaya pengelolaan air, lahan dan komoditas yang ditanam • Kombinasi dari tiga faktor tersebut dapat menyebabkan tingkat degradasi kesatuan hidrologis gambut Jika KHG tidak terdegradasi, maka ulusan aksi teknis yang disarankan adalah tetap melakukan program tersebut. Kriteria lahan gambut terdegradasi akan dikaitkan dengan kesulitan dan kemudahan melakukan degradasi, yang pada akhirnya dikaitkan dengan besaran dana yang dibutuhkan untuk merehabilitasi KHG.
Rencana Aksi di Kawasan Budidaya Gambut (9) N Tipologi Gambut o. Berfungsi Lindung 1. KBG tutupan tajuk rapat dengan peruntukan berfungsi lindung.
Rencana Program Aksi
1. Pertahankan sebagai kawasan lindung dengan menetapkan status lindungnya (saat ini masih berupa hutan). 2. Pembuatan patok batas kawasan. 3. Peningkatan upaya penegakan hukum bagi pelanggaran hukum seperti praktek illegal logging. 2. KBG tutupan tajuk 1. Pertahankan sebagai kawasan lindung dengan menetapkan rapat dengan status lindungnya (saat ini masih berupa hutan). peruntukan berpotensi 2. Pembuatan patok batas kawasan. lindung. 3. Sosialisasikan dan persyaratkan dalam perijinannya untuk menerapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur. 4. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar. 3. KBG tutupan tajuk 1. Bila terpaksa tetap menjadi KPT, maka reklamasi harus rapat dengan diarahkan untuk menjadi kawasan lindung kembali peruntukan tidak 2. Untuk KT & APL, maka diarahkan untuk tanaman tahunan / berpotensi lindung kehutanan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas.
4. KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan lindung.
1. Pertahankan status kawasan dengan menetapkan statusnya dan pemasangan patok batas kawasan. 2. Areal yang telah dibuka (Pb & Kc) dan sulit dikembalikan sesuai dengan statusnya disarankan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
5. KBG tutupan tajuk 1. Sosialisasikan dan persyaratkan dalam perijinannya untuk sedang dengan menerapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang peruntukkan berpotensi mampu mempertahan-kan fungsi penyimpanan air. lindung. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
6. KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung.
2. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar. 1. Sosialisasikan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR yang rendah sekali dan upayakan untuk membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas.
No. Tipologi Gambut Rencana Program Aksi Berfungsi Lindung 7. KBG tutupan tajuk 1. Pertahankan dan kembalikan status kawasannya, diikuti jarang dengan dengan pemasangan patok batas kawasan. peruntukkan 2.Bila tidak memungkinkan untuk dipertahankan status lindung. kawasannya maka sosialisasikan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR yang rendah sekali dan upayakan untuk membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas. 8. KBG tutupan tajuk 1. Sosialisasikan dan persyaratkan dalam perijinannya untuk jarang,tapi menerapkan teknik silvi kultur/ rekayasa budidaya yang peruntukkan mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air, berpotensi lindung. 2. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar 9. KBG tutupan tajuk 1. Persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR (Building jarang dan Coverage Ratio atau KDB = Koefisien Dasar Bangunan) peruntukkan tidak yang rendah dan upayakan untuk membuat RTH dan berpotensi lindung. situ/embung yang cukup luas 2. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar. 3. Untuk KPT, maka reklamasi harus diarahkan untuk menjadi hutan kembali.
3.4. ARAHAN KELEMBAGAAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT Merupakan Strategi Pelaksanaan yang akan menjadi arahan dalam penjabaran rencana aksi. Sebagai acuan bagi pelaksana di setiap sektor dan pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang lebih detil tetapi strategis dengan tujuan yang sama yaitu pengelolaan gambut yang berkelanjutan. Arahan Kelembagaan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lahan Gambut. Lembaga Kelembagaan Rencana Program Aksi PenanggungTerkait jawab 1 KLG tutupan tajuk 1. Penetapan status lindung Kemenhut BKTRN, KLH, rapat dengan PEMDA peruntukkan lindung 2. Pembuatan patok batas kawasan Kemenhut 2 KLG tutupan tajuk 1. Areal yang belum dibebani hak agar segera Kemenhut/ BKTRN, KLH, rapat dengan dirubah statusnya dalam RTRW menjadi PEMDA PEMDA, DPR, peruntukkan kawasan lindung (saat ini masih berupa hutan). DPRD berpotensi lindung 2. Bila tidak mungkin dijadikan lindung, maka perlu Kemenhut/ BKTRN, KLH, disyaratkan dalam perijinannya untuk PEMDA PEMDA, menerapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya /Kementan yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air, misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
Tipologi Gambut No. Berfungsi Lindung
3
KLG tutupan tajuk rapat dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung
1. Areal yang belum dibebani hak agar segera dirubah statusnya dalam RTRW menjadi kawasan lindung (saat ini masih berupa hutan) 2. Bila tidak mungkin dijadikan lindung, maka perlu disyaratkan dalam perijinannya untuk mene-rapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air, misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur
Kemenhut/ PEMDA
3. Bila terpaksa tetap menjadi Kawasan Pertambangan, maka reklamasi harus diarahkan untuk menjadi kawasan lindung kembali
Kemenhut/ PEMDA /ESDM
Kemenhut/ PEMDA /Kementan
BKTRN, KLH, PEMDA, DPR, DPRD BKTRN, KLH, PEMDA,
BKTRN, KLH, PEMDA, Kemenhut/ES DM 4. Bila terpaksa tetap menjadi Kawasan Transmigrasi, maka Kemenakertrans BKTRN, KLH, arahkan untuk tanaman tahunan/kehutanan dan / Kementan PEMDA, persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas. 4
KLG tutupan tajuk 1. Pertahankan sebagai kawasan lindung yang diikuti dengan sedang dengan penetapan status lindungnya. Kembalikan penggunaan peruntukkan lindung yang ada saat ini sesuai dengan RTRW. 2. Bila sebagian areal terpaksa menjadi KC atau KP (misalnya karena telah terbebani hak yang susah di revisi kembali), maka persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur.
PEMDA / Kemenhut PEMDA/ Kementan
KLH, Kemenhut/ Pemda KLH, Kemenhut/ Pemda
Tipologi Gambut No. Berfungsi Rencana Program Aksi Lindung 5 KLG tutupan 1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW menjadi tajuk sedang berstastus lindung dan segera dihutankan kembali. dengan peruntukkan 2. Bila tidak mungkin dirubah statusnya menjadi kawasan berpotensi lindung, maka pertahankan fungsinya seperti dalam arahan lindung Status Kawasan (HPT, HPK, HP dan KP), tetapi persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/ rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur. 6 KLG tutupan 1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW menjadi tajuk sedang berstastus lindung dan segera dihutankan kembali dengan peruntukkan tidak 2. Bila sebagian areal terpaksa menjadi KC atau KP (misalnya berpotensi karena telah terbebani hak yang susah direvisi kembali), maka lindung persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur 3. Bila terpaksa tetap menjadi Kawasan Pertambangan, maka reklamasi harus diarahkan untuk menjadi kawasan lindung kembali
Lembaga Kelembagaa Penanggungn Terkait jawab Kemenhut/ BKTRN, KLH, PEMDA PEMDA, DPR, DPRD Kemenhut/ KLH, PEMDA Kemenhut/ Pemda
Kemenhut/ PEMDA PEMDA/ Kementan
Kemenhut/ PEMDA /ESDM
4. Bila terpaksa tetap menjadi Kawasan Transmigrasi, maka Kemenakerarahkan untuk tanaman tahunan/kehutanan dan persya-ratkan trans/Kementan agar kawasan ini memiliki BCR atau KDB yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas
BKTRN, KLH, PEMDA, DPR, DPRD KLH, Kemenhut/ Pemda
BKTRN, KLH, PEMDA, Kemenhut /ESDM BKTRN, KLH, PEMDA,
7 KLG tutupan tajuk 1. Pertahankan sebagai kawasan lindung yang diikuti jarang dengan dengan penetapan status lindungnya. Kembalikan peruntukkan lindung penggunaan yang ada saat ini sesuai dengan RTRW 2. Segera lakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi lindungnya 3. Bila terpaksa tetap seperti penggunaan lahan yang ada saat ini, maka persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budidaya yang mampu menyimpan air, memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ yang cukup luas. 8 KLG tutupan tajuk 1. Upayakan untuk dirubah statusnya dalam RTRW jarang dengan menjadi berstastus lindung dan segera dihutankan peruntukkan kembali berpotensi lindung. 2. Bila terpaksa tetap seperti penggu-naan lahan yang ada saat ini atau sesuai dengan RTRW, maka persyaratkan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa budi-daya yang mampu menyimpan air, memiliki BCR atau KDB yang rendah; serta upayakan untuk mem-buat RTH dan situ yang cukup luas. 9 KLG tutupan tajuk 1. Bila lahannya belum dimanfaatkan, upayakan untuk jarang dengan dirubah statusnya dalam RTRW menjadi kawasan peruntukkan tidak lindungdan segera lakukan rehabilitasi berpotensi lindung 2. Untuk yang lahannya sudah dimanfaat- kan, persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR yang rendah dan upayakan untuk membuat RTH dan juga situ/embung yang cukup luas
Kemenhut/ PEMDA
KLH, PEMDA/ Kemenhut,
Kemenhut/ PEMDA PEMDA
KLH, PEMDA / Kemenhut Kemenhut, KLH
Kemenhut/ PEMDA
BKTRN, KLH, PEMDA, DPR, DPRD KLH, PEMDA/ Kemenhut
Kemenhut/ PEMDA
Kemenhut/ PEMDA PEMDA/ Kementan/ Kemenakertrans.
BKTRN, KLH, PEMDA, DPR, DPRD KLH, Pemda/ Kementan/ Kemenakertran s
10 KBG tutupan tajuk rapat dengan peruntukan berfungsi lindung
11
KBG tutupan tajuk rapat dengan peruntukan berpotensi lindung
1. Pertahankan sebagai kawasan lindung dengan menetapkan status lindungnya (saat ini masih berupa hutan) 2. Pembuatan patok batas kawasan
Kemenhut/ PEMDA Kemenhut/ PEMDA Kemenhut/ PEMDA
3. Peningkatan upaya penegakan hukum bagi pelanggaran hukum seperti praktek illegal logging 1. Upayakan untuk menjadi kawasan lindung Kemenhut/ (saat ini masih berupa hutan) PEMDA 2. Pembuatan patok batas kawasan
3. Sosialisasikan dan persyaratkan dalam perijinannya untuk mene-rapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang mampu memper-tahan-kan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur
Kemenhut/ PEMDA Kemenhut/ PEMDA
KLH, Kemenhut, Pemda, KLH, Pemda, Kemenhut Kemenhut/ Pemda, PPNS LH BKTRN, KLH, PEMDA, DPR, DPRD -
KLH, pemda / Kemenhut, Kementan
Tipologi Gambut No. Berfungsi Lindung
Rencana Program Aksi
4. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar
12
13
KBG tutupan tajuk 1. Bila terpaksa tetap menjadi Kawasan Pertambangan, rapat dengan maka reklamasi harus diarahkan untuk menjadi peruntukan tidak kawasan lindung kembali berpotensi lindung 2. Untuk Kawasan Transmigrasi & Areal Penggunaan Lain, maka diarahkan untuk tanaman tahunan/kehutanan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefesien Dasar Bangunan) yang rendah; serta upayakan untuk membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas KBG tutupan tajuk 1. Pertahankan status kawasan dengan menetapkan sedang dengan statusnya dan pemasangan patok batas kawasan peruntukkan lindung 2. Areal yang telah dibuka (Perkebunan & Kebun campuran) dan sulit dikembalikan sesuai dengan statusnya disarankan agar menerapkan teknik silvikultur/rekayasa bididaya yang mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup/rorak sejajar kontur.
Lembaga Kelembagaan PenanggungTerkait jawab Kemenhut/ KLH, Pemda/ PEMDA Kemenhut, Kementan. PEMDA/ KLH, PEMDA/ ESDM ESDM PEMDA/ KLH, Pemda/ Kementan/ Kementan/ Depnakertrans Kemenakertrans
Kemenhut/ PEMDA
Kemenhut/ PEMDA
KLH, Kemenhut, Pemda, BKTRN, KLH, Kementan, Kemenhut/ PEMDA, DPR, DPRD
14
15
16
KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan berpotensi lindung
KBG tutupan tajuk sedang dengan peruntukkan tidak berpotensi lindung
1. Sosialisasikan dan persyaratkan dalam perijinannya untuk menerapkan teknik silvikultur /rekayasa budidaya yang mampu mempertahan-kan fungsi penyimpanan air. Misalnya dengan tidak membuat parit terbuka, tetapi dengan parit tertutup (rorak) sejajar kontur. 2. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar
1.Sosialisasikan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR yang rendah sekali dan upayakan untuk membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas 2. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar KBG tutupan tajuk 1. Pertahankan status kawasan dan jarang dengan perun- rehabilitasi, diikuti dengan pemasangan tukkan lindung. patok batas kawasan
Kementan/Ke KLH, menhut/ Kemenhut/ PEMDA Kementan/ Pemda
Kementan/Ke menhut/ PEMDA Kementan/ PEMDA
KLH, Pemda/ Kemenhut/ Kementan KLH, Kementan/ Pemda
Kementan/ PEMDA Kemenhut/ PEMDA
KLH, Pemda/ Kementan KLH, Kemenhut, Pemda,
Tipologi Gambut No. Berfungsi Lindung
17
Rencana Program Aksi
2. Bila tidak memungkinkan untuk dipertahankan status kawasannya maka sosialisasikan dan persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR yang rendah sekali dan upayakan untuk membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas KBG tutupan tajuk 1. Sosialisasikan dan persyaratkan dalam perijinannya Kemenhut/ jarang, peruntukan untuk menerapkan teknik silvi kultur/ rekayasa PEMDA/ berpotensi lindung budidaya yang Kementan mampu mempertahankan fungsi penyimpanan air, 2.Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar
18
Lembaga Penanggungjawab Kementan/ Pemda/ Kemenhut
Kementan/ PEMDA Kementan/ PEMDA
KBG tutupan tajuk 1. Persyaratkan agar kawasan ini memiliki BCR jarang dan (Building Coverage Ratio atau KDB = Koefisien peruntukkan tidak Dasar Bangunan) yang rendah dan upayakan untuk berpotensi lindung membuat RTH dan situ/embung yang cukup luas 2. Pembukaan lahan dan penyiapan lahan tanpa bakar PEMDA /Kementan/De pnakertrans 3. Untuk KPT, maka reklamasi harus diarahkan untuk Kemenhut/ menjadi hutan kembali PEMDA/ ESDM
Kelembagaan Terkait BKTRN, KLH, Kementan, Kemenhut/ PEMDA, DPR, DPRD KLH, Kemenhut/ PEMDA/ Kementan
KLH, PEMDA/ Kementan KLH, PEMDA/Kemen tan KLH, Pemda/ Kementan/ Kemenakertrans KLH, pemda/ Kemenhut /ESDM
IV. RANGKUMAN RENCANA STRATEGIS, PROGRAM AKSI DAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERKELANJUTAN No. 1.
Strategi Umum (grand strategy) Pengembangan Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia.
Rasional/Isu
Rencana aksi
Belum ada koordinasi departemen, Prasyarat sektor dan daerah rencana aksi Kebijakan pengelolaan gambut Idem masih sektoral
Kebijakan yang ada perlu dikaji Idem ulang karena banyak menyebabkan Kegagalan .
Belum dimasukkan konsep pengelolaan gambut secara berkelanjutan dalam Rencana Tata Ruang Terbatasnya kemampuan pengelola yang memahami gambut tropika Permasalahan yang diakibatkan gambut bersifat lintas wilayah
Perencanaan ruang dan legalitas Prasyarat rencana aksi Idem
Strategi pelaksanaan Koordinasi, pemantapan lembaga, pengembangan kapasitas Pengembangan peraturan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan Pengkajian dan pembuatan peraturan terkait dengan
pengelolaan lahan gambut berkelanjutan & memasuk- kan konsepnya ke dalam rencana tata ruang. Dimasukkan konsep unit hidrologis gambut ke dalam Rencana Tata Ruang sebagai daerah kawasan lindung Peningkatan kapasitas penyelenggara pemerintahan Pembentukan kelembagaan fungsional di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten
2.
3.
Penetapan KHG Belum tersedia data KHG dan dalam Perencanaan diperlukan dalam penataan ruang Wilayah. Evaluasi pemanfaatan ruang dalam daerah gambut perlu untuk melindungi kerusakan lingkungan Pengembangan usulan perencanaan daerah gambut yang perlu dilakukan dalam pembangunan. Revisi RTRW yang sudah berjalan belum mengakomodasi perlindungan daerah gambut. Penyediaan Data dan Data karakteristik gambut belum Informasi memadai untuk keperluan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.
4. Pemanfaatan Target produktivitas dan daya teknologi dan dukung lahan gambut disamakan pemilihan komoditas dengan tanah mineral adaptif Lahan gambut merupakan lahan yang rapuh terhadap perubahan Lokasi pembelajaran yang benar belum ada/ditetapkan
Prasyarakat rencana aksi Perencanaan ruang
Identifikasi dan Pemetaan KHG
Identifikasi keberadaan/ status KHG dan pemanfaatannya
Perencanaan ruang dan Pembuatan perencanaan induk legalitas kawasan lahan gambut Prasyarat rencana aksi Usulan penentapan KHG dalam revisi Perencanaan Wilayah Provinsi atau Kabupaten/kota. Prasyarat rencana aksi a. Inventarisasi geomorfologi, hidrotopografi, bahan mineral & kondisi saat ini a. Pengkajian dan penelitian terhadap keberadaan gambut yang sudah, sedang, dan akan dikembangkan. Terkait dengan a. Pengembangan teknologi spesifik pengelolaan dan pemilihan komoditas adaptif dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat Penerapan praktek b. Penanganan lahan gambut spesifik pengelolaan lahan dan pada daerah yang berbahan material hutan yang baik dasar kwarsa dan sedimen marin Aspek kelembagaan c. Demplot lahan gambut untuk pendidikan
5. Pemberdayaan Terbatasnya akses masyarakat dan Pelaksanaan dan peningkatan diabaikannya kearifan lokal pengelolaan atau partisipasi pematokan atau masyarakat menjaga kawasan Kontrol database dan perbaikan info.
Idem
6. Pengendalian Lahan yang saat ini dikembangkan kerusakan dan banyak mengalami kerusakan dan kebakaran gambut terjadi kebakaran
d. Pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan PLGB d. Pengelolaan sistem informasi dan jaringan kerjasama antara kabupaten/kota/propinsi dan regional; dengan penekanan jaringan kerjasama antar masyarakat d. Pembuatan Profil dan Peta Lahan Gambut Indonesia, serta Rencana tata Ruang Gambut yang memperhatikan Unit Hidrologi gambut sbg satuan wilayah pengelolaan
Penggunaan teknologi Pencegahan, pengendalian, pemantauan dan komoditas adaptif kerusakan dan kebakaran lokal dan melibatkan para pihak Kebakaran hutan mengakibatkan Idem Penentuan besaran sebenarnya fungsi lahan pelepasan karbon gambut sebagai penyimpan & penghasil karbon Lahan gambut sebagai penerima dan Idem Konservasi lahan gambut dengan produsen karbon yang masih memanfaatkan CDM. diperdebatkan Lahan gambut mempunyai Idem Konservasi/keanekaragaman hayati lahan kandungan gambut dan biodiversitas spesifik dan masih terbentuknya bank data kehati dan sistem banyak belum diketahui. pengelolaannya Lahan gambut yang dimanfaatkan Idem Kajian untuk pemanfaatan kehati dari lahan banyak mengalami kerusakan dan gambut. menyebabkan gangguan lingkungan & kemerosotan kehati
7. Pendanaan
Kurangnya pendanaan
Ketelibatan berbagai pihak diperlukan
a.
Idem
a.
idem
a.
Pemanfaatan jasa lingkungan (Sumber Daya Air, genetik dll). Penggalangan dana multilateral (GEF) dan regional Pengembangan Lembaga Keuangan alternatif.