Distribusi Gas Alam Ke Pulau-Pulau Kecil Memakai Konsep Compressed Natural Gas Dengan Kombinasi Alat Angkut Darat-Laut Nurcahyo1 1 Departemen Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung, Tlp/Fax 022-2016403, HP 08158064794, e-mail:
[email protected] ABSTRAK Minyak bumi di Indonesia dalam waktu sekitar 20 tahun akan habis, sedang gas alam masih tersedia sampai sekitar 60 tahun lagi sedangkan harganya hanya sekitar 1/3 sampai 1/4 dari harga bahan bakar minyak. Penggunaan gas alam menemui kendala dalam pendistribusiannya, karena volumenya yang besar dan sulit untuk dicairkan. Selama ini distribusi gas alam belum dapat mencapai pulau-pulau kecil yang sangat membutuhkan suplai energi murah. Dalam studi kasus ini dicoba untuk menampilkan metode transportasi gas alam dengan konsep compressed natural gas (CNG) dan dilakukan optimasi untuk menentukan alat angkut yang sesuai. Dari hasil kajian yang dilakukan, ternyata konsep CNG membutuhkan tekanan tabung 250 bar gauge, dengan perpaduan alat angkut berupa skid tube trailer berukuran standar 20 dan 40 feet, serta menggunakan transportasi laut berupa landing ship tank. Kata kunci: gas alam, gas alam bertekanan, transportasi gas
ABSTRACT Petroleum in Indonesia in about 20 years will be depleted, while natural gas is still available until about 60 years, and the price is only about 1/3 to 1/4 of the price of fuel oil. The use of natural gas encountered problems in its distribution, because the volume is large and difficult to be liquified. During this time the distribution of natural gas has not been able to reach the small islands that need of cheap energy supplies. In this case study attempted to show the method of transportation of natural gas to the concept of compressed natural gas (CNG) and to be optimized to determine the appropriate means of transport. From the results of the study conducted, it requires a concept CNG tube pressure of 250 bar gauge, with a mix of transport equipment such as skid tube trailer standard size 20 and 40 feet, as well as the use of sea transport in the form of a landing ship tank. Keywords: natural gas, compressed natural gas, gas transportation
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
5
1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Harga minyak bumi dipasaran dunia semakin tinggi dan cadangannya juga makin menipis, sedangkan penggunaan BBM masih tetap tinggi, terutama pada sektor kelistrikan sehingga beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah semakin besar. Pada sisi lain sumber energi gas bumi masih kurang dimanfaatkan secara optimal, dimana jumlah cadangannya lebih besar dibanding minyak bumi. Perusahaan penyedia tenaga listrik wajib menjamin ketersediaan dan ketahanan energi bagi masyarakat dan industri di wilayah distribusinya, sehingga penggunaan energi selain minyak bumi/BBM seperti gas bumi haruslah ditingkatkan sebagai upaya mengurangi beban subsidi pada pemerintah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peningkatan upaya ketersediaan energi bagi masyarakat adalah: 1. Kepentingan daerah dalam hal mengimplemetasikan visi pemerintah daerah dalam merangkai kepulauan dengan pembangunan infrastruktur transportasi, komunikasi dan kelistrikan 2. Peran strategis Pemerintah Daerah dan Instansi terkait sebagai salah satu stake holder utama perusahaan penyedia tenaga listrik dalam membangun kelistrikan di daerah 3. Kondisi sistem kelistrikan di pulau kecil dan kepulauan yang cukup rentan pemadaman dikarenakan cadangan panas yang terbatas 4. Pentingnya ketahanan dan kehandalan suplai listrik di wilayah kepulauan 5. Nilai tambah bagi perusahaan penyedia tenaga listrik: Meningkatkan nilai tambah perusahaan dengan melakukan pengembangan bisnis perusahaan yang mempunyai nilai tambah
Seiring dengan kebutuhan energi listrik di pulau kecil dan kepulauan yang terus meningkat, perusahaan penyedia tenaga listrik seperti PT. PLN berupaya untuk mengatasinya dengan membangun beberapa unit pembangkit listrik dengan kapasitas SNaTKII II – 10 Oktober 2015
6
kecil dan bersifat knock down. Pembangkit dengan sistem knock down ini sangat efektif dalam rangka merangkai pulau-pulau yang tersebar di daerah, terutama kemudahan dan cepatnya dalam instalasi serta dapat dipindahkan ke tempat lain. Semakin banyaknya pembangkit yang dipasang akan meningkatkan kebutuhan bahan bakar. Dalam rangka peningkatan pemakaian gas bumi sebagai pengganti minyak bumi sebagai bahan bakar, maka pembangkit yang dipasang sudah menggunakan gas bumi sebagai bahan bakarnya. Oleh karena itu, peningkatan penggunaan gas bumi sebagai sumber energi yang lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi, akan melahirkan tantangan baru dalam keseluruhan sistem rantai pasokan gas bumi untuk pembangkit listrik. Gas bumi sebagai bahan bakar pada pembangkit, baik saat beban dasar (base load) ataupun beban puncak (peak load) jauh lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi. Konsep solusi listrik kepulauan menjadi role model pengembangan kelistrikan di kepulauan dimana konsep ini menjadi yang pertama di Indonesia. Konsep ini berupa merangkai pulau melalui kelistrikan, dimana lokasi tambang minyak dan gas memiliki potensi akan energi primer dalam hal ini gas bumi yang dapat di bagikan dalam bentuk energi listrik yang handal dan ramah lingkungan. Dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau ditambah jarak sumber gas dengan pemakai yang tersebar dibeberapa wilayah yang jauh, sangat tidak efisien lagi untuk memasok gas ke lokasi pembangkit dengan menggunakan jaringan pipa. Tantangan ini memunculkan ide transportasi gas dari sumber-sumber gas ke lokasi pembangkit dalam rentang hingga 2000 mil laut menggunakan kapal berbasis CNG (compressed Natural Gas). Untuk mengatasi hal itu diperlukan suatu solusi alternatif untuk menyalurkan gas bumi ke pembangkit-pembangkit di pulau kecil dan kepulauan yang membutuhkan. Salah satu solusi bagi wilayah-wilayah yang belum dilalui jaringan transmisi dan distribusi gas bumi adalah dengan menggunakan moda transportasi Compressed Natural Gas dengan kapal laut. Penggunaan moda transportasi Compressed Natural Gas dengan kapal laut ini diharapkan dapat mengakomodir kendala keterbatasan pengembangan infrastruktur pipa ke berbagai sektor konsumen gas bumi terutama transportasi. SNaTKII II – 10 Oktober 2015
7
1.2 Karakteristik Gas Alam Gas alam dari wilayah yang diamati yang akan didistribusikan memiliki karakteristik yang ditunjukkan dalam tabel berikut. Sampel diambil dari pipa gas yang mengalir dalam pipa transmisi di Pulau Batam.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
8
Tabel 1. Karakteristik Gas Alam No
Parameter
1
Komponen C1 C2 C3 i-C4 n-C4 i-C5 n-C5 C6 N2 H2S Hg O2 H2O CO2 Densitas Specific Grafity Nilai Kalor Indeks Wobbe
2 3 4 5
Satuan
Pengambilan 18-8-‘13 19-8-‘13
%vol %vol %vol %vol %vol %vol %vol %vol %vol ppm vol ug/m3 %vol lb/mmscf %vol Lbs / ft3
87.8474 5.7341 1.0805 0.2226 0.2137 0.0828 0.0476 0.0316 1.0665 0.0001 0.000 0.0052 3.6238 0.04922
87.733 5.975 0.9789 0.2076 0.1877 0.0846 0.0493 0.0337 1.1664 0.0002 0.000 0.004 3.5291 0.04927
-
0.64409
0.64338
BTU/ft3
1,043.684
1,043.339
BTU/ft3
1,300.744
1,300.460
Metode Uji
AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976 AGA 8/ ISO 6976
Sumber: PT Perusahaan Gas Negara, Tbk Oktober 2013 [1]
1.3 Tabung Penyimpan CNG Sampai saat ini, teknologi yang berkembang pada tabung penyimpanan CNG telah menghasilkan 4 tipe tabung [5]. 1. Tabung Tipe 1 Tabung tipe 1 ini biasa disebut all metal cylinder, semuanya terbuat dari logam dan merupakan tabung tipe pertama yang dikembangkan untuk bahan bakar CNG. Desain awal tabung ini pada tahun 1920-an masih menggunakan carbon steel. Namun, seiring perjalanan waktu, para engineer semakin mengembangkan teknologi material untuk tabung tipe 1 ini hingga menuju logam paduan (alloy). Salah satu standar yang digunakan dalam proses desain tabung tipe 1 adalah ISO 11439. SNaTKII II – 10 Oktober 2015
9
2. Tabung Tipe 2 Pada tabung tipe 2 biasa disebut metal liner with hoop wrapped composite, liner tabung tetap terbuat dari logam namun liner tersebut dibungkus sebagian (yaitu hanya pada bagian silinder sirkularnya sedangkan bagian dome/kubah tidak dibungkus) oleh material komposit semacam carbon fiber dan glass fiber dan dikeraskan dengan epoxy atau polyester resin. 3. Tabung Tipe 3 Tabung tipe 3 (Metal liner with fully wrapped composite) sebenarnya hampir sama dengan tabung tipe 2. Bedanya pada tabung tipe 3 semua permukaan liner terbungkus oleh komposit (carbon fiber dan fiber glass) yang dikeraskan dengan resin. Secara umum, tabung tipe 3 memiliki berat 70 % lebih ringan daripada tabung tipe 1 dan 50 % lebih ringan daripada tabung tipe 2. Selain itu, karena penggunaan material aluminium (misalnya A6061) alloy cukup luas sebagai bahan liner-nya, maka tabung tipe 3 ini memiliki sifat anti-korosi yang baik dan umur fatigue yang tinggi. 4. Tabung Tipe 4 Pada tabung tipe 4 (Plastic liner with fully wrapped composite), linernya terbuat dari polimer dan luarnya dibungkus dengan komposit (carbon fiber dan fiber glass) yang dikeraskan dengan resin. Plastiknya tentu bukan sembarang plastik. Biasanya digunakan plastik tipe high density polyethylene (HDPE) dan sejenisnya yang sangat kuat terhadap tekanan yang tinggi dan tidak mudah bereaksi dengan CNG yang tersimpan. Kelebihan tabung tipe 4 adalah bobotnya yang sangat ringan namun harganya masih relatif mahal (sekitar 2 – 3 kali lipat harga tabung tipe 1). Meningkatnya kebutuhan CNG membuat CNG kontainer menjadi produk yang menarik dan nyaman untuk dikembangkan. CNG kontainer cocok untuk mengangkut CNG dalam jumlah besar ke tempat-tempat di mana jaringan pipa gas tidak ada. CNG kontainer atau tube skid dapat menahan tekanan hingga 250 bar. Silinder saling terhubung dalam satu modul yang memungkinkan transportasi CNG dalam jumlah besar dengan satu kendaraan. Kapasitas yang umum dipakai adalah berukuran 20 ft dan 40 ft. SNaTKII II – 10 Oktober 2015
10
Gambar 1. CNG tube skid /CNG containers / tube trailers [2, 3]
Tabung penyimpan CNG dapat digunakan untuk memindahkan gas methane ke berbagai konsumen, bervariasi mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga industry seperti bengkel, supermarket, hotel, dll. Pembuatan CNG tube skid harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam ISO 11439. Tabel 2. Ukuran CNG skid container Ukuran
40 ft (12192x2438x 1890mm)
20 ft
Jumlah [tabung]
Berat skid [kg]
Kapasitas
8 8 9 10 10 12 8 9 10 12
23.310 26.000 28.721 31.800 29.800 34.120 12.604 13.947 15.290 17.976
5.100 5.525 6.215 6.906 6.800 8.100 2.661 2.990 3.327 3.864
[Nm3]
Berat CNG [kg] 3.672 3.978 4.511 4.972 4.752 5.768 1.916 2.156 2.395 2.874
Berat Total [kg]
Nominal water Capacity [m3]
26.982 29.978 33.232 36.772 34.552 39.888 14.520 16.103 17.685 20.850
16,1 17,68 19,89 22,10 21,60 25,40 8,45 9,05 10,56 12,26
1.4 Kendaraan Angkut Darat Pengangkutan dan pengiriman CNG melalui darat menggunakan truk trailler dengan gandengan berupa tube CNG. Transportasi darat berguna untuk mengirimkan Tube CNG dari mother station menuju pelabuhan untuk kemudian dikirimkan dengan bantuan kapal ferry untuk menempuh transportasi laut. Trailler yang akan digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda pada setiap jenis, berikut gambar dan contoh spesifikasi trailler untuk mengirimkan CNG.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
11
Gambar 2. Truk trailler atau head truck. Contoh spesifikasi trailer 40 feet flat deck Berat : 40.000 kg Panjang Total : 12.240 mm; Tinggi : 1.440 mm; Lebar : 2.500 mm Main Frame : WF 450 mm Pick Up Plate : Plate Hitam 10 mm (KS) Lantai Deck : Plate Bordes 3,2 mm (KS) Suspension : III Axle With Equalizer Casting Steel Axel : 2 Pcs kapasitas 8-10 ton Landing Gear : Standard Velg Wheel Run : 13 Pcs Uk. 750 x 20x Lb.10 Brake : Air brake,Doble line system Twist Lock : 4 Pcs Twist Lock Container Brake : Two Line Air Brake System III Axel Electrical : 24 Volt,Stop,Tail,Flaser & Ind.Lamp Ban : 13 Pcs Foot step : Tangga besi kombinasi Bordes Alumunium (belakang dan samping)
Untuk mengangkut CNG container diperlukan platform (chassis) beroda dengan ukuran sesuai dengan container yang diangkut. Ada berbagai desain maupun ukuran untuk sebuah platform. Gambar dibawah menunjukkan contoh platform yang ada di pasaran.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
12
Gambar 3. Platform untuk mengangkut CNG container. Tabel 3. Contoh spesifikasi platform untuk mengangkut CNG container. Function Carries one 20 ft ISO Container Meets all DOT, TOFC, AAR, FMVSS, ANSI, SAE and TTMA Overall Length Closed 23 ft. 5 inches Overall Width 96 inches Tandem Location 49 inches Kingpin Location 15 inches from front of chassis Maximum Rear Height 50 1/2 inches Main Beams Wide flange I-Beam 12 inch deep, 19 lb/ft, hot rolled steel, ASTM A572-50 Forward Beams 6 9/16 inch deep I-Beam, fabricated with 1/2 inch x 5 inch Grade 65 top flange and 1/2 inch x 6-inch Grade 65 bottom flange and 1/4 inch web Landing Gear Jost two speed AAR approved, square leg. 50,000 lb. lift capacity and 140,000 static load capacity. Landing Gear Foot 10 in. by 10 in. Low profile sandshoe Group Axle Quantity Two Axles Hub Material Steel Topcoat Urethane Topcoat Steel & Fasteners All structural steel is ASTM-A572, Grade 50, or ASTMA607, Grade 50 or better. All structural fasteners are Grade 5 or better and are zinc coated Weight Approximately 5,800 lbs. SNaTKII II – 10 Oktober 2015
13
1.5 Kapal Angkut Barang Spesifikasi kapal barang dapat didasarkan atas beberapa variabel. Berikut ini ditampilkan beberapa cara menentukan spesifikasi kapal pengangkut barang.
1. Spesifikasi berdasar volume muatan Panjang kapal secara otomatis menentukan lebarnya, sehingga dengan hanya mengetahui panjang kapal akan didapat perkiraan volume muatannya, seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel 4. Perkiraan Ukuran LCT dan Muatannya : No Ukuran [ft] Muatan [m3] 1 230 2.500 2 240 2.700 3 250 3.000 4 270 3.600 5 300 5.000 6 330 6.000 2. Spesifikasi berdasar berat kapal Berat kapal keseluruhan dinyatakan dalam dead weight tonnes (DWT). Dalam spesifikasi ini, kapal yang mempunyai berat tertentu akan mempunyai ukuran panjang dan lebaryang spesifik, seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.
3. Spesifikasi berdasarkan luasan lantai kapal Dalam spesifikasi ini kapal yang mempunyai berat tertentu akan mempunyai panjang dan lebar tertentu, sehingga luas lantai untuk pemuatan dapat ditentukan. Contoh spesifikasi kapal, khususnya untuk jenis LCT yang akan dipakai dalam transportasi gas dapat dilihat dalam tabel berikut.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
14
Tabel 5. Spesifikasi Berat Kapal LoA B D 153,12 37,94 7,05 140,00 36,00 6,54 124,00 31,50 6,08 122,50 30,50 6,20 92,00 31,50 5,30 91,44 27,43 4,85 79,20 21,96 4,00 65,00 17,25 3,24 33,80 14,40 2,61 33,47 12,81 2,32 28,32 11,37 2,05 22,94 9,78 1,76
DWT 30.000 25.500 17.500 15.000 11.178 9.700 5.200 2.790 940 750 500 300
F 2,04 2,00 1,85 1,40 1,41 1,25 1,20 0,76 0,59 0,52 0,45 0,37
DWT = Dead Weight Total [kg] D = bagian yang terendam saat kapal dalam keadaan penuh beban [m] F = bagian kapal yang tidak terendam saat kapal dalam keadaan penuh [m] B = lebar kapal [m] LoA = Panjang Total tongkang [m] Tabel 6. Spesifikasi LCT LCT2 LCT3
LCT1
gross tonnage nett tonnage length breadth depth horse power speed crew
LCT4
643 GRT
440 GRT
405 GRT
645 GRT
193 NRT
132 NRT
122 NRT
194 NRT
57.30 m 12.00 m 3.30 m
49.39 m 12.00 m 3.30 m
48.67 m 10.55 m 3.00 m
54.95 m 12.20 m 3.00 m
2 X 530 hp
2 X 470 hp
2 X 471 hp
2 X 640 HP
9 knots 14 persons
7 knots 14 persons
8 knots 14 persons
10 knots 14 persons
1.7 Pemilihan Alat Transportasi Gas Menurut Jens Hetland [4], sistem transportasi LNG dilakukan bila jarak tempuh lebih dari 3,000 km dengan jumlah gas yang diangkut minimal 500 MMSCF. Metode transportasi dengan menggunakan pipa gas dilakukan untuk jarak pengangkutan SNaTKII II – 10 Oktober 2015
15
kurang dari 2,500 km. Sementara itu, metode CNG merupakan metode transportasi gas yang berada diantara metode LNG dan pipelines. Jarak tempuh pengangkutan gas untuk CNG adalah antara 800-3,000 km dengan jumlah gas yang diangkut kurang dari 300 MMSCF. Saat ini metode pengangkutan gas yang telah dilakukan di Indonesia adalah sistem LNG untuk tujuan ekspor dengan menggunakan tanker, metode pipelines dan LPG untuk tujuan ekspor dan domestik. Metode CNG hingga saat ini belum diterapkan di Indonesia namun masih dalam tahap studi oleh PGN maupun Pertamina. Metode CNG memiliki nilai tambah sebagai alternatif untuk mengangkut gas dari lokasi stranded. CNG adalah teknologi penyimpanan gas bumi dalam bejana bertekanan tinggi sampai dengan 3000 psig, yang ditransportasikan pada truk atau kapal pada suhu ruang atau suhu kriogenik. Rasio pengecilan volume gas sekitar 1/3 LNG atau 300 kali lebih kecil dari kondisi stanr dengan tekanan sekitar 200 – 400 psig, tergantung pada temperatur yang diinginkan. Fasa gas tidak berubah bila menggunakan metode CNG, maka loading dan unloading CNG lebih mudah seperti stasiun kompresor gas. Metode CNG dapat diaplikasikan melalui darat dan laut. Jalur darat (CNG Terrestrial) menggunakan truck mounted CNG atau CNG trailer. Cara ini telah banyak diaplikasikan secara komersial di beberapa negara maju, terutama di Amerika Serikat dan Kanada. Sedangkan jalur laut (CNG Marine) menggunakan kapal dengan desain khusus, sayangnya hingga saat ini aplikasi komersial marine transportation CNG sampai saat ini belum beroperasi secara komersial karena resiko yang terkait dengan teknologi baru. Seiring berkembangnya zaman, moda transportasi CNG pun mengalami banyak kemajuan dengan berbagai variasi penyusunan CNG. Banyak konsep baru bermunculan dalam rangka menjawab tantangan teknologi transportasi CNG yang efisien. Seperti yang berkembang saat ini adalah konsep CNG Coselle, yaitu coiled pipe 6 inch / 11 miles/tekanan 300 psig/suhu ambient, misalnya 108 coselle untuk kapasitas 345 MMscfd, diawali oleh Cran & Stenning dan dikembangkan oleh William Energy. Vontrans (volume optimized transport and storage dari Enersea Transport LLC) dengan pipa vertikal/horizontal diameter 42 inch / 120 ft, tekanan 1800 psig / suhu -29 oC dengan kapasitas 300 – 2000 MMscfd) dan GTM (gas SNaTKII II – 10 Oktober 2015
16
transportation module) dari Trans Canada Pipeline Ltd, panjang pipa 42 inch / 80 ft, dari bahan composite reinforced tahan sampai dengan 100.000 psi dan 35% lebih ringan, tekanan 3000 psig / suhu ambient, kapasitas 60.000 dwt untuk 450 MMscf. Di Indonesia, transportasi CNG melalui jalur laut masih belum berkembang dikarenakan resikonya yang besar terkait teknologi CNG yang masih baru. Selain itu karakteristik perairan di Indonesia adalah perairan dangkal sehingga belum ada perkembangan teknologi kearah sana. Padahal dengan CNG negara Indonesia bisa melakukan penghematan subsidi BBM. Oleh karena itu, teknologi transportasi CNG yang memenuhi kriteria wilayah di Indonesia sangat penting. Mengingat jarak antar pulau di Indonesia yang relatif dekat dengan perairan yang dangkal serta masyarakat yang heterogen yang telah berkembang. Dan kapal tongkang (barge) merupakan jawaban yang tepat dalam transportasi CNG ke pulau-pulau di Indonesia. Untuk industri yang tidak ingin menggunakan kapal CNG untuk transportasi laut dapat menggunakan ferry LCT (Landing Craft Tanker) yang dapat menggangkut trailler, sehingga tube tidak perlu dipindahkan terlebih dahulu. Gambar dibawah ini merupakan gambar kapal ferry yang dapat digunakan untuk mengangkut truk trailler CNG. Dari perbandingan ukuran mobil dump truck pertambangan batubara di gambar kedua membuktikan bahwa trailler CNG dapat dimasukan ke dalam kapal ferry dan tidak bermasalah untuk dilakukan transportasi melalui laut. Pada gambar 1 merupakan kapal ferry yang biasa digunakan untuk transportasi laut truk trailler CNG, kapasitas maximum yang dapat diterima dari kapal ferry ini adalah ± 8 – 12 buah truk .
Gambar 4. Kapal LCT yang digunakan untuk mengangkut trailler CNG
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
17
Gambar 5. Kapal LCT yang sedang mengangkut kendaraan berat.
2. METODE PENELITIAN Pada prinsipnya metode penelitian ini dilakukan dengan penelusuran pustaka, dilanjutkan dengan perhitungan keperluan alat angkut. Hal ini dilakukan karena ketiadaan sarana dan prasarana untuk penelitian.
Informasi
lain yang perlu
ditambahkan didapat dari survey di lapangan serta wawancara dengan pihak terkait.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Perhitungan Kebutuhan CNG Sebagai studi kasus, ditetapkan kegiatan penyediaan listrik di Kota Kecamatan Kijang di Pulau Bintan, dengan Penyediaan Gas dari Pulau Batam. Gas yang berada di Pulau Batam terlebih dahulu ditekan di Panaran, dimana disediakan kompresor beserta alat pengisian gas. Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) yang bersistem knock down di Kijang memiliki kapasitas terpasang 2x3 MW. Untuk menghitung kebutuhan gas alam yang dikonversikan menjadi listrik, maka diperlukan data efisiensi dari mesin generator listriknya. Jika diambil 30% sebagai efisiensi, maka: 1 KWH = 3.413 BTU gas alam, dan dengan efisiensi 30% berarti : 3.413 / 0.3 = 11.376,67 BTU gas untuk 1 KWH Jika 6 MW = 6.000 KW, sehingga untuk menghasilkan 6 MW dibutuhkan : SNaTKII II – 10 Oktober 2015
18
11.376,67 * 6.000 = 68.260.000 BTU gas alam. Selanjutnya jika 1 SCFH = 1.000 BTU-hr, maka : 68.260.000 / 1.000 SCFH gas = 68.260 SCFH atau dibutuhkan 0,068 MMSCFH untuk menghasilkan 6 MW per jam. Jika PLTMG diasumsikan bekerja pada beban penuh selama 24 jam sehari, maka kebutuhan gas alam menjadi: 0,068 x 24 = 1,63 MMSCFD
3.2 Penentuan CNG Container Untuk menghitung kebutuhan jumlah CNG tube skid, perlu diketahui banyaknya gas alam yang harus di distribusikan. Diketahui bahwa: 1 MMSCFD = 1.179,87 m3/h = 28.320 m3/D. Gas alam yang dibutuhkan oleh PLTMG Kijang adalah 1,59 MMSCFD, sehingga: 1,63 x 1.179,87 = 1.923,19 m3/h = 46.156,51 m3/D
3.3 Hasil Perhitungan Kebutuhan CNG Tube Skid dan chasis (CNG Container) Jumlah gas alam yang dibutuhkan adalah 46.156,51 m3/D. Sehingga kebutuhan minimal CNG tube skid dapat dirancang dengan beberapa alternatif sesuai ukuran skid. Alternatif 1 – semua menggunakan 20 ft CNG tube skid. Kapasitas skid : 3.864 Nm3 Jumlah skid : 46.156,51 / 3.864 = 11,95 skid atau 12 tube skid tiap hari Alternatif 2 – semua menggunakan 40 ft CNG tube skid. Kapasitas skid : 8.100 Nm3 Jumlah skid : 46.156,51 / 8.100 = 5,69 skid atau 6 tube skid tiap hari Alternatif 3 – gabungan 20 ft dan 40 ft CNG tube skid Kapasitas skid : 3.864 Nm3 untuk 20 ft dan 8.100 Nm3 untuk 40 ft Jumlah skid : 8 buah ukuran 20 ft dan 2 buah ukuran 40 ft skid tiap hari Jumlah ini adalah kebutuhan CNG container minimal per hari. Untuk mengantsipasi berbagai kemungkinan maka disarankan untuk menempatkan sejumlah CNG container di beberapa tempat. Jika diasumsikan CNG container 20 ft yang digunakan, maka kebutuhan CNG container total adalah sebagai berikut: Di lokasi pengisian di Panaran Di pelabuhan P. Batam Di atas kapal SNaTKII II – 10 Oktober 2015
: 12 CNG container (kondisi sedang diisi) : 12 CNG container (kondisi terisi CNG) : 12 CNG container (kondisi kosong) 19
Di PLTMG Kijang : 12 CNG container (kondisi dipakai) Dengan demikian kebutuhan CNG container secara ideal adalah 48 tube skid ukuran 20 ft. Dengan kapasitas 3.864 Nm3.
3.3 Penentuan Kebutuhan Head Truk Agar CNG dapat didistribusikan sesuai jadwal, maka dibutuhkan sejumlah head truck atau kepala truk untuk menarik CNG kontainer dari lokasi sumber gas alam menuju lokasi pembangkit listrik. Parameter yang perlu diperhatikan adalah waktu pengisian, waktu transportasi darat dan laut, dan waktu pengosongan di PLTMG Kijang. Kebutuhan minimal head truck adalah 3 buah untuk di P. Batam dan 3 buah untuk di P. Bintan. 3.4 Penentuan Kapal Angkut Barang Kapal angkut barang yang cocok digunakan untuk memindahkan CNG tube trailer dari P. Batam ke P. Bintan dengan kondisi laut yang ada adalah berjenis LCT. Penentuan jenis LCT didasarkan kepada kapasitas angkut terhadap CNG tube trailer yang ekivalen dengan container 1 TEU (twenty-foot equivalent unit) yang berukuran panjang 20 feet dan lebar 8 feet. Chassis atau platform untuk mengangkut container jenis ini memiliki panjang 23 feet 5 inch (dibulatkan menjadi 23 ½ feet atau 7,2 meter) sementara lebarnya sama dengan lebar container (2.500 mm). Oleh karena dalam satu kali angkut diperlukan 12 skid, maka diasumsikan dalam kapal tersusun skid dengan jumlah baris 4 dan jumlah banjar 3. Dengan demikian hanya untuk meletakkan platform diperlukan lebar kapal dengan perhitungan : Lebar platform container : 3 x 2.500 mm = 7,5 meter. Jarak antar platform dan jarak dengan tepi kapal diasumsikan 1 meter, sehingga : Total lebar lantai kapal : (4 x 1) meter + 7,5 meter = 11,5 meter. Sedangkan panjang lantai kapal dapat dihitung dengan diasumsikan jarak antar baris juga 1 meter, maka panjang lantai kapal adalah : (5 x 1) meter + (4 x 7,2 meter) = 33,8 meter. Selanjutnya jika ditambah ruang kemudi yang rata-rata sepanjang 9 meter, maka diperkirakan panjang kapal yang dibutuhkan adalah : 33,8 + 9 = 42,9 meter. Oleh karena ujung buritan kapal menyempit dan diperlukan ruang gerak bagi head SNaTKII II – 10 Oktober 2015
20
truck untuk melakukan manuver pemuatan, maka pajang kapal ditambah 6 meter, sehingga panjang kapal LCT minimal yang diperlukan adalah : 42,9 + 6 = 48,9 meter.
Selanjutnya dengan memperhatikan tabel di atas (Tabel 6. Spesifikasi LCT) dapat disimpulkan bahwa jenis LCT yang dipilih adalah LCT 2
4. KESIMPULAN Berdasarkan perhitungan dan pertimbangan teknis agar proses distribusi CNG dapat berjalan secara baik dan ideal, maka kebutuhan: Tipe Tabung CNG Tekanan Tabung CNG container berikut platform Ukuran/kapasitas CNG container Head truck Kapal pengangkut Jenis kapal pengangkut
: 1s/d 4 : 250 bar : 48 buah : 20 ft (optimum) dan 40 feet : 6 buah : 1 unit : LCT 2
5. SARAN Untuk meyakinkan implementasi dari studi kasus ini, diperlukan kajian lanjut tentang pelabuhan dan jalan penghubung di sumber gas dan lokasi pembangkit listrik.
DAFTAR PUSTAKA [1] PT. PGN (2013). Komposisi Gas di Pipa Transmisi Batam. Hasil test laboratorium [2] Fiba Canning Inc. (2015). Compressed Gas Trailer. www.fibacanning.com/pdf/Compressed%20Gas%20Equipment.pdf [3] Enk Co Ltd (2015). CNG Tube Trailer. www.enkcf.com/aspx/product/Cng_tube.aspx [4] Jens Hetland (2015). Security of Natural Gas Supply through Transit Countries. Springer Science & Business Media [5] Ngvaeurope (2015). High Pressure CNG Cylinders. https://www.ngvaeurope.eu/downloads/X-STORE_01-2010.pdf
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
21