DISTRIBUSI BAHASA DURI DAN BAHASA TORAJA: Suatu Analisis Geografi Dialek Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed Universitas Hasanuddin Abstract This study is to find out language variations and lexical differences and to observe closely interlanguage influences which would enable to classify groups of language, dialect, and subdialect areas based on lexical variation. This study is also to compare the distance location with the percentage of lexical distance of the villages. The result indicates that the linguistic distance between the localties cannot be used to determine the difference of the lexical contrast and the distance between two neighboring villages. There is high degree of similarity of phonic substances, segments of sound in a stream of speech, revealing that there is a high degree of mutual intelligibility among most speakers of both speech communities. It can, therefore, be concluded that both Dun and Toraja languages spoken in margina1 areas of Alla and Mengkendek subdistricts have a high degree of genetic relation .
PENDAHULUAN Bahasa Duri yang digunakan di Kecamatan Alla. Kabupaten Enrekang, berbatas langsung dengan bahasa Toraja dialek Gandangbatu yang digunakan di Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja. Kontak dan tingkat mobilitas penduduk di kedua wilayah itu cukup tinggi terutama di dua desa yang terdapat di Kecamatan Mengkendek bagian selatan seperti Desa Gandangbatu dan Desa Uluway (Sande 1980:3). Pada daerah yang relatif kecil seperti Kecamatan Alla dan Kecamatan Mengkendek ini dapat diduga terjadi sentuh bahasa di antara bahasa Duri dan bahasa Toraja dialek Gandangbatu. "Persaingan", "pertikaian", atau "saling melengkapi" antar bahasa menampilkan daerah-pakai suatu bahasa yang meliputi daerah-inti bahasa itu dan juga daerah-pengaruh bahasa itu terhadap daerah-pakai bahasa lain (Lauder 1990:6). Situasi geografi kedua kecamatan ini adalah tempat jalan poros Makassar-Tana Toraja melintas. Pada beberapa desa di Kecamatan Mengkendek terdapat kantong-kantong penutur bahasa Duri, dan sebaliknya di wilayah Kecamatan Alla terdapat kantong-kantong penutur bahasa Toraja.
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed
1
GAMBARAN RINGKAS BAHASA DURI DAN BAHASA TORAJA
Bahasa Duri: Tampak jelas dalam matriks di bawah bahwa bahasa Duri memiliki keseragaman oleh karena pada keempat dialeknya, yakni, dialek Baroko, Bilajin, Cakke dan Baraka tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Valkama 1990:75). Persamaan leksikal dengan bahasa Toraja yang rata-rata 77,8 persen menunjukkan bahwa bahasa Duri cenderung lebih dekat ke kelompok bahasa Toraja, jika dibanding dengan persentasi kesamaan dengan bahasa EnrekangPattinjo yang hanya 75,7 persen. Selanjutnya. Mills (1975: 109) menguraikan bahwa bahasa Masserempulu adalah bahasa transisi antara bahasa Toraja-Saqdan dan bahasa Bugis.
Bagan 1.2.
Matriks subfamili kelompok bahasa Massemempulu (Valkama 1987:129)
Bahasa Toraja. Penghuni sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah dan sebagian daerah utara wilayah Sulawesi Selatan disebut suku Toraja (Salombe 1978:1). Oleh Adriani (Adriani-Kruyt 1950,1:3) suku Toraja tersebut dikelompokkan keda1am Toraja Timur yang bermukim di daerah Tojo-Poso, Sulawesi Tengah, Toraja Barat yang bermukim di daerah Kaili-Parigi, juga di Sulawesi Tengah, dan Toraja Selatan yang lebih dikenal dengan sebutan Toraja Saqdan, yang bermukim di wilayah utara jazirah Sulawesi Selatan, sepanjang aliran sungai Saqdan. Selanjutnya, bahasa Toraja Timur disebut bahasa Bareqe yang kemudian diubah menjadi bahasa Pamona. Bahasa Toraja Barat disebut Bahasa Ulna, dan bahasa Toraja Selatan disebut bahasa Taeq. Semua nama bahasa tersebut berarti "tidak" (Salmer 1960: 114-115).
36
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
2 METODE PENELITIAN Di bawah ini disajikan tiga hal, yakni, instrumen yang dipakai untuk melaksanakan penelitian, komputerisasi yang dilakukan untuk pemetaan bahasa, dan penggambaran peta. 2.1 Instrumen Penelitian Instrumen yang merupakan perangkat bantu dalam memberikan dan membandingkan latar historis variasi bahasa di Kecamata. AlIa dan Mengkendek tersebut meliputi pokok-pokok berikut ini: 1) Peta bahasa dalam bentuk peta gambaran (display map) dan peta interpretasi (inlerpreli,'e map) digunakan untuk menginventarisasi dan mendistribusikan gejala kebahasaan (Goosens 1977:69-72). 2) Isoglos untuk mengelompokkan semua gejala kebahasaan (Chambers dan Trudgill 1980:103). 3) Dialektometri untuk mengukur secara statistik perbedaan ma11pun persamaan aspek-aspek bahasa yang terdapat antara titik-titik pengamatan berdekatan dan membandingkannya dengan sejumlah bahan yang diperoleh dari daerah yang diteliti (Ayatrohaldi 1985:59; Nothofer 1980:59-60). 2.1 Komputerisasi Pemetaan Bahasa Pemetaan Data: Program pemetaan bahasa Duri dan bahasa Toraja menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS, Geographycal Information System) yang diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sekarang int. Spesifikasi Peralatan: Perangkat bantuan yang digunakan dalam melakukan visualisasi komputer peta bahasa ini terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan untuk membuat peta bahasa dalam penelitian ini adalah: (a) dua unit komputer personal, prosesor Intel Celeron 1,7 Gigahertz; RAM 256 Megabytes, harddisc 30 Gigabytes dan (b) printer hp deskjet 1180c. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini: (a) Program spreadsheet yaitu program komputer yang mengatur data berupa angka ke dalam bentuk baris dan kolom pada layar monitor untuk mengi11tung kalkulasi yang diinginkan dan membuat perbaikan berdasar data baru yang bernama Microsoft Excel 2000, dan (b) Program interpolasi pemetaan Surfer versi 8.0. Pengolahan Data: Langkah-langkah pengolahan data tersebut adalah: (1) Input data: Input data dilakukan dengan mencatat data dalam kartu berian ke dalam worksheet data dalam program spreadsheet Ms Excel 2000. Worksheet data tersebut terdiri atas kolom-kolom dan baris-baris data yang disebut sel. Data dalam kartu berian disalin ke dalam kolom37
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed
kolom dan baris-baris data tersebut Kolom data dalam program tersebut diisi dengan nama desa (lokasi), koordinat lokasi, kata dan arti kata. Data yang dimasukkan terdiri atas 70 desa dan 532 kata. Ini berarti bahwa jika desa memiliki 3 parameter (nama desa; koordinat x; koordinat y) dan kata memiliki 2 parameter (kata; arti kata), serta kode tambahan (2 parameter), maka data yang diinput sebanyak (70 desa x 532 kata x 7 parameter) 260.680 buah sel data. Data mentah yang telah diinput kemudian disusun berdasarkan lokasi dan diberi 2 parameter tambahan sebagai kodiftkasi nama desa (id desa) clan kata (id kata) clan masih tetap menggunakan Ms Excel 2000 Pengolahan data komponen peta Ada dua macam data yang diolah, yakni, data isoglos dan data dialektometrik. Pengolahan data isoglos. Penarikan berkas isoglos dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Surfer versi 8.0. Sebelum dilakukan penarikan isoglos, terlebih dahulu kata yang akan ditarik berkasnya diberi kode yang sama. Sementara itu, seluruh kata di luar kata tersebut diberi kode yang berbeda. Metoda interpolasi yang dipilih dalam proses ini adalah metoda minimum curvature. Pengolahan data dialektometri. Tahap pertama dalam pengolah~ data dialektometri adalah membuat segitiga dialektometri, yaitu, menghubungkan sebuah desa dengan desa terdekat dengan sebuah garis lurus. Setiap desa yang memiliki hubungan jarak terdekat akan dihitung jarak kosakatanya berdasarkan persentase perbedaan arti kata, baik untuk setiap kategori maupun untuk seluruh kata. Penghitungan perbedaan arti kata dilakukan dengan memanfaatkan logika matematika IF da1am program Ms Excel. Logika ini membandingkan arti kata dari kata yang sarna pada dua lokasi (desa) yang berbeda. Hasil logika ini akan menampilkan bilangan biner, yaitu, menampilkan nilai 0 (nol) jika sarna arti katanya atau nilai 1 (satu) jika beda arti katanya. Jumlah (SUM) dari seluruh nilai beda dibagi dengan jumlah seluruh kata yang dibandingkan dikalikan 100. Ini akan menghasilkan persentase perbedaan arti kata yang dibandingkan. Persentase perbedaan inilah yang menjadi jarak kosakata antardesa yang dibandingkan. Sementara itu, jarak lurus antardesa yang dibandirigkan dihitung berdasarkan koordinat posisi kedua desa tersebut. Perhitungannya memanfaatkan fungsi matematika akar kuadrat (SQRT) dan kuadrat (SQR) dalam program Ms Excel 2000. Proses yang sama dilakukan juga untuk menghitung dialektometri dalam permutasi antar desa.
38
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
Contoh persamaan untuk menhitung jarak antara dua lokasi desa: d=Ö(X2-X1)2 +(Y2-Y1)2 dengan: d = jarak antara desa 1 dan desa 2 x1 = koordinat geografis x (bujur) desa 1 x2 = koordinat geografis x (bujur) desa 2 y1 = koordinat geografis y (lintang) desa 1 y2 = koordinat geografis y (lintang) desa 2 Contoh pernyataan (syntax) untuk menentukan jarak antara 2 desa: =SQRT( (Jarak!B1-J arak! B2) ^ 2+( J arak! C1-Jarak! C2) ) ^ 2) dengan: SQRT = akar kuadrat ^2 = SQR = kuadrat Jarak!Bl = sel berisi koordinat geografis x (bujur) desa 1 Jarak!B2 = sel berisi koordinat geografis x (bujur) desa 2 Jarak!Cl = sel berisi koordinat geografis y (lintang) desa 1 Jarak!C2 = sel berisi koordinat geografis y (lintang) desa 1 Contoh pernyataan (syntax) untuk menentukan nilai perbedaan arti kata: =IF(A$l =A$2,O,1) dengan: A$l = sel berisi arti kata pada desa 1 A$2 = sel berisi arti kata pada desa 2 Contoh pernyataan (syntax) untuk menentukan jarak kosa kata (D) : =SUM('Kekerabatan (1-21)'!X75+'Tutur Sapa (22-36)'!R75+'K Desa (37-50)'!Q75+'Bag Tubuh (51-113)'!BN75+'Rumah & Bangunan (114-140)'!AD75+'Alat Rumah Tangga (141-174)'! AK75+'MakAllan & Minuman (175-187)'!P75+'T Halaman & Pepohonan (188-229)'!AS75+'Binatang (230-272)'!AT75+'Musim & K Alam (273-314)' !AS75+'Penyakit (315-337)' !Z75+'Perangai (338-352)' !R75+'Mata Pencaharian (353-371)'!V75+'Pakaian (372-386)'!R75 +'Permainan (387-392)'!I75+'Gerak & Kerja (393483)'! CP75 +'Bilangan (484-516)'!AJ75+'Sifat (517-532)'!S75 /Jarak!$J$19) *IOO dengan: SUM = jumlah 'Kekerabatan (1-21)'!X75 = sel berisi nilai beda pada kategori kekerabatan, dst Jarak!$J$19 = sel berisi jumlah kata yang dibandingkan 2.3 Penggambaran Peta Ada dua macam peta dalam penelitian ini: peta isoglos dan peta dialektometri.
39
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed
Peta isoglos File grid dari hasil pengolahan data dapat ditampilkan dalarn lembar plot pada menu Map dalam program Surfer 8.0. File ini bisa ditampilkan sebagai peta me!alui sub menu Contour Map yang berupa berkas isoglos untuk salah satu arti kata dari sebuah kata tertentu. Hal ini dilakukan untuk semua arti kata dari setiap kata yang akan dipetakan. Untuk menampilkan seluruh berkas isogloS yang diinginkan dalam sebuah kategori kata, digunakan sub menu Overlay Maps dalam menu Map. Peta dialektometri. Penggarnbaran peta dialektometri dilakukan dengan menggambarkan garis lurus yang membagi antara dua lokasi (desa) yang berdekatan. Peta yang mengandung garis pembagi ini digambarkan dalam plot peta pada program Surfer 8.0. Garis-garis pembagi ini bisa diubah-ubah tampilannya pada sub menu Properties dalam menu Edit. Berdasarkan kategori dialektometri yang membagi menjadi 5 tingkatan, maka properties garis pembagi ini juga dibagi menjadi 5 jenis sesuai kategori jarak kosa kata antar desanya. Perbedaan tampilan terutama terlihat dalam hal ketebalan dan warna garis, sehingga lebih mudah diidentiftkasi dalam peta dialektometri yang ditampilkan. 3 PEMBAHASAN Sesuai dengan pola penyajian yang telah kita pakai, maka pembahasan dalam sub-bab ini akan juga mencakup dua topik, yakni, bahasan yang berkaitan dengan isoglos dan yang dialektometris. 3.1 Bahasan Berkas Isoglos Garis isoglos berupa garis yang menghubungkan tiap titik pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan yang sama. Dengan demikian. garis isoglos berfungsi menyatukan titik-titik pengamatan yang mengandung gejala kebahasaan yang serupa. Hal ini berbeda dengan garis heteroglos yang diperkenalkan oleh Kurath, yang berfungsl memisahkan titik-titik pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan yang berbeda. Semua peta yang berbentuk peta imij, peta kontour, dan permukaan bumi memerlukan jaringan untuk pengolahnnya dengan surfer. Jaringan tersebut berbentuk empat persegi panjang yang terdiri atas ruang dan kolom yang sama. Proses penyatuan atau pengelompokan ditempuh dengan menggunakan sistem overlay. Kadang-kadang muncul pola berkas isoglos tetap yang mudah dibaca tetapi ada pula yang berpola sulit dibaca. Pola sebar 18 medan makna tersebut diuraikan secara detail di bawah ini. a. Kekerabatan. Pada medan rnakna kekerabatan terdapat 21 buah peta, yaitu, peta (01) SAYA, peta (02) IBU, peta (03) KAKEK, peta (04) NENEK, peta (05) ORANG TUA KAKEK/NENEK, peta 40
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
(06) ANAK, peta (07) CUCU, peta (08) ANAK CUCU, peta (09) ANAK KAKAK, peta (10) ABANG/KAKAK, peta (11) ADIK, peta (12) KAKAK PEREMPUAN, peta (13) ANAK ADIK, peta (14) SUAMI, peta (15) ISTRI, peta (16) ADIK/KAKAK DARI SUAMI/ ISTRI, peta (17) MERTUA. peta (18) MENANTU, peta (19) ANAK DARI KAKAKNYA/ADIKNYA AYAH/IBU, peta (20) KAKAK/ ADIK DARI AYAH/IBU, peta (21) BESAN. 3.2 Bahasan Dialekfometris Cara penghitungan jarak kosakata adalah dengan rumus pendekatan kuantitatif seperti berikut: (s x 1.00) = d% n
(2)
Keterangan: S = jumlah beda dengan daerah pengamatan lain n = jumlah peta yang diperbandingkan d = jarak kosakata dalam % Persentase jarak kosakata di antara dua titik pengamatan dapat dipero1eh dengan mengalikan jumlah beda kosakata dengan 100 kemudian dibagi dengan jumlah peta yang dibandingkan. Persentase jarak kosakata di antara dua titik pengamatan yang mencapai di bawah 20 persen dianggap tidak mempunyai perbedaan; antara 21-30 persen dianggap beda wicara/tuturan (parler); antara 31 50 persen dianggap beda subdia1ek (sousdia1ecte); antara 51-80 persen dianggap beda dialek (dialecte); dan di atas 80 persen dianggap beda bahasa (langue) (Francis 1983: 158).
Peta Hasil perhitungan dialektrometri medan makna seluruh kata T abet VI.19. Tabel Dialektometri medan makna seluruh kata bahasa Duri dan bahasa Toraja
41
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed ANTAR DESA
KELAS
RENTANG
ANTAR DESA
2
negligeable
0%-20%
14
-
KELAS
RENTANG
15
negligeable
0%-20%
1
-
1
-
3
negligeable
0%-20%
14
-
22
dialecte
51%-80%
1
-
18
sousdialecte
31%-50%
15
-
20
sousdialecte
31%-50%
1
-
17
dialecte
51%-80%
15
-
22
dialecte
51%-80%
2
-
3
negligeable
0%-20%
15
-
26
dialecte
51%-80%
2
-
13
negligeable
0%-20%
16
-
17
sousdialecte
31%-50%
2
-
17
sousdialecte
31%-50%
16
-
18
sousdialecte
31%-50%
3
-
4
negligeable
0%-20%
16
-
20
sousdialecte
31%-50%
3
-
13
negligeab
0%-20%
16
-
19
dialecte
51%-80%
3
-
6
sousdialecte
31%-50%
16
-
21
dialecte
51%-80% 0%-20%
4
-
5
negligeable
0%-20%
17
-
18
negligeable
4
-
13
negligeable
0%-20%
18
-
19
negligeable
0%-20%
4
-
6
sousdialecte
31%-50%
19
-
21
dialecte
51%-80%
4
-
20
sousdialecte
31%-50%
19
-
27
dialecte
51%-80%
4
-
14
dialecte
51%-80%
19
-
28
dialecte
51%-80%
4
-
14
dialecte
51%-80%
20
-
21
sousdialecte
31%-50%
4
-
16
diatecte
51%-80%
20
-
26
dialecte
51%-80%
5
-
6
sousdialecte
31%-50%
21
-
26
dialecte
51%-80%
5
-
11
dialecte
51%-80%
21
-
27
dialecte
51%-80%
5
-
14
dialecte
51%-80%
22
-
24
sousdialecte
31%-50%
6
-
7
negligeable
0%-20%
22
-
26
sousdialecte
31%-50%
6
-
8
dialecte
51%-80%
23
-
24
negligeable
0%-20%
6
-
9
dialecte
51%-80%
23
-
31
sousdialecte
31%-50%
6
-
11
dialecte
51%-80%
23
-
67
dialecte
51%-80%
7
-
8
dialecte
51%-80%
24
-
25
sousdialecte
31%-50%
7
-
11
dialecte
51%-80%
24
-
26
sousdialecte
31%-50%
7
-
12
dialecte
51%-80%
24
-
31
sousdialecte
31%-50%
7
-
66
dialecte
51%-80%
25
-
26
sousdialecte
31%-50%
7
-
67
dialecte
51%-80%
25
-
29
sousdiarecte
31%-50%
8
-
9
dialecte
51%-80%
25
-
30
sousdialecte
31%-50%
8
-
10
dialecte
51%-80%
25
-
31
sousdialecte
31%-50%
8
-
64
dialecte
51%-80%
26
-
27
sousdialecte
31%-50%
8
-
66
dialecte
51%-80%
26
-
29
sousdialecte
31%-50%
9
-
10
sousdialecte
31%-50%
27
-
28
sousdiarecte
31%-50%
9
-
62
dialecte
51%-80%
27
-
29
negligeable
31%-50%
9
-
63
dialecte
51%-80%
28
-
29
sousdialecte
0%-20%
10
-
63
dialecte
51%-80%
28
-
30
sousdialecte
31%-50%
11
-
12
negligeable
0%-20%
28
-
35
sousdialecte
31%-50%
11
-
22
sousdialecte
31%-50%
28
-
34
dialecte
51%-80%
11
-
15
dialecte
51%-80%
28
-
39
dialecte
51%-80%
12
-
23
negligeable
0%-20%
29
-
30
sousdialecte
31%-50%
12
-
24
parler
21%-30%
30
-
31
sousdialecte
31%-50%
42
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007 ANTAR DESA
KELAS
RENTANG
ANTAR DESA
31%-50%
30
-
KELAS
RENTANG
33
sousdialecte
31%-50% 51%-80%
12
-
22
sousdialecte
12
-
67
dialecte
51%-80%
30
-
34
dialecte
13
-
17
sousdialecte
31%-50%
31
-
32
parler
21%-30%
13
-
16
dialecte
51%-80%
31
-
33
sousdialecte
31%-50%
31
-
67
dialecte
51%-80%
46
-
51
sousdialecte
31%-50%
31
-
69
dialecte
51%-80%
47
-
48
negligeable
0%-20%
32
-
33
sousdialecte
31%-50%
48
-
49
negligeable
0%-20%
32
-
37
dialecte
51%-80%
48
-
50
negligeable
0%-20%
32
-
69
dialecte
51%-80%
49
-
50
negligeable
0%-20%
32
-
70
dialecte
51%-80%
49
-
51
sousdialecte
31%-50%
33
-
34
dialecte
51%-80%
50
-
51
sousdialecte
31%-50%
33
-
36
dialecte
51%-80%
51
-
52
dialecte
51%-80%
33
-
37
dialecte
51%-80%
51
-
54
dialecte
51%-80%
33
-
38
dialecte
51%-80%
52
-
53
sousdialecte
31%-50%
34
-
35
dialecte
51%-80%
52
-
54
sousdialecte
31%-50%
34
-
36
dialecte
51%-80%
53
-
54
sousdialecte
31%-50%
35
-
36
sousdialecte
31%-50%
53
-
55
sousdialecte
31%-50%
35
-
38
dialecte
51%-80%
54
-
55
negligeable
0%-20%
35
-
39
dialecte
51%-80%
54
-
57
negligeable
0%-20%
36
-
38
dialecte
51%-80%
54
-
60
langue
81%-100%
37
-
38
sousdialecte
31%-50%
55
-
56
negligeable
0%-20%
37
-
41
sousdialecte
31%-50%
55
-
57
negligeable
0%-20%
37
-
42
sousdialecte
31%-50%
56
-
57
negligeable
0%-20%
37
-
56
sousdialecte
31%-50%
56
-
58
sousdialecte
31%-50%
37
-
70
sousdialecte
31%-50%
56
-
70
sousdialecte
31%-50%
38
-
39
sousdialecte
31%-50%
57
-
58
sousdialecte
31%-50%
38
-
40
sousdialecte
31%-50%
57
-
59
sousdialecte
31%-50%
38
-
41
dialecte
51%-80%
57
-
61
sousdialecte
31%-50%
39
-
40
negligeable
0%-20%
57
-
60
sousdialecte
31%-50%
39
-
47
sousdialecte
31%-50%
58
-
68
negligeable
0%-20%
39
-
48
sousdialecte
31%-50%
58
-
59
sousdialecte
31%-50%
40
-
41
sousdialecte
31%-50%
58
-
69
sousdialecte
31%-50%
40
-
47
sousdialecte
31%-50%
58
-
70
sousdialecte
31%-50%
41
-
42
negligeable
31%-50%
59
-
61
sousdialecte
31%-50%
41
-
44
sousdialecte
31%-50%
59
-
67
sousdialecte
31%-50%
41
-
45
sousdialecte
31%-50%
59
-
68
sousdialecte
31%-50%
41
-
47
sousdialecte
31%-50%
59
-
66
dialecte
51%-80%
41
-
53
sousdialecte
31%-50%
59
-
65
dialecte
51%-80%
42
-
43
sousdialecte
31%-50%
60
-
61
sousdialecte
31%-50%
42
-
44
sousdialecte
31%-50%
60
-
62
sousdialecte
31%-50%
42
-
56
sousdialecte
31%-50%
61
-
62
sousdialecte
31%-50%
43
-
55
parler
21%-30%
61
-
65
sousdialecte
31%-50%
43
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed ANTAR DESA
KELAS
RENTANG
ANTAR DESA
KELAS
RENTANG
43
-
56
parler
21%-30%
62
-
63
negligeable
0%-20%
43
-
53
sousdialecte
31%-50%
62
-
65
negligeable
0%-20%
44
-
53
sousdialecte
31%-50%
53
-
64
negligeable
0%-20%
45
-
46
sousdialecte
31%-50%
63
-
65
negligeable
0%-20%
45
-
47
sousdialecte
31%-50%
64
-
65
negligeable
0%-20%
45
-
51
sousdialecte
31%-50%
64
-
66
negligeable
0%-20%
45
-
52
sousdialecte
31%-50%
65
-
66
negligeable
0%-20%
45
-
53
sousdialecte
31%-50%
66
-
67
sousdialecte
31%-50%
46
-
47
negligeable
0%-20%
67
-
68
sousdialecte
31%-50%
46
-
48
negligeable
0%-20%
67
-
69
sousdialecte
31%-50%
46
-
49
negligeable
0%-20%
68
-
69
sousdialecte
31%-50%
69
-
70
sousdialecte
31%-50%
Untuk penghitungan permutasi antardesa, langkah yang ditempuh untuk mengetahui keberadaan ataupun ketidakberadaan mata rantai pemahaman ialah dengan membandingkan jarak kosakata dari desa paling ujung dengan desa-desa lainnya sampai ke ujung terakhir. Dengan demikian, desa-desa yang dibandingkan ialah desa-desa yang berada di ujung utara dengan desa-desa yang terjauh di selatan; timur dengan barat; timur laut dengan barat daya, dan tenggara dengan barat laut. Tabel. Jarak kosakata antardesa Utara-Selatan ANTARDESA
KELAS
RENTANG
PERSEN BEDA
JARAK (meter)
JARAK (kilometer)
Utara-Selatan 1~2 1~13 1~16 1~20 1~15 1~22 1~12 1~67 1~59 1~61 1~60
negligeable negligeable dialecte sousdialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte
0%-20% 0%-20% 51%-80% 31%-50% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80%
0,38 5,26 53,20 49,62 53,57 57,52 58,83 70,86 73,50 71,99 71,05
2434 4282 4960 7740 8416 11253 14075 19347 23583 26188 27607
2,434 4,282 4,960 7,740 8,416 11,253 14,075 19,347 23,583 26,188 27,607
44
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
Jarak Kosa Kata Utara-Selatan 100 90 80
70.9
73.5
72
71.1
70
(%)
60
53.2
50
49.6
57.5
53.6
58.8
40 30 20 10
5.3 0.4
0 1~2
1~13
1~16
1~20
1~15
1~22
1~12
1~67
1~59
1~61 1~60
Antardesa Grafik. Jarak kosakata antardesa Utara-Selatan Tabel. Jarak kosakata antardesa Timurlaut-Baratdaya KELAS
RENTANG
PERSEN BEDA
JARAK (meter)
JARAK (kilometer)
Timurlaut-Baratdaya 6~11 dialecte 6~12 dialecte 6~23 dialecte 6~31 dialecte 6~33 dialecte 6~38 dialecte 6~40 dialecte 6~47 dialecte 6~46 dialecte 6~49 dialecte 6~50 dialecte
51%-80% 51%-50% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-50% 51%-80% 51%-80%
57,71 58,08 57,52 53,95 56,39 69,74 67,86 70,30 70,30 69,92 70,11
5316 9724 10673 14203 18315 20672 24936 26236 28900 31494 32662
5,316 9,724 10,673 14,203 18,315 20,672 24,936 26,236 28,900 31,494 32,662
ANTARDESA
45
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed
Jarak Kosa Kata Timurlaut-Baratdaya 100
80
57.7
58 .1
57.5
53.9
67.9
6~38
6~40
69.9
71.1
70 .3
70.3
6~47
6~46 6~49 6~50
56 .4
(%)
60
69.7
40
20
0
6~11 6~12
6~23
6~31 6~33
Antardesa Grafik. Jarak kosakata antardesa Timurlaut-Baratdaya
ANTARDESA
KELAS
RENTANG
PERSEN BEDA
JARAK (meter)
JARAK (kilometer)
Timur-Barat 8~66 8~67 8~69 8~32 8~37 8~38 8~39
dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte
51%-80% 51%-50% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80%
65,60 70,49 69,36 57,71 70,30 68,80 69,17
4454 8326 11835 13587 15465 18834 22961
4,454 8,326 11,835 13,587 15,465 18,834 22,961
Jarak Kosa Kata Utara-Selatan 100
(%)
80
65.6
70.5
70.3
69.4
65.8
69.2
8~38
8~39
57.7
60 40 20 0
8~66
8~67
8~69
8~32
Antardesa
46
8~37
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
Tabel. Jarak kosakata antardesa Tenggara- Baratlaut ANTARDESA
KELAS
RENTANG
PERSEN BEDA
JARAK (meter)
JARAK (kilometer)
9~63 9~64 9~66 9~67 9~31 9~25 9~29 9~28
dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte dialecte
51%-50% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80% 51%-80%
54,14 54,51 54,70 59,59 52,63 54,14 55,83 56,02
4405 8295 12068 15627 21184 23066 25128 28437
4,405 8,295 12,068 15,627 21,184 23,066 25,128 28,437
Jarak Kosa Kata Tenggara-Baratlaut 100
(%)
80 60
54.1
54.5
59.6
54.7
52.6
54.1
55.8
56
40 20 0
9~63
9~64 9~66
9~67 9~31 9~25 9~29
9~28
Antardesa Grafik. Jarak kosakata antardesa Tenggara- Baratlaut 4 KESIMPULAN Sejumlah data variasi kebahasaan yang didapat dari komunitas bahasa di wilayah Kecamatan Alla di Kabupaten Enrekang dan wilayah Kecamatan Mengkendek di Kabupaten Tana Toraja terkumpul dari 70 titik pengamatan. Data variasi yang diperoleh dari 532 buah kata kemudian direkam ke dalam 532 peta sebagai syarat mutlak bagi penelitian geografi dialek. Dari hasil1kajian serta pendokumentasian unsur kebahasaan yang bersifat geografi horizontal ditariklah kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut. 1.
Hasil penelitian menunjukkan batas tingkat hubungan antara bahasa Duri dam bahasa Toraja di wilayah marginal Kecamatan AlIa dan Kecamatan Mengkendek ditandai dengan adanya derajat kemiripan sistem bunyi yang cukup tinggi antara kedua bahasa. Di wilayah mr.rginal Kecamatan AlIa dan Kecamatan Mengkendek ditemukan bahwa tingkat persamaan di antara dua variasi bahasa cenderung sejalan dengan tingkat kepesatan komunikasi
47
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed
2.
3.
antarkomunitas bahasa tersebut. Gejala tersebut terlihat dengan jelas pada berkas-berkas isoglos. Berkas isoglos juga menunjukkan bahwa derajat proses akomodasi antarbahasa di wilayah marginal ini cukup tinggi dalam arti telah terjadi akomodasi jangka panjang di kalangan penutur. Dalam hal ini telah terjadi proses konvergensi yang dapat ditelusuri melalui hal-hal yang berkaitan dengan pengadopsian kosakata, penyelarasan pelafalan, maupun sikap bahasa. Keberadaan tingkat frekuensi komunikasi bersemuka yang tinggi. dan diperkuat oleh proses akomodasi di kalangan penutur kedua bahasa mengakibatkan derajat perbedaan kosakata pada desadesa yang berdekatan menjadi relatif rendah. Walaupun demikian, faktor-faktor yang berciri supremasi dan yang berkaitan dengan faktor sosial, budaya, dan ekonomi dalam skala kecil telah menimbulkan proses divergensi dalam perkembangan bahasa setempat. Penghitungan dialektometri persentase perbedaan jarak kosa kata antardesa, penarikan berkas isoglos dan dibantu oleh konsep mata rantai pemahaman timbal batik yang digunakan secara optimal dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa bahasa Duri dan bahasa Toraja di wilayah marginal berada pada derajat kekerabatan yang tinggi dalam arti bahwa derajat perbedaan kosakata yang dimiliki kedua hahasa relatif rendah. Berdasarkan prinsip kosakata dasar sebagai syarat yang tidak dapat ditawar-tawar dalam kehidupan sebuah bahasa, maka dapat dikatakan bahwa dari sudut kontras leksikal atau variasi leksikal di wilayah marginal ini terdapat dua dialek utama, yaitu, dialek utara dan dialek selatan serta subdialek tenggara, subdialek timur taut, dan subdialek barat daya. Berdasarkan penghitungan dialektometri secara permutasi, dapat dikemukakan temuan-temuan berikut: Makin jauh letak antara titik pengamatan dan titik uji persentase jarak, makin rendah persentase perbedaan kosak8ta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor jarak lokasi tidak selamanya menjadi penentu tingkat perbedaan jarak kosa kata. Hal ini berlawAllan dengan rumusan mengenai konsep mata rantai pemahaman timbal batik bahwa makin jauh letak lokasi titik pengamatan, makin tinggi persentase perbedaan kosa kata. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa bahasa Duri yang diteliti di wilayah marginal ini masuk ke dalam kelompok bahasa Toraja. Hal ini jelas kontradiktif dengan pendapat sebagian bahasawan dan anggota masyarakat yang mengklaim bahwa bahasa Duri berada dalam kelompok Massenrempulu.
48
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
DAFTAR PUSTAKA Abas, Husen, 1981. Hubungan antara Ekologi Bahasa dan Lingkungan Hidup; Perspektif dan Indikasinya pada masa datang. Makalah pada Seminar Lingkungan Hidup Universitas Tadulako. Adriani, N., en Kruyt, Alb. C. 1950. De Bare'e Sprekende Torajas van Midden Celebes deel I. Verhandelingen der koninklijke Nederlandsche Akademie van Wehllenchappen. Afdeling Letterkunde, Nieuwe Reeks, deel LIV. Amsterdam, NOORD Holandesche U itgeversmaatschhappi j. Allen, Harold B. 1973. 1ne Linguistic Atlas of the Upper Midwest. 3 vols, Minneapolis; Univ. of Minnesota Press. Atwood, E. Bagby. 1955. The Phonological Division of the Belgo. Roman. Orb is, IV:367-389. Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi, Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1985. Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabasa. Jakarta: Balai Pustaka. Barr, Donald F., Sharon G. Barr clan Salombe. 1979. Langz:age of Central Sulawesi. Abepura: Percetakan UNCEN. Bawa, I Wayan. 1983. Bahasa Bali di Daerah Propinsi Bali: Sebuah Allalisis Geografi Dialek. Disertasi pada Faku1tas Sastra Univer5itas Indonesia Jakarta. Casad, Eugene H. 1974. Dialect Intelligibility Testing. Oklahoma: Summer Institute of Linguistics of the Univ. of Oklahoma. Chambers, J.K. clan Peter Trudgill. 1980. Dialectology. London: Cambridge University Press. Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. (Janua Linguanun, series minor 4). The Hague: Mouton. Crystal1, David. 1997. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Oxford: Blackwell Publisher 2000. Language Death. Great Britain: Cambridge University Press. Danie, Julianus Akun. 1991. Kajian Geografi di Minahasa Timur Laut. Jakarta: Balai Pustaka. Dhanawaty, Ni Made. 1980. Bahasa Bali di Kabupaten TabAllan: Sebuah Te1aah Geografi Dialek. Denpasar srkripsi SarjAlla pada Fak. Sastra Universitas UdayAlla. _____. 2004. Teori Akomodasi dalam Penelitian Dialektologi, dalam L:inguistik Indonesia, Jurnal lliniah Masyarakat Linguistik Indonesia tho ke 22, Nomor 1 Februari 2004, hat 1-14. Dyen, Isidore. 1965. Lexicostatistical Classification of the Austronesian Languages, dalam Supplement to International Journal of American Linguistics, Vol. 31, No.1. Francis, W. Nelson. 1983. Dialectology: An Introduction. London: Longman.
49
Nurdin Yatim dan Hamzah Machmoed
Friberg, Timothy dan Barbara Friberg. 1989. A. Dialect Geography of Bugis, dalam Papers in Westrn Austronesian Linguistics, Hal 303-330. Canberra: The Research School of Pasific Studies Australian National University. Gillieron, Jules. 1915. Etude de Geographic Linguistique. Pathologie et Therapeutique Verbales. Paris: Edouard Champion. Grijns, C. D. 1976. Bunga Rampai Mata Kuliah Dialektologi. Tahap 1 Juli-Agustus 1976 di Tugu Bogor. Grimes, Charles E. dan Barbara D. Grimes, 1987. Language of South Sulawesi, dalam Pasific Linguistics, Seri D-N078. Canberra: The Research School of Pacific Studies, The Australian National University. Hale, Ken. 1992 "Endangered languages: On endangered languages and the safeguarding of diversity" dalamLanguage. Halaman 1-3, Nomor 1. Volume 68. Halim, Amran. 1976. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia dalam Amran Halim (ed), Politik Bahasa Nasional I. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. HAllafie, Sitti Hawang et al. 1983. Morfologi dan Sintaksis, Bahasa Massenrempulu. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Junaidi, Moha. 1977/1978. Bahasa Massenrempulu di Bara-Baraya Kotamadya Ujung Pandang. Laporan Penelitian Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Depdikbud. Kontra, Miklos. Robert Phillipson. Tove Skutnabb-Kangas. dan Tibor Varady. 1999. Language : a Right and a Resource, Approaching Linguistic Human Right. Budapest: Central European University Press. Kurath, Hans. 1974. Studies in Area Linguistics. Bloomington in London; Indiana University Press. Lauder, Multamia RM.T. 1990. “Pemetaan dan Distribusi BahasaBahasa di Tangerang”. Desertasi pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. _____. 1996. "Isolated Tribes of Indonesia: Language Mapping Issues" Makalah pada The eleventh KITL V International Workshop on South-East Asian Studies dengan tema The Study of Endangered Language and Literatures od South-East Asia, Leiden, Holland. _____. 2001. "Obstacle to Inventory of Languages in Indonesia; a dialectology perspective" Makalah pada The International Confrence of UNESCO dengan tema Pasific: A Language Treasure. Melbourne, Australia. _____. 2003. “Pengembangan dan Pemanfaatan Kajian Dialektologi di Indonesia”. Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru
50
Lenguistik Indonesia, Tahun ke 25, No.1, Februari 2007
Besar Tetap Fakultas Dmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (8 Oktober 2003). McKaughan, Howard. 1964. “A Study of Divergence in Four New Guine Languages”. American Anthropologist.66:98-120. Milis, R.F. 1971. “Proto South Sulawesi and Proto Austronesian Phonology”. Desertasi pada University of Michigan. Nothofer, Bernd. 1980. Dialectgeographische Untersuchengen du in West-Java und im Westichen Zentral-Java. Dua Jilid. Wiesbaden: Horrossowitz. Salombe, C. 1992. “Bahasa Toraja Sagdan: Proses Morfemis Kata Kerja”. Seri ILDEP. Jakarta: Universitas Indonesia, Penerbit Djembatan. Sandarupa, Stanislaus. 2004. “The Examplary Center: Poetic and Politic of the Kingly Death Ritual in Toraja South Sulawesi, Indonesia”. Ph.D. Dissertation. University of Chicago. Ann Arbor: UMI Dissertation Services. Sande, J .S. et. al. 1976. Dialek Kesuq Sebagai Bentuk Baku Bahasa Toraja. Ujung Pandang: Balai Penelitian Bahasa. Sikki, Muhammad dkk 1989. “Struktur Bahasa Massenrempulu Dialek Maiwa”. Laporan Penelitian Ujung Pandang. Trudgill, Peter. 1975. Accept Dialect and the School. London: Edward Arnold. _____. 1986. Dialect and Contact. New York. Valkama, Kari. 1987. UNHAS-SIL. “Sociolinguistics Survey: Kabupaten Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Luwu, and Eastern Part of Polewali Mamasa”. Dalam Friberg (ed) Workpaper in Indonesian Languages and Cultures. V 015. _____. 1995. Person Marking in Duri, dalam Rene van den Berg (ed) SIlldies in Sulawesi Linguistics Part IV: NUSA volume 37 halaman 47-95. Valkama, Kari dan Susanne. 1990. “Duri Texts”. Dalam Barbara Friberg (ed) Sulawesi Language Text,. hlmn 75-88. Valkama, Susanne. 1995. “Notes on Duri Transitivity”. Dalam Rene van den Berg (ed). Studies in Sulawesi Linguistics part IV: NUSA, Volume 37, hlmn 2-45. Weinreich Uriel. 1954. “Is a Structural Dialectology Possible?” Word hlmn 388-400. Dicetaak ulang di J. Fishman (ed) Reading in the Sociology of Language. The Hague: Mouton, 1968. _____. 1968. Language in Contact. The Hague: Mouton. Wurm, Stephen A, 1984. “Language Atlas: Pacific Area”. Pasific Linguistic Series C-66. Yamagiwa, Joseph K. 1967. “On Dialect Intelligibility in Japan”. Anthropological Linguistic. Ix:1-17. Yatim, Nurdin. 1983. Subsistem Honorifik Bahasa Makassar: Sebuah Analisis Sosiolinguistik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi. 51