TRANSKRIP
Diskusi Publik “Masa Depan Open Source di Indonesia”
Kamis, 3 April 2014 15.00 – 17.40 WIB Di Klinik Kopi, Jl. Affandi (Gejayan, belakang TB. Toga Mas Yogyakarta)
Moderator : Solahuddin Nur‟azmy Pembicara : Onno W Purbo Don K Marut Noteker
: Chusna Rizqati
Elsa Assalamu‟alaikum. Kita buka acara sore ini yang bertajuk Open Source dengan berdoa terlebih dahulu. Yang kedua yaitu sambutan dari Bapak Enade kepada beliau kami persilakan sekaligus dibuka acaranya.
Enade Perdana Istyastono Selamat sore, yang saya hormati Bapak Onno, Don K Marut dan para panitia. Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan saat ini yaitu terima kasih kepada jejaring warung arsip yang bersedia menggunakan ruang terbuka publik ini tentunya menggunakan syarat yang berlaku. Peminjaman ruang ini gratis dan ada syarat.
Konsepnya ini adalah ruang hutan juga ruang terbuka dengan publik. Yang kedua selamat datang bagi teman-teman sekalian. Tampaknya Open Source ini menjadi tema yang tepat berbarengan dengan Bill Gates akan datang ke Indonesia. Sebenarnya kalau ditilik lebih jauh, saya pernah ikut seminar yang mengatakan bahwa obat itu tidak akan sampai pasar bila tak dipatenkan. Ini suatu sistem yang sangat bertentangan dengan open source. Mengapa tidak ada obat malaria yang paten, sedangkan obat flu babi ada? Karena tidak ada yang invest dana untuk itu. Yang ketiga, saya memanfaatkan untuk curang. Jadi, saya minta pada panitia untuk bisa bicara di sini. Beberapa mahasiswa Sanata Dharma juga mendudukung open source. Saya dulu terpaksa pakai Linux, mau tidak mau saya belajar. Dan karena mengubah kebiasaan itu sulit, saat ini saya menggunakan Microsoft dan Linux. Jadi, saya menggunakan keduanya. Saya sangat senang dengan adanya acara ini, saya ingin ikut terlibat. Sebelum saya kembalikan, saya ada buku untuk warung arsip, siapa tahu bisa disimpan.
Elsa Luar biasa pembukaan sore hari ini, terima kasih Bapak Enade. Acara sore ini akan dimoderatori oleh Solahuddin Nur‟azmy. Mari kita sambut, Bapak Solahuddin. Untuk pembicaranya ada dua, yang pertama Bapak Onno W Purbo. Pembicara kita yang selanjutnya adalah Bapak Don K Marut. Saya serahkan pada Bapak Solahuddin.
Solahuddin Terima kasih pada mbak Elsa. Selamat sore, terima kasih teman-teman sudah hadir dan terima kasih juga pada panitia yang telah menyelenggarakan acara ini. Seperti yang ada di brosur, teman-teman sudah tahu sore ini sudah ada dua singa dalam arti yang sebnarnya. Tajuk acara ini menarik, Open Source. saya tidak membayangkan teman-teman di sini open source atau tidak. Untuk menyambut Pak Bill Gates, Untuk teman-teman yang tidak terlalu ramah dengan IGOS. Yang pertama sudah rembukan sebelum acara dimulai, saya persilakan Bapak Don K Marut. Monggo, setelah itu kita sambung ke Pak Onno.
Don Tadi Mas Solahuddin sudah memperkenalkan diri. Saya pernah diundang oleh Bill Gates ke Belgia untuk memberi input pidatonya Bill Gates tahun 2011 di Prancis. Jadi, Bill Gates membuat pidato tapi dia mengambil model yang idenya dikumpulkan dari berbagai negara. Saya waktu itu tanya ke staf ahlinya, “Apakah Bill Gates mempatenkan ide yang dia sampaikan ke pemimpin negara maju dan besar?” Jawabannya, “Tidak, dia hanya menyarikan apa yang kita sampaikan.” Kenapa untuk hal yang sifatnya terbuka, gagasan yang terbuka dia mau menerima masukan-masukan? Sementara untuk yang bisnis utamanya, dia tidak mau diberikan yang gratis? Saya waktu itu tidak sadar diri juga. Saya dibayar ke Belgia, tiket kelas bisnis dibelikan, disediakan hotel, ada libur di sana dua hari,
uang sakunya juga lumayan. Jadi, kita tidak pernah mengantisipasi bahwa apa yang kita ciptakan bisa diambil alih oleh orang lain. Satu-satunya negara yang menyadari itu adalah India. Ketika Presiden George Bush ke India, minta pemerintah India berubah jadi liberal, India mengatakan sudah melakukan instruasi besar ke Eropa, kalau mau menuntut mereka supaya membuka ekonominya, maka George Bush harus membayar dulu, mungkin sekitar 100 triliyun rupiah. Akhirnya, sama George Bush dibayar, nyicil. Itu negara yg saya pikir punya harga diri. Dan sampai sekarang India tidak terbuka padahal sudah dibayar. Tetap sama. Kenapa saya ceritakan ini? Apa yang terjadi di Indonesia terutama yang terjadi pada Microsoft, bukan hanya pendidikan kita, tapi juga perusahaan-perusahaan pemerintah kita, kalau kita tidak punya harga diri ketika menghdapi kekuatan-kekuatan global. Sekarang misalnya, kita masih berharap bahwa jika bergabung dengan negara maju, dia akan membantu kita dengan gratis. Kita tidak tahu bahwa itu tidak ada lagi, kecuali teknologi yang sudah tidak bisa digunakan lagi, baru dikasih ke kita. Kita pakai satu bulan langsung rusak, banyak sekali. Bahkan ada yang belum dipakai saja sudah rusak. Kalau kita ke gudang kereta api di Jakarta, itu numpuk segala macam, sinyal, lokomotif. Itu dari macam-macam negara; Jepang, Belanda, Rusia. Dan pernah satu kali dipasang, sinyalnya dari Jepang, bodi-nya dari Jerman, tidak seimbang. Kita menerima barang rongsokan dari negara maju. Sampai terjadi tabrakan. Saya hanya mau bilang bahwa teknologi sudah tidak punya nilai patennya lagi
dan dikasih ke kita, dan jika tak ada patennya, itu sudah tidak ada nilainya lagi. Itu yang diimpor dan dibeli dengan kredit. Padahal, ternyata kita sudah bisa menghasilkan lokomotif sendiri. Tapi, sayangnya yang kita punya dibeli oleh malaysia. Nah, kita malah memakai yang rongsokan tadi. Kenapa sekarang tidak mungkin ada transfer teknologi lagi? Karena kita sudah sepakat di WTO, teknologi tidak ada lagi yang gratis. Ada pasar bebas dan nondiskriminasi. Kalau ada satu negara memperlakukan negara lain lebih baik misal dalam hubungan dagang, negara lain akan merusak hubungan itu. Begitu juga produk itu masuk ke dalam negeri. Nasional treatment itu, sekali produk itu masuk ke dalam negeri maka produk itu harus diperlakukan sama dengan produk lokal. Jadi, sekarang di dalam hubungan antar negara tidak ada lagi transfer teknologi. Tapi, kita masih berharap ada kebaikan dari semua ini. Kenapa Bill Gates bisa dengan mudah mempengaruhi pemerintah kita untuk mengubah kebijakan basis komputernya sendiri dengan sistem Microsoft? Habibie bilang kita harus punya basis software sendiri. Sekarang semua pakai Microsoft. Kenapa seorang individu bisa mempengaruhi negara? Saya berkali-kali ketemu dengan orang China, mereka bingung dengan Indonesia. Pertama, waktu saya cerita direktur bank dunia di Indonesia bisa kontak keuangan kami dengan SMS. Di india tidak akan pernah terjadi hal seperti itu, direktur bank dunia di India sekurang-kurangnya membutuhkan waktu satu bulan untuk bisa bertemu atau mengambil cuti. Kenapa saya memberi contoh itu? Itulah posisi pemerintah
kita di dunia Internasional, tidak ada sesuatu yang membanggakan. Pemerintah kita juga saya tidak tahu dari mana statement asalnya. Kenapa kita mudah sekali ditaklukkan bukan oleh negara-negara tapi oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri? Sebagai negara kita kehilangan martabat sebagai bangsa. Untuk bisa di forum internasioanl, itu yang periksa, jadi sebetulnya saya semakin yakin dengan teori hukum internasional bahwa ada 2 kepentingan di dalam kepentingan internasional yaitu, kepentingan dagang dan kepentingan gagasan. Orang boleh membantu apa saja ke Indonesia, tapi mereka bisa terlibat dalam kebijakan. Dan kebijakan kita selama ini setelah ditelusuri, bukan dari kita sendiri, yang terakhir ini, perdagangan, beda jauh dengan UU, itu yang membuat adalah bank dunia. Tapi, yg disampaikan ke umum beda lagi, investasi itu bagian dari kesepakatan. UU ini pun harus disampaikan oleh UU. Ada contoh lain, kenapa industri Indonesia sekarang ini tidak bisa industri sendiri. Kita tak bisa buat traktor, buldoser dan lain-lainnya. Baru saya temukan bahwa semua kontrak kita dengan Jepang, hutang dengan Jepang, ada klausulanya. Semua barang modal harus dari Jepang, dengan syarat 10% dari saham ini dikuasai Jepang. Saya coba kontak, salah satu ketuanya bilang, sebelum diskusi ke Bali untuk sidang WTO itu, peursahaan yang diijinkan menghasilkan mesin, semua mesin untuk industri ke depan, semua perusahaan itu milik jepang. Tidak lagi industri modal, tapi sebagai pedagang. Industri kita yang maju hanya industri yang bisa dikonsumsi saja. Singkatnya, di dunia ini ada selalu ada
pepatah yaitu ada jalan yang sangat bertentangan dengan hati nurani kita, tapi itu yang kita pilih secara realistis. Yang menarik, dia yang medororng harmoni, tapi berapa bulan kemudian lahir seorang filsuf yang bilang kita harus mempertahankan tegas untuk rakyat kita. Sampai sekarang kita memperlakukan rakyat sebagai orang-orang brutal yang tak berbudaya. Di ekonomi kita pun begitu, yang miskin adalah orang brutal dan tidak boleh bergabung dengan kita. Supaya mereka baik, harus di tekankan bahwa itu milik orang. Saya pikir, ekonomi kita selama ini ke depan tidak lagi bebas, tidak ada lagi open source. Saya kira meskipun dengan hal tersebut, ada atu sisi yaitu ada Negara yang akan tetap membantu teknologi yang dibatasi itu, didukung oleh paten. Dan itulah sebetulnya open source, kenapa dia menjadi perhatian besar saat ini. Orang yang buat open source ini tidak masuk dalam logika, bagaimana bisa orang yang ahli menyerahkan keahliaannya kepada orang lain tanpa dibayar. Yang paten maupun open source, suatu saat akan bisa dominan dalam masyarakat. Kenapa kita tidak boleh meninggalkan open source? Agar orang tidak tergantung pada yang paten.
Solahuddin Terima kasih Pak Don. Semua teknologi di negeri kita itu adalah sampah, teknologi yang gagal yang diimpor ke kita. Singa yang kedua sudah siap. Tadi dari Pak Don ada sedikit pesimisnya, mari kita dengar optimisnya. Silakan Pak Onno.
Onno Selamat sore. Assalamu‟alaikum. Enaknya cerita dari fakta, pelan-pelan cerita ke pengalaman hidup saya. Baik, siapa yang di sini yang pakai Linux? Tiga orang. Faktanya dari beberapa orang yang di sini yang memakai linux, hanya tiga orang dari seribu. Kita cek fakta lagi, berapa orang diruangan ini yang hp-nya buatan Indonesia? Tidak ada. Kita memang tidak bisa bikin barang modal, tapi terus terang kalau kita mau bikin sesuatu di Indonesia, banyak tukang palaknya. Bikin pabrik dan perusahaan di Indonesia susah. Bikin di luar negeri mudah, langsung welcome. Akibatnya, tenaga kerja kita jadi tidak terpakai. Pertanyaannya, dari setengah juta orang mahasiswa, berapa yang orang teknik? Teman saya bilang hanya 11-12 persen yang teknik. Ahmad Loka, rektor ITB, mengatakan hanya 9 persen dari setengah juta itu yang teknik. Kita berbicara mengenai open source, berapa yang IT? Jadi, ceritanya bohong banget kalau kita bikin pabrik kalau tak ada orangnya, soalnya secara infrastruktur, tidak ada orangnya. Kenyataannya Mendiknas itu melanggar HAM. Kenapa? Jumlah anak kita yang masuk SD setiap tahun berapa? Sekitar 5 jutaan. Yang lulus S1 setiap tahun? Sekitar 600 ribu. Konsekuensinya Mendiknas menjamin kalau bahwa bangsa Indonesia lulus, sekarang kita mau bikin pabrik, hanya 9% dari yg teknik. Jadi sebetulnya, kalau kita mau mengubah semuanya, semua harus diubah agar jadi pinter. Urusan open source, di komputer ada 2 aliran. Kalau kita pakai Windows, siapa yang bisa buat Windows? Saya mengajar sistem operasi, mau
lulus dari mata kuliah saya, tolong di dalam sistem operasi itu ada nama anda. Begitu. Tapi, saya ajari cara bikin sistem operasi itu. Kalau mau dicari di google, kata kuncinya buku sistem operasi. Saya kan kurang ajar, saya rada error, mau tidak ujian akhir boleh, tapi kasih lihat ke saya kamu bisa bikin sistem flash android sendiri dan masukkan ke hp kamu. Tidak mau kuliah saya boleh, tapi bikinlah buku. Nah, buku-buku itu beruba ebook, ada di open telkom speedy flash di folder ebook ada skitar 30 an ebook. Jadi, cara saya mengarahkan mahasiswa saya adalah membuat mereka bukan sebagai konsumen tapi jadi produsen. Untuk open source ini yang menarik, mereka tidak pernah menyangka bahwa sistem operasi itu bisa dibuat sendiri. Kita bisa buat Windows. Hanya 4 jam. 70-an MB. Setelah mereka bisa, mereka kaget sendiri. Selama ini, saya yakin hanya saya dosen yang mengajari bikin OS. Kebanyakan guru-guru SD sampai SMA mengajari pakai Microsoft. Yang disetor pada Microsoft setiap tahun oleh Indonesia adalah sekitar 300 juta dollar. Pertanyaannya, ikhlas? Sudah tahu berapa jumah uang kita yang buat beli hp setiap tahun? 2 Triliyun. Itu uang bisa buat bikin pabrik, tinggal urusan yang punya republik ini, mau tidak bikin masyarakat kita pintar, kerja. Langkah ke depan sebagai rakyat Indonesia, taktik yang saya pakai, saya ujicoba bagaimana cara ke level kampus ada di internet. Kalau mau kasih saja harddisk ke saya, nanti saya copy-kan, tidak perlu bayar. Harapan saya bukan supaya teman-teman punya isi hardsdisk saya, saya cuma mau kasih contoh kalau kita kasih ke orang apa yang kita punya, kita tidak mati kok.
Tahun 2011 saya ketemu Yohanes Surya. Dia bilang sama saya, kalau mau bikin maju, mau bikin pinter bangsa Indonesia caranya ya harus bikin pintar gurunya. Dia mengajak saya masuk ke sekolah yang didirikannya. Akhirnya, saya di STKIP. Itu motivasi saya lebih lagi. Di sana ada guru-guru dari Papua. Guru-guru ini dapat beasiswa dari Bupati. Jadi, guru-guru Papua, NTT, itu saya ajari segala macam agar mereka ketika pulang harus survive sendiri. Saya ajari server lokal, bikin perpustakaan. Mereka dikondisikan untuk balik ke tempat asalnya, mengajar. Untuk belajar di sini, mereka difasilitasi laptop pakai sistem Linux. Mereka baru akan pulang 2-3 tahun lagi. Mungkin saya akan lihat hasilnya 8 tahunan dari sekarang. Pertanyaannya, apakah kondisi seperti ini hanya di Indonesia? Tidak, banyak yang diluar sana, tidak hanya Indonesia yang seperti ini. Kalau kita bisa membuat sesuatu yang bisa jadi solusi, negara lain pun ingin belajar sama kita. Taktiknya, lepaskan semuanya, biarkan semuanya belajar. Nantinya akan perang, massa, uang, dan kekuasaan. Pada jaman dulu, kita harus bayar berapa untuk hotspot tahun 1999? Indonesia perhotspot harus bayar 32 juta. Yang menarik, berita ini bukan cuma di Indonesia, nyebar ke mana-mana. Tahun 2005, yang bikin web adalah sorang peneliti atom di Swiss. Dia kirim email ke saya, akan ada KTT dunia tentang Information Society, bisa datang tidak? Saya jawab, bisa. Akhirnya yang rutin ngundang saya IIT. Tiap tahun dia gundang saya untuk kasih workshop bikin telkom. Kalau tahu namanya ubuntu, bisa saya ajari. Yang menarik, dia beli fungsi itu analognya jadi suara, tergantung yang kita
pasang. Ini pemancarnya bentukya software, ini open source. Foundation mau bantu. Kita bikin target, akhirnya keluar buku. Kemarin saya mengajari Kopassus dan TNI buat OS. Ke indosat, kalau mau bikin, saya tulis semua ada di Wiki. Cara mengoperasikan pakai web. Termasuk bikin simcard sendiri. Ke depan harapan saya, open source akan lebar banget, kalau kita lihat interbalnya komunikasi. Kalau kita bongkar, dalamnya Linux. Kalau mau, kita bisa bikin itu semua sendiri. Kita bisa membalikkan Indonesia yang pasar, tinggal pemerintahnya setuju atau tidak.
Solahuddin Baik, itu tadi kedua singa kita yang telah kita dengarkan sama-sama. Kita lanjut sesi berikutnya yaitu sesi tanya jawab. Silakan, tiga penanya langsung direspon.
Peserta Terima kasih, saya En Ade. Ini menarik bercerita tentang Open Source. Pak Don K Marut dan pak Onno, melihat fakta dilapangan bahwa kita punya kekuatan, tapi prosentase-nya kecil. Kekuatan orde baru dalam memutus orde baru dg orde lama adalah EYD, ejaan yang disempurnakan. Orde lama merupakan masa lalu, anak-anak muda tidak mau menggunakan lagi. Apakah kita bisa menggunakan suatu gerakan, paradigma, kapital, yang memutus antara open source dan Windows? Apakah kira-kira ada pemikiran membuat EYD, diputus agar sesuai dengan hati nurani?
Peserta Assalamu‟alaikum. Saya Yuni, guru di MA. Saya tertarik dengan paparan Pak Onno tentang Kopassus. Saya sering ditanya, kalau bikin Linux sendiri bagaimana. Saya bilang cari di google saja. Saya mengajar TIK. Rencananya kami di MA, TIK ada dan arahnya ke open source dan yang lain. Saya merasa beruntung hidup di jaman pra-Windows, jadi ketika ketemu Linux tidak kaget. Kebetulan saya ikut komunitas guru-guru TIK, ada 500 sekolah yang mendapatkan komputer. Jadi, kita open source masih jalan. Saya mengajarkan Linux, begitu UTS soalnya Windows. Kita akhirnya buat sendiri. Yang saya tanyakan, strateginya bagaimana? Kira- kira sumber-sumber mana yang baik dan dibaca dimana saja?
Peserta Assalamu‟alaikum. Saya Handoko dari Pemda Temanggung. Open source di Pemda ada, pemda harus operasi di open source. Saat itu mengajukan anggraan sekitar 200 juta untuk belanja produknya Microsoft, tapi ditolak. Sejak itu sampai sekaang sudah tidak digalakkan lagi. Pertanyaannya, bagaimana memotivasi teman-teman agar bisa migrasi ke open source. Kedua, terkait dengan telekomunikasi, di Temanggung beda dengan Jogja. Di sana banyak yang tidak tercover, bahkan untuk infrastruktur jalan pun tidak ada aspal. Pertanyaannya, untu membuat telkom itu berapa banyak uang yang diperlukan? Yang ketiga, saya tertarik dengan kota Pekalongan
yang sudah bisa buat sistem operasi sendiri. Kira-kira kalau misalnya untuk membuat sistem operasi sendiri bagaimana agar Temanggung merasa punya kebanggaan. Kira-kira yang dibutuhkan apa saja? Kalau kebutuhan SDM yang teknis atau tidak, itu sudah jadi staf administratif semua. Terima kasih.
Peserta Assalamu‟alaikum. Nama saya Aan. Sebelumnya Pak Onno, menyinggung Papua, saya dari Manokwari, Papua. Di sana satu jam warnet itu 12.000, satu jam itu pun untung kalau bisa download satu-dua lagu. Pertanyaan saya, apakah bisa kita di sana mendapatkan akses informasi yg murah? Kalau bisa cara-caranya bagaimana?
Don Yang Temanggung tadi, kalau Pemda mau open source itu awal yang bagus. Sistemnya Temanggung hebat itu, anak-anak sekolah yang di Temanggung tertanam dipikirannya bahwa dia anak Temanggung. Saya kira tidak usah pindah ke Windows. Kembangkan tadi yang ke open source. Terakhir saya bilang akhir jaman ada 2 pandangan yang saling bertentangan tapi orang selalu memilih satu. Dan 2 yang bertentangan itu tidak hilang, selalu ada. Ketika yang satu sudah tidak dipakai lagi, maka dipakai yang satunya, yang main streaming. Untuk menjadi bagian dari yang main streaming. Saya kasih contoh, pandangan dulu mencintai alam menjadi pandangan pinggiran. Tapi, yang tadi sudah dibuang, diambil lagi dan
menjadi main streaming secara keseluruhan untuk sekarang. Kita dengar tadi dari pak Onno, setelah diselidiki, di dalam telkom ada Linux. Kalau itu yang dipakai kenapa kita tidak ambil open source, sistem utama kita. Memang harus mulai dari daerah, kalau dari pusat, tidak akan pernah terjadi. Masing-masing daerah menjiwai daerahnya dan kita kembangkan teknologi mulai dari dareah. EYD kita tahun ini atau tahun depan beralih ke open source, ejaan yang disempurnakan. Basis yang diutamakan untuk ke depan. Saya mau bilang bahwa konstributor terbesar untuk open source itu dari Indonesia. Ada beberapa kontribusi open source dari Jakarta ternyata ada kelemahan, itu kritik dari penguna main streaming.
Onno Tadi Pak Don sudah menjawab, kita butuh gerakan, sistem operasi Temangung, sistem operasi sendiri. Pengalaman saya kita butuh kedua-duanya. Supaya kita punya pondasi yang kuat. Kita butuh gerakan dari bawah dan gerakan dari atas. Pengalaman saya, insting saya supaya ada EYD pada jaman orde baru. Orang yang bisa jadi kunci bukan departemen perindustrian, tapi Mendiknas. Kalau Mendiknasnya berani mati, kita bikin gerakan di Senayan, Mendiknas, supaya TIK tidak dikeluarkan dari kurikulum. Jadi, caranya terus terang bukan kasih tahu soal Windows atau Linux tapi dari sisi manfaat. Jadi, kita belajar apa dibantu komputer, tapi kita kan butuh aplikasi, kan sudah ada di open source. Bagaimana memasukkan yang manfaatnya di
mata pelajaran. Bukan masaah open sourcenya, tapi manfaat dari open sourcenya. Kalau bisa Mendiknasnya berani mati, Mendiknas harus bikin sistem agar bangsa Indonesia bisa pintar tanpa harus duduk di bangku sekolah. Ya, kita bisa bikin, itu insting saya kalau Mendiknasnya berani mati. Pak guru, ini mirip sama yang Tumenggung, bikin operasi. Install saja UCK, nanti bisa membuka file Ubuntu. Kuncinya adalah bagaimana supaya lingkungan kita adopsi. Jadi, yang namanya birokrasi bisa memerintah kita kalau duitnya bisa kita gunakan. Jadi, yang saya kerjakan di ITB adalah open source, pada saat itu kecepatannya 1,2 KB. Yang saya lakukan adalah lab-lab ITB kita transfer data, ITB tidak bangga. Itulah, kebanggan akan terjadi ketika dunia lain mengadopsi apa yang kita pakai. Jadi, silakan memilih sistem operasi sendiri, yang penting disebarin. Jadi, taktik perangnya, kita buat tapi jangan kita pakai sendiri. Kalau mau training minta tolong ke Edi saja. Saya masukin yang sudah jadi, pabriknya ada 2, satu dari Rusia dan Amerika. Cara masukinnya, kita order, dia ngomong sama bea cukai. Saya bongkar alat itu. Jadi, orang Amerikanya bilang silakan dibuka. Jadi, kalau mau buat sendiri, silakan buat sendiri. Karena antenanya cuma satu, jadi disatukan. Kalau yang sudah jadi dari Amerika sekitar 150 jutaan. Bagaimana supaya internet kita murah. Jadi, intrenet itu jadi lambat karena Amerika diambilnya dari Jawa. Bisa cepat apabila web yang kita butuhin ada didepan hidung. Kalau mau internetnya murah, bikin server di depan. Server lokal. Seperti di SMA Garut. Open WTS itu sudah dioperasikan di Wamena.
Solahuddin Kita masih punya waktu 15 menit. Ada yang mau menyampaikan pertanyaan?
Peserta Nama saya Wisnu. Tadi di awal Radiobuku membuka dalam rangka menyambut kedatangan Bill Gates di Indonesia. Saya baru baca berita kalau Microsoft kerja sama dengan SBY. Ketika melihat kecenderungan seperti ini, ada MoU „siluman‟. Masa depannya seperti apa? Saya ingat tahun 2005, hampir di razia, efeknya ke depan seperti apa dalam konteks open source ini?
Peserta Selamat sore. Nama saya Eka. Kalau saya lebih ke arah yang pertama soal open source, ada banyak yang bisa bikin OS sendiri dahsyat, tapi kemenangan itu berapa banyak deplover kalau yang banyak yang pakai Windows. Kenapa kebanyakan orang tidak memakai software open source? Bukan soal tidak tahu, tapi soal kebiasaan. Saya sangat heran ketika ada teman yang punya software open source, dia berikan ke temannya. Ketika temannya bertanya bagaimana caranya, dia mau mengajari tapi harus bayar. Contohnya, Kemarin saya memasang Senayan di Indonesia Buku, ketika ada sesuatu yang mentok tidak bisa, saya nanya ke adminnya, dia juga tidak tahu, lalu kita nanya sama siapa? Kita tidak bisa menyamakan dengan India, kita kulih itu jual sawah, jadi
kalau kita buat sesuatu lalu kita tidak mendapat bayaran, lalu bagaimana? Kita butuh untuk bikin sistem kolaborasi yang rapi. Mereka dibayar dan mereka setiap hari operation. Mereka mempromosikan, semua ada duitnya. Kalau open source bagaimana kita merawat kalau tidak ada duitnya?
Solahuddin Baik, saya kira itu pertanyaan terakhir. Silakan Pak Don dan Pak Onno.
Don Saya pikir memang harus memilih Caleg yang benar-benar paham. Pantas saja kalau ada perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah di luar negeri, sehingga etika didalam negeri bisa diabaikan dengan mudah. Tahun ini saja, proyeknya ada berapa ratus yang mereka tangani. Tapi kontrak atau perjanjian yang dilakukan mentri atau presiden tidak mengikat seluruh rakyat Indonesia kalau belum di UU kan. Jadi, perjanjiannya dengan Bill Gates, itu hanya di lingkungan kementrian, perjanjian SBY dengan Bill Gates tidak otomatis berlaku untuk rakyat Indonesia. Yang diceritakan tadi, Bill Gates datang lalu ada operasi pembersihan komputer. Jadi, saya pikir, kita tidak perlu pesimis apa yang dilakukan pusat. Jangan sampai perjanjian-perjanjian yang mencekik kita itu menjadi UU. Tahun 2007, perjanjian Bill Gates dengan pemerintah di ekonomi dan teknologi, tidak perlu diratifikasi, langsung menjadi peraturan pemerintah. Apa yang dilakukan pemerintah sejak orde baru sampai
2005, semua perjanjian tanpa ratifikasi DPR, itu berdasar pada surat Sukarno bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak perlu diratifikasi. Yang tidak strategis itu dibidang ekonomi, yang strategis hanya di bagian ekonomi . Sekarang sudah tidak berlaku, karena Suharto oportunis sampai pemeritahan SBY. Sekarang sudah berlaku lagi. Kalau tidak diratifikasi DPR, tidak bisa.
Onno Masalah kebiasaan, setuju. Tadi ada cara berpikirnya bukan masalah open source nya tapi masalah kebiasaan. Saya bisa bilang begini karena istri saya mengajari PKK untuk mengenal komputer. Dia bawa 5-6 laptop untuk belajar komputer, bisa. Ketika di rumah, mereka melihat suaminya pegang komupter, komentar ibu-ibu ini, kok agak beda, ya? Mereka tidak tahu kalau istri saya ini mengajari Linux, sedangkan para suami mereka memakai Windows. Konsekuensi dari kalimat ini adalah kalau bangsa ini tidak mau dijajah, kita harus mempertahankanproduk local kita. Memang belum seprofesional yang diluar. Kondisi kita seperti itu. Cuma kalau levelnya kita sudah di atas, sebenarnya luar negeri sudah melihat Indonesia, tapi kita malas bahasa Inggris. Itu jawaban saya. Kenapa di level negara? Pernah dengar MoU nya Microsoft sama SBY? Sederhana saja perjanjian Microsoft sama SBY ada garudanya tidak? Bahasa yang dipakai apa? Bahasa Inggris. Jadi, ini masalah kedaulatan RI. Jadi, poin saya sederhana saja, anda bangsa Indonesia bukan? Merasa dijajah tidak? Merasa punya kedaulatan tidak? Mudah-mudahan ini
direkam dan bisa disebarkan ke bangsa Indonesia yang lain.
Solahuddin Terima kasih kepada Pak Onno, Pak Don dan semua yang hadir. Berikutnya silakan beramah tamah. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah mendukung acara ini.
Elsa Terima kasih. Yang pertama yang perlu diketahui, acara kita ini live streaming oleh Radiobuku. Yang kedua bagi teman-teman yang menginginkan sertifikat, silakan menuliskan namanya di kertas yang ada di depan. Yang terakhir sudah ada angkringan, silakan menikmati. Dipenghujung acara ini, kami ucapkan banyak terima kasih. Wassalamu‟alaikum