ANALISIS MASALAH a
Apa makna klinis dan bagaimana mekanisme kemunduran makin hebat, pasien tidak bisa mengurus diri, tidak mau makan minum, serta tidak tidur dan sering keluyuran? Gejala-gejala tersebut merupakan ciri dari episode mania tanpa gejala psikotik (F30.1) dimana terdapat episode yang mengganggu seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan (pasien tidak bisa mengurus diri, tidak mau makan dan minum), kemudian disertai energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide kebesaran/grandiose ideas dan terlalu opstimistik. (tidak tidur dan keluyuran)
b
Apa hubungan riwayat perkawinan, riwayat gangguan afektif dalam keluarga dengan gejala yang dialami? Riwayat perkawinan baik: riwayat perkawinan bukan merupakan stressor terhadap
gejala pada kasus. Ada riwayat gangguan afektif dalam keluarga : faktor genetik yang merupakan salah satu faktor resiko pada kasus. Gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali.
c
Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan? Hasil Pemeriksaan GAF scale 40-31
Kriteria Normal 100-91, 90-81
Interpretasi beberapa
disabilitas
dalam
hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas
berat
dalam beberapa fungsi
Diskriminatif terganggu Flight of ideas
insight Diskriminatif insight tidak Abnormal terganggu Tidak terdapat flight of ideas Abnormal (pada kasus: Jika ditanya, sangat
jawaban panjang
pasien bahkan
banyak tidak berhubungan
dengan pertanyaan.) Halusinasi auditorik (+)
Tidak terdapat halusinasi
Abnormal Pasien
(pada
kasus:
mengatakan
ada
suara-suara yang memuji Waham grandiose (+)
Tidak terdapat waham
dirinya) Abnormal
(pada
kasus:
berkeyakinan bahwa dirinya orang Logore
Tidak terdapat logore
yang
penting
di
negeri ini.) Abnormal (pada kasus: Pada autoanamnesis pasien tidak bisa duduk diam, banyak bergerak, banyak bicara, dan susah dihentikan. Jika ditanya, jawaban pasien sangat
panjang
bahkan
banyak tidak berhubungan dengan pertanyaan.)
d
Apa saja yang dinilai pada pemeriksaan psikiatrik? Status Psikiatri Kesan Umum, amati wajah, apakah sesuai dengan usia, kontak mata, cara berpakaian, rambut, hygiene pribadi salah satunya dari bau, cara duduk, bersikap dan perilaku terhadap pemeriksa, cara berjalan, psikomotor yang melambat atau agitasi.
Kontak
o Verbal : lancar, tidak lancar, relevan, irrelevan o Non verbal : tulis, gambar, isyarat (misalnya beri minum lihat responnya)
Kesadaran :
o Orientasi, terhadap waktu, ruang, nama, identitas dan orang lain
o Atensi, perhatian dan konsentrasi terhadap pertanyaan yang diajukan. Dapat ditanyakan dengan pertanyaan pasien datang dengan siapa, dimana ia memarkir kendaraannya, atau kapan ia membuat janji untuk datang pada pemeriksa saat ini. Dari pertanyaan tersebut, pemeriksa dapat menentukan seberapa besar atensi, konsentrasi, orientasi dan memori. o Memori, penilaian daya ingat pasien dapat dilakukan secara informal. Saat pemeriksa memperkenalkan diri dan pasien dapat mengulang menyebut nama pemeriksa (immediate recall). Untuk menilai memori jangka sedang dan panjang pasien dapat diajak menceritakan kejadian yang telah lama terjadi.
Afek – Emosi : amati keadaan emosional pasien (misalnya: depresi, gembira, cemas) yang biasanya dikemukkan sendiri oleh pasien. Afek adalah penilaian terhadap keadaan emosi pasien yang terdiri dari: o Tingkatan afek, atau spektrum mood yang ditunjukkan pasien. Terdiri dari: (a) penuh (normal) yaitu emosi yang berubah sesuai dengan keadaan yang dibicarakan, (b) terbatas, yang sering tampak sedih (pasien depresi) dan dapat juga tiba-tiba meningkat (pasien manik), dan (c) datar, yaitu pasien yang menunjukkan sedikit sekali emosi, terutama pada pasien skizoprenia. o Kelabilan, yaitu kecepatan perubahan mood pasien. o Kesesuaian, yaitu seberapa sesuai keadaan emosi dengan subyek pembicaraan. Jika pasien membicarakan kesedihan malah bergembira berarti termasuk tidak sesuai.
Proses Berfikir : bentuk (adanya ide aneh; normalnya realistis ditanya menjawab sesuai pertanyaan), arus, isi. Terbagi menjadi : o Linear : menjawab langsung sesuai pertanyaan o Circumstance : jawaban berputar-putar dari pertanyaan yang sebenarnya o Tangensial : jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan, terjadi bila pasien cemas, atau mengalami demensia o Flight of idea : tampak pada mania, pikiran pasien melompat-lompat dari ide satu ke ide lainnya yang sulit untuk diikuti
o Asosiasi longgar : pasien menunjukkan ide-ide yang tidak berhubungan o Pikiran blocking : pikiran pasien tiba-tiba terhenti tanpa tujuan yang jelas, kadang muncul pada psikosis. o Berfikir kongkrit : pasien tidak dapat berfikir abstrak, sehingga responnya sering ekstrim. o Preservasi : perilaku, sikap dan pola bicara yang berulang. Sering merupakan tanda dari disfungsi sistem saraf.
Isi pikiran, jenisnya antara lain: o Waham : keyakinan pribadi yang salah (tidak sesuai dengan pendekatan rasional) yang dipertahankan. o Waham paranoid : termasuk keyakinan bahwa pasien sedang dikejar kelompok tertentu. o Waham kebesaran : keyakinan bahwa pasien lebih berbakat, terkenal daripada keadaan yang sesungguhnya. o Waham somatik : keyakinan bahwa ada sesuatu yang salah pada bagian tubuhnya, atau ia menderita penyakit tertentu. o Waham bersama : terjadi bila salah satu anggota keluarga juga mengalami waham yang sama. o Paranoia : perasaan kecurigaan secara umum, kecenderungan untuk menganggap sesuatu yang diluar dirinya berbahaya. o Ide bunuh diri : pikiran yang selalu mengarah pada rasa ingin bunuh diri. o Ide membunuh : pikiran untuk membunuh orang lain. o Ide referensi : pasien merasa pernah mengalami hal tertentu atau pergi ke tempat tertentu.
Intelegensi, sesuai dengan tingkat pendidikan pengetahuan umum, beda jeruk dengan bola).
Persepsi
(angka,
o Halusinasi : presepsi sensoris tanpa adanya input sensoris. Dapat terjadi pada sebuah indra sensoris antara lain halusinasi auditorius (mendengar sesuatu tanpa ada sumber bunyi), halusinasi visual
(melihat sesuatu yang tidak ada). Terjadi pada pasien scizophrenia, delirium, mania. o Ilusi : presepsi yang salah terhadap input sensoris. Misalnya menganggap batu yang dilihat sebagai buah. Terutama terjadi pada delirium. o Derealisasi dan depersonalisasi : perasaan tidak nyaman karena diri sendiri atau dunia luar berubah dan menjadi tidak nyata. Kemauan/volition : motivasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, berhubungan dengan perawatan diri, pekerjaan, pergaulan sosial. Psikomotor : terdiri dari postur yaitu tonus otot tubuh pasien.
e Bagaimana prognosis kasus ini? (terlampir di LI)
LEARNING ISSUE Gangguan Afektif Bipolar a
Definisi Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.8
b Etiopatofisiologi Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%. Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya. Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (4080%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar. Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).7 Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif. Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positronemission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).7 Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.7 Neurotransmiter Pada Gangguan Bipolar Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa
neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut. Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal. Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada skizofrenia. 1 Monoamin dan Depresi Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi. 2 Serotonin Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat. Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus
3
berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia. Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri. Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan. Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri. Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin pada depresi. Noradrenergik Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus ceruleus (LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer. Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus
diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut. Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi. Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik). c
Epidemiologi Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,31,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi ‘hanya’ 1,3 per 1000 pasien.7 Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak- anak.
d Gambaran Klinis Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan. Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-
episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik. Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter. Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial. Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran
ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan. e
Diagnosis Dan Klasifikasi Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita. Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan F31 Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya episode mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik Pedoman diagnostik a
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0)
b
dan, Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik Pedoman diagnostik a
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
b
psikotik (F30.1) dan, Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik Pedoman diagnostik a
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
b
psikotik (F30.2) dan, Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti : a
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
b
(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic dalam episode depresif yang sedang berlangsung. F31.30 Tanpa gejala somatik F31.31 Dengan gejala somatik F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti : a
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti : a
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
b
dengan gejala psikotik (F32.3), dan Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afeknya. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran Pedoman diagnostic a
Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan depresif
yangtercampur
atau
bergantian
dengan
cepat
(gejala
mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 b
minggu) dan Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran). F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT f
Komorbid Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja tetapi juga
menderita gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am J Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita
bipolar berusia diatas 65 tahun ternyata sebanyak 38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5% gangguan cemas menyeluruh, dan 19% gangguan panik.2 Sementara itu, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) menjadi komorbid yang paling sering didapatkan pada 90% anak-anak dan 30% remaja yang bipolar. g
Penatalaksanaan 1 Litium Indikasi: Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan GB. Dosis: Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,01,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. 2
Valproat. Dosis: Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 ug/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 ug/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 ug/mL. Indikasi: Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan
3
litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. Lamotrigin
Indikasi: Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. Dosis: Berkisar antara 50-200 mg/hari. Antipsikotika Atipik 1
Risperidon Dosis: Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu. Indikasi: Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan
2
Olanzapin Indikasi: Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB. Dosis: Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
3
Quetiapin. Dosis: Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. Indikasi: Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
4
Aripiprazol Dosis: Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas. Indikasi: Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
Antidepresan Antidepresan
efektif
untuk
mengobati
GB,
episode
depresi.
Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik Intervensi Psikososial Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi. Psikoterapi Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja. Tetapi, terapi keluarga adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan mood serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat. Pendekatan psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang biasanya digunakan pada orang dewasa. Karena fungsi psikososial anak yang terdepresi mungkin tetap terganggu untuk periode yang lama, walaupun setelah episode depresif telah menghilang, intervensi keterampilan sosial jangka
panjang adalah diperlukan. Pada beberapa program terapi, modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi.8 h
Prognosis Prognosis Buruk
Akut Onset terjadi pada usia muda Riwayat kerja yang buruk Penyalahgunaan alcohol Gambaran psikotik Gambaran depresif diantara episode
Prognosis Baik Fase manic (dalam durasi pendek) Onset terjadi pada usia yang lanjut Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah Gambaran psikotik yang rendah Masalah kesehatan (organik) yang rendah.
manic dan depresi Adanya bukti keadaan depresif Jenis kelamin laki-laki. DAFTAR PUSTAKA 1
Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.
2
Jakarta: EGC. 2002. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan
3
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
4
Psikiatri Klinis Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
5 6
Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010. David A. Tomb, Buku Saku Psikiatri, Edisi 6, , Jakarta : EGC, 2003. Widiodiningrat R. Membangun Kesadaran-Mengurangi Resiko gangguan Mental dan
7 8
Bunuh Diri. http://pdpersi.co.id . diakses 28 Desember 2011. Hilary. Bipolar Disorder. http://hilary.wordpresss.com. Diakses 28 Desember 2011 https://kpsfkunmul.files.wordpress.com/2014/03/trapmed-wawancara-danpemeriksaan-psikiatri-blok-17.pdf