Disampaikan oleh : Ema Arum Rukmasari
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT AKADEMI KEPERAWATAN (AKPER) Jln. Proklamasi No. 5 Telp (0262) 232212
Tarogong–Garut ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI SEPSIS
KONSEP DASAR A. DEFINISI Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga seringkali tidak terpantu, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. Sepsis neonatorum merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit imunitas masih rendah, imunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) kondisinya lebih berat sehingga sepsis lebih sering ditemukan pada BBLR. Selain itu, infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di Rumah Sakit. Ini dapat terjadi karena bayi terpajan pada kuman yang berasal dari orang lain karena bayi tidak memiliki imunitas terhadap kuman tersebut. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya sepsis karena tindakan invasif meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. B. PATOFISIOLOGI Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : 1.
Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma. 2.
Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis. Selanjutnya kuman melalui umbilikalis masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan. Cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut, infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi dan port the entry lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya : herpes genitalis, candida albican dan n. Gonorrea).
3.
Pada masa pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus. Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun
bayi. Faktor predisposisi tersebut diantaranya : 1. Penyakit infeksi yang diderits ibu selama kehamilan. 2. Perawatan antenatal yang tidak memadai. 3. Ibu menderita eklampsi, DM.
4. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan. 5. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. 6. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus. 7. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. 8. Ketuban pecah dini, amnion hijau kental dan berbau. C. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang menderita sepsis : 1. Tanda dan gejala umum. Hipertermi atau hipotermi atau bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada dan tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba. 2. Tanda dan gejala pada saluran pernapasan. Dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernapasan, merintih, mengorok, dan pernapasan cuping hidung. 3. Tanda dan gejala pada sistem kardiovaskuler. Hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis. 4. Tanda dan gejala pada saluran cerna. Distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, muntah, diare. 5. Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat. Reflek moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksi, fontanel anterior menonjol, pernapasan tidak teratur. 6. Tanda dan gejala hematologi. Tampak pucat, ikterus, ptekiae, purpura, perdarahan, splenomegali.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan tes resistensi, dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemukan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan basil posistif dengan kuman yang sama. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan antara lain pemeriksaan protein reaktif C, IgM dan IgA, pewarnaan gram. D. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus. Tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah : 1. Pada masa antenatal. Meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. 2. Pada saat persalinan. Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan diperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan), mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,
melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir. 3. Sesudah persalinan. Pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri, perawatan luka umbilikus
secara
steril.
Tindakan
invasif
harus
dilakukan
dengan
memperhatikan prinsip-prinsip aseptik, menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan mengguanakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang bayi, pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Victor Y. H. dan Hans E. Monintja, pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria eektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperileh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak, dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : 1. Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian. 2. Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian. 3. Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
4. sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian. 5. Eritromisin 50 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data. Yang perlu dikaji adalah : 1. Status sosial-ekonomi, riwayat perawatan antenatal, ada/tidaknya ketuban pecah dini, partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus). 2. Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain. 3. Ada atau tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll). 4. Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (misal toksoplasmosis, rubella, toksemia gravidarum, dan amnionitis). Pada pemeriksaan fisik, data yang akan ditemukan meliputi : 1. Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama). 2. Tidak mau minum atau refleks mengisap lemah. 3. Regurgitasi. 4. Peka rangsang. 5. Pucat. 6. Hipoteri dan hiporefleksi. 7. Gerakan putar mata. 8. Berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis. 9. Hipotermi. 10. Tampak ikterus.
Data lain yang mungkin ditemukan adalah : 1. Hipertermia. 2. Pernapasan mendengkur. 3. Bradipnea atau apnea. 4. kulit lembab dan dingin. 5. Pucat. 6. Pengisian kembali kapiler lambat. 7. Hipotensi. 8. Dehidrasi. 9. Sianosis. 10. Gejala traktus gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen atau diare. 11. Pada kulit terdapat ruam, petekiae, pustula dengan lesi atau herpes. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah : 1. Kadar gula darah serum. 2. Bilirubin. 3. Protein aktif C. 4. Imunoglobulin IgM. 5. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah, apusan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feses dan urine. Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeiksaan darah tepi dan jumlah leukosit. B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Diagnosa keperawatan : Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
Tujuan I
: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
Intervensi keperawatan
:
1. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi : a.
Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
b.
Nilai Apgar dibawah normal.
c.
Bayi mengalami tindakan operasi.
d.
Epidemi infeksi di bangsal bayi dengan kuman E. Coli dan streptokokus.
e.
Bayi yang mengalami prosedur invasif.
f.
Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang diderita ibu.
2. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritabilitas. 3. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipnea, sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah, diare. 4. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium. 5. Dapatkan sampel untuk pemeriksaan kultur.
Tujuan 2
: Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya.
Intervensi keperawatan
:
1. Berikan suhu lingkungan yang netral.
2. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan, usia dan kondisi. 3. Pantau tanda vital secara berkelanjutan. 4. Berikan antibiotik sesuai pesanan. 5. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan. 6. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed cell darah merah atas indikasi sepsis.
2. Diagnosa keperawatan
: Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
Tujuan
: Memelihara kebutuhan nutrisi bayi berat badan bayi tidak turun, menunjukkan kenaikan berat badan.
Intervensi keperawatan
:
1. Kaji intoleran terhadap minuman. 2. Hitung kebutuhan minum bayi. 3. Ukur masukan dan keluaran. 4. Timbang berat badan setiap hari. 5. catat perilaku makan dan aktivitas secara adekuat. 6. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan. 7. Ukur berat jenis urine. 8. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi. 9. Pantau distensi abdomen (residu lambung). 3. Diagnosa keperawatan
: Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
Tujuan
: Mengatur dan membantu usaha bernapas dan kecukupan oksigen.
Intervensi keperawatan
:
1. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, rorki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik. 2. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah. 3. Sediakan oksigen lembab dan hangat dengan kadar O 2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas. 4. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik. 5. Isap lendir atau bersihkan jalan nafas secara hati-hati. 6. Amati gas darah yang ada atau pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan. 7. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.
4. Diagnosa keperawatan
: Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
Tujuan
: mencegah adanya infeksi nasokomial.
Intervensi keperawatan
:
1. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan kebersihan kamar bayi. 2. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif. 3. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atau ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.
4. Semua personel atau petugas perawatan di dalam ruang atau saat menderita bayi tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya. 5. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit. 6. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan. 7. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan. 8. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi. 9. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan, bahan persdiaan dan banyak bahan lain yang terkontaminasi di ruang perawatan. 10. Jelaskan pada orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.
5. Diagnosa keperawatan
: Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
Tujuan
: Meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Intervensi keperawatan
:
1. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping.
2. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi. 3. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi. 4. Besarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.
KONSEP DASAR SEPSIS NEONATORUM
A. DEFINISI Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga seringkali tidak terpantu, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. Sepsis neonatorum merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit imunitas masih rendah, imunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) kondisinya lebih berat sehingga sepsis lebih sering ditemukan pada BBLR. Selain itu, infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di Rumah Sakit. Ini dapat terjadi karena bayi terpajan pada kuman yang berasal dari orang lain karena bayi tidak memiliki imunitas terhadap kuman tersebut. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya sepsis karena tindakan invasif meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. B. PATOFISIOLOGI Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : a.
Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b.
Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis. Selanjutnya kuman melalui umbilikalis masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan. Cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut, infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi dan port the entry lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya : herpes genitalis, candida albican dan n. Gonorrea).
c.
Pada masa pascanatal atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus. Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi. Faktor predisposisi tersebut diantaranya : C. Penyakit infeksi yang diderits ibu selama kehamilan. D. Perawatan antenatal yang tidak memadai. E. Ibu menderita eklampsi, DM. F.
Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
G. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. H. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus. I.
Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak.
J.
Ketuban pecah dini, amnion hijau kental dan berbau.
C. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang menderita sepsis : D. Tanda dan gejala umum. Hipertermi atau hipotermi atau bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada dan tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba. E. Tanda dan gejala pada saluran pernapasan. Dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernapasan, merintih, mengorok, dan pernapasan cuping hidung. F.
Tanda dan gejala pada sistem kardiovaskuler. Hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis.
G. Tanda dan gejala pada saluran cerna. Distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, muntah, diare. H. Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat. Reflek moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksi, fontanel anterior menonjol, pernapasan tidak teratur. I.
Tanda dan gejala hematologi. Tampak pucat, ikterus, ptekiae, purpura, perdarahan, splenomegali. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan tes resistensi, dapat digunakan untuk
menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemukan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau
hasil isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan basil posistif dengan kuman yang sama. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan antara lain pemeriksaan protein reaktif C, IgM dan IgA, pewarnaan gram.
9.
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus. Tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah : A. Pada masa antenatal. Meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. B. Pada saat persalinan. Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan diperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan), mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir. C. Sesudah persalinan. Pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik, menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan mengguanakan larutan desinfektan sebelum dan
sesudah
memegang
bayi,
pemantauan
keadaan
bayi
secara
teliti
disertai
pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Victor Y. H. dan Hans E. Monintja, pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria eektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperileh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak, dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum :
6.
Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
7.
Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
8.
Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
9.
sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
10. Eritromisin 50 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
ASUHAN KEPERAWATAN D.
PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data. Yang perlu dikaji adalah
: 5.
Status sosial-ekonomi, riwayat perawatan antenatal, ada/tidaknya ketuban pecah dini, partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus).
6.
Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain.
7.
Ada atau tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll).
8.
Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (misal toksoplasmosis, rubella, toksemia gravidarum, dan amnionitis). Pada pemeriksaan fisik, data yang akan ditemukan meliputi :
11. Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama). 12. Tidak mau minum atau refleks mengisap lemah. 13. Regurgitasi. 14. Peka rangsang. 15. Pucat. 16. Hipoteri dan hiporefleksi. 17. Gerakan putar mata. 18. Berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis. 19. Hipotermi. 20. Tampak ikterus. Data lain yang mungkin ditemukan adalah : 12. Hipertermia. 13. Pernapasan mendengkur. 14. Bradipnea atau apnea. 15. kulit lembab dan dingin. 16. Pucat. 17. Pengisian kembali kapiler lambat. 18. Hipotensi. 19. Dehidrasi. 20. Sianosis. 21. Gejala traktus gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen atau diare.
22. Pada kulit terdapat ruam, petekiae, pustula dengan lesi atau herpes. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah : 6.
Kadar gula darah serum.
7.
Bilirubin.
8.
Protein aktif C.
9.
Imunoglobulin IgM.
10. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah, apusan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feses dan urine. Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeiksaan darah tepi dan jumlah leukosit. E.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
: Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
Tujuan I
: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
Intervensi keperawatan
: 6.
Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi : g.
Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
h.
Nilai Apgar dibawah normal.
i.
Bayi mengalami tindakan operasi.
j.
Epidemi infeksi di bangsal bayi dengan kuman E. Coli dan streptokokus.
k.
Bayi yang mengalami prosedur invasif.
l.
Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang diderita ibu.
7.
Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritabilitas.
8.
Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipnea, sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah, diare.
9.
Kaji hasil pemeriksaan laboratorium.
10. Dapatkan sampel untuk pemeriksaan kultur. Tujuan 2
: Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya.
Intervensi keperawatan
: 7.
Berikan suhu lingkungan yang netral.
8.
Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan, usia dan kondisi.
9.
Pantau tanda vital secara berkelanjutan.
10. Berikan antibiotik sesuai pesanan. 11. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan. 12. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed cell darah merah atas indikasi sepsis. Diagnosa keperawatan
:
Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
Tujuan
: Memelihara kebutuhan nutrisi bayi berat badan bayi tidak turun, menunjukkan kenaikan berat badan.
Intervensi keperawatan
: 1.
Kaji intoleran terhadap minuman.
2.
Hitung kebutuhan minum bayi.
3.
Ukur masukan dan keluaran.
4.
Timbang berat badan setiap hari.
5.
catat perilaku makan dan aktivitas secara adekuat.
6.
Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan.
7.
Ukur berat jenis urine.
8.
Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi.
9. Diagnosa keperawatan Tujuan
Pantau distensi abdomen (residu lambung).
: Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea. : Mengatur dan membantu usaha bernapas dan kecukupan oksigen.
Intervensi keperawatan
:
8. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, rorki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
9. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.
10. Sediakan oksigen lembab dan hangat dengan kadar O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.
11. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik. 12. Isap lendir atau bersihkan jalan nafas secara hati-hati. 13. Amati gas darah yang ada atau pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
14. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan. Diagnosa keperawatan
: Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
Tujuan
: mencegah adanya infeksi nasokomial.
Intervensi keperawatan
: 11. Lakukan
tindakan
pencegahan
umum,
taati
aturan/kebijakan kebersihan kamar bayi. 12. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif. 13. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atau ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya. 14. Semua personel atau petugas perawatan di dalam ruang atau saat menderita bayi tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya. 15. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit. 16. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan. 17. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan. 18. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi. 19. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan, bahan persdiaan dan banyak bahan lain yang terkontaminasi di ruang perawatan. 20. Jelaskan pada orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi. Diagnosa keperawatan
: Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
Tujuan
: Meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Intervensi keperawatan 5.
:
Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping.
6.
Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
7.
Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
8.
Besarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.
SEPSIS NEONATORUM Pengertian Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sangat cepat , bayi dapat meninggal dalam 24-48 jam. Faktor yang mempengaruhi kerentanan neonatus terhadap infeksi : 1. Kulit dan selaput lendir tipis dan mudah rusak 2. Kemampuan fagositosis dan leukosit imunitas masih rendah 3. Imunoglobulin kurang efisien 4. Luka umbilikalis Sepsis sering terjadi pada : 1. BBLR 2. Bayi lahir di rumah sakit. Patofisiologi 1. Antenatal : Kuman yang berasal dari ibu masuk ke sirkulasi bayi melalui plasenta dan umbilicus, antara lain : a. virus rubella, herpes, sitomegalo, hepatitis, influenza, parotitis, koksaki b. Bakteri : malaria, sifilis, toksoplasma 2. Intranatal : a. kuman pada vagina dan serviks naik amnionitis, korionitis umbilicus sepsis b. Cairan amnion yang terinfeksi terinhalasi oleh bayi c. Kulit bayi (port de entre) terkontaminasi saat lahir (misalnya : herpes genitalis, candida albicans, gonorrea 3. Pascanatal : Biasanya nosokomial infeksi di luar rahim, misalnya alat penghisap lender, infus, botol minuman, dsb. Faktor Predisposisi 1. Infeksi ibu selama kehamilan 2. Kurang perawatan antenatal 3. Eklampsia, DM 4. Partus lama, partus dengan tindakan, kurang higienies 5. Prematur, BBLR, Cacat bawaan. 6. Trauma lahir, asfiksia, tindakan invasive pada neonatus. 7. Tidak menerapkan rawat gabung 8. Sarana perawatan kurang baik, bangsal penuh sesak 9. Ketuban pecah dini, amnion hijau kental dan berbau. 10. Pemberian minum menggunakan botol dan pemberian minum buatan. Manifestasi Klinis : Tidak jelas dan tidak spesifik
1. Umum : hiper/hipotermia atau normal, aktifitas lemah/ tidak ada dan tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba 2. Sistem pernafasan : dispnea, takhipnea, apnoe, tarikan otot pernafasan, merintih, mengorok, pernafasan cuping hidung 3. Sistem kardiovaskuler : hipotensi, kulit pucat, lembab dan sianosis 4. Sistem pencernaan : distensi abdomen, malas/tidak mau minum, muntah, diare 5. Sistem persyarafan : refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksi, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur 6. Sistem hematology : pucat, ikterus, ptekie, puepura, perdarahan, splenomegali Laboratorium 1. Darah tepi : anemia, LED meninggi, trombositopenia 2. Biakan darah, CSS, Usapan umbilicus, lubang hidung, lesi, pus konjungtiva, cairan drainage, cairan lambung. 3. Pemeriksaan protein reaktif C, IgM, IgA
Pencegahan 1. Antenatal : pemeriksaan secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap infeksi yang diderita ibu, gizi cukup, penanganan segera, rujukan memadai 2. Intranatal : A’septik, Intervensi kepada ibu dan bayi seminimal mungkin, observasi ibu dan janin selama persalnan, rujukan yang cepat bila perlu, Hindari perlukaan kulit dan selaput lender 3. Postnatal : Rawat gabung, pemberian ASI segera, Alat dan lingkungan bersih, perawatan luka/tindakan invasive a’septik, hindari luka pada selaput lender, mencuci tangan dengan desinfektan, pantau kondisi serta dokumentasi yang baik, petugas harus sehat, bayi infeksi diisolasi, Pengobatan 1. Prinsip : mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan cairan intravena dan nutrisi 2. Pengobatan : - Ampisilin 200 mg/kgbb/hari, 3-4 kali pemberian - Gentamisin 5 mg/kgbb/hari, 2 kali pemberian - Kloramfenikol 25 mg/kgbb/hari, 3-4 kali pemberian - Sefalosporin 100 mg/kgbb/hari, 2 kali pemberian - Eritromisin 50 mg/kgbb/hari, 3 kali pemberian Rencana Keperawatan : 1. Gangguan rasa aman : infeksi b/d penularan pada Prenatal, intra natal an postnatal a. Kaji factor resiko infeksi b. Kaji tanda infeksi (fisik, lab, kultur) c. Tempatkan pada Suhu lingkungan netral d. Berikan cairan dan nutrisi sesuai kondisi e. Siapkan tranfusi : packed cel darah merah
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intoleransi a. Kaji intoleran terhadap minuman b. Hitung kebutuhan minum c. Ukur intake dan output d. Timbang BB setiap hari e. Catat perilaku makan dan aktifitasnya secara akurat f. Pantau koordinasi reflek mengisap dan menelan g. Ukur BJ urine h. Beri minum adekuat i. Pantau distensai abdomen 3. Gangguan pola nafas b/d apnea a. Kaji perubahan nafas b. Pantau denyut jantung c. Sediakan oksigen lembab dan hangat d. Sediakan ventilasi mekanik e. Isap lender, bersihkan jalan nafasPantau analisa gas darah f. Cegah penanganan berlebihan 4. Resiko cedera b/d penularan infeksi pada bayi oleh petugas a. Lakukan pencegahan, taati aturan kebersihan kamar b. Isolasi bayi dari luar sampai kultur (-) c. Bilas ibu infeksi maka pisahkan ibu dari bayii d. Semua personel harus sehat e. Semua peralatan harus steril f. Semua tindakan harus steril g. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan atau memegang bayi h. Lakukan kultur pada barang yang terkontaminasi i. Jelaskan aturan kepada orang tua/keluarga
5. Koping tidak efektif b/d kecemasan, infeksi dan konsekuensi infeksi a. Kaji ekspresi verbal dan nonverbal b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsep tentang penyakit, penyebab, perawatan dan komplikasi c. Beri informasi yang akurat d. Beri kesempatan untuk merawat.
HIRSPRUNG (Mega Colon Congenital)
Hirsprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel syaraf ganglion parasimpatik pada fleksus mesenterikus dari kolon distalis Pada area yang terkena tidak ada peristaltik, sempit, usus di atasnya hypertrophy dan dilatasi Pada pemeriksaan PA tidak ditemukan sel ganglion Auerbach & Meissner, serabut saraf menebal, serabut otot hypertrophy. Aganglionis mulai dari anus ke arah oral. Kemungkinan terdapat faktor genetic. Berdasarkan panjang segmen, dibedakan 2 tipe: 1. Segmen pendek Segmen aganglionis mulai dari anus sampai sigmoid, insiden 70% dari semua hirsprung, anak laki-laki > sering dari anak perempuan. 2. Segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid bahkann mengenai usus halus. Jumlah kasus laki-laki sama banyak dengan perempuan. Gambaran Klinik : * Sebagian besar ditemukan pada minggu ke I kehidupan. Juga ditemukan sebagai konstipasi DAFTAR PUSTAKA Doengoes, Marylin. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Hasan, Rusepno. 1986. Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: FKUI. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 2. Jakarta: EGC. Pusdiknakes. Asuhan Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga.Jakarta: Depkes RI.
LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000) Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu, 1. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008) 2.3 Etiologi Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B, Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus. Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain: a. Perdarahan b. Demam yang terjadi pada ibu c. Infeksi pada uterus atau plasenta d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan) e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan) f. Proses kelahiran yang lama dan sulit. g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu
dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas. Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun. 4. Patofisiologi Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan,
asidosis
metabolik,
dan
syok,
yang
mengakibatkan
disseminated
intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif). Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : 1. Faktor Maternal a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih. b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun c. Kurangnya perawatan prenatal. d. Ketuban pecah dini (KPD) e.Prosedur selamapersalinan 2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan
sebagian
besar
penurunan
aktivitas
opsonisasi. c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan. 3. Faktor Lingkungan a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter
nutrisi
parenteral
merupakan
tempat
masuk
bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : 1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma. 2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea. 3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
5. Manifestasi Klinik Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut, 1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema 2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali 3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis 4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi 5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol 6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah. 6. Pemeriksaan Penunjang Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%, Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis. Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium. 7. Penatalaksanaan 1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelanpelan). 2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif). 3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7. 5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). 6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar
8. Askep sepsis neonatorum 1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi a. Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan jam dan pantau warna kulit
akan
mempengaruhi
proses
regulasi
ataupun metabolisme dalam tubuh. 2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial
untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha aksila, leher dan lipatan paha, hindari terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar penggunaan alcohol untuk kompres.
yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena akan
menyebabkan
penurunan
dan
peningkatan panas secara drastis. Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk
Kolaborasi
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan menurunkan panas dengan segera. jika panas tidak turun. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam a. Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) 3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
jam dan pantau warna kulit
akan
mempengaruhi
proses
regulasi
ataupun metabolisme dalam tubuh. 2. Observasi adanya hipertermi, kejang Hipertermi sangat potensial dan dehidrasi.
untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien
masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk langkah
kolaborasi
dengan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
memberikan antipiretik.
secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal
dengan asetaminofen. 4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal Pemberian ASI/PASI
sesuai
jadwal
dengan jumlah pemberian yang telah diperlukan untuk mencegah bayi
dari
ditentukan kondisi lapar dan haus yang berlebih. 3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi a. Kriteria Hasil 1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular 2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan 3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan
b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena nadi perifer,edema, pengisian perifer, warna, dan suhu ekstremitas) 2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul 2. mengetahui sensasi perifer, kemungkinan dan panas/dingin 3. pantau status cairan
parestesia 3. mengetahui keseimbangan antara asupan dan haluaran
4. PK: Trombositopenia a. Tujuan Perawat akan menangandi dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit. b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi Nilai ini membantu mengevaluasi respon dan jumlah trombosit
klien terhadap pengobatan dan resiko
terhadap pendarahan akibat dari sepsis. 2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan secara konstan sangat spontan atau perdarahan hebat : ptekie, dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini ekimosis,
hematoma
spontan, adanya episode perdarahan
perubahan tanda-tanda vital. 3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau Perubahan pada oksigen sirkulasi akan hipovolemia,
seperti
peningkatan mempengaruhi fungsi jantung, vascular dan
frekuensi nadi, napas dan tekanan fungsi neurologis darah, perubahan status neurologis Daftar pustaka
Anonim.
2007.
Sepsis.
Akses
internet
di
http://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/200602201uyr3qilmiahpopular.doc Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet di http://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta : EGC. Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC Harianto,
Agus.
2008.
Sepsis
Neonatorum.
Akses
internet
di
http://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadismelayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html Nurcahyo.
2000.
Sepsis
Neonatorum.
Akses
internet
di
http://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallin k.gif