UU HAM & PENGADILAN HAM Rudi Rizki
Disampaikan dalam Training, “Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum p pada Perguruan g Tinggi gg Negeri g dan Swasta di Indonesia, diselenggarakan oleh Pusat Suti HAM UII bekerjasama dengan NCHR University of Oslo Norway, di Yogyakarta tanggal 22-24 September 2005
Human Rights Development Transition to democracy: democracy:
Past human rights abuses International pressures Supremacy of law & Human rights
– SPIRAL MODEL – – – – –
Repression & activation of network Denial Tactical Concession Prescriptive p Status Rule Consistent Behavior
R Repression i (Orde (O d B Baru))
Gross Violation of h. rts. – Extra judicial killing – Arbitrary arrest / detention – Torture – Persecution – Forced disappearance
S i l Model Spiral M d l Masyarakat
Negara
Masy. Int’l
Lemah
Represive
Tekanan
Lemah
Denial
Tekanan
Agak kuat
Tactical concession P Prescriptive i ti Status
Tekanan menguat Melemah M l h
Rule consistent behavior
Lemah
Kuat K t Kuat
INSTRUMEN HAM
UDHR ICCPR ICESCR Genocide Convention Racial Discrimination Convention (CERD) Convention on the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW) Convention against Torture (CAT) Convention on the Rights of the Child (CRC)
SUMBER HUKUM HAM NASIONAL
INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL PANCASILA & UUD 1945 KUHP & KUHAP UU KETENAGAKERJAAN UU POLITIK KEPPRES 50/1993 TTG. KOMNAS HAM TAP MPR/XVII/1998 UU NO. 39/1999 TTG. HAM UU 26/2000 TTG PENGADILAN HAM Amandemen KeKe-II UUD 1945
RATIFIKASI INDONESIA
KONVENSI KONVENSI KONVENSI (CEDAW) KONVENSI KONVENSI KONVENSI
HAK POLITIK WANITA APARTHEID DLM OLAHRAGA DISKRIMINASI WANITA HAK ANAK (CRC) ANTI PENYIKSAAN (CAT) DISKRIMINASI RASIAL (CERD)
UU NO. NO 39/99 TTG HAM
BERDASARKAN TAP MPR XVII/1998 106 PASAL XI BAB
UU NO NO. 39/1999 TTG. TTG HAM
SEPERANGKAT HAK YG MELEKAT PD HAKEKAT DAN KEBERADAAN MANUSIA SBG. MAHLUK TUHAN Y.M.E. DAN MRPKN. ANUGERAHNYA YG. ANUGERAHNYA, YG WAJIB DIHORMATI DIHORMATI, DIJUNJUNG TINGGI DAN DILINDUNGI OLEH NEGARA, NEGARA HUKUM, HUKUM PEMERINTAH DAN SETIAP ORANG DEMI KEHORMATAN SERTA PERLINDUNGAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA (Pasal 1)
UU NO. NO 39/99 TTG HAM Hak:
untuk hidup berkeluarga & melanjutkan keturunan mengembangkan b k di dirii memperoleh keadilan atas kebebasan pribadi ib di
atas rasa aman atas kesejahteraan turut serta dlm pemerintahan i t h wanita anak
PELANGGARAN HAM “… setiap p perbuatan p seseorang g / sekelompok p
orang tmsk. aparat neg. baik sengaja / tdk / krn kelalaian yg sec krn. sec. melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang yg dijamin oleh UU ini, dan tdk. mendapatkan / dikhawatirkan dikh i k tdk dk akan k memperoleh l h penyelesaian p y hk yg adil & benar, berdasarkan mekanisme hk yg berlaku (Psl 1 butir 6).
N -Derogable NonNon D bl Rights Ri ht
Hak utk hidup Hak utk tdk disiksa Hak kebebasan p pribadi,, pikiran p & hati nurani Hak beragama Hak utk tdk diperbudak H k utk Hak tk di diakui k i sbg b pribadi ib di & persamaan di hdpn hukum Hak utk tdk dituntut hk yg berlaku surut
UU NO. NO 39/99 TTG HAM PENGUATAN KOMNAS HAM DASAR PENDIRIAN PENGADILAN HAM
KOMNAS HAM
TUJUAN: MENCIPTAKAN SITUASI YG KONDUSIF BAGI PERLINDUNGAN HAM FUNGSI: – PEMANTAUAN – PENGKAJIAN – SOSIALISASI – MEDIASI
UU NO. 26/2000 TTG PENGADILAN HAM PELANGGARAN BERAT HAM: GENOSIDA KEJAHATAN THDP. THDP KEMANUSIAAN – Pembunuhan Sengaja – Penyiksaan – Deportasi / Pemindahan Paksa – Perkosaan – Pemusnahan Penjarahan Hak Milik
TANGGUNG JAWAB NEGARA ATAS PELANGGARAN BERAT HAM
INVESTIGASI, ADILI PELAKU, HUKUM BILA TERBUKTI BERSALAH SANTUNAN / REHABILITASI / KOMPENSASI BAGI KORBAN
PELANGGARAN BERAT HAM 9
Gross, Systematic Violation of H. Rts. / C Consistent i Pattern off H Rts Violation i l i
9
UU 39/1999 (Penjelasan Ps 104): 9 9 9 9
9
Penghilangan Orang Penyiksaan Pembunuhan sewenangsewenang-wenang Pembunuhan sewenangsewenang-wenang Penyiksaan Penghilangan Orang Diskriminasi Sistematis
UU 26/2000: 26/2000: 9
Genosida & Kejahatan thdp kemanusiaan
PENGADILAN HAM
PELANGGARAN BERAT HAM UU 26/2000
Genosida Kejahatan terhadap Kemanusiaan
G Genosida id
Perbuatan dengan maksud utk menghancurkan h k seluruh l h / sebagian b i klp kl bangsa, etnis, ras/agama: – membunuh anggota klp; – menimbulkna penderitaan fisik / mental yg berat thd anggota thdp t kl klp; – sengaja menciptakan kondisi kehidupana klp yg mengakibatkn kemusnahan; – tindakan paksa pencegahan kelahiran pd klp; – pemindahan paksa anak2
Kejahatan Thdp Kemanusiaan
Perbuatan sengaja sbg bagian dr serangan yg meluas / sistematis ditujukaan thdp pddk sipil p : – – – – – – – – – –
pembunuhan pemusnahan perbudakan deportasi pencabutana kebebasan sewenangsewenang-wenang penyiksaan pemerkosaan / kejahatan sexual lainnya penganiayaan / persekusi / penindasan penghilangan hil paksa k apartheid
Hukum H k Acara A
Berlaku KUHAP Utk penyidikan idik Jaksa J k Agung A menangkap k & menahan P Penahanan h utk: tk – – – – –
penyidikan 90 hr penuntutan t t 30 h hr pemeriksaan di pengad 90 hr Pemeriksaan tk banding 60 hr Pemeriksaan tk kasasi 60 hr
Penyelidikan P lidik
Komnas HAM & dpt dgn tim ad hoc Kewenangan: – – – – –
Menyelidiki & memeriksa dugaan pbham Menerima pengaduan Pemanggilan Meninjau & mengumpulkan info Memeriksa surat,, penggeledahan, p gg , penyitaan, p y , pemeriksaan setempat, mendatangkan akhli – Menyerahkan hasil penyelidikan kpd penyidik (JA)
Penyidikan P idik & P Penuntutan t t
Dilakukan JA JA dpt. membntk tim ad hoc utk penyidikan Max 90 hr & dpt diperpanjang 90 hr + 60 hr h
P Proses P Pengadilan dil Hakim: Majelis Hakim 5 Orang: – 2 hakim karir – 3 hakim non non--karir
Diangkat & diberhentikan oleh Presiden atas usulan Ketua MA Masa jabatan 5 th & dpt diangkat kembali
A Acara Pemeriksaan P ik
Maximum 180 hr Banding di PT 90 hr oleh majelis hkm 5 org (2 karir & 3 nonnon-karir) Kasasi di MA 90 hr majelis hkm 5 org (2 karir k i & 3 nonnon-karir) k i)
Perlindungan Korban & Saksi
Korban & Saksi berhak atas perlindungan fisik & mental dr g gg , teror,, kekerasan ancaman,, gangguan, dr pihak manapun Oleh aparat penegak hk & keamanan Tata Cara: PP No. 2 /2002
Kompensasi, Restitusi & Rehabilitasi
Korban / ahli warisnya berhak atas KRR Dicantumkan dalam amar putusan Tata cara: PP No. 3/2002
Ketentuan Pidana
Genosida: 10 (min)(min)-25 th (max) (max), seumur hidup, mati. KTK: 10 (min) (min)--25 th (max) (max), seumur hidup, hidup mati; utk; pembunuhan, pemusnahan, deportasi perampasan kemerdekaan, deportasi, kemerdekaan apartheid KTK: 5 (min)(min)-15 (max) utk perbudakan, perbudakan penyiksaan KTK: 10 – 20 th utk perkosaan & kejahatan sexual, penganiayaan / persekusi, penghilangan p g g orang g Percobaan / Permufakatan / Pembantuan: Sama
Tanggung Jawab Komandan / Atasan
Komandan militer / seseorg yg sec efektif sbg komandan militer bertg jwb thdp tdk pidana yg dilakukan oleh pasukan yg berada di bawah komando & kontrol yg efektif / dibwh kekuasaan & pengendaliannya yg efektif dan tdk p pidana tsb mrpkn p akibat dr pengendaliannya sec patut: – Mengetahui / shrsnya mengetahui bhw pskn tsb sedang / baru saja melakukan p b ham; – Tidak melakukan tindakan yg layak & diperlukan dlm lingkup kekuasaannya utk mencegah / menghentikan perbuatan tsb / menyerahkan pelaku kpd yg berwenang
Atasan polisi / sipil brtg jwb sec pidana thdp p b ham yg dilakukan oleh bawahannya yg berada di bwh kekuasaan & pengendaliannya yg efektif, krn atasan tsb tdk melakukan pengendalian thdp bawahannya sec patut & benar: – Atasan mengetahui / sec sadar mengabaikan info yg sec jelas menujukkan bhw bawahan sedang / baru saja mel p b ham – Atasan tdk mengambil tindakan yg layak & diperlukan p dlm lingkup g p kewenangannya g y utuk mencegah / menghentikan perb tsb / menyerahkan pelakunya kpd yg berwenang
Ancaman Pidana Sama
Pengadilan P dil HAM Ad Hoc H
Utk Peristiwa sebelum UU 26 berlaku Dib t k d Dibentuk dgn K Keppres atas t usull DPR Berada di lingkungan Pengadilan Umum Jakarta Pusat: DKI Jkt, Jabar, Banten, Sumsel, Lampung, Bengkulu, Kalbar, Kalteng K lt Surabaya: Jatim, Jateng, DIY, Bali, Kalsel, K lti NTB, Kaltim, NTB NTT Makasar: Sulsel, Sultgr, Sulteng, Sulut, M l k Maluku Maluku, M l k Utara, Ut Irja Ij Medan: Sumut, Aceh, Riau, Jambi, Sumbar
Sidang Pleno untuk Membantu KPP HAM Atau kasus didrop
Korban berhak Pra-peradilan Tim penyidik memutuskan
Sidang memutuskan Pelaku bersalah
Banding
Peraturan Pemerintah No.2/2003
Bebas
Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta Pusat Kasus Timor Timur
Terdakwa
Keputusan
Abilio Soares
3 tahun
Timbul Silaen
Bebas
Herman Sedyono, Liliek K., Gatot Subiakto, A. Syamsudin, Sugito
Bebas
Eurico Guterres
10 tahun
Endar Priyanto
Bebas
Asep Kuswani, Adios Salova, Leonito Martin
Bebas
Hulman Gultom
3 tahun
Sudjarwo
5 tahun
Y tS Yayat Sudrajat d j t
B b Bebas
Nur Muis
5 tahun
Tono Suratman
Bebas
Adam Damiri
3 tahun
Beberapa B b K Kelemahan l h Legislasi (UU 26/2000) 9 Expertise 9 Independency & Impartiality 9 Infra Structure 9 Budaya Menghormati Proses Pengadilan 9
Kelemahan UU 26/2000
Definisi D fi i i ‘Pelanggaran ‘P l HAM Berat’ B t’ Tidak memasukan ‘Kejahatan Perang’ ‘Meluas’, ‘Sistematik’, ‘diketahui’ Tdk dilengkapi g p ‘elements of crime’ Terjemahan ‘directed’: ditujukan sec langsung ( (? Tidak dicantumkan ‘perbuatan tidak manusiawi lainnya …’ Terjemahan ‘persecution’: penganiayaan Pembatasan 180 hr
Hukuman Minimum Tdk ada pre trial chamber Tdk mempunyai hukum acara tersendiri ttp msh digunakan KUHAP
I f St Infra Structure t
Kantor & manajemen tersendiri Ruang sidang yg aman & memadai Galeri publik Fasilitas keamanan saksi, hakim jaksa Aparat keamanan
Budaya Menghormati Persidangan
Gangguan thdp independensi & impartialitas Ketepatan waktu Kehadiran pengunjung
UNSUR-UNSUR KEJAHATAN UNSURTERHADAP KEMANUSIAAN
Kejahatan thdp Kemanusiaan (Ps. 9 UU 26/2000)
“ … salah satu perbuatan yg dilakukan sbg bagian dr serangan yg meluas / sistematis yg diketahuinya bhw serangan tsb ditujukan secara langsung thdp pddk sipil, berupa: – – – – – – – – – –
pembunuhan pemusnahan perbudakan d deportasi t i pencabutan kebebasan sewenangsewenang-wenang penyiksaan p y pemerkosaan / kejahatan seksual lainnya penganiayaan / persekusi / penindasan penghilangan paksa apartheid”
P Pengantar t 9 9
9
9
Petersburg Declaration 1868 1868:: crimes against humanity Hague Convention 1907 1907:: laws of humanity
dsr perlindungan kombatan & penduduk sipil Pembunuhan thdp WN Turki keturunan Armenia 1915 1915:: crimes against humanity and civilization → intervensi humaniter Negara harus bertanggung jawab atas KTK yg dilakukan negara thdp warganegaranya warganegaranya..
9 9
9
IMT : kejahatan perang – KTK KTK:: KTK pembunuhan, pemusanahan, perbudakan, b d k d deportasi t i perbuatan b t tdk manusiawi lainnya yg dilakukan thdp pddk sipil, i il dilakukan dil k k sebelum b l / ketika k tik perang berlangsung.. Meliputi persekusi thdp pddk berlangsung sipil i il yg didasarkan did k pd d alasan alasan2 l 2 politik, litik rasial/ i l/ agama (Art Art.. 6 London Charter ) Nuremberg principles principles:: pertanggungjawaban pidana secara individual →1954 UN Code of
Offences Against The Peace and Security of Mankind
9
P t Pertanggungjawaban j b Prinsip Nuremberg :
i di id individu
d l dalam
9 Setiap orang yg melakukan kejahatan int’l bertgjwb atas perbuatannya & harus dihukum dihukum.. 9 Jika Jik hk nasional i l tdk mengatur t tdk berarti b ti pelaku l k bebas 9 Jabatan Kepala Negara / Pejabat Pemerintah tidak membebaskannya dr tg jwb menurut HI 9 No superior order principle principle.. 9 Setiap orang yg didakwa melakukan kejahatan internasional mempunyai hak atas fair trial
Kejahatan menurut hukum internasional : 9 kejahatan terhadap perdamaian perdamaian;; 9 kejahatan perang 9 KTK : pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi dan perbuatan yg tidak b berperikemanusiaan ik i thd thdp penduduk d d k sipil/ i il/ persekusi berdasarkan alasan politik, ras, agama, 9
Kete lib t Keterlibatan (complicity li it ) dlm dl pelaksanaan l k KTK = kejahatan menurut hukum inte internasional internasional. nasional.
9
UU 26 26//2000 Pasal 1 (4) : “Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, sipil militer, militer maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual”
9
Prinsip yurisdiksi universal: universal: no safe haven
9
hostis humanis generis
9
ICC : Most serious crimes crimes:: – Genosida – Kejahatan Perang – Kejahatan h terhadap h d Kemanusiaan
UNSUR--UNSUR KTK UNSUR “salah satu perbuatan” 9 Setiap S ti ti d k tindakan yg disebutkan di b tk dl Ps dlm P 9 adalah KTK. KTK. 9 Tidak Tid k disyaratkan di tk h lebih hrs l bih dr d satu t tindak ti d k pidana (mis : pembunuhan & perkosaan) “yang “ dil k k dilakukan sebagai b i bagian b i dari d i serangan …” 9 Tindakan Ti d k harus h mrpkn k bagian b i dari d i serangan
“serangan” 9
Tidak harus : 9 9 9 9
9 9
merupakan k serangan militer ilit / yg melibatkan lib tk kekuatan k k t militer, menggunakan kekuatan bersenjata atau pasukan2 dgn k k kekerasan terjadi krn balas dendam sbg akibat dr permusuhan bersenjata berhubungan dgn sengketa bersenjata
Termasuk kampanye / operasi yg ditujukan thdp pddk sipil Perbuatan berganda (muliple acts): bukan perbuatan tunggal/tersendiri / acak (random)
“meluas meluas atau sistematik sistematik” 9 Yang membedakan dr kejahatan biasa shg menjadikannya sbg kejahatan internasional 9 tdk mensyaratkan bhw setiap unsur kejahatan yg dilakukan harus selalu meluas / sistematis. 9 Jika Jik terjadi t j di pembunuhan, b h perkosaan k dan d pemukulan, setiap kejahatan itu tidak perlu harus meluas / sistematis,, jika j kesatuan dari tindakantindakantindakan di atas sudah memenuhi unsur meluas atau sistematis.
9“meluas” 9 Jumlah korban 9 Perbuatan yg: 9 massive, 9 se sering g ((frequent), eque t), berulang--ulang berulang 9 skala besar,
9 Dilakukan secara kolektif dgn “considerable considerable seriousness seriousness”
9“sistematik” 9 Adanya pola atau rencana mengenai cara2 yg akan dilakukan 9 mencerminkan “suatu pola / metode tertentu” yg diorganisir secara menyeluruh & menggunakan pola yg tetap
9 Unsur “meluas” atau “sistematis” tdk hrs dibuktikan keduanya.
Akayesu ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
¾ ¾ ¾
“meluas” meluas : tindakan massive, berulangberulang g-ulang, g, berskala besar, dilakukan secara kolektif dgn dampak serius diarahkan thdp sejumlah besar korban (multiplicity of victim)” ”sistematis” : diorganisasikan dgn baik mengikuti pola tertentu yg terus menerus berdasarkan kebijakan yg melibatkan sumberdaya publik / privat yg substansial meskipun bkn mrpkn kebijakan Neg sec formal
9
Rencana tidak harus dinyatakan tegas / terang terangan
9
Indikasi adanya rencana (Blaskic) 9 Latar blk politik & historis atas kejahatan yg dilakukan 9 Latar belakang organisatoris & institusional p g media 9 Propaganda 9 Mobilisasi angkatan bersenjata 9 Serangan militer yg berulang & terkoordinasi 9 Hubungan hirarki antara antara:: militer - struktur politik program politiknya. politiknya. 9 Perubahan komposisi etnis penduduk 9 Aturan Aturan2 2 yg diskriminatif 9 Skala tindak kekerasan, khususnya pembunuhan dan kekerasan fisik lainnya, perkosaan, penahanan sewenangsewenangwenang, deportasi dan pengusiran / perusakan benda2 benda2 non--militer, khususnya benda2 non benda2 suci
9 Utk
membuktikan sebagai “bagian bagian dr serangan meluas / sistematis thdp penduduk sipil” : adanya y keterkaitan antara tindakan p pelaku dgn g serangan 9 keterkaitan tergantung pd situasi setiap kasus. kasus. Mis:: Mis 9 ada kesamaan antara tindakan pelaku dgn penyerangan ; 9 keadaan ketika serangan terjadi dgn keadaan ketika pelaku melakukan tindak pidana ; 9 kedekatan waktu & tempat tindak pidana dilakukan dengan serangan
9 Harus
“ditujukan ditujukan kepada penduduk sipil sipil”, bukan orang perorangan. perorangan. 9 tidak berati semua penduduk suatu negara, negara entitas / wilayah harus menjadi sasaran serangan. g . serangan 9 “penduduk sipil”: sipil”: semua org yg tdk ikut sec aktif dlm permusuhan, yg bkn lagi pihak peserta tempur, hors de combat karena sakit, terluka, ditawan / karena alasan lain
9 Penjelasan
Psl 9 UU 26/ 26/2000: 2000: “serangan yang ditujukan j secara langsung g g terhadap p p penduduk sipil” adalah suatu rangkaian perbuatan yg dilakukan thdp penduduk sipil sebagai k l kelanjutan k b k kebijakan penguasa atau kebijakan k b k yg berhubungan dengan organisasi. organisasi. 9 “directed” “di “directed”: t d”: ditujukan dit j k 9 Serangan yg dilakukan oleh sekelompok orang thdp tempat tempat2 2 kesatuan / polisi, polisi bukan KTK
“yang yang diketahuinya bhw serangan tsb …” – Pelaku hrs melakukan dgn memiliki pengetahuan ttg luasnya / sistematiknya serangan. – Pengetahuan P t h d dptt b bersifat if t aktual kt l / kkonstruktif t ktif – Tdk hrs mengetahui:
keseluruhan k l h serangan dgn d rinci i i bhw perbuatannya itu tidak manusiawi atau menimbulkan KTK
“pembunuhan” p 9 ILC: sudah dilarang dlm hukum semua negara 9 Sesuai KUHP Psl 338 / 340 9 Akayesu : pembunuhan thdp manusia secara tdk sah dan sengaja dgn unsur2: 9 korbannya mati; 9 kematiannya disebabkan krn perbuatan tdk sah / pembiaran dr pelaku p / bawahannya y krn p 9 Pd waktu kejadian, pelaku / bawahannya mengetahui bhw perbuatan thdp fisik korban dpt menyebabkan b bk kematian, k ti tidak tid k perlu l menunjukan j k telah menimbulkan kematian / tidak.
9 Celebici C l bi i: sama dgn d “grave “ b breaches” h ” dlm dl Konvensi Jenewa, dgn syarat “adanya niat pelaku l k utk tk membunuh b h / menimbulkan i b lk luka l k serius thdp korban”
“pemusnahan” pemusnahan • Unsur2nya : 1. Pelaku membunuh (bagian dr pembunuhan massal suatu kel) 2 Menimbulkan 2. M i b lk kondisi k di i kehdpn yg menyebabkan kehancuran suatu kel. •
Sama dgn Konvensi Genosida tp bkn thdp protected p group g p sbgmn g halnya y genosida g
Karateristik brdsrkan p praktek int’l : 9 Pembunuhan dlm skala yg besar, menimbulkan korban yg banyak dan memenuhi persyaratan pembunuhan b h dlm dl Psl. P l 9a 9 9 Penghancuran massal 9 Termasuk situasi ketika sekelompok orang dgn karakteristik yg berbeda terbunuh 9 Pelaku tdk perlu mengetahui siapa korbannya, bisa meliputi klp politik, klp sosial tertentu, dll. • Psl 9 (b) UU 26/2000 : pemusnahanÆ pemusnahanÆ menimbulkan penderitaan dgn sengaja a.l : Menghambat pemasokkan barang dan obatobatobatan yg dpt menimbulkan pemusnahan p penduduk
“perbudakan” perbudakan 9
a. b.
9
9
U Unsur : pelaku l k menggunakan k kekuasaan k k apapun yg melekat atas hak kepemilikan trhdp seorg/lbh, contoh: co to membeli, menjual, meminjamkan, atau mempertukarkan org Mengambil keuntungan dr mereka atas tecabutnya kebebasan mereka Perbudakan dlm arti luas, tmsk praktek2 yg menyerupai perbudakan (perhambaan, buruh paksa, traficking) Slavery Convention 1926: status / kondisi dimana seseorang berada b d di d bwh b h status pemilikan l k orang lain
9
Servitude Se tude: se semua ua bentuk be tu dominasi do as /
perendahan martabat seseorg oleh org lain, tmsk s p praktek2 a menyerupai y upa perbudakan p buda a 9
9
Buruh paksa: semua pekerjaan/jasa yg diperoleh dr seseorg yg dibawah ancaman/sbg hukuman dmn org ybs tdk mempunyai hukuman, kerelaan utk melakukannya (ILO) ILC: “… memberikan status/memperlakukan seseorg sbg budak / pekerja paksa, bertetangan dgn HI
“Pengusiran / pemindahan penduduk d d k secara paksa” k ” (deportasi paksa) 9
9
9
Pengusiran (deportation): pemindahan paksa k d darii satu t neg ke k neg lain l i Pemindahan penduduk sec paksa: pemindahan paksa penduduk dr satu daerah ke daerah lain dlm satu negara. “paksa” (forced): segala bentuk tekanan yg membuat mereka meninggalkan gg tempat p asalnya.
“perampasan kemerdekaan / kebebasan fisik lain sec. sec sewenang sewenang-wenang yg melanggar hukum internasional” 9 Perampasan kebebasan / pemenjaraan / penahanan sese-wenang2 yg dilarang dlm instrumen HAM & HHI 9 “Non “NonNon-derogable rights” rights 9 Perampasan kemerdekaan … 9 Jika tdk ada dasar hukum seseorg tetap ditahan setelah menjalani hukuman / diberi amnesti 9 Tidak sesuai dgn hak atas peradilan yg adil 9 Jika kondisinya menunjukan adanya penyiksaan / perlakuan kejam, tdk manusiawi & merendahkan martabat.
“ketentuan pokok hukum internasional” 9 Treaty T 9 custom 9 general principles
9
Standard minimum: 9 Hak utk bebas dr penahanan sese-wenang2 9 Hak atas fair trial : i.e 9 9 9 9
Akses kpd pengadilan Bersalah / tidak hrs ditentukan pengadilan Membebaskan jika terbukti tdk bersalah Pengadilan yg kompeten & tdk berpihak
“penyiksaan” p y
b.
U Unsurnya: Pelaku membuat korban mengalami rasa sakit yg mendalam ((severe)) baik fisik/mental Korban berada dlm tahanan/di bwh kontrol pelaku Bukan akibat dr penghukuman yg sah
9
Non derogable rights
9 a.
a.
9 9 9
9 9
9
9
Definisi sama dgn g Konvensi Anti Penyiksaan: y perbuatan sengaja rasa sakit / p penderitaan yg hebat jjasmani / rohani dilakukan oleh/ hasutan /persetujuan / sepengetahuan aparat tujuan: info / pengakuan / hukuman / ancaman, diskriminasi tdk trmsk rasa sakit dr penghukuman sah
“perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran paksa paksa, kehamilan paksa, paksa sterilisasi paksa / bentuk2 kekerasan seksual lainnya lainnya”
Definisi:: Definisi – “dimasukannya “di k setiap ti b d trmsk benda, t k (dan (d tid k tidak terbatas) pd penis, thdp vagina / anus korban pemaksaan / tekanan,, dlm kondisi kekerasan,, p atau dimasukannya penis ke dalam mulut korban dlm kondisi kekerasan atau pemaksaan” pemaksaan”.. – “serangan “ thd fisik thdp fi ik seseorang dlm dl b t k bentuk seksual thdp seseorang dlm keadaan yg y , ICTR)) memaksa” (Akayeshu – “non“non-consensual intercourse” – dapat melibatkan pemasukan benda dan atau penggunaan lubang2 lubang2 pd tubuh manusia yg bukan utk sesuatu yg seksual. seksual.
Delalic & Furundzija: unsur2 unsur2 obyektif
perkosaan k :
– penetrasi seksual walaupun ringan; ringan; – thdp vagina / anus korban oleh penis pelaku / benda b d lain l i yg digunakan di k pelaku;; atau pelaku – thdp mulut korban oleh penis pelaku – dengan tekanan, kekerasan / ancaman thdp korban / orang ketiga ketiga..
Ak Akayeshu h : – “kondisi memaksa / menekan (coercive) tdk perlu dibuktikan dgn diperlihatkannya kekuatan fisik – “ancaman, intimidasi, pemaksaan dan bentuk--bentuk p bentuk penekanan lainnya y dimana korban dlm ketakutan / keputusasaan dpt menunjukan j adanya y p penekanan” – “keadaan menekan biasanya terjadi pd situasi2 situasi 2 tertentu spt adnya konflik bersenjata / kehadiran militer”
“ b d k “perbudakan seksual” k l” dianggap d sbg b bentuk b k lain dr perbudakan perbudakan.. “seksual”: “ k “seksual” l”: akibat kib dr d perbudakan b d k ini i i tdk dk hanya h mrpkn pembatasan seseorang / kebebasan bergerak tetapi juga pelanggaran atas hak bergerak, seseorang untuk menentukan aktivitas seksualnya.. seksualnya perbudakan seksual meliputi situasi dimana perempuan mengalami kawin paksa, paksa ditempatkan sebagai hamba / sebagai buruh paksa (forced labour) yg p p pd akhirnya y melibatkan pemaksaan seksual, tmsk perkosaan oleh pelakunya pelakunya..
Pelapor Khusus WG Bentuk Bentuk2 2 Kontemporer Perbudakan:: Perbudakan – semua praktek penahanan perempuan pd kamp kamp2 2 perkosaan comfort station, kawin paksa / kawin perkosaan, sementara dgn tentara, dan praktek2 praktek2 yg menganggap g gg p p perempuan p sebagai g benda bergerak, g , merupakan bentuk2 bentuk2 perbudakan yg dilarang berdasarkan norma hukum yg memaksa (peremptory t norms).
“pelacuran paksa”: utk mencakup situasi yg bk mrpkn bkn k perbudakan, b d k ttp utkk situasi i i dimana seseorang terpaksa melakukan aktivitas ki i seksual k l guna memperoleh l h suatu kebutuhan hidupnya (mis: makanan) / utk menghindari hi d i suatu t kerusakan k k / kerugian k i yg lebih besar lagi. “pelacuran paksa” tdk sama dgn “perkosaan” krn sulit utk memenuhi unsur paksaan, tekanan /ancaman kekerasan sebagaimana diintepretasikan kasus Akayeshu
“ “penghamilan h il paksa” k ”. – “paksa” menunjukan bhw penghamilan itu dil k dilakuan d dgn melibatkan lib tk k k kekerasan / paksaan, k tmsk penggunaan ancaman kekerasan. kekerasan. – Segala bentuk kekerasan menghilangkan kerelaan (consent) korban utk menjadi hamil – tidak mensyaratkan korban hrs berada dlm tahanan / di bawah kekuasaan pelaku pelaku.. – namun dpt juga melibatkan perkosaan atau tmsk “bentuk lain dr “kekerasan seksual yang kekejiannya setara”. setara”.
Kekerasan seksual memp arti yg lebih luas, luas bukan perkosaan saja saja.. Statuta ICC “bentuk lain dr kekerasan seksual yg kekejiannya setara”, mencakup setiap tindak kekerasan yg dilakukan utk maksud seksual / dgn sasaran seksualitas. seksualitas. Akayeshu:: kekerasan seksual, Akayeshu seksual termasuk perkosaan:: setiap perbuatan bersifat seksual perkosaan yg d dilakukan a u a thp t p seseorang seseo a g yg be berada ada d di bawah tekanan. tekanan. Kekerasan asa sseksual sua tdk d terbatas ba as pd sserangan a ga fisik thdp badan manusia tp dpt mencakup perbuatan yg tdk mengandung penetrasi / bahkan kontak fisik. fisik.
Kekerasan k seksual k l mencakup k serangan fisik f k& psikis yg ditujukan thdp seseorang yg brersifat seksual seksual.. Furundzija:: Furundzija kekerasan seksual menurut aturan hk pidana int int’ll tdk hanya perkosaan saja, ttp meliputi setiap serangan seksual yg serius yg tdk cukup dgn adanya penetrasi aktual saja, tp mencakup semua serangan yg serius yg sifatnya y seksual yg dilakukan thdp p integritas fisik & moral seseorang dgn cara2 cara2 yg mengandung paksaan, ancaman kekerasan / intimidasi shg merendahkan & menghina martabat korban. korban.
“sterilisasi paksa” – diilhami p percobaan medis yg terjadi j di kampkamp p-kamp p konsentrasi PD II, dilakukan thdp tawanan perang / penduduk sipil. sipil. – Sterilisasi tanpa persetujuan korban dapat dinyatakan sebagai kejahatan genosida apabila dilakukan dgn maksud utk menghancurkan / memusnahkan suatu kelompok tertentu baik secara keseluruhan atau sebagian sebagian.. – Dalam artian genosida: genosida: sterilisasi paksa termasuk ke dalam “mengenakan g tindakan tindakan2 2 yg dimaksudkan utk mencegah kehamilan dlm suatu kelompok”
“penganiayaan” p g y 9 9
9 a. b.
c c.
“penganiayaan” bukan dlm pengertian KUHP tapi “persecution” (persekusi) dpt berupa setiap perbuatan pelanggaran HAM yg lain yg tdk tercantum dlm KTK Unsurnya : Pelaku mencabut hak2 fundamental korban dgn kejam Korban dijadikan target dgn alasan identitas yg didasarkan pd politik, politik ras, ras kebangsaan, kebangsaan atnis, atnis budaya, agama, gender, dll Tindakan tsb berkaitan dgn Statuta Roma psl 7(1)/kejahatan lain dlm jurisdiksi Mahkamah
9
9
9
orang2 / kelompok tertentu secara berulangberulangulang / konstan hak hak--hak dasarnya disangkal / ditolak “kelompok” / “perkumpulan” tertentu didasari persamaan paham, politik, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin / alasan2 lain Kelompok / kolektivitas hrs “identifiable” identifiable / tdk sama dgn klp pelaku
“alasan” 9 9 9 9 9 9
Nuremberg: dgn alasan politik, ras, agama Tokyo: y agama g Draft Code 1945: “sosial, politik, agama, budaya” y ICTR: politik, ras, agama, bangsa, etnis ICTR: Maksud diskriminatif (ICTY Tadic) SC: politis, ras, bagsa, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
“alasan alasan lain yang diakui secara universal universal” 9 International Standards: UDHR & ICCPR
“penghilangan p g g orang g secara paksa” Deklarasi PBB ttg Penghilangan Paksa 1992 Praktek sistematik kejahatan ini mrpkn bentuk dr KTK “seseorang seseorang ditangkap ditangkap, ditahan / diculik berlawanan dgn kehendaknya / dicabut kebebasannya oleh pejabat resmi dr cabang / tingkatan tertentu dr P Pemerintah i t h / oleh l h kelompok k l k tergorganisir t i i / oleh l h perorangan yg bertindak atas nama / dgn dukungan (langsung / tdk langsung), dgn izin / pengetahuan Pemerintah, yg diikuti dgn perahasiaan ttg nasib dan keberadaan korban / dgn penolakan ttg pencabutan kebebasannya shg ybs berada di luar jangkauan kebebasannya, perlindungan hukum”
Pencabutan kebebasan dgn: – – – –
Penangkapan Penahanan Penculikan; atau Cara2 lain
Partisipasi Negara / Organisasi Politik : – Semula: hrs melibatkan agen negara / atas izin / sepengetahuan agen negara – Diperluas : “penangkapan, penahanan / penculikan oleh atau dgn otorisasi, dukungan / pengetahuan dari ….. suatu organisasi politik” – Maksud: untuk menjauhkan korban dr perlindungan hukum – Penolakan memberitahukan ttg g pencabutan p kebebasannya / ttg keberadaannya.
“ “apartheid” h id”
“ “pemisahan i h ras yg kaku k k dlm dl bid perumahan, h pendidikan, pelayanan kesehatan, pekerjaan, dlm setiap set ap kehidupan e dupa pub publik & swasta s asta d dlm p prakteknya a te ya melibatkan pelanggaran HAM yg meluas & sistematik” K Konvensi i Apartheid: A th id “apartheid “ th id merupakan k KTK” Protokol I Konvensi Jenewa: “praktek apartheid & perlakuan tdk manusiawi & merendahkan martabat yg melibatkan penyerangan thdp martabat pribadi, yg didasari diskrimnasi ras merupakan pelanggaran berat b t thd thdp iinstumen t i i” ini” “praktek & kebijakan pemisahan & diskriminasi ras sbgmn yg di Afrika Selatan
UNSUR--UNSUR TANGGUNG JAWAB KOMANDAN UNSUR
Pasal 42 UU 26/2000 (1)
a.
b.
(2)
a a.
b.
D Danmil il / seseorang yg secara efektif f ktif bertindak b ti d k sbg b Danmil D il dapat d t dipertanggungjawabkan thdp tindak pidana dlm jurisdiksi Pengad. HAM, yg dilakukan oleh pasukan yg berada di bawah komando pengendaliannya yg efektif dan tindak pidana tersebut mrpkn akibat d i tidak dari id k dilakukannya dil k k pengendalian d li secara patut, yaitu i : Danmil /seseorang tsb mengetahui / atas dasar keadaan saat itu, seharusnya mengetahui bhw pasukan tsb sedang melakukan / baru saja melakukan e a u a pelanggaran pe a gga a HAM yg berat; be at; dan da Danmil /seseorang tsb tidak melakukan tindakan yg layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya utk mencegah / menghentikan perbuatan tsb / menyerahkan pelakunya kpd pejabat yg berwenang utk dilakukan penyelidikkan, penyelidikkan penyidikkan dan penuntutan Seorang atasan, baik polisi/sipil, bertanggung jawab secara pidana thdp pelanggaran p gg HAM yg berat yg dilakukan oleh bawahannya y yg berada di bawah kekuasaannya & pengendaliannya yg efektif, karena atasan tsb tidak melakukan pengendaliannya thdp bawahannya secara patut & benar, yakni : Atasan tsb mengetahui / secara sadar mengabaikan informasi yg secara jelas menunjukkan bahwa bawahannya sedang melakukan / baru saja melakukan pelanggaran HAM yang berat; dan Atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya pada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikkan, penyidikkan dan penuntutan.
Konsep Pertanggungjawaban Komando • Istilah : Command Responsibility (pertanggungjawaban komando) Superior Reponsibility (pertanggungjawaban atasan / pertanggungjawaban komandan (bagi militer)) • Bentuk pertanggungjawaban atasan atas tindak pindana yang dilakukan bawahannya • Perkembangan dari konsep pertanggungjawaban pidana scr individual • Tidak terbatas pada tingkat tertentu : bisa menyentuh hingga Kepala Negara/pemerintahan (Yamashita (Yamashita, Milosevic, Akayesu, dll)
• Konsep Tgjwb Komando : 1. Aspek Fungsional : kedudukan komandan menimbulkan kewajiban bertindak 2. Aspek Kognitif : ‘harus memiliki pengetahuan’ tentang kejahatan 3. Aspek Operasional : failure to act (tidak melakukan y shg g dianggap gg p melakukan tindakan yg layak tindakan pembiaran/ommission) • Berlaku bagi atasan militer dan juga sipil (psl 86&87 PT I, I Psl 28 Statuta Roma dan Psl 42 (2) UU 26/2000) • Berlak Berlaku tidak hanya han a pada sit situasi asi konflik bersenjata namun juga pada saat damai
“Komandan militer / seseorang yg secara efektif f k if bertindak b i d k sbg b komandan militer militer”
Danmil:
– anggota AB yg ditugasi memimpin satu unit / lebih AB – memiliki iliki otoritas t it utk tk memberi b i perintah i t h langsung kpd bawahannya / kpd komandan2 d unit2 dr it2 bawahannya b h
Tidak ada batas tingkatan g komandan dpt p dipersalahkan
-
Pd keadaan tertentu seorg dan tdk selalu hrs memiliki pangkat militer. militer Mis: Presiden sbg Pangti AB
“seseorg seseorg yg secara efektif bertindak sbg danmil”
Kategori lebih luas dr danmil, dpt tmsk: – Perwira polisi yg berada dlm komando unit2 polisi bersenjata; – Org2 O 2 yg bertanggungjwb b t j b atas t unit2 it2 paramiliter ilit yg tdk berada dlm organisasi AB – Org2 yg dianggap secara de facto memiliki kontrol thdp AB, polisi bersenjata / unit2 paramiliter
“dapat dapat dipertanggungjawabkan” Legal Obligation Æ Command Responsibility
Teks T k aslili Statuta St t t R Roma :””shall h ll be b criminally responsible” (hrs bertgjwb scr pidana) id ) “dapat p ”: Komandan tdk “selalu harus” bertgjwb Penghilangan kata “pidana” : ditafsirkan tindakan administratif cukup memadai.
“pasukan” p 1. 2.
3.
4 4.
Psl. 43 PT I : pasukan AB Kel&satuan yg berada di bawah komando yang bertgjwb walaupun diwakili pemerintahan atau otoritas yg tdk diakui oleh pihak lawan. tunduk kpd sistem disiplin internal yg menegakan penaatan hk humaniter Termasuk satuan Polisi dan para militer
“komando komando dan pengendaliannya yg efektif”
Pasukan2 yg berada di bawah komando baik de jure / de facto facto. Komandan memiliki kewenangan untuk memberi perintah pada bawahan dan bawahan harus menjabarkan langsung perintah komandan “pengendalian yg efektif” : mampu mencegah dan menghukum bawahan (Celebici Case) “efektif” efektif : Nyata/benar Nyata/benar--benar
“Kekuasaan Kekuasaan dan pengendalian efektif”
K Komandan d dapat d t melaksanakan l k k pengendalian pada satuan yang tidak berada di bawah rantai komandonya langsung
1. 2.
“Tidak melakukan ti d k tindakan pengendalian d li yang layak layak” Pengendalian yg layak : tindakan brdsrkan
kemampuan dlm batas2 kewenangan, kekuasaan& ketersediaan sarana& kondisi yg memungkinkan.. memungkinkan Kewajiban Komandan (Pasal 87 AP I) : Menjamin anak buahnya mendapatkan pelatihan hukum humaniter Menjamin penghormatan hukum humaniter dlm pembuatan renops
3.Menjamin adanya sistem pelaporan yang efektif shg ia selalu terinformasi 4.Mengambil tindakan pencegahan ketika tindak pidana akan / sedang dilakukan bawahannya
• ‘mengetahui’ atau ‘seharusnya mengetahui’ : membuktikan adanya mens rea (unsur niat) 1. Jmlh, tipe, lingkup, waktu dari tindak pidana 2 Pasukan dan logistik yg terlibat 2. 3. Lokasi dan luasnya tindak pidana 4 Waktu operasi 4. 5. Modus operandi tindak pidana 6 Perwira dan staff yg terlibat 6. 7. Tmpt komandan berada
•Akayesu : -Komandan “seharusnya mengetahui” -Komandan “gagal” melakukan tindakan yg layak/diperlukan utk mencegah/menghukum pelaku -Komandan bertgjwb krn tindakan pembiaran (ommission) atau krn tidak berbuat apapun -Disetarakan dgn g menyetujui y j /adanya y niat jahat.
•Bagilishema, unsur niat terpenuhi bila : a.memiliki pengetahuan (bukti langsung /keadaan pada saat itu)) p 9bawahannya akan, sedang /telah melakukan tindak pidana/ 9atasan memiliki informasi shg ia tahu adanya resiko kejahatan tersebut b. Ketiadaan pengetahuan = kelalaian komandan= gagal memanfaatkan sarana yg dimiliknya utk mengetahui adanya tindak pidana
“sedang sedang melakukan atau baru saja melakukan…
Psl 28(a) (I) Statuta Roma kata yg digunakan adlh “sedang sedang melakukan atau akan segera melakukan” (were committing or about to commit)
“Tidak mengambil tindakan
yang perlu dan langkah2 masuk akal akal”
1 1. 2. 3.
Krnojelac : tindakan yg perlu dan masuk akal
adlh tindakan yg hrs dilakukan atasan sepanjang yg memungkinkan dlm lingkup kewenangannya Langkah pencegahan misal : pelatihan Hukum Humaniter Langkah penghukuman: Melaporkan ke komandan atas Menjamin penyelidikan dan penyidikan dilakukan Menjamin pelaku diadili secara layak (fair trial)
“hubungan atasanatasan-bawahan”
9 9
Atasan : berwenang untuk mengendalikan dan memberi perintah pada bawahan
Penguasa sipil memiliki kewenangan sama dgn danmil walaupun tidak berada dalam jenjang militer Perbedaan dan mil dgn atasan sipil : kemampuan /sumber daya utk memperoleh informasi : a. danmil : dianggap memiliki cukup daya utk itu (tdk ada alasan ‘tidak tahu’) b. atasan sipil : diharapkan bertindak sesuai dgn pengetahuan yang mereka peroleh
“atasan” 9
9
Seseorg yang berhak memberikan perintah scr efektif f ktif pada d b bawahan h Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan perintah i t h tsb t b Compare Aleksovski : Atasan sipil hrs mencakup karateristik atasan brdsrkan pasal 7 (3) Statuta ICTY jika punya wewenang de d facto f t /d /de jjure untuk t k mengeluarkan perintah dan menjatuhkan sanksi pd pelaku Kewenangan disiplin atasan sipil berbeda dgn militer
“b “bawahan” h ”
Setiap org yg memiliki At Atasan yg d dptt mengarahkan pekerjaanya k j
“komando komando dan pengendalian yg efektif”
Kordic and Cerkez : derajat pertgjwb
kewenangan de facto sama dengan de jure
“tidak tidak melaksanakan pengendalian yg layak”
9
9
“tahu” atau “seharusnya mengetahui”atau “d sengaja “dgn j mengabaikan b ik informasi” i f i” Hal--hal yg penting utk dibangun o/ atasan Hal non--militer : non Informasi mengenai g resiko yg signifikan g bhw bawahan akan/telah melakukan tindak pidana p Informasi ini sdh diketahui atasan
• kewenangan atasan : mengeluarkan petunjuk /perintah p agar g bawahan menghentikan pelanggaran • atasan sipil tdk memiliki kewenangan utk memberikan hkm disiplin j militer namun wajib Melaporkan pelaku kpd petugas yg berwenang utk dilaksanakan penyidikkan dan penuntutan penuntutan.