LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2016
DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2017
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................... i Daftar isi .................................................................................................................... ii Daftar Tabel............................................................................................................... iii Daftar Gambar........................................................................................................... iv Daftar Lampiran......................................................................................................... vi Ikhtisar Eksekutif ....................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 3 C. Penjelasan Umum Organisasi ........................................................................ 3 D. Sistematika ..................................................................................................... 4 BAB II PERENCANAAN KINERJA ............................................................................ 6 A. Perencanaan Kinerja ...................................................................................... 6 B. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 ....................................................................... 9 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA .......................................................................... 11 A. Capaian Kinerja Organisasi ............................................................................ 11 B. Realisasi Anggaran......................................................................................... 27 C. Sumber Daya .................................................................................................. 28 BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 32
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Sasaran, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Realisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016 ............................ viii
Tabel 2.
Alokasi dan Realisasi Anggaran dalam DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian beserta Perubahannya pada Tahun 2016 ......................... ix
Tabel 3.
Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian ....................... 7
Tabel 4.
Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 ....................... 8
Tabel 5.
Cara Perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian ........................................................................................... 8
Tabel 6.
Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian ............................ 9
Tabel 7.
Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melakukan Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar pada Tahun 2016 ................... 14
Tabel 8.
Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas pada Tahun 2016 ................................................................ 20
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Sistem Manajemen ISO 9001:2015...................................................... ix
Gambar 2.
Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) bekerjasama dengan Komunitas Pengguna KRL ....... x
Gambar 3.
Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) pada saat Car Free Day dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke-52 ............................................................ xi
Gambar 4.
Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat yang melibatkan Anggota Komisi IX DPR-RI di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah .................................................................................. xi
Gambar 5.
Tampilan aplikasi e-Fornas pada laman www.efornas.binfar.kemkes.go.id ........................................................ xii
Gambar 6.
Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 ... 4
Gambar 7.
Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 ..................................................................... 10
Gambar 8.
Lampiran Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016 ................................................................................. 10
Gambar 9.
Grafik Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar pada Tahun 2016 ................... 14
Gambar 10. Pedoman Teknis Analisis Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan .... 17 Gambar 11. Grafik Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas pada Tahun 2016 .............................................................. 20 Gambar 12. Pembukaan Kegiatan Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak untuk RS Rujukan Regional ................................................................. 22 Gambar 13. Informasi POR dalam Bentuk Media Cetak .......................................... 24 Gambar 14. Buku Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan Kesehatan Haji ..................................................................................... 26
iv
Gambar 15. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Jabatan................................................................................................. 29 Gambar 16. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Golongan .............................................................................................. 29 Gambar 17. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Pendidikan............................................................................................ 30 Gambar 18. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Jenis Kelamin ....................................................................................... 30 Gambar 19. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Umur .................................................................................................... 31
v
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar Tahun 2015 .......................................................................................... 33 Lampiran 2. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar Tahun 2016 .......................................................................................... 34 Lampiran 3. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2015 .................................................... 35 Lampiran 4. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2016 .................................................... 37 Lampiran 5. Tabel Realisasi Anggaran Kegiatan Pendukung Indikator ................... 39
vi
IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) merupakan laporan yang mengintegrasikan aktivitas terkait sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mengamanatkan bahwa akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik. Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyusun laporan kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran strategis dan sekaligus sebagai alat kendali atas pelaksanaan kegiatan selama tahun 2016 yang merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2015 - 2019. Selanjutnya dapat dilihat keselarasan pencapaian kinerja dua tahun pertama tersebut untuk pencapaian target di akhir periode Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 β 2019 yakni pada tahun 2019. BerdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, sasaran hasil (outcome) Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatkan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Kemudian dalam rangka mencapai hal tersebut terdapat beberapa strategi terkait yang didukung dengan pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian sebagaimana diuraikan sebagai berikut: a. memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN. Beberapa kegiatan terkait antara lain melalui pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Obat Haji dan Formularium Nasional (FORNAS); b. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial. Kegiatan yang mendukung strategi ini termasuk yang ditujukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional di masyarakat dan melibatkan
lintas
sektor
melalui
kegiatan
Gerakan
Masyarakat
Cerdas vii
Menggunakan Obat, sosialisasi penerapan penggunaan antimikroba/antibiotika yang bijak, penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan POR; c.
menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis. Salah satunya mendukung program Nusantara Sehat melalui kerjasama dengan Badan PPSDM Kesehatan dalam penyusunan kurikulum/modul pembekalan tenaga kesehatan berbasis tim tersebut. Output merupakan keluaran berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian outcome program dan/atau outcome fokus prioritas. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) atau indikator output kegiatan merupakan alat untuk mengukur pencapaian output/kinerja yang secara akuntabilitas berkaitan dengan unit organisasi K/L setingkat Eselon 2, dalam laporan kinerja ini dibahas dalam ruang lingkup kegiatan pada Direktorat Pelayanan Kefarmasian. Output kegiatan dievaluasi berdasarkan periode waktu tertentu. Hasil capaian kinerja tahun 2016 menunjukkan bahwa secara umum Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah memenuhi target yang telah ditetapkan. Pencapaian tersebut diukurdengan menggunakan Indikator Kinerja Kegiatan yang tertuang di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Sasaran, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Realisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016
Tahun 2016 No Indikator Kinerja Persentase Target Realisasi Realisasi
Sasaran Meningkatkan pelayanan kefarmasian dan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1
2
Dalam
melaksanakan
tugas
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
pokok
dan
45 %
45,39%
100,87%
64%
71,05%
111,01%
fungsi,
Direktorat
Pelayanan
Kefarmasian didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran
(DIPA)
tahun
2016
dengan
alokasi
sebesar
Rp.27.320.638.000,- (Dua puluh tujuh milyar tiga ratus dua puluh juta enam ratus tiga puluh delapan ribu Rupiah). Selama pelaksanaan kegiatan tahun 2016, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami beberapa kali perubahan, baik perubahan akibat perpindahan anggaran antar Satuan Kerja maupun akibat viii
efisiensi/penghematan. Kemudian dalam pelaksanaan anggaran tahun 2016, anggaran
Direktorat
Pelayanan
Kefarmasian
mengalami
2
(dua)
kali
efisiensi/penghematan. Tabel 2. Alokasi dan Realisasi Anggaran dalam DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian beserta Perubahannya pada Tahun 2016 No.
Alokasi Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
Persentase Realisasi
1
DIPA Awal
27.320.638.000
87,52%
2
Inpres No.4 Tahun 2016
24.644.506.000
3
Refocusing
25.844.112.000
92,53%
4
Inpres No.8 Tahun 2016
25.662.612.000
93,18%
23.912.279.096
97,03%
Direktorat Pelayanan Kefarmasian juga memiliki upaya terobosan dan prestasi dalam hal peningkatan pelayanan kefarmasian dan penggerakan obat rasional dengan melibatkan berbagai stakeholder yang telah dicapai pada tahun 2016 sebagai berikut: 1. Direktorat Pelayanan Kefarmasian memperoleh Sertifikat Sistem Manajemen ISO 9001:2015 melalui penerapan sistem manajemen sesuai dengan standar untuk ruang lingkup Jasa Pelayanan Penyusunan Formularium Nasional. Pelaksanaan surveilans audit sertifikasi ISO 9001: 2015 diawali dengan pelatihan, audit internal, rapat tinjauan manajemen dan audit eksternal yang dilaksanakan dalam 2 (dua) tahapan. Gambar 1. Sistem Manajemen ISO 9001:2015
ix
2. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) di Jabodetabek, yang dilaksanakan pada tanggal 6 November 2016 di Stasiun Tangerang, Stasiun Kranji, Stasiun Bogor dan Stasiun Kebayoran kerjasama antara Direktorat Pelayanan Kefarmasian dengan Komunitas Pengguna KRL. Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan lomba foto bersama mock up GeMa CerMat dan peserta dapat melakukan upload langsung via sosial media.
Gambar 2. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) bekerjasama dengan Komunitas Pengguna KRL
3. Dukungan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Program Indonesia Sehat dilakukan salah satunya melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai bentuk upaya promotif dan preventif. Dalam rangka memeriahkan HKN ke-52, Minggu 13 Nopember 2016, Direktorat Pelayanan Kefarmasian atas nama Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan bersama Badan POM, Ikatan Keluarga Alumni (IKA ISMAFARSI), ISMAFARSI dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia DKI Jakarta mengadakan Aksi Sehat untuk Indonesia di area Car Free Day Bundaran HI Jakarta. Aksi ini diikuti oleh sekian ribu orang yang terdiri dari unsur mahasiswa farmasi, apoteker dan masyarakat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
x
Gambar 3. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) pada saat Car Free Day dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke-52
4. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) dengan melibatkan stakeholder pada tanggal 17 Oktober 2016 di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dihadiri oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Anggota Komisi IX DPR RI (dr. Verna Gladies Merry Inkiriwang), Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah, Bupati Kabupaten Banggai, beserta para Pejabat Daerah. Gambar 4. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat yang melibatkan Anggota Komisi IX DPR-RI di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
xi
5. Pengembanganintegrasi e-Fornas 2016 bertujuan sebagai penyempurnaan dari aplikasi e-fornas sebelumnya yang dapat meningkatkan kualitas Proses Penyusunan Formularium Nasional yang akuntabel, transparan dan profesional serta memberikan informasi yang akurat terkait proses pemilihan obat dalam Fornas. Tampilan awal pada aplikasi tersebut sebagai berikut: Gambar 5. Tampilan aplikasi e-Fornas pada laman www.e-fornas.binfar.kemkes.go.id
Pada tahun ini dilakukan penambahan fitur pada e-fornas sebagai bentuk perbaikan dari sistem penyimpanan data, perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengusulan obat, penambahan menu dari aplikasi online yaitu daftar obat WHO, daftar obat DOEN dan obat kombinasi DOEN. Selain itu pada pengembangan tahun ini telah dibuat Aplikasi Desktop Pembahasan yang akan berfungsi sebagai Aplikasi pengolah data usulan yang masuk melalui aplikasi online sehingga data yang tersedia dapat dengan mudah disajikan baik sebagai bahan pembahasan FORNAS maupun sebagai Laporan FORNAS ke stakeholder terkait termasukke masyarakat, untuk dapat memberikan kemudahan akses informasi daftar obat dalam Fornas.
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015 β 2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005 β 2025, yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan berbagai upaya kesehatan yang efektif dan efisien maka yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya secara terintegrasi dalam fokus dan lokus dan fokus kegiatan, kesehatan, pembangunan kesehatan. Kementerian Kesehatan menetapkan dua belas sasaran strategis yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1) Kelompok sasaran strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya manusia, dan manajemen); 2) Kelompok sasaran strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan 3) Kelompok sasaran strategic pada aspek upaya strategic. Untuk mencapai tujuan Kementerian Kesehatan, terlebih dahulu akan diwujudkan 5 (lima) sasaran strategis yang saling berkaitan sebagai hasil pelaksanaan berbagai program teknis secara terintegrasi, yakni:
1
1) Meningkatnya Kesehatan Masyarakat (SS1); 2) Meningkatkan Pengendalian Penyakit (SS2); 3) Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Kesehatan (SS3); 4) Meningkatnya Jumlah, Kesehatan (SS4); dan
Jenis,
Kualitas,
dan
Pemerataan
Tenaga
5) Meningkatnya Akses, Kemandirian, serta Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (SS5). Laporan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam mencapai tujuan atau sasaran strategis yang telah
tercantum
didalam
HK.02.02/MENKES/52/2015
Keputusan tentang
Menteri
Rencana
Kesehatan
Strategis
Nomor
Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 - 2019. Penyusunan laporan kinerja ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah,
Peraturan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Hal ini selaras dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk Teknis/Pedoman Penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Laporan
kinerja
menggambarkan
ikhtisar pencapaian
sasaran
sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja dan dokumen perencanaan kinerja. Ikhtisar pencapaian sasaran tersebut menyajikan informasi tentang pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, realisasi pencapaian indicator kinerja kegiatan organisasi, penjelasan atas pencapaian
kinerja
melalui
kegiatan
yang
telah
dilaksanakan
dan
perbandingan capaian indikator kinerja dengan tahun berjalan terhadap target kinerja yang telah direncanakan serta dipantau selama periode lima tahunan yakni tahun 2015 - 2019. Laporan kinerja ini juga sebagai salah satu wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam rangka
mewujudkan
pemerintahan
yang
baik
(good
governance),
transparansi dan akuntabilitas sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian.
2
B. Maksud dan Tujuan Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian selama tahun 2016 sebagai tolak ukur keberhasilan organisasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut: 1.
Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan.
2.
Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang.
3.
Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang.
4.
Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan.
C. Penjelasan Umum Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di 4 (empat) bidang pelayanan kefarmasian antara lain: 1. bidang manajemen dan klinikal farmasi; 2. bidang analisis farmakoekonomi; 3. bidang seleksi obat dan alat kesehatan; dan 4. bidang penggunaan obat rasional; Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional; 2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional; 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional; 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional; 3
5. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional; dan 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Susunan
Struktur
Organisasi
Direktorat
Pelayanan
Kefarmasian
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Gambar dibawah ini: Gambar 6. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016
D. Sistematika Sistematika
penyajian
Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
Direktorat
Pelayanan Kefarmasian adalah sebagai berikut : Ikhtisar Eksekutif Bab I
Pendahuluan Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada sasaran program dan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama yang sedang dihadapi organisasi.
4
Bab II Perencanaan Kinerja Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan. Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja. B. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran kantor pusat dan dana dekonsentrasi yang digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja. C. Sumber Daya Manusia Pada sub bab ini disajikan gambaran sumber daya manusia yang mendukung pelaksanaan tujuan organisasi. Bab IV Penutup Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Lampiran
5
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Kinerja Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam sasaran strategis. Perencanaan kinerja disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah dan terpadu. Kementerian Kesehatan telah menetapkan 12 Sasaran Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang dikelompokkan sebagai berikut: 1) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya manusia dan manajemen); 2) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan 3) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya Strategic. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.02.02/Menkes/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 - 2019 merupakan dokumen negara yang berisi upaya-upaya pembangunan kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program/kegiatan, indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan kerangka regulasinya. Selanjutnya Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 β 2019 dijabarkan dalam bentuk Rencana Aksi Program (RAP) di tingkat Eselon I dan Rencana Aksi Kegiatan (RAK) di tingkat Eselon II. Renstra Kementerian Kesehatan
sebagai
dasar
penyelenggaraan
pembangunan
kesehatan
mengamanatkan Sasaran Strategis kepada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk meningkatkan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dimaksud disusun sebelas strategi yang perlu dilakukan antara lain: a. Regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku dan obat tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisonal dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional; b. Regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan post market alat kesehatan; c. Pokja ABGC dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri; 6
d. Regulasi penguatan penggunaan dan pembinaan industri alat kesehatan dalam negeri; e. Meningkatkan
kesadaran
dan
kepedulian
masyarakat
dan tenaga
kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan terjangkau; f. Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai center of excellence manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekkes di sektor publik; g. Memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN; h. Percepatan tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru habis masa patennya; i.
Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan;
j.
Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis, termasuk menyelenggarakan program PTT untuk mendorong pemerataan distribusinya;
k. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem monitoring dan evaluasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015
tentang
Rencana
Strategis
Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, sasaran kinerja kegiatan pada Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah meningkatnya pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan. Tabel 3. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Sasaran
Meningkatnya pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan
Sesuai amanah dalam pembangunan kesehatan tersebut, Direktorat Pelayanan Kefarmasianmenyusun Rencana Aksi Kegiatan yang memuat kebijakan, program dan kegiatan. Dalam rencana strategis tersebut disebutkan bahwa tujuan Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah dengan memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaan dalam seleksi obat dan alat kesehatan 7
untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN, menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga strategis untuk mendorong pemerataan distribusi tenaga kefarmasian dan meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi dan sistem monitoring serta evaluasi. Tercapainya sasaran tersebut direpresentasikan dengan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian beserta target yang harus dicapai sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Target Indikator Kinerja
Definisi Operasional 2015
2016
2017
2018
2019
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar adalah Puskesmas yang melaksanakan Pemberian Informasi Obat dan Konseling yang terdokumentasi
40%
45%
50%
55%
60%
Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Puskesmas yang melaksanakan penggunaan obat secara rasional melalui penilaian terhadap penatalaksanaan kasus ISPA non pneumonia, diare non spesifik, penggunaan injeksi pada kasus myalgia, dan rerata item obat per lembar resep
62%
64%
66%
68%
70%
Cara perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5. Cara Perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Indikator Kinerja Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Cara Perhitungan
% ππ’π πππ πππ π¦πππ ππππππ ππππππ πππππ¦ππππ ππππππππ πππ π ππ π’ππ π π‘πππππ = Jumlah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian Γ 100% Jumlah Puskesmas yang disampling
% πππ
=
π½π’πππβ ππππ πππ‘ππ π πππππππ πππ πππ β πππ πππ πππππππ‘ππ πππππ ππππ Γ 100% π½π’πππβ ππππππππ πππππππ‘ππ πππππ ππππ
[(100 β π(π΄)πΌπππ΄ ) Γ
100
100
100
80
92
99
] + [(100 β π(π΄)π·πΌπ΄π
πΈ ) Γ
] + [(100 β π(π΄)πππ΄πΏπΊπΌπ΄ ) Γ
] + [(1 β
π
(π) β )Γ 4] 4 1,4
4
8
B. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Perjanjian
Kinerja
merupakan
lembar/dokumen
yang
berisikan
penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Perjanjian kinerja berisi tekad dalam rencana kinerja tahunan yang dicapai antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima amanah/tanggungjawab/kinerja dengan pihak yang memberikannya.Perjanjian kinerja ini merupakan suatu janji kinerja yang diwujudkan oleh seorang pejabat penerima amanah kepada atasan langsungnya. Di dalam perencanaan kinerja ditetapkan target kinerja tahun 2016 untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat luaran dan kegiatan. Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2016 sebagaimana diuraikan pada tabel dibawah ini, menjadi komitmen bagi Direktorat Pelayanan Kefarmasian untuk mencapainya pada tahun 2016. Tabel 6. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian
No
1
Sasaran Kegiatan
Meningkatkan
Indikator Kinerja
1. Persentase Puskesmas yang
Pelayanan Kefarmasian
melaksanakan pelayanan
dan Penggunaan Obat
kefarmasian sesuai standar
Rasional di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
2. Persentase Penggunaan Obat
Target
45%
64%
Rasional di Puskesmas
Kegiatan: Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Anggaran: Rp. 27.320.638.000,- (Dua puluh tujuh milyar tiga ratus dua puluh juta enam ratus tiga puluh delapan ribu rupiah)
Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 ditandatangani oleh Direktur Pelayanan Kefarmasian sebagai Pihak Pertama dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai Pihak Kedua. Dokumen Perjanjian Kinerja tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 9
Gambar 7. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016
Gambar 8. Lampiran Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016
10
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi 1. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Renstra ataupun dokumen Penetapan Kinerja, ini merupakan proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah. Indikator merupakan dokumen perencanaan kinerja yang diukur dalam pengukuran kinerja yaitu dengan membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja ini diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian. Manfaat dari pengukuran kinerja adalah memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Renstra atau pun Perjanjian Kinerja.Dalam rangka menunjang program peningkatan pelayanan kefarmasian, maka Direktorat Pelayanan Kefarmasian melakukan berbagai kegiatan. Berikut ini akan diuraikan kinerja dari Direktorat Pelayanan Kefarmasian berdasarkan indikator kinerja kegiatan sebagai berikut: a. Persentase
Puskesmas
yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian sesuai standar Tujuan Mengetahui jumlah puskesmas yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar yaitu puskemas yang telah melaksanakan pemberian informasi obat dan konseling yang terdokumentasi.
11
Manfaat 1) Bagi Tenaga Kefarmasian - Meningkatkan
citra
tenaga
kefarmasian
dalam
pemberian
pelayanan kesehatan di puskesmas. - Meningkatkan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
tenaga
kefarmasian di puskesmas. 2) Bagi Puskesmas - Meningkatkan citra puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama - Meningkatkan daya saing dalam komitmen peningkatan pelayanan kesehatan 3) Bagi Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi - Turut berkontribusi dalam mendukung program kefarmasian dan alat kesehatan. - Meningkatkan jaminan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat Kab/Kota/Provinsi. - Meningkatnya jumlah puskesmas yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian dapat menjadi indikator keberhasilan pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat. Perhitungan =
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian π 100% Jumlah Puskesmas seluruhnya
b. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tujuan Mengingat setiap pemberian obat harus didasarkan pada indikasi penggunaan dan diagnosis, serta mempertimbangkan segi ilmiah kemanfaatannya,
maka
dokter
bertanggung
jawab
sepenuhnya
terhadap mutu penggunaan obat yang diberikan. Jika prosedur medik yang diterima adalah pedoman pengobatan di pusat pelayanan setempat, maka pemantauan penggunaan obat yang rasional bertujuan untuk menilai apakah praktek penggunaan obat yang dilakukan telah sesuai dengan pedoman pengobatan yang berlaku. Manfaat 1) Bagi dokter/pelaku pengobatan Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu pelayanan pengobatan dan mutu keprofesian. Dengan pemantauan
ini
maka
dapat
dideteksi
adanya
kemungkinan 12
penggunaan yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), boros (extravagant prescribing) maupun tidak tepat (incorrect prescribing). 2) Bagi perencana obat Pemantauan penggunaan obat secara teratur dapat digunakan untuk membuat perencanaan obat dan perkiraan kebutuhan obat secara lebih rasional. Upaya tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Perencanaan yang didasarkan pada data morbiditas dan pola konsumsi yang akurat memberikan jaminan kecukupan ketersediaan obat. 3) Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemantauan obat tidak saja bermanfaat terhadap mutu pelayanan dan upaya intervensi, tetapi juga sebagai sarana pembinaan bagi kinerja tenaga kesehatan setempat. Perhitungan =
π½π’πππβ ππππ πππ‘ππ π πππππππ πππ πππ β πππ πππ πππππππ‘ππ πππππ ππππ Γ 100% π½π’πππβ ππππππππ πππππππ‘ππ πππππ ππππ
atau
=
[(100 β π(π΄)πΌπππ΄ ) Γ
100 80
] + [(100 β π(π΄)π·πΌπ΄π
πΈ ) Γ
100
100
92
99
] + [(100 β π(π΄)πππ΄πΏπΊπΌπ΄ ) Γ
] + [(1 β
π
(π) β )Γ 4] 4 1,4
4
Indikator Peresepan terdiri dari: 1) Penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia maksimal 20 % Persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia =
Jumlah penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia Γ 100% Jumlah kasus ISPA non Pneumonia
Jika a β€20%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100% 2) Penggunaan antibiotika pada Diare non Spesifik maksimal 8% Persentase penggunaan Antibiotik pada Diare non Spesifik =
Jumlah Penggunaan Antibiotik pada Diare Non Spesifik Γ 100% Jumlah kasus Diare non Spesifik
Jika b β€ 8%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah100% 3) Penggunaan injeksi pada Myalgia maksimal 1% Persentasepenggunaan Injeksi pada Myalgia =
Jumlah penggunaan injeksi pada Myalgia Γ 100% Jumlah kasus Myalgia
Jika c β€ 1%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100% 4) Rerata item obat yang diresepkan (untuk 3 penyakit tersebut di atas) adalah maksimal 2,6 Jumlah item obat
Rerata item obat (d)= Jumlah lembar resep 13
ο· Jika d β€ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah100% ο· Jika d β₯ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 0%
2.
Analisis Akuntabilitas Kinerja a. Persentase
Puskesmas
yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian sesuai standar Gambar 9. Grafik Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standarpada Tahun 2016 120,00%
100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00%
2015
2016
2017
2018
2019
Target
40,00%
45,00%
50,00%
55,00%
60,00%
Realisasi
40,01%
45,39%
0,00%
0,00%
0,00%
% Capaian
100,02%
100,86%
0,00%
0,00%
0,00%
Tabel 7. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melakukan Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar pada Tahun 2016 Tahun 2015 - 2019 Capaian Indikator 2015
2016
2017
2018
2019
Target
40%
45%
50%
55%
60%
Realisasi
40,01%
45,39%
-
-
-
Persentase Capaian
100,02%
100,86%
-
-
-
Kondisi yang dicapai: Capaian indikator tahun 2016 adalah sebesar 45,39% dengan target sebesar 45%, dimana pada tahun sebelumnya
capaian
indikatornya adalah 40,01% dengan target sebesar 40%. Dari data diatas tampak bahwa target indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar pada tahun 2015 dan 2016 telah tercapai dengan analisa sebagai berikut: 1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar mengalami kenaikan 5,39% dari tahun 2015 dengan 14
capaian 100,86% dan diharapkan tahun 2017 bisa mencapai target 50%; 2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun kedua Renstra 2015 β 2019 menunjukkan hal yang positif dan diharapkan dapat mencapai target indikator akhir di tahun 2019 yakni sebesar 60%. Permasalahan: 1) Dari hasil Monev dan Bimtek ke Puskesmas, pada umumnya Tenaga Farmasi di puskesmas sudah melakukan Pelayanan Kefarmasian, namun tidak mencatat dan melaporkan Pelayanan Kefarmasian yang telah dilakukan dalam keseharian; 2) Pengelola obat di puskesmas bukan apoteker atau TTK; 3) Keterbatasan cakupan pembinaan dari Kemenkes sehingga masih banyak puskesmas yang belum pernah tersosialisasikan tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas. Pemecahan Masalah: 1) Mengedukasi Dinas kesehatan Provinsi agar mengirimkan Rekapan laporan Pelayanan Kefarmasian Provinsi ke Kemenkes 2) Mensosialisasikan Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas ke Dinas Kesehatan Provinsi dan diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi dapat mensosialisasikan hal tersebut ke dinas kesehatan kabupaten sehingga dinas kesehatan kabupaten dapat memberikan pembinaan ke puskesmas diwilayahnya. 3) Melaksanakan
Monev
terpadu
dilingkup
Direktorat
Pelayanan
Kefarmasian 4) Memasukan Pelaporan Yanfar kedalam SP2TP Kegiatan Pendukung Indikator: 1) Pengembangan
Implementasi
Farmakoekonomi
di
Fasilitas
Kesehatan Dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014, maka aspek pengendalian mutu sekaligus biaya obat dan alat kesehatan menjadi salah satu hal penting yang mendapatkan perhatian. Farmakoekonomi sebagai bidang studi yang melakukan evaluasi perilaku atau kesejahteraan individu, perusahaan dan pasar, yang relevan dengan penggunaan produk farmasi, pelayanan, dan program. Fokusnya terutama pada biaya (input) dan konsekuensi (outcome) dari penggunaannya. Suatu opsi yang 15
biayanya lebih tinggi mungkin saja dipilih jika hasil pencapaian tujuan pengobatan juga tinggi, sehingga biaya per satuan outcomenya lebih rendah atau disebut cost-effective, terutama sebagai bukti pendukung dalam pengambilan keputusan obat apa saja yang akan digunakan dalam jaminan, dimasukkan dalam formularium/daftar obat esensial atau
untuk
persetujuan
obat
baru.
Dengan
demikian,
Farmakoekonomi menjadi sangat penting dalam upaya pengendalian mutu dan biaya obat, terutama dalam sistem jaminan kesehatan, serta dalam proses pemilihan dan penggunaan obat di fasilitas kesehatan. Kegiatan kajian farmakoekonomi dalam pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga. Kegiatan yang dilaksanakan adalah persiapan Tim Kajian yang lebih dulu diberikan pelatihan oleh pakar yang kompeten di bidang farmakoekonomi dan HTA, dilanjutkan dengan pelaksanaan kajian farmakoekonomi oleh Tim yang telah dibentuk di rumah sakit terpilih untuk jenis obat tertentu yang telah disepakati oleh Tim. Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman tenaga
kesehatan
(medis,
apoteker,
rekam
medik)
tentang
pengambilan data untuk keperluan analisis. Dengan demikian diperlukan Apoteker yang telah memiliki pengetahuan mendalam tentang obat, selayaknya memiliki pengetahuan tentang prinsipprinsip farmakoekonomi, dan akan lebih optimal lagi jika memiliki kemampuan mengevaluasi hasil studi farmakoekonomi. Sehingga diharapkan penerapan Pharmaceutical Care dan Farmakoekonomi dapat membantu meningkatkan pencapaian outcome terapi yang maksimal dengan biaya yang seminimal mungkin. 2) Analisis Farmakoekonomi Obat dan Alat Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kefarmasian secara efektif dan efisien. Hal ini tentunya menjadi tanggungjawab dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sebagai satu-satunya pengelola pelayanan kefarmasian di RS untuk memastikan bahwa pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RS berlangsung dengan baik.
16
Berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kesehatan, obat berbiaya tinggi perlu pertimbangan tersendiri. Mengingat adanya potensi risiko finansial yang tinggi dalam penggunaan obat berbiaya tinggi tersebut. Hal ini terutama dalam sistem pembayaran dengan INA-CBGs yang saat ini berlaku. Dibutuhkan
adanya
semacam
studi
untuk
memastikan
efektivitas penggunaan obat berbiaya tinggi terutama dalam aspek value for money. Dirasakan perlu untuk membandingkan harga dan efek kesehatan dari sebuah pengobatan untuk mengetahui sampai dimana obat tersebut memberikan value for money. Dengan demikian didapatkan
informasi
yang
memberikan
pandangan
tentang
pengalokasian sumberdaya berkaitan dengan obat biaya tinggi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui cost efektivitas dari obat berbiaya tinggi, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengobatan serta dapat menjadi bahan pertimbangan untuk dimasukkan dalam Formularium Nasional. Sasaran dari kegiatan Analisis cost efektivitas obat biaya tinggi dalam JKN adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan manajemen rumah sakit secara umum.Tujuan kegiatan adalah tersedianya data hasil analisis cost efektivitas obat biaya tinggi yang digunakan dalam JKN.Hasil dari kegiatan ini dibukukan dalam bentuk Pedoman Teknis Analisis Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan sebagai berikut: Gambar 10.Pedoman Teknis Analisis Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan
17
3) Bimbingan Teknis Pelayanan Kefarmasian di Fasilitas Kesehatan Bimbingan teknis pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan diselenggarakan sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pelayanan kefarmasian yang dilakukan baik di puskesmas dan rumah sakit. Bimbingan
teknis
ini
dilakukan
dengan
melaksanakan
pertemuan dengan tenaga kefarmasian di faskes dan menyampaikan hal terkait kebijakan, pengelolaan serta pelayanan kefarmasian klinik serta membahas masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan tugas sehari hari. Bimbingan teknis pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilaksanakan dengan melaksanakan pertemuan di rumah sakit dan mendatangkan
narasumber
yang
berasal
dari
Kementerian
Kesehatan, Praktisi dan memberikan materi teknis diikuti dengan praktek pelayanan farmasi klinik. Terdapat 7 rumah sakit yang dilaksanakan bimbingan teknis, dan diutamakan bagi rumah sakit yang akan sedang mempersiapkan akreditasi rumah sakit. Terlihat banyak perbaikan dari berbagai masalah yang ditemukan sehari-hari diantaranya masalah dalam pengelolaan
obat,
termasuk
penyimpanan,
penerimaan
obat,
pengkajian resep, maupun pemantauan terapi. Tahapan kegiatan adalah sebagai berikut: a) Perkenalan kepada manajemen dan penyampaian mengenai maksud dan tujuan Bimtek
terkait
dengan
kebijakan
pelayanan
kefarmasian;
b)
Penyampaian kondisi umum fasilitas kesehatan terkait pelayanan kefarmasian; c) Penyampaian materi pengendalian sediaan farmasi sesuai standar; d) Penyampaian materi terkait pelayanan farmasi klinik terutama pemantauan terapi; e) Simulasi dan diskusi Pelaksanaan Bimbingan teknis diselenggarakan dengan baik, adapun masalah yang ada tidak terlalu bermakna dan terkait dengan seleksi terhadap fasiltias kesehatan yang akan dilakukan bimtek agar mencapai hasil optimal. Untuk mencapai hasil optimal, perlu dilakukan seleksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang akan diberikan bimbingan teknis, sehingga pemberian bimtek akan meningkatkan pengetahuan maupun kemampuan fasilitas kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian sesuai standar yang ditandai dengan kesiapan mengikuti akreditasi.
18
4) Pembekalan Tenaga Kefarmasian di Puskesmas dalam Rangka Akreditasi Puskesmas Pembekalan tenaga kefarmasian merupakan bagian upaya peningkatan
pelayanan
kefarmasian
sesuai
standar
melalui
peningkatan kapasitas SDM yang bertugas di ruang farmasi puskesmas. Pembekalan telah dilaksanakan pada 3 (tiga) propinsi terpilih yaitu propinsi Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.
Adapun total tenaga kefarmasian yang telah
diberikan pembekalan sejumlah 170 orang. Tenaga kefarmasian tersebut diberikan pembekalan baik berupa pengelolaan sediaan farmasi maupun pelayanan farmasi klinik agar mampu melakukan seluruh pelayanan merujuk kepada standar pelayanan kefarmasian di puskesmas. Permasalahan
dalam
pelaksanaan
pembekalan
tenaga
kesehatan di puskesmas tidak terlalu bermakna, lebih kepada ketepatan pemilihan puskesmas yang akan diintervensi serta pendekatan kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota untuk terus mengawal SDM yang telah dilatih agar dapat mengimplementasikan hasil pembekalan dalam pekerjaan sehari hari.Pemecahan masalah lebih kepada pendekatan yang baik kepada dinas kesehatan kab/kota agar menyeleksi tenaga kesehatan di puskesmas yang memiliki keinginan untuk komit terhadap pelayanan kefarmasian sesuai standar serta melakukan pemantauan implementasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di puskesmas masing masing.
b. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Perhitungan capaian Indikator Penggunaan Obat Rasional dilakukan berdasarkan rekapitulasi data capaian Penggunaan Obat Rasional secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian dilaporkan ke Kementerian Kesehatan c.q. Direktorat Pelayanan Kefarmasian setiap tiga bulan.
19
Gambar 11. Grafik Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas pada Tahun 2016 120,00%
100,00% 80,00%
60,00% 40,00%
20,00% 0,00%
2015
2016
2017
2018
2019
Target
62,00%
64,00%
66,00%
68,00%
70,00%
Realisasi
70,64%
71,05%
0,00%
0,00%
0,00%
% Capaian
113,94%
111,01%
0,00%
0,00%
0,00%
Tabel 8. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas pada Tahun 2016 Tahun 2015 - 2019 Capaian Indikator 2015
2016
2017
2018
2019
Target
62%
64%
66%
68%
70%
Realisasi
70,64%
71,05%
-
-
-
Persentase Capaian
113,94%
111,01%
-
-
-
Kondisi yang dicapai: Capaian indikator tahun 2016 adalah sebesar 71,05% dengan target sebesar 64%, dimana pada tahun sebelumnya capaian indikatornya adalah 70,64% dengan target sebesar 62%. Dari data grafik dan tabel capaian indikator tampak bahwa target indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Sarana Kesehatan Dasar Pemerintah pada tahun 2015 dan 2016 telah tercapai dengan analisa sebagai berikut: 1) Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas mengalami kenaikan dari tahun 2015 dengan persentase capaian 111,01%; 2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun kedua Renstra 2015 β 2019 menunjukkan hal yang positif dan selanjutnya terdapat perubahan Indikator Penggunaan Obat Rasional untuk tahun 2017 β 2019 yaitu menjadi Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan 20
penggunaan obat rasional di Puskesmas. Kabupaten/Kota yang menerapkan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas adalah Kabupaten/Kota yang 20% Puskesmasnya memiliki nilai rerata Penggunaan
Obat
Rasional
minimal
60%.
Target
indikator
Penggunaan Obat Rasional tahun 2017 β 2019 secara berurutan adalah 30%, 35%, dan 40%. Permasalahan: 1) Terbatasnya dukungan dari Pemerintah Daerah dalam penganggaran program yang terkait dengan peningkatan POR, sehingga Dinkes Propinsi maupun Kabupaten/Kota belum dapat menindaklanjuti program peningkatan POR dan pemberdayaan masyarakat di tingkat daerah secara optimal. 2) Kurangnya koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga pelaksanaan
Peningkatan
Penggunaan
Obat
Rasional
dan
pemberdayaan masyarakat belum optimal. 3) Terbatasnya sebaran media promosi kepada masyarakat sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obat Rasional masih terbatas. 4) Kurangnya koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang terkait dalam pelaksanaan program POR sehingga program POR belum terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain. 5) Kurangnya pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan di
puskesmas
dalam
pengumpulan
data
indikator
sehingga
menghambat terlaksananya pemantauan dan evaluasi POR. 6) Belum adanya kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih tinggi, serta pembelian antibiotika secara bebas oleh masyarakat banyak terjadi. 7) Masih kurangnya pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih banyak terjadi. Pemecahan Masalah: 1) Perlu dorongan kepada Dinas Kesehatan untuk melakukan advokasi secara intensif kepada Pemerintah Daerah agar dapat mendukung penganggaran
program
yang
terkait
dengan
peningkatan
21
Penggunaan Obat Rasional dan pemberdayaan masyarakat di tingkat daerah. 2) Perlu dilakukan koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah secara kontinu agar pelaksanaan Peningkatan Penggunaan Obat Rasional dan pemberdayaan masyarakat dapat optimal. 3) Perlu peningkatan sebaran media promosi kepada wilayah yang lebih luas sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obat Rasional dapat ditingkatkan. 4) Perlu dilakukan koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang terkait dengan program Penggunaan Obat Rasional sehingga dapat terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain. 5) Perlu dilaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan di puskesmas dalam pengumpulan data indikator peresepan sehingga memperlancar terlaksananya pemantauan dan evaluasi Penggunaan Obat Rasional. 6) Penyusunan kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara tidak rasional oleh tenaga kesehatan, serta pembelian antibiotika secara bebas oleh masyarakat dapat diturunkan. 7) Perlu disusun pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional berkurang.
Kegiatan Pendukung Indikator: 1) Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak untuk RS Rujukan Regional Gambar 12. Pembukaan Kegiatan Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak untuk RS Rujukan Regional
22
Kegiatan ini dilaksanakan di Batam dan Mataram dengan Rumah Sakit Rujukan Regional, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai sasaran kegiatan.Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kefarmasian di RS dalam Program Pengendalian Resistensi Antimikroba, terutama dalam pemberian antimikroba secara bijak kepada pasien, teridentifikasinya masalah penggunaan antimikroba yang terjadi di RS dan sumber daya yang tersedia, serta tersusunnya Rencana Aksi dan Rekomendasi dalam pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba untuk rumah sakit, Dinas Kesehatan, dan Kementerian Kesehatan. Beberapa hasil rekomendasi pemecahan masalah dan perbaikan ke depan antara lain: ο Perlu dilakukan review dan revisi Pedoman Penggunaan Antibiotika ο Perlu disusun dan implementasi kebijakan yang secara tegas mengatur penggunaan antimikroba secara bijak. ο Perlu dilakukan optimalisasi Tim PPRA di Rumah Sakit Rujukan Regional. ο Perlu peningkatan kesadaran dari tenaga kesehatan tentang resistensi antimikroba ο Perlu
peningkatan
pengendalian antibiotika
pengetahuan
resistensi
secara
tenaga
antimikroba,
bijak
dengan
kesehatan
terutama
tentang
penggunaan
melaksanakan
pertemuan
ilmiah/workshop secara berkesinambungan. ο Perlu dilakukan evaluasi dan monitoring penggunaan antimikroba di rumah sakit rujukan regional secara berkala. ο Perlu ketersediaan dana yang cukup sehingga dapat melibatkan seluruh
RS
Rujukan
Regional
di
Indonesiadalam
Workshop
Penggunaan Antimikroba Bijak.
2) Penyusunan Informasi POR melalui Media Cetak Hasil
yang
dicapai
dari
pelaksanaan
kegiatan
ini
adalah
tersusunnya materi dan desain untuk materi promosi (buku saku, poster, roll banner, brosur / leaflet, goody bag). Meskipun demikian, ke depan perlu dilakukan perluasan cakupan penyebaran
media promosi
sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan Obat Rasional dapat ditingkatkan.
23
Gambar 13. Informasi POR dalam Bentuk Media Cetak
3) Penyusunan Informasi POR melalui Media Elektronik Hasil
yang
dicapai
dari
pelaksanaan
kegiatan
ini
adalahTerbentuknya SK Tim Penyebaran Informasi POR melalui Media Elektronik, tersusunnya artikel dan cerita pendek tentang Penggunaan Obat Rasional dan Gema Cermat untuk dipublikasi di website dan media sosial, jadwal publikasi artikel di website dan media sosial dan materi promosi dalam bentuk Audiovisual.Usulan perbaikan di masa yang akan datang antara lain: ο Perlu ditunjuk admin khusus pengelola facebook, pengelola twitter dan pengelola website gema cermat. ο Ada jadwal moderasi dan admin yang bertugas. ο Ada pelatihan untuk admin agar mampu menyusun informasi atau berita yang terkini, dibutuhkan masyarakat dan dalam bahasa popular atau mudah dipahami oleh masyarakat awam. ο Ada pelatihan untuk admin agar mampu dalam handlings complain management untuk merespon isu strategis atau isu negatif.
4) Sosialisasi Formularium Nasional Sosialisasi Formularium Nasional dilakukan dalam dua regional, regional pertama mengundang provinsi yang berada di wilayah barat dan regional kedua mengundang provinsi yang berada di wilayah timur. Sosialisasi Formularium Nasional diberikan kepada stakeholder di Provinsi, Rumah Sakit Vertikal dan Provinsi, Organisasi Profesi,serta pemegang program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan agar menjadikan Fornas sebagai acuan dalam pelaksanaan sistem Jaminan 24
Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
5) Bimbingan Teknis Penggunaan Obat Rasional Kegiatan pemberian bimbingan teknis penggunaan obat rasional ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas pada kabupaten/kota dengan cara sebagai berikut: ο Review perhitungan indikator Penggunaan Obat Rasional (POR) mulai dari cara memperoleh data persen penggunaan antibiotika pada penyakit ISPA Non Pneumonia dan Diare Non Spesifik, penggunaan injeksi pada Myalgia serta rerata item obat. Dan juga review terhadap cara pengolahan data sampai diperoleh persentase capaian POR. ο Untuk mendapatkan masukan (permasalahan dan masukan) terkait pelaporan indikator penggunaan obat rasional di Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi. ο Memperoleh data profil penggunaan obat rasional di Puskesmas Kegiatan Bimbingan Teknis Penggunaan Obat Rasional (POR) dilaksanakan di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Riau, Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat dan Yogyakarta. Hasil Bimbingan Teknis Penggunaan Obat Rasional sebagai berikut: ο Cara memperoleh data dasar POR dan cara perhitungan Indikator di puskesmas beragam dan beberapa belum sesuai dengan cara perhitungan yang ada di petunjuk teknis. ο Puskesmas memiliki beban laporan yang cukup banyak sehingga penyusunan laporan POR sering mengalami keterlambatan. ο Keterbatasan sumberdaya manusia baik kuantitas maupun kualitas khususnya tenaga farmasi di Puskesmas. ο Belum sepenuhnya kolaborasi antar tenaga kesehatan di puskesmas dalam menunjang pelaksanaan POR. Usulan perbaikan di masa yang akan datang antara lain: ο Pembinaan
berjenjang
dan
berkala
oleh
Dinas
Kabupaten/Kota/Provinsi kepada Puskesmas di wilayah masing masing terkait pedoman penggunaan obat rasional (POR). ο Advokasi
kepada
kepala
Puskesmas
tentang
prinsip
dan
implementasi penggunaan obat rasional (POR). 25
ο Advokasi kepada pemerintah daerah untuk khususnya terkait pemenuhan kebutuhan tenaga farmasi di Puskesmas. ο Intervensi terhadap Puskesmas dengan pelatihan peningkatan kapasitas SDM dalam rangka Akreditasi Puskesmas (Integrasi POR dalam penilaian akreditasi). 6) Penyusunan Formularium Haji 2016 Kegiatan berupa pertemuan dengan melibatkan asosiasi profesi dokter spesialistik terkait, Tim Ahli baik dari Rumah Sakit maupun dari Universitas, pengelola program di Kementerian Kesehatan yaitu Subdit Haji
dan
Direktorat
tersusunnyaFormularium
P2PL. Obat
Tujuan dan
kegiatan
Perbekalan
ini
Kesehatan
adalah pada
Pelayanan Kesehatan Haji sebagai acuan nasional bagi penggunaan obat yang rasional bagi Jemaah Haji Indonesia. Hasil penyusunan buku tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut ini: Gambar 14. Buku Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan Kesehatan Haji
Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan Kesehatan Haji ini antara lain: ο Sedikitnya usulan yang masuk ke Tim Sekretariat. ο Masih kurangnya data pendukung bukti ilmiah pada usulan obat baru yang berdasarkan evidence base medicine.
26
ο Penyesuaian jadwal kegiatan dengan Tim Ahli, kadang jadwal yang telah direncanakan berubah sehingga mempengaruhi jadwal kegiatan lain. ο Dengan adanya kondisi penyakit yang bermacam-macam pada jemaah haji, maka memerlukan penambahan beberapa obat baru dalam Formularium Haji. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka disusun usulan pemecahan masalah sebagai berikut: ο Tim sekretariat menghubungi kembali ke seluruh fasilitas kesehatan yang menanggani kesehatan jemaah haji untuk dapat mengirimkan usulannya ke tim sekretariat. ο Diperlukan data pendukung Bukti Ilmiah pada usulan penambahan obat yang berdasarkan evidence base medicine. ο Diperlukan rencana kegiatan termasuk jadwal, penetapan anggota Tim Ahli serta konfirmasi sedini mungkin agar tidak terjadi perubahan secara mendadak. ο Diperlukan evaluasi / kajian menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi baik di bidang obat, alat kesehatan dan kedokteran serta kebutuhan medis Jemaah haji.
B. Realisasi Anggaran Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Pelayanan Kefarmasian didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran
(DIPA)
tahun
2016
dengan
alokasi
sebesar
Rp.27.320.638.000,- (Dua puluh tujuh milyar tiga ratus dua puluh juta enam ratus tiga puluh delapan ribu Rupiah). Selama pelaksanaan kegiatan tahun 2016, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami beberapa kali perubahan, baik perubahan akibat perpindahan anggaran antar Satuan Kerja maupun
akibat
efisiensi/penghematan.
Kemudian
dalam
pelaksanaan
anggaran tahun 2016, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami 2 (dua) kali efisiensi/penghematan. Efisiensi/penghematan yang pertama melalui Instruksi Presiden No.4 Tahun 2016, yang kemudian ditindaklanjuti melalui Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI selaku mitra kerja Kementerian
Kesehatan
dengan
menyetujui
pelaksanaan
efisiensi/penghematan sebesar Rp.2.676.132.000,- sehingga alokasi menjadi Rp.24.644.506.000,- kemudian dilanjutkan dengan penambahan alokasi melalui refocusing kegiatansebesar Rp.1.199.606.000,- sehingga alokasi anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian menjadi Rp.25.844.112.000,27
(Dua puluh lima milyar delapan ratus empat puluh empat juta seratus dua belas ribu Rupiah). Sesuai dengan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2016 tentang Langkahlangkah
Penghematan
Belanja
Kementerian/Lembaga
dalam
rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Tahun Anggaran 2016, anggaran Kementerian Kesehatan dilakukan efisiensi/penghematan
kembali.
Direktorat
memperoleh penghematan anggaran sebesar
Pelayanan
Kefarmasian
Rp.181.500.000,-. Efisiensi
tahap 2 ini dilakukan melalui mekanisme blokir mandiri (Self blocking) pada DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian sehingga tidak mempengaruhi jumlah anggaran secara umum. Alokasi terakhir anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian menjadi sebesar Rp.25.662.612.000,- (Dua puluh lima milyar enam ratus enam puluh dua juta enam ratus dua belas ribu Rupiah). Adapun realisasi anggaran tahun 2016 adalah sebesar Rp.23.912.279.096,- (Dua puluh tiga milyarsembilan ratus dua belas juta dua ratus tujuh puluh sembilan ribu sembilan puluh enam Rupiah)sehingga diperoleh persentase realisasi sebesar 92,53%. Namun apabila dibandingkan dengan alokasi anggaran tanpa selfblocking sebesar Rp.25.844.112.000,-(Dua puluh lima milyar delapan ratus empat puluh empat juta seratus dua belas ribu Rupiah), maka persentase realisasi sebesar 93,18%.
C. Sumber Daya 1. Sumber Daya Manusia Untuk mencapai kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian diperlukan dukungan sumber daya manusia. Keadaan pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2016 berjumlah 39 orang PNS dan 11 Orang tenaga non PNS dengan rincian sebagaimana yang diuraikan pada tabel berikut ini: Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut jabatan Menurut jabatan :
Jumlah
a.
Jabatan Struktural
= 14 orang
b.
Jabatan Fungsional
= - orang
c.
Adminkes
= 18 orang
d.
Bendaharawan
= 1 orang
e.
Perencana
= 2 orang
f.
Sekretaris
= 1 orang
g.
Pengolah data
= 2 orang
h.
Penata lap. keuangan
= 1 orang 28
i.
Tenaga pramubakti
= 11 orang
Gambar 15. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Jabatan
71,43 %
28,57 %
Menurut golongan : Jumlah a. Golongan II
= 2 orang
b. Golongan III
= 25 orang
c. Golongan IV
= 22 orang
Gambar 16. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Golongan
5,13 %
Gol II
56,41 %
Gol III
64,10 %
Gol IV
Menurut pendidikan : Jumlah a. S2
= 33 orang
b. S1
= 3 orang
c. D3
= 2 orang
d. SMA
= 1 orang
29
Gambar 17. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Pendidikan
7,69 %
2,56 %
5,13 %
84,62%
s2 s1
d3 sma
Tenaga Non PNS :
Jumah
a. Apoteker
= 4 orang
b. Sarjana Komputer
= 1 orang
c. D3 keuangan
= 2 orang
d. SMA
= 3 orang
Menurut Jenis Kelamin:
Jumlah
a. Pria
= 17 orang
b. Wanita
= 32 orang
Gambar 18. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Jenis Kelamin
34,69%
Pria
Wanita
65,30 %
Menurut rentang umur:
Jumlah
a. < 30 tahun
= 5 orang
b. 31-40 tahun
= 22 orang
c. 41-50 tahun
=
d. 51-58 tahun
= 16 orang
6 orang
30
Gambar 19. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Umur
32,65 %
10,20 % <30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-58 tahun
12,25 %
44,89 %
2. Sarana dan Prasarana Laporan perkembangan Barang Milik Negara Tahun Anggaran 2016 sebagai berikut : a. BMN Intrakomptable ο·
Posisi akhir (01 Januari 2016)
: Rp. 3.062.622.922,-
ο·
Penambahan
: Rp. 4.167.927.208,-
ο·
Pengurangan
: Rp. 1.916.702.686,-
ο·
Posisi akhir (31 Desember 2016)
: Rp. 6.060.744.818,-
ο·
Akumulasi penyusutan
: Rp. 2.835.868.963,-
ο·
Nilai netto
: Rp. 3.224.875.855,-
b. BMN Ekstrakomptable ο·
Posisi awal (1 Januari 2016)
: Rp. 1.640.000,-
ο·
Penambahan
: Rp. -
ο·
Pengurangan
: Rp. -
ο·
Posisi akhir (31 Desember 2016)
: Rp. 1.640.000,-
ο·
Akumulasi penyusutan
: Rp. 1.640.000,-
c. BMN Gabungan Intra dan Ekstra ο·
Posisi awal (1 Januari 2015)
: Rp. 4.223.575.108,-
ο·
Penambahan
: Rp. 1.093.536.576,-
ο·
Pengurangan
: Rp.
719.281.667,-
31
BAB IV PENUTUP Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2016 dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan selama tahun anggaran 2016 yang disesuaikandengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pelayanan Kefarmasian dan mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 - 2019. Berdasarkan laporan ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah berhasil merealisasikan kegiatan yang merupakan penjabaran dari program dan sasaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian
dalam
pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian dimanfaatkan untuk bahan
evaluasi
kinerja
Direktorat,
penyempurnaan
dokumen
perencanaan,
pelaksanaan program dan kegiatan dan penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan di masa yang akan datang. Dalam
rangka
penyempurnaan
Indikator
Kinerja
Kegiatan
telah
dilakukan
serangkaian pembahasan dalam proses revisi Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 β 2019 sehingga indikator sebelumnya yang terdiri dari beberapa indikator komposit yakni βPersentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmasβ, akan diubah menjadi βPersentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan Penggunaan Obat Rasionalβ. Perubahan ini diharapkan menjadi suatu terobosan untuk menyempurnakan perhitungan indikator, melakukan evaluasi kinerja berikutnya dalam mencapai target sasaran peningkatan peningkatan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional pada fasilitas pelayanan kesehatan.
32
Lampiran 1. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar Tahun 2015
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
PROVINSI
ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA GORONTALO SULAWESI BARAT MALUKU MALUKU UTARA PAPUA BARAT PAPUA TOTAL
PUSKESMAS
JUMLAH
%
336 570 262 211 176 320 180 288 61 73 340 1050 875 121 960 231 120 158 370 238 195 228 174 48 187 184 444 268 93 94 197 126 147 394
127 85 82 50 174 58 76 234 49 36 179 462 246 58 285 40 106 149 110 44 38 167 112 18 128 175 243 98 84 23 66 28 7 52
37,80 14,91 31,30 23,70 98,86 18,13 42,22 81,25 80,33 49,32 52,65 44,00 28,11 47,93 29,69 17,32 88,33 94,30 29,73 18,49 19,49 73,25 64,37 37,50 68,45 95,11 54,73 36,57 90,32 24,47 33,50 22,22 4,76 13,20
9719
3889
40,01
33
Lampiran 2. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar Tahun 2016
NO
PROVINSI
PUSKESMAS
JUMLAH
%
1
ACEH
339
299
88,20
2
SUMATERA UTARA
571
85
14,89
3
SUMATERA BARAT
264
100
37,88
4
RIAU
212
52
24,53
5
JAMBI
176
176
100,00
6
SUMATERA SELATAN
322
58
18,01
7
BENGKULU
180
78
43,33
8
LAMPUNG
291
234
80,41
9
BANGKA BELITUNG
62
55
88,71
10
KEPULAUAN RIAU
72
36
50,00
11
DKI JAKARTA
340
179
52,65
12
JAWA BARAT
1050
501
47,71
13
JAWA TENGAH
875
283
32,34
14
DI YOGYAKARTA
121
60
49,59
15
JAWA TIMUR
960
285
29,69
16
BANTEN
233
79
33,91
17
BALI
120
120
100,00
18
NUSA TENGGARA BARAT
158
149
94,30
19
NUSA TENGGARA TIMUR
371
110
29,65
20
KALIMANTAN BARAT
238
44
18,49
21
KALIMANTAN TENGAH
195
98
50,26
22
KALIMANTAN SELATAN
230
173
75,22
23
KALIMANTAN TIMUR
174
134
77,01
24
KALIMANTAN UTARA
49
18
36,73
25
SULAWESI UTARA
187
151
80,75
26
SULAWESI TENGAH
189
185
97,88
27
SULAWESI SELATAN
448
243
54,24
28
SULAWESI TENGGARA
269
117
43,49
29
SULAWESI BARAT
94
23
24,47
30
GORONTALO
93
93
100,00
32
MALUKU
199
66
33,17
33
MALUKU UTARA
127
84
66,14
34
PAPUA BARAT
151
7
4,64
35
PAPUA
394
52
13,20
9754
4427
45,39
TOTAL
34
Lampiran 3. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2015
No
Provinsi
(1)
(2)
(3)
% Penggu naan Antibiot ik pada ISPA NonPneumo nia *) (4)
% Penggu naan Antibiot ik pada Diare Nonspesifik *) (5)
19/19
12,40
7/7
Jumlah Kabupa ten/ Kota *)
(7)
Skor % Penggu naan Antibiot ik pada ISPA NonPneumo nia *) (8)
Skor % Penggu naan Antibiot ik pada Diare Nonspesifik *) (9)
0,13
2,57
100,00
17,40
2,58
2,49
48,83
46,17
8,97
35,75
26,48
% Penggu naan Injeksi pada Myalgia *)
Rerat a Item Jenis Obat / Lemb ar Resep *)
Skor % Penggu naan Injeksi pada Myalgia *)
Skor Rerata Item Jenis Obat / Lembar Resep *)
% Penggu naan Obat Rasiona l *)
(6)
(10)
(11)
(12)
14,61
85,39
100,00
100,00
96,3
24,65
75,35
82,60
80,00
100,00
84,5
2,9
51,17
53,83
30,00
77,80
53,2
3,64
3,61
64,25
73,52
70,00
33,30
60,3
44,57 47,68 19,42
15,20 7,82 6,30
736, 23 2,81 2,89
56,77 55,76 86,25
55,43 52,32 80,58
30,00 30,00 40,00
0,00 77,80 77,80
35,5 54,0 71,2
3
NAD SUMUT SUMBAR
4
RIAU
5
KEP. RIAU
6
JAMBI
7
BENGKULU
8
SUMSEL
9
BABEL
10
LAMPUNG
11
BANTEN
12
JABAR DKI JAKARTA JATENG DI JOGJAKAR TA
12/27
JATIM
30/38 9/9 10/10
19
BALI NTB NTT
43,23 44,24 13,75
20
KALBAR
21
KALTENG
22
KALSEL
13/13
19,66
3,36
2,44
1,89
80,34
96,64
80,00
100,00
89,2
23
KALTIM
24
36,56 -
2,52 -
4,09 -
63,44
80,00
0,00
49,7
-
44,78 -
55,22
26
KALTARA GORONTAL O SULUT
27
SULBAR
28
SULSEL
29
SULTENG
12/13
62,75
58,18
11,82
37,25
41,82
30,00
0,00
27,3
30
SULTRA
31
MALUKU
32
MALUT
33
PAPUA PAPUA BARAT
1 2
13 14
15 16 17 18
25
34
Persentase Antibiotik pada ISPA NP
9/10
2/6
66,24
35
Persentase Antibiotik pada Diare NS Persentase Injeksi pada Myalgia Rerata Item Obat/Lemb ar Resep Persentase Penggunaa n Obat Rasional
68,56
57,00
56,67
62,12
*) Berdasarkan data pada laporan triwulan Dinkes Provinsi yang dikirim ke Pusat (baru 10 Provinsi), dengan pembagi 4 Keterangan : : Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA A Non-pneumonia : Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare B Non-spesifik : Persentase Penggunaan Injeksi pada C Myalgia : Rerata Item Obat per lembar D resep : Persentase Penggunaan E Obat Rasional Perhitungan diatas mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-pneumonia di Provinsi β€ 20 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % 2. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik di Provinsi β€ 8 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % 3. Jika Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi β€ 1 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % 4. Jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi β€ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % namun jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi β₯ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 0 %
F
: Persentase Penggunaan Obat Generik
36
Lampiran 4. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2016
No.
Provinsi
(1)
(2)
Jumla h Kabup aten/ Kota *)
% Penggu naan Antibiot ik pada ISPA NonPneumo nia *)
% Penggu naan Antibiot ik pada Diare Nonspesifik *)
% Pengg unaan Injeks i pada Myalg ia *)
Rerat a Item Jenis Obat / Lemb ar Resep *)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Skor % Pengg unaan Antibi otik pada ISPA NonPneu monia *) (8)
Skor % Penggu naan Antibiot ik pada Diare Nonspesifik *)
Skor % Pengg unaan Injeks i pada Myalg ia *)
Skor Rerat a Item Jenis Obat / Lemb ar Resep *)
(9)
(10)
(11)
% Capai an Pengg unaan Obat Rasio nal di Puske smas Tahun 2016*) (12)
80,83
75,21
96,47
71,43
80,98
1
NAD
2
SUMUT
21/33
35,34
30,81
4,49
3,00
3
SUMBAR
19/19
36,06
29,57
2,25
3,02
36,1
76,55
2,3
70,00
46,22
4
RIAU
12/12
34,11
20,02
3,00
2,41
82,36
86,93
97,98
113,57
95,21
5
KEP. RIAU
3/7
33,52
20,05
3,10
2,00
33,5
20,1
3,1
100,00
39,17
6
JAMBI
11/11
30,80
21,21
3,74
2,22
86,50
85,64
97,23
127,14
99,13
7
BENGKULU
10/10
35,01
28,01
3,75
2,29
81,24
78,25
97,22
122,14
94,71
8
SUMSEL
13/17
38,22
30,23
3,77
3,89
77,23
75,84
97,20
7,86
64,53
9
BABEL
7/7
32,47
30,33
2,40
2,90
84,41
75,73
98,59
78,57
84,32
10
LAMPUNG
11
BANTEN
12
JABAR
13
DKI JAKARTA
14
JATENG
15
DI JOGJAKARTA
16
JATIM
17
37,52
28,18
2,54
3,99
78,10
78,07
98,44
0,71
63,83
15/27
36,15
27,18
2,54
3,23
79,81
79,15
98,44
55,00
78,10
6/6
34,20
21,55
2,25
3,52
34,2
85,27
2,3
34,29
39,00
BALI
9/9
30,55
25,35
3,66
3,99
86,81
81,14
97,31
0,71
66,50
18
NTB
7/10
39,28
23,77
3,75
2,88
39,3
82,86
97,22
80,00
74,84
19
NTT
20
KALBAR
12/14
35,51
30,32
2,42
3,65
80,61
75,74
98,57
25,00
69,98
21
KALTENG
22
KALSEL
13/13
34,57
31,88
2,18
3,65
81,79
74,04
98,81
25,00
69,91
23
KALTIM
13/13
35,57
31,88
2,59
3,77
80,54
74,04
98,39
16,43
67,35
24
KALTARA
5/5
33,66
30,91
1,88
2,98
82,93
75,10
99,11
72,86
82,50
25
GORONTALO
6/6
34,99
27,88
1,12
3,59
81,26
78,39
99,88
29,29
72,20
26
SULUT
27
SULBAR
28
SULSEL
29
SULTENG
10/13
38,11
36,22
2,40
3,45
77,36
69,33
98,59
39,29
71,14
30
SULTRA
13/14
40,72
42,30
1,99
3,33
74,10
62,72
99,00
47,86
70,92
31
MALUKU
11/11
30,96
38,32
2,94
3,78
86,30
67,04
98,04
15,71
66,77
32
MALUT
6/10
40,57
42,55
4,66
3,58
74,29
62,45
96,30
30,00
65,76
33
PAPUA
34
PAPUA BARAT 35,36
29,48
2,88
3,23
Persentase Antibiotik pada ISPA NP Persentase Antibiotik pada Diare NS Persentase Injeksi pada Myalgia
72,71
73,62
85,02
37
% Penggunaan Obat Rasional **)
(13)
Rerata Item Obat/Lembar Resep Persentase Penggunaan Obat Rasional
52,86
71,05
#DIV/0!
*) Berdasarkan data pada laporan triwulan Dinkes Provinsi yang dikirim ke Pusat (baru 12 Provinsi), dengan pembagi 4 **) Dengan pembagi 6,21 Keterangan : : Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA NonA pneumonia B
: Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik
C
: Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia
D
: Rerata Item Obat per lembar resep
E
: Persentase Penggunaan Obat Rasional
0,70
Perhitungan diatas mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-pneumonia di Provinsi β€ 20 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % 2. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik di Provinsi β€ 8 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % 3. Jika Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi β€ 1 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % 4. Jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi β€ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 % namun jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi β₯ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 0 %
38
Lampiran 5. Tabel Realisasi Anggaran Kegiatan Pendukung Indikator N o
Indikator Kinerja
1
Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
Kegiatan Pendukung
Alokasi Anggaran
Realisasi Anggaran
(%) Realisasi
Penyusunan Program dan Rencana Kerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016
Rp. 117.700.000
Rp. 117.700.000
100
Koordinasi Lintas Sektor dalam Rangka Penguatan Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 Penyusunan Modul Pelatihan Kajian Farmakoekonomi bagi Apoteker
Rp. 656.114.000
Rp. 647.004.000
98,61
Rp. 480.000.000
Rp. 479.341.000
99,86
Penyusunan Kompendia Alkes Penyusunan Rencana Kerja di Bidang Farmakoekonomi Koordinasi Lintas Sektor dalam Bidang Farmakoekonomi Konsultasi Teknis Direktorat Pelayanan Kefarmasian Bimbingan Teknis Pelayanan Kefarmasian di Fasilitas Kesehatan Dukungan Konsultasi dalam Penyusunan Program Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 Pengembangan Implementasi Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan Peningkatan Kemampuan SDM Direktorat Pelayanan Kefarmasian Pelaksanaan Survailance Sertifikasi ISO 9001:2015 Peningkatan Kapasitas SDM Kefarmasian Farmasi Klinik di RS Sosialisasi Permenkes Apotek dan Informasi Harga Obat Pembekalan Tenaga Kefarmasian di Puskesmas dalam rangka Akreditasi Pusekesmas Pertemuan Penetapan Role Model dalam Pelayanan
Rp. 482.054.000
Rp. 481.976.000
99,98
Rp. 388.520.000
Rp. 388.520.000
100
Rp. 67.136.000
Rp. 67.136.000
100
Rp. 1.466.777.086
Rp. 1.454.634.000
Rp. 515.960.000
Rp. 515.960.000
100
Rp. 200.000.000
Rp. 199.306.000
99,65
Rp. 470.306.000
Rp. 470.226.000
99,98
Rp. 200.164.000
Rp. 200.164.000
100
Rp. 85.937.000
Rp. 85.937.000
100
Rp. 455.200.000
Rp. 454.910.000
99,94
Rp. 316.990.000
184.880.000
58,32
Rp. 897.720.000
Rp. 887.520.000
98,86
Rp. 263.282.000
Rp. 263.282.000
100
99,17
39
2
Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Farmasi Klinik Workshop Akreditasi RS terkait Manajemen Pengelolaan Obat Workshop Perencanaan Obat di RS dan BMHP di RS Rujukan Sosialisasi Formularium Nasional
Koordinasi Lintas Sektor dalam Rangka Gema Cermat Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak Untuk RS Rujukan Regional Kajian Pelayanan Antibiotika di Apotek Penyebaran Informasi POR Melalui Media Cetak Bimbingan Teknis Penggunaan Obat dalam FORNAS di Fasilitas Kesehatan Review Obat dalam Fornas dan DOEN Pengembangan dan Integrasi e-Fornas Analisis Farmakoekonomi Obat dan Alkes di Faskes Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian Penyusunan Formularium Haji 2016 Sosialisasi dan Bimtek Program dan Kebijakan Dit. Yanfar Koordinasi Lintas Sektor dalam Rangka Sosialisasi NSPK, Program dan Pendampingan Peningkatan Kemampuan EBM Bagi Tenaga Kefarmasian
Rp. 374.497.000
Rp. 374.497.000
100
Rp. 1.199.606.000
Rp. 1.198.690.000
99,92
Rp. 1.516.375.627
1.509.945.000
99,58
Rp. 109.171.000
Rp. 108.296.000
99,20
Rp. 885.777.000
Rp. 884.677.000
99,88
Rp. 269.720.000
Rp. 269.720.000
100
Rp. 889.861.000
Rp. 885.140.000
98,36
Rp. 433.885.000
Rp. 433.885.000
100
Rp. 296.223.000
Rp. 296.223.000
100
Rp. 479.910.000
Rp. 459.843.000
95,82
Rp. 763.984.000
Rp. 761.269.000
99,64
Rp. 302.615.000
Rp. 302.615.000
100
Rp. 330.403.000
Rp. 329.252.000
99,85
Rp. 3.300.172.287
Rp. 2.070.327.726
62,73
Rp. 1.507.034.000
Rp. 1.505.739.400
99,91
Rp. 199.500.000
Rp. 199.500.000
100
40