DINAMIKA POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus (CURCULIONIDAE : COLEOPTERA) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) UMUR ENAM TAHUN
EDNAN SETRYAWAN WIBOWO
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK Ednan Setryawan Wibowo. Dinamika Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae : Coleoptera) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Umur Enam Tahun. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI PRAWASTI. Elaeidobius kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk utama pada tanaman kelapa sawit. Keberadaan kumbang penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam meningkatkan pembentukan buah. Kelangsungan penyerbukan pada kelapa sawit, diperlukan kumbang dengan jumlah optimum. Penelitian ini bertujuan mengetahui dinamika populasi kumbang E. kamerunicus dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kelapa sawit (E. guineensis Jacq) umur enam tahun. Pengamatan populasi kumbang penyerbuk dilakukan dengan sampling populasi kumbang pada spikelet tandan bunga jantan pada bulan Mei, Juli, dan Oktober 2009. Hubungan faktor lingkungan dengan populasi kumbang dianalisis dengan principal component analysis (PCA). Populasi kumbang E. kamerunicus ditemukan tertinggi pada bulan Oktober. Populasi kumbang berkaitan dengan ukuran tandan dan populasi kumbang ditemukan tinggi di pagi hari. Suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap populasi kumbang. Kata kunci: Kelapa sawit, penyerbukan, Elaeidobius kamerunicus, kondisi lingkungan
ABSTRACT Ednan Setryawan Wibowo. Population Dynamic of Weevil Pollinator, Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae: Coleoptera) on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq). Supervised by TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI PRAWASTI. Elaeidobius kamerunicus is one of the weevil pollinator of oil palm. Weevil pollinator, E. kamerunicus in plantation is useful to increase fruit set. Continuity of the oil palm pollination require minimal amount of the weevil. This study addressed to know population dynamics of the weevil and environmental factors that affected the weevil population. Weevil population was observed in male flower of oil palm plants of six years after planting. Weevil population was observed by sampling method in male flowers spikelet in May, July, and October 2009. Relationship between environment factors and weevil population was analyzed by principal component analysis (PCA). A result showed that population of the weevil was highest in October. The weevil populations related to bunch size and weevil populations found highly in the morning. Air temperature, relative humidity, and light intensity did not significantly affect to the weevil population. Keyword: Oil palm, pollination, Elaeidobius kamerunicus, environmentally condition
DINAMIKA POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus (CURCULIONIDAE : COLEOPTERA) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) UMUR ENAM TAHUN
EDNAN SETRYAWAN WIBOWO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul
Nama NIM
: Dinamika Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae : Coleoptera) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Umur Enam Tahun. : Ednan Setryawan Wibowo : G34052185
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Tri Atmowidi, M.Si) NIP 196708271993031003
(Dra. Taruni Sri Prawasti) NIP 195530111983032003
Mengetahui: Ketua Departemen Biologi
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena NIP 196410021989031002
Tanggal Lulus:
1
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala anugerah dan kasihNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Dinamika Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae : Coleoptera) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Umur Enam Tahun”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya. Terima kasih khususnya kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Ibu Dra. Taruni Sri Prawasti selaku pembimbing yang selalu memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat, semangat dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Ir. Macmud Natasaputra sebagai wakil komisi pendidikan atas saran dan masukan yang diberikan pada ujian karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP) (Astra Agro Lestari) atas bantuan dana dan lokasi penelitian. Terima kasih khusus kepada kedua orang tua penulis atas doa, dukungan, semangat, dan kasih sayangnya yang selalu diberikan selama ini. Juga tidak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada kakak dan adik penulis yang banyak menolong dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Yana Kurniawan, Amin Kristianto Saputra, Amalia Sholehana, Monika Novalia, dan Tedy Luhur atas kerjasama selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga untuk rekan-rekan BIOLOGI 42, teman kost Perwira 12, Sanz Grifrio Limin, Atfritedy Limin, Berry, Nove Gromikora, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu atas bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapakan adanya masukan dan saran untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Januari 2010
Ednan Setryawan Wibowo
2
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 1Februari 1987 dari ayah Edison Laurens dan Ibu Riana Marce. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN Percobaan Langkai 6 Palangkaraya, lulus pada tahun 1999. Kemudian, penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SLTP Negeri 2 Palangkaraya, lulus pada tahun 2002 dan SMU 5 Palangkaraya, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) pada tahun 2005-2009. Penulis juga berpartisipasi sebagai redaksi buletin Anggur Baru Caritas dan aktif dalam beberapa kegiatan yang diadakan oleh kampus IPB. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tingkat Persiapan Bersama IPB pada tahun 2007-2010, Perkembangan Hewan pada tahun 2007, dan Struktur Hewan pada tahun 2009 di Departemen Biologi FMIPA IPB. Penulis berkesempatan melakukan Praktik Kerja Lapang di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Palangkaraya dari bulan Juli sampai Agustus 2008 dengan judul Proses Pengolahan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Palangkaraya.
3
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. vi PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................................................... 2 Waktu dan Tempat .................................................................................................................. 2 BAHAN DAN Metode Bahan ....................................................................................................................................... 2 Metode ..................................................................................................................................... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ........................................................................................................................................ Populasi E. kamerunicus di Perkebunan Sawit ................................................................... Ukuran Populasi dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan .................................... Pembahasan .............................................................................................................................
2 2 3 4
SIMPULAN ................................................................................................................................
5
SARAN .......................................................................................................................................
5
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................
6
LAMPIRAN ................................................................................................................................
7
4
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Imago jantan (A) dan imago betina (B) ...................................................................................
1
2 Bunga jantan (A) dan bunga betina (B) ...................................................................................
2
3 Pengambilan spikelet pada tandan bunga jantan .....................................................................
2
4 Jumlah kumbang per tandan pada bulan Mei – Oktober ..........................................................
3
5 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Mei – Oktober ........................................................
3
6 Jumlah kumbang per tandan pada waktu pengamatan yang berbeda .......................................
3
7 Hubungan antara jumlah kumbang per tandan dengan suhu udara (A), kelembaban relatif (B), dan intensitas cahaya (C) ........................................................................................................
3
8 Hubungan antara populasi kumbang per tandan (KPT) dengan intensitas cahaya (IC), suhu udara (S), kelembaban relatif (RH), waktu pengamatan (W), dan jumlah spikelet per tandan (SPT) berdasarkan metode PCA. ...............................................................................................
4
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Elaeidobius kamerunicus merupakan kumbang yang berasal dari Afrika dan termasuk dalam ordo Coleoptera, famili Curculionidae, genus Elaeidobius. Kumbang E. kamerunicus dewasa berukuran kecil (1,84,0 mm), bentuk tubuhnya elips memanjang dan berwarna hitam (O’Brien & Woodruff 1986). Kumbang ini mengalami metamorfosa sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur-larva-pupa-imago. Kumbang E. kamerunicus memiliki siklus hidup 33 hari (26-39 hari), lama hidup telur 2,5 hari (2-3 hari), larva 12 hari (8-12 hari), pupa 5 hari (4-6 hari), imago jantan 18 hari (10-20 hari), imago betina 15 hari (14-25 hari). Demografi kumbang E. kamerunicus yaitu laju reproduksi kotor (G) adalah 6 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 3 individu, waktu generasi (T) adalah 15 hari, dan laju peningkatan intrinsik (r) adalah 0,062 (Sholehana 2010). Kumbang jantan memiliki ukuran moncong lebih pendek, terdapat tonjolan pada pangkal elitra, dan rambut yang lebih banyak. Kumbang betina memiliki ukuran moncong lebih panjang, tidak ada tonjolan pada elitra, dan rambut lebih sedikit (Gambar 1).
A B Gambar 1 Imago jantan (A) dan imago betina (B). Kumbang E. kamerunicus diintroduksi dari Malaysia ke Indonesia atas kerjasama antara Pusat Penelitian Marihat dengan PT. PP. London Sumatera pada tanggal 16 Juli 1982 (Siregar 2006). Kumbang ini hanya dapat hidup dan berkembang biak pada bunga jantan kelapa sawit (O’Brien & Woodruff 1986; Westerkamp & Gottsberber 2002). Keberadaan serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus di perkebunan bermanfaat dalam meningkatkan persentase pembentukan buah sebesar 15%-20% (Lubis 1992), meningkatkan produksi 15% Crude Palm Oil (CPO), dan 25 % untuk Palm Kernel Oil (PKO) (Sunarko 2007). Aplikasi kumbang penyerbuk dapat menekan biaya yang selama
ini dikeluarkan bagi tenaga manusia untuk assisted pollination. Populasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok individu dari spesies yang sama pada suatu habitat. Populasi memiliki karakteristik yang membedakan populasi satu dengan populasi yang lain. Beberapa karakteristik populasi adalah laju kelahiran, laju kematian, rasio jenis kelamin, umur, distribusi, tingkat pertumbuhan, kepadatan, dan distribusi parsial (Enger & Smith 2000). Karakter tersebut yang menyebabkan populasi mengalami perubahan sepanjang waktu. Perubahan ukuran populasi dari waktu ke waktu disebut dinamika populasi. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat menguntungkan bagi Indonesia (Sargeant 2001). Tanaman ini termasuk dalam ordo Arecales, famili Arecaceae, genus Elaeis. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sunarko 2007). Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman palma yang menghasilkan minyak nabati, yang lebih dikenal dengan sebutan palm oil. Potensi produksinya per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih (Sastrosayono 2003). Kelapa sawit adalah penyumbang minyak nabati terbesar di dunia, yaitu sekitar 2000-3000 kg/ha (Siregar 2006). Tanaman mulai berproduksi pada umur sekitar 3 tahun, kemudian produktivitas meningkat dengan cepat pada umur 4-6 tahun (Mangoensoekarjo & Semangun 2005). Kelapa sawit memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu pohon dan kematangan (anthesis dan receptive) terjadi pada waktu yang berbeda (uniseksual, monoecius) (Gambar 2). Dengan demikian, penyerbukan kelapa sawit terjadi secara penyerbukan silang (cross pollination). Proses penyerbukan dapat terjadi apabila ada perantara yang mampu memindahkan serbuk sari dari bunga jantan yang anthesis ke bunga betina yang receptive. Penyerbukan kelapa sawit bisa terjadi dengan perantara angin dan atau serangga (Sunarko 2007). Penyerbukan kelapa sawit dapat juga dilakukan oleh manusia (assisted pollination). Penyerbukan dengan angin tidak efektif pada perkebunan yang memiliki lahan yang luas. Kumbang E. kamerunicus menjadi penyerbuk utama pada perkebunan kelapa sawit.
2
A B Gambar 2 Bunga jantan (A) dan bunga betina (B). Menurut Syed & Salleh (1987) agar terjadi polinasi minimum (50% terbentuknya buah) pada tandan, diperlukan sekitar 1500 kumbang E. kamerunicus per tandan untuk menyerbuki bunga betina receptive. Demi kelangsungan penyerbukan kelapa sawit, diperlukan kumbang dengan jumlah minimal yang cukup sehingga perlu dilakukan pengukuran dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, dinamika populasi E. kamerunicus perlu dipelajari. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui dinamika populasi kumbang E. kamerunicus dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kelapa sawit (E. guineensis Jacq) umur enam tahun. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Desember 2009 di perkebunan kelapa sawit milik PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP) (Astra Agro Lestari) di Kumai, Kalimantan Tengah.
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan, yaitu populasi kumbang E. kamerunicus dan etanol 70%. Alat-alat yang digunakan adalah tangga, gunting, termohygrometer, luxmeter, counter, kamera, plastik, alat tulis, dan tali. Metode Pengukuran Populasi E. kamerunicus Pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan di lokasi perkebunan kelapa sawit milik PT GSPP di Kumai, Kalimantan Tengah. Pengamatan populasi kumbang penyerbuk dilakukan dengan sampling populasi kumbang pada tandan, yang dilakukan dengan cara mengambil masing-masing 3 spikelet dari bagian pangkal, tengah dan ujung tandan bunga kelapa sawit yang berumur 6 tahun (Gambar 3).
Gambar 3 Pengambilan spikelet pada tandan bunga jantan. Jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan dihitung untuk mengetahui jumlah kumbang per tandan. Pengamatan ini dilakukan pada 5 pohon per blok (1000 m x 300 m). Pengamatan dilakukan di 3 blok, yaitu blok G20, H11 dan H12 (Lampiran 1). Pengamatan populasi kumbang dilakukan pada bulan Mei, Juli dan Oktober 2009. Jumlah kumbang/ha dihitung dari pengukuran jumlah kumbang per pohon dan jumlah bunga/ha. Pengukuran Suhu, Kelembaban Relatif dan Intensitas Cahaya Pengukuran suhu dan kelembaban relatif udara diukur dengan termohygrometer dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter. Pengukuran kondisi lingkungan ini dilakukan pada bagian bawah kanopi kelapa sawit. Analisis Data Data disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Hubungan antara jumlah kumbang dengan faktor lingkungan disajikan dalam bentuk scatter plot, dan analisis Principal Component Analysis (PCA) dengan Program R seri 10.
HASIL Populasi E. kamerunicus di Perkebunan Sawit Populasi kumbang penyerbuk E. kamerunicus ditemukan paling tinggi pada bulan Oktober dan paling rendah pada bulan Mei (Gambar 4).
3
cahaya berkisar antara 500–71000 lux (Gambar 7). Suhu udara dan intensitas cahaya berkorelasi negatif terhadap populasi kumbang (Gambar 8, Tabel 1). Sedangkan kelembaban relatif udara dan populasi kumbang per tandan memiliki nilai korelasi positif (Tabel 1).
Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan pada bulan Mei – Oktober. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error. Pengamatan jumlah spikelet per tandan pada bunga jantan ditemukan tertinggi pada bulan Juli dan terendah pada bulan Mei (Gambar 5).
Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Mei – Oktober . Garis bar pada grafik menunjukkan standar error. Ukuran populasi kumbang penyerbuk E. kamerunicus ditemukan paling tinggi pada waktu pagi hari dan menurun di sore hari (Gambar 6).
Gambar 7 Hubungan antara jumlah kumbang per tandan dengan suhu udara (A), kelembaban relatif (B), dan intensitas cahaya (C). Gambar 6 Jumlah kumbang per tandan pada waktu pengamatan yang berbeda. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error. Ukuran Populasi dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan Di lokasi perkebunan, suhu udara berkisar antara 27 – 40 0C, kelembaban relatif udara berkisar antara 50 – 80,5%, dan intensitas
4
Gambar
8
Hubungan antara populasi kumbang per tandan (KPT) dengan intensitas cahaya (IC), suhu udara (S), kelembaban relatif (RH), waktu pengamatan (W), dan jumlah spikelet per tandan (SPT) berdasarkan metode PCA.
Tabel 1 Korelasi Pearson (r) dan nilai P antara populasi kumbang per tandan dengan jumlah spikelet per tandan, waktu pengamatan, dan parameter lingkungan. Populasi Nilai P Kumbang Per Tandan Suhu Udara -0,159 0,354 Kelembaban Relatif (RH)
0,099
0,565
Intensitas Cahaya
-0,050
0,772
Spikelet per Tandan
0.409
0.013
Waktu Pengamatan
-0.207
0.226
PEMBAHASAN Secara alami kelapa sawit memerlukan organisme lain untuk membantu proses penyerbukan. Serangga penyerbuk yang sering dimanfaatkan pada kelapa sawit yaitu E. kamerunicus yang berasal dari Kongo (Hustache), Angola (Marshall), dan Kamerun (O’Brien & Woodruff 1986).
Populasi E. kamerunicus ditemukan tertinggi pada bulan Oktober, yakni sekitar 46.000 kumbang per tandan. Populasi terendah terjadi pada bulan Mei, yakni sekitar 25.000 kumbang per tandan (Gambar 4). Di bulan Juli, populasi kumbang sekitar 35.000 kumbang per tandan. Tingginya populasi kumbang di bulan Juli diduga berkaitan dengan tingginya sumberdaya polen (serbuk sari) yang ditunjukkan dari banyaknya jumlah spikelet per tandan pada bulan tersebut (Gambar 5). Polen merupakan makanan bagi kumbang E. kamerunicus. Polen memiliki kandungan protein tinggi, yakni sebesar 16% 30%. Selain itu, polen juga mengandung 1%10% lemak, 1%-7% pati, dan banyak vitamin (Barth 1991). Di bulan Juli dan Oktober, jumlah spikelet ditemukan lebih banyak dibandingkan bulan Mei dan populasi kumbang mengalami peningkatan. Populasi kumbang pada bulan Juli lebih rendah daripada bulan Oktober kemungkinan juga dikarenakan sampling populasi lebih banyak dilakukan pada siang dan sore hari, yaitu pada saat populasi kumbang di bunga jantan anthesis rendah (Gambar 6). Berdasarkan pengamatan pada saat siang dan sore hari, kumbang E. kamerunicus lebih banyak mengumpul pada bagian pangkal tandan. Populasi kumbang dipengaruhi oleh faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik yakni suhu dan kelembaban. Sedangkan faktor biotik yaitu predator, parasitoid, dan penyakit. Predator yang menyerang larva dan pupa E. kamerunicus adalah tikus. Parasit yang menyerang kumbang E. kamerunicus, yaitu Elaeolenchus parthenonema (Poinar 2002), dan Cylindrocorpus inevectus (Aisagbonhi et al. 2004). Suhu memiliki dampak yang sangat besar bagi serangga penyerbuk. Polinasi bunga pada suhu rendah menyebabkan serangga penyerbuk harus menggunakan energi yang lebih besar daripada saat suhu tinggi (Price 1975). Selain itu, suhu merupakan salah satu komponen relung yang mempengaruhi distribusi serangga (Young 1982), serta pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas serangga (Speight et al. 1999). Berdasarkan pengukuran suhu udara, populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran suhu 29 340C (Gambar 7A). Hal ini diduga karena pada kisaran suhu tersebut, E. kamerunicus efisien dalam menggunakan energi di dalam tubuhnya untuk terbang dan mencari makanan pada bunga kelapa sawit. Populasi kumbang akan tinggi pada suhu tersebut. Menurut Barth (1991), pada suhu 30 0C, koloni lebah juga
5
dapat beraktivitas dan berkembang dengan baik. Hubungan antara suhu udara dengan populasi kumbang per tandan memiliki nilai signifikansi (nilai P) sebesar 0,354 (Tabel 1). Nilai signifikansi yang di atas 0,05 ini menunjukkan bahwa korelasi tidak signifikan antara suhu udara dengan populasi kumbang per tandan. Dengan koefisien korelasi -0,159, korelasi yang terjadi dikatakan kurang erat. Nilai negatif diartikan bahwa semakin tinggi suhu udara, populasi kumbang cenderung rendah dan semakin rendah suhu udara, populasi akan cenderung tinggi. Barth (1991) juga melaporkan bahwa pada suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kematian. Kelembaban relatif merupakan besarnya kandungan uap air yang terkandung di udara. Menurut Sastrodiharjo (1984), kelembaban mempunyai dampak tidak langsung terhadap populasi serangga. Kelembaban yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit (Ratnasari 2009). Pada pengukuran kelembaban relatif udara, populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran 65 - 78% (Gambar 7B). Hubungan antara kelembaban relatif udara dengan populasi kumbang per tandan memiliki nilai signifikansi (nilai P) sebesar 0,565 (Tabel 1). Nilai signifikansi yang di atas 0,05 ini menunjukkan bahwa korelasi tidak signifikan antara kelembaban relatif udara dengan populasi kumbang per tandan. Dengan koefisien korelasi 0,099, korelasi yang terjadi dikatakan kurang erat. Nilai positif diartikan bahwa semakin tinggi kelembaban relatif udara, populasi kumbang cenderung tinggi dan semakin rendah kelembaban relatif udara, populasi akan cenderung rendah. Dhileepan (1994) melaporkan juga bahwa kelembaban relatif udara memiliki korelasi positif dengan populasi E. kamerunicus di India. Hal ini diduga karena pada kelembaban yang tinggi, polen juga memiliki kelimpahan yang tinggi. Sinar matahari merupakan faktor esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Pada daerah-daerah yang intensitas cahayanya rendah, karangan bunga akan gugur (aborsi) (Mangoensoekarjo & Semangun 2005). Adanya bunga yang gugur akan mempengaruhi populasi serangga penyerbuk yang hidup di dalamnya. Dari hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya, populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran 500 – 15.000 luks (Gambar 7C). Hubungan antara intensitas cahaya dengan
populasi kumbang per tandan memiliki nilai signifikansi (nilai P) sebesar 0,772 (Tabel 1). Nilai signifikansi yang di atas 0,05 ini menunjukkan bahwa korelasi tidak signifikan antara intensitas cahaya dengan populasi kumbang per tandan. Dengan koefisien korelasi -0,050, korelasi yang terjadi dikatakan kurang erat. Nilai negatif diartikan bahwa semakin tinggi intensitas cahaya, populasi kumbang cenderung rendah dan semakin rendah intensitas cahaya, populasi akan cenderung tinggi. Berdasarkan hasil uji PCA (Principal Component Analysis), diketahui bahwa suhu udara, kelembaban relatif, waktu pengamatan dan jumlah spikelet per tandan memiliki karakter yang sama dan pengaruhnya kecil terhadap populasi kumbang. Sedangkan populasi kumbang per tandan dan intensitas cahaya memiliki karakter yang berbeda dan pengaruhnya besar. Selain itu, terlihat bahwa korelasi antara populasi kumbang per tandan dan intensitas cahaya sifatnya lemah (Gambar 8). Menurut Bulgarelli et al. (2002) penurunan jumlah bunga jantan yang sedang anthesis per area, akan berhubungan dengan penurunan populasi kumbang E. kamerunicus. Akibatnya polinasi pada bunga betina akan berkurang sehingga menyebabkan terjadinya penurunan terbentuknya buah dan akan meningkatkan tandan buah kosong pada 5 – 6 bulan kemudian. Berdasarkan pengamatan, bunga jantan yang anthesis tertinggi terdapat pada bulan Juli dan yang terendah pada bulan Mei.
SIMPULAN Selama tiga kali pengukuran, populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi pada bulan Oktober. Populasi kumbang ditemukan tinggi di pagi hari. Populasi kumbang sangat dipengaruhi oleh ukuran tandan. Suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap populasi kumbang.
SARAN Perlu diteliti pengaruh populasi kumbang E. kamerunicus sebagai penyerbuk kelapa sawit terhadap terbentuknya buah. Pengambilan sampling populasi kumbang sebaiknya dilakukan di pagi hari.
6
DAFTAR PUSTAKA Aisagbonhi CI et al. 2004. Preliminary observations on a field population of the oil palm-pollinating weevil Elaeidobious kamerunicus in Benin City, Nigeria. Int J Trop Insect Sci 24:355-259. Barth FG. 1991. Insects and Flowers : The Biology of a Partnership. New Jersey: Princeton Univ Pr. Bulgarelli J, Chinchilla C, Rodríguez R. 2002. Male inflorescences, population of Elaeidobious kamerunicus and pollination in a young commercial oil palm plantation in a dry area of Costa Rica. ASD Oil Palm Paper 24:32-37. Dhileepan K. 1994. Variation in populations of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera : Curculionidae) and its impact on fruitset of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res 84:477485. Enger ED, Smith BF. 2000. Environmental Science : A Study Of Interrelationship. Ed ke-7. Boston: McGraw-Hill. Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Marihat Ulu: Sugraf Offset. O’Brien CW, Woodruff RE. 1986. First Records In The United States And South America Of The African Oil Palm Weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust) And E .kamerunicus (Faust) (Coleoptera : Curculionanidae). Entomol Circ 284:2. Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidea Lubbock, 1861. Syst Parasitol 52: 219–225.
Price PW. 1975. Insect Ecology. Ed ke-3. New York: J Wiley. Ratnasari D. 2009. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan dengan Menggunakan Metode Sekat Pertumbuhan Terbaik[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Sargeant HJ. 2001. Vegetation Fires In Sumatra Indonesia, Oil Palm Agriculture In The Wetlads of Sumatra : Destruction or Development. Palembang: FFPCP. Sastrodiharjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Bandung: ITB. Sastrosayono S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Sholehana A. 2010. Demografi Kumbang Penyerbuk Kelapa Sawit, Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas MIPA. Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit : Minyak Nabati Berprospek Tinggi. Medan: USU Repository. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects : Concepts and Applications. Landon: Blackwell Science. Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Syed RA, Salleh A. 1987. Population of Elaeidobius kamerunicus in relation to fruit set. Int Oil Palm/Palm Oil Conference. Kuala Lumpur: POC. Westerkamp C, Gottsberber G. 2002. The Costly Crop Pollination Crisis. The Conservation Link Between Agric and Nature 1:51-56. Young AM. 1982. Population Biology of Tropical Insect. New York: Plenum Pr.
LAMPIRAN
8
Lampiran 1Peta Perkebunan Kelapa Sawit milik PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP) (Astra Agro Lestari) di Kumai, Kalimantan Tengah