DEMOGRAFI DAN PERBANYAKAN KUMBANG Elaeidobius kamerunicus SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
MONIKA NOVALIA
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK MONIKA NOVALIA. Demografi dan Perbanyakan Kumbang Elaeidobius kamerunicus sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan TRI ATMOWIDI. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari demografi dan perbanyakan E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit (E. guineensis jacq). Pengamatan siklus hidup dilakukan pada tiap fase yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Neraca kehidupan dan statistik demografi disusun berdasarkan data siklus hidup. Waktu yang diperlukan E. kamerunicus untuk menyelesaikan satu siklus adalah 34 hari. Waktu perkembangan telur, larva, pupa, dan imago berturut-turut adalah 3, 10, 3, dan 18 hari. Demografi E. kamerunicus yaitu laju reproduksi kotor (G) yaitu 7 betina/kohort, laju reproduksi bersih (R0) adalah 3,82 betina/kohort, waktu generasi (T) adalah 18 hari, laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah 0,074, dan nisbah kelamin jantan dan betina 5:7. Dari kelas umur yang diamati dapat dilihat bahwa proporsi kematian tertinggi terdapat pada kelas umur larva. Dari pengamatan distribusi peletakan telur E. kamerunicus, maka bagian spikelet yang paling disukai oleh kumbang untuk meletakan telurnya adalah ± 1-3 cm dari ujung. Perbanyakan kumbang E. kamerunicus dilaboratorium dihasilkan keturunan 15,55 ekor dengan sex rasio jantan/betina 4:3. Kondisi bunga jantan yang baik dan masih segar dapat mempengaruhi jumlah imago yang berhasil hidup. Kata kunci: E. kamerunicus, E. guineensis Jacq, demografi
ABSTRACT MONIKA NOVALIA. Demography and Rearing of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq). Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and TRI ATMOWIDI. The aim of the research were to study demography and rearing of E. kamerunicus in oil palm (E. guineensis Jacq) male flower. Each phase in life cycle i.e egg, larva, pupa, and imago were observed. The life table and statistic demography were constructed base on the life cycle data. The result showed that the life cycle of E. kamerunicus was 34 days, the egg, pupa, and imago development time were 3, 10, 3, and 18 days, respectively. Demography of E. kamerunicus obtained were: gross rate of reproduction (G) was 7 female/cohort, the net of reproduction (R0) was 3,82 female/cohort, the generation time (T) was 18 days, the intrinsic rate of population was (r) 0.074, and the sex ratio of male and female was 5:7. From age phase observed result that the highest death proportion was in larva period. From the observation of E. kamerunicus egg laying distribution, weevils prefered 1-3 cm from the terminal part to lay eggs. Rearing of the weevils can produce progeny 15,55 individual and male/female sex ratio was 4:3. Good and fresh of male flower can affect the number of living imago. Key words: E. kamerunicus, E. guineensis Jacq, demography
DEMOGRAFI DAN PERBANYAKAN KUMBANG Elaeidobius kamerunicus SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
MONIKA NOVALIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Nama NIM
: Demografi dan Perbanyakan Kumbang Elaeidobius kamerunicus sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq : Monika Novalia : G34052304
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA) NIP 195611021984031003
(Dr. Tri Atmowidi, M.Si) NIP 196708271993031003
Mengetahui: Ketua Departemen Biologi
(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si) NIP 196410021989031002
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini berjudul Demografi dan Perbanyakan Kumbang Elaeidobius kamerunicus sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai September 2009 di Laboratorium Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. Tri Atmowidi, M.Si selaku pembimbing atas saran dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Ir. Hadisunarso, M.Si atas saran dan masukan yang diberikan pada ujian karya ilmiah.Terima kasih pula kepada PT. Astra Agro Lestari Tbk. atas sebagian dana penelitiannya. Ucapan terima kasih setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua, kakak, adik, dan keluarga besar atas do`a, dukungan, dan segala cintanya. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Bagus Budiprakoso yang senantiasa memberikan semangat, do’a, dan cintanya. Terima kasih juga kepada Amalia Sholehana, Ednan Setriawan, Amin, Putriati, Gaink, Bramantyo, Bu Nana, Pak Yana, kak Tina, kak Disti, Riri, Pak Nunu atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian. Teman-teman seperjuangan di laboratorium dan keluarga besar Laboratorium Perilaku Hewan dan PAU atas semangat dan kebersamaannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sahabatsahabatku tercinta Puji Purwanti, Sang Ayu Putu Listia, Yohana Widya Astuti, Bonardo Tigor, Ayu Setianingrum dan semua anak Bio’42 atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2010
Monika Novalia
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 14 November 1987 dari ayahanda R. Suyatna dan ibunda Ike lindawati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 7 Bogor dan lolos seleksi masuk IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Struktur Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB pada tahun 2009. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di PT. Bio Farma (Persero) Bandung dari bulan Juli sampai Agustus 2008 dengan judul Uji Stabilitas Master Seed Haemophilus influenzae Tipe b dengan Menggunakan API-NH Kit di PT. Bio Farma (Persero) Bandung.
1
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang....................................................................................................................... Tujuan .................................................................................................................................... Waktu dan Tempat.................................................................................................................
1 1 1 1
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ...................................................................................................................... Studi Demografi dan Pengamatan Distribusi Peletakan Telur Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium ......................................................................................................................... Perbanyakan Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium ..................................................... Analisis data ..........................................................................................................................
2 2
HASIL Studi Demografi dan Pengamatan Distribusi Peletakan Telur Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium.......................................................................................................................... Perbanyakan Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium .....................................................
2 2 4
PEMBAHASAN........................................................................................................................
4
SIMPULAN ...............................................................................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................
6
2 2 2
1
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3
Neraca kehidupan E. kamerunicus.......................................................................... Siklus hidup E. kamerunicus................................................................................... Perbanyakan Kumbang E. kamerunicus..................................................................
3 3 4
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5
Kurva rata-rata ketahanan hidup E. kamerunicus.................................................... Grafik rata-rata jumlah larva E. kamerunicus yang ditemukan pada spikelet ....... Posisi larva terbanyak pada spikelet ....................................................................... Diagram kehidupan E. kamerunicus ....................................................................... Diagram kehidupan E. kamerunicus (Syed 1982) ..................................................
4 4 4 5 5
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Peningkatan produksi kelapa sawit perlu dilakukan melihat Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia dan kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki nilai devisa tinggi. Kebutuhan buah kelapa sawit meningkat tajam seiring dengan meningkatnya kebutuhan crude palm oil (CPO) dunia, seperti yang terjadi beberapa bulan terakhir ini. Dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia, menjadikan CPO sebagai pilihan untuk bahan baku pembuatan bio energi dan minyak goreng. Peluang industri pengolahan kelapa sawit (PKS) masih sangat prospektif untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri. Kumbang E. kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) berasal dari daerah Kamerun Afrika yang hidup spesifik pada bunga kelapa sawit. Kumbang ini memiliki pergerakan yang lincah, mampu terbang jauh dan berkembangbiak dengan cepat. E. kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang berkembang dari telur menjadi larva, kemudian pupa, dan akhirnya menjadi imago (Susanto et al. 2007). Ukuran tubuh E. kamerunicus jantan: 3-4 mm, ukuran tubuh E. kamerunicus betina: 2-3 mm. Serangga penyerbuk E. kamerunicus tertarik pada aroma bunga jantan yang dilepaskan pada saat bunga betina sedang reseptive yaitu bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan (Lubis 1992). Kumbang ini memiliki musuh alami berupa tikus dan nematoda (Cylindrocorpus inevectus) (Poinar et al. 2003). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) termasuk dalam ordo Palmales, famili Palmaceae, subfamili Palminae, genus Elaeis. Kelapa sawit tumbuh tegak dapat mencapai ketinggian 15-20 m. Tanaman ini berumah satu atau monoecious dimana bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon. Tandan bunga jantan dan tandan bunga betina terletak terpisah yang keluar dari ketiak pelepah daun. Waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri (Lubis 1992). Munculnya buah didahului oleh munculnya bunga pada 2-3 tahun setelah
penanaman (Adam et al. 2005). Tandan bunga betina dibungkus oleh seludang bunga yang akan pecah 15-30 hari sebelum anthesis (kematangan bunga). Bunga betina inilah yang akan diserbuki serbuk sari. Bunga betina ini tidak serentak anthesisnya. Pada satu tandan umumnya membutuhkan waktu 3-5 hari atau lebih. Tandan bunga jantan (infloresensia) juga dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis seperti bunga betina. Tiap spikelet memiliki panjang 10-20 cm, dan diameter 1-1,5 cm. Tiap spikelet berisi 500-1500 bunga yang akan menghasilkan serbuk sari jutaan banyaknya. Tandan bunga yang sedang anthesis ini berbau adas (khas). Tiap tandan bunga jantan akan dapat menghasilkan serbuk sari sebanyak 4060 gram (Tan 1987; Hartley 1988; Lubis 1992). Penyerbukan bunga atau yang sering disebut dengan istilah polinasi merupakan proses pemindahan polen (serbuk sari) dari bunga jantan ke bunga betina. Proses penyerbukan pada bunga kelapa sawit memerlukan agen penyerbuk. Agen pembawa serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina disebut sebagai polinator (Susanto et al. 2007). Polinator bunga kelapa sawit dapat berupa angin, air, manusia, hewan vertebrata dan serangga. Serangga merupakan polinator yang paling efektif dan efisien pada tanaman kelapa sawit. Di Indonesia, serangga polinator yang paling banyak dijumpai adalah E. kamerunicus (Chee & Chu 1998), Thrips hawaiiensis dan Pyroderces sp. (Pardede 1990). Perbanyakan kumbang E. kamerunicus perlu dilakukan, karena apabila populasi kumbang penyerbuk ini menurun maka dapat menyebabkan menurunnya keberhasilan penyerbukan kelapa sawit, yang pada akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Demografi mempelajari dinamika populasi seperti laju pertumbuhan, struktur umur dan neraca kehidupan (Price 1984). Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari demografi dan perbanyakan E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga September 2009 di Laboratorium Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
3
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kumbang E. kamerunicus, bunga jantan Elaeis guineeensis Jacq yang berasal dari Seameo Biotrop TajurBogor, dan air. Alat yang digunakan adalah kotak pemeliharaan serangga ukuran 12cmx10cmx18cm, wadah, karet gelang, balon, tisu, pipet, kain, gunting, penggaris, kuas, termometer maksimum-minimum, lux meter. Studi Demografi dan Pengamatan Distribusi Peletakan Telur Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium Satu pasang kumbang jantan dan betina E. kamerunicus dipelihara pada bunga jantan (1 spikelet) di dalam kotak pemeliharaan serangga. Bagian bawah spikelet tersebut direndam pada wadah yang berisi air. Setelah hari ke empat tiap kotak di buka, spikelet dipotong 1,1 cm setiap harinya hingga 10 hari kedepan sampai hari ke 13 untuk dihitung jumlah larva yang berhasil ditemukan terbanyak pada spikelet. Setiap spikelet yg dipotong, diamati ada atau tidaknya larva. Jika ditemukan larva, maka larva tersebut dipindahkan ke bunga jantan yang segar. Setiap hari diamati, dua hari sekali air ditambahkan kedalam wadah agar bunga jantan tetap segar. Pengamatan dilakukan dalam 7 ulangan. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari sampai dengan pengamatan selesai. Perbanyakan Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium Satu pasang kumbang jantan dan betina E. kamerunicus dipelihara pada bunga jantan (1 spikelet) di dalam kotak pemeliharaan serangga. Bagian bawah spikelet tersebut direndam pada wadah yang berisi air. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat apakah sudah terlihat kumbang E. kamerunicus yang dapat berhasil hidup. Pengamatan dilakukan hingga hari ke 34, dari spikelet yang tersisa diamati pula apakah ada yang masih tersisa kumbangnya. Setiap dua hari sekali air ditambahkan kedalam wadah agar bunga jantan tetap segar. Pengamatan dilakukan dalam 9 ulangan. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari sampai dengan pengamatan selesai.
Analisis Data Jumlah telur, larva, pupa, dan imago dicatat pada masing-masing ulangan. Dari 7 ulangan kemudian data dirata-ratakan, dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: x = kelas umur kohort (hari) ax = banyaknya individu yang hidup pada setiap umur pengamatan lx = proporsi individu yang hidup pada umur x (l = living) (lx = ax/ao) dx = banyaknya individu yang mati di setiap kelas umur (d = death) qx = proporsi mortalitas pada masing-masing umur (qx = dx/ax) Lx = jumlah rata-rata individu pada kelas umur x dan kelas umur berikutnya, x+1 (Lx= (lx+lx+1)/2)) Tx = jumlah individu yang hidup pada kelas umur x=0…w (x=w merupakan kelas umur terakhir) (Tx = ∑Lx) ex = harapan hidup individu pada setiap kelas umur x (ex= Tx/lx) px = proporsi individu yang hidup pada kelas umur x+1 (px= Lx+1/Lx) mx = jumlah anak betina yang lahir pada umur x G = laju reproduksi kotor (∑ mx) R0 = laju reproduksi bersih (∑ lxmx) T = waktu generasi (∑ xlxmx/∑ lxmx) r = laju pertumbuhan intrinsik (ln R0)/T Proporsi individu yang hidup pada umur x (lx) dengan kelas umur kohort (x) kemudian diplotkan dalam kurva ketahanan hidup (survivorship curve) (Price 1984) HASIL Studi Demografi dan Pengamatan Distribusi Peletakan Telur Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium Dari tujuh pasang imago, dihasilkan telur, yang berubah menjadi larva kemudian pupa dan akhirnya menjadi imago. Jumlah telur diasumsikan sama dengan jumlah larva, jumlah pupa diasumsikan sama dengan jumlah imago (Tabel 1). Parameter lingkungan pada saat pengamatan antara lain, suhu laboratorium 27-320C, suhu minimum 26270C, suhu maksimum 31-320C, dan kelembaban 78-92%.
33
Tabel 1, menunjukkan bahwa dari 22 telur E. kamerunicus ternyata yang berhasil mencapai larva 22. Larva yang berhasil menjadi pupa 12, dari sini didapatkan persentase larva yang berhasil hidup menjadi pupa yaitu 54,55%. Pupa yang berhasil menjadi imago 12, terdiri dari jantan 5 dan betina 7. Dengan demikian nisbah kelamin jantan/betina 5:7. Tabel 1 Neraca kehidupan E. kamerunicus Kelas Umur Telur Larva Pupa Imago
x 3 10 3 18 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
ax 22 22 12 12 12 12 12 12 8 8 8 5 5 4 4 4 4 3 3 3 0
lx 1 1 0,55 0,55 0,55 0,55 0,55 0,55 0,36 0,36 0,36 0,23 0,23 0,18 0,18 0,18 0,18 0,14 0,14 0,14 0
dx 0 10 0 0 0 0 0 0 4 0 0 3 0 1 0 0 0 1 0 3 0
qx 0 0,83 0 0 0 0 0 0 0,50 0 0 0,60 0 0,25 0 0 0 0,33 0 1 0
dipindahkannya larva pada bunga jantan baru (spikelet yang segar). Pemindahan tersebut menyebabkan larva rentan mati dan sulit beradaptasi dengan baik pada spikelet baru. Nilai yang terdapat pada kolom qx menggambarkan tingkat mortalitas atau peluang masing-masing individu mengalami mortalitas pada masing-masing kelas umur.
Lx 1 0,77 0,55 0,27 0,55 0,55 0,55 0,45 0,36 0,36 0,30 0,23 0,20 0,18 0,18 0,18 0,16 0,14 0,07 0.07 0
Tx 7,05 6,05 5,27 4,73 4,45 3,91 3,36 2,82 2,36 2,00 1,64 1,34 1,11 0,91 0,73 0,55 0,36 0,20 0,07 0 0
ex 7,05 6,05 9,67 8,67 8,17 7,17 6,17 5,17 6,50 5,50 4,50 5.,90 4,90 5,00 4,00 3,00 2,00 1,50 0,50 0 0
px 0,77 0,71 0,50 2 1 1 0,83 0,80 1 0,81 0,77 0,90 0,89 1 1 0,88 0,86 0,50 1 0 0
mx 0 0 0 7 7 7 7 7 6 6 5 5 5 4 4 3 2 2 1 1 0
lx.mx 0 0 0 3,82 3,82 3,82 3,82 3,82 2,18 2,18 1,82 1,14 1,14 0,73 0,73 0,55 0,36 0,27 0,14 0,14 0
lx.mx.x 0 0 0 68,73 68,73 72,55 76,36 80,18 48,00 50,18 43,64 28,41 29,55 19,64 20,36 15,82 10,91 8,45 4,36 4,50 0
Dari perhitungan tersebut, diperoleh parameter demografi sebagai berikut : G =7 R0 = 3,82 T = 18 r = 0,074
Tabel 2, menunjukkan siklus hidup E. kamerunicus 34 hari dengan masa telur 3 hari, masa larva 10 hari, masa pupa 3 hari, masa imago 18 hari.
Kolom ax menunjukkan jumlah kumbang yang masih bertahan hidup pada masing-masing kelas umur. Dari nilai yang ada dapat diketahui bahwa tidak semua telur yang berhasil hidup mampu menyelesaikan siklus hidupnya. Nilai yang terdapat pada kolom lx menggambarkan proporsi kumbang yang hidup pada kelas umur yang berbeda, pada Gambar 1 kurva ketahanan hidup menunjukkan terjadinya penurunan jumlah yang berhasil hidup dari larva menjadi pupa. Kolom dx berisi nilai proporsi individu yang mati. Dari kelas umur yang diamati dapat dilihat bahwa proporsi kematian tertinggi terdapat pada kelas umur larva. Kematian pada stadium ini disebabkan
Tabel 2 Siklus hidup E. kamerunicus Kelas Hari keLamanya Umur (Hari) Telur 1-3 3 Larva 4-13 10 Pupa 14-16 3 Imago 17-34 18 Total 34 Pola pertumbuhan E. kamerunicus juga dapat dilihat dalam kurva ketahanan hidup yaitu plot jumlah individu hidup dalam suatu cohort (Young 1978). Gambar 1 merupakan ketahanan hidup tipe I (Campbell et al. 2004).
343
Telur Larva Pupa
Imago
Hari keGambar 1 Kurva rata-rata ketahanan hidup E. kamerunicus Menurut Susanto et al. (2007) waktu yang diperlukan sampai telur menetas adalah 2-3 hari. Oleh karena itu pemotongan dilakukan pada hari ke empat. Jumlah larva terbanyak (7 larva) yaitu pada potongan kedua (hari ke 5) setelah perkawinan (Gambar 2).
Tabel 3 Perbanyakan E. kamerunicus Jumlah imago ♂ Ulangan 1 6 4 2 9 5 3 8 8 4 21 13 5 2 1 6 37 20 7 24 12 8 21 10 9 12 7 Total 80 Sex rasio 4 Rata-rata 15,55±8,21
♀ 2 4 0 8 1 17 12 11 5 60 3
PEMBAHASAN Gambar 2 Grafik rata-rata jumlah larva E. kamerunicus yang ditemukan pada spikelet Posisi yang terbaik per spikelet ditempati larva terdapat pada 1-3 cm dari ujung (Gambar 3).
Potongan kedua
Gambar 3 Posisi larva terbanyak pada spikelet Perbanyakan Kumbang E. kamerunicus di Laboratorium Sembilan pasang imago yang diperbanyak di laboratorium dihasilkan data dalam Tabel 3.
E. kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang berkembang dari telur menjadi larva, kemudian pupa, dan akhirnya menjadi imago. Telur diletakan dengan oviposistor (alat peletak telur) ke dalam lubang pada bagian luar tangkai sari bunga jantan yang anthesis. Larva memakan pangkal tangkai sari bunga, berwarna kuning terang, dapat memakan lima sampai enam bunga jantan. Pupa terbentuk di dalam bunga jantan yang terakhir dimakan oleh larva, sebelum menjadi pupa, larva terlebih dahulu menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga lepas. (Susanto et al. 2007). Waktu generasi (T) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh kumbang untuk dapat menghasilkan keturunan (Young 1978). Nilai T rata-rata sebesar 18 hari. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa T pada E. kamerunicus sebesar 17,9 hari (Dhileepan 1994), 15,288 hari (komunikasi pribadi). Nilai laju reproduksi kotor (G) rata-rata sebesar 7. Hal ini berarti terdapat 7 individu betina. Menurut Price (1984) G adalah pendugaan jumlah total
353
keturunan betina. Nilai laju reproduksi bersih (R0) rata-rata sebesar 3,82. Hal ini berarti terdapat 3,82 individu betina yang akan menggantikan induk betina, menurut Southwood (1978) R0 adalah jumlah keturunan betina yang akan menggantikan induk betina dalam satu generasi. Nilai ini menggambarkan peningkatan ataupun penurunan populasi (Tobing et al. 2007). R0>1 menunjukkan terjadinya peningkatan populasi kumbang, artinya populasi kumbang meningkat dan tidak akan mengalami kepunahan. Nilai r rata-rata sebesar 0,074 menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan E. kamerunicus sebesar 0,074. Laju pertumbuhan intrinsik (r) yaitu tingkat kenaikan pada pertumbuhan populasi dalam keadaan konstan (Waberdi 2005). Pada kurva rata-rata ketahanan hidup E. kamerunicus merupakan ketahanan hidup tipe I (Campbell et al. 2004) yang menggambarkan kematian yang rendah pada umur muda yaitu fase telur, larva dan pupa namun kematian mulai meningkat pada fase imago dihari ke 22 sampai akhirnya mencapai angka 0 dihari ke 34 (keseluruhan imago mati). Gambar 4 menunjukkan peluang hidup fase telur adalah 0,77 artinya bahwa dari jumlah telur yang ada akan bertahan hidup 77%. Peluang hidup fase larva adalah 0,71 artinya bahwa dari jumlah larva yang ada akan bertahan hidup 71%. Peluang hidup fase pupa adalah 0,50 artinya bahwa dari jumlah pupa yang ada akan bertahan hidup 50%. Jadi jumlah imago yang dihasilkan (12 ekor) dari satu siklus hidup sebesar 6x jumlah induk (sepasang imago) dengan nisbah kelamin jantan/betina 5:7. Menurut Syed (1982) E. kamerunicus memiliki siklus hidup rata-rata 18-24 hari. Sepasang Imago mampu meletakan 35 telur (Gambar 5). Pada umumnya telur menetas 2-3 hari setelah diletakan. Periode larva hingga menjadi pupa berlangsung dalam waktu 5-9 hari. Sekitar 1 hari sebelum terbentuk pupa, larva menjadi tidak aktif. Periode pupa berlangsung dalam waktu 2-6 hari (Susanto et al. 2007).
Sepasang Imago Telur (22)
*
0,77
px
6x Sex rasio 5:7
Larva (22) 1 mm 0,71
1 mm
1 mm
px
Pupa (12)
0,50
px
Imago (12)
Gambar 4 Diagram kehidupan E. kamerunicus (*Susanto et al. 2007)
Gambar 5 Diagram kehidupan E. kamerunicus (Syed 1982)
336
Tabel 2, Ulangan 5 jumlah imago yang berhasil hidup hanya sedikit. Hal ini disebabkan kondisi bunga jantan yang tidak baik. Proses menjadi imago diperlukan bunga jantan berkondisi baik agar larva tidak kekurangan makanan dan dapat memakan bagian pangkal tangkai sari bunga jantan (Susanto et al. 2007). Dari rata-rata keseluruhan memperlihatkan dari sepasang E. kamerunicus yang diperbanyak di laboratorium mampu menghasilkan keturunan 15,55 ekor dengan nisbah kelamin jantan/betina 4:3, dan memiliki selang dari 7,34 ekor hingga 23,76 ekor.
SIMPULAN Nilai demografi E. kamerunicus adalah G = 7, R0 = 3,82, T = 18, r = 0,074. Kumbang E. kamerunicus memiliki siklus hidup 34 hari, masa telur 3 hari, masa larva 10 hari, masa pupa 3 hari, masa imago 18 hari. Perkembangan E. kamerunicus di laboratorium menunjukkan bahwa tidak semua telur yang berhasil hidup mampu menyelesaikan siklus hidupnya. Dari kelas umur larva hingga pupa menunjukkan nilai yang menurun. Dari kelas umur yang diamati, menunjukkan bahwa proporsi kematian tertinggi terdapat pada kelas umur larva. Bagian spikelet yang paling disukai oleh kumbang untuk meletakan telurnya adalah ± 1-3 cm dari ujung. Kondisi bunga jantan yang baik dan masih segar dapat mempengaruhi jumlah imago yang berhasil hidup.
DAFTAR PUSTAKA Adam H, Jouannic S, Escoute J, Duval Y, Verdeil JL, Tregear JW. 2005. Reproductive Developmental Complexity In The African Oil Palm (Elaeis guineensis, Arecaceae). Am J Bot 92: 1836–1852. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biology Ed. Ke-3. Manulu W, Alih bahasa; safitri A, Editor; Jakarta Erlangga. Terjemahan dari: Biology. Chee KH, Chu SB. 1998. A study of E. kamerunicus in West Kalimantan oil palm plantations. Planters 74: 587595. Dhileepan K. 1994. Variation In Population Of The Introduced Pollinating Weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) And Its Impact On Fruitset Of Oil Palm (Elaeis
guineensis) In India. Bull Entomol. Res 84: 477-485. Hartley CWS. 1988. The Oil Palm. England: Longman. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Medan: PPKS. Pardede, D. 1990. Indigenous polinator insects of oil palm at Kertarahardja Lebak and Kertajaya estates nucleus estate smallholder project V South Banten. Bull Perkebunan 21: 213-223. Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2003. Cylindrocorpus inevectus sp. n. associated with the oil palm weevil, E. kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae), with a synopsis of the family Cylindrocorporidae and establishment of Longibuccidae n. fam. (Diplogastroidea: Nematoda). Nematology 5: 183-190. Price WP. 1984. Insect Ecology Ed. Ke-2. Canada: John Willey & Sons Southwood TRE. 1978. Ecological Methods. Cambridge: The University Printing House Susanto A, Purba RY, Prasetyo AE. 2007. E. kamerunicus Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan : PPKS. Syed RA. 1982. Insect pollination of palm oil: introduction,establishment and polinating efficiency of E. kamerunicus in Malaysia. Commonwealth Institute of Biological Control: 34 halaman. Tan Bock Thiam. 1987. Cost of oil in mayor producing countries.inf.conf. Oil palm/Palm oil. K.Lumpur, Malaysia. Tobing MC, Nasution DB. 2007. Biologi Predator Cheilomenes sexmaculata (Fabr.) (Coleoptera: Coccinellidae) Pada Kutu Daun Macroshiponiela sanborni Gilette (Homoptera: Aphididae). Agritrop 26: 99-104 Waberdi B. 2005. Demografi Jangkrik Gryllus mitratus Burm. (Orthoptera: Gryllidae) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Young AM. 1978. Population Biology Of Tropical Insect. New York & London: Plenum Pr.