DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI
Oleh : VANESZA ANJANI A14051461
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY VANESZA ANJANI. Land Use Dynamics and The Change of Spatial Arrangement in Bekasi Regency. DYAH RETNO PANUJU and BAMBANG H. TRISASONGKO as advisors. Bekasi Regency is a strategic area since it shares borders with Jakarta. This gives the inhabitants opportunities directly or indirectly to Jakarta’s economic power. The rapid development implies soaring requirements of space to assist various utilizations such as governmental uses, trade/commercials, services and industry. In Bekasi case, the development has been aided by availability of existing facilities, including road infrastructures. The aims of this research are to assess the dynamics of population and economic growth, spatial arrangement and their relationships to land use changes in Bekasi regency between 1995 and 2009. Methods to achieve the goal include remotely sensed image processing and statistical inquiries which consist of correlation and stepwise regession analysis. This research revealed that main land use alteration involves upland and rice fields and is largely converted to residential, industrial area or other services. Nonetheless, overall changes are insignificant during 15 year of observation. However, it is shown that land use modification tends to occur locally or clustered along Tambun, Cibitung and Cikarang zones, in particular between 2000 and 2006. During 2006-2009 period, the changes spreaded across the residency, except Bojongmangu district. It was found that the main driving factors influencing land alteration in Bekasi Regency are accessibility to road networks, rapidly-growing population, expanding facilities development and space allocation. Changing spatial arrangement identified in Bekasi Regency was due to disaggregation of the districts (so-called “pemekaran”) from 15 to 23 districts. The biggest allocation in 1993’s spatial arrangement was upland agriculture which comprised around 83041,9 ha. The new spatial arrangement introduced in 2003 encompassed significant change of the land use class, to around 56571,5 ha. Land allocation for Mining site was eliminated in 2003’s spatial arrangement and completely changed into industrial area. It is observable that existing land uses do not always comply with declared spatial arrangement. In 1995, many land utilizations in Northern and Central zones contravened to the rule. The breach to the 2003’s spatial planning was apparent on the Northern, Western and Southern zones of Bekasi.
RINGKASAN VANESZA ANJANI. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. Di bawah bimbingan DYAH RETNO PANUJU dan BAMBANG H. TRISASONGKO. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang strategis ditinjau dari wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Metropolitan DKI Jakarta. Letak strategis Bekasi terhadap Jakarta tersebut secara langsung dan tidak langsung memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat Bekasi untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari perkembangan Jakarta. Namun demikian peluang tersebut diimbangi dengan peningkatan kebutuhan lahan yang merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri. Percepatan alih fungsi lahan tersebut umumnya disebabkan oleh keunggulan Bekasi dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika pertumbuhan penduduk, struktur perekonomian, rencana tata ruang wilayah serta keterkaitannya dengan perubahan penggunaan lahan di Bekasi tahun 1995 sampai 2009. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis citra penginderaan jauh, analisis korelasi dan regresi bertatar (stepwise regression). Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian umumnya berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering, biasanya digunakan untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Pada periode tahun 1995 sampai tahun 2000, perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu signifikan. Perubahan yang terjadi cenderung membentuk gerombol di sekitar kawasan industri di kecamatan Tambun, Cibitung dan Cikarang. Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi juga cenderung membentuk gerombol (cluster). Sedangkan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dinamika yang terjadi cenderung menyebar secara tidak teratur. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 adalah Bojongmangu. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi diantaranya adalah aksesibilitas terhadap jalan, laju pertumbuhan penduduk, fasilitas ekonomi, sosial, kesehatan dan alokasi RTRW. Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah di Kabupaten Bekasi yang semula berjumlah 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan. Alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang terbesar pada tahun 1993 adalah untuk kawasan pertanian sebesar 83041,9 ha, sedangkan pada tahun 2003 berubah menjadi 56571,5 ha. Pada tahun tersebut tidak terdapat lagi alokasi untuk kawasan pertambangan karena telah beralih alokasi menjadi kawasan industri. Penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW tahun 1993 umumnya terpusat pada Bagian Utara dan Tengah Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan tahun 2000 sampai tahun 2009 terhadap alokasi RTRW tahun 2003 terlihat memusat pada Bagian Utara, Barat dan Selatan Kabupaten Bekasi.
DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI
Oleh : VANESZA ANJANI A14051461
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
JUDUL SKRIPSI : DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI PENULIS : VANESZA ANJANI NRP
DAN
: A14051461
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
(Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si.) NIP : 19710412 199702 2001
(Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc.) NIP : 19700903 200812 1001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
(Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP : 19621113 198703 1003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 7 Januari 1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Syukur Yacob Yuniarto dan Ibu Titie S. Sabirin. Riwayat pendidikan penulis diawali di sekolah TK Kartika VIII-16, lulus pada tahun1992. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan di SD Negeri Poncol I, lulus pada tahun 1999 dan pada tahun 2002 lulus dari SMP Negeri 246 Jakarta. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan SMU Negeri 113 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata ajaran penataan ruang dan penatagunaan lahan. Selain itu penulis pernah menjadi asisten peneliti pada kajian alih fungsi dan simulasi perubahan penggunaan lahan kerjasama P4W-IPB dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 2009. Pada penelitian tersebut, penulis berkontribusi pada publikasi berikut:
B. H. Trisasongko, D. R. Panuju, L.S. Iman, Harimurti, A. F. Ramly, V. Anjani dan H. Subroto. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul ”Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi”. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si. dan Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc. selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, saran, nasehat dan perhatian kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tak lupa juga kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Mama, Papa dan Kakakku (Mas Reza) atas segala doa yang tulus, perhatian, cinta dan kasih sayang serta perjuangan yang tiada henti sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan di jenjang S1.
2.
Guruh Wisnu Wardhana atas motivasi, perhatian dan kesabarannya. Thanks to be my everything and being everything to me.
3.
Teman terbaik, Ayu Ningtiyas dan Widya Aurelia atas pengertian dan canda tawa kalian. Teman-teman sepermainan, Phierda, Allentz, Pitty dan Dian yang telah memberikan waktu untuk saat kebersamaan yang indah.
4.
Teman-teman seperjuangan dan staf di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah untuk segala bantuannya, Nana, Puput, Novem, mbak Emma, mbak Dian dan especially Eni. Special thanks to Ican di Laboratorium Penginderaan jauh dan Kartografi atas pengajaranpengajarannya yang sangat berguna.
5.
Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya.
6.
Teman-teman penghuni Wisma As-Silmi dan Wisma Pelangi.
7.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Bogor, Januari 2010 Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4 2.1. Penutupan/Penggunaan lahan ........................................................................ 4 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan ....................................................................... 4 2.3. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan ...................................................... 5 2.4. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah ................................................... 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 8 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 8 3.2. Bahan dan Alat .............................................................................................. 8 3.3. Metode Analisis ............................................................................................. 8 3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ................................................10 3.3.2. Tahap Analisis Citra ................................................................................10 3.3.2.1. Koreksi Geometrik ......................................................................... 10 3.3.2.2. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan........................................... 11 3.3.2.3. Klasifikasi ...................................................................................... 11 3.3.3. Pengecekan Lapang .................................................................................11 3.3.4. Analisis Statistik ......................................................................................13 3.3.4.1. Analisis Korelasi ............................................................................ 13 3.3.4.2. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression) ........................... 13 BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH .......................................................... 16 4.1. Keadaan Geografi ........................................................................................ 16 4.2. Iklim dan Suhu ............................................................................................. 16 4.3. Administrasi dan Luas Lahan ...................................................................... 16 4.4. Kependudukan ............................................................................................. 17 4.5. Sosial Ekonomi ............................................................................................ 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 20 5.1. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan ........................................................ 20 5.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ..................................25 5.2.2. Keterkaitan antara Beberapa Jenis Akses Jalan dengan Perubahan Penggunaan Lahan ...................................................................................33 5.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan........................................................................................................35 5.2.3.1. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis)............. 37 5.3. Dinamika Perencanaan Tata Ruang ............................................................. 44 5.4. Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi Rencana Tata Ruang ................................................................................................................... 46 5.4.1. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995 dan 2000 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun 1993 ....................................49 5.4.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2006 dan 2009 Terhadap Alokasi Tata Ruang tahun 2003......................................50 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 53
6.1. Kesimpulan .................................................................................................. 53 6.2. Saran ............................................................................................................ 54 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55 LAMPIRAN .......................................................................................................... 57
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17.
Matriks Transisi ................................................................................. 6 Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan Tahun 2009 ........... 12 Diagram Alir Penelitian ................................................................... 15 Penampakan Objek Pada Citra Landsat ........................................... 22 Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR ............................... 22 Hasil Klasifikasi ............................................................................... 24 Dinamika Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ................... 25 Foto pengecekan lapang................................................................... 26 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1995-2009 ........................... 32 Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ........................... 34 Jumlah Pertumbuhan Penduduk tahun 2000 sampai 2007 .............. 35 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003 sampai 2006 . 36 Rataan Laju Perubahan Jumlah Fasilitas per Tahun dari Tahun 2003 sampai 2008 ..................................................................................... 37 Alokasi RTRW tahun 1993 dan 2003 .............................................. 45 Perubahan RTRW Tahun 1993 dan 2003 ........................................ 46 Grafik Penyimpangan Alokasi Kawasan Lindung (%).................... 49 Penyimpangan Penggunaan Lahan .................................................. 52
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17.
Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20.
Data, Sumber Data, Peubah Serta Teknik Analisis Yang Digunakan .. 9 Peubah-peubah dalam Analisis Korelasi ............................................ 13 Peubah-peubah dalam Analisis Regresi ............................................. 14 Luas Wilayah dan Banyaknya Desa menurut Kecamatan, 2006 ....... 17 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2006 ..... 18 Indikator Sosial-Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2006-2007 ....... 19 Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR-2... ......................................................................................... 21 Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ............................................... 25 Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun ..... 29 Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun ..... 30 Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK ........................ 31 Korelasi Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jenis Jalan........... 33 Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Satuan Wilayah ............................................................................ 39 Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon ......................................................................................... 40 Perbandingan Peran Berbagai Peubah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Unit Wilayah dan Poligon .................................. 42 Peubah Yang Berperan Konsisten Pada Basis Analisis Berbeda Terhadap Pola Perubahan Penggunaan Lahan ................................... 43 Persentase Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2000 Terhadap Alokasi RTRW 1993 dan Penggunaan Lahan tahun 2009 Terhadap Alokasi RTRW2003... ........................................................................ 47 Korelasi Penyimpangan Alokasi Ruang Terhadap Jenis Jalan .......... 48 Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2000 terhadap Alokasi Rata Tuang Tahun 1993 ..................................................................... 50 Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2009 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun 2003 ........................................................ 51
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun ..................................... 58 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK ....................................................... 59 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun .................................... 60 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan Penggunaan Lahan Per Poligon (%) ........................................... 60 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon (ha) ........................................... 60 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB menjadi Lahan Terbangun per Poligon ....................................... 61 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB menjadi TPLK per Poligon ......................................................... 62 Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLK menjadi Lahan Terbangun per Poligon ....................................... 62 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 1993 .. 63 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2003 .. 64 Peta RTRW Tahun 1993-2003 .................................................... 65 Peta RTRW Tahun 2003-2013 .................................................... 66 Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Terhadap Alokasi Ruang Tahun 1993 ...................................................................... 67 Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2009 Terhadap Alokasi Ruang tahun 2003 ....................................................................... 71
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan penilaian keadaan (status), potensi, dan pembatas-pembatas dari suatu daerah tertentu dan sumberdayanya yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut. Rencana penggunaan lahan seharusnya disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya lahan agar dapat diusahakan secara berkelanjutan. Adanya dinamika aktifitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya di suatu wilayah dapat berimbas pada struktur penggunaan lahan di wilayah tersebut. Di wilayah perkotaan, pola perubahan penggunaan lahan yang umum terjadi adalah berubahnya lahan pertanian budidaya menjadi lahan terbangun. Lahan terbangun yang dimaksud mencakup permukiman, industri, dan infrastruktur kota. Hal ini terjadi karena lahan terbangun dinilai memiliki landrent yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan pertanian, termasuk perkebunan dan kehutanan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang strategis mengingat wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Metropolitan DKI Jakarta. Bekasi merupakan kota satelit dan juga berfungsi menjadi kota pengimbang dari ibu kota negara dan juga pendukung administratif DKI Jakarta. Letak strategis Bekasi terhadap Jakarta secara langsung dan tidak langsung memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat Bekasi untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari perkembangan Jakarta. Namun demikian, dampak perkembangan kota Jakarta juga secara langsung
akan
dirasakan
oleh
Kabupaten
Bekasi,
diantaranya
adalah
perkembangan kota yang tidak teratur (urban sprawl). Penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi telah mengalami banyak perubahan, diantaranya adalah berkurangnya kawasan hutan mangrove menjadi
2
tambak udang, adanya kavling liar yang tumbuh khususnya di bagian Utara (Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Sukatani, Sukawangi, dll), bertambahnya kawasan permukiman dan industri serta adanya rencana pengembangan jaringan jalan tol Cikarang – Tanjung Priok. Berbagai perubahan tersebut akan mempengaruhi struktur tata ruang Kabupaten Bekasi secara keseluruhan. Keterkaitan antara pembangunan di Jakarta dan di Bekasi dapat dilihat dari semakin mudahnya akses pendukung seperti adanya akses jalan yang menghubungkan
kedua
kota
tesebut.
Dinamika
pembangunan
ekonomi
mempengaruhi konfigurasi spasial penggunaan lahan. Laju pertumbuhan ekonomi baik di Jakarta maupun di Bekasi secara hipotetis akan terefleksikan pada dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi. Sebagian besar penduduk Bekasi adalah pendatang yang mencari kerja di Jakarta. Menurut data BPS tahun 2007, laju pertumbuhan penduduk di Bekasi adalah sebesar 3,48 % dan laju pertumbuhan ekonomi dilihat dari nilai PDRB sebesar 6,14 % per tahun. Secara proporsional, sektor industri memegang peranan terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan ruang untuk penyediaan sarana/prasarana. Peningkatan kebutuhan ruang ini merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri yang disebabkan oleh keunggulannya dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol dapat berdampak buruk bagi penduduk suatu wilayah. Penurunan luas ruang terbuka hijau telah terjadi di kota-kota besar dan berdampak serius bagi kesehatan dan kenyamanan penduduk (Jackson, 2003). Selain itu, konversi yang tidak terkontrol dapat menurunkan kemampuan wilayah dalam menyediakan sumber pangan. Sebagai bagian dari wilayah Pantura yang menjadi salah satu lumbung pangan nasional, Kabupaten Bekasi diketahui telah mengalami fenomena konversi penggunaan lahan yang signifikan (Artawan, 1997). Namun demikian, penelitian yang mengkaitkan perubahan penggunaan lahan dan aspek perekonomian lainnya pada wilayah ini belum banyak dilakukan.
3
1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan kondisi wilayah tersebut, penelitian ini dirancang untuk : 1.
Mempelajari dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dari tahun 1995 sampai 2009.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut.
3.
Mempelajari pola penataan ruang Kabupaten Bekasi periode 1993-2003 dibandingkan dengan periode 2003-2013.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penutupan/Penggunaan lahan Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis. Perubahan penggunaan lahan terjadi secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktifitas manusia. Dengan demikian masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995). Jenis penggunaan lahan merupakan karakteristik lahan yang paling menarik ditelaah mengingat aplikasinya yang sangat luas dalam bidang perencanaan serta memungkinkan dianalisis secara kuantitatif. Penggunaan lahan dapat digunakan untuk membandingkan berbagai tipe lahan yang berbeda dan juga untuk mempelajari dinamika perubahan lahan (Lowicki, 2008). Sedangkan Turner et al. (1995) menyatakan bahwa penggunaan lahan berperan dalam menggambarkan fungsi biofisik di bumi serta terkait dengan aktifitas ekonomi manusia dalam pengelolaannya. Mengingat fungsi dan perannya yang beragam, penggunaan lahan memerlukan mekanisme pemantauan yang baik. Pemantauan tersebut dapat dilakukan dalam dua mekanisme utama yaitu pengamatan lapangan atau memanfaatkan data penginderaan jauh. Berdasarkan studi literatur, ditemukan bahwa data penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan pemetaan dan pemantauan penggunaan lahan. Menggunakan data optik yaitu Landsat, Siren and Brondizio (2009) menunjukkan bahwa data tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemetaan penggunaan lahan pada skala semi detil. 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et al., 2009). Di Bangladesh, proses urbanisasi merupakan penyebab berkurangnya luasan badan air, tumbuh-tumbuhan, lahan pertanian dan lahan kering/lahan basah (Dewan and Yamaguchi, 2009). Di Indonesia, proses urbanisasi juga ditengarai
5
menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Studi yang dilakukan Rustiadi dan Panuju (2002) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara proses urbanisasi dengan perkembangan wilayah urban yang tidak teratur. Pada umumnya, studi dinamika perubahan penggunaan lahan tidak terlepas dari pemanfaatan data spasial. Data tersebut dapat diturunkan dari data peta atau dari data penginderaan jauh secara langsung. Batisani and Yarnal (2009) menunjukkan kelayakan citra optik Landsat dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan. Dalam konteks teknologi geospasial, telaah literatur menunjukkan bahwa terdapat dua pendekatan dalam mempelajari dinamika perubahan tersebut. Pendekatan pertama adalah deteksi perubahan (change detection). Pendekatan ini tidak menggunakan data tematik sebagai masukan data, tetapi memanfaatkan data penginderaan jauh asli dalam mendeteksi perubahan. Nielsen et al (1998) mengusulkan teknik MAD dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan menggunakan data multispektral dan bitemporal. Alternatif lain dalam
studi dinamika perubahan adalah dengan
pemanfaatan data tematik yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh ataupun menggunakan peta sebagai data masukannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kedua tersebut. Detil pendekatan kedua akan disajikan pada bagian berikut. 2.3. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Dinamika alih fungsi lahan dapat direpresentasikan melalui berbagai pendekatan. Namun demikian, telaah literatur menunjukkan bahwa matriks transisi merupakan satu sarana yang banyak dimanfaatkan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peluang perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu wilayah.
6
Matriks transisi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Tahun ke n+1 Penggunaan Penggunaan Lahan 1 Lahan 2
Tahun ke-n
Penggunaan Lahan ke-m
Penggunaan Lahan 1 Penggunaan Lahan 2 Penggunaan Lahan ke-m
Gambar 1. Matriks Transisi Terdapat dua bagian penting yang dapat ditelaah dari sajian matriks tersebut. Bagian dari matriks tersebut yang ditandai (diagonal matriks) menunjukkan bahwa pada wilayah tersebut tidak terjadi perubahan. Sedangkan bagian off-diagonal dapat diartikan sebagai jumlah atau proporsi wilayah yang berubah pada tahun ke n+1. Analisis matriks transisi tersebut cukup menggambarkan kondisi dinamika yang terjadi pada suatu wilayah. Namun demikian, matriks tersebut tidak mampu menunjukkan faktor yang berperan dalam analisis perubahan penggunaan lahan. Dalam suatu kajian perencanaan, analisis matriks transisi belum cukup menggambarkan kondisi riil. Analisis matriks transisi perlu diperkaya dengan analisis identifikasi faktor. Fenomena perkembangan lahan terbangun merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Di Amerika Serikat, lahan terbangun meningkat 34% pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1997, dan peningkatan ini umumnya berasal dari konversi lahan pertanian dan hutan (Alig et al., 2004). Dalam perencanaan suatu kawasan, informasi pemodelan atau simulasi perubahan penggunaan lahan sangat penting untuk meninjau kemungkinan masa depan suatu kawasan. Metode pemodelan atau simulasi sangat diperlukan setelah model transisi suatu kawasan dapat dihitung serta informasi faktor yang menyebabkan transisi tersebut telah dapat diidentifikasi. Dari telaah literatur, telah dijumpai berbagai teknik pemodelan atau simulasi masa depan suatu kawasan. Tang et al. (2005) menggunakan pendekatan jaringan syaraf tiruan (neural networks) untuk tujuan tersebut. Sedangkan Veldkamp and Fresco (1996)
7
membangun sistem proyeksi penggunaan lahan masa depan yang dikenal dengan nama CLUE (Conversion of Land Use and its Effects). Namun demikian, komponen ketiga dari analisis dinamika perubahan penggunaan lahan tidak dibahas dalam penelitian ini. 2.4. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah Berdasarkan UU No. 26/2007, penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atas pelaksanaan pembangunan. Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW nya. Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah tersebut. Penelitian yang dilakukan Deni (2004) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan lahan permukiman di Jabodetabek pada periode tahun 1992 hingga 2001 sebesar 10%. Pada kurun waktu yang sama, telah terjadi pula pengurangan luasan kawasan lindung hingga 16%. Studi lain yang dilakukan oleh Panuju (2004) menunjukkan bahwa alokasi kawasan lindung yang hanya 0,6% dibandingkan dengan total wilayah Jabodetabek ternyata telah banyak dirambah. Sehingga secara keseluruhan terjadi penyimpangan sebesar 20% terhadap arahan penggunaan lahan pada Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai Oktober 2009. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan persiapan dan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penyusunan laporan. Daerah penelitian sebagai wilayah studi yang dikaji adalah Wilayah Kabupaten Bekasi. 3.2. Bahan dan Alat Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder dari empat periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 1995, 2000, 2006 dan 2009. Data primer terdiri dari dua buah citra Landsat dan dua buah citra ALOS dalam bentuk digital serta data survei lapang. Sedangkan data sekunder meliputi data Potensi Desa dan PDRB Kabupaten Bekasi, data pertumbuhan penduduk, serta beberapa peta penunjang lainnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi dan Bakosurtanal. Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) Erdas Imagine 9.1, Arc View GIS 3.3, Statistica 8.0, Microsoft Access, Microsoft Excel dan Microsoft Word, serta GPS, scanner, printer dan alat tulis. 3.3. Metode Analisis Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi lima tahap kegiatan yang menggabungkan teknik pengembangan wilayah dan penginderaan jauh yang terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data statistik, dan (5) Tahap penyusunan laporan akhir. Secara sistematik pentahapan kajian dirangkumkan dalam tabel berikut.
9 Tabel 1. Data, Sumber Data, Peubah Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah: No
Tujuan
1
Dinamika aktifitas sosial-ekonomi masyarakat
2
Perubahan penggunaan lahan
3
Analisis keterkaitan berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
Data & alat yang digunakan Data potensi desa, data PDRB per kecamatan, data penduduk, Microsoft Excell dan Access
Sumber Data
Peubah yang digunakan
Teknik Analisis
Bappeda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi
Jumlah dan jenis fasilitas, data jarak, jumlah penduduk
Teknik Pendugaan Perubahan
Citra Landsat dan citra ALOS, Peta jalan, Peta administrasi, Identifikasi karakteristik fisik wilayah, Arc View GIS 3.3, Erdas Imagine 9.1, GPS Hasil analisis tujuan-1 dan tujuan-2, Peta RTRW
Bakosurtanal
Kenampakan Visual (tekstur, rona, keteraturan pola/bentuk
Koreksi geometri, klasifikasi visual
Bappeda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi
Kelas penggunaan lahan, jumlah dan jenis fasilitas, PDRB, RTRW
Analisis korelasi dan Analisis Regresi Bertatar
10
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan literatur dan data yang dibutuhkan dalam penelitian berupa data Potensi Desa (Podes) dan data PDRB tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, citra Landsat dan ALOS, peta RTRW, peta administrasi dan peta jalan. 3.3.2. Tahap Analisis Citra 3.3.2.1. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk merujuk citra penginderaan jauh ke peta dasar, sehingga kedua data tersebut kompatibel secara geografis. Proses awal koreksi geometrik dimulai dengan merektifikasi citra ke peta topografi (image to map rectification) kemudian registrasi citra ke citra (image to image registration) berdasarkan GCP (Ground Control Point) yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra yang dikoreksi (misalnya jalan atau sungai) serta bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sistem koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem UTM dengan datum WGS 84 pada zone 48S. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2006 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan) daerah Bekasi. Proses ini dilakukan untuk mempermudah perolehan objek yang sama pada peta topografi dan citra yang akan dikoreksi. Kemudian citra ALOS AVNIR-2 yang telah dikoreksi tersebut digunakan sebagai referensi untuk meregistrasi citra ALOS AVNIR-2 tahun 2009, citra Landsat tahun 2000 dan citra Landsat tahun 1995. Akurasi koreksi geometrik diukur dengan nilai RMS-error (Root Mean Square-error) yang menunjukkan tingkat ketepatan pengambilan titik terhadap peta topografi yang digunakan. Semakin kecil RMS-error maka ketepatan titik GCP (Ground Control Point) semakin tinggi. Perhitungan RMS-error menggunakan persamaan berikut (Jensen, 1996):
RMS − error = ( x'− xo ) 2 + ( y '− y o ) 2 dimana indeks o menunjukkan koordinat asal dan simbol ‘ menyatakan koordinat tujuan yang ditetapkan.
11
3.3.2.2. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Analisis visual dilakukan untuk membandingkan
kenampakan-
kenampakan karakteristik objek yang sama pada citra yang berbeda. Pada tahap ini dilakukan analisis visual dengan mengamati berbagai kenampakan obyek menggunakan warna asli (true color) dan dengan bantuan citra rona, tekstur, pola serta asosiasi obyek. Obyek-obyek yang diamati pada proses ini selanjutnya dikelaskan dalam salah satu jenis penggunaan lahan sebagai berikut: tanaman pertanian lahan basah (TPLB), tanaman pertanian lahan kering (TPLK), lahan terbangun (LT), tambak, mangrove dan badan air. 3.3.2.3. Klasifikasi Klasifikasi merupakan proses pengelompokan data atau informasi ke dalam kelas-kelas untuk mendapatkan gambaran yang lebih sederhana dan menunjukkan bahwa suatu objek memiliki karakter yang spesifik. Proses dari klasifikasi antara lain (1) membuat deskripsi dari kelas-kelas tertentu lalu memasukkan objek-objek ke dalam kelas tertentu, (2) membagi wilayah menjadi daerah-daerah yang lebih kecil dan lebih homogen. Tujuan dari klasifikasi pada penelitian ini adalah untuk memperoleh kelaskelas penggunaan lahan atau penutup lahan di Kabupaten Bekasi. Citra Landsat tahun akuisisi 1995 dan 2000, serta data ALOS AVNIR-2 tahun 2006 dan 2009 pada penelitian ini diklasifikasikan dengan cara digitasi on-screen. Digitasi onscreen merupakan proses digitasi yang dilakukan di atas layar monitor dengan bantuan mouse. Digitasi on-screen dapat digunakan sebagai alternatif masukan data digital tanpa menggunakan alat digitizer. Tiga unsur (feature) spasial yang dapat dibentuk antara lain titik, garis, dan poligon. Setelah proses digitasi selesai dilakukan maka didapatkan peta penggunaan lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995, 2000, 2006 dan 2009. 3.3.3. Pengecekan Lapang Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak tiga kali pada bulan Oktober 2009. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan GPS dan titik pengambilan
contoh
diambil
secara
acak
terstratifikasi
berdasarkan
pengelompokan jenis penggunaan lahan. Pengecekan data lapang dilakukan untuk mengambil data penggunaan lahan aktual untuk memperkuat hasil analisis dan
12
interpretasi sehingga hasil akhir dapat memiliki akurasi yang tinggi. Titik pengambilan contoh pada bagian selatan lebih banyak dibandingkan pada bagian utara. Hal ini dilakukan karena pada bagian utara, penggunaan lahan relatif homogen yaitu pertanian lahan basah. Sedangkan pada bagian selatan, penggunaan lahan bervariasi sehingga dibutuhkan pengambilan contoh yang lebih banyak agar tidak terjadi kesalahan pada waktu menginterpretasi citra. Gambar berikut menunjukkan peta lokasi contoh pengamatan lapang. 720000
735000
750000
9345000
U
5
0
9345000
Peta Dasar Survei Lapang Kabupaten Bekasi Tahun 2009
5 Km
Laut Jawa #
#
# #
Titik Pe n ga m b ila n Sa m p le B ata s Ke ca m a ta n
Muaragembong ## #
9330000
9330000
Cabangbungin
#
#
DKI Jakarta
#
Babelan
#
Sukawangi Sukakarya
#
#
Pebayuran
#
Tambelang Tambun Utara
#
#
#
#
#
9315000
9315000
Tarumajaya
Sukatani Karangbahagia
Cibitung Tambun Selatan
Kedungwaringin
#
# #
Cikarang # Barat #
Cikarang##Timur
#
#
#
#
#
Cikarang Selatan
#
#
#
#
Karawang
# #
Setu
#
#
#
Cikarang ##Pusat #
#
#
Serang Baru # #
#
#
Cibarusah # #
#
#
# #
#
Bojongmangu # #
720000
# #
735000
9285000
9285000
##
Bogor
9300000
9300000
#
Cikarang Utara
#
Kota Bekasi
#
750000
Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan Tahun 2009
13
3.3.4. Analisis Statistik 3.3.4.1. Analisis Korelasi Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan peubah penduga yang ada di wilayah penelitian. Analisis korelasi dilakukan dengan memanfaatkan persamaan berikut. Sedangkan Tabel 2 menunjukkan peubah yang digunakan dalam analisis korelasi.
r xy =
∑ xy − (∑ x.∑ y) / n (∑ x − (∑ x) / n)(∑ y − (∑ y ) 2
2
2
2
/ n)
Tabel 2. Peubah-peubah dalam Analisis Korelasi Peubah Tujuan (Y) - Perubahan TPLB-LT - Perubahan TPLB-TPLK - Perubahan TPLK-LT
-
Peubah Penduga (X) Jarak ke Jalan Tol Jarak ke Jalan Arteri Jarak ke Jalan Kolektor Jarak ke Jalan Lokal Jarak ke Jalan Kereta Api Rangkap Jarak ke Jalan Kereta Api
3.3.4.2. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression) Analisis regresi bertatar dilakukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara perubahan penggunaan lahan TPLB, TPLK dan lahan terbangun sebagai peubah tujuan dengan jumlah dan jenis fasilitas, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi (PDRB), aksesibilitas, dan rencana tata ruang wilayah sebagai peubah penduga. Analisis regresi bertatar dimulai dengan memilih peubah satu per satu hingga didapatkan persamaan yang terbaik. Jenis penambahan peubah ditentukan dengan menggunakan nilai F parsial, hal ini dilakukan untuk memilih peubah yang akan dimasukkan pada proses selanjutnya. Setelah peubah dimasukkan, persamaan akan diuji untuk melihat jika ada peubah yang harus dihapus dan sekaligus untuk melihat tingkat kesalahan tertentu (Draper and Smith, 1998). Peubah yang digunakan dalam stepwise regression ditampilkan pada Tabel 3.
14
Tabel 3. Peubah-peubah dalam Analisis Regresi Peubah Tujuan (Y) Perubahan TPLB-LT Perubahan TPLB-TPLK Perubahan TPLK-LT Luas Perubahan Penggunaan Lahan (Ha) - Luas Perubahan Penggunaan Lahan Proporsional (%) -
-
Peubah Penduga (X) Kepadatan Penduduk Fasilitas Pendidikan Fasilitas Kesehatan Fasilitas Ekonomi Fasilitas Sosial PDRB Alokasi RTRW Untuk TPLB Alokasi RTRW Untuk TPLK Jarak ke Jalan Tol Jarak ke Jalan Arteri Jarak ke Jalan Kolektor Jarak ke Jalan Lokal Jarak ke Jalan Kereta Api Rangkap Jarak ke Jalan Kereta Api Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-LT 00-09 Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-TPLK 00-09 Perubahan Penggunaan Lahan TPLK-LT 00-09
15 Kepadatan Penduduk 2002-2007
ALOS AVNIR 2006
Peta Jalan
PDRB ADH Konstan 2002-2007
Fasilitas (PODES 2003, 2006 dan 2008)
Teknik Pendugaan Perubahan
Luas Perubahan Penggunaan Lahan
Dokumen RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 1993&2003
Aksesibilitas (Jalan)
Peubah Penduga (X)
Tabulasi Silang
Koreksi Geometri Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk
ALOS AVNIR 2006 Terkoreksi
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju Pertumbuhan Fasilitas
Alokasi Ruang Tiap Penggunaan Lahan
Peubah Penduga (X) ALOS AVNIR 2009
Landsat 2000
Peubah Tujuan (Y)
Landsat 1995
Analisis Regresi Bertatar
Analisis Korelasi
Koreksi Geometri
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Penggunaan Lahan
ALOS AVNIR 2009 Terkoreksi
Landsat 2000 Terkoreksi
Landsat 1995 Terkoreksi
RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 1993-2003
Klasifikasi
Penggunaan Lahan 2006
Penggunaan Lahan 2009
Penggunaan Lahan 2000
Tumpang Tindih
Tabulasi Silang
Teknik Pendugaan Perubahan
Pola Perubahan Penggunaan Lahan
Laju Perubahan Penggunaan Lahan
RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2003-2013
Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan 2009
Tabulasi Silang
Tumpang Tindih
Perubahan Alokasi Ruang
Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi RTRW
Aksesibilitas (Jalan)
Peubah Tujuan (Y)
Peubah Penduga (X)
Penggunaan Lahan 1995
Analisis Korelasi
Dinamika Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 1995 sampai 2009
Pola Penataan Ruang Kabupaten Bekasi Periode 1993-2003 dan 2003-2013
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH
4.1. Keadaan Geografi Berdasarkan bentang lahannya, Kabupaten Bekasi terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian lokasi di Kabupaten Bekasi berkisar antara 6-115 meter dengan kemiringan 0-25º. Luas wilayah Kabupaten Bekasi adalah sebesar 127.388 Ha dengan batas-batas wilayah: •
Sebelah Utara
: Laut Jawa
•
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bogor
•
Sebelah Barat
: DKI Jakarta dan Kota Bekasi
•
Sebelah Timur
: Kabupaten Karawang
4.2. Iklim dan Suhu Suhu udara yang terpantau di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28-32º C. Musim kemarau berlangsung dari Juni hingga Oktober dengan curah hujan ratarata 32 mm/tahun. Musim hujan terjadi mulai bulan Nopember hingga Mei dengan curah hujan rata-rata 207 mm/bulan. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari. 4.3. Administrasi dan Luas Lahan Setelah Perda No. 26 Tahun 2001 tentang penataan, pembentukan dan pemekaran kecamatan di Kabupaten Bekasi, maka wilayah Kabupaten Bekasi terbagi kedalam 23 kecamatan. Kecamatan yang terluas adalah Muaragembong dengan cakupan 14.009 Ha atau 11% dari luas Kabupaten. Sedangkan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Pebayuran sebanyak 13 desa. Tabel 4 menunjukkan komposisi jumlah desa per kecamatan.
17
Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa menurut Kecamatan, 2006 Kecamatan Kode
Nama
Luas Wil. (Ha)
Desa
10
Setu
6.216
11
21
Serang Baru
6.380
8
22
Cikarang Pusat
4.760
6
23
Cikarang Selatan
5.174
7
30
Cibarusah
5.039
7
31
Bojongmangu
6.006
6
41
Cikarang Timur
5.131
8
50
Kedungwaringin
3.153
7
61
Cikarang Utara
4.330
11
62
Karangbahagia
4.610
8
70
Cibitung
4.530
7
71
Cikarang Barat
5.369
11
81
Tambun Selatan
4.310
10
82
Tambun Utara
3.442
8
90
Babelan
6.360
9
100
Tarumajaya
5.463
8
110
Tambelang
3.791
7
111
Sukawangi
6.719
7
120
Sukatani
3.752
7
121
Sukakarya
4.240
7
130
Pebayuran
9.634
13
140
Cabangbungin
4.970
8
150
Muaragembong
14.009
6
127.388
187
Kabupaten Bekasi Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2006
4.4. Kependudukan Penduduk Bekasi tahun 2006 mencapai 2.054.795 jiwa, yang terdiri dari 1.047.691 laki-laki dan 1.007.104 perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 104,03 (Tabel 5). Penduduk menurut umur menunjukkan bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) mendominasi populasi wilayah atau mencapai 1.417.161 orang (68,97%). Sedangkan penduduk yang belum produktif (<10 tahun) tercatat sebesar 373.868 orang atau 18,19% dan yang tidak produktif lagi (>65 tahun) adalah sebesar 62.755 orang atau 3,05%.
18
Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2006 Kecamatan Kode
Nama
Luas Wil. (Ha)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
10
Setu
6.216
39.442
38.334
77.776
21
Serang Baru
6.380
32.006
31.162
63.168
22
Cikarang Pusat
4.760
20.966
20.838
41.804
23
Cikarang Selatan
5.174
42.195
40.190
82.385
30
Cibarusah
5.039
31.484
29.558
61.042
31
Bojongmangu
6.006
12.390
12.301
24.691
41
Cikarang Timur
5.131
38.011
36.748
74.759
50
Kedungwaringin
3.153
26.728
25.496
52.224
61
Cikarang Utara
4.330
83.256
79.290
162.546
62
Karangbahagia
4.610
39.540
38.411
77.951
70
Cibitung
4.530
74.587
71.263
145.850
71
Cikarang Barat
5.369
81.585
76.046
157.631
81
Tambun Selatan
4.310
175.650
170.130
345.780
82
Tambun Utara
3.442
45.807
44.414
90.221
90
Babelan
6.360
76.189
72.943
149.132
100
Tarumajaya
5.463
42.907
40.585
83.492
110
Tambelang
3.791
17.775
17.344
35.119
111
Sukawangi
6.719
21.210
20.762
41.972
120
Sukatani
3.752
32.632
31.707
64.339
121
Sukakarya
4.240
22.471
21.857
44.328
130
Pebayuran
9.634
47.304
45.745
93.049
140
Cabangbungin
4.970
24.713
24.285
48.998
150
Muaragembong
14.009
18.843
17.695
36.538
127.388
1.047.691
1.007.104
2.054.795
Kabupaten Bekasi Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2006
Keberadaan penduduk menurut kecamatan tidak menyebar secara merata. Penduduk Bekasi umumnya berdomisili di Kecamatan Tambun Selatan dengan proporsi sebesar 16,83%, sedangkan paling sedikit di Kecamatan Bojongmangu yaitu 1,20%. Tingkat kesejahteraan penduduk dapat diduga dari struktur mata pencaharian. Mayoritas penduduk Kabupaten Bekasi memiliki mata pencaharian di bidang perdagangan, hotel, dan restoran (28,5%), diikuti oleh jasa (20,2%), industri (19,5%), pertanian (11,5%), angkutan (11,2%), dan sisanya di bidang bangunan/konstruksi (3,8%), bank/lembaga keuangan (3,8%), listrik, gas, dan air minum (0,8%), pertambangan & penggalian (0,7%).
19
4.5. Sosial Ekonomi Indikator ekonomi yang digunakan untuk memberikan gambaran ekonomi riil adalah pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga (ADH) Berlaku dan Atas Dasar Harga (ADH) konstan. PDRB ADH konstan dikenal juga sebagai Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Sedangkan indikator sosial ekonomi lain yang biasa digunakan antara lain tingkat inflasi, angka pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pertumbuhan penduduk. Tabel berikut menyajikan dinamika sosial ekonomi wilayah studi selama tahun 2006-2007. Tabel 6. Indikator Sosial-Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2006-2007 Indikator PDRB ADH konstan 2000(juta Rp)
2006
2007
43.793.374,65
46.480.291,50
5,99
6,14
66.519.529,55
73.867.761,25
6,45
6,04
Angka pengangguran terbuka (%)
15,90
15,12
Indeks Pembangunan Manusia
70,72
71,55
3,84
3,48
1.051.749,84
1.320.962,39
14.750.337,26
16.663.783,33
Pertumbuhan ekonomi (%) PDRB ADH berlaku (juta Rp) Laju inflasi (%)
Laju pertumbuhan penduduk (%) Konsumsi pemerintah (juta Rp) Konsumsi rumah tangga (juta Rp) Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2007
Sebagai daerah yang memiliki cukup banyak kawasan industri, Kabupaten Bekasi merupakan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu 3,48 % pada tahun 2007. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berakibat pada tidak seimbangnya antara kesempatan kerja dengan pencari kerja. Ini terlihat dari angka pengangguran yang mencapai 15,12 % pada tahun 2007, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan adanya peningkatan kesempatan kerja yang berpengaruh secara nyata terhadap angka pengangguran. Indikator PDRB yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi sesungguhnya adalah PDRB berdasarkan harga konstan karena menunjukkan produksi/potensi tanpa dipengaruhi inflasi. Meskipun PDRB menurut harga berlaku terlihat meningkat secara nyata, tetapi dalam kenyataannya PDRB menurut harga konstan relatif stabil.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang
khas
sehingga
obyek-obyek
tersebut
dapat
diinterpretasi
dengan
menggunakan unsur interpretasi citra diantaranya bentuk, rona dan tekstur. Berdasarkan tampilan di layar komputer dan pengamatan lapang didapatkan beberapa penggunaan lahan diantaranya, tanaman pertanian lahan basah (meliputi sawah pada berbagai fase tumbuh: fase air, fase vegetatif, fase generatif, bera), tanaman pertanian lahan kering (kebun campuran/tegalan), lahan terbangun (permukiman/areal industri), tambak, mangrove dan badan air. Berikut ini diuraikan masing-masing ciri kelas penggunaan lahan yang ada. Tanaman
pertanian
lahan
basah.
Kelas
penggunaan
lahan
ini
merepresentasikan pertanian padi pada lokasi studi. Kelas ini merupakan gabungan dari berbagai fase penutupan (tanaman atau permukaan) yaitu sawah fase air dimana padi baru saja ditanam dengan umur sekitar satu bulan, sawah fase vegetatif dimana padi berumur sekitar 2-3 bulan, sawah fase generatif dimana padi berumur 3-4 bulan dan siap panen, dan sawah fase bera yang merupakan fase istirahat dimana pada areal ini hanya terdapat sisa tegakan jerami dari padi yang sudah dipanen. Pada citra, tanaman pertanian lahan basah ditampilkan dengan rona/warna beragam. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000 dengan kombinasi RGB 542, sawah fase air ditampilkan berwarna biru tua dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna kuning dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna ungu kemerahan dengan tekstur halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009 dengan kombinasi warna alami (natural colour), sawah fase air digambarkan dengan warna hijau kebiruan dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna hijau dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur halus.
21 Tanaman pertanian lahan kering. Tanaman pertanian lahan kering merupakan areal berupa kebun campuran dan/tegalan. Tanaman pertanian lahan kering biasanya ditanami tanaman tahunan dan tanaman setahun yang bercampur dengan belukar. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, tanaman pertanian lahan kering terlihat berwarna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, tanaman pertanian lahan kering berwarna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman. Tanaman pertanian lahan kering di daerah penelitian cenderung menyebar tetapi banyak dijumpai di daerah selatan. Gambar-gambar berikut menunjukkan perbandingan obyek penggunaan lahan pada citra Landsat dan ALOS AVNIR-2. Sedangkan Tabel 7 menyajikan kunci interpretasi visual pada masing-masing citra yang digunakan.
Tabel 7. Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR-2 No. 1.
Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah - Fase Air - Fase Vegetatif - Fase Generatif - Fase Bera
2.
3.
Tanaman Pertanian Lahan Kering Lahan Terbangun
4.
Tambak
5.
Mangrove
6.
Badan Air
Kenampakan Objek Landsat
ALOS
Warna biru tua dengan tekstur halus Warna hijau muda dengan tekstur halus Warna kuning dengan tekstur halus Warna ungu kemerahan dengan tekstur halus Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman Warna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar
Warna hijau sedikit biru dengan tekstur halus Warna hijau muda dengan tekstur halus Warna hijau dengan tekstur halus
Warna biru tua dengan tekstur halus Warna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus Warna biru dengan tekstur halus
Warna hijau agak coklat dengan tekstur halus Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus Warna biru dengan tekstur halus
Warna kuning agak coklat dengan tekstur halus Warna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman Warna merah agak oranye dan putih dengan tekstur kasar
22
a.
b.
c.
Gambar 4. Penampakan Objek Pada Citra Landsat (a) TPLB fase air, (b) TPLB fase bera, (c) TPLK, (d) Tambak, (e) Mangrove, (f) TPLB fase vegetatif, (g) Lahan Terbangun, (h) Badan air, (i) TPLB fase generatif
a.
b.
c.
Gambar 5. Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR (a) TPLB fase bera, (b) Lahan Terbangun, (c) TPLB fase air, (d) TPLB fase vegetatif, (e) TPLB fase generatif, (f) Tambak, (g) Mangrove, (h) TPLK, (i) Badan air Lahan terbangun. Lahan terbangun merupakan kelas gabungan areal permukiman dengan areal industri di daerah penelitian. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, lahan terbangun disajikan berwarna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, lahan terbangun ditandai dengan warna merah kekuningan dan putih dengan tekstur kasar. Obyek ini memiliki pola teratur mengikuti jalan dan sungai dan pola kurang teratur yang berbaur dengan vegetasi. Pada areal industri, pola terlihat lebih teratur dengan bentuk poligon yang jelas, sedangkan pada areal permukiman, pola ditunjukkan kurang teratur dan menyebar. Tambak. Tambak merupakan kolam buatan untuk budidaya ikan/udang. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, tambak berwarna biru tua dengan tekstur
23 halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, tambak berwarna hijau kecoklatan dengan tekstur halus. Tambak memiliki batas yang jelas dan ukuran bedengan lebih besar dari tanaman pertanian lahan basah. Mangrove. Mangrove merupakan tanaman yang tumbuh di atas rawa berair payau yang terletak pada pinggir pantai. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, mangrove berwarna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, mangrove berwarna hijau tua dan berlokasi di pinggir laut dan tambak. Badan air. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000 serta citra ALOS tahun 2006 dan 2009, badan air berwarna biru dengan tekstur halus. Badan air dapat berupa sungai, danau/situ dan laut. Pola penggunaan lahan wilayah studi hasil interpretasi visual disajikan pada gambar berikut.
24
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi
0 0 0 5 1 3 9 0 0 0 0 0 3 9
Setu
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Selatan
Setu
Cikarang Pusat Serang Baru
Bojongmangu
5
0
5Km
Kab. Bogor
5
0
Cikarang Pusat Serang Baru
5
0
5Km
Bojongmangu
Cibarusah
Kab. Bogor
0 0 0 5 8 2 9
d.
0 0 0 5 8 2 9
U
0
5 Km
KABUPATEN BEKASI KOD.TANGERANG DKI JAKARTA KABUPATEN TANGERANG
KOD.BEKASI KOD.DEPOK
KABUPATEN BOGOR KOD.BOGOR
0
5Km
Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2000 Batas Kecamatan Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak TPLB TPLK
Gambar 6. Hasil Klasifikasi (a) Citra Landsat Tahun 1995, (b) Citra Landsat Tahun 2000, (c) Citra ALOS AVNIR Tahun 2006 dan (d) Citra ALOS AVNIR Tahun 2009
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
c.
5
5
Cibarusah
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
b.
Setu
Bojongmangu
Kab. Bogor
0 0 0 5 8 2 9
a.
Cikarang Selatan
Cikarang Pusat
5Km
Cibarusah
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 0 0 3 9
Serang Baru
Bojongmangu
Cibarusah
Cikarang Timur Cikarang Barat
0 0 0 5 8 2 9
Serang Baru
Cikarang Utara
Cikarang Timur
Cikarang Selatan
Cikarang Pusat
Kedungwaringin
Tambun Selatan
Kod. Bekasi
Cikarang Barat 0 0 0 0 0 3 9
Setu
Kedungwaringin Cikarang Utara
Cikarang Timur
0 0 0 0 0 3 9
Karangbahagia Cibitung
Tambun Selatan
Kod. Bekasi
Cikarang Barat
Cikarang Selatan
DKI Jakarta
DKI Jakarta
0 0 0 5 1 3 9
Kedungwaringin
Cikarang Timur Cikarang Barat
Sukatani
Karangbahagia
Cikarang Utara
Pebayuran
Tambun Utara
Cibitung
Tambun Selatan
Kod. Bekasi
0 0 0 5 1 3 9
Sukakarya Tambelang
0 0 0 5 8 2 9
DKI Jakarta
Sukatani
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 0 3 3 9
DKI Jakarta
Tambun Utara
Sukawangi Babelan
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 5 4 3 9
Kedungwaringin
Pebayuran
Tambelang
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 5 1 3 9
Sukakarya
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 0 3 3 9
Sukatani
Sukawangi
Karangbahagia
Cikarang Utara
0 0 0 0 3 3 9
Tambun Utara
Cabangbungin Tarumajaya
Babelan
Cibitung
Tambun Selatan
Kab. Karawang
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 5 4 3 9
Pebayuran
Tambelang
Karangbahagia
Kab. Bogor
0 0 0 5 4 3 9
Sukakarya
Cibitung
0 0 0 5 4 3 9
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin
Sukawangi
0 0 0 0 5 7
Sukatani
Kod. Bekasi
Kab. Karawang
Tarumajaya
Babelan
0 0 0 5 3 7
Tambun Utara
0 0 0 0 2 7
Pebayuran
Tambelang
0 0 0 0 5 7
Sukakarya
Muaragembong
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin
Sukawangi Babelan
0 0 0 5 3 7
Kab. Karawang
Tarumajaya
Laut Jawa
Muaragembong
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin
0 0 0 5 4 3 9
Laut Jawa
Muaragembong
Kab. Karawang
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 5 4 3 9
Laut Jawa
Muaragembong 0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 0 2 7
0 0 0 5 4 3 9
Laut Jawa
Tarumajaya
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 5 4 3 9
25
5.2. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi 5.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Seperti terangkum dalam Tabel 8 dan Gambar 7, penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak berubah terutama pada penggunaan lahan tanaman pertanian lahan basah. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Laju peningkatan luas penggunaan lahan yang terbesar adalah badan air sebesar 7,9 %, tetapi dilihat dari total luasannya perubahan penggunaan lahan yang terbesar adalah peningkatan luas lahan terbangun yaitu sebesar 11806,02 ha. Sedangkan laju penurunan penggunaan lahan terbesar terjadi pada kelas TPLK yaitu sebesar 1,7 % atau seluas 8131,12 ha. Tabel 8. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Luas (Ha) Penggunaan Lahan Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak Tanaman Pertanian Lahan Basah Tanaman Pertanian Lahan Kering
1995
Laju Perubahan Luas Per Tahun (%)
2000
2006
2009
138,26
196,08
330,72
330,72
7,9%
8570,98
11586,76
17296,65
20377
7,3%
298,38
451,38
401,72
401,72
2,9%
9367,02
9582,94
7893,54
7893,54
-1,1%
73125,46
72401,33
72722,41
70690,30
-0,2%
37141,42
34468,2
30058,53
29010,30
-1,7%
Gambar 7. Dinamika Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi
26
Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa penggunaan tanaman pertanian lahan basah di Kabupaten Bekasi merupakan penggunaan lahan yang dominan diikuti oleh tanaman pertanian lahan kering dan lahan terbangun. Hal ini dipengaruhi oleh topografi daerah penelitian yang relatif datar. Gambar berikut menyajikan informasi yang diperoleh pada saat survei lapang.
a. (107,11 ; -6,19)
b. (107,03 ; -6,00)
c. (107,17 ; -6,46)
d. (107,08 ; -6,38)
e. (107,11 ; -6,30) Gambar 8. Foto pengecekan lapang (a) TPLB, (b) Tambak, (c) Badan Air, (d) TPLK, (e) Lahan Terbangun Konversi lahan di Kabupaten Bekasi cenderung terjadi dalam rangka menyediakan lahan untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Lahan
27
terbangun cenderung terus meningkat sesuai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Bekasi. Pada kurun waktu 11 tahun (dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006), perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi cenderung membentuk gerombol (cluster). Perubahan penggunaan lahan yang menggerombol terjadi di Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur dan Cikarang Selatan yang merupakan kecamatan dengan basis industri berskala menengah dan besar serta merupakan kecamatan yang menjadi pusat perdagangan dan jasa. Sedangkan Cikarang Pusat yang merupakan ibukota Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak mengalami perubahan. Perubahan yang umum terjadi di ibukota Kabupaten Bekasi tersebut adalah dari pertanian lahan basah menjadi lahan terbangun (perkantoran dan pertokoan). Sedangkan di kecamatan lain, perubahan penggunaan lahan relatif menyebar secara spasial dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Perubahan yang dominan terjadi di lokasi selain ibukota Kabupaten Bekasi adalah dari pertanian lahan kering menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan terbesar pada kurun waktu 1995-2000 dan 2000-2006 terjadi di Kecamatan Cikarang Barat dan Cikarang Utara masingmasing sebesar 430,43 ha dan 1491,18 ha dengan bentuk perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat kecamatan yang tidak mengalami perubahan selama kurun waktu 11 tahun (1995-2006) yaitu Setu, Serang Baru dan Bojongmangu. Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, diketahui bahwa hal ini mungkin terjadi karena aksesibilitas ke wilayah tersebut cukup terbatas sampai saat ini. Pada periode pengamatan tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, perubahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi relatif menyebar secara tidak teratur dan mengindikasikan fenomena urban sprawl dengan pusat penyebaran berada di Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur dan Cikarang Selatan. Urban sprawl merupakan pertumbuhan periferi yang meluas dimana lokasinya tidak terbatas dan tidak berdekatan dengan pusat pembangunan kawasan metropolitan (Martinuzzi et al., 2006). Menurut Batisani et al. (2008), perkembangan urban sprawl merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi fragmentasi lahan dan penurunan luas lahan pertanian.
28
Hasse and Lathrop (2003) berpendapat bahwa urban sprawl merupakan salah satu bentuk spesifik dari perkembangan lahan terbangun yang memiliki kepadatan rendah, menyebar dan memiliki dampak karakteristik sosial. Lokasi perubahan penggunaan lahan pada periode 2000-2006 diindikasikan menjadi pusat penyebaran perubahan penggunaan lahan pada periode berikutnya (2006-2009). Pada kurun waktu 2006-2009 perubahan pengggunaan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Muaragembong dengan perubahan TPLB menjadi TPLK. Sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun maupun penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun terjadi hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Bekasi. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan penggunaan lahan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 adalah Bojongmangu. Dari hasil survei lapang diketahui bahwa walaupun Kecamatan Bojongmangu berdekatan dengan ibukota Kabupaten Bekasi, kecamatan ini memiliki aksesibilitas yang sangat terbatas dan lokasi kecamatan ini jauh dari jalan tol, jalan arteri dan jalan kolektor utama di Kabupaten Bekasi. Selain itu kecamatan ini juga memiliki topografi yang bergelombang dan memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Kabupaten Bekasi yaitu 25.508 jiwa serta nilai PDRB perkapita yang kecil yaitu 5.891.279,99 rupiah (BPS Kabupaten Bekasi, 2007). Tabel 9 menyajikan secara rinci luas perubahan penggunaan lahan dari pengggunaan TPLB menjadi lahan terbangun per kecamatan.
29
Tabel 9. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun Kecamatan Babelan Bojongmangu Cabangbungin Cibarusah Cibitung Cikarang Barat Cikarang Pusat Cikarang Selatan Cikarang Timur Cikarang Utara Karangbahagia Kedungwaringin Muaragembong Pebayuran Serang Baru Setu Sukakarya Sukatani Sukawangi Tambelang Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya Total Perubahan Per Tahun (Ha)
95-00
Luas (Ha) 00-06 109,49
06-09 196,53 24,30
60,04 179,99 12,47
31,78
54,31 4,70
11,98 355,27 71,04
25,43 26,98 215,79 66,59 13,85 299,37 371,71 21,47 33,27
192,80 180,06 76,91 38,70 230,97 99,41
39,89
25,69
10,65 14,83
47,53 5,65 74,06 7,08
0,42 17,08 35,18 230,90 104,21 1637,11 272,85
155,47 80,93 64,01 1500,1 500,03
Tabel 9 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi lahan terbangun pada kurun waktu 1995 sampai 2000 terjadi hanya di beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Cikarang Barat (60,04 ha), Cikarang Selatan (179,99 ha), Cikarang Timur (12,47 ha), Kedungwaringin (31,78 ha), Sukakarya (54,31 ha), Sukawangi (4,70 ha) dan Tarumajaya (11,98 ha). Sedangkan pada kurun waktu 2000 sampai 2006 dan kurun waktu tahun 2006 sampai 2009 perubahan terjadi menyebar hampir di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Bojongmangu, Muaragembong dan Serang Baru. Pada kedua periode tersebut perubahan terbesar terjadi di Kecamatan Cikarang Utara, masing-masing sebesar 371,71 ha dan 230,97 ha. Dilihat dari rata-rata luas perubahannya, perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun terbesar terjadi pada kurun waktu 2006 sampai 2009, dengan rata-rata luas perubahan 500,03 ha per tahun. Sementara pada periode sebelumnya rata-rata perubahan sebesar 71,04 ha pada 1995-2000 dan 272,85 ha pada 2000-2006. Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun seharusnya tidak boleh terjadi. UU No.41 Pasal
30
51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak irigasi dan infrastruktur lainnya serta mengurangi kesuburan tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”. Apabila hal itu dilakukan, orang tersebut harus melakukan rehabilitasi terhadap lahan yang dirusak. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dimaksud adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok (TPLB). Terjadinya perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian pemerintah terhadap penggunaan lahan pertanian. Berikutnya pada Tabel 10 disajikan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun. Tabel 10. Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun Kecamatan Babelan
95-00
Luas (Ha) 00-06 06-09
511,81
113,34
6,19
215,31
Bojongmangu Cabangbungin Cibarusah Cibitung
40,86 82,26
44,6
140,92
Cikarang Barat
370,39
437,91
257,58
Cikarang Pusat
24,81
138,67
239,91
Cikarang Selatan
110,84
Cikarang Timur
721,25
541,98
256,82
150,77
Cikarang Utara
234,20
1102,52
200,45
Karangbahagia
32,41
1,21
154,78
Kedungwaringin
10,65
172,33
Muaragembong
14,09
189,89
Pebayuran
69,89
Serang Baru
24,36
Setu Sukakarya
16,52 46,95
41,89
Sukatani
205,49
Sukawangi
207,26
92,67
Tambelang Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya Total Perubahan Per Tahun (Ha)
0,09
33,52
65,36
374,74
353,6
289,22 64,69 2619,52 523,90
13,78 4002,01 667,00
7,11
1804,36 601,45
31
Tabel 10 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun menyebar merata hampir di seluruh kecamatan pada tiga periode waktu kecuali Kecamatan Bojongmangu, Cibarusah, Pebayuran, Serang Baru, Setu dan Tarumajaya. Pada kurun waktu 1995 sampai 2000 perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Babelan sebesar 511,11 ha. Pada kurun waktu 2000 sampai 2006 terjadi perubahan di Kecamatan Cikarang Utara sebesar 1102,52 ha. Sedangkan pada kurun waktu 2006 sampai 2009, perubahan sebesar 541,98 ha terjadi di Kecamatan Cikarang Selatan. Jika dilihat dari total luas dan rata-rata luas perubahan penggunaan lahan per tahunnya, perubahan penggunaan lahan dari TPLK menjadi lahan terbangun terjadi pada kurun waktu 2000 sampai 2006 yaitu sebesar 667,00 ha per tahun. Tabel 11. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK Luas (Ha)
Kecamatan 95-00
00-06
06-09
Babelan Bojongmangu Cabangbungin Cibarusah Cibitung
4,49
Cikarang Barat
2,54 9,22
Cikarang Pusat
12,24
Cikarang Selatan
60,10
Cikarang Timur
16,95
23,72
Cikarang Utara Karangbahagia
11,06
Kedungwaringin Muaragembong
625,76
Pebayuran Serang Baru Setu
94,09
Sukakarya Sukatani
19,06
Sukawangi Tambelang
4,19
Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya
7,83
Total
0
93,78
797,47
Perubahan Per Tahun (Ha)
0
15,63
265,82
32
Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK seperti ditunjukkan Tabel 11 tidak terjadi pada kurun waktu 1995 sampai 2000. Pada kurun waktu 2000 sampai 2006, perubahan hanya terjadi di Kecamatan Cibitung (4,49 ha), Cikarang Pusat (12,24 ha), Cikarang Selatan (60,10 ha) dan Cikarang Timur (16,95 ha). Pada periode tersebut, Kecamatan Cikarang Selatan merupakan kecamatan yang mengalami perubahan terluas yaitu sebesar 60,10 ha. Sedangkan pada kurun waktu 2006 sampai 2009 perubahan terlihat lebih menyebar dan perubahan dominan terjadi di Kecamatan Muaragembong yaitu seluas 625,76 ha. Dilihat dari rata-rata luas perubahannya, perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK terbesar terjadi pada kurun waktu 2006 sampai 2009 dengan ratarata luas perubahan 265,82 ha dari rata-rata perubahan pada periode sebelumnya sebesar 15,63 ha. Dua jenis perubahan penggunaan lahan, yaitu TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLB menjadi TPLK diketahui memiliki rata-rata luas perubahan paling tinggi pada kurun waktu 2006 sampai 2009. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLB menjadi TPLK semakin cepat tiap tahunnya. Sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun memiliki rata-rata luas perubahan terbesar pada periode waktu 2000 sampai 2006.
Gambar 9. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1995-2009 Gambar 9 memperlihatkan bahwa penurunan luas penggunaan lahan tertinggi di Kabupaten Bekasi adalah TPLK sedangkan peningkatan luas penggunaan lahan terbesar adalah lahan terbangun. Berubahnya fungsi lahan di Kabupaten Bekasi merupakan salah satu indikasi dari berlakunya Perda No. 13
33
Tahun 1998 yang menetapkan Kabupaten Bekasi sebagai zona industri, sehingga lahan pertanian akan semakin banyak dikonversi menjadi lahan terbangun (industri, permukiman dan pertokoan). Sebaran spasial perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bekasi pada tiga periode waktu yang berbeda disajikan pada Gambar berikut. 5.2.2. Keterkaitan antara Beberapa Jenis Akses Jalan dengan Perubahan Penggunaan Lahan Analisis korelasi berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan jenis jalan (aksesibilitas). Analisis tersebut dapat menggambarkan keterkaitan antara aksesibilitas terhadap dinamika alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi. Hasil analisis korelasi ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12. Korelasi Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jenis Jalan Jenis Jalan Jalan Lokal
TPLK-LT 0,004
TPLB-TPLK
TPLB-LT 0,110
Jalan Kolektor
-0,061
0,342
0,107 -0,037
Jalan Arteri
-0,031
0,321
0,007
Jalan Tol
-0,057
0,278
-0,026
Jalan Kereta Api
-0,009
0,328
-0,001
Jalan Kereta Api Rangkap -0,064 -0,015 0,272 Yang dicetak tebal merupakan peubah yang berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95%
Dari hasil analisis korelasi, ditunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK berkorelasi positif dengan jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan kereta api dan jalan kereta api rangkap. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan luas penggunaan lahan TPLK disertai penurunan luas penggunaan lahan TPLB dipengaruhi oleh kedekatan terhadap jalan. Sedangkan perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi lahan terbangun hanya berkorelasi positif dengan jalan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan terbangun yang berasal dari penggunaan lahan TPLB memiliki hubungan dengan aksesibilitas ke jalan lokal. Jalan kereta api rangkap merupakan moda transportasi yang memiliki pengaruh paling kecil terhadap perubahan penggunaan lahan. Hal ini disebabkan penggunaan lahan di sekitar jalan kereta umumnya telah berupa lahan terbangun sehingga penggunaan lahan ini tidak akan berubah menjadi penggunaan lahan yang lain.
34
Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi 0 0 0 5 4 3 9
Kab. Karawang
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 5 1 3 9
Pebayuran Tambun Utara Sukatani
Karangbahagia
0 0 0 5 1 3 9
DKI Jakarta
0 0 0 5 1 3 9
Sukatani
DKI Jakarta
Tambun Utara
Sukakarya Tambelang
Sukawangi Babelan
Pebayuran Tambun Utara Sukatani
Karangbahagia
Cibitung
Karangbahagia
Cibitung Kedungwaringin
Tambun Selatan
Cibitung Kedungwaringin
Tambun Selatan
Cikarang Utara
Kod. Bekasi
Cikarang Utara
Kod. Bekasi
Cikarang Timur
Cikarang Barat
Cikarang Timur
Cikarang Barat 0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Barat
Cikarang Selatan
0 0 0 0 0 3 9
Setu
Cikarang Pusat
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Selatan
Setu
Cikarang Pusat
Cikarang Pusat
Serang Baru
5
0
5Km
Bojongmangu
Cibarusah
Kab. Bogor
0
5Km
Bojongmangu
0 0 0 5 8 2 9
5
KABUPATEN TANGERANG
KOD.BEKASI KOD.DEPOK
KABUPATEN BOGOR KOD.BOGOR
5Km
0
5 Km
Jalan Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-LT TPLB-TPLK TPLK-LT Perubahan Penggunaan Lahan 1995-2000 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2006 Batas Kecamatan
Gambar 10. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi (a) Tahun 1995-2000, (b) Tahun 2000-2006 dan (c) Tahun 2006-2009
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
c. U
KOD.TANGERANG DKI JAKARTA
0
0 0 0 5 8 2 9
b.
KABUPATEN BEKASI
5
Cibarusah
Kab. Bogor
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
a.
5
Cibarusah
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 5 8 2 9
Serang Baru
0 0 0 5 8 2 9
Serang Baru
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Selatan
Bojongmangu
Kedungwaringin
Tambun Selatan
Cikarang Utara
Cikarang Timur
Setu
Sukakarya Tambelang
0 0 0 0 0 3 9
Pebayuran
Sukawangi Babelan
0 0 0 5 1 3 9
Sukakarya Tambelang
Cabangbungin Tarumajaya
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin
Sukawangi
Kod. Bekasi
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 5 4 3 9
DKI Jakarta
0 0 0 5 4 3 9
Kab. Karawang
Tarumajaya
0 0 0 0 5 7
Muaragembong
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin
Babelan
0 0 0 5 3 7
Kab. Karawang
Kab. Bogor
Laut Jawa
Muaragembong
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 5 4 3 9
Laut Jawa
Muaragembong
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 0 2 7
0 0 0 5 4 3 9
Laut Jawa
Tarumajaya
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 5 4 3 9
35
5.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya (Ismail, 2004 dan Rahmasari, 2004), diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika penggunaan lahan diantaranya laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi serta jumlah dan jenis fasilitas disuatu wilayah. Laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah secara langsung dapat mempengaruhi laju peningkatan kepadatan penduduk dan berpotensi mempengaruhi dinamika penggunaan lahan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11, Kecamatan Tambun Selatan memiliki jumlah penduduk yang paling tinggi yaitu sebesar 357.821 jiwa pada tahun 2007. Sedangkan jumlah penduduk paling rendah terdapat di Kecamatan Bojongmangu yaitu sebesar 25.508 jiwa. Hal ini terjadi karena Kecamatan Tambun Selatan merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan keberadaannya akan berdampak pada jumlah penduduk. Sedangkan Kecamatan Bojongmangu memiliki jumlah penduduk paling rendah karena merupakan salah satu kecamatan yang jauh dari pusat kota Bekasi dan memiliki aksesibilitas yang rendah.
Gambar 11. Jumlah Pertumbuhan Penduduk tahun 2000 sampai 2007 Disamping jumlah dan pertumbuhan penduduk, faktor lain yang diduga terkait dengan perubahan penggunaan lahan adalah pertumbuhan ekonomi. PDRB menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Gambar 12 menunjukkan bahwa Kecamatan Cikarang Barat memiliki nilai PDRB paling tinggi. Hal ini terjadi karena Kecamatan Cikarang Barat merupakan salah satu kecamatan yang memiliki kegiatan utama industri. Sedangkan nilai PDRB yang
36
paling rendah terdapat di Kecamatan Bojongmangu yang merupakan wilayah dengan topografi bergelombang dan berada jauh dari pusat pertumbuhan. Sehingga hal ini menyebabkan rendahnya aktifitas perekonomian di Kecamatan Bojongmangu.
Gambar 12. Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003 sampai 2006 Laju perubahan jenis dan jumlah fasilitas di suatu wilayah juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan. Gambar 13 menunjukkan laju perubahan jumlah penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial. Kecamatan yang memiliki laju perubahan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Cibarusah. Kecamatan yang memiliki laju perubahan fasilitas pendidikan tertinggi adalah Kecamatan Tambun Utara. Kecamatan yang memiliki laju perubahan fasilitas kesehatan tertinggi adalah Kecamatan Cikarang Pusat. Kecamatan yang memiliki fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial paling tinggi adalah Kecamatan Setu dan Kecamatan Cibarusah. Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang letaknya dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan dan dekat dengan pusat perubahan penggunaan lahan.
37
Gambar 13. Rataan Laju Perubahan Jumlah Fasilitas per Tahun dari Tahun 2003 sampai 2008 5.2.3.1. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis) Analisis penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dilakukan dengan metode regresi bertatar dengan pendekatan forward stepwise. Peubah tujuan dalam analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun (disimbolkan sebagai PPL1), perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK (PPL2) dan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun (PPL3). Keseluruhan hasil analisis disajikan pada Tabel 13. Dari hasil analisis regresi PPL1, diketahui bahwa peubah yang berperan positif adalah jarak jalan arteri dan jalan lokal. Dari hasil tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: semakin jauh jarak terhadap jalan arteri dan jalan lokal maka kejadian perubahan TPLB menjadi lahan terbangun akan semakin tinggi. Artinya perubahan penggunaan lahan khususnya dari TPLB menjadi lahan terbangun banyak terjadi di lokasi yang jauh dari jalan arteri dan jalan lokal. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk, laju fasilitas ekonomi, luas perubahan badan air, luas perubahan TPLB, alokasi ruang untuk TPLB, jarak terhadap jalan kereta api dan jalan kolektor berperan negatif dalam PPL1. Hal ini dapat terjadi diantaranya karena perubahan dari TPLB ke lahan terbangun terjadi khususnya terkait dengan pengembangan kawasan industri dan jasa pemerintahan. Artinya perkembangan yang terjadi terkait dengan pengembangan lokasi aktifitas bukan lokasi tempat tinggal penduduk. Dari hasil analisis regresi PPL2 (perubahan dari TPLB menjadi TPLK), diketahui bahwa peubah yang berperan positif diantaranya laju fasilitas kesehatan,
38
luas perubahan badan air, luas perubahan tambak, luas perubahan TPLB dan jarak terhadap jalan lokal, sehingga peningkatan laju fasilitas kesehatan, luas perubahan badan air, luas perubahan tambak, luas perubahan TPLB dan semakin jauhnya jarak terhadap jalan lokal akan meningkatkan PPL2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk, luas perubahan mangrove, luas perubahan TPLK menjadi lahan terbangun, alokasi ruang untuk TPLK, jarak terhadap jalan tol dan jalan kolektor berperan negatif terhadap pola perubahan PPL2. Hal ini mungkin terjadi karena tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan lahan industri dan bukan untuk lahan permukiman dan kebijakan pemerintah juga berdampak pada perubahan ini. Dari hasil analisis regresi diketahui peubah yang berperan negatif dalam proses perubahan lahan kering menjadi lahan terbangun (PPL3) adalah laju fasilitas kesehatan, luas perubahan TPLK dan jarak terhadap jalan arteri. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju fasilitas kesehatan, luas perubahan TPLK dan semakin jauhnya jarak terhadap jalan arteri akan menyebabkan kecilnya perubahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sedangkan jarak terhadap jalan kereta api dan jarak kereta api rangkap berperan positif terhadap PPL3 yang berarti semakin jauh jarak terhadap jalan kereta api dan jalan kereta api rangkap maka perubahan TPLK menjadi lahan terbangun akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena di sekitar jalan kereta api dan jalan kereta api rangkap sudah merupakan lahan terbangun dan tidak akan terjadi perubahan lagi. Faktor jarak masingmasing jalan terhadap perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 12.
39
Tabel 13. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Satuan Wilayah Peubah Yang Berpengaruh Nyata ∆ Penduduk ∆f Ekonomi ∆f Kesehatan ∆ Badan Air ∆ Tambak ∆ Mangrove ∆ TPLB ∆ TPLK Alokasi RTRW untuk TPLB Alokasi RTRW untuk TPLK d tol ke ∆TPLB-TPLK d kolektor ke ∆TPLB-TPLK d lokal ke ∆TPLB-TPLK d arteri ke ∆TPLB-LT d kereta api ke ∆TPLB-LT d lokal ke ∆TPLB-LT d kolektor ke ∆TPLB-LT d arteri ke ∆TPLK-LT d kereta api ke ∆TPLK-LT d kereta api rangkap ke ∆TPLK-LT ∆TPLK-LT00_09 R2 Keterangan:
Y1
Y2 -0,19 -0,32 -0,33
-0,84
Y3 -0,04 0,02 0,04 0,02 -0,95 0,13
-0,62
-0,36 -0,20 -0,02 -0,62 -0,27 0,47 1,65 -1,83 0,46 -0,33 -3,33 3,41 0,58 0,99
-0,05 0,99
0,79
Y1: Perubahan TPLB-LT Y2: Perubahan TPLB-TPLK Y3: Perubahan TPLK-LT d : Jarak Jalan ∆ : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas
Perubahan penggunaan lahan dari tanaman pertanian lahan basah menjadi tanaman pertanian lahan kering merupakan awal terbentuknya lahan terbangun. Pola tersebut juga ditengarai terjadi pada wilayah studi. Hal ini merupakan implikasi dari semakin berkembangnya wilayah Kabupaten Bekasi yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk sangat cepat. Korelasi antara jumlah penduduk dan nilai PDRB menunjukkan hubungan yang positif. Dengan demikian, penelitian ini menyajikan bukti empirik bahwa pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tersebut akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan untuk lahan terbangun, baik untuk permukiman maupun untuk usaha perdagangan/jasa. Berikutnya berdasarkan hasil analisis regresi berbasis poligon didapatkan
40
bahwa peubah tujuan yang memiliki nilai R2 terbesar adalah luas perubahan penggunaan lahan proporsional (%) dan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun yaitu masing-masing 0,83 dan 0,84. Tingginya nilai ini menunjukkan bahwa pemilihan peubah penduga sebagai peubah mempengaruhi peubah tujuan cukup tepat.
yang
Hanya terdapat kurang dari 20%
peubah lain yang menjadi galat pemodelan dan belum dipertimbangkan dalam analisis tersebut. Ringkasan hasil analisis regresi berbasis poligon pada beberapa pola perubahan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 14. Jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB, laju perubahan fasilitas sosial, fasilitas ekonomi, jarak terhadap jalan kereta api rangkap dan jalan lokal berperan positif terhadap peubah tujuan Y1 dan Y3. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB, laju perubahan fasilitas sosial, fasilitas ekonomi dan jauhnya jarak terhadap jalan kereta api rangkap dan jalan lokal akan meningkatkan luas proporsi perubahan penggunaan lahan. Tabel 14. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon Peubah Yang Berpengaruh Nyata Penduduk per Ha ∆ Penduduk ∆ PDRB % ∆ f Ekonomi ∆ f Sosial ∆ f Pendidikan ∆ f Kesehatan d Lokal d Kolektor d Kereta Api Rangkap d Tol
Y1 0,90
R2
0,83
Keterangan:
0,04
Y2 0,76 -0,05 0,05
0,06
0,03
Y3 0,91
Y4 0,87
0,08 0,08
-0,48 -0,16 0,38 0,21
Y5 0,87 -0,05 0,09 0,08 -0,09
0,08 -0,16 -0,13 0,18
0,06
0,59
0,84
0,77
0,76
Y1: Luas Perubahan per Poligon Proporsional (%) Y2: Luas Perubahan per Poligon Y3: Luas Perubahan TPLB-LT Y4: Luas Perubahan TPLB-TPLK Y5: Luas Perubahan TPLK-LT d : Jarak Jalan ∆ : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas
Dari hasil analisis regresi Y2 (luasan perubahan penggunaan lahan), diketahui bahwa peubah yang berperan positif adalah jumlah penduduk per ha (%), laju pertumbuhan PDRB, jarak terhadap jalan lokal dan jalan tol yang berarti
41
peningkatan jumlah penduduk per ha (%), laju pertumbuhan PDRB, dan semakin jauhnya jarak terhadap jalan lokal dan jalan tol akan meningkatkan luas perubahan penggunaan lahan per poligon (ha). Sedangkan yang berperan negatif diantaranya laju pertumbuhan penduduk dan jarak terhadap jalan kereta api rangkap. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan jauhnya jarak terhadap jalan kereta api rangkap akan menurunkan potensi luas perubahan penggunaan lahan. Jumlah penduduk per ha, fasilitas pendidikan dan fasilitas
kesehatan
berperan positif dengan peubah tujuan Y4 sedangkan yang berkorelasi negatif adalah laju pertumbuhan fasilitas ekonomi, fasilitas sosial, dan jarak terhadap jalan kolektor. Hal ini berarti peningkatan jumlah penduduk proporsional luas, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan akan meningkatkan perubahan TPLB menjadi TPLK sedangkan peningkatan laju pertumbuhan fasilitas ekonomi, fasilitas sosial, dan jauhnya jarak terhadap jalan kolektor akan menurunkan potensi luas perubahan TPLB menjadi TPLK. Hasil analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 14. Laju perubahan PDRB (%) dan fasilitas pendidikan berperan negatif terhadap peubah tujuan Y5 sedangkan yang berperan positif diantaranya jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju perubahan PDRB dan fasilitas pendidikan akan menurunkan luas perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun dan peningkatan jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial akan menyebabkan peningkatan luas perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun.
42
Tabel 15. Perbandingan Peran Berbagai Peubah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Unit Wilayah dan Poligon Basis Wilayah
Pola PPL
+
- ∆ Penduduk - ∆ f Ekonomi - ∆ Badan air - ∆ TPLB - Alokasi RTRW untuk TPLB - d Kolektor - ∆ Penduduk - ∆ Mangrove - Alokasi RTRW untuk TPLK - d Tol - d Kolektor - ∆ TPLK-LT - ∆ f Kesehatan - ∆ TPLK - d Arteri
TPLB-LT
- d Arteri - d Lokal
TPLB-TPLK
- f Kesehatan - ∆ Badan air - ∆ Tambak - ∆ TPLB - d Lokal
TPLK-LT
- d Kereta Api - d Kereta Api Rangkap d : Jarak Jalan ∆ : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas
Keterangan:
Basis Poligon + - Penduduk per ha - ∆ f Ekonomi - ∆ f Sosial - d Kereta Api Rangkap
-
- Penduduk per ha - ∆ f Pendidikan - ∆ f Kesehatan
- ∆ f Ekonomi - ∆ f Sosial - d Kolektor
- Penduduk per ha - ∆ f Ekonomi - ∆ f Sosial
- ∆ PDRB - ∆ f Pendidikan
Tabel 15 di atas menunjukkan perbandingan berbagai peubah terhadap perubahan penggunaan lahan dalam satuan unit wilayah dan poligon. Dalam basis wilayah tidak terdapat peubah yang konsisten dalam mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Namun secara umum, peubah yang cukup berperan dalam perubahan penggunaan lahan basis wilayah adalah jarak terhadap jalan lokal, dan alokasi RTRW berperan positif namun laju pertumbuhan penduduk berperan negatif. Hal ini berarti jauhnya jarak terhadap jalan lokal dan besarnya alokasi ruang bagi suatu penggunaan lahan tertentu juga akan meningkatkan kecenderungan
perubahan
penggunaan
lahan.
Peubah
yang
konsisten
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dari hasil analisis berbasis poligon dan berperan positif adalah jumlah penduduk per ha. Sedangkan secara umum peubah yang cukup berperan dalam perubahan penggunaan lahan basis poligon diantaranya laju perubahan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya jumlah penduduk di suatu wilayah akan meningkatkan kecenderungan terjadinya perubahan penggunaan lahan tertentu. Laju perubahan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial dalam perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLK menjadi lahan terbangun berperan positif sedangkan pada perubahan penggunaan lahan TPLB
43
menjadi TPLK berperan negatif. Tingginya laju perubahan fasilitas ekonomi dan fasilitas sosial akan meningkatkan kecenderungan terjadinya perubahan terhadap lahan terbangun tetapi akan menurunkan kecenderungan perubahan TPLB menjadi TPLK. Tabel 16 menjelaskan peubah yang berperan konsisten pada analisis basis wilayah dan poligon. Peubah yang perannya konsisten terhadap perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK adalah laju perubahan jumlah fasilitas kesehatan yang berperan positif dan jarak jalan kolektor terhadap perubahan penggunaan lahan yang berperan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan laju jumlah fasilitas kesehatan akan meningkatkan kecenderungan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK dalam basis wilayah maupun poligon. Sedangkan dekatnya jarak terhadap jalan kolektor akan meningkatkan kecenderungan
perubahan
penggunaan
lahan
TPLB
menjadi
TPLK.
Kecenderungan ini disebabkan oleh jalan kolektor yang merupakan jalan yang letaknya cukup strategis dan menghubungkan antar kecamatan, sehingga perubahan TPLB menjadi TPLK hanya merupakan spekulasi sebelum terbentuknya lahan terbangun di wilayah tersebut. Untuk perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLK menjadi lahan terbangun tidak ada peubah yang perannya konsisten dalam pola perubahan penggunaan lahan. Tabel 16. Peubah Yang Berperan Konsisten Pada Basis Analisis Berbeda Terhadap Pola Perubahan Penggunaan Lahan Pola PPL TPLB-LT TPLB-TPLK TPLK-LT PPL Total
Keterangan:
Berperan (+) - ∆ f Kesehatan
Berperan (-) - d Kolektor
- Penduduk per ha - ∆ PDRB - d Lokal d : Jarak Jalan ∆ : Laju Perubahan Jumlah f : Fasilitas a : Basis Wilayah dan Poligon b : Luas Perubahan Penggunaan Lahan (%) dan (ha)
Keterangan a a a b
Pada pola luasan total perubahan penggunaan lahan dalam nilai absolut dan persen menunjukkan bahwa peubah yang berperan positif diantaranya jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB dan jarak terhadap jalan lokal. Hal ini berarti peningkatan jumlah penduduk per ha, laju pertumbuhan PDRB dan
44
jauhnya jarak terhadap jalan lokal akan meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi. Meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan laju pertumbuhan PDRB yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Peningkatan kebutuhan lahan ini terjadi jauh dari jalan lokal yaitu lokasi yang lebih dekat dengan pusat kegiatan. 5.3. Dinamika Perencanaan Tata Ruang Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, Kabupaten Bekasi tumbuh dan berkembang dengan cepat baik dari fisik, perekonomian, sosial maupun budaya. Penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi yang telah mengalami perubahan membutuhkan keseimbangan perkembangan wilayah dan keserasian antar sektor. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi maka diperlukan adanya pengawasan dan pengendalian berupa suatu pedoman perencanaan tata ruang wilayah baru yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Rencana tata ruang wilayah meliputi rencana struktur tata ruang dan rencana pola tata ruang. Rencana struktur tata ruang meliputi: penetapan Wilayah Pengembangan (WP), rencana pengembangan sistem kota-kota, fungsi pusat-pusat pelayanan, pengembangan infrastruktur wilayah (transportasi, listrik, telekomunikasi dan air bersih) sedangkan rencana pola tata ruang meliputi rencana pola tata ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. Perkembangan kawasan terbangun di Kabupaten Bekasi sejak ditetapkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Bekasi 1993-2003 pada tahun 1993 merupakan implementasi tahap pemanfaatan ruang. Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah di Kabupaten Bekasi yang semula berjumlah 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan. Selain itu pemindahan ibukota Kabupaten Bekasi dari Kota Bekasi ke Cikarang Pusat sebagai dampak langsung pemisahan Kota Bekasi menjadi wilayah administratif tersendiri juga merupakan salah satu alasan dibuatnya rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang baru sehingga perkembangan kawasan terbangun terpusat di kecamatan ini sebagai pusat pemerintahan. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi tahun 2003 dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan yang nyaman serta
45
meningkatkan aksesibilitas. Sampai saat ini masih terdapat wilayah yang perlu dikembangkan seperti Kecamatan Bojongmangu dan Kecamatan Muaragembong yang perlu dijaga fungsi lindungnya sehingga perubahan rencana tata ruang sangat diperlukan. Perbedaan alokasi ruang pada dua dokumen RTRW Kabupaten disajikan pada gambar berikut.
Gambar 14. Alokasi RTRW tahun 1993 dan 2003 Alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang terbesar pada tahun 1993 adalah
untuk kawasan
pertanian. Namun sejalan
dengan
berkembangnya wilayah, alokasi perubahan ruang terbesar pada tahun 2003 adalah kawasan pertanian menjadi kawasan permukiman. Kawasan pertambangan pada rencana tata ruang wilayah tahun 1993 terdapat di Cikarang Selatan dan Serang Baru dengan luas 113,74 ha. Namun demikian, pada rencana tata ruang wilayah tahun 2003 tidak terdapat lagi alokasi untuk kawasan pertambangan. Hal ini terjadi karena pada kawasan tersebut telah beralih alokasi menjadi kawasan industri. Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 terjadi hampir di seluruh kecamatan. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan rencana tata ruang yang signifikan adalah Cabangbungin, Sukawangi, Sukakarya, Sukatani, Tambelang, Pebayuran dan Karangbahagia. Wilayah-wilayah ini tetap menjadi pusat kawasan pertanian lahan basah dan alokasi rencana tata ruang untuk wilayah ini relatif sesuai yaitu sebagai kawasan pertanian. Gambar 14 menyajikan distribusi spasial perubahan alokasi yang terjadi di wilayah studi.
46
0 0 0 0 5 7 U
5
0
5 Km
Per ubahan RT RW tahun 1993 dan 2003 Industri-Lindung Industri-Pemukiman Industri-Pertanian Lindung-Industr i Lindung-Pariwisata Lindung-Pemukiman Lindung-Pertanian Par iwisata- Industri Par iwisata- Pemukiman Pemukiman-Industri Pemukiman-Lindung Pemukiman-Pertanian Per tanian-Industri Per tanian-Lindung Per tanian-Pariwisata Per tanian-Pemukiman Batas Kecamatan
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 0 3 3 9
Muaragembong
0 0 0 5 4 3 9
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
Peta Perubahan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 1993 dan 2003
0 0 0 5 4 3 9
Cabangbungin Tarumajaya Babelan
Sukawangi Sukakarya Pebayuran
Tambelang Tambun Utara
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 5 1 3 9
Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan
Kedungwaringin Cikarang Utara
Cikarang Barat Cikarang Timur 0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Selatan
Cikarang Pusat
Setu
Serang Baru
Cibarusah
0 0 0 5 8 2 9
Bojongmangu 0 0 0 5 8 2 9 0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
Gambar 15. Perubahan RTRW Tahun 1993 dan 2003 5.4. Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi Rencana Tata Ruang Isu penataan ruang yang ada di Kabupaten Bekasi saat ini antara lain masih banyaknya pelanggaran terhadap pemanfaatan lahan dan kawasan hutan lindung (mangrove) semakin berkurang berubah menjadi areal tambak. Beberapa
47
aspek lain yang penting dikemukakan adalah tingkat pelayanan pusat pengembangan wilayah masih kurang terhadap wilayah penyangga (hinterland), lemahnya penegakan hukum dan kurangnya ketegasan aparat pemerintah dalam pengendalian tata ruang serta belum efektifnya pengenaan sanksi terhadap pelanggar peraturan perundangan tentang lingkungan hidup dan penataan ruang daerah. Ringkasan persentase penyimpangan penggunaan lahan tahun 2000 terhadap alokasi RTRW 1993 dan pengggunaan lahan tahun 2009 terhadap alokasi RTRW 2003 disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Persentase Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2000 Terhadap Alokasi RTRW 1993 dan Penggunaan Lahan tahun 2009 Terhadap Alokasi RTRW2003 Kecamatan
Luas Penyimpangan (%) 2000
2009
Babelan
4,93%
8,55%
Bojongmangu
3,09%
1,01%
Cabangbungin
1,68%
1,03%
Cibarusah
1,99%
2,39%
Cibitung
3,31%
3,04%
Cikarang Barat
9,28%
5,45%
Cikarang Pusat
11,81%
8,27%
Cikarang Selatan
10,18%
4,81%
Cikarang Timur
4,02%
3,23%
Cikarang Utara
6,63%
1,77%
Karangbahagia
0,94%
1,37%
Kedungwaringin
1,28%
1,19%
Muaragembong
13,26%
25,25%
Pebayuran
1,53%
1,33%
Serang Baru
3,14%
5,59%
Setu
4,94%
5,01%
Sukakarya
1,32%
0,97%
Sukatani
1,07%
1,17%
Sukawangi
1,39%
1,90%
Tambelang
0,76%
0,70%
Tambun Selatan
6,94%
3,97%
Tambun Utara
2,22%
3,56%
Tarumajaya
4,30%
8,44%
Luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang yang terbesar pada tahun 2000 dan 2009 berada di Kecamatan Muaragembong, yaitu masing-masing sebesar 13,26% dan 25,25%. Penyimpangan yang terjadi di kecamatan tersebut adalah penyimpangan terhadap kawasan lindung. Pada kurun
48
tahun yang sama secara umum penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan terhadap kawasan lindung dan kawasan permukiman yang berubah menjadi lahan pertanian. Untuk alokasi kawasan pertanian penyimpangan yang terjadi pada umumnya adalah menjadi lahan terbangun. Data selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 13 dan Tabel Lampiran 14. Untuk mengetahui hubungan antara penyimpangan yang terjadi terhadap alokasi RTRW dan jenis jalan (aksesibilitas), dilakukan analisis korelasi. Analisis tersebut dapat menggambarkan pengaruh aksesibilitas terhadap dinamika penyimpangan terhadap alokasi RTRW yang terjadi di Kabupaten Bekasi. Hasil analisis korelasi ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18. Korelasi Penyimpangan Alokasi Ruang Terhadap Jenis Jalan Jenis Jalan Jalan Kolektor Jalan Kereta Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Lokal
Alokasi RTRW Kawasan Kawasan Pertanian Permukiman 0,020 0,166 0,020 0,166
Kawasan Industri 0,012
Kawasan Wisata 0,109
Kawasan Lindung 0,179
0,012
0,109
0,151
0,121
-0,007
0,145
0,172
0,151
0,121
-0,007
0,145
0,172
0,179
Jalan Tol 0,119 -0,051 0,229 0,143 0,176 Yang dicetak tebal merupakan peubah yang berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95%
Dari hasil analisis korelasi, ditunjukkan bahwa penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi kawasan industri berkorelasi dengan jalan tol, jalan lokal dan jalan kereta api rangkap. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi kawasan industri memiliki hubungan dengan kedekatan terhadap jalan tol, jalan lokal dan jalan kereta api rangkap. Sedangkan penyimpangan penggunaan lahan terhadap kawasan permukiman dan kawasan lindung berkorelasi positif dengan semua jenis jalan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan luas penyimpangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh aksesibilitas. Pengaruh paling kecil yang menyebabkan penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW terdapat pada jalan kereta api rangkap dan jalan lokal.
49
5.4.1. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995 dan 2000 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun 1993 Menggunakan teknik tumpang tindih Boolean dapat diketahui bahwa pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, penyimpangan penggunaan lahan terjadi terhadap kawasan industri adalah sebesar 7280,28 ha, kawasan pariwisata sebesar 184,45 ha, kawasan permukiman sebesar 13058,32 ha, kawasan pertambangan sebesar 101,06 ha, kawasan pertanian sebesar 83812,61 ha, dan kawasan lindung sebesar 10271,32 ha. Gambar berikut menyajikan persentase penyimpangan alokasi kawasan lindung pada dua dokumen RTRW yang ada. Secara spasial, penyimpangan tersebut disajikan pada Gambar 17.
a.
b.
Gambar 16. Grafik Penyimpangan Alokasi Kawasan Lindung (%) Tahun (a) 1993, (b) 2003 Penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW tahun 1993 dominan terpusat pada bagian utara dan bagian tengah Kabupaten Bekasi. Pada bagian utara, penyimpangan yang terjadi adalah kawasan lindung menjadi pertanian lahan basah dan kawasan pertanian menjadi tambak. Sedangkan pada bagian tengah, penyimpangan yang terjadi adalah kawasan terbangun (industri dan pemukiman) yang belum termanfaatkan (masih menjadi pertanian lahan kering). Namun demikian, seperti pola umum yang berlaku, penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering dapat cepat berubah menjadi lahan terbangun karena di daerah ini merupakan pusat kegiatan industri. Tabel berikut secara umum merangkumkan variasi penyimpangan terhadap RTRW tahun 1993.
50
Tabel 19. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2000 terhadap Alokasi Rata Tuang Tahun 1993 RTRW_PP10 Kawasan Industri
Badan air
Lahan terbangun
19,72
3166,14
Mangrove
Tambak
Kawasan Pariwisata 33,17
2474,54
1,35
76,76
TPLB
TPLK
2230,96
5050,25
56,85
127,60
4508,10
8472,11
27,96
73,10
Kawasan Permukiman Kawasan Pertambangan
12,70
Kawasan Pertanian
31,98
4416,21
5,77
4086,30
59840,39
15463,97
Kawasan Lindung
88,66
1315,96
261,11
5161,22
5222,19
3472,06
Tabel di atas menunjukkan bahwa luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang terbesar terjadi pada kawasan permukiman sebesar 13056,97 ha. Penyimpangan terbesar terhadap kawasan permukiman ditujukan sebagai lahan pertanian, dan umumnya penyimpangan ini terletak di bagian utara Kabupaten Bekasi. Sedangkan luas penyimpangan dengan luas terkecil yaitu kawasan pertambangan. Namun jika dilihat dari total luasan alokasinya, kawasan pertambangan merupakan kawasan yang mengalami penyimpangan terbesar yaitu sebesar 101,06 ha dari total luas alokasi 113,76 ha. 5.4.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2006 dan 2009 Terhadap Alokasi Tata Ruang tahun 2003 Seperti ditunjukkan pada Tabel 18, pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, penyimpangan yang terjadi terhadap kawasan industri adalah sebesar 14840,74 ha, kawasan pariwisata sebesar 779,81 ha, kawasan permukiman sebesar 31713,93 ha, kawasan pertanian sebesar
2448,29 ha, dan kawasan lindung
sebesar 11330,14 ha. Penyimpangan alokasi kawasan lindung pada tahun 2009 terus meningkat mencapai 18% dari sebelumnya sebesar 10%, tetapi pada saat yang bersamaan penggunaan lahan untuk kawasan lindung juga meningkat mencapai 4%. Hal ini disebabkan oleh berubahnya rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang mengalokasikan lebih banyak lahan untuk kawasan lindung. Gambar 17 (b) menyajikan gambaran spasial penyimpangan penggunaan lahan tahun 2009 terhadap RTRW tahun 2003. Penyimpangan penggunaan lahan tahun 2006 sampai tahun 2009 terhadap alokasi RTRW tahun 2003 dominan terpusat pada bagian utara, bagian barat dan bagian selatan Kabupaten Bekasi. Pada bagian utara, penyimpangan yang terjadi
51
adalah kawasan lindung menjadi tambak, kawasan permukiman menjadi tambak dan kawasan permukiman menjadi pertanian lahan basah. Pada bagian barat, penyimpangan yang terjadi kawasan pemukiman menjadi pertanian lahan basah. Sedangkan pada bagian selatan, penyimpangan yang terjadi bervariasi dan tidak ada yang dominan. Persentase penyimpangan alokasi kawasan lindung pada RTRW tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 16 (b). Tabel 20. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2009 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun 2003 KETERANGAN
Badan air
Lahan terbangun
Mangrove
Tambak
TPLB
Kawasan Lindung
158,91
1039,11
299,13
4249,22
4121,13
1764,45
Kawasan Industri
43,66
6554,03
4,82
507,14
4642,00
3132,75
0,96
742,62
0,56
2067,53
Kawasan Pariwisata Kawasan Permukiman
68,06
10003,98
Kawasan Pertanian
33,94
2448,29
TPLK
36,23 18754,32
10892,08
42545,66
11543,70
Analisis di atas menunjukkan bahwa dinamika perubahan lahan di wilayah studi cenderung kurang mengikuti pola alokasi yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini menuntut upaya yang lebih baik dari pemerintah untuk mensosialisasikan alokasi tersebut secara lebih baik serta melakukan pengawasan pelaksanaan RTRW yang sudah ditetapkan agar penyimpangan dapat ditekan.
52
Muaragembong 0 0 0 0 3 3 9
Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Industri menjadi Pertanian Lahan Basah Industri menjadi Pertanian Lahan Kering Kawasan Lindung menjadi Lahan Terbangun Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Bas ah Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Kering Pertanian menjadi Lahan Terbangun Pertanian menjadi Tambak Permukiman menjadi Tambak Permukiman menjadi Pertanian Lahan Basah Permukiman menjadi Pertanian Lahan Kering Kawasan Pariwisata menjadi Pertanian Lahan Basah Kawasan Pariwisata menjadi Pertanian Lahan Kering Batas Kecamatan
Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal
Muaragembong 0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin
Pebayuran
Tambelang Tambun Utara
0 0 0 5 1 3 9
Sukatani
0 0 0 5 1 3 9
Babelan
DKI Jakarta
Sukakarya
Sukawangi Sukakarya
Tambun Utara Sukatani
Karangbahagia
Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan
Kedungwaringin Cikarang Utara
Cikarang Barat
Kedungwaringin Cikarang Utara
Kod. Bekasi
Cikarang Barat
Cikarang Timur
Cikarang Selatan
Kab. Karawang
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Selatan
Cikarang Pusat
Setu
Cibarusah
Cikarang Pusat
Setu
Serang Baru
Kab. Karawang
Serang Baru
Bojongmangu
Cibarusah 0 0 0 5 8 2 9
Kab. Bogor
0 0 0 5 8 2 9
Bojongmangu
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Timur
0 0 0 0 0 3 9
Tambun Selatan Kod. Bekasi
Pebayuran
Tambelang
0 0 0 5 1 3 9
Babelan
DKI Jakarta
Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Industri menjadi Tambak Industri menjadi Pertanian Lahan Basah Industri menjadi Pertanian Lahan Kering Kawasan Lindung menjadi Lahan Terbangun Kawasan Lindung menjadi Tambak Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Bas ah Kawasan Lindung menjadi Pertanian Lahan Kering Permukiman menjadi Tambak Permukiman menjadi Pertanian Lahan Basah Permukiman menjadi Pertanian Lahan Kering Pertanian menjadi Lahan Terbangun Kawasan Pariwisata menjadi Tambak Kawasan Pariwisata menjadi Pertanian Lahan Kering Batas Kecamatan
Tarumajaya Sukawangi
Cibitung
0 0 0 5 8 2 9
5 Km
Cabangbungin
Tarumajaya
0 0 0 5 1 3 9
0
Jalan
0 0 0 0 3 3 9
Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal
5
5 Km
0 0 0 0 3 3 9
Jalan
0 0 0 5 4 3 9
0
U
0 0 0 5 4 3 9
5
Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2009 Terhadap Alokasi Ruang Tahun 2003-2013
Laut Jawa
0 0 0 5 4 3 9
0 0 0 0 5 7
U
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2000 Terhadap Alokasi Ruang Tahun 1993-2003
Laut Jawa
0 0 0 5 4 3 9
Kab. Bogor
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
b. a. Gambar 17. Penyimpangan Penggunaan Lahan (a) Tahun 2000 terhadap RTRW 1993, (b) Tahun 2009 terhadap RTRW 2003
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1.
Penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak banyak berubah terutama pada penggunaan lahan tanaman pertanian lahan basah. Secara keseluruhan laju perubahan penggunaan lahan untuk lahan pertanian di Kabupaten Bekasi adalah sebesar 2,1 % per tahun dengan penurunan luas sebesar 7168,93 ha per tahun. Pola konversi dominan di Bekasi adalah perubahan dari TPLB menjadi TPLK dan lahan terbangun. Pola konversi terbesar terjadi pada peningkatan lahan terbangun (8790,24 ha) dan penurunan TPLK (5457,9 ha).
2.
Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun terbesar terjadi pada kurun waktu 2006 sampai 2009 dengan rata-rata luas perubahan 500,3 ha per ha. Sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun dan TPLB menjadi TPLK terbesar terjadi pada kurun waktu 2000 sampai 2006 yaitu dengan rata-rata luas perubahan masing-masing sebesar 667,00 ha dan 265,82 ha.
3.
Peningkatan luas penggunaan lahan TPLK disertai penurunan luas penggunaan lahan TPLB dipengaruhi oleh kedekatan terhadap jalan. Sedangkan perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi lahan terbangun hanya berkorelasi positif dengan jalan lokal.
4.
Hasil analisis regresi bertatar menunjukkan bahwa faktor yang konsisten berperan positif pada unit analisis wilayah dan poligon dalam perubahan penggunaan lahan adalah laju perubahan fasilitas kesehatan dan yang berperan negatif adalah jarak terhadap jalan kolektor dalam pola perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK. Sedangkan untuk perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun dan TPLK menjadi lahan terbangun tidak terdapat faktor yang konsisten.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi diantaranya adalah aksesibilitas terhadap jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan kereta api, dan jalan kereta api rangkap serta laju
54
pertumbuhan penduduk, fasilitas ekonomi, kesehatan dan alokasi RTRW. 6.
Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah. Alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang terbesar pada tahun 1993 adalah untuk kawasan pertanian sebesar 83041,9 ha. Sejalan dengan berkembangnya wilayah, alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi pada tahun 2003 untuk kawasan pertanian menjadi 56571,5 ha dan tidak terdapat lagi alokasi untuk kawasan pertambangan karena sudah beralih fungsi menjadi kawasan industri.
7.
Terdapat indikasi kuat bahwa alokasi lahan kurang dipatuhi yang ditunjukkan dengan cukup tingginya jenis pemanfaatan lahan yang tidak sesuai alokasi. Luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang terbesar pada kurun waktu 1995 sampai 2000 terjadi pada kawasan permukiman sebesar 13056,97 ha dan umumnya terletak di bagian utara Kabupaten Bekasi. Sedangkan penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang pada kurun waktu 2006 sampai 2009 bervariasi hampir di seluruh bagian Kabupaten Bekasi.
8.
Faktor yang berkorelasi dengan peningkatan luas penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang salah satunya adalah aksesibilitas (jalan arteri, kolektor, kereta api dan kereta api rangkap).
6.2. Saran 1.
Kebijakan dan pengawasan pemerintah Kabupaten Bekasi sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi ruang yang telah ditetapkan. Pengawasan pemerintah diperlukan khususnya pada
wilayah
yang
mengalami
penyimpangan
terbesar
dan
lebih
memperhatikan lokasi yang letaknya dekat dengan jalan arteri, kolektor, kereta api dan kereta api rangkap karena lokasi tersebut merupakan lokasi yang lebih cenderung mengalami penyimpangan. 2.
Penelitian tentang pemodelan dan peramalan konfigurasi penggunaan lahan masa depan di Kabupaten Bekasi disarankan perlu dilakukan dengan didasarkan pada faktor penentu perubahan penggunaan lahan guna memberikan proyeksi ketahanan pangan lokal.
DAFTAR PUSTAKA Alig, R.J., Kline, J.D., and Lichtenstein, M., 2004. Urbanization on the US Landscape: Looking Ahead in the 21st Century. Landscape and Urban Planning. 69, 219-234. Artawan, I. M. B. 1997. Pola Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pada Kawasan Penyangga Metropolitan Jakarta. [Skripsi]. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Batisani, N and Yarnal, B. 2008. Urban Expansion in Centre County, Pennsylvania : Spatial Dynamics and Landscape Transformations. Applied Geography. 29, 235-249. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Bekasi dalam Angka. Kabupaten Bekasi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bekasi dalam Angka. Kabupaten Bekasi. Deni, R. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Masalah Lingkungan di Jabotabek. Suara Darmaga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Deng, J. S, Wang, K., Hong, Y., and Qi, J. G. 2009. Spatio Temporal Dynamics and Evolution of Land Use Change and Landscape Pattern in Response to Rapid Urbanization. Landscape and Urban Planning. 92, 187-198. Dewan, A. M. and Yamaguchi, Y. 2009. Land Use and Land Cover Change in Greater Dhaka, Bangladesh: Using Remote Sensing to Promote Sustainable Urbanization. Applied Geography. 29, 390-401. Draper, N. R. and Smith, H. 1998. Applied Regression Analysis. 3rd Ed. John Willey and Sons. New York. Hasse, J.E., and Lathrop, R.G., 2003. Land Resource Impact Indicators of Urban Sprawl. Applied Geography. 23, 159–175. Ismail, A. F. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Sawah di Daerah Pinggiran Kota. [Skripsi]. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Jackson, L.E. 2003. The relationship of urban design to human health and condition. Landscape and Urban Planning. 64, 191-200. Jensen, J.R. 1996. Introductory Digital Image Processing: a Remote Sensing Perspective. Second Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey. Lowicki, D. 2008. Land Use Changes in Poland during Transformation Case Study of Wielkopolska region. Landscape and Urban Planning. 87, 279-288. Martinuzzi, S., Gould, W. A, and Gonzalez, O. M. R.. 2006. Land Development, Land Use, and Urban Sprawl in Puerto Rico Integrating Remote Sensing and Population Census Data. Landscape and Urban Planning. 79, 288-297.
56
Nielsen, A. A., Conradsen, K., and Simpson, J. J. 1998. Multivariate Alteration Detection (MAD) and MAF Postprocessing in Multispectral, Bitemporal Image Data : Approaches to Change Detection Studies. Remote Sensing of Environment. 64, 1-19. Panuju, D. R. 2004. Dinamika Sosial Ekonomi dan Pemanfaatan Ruang Jabodetabek. Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Masalah Lingkungan di Jabotabek. Suara Darmaga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahmasari, F. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan/Penutup Lahan dan Struktur Perubahannya. [Skripsi]. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Rustiadi, E. and Panuju, D. R. 2002. Spatial Pattern of Suburbanization and Land Use Change Process: Case Study in Jakarta Suburb. Science Publishers, Inc. Enfield, USA. Saefulhakim, R. S. and Nasoetion, L.I. 1995. Rural Land Use Management for Economic Development. Laboratory of Land Resources Development Planning. Department of Soil Sciences, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Bogor. Siren, A. H. and Brondizio, E. S. 2009. Detecting Subtle Land Use Change in Tropical Forest. Applied Geography. 29, 201-211. Tang, Z., Engel, B. A., Pijanowski, B. C., and Lim, K. J. 2005. Forecasting Land Use Change and Its Environmental Impact at A Watershed Scale. Environmental Management. 76, 35-45. Turner II. B. L, Skole. D, Sanderson S, Fischer. G., Fresco. L. and Leemans, R. 1995. Land Use and Land Cover Change : Science/Research Plan. IGBP Report No. 35/HDP Report No. 7. Stockholm and Geneva. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
2009
Tentang
Veldkamp, A. and Fresco, L. O. 1996. CLUE : A Conceptual Model to Study The Conversion of Land Use and Its Effects. Ecological Modelling. 85, 253-270.
LAMPIRAN
58
Lampiran 1.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun
Regression Summary for Dependent Variable: TPLB-LT0009 (Spreadsheet1) R= ,99979747 R²= ,99959497 Adjusted R²= ,99554472 F(20,2)=246,80 p<,00404 Std.Error of estimate: 10,259 Beta
Std.Err.
B
of Beta Intercept
Std.Err.
t(2)
p-level
of B 236,910
25,167
9,413
0,011
∆ TPLB
-0,839
0,035
-6442,260
265,962
-24,222
0,002
∆ Tambak
-0,090
0,039
-1289,920
549,117
-2,349
0,143
∆ Badan air
-0,330
0,022
-1031,240
68,651
-15,021
0,004
0,107
0,046
225,520
95,832
2,353
0,143
∆ Ekonomi
-0,320
0,048
-361,750
53,768
-6,728
0,021
TPLK-LT0009
-0,117
0,049
-0,050
0,021
-2,359
0,142
TPLB-Ltkar
-0,306
0,159
-0,010
0,004
-1,914
0,196
TPLB-Ltlok
0,458
0,045
0,230
0,023
10,084
0,009
∆ Mangrove
0,278
0,122 17207,090
7551,936
2,278
0,150
TPLB-Lttol
0,005
1,020
0,415
∆ Pendidikan
0,180
0,176
TPLB_RTRW
-0,204
0,047
-0,010
0,003
-4,360
0,049
∆ Penduduk
-0,197
0,023
-588,060
69,564
-8,453
0,014
TPLB-Ltka
-1,834
0,302
-0,040
0,006
-6,072
0,026
∆ Kesehatan
0,135
0,040
462,860
137,379
3,369
0,078
TPLB-Ltart
1,651
0,285
0,030
0,006
5,797
0,028
TPLB-Ltkol
-0,334
0,056
-0,020
0,003
-5,967
0,027
TPLK_RTRW
-0,092
0,042
-0,020
0,011
-2,175
0,161
∆ TPLK
-0,168
0,058
-385,420
132,224
-2,915
0,100
∆ Sosial
-0,127
0,055
-233,120
100,616
-2,317
0,146
0,126
0,117
0,150
0,138
1,0801
0,393
TPLB-TPLK0009
0,010
59
Lampiran 2.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK
Regression Summary for Dependent Variable: TPLB-TPLK0009 (Spreadsheet1) R= ,99994196 R²= ,99988393 Adjusted R²= ,99963520 F(15,7)=4020,0 p<,00000 Std.Error of estimate: 2,4907 Beta
Std.Err.
B
of Beta Intercept
Std.Err.
t(7)
p-level
of B -2,600
1,792
-1,4506
0,190
-0,950
0,021
-49977,100
1120,420
-44,606
0,000
TPLB-TPLKlok
0,474
0,019
0,100
0,004
24,794
0,000
TPLB-TPLKkol
-0,267 0,425
0,022 0,285
0,000 0,000
0,001 0,005
-11,966 1,492
0,000 0,179
TPLB-TPLKkar
0,127 0,293
0,019 0,151
827,400 0,000
128,293 0,003
6,449 1,942
0,000 0,093
∆ Badan air
0,040
0,006
106,700
15,488
6,887
0,000
TPLB-TPLKka
0,093 -0,205
0,016 0,277
0,100 0,000
0,013 0,004
5,913 -0,740
0,001 0,483
TPLK_RTRW
-0,021
0,005
0,000
0,001
-4,324
0,003
0,028
0,006
333,000
74,123
4,492
0,003
∆ Penduduk
-0,040
0,008
-101,700
20,138
-5,051
0,001
∆ Kesehatan
0,021
0,006
60,700
16,222
3,743
0,007
TPLB-TPLKtol
-0,621
0,152
0,000
0,003
-4,076
0,005
TPLK-LT0009
-0,048
0,015
0,000
0,005
-3,268
0,014
∆ Mangrove
TPLB-TPLKart ∆ TPLB
TPLB-LT0009
∆ Tambak
60
Lampiran 3.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun
Regression Summary for Dependent Variable: TPLK-LT0009 (Spreadsheet1) R= ,88948595 R²= ,79118525 Adjusted R²= ,67186254 F(8,14)=6,6306 p<,00114 Std.Error of estimate: 209,93 Beta
Std.Err.
B
Std.Err.
of Beta
t(14)
p-level
of B
Intercept TPLB-LT0009
0,300
0,162
488,700 0,720
201,404 0,386
2,426 1,851
0,029 0,0853
TPLK-Ltka
3,409
0,759
0,160
0,036
4,489
0,001
TPLK-Ltart
-3,329
0,879
-0,170
0,045
-3,786
0,002
∆ Kesehatan TPLB_RTRW
-0,623 -0,452
0,178 0,238
-5099,020 -0,070
1458,473 0,038
-3,496 -1,900
0,004 0,078
∆ TPLK
-0,359
0,147
-1968,260
807,883
-2,436
0,029
TPLK-Ltkar
0,579 -0,360
0,241 0,179
0,030 -969,860
0,013 484,411
2,407 -2,002
0,030 0,065
∆ Ekonomi
Lampiran 4.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan Penggunaan Lahan Per Poligon (%)
Regression Summary for Dependent Variable: Luas_% (Spreadsheet_poligon) R= ,91085570 R²= ,82965811 Adjusted R²= ,82883600 F(5,1036)=1009,2 p<0,0000 Std.Error of estimate: ,00214 Beta Intercept Penduduk per ha ∆ Sosial ∆ PDRB % Jalan Lokal ∆ Kesehatan
Lampiran 5.
Std.Err. of Beta
0,904 0,064 -0,038 0,032 -0,018
0,013 0,013 0,013 0,013 0,013
B
Std.Err. of B 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,002
0,000 0,000 0,008 -0,000 0,000 -0,003
t(1036)
p-level
0,949 69,983 4,898 -2,902 2,486 -1,365
0,343 0,000 0,000 0,004 0,013 0,173
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon (ha)
Regression Summary for Dependent Variable: LUAS_HA (Spreadsheet_poligon) R= ,77121064 R²= ,59476585 Adjusted R²= ,59162754 F(8,1033)=189,52 p<0,0000 Std.Error of estimate: 15,693 Beta Intercept Penduduk per ha Jalan Lokal ∆ PDRB % Jalan Tol Jalan Kereta Api Rangkap Laju Penduduk ∆ Kesehatan ∆ Sosial
0,760 0,080 -0,051 0,184 -0,132 -0,053 0,033 0,024
Std.Err. of Beta 0,020 0,020 0,020 0,055 0,055 0,020 0,021 0,020
B 1,182 0,032 0,003 -1,013 0,000 -0,000 -30,561 23,309 13,988
Std.Err. of B 2,092 0,000 0,000 0,397 0,000 0,000 11,665 14,736 11,871
t(1033) 0,565 37,975 3,961 -2,551 3,360 -2,409 -2,619 1,581 1,178
p-level 0,572 0,000 0,000 0,019 0,001 0,0161 0,009 0,114 0,239
61
Lampiran 6.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB menjadi Lahan Terbangun per Poligon
Regression Summary for Dependent Variable: TPLB-LT (Spreadsheet26) R= ,91846448 R²= ,84357700 Adjusted R²= ,84035178 F(8,388)=261,56 p<0,0000 Std.Error of estimate: 6,2058 Beta Intercept Penduduk per ha Jalan Lokal Jalan Kereta Api Rangkap ∆ Ekonomi ∆ Sosial ∆ Pendidikan ∆ PDRB % Jalan Kolektor
0,913 0,036 0,055 0,078 0,078 -0,052 -0,032 0,028
Std.Err. of Beta 0,021 0,022 0,020 0,021 0,027 0,027 0,020 0,022
B -2,111 0,033 0,001 0,000 10,937 27,171 -11,654 -0,387 0,000
Std.Err. of B 0,962 0,001 0,001 0,000 3,063 9,461 6,094 0,247 0,000
t(388) -2,196 44,395 1,685 2,716 3,571 2,872 -1,912 -1,569 1,264
p-level 0,029 0,000 0,093 0,007 0,000 0,004 0,057 0,118 0,207
62
Lampiran 7.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB menjadi TPLK per Poligon
Regression Summary for Dependent Variable: TPLB-TPLK (Spreadsheet29) R= ,87518624 R²= ,76595095 Adjusted R²= ,75424849 F(6,120)=65,452 p<0,0000 Std.Error of estimate: 19,015 Beta
Std.Err.
B
of Beta Intercept
Std.Err.
t(120)
p-level
of B -46,835
14,023
-3,339
0,001
Penduduk proporsional luas
0,868
0,048
0,330
0,018
18,257
0,000
∆ Kesehatan
0,214
0,067
301,715
93,856
3,214
0,002
Jalan Kolektor
-0,162
0,062
-0,001
0,001
-2,606
0,010
∆ Ekonomi
-0,476
0,118
-85,487
21,202
-4,032
0,000
0,383
0,111
396,630
115,317
3,439
0,001
-0,161
0,071
-329,418
145,519
-2,264
0,025
∆ Pendidikan ∆ Sosial
Lampiran 8.
Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLK menjadi Lahan Terbangun per Poligon
Regression Summary for Dependent Variable: TPLK-LT (Spreadsheet33) R= ,87370380 R²= ,76335833 Adjusted R²= ,75963901 F(8,509)=205,24 p<0,0000 Std.Error of estimate: 12,624 Beta
Std.Err.
B
of Beta Intercept
Std.Err.
t(509)
p-level
of B 4,216
2,948
1,429
0,153
0,874
0,022
0,030
0,000
39,767
0,000
∆ PDRB %
-0,052
0,022
-1,212
0,514
-2,357
0,019
∆ Ekonomi
0,086
0,027
26,729
8,376
3,191
0,002
Penduduk proporsional luas
∆ Sosial
0,076
0,027
45,588
15,954
2,857
0,004
-0,090 -0,043
0,032 0,024
-51,983 -0,000
18,566 0,000
-2,799 -1,805
0,005 0,072
∆ Kesehatan
0,032
0,024
24,832
18,424
1,348
0,178
∆ Penduduk
0,028
0,027
15,137
14,623
1,035
0,301
∆ Pendidikan Jalan Kereta Api
63
Lampiran 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 1993 Kecamatan Babelan Bojongmangu
Kawasan Industri
Kawasan Pariwisata
Kawasan Pertambangan
Kawasan Pertanian
Kawasan Lindung
5,09
313,7
5328,83
574,17
242,97
570,45
4177,77
380,15
38,49
4392,06
472,60
307,91
3157,65
297,20
762,04
3097,50
183,63
Cabangbungin Cibarusah Cibitung
Kawasan Permukiman
316,19
Cikarang Barat
4380,81
413,04
449,81
298,49
Cikarang Pusat
376,20
3473,60
808,93
740,56
396,04
553,19
3652,99
604,63
Cikarang Selatan
1495,86
184,45
Cikarang Timur
265,43
616,52
Cikarang Utara
1555,82
1550,06
316,57
427,72
14,66
4289,84
328,61
2513,42
124,92
7410,74
7341,74
Karangbahagia Kedungwaringin
2780,72
1,35
258,87
Muaragembong
89,42
Pebayuran
56,24
Serang Baru
687,73
169,36
Setu
639,83
1057,11
112,39
Sukakarya Sukatani
506,40 289,48
3207,48
212,35
4635,7
331,89
3627,35
197,84
Sukawangi
6438,37
333,12
Tambelang
3456,51
22,45
1887,71
1596,95
602,07
91,54
2918,02
279,7
1256,86
3647,06
387,86
83041,9
15490,77
Tambun Selatan
40,32
8849,22 4673,09
225,42
Tambun Utara Tarumajaya Total
10450,22
184,45
15489,75
113,74
64
Lampiran 10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2003 Kecamatan Babelan Bojongmangu
Kawasan Industri
Kawasan Pariwisata
1177,78
Kawasan Pemukiman
Kawasan Pertanian
4876,42
5,97
491,21
Kawasan Lindung 329,86
4861,50
56,58
4,00
4707,66
191,54
1285,03
2521,70
211,74
189,43
1659,39
2208,71
301,83
Cikarang Barat
3518,95
1568,98
6,47
447,72
Cikarang Pusat
1059,28
3432,98
438,78
476,97
Cikarang Selatan
2223,76
2745,55
260,47
181,82
Cikarang Timur
535,59
1091,85
3044,75
483,14
Cikarang Utara
1892,05
1790,51
16,30
151,31
726,48
3683,16
223,46
25,09
2226,28
151,30
7288,44
496,55
6519,63
8859,01
564,12
603,06
2514,47
2670,54
153,95
51,38
2574,08
2474,64
157,03
0,66
4651,37
315,56
Sukatani
475,77
3318,99
70,76
Sukawangi
491,03
5985,45
295,01
3457,27
21,69
Cabangbungin Cibarusah Cibitung
Karangbahagia Kedungwaringin Muaragembong
495,39 2,77
779,81
Pebayuran Serang Baru Setu Sukakarya
Tambelang Tambun Selatan
478,73
3657,67
2164,96
3230,68
Tambun Utara Tarumajaya Total
2347,45
14884,34
779,81
41786,53
241,27 675,88
266,76 18,14
56571,45
11831,19
65
Lampiran 11. Peta RTRW Tahun 1993-2003 0 0 0 0 5 7 U
5
0
Jalan Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal
Muaragembong
0 0 0 5 4 3 9
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 1993-2003
Laut Jawa
0 0 0 5 4 3 9
5 Km
Keterangan Kawasan Industri Kawasan Pariwisata Kawasan Permukiman Kawasan Pertambangan Kawasan Pertanian Kawasan Lindung Batas Kecamatan
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin Tarumajaya DKI Jakarta
Sukawangi Sukakarya Pebayuran
Tambelang Tambun Utara
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 5 1 3 9
Babelan
Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan
Kedungwaringin Cikarang Utara
Kod. Bekasi
Cikarang Barat Cikarang Timur
Cikarang Selatan
Kab. Karawang
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Pusat
Setu
Serang Baru
Cibarusah
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 5 8 2 9
Bojongmangu
Kab. Bogor
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
66
Lampiran 12. Peta RTRW Tahun 2003-2013 0 0 0 0 5 7 U
5
0
Jalan Jalan Kereta Api Jalan Kereta Api Rangkap Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal
Muaragembong
0 0 0 5 4 3 9
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2003-2013
Laut Jawa
0 0 0 5 4 3 9
5 Km
Keterangan Kawasan Lindung Kawasan Industri Kawasan Pariwisata Kawasan Permukiman Kawasan Pertanian Batas Kecamatan
0 0 0 0 3 3 9
0 0 0 0 3 3 9
Cabangbungin TPLB TPLK
Tarumajaya DKI Jakarta
Sukawangi Sukakarya Pebayuran
Tambelang Tambun Utara
0 0 0 5 1 3 9
0 0 0 5 1 3 9
Babelan
Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan
Kedungwaringin Cikarang Utara
Kod. Bekasi
Cikarang Barat Cikarang Timur
Cikarang Selatan
Kab. Karawang
0 0 0 0 0 3 9
0 0 0 0 0 3 9
Cikarang Pusat
Setu
Serang Baru
Cibarusah
0 0 0 5 8 2 9
0 0 0 5 8 2 9
Bojongmangu
Kab. Bogor
0 0 0 0 5 7
0 0 0 5 3 7
0 0 0 0 2 7
67
Lampiran 13. Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Terhadap Alokasi Ruang Tahun 1993 Kecamatan
Alokasi RTRW 1993
Babelan
Kawasan Lindung
Babelan Babelan
Penggunaan Lahan Existing '00
Luas (ha)
LT
239,43
Kawasan Lindung
TPLB
316,96
Kawasan Lindung
TPLK
0,99
Babelan
Kawasan Pertanian
LT
923,63
Babelan
Kawasan Pertanian
Tambak
335,58
Babelan
Kawasan Permukiman
TPLB
15,59
Babelan
Kawasan Permukiman
TPLK
74,16
Bojongmangu
Kawasan Industri
TPLB
13,84
Bojongmangu
Kawasan Industri
TPLK
229,13
Bojongmangu
Kawasan Lindung
TPLB
172,34
Bojongmangu
Kawasan Lindung
TPLK
207,81
Bojongmangu
Kawasan Permukiman
TPLB
90,52
Bojongmangu
Kawasan Permukiman
TPLK
479,95
Cabangbungin
Kawasan Lindung
LT
12,26
Cabangbungin
Kawasan Lindung
TPLB
295,34
Cabangbungin
Kawasan Lindung
TPLK
165,01
Cabangbungin
Kawasan Pertanian
LT
136,99
Cabangbungin
Kawasan Permukiman
TPLB
11,22
Cabangbungin
Kawasan Permukiman
TPLK
27,27
Cibarusah
Kawasan Lindung
LT
0,40
Cibarusah
Kawasan Lindung
TPLB
117,65
Cibarusah
Kawasan Lindung
TPLK
179,15
Cibarusah
Kawasan Pertanian
LT
170,27
Cibarusah
Kawasan Permukiman
TPLB
51,47
Cibarusah
Kawasan Permukiman
TPLK
249,06
Cibitung
Kawasan Industri
TPLB
16,04
Cibitung
Kawasan Industri
TPLK
276,74
Cibitung
Kawasan Lindung
LT
11,18
Cibitung
Kawasan Lindung
TPLB
172,26
Cibitung
Kawasan Lindung
TPLK
Cibitung
Kawasan Pertanian
LT
318,09
Cibitung
Kawasan Permukiman
TPLB
52,21
Cibitung
Kawasan Permukiman
TPLK
431,40
0,16
Cikarang Barat
Kawasan Industri
TPLB
745,23
Cikarang Barat
Kawasan Industri
TPLK
2230,44
Cikarang Barat
Kawasan Lindung
LT
40,26
Cikarang Barat
Kawasan Lindung
TPLB
76,43
Cikarang Barat
Kawasan Lindung
TPLK
181,76
Cikarang Barat
Kawasan Pertanian
LT
75,83
Cikarang Barat
Kawasan Permukiman
TPLB
98,00
Cikarang Barat
Kawasan Permukiman
TPLK
137,91
68
Cikarang Pusat
Kawasan Industri
TPLB
261,64
Cikarang Pusat
Kawasan Industri
TPLK
114,55
Cikarang Pusat
Kawasan Lindung
LT
Cikarang Pusat
Kawasan Lindung
TPLB
456,38
Cikarang Pusat
Kawasan Lindung
TPLK
283,96
Cikarang Pusat
Kawasan Permukiman
TPLB
1597,37
Cikarang Pusat
Kawasan Permukiman
TPLK
1851,36
Cikarang Selatan
Kawasan Industri
TPLB
68,04
Cikarang Selatan
Kawasan Industri
TPLK
796,46
Cikarang Selatan
Kawasan Lindung
LT
97,27
Cikarang Selatan
Kawasan Lindung
TPLB
79,92
Cikarang Selatan
Kawasan Lindung
TPLK
375,35
Cikarang Selatan
Kawasan Pertanian
LT
47,04
Cikarang Selatan
Kawasan Permukiman
TPLB
49,73
Cikarang Selatan
Kawasan Permukiman
TPLK
2234,93
Cikarang Selatan
Kawasan Pariwisata
TPLB
56,85
Cikarang Selatan
Kawasan Pariwisata
TPLK
127,60
Cikarang Timur
Kawasan Industri
TPLB
219,55
Cikarang Timur
Kawasan Lindung
LT
Cikarang Timur
Kawasan Lindung
TPLB
378,78
Cikarang Timur
Kawasan Lindung
TPLK
224,50
Cikarang Timur
Kawasan Pertanian
LT
112,39
Cikarang Timur
Kawasan Permukiman
TPLB
201,33
Cikarang Timur
Kawasan Permukiman
TPLK
415,03
Cikarang Utara
Kawasan Industri
TPLB
134,83
Cikarang Utara
Kawasan Industri
TPLK
675,58
Cikarang Utara
Kawasan Lindung
LT
43,88
Cikarang Utara
Kawasan Lindung
TPLB
199,06
Cikarang Utara
Kawasan Lindung
TPLK
184,75
Cikarang Utara
Kawasan Permukiman
TPLB
468,51
Cikarang Utara
Kawasan Permukiman
TPLK
853,89
Karangbahagia
Kawasan Lindung
LT
24,56
Karangbahagia
Kawasan Lindung
TPLB
283,46
Karangbahagia
Kawasan Lindung
TPLK
20,59
Karangbahagia
Kawasan Pertanian
LT
23,67
Karangbahagia
Kawasan Permukiman
TPLB
4,64
Karangbahagia
Kawasan Permukiman
TPLK
7,15
Kedungwaringin
Kawasan Industri
TPLB
179,29
Kedungwaringin
Kawasan Industri
TPLK
27,21
Kedungwaringin
Kawasan Lindung
LT
21,58
Kedungwaringin
Kawasan Lindung
TPLK
103,33
Kedungwaringin
Kawasan Pertanian
LT
162,60
Muaragembong
Kawasan Lindung
LT
Muaragembong
Kawasan Lindung
TPLB
0,18
1,41
24,15 1389,24
69
Muaragembong
Kawasan Lindung
TPLK
382,02
Muaragembong
Kawasan Pertanian
LT
29,76
Muaragembong
Kawasan Pertanian
Tambak
Muaragembong
Kawasan Permukiman
TPLB
89,42
Pebayuran
Kawasan Lindung
TPLB
105,35
Pebayuran
Kawasan Lindung
TPLK
401,05
Pebayuran
Kawasan Pertanian
LT
29,39
Pebayuran
Kawasan Permukiman
TPLB
14,77
Pebayuran
Kawasan Permukiman
TPLK
41,47
Serang Baru
Kawasan Industri
TPLB
326,39
Serang Baru
Kawasan Industri
TPLK
320,53
Serang Baru
Kawasan Lindung
LT
18,26
Serang Baru
Kawasan Lindung
TPLB
32,77
Serang Baru
Kawasan Lindung
TPLK
286,67
Serang Baru
Kawasan Pertanian
LT
56,04
Serang Baru
Kawasan Permukiman
TPLB
43,97
Serang Baru
Kawasan Permukiman
TPLK
129,73
Setu
Kawasan Industri
TPLB
253,93
Setu
Kawasan Industri
TPLK
385,89
Setu
Kawasan Lindung
TPLB
53,99
Setu
Kawasan Lindung
TPLK
158,35
Setu
Kawasan Permukiman
TPLB
507,00
Setu
Kawasan Permukiman
TPLK
550,15
Sukakarya
Kawasan Lindung
LT
43,13
Sukakarya
Kawasan Lindung
TPLB
263,99
Sukakarya
Kawasan Lindung
TPLK
24,79
Sukakarya
Kawasan Pertanian
LT
176,47
Sukatani
Kawasan Lindung
LT
126,92
Sukatani
Kawasan Lindung
TPLB
11,22
Sukatani
Kawasan Lindung
TPLK
59,70
Sukatani
Kawasan Pertanian
LT
207,02
Sukatani
Kawasan Permukiman
Sukawangi
Kawasan Lindung
LT
183,03
Sukawangi
Kawasan Lindung
TPLB
128,14
Sukawangi
Kawasan Lindung
TPLK
21,94
Sukawangi
Kawasan Pertanian
LT
204,58
Tambelang
Kawasan Lindung
LT
7,31
Tambelang
Kawasan Lindung
TPLB
9,65
Tambelang
Kawasan Lindung
TPLK
Tambelang
Kawasan Pertanian
LT
272,41
Tambun Selatan
Kawasan Industri
TPLB
12,13
Tambun Selatan
Kawasan Industri
TPLK
56,50
Tambun Selatan
Kawasan Lindung
LT
270,69
Tambun Selatan
Kawasan Lindung
TPLB
131,65
TPLB
3208,97
9,13
5,49
70
Tambun Selatan
Kawasan Lindung
TPLK
199,77
Tambun Selatan
Kawasan Pertanian
LT
694,88
Tambun Selatan
Kawasan Permukiman
TPLB
383,54
Tambun Selatan
Kawasan Permukiman
TPLK
933,88
Tambun Utara
Kawasan Lindung
LT
118,92
Tambun Utara
Kawasan Lindung
TPLB
159,68
Tambun Utara
Kawasan Lindung
TPLK
Tambun Utara
Kawasan Pertanian
LT
Tambun Utara
Kawasan Permukiman
TPLB
5,67
Tambun Utara
Kawasan Permukiman
TPLK
50,43
Tarumajaya
Kawasan Lindung
LT
19,57
Tarumajaya
Kawasan Lindung
TPLB
340,49
Tarumajaya
Kawasan Pertanian
LT
230,04
Tarumajaya
Kawasan Pertanian
Tambak
188,41
Tarumajaya
Kawasan Permukiman
Tambak
75,11
Tarumajaya
Kawasan Permukiman
TPLB
808,19
Tarumajaya
Kawasan Permukiman
TPLK
1,47
1,10 520,40
71
Lampiran 14.
Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2009 Terhadap Alokasi Ruang tahun 2003
Kecamatan
Alokasi RTRW 2003
Penggunaan Lahan Existing '09
Luas (ha)
Babelan
Kawasan Industri
Tambak
156,19
Babelan
Kawasan Industri
TPLB
942,98
Babelan
Kawasan Lindung
LT
69,75
Babelan
Kawasan Lindung
Tambak
46,45
Babelan
Kawasan Lindung
TPLB
213,63
Babelan
Kawasan Permukiman
TPLB
3215,78
Babelan
Kawasan Pertanian
LT
Bojongmangu
Kawasan Industri
TPLB
323,46
Bojongmangu
Kawasan Industri
TPLK
167,77
Bojongmangu
Kawasan Lindung
TPLB
24,08
Bojongmangu
Kawasan Lindung
TPLK
32,49
Cabangbungin
Kawasan Lindung
LT
23,85
Cabangbungin
Kawasan Lindung
TPLB
147,68
Cabangbungin
Kawasan Lindung
TPLK
20,02
Cabangbungin
Kawasan Permukiman
TPLB
3,73
Cabangbungin
Kawasan Permukiman
TPLK
0,00
Cabangbungin
Kawasan Pertanian
LT
Cibarusah
Kawasan Lindung
TPLB
55,93
Cibarusah
Kawasan Lindung
TPLK
155,80
Cibarusah
Kawasan Permukiman
TPLB
443,00
Cibarusah
Kawasan Permukiman
TPLK
620,14
Cibarusah
Kawasan Pertanian
LT
Cibitung
Kawasan Industri
TPLB
8,96
Cibitung
Kawasan Industri
TPLK
143,37
Cibitung
Kawasan Lindung
LT
Cibitung
Kawasan Lindung
TPLB
189,62
Cibitung
Kawasan Lindung
TPLK
24,66
Cibitung
Kawasan Permukiman
TPLB
487,66
Cibitung
Kawasan Permukiman
TPLK
485,95
5,98
364,75
25,64
87,51
Cibitung
Kawasan Pertanian
LT
223,78
Cikarang Barat
Kawasan Industri
TPLB
290,11
Cikarang Barat
Kawasan Industri
TPLK
1336,74
Cikarang Barat
Kawasan Lindung
LT
Cikarang Barat
Kawasan Lindung
TPLB
73,49
Cikarang Barat
Kawasan Lindung
TPLK
159,78
Cikarang Barat
Kawasan Permukiman
TPLB
503,25
Cikarang Barat
Kawasan Permukiman
TPLK
384,94
Cikarang Barat
Kawasan Pertanian
LT
Cikarang Pusat
Kawasan Industri
TPLB
468,84
Cikarang Pusat
Kawasan Industri
TPLK
501,34
Cikarang Pusat
Kawasan Lindung
LT
213,63
2,17
68,30
72
Cikarang Pusat
Kawasan Lindung
TPLB
242,26
Cikarang Pusat
Kawasan Lindung
TPLK
166,40
Cikarang Pusat
Kawasan Permukiman
TPLB
1680,20
Cikarang Pusat
Kawasan Permukiman
TPLK
1366,25
Cikarang Pusat
Kawasan Pertanian
LT
Cikarang Selatan
Kawasan Industri
TPLB
88,95
Cikarang Selatan
Kawasan Industri
TPLK
527,00
Cikarang Selatan
Kawasan Lindung
LT
Cikarang Selatan
Kawasan Lindung
TPLB
9,46
Cikarang Selatan
Kawasan Lindung
TPLK
148,48
Cikarang Selatan
Kawasan Permukiman
TPLB
126,93
Cikarang Selatan
Kawasan Permukiman
TPLK
1692,74
Cikarang Timur
Kawasan Industri
TPLB
354,11
Cikarang Timur
Kawasan Industri
TPLK
3,17
Cikarang Timur
Kawasan Lindung
TPLB
222,47
Cikarang Timur
Kawasan Lindung
TPLK
260,70
Cikarang Timur
Kawasan Permukiman
TPLB
524,77
Cikarang Timur
Kawasan Permukiman
TPLK
228,34
Cikarang Timur
Kawasan Pertanian
LT
161,22
Cikarang Utara
Kawasan Industri
TPLB
36,74
Cikarang Utara
Kawasan Industri
TPLK
166,70
Cikarang Utara
Kawasan Lindung
LT
Cikarang Utara
Kawasan Lindung
TPLB
0,77
Cikarang Utara
Kawasan Lindung
TPLK
102,28
Cikarang Utara
Kawasan Permukiman
TPLB
446,31
Cikarang Utara
Kawasan Permukiman
TPLK
160,82
Cikarang Utara
Kawasan Pertanian
LT
2,41
Karangbahagia
Kawasan Lindung
LT
43,93
Karangbahagia
Kawasan Lindung
TPLB
173,24
Karangbahagia
Kawasan Lindung
TPLK
6,31
Karangbahagia
Kawasan Permukiman
TPLB
365,30
Karangbahagia
Kawasan Permukiman
TPLK
116,42
Karangbahagia
Kawasan Pertanian
LT
Kedungwaringin
Kawasan Industri
TPLB
Kedungwaringin
Kawasan Industri
TPLK
Kedungwaringin
Kawasan Lindung
LT
Kedungwaringin
Kawasan Lindung
TPLB
102,53
Kedungwaringin
Kawasan Lindung
TPLK
30,06
Kedungwaringin
Kawasan Pertanian
LT
Muaragembong
Kawasan Industri
TPLB
Muaragembong
Kawasan Lindung
Tambak
4202,76
Muaragembong
Kawasan Lindung
TPLB
1568,01
Muaragembong
Kawasan Lindung
TPLK
Muaragembong
Kawasan Pariwisata
Tambak
3,23
22,84
48,24
37,47 292,00 4,68 18,70
198,83 2,76
95,52 742,62
73
Muaragembong
Kawasan Pariwisata
TPLK
36,23
Muaragembong
Kawasan Permukiman
Tambak
2067,53
Muaragembong
Kawasan Permukiman
TPLB
4076,34
Muaragembong
Kawasan Permukiman
TPLK
921,91
Muaragembong
Kawasan Pertanian
LT
21,89
Pebayuran
Kawasan Lindung
LT
3,72
Pebayuran
Kawasan Lindung
TPLB
329,40
Pebayuran
Kawasan Lindung
TPLK
231,04
Pebayuran
Kawasan Pertanian
LT
161,14
Serang Baru
Kawasan Industri
TPLB
362,07
Serang Baru
Kawasan Industri
TPLK
210,24
Serang Baru
Kawasan Lindung
TPLB
22,25
Serang Baru
Kawasan Lindung
TPLK
129,67
Serang Baru
Kawasan Permukiman
TPLB
360,33
Serang Baru
Kawasan Permukiman
TPLK
1956,42
Setu
Kawasan Industri
TPLB
15,83
Setu
Kawasan Industri
TPLK
35,56
Setu
Kawasan Lindung
LT
Setu
Kawasan Lindung
TPLB
71,84
Setu
Kawasan Lindung
TPLK
82,03
Setu
Kawasan Permukiman
TPLB
1088,67
Setu
Kawasan Permukiman
TPLK
1421,86
Setu
Kawasan Pertanian
LT
7,99
Sukakarya
Kawasan Lindung
LT
67,82
Sukakarya
Kawasan Lindung
TPLB
247,71
Sukakarya
Kawasan Pertanian
LT
213,49
Sukatani
Kawasan Lindung
LT
37,64
Sukatani
Kawasan Lindung
TPLB
6,78
Sukatani
Kawasan Lindung
TPLK
26,33
Sukatani
Kawasan Permukiman
TPLB
191,07
Sukatani
Kawasan Permukiman
TPLK
129,39
Sukatani
Kawasan Pertanian
LT
245,06
Sukawangi
Kawasan Lindung
LT
101,24
Sukawangi
Kawasan Lindung
TPLB
193,74
Sukawangi
Kawasan Permukiman
TPLB
422,66
Sukawangi
Kawasan Pertanian
LT
318,17
Tambelang
Kawasan Lindung
LT
3,66
Tambelang
Kawasan Lindung
TPLB
3,15
18,04
Tambelang
Kawasan Pertanian
LT
Tambun Selatan
Kawasan Industri
TPLB
358,50 44,27
Tambun Selatan
Kawasan Industri
TPLK
36,10
Tambun Selatan
Kawasan Lindung
LT
92,10
Tambun Selatan
Kawasan Lindung
TPLB
67,75
Tambun Selatan
Kawasan Lindung
TPLK
81,42
74
Tambun Selatan
Kawasan Permukiman
TPLB
645,02
Tambun Selatan
Kawasan Permukiman
TPLK
1193,18
Tambun Utara
Kawasan Lindung
LT
131,46
Tambun Utara
Kawasan Lindung
TPLB
123,81
Tambun Utara
Kawasan Lindung
TPLK
11,48
Tambun Utara
Kawasan Permukiman
TPLB
1470,34
Tambun Utara
Kawasan Permukiman
TPLK
104,37
Tambun Utara
Kawasan Pertanian
LT
Tarumajaya
Kawasan Industri
Tambak
Tarumajaya
Kawasan Industri
TPLB
Tarumajaya
Kawasan Lindung
LT
Tarumajaya
Kawasan Lindung
TPLB
16,58
Tarumajaya
Kawasan Permukiman
TPLB
2702,96
Tarumajaya
Kawasan Permukiman
TPLK
109,33
96,57 350,95 1410,91 1,56