DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN USAHATANI DI KABUPATEN SUBANG
KARINA ANDALUSIA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Kecukupan Usahatani di Kabupaten Subang benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Karina Andalusia NIM A14090063
ABSTRAK KARINA ANDALUSIA. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Kecukupan Usahatani di Kabupaten Subang. Dibimbing oleh DYAH RETNO PANUJU dan BAMBANG HENDRO TRISASONGKO. Kabupaten Subang berdekatan dengan Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta serta berada pada lintasan jalur transportasi Pantura Jawa Barat. Kurang lebih 11, 250 Ha wilayah telah dialokasikan sebagai kawasan industri. Peruntukan lahan tersebut menjadi salah satu sebab alih fungsi lahan terutama lahan pertanian. Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup serius, maka konversi lahan perlu dikendalikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Subang periode 2007-2013, mengetahui faktor yang mempengaruhi konversi lahan dan mengidentifikasi minat petani untuk mempertahankan lahan pertanian. Analisis perubahan penggunaan lahan pada tahun 2007-2013 menunjukkan bahwa penggunaan lahan kebun campuran dan lahan terbangun mengalami peningkatan luasan sebagai hasil konversi lahan perkebunan, sawah, dan tanaman pertanian lahan kering. Luasan badan air, hutan, mangrove, dan tambak teridentifikasi tetap. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun dipengaruhi oleh faktor jenis tanah, pola ruang dan jarak ke pusat kota. Sedangkan faktor yang mempengaruhi minat petani adalah pendapatan pertanian bersih, total pengeluaran, dan landrent. Selanjutnya metode Markov Chain memprediksi penggunaan lahan di Kabupaten Subang tahun 2013 dengan ketepatan sebesar 96.4%. Metode ini memiliki ketepatan akurasi yang cukup baik pada penggunaan lahan mangrove, tambak dan hutan.
Kata kunci: Markov Chain, minat usahatani, perubahan penggunaan lahan, regresi logistik, Subang.
ABSTRACT KARINA ANDALUSIA. Dynamics of Land Use Change and Farming Sufficiency in Subang Regency. Supervised by DYAH RETNO PANUJU and BAMBANG HENDRO TRISASONGKO. Subang regency is located adjacent to Jakarta on the north coast of West Java. This strategic location has positioned Subang for having an added value of easy access. Therefore, it is exposed to increasing regional growth and development. Approximately 11,250 ha of the area have been allocated in a spatial plan as industrial area. The allocation causes land alteration, primarily in agricultural fields. Considering its significant impact, land conversion needs to be controlled. This research aims to observe the patterns of agricultural land use change in Subang during 2007-2013, as well as to study factors affecting land conversion by using logistic regression and to identify farmer’s interest to maintain their agricultural land. Analysis of land use conversion in 2007-2013 indicates that mixed garden and built-up increased considerably. These rises consume other land use types, including plantations, rice fields, and dry land agriculture. Other land use types remained constant. Logistic regression analysis concluded that the change of agricultural fields to built-up was influenced by several factors, including soil type, spatial plan and distance to the capital city. While factors affecting the interests of farmers were net agricultural income, total production and landrent. The Markov Chain accuracy in predicting land use of 2013 in Subang regency as much as 96.4%. This method is fairly accurate in predicting the use of mangroves, ponds, and forests. Keywords: land use change, logistic regression, markov chain, farming interest, Subang
DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN USAHATANI DI KABUPATEN SUBANG
KARINA ANDALUSIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Kecukupan Usahatani di Kabupaten Subang Nama : Karina Andalusia NIM : A14090063
Disetujui oleh
Dyah Retno Panuju, MSi Pembimbing I
Bambang Hendro Trisasongko, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Kecukupan Usahatani di Kabupaten Subang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dyah R. Panuju, MSi dan Bambang H. Trisasongko, MSc yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis baik berupa saran, motivasi, arahan, pikiran, dan waktu selaku pembimbing, sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Dan ucapan terimakasih kepada Dr Boedi Tjahjono, DEA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, dan arahan berguna bagi penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Ayahanda Nana Margana (alm) dan Ibunda Dini Lestari, serta seluruh keluarga besar Anwar Manan (alm) dan keluarga besar Manap Muhtadin, atas segala doa dan kasih sayangnya yang tidak pernah terputus. 2. Seluruh Staff pengajar dan karyawan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, atas ilmu dan pengalaman berharga yang diberikan. 3. Disamping itu, penulis sampaikan terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya kepada Instansi-instansi di Kabupaten Subang: Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan Kab. Subang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Subang, Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kab. Subang, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Dinas Tata Ruang, Pemukiman dan Kebersihan Kab. Subang, serta beberapa instansi lainnya yaitu Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum Ciliwung, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atas kerjasama dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan. 4. Sahabat seperjuangan di Lab. Bangwil: Ianatus, Teguh, Wida, Rani, Lona, Novia, Ka Etika, Ka Tutu, dan Bang Suefi, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. 5. Keluarga Soiler’46 dan kost karona yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama perkuliahan sampai hari ini. 6. Pihak lain yang turut membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Karina Andalusia
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Penginderaan Jauh dalam Perubahan Penggunaan Lahan
2
Markov Chain
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Jenis Data dan Sumber Data
4
Prosedur Analisis Data
5
Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan
5
Tahap Pengecekan Lapang
6
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
7
Analisis Faktor Penentu Persepsi Tingkat Kecukupan Usahatani
8
Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Pemetaan Penggunaan Lahan
10
Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan
12
Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2007-2010 dan 2010-2013
13
Fenomena Perubahan Penggunaan Lahan Menjadi Industri
14
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
16
Analisis Faktor Penentu Persepsi Tingkat Kecukupan Usahatani
21
Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan
22
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Jenis data yang digunakan, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan 4 Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan 8 Transisi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Subang tahun 2007-2010 14 Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Subang Tahun 2010-2013 14 Nilai akurasi dan Pseudo R² hasil regresi logistik biner 16 Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun 18 7 Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan sawah 19 8 Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan kebun campuran 20 9 Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan perkebunan dan TPLK 21 10 Hubungan korelasi pearson antar variabel penduga faktor minat usahatani 22 11 Hubungan korelasi antar variabel penduga minat usahatani berdasarkan analisis korelasi Spearman 22 12 Hasil prediksi Markov tahun 2013 terhadap Landuse tahun 2013 23
DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi penelitian 2 Bagan alir analisis data penggunaan lahan 3 Sebaran titik pengambilan contoh di Kabupaten Subang 4 Bagan alir analisis faktor perubahan penggunaan lahan 5 Bagan alir analisis faktor yang mempengaruhi minat usahatani 6 Bagan alir analisis prediksi penggunaan lahan 7 Kenampakan Obyek pada citra ALOS AVNIR-2 (atas) dan citra Landsat-8 (bawah) keterangan: a) mangrove, b) badan air, c) tambak, d) hutan, e) tanaman pertanian lahan kering, f) sawah, g) kebun campuran, h) perkebunan, dan i) lahan terbangun 8 Pengamatan penggunaan lahan Kabupaten Subang 2013 9 Penggunaan lahan di Kabupaten Subang berdasarkan citra ALOS AVNIR-2 2007 (A) dan 2010 (B), serta citra Landsat 2013 (C) 10 Perubahan pengggunaan lahan Kabupaten Subang tahun 2007-2013 13 Hasil decision tree faktor yang mempengaruhi minat petani 14 Proyeksi penggunaan lahan tahun 2013 hasil Markov Chain
3 5 6 8 9 10
11 11 12 13 21 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Kenampakan obyek pada citra 27 Luas perubahan berdasarkan jenis perubahan penggunaan lahan (Ha) 28 Jumlah penduduk di Kabupaten Subang 29 Perubahan lahan menjadi lahan industri yang terjadi pada tahun 2007-2013 di Kabupaten Subang 30 5 Peta rencana pola ruang Kabupaten Subang 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi yang menyertainya. Dinamika masyarakat dalam menjalankan kegiatannya, baik secara sosial, ekonomi, dan budaya, dapat berimbas pada perubahan struktur penggunaan lahan di suatu wilayah. Simulasi skenario perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh Verburg et al. (1999) menunjukkan bahwa penggunaan lahan sawah di Pulau Jawa mengalami penurunan pada tahun 1994-2010 yang disebabkan oleh peningkatan luasan perumahan, perkebunan dan pertanian lahan kering. Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang. Selain itu, Subang merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Pada tahun 2012, luas lahan sawah Kabupaten Subang tercatat sekitar 41.96% dari total luas wilayahnya. Letak geografis yang berdekatan dengan ibukota provinsi dan ibukota negara serta berada pada lintasan jalur transportasi pantai utara Jawa Barat menjadikan Kabupaten Subang memiliki nilai tambah berupa aksesibilitas yang mudah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan daerah yang pesat. Kurang lebih 11,250 Ha di Kabupaten Subang dialokasikan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) sebagai kawasan industri (Bappeda Subang 2012). Peruntukan lahan tersebut menjadi salah satu pendorong alih fungsi lahan terutama lahan pertanian. Konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian merupakan salah satu isu sentral pembangunan pertanian karena dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap produksi pangan (Irawan 2008). Dalam upaya membantu program mempertahankan lahan pertanian pangan, diperlukan penelitian yang diarahkan untuk mengidentifikasi areal potensial sawah melalui teknologi penginderaan jauh dan sains informasi geografis yang bermanfaat sebagai data dasar. Pengamatan serial dalam kurun waktu tertentu dapat dimanfaatkan untuk mengkaji konversi lahan yang terjadi serta mengamati faktor yang mengendalikannya. Analisis konversi lahan sawah di Jawa dan faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Karyati (2013), yaitu mengenai proyeksi penggunaan lahan menggunakan metode Markov Chain di Kabupaten Klaten. Namun demikian, kajian detil dan spesifik lokasi masih diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan sahih. Analisis lebih lanjut dari kedua studi di atas memerlukan pemetaan minat masyarakat dalam berusaha tani sebagai aktor utama dalam ketahanan pangan. Namun demikian, studi pemetaan minat masyarakat tersebut juga belum banyak dilakukan, terutama di wilayah pertanian semusim di Jawa Barat. Tujuan Penelitian Mempertimbangkan berbagai latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Subang tahun 2007-2013 serta proyeksi penggunaan lahan tahun 2013. Selain itu penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui faktor
2 yangmempengaruhi konversi lahan pertanian serta telaah minat petani untuk mempertahankan lahan pertanian.
TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jauh dalam Perubahan Penggunaan Lahan Dewasa ini penginderaan jauh telah dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi. termasuk aplikasi kebumian seperti kenampakan rupa bumi dan penelitian geologi, maupun aplikasi perencanaan dan pengembangan wilayah. Pemetaan menjadi salah satu pemanfaatan yang sering digunakan dari penginderaan jauh, terutama pemetaan penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad 1989). Trisasongko et al. (2009) menunjukan bahwa pemanfaatan citra Landsat ETM dan ALOS AVNIR dapat digunakan untuk menganalisis lahan yang mengalami perubahan penggunaan. Dinamika perubahan lahan memerlukan perhatian yang cukup serius, mengingat dampak yang ditimbulkan cukup luas. Salah satu bentuk perubahan penting adalah perubahan lahan pertanian, karena pertanian merupakan sektor utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Perubahan penggunaan lahan pertanian tidak terlepas dari pengaruh pembangunan dan pengembangan wilayah di sekitarnya. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada lahan pertanian yang berada di sekitar kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Rustiadi et al. (2008) menjelaskan bahwa perkembangan kota Jakarta berpengaruh pada wilayah di sekitarnya. Rendahnya tingkat efisiensi, produktifitas dan tingkat pendapatan petani yang berkaitan dengan skala kepemilikan yang sempit, kepemilikan lahan yang terfragmentasikan serta dan pola penggunaan lahan yang tidak terkoordinasi secara baik menjadi faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan pertanian (Saefulhakim 1999). Markov Chain Metode Markov Chain adalah metode yang dikenalkan oleh ahli matematika Rusia Andrei A. Markov pada tahun 1907. Metode ini merupakan metode yang sering digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan di masa yang akan datang. Keuntungan penggunaan metode ini adalah kesederhanaan model yang dapat diimplementasikan dengan cepat dan tidak membutuhkan data spasial yang kompleks dalam pemodelan. Kelemahan yang penting adalah kesederhanaan model yang hanya cocok digunakan untuk wilayah dengan kondisi perkembangan relatif konstan. Trisasongko et al. (2009) menjelaskan bahwa persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan awal dan akhir pengamatan yang direpresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom) serta sebuah matrik transisi. Hubungan ketiga matrik tersebut dapat dilihat pada matriks dibawah ini:
3 MLC * Mt = Mt+1
Keterangan : MLC = Peluang Mt = Peluang tahun ke-t Mt+1 = Peluang tahun ke t+1 LCuu = Peluang suatu kelas u menjadi kelas lainya pada rentang waktu tertentu Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas u pada waktu t
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Wilayah studi yang dikaji pada penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Subang. Secara geografis, Subang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Indramayu di Timur, Karawang, dan Purwakarta di sebelah barat, dan Bandung serta Kabupaten Sumedang di selatan (Gambar 1). Secara administratif Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi 30 kecamatan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Subang (Bappeda Subang 2012).
Gambar 1. Lokasi penelitian Analisis data dilakukan di Divisi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2014.
4 Jenis Data dan Sumber Data Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang melalui pengamatan dan wawancara kepada petani dan pelaku perubahan penggunaan lahan baik masyarakat maupun pengusaha. Data sekunder yang digunakan adalah dokumen RTRW Kabupaten Subang tahun 2011-2031, data potensi desa Kabupaten Subang tahun 2008 dan 2012, serta rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) Bappeda tahun 2012. Data spasial yang digunakan adalah peta administrasi, peta jenis tanah, peta lereng, peta pola ruang, dan peta jalan skala 1:100.000. Selain itu juga digunakan citra ALOS AVNIR tahun 2007 dan 2010, serta satu citra Landsat-8 tahun 2013. Citra diperoleh dari USGS (United States Geological Survey) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Data sekunder diperoleh dari Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung, Bappeda Kabupaten Subang, dan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-IPB). Jenis data yang digunakan, teknik analisis dan luaran yang diharapkan menurut tujuan penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis data yang digunakan, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan. No
Tujuan penelitian
1 a. Identifikasi perubahan penggunaan lahan Tahun 2007, 2010, dan 2013
b. Faktor penentu perubahan penggunaan lahan
2
Mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi minat petani
3
Memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 dan menguji akurasinya
Jenis data Citra ALOS AVNIR 2 2007 & 2010, IKONOS 2010, Landsat 8 2013, Peta Dasar (jalan dan sungai), Peta administrasi Kabupaten Subang
Peta administrasi, RTRW, jenis tanah, kemiringan lereng, perubahan penggunaan lahan, data laju pertumbuhan fasilitas tahun 2007-2013. Data primer perilaku pemanfaatan lahan dan persepsi tentang konversi lahan pertanian digali dengan kuesioner, peta administrasi, jenis tanah, kemiringan lereng Hasil analisis tujuan 1a
Teknik analisis Sistem Informasi Geografis dengan penggabungan kanal citra, koreksi geometri, teknik data fusion, klasifikasi visual penggunaan lahan, dan validasi cek lapang Center of mass, Distance matrix, Regresi logistik biner
Luaran yang diharapkan Perubahan penggunaan lahan tahun 2007, 2010 , 2013
Jarak terhadap jalan terdekat, jarak ke pusat kabupaten, faktor penentu perubahan penggunaan lahan
Land Rent, Regresi Logistik, Decision tree
Faktor yang mempengaruhi minat petani
Markov Chain
Prediksi penggunaan lahan tahun 2013,
5 Prosedur Analisis Data Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan diperoleh melalui interpretasi visual citra ALOS AVNIR-2 tahun 2007 dan 2010, serta Landsat 8 tahun 2013 (Gambar 2). Citra ALOS AVNIR-2 dan Landsat 8 memiliki ukuran piksel masing-masing sebesar 10 dan 30 meter. Untuk mengatasi kendala resolusi yang berbeda, penelitian ini menggunakan teknik data fusion pada data Landsat. Tujuan analisis tersebut adalah untuk meningkatkan resolusi citra multispektral dengan mengintegrasikan karakteristik spektral data pankromatik yang memiliki resolusi lebih tinggi (Vrabel 1996). Band 1 sampai 7 dan band 9 pada Landsat 8 dikategorikan sebagai multispectral band dengan resolusi spasial sebesar 30 meter, sedangkan band 8 termasuk panchromatic band yang berwarna hitam putih dengan resolusi spektral sebesar 15 meter. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang (2008) menunjukkan teknik dan metode fusi citra Pankromatik (citra hitam-putih) PRISM yang mempunyai resolusi spasial tinggi dengan data multispektral AVNIR-2 dengan resolusi spasial rendah dapat mempertajam atau meningkatkan ketelitian informasi atau identifikasi obyek-obyek penutup lahan/tanaman pertanian. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010
Koreksi geometri
Peta Dasar sungai dan jalan)
Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010 terkoresi
Citra Landsat-8 tahun 2013
Citra Landsat-8 tahun 2013 resolusi tinggi
Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2007
Data fusion
Citra Landsat-8 tahun 2013 terkoreksi Klasifikasi visual dan digitasi
Image to image Coregistration
Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2007 terkoresi
Cek lapang
Penggunaan lahan tahun 2007, 2010, dan 2013
Gambar 2. Bagan alir analisis data penggunaan lahan Sistem proyeksi yang digunakan adalah sistem UTM zona 48S dengan sistem geodetik World Geodetic System (WGS) 1984. Sebelum melakukan proses interpretasi visual, ketiga citra terlebih dahulu dikoreksi geometri, dengan tujuan untuk menghilangkan distorsi geometrik citra sebagai akibat dari: efek penyiaman sistem optik, kelengkungan dan rotasi bumi serta sudut pengamatan kamera. Citra planimetrik dengan tingkat akurasi yang memadai berdasarkan informasi metadata posisi dan attitude kamera, selanjutnya untuk digunakan dalam pengolahan lanjutan. Dengan demikian, posisi setiap piksel di permukaan bumi memiliki informasi posisi (LAPAN 2012). Koreksi geometrik dilakukan dengan menentukan titik kontrol (GCP, Ground Control Point) sebanyak 20 titik untuk proses registrasi image-to-image Coregistration, mengingat wilayah studi relatif datar sampai berombak, kecuali pada wilayah selatan. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010 terlebih dahulu direktifikasi terhadap peta dasar (jalan dan sungai) untuk mempermudah identifikasi objek yang sama pada peta dasar dan citra yang akan dikoreksi. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010 yang telah terkoreksi digunakan untuk mengkoreksi citra ALOS AVNIR-2 tahun 2007 dan citra Landsat 8 tahun 2013. Keseluruhan citra diinterpretasi secara visual sehingga menghasilkan peta penggunaan lahan tahun 2007, 2010 dan 2013. Penggunaan lahan dibedakan
6 menjadi sembilan kelas, yaitu badan air (BA), hutan (HT), kebun campuran (KC), lahan terbangun (LT), mangrove (MV), perkebunan (PK), sawah (SW), tambak (TB), dan tanaman pertanian lahan kering (TPLK). Penggunaan lahan pada tahun yang berbeda selanjutnya dianalisis untuk memperoleh matriks transisi yang menginformasikan pola perubahan penggunaan lahan di wilayah kajian. Matriks transisi dibuat pada tiga periode perubahan, yaitu tahun 2007-2010, 2010-2013, dan 2007-2013. Tahap Pengecekan Lapang Survei lapang dilakukan untuk membandingkan penggunaan lahan hasil interpretasi citra dengan kondisi yang aktual. Peralatan yang digunakan adalah perangkat penerima sinyal GPS (Global Positioning System) dan kamera digital. Pengambilan titik-titik cek lapang dipandu oleh poligon wilayah yang terindikasi mengalami perubahan. Terdapat 96 titik pengamatan yang diamati dengan mempertimbangkan sebaran lokasinya (Gambar 3). Titik contoh ditetapkan berdasarkan penggunaan lahan yang mengalami perubahan ke penggunaan lahan lainnya. Selama pengumpulan data lapang, wawancara dengan masyarakat setempat dilakukan untuk menggali data kepemilikan lahan, pelaku perubahan lahan dan sejarah penggunaan lahan masa lampau. Selain itu juga dilakukan proses wawancara dengan petani di sekitar daerah yang mengalami konversi untuk menggali minat petani dalam pertanian, hasil pendapatan pertanian dan nonpertanian, sosial ekonomi rumah tangga petani dan kendala dalam berusahatani.
Gambar 3. Sebaran titik pengambilan contoh di Kabupaten Subang
7 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Analisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan melibatkan peta penggunaan lahan, peta administrasi, peta RTRW 2011-2031, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng serta data statistik seperti keragaman fasilitas tahun 2008, dan 2012, jarak terhadap jalan terdekat, dan jarak ke pusat kota. Penggabungan jumlah jenis fasilitas ekonomi, industri, dan sosial dari data potensi desa dilakukan pada setiap desa dengan basis data spasial yang telah dibuat sebelumnya. Pertumbuhan keragaman fasilitas (sosial, industri dan ekonomi) dihitung dengan persamaan berikut: ΔF = ((F1-F0)/F0)/4 Keterangan: ΔF = Laju pertumbuhan fasilitas (ekonomi & sosial) per tahun antara tahun 20082012 F1 = Jumlah fasilitas (ekonomi, industri, dan sosial) per desa tahun 2012 F0 = Jumlah fasilitas (ekonomi, industri, dan sosial) per desa tahun 2008 4 = Selisih antara tahun awal dan tahun akhir Untuk mengitung jarak suatu poligon terhadap jalan terdekat dan jarak ke pusat kota, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan titik tengah (center of mass) masing-masing poligon penggunaan lahan yang selanjutnya dilakukan perhitungan matriks jarak terhadap jalan terdekat dan jarak terhadap pusat kota. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik biner, mengingat variabel respon yang digunakan bersifat kategorik dan dikotomi (Y=0 jika tidak terjadi perubahan; Y=1 jika terjadi perubahan). Variabel penjelas yang digunakan dalam identifikasi faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan mengacu pada penelitian Verburg et al (1999) yaitu: (1) Pola umum perubahan penggunaan lahan pertanian ke lahan terbangun, (2) Pola perubahan lahan sawah ke pengunaan lain, (3) Pola perubahan penggunaan lahan sawah ke lahan terbangun, dan (4) Pola perubahan penggunaan lahan pertanian non sawah (kebun campuran, perkebunan, dan TPLK) ke lahan terbangun (Tabel 2), sedangkan proses analisis faktor perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 4. Secara umum model logistik biner dapat dinotasikan sebagai berikut: P(y = 1) = 𝜋 =
𝑒 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + ….. 𝛽𝑘 𝑋 𝑘 1+𝑒𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + ….. 𝛽𝑘 𝑋 𝑘
Keterangan: π 𝛽0 , 𝛽1 , ...,𝛽𝑘 𝑋1 , ..., 𝑋𝑘
= Peubah respon biner dimana terjadi perubahan penggunaan lahan (Y=1) = Parameter regresi logistik = Faktor yang diduga mempengaruhi proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun
8 Peta administrasi Kabupaten Subang
Titik pusat kota
Peta lereng Kabupaten Subang
Peta jalan Kabupaten Subang
Peta landuse tahun 2007, 2010, dan 2013 Kabupaten Subang
Peta jenis tanah Kabupaten Subang
Peta RTRW Kabupaten Subang
Tumpang tindih
Keragaman fasilitas tahun 2008 dan 2012
Keluaran 1
Penggabungan
Center of mass
Distance matrix
Keluaran 2
Analisis regresi logistic biner
Gambar 4. Bagan alir analisis faktor perubahan penggunaan lahan Tabel 2. Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan Peubah respon (Y) Y1= Poligon penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi lahan terbangun (1) atau tidak berubah (0) Y2= Sawah tetap sawah (0) atau sawah berubah ke penggunaan lain (1) Y3= Sawah tetap sawah (0) atau sawahke lahan terbangun (1) Y4= Penggunaan kebun campuran, tetap (0) atau kebun campuran ke lahan terbangun (1) Y5= Penggunaan perkebunan, tetap (0) atau perkebunan ke lahan terbangun (1) Y6= Penggunaan TPLK, tetap (0) atau TPLK ke lahan terbangun (1)
Peubah penjelas (X) - (X1) Kelas kemiringan lereng (1= <2%;2= 2-8%; 3= 9-15%; 4= 16-25; 5= 26-40%) - (X2) Jenis tanah (1= Aluvial;2= Andosol; 3= Glei; 4= Grumusol; 5= Latosol; 6= Podsolik Merah Kuning; 7= Regosol) - (X3) Alokasi Ruang dalam RTRW (1= Cagar alam, 2= Hutan produksi terbatas, 3= Hutan produksi tetap, 4= Kawasan hankam, 5= Pantai berhutan bakau, 6= perikanan budidaya, 7= Perkebunan, 8= Pemukiman perkotaan, 9= pertanian lahan basah, 10= Pertanian lahan kering, 11= Tangkapan air waduk, 12= Kawasan wisata, 13= Permukiman perdesaan, 14= situ, 15= zona industri ) - (X4)Laju pertumbuhan fasilitas ekonomi - (X5) Laju pertumbuhan fasilitas sosial - (X6) Laju pertumbuhan fasilitas industri - (X7) Jarak poligon perubahan ke pusat kota - (X8) Jarak poligon perubahan ke jalan tol - (X9) Jarak poligon perubahan ke jalan kolektor
Analisis Faktor Penentu Persepsi Tingkat Kecukupan Usahatani Data yang digunakan dalam analisis ini berasal dari hasil wawancara kepada petani di sekitar daerah yang mengalami perubahan penggunaan lahan. Peubah respon (Y) yang digunakan dalam menganalisis faktor yang mempengaruhi minat petani adalah kecukupan usahatani saat ini, dengan peubah penjelas (X) yang digunakan yaitu nilai landrent, penerimaan, pendapatan pertanian bersih, pendapatan non-pertanian, total pengeluaran, keinginan untuk mengalihgunakan
9 lahan pertanian, jenis pekerjaan selain bertani, pendidikan, jenis irigasi, dan kemiringan lereng. Faktor yang berpengaruh terhadap persepsi kecukupan usaha tani saat ini dianalisis menggunakan analisis keterkaitan (korelasi) dan penyusunan pohon keputusan (decision tree) pada perangkat lunak Statistica-7. Gambar 5 menyajikan alur analisis minat usahatani. Sosialekonomi petani
Sistem usahatani
1. Keinginan mengkonversi lahan pertanian 2. Pekerjaan non-pertanian 3. Pendidikan 4. Pendapatan non-pertanian 5. Kecukupan usahatani 6. Total biaya pengeluarah rumah tangga petani
Faktor yang mempengaruhi minat usahatani
Decision Tree
1. Biaya produksi pertanian 2. Pendapatan pertanian bersih 3. Irigasi 4. Kendala usahatani 5. Kepemilikan lahan pertanian 6. landrent
Korelasi
Gambar 5. Bagan alir analisis faktor yang mempengaruhi minat usahatani Tujuan penggunaan pohon keputusan (decision tree) ini adalah untuk memudahkan penggambaran situasi keputusan secara sistematik dan komprehensif (Suputra et al. 2008). Metode pohon keputusan mengubah fakta yang kompleks menjadi pohon keputusan dengan merepresentasikan aturan-aturan. Data dalam pohon keputusan biasanya dinyatakan dalam bentuk tabel dengan atribut dan record. Atribut menyatakan suatu parameter yang disebut sebagai kriteria dalam pembentukan pohon (Meilani dan Slamat 2012). Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan Metode Markov Chain digunakan untuk melakukan pemodelan dan prediksi penggunaan lahan tahun 2013, dengan asumsi bahwa perubahan penggunaan lahan di wilayah studi memiliki pola yang cenderung tetap. Data yang digunakan dalam analisis Markov adalah dalam format raster yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak IDRISI. Penggunaan lahan tahun 2013 diprediksi dengan menggunakan kombinasi data penggunaan lahan tahun 2007 dan tahun 2010. Nilai akurasi hasil pemodelan Markov dihitung dengan membandingkan hasil prediksi terhadap kondisi aktual tahun 2013 yang sebelumnya telah diperbarui dalam pengecekan lapang. Akurasi untuk penggunaan lahan tertentu dihitung dengan persamaan berikut:
Sedangkan perhitungan total akurasi adalah sebagai berikut:
10 Keterangan: = Akurasi penggunaan lahan ke-i Ac = Akurasi total = Luas penggunaan lahan ke-i hasil prediksi markov yang sesuai dengan kondisi riil = Luas penggunaan lahan ke-i berdasarkan hasil prediksi dan penggunaan lahan ke-j berdasarkan kondisi riil yang bersesuaian ∑x = Jumlah penggunaan lahan i = 1, 2, 3,…. p adalah jenis penggunaan lahan pada prediksi Markov j = 1, 2, 3, ….k adalah jenis penggunaan lahan berdasarkan hasil pengamatan lapang Adapun keluaran dari analisis ini adalah dalam bentuk matriks peluang perubahan penggunaan lahan serta peta penggunaan lahan prediksi. Gambar 6 menyajikan alur analisis prediksi Markov Chain. Peta penggunaan lahan tahun 2007
Peta penggunaan lahan tahun 2010
Analisis Markov Chain
Prediksi Markov Tahun 2013
Akurasi prediksi Markov Tahun 2013
Validasi luasan kecocokan
Peta penggunaan lahan tahun 2013
Gambar 6. Bagan alir analisis prediksi penggunaan lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Penggunaan Lahan Interpretasi visual dilakukan dengan membandingkan kenampakan obyek menggunakan warna asli (true color) terhadap kunci interpretasi citra diantaranya adalah, rona, tekstur, pola serta asosiasi obyek. Obyek yang diamati pada proses ini selanjutnya dikelaskan dalam sembilan jenis penggunaan lahan yaitu badan air (BA), hutan (HT), kebun campuran (KC), lahan terbangun (LT) mangrove (MV), perkebunan (PK), sawah (SW), tambak (TB), dan tanaman pertanian lahan kering (TPLK). Gambar 7 menunjukkan perbandingan obyek penggunaan lahan pada citra Landsat dan ALOS AVNIR-2, sedangkan kunci interpretasi visual pada masingmasing citra yang digunakan tersaji pada Lampiran 1.
11
Gambar 7. Kenampakan Obyek pada citra ALOS AVNIR-2 (atas) dan citra Landsat8 (bawah) keterangan: a) mangrove, b) badan air, c) tambak, d) hutan, e) tanaman pertanian lahan kering, f) sawah, g) kebun campuran, h) perkebunan, dan i) lahan terbangun . Hasil interpretasi, selanjutnya dibandingkan dengan hasil pengecekan lapang dengan tujuan untuk menelaah hasil interpretasi citra. Gambar 8 menyajikan potongan citra Landsat-8 tahun 2013 serta beberapa foto hasil pengecekan lapang.
Gambar 8. Pengamatan penggunaan lahan Kabupaten Subang 2013
12 Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Subang pada tiga titik tahun yaitu 2007, 2010 dan 2013 masih didominasi oleh kegiatan lahan pertanian baik lahan basah maupun lahan kering. Penggunaan terbesar sampai terkecil pada ketiga titik tahun terdapat pada lahan sawah, TPLK, perkebunan, lahan terbangun, kebun campuran, hutan, tambak, badan air, dan mangrove. Dilihat dari pola penyebarannya, lahan terbangun cenderung terpusat di sepanjang koridor jalan utama. Sawah, TPLK, kebun campuran, dan lahan terbangun merupakan penggunaan lahan yang tersebar hampir di setiap kecamatan. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Subang tahun 2012, tercatat 80.80% wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 0°17°, yang sangat cocok untuk penggunaan lahan pertanian dan lahan terbangun. Di bagian utara Kabupaten Subang terdapat pertanian lahan basah (sawah) terbesar. Selain itu di utara, yang berbatasan dengan Laut Jawa, juga terdapat tambak dan mangrove. Perkebunan dan hutan terdapat di bagian tengah dan selatan seperti disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Penggunaan lahan di Kabupaten Subang berdasarkan citra ALOS AVNIR-2 2007 (A) dan 2010 (B), serta citra Landsat 2013 (C) Badan air, hutan, mangrove, dan tambak di Kabupaten Subang dalam kurun waktu enam tahun (2007-2013) tidak banyak mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi adalah penurunan luas kawasan pertanian lahan basah maupun lahan kering untuk keperluan penyediaan kawasan terbangun untuk industri, pemukiman, maupun jasa lainnya. Selain itu terjadi peningkatan dan penurunan luas penggunaan
13
Laju perubahan/ tahun (%)
lahan, salah satunya terjadi di Kecamatan Serangpanjang yang berada di Subang bagian selatan yang didominasi oleh kebun campuran. Pada Gambar 10 disajikan ringkasan persentase perubahan setiap jenis perubahan penggunaan lahan tahun 2007-2013. 0.06
0,05
0,05
0.04 0.02 -0.02
-0,02
-0,01 -0,08
0.00 BA
HT
KC
LT
MR
PK
SW
TB
TPLK
-0.04 -0.06 -0.08 -0.10
Gambar 10. Persentase laju perubahan pengggunaan lahan per tahun Kabupaten Subang Perubahan lahan sawah menjadi lahan terbangun tersebar di hampir seluruh wilayah kecamatan. Perubahan terbesar terjadi di bagian tengah, antara lain di Kecamatan Subang, Pabuaran dan Pagaden (Lampiran 2). Daerah tersebut merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Subang dan memiliki jumlah penduduk terbanyak (Lampiran 3). Selain sawah yang telah berubah menjadi lahan terbangun, juga terdapat perubahan lahan sawah menjadi kebun campuran, yang kemudian dapat berubah menjadi lahan terbangun (Gambar 11).
a
b c Gambar 11. Sekuen perubahan penggunaan lahan
Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2007-2010 dan 2010-2013 Selama kurun waktu tiga tahun (2007-2010), hasil interpretasi memperlihatkan adanya peningkatan luasan kebun campuran dan lahan terbangun. Perubahan luasan terbesar masing-masing jenis penggunaan di wilayah Kabupaten Subang tahun 2007-2010 adalah jenis penggunaan lahan terbangun. Penambahan luas lahan terbangun disebabkan peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan sarana dan prasarana, baik lahan terbangun berupa tempat tinggal (pemukiman dan perumahan), lahan usaha (pabrik dan peternakan), maupun fasilitas umum (sekolah, pasar, pemakaman, dan tempat rekreasi). Peningkatan lahan terbangun pada periode ini menyebabkan terjadinya penurunan lahan pertanian terutama terjadi pada lahan sawah, disusul oleh penurunan lahan TPLK dan perkebunan. Lahan pertanian kebun campuran
14 mengalami peningkatan yang cukup besar, demikian juga dengan peningkatan lahan terbangun, yang berasal dari sawah (Tabel 3). Berdasarkan wawancara kepada masyarakat, hal ini terjadi karena kurangnya ketersediaan air, sehingga masyarakat lebih memilih lahannya dijadikan kebun campuran untuk menanam tanaman tahunan dan semusim yang dalam pengelolaannya tidak membutuhkan sumber air yang cukup banyak. Fenomena ini terjadi di Kecamatan Dawuan, Kalijati, dan Serang Panjang. Tabel 3. Perubahan penggunaan lahan Kabupaten Subang tahun 2007-2010 2007 BA HT KC LT MR PK SW TB TPLK Total
BA
HT
KC
LT
MR
2010 PK SW
TB
TPLK
704.04
704.04 13,139.32
13,139.32 17,323.23
16.77
17,340.01
17,781.49
17,781.49 295.68 18,864.96 102,669.48 11,730.14
95.68 124.63
6.70 45.55
18,858.26 102,499.30 11,730.14
40.76 704.04 13,139.32
Total
17,447.87 17,891.27
95.68
18,858.26 102,499.30
11,730.14
35,159.7
35,200.46
35,159.7
217,725.57
Pada periode 2010-2013 perubahan penggunaan yang terjadi serupa dengan periode sebelumnya yang ditunjukkan oleh naiknya penggunaan lahan terbangun, dan menurunnya lahan pertanian basah maupun kering (Tabel 4). Perbedaan yang terjadi adalah penurunan luasan pada penggunaan lahan kebun campuran. Tabel 4. Perubahan penggunaan lahan Kabupaten Subang Tahun 2010-2013 2010 BA HT KC LT MR PK SW TB TPLK Total
2013 BA
HT
KC
LT
MR
PK
SW
TB
TPLK
70.04
704.04 13,139.32 17,447.87 17,891.27 295.68
13,139.32 17,376.53
71.34 17,891.27 95.68 9.57 160.10
18,848.69
35,098.69
18,858.26 102,499.30 11,730.14 35,159.70
11,730.14 35,098.69
217,725.57
102,339.20 11,730.14
61.01 704.04
13,139.32
17,376.53
18,193.28
95. 68
Total
18,848.69
102,339.20
Hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun. Kebun campuran merupakan formasi lahan transisi perubahan sawah menjadi lahan terbangun (Karyati et al. 2013). Diluncurkannya Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan diharapkan dapat membatasi proses alih fungsi lahan pada lahan pertanian beririgasi teknis atau sawah secara umum, sehingga perubahan menjadi lahan terbangun terjadi lebih banyak dari lahan non sawah. Fenomena Perubahan Penggunaan Lahan Menjadi Industri Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam kurun waktu enam tahun (2007-2013) di Kabupaten Subang mengindikasikan adanya penurunan luas kawasan pertanian lahan basah maupun lahan kering untuk keperluan penyediaan kawasan terbangun untuk industri, pemukiman, maupun jasa lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan lapang yang dilakukan pada 96 titik pengamatan terdapat 53 titik yang berubah menjadi lahan industri (Lampiran 4) baik skala kecil, menengah,
15 maupun besar. Gambar 12 menyajikan luasan perubahan berdasarkan penggunaan lahan sebelumnya.
Gambar 12. Luasan perubahan lahan mejadi lahan industri berdasarkan penggunaan lahan sebelumnya. Dari gambar tersebut diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan menjadi lahan industri banyak terjadi pada penggunaan lahan sawah. Selain itu jika ditinjau dari jarak lahan industri terhadap lahan pertanian maka terlihat bahwa penggunaan lahan industri dengan bidang usaha bata merah dan bahan pangan memiliki sebaran jarak yang dekat, mengingat bahan baku industri berasal dari lahan pertanian lokal (Gambar 13). 600 Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes a= Garment b= P angan c= Kimia d= Bata Merah e= Kayu f= Otomotif
500
Jarak Ke Pertanian (m)
400
300
200
100
0
-100 a
b
c
d
e
f
Bidang Usaha
Gambar 13. Jarak ke lahan pertanian pada berbagai bidang usaha industri. Lahan industri di Kabupaten Subang pada tahun 2007-2013 selain menyebabkan terjadinya penurunan luasan lahan pertanian, juga mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk di daerah tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2010, selama kurun waktu 3 tahun terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 75,349 jiwa. Namun demikian, pada industri padat karya seperti industri pakaian jadi (garment), sebagian besar tenaga kerja berasal dari luar daerah
16 dimana industri tersebut berada (Gambar 14). Hal tersebut dapat mendorong terjadinya perubahan lahan di sekitar lahan industri yang disebabkan oleh kebutuhan fasilitas penunjang dan fasilitas umum. Hipotesis ini perlu dibuktikan dan dipertajam dengan pengamatan lapang mendalam untuk mengetahui besaran perubahan yang terjadi. 120
Persentase penduduk asli (%)
100
80
60
40
20
Median Outliers a= Garment d= Bata Merah
0
-20 a
b
c
d
25%-75% Non-Outlier Range Extremes b= P angan c= Kimia e= Kayu f= Otomotif
e
f
Bidang Usaha
Gambar 14. Persentase jumlah penduduk asli yang bekerja pada berbagai bidang usaha industri. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pada penelitian ini, analisis regresi logistik biner digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian. Faktor tersebut dikelompokkan atas variabel yang berperan meningkatkan peluang terjadinya konversi lahan dan variabel yang berpeluang menurunkan terjadinya konversi lahan. Target yang ingin dicapai terdiri dari 6 pola perubahan dan direpresentasikan dalam 6 peubah respon (Y) berikut: (1) Pola umum perubahan penggunaan lahan pertanian ke lahan terbangun, (2) Pola perubahan lahan sawah ke pengunaan lain, (3) Pola perubahan penggunaan lahan sawah ke lahan terbangun, (4) Pola perubahan lahan kebun campuran ke lahan terbangun, (5) Pola perubahan lahan perkebunan ke lahan terbangun, dan (6) Pola perubahan penggunaan TPLK ke lahan terbangun. Tabel 5 menyajikan parameter akurasi dan Pseudo-R2 pada setiap peubah respon. Hasil analisis regresi logistik biner untuk Y1 menghasilkan model regresi dengan nilai Pseudo-R2 (Nagelkerke R2) sebesar 81%. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang berperan meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun adalah jenis tanah. Sedangkan variabel lainnya yang juga berperan adalah pola ruang, serta jarak ke pusat kota yang secara umum menurunkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan
17 pertanian. Hasil analisis faktor penentu konversi lahan tersebut sejalan dengan pendapat Panuju et al. (2013) yang menyatakan bahwa variabel yang berperan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian secara umum adalah variabel aksesibilitas ke lokasi pusat kota, variabel kondisi biofisik wilayah yang terdiri dari jenis tanah, serta kebijakan alokasi ruang. Tabel 5. Nilai akurasi dan Pseudo R² hasil regresi logistik biner untuk enam model perubahan penggunaan lahan Pendugaan Status perubahan
Pengamatan Y1= Perubahan lahan pertanian menjadi Tetap lahan terbangun Berubah Persentasi Total Y2= Perubahan lahan sawah menjadi Tetap penggunaan lain Berubah Persentasi Total Y3= Perubahan lahan sawah menjadi Tetap lahan terbangun Berubah Persentasi Total Y4= Perubahan kebun campuran Tetap menjadi lahan terbangun Berubah Persentasi Total Y5= Perubahan perkebunan menjadi Tetap lahan terbangun Berubah Persentasi Total Y6= Perubahan tanaman pertanian lahan kering menjadi lahan terbangun Persentasi Total
Tetap Berubah
Tetap 10 688 61
Berubah 0 214
4 858
0
21
104
4 858 12
0 104
3 201
1
18
85
794
0
3
6
1 825 21
0 26
% Ketepatan 100.00 77.82 99.44 100.00
Pseudo R² 0.81
83.20 99.58 100.00 89.66 99.76 99.97
0.84
82.52 99.43 100.00
0.85
66.67 99.63 100.00 55.32 98.88
0.61
0.91
0.51
Tanah Kompleks Andosol berpeluang meningkatkan konversi lahan pertanian. Tanah tersebut menyebar di bagian selatan Kabupaten Subang, sehingga memiliki jarak yang jauh dari pusat kota yang terletak di bagian tengah kabupaten. Kecenderungan untuk dikonversi dimungkinkan karena kurangnya pengawasan dari pemerintah setempat. Menurut Suputra et al. (2012), alih fungsi lahan di Subak Daksina, Bali, diantaranya dipengaruhi oleh lokasi lahan dan jarak terhadap pusat kota. Penetapan alokasi ruang dan jarak ke pusat kota justru berpeluang menurunkan konversi lahan pertanian. Dalam analisis ini, pusat kota yang dimaksud adalah Kantor Bupati Subang. Alokasi ruang merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat untuk mengendalikan pola ruang dan konversi lahan pertanian. Mengingat alokasi ruang ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah, RTRW yang berisi pola ruang memiliki kekuatan hukum yang menjadi panduan bagi pemerintah, pengembang dan masyarakat dalam membentuk pola ruang di masa depan. Secara tidak langsung alokasi ini menjadi bentuk aturan yang mengontrol terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah. Hasil analisis menunjukkan bahwa RTRW menjadi salah satu faktor penting yang terkait erat dengan kejadian perubahan penggunaan lahan. Walaupun secara statistik tidak berperan nyata, pertumbuhan industri berpeluang untuk meningkatkan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
18 lahan terbangun. Koefisien yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan pertanian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun Variabel B Statistik Wald Nilai P Y1= Perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun 6.42 .27 Kelas lereng i. <2 % 6.99 .00 .99 ii. 2-8 % 15.06 .00 .99 iii. 9-15 % 15.65 .00 .99 iv. 16-25 % 15.88 .00 .99 v. 26-60 % 16.72 .00 .99 203.14 .01 .92 Pertumbuhan industri (20072013) 23.73 .00 * Kelas jenis tanah 1. Aluvial -11.93 .00 .96 2. Andosol 2.48 5.67 .02 * 3. Glei -9.57 .00 .98 4. Grumosol -17.51 .00 .99 5. Latosol -.28 .06 .81 6. Podsolik -13.46 .00 .96 66.14 .00 * Kelas pola ruang 1. Cagar alam -18.39 .00 .99 2. Hutan produksi terbatas -4.35 .00 1.00 3. Hutan produksi tetap -3.89 22.57 .00 * 4. Kawasan hankam -18.67 .00 .99 5. Kawasan pantai berhutan bakau -3.86 40.19 .00 * 6. Kawasan perikanan budidaya 5.15 .00 1.00 7. Kawasan perkebunan -4.24 .00 1.00 8. Kawasan pemukiman perkotaan -3.03 28.15 .00 * 9. Kawasan pertanian lahan basah -1.89 11.52 .00 * 10. Kawasan pertanian lahan kering -4.64 37.38 .00 * 11. Kawasan tangkapan air waduk -17.65 .00 .99 12. Kawasan wisata -2.01 6.53 .01 * 13. Kawasan pemukiman pedesaan -3.48 33.189 .00 * 14. Situ -4.64 .00 1.00 -.136 12.34 .00 * Jarak ke pusat kota
Rasio Odd
1085.03 3471879.80 6270643.35 7871019.35 18188295.80 1.68E+88
.00 11.92 .00 .00 .76 .00 .00 .01 .02 .00 .02 172.12 .01 .05 .15 .01 .00 .13 .03 .01 .87
Analisis faktor penting yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah menjadi penggunaan lainnya (Y2) dan lahan sawah menjadi lahan terbangun (Y3) menghasilkan variabel penting yang berbeda dengan analisis konversi lahan pertanian secara keseluruhan (Tabel 7). Faktor jarak terhadap jalan kolektor mempengaruhi perubahan lahan sawah secara umum. Pada analisis perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan lainnya, faktor jarak terhadap jalan kolektor memiliki peluang meningkatkan konversi lahan sawah, sedangkan pada analisis perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun, jarak terhadap jalan kolektor terdekat dapat menurunkan peluang konversi lahan sawah.
19 Tabel 7. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan sawah Variabel
B Statistik Wald Nilai P Y2= Perubahan Lahan Sawah ke penggunaan lainnya Kelas lereng 11.81 0.04 * i. <2 % 1.89 0.00 1.00 ii. 2-8 % 13.78 0.00 1.00 iii. 9-15 % 16.58 0.00 0.99 iv. 16-25 % 17.21 0.00 0.99 v. 26-60 % 17.05 0.00 0.99 Pertumbuhan industri (2007-2013) 156.41 0.01 0.94 Kelas pola ruang 13.99 0.37 * 1. Cagar alam -1.68 0.00 1.00 2. Hutan produksi terbatas 14.68 0.00 1.00 3. Hutan produksi tetap 15.31 0.00 1.00 4. Kawasan hankam 1.73 0.00 1.00 5. Kawasan pantai berhutan bakau 13.63 0.00 1.00 6. Kawasan perikanan budidaya 13.03 0.00 1.00 7. Kawasan perkebunan 12.41 0.00 1.00 8. Kawasan pemukiman perkotaan 14.87 0.00 1.00 9. Kawasan pertanian lahan basah 17.21 0.00 0.99 10. Kawasan pertanian lahan kering -1.68 0.00 1.00 11. Kawasan tangkapan air waduk -2.10 0.00 1.00 12. Kawasan wisata -0.89 0.00 1.00 13. Kawasan pemukiman pedesaan 15.18 0.00 1.00 Jarak ke jalan kolektor 0.19 4.53 0.03 * Y3= Perubahan lahan sawah menjadi lahan terbangun Kelas lereng 10.02 .075 i. <2 % 23.63 .00 .99 ii. 2-8 % 28.02 .00 .99 iii. 9-15 % 13.64 .00 .99 iv. 16-25 % 13.82 .00 .99 v. 26-60 % 30.83 .00 .99 Pertumbuhan industri (2007-2013) 213.90 .01 .91 Kelas jenis tanah .00 1.00 1. Aluvial 5.86 .00 .99 2. Andosol 29.57 .00 .99 3. Glei 1.45 .00 1.00 4. Grumosol -3.06 .00 .99 5. Latosol 13.59 .00 .99 6. Podsolik 1.98 .00 .99 Jarak ke jalan kolektor -1.28 8.06 .01 *
Rasio Odd
6.63 961032.88 15916545.14 29945070.88 25319696.65 8.49E+67 0.19 2376314.99 4451327.70 5.65 827116.24 454510.87 245056.51 2866746.59 29898897.40 0.19 0.12 0.41 3920680.46 1.21
18333781801 1.48E+12 838251.02 1003757.96 2.45E+13 7.83E+92 349.36 6.94E+12 4.26 .047 794650.74 7.24 .28
Perubahan penggunaan lahan yang umum terjadi di lokasi yang dekat dengan jalan kolektor adalah perubahan lahan sawah ke lahan pertanian lain. Jenis perubahan lahan yang biasanya terjadi adalah lahan pertanian sawah menjadi lahan terbangun yang luasannya tidak terlalu besar dan dekat dengan jalan. Hasil penelitian Barus et. al (2012) menunjukkan bahwa secara umum luas konversi sawah menjadi non sawah semakin besar pada jarak yang semakin dekat dengan jalan. Selain jarak terhadap jalan kolektor, variabel penting lainnya yang berpeluang mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya adalah pola ruang dan kelas lereng. Hasil analisis regresi logistik biner untuk Y2 dan Y3 menghasilkan model regresi dengan nilai Pseudo-R2 (Nagelkerke R2) sebesar 84% dan 91% pada tingkat kepercayaan 95%.
20 Hasil analisis penentu perubahan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun (Y4) mendapatkan nilai Pseudo-R2 (Nagelkerke R2) sebesar 0.85 yang menunjukkan bahwa 85% variabel sebaran perubahan penggunaan lahan dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan. Variabel penting yang menurunkan terjadinya konversi lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun adalah faktor jarak ke pusat kota. Di lain sisi, variabel yang meningkatkan peluang terjadinya konversi lahan kebun campuran adalah pola ruang pada penggunaan lahan untuk kawasan permukiman perdesaan (Tabel 8). Pertumbuhan penduduk berperan sangat besar dan dominan dalam meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan, terutama dalam penyediaan lahan untuk permukiman. Namun demikian, jika kebutuhan masyarakat untuk tempat tinggal di pedesaan telah terpenuhi, keinginan untuk urbanisasi ke kota dapat berkurang. Tabel 8. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan kebun campuran Variabel B Statistik Wald Nilai P Y4= Perubahan kebun campuran menjadi lahan terbangun Pertumbuhan industri (2007-2013) 191.03 .00 .95 Kelas jenis tanah 17.43 .01 1. Aluvial 5.88 .00 1.00 2. Andosol 21.56 .00 .99 3. Glei 10.89 .00 .99 4. Grumosol .30 .00 1.00 5. Latosol 18.17 .00 .99 6. Podsolik 6.02 .00 1.00 Kelas pola ruang 19.78 .07 1. Cagar alam -18.09 .00 .99 2. Hutan produksi terbatas -16.27 .00 .99 3. Hutan produksi tetap -15.77 .00 .99 4. Kawasan hankam -.92 .93 .34 5. Kawasan pantai berhutan bakau 10.23 .00 1.00 6. Kawasan perikanan budidaya 8.99 .00 1.00 7. Kawasan perkebunan .16 .02 .88 8. Kawasan pemukiman perkotaan 1.18 1.35 .25 9. Kawasan pertanian lahan basah -2.35 2.95 .09 10. Kawasan pertanian lahan kering -3.32 .00 1.00 11. Kawasan tangkapan air waduk -14.03 .00 .99 12. Kawasan wisata -1.94 3.75 .05 13. Kawasan pemukiman pedesaan .17 4.71 .03 Jarak ke pusat kota -.41 13.07 .00
Rasio Odd 9.22415E+82 * 356.08 2310587813 53671.15 1.35 77788822.96 410.70 *
* *
1.39053E-08 8.60183E-08 1.41315E-07 0.40 27626.11 8059.87 1.18 3.24 0.10 0.04 8.09 0.14 1.19 0.66
Hasil analisis penentu perubahan lahan perkebunan (Y5) dan TPLK (Y6) mendapatkan nilai Pseudo-R2 (Nagelkerke R2) masing-masing sebesar 0.61 dan 0.51 pada selang kepercayaan 95%. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat variabel yang secara nyata teruji mempengaruhi kedua pola perubahan tersebut, namun terdapat variabel yang berpeluang mempengaruhi konversi, yaitu pertumbuhan fasilitas baik ekonomi maupun industri (Tabel 9). Penyebaran penggunaan lahan TPLK dan perkebunan berada hampir berdekatan dengan pusat kota. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota yang jumlahnya terus meningkat maka pemerintah berupaya menyediakan beberapa fasilitas ekonomi yang sebagian besar dibangun di sekitar daerah yang berdekatan dengan kota. Lebih lanjut, tersedianya tenaga kerja dan fasilitas ekonomi juga dapat meningkatkan pertumbuhan fasilitas industri.
21 Tabel 9. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan perkebunan dan TPLK Variabel B Statistik Wald Nilai P Y5= Perubahan perkebunan menjadi lahan terbangun Pertumbuhan ekonomi (2007-2013) 4.94 .00 .99 Y6= perubahan tanaman pertanian lahan kering menjadi lahan terbangun Pertumbuhan industri (2007-2013) -2562.93 .00 .99 Pertumbuhan ekonomi (2007-2013) 430.98 .00 .99
Rasio Odd 139.42 .00 1.49E+187
Analisis Faktor Penentu Persepsi Tingkat Kecukupan Usahatani Perubahan terbesar penggunaan lahan yang terjadi di Subang dalam kurun waktu 6 tahun adalah penurunan luasan kawasan pertanian lahan basah maupun lahan kering karena adanya kebutuhan penyediaan kawasan terbangun. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan lahan untuk lahan terbangun memiliki nilai ekonomi lebih tinggi daripada nilai ekonomi lahan pertanian. Penggunaan lahan pertanian menghasilkan manfaat ekonomi dengan tingkat kepastian pendapatan yang relatif lebih rendah karena sebagian besar proses produksinya tidak dapat dikelola. Hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi minat petani khususnya kecukupan hasil usahatani. Berdasarkan analisis decision tree diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi minat petani adalah pendapatan pertanian bersih, total pengeluaran dan landrent (Gambar 12).
Gambar 13. Hasil decision tree faktor yang mempengaruhi minat petani Nilai landrent umumnya digunakan sebagai ukuran untuk menjelaskan fenomena konversi lahan pertanian. Semakin rendah nilai landrent suatu lahan maka semakin besar peluang terkonversi. Besarnya nilai landrent dianggap masih belum sebanding dengan tingkat kecukupan yang diharapkan oleh petani. Berbagai penelitian terkait perbandingan nilai landrent pertanian dan non pertanian menunjukkan bahwa besarnya nilai landrent hasil usahatani jauh lebih rendah dibandingkan dengan landrent aktifitas non pertanian (Harini et al. 2013). Kondisi ini menyebabkan hasil analisis tidak menunjukkan gejala semakin besarnya nilai landrent pertanian berkorelasi dengan kecukupan hasil usahatani. Rendahnya
22 landrent pertanian serta fakta bahwa kecukupan pendapatan dipengaruhi juga oleh berbagai faktor lain seperti jumlah tanggungan, gaya hidup serta ada tidaknya sumber pendapatan lain menyebabkan tidak terdeteksinya keterkaitan langsung pola linier landrent dengan kecukupan hasil usahatani, Keterkaitan antar variabel yang diduga mempengaruhi minat usahatani tersebut dan pola hubungan antar variabel dijelaskan berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan pertanian bersih berkorelasi positif degan Revenue/Cost (R/C) pertanian, dan total pengeluaran juga memiliki korelasi positif terhadap pendapatan non-pertanian (Tabel 10). Nilai R/C memiliki korelasi positif dengan pendapatan pertanian bersih karena keduanya dipengaruhi oleh besarnya biaya produksi pertanian. Demikian pula dalam hubungan antara total pengeluaran dan pendapatan non-pertanian; semakin besar pendapatan non-pertanian yang diterima petani maka semakin besar biaya pengeluaran rumahtangga petani. Tabel 10. Hubungan korelasi Pearson antar variabel penduga faktor minat usahatani Pendapatan pertanian bersih/thn
Variabel Pendapatan pertanian bersih/thn landrent R/C pertanian Pendapatan Non-pertanian/ thn (Rp) Total pengeluaran /thn (Rp)
landrent
R/C pertanian
Pendapatan Nonpertanian/ thn (Rp)
Total pengeluaran /thn (Rp)
1.00
0.23
0.99
0.14
0.35
0.23 0.99
1.00 0.23
0.23 1.00
-0.06 0.15
-0.15 0.32
0.14
-0.06
0.15
1.00
0.42
0.35
-0.15
0.32
0.42
1.00
Selain itu untuk mengetahui hubungan korelasi antara variabel dikotomik yang diduga berpeluang mempengaruhi minat usahatani, penelitian ini juga memanfaatkan metode korelasi Spearman. Hasil yang didapatkan menunjukkan adanya korelasi positif antara variabel kecukupan usahatani dengan jenis pekerjaan lain yang dimiliki oleh petani (Tabel 11). Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil usahatani yang diperoleh petani saat ini belum dapat mencukupi biaya kebutuhan yang diperlukan untuk hidup layak. Oleh karena itu diperlukan usaha lain selain bertani yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan hidup petani. Tabel 11. Hubungan korelasi antar variabel penduga minat usahatani berdasarkan analisis korelasi Spearman. Variabel Pekerjaan lain Pendidikan Sawah Beririgasi Lereng (%) Kecukupan Usahatani Keinginan mengkonversi
Pekerjaan Pendidikan lain 1.00 0.13 0.13 1.00 -0.29 -0.25
Sawah beririgasi -0.29 -0.25 1.00
Lereng (%) 0.00 0.16 -0.37
Kecukupan Usahatani 0.46 0.35 -0.32
Keinginan mengkonversi 0.03 -0.13 -0.32
0.00 0.46
0.16 0.35
-0.37 -0.32
1.00 0.00
0.00 1.00
-0.12 0.00
0.03
-0.13
-0.32
-0.12
0.00
1.00
Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan Hasil analisis Markov mendapatkan nilai ketepatan sebesar 96.4%. Metode ini memiliki ketepatan akurasi yang cukup baik pada penggunaan lahan mangrove,
23 tambak, dan hutan. Hal ini disebabkan selama tahun 2007-2010 pada penggunaan lahan tersebut tidak mengalami perubahan yang secara signifikan. Berdasarkan pola sebarannya, penggunaan lahan hasil proyeksi menunjukkan pola sebaran yang mirip dengan tahun pengamatan sebelumnya. Namun demikian, di beberapa lokasi dapat dilihat adanya pola sebaran yang berbeda seperti penggabungan beberapa poligon lahan terbangun yang cenderung berubah menjadi satu kesatuan yang bersifat terintegrasi. Tabel 12 menyajikan tingkat akurasi penggunaan lahan hasil prediksi Markov Chain, sedangkan Gambar 14 menunjukkan peta proyeksi penggunaan lahan tahun 2013 hasil Markov Chain. Tabel 12. Komposisi prediksi Markov tahun 2013 dan kesesuaian dengan penggunaan lahan tahun 2013 Prediksi Markov 2013
LU 2013 BA HT KC LT MR PK SW TB TPLK
BA 99.89 0.02 -
HT
KC
LT
MR
PK
SW
TB
99.99 0.00 -
70.73 0.57 0.05 -
0.01 28.39 97.52 0.02 0.04 -
100 -
0.01 0.06 99.98 0.01 -
0.87 1.40 99.84 -
0.01 100.00
-
-
0.30
-
-
0.01
0.01
TPLK 0.11 0.00 0.42 0.06 99.69
Gambar 14. Proyeksi penggunaan lahan tahun 2013 hasil Markov Chain
24
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Luas penggunaan lahan badan air, hutan, mangrove dan tambak di Kabupaten Subang dalam kurun waktu 6 tahun (2007-2013) relatif tetap. Perubahan penggunaan lahan yang utama adalah penurunan luas kawasan pertanian lahan basah maupun lahan kering untuk penyediaan kawasan terbangun seperti industri, pemukiman. maupun jasa lainnya. Selain itu terjadi dinamika penggunaan lahan pada kebun campuran. Penurunan luas lahan sawah menjadi lahan terbangun terjadi hampir di seluruh wilayah Subang dengan perubahan terbesar di bagian tengah yaitu di Kecamatan Subang, Pabuaran dan Pagaden. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis tanah, pola ruang, dan jarak ke pusat kota. Hasil analisis regresi logistik membuktikan bahwa RTRW menjadi salah satu faktor penting untuk mengontrol kejadian perubahan penggunaan lahan. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi minat petani untuk tetap berusahatani adalah pendapatan pertanian bersih, total pengeluaran dan landrent. Dalam penelitian ini didapatkan nilai ketepatan Markov Chain dalam memprediksi penggunaan lahan di Kabupaten Subang tahun 2013 sebesar 96.4%. Metode ini memiliki ketepatan akurasi yang cukup baik pada penggunaan lahan mangrove, tambak, dan hutan. Saran Tingginya konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun di Kabupaten Subang yang merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat dapat menimbulkan terganggunya ketahanan pangan nasional jika tidak dilakukan pengawasan secara ketat dari pemerintah setempat. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan yang tertuang dalam RTRW berperan penting mengontrol perubahan penggunaan lahan. Dibutuhkan kajian lebih detil tentang pelaku yang berperan penting dalam proses perubahan penggunaan lahan. Di samping itu juga perlu diketahui minat petani sebagai pelaku utama pertanian untuk mempertahankan lahan serta keturunannya serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi minat petani. Penelitian lanjutan tersebut diharapkan dilakukan dengan jumlah responden yang lebih menyebar untuk merepresentasikan kondisi pertanian sehingga menghasilkan variabel penentu yang lebih tepat.
25
DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Subang dalam Angka 2010. Subang (ID): BPS Kabupaten Subang. Barus B, Panuju DR, Iman LS, Trisasongko BH, Gandasasmita K, Kusumo R. 2012. Pemetaan potensi konversi lahan sawah dalam kaitan lahan pertanian berkelanjutan dengan analisis spasial. Bogor. Irawan B. 2008. Meningkatkan efektifitas kebijakan konversi lahan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 26(2): 116-131. Karyati NE, Panuju DR, Trisasongko BH. 2013. Proyeksi penggunaan lahan menggunakan metode Markov Chain: Studi kasus Kabupaten Klaten. Prosiding Lokakarya Nasional dan Seminar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Bogor. 810-818. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). 2012. Laporan Kegiatan Bimbingan Teknik; Koreksi Sistematik Geometri dan Radiometri. Bogor: Pusat Teknologi Satelit Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Meilani BD, Slamat AF. 2012. Klasifikasi data karyawan untuk menentukan jadwal kerja menggunakan metode decision tree. Jurnal IPTEK. 16(1):17-23. Panuju DR, Karyati NE, Trisasongko BH. 2013. Pola konversi lahan sawah di Kabupaten Klaten. Prosiding Lokakarya Nasional dan Seminar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Bogor. 798-809. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Subang Tahun 2012. Rustiadi E, Panuju DR, Trisasongko BH. 2008. Environmental impacts of urbanization in Jabodetabek Area. Joint JIRCAS-ICALRD. Bogor. Rustiadi E, Panuju DR, Saefulhakim S. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta Saefulhakim S, Panuju DR, Nasution LI. 1999. Analisis Keragaaan Usaha Tani Berbasis Lahan. Jurnal Tanah Lingkungan. 2(2): 32-39. Sitanggang, Gokmaria. 2008. Teknik dan Metode Fusi (Pansharpening) Data ALOS (AVNIR-2 dan PRISM) untuk Identifikasi Penutup Lahan/tanaman Pertanian Sawah. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara. 3 (1): 33-49. Suputra O, Frederika A, Wahyuni PS. 2008. Analisis perbandingan risiko biaya antara kontrak lumpsum dengan kontrak unit price menggunakan metode decision tree. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 12(2):136-152. Suputra DPA, Ambarawati IGAA, Tenaya IMN. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan studi kasus di Subak Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. 1(1):61-68. Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V dan Subroto H. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 2009.
26 Verburg PT, Veldkamp AT, Bouma J. 1999. Land use change under conditions of high population pressure: The case of Java. Global Environmental Change. 9: 303-312. Vrabel J. 1996. Multispectral imagery band sharpening study. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. 62(9): 1075-1083.
27 LAMPIRAN Lampiran 1. Kenampakan obyek pada citra No. 1
2
3
Penggunaan Lahan Sawah (SW)
Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK) Kebun Campuran (KC)
4
Perkebunan (PK)
5
Hutan (HT)
6
Badan Air (BA) Lahan Terbangun (LT)
7
8
Mangrove (MR)
9
Tambak (TB)
ALOS Warna kuning agak coklat dengan tekstur halus Warna hijau agak muda dengan tekstur halus Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman Warna hijau agak muda dengan tekstur halus Warna hijau tua dengan tekstur kasar Warna biru dengan tekstur halus Warna merah agak oranye dan putih dengan tekstur kasar Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus Warna hijau agak coklat denagn tekstur halus
Kenampakan Obyek IKONOS Warna kuning agak coklat denagn tekstur halus Warna hijau agak muda dengan tekstur halus
Landsat Warna Kuning dengan tekstur halus Warna hijau agak muda dengan tekstur halus
Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman
Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman
Warna hijau agak muda dengan tekstur halus Warna hijau tua dengan tekstur kasar
Warna hijau agak muda dengan tekstur halus Warna hijau tua dengan tekstur kasar
Warna biru dengan tekstur halus Warna merah agak oranye dan putih dengan tekstur kasar
Warna biru dengan tekstur halus Warna ungu tua dan putih dengan tektur kasar
Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus
Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus
Warna hijau agak coklat denagn tekstur halus
Warna biru tua dengan tekstur halus
28 Lampiran 2. Luas perubahan berdasarkan jenis perubahan penggunaan lahan (Ha) Kecamatan Binong Blanakan Ciasem Ciater Cibogo Cijambe Cikaum Cipeundey Cipunagara Cisalak Compreng Dawuan Jalancagak Kalijati Kasomalang Legonkulon Pabuaran Pagaden Pagaden Barat Pamanukan Patokbeusi Purwadadi Pusakajaya Pusakanagara Segalaherang Serangpanjang Subang Sukasari Tambakdahan Tanjungsiang Total
Luas perubahan berdasarkan jenis perubahan KC-LT PK-LT SW-KC SW-LT TPLK-LT 1.78 1.76 11.12 1.64
11.55 5.14
2.90
0.83 0.28 28.49
91.93 2.77 1.15 3.90
6.66 9.46 2.53
12.65
4.43 6.65
2.63 17.00 11.52 11.46
0.17 42.23 24.33 2.70 2.63 8.02
0.64 2.56 5.55
38.37 2.40 13.28
4.68 4.25 2.93 0.61 10.72
88.11
1.39
1.19
1.57 6.08
2.61
11.28 5.29
31.52
16.27
124.64
3.64 40.04 2.80 5.97 205.65
6.75 101.77
29 Lampiran 3. Jumlah penduduk di Kabupaten Subang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kecamatan Segalaherang Serangpanjang Jalancagak Ciater Cisalak Kasomalang Tanjungsiang Cijambe Cibogo Subang Kalijati Dawuan Cipeundeuy Pabuaran Patokbeusi Purwadadi Cikaum Pagaden Pagaden Barat Cipunagara Compreng Binong Tambak Dahan Ciasem Pamanukan Sukasari Pusakanagara Pusakajaya Legonkulon Blanakan JUMLAH
2008 29,093 24,564 37,810 26,016 38,074 38,165 43,539 37,739 38,368 110,555 55,161 36,847 40,502 60,509 74,947 50,675 44,235 57,711 34,997 60,016 46,764 46,062 45,399 98,219 56,634 41,325 39,802 47,835 22,827 62,499 1,446,889
2009 30,289 24,922 38,360 26,495 38,622 39,052 44,268 38,388 38,939 112,147 55,974 37,384 41,105 61,386 76,046 51,422 44,955 58,579 35,521 60,892 47,453 47,306 46,066 99,443 57,474 41,929 40,927 48,658 23,186 63,136 1,470,324
2010 2012 28,731 29,901 24,083 25,043 41,671 38,916 27,427 27,880 38,318 38,652 39,480 39,926 42,404 43,256 38,427 38,282 40,177 40,425 120,346 116,827 59,677 59,500 37,898 38,444 44,594 44,896 59,819 61,902 76,998 77,544 57,578 58,681 46,038 47,797 58,834 61,604 33,905 34,019 59,342 59,751 43,823 44,852 42,937 44,914 40,428 42,411 101,924 102,054 55,128 56,869 39,567 40,241 38,253 38,572 44,668 45,971 21,770 22,333 60,912 61,458 1,465,157 1,482,921
30 Lampiran 4. Perubahan lahan menjadi lahan industri yang terjadi pada tahun 20072013 di Kabupaten Subang
2011
Rencana perluasan -
2008
-
-
Purwadadi
2007
2012
-
PT. Borneo
Purwadadi
2012
-
-
5
PT. Willers global
Purwadadi
2008
2010
-
6
Garment
Kasomalang
2013
-
-
7
Peternakan ayam
Segalaherang
2010
-
-
8
Peternakan ayam
Cipunagara
2006
2012
-
9
Penggemukan Sapi
Pabuaran
2009
-
-
10
Bata Merah
Pabuaran
2006
-
-
11
Bata Merah
Pabuaran
2009
-
-
No
Nama Industri
Kecamatan
1
PT. Shin Won
Kalijati
2
PT. Dongan
Purwadadi
3
PT. Stephalux
4
Dibangu n 2008
Perluasan
Gambar
31 No
Nama Industri
Kecamatan
12
PT. Pelita Cengkareng Paper
Cipeundey
Dibangu n 2010
-
Rencana perluasan -
13
PT. Nazomi
Cipeundey
2011
-
-
14
PT. Seok Hwa Indonesia
Cipeundey
2011
-
-
15
PT. Stephalux
Pagaden
2002
2008
-
16
Peternakan ayam
Cipunagara
2013
-
-
17
Kandang Ayam
Patokbeusi
2008
-
2013
18
Rosebrand
Patokbeusi
1990
2013
-
19
PT. Bunivitex
Patokbeusi
2012
-
-
Perluasan
Gambar
32
-
Rencana perluasan 2014
2010
-
-
Cipeundey
2002
2013
-
PT. Aneka Gas Industri
Pagaden Barat
2011
-
-
24
PT. IE Moto
Cibogo
2011
-
-
25
PT. Kwang Lim YH Indah
Pagaden
2011
-
2015
26
PT. CISF
Pagaden
2008
-
-
27
PT. Cahaya Gemilang
Subang
2012
-
-
No
Nama Industri
Kecamatan
20
PT. Pungkock Indonesia
patokbeusi
21
PT. Daenong Global
Dawuan
22
PT. Paper Tech
23
Dibangu n 2012
Perluasan
Gambar
33
2010
Rencana perluasan -
1999
2012
-
Pamanukan
2008
-
-
PT. Harum Sari perkasa
Sukasari
2000
2010
-
32
Peternakan ayam
Cipunagara
2008
2011
-
33
Peternakan ayam
Cipunagara
2007
2011
-
34
Bata Merah
Pabuaran
2014
-
2013
35
PT. Campina
Subang
2010
-
-
36
PT. TK Industrial Indonesia
Cibogo
2012
-
-
No
Nama Industri
Kecamatan
28
PT. Charoen Pokphand
Pagaden
29
PT. Dahana
Cibogo
30
PT. Pertani
31
Dibangu n 1983
Perluasan
Gambar
34
2011
Rencana perluasan -
2011
-
-
Cibogo
2014
-
-
PT. Tirta Investama
Cisalak
2007
2013
-
41
Bata Merah
Pabuaran
2009
-
-
42
Bata Merah
Pabuaran
1980
2013
-
43
Kandang Ayam
Patokbeusi
2009
-
2014
44
PT. G-Texpia
Cipeundey
2008
-
-
45
Peternakan ayam
Dawuan
2006
2010
-
No
Nama Industri
Kecamatan
37
PT. Buma Apparel Industry
Purwadadi
38
Pabrik Teh
Cibogo
39
PT. Eco Paper Indonesia
40
Dibangu n 2008
Perluasan
Gambar
35
46
Bata Merah
Ciasem
Dibangu n 1990
2013
Rencana perluasan 2013
47
PT. Pan Pasific Nesia
Ciasem
2011
-
-
48
Gudang Beras
Pusakajaya
2009
-
-
49
Kotoran Hewan
Pabuaran
2009
-
-
50
Gudang Beras
Patokbeusi
2000
2010
-
51
PT.Buyung Putra Sembada
Sukasari
2006
2012
-
52
Pabrik Kayu
Sukasari
2010
-
-
53
Kandang Ayam
Purwadadi
2007
-
-
No
Nama Industri
Kecamatan
Perluasan
Gambar
36 Lampiran 5. Peta rencana pola ruang Kabupaten Subang
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 21 Februari 1991, yang merupakan anak tunggal dari Ayahanda Nana Margana (alm) dan Ibunda Dini Lestari. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Purwakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Profesi Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (HMIT). Penulis juga aktif sebagai Asisten pada Mata Kuliah Perencanaan Pengembangan Wilayah, serta Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan di Divisi Perencanaan Pengembangan Wilayah di tahun 2013.