ANA ALISIS DIISPARITA AS PEMBANGUNA AN DAER RAH DIT TIGA KOTA JAWA A TENGA AH (SURAK KARTA, S SALATIGA A, SEMAR RANG) TAHU UN 1993-22013
NASKA AH PUBLIK KASI Diajukan n Untuk Meemenuhi Tu ugas dan Syaarat-syarat Guna Mem mperoleh Gelar Sarjjana Ekonoomi Jurusan n Ilmu Ekon nomi Studi P Pembangun nan Pada Fakultaas Ekonomi dan Bisnis Universitass Muhammaadiyah Suraakarta Oleh : SUGITO B B300110004
FAK KULTAS E EKONOMI DAN BISN NIS UNIVERSITAS MUH HAMMADIY YAH SURA AKARTA 2015
FAT(IILTAS OKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUII{MMADIYAH SI]RAI{ARTA Jr, A.
Yoi
Pos 1 Pabelaq
knr&a
're1p. (027
t) 717117,Fd:71544a
SnEk,n sTlo, SURAT PERSETUJUAN ARTIXEL PUBLINASI
ILMIAII
YeB betudltansan dibavah ini pembirbine skiipsvlus6 akhn:
Nama Telan msbaca
: Didir Pumoho- SE. Msi
da nen emali
rin8kasan sknpsi/tu.los atun {idi
naskah anikel
publitsi ilnia]l, yds merupakm
nan6isrE:
NIM
ANALTSIS DISPARITAS PEMBANGIJNAN
DAERAH DIIIGA KOTA (SUIIAKRTA, SALATTGA,
TENGAH
'AWA SEMARANG)
TAHT]N
1993-2013 Nask
n anikel ie6ebut, layal
pe etujuan dibuaq senosa
dapar
dan dapar dietujui untuk publik6i_ Dmikian
dipeigualan seperlunya.
ABSTRAKSI
Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) Tahun 1993-2013”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya tingkat disparitas pembangunan daerah dan besarnya pengaruh Belanja Daerah, Tingkat Pengangguran terhadap tingkat Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Williamson, Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari perhitungan Indeks Williamson bahwa disparitas pembangunan daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup kecil yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya mendekati angka 0 (nol). Belanja Daerah memiliki pengaruh positif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta. Belanja Daerah memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Salatiga dan Semarang, dan Tingkat Pengangguran tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat disparitas pembangunan Kota Surakarta, Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Kata kunci: Disparitas Pembangunan Daerah, Belanja Daerah, Tingkat Pengangguran.
A. LATAR BELAKANG Disparitas pembangunan ekonomi antar daerah merupakan fenomena universal,
disemua
negara
tanpa
memandang
ukuran
dan
tingkat
pembangunannya. Disparitas pembangunan merupakan masalah kesenjangan yang serius untuk ditanggulangi baik pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana. Proses pembangunan dalam skala nasional yang dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah. Menurut Sjafrizal (2012) dalam Dyatmika dan Atmanti (2013), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah yaitu perbedaan sumber daya alam, faktor demografis termasuk kondisi tenaga kerja, alokasi dana pembangunan antar wilayah baik investasi pemerintah maupun investasi swasta, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan mobilitas barang dan jasa. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region). Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan dari suatu negara. Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 tercantum tujuan bangsa Indonesia bahwa diantaranya yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam pelaksanaan pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sasaran utama bagi negara-negara sedang berkembang. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat, sehingga dengan semakin banyak barang dan jasa yang diproduksi, maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat (Mirza, 2012).
Menurut Todaro (2006) proses pembangunan paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan
pilihan-pilihan
ekonomis
dan
sosial.
pertumbuhan yang setinggi-tingginya tujuan
Selain
utama
menciptakan
dari usaha-usaha
pembangunan adalah menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Pembangunan
daerah
sebenarnya
adalah
bagian
intergral
dari
pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan harus seimbang jangan sampai ada gerakan protes dari tiap daerah dan memunculkan potensi disintergrasi bangsa dari wilayah Negara Kesatuan Repuplik Indonesia. Isu dan kekwatiaran akan adanya gerakan disintegrasi tersebut akhirnya memunculkan undang-undang yang memberikan keleluasan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab yang sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing (Sasana, 2012). Pemerintah melalui Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan bahwa, perencanaan pembangunan nasional maupun regional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti pola tertentu berdasar hasil telaah yang cermat terhadap situasi dan kondisi yang bagus. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengelola pembangunan
melalui Undang-undang No. 22 tahun 1999 revisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 revisi menjadi undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Kuncoro, 2004). Di negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah sangat diperlukan dalam pembangunan wilayah. Campur tangan tersebut adalah pemerintah sebagai bentuk institusi merupakan sistem pengambil keputusan dan melahirkan aturan-aturan yang menyangkut alokasi sumber daya serta pemanfaatannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan daerah dan mengetahui faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan daerah ditiga kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013.
B. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Pembagunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Dalam istilah lain, pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita dimana pembangunan ekonomi disamping meningkatkan pendapatan riil nasional juga meningkatkan produktivitas (Arsyad, 2010). 2. Definisi Pertumbuha Ekonomi Menurut sukirno (2011), Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Masalah
pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai makroekonomi dalam jangka panjang dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan akan berkembang, disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat pertambahan penduduk, dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah ketrampilan mereka. 3. Ukuran Ketimpangan Pembangunan Daerah Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mula–mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik yang menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah. Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur–angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada negara–negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve).
C. Metode Penelitian 1. Indeks Williamsom untuk mengetahui tingkat ketimpngan pembagunan daerah, dengan formulasi sebagai berikut: n
∑
=
IDW
i=1
( y
i
−
y )
2
fi N
y
Di mana:
IDW
= Indeks Williamson
yi
= PDRB per kapita di kabupaten/kota i
y
= PDRB perkapita rata-rata di Provinsi
fi
= Jumlah Penduduk di kabupaten/kota i
N
= Jumlah penduduk di Provinsi
Nilai IDW terletak antara 0 dan 1, apabila IDW mendekati 0 (nol), maka suatu wilayah dikatakan sangat merata dan IDW mendekati 1 (satu) berarti suatu wialayah dikatakan timpang. 2. Ordinary Least Square (OLS) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan persamaan estimasi sebagai berikut:
IDW
= β
t
0
+ β 1 BD
t
+ β 2 TP
t
+ U
t
Dimana: IDW
BD
= Indeks Williamson (%)
t
= Belanja Daerah (Ribu Rupiah)
t
TP t
= Tingkat Pengangguran (%)
β
= Konstanta
0
β1 − β U
t
2
= Koofesien Regresi = Variabel Pengganggu
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari
perhitungan
Indeks
Williamson
(IDW)
bahwa
disparitas
pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup rendah yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya mendekati angka 0 (nol) dan menjahui angka 1. Berdasarkan hasil Ordinary Least Square (OLS), 1. Surakarta IDW
=
(0.0881469133445) + (2.04189672031e-11)BD
+(0.00235286788135)TP + Ut Keterangan: Α
R2
Adjusted R2
Fhit
DW
0,05
0.320513
0.245015
4.245293
1.274594
Sumber: Data Sekunder Diolah Dari persamaan diatas diperoleh nilai R 2 adalah sebesar 0.3205, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 32,05 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Surakarta dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran. Tabel 1.1 Nilai Signifikasi tsatistk Kota Surakarta Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh BD
0.0135
0,05
Memiliki
TP
0.3520
0,05
Tidak memiliki
Sumber: Data Sekunder Diolah Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Belanja Daerah (BD) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap IDW Surakarta dan Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap IDW Surakarta. 2. Salatiga IDW = (0.0287189581518) + (-3.96962313023e-11)BD + (0.000675862787823)TP + Ut
Keterangan: Α
R2
Adjusted R2
Fhit
DW
0,05
0.340869
0.267632
4.654338
0.735942
Sumber: Data Sekunder Diolah Dari persamaan diatas diproleh, Nilai R 2 adalah sebesar 0,3408, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 34,08 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Salatiga dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.
Variabel
Tabel 1.2 Nilai Signifikan t statistik Kota Salatiga Prob.t-stat Α
Pengaruh
BD
0.0300
0,05
Memiliki
TP
0.6341
0,05
Tidak memiliki
Sumber: Data Sekunder Diolah Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Belanja Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel IDW Salatiga dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Salatiga. 3.
Semarang IDW = (0.160584023712) + (- 1.10598426621e-10)BD + (0.00203367609062)TP + Ut Keterangan: Α
R2
Adjusted R2
Fhit
DW
0,05
0.233456
0.148284
0.091377
1.442309
Sumber: Data Sekunder Diolah Dari persamaan diatas diproleh, Nilai R 2 adalah sebesar 0.2334, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 23,34 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Semarang dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran. Tabel 1.3 Nilai Signifikan t statistik Kota Semarang
Variabel
Prob.t-stat
Α
Pengaruh
BD
0.0342
0,05
Memiliki
TP
0.4913
0,05
Tidak memiliki
Sumber: Data Sekunder Diolah Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Beanja Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel IDW negatif dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Semarang.
E. Kesimpulan Berdasarakan hasil perhitungan dengan mengunakan Indeks Williamson (IDW), ternyata dari tiga kota Jawa Tengah memiliki angka IDW yang secara umum hampir sama yaitu mendekati angka 0 (nol). Menunjukan bahwa nilai IDW yang menjahui angka 1 (satu) berarti menunjukan adanya pemerataan pembangunan ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang). Berdasarkan hasil analisis regresi model lengkap, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh negatif signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah di Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang). F. Saran Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran yang yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan,dianataranya sebagai berikut: 1.
Berdasarakan angka Indeks Williamson (IDW) yang diperoleh atau tingkat disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah maka diharapkan untuk masing-masing kota mengambil kebijakan untuk lebih
memperkecil tingkat disparitas pembangunan daerah, maka diharapkan agar memaksimalkan sumber daya alam sepenuhnya demi kepentingan rakyak daerah tersebut dan diharapan bagi pemerintah daerah harus memperhatikan daerah pendukung agar pembangunan dapat berjalan dengan seimbang dan lancar maka pemerintah harus memperhatikan semua daerah tanpa ada perlakuan khusus bagi masing-masing daerah. 2.
Bagi pemerintah Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang dalam upaya memperkecil tingkat disparitas pembangunan perlu meningkatkan alokasi pelaksanaan Belanja Daerah yang terarah, sehingga pengambilan kebijakan lain yang berkaitan tepat sasaran sehingga mampu menekan angka tingkat ketimpangan di daerah.
3.
Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga masih dimungkinkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan kajian yang lebih mendalam, seperti penambahan sampel, variabel, cakupan, metode, dan lain sebagainya.
G. Daftar Pustaka Ahmed, Navas. and Husain, Nasmul. 2013. Identification of Micro Regional Disparities in The Level of Development in The Rural Areas: A Case Study of Malda District of West Bengal (India). Vol.2 No.5. May 2013: 37-45. Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 1993-2014. Semarang: Badan Pusat Statistik. .2009. Indikator Ekonomi Kota Salatiga Tahun 2009. Salatiga: Badan Pusat Statistik. .1993-1996. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Semarang: Badan Pusat Statistik.
Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Boldea, Monica. and K. 2012. Regional Disparity Analysis: The Case of Romania. Journal of Eastern Europe Research in Business & Economics. Vol.2012(2012): 1-10. Dhyatmika, Ketut Wahyu, dan Atmanti, Dwi Hastarini. 2013. Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran. Diponegoro journal of economic. Vol.2 No.2. 2013: 1-8.
Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17. Semarang: Badan Penerbit – UNDIP.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Sasana, hadi. 2012. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah dan Pendapatan perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Ekonomi dan Manajeman. Vol.25, no.1. 2012: 1-12.
. 2009. Analisis dampak pertumbuhan ekonomi, kesenjangan antar daerah dan tenaga kerja terserap terhadap kesejahteraan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam era desentralisasi fiskal. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).vol.16, no.1. 2009: 50-69.
Huruta, Andrian Dolfriandra. 2013. Ketimpangan Pembangunan Pada Satuan Wilayah Pengembangan di Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin. Vol.12 No.2. 2013: 154-175.
Irawan dan Suparmoko. 2008. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE. Irawan, Dedi. 2012. Konsep Disparitas Pembangunan Ekonomi. (Online). (https://dedeirawan32.wordpress.com/2012/05/14/konsep-disparitas pembangunan-ekonomi/. diakses tanggal 29 maret 2015).
Khakim, Luqman. dkk. Potensi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pemangunan. Vol.12 No.2. Desember 2011: 281-296. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pemabanguan daerah. Jakarta: Erlangga. . 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mardiana. dkk. 2012. Desentralisasi Fiskal dan Disparitas Regional di Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi. Vol.20 No.4. Desember 2012: 1-18. Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal UNNES. 1(1). November 2012: 1-15. Nadiroh, Fuktiatun. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah. (Online), (http://fuktia-alkarazkani.blogspot.com/2012/04/ketimpangan-pembangunan -antar-wilayah.html, diakses tanggal 28 maret 2015). Nuha, Mohammad Khadziqun. 2011. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan. (Online) (http://kadiq31.blogspot.com/2011/10/pengurangan-ketimpanganpembangunan.html, diakses tanggal 28 maret 2015). Nurlan. 2006. Pengelolaan Keuangan Daerah. Gorontalo: PT Indeks. Patra, Aditya Kumar. and Acharya, Arabinda. 2011.
Regional Disparity,
Infrastructure Development and Economic Growth: An Inter-State Analysis. Research and Practice in Social Sciences. Vol.6 No.2. February 2011: 17-
30. Rizal, Achmad. 2013. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir (Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Akuatika. Vol.4 No.2. September 2013: 115-130. Singh, Ajit Kumar. 2012. Regional Disparities in The Post Reform Period. Journal of Regional Development and Planning. Vol.1 No.1. 2012: 17-24.
Soebagyo, Daryono. 2013. Perekonomian Indonesia. Surakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UMS. . 2000. Disparitas Pembangunan dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Daerah Sumbagsel). Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.1 No.1. Juni 2000: 21-34.
Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Selemba Empat. Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Suyatno, 2011. Analisis Disparitas Perekonomian di Wilayah Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur) periode 1996-2011. Skripsi. Surakarta:
Fakulatas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2010. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga. Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga. Yuwono, Sony. dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah). Malang: Bayumedia Publising.
Zali, Nader. and K. 2013. An Analysis of Regional Disparitis Situation in The East Azabaijan Province. Journal of Urban and Environmental Engineering. Vol.7 No.1. Juee 2013: 183-194.